Aspek Medikolegal Pada Terminasi Kehamilan

45
ASPEK MEDIKOLEGAL TERHADAP TERMINASI KEHAMILAN 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dewasa ini banyak pemberitaan melalui media elektronik maupun media cetak yang diwarnai dengan banyaknya kejahatan dan pelanggaran, misalnya pembunuhan, pencurian, penipuan, perkosaan, aborsi dan sebagainya. Perkataan aborsi atau terminasi kehamilan ini tentu saja terbayangkan kengerian yang teramat sangat bagi umat manusia dimana janin yang tidak berdosa dijadikan sebagai korban. 1,2 Setiap tahunnya di Indonesia, berjuta-juta perempuan mengalami kehamilan yang tidak direncanakan, dan sebagian besar dari perempuan tersebut memilih untuk mengakhiri kehamilan mereka, walaupun dalam kenyataannya aborsi secara umum adalah illegal. Seperti di negara-negara berkembang lainnya dimana terdapat pembatasan yang ketat terhadap aborsi, perempuan Indonesia sering kali mencari bantuan untuk mengakhiri kehamilan mereka melalui tenaga-tenaga non-medis yang menggunakan cara-cara antara lain dengan meminum ramuan-ramuan yang berbahaya dan melakukan pemijatan penguguran kandungan yang membahayakan. 3 Permasalahan terminasi kehamilan tidak hanya berkaitan dengan bidang kedokteran forensik, tetapi juga berkaitan dengan hukum kesehatan. Perbedaan 1

description

Refarat Forensik

Transcript of Aspek Medikolegal Pada Terminasi Kehamilan

Page 1: Aspek Medikolegal Pada Terminasi Kehamilan

ASPEK MEDIKOLEGAL

TERHADAP TERMINASI KEHAMILAN

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Dewasa ini banyak pemberitaan melalui media elektronik maupun media cetak

yang diwarnai dengan banyaknya kejahatan dan pelanggaran, misalnya

pembunuhan, pencurian, penipuan, perkosaan, aborsi dan sebagainya. Perkataan

aborsi atau terminasi kehamilan ini tentu saja terbayangkan kengerian yang

teramat sangat bagi umat manusia dimana janin yang tidak berdosa dijadikan

sebagai korban.1,2

Setiap tahunnya di Indonesia, berjuta-juta perempuan mengalami kehamilan

yang tidak direncanakan, dan sebagian besar dari perempuan tersebut memilih

untuk mengakhiri kehamilan mereka, walaupun dalam kenyataannya aborsi secara

umum adalah illegal. Seperti di negara-negara berkembang lainnya dimana

terdapat pembatasan yang ketat terhadap aborsi, perempuan Indonesia sering kali

mencari bantuan untuk mengakhiri kehamilan mereka melalui tenaga-tenaga non-

medis yang menggunakan cara-cara antara lain dengan meminum ramuan-ramuan

yang berbahaya dan melakukan pemijatan penguguran kandungan yang

membahayakan.3

Permasalahan terminasi kehamilan tidak hanya berkaitan dengan bidang

kedokteran forensik, tetapi juga berkaitan dengan hukum kesehatan. Perbedaan

intinya adalah dalam hukum kesehatan lebih tertuju pada ketentuan hukum yang

mengatur dalam keadaan apa, dimana, oleh siapa pengguguran dapat dilakukan,

sementara dalam bidang kedokteran forensik tertuju kepada pemeriksaan dan

pembuktian bagaimana pengguguran kandungan dilakukan, kapan, berapa umur

bayi dan lain-lain. 2

Di Indonesia dan beberapa negara lain mengklasifikasikan terminasi kehamilan

itu sebagai suatu kejahatan yang serius dan bagi pelakunya boleh diancam sanksi

pidana. Ada juga beberapa negara lain yang melegalkan aborsi secara umum tanpa

syarat seperti negara China, Kanada, Korea Selatan, Afrika Selatan, Singapore,

Vietnam, Norway, Sweden, Mexico, Australia, Perancis, Jerman dan Belanda

1

Page 2: Aspek Medikolegal Pada Terminasi Kehamilan

dimana negara- negara ini membenarkan tindakan terminasi kehamilan atas

permintaan sendiri.1,2

Di Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) telah mengatur

tentang undang-undang aborsi yaitu pada Pasal 346-349 KUHP. Semua tindakan

terminasi kehamilan atau abortus menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana

(KUHP) di Indonesia baik abortus yang bersifat medicinalis maupun kriminalis

dikategorikan sebagai suatu tindakan kriminal. Pasal-pasal KUHP yang mengatur

hal ini adalah pasal 299, 341, 342, 343, 346, 347, 348, dan 349. Di dalam KUHP

Indonesia yang masih berlaku sampai sekarang, abortus diatur dalam Pasal 346 -

349 KUHP yang termasuk dalam kejahatan terhadap nyawa, khususnya nyawa

janin. Kemudian aborsi dalam perundangan medis baru diatur dalam UU No.23

pada tahun 1992 tentang kesehatan, dalam Pasal 15 yang mana undang-undang ini

menjelaskan bahwa tenaga kesehatan dapat melakukan tindakan medis dalam

keadaan darurat untuk menyelamatkan ibu atau janin atas pertimbangan tim ahli

medis dan dengan keizinan atau mendapat persetujuan daripada ibu hamil serta

keluarganya. Suatu tindakan medis yang merencanakan untuk melakukan aborsi

harus berdasarkan indikasi medis yang mana indikasi ini dibuat atas kondisi untuk

menyelamatkan nyawa ibu hamil yang terancam bahaya sekiranya tetap

melanjutkan kehamilannya, sedangkan yang dimaksudkan dengan tenaga

kesehatan adalah tenaga yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk

melakukannya misalnya dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan.1,2

1.2. Prevalensi

Frekuensi kejadian terminasi kehamilan sukar ditentukan karena terminasi

kehamilan buatan banyak tidak dilaporkan, kecuali apabila terjadi komplikasi.

Diperkirakan frekuensi terminasi kehamilan secara spontan berkisar 10-15%.

Frekuensi ini dapat mencapai angka 50% bila diperhitungkan mereka yang hamil

sangat dini, sehingga wanita itu sendiri tidak mengetahui bahwa ia sudah hamil. Di

Indonesia, diperkirakan ada 5 juta kehamilan per-tahun. Dengan demikian setiap

tahun 500.000-750.000 abortus spontan. Jatipura dkk memperoleh 31,4% terminasi

kehamilan per 100 kehamilan di RSCM selama 1972-1975 2,3

Sulit untuk mendapatkan data tentang terminasi kehamilan secara

provokatus di Indonesia. Paling sedikit ada dua sebabnya. Yang pertama, terminasi

yang dilakukan secara sembunyi. Yang kedua, bila timbul komplikasi hanya

dilaporkan komplikasinya saja, tidak abortusnya. Budi Utomo dkk

2

Page 3: Aspek Medikolegal Pada Terminasi Kehamilan

memperhitungkan angka abortus spontan menurut WHO (15-20 per 100

kehamilan), menyimpulkan bahwa kira-kira separuh dari abortus tersebut adalah

provokatus. Knight menyatakan bahwa abortus provokatus terjadi pada kira-kira

40% dari seluruh abortus, meskipun angka tersebut sebenarnya bervariasi. 2,3

Dengan menggunakan Randomized Response Technique, Saifuddin dan

Bachtiar menemukan bahwa hampir sepertiga dari wanita yang datang ke Poliklinik

Kebidanan di RS Cipto Mangunkusumo pernah melakukan abortus. 3

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) 2005 diperkirakan 4,2 juta

abortus dilakukan setiap tahun di Asia Tenggara, dengan perincian : 3

- 1,3 juta dilakukan di Vietnam dan Singapura

- antara 750.000 sampai 1,5 juta di Indonesia

- antara 155.000 sampai 750.000 di Filipina

- antara 300.000 sampai 900.000 di Thailand

Hasil survei yang diselenggarakan oleh suatu lembaga penelitian di New

York yang dimuat dalam International Family Planning Perspectives, Juni 1997,

memberikan gambaran lebih lanjut tentang abortus di Asia Selatan dan Asia

Tenggara, termasuk Indonesia. Abortus di Indonesia dilakukan baik di daerah

perkotaan maupun pedesaan. Dan dilakukan tidak hanya oleh mereka yang mampu

tapi juga oleh mereka yang kurang mampu. 3

Di perkotaan abortus dilakukan 24-57% oleh dokter,16-28% oleh bidan/

perawat, 19-25% oleh dukun dan 18-24% dilakukan sendiri. Sedangkan di

pedesaan abortus dilakukan 13-26% oleh dokter, 18-26% oleh bidan/perawat, 31-

47% oleh dukun dan 17-22% dilakukan sendiri. 3

Survei yang dilakukan di beberapa klinik di Jakarta, Medan, Surabaya dan

Denpasar menunjukkan bahwa abortus dilakukan 89% pada wanita yang sudah

menikah, 11% pada wanita yang belum menikah dengan perincian: 45% akan

menikah kemudian, 55% belum ada rencana menikah. Sedangkan golongan umur

mereka yang melakukan abortus: 34% berusia antara 30-46 tahun, 51% berusia

antara 20-29 tahun dan sisanya 15% berusia di bawah 20 tahun. 3

3

Page 4: Aspek Medikolegal Pada Terminasi Kehamilan

1.3. Definisi Terminasi Kehamilan Secara Umum

Definisi terminasi kehamilan atau nama latinnya Abortus provocatus yang

dikenal di Indonesia dengan istilah aborsi berasal dari bahasa latin yang berarti

pengguguran kandungan karena kesengajaan. Dalam kamus Latin-Indonesia

sendiri, abortus diartikan sebagai wiladah sebelum waktunya atau keguguran.

2. TERMINASI KEHAMILAN

2.1. Definisi terminasi kehamilan:

Definisi terminasi kehamilan atau terminasi kehamilan yang diberikan baik

ahli kedokteran maupun hukum cukup beragam pada saat ini, walaupun intinya

adalah sama.

Dalam pengertian medis, terminasi kehamilan adalah suatu tindakan yang

dilakukan untuk menghentikan kehamilan dengan kematian dan pengeluaran janin

baik menggunakan alat-alatan atau obat-obatan pada usia kurang dari 20 minggu

dengan berat janin kurang dari 500 gram, yaitu sebelum janin dapat hidup di luar

kandungan secara mandiri. Sementara Black’s Law Dictionary menyebutkan

“abortion is the spontaneous or artificially induced expulsion of an embryo or

fetus. As used in legal context refers to induced abortion”. Dengan demikian

keguguran yang berupa keluarnya embrio atau fetus semata-mata bukan karena

terjadi secara alami (spontan) tapi juga karena disengaja atau terjadi karena adanya

campur tangan (provokasi) manusia. Ensiklopedia Indonesia memberikan

penjelasan bahwa terminasi kehamilan diartikan sebagai pengakhiran kehamilan

sebelum masa gestasi 28 minggu atau sebelum janin mencapai berat 1.000 gram.

Untuk lebih memperjelas maka berikut ini dikemukakan definisi para ahli tentang

terminasi kehamilan, yaitu:

a. Eastman: terminasi kehamilan adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan

dimana fetus belum sanggup berdiri sendiri di luar uterus. Belum sanggup diartikan

apabila fetus itu beratnya terletak antara 400–1000 gr atau kehamilan kurang dari

28 minggu;

b. Jeffcoat: terminasi kehamilanyaitu pengeluaran dari hasil konsepsi sebelum 28

minggu, yaitu fetus belum viable;

c. Holmer: terminasi kehamilan yaitu terputusnya kehamilan sebelum minggu ke-

16 dimana proses plasentasi belum selesai.

4

Page 5: Aspek Medikolegal Pada Terminasi Kehamilan

Manakala dari sudut pandang sisi hukum menyebutkan, definisi terminasi

kehamilan adalah lahirnya buah kandungan sebelum waktunya oleh suatu

perbuatan seseorang yang bersifat sebagai perbuatan pidana kejahatan. Dalam

pengertian ini, perhatian dititik beratkan pada kalimat “oleh suatu perbuatan

seseorang yang bersifat sebagai suatu perbuatan pidana kejahatan”, sehingga tidak

termasuk terminasi kehamilan yang terjadi sendirinya tanpa adanya pengaruh dari

luar yang disebut abortus spontaneous. Dalam literatur ilmu hukum telah mendapat

kesatuan pendapat sebagai doktrin bahwa pengertian aborsi mempunyai arit yang

umum tanpa dipersoalkan umur janin yang mengakhiri kandungan sebelum

waktunya karena perbuatan seseorang.3

2.2. Klasifikasi terminasi kehamilan:4

Secara umum terminasi kehamilan dapat dibagi atas 2 macam, yaitu : 1,2,

1. Terminasi kehamilan yang bersifat spontan, merupakan 10-12% dari semua

kasus terminasi kehamilan.

2. Terminasi kehamilan buatan (provocation) yang merupakan 80% dari semua

kasus terminasi kehamilan.

Selanjutnya dikenal dua bentuk terminasi kehamilan provokatus yaitu: 1,2,3

1. Terminasi kehamilan provokatus medicinalis yaitu pengguguran kandungan

yang dilakukan berdasarkan alasan atau pertimbangan medis.

2. Terminasi kehamilan provokatus kriminalis yaitu pengguguran kandungan

yang dilakukan dengan sengaja dengan melanggar berbagai ketentuan

hukum yang berlaku. Misalnya kasus yang paling sering

didapatkan,perempuan yang hamil anak luar nikah yang mau

menggugurkan kandungannya kerna takut mendapat malu dengan ahli

keluarga dan masyarakat setempat.

2.2.1. Terminasi Kehamilan Provokatus Medicinalis

          Di klinik, untuk menolong nyawa si ibu, kadang-kadang kandungan perlu

diakhiri. Indikasi untuk terminasi kehamilan ini harus ditentukan oleh ahli tenaga

kesehatan sendiri yaitu dokter. Dalam hal ini sangat diperlukan persetujuan tertulis

daripada ibu hamil dan suami atau keluarga. 2,3

5

Page 6: Aspek Medikolegal Pada Terminasi Kehamilan

         Dalam melakukan abortus terapeutik dokter tidak dipidanakan karena alasan

kemanusiaan tersebut dalam UU No.23 pada tahun 1992 tentang kesehatan pasal

15. 2,3

          Di luar negeri indikasi dilakukan aborsi terapeutika antara lain:

(i) Indikasi obstetri:

a. Eklampsia berat, kelainan hipertensi (konvulsi dan koma)

(ii) Kondisi keganasan: karsinoma serviks yang invasif, karsinoma ovarium

dan kanker payudara dengan metastasis,

(iii) Kondisi kardiovaskular: penyakit katub jantung, gagal jantung, penyakit

jantung kongenital, fibrilasi atrium dan hipertensi,

(iv) Kondisi respiratorik: insufisiensi respiratorik pada penyakit paru seperti

bronkitis kronis dan asma,

(v) Kondisi psikologis dan emosional:

a. Ketika anak tersebut tidak diinginkan dan merupakan hasil dari

pemerkosaan.

(vi) Kondisi yang menyebabkan abnormalitas fetal: 4

a. Kondisi infeksi (Rubella, Mumps)

b. Ibu yang terpapar obat-obatan berbahaya (Thalidomide, androgens

dan estrogen)

c. Inkompatibilitas rhesus

Pada trimester pertama metode yang digunakan dapat menggunakan obat-

obatan maupun melalui terapi bedah.

Obat-obatan yang digunakan adalah:

1. Prostaglandin, efektif dalam menimbulkan kontraksi uterus

2. Antiprogesteron dengan menghambat reseptor progesteron, sehingga

menghambat efek biologis progesteron pada uterus, obat yang

efektif digunakan seperti Mifepristone.

Untuk terapi surgikal dapat dilakukan: 4,5

1. Aspirasi vakum

2. Dilatasi dan Kuretase.

Pada trimester kedua, metode medis yang digunakan adalah salah satu atau

kombinasi dari instilasi intrauteri dari larutan saline hipertonik (NaCl 20%) atau

urea atau rivanol dan prostaglandin melalui berbagai rute. Larutan ini dapat

dimasukkan ke dalam kantung amnion dari fetus ataupun ke ruang extra-amnion.

6

Page 7: Aspek Medikolegal Pada Terminasi Kehamilan

Metode bedah yang dilakukan dapat termasuk: 4,5

1. Dilatasi dan kuretase

2. Histerotomi

3. Histerektomi.

2.2.2. Terminasi Kehamilan Provokatus Kriminalis

          Abortus kriminalis adalah tindakan pengguguran yang sengaja dilakukan

untuk kepentingan si pelaku, orang hamil dan yang membantu tanpa adanya

indikasi terapeutik. Secara hukum tindakan ini melanggar ketentuan yang berlaku.2

          Abortus kriminal dapat dilakukan oleh wanita itu sendiri atau dengan

bantuan orang lain (dokter, bidan, perawat, dukun beranak dan lain-lain). Tindakan

ini biasanya dilakukan sejak yang bersangkutan terlambat datang bulan dan curiga

akibat hamil. Biasanya kecurigaan ini datang pada minggu ke-5 sampai minggu ke-

10 sejak dari hari pertama haid terakhir. Pada waktu ini mungkin disertai gejala

mual pagi hari (morning sickness). Sekarang kecurigaan adanya kehamilan dapat

diketahui lebih dini karena sudah ada alat tes kehamilan yang dapat mendiagnosa

kehamilan secara pasti misalnya plano test. 2,4

2.3. Metode – metode yang dipakai dalam terminasi kehamilan

Terdapat berbagai metode yang sering dipergunakan dalam terminasi

kehamilan provokatus kriminalis yang perlu diketahui, oleh karena berkaitan

dengan komplikasi yang terjadi dan bermanfaat di dalam melakukan penyidikan

serta pemeriksaan mayat untuk menjelaskan adanya hubungan antara tindakan

abortus itu sendiri dengan kematian yang terjadi pada si-ibu. Berdasarkan survey

cara abortus yang dilakukan oleh dokter dan bidan/perawat adalah berturut-turut:

kuret isap (91%), dilatasi dan kuretase (30%) serta prostaglandin / suntikan (4%).

Abortus yang dilakukan sendiri atau dukun memakai obat/hormon (8%), jamu/obat

tradisional (33%), alat lain (17%) dan pemijatan (79%).3

2.3.1. Kekerasan mekanik 4,5

(1) Umum: Metode ini dilakukan secara langsung pada uterus atau tidak langsung

dengan menyebabkan kongesti dari organ-organ pelvis dan menyebabkan

perdarahan diantara uterus dan membrane pelvis.

Metode ini seperti:

7

Page 8: Aspek Medikolegal Pada Terminasi Kehamilan

i. Penekanan berat pada abdomen seperti pemukulan, penendangan,

pengurutan dan melompat-lompat.

ii. Aktifitas berlebihan seperti mengenderai sepeda, meloncat dari

ketinggian, mengangkat benda-benda berat

iii. Cupping: meletakkan sebuah sumbu api pada area hipogastrium dan

menutupnya dengan sebuah mangkuk yang kemudian menyebabkan

penarikan oleh mangkuk tersebut yang menyebabkan separasi dari

plasenta dibawahnya. Metode ini digunakan pada kehamilan lanjut.

iv. Mandi dengan air hangat dan dingin bergantian

v. Melakukan pemijatan uterus pada dinding abdomen

(2) Lokal: yaitu kekerasan yang dilakukan dari dalam dengan manipulasi vagina

dan uterus. Manipulasi vagina dan serviks uteri, misalnya dengan

penyemprotan air sabun atau air panas pada porsio, pemasangan laminaria stif

atau kateter kedalam serviks, manipulasi serviks dengan jari tangan, manipulasi

uterus dengan melakukan pemecahan selaput amnion atau penyuntikan ke

dalam uterus.

2.3.2. Obat-obatan yang dapat dipakai untuk terminasi kehamilan

Dalam masyarakat penggunaan obat tradisional seperti nenas muda, jamu

peluntur dan lain-lain sudah lama dikenal. Melalui iklan promosi obat di media

elektronik beberapa obat peluntur ditawarkan secara terselubung, misalnya obat

terlambat datang bulan; dilarang untuk wanita hamil dan lain-lain. Abortivum, obat

yang sering dipakai di masyarakat awam untuk pengguguran dapat dibagi dalam

beberapa golongan: 1,4,5

1. Emmenogogues: obat yang merangsang atau meningkatkan aliran darah

menstruasi (obat peluruh haid) seperti apiol, minyak pala, oleum rutae. 

2. Ecbolics: obat ini membuat kontraksi uterus seperti derivat ergot, kinina,

ekstrak pituitari, estrogen sintetik dan strychnine. Obat-obatan ini, untuk

tujuan abortivum harus dipergunakan dalam dosis tinggi sehingga dapat

menimbulkan bahaya. 

3. Obat yang bekerja pada traktus gastrointestinal yang menyebabkan muntah

(emetikum) seperti asam tartar, obat ini menyebabkan eksitasi uterus untuk

8

Page 9: Aspek Medikolegal Pada Terminasi Kehamilan

berkontraksi dengan adanya kontraksi paksa dari lambung dan kolon serta

juga dapat menyebabkan hyperemia.

4. Obat yang bekerja melalui traktus digestivus bekerja sebagai pencahar

(purgative) seperti, castor oil, croton oil dan magnesium sulphate dan lain-

lain, menyebabkan peredaran darah di daerah pelvik meningkat, sehingga

mempengaruhi hasil konsepsi.

5. Obat-obat bersifat iritan pada traktus genitourinarius yang mempengaruhi

refleks kontraksi uterus seperti Tansy oil, turpentine oil,

ekstrak cantharidium (dalam dosis besar menyebabkan inflamasi pada

ginjal dan albuminuria), kalium permanganas (120-300 ml per vaginam)

menyebabkan inflamasi dan perdarahan oleh karena erosi pembuluh darah.

6. Obat-obat iritan yang bersifat racun, seperti (i) iritan inorganic metalik

seperti timah, antimony, arsenik, fosforus, mercuri, (ii) iritan organic seperti

ppepaya, nenas muda, bubuk beras dicampur lada hitam, akar Plumago

rosea dan jus calotropis, (iii) Abortion pill F-6103 yang dikembangkan di

Swedia yang mengandung diphenyl-ephylene dan juga pil berbahaya

lainnya.

Obat atau jamu yang mujarab untuk pengguguran tidak ada, kebanyakan obat

malah menyebabkan si ibu mengalami intoksikasi.

2.3.3. Instrumen

Instrumen-instrumen yang digunakan untuk aborsi dilakukan dengan berbagai

mekanisme: 4,5

(1) Menyebabkan rupturnya membran: hal ini dapat terjadi dengan memasukkan

alat-alat seperti sonde uterus, kateter, penjepit rambut, tongkat, jarum merajut,

dan bahkan jari tangan. Pasien bisa datang ke dokter dengan alasan bahwa

uterusnya mengalami displacement, oleh karena itu dokter yang tidak hati-hati

dapat menyebabkan aborsi dengan memasukkan sonde uterus. Pada kasus ini,

dokter diharapkan harus yakin dahulu bahwa pasien tidak hamil.

(2) Menyebabkan dilatasi serviks:: Sebuah akar tanaman bernama Slippery elm,

pohon yang tumbuh di Amerika Tengah dan Utara digunakan untuk mendilatasi

serviks. Sebuah potongan kayu ini dengan ketebalan sekitar 3 mm dimasukkan

kedalam kanalis serviks dan dibiarkan, yang kemudian akan menyerap

kelembapan dan sekret vagina sehingga kayu ini akan membengkak dan

9

Page 10: Aspek Medikolegal Pada Terminasi Kehamilan

mendilatasi kanalis serviks yang menyebabkan aborsi. Benda lain yang dapat

juga digunakan seperti spons yang telah dipadatkan. Metode ini memiliki

kerugian tidak higienis dan beresiko terjadi infeksi. Kadang-kadang jika tidak

hati-hati tongkat kayu ini dapat menusuk bladder dan uretra.

(3) Abortion stick: tongkat aborsi adalah kayu atau bambu kecil dengan panjang 12

sampai 18 cm dimana salah satu ujungnya dibungkus dengan kapas atau

rombengan yang dibalut dengan campuran zat-zat seperti calotropis, arsen,

sulfat, timah, dan lain-lain.

(4) Penyuntikan atau penyemprotan cairan biasanya dilakukan dengan

menggunakan Higginson type syringe, sedangkan cairannya adalah air sabun,

desinfektan atau air biasa/ air panas. Campuran air dan udara ini dimasukkan

secara paksa ke dalam kavum uteri dengan tekanan tinggi dibandingkan dengan

vena uterus. Cairan ini menyebabkan lepasnya kantung amnion dan plasenta

dari dinding uterus. Uterus kemudian akan berkontraksi menyebabkan

perdarahan dan aborsi. Penyemprotan ini berbahaya dapat menyebabkan

inhibisi vagal akibat air dingin dan juga emboli udara.

Gambar 1. Gambar menunjukkan seorang wanita yang mati akibat emboli udara selepas percobaan untuk melakukan terminasi kehamilannya dengan menggunakan Higginson syringe yang bisa ditemukan di bawah kaki kanannya.

(5) Listrik: Pengaliran listrik dimana kutub negatif pada serviks dan kutub positif

pada daerah pembuluh darah sakrum ataupun lumbal yang menyebabkan

kontraksi uterus.

10

Page 11: Aspek Medikolegal Pada Terminasi Kehamilan

Menurut referensi lain ada tiga kelompok besar cara untuk melakukan abortus

buatan (provokatus) yaitu: 3

1. Dengan obat-obatan :

a. Antiprogestin

Dikenal dengan nama pil RU 486. Pil ini menimbulkan abortus dengan

mencairkan corpus luteum yang berfungsi mempertahankan kehamilan

muda. Biasanya digabung dengan prostaglandin.

b. Methotrexate.

Biasanya digabung dengan prostaglandin.

c. Prostaglandin.

Khasiatnya membuat rahim berkontraksi dan mengeluarkan isinya.

d. Larutan garam hipertonik.

Menyebabkan tekanan dalam rahim meningkat yang pada gilirannya

menye-babkan rahim berkontraksi dan mengeluarkan janin.

e. Oksitosin.

Khasiatnya menyebabkan rahim berkontraksi.

2. Dengan tindakan medik yaitu dengan:

b. Dilatasi dan Kuretase (D & K)

c. Penyedotan (suction curettage)

d. Dilatasi bertahap

e. Penggaraman (cairan garam hipertonik)

f. Histerotomi

3. Dengan cara tradisional yaitu seperti:

a. Melakukan kegiatan fisik yang berat/berlebihan seperti meloncat,

mengangkat barang berat.

b. Memasukkan daun atau batang tanaman tertentu ke dalam rahim.

c. Minum obat-obat tradisional seperti jamu.

Selain itu metode-metode yang dipergunakan biasanya disesuaikan dengan

umur kehamilan, semakin tua umur kehamilan semakin tinggi resikonya. Hal ini

perlu diketahui penyidik dalam kaitannya dengan pengumpulan barang-barang

bukti.

11

Page 12: Aspek Medikolegal Pada Terminasi Kehamilan

2. Pada umur kehamilan sampai dengan 4 minggu 

- Kerja fisik yang berlebihan

- Mandi air panas

- Melakukan kekerasan pada daerah perut

- Pemberian obat pencahar

- Pemberian obat-obatan dan bahan-bahan kimia

- “electric shock” untuk merangsang rahim

- Menyemprotkan cairan ke dalam liang vagina

3. Pada umur kehamilan sampai dengan 8 minggu 

- Pemberian obat-obatan yang merangsang otot rahim dan pencahar

agar terjadi peningkatan “menstrual flow”, dan preparat hormonal

guna mengganggu keseimbangan hormonal.

- Penyuntikan cairan ke dalam rahim agar terjadi separasi dari

placenta dan amnion, atau menyuntikkan cairan yang mengandung

karbol (carbolic acid)

- Menyisipkan benda asing ke dalam mulut rahim, seperti kateter atau

pinsil dengan maksud agar terjadi dilatasi mulut rahim yang dapat

berakhir dengan abortus

4. Pada umur kehamilan antara 12 – 16 minggu

- Menusuk kandungan

- Melepaskan fetus

- Memasukkan pasta atau cairan sabun

- Dengan instrumen ; kuret

-

2.4. Penyebab Kematian Maternal Dalam Terminasi Kehamilan

Wanita dengan kehamilan yang tidak diinginkan akan cenderung mencara jalan

untuk menggugurkan kehamilannya walaupun dengan cara yang tidak aman(unsafe

abortion). Hal inilah yang akan menyebabkan terjadinya pelbagai komplikasi yang

bisa memberikan dampak yang buruk terhadap kesehatan ibu hamil yang bisa

berakhir dengan kematian. Sepsis dan perdarahan yang massif adalah antara

penyebab kematian terbesar pada wanita yang menggugurkan kehamilan secara

tidak aman. 3,4,5

12

Page 13: Aspek Medikolegal Pada Terminasi Kehamilan

Dalam penelitian yang oleh Dr. Azhari,Sp.OG yang berjudul “Masalah

Abortus Dan Kesehatan Reproduksi Perempuan” menyatakan bahwa sekitar 60-

70% kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, dimana sebagian besar adalah

disebabkan oleh perdarahan postpartum. Manakala 17-20% disebabkan oleh infeksi

. Dalam situasi seperti dikemukakan diatas, maka satu tindakan pencegahan abortus

dan penyediaan asuhan paska keguguran yang berkualitas serta dapat dijangkau

oleh semua lapisan masyarakat amatlah penting dalam mengurangi angka kematian

sekaligus mencegah daripadanya terjadinya kematian.4

2.5. Pemeriksaan Forensik

2.5.1. Pemeriksaan Korban Hidup

Pemeriksaan pada ibu yang diduga melakukan aborsi, usaha dokter adalah

mendapatkan tanda-tanda sisa kehamilan dan usaha penghentian kehamilan,

pemeriksaan toksikologi, pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, terhadap

jaringan dan janin yang mati serta menentukan cara pengguguran yang dilakukan

serta sudah berapa lama melahirkan.2,6

Pemeriksaan test kehamilan masih bisa dilakukan beberapa hari sesudah

bayi dikeluarkan dari kandungan, dimana serum dan urin wanita memberikan hasil

positif untuk hCG sampai sekitar 7-10 hari. Tanda-tanda kehamilan pada wanita

yang sudah melahirkan dapat dijumpai adanya colostrum pada peremasan buah

dada, nyeri tekan di daerah perut, kongesti pada labia mayor, labia minor dan

serviks, tanda-tanda ini biasanya tidak mudah dijumpai bila kehamilan masih

muda. Bila segera sesudah melahirkan mungkin masih didapati sisa plasenta yang

pemastiannya perlu pemeriksaan secara histopatologi (patologi anatomi), luka.

Pada masa kini bila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan DNA untuk pemastian

hubungan ibu dan janin.2,5

Tanda-tanda adanya pengguguran harus dicari serta cara pengguguran

tersebut. Pemeriksaan luar pada perineum, genitalia eksternal dan vagina harus

diteliti dengan baik untuk melihat adanya tanda-tanda luka seperti abrasi, laserasi,

memar dan lain-lain. Kondisi ostium serviks juga harus diamati, dimana masih

dalam keadaan dilatasi dalam beberapa hari. Besarnya dilatasi bergantung pada

ukuran fetus yang dikeluarkan. Pada os juga bisa tampak abrasi/laserasi/memar

akibat instrumentasi. Adanya perlukaan, tanda bekas forsep ataupun instrumen

13

Page 14: Aspek Medikolegal Pada Terminasi Kehamilan

yang lainnya di sekitar genitalia harus diamati juga. Kalau perlu karakter serta

jumlah sekret vagina dapat diteliti mencari tanda-tanda serta cara aborsi. 5

Pemeriksaan toksikologi dilakukan untuk mengetahui adanya obat/zat yang

dapat mengakibatkan abortus. Perlu pula dilakukan pemeriksaan terhadap hasil

usaha penghentian kehamilan, misalnya yang berupa IUFD – kematian janin di

dalam rahim dan pemeriksaan mikroskopik terhadap sisa-sisa jaringan.1

2.5.2. Pemeriksaan Post Mortem

Temuan autopsi pada korban yang meninggal tergantung pada cara

melakukan abortus serta interval waktu antara tindakan abortus dan kematian.

Abortus yang dilakukan oleh ahli yang trampil mungkin tidak meninggalkan bekas

dan bila telah berlangsung satu hari atau lebih, maka komplikasi yang timbul atau

penyakit yang menyertai mungkin mengaburkan tanda-tanda abortus kriminal.6

Pemeriksaan dilakukan menyeluruh melalui pemeriksaan luar dan dalam

(autopsi). Pemeriksaan ditujukan pada :2

1. Menentukan perempuan tersebut dalam keadaan hamil atau tidak. Untuk itu

diperiksa :

a. Payudara secara makros maupun mikroskopik

b. Ovarium, mencari adanya corpus luteum persisten secara

mikroskopik.

c. Uterus, lihat besarnya uterus, kemungkinan sisa janin dan secara

mikroskopik adanya sel-sel trofoblast dan sel-sel decidua.

2. Mencari tanda-tanda cara abortus provocatus yang dilakukan.

a. Mencari tanda-tanda kekerasan local seperti memar, luka,

perdarahan pada jalan lahir.

b. Mencari tanda-tanda infeksi akibat pemakaian alat yang tidak steril.

c. Menganalisa cairan yang ditemukan dalam vagina atau cavum uteri.

3. Menentukan sebab kematian. Apakah karena perdarahan, infeksi, syok,

emboli udara, emboli cairan atau emboli lemak.

Pada korban mati, dilakukan pemeriksaan luar, pembedahan jenazah,

pemeriksaan toksikologik (ambil darah dari jantung) bila terdapat cairan dalam

rongga perut atau kecurigaan lain, dan pemeriksaan mikroskopik untuk mencari

adanya sel trofoblast, kerusakan jaringan, dan sel radang. Pada autopsi dilihat

14

Page 15: Aspek Medikolegal Pada Terminasi Kehamilan

adakah pembesaran, krepitasi, luka atau perforasi pada uterus. Periksa genitalia

eksterna apakah pucat, kongesti atau memar. Lakukan pula tes emboli udara pada

vena kava inferior dan jantung. Ambil darah dari jantung (segera setelah tes

emboli) untuk pemeriksaan toksikologi. Uterus diiris mendatar dengan jarak antar

irisan 1 cm untuk deteksi perdarahan dari bawah. Ambil urin untuk tes kehamilan

dan toksikologik. Pemeriksaan organ lain seperti biasa. 2,6

Pada pemeriksaan dalam akan dijumpai:

(1) Uterus: Ukuran uterus harus diamati, juga dilihat apakah membesar, lembut dan

kongesti. Dinding uterus dapat menunjukkan adanya penebalan pada

pemotongan longitudinal. Rongga uterus dapat menunjukkan adanya sebagian

produk konsepsi yang tertinggal. Uterus dari wanita tidak hamil berukuran

sekitar, berat 40 g, panjang 7,0 cm, lebar 5,0 cm dan tebal 2,0 cm. Kemudian

panjang menjadi 10 cm pada kehamilan akhir bulan ketiga, 12,5 cm pada akhir

bulan keempat, 16 cm pada akhir bulan keenam, 20 cm pada akhir bulan

kedelapan dan 27 cm pada akhir bulan kesembilan. Uterus juga dapat

menunjukkan adanya perforasi. Endometrium menunjukkan tanda-tanda

dilakukannya kuretase (penyendokan). Plasenta dapat masih tertinggal bila

evakuasi tidak bersih. Pada kasus penggunaan bahan-bahan kimia, permukaan

uterus bagian dalam dapat mengalami perubahan warna akibat warna dari zat

yang digunakan dan/atau terjadi kerusakan. Jika air sabun digunakan, maka

busa-busanya mungkin masih dapat tersisa. Juga bisa didapatkan sisa

instrument yang digunakan seperti akar tanaman. Swab uterus diambil untuk

mikrobiologi, dan jaringan dimasukkan dalam formalin untuk diperiksa ke

patologi anatomi. 5

15

Page 16: Aspek Medikolegal Pada Terminasi Kehamilan

Gambar 2. Pada pemeriksaan dalam korban yang meninggal akibat syokseptik selepas melakukan dengan aborsi illegal didapatkan gambaran uterus yang membesar.

(2) Ovarium: Kedua ovarium harus diperiksa untuk melihat adanya korpus luteum

Ovarium dapat terlihat terkongesti. Pada beberapa kasus dapat diambil juga

sampel untuk pemeriksaan laboratorium.5

2.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

2.6.1. Pemeriksaan Mikroskopis

Pemeriksaan mikroskopis pada mukosa uterin harus dilakukan untuk

mengetahui apakah terjadi villi chorionic. Struktur-struktur lainnya, seperti tuba,

ovarium, appendiks, ginjal, limpa, hati, pankreas, jantung, paru-paru, dan organ-

organ lainnya yang terlihat abnormal harus diperiksa/dipotong.

Setelah melakukan kuretase pada bagian plasenta yang tersisa pada dinding

uterin, berupa penyimpangan villi chorionic dan syncytial giant cell, ini dapat

dilihat melalui pemeriksaan mikroskopis pada daerah plasenta. Karena plasenta

merupakan bagian dari janin, ini merupakan bukti nyata terjadinya kehamilan, yang

bertolak belakang dengan sel-sel decidual yang merupakan jaringan dari ibu dan

bukan, merupakan indikasi yang jelas. villi chorionic dan syncytial giant cell akan

menetap selama beberapa hari kemudian menghilang, satu-satunya kriteria yang

tersisa adalah ukuran dan bentuk rahim, kondisi payudara dan corpus luteum

ovarium.6

2.6.2. Pemeriksaan Toksikologi

Ambil sampel untuk pemeriksaan toksikologis

- Isi vagina

- Isi uterus

- Darah dari vena cava inferior dan kedua ventricle

- Urine

- Isi lambung

- Rambut pubis

Sebagian urin yang diperoleh post-mortem dari kandung kemih harus

disimpan dan dapat digunakan dalam uji Aschheim-Zondek untuk menguji

16

Page 17: Aspek Medikolegal Pada Terminasi Kehamilan

kehamilan, jika diperoleh dalam waktu satu minggu setelah aborsi. Dalam beberapa

kasus aborsi, kematian yang terjadi disebabkan oleh infeksi piogenik parah dan urin

mengandung bakteri yang akan membunuh binatang-binatang yang digunakan

dalam pengujian dan mengurangi kegunaan reaksi.6

2.6.3. Radiologi

Penemuan janin atau sisa-sisanya biasanya berguna untuk memastikan usia

kehamilan saat aborsi dilakukan. Jadi, kita harus mengetahui perkembangan janin

selama masa kehamilan. Pemeriksaan sinar roentgen pada bagian-bagian janin yang

besar akan menunjukkan pusat-pusat osifikasi dalam berbagai tulang, ini dapat

digunakan untuk menentukan usia bagian-bagian tersebut. Biasanya akan terbentuk

produk perkembangan pembuahan ovum selama dua minggu pertama masa

kehamilan. Mulai dari minggu pertama sampai ke lima, selama periode tersebut,

akan terjadi perkembangan berbagai organ dan menghasilkan bentuk yang jelas,

organisme ini disebut sebagai embrio. Setelah minggu kelima, disebut sebagai

janin.6

2.7. CONTOH KASUS

Ny.BT 35 tahun pendidikan sekolah dasar,pekerjaan petani, alamat di desa.

Status obstetric Gravida 4 para 3 abortus 0. Anak pertama laki-laki 14 tahun, anak

kedua perempuan 11 tahun dan anak ketiga perempuan 10 tahun. Pernah mengikuti

program KB, tetapi pihak keluarga tidak tahu alasan dan saat meninggalkan

program tersebut. Hari pertama haid terakhir tanggal 15 Agustus 2002. Pada

tanggal 10 oktober 2002, Ny.BT meminta bantuan seorang dukun untuk

menggugurkan kandungannya. Dukun memasukkan batang tengkua ke dalam

uterus melalui vagina. Satu hari kemudian terjadi perdarahan pervaginam dan nyeri

panggul yang hebat. Keluhan ini semakin memberat dan disertai dengan demam

dan sesak nafas. Pada tanggal 13 Oktober 2002 jam 11 WIB, Ny.BT masuk ke

rumah sakit dan dirawat di Intensive Care Unit(ICU). Keadaan umum sangat

lemah, keadaan penyakit berat, tekanan darah 100/60mmHg, frekuensi pernapasan

26x/menit,nadi 128x/menit dan suhu tubuh 38.5°C. kadar Hb 9,9 gr%. Jumlah

lekosit 28000/m³, dan pH darah 7,26. Ditemukan batang tengkua di kanalis

servikalis, cairan vagina berbau busuk, dan ditegakkan diagnosa abortus septic.

Pasien di rawat di ICU dan mendapat terapi cairan infus Ringer Laktat, suntikan

17

Page 18: Aspek Medikolegal Pada Terminasi Kehamilan

antibiotic spectrum luas,antipiretik, serum antitetanus 1500IU, dexametason, dan

terapi oksigen nasal. Pada tanggal 14 Oktober 2002 jam 04.00 WIB pasien telah

meniggal dunia setelah dirawat selama 11 jam di rumah sakit.

3. ASPEK MEDIKOLEGAL

Prosedur medikolegal adalah tata cara atau prosedur penatalaksanaan dan

berbagai aspek yang berkaitan dengan pelayanan kedokteran untuk kepentingan

hukum. Secara garis besar prosedur medikolegal mengacu kepada peraturan

perundang – undangan yang berlaku serta pada sumpah dokter dan etika

kedokteran.7

Abortus telah dilakukan oleh manusia selama berabad-abad, tetapi selama

itu belum ada undang - undang yang mengatur mengenai tindakan abortus.

Peraturan mengenai hal ini pertama kali dikeluarkan pada tahun 4M di mana telah

ada larangan untuk melakukan abortus. Sejak itu maka undang-undang mengenai

abortus terus mengalami perbaikan, apalagi dalam tahun-tahun terakhir ini di mana

mulai timbul suatu revolusi dalam sikap masyarakat dan pemerintah di berbagai

negara di dunia terhadap tindakan abortus.7

Sejak tahun 1998, 20 negara telah membuat perubahan substansial dalam

undang-undang aborsi mereka. Enam belas negara ditambahkan indikasi yang

memindahkan meraka dari satu kategori kami ke kategori lainnya, seperti

pemerkosaan yang terbukti, inses atau penurunan nilai janin sebagai alasan untuk

aborsi legal. Sebaliknya, hanya dua menambahkan pembatasan yang memindahkan

mereka dari satu kategori ke kategori lain. Di dua Negara dimana undang-undang

aborsi yang dilakukan pada tingkat negara, liberalisasi signifikan terjadi di

beberapa negara bagian.7

Hukum atau peraturan mengenai aborsi di setiap Negara berbeda – beda

sesuai dengan undang – undang yang berlaku di Negara tersebut. Bahkan pada

suatu Negara tertentu terdapat hukum yang berbeda sesuai dengan Negara

bagiannya.7

Di Meksiko, di mana undang-undang aborsi ditentukan oleh negara bagian,

beberapa perkembangan legislatif negara adalah signifikan. Pada tahun 2007,

18

Page 19: Aspek Medikolegal Pada Terminasi Kehamilan

Meksiko Distrik Federal (Mexico City) mengizinkan aborsi tanpa pembatasan

untuk alasan selama trimester pertama kehamilan.7

Tabel 1 Negara, oleh pembatasan hukum aborsi, menurut wilayah, Agustus 2008

Ekuador menggunakan kode kesehatan yang baru pada tahun 2006 untuk

tujuan yang sama. Kode kewenangan kesehatan layanan untuk melakukan aborsi

yang legal di bawah hukum pidana (ancaman terhadap kehidupan atau kesehatan

dan kehamil anakibat pemerkosaan terhadap seorang wanita cacat mental), dan

melarang mereka untuk menolak merawat wanita yang memiliki aborsi spontan,

seperti didiagnosa oleh seorang profesional.7

Pada tahun 2005, di Brazil, yang memungkinkan aborsi hanya untuk

menyelamatkan nyawa wanita hamil dan dalam kasus kehamilan akibat perkosaan,

Kementerian Kesehatan mengadopsi peraturan rinci menjelaskan untuk dokter dan

untuk wanita hamil. Dibutuhkan persyaratan prosedural untuk melakukan aborsi

legal.7

Akhirnya, dalam sebuah langkah ke arah pembatasan, Mahkamah Agung

Amerika Serikat, dalam putusan 2007, menjunjung tinggi Lahir Partial - Aborsi

Ban Act of 2003,29 Meskipun definisi hukum terhadap istilah non medis "aborsi

kelahiran parsial" tidak jelas dan berpotensi jauh jangkauannya, Mahkamah Agung

menafsirkan larangan hanya berlaku sempit untuk prosedur trimester kedua

tunggal, utuh pelebaran dan evakuasi. Weighing’s Kongres berminat melindungi

kehidupan janin terhadap kesehatan perempuan untuk pertama kalinya, Pengadilan

menguatkan larangan meskipun kurangnya pengecualian untuk menjaga kesehatan

wanita.7

Pada awalnya di Nepal, tindakan aborsi merupakan sebuah kejahatan

criminal kecuali apabila melakukannya untuk kesejahteraan. Reformasi hukum

aborsi datang sebagai bagian perundang-undangan yang komprehensif yang

bertujuan mengakhiri diskriminasi terhadap perempuan dalam kode hukum

19

Page 20: Aspek Medikolegal Pada Terminasi Kehamilan

nasional negara itu. Kesadaran publik yang sangat tinggi di negara itu terhadap

kematian ibu, serta fakta bahwa perempuan sedang dipenjara untuk melakukan

aborsi ilegal, menciptakan tekanan pada parlemen untuk meliberalisasi hukum.

Berdasarkan hukum yang diamandemen, aborsi kini diizinkan atas permintaan

wanita selama 12 minggu pertama kehamilan, dan setelah itu dalam kasus

pemerkosaan atau inses atau gangguan janin, atau jika ada ancaman terhadap

kehidupan perempuan atau fisik atau mental kesehatan. Kode hukum larangan

aborsi dilakukan untuk tujuan pemilihan jenis kelamin.7

Di Thailand, berdasarkan hukum pidana, aborsi dibolehkan pada dua situasi

yaitu ketika "diperlukan" untuk kesehatan wanita hamil dan saat kehamilan adalah

hasil dari suatu pelanggaran seksual.7

Di Australia, Aborsi adalah sesuatu yang legal apabila dilakukan oleh

praktisi medis ditempat yang telah disetujui, sesuai dengan hal – hal yang diatus

dalam perundang – undangan kesehatan ibu.7

Di Portugal dan Swiss, Hukum aborsi tidak memiliki pembatasan sampai

minggu ke-12 kehamilan dan selanjutnya dalam kasus gangguan janin, saat

kehamilan yang dihasilkan dari kejahatan terhadap kebebasan seksual atau

penentuan nasib sendiri, atau bila kehamilan merupakan ancaman bagi kehidupan

wanita atau fisik atau kesehatan mental.7

Pada tahun 2001, Perancis mengambil langkah-langkah untuk membuat

aborsi lebih mudah diakses dengan memperpanjang kehamilan periode di mana

aborsi legal tanpa batasan untuk alasan dari 12 minggu sampai 14 minggu. Hal ini

juga dihapus persyaratan izin orang tua untuk anak-anak, yang membutuhkan

sebaliknya bahwa anak-anak harus didampingi oleh orang dewasa yang mereka

pilih.7

Di Indonesia, Aborsi yang sudah diatur dalam KUHP sudah sangat

memadai dan bahkan sangat serius dalam upaya penegakan tindak pidana aborsi.

Perundang – undangan pidana di Indonesia mengenai aborsi mempunyai status

hukum yang “illegal” sifatnya karena melarang aborsi tanpa kecualian. Dengan

demikian, KUHP tidak membedakan abortus provocatus criminalis dan abortus

provocatus medicinalis/therapeutic. Dapat diketahui bahwa apapun alasan aborsi

itu dilakukan tetap melanggar hukum yang berlaku di Indonesia.8

Perundang – undangan pidana di Indonesia yang mengatur aborsi tanpa

pengecualian sangat meresahkan dokter atau ahli medis yang bekerja di Indonesia.

20

Page 21: Aspek Medikolegal Pada Terminasi Kehamilan

Tujuan ahli medis yang utama untuk menyelamatkan nyawa pasien tidak akan

tercapai karena jika ahli medis menggugurkan kandungan untuk keselamatan ibu

maka ahli medis tersebut diancam sanksi pidana, tetapi jika ahli medis tidak

melakukan hal itu maka nyawa pasien dalam hal ini ibu dapat terancam kematian,

hal ini merupakan perdebatan didalam hati nurani medis khususnya dan masyarakat

pada umumnya. Sehingga ditinjau dari aspek hukum, pelarangan abortus tidak

bersifat mutlak. Abortus buatan atau abortus provokatus dapat digolongkan ke

dalam dua golongan yakni: 8

3.1. Regulasi Abortus Provocatus dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia

Pengaturan tentang abortus provocatus terdapat dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku sebagai hukum pidana umum (Lex

Generale), dan juga dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

yang menggantikan Undang-Undang No. 23 Tahun 1992, dan berlaku sebagai

hukum pidana khusus (Lex Speciale). Berikut ini adalah pengaturan tentang

abortus provocatus yang terdapat dalam kedua peraturan perundang-undangan

tersebut.

3.1.1 Abortus provokatus yang tidak dilegalkan menurut hukum di

Indonesia

Dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) tindakan

pengguguran kandungan yang disengaja (abortus provocatus) diatur dalam Buku

kedua Bab XIV tentang Kejahatan Kesusilaan khususnya Pasal 299, dan Bab XIX

Pasal 346 sampai dengan Pasal 349, dan digolongkan ke dalam kejahatan terhadap

nyawa. Berikut ini adalah uraian tentang pengaturan abortus provocatus yang

terdapat dalam pasal-pasal tersebut

a. Bab XIV KUHP:

Pasal 229

1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya

supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena

21

Page 22: Aspek Medikolegal Pada Terminasi Kehamilan

pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara

paling lama empat tahun atau denda palig banyak tiga ribu rupiah.

2) Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau

menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia

seorang dokter, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.

3) Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalankan

pencarian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.

Dari rumusan Pasal 299 KUHP tersebut, dapat diuraikan unsurunsur

tindak pidana adalah sebagai berikut :

1) Setiap orang yang sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya

diobati dengan harapan dari pengobatan tersebut kehamilannya dapat

digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda

paling banyak tiga ribu rupiah.

2) Seseorang yang sengaja menjadikan perbuatan mengobati seorang wanita atau

menyuruhnya supaya diobati dengan harapan dari pengobatan tersebut

kehamilannya dapat digugurkan dengan mencari keuntungan dari perbuatan

tersebut atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan,

maka pidananya dapat ditambah sepertiga.

3) Jika perbuatan mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati

dengan harapan dari pengobatan tersebut kehamilannya dapat digugurkan itu

dilakukan oleh seorang dokter, bidan atau juru obat maka hak untuk berpraktek

dapat.

b. Bab XIV KUHP:

a. Pasal 346 KUHP :

“Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau

menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat

tahun”.

b. Pasal 347 KUHP :

1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan

seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara

paling lama dua belas tahun.

22

Page 23: Aspek Medikolegal Pada Terminasi Kehamilan

2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan

pidana penjara paling lama lima belas tahun.

c, Pasal 348 KUHP:

1. Barang siapa dengan sengaja menggunakan atau mematikan kandungan

seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling

lama lima tahun enam bulan.

2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan

pidana penjara paling lama tujuh tahun.

d. Pasal 349 KUHP :

“Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan

berdasarkan pasal 346, ataupun membantu melakukan salah satu kejahatan

dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu

dapat dditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan

pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan”.

Dari rumusan pasal-pasal tersebut di atas dapat diuraikan unsur

unsur tindak pidana adalah sebagai berikut :

1. Seorang wanita hamil yang sengaja melakukan abortus atau ia

menyuruh orang lain, diancam hukuman empat tahun penjara.

2. Seseorang yang sengaja melakukan abortus terhadap ibu hamil,

dengan tanpa persetujuan ibu hamil tersebut, diancam hukuman

penjara 12 tahun, dan jika ibu hamil tersebut mati, diancam 15 tahun

penjara.

3. Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5

tahun penjara dan bila ibu hamilnya mati diancam hukuman 7 tahun

penjara.

4. Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan abortus

tersebut seorang dokter, bidan atau juru obat (tenaga kesehatan)

ancaman hukumannya ditambah sepertiganya dan hak untuk

berpraktek dapat dicabut.

c. BAB III KUHP

-PASAL 48

23

Page 24: Aspek Medikolegal Pada Terminasi Kehamilan

“Barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak dipidana”

Dari ketentuan Pasal 346-349 KUHP dapat diketahui, bahwa aborsi

menurut konstruksi yuridis peraturan perundang-undangan di Indonesia yang

terdapat dalam KUHP adalah tindakan menggugurkan atau mematikan kandungan

yang dilakukan oleh seorang wanita atau orang yang disuruh melakukan itu.

Wanita dalam hal ini adalah wanita hamil yang atas kehendaknya ingin

menggugurkan kandungannya, sedangkan tindakan yang menurut KUHP dapat

disuruh lakukan untuk itu adalah dokter, bidan atau juru obat.

3.1.2. Abortus provokatus yang dilegalkan menurut hukum di Indonesia

c. BAB III KUHP

-PASAL 48

“Barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak dipidana”

Pasal 48 KUHP merupakan rujukan kepada undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 dan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009.

Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan yang menggantikan undang-undang kesehatan sebelumnya yaitu

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992, maka permasalahan aborsi memperoleh

legitimasi dan penegasan. Secara eksplisit, dalam undang-undang ini terdapat

pasal-pasal yang mengatur mengenai aborsi, meskipun dalam praktek medis

mengandung berbagai reaksi dan menimbulkan kontroversi diberbagai lapisan

masyarakat. Meskipun, undang-undang melarang praktik aborsi, tetapi dalam

keadaan tertentu terdapat kebolehan. Ketentuan pengaturan aborsi dalam Undang-

Undang Nomor 36 Tahun 2009 dituangkan dalam Pasal 75, 76 , 77, dan Pasal 194 .

Berikut ini adalah uraian lengkap mengenai pengaturan aborsi yang terdapat dalam

pasal-pasal tersebut::8

PASAL 75:8

1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.

2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan

berdasarkan:

24

Page 25: Aspek Medikolegal Pada Terminasi Kehamilan

a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan,

baik yang mengancam nyawa ibu dan/ atau janin, yang menderita

penyakit genetik berat dan/ atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat

diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan;

atau

b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma

psikologis bagi korban perkosaan

3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan

setelah melalui konseling dan/ atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri

dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang

kompeten dan berwenang.

4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan,

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan

Pemerintah.

PASAL 76:8

Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:

a. Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari petama

haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;

b. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang

memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menter

c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan

d. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan

e. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh

Menteri.

PASAL 77:

25

Page 26: Aspek Medikolegal Pada Terminasi Kehamilan

Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan

tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan

peraturan perundang-undangan.8

Pasal 194

“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana

penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak

Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.

Pengguguran kandungan yang disengaja dengan melanggar berbagai

ketentuan hukum (abortus provocatus criminalis) yang terdapat dalam KUHP

menganut prinsip “illegal tanpa kecuali” dinilai sangat memberatkan paramedis

dalam melakukan tugasnya. Pasal tentang aborsi yang diatur dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana juga bertentangan dengan Pasal 75 ayat (2) UU No. 36

Tahun 2009 tentang Kesehatan, di mana pada prinsipnya tindakan pengguguran

kandungan atau aborsi dilarang (Pasal 75 ayat (1)), namun Larangan tersebut dapat

dikecualikan berdasarkan:

a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik

yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit

genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki

sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau

b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis

bagi korban perkosaan.

Menurut Kusumo yang dikutip dalam buku Ekotama, menyatakan disini

berlaku asas lex posteriori derogate legi priori. Asas ini beranggapan bahwa jika

diundangkan peraturan baru dengan tidak mencabut peraturan lama yang mengatur

materi yang sama dan keduanya saling bertentangan satu sama lain, maka peraturan

yang baru ini mengalahkan atau melumpuhkan peraturan yang lama.

26

Page 27: Aspek Medikolegal Pada Terminasi Kehamilan

Dengan demikian, Pasal 75 ayat (2) Undang-Undang No. 36 Tahun 2009

tentang Kesehatan yang mengatur tentang abortus provocatus medicinalis tetap

dapat berlaku di Indonesia meskipun sebenarnya aturan itu bertentangan dengan

rumusan abortus provocatus criminalis menurut KUHP.

\

4. KESIMPULAN

Adapun beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari paper ini adalah:

1. Abortus atau penguguran kandungan adalah berakhirnya kehamilan,

sebelum fetus dapat hidup sendiri di luar kandungan.

2. Abortus dapat dibagi atas 2 macam, yaitu : 1)  Abortus alami (natural,

spontan; dan 2) Abortus buatan (provocatus), ada dua macam yaitu: 1)

abortus provokatus terapetikus (legal); dan 2) abortus provokatus

kriminalis.

3. Metode yang dapat digunakan dalam terminasi kehamilan ini seperti

kekerasan mekanik yang terbagi kepada dua yaitu secara umum dan secara

local. Selain it pemakaian obat-obatan dan juga instrument juga sering

digunakan untuk mengakhiri kehamilan.

4.  Abortus provokatus kriminalis adalah tindakan pengguguran yang sengaja

dilakukan untuk kepentingan si pelaku, orang hamil dan yang membantu

tanpa adanya indikasi terapeutik. Secara hukum tindakan ini melanggar

ketentuan yang berlaku yaitu berdasarkan KUHP dan UU Kesehatan dan

memerlukan pembuktian salah satunya dengan pemeriksaan forensik.

5. Pemeriksaan forensik yang dilakukan yaitu pemeriksaan korban hidup,

pemeriksaan korban mati (post-mortem), dan pemeriksaan korban janin.

27

Page 28: Aspek Medikolegal Pada Terminasi Kehamilan

6. Dari segi aspek medikolegal, kebanyakan Negara tidak melegalkan

tindakan aborsi ini kecuali ada indikasi medis, akan tetapi terdapat juga

beberapa Negara yang melegalkan tindakan ini. Didalam Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana Indonesia, segala bentuk tindakan terminasi

kehamilan adalah tidak dibenarkan tanpa pengecualian. Kemudian pada

Undang-Undang No.23 pasal 15 yang dibuat pada tahun 1992

membenarkan tindakan terminasi kehamilan yang mempunyai indikasi

medis atas tujuan untuk menyelamatkan nyawa si ibu.

DAFTAR PUSTAKA

1. Lukman Hakim Nainggolan, SH. Aspek Hukum Terhadap Abortus

Provocatus Dalam Perundang-Undangan Di Indonesia. Jurnal

Equality,Vol.11 No. 2 Agustus 2006.

2. Nurdiyana Tadjuddin SH. Praktik Aborsi Ditinjau dari Sisi Hukum dan

Reproduksi. Jurnal Hukum FH-Unhas. Vol 1 No.1 September Tahun 2011.

3. Juita SR, Heryanti BR, Hukum Pidana Pada Korban Perkosaan yang

Melakukan Abortus Provocatus.

4. Dr. Azhari Sp.OG. Masalah Abortus dan Kesehatan Reproduksi

Perempuan. Palembang: Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNSRI. 1-19.

5. Sophie Christin-Maitre,M.D, Philippe Bouchard,M.D. Medical Termination

of Pregnancy. In:The New England Journal Of Medicine.2006

6. David A Grimes,Janie Benson. Unsafe abortion:the preventable

pandemic.Journal paper.Sexual and Reproductive Health. World Health

Organization(WHO)

7. Boland R, Katzive L. Developments in Laws on Induced Abortion:1998–

2007. New York : International Family Planning Perspective Vol. 34 No. 3.

2008 ; 110-120.

28

Page 29: Aspek Medikolegal Pada Terminasi Kehamilan

8. Juita SR, Heryanti, BR. Perlindungan Hukum Pidana Pada Korban

Perkosaan Yang Melakukan Abortus Provokatus. Jakarta : PT. Gramedia

Widiasarana Indonesia; 2002.

9. Budhiartie A. Legalisasi Abortus Provokatus Karena Pemerkosaan Sebagai

Implementasi Hak Asasi Perempuan. Jurnal Penelitian Universitas Jambi

Seri Humaniora Vol. 13 No. 2; 2011.

29