Aspek Hukum Dalam Penanganan LANA
-
Upload
dimas-maulana -
Category
Documents
-
view
53 -
download
0
Transcript of Aspek Hukum Dalam Penanganan LANA
5/8/2018 Aspek Hukum Dalam Penanganan LANA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/aspek-hukum-dalam-penanganan-lana 1/12
ASPEK HUKUM DALAM PENANGANAN
MASALAH KERUSAKAN PRASARANA DAN BANGUNAN
Disusun Oleh :
INDAH ZULIA SAFITRI
I 8708034
JURUSAN INFRASTRUKTUR PERKOTAAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
5/8/2018 Aspek Hukum Dalam Penanganan LANA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/aspek-hukum-dalam-penanganan-lana 2/12
1
1. PENGANTAR
Gempa bumi yang terjadi pada bulan Juni 2006 yang lalu di daerah
Yogyakarta dan sekitarnya selain telah menewaskan dan menciderai ribuan orang,telah pula mengakibatkan kerugian harta benda yang cukup besar berupa
kerusakan prasarana dan bangunan baik yangsudah selesai maupun yang masih
dalam tahap pelaksanaan.
Yang menarik untuk diperhatikan, dipelajari dan diselidiki adalah
kebanyakan bangunan yang rusak atau hancur tersebut (disamping bangunan
rumah penduduk yang sederhana) adalah bangunan - bangunan yang tergolong
baru dengan usia rata-rata 10 ± 20 tahun dan dibangun dengan teknologi yang
serba canggih.
Dilain pihak gedung-gedung yang dibangun pada kurun waktu 1950 ± 1970 seperti Kantor Pusat UGM (Kampus Biru) Gedung-Gedung Fakultas
Teknik, Pertanian, Kedokteran Hewan, Perpustakaan, serta Perumahan Dosen
didaerah Sekip serta Perumahan Dosen di Bulak Sumur sama sekali tidak
mengalami kerusakan akibat gempa tersebut, bahkan menurut informasi, retakpun
tidak. Sungguh luar biasa !
Mengapa bangunan-bangunan yang dibuat pada kurun waktu 40 ± 50
tahun yang lalu memiliki daya tahan yang jauh lebih baik terhadap gempa
dibandingkan dengan bangunan yang lebih muda, padahal teknologi bangunan
pada kurun waktu tersebut dibandingkan dengan teknologi masa kini masih sangat
sederhana ?
Kemungkinan, hal tersebut diatas terjadi karena penurunan atau krisis
mutu (quality crises) dari bangunan-bangunan sekarang.
Makalah ini akan membahas penanggulangan kerusakan bangunan dan
prasarana yang terjadi akibat gempa di Yogyakarta dan sekitarnya baru-baru ini
terutama ditinjau dari aspek hukum seperti uraian tentang Undang-Undang RI No.
18/1999 tentang Jasa Konstruksi dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 29/2000
tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang berkaitan dengan pengertian
kegagalan konstruksi dan kegagalan bangunan, sebab-sebab kegagalan, tanggung
jawab atas kerusakan dan ganti rugi.
Proses penelitian dan penyelidikan atas kerusakan bangunan oleh suatu
Lembaga seperti Laboratorium Struktur FT-UGM yang disebut Forensic
Engineering juga akan diuraikan dalam makalah ini.
5/8/2018 Aspek Hukum Dalam Penanganan LANA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/aspek-hukum-dalam-penanganan-lana 3/12
2
Selain itu makalah ini akan menguraikan pula peran asuransi dalam
penanggulangan kerusakan bangunan, antara lain berkaitan dengan pengajuan
klaim asuransi.
Akhirnya pada bagian akhir makalah akan disampaikan kesimpulan dan
saran-saran untuk menghadapi kemungkinan terjadinya kerusakan atau
kehancuran gedung akibat gempa dimasa mendatang.
2. PENGERTIAN KERUSAKAN BANGUNAN
2.1 Kegagalan konstruksi dan kegagalan bangunan
Menurut Peraturan Pemerintah No. 29/2000 tentang Penyelenggaraan Jasa
Konstruksi dibedakan dua macam kerusakan yang dapat terjadi pada suatu
bangunan sejak saat dibangun hingga selesai (masa konstruksi) maupun peristiwa
yang terjadi setelah bangunan tersebut diserah terimakan. Kedua kejadian tersebut
masing-masing dinamakan :
a. Kegagalan Konstruksi : Hasil pekerjaan tidak sesuai dengan spesifikasi
teknis (sebagian atau seluruhnya) akibat kesalahan Pengguna Jasa /
Penyedia Jasa (Pasal 31).
b. Kegagalan Bangunan : Keadaan bangunan yang tidak berfungsi
sebagian/seluruhnya dari segi teknis, manfaat, keselamatan, kesehatan
kerja atau keselamatan umum akibat kesalahan Pengguna Jasa /
Penyedia Jasa setelah Serah Terima Akhir (Pasal 34). Dari kedua
pengertian tersebut diatas terlihat bahwa :
a. Terdapat 2 macam kegagalan yang terjadi menurut waktu kejadiannya
yaitu disebut kegagalan konstruksi jika hal tersebut terjadi selama masa
konstruksi, dimana bangunannya sendiri belum selesai. Kegagalan jenis
kedua adalah apa yang disebut kegagalan bangunan yang terjadi setelah
serah terima akhir pekerjaan.
b. Baik kegagalan konstruksi maupun kegagalan bangunan menurut
Peraturan Pemerintah terjadi karena kesalahan Pengguna Jasa atau
Penyedia Jasa.
2.2 ³Kegagalan´ lawan ³ kerusakan´
Dari uraian tersebut timbul pertanyaan : ³Apakah kerusakan yang terjadi
akibat gempa bumi di daerah Yogyakarta baru-baru ini terhadap bangunan yang
5/8/2018 Aspek Hukum Dalam Penanganan LANA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/aspek-hukum-dalam-penanganan-lana 4/12
3
dalam masa konstruksi dan bangunan yang sudah selesai dapat digolongkan
sebagai suatu kegagalan konstruksi dan kegagalan bangunan?´
Disinilah letak permasalahannya ditinjau dari segi hukum. Kerusakankonstruksi dan bangunan yang terjadi akibat gempa baru-baru ini tidak serta merta
dapat dikatakan sebagai bencana alam (natural disaster) murni tanpa menyelidiki
lebih mendalam kemungkinan terdapat kesalahan manusia (human error).
Mungkin saja gempa bumi tersebut untuk bangunan tertentu hanya
merupakan pemicu (trigger) dari kerusakan bangunan tersebut. Kenyataan
sesungguhnya adalah bahwa bangunan tersebut secara struktural memang tidak
memenuhi syarat antara lain karena tidak memperhitungkan faktor gempa atau
dalam perhitungan struktur menggunakan angka keamanan yang sangat kecil.
Jika laporan hasil penyelidikan yang dilakukan oleh para pakar dibidangteknik struktur, ahli gempa dari suatu Lembaga yang berkompeten dan
independen seperti Laboratorium Struktur Fakultas Teknik UGM menyimpulkan
bahwa kerusakan konstruksi dan bangunan tersebut misalnya karena gempa bumi
yang terjadi melebihi intensitas gempa yang telah diperhitungkan dalam analisis
struktur bangunan tersebut, maka kerusakan yang terjadi adalah murni suatu
bencana alam dan bukan kelalaian atau kesalahan manusia (human error).
Berdasarkan informasi dari Laboratorium Stuktur FT-UGM, gempa yang
terjadi di daerah Yogyakarta dan sekitarnya baru-baru ini bersifat tiga dimensi
(berbeda dengan gaya gempa yang pada umumnya bersifat lateral).
Bila hal ini terjadi maka baik Pengguna Jasa maupun Penyedia Jasa secara
hukum bebas dari tanggung jawab atas kerusakan yang terjadi karena kerusakan
tersebut murni sebagai bencana alam.
Sebaliknya jika terbukti bahwa bangunan tersebut tidak sanggup menahan
gaya gempa karena factor gempa memang tidak dimasukkan kedalam perhitungan
analisis struktur atau perhitungan strukturnya sendiri secara keseluruhan memang
tidak memenuhi syarat, maka kerusakan yang terjadi tidak dapat digolongkan
sebagai kegagalan konstruksi atau kegagalan bangunan.
2.3 Kategori kerusakan
Dari uraian tersebut dalam butir 2.2 dapat disimpulkan bahwa:
a. Walaupun akibat yang timbul adalah sama yaitu terjadi kerusakan
terhadap konstruksi dan bangunan namun penyebab kejadian tersebut
5/8/2018 Aspek Hukum Dalam Penanganan LANA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/aspek-hukum-dalam-penanganan-lana 5/12
4
berbeda dan hal ini menimbulkan konsekwensi hukum yang berbeda
pula.
b. Jika kerusakan terjadi, murni karena gempa bumi yang sesungguhnyasudah diperhitungkan dalam analisis struktur namun tetap terjadi diluar
kekuasaan manusia maka peristiwa tersebut digolongkan sebagai
kerusakan konstruksi (construction damage) atau kerusakan bangunan
(building damage).
c. Sebaliknya kerusakan yang terjadi karena kelalaian manusia yang tidak
memperhitungkan factor gempa sehingga tidak mampu mengantisipasi
gempa, maka peristiwa tersebut digolongkan sebagai kegagalan
konstruksi (construction failure) atau kegagalan bangunan (building
failure).
d. Secara hukum jika terjadi kerusakan konstruksi atau kerusakan
bangunan tidak ada pihak yang dapat di tuntut atau diminta pertanggung
jawaban karena hal tersebut merupakan bencana alam.
e. Namun jika terjadi kegagalan konstruksi atau kegagalan bangunan
maka pihak yang melakukan kesalahan akan ditindak secara hukum
sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku antara
lain Peraturan Pemerintah No. 29/2000 Pasal 32 ayat 2 dan Pasal 40
ayat 2.
3. SEBAB-SEBAB KERUSAKAN
3.1 S ebab alamiah
Secara awam dan kasat mata dapat dikatakan bahwa kerusakan atau
kegagalan atas prasarana dan bangunan di daerah Yogyakarta dan sekitarnya
terjadi akibat gempa bumi yang merupakan bencana alam.
3.2 Sebab yang sesungguhnya
Sebab-sebab yang sesungguhnya dari kerusakan tersebut setelah diselidiki danditeliti secara mendalam adalah sebagai berikut :
a. Kesalahan atau kelalaian manusia :
- dalam perencanaan : tidak memperhitungkan faktor gempa atau perhitungan
struktur yang kurang.
5/8/2018 Aspek Hukum Dalam Penanganan LANA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/aspek-hukum-dalam-penanganan-lana 6/12
5
- dalam pelaksanaan : pengurangan mutu sehingga tidak sesuai perencanaan
dan spesifikasi teknis.
- dalam penggunaan bahan : bahan bermutu rendah.
b. Murni karena gempa bumi (bencana alam) yang sesungguhnya telah
diantisipasi namun tetap tidak dapat diatasi karena sifat gempa yang terjadi
berbeda dengan yang biasa terjadi.
c Pemerintah berwewenang mengambil tindakan tertentu bila kegagalan
konstruksi merugikan/mengganggu keselamatan umum (Pasal 33).
4. TANGGUNG JAWAB TERHADAP KERUSAKAN
4.1 T anggung jawab terhadap kegagalan konstruksi
Peraturan Pemerintah (PP) No. 29/2000 tentang Penyelenggaraan Jasa
Konstruksi Pasal 32 dan Pasal 33 mengatur mengenai tanggung jawab atas
kegagalan konstruksi yang secara ringkas menyatakan sebagai berikut :
a) Baik Perencana konstruksi, Pelaksana Konstruksi maupun Pengawas
Konstruksi bebas dari kewajiban mengganti/memperbaiki kegagalan
konstruksi karena kesalahan pihak lain (Pasal 32 ayat 1, ayat 2 dan 3)
b) Penyedia Jasa wajib mengganti/memperbaiki kegagalan konstruksi karenakesalahan sendiri atas biaya sendiri (Pasal 32 ayat 4).
4.2 T anggung jawab terhadap kegagalan bangunan
Selanjutnya Peraturan Pemerintah yang sama Pasal 40 dan Pasal 41 mengatur
mengenai tanggung jawab atas kegagalan bangunan sebagai berikut :
a) Perencana Konstruksi wajib menyatakan dengan tegas dan jelas tentang
umur konstruksi yang direncanakan dan bila terjadi kegagalan bangunan
karena kesalahannya maka dia hanya bertanggungjawab atas ganti rugi
sebatas hasil perencanaan yang belum/tidak diubah(Pasal 40 ayat 1 dan 2).
b) Bila terjadi kegagalan bangunan karena kesalahan Pelaksana Konstruksi
atau Pengawas Konstrusi maka tanggungjawab berupa sanksi dan ganti
rugi dikenakan pada yang menanda- tangani kontrak(Pasal 40 ayat 3 dan
4).
5/8/2018 Aspek Hukum Dalam Penanganan LANA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/aspek-hukum-dalam-penanganan-lana 7/12
6
c) Pelaksana Konstruksi wajib menyimpan dan memelihara dokumen
pelaksanaan sebagai alat bantu jika terjadi kegagalan bangunan (Pasal 41
ayat 1). Dari uraian tersebut butir 4.1 dan 4.2 terlihat bahwa Peraturan
Pemerintah No. 29/2000 tersebut hanya mengatur mengenai tanggung
jawab terhadap kegagalan konstruksi dan kegagalan bangunan yang terjadi
karena kesalahan manusia (Pengguna Jasa atau Penyedia Jasa). Jadi
apabila terbukti (berdasarkan penyelidikan) bahwa kerusakan bangunan
yang terjadi akibat gempa di Yogyakarta baru-baru ini dapat digolongkan
sebagai kegagalan konstruksi atau kegagalan bangunan maka ketentuan
dalam Peraturan Pemerintah ini berlaku.
4.3 Syarat-s yarat Umum (AV) 41 Pasal 54
Suatu hal yang cukup menarik untuk direnungkan adalah tentang tanggung
jawab atas konstruksi berdasarkan ketentuan Syarat-Syarat Umum (AV) 41 Pasal
54 ayat 1 c tentang Tanggung Jawab Penyedia Jasa yang berbunyi kurang lebih :
³Penyedia Jasa bertanggung jawab terhadap bangunan selama 5 (lima) tahun
sejak serah terima akhir jika :
³Rencana dibuat Pengguna Jasa namun seharusnya secara wajar Penyedia Jasa
mengetahui sebelumnya bahwa rencana tersebut kurang sempurna dan perlu
dirubah tapi hal tersebut tidak dilaporkan kepada Pengguna Jasa´.
Ketentuan tersebut sangat menarik dimana suatu Penyedia Jasa dituntut untuk
memiliki profesionalisme yang memadai walaupun bukan dia yang membuat
perencanaan dan hal ini telah diatur pada tahun 1941 (65 tahun yang lalu).
Sayang sekali ketentuan yang sangat baik ini tidak terdapat lagi dalam
Undang-Undang Jasa Konstruksi No. 18/1999 dan PP No. 29/2000.
5. GANTI RUGI ATAS KEGAGALAN BANGUNAN
5.1 Ganti rugi melalui asuransi
Peraturan Pemerintah (PP) No. 29/2000 tentang Penyelenggaraan JasaKonstruksi Pasal 46, 47 dan 48 mengatur mengenai ganti rugi dalam hal terjadi
kegagalan bangunan yang secara singkat berbunyi antara lain :
³Pelaksanaan ganti rugi melalui pihak ketiga/asuransi (Pasal 46 ayat 1),
besarnya kerugian ditetapkan oleh penilai ahli yang bersifat final dan mengikat
(Pasal 47), biaya penilai ahli menjadi beban pihak yang bersalah (Pasal 48 ayat 1)
5/8/2018 Aspek Hukum Dalam Penanganan LANA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/aspek-hukum-dalam-penanganan-lana 8/12
7
dan selama penilai ahli bertugas biaya pendahuluan ditanggung Pengguna Jasa
(Pasal 48 ayat 2) ´.
Dari uraian tersebut dalam butir 5.1 terlihat bahwa PP No. 29/2000 hanyamengatur ganti rugi melalui asuransi yang disepakati dalam kontrak kerja
konstruksi.
5.2 Pen yelidikan asuransi
Untuk bangunan yang mengalami kerusakan akibat gempa bumu di
Yogyakarta baru-baru ini perlu diselidiki dengan teliti apakah diasuransikan dan
apa saja persyaratan yang tercantum dalam Surat Polis Asuransi tersebut.
6. PERAN DAN FUNGSI FORENSIC ENGINEERING
6.1 Peran dan fungsi secara umum
Secara garis besar peran dan fungsi Forensic Engineering dalam
penanggulangan kerusakan/kegagalan bangunan adalah sebagai berikut :
a. Sebagai langkah darurat, atas permintaan pemilik bangunan memeriksa dan
menyelidiki kelayakan bangunan dan menetapkan apakah suatu bangunan
atau prasarana yang mengalami kerusakan tersebut akibat gempa, masih
layak huni atau layak pakai dan memberikan petunjuk-petunjuk mengenai
langkah-langkah pengamanan darurat atas bagian yang mengalamikerusakan.
b. Atas permintaan pemilik bangunan atau Perusahaan Asuransi meneliti lebih
lanjut tingkat kerusakan bangunan dan cara-cara perbaikan serta membuat
perhitungan biaya perbaikan bangunan.
c. Meneliti lebih lanjut (atas permintaan pemilik bangunan) sebab-sebab yang
sesungguhnya terjadi kerusakan dengan meneliti seluruh perhitungan
struktur, melakukan serangkaian pengetesan termasuk pengetesan tanpa
merusak komponen bangunan (Non Destructive Test) dengan Ultra Sono
Grafi (USG), Hammer Test dan lain-lain.
d. Menyusun laporan lengkap mengenai sebab- sebab kerusakan dan
menetapkan pihak yang bertanggung jawab mengenai terjadinya kerusakan
disertai rekomendasi perbaikan gedung tersebut secara menyeluruh.
5/8/2018 Aspek Hukum Dalam Penanganan LANA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/aspek-hukum-dalam-penanganan-lana 9/12
8
6.2 Pengertian Forensic Engineering
Rangkaian penyelidikan dan penelitian tersebut dalam butir 6.1 dilakukan oleh
para pakar di bidang teknik struktur, gempa bumi, geologi dan sebagainya darisuatu Laboratorium Strukstur yang dikenal dengan istilah Forensic Engineering.
Di Indonesia Perguruan Tinggi yang telah memiliki peralatan pengetesan untuk
kegiatan Forensic Engineering adalah Fakultas Teknik Universitas Indonesia,
Institut Teknologi Bandung dan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.
7. PERAN ASURANSI
Dalam kaitan dengan peristiwa gempa di Yogyakarta baru-baru ini banyak
bangunan yang rusak tersebut telah diasuransikan terhadap bencana alam sepertigempa bumi, karena kesadaran terhadap asuransi sudah meningkat (insurance
minded). Namun permasalahannya tidaklah mudah. Disatu pihak pemilik
bangunan pemegang polis asuransi ingin cepat mendapatkan pembayaran klaim
asuransi.
Dilain pihak Perusahaan Asuransi tidak begitu saja bersedia membayar
klaim asuransi tanpa menyelidiki terlebih dulu apakah peristiwa yang terjadi
memang termasuk resiko yang diasuransikan, berapa nilai kerusakan, apa kriteria
yang dipakai untuk menetapkan bahwa bangunan tersebut sudah tidak layak huni
(total lost) sehingga harus dibangun baru, misalnya.
Serangkaian pertanyaan tersebut membutuhkan jawaban yang tepat dan
benar dari suatu Lembaga yang kompeten dan independen. Dengan kata lain
permasalahan asuransipun membutuhkan jasa Forensic Engineering. Dalam hal
Perusahaan Asuransi tidak mempercayai hasil laporan Forensic Engineering yang
ditunjuk pemilik bangunan, maka perusahaan asuransi tersebut dapat meminta
pendapat kedua (second opinion) kepada Lembaga Forensic Engineering lain
didalam atau diluar negeri, tentunya atas biaya sendiri.
Dalam hal Perusahaan Asuransi tidak mempercayai hasil laporan Forensic
Engineering yang ditunjuk pemilik bangunan, maka perusahaan asuransi tersebut
dapat meminta pendapat kedua (second opinion) kepada Lembaga Forensic
Engineering lain didalam atau diluar negeri, tentunya atas biaya sendiri.
5/8/2018 Aspek Hukum Dalam Penanganan LANA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/aspek-hukum-dalam-penanganan-lana 10/12
9
8. KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN
8.1 Kesimpulan :
Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan-kesimpulan
sebagai berikut:
a. Ternyata bangunan dan prasarana yang rusak akibat gempa dan tsunami
yang terjadi bulan Juni 2006 yang lalu didaerah Yogyakarta dan
sekitarnya, diluar rumah tradisional penduduk kebanyakan adalah justru
bangunan yang tergolong berusia muda (10-30 tahun).
b. Bangunan yang dibangun dalam kurun waktu 1950-1970 (Usia 40-50
tahun) malahan sama sekali tidak mengalami kerusakan walaupun
dibangun dengan teknologi yang sederhana.
c. Jadi, nampaknya telah terjadi pengurangan atau krisis mutu (quality
crisis) dari bangunan dalam kurun waktu 50 tahun terakhir ini. Hal ini
merupakan suatu ironi dibandingkan dengan kemajuan teknologi.
d. Kemungkinan kerusakan yang terjadi disebabkan karena salah satu dari
dua hal berikut yaitu memang akibat gaya gempa yang tidak dapat
diantisipasi sebelumnya, atau gempa tersebut hanya merupakan alat
pemicu saja terjadinya kerusakan karena memang bangunan tersebut
secara struktural tidak kuat.
e. Dengan kejadian gempa tersebut orang mulai menyadari arti penting
peran dari suatu disiplin ilmu yang dikenal dengan nama Forensic
Engineering yang dapat menyelidiki dan meneliti dengan tingkat
ketepatan yang tinggi mengenai sebab-sebab kerusakan bangunan,
tingkat kerusakan, pengujian komponen bangunan serta penyelidikan
struktur bangunan.
f. Gempa tersebut yang terjadi di Yogyakarta dan sekitarnya baru-baru ini
menyadarkan orang tentang pentingnya aspek hukum sehubungan
dengan sebab-sebab kerusakan, pihak yang bertanggung jawab dan
ganti rugi dalam upaya menegakkan hukum.
8.2 S aran-saran
Untuk mengantisifasi kejadian yang serupa (gempa bumi) dimasa
mendatang kiranya perlu disampaikan beberapa saran sebagai berikut :
5/8/2018 Aspek Hukum Dalam Penanganan LANA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/aspek-hukum-dalam-penanganan-lana 11/12
10
a. Bangunan yang berada di Yogyakarta termasuk yang mengalami
kerusakan dan dalam tahap pelaksanaan harus diteliti apakah
kekokohan strukturnya sudah memperhitungkan factor gempa atau
belum.
b. Dalam hal terbukti suatu bangunan tertentu ternyata tidak kuat menahan
gaya gempa karena tidak diperhitungkan dalam analisis struktur, maka
pihak yang bersalah harus dimnta pertanggung jawaban dan ganti rugi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Memperketat izin mendirikan bangunan agar memenuhi seluruh
persyaratan, termasuk factor gempa.
d. Perusahaan asuransi sebaiknya menggunakan jasa Forensic Engineering
untuk menetapkan tingkat kerusakan dari suatu bangunan baik yangrusak karena gempa kebakaran, penjarahan atau sebab lain.
e. Pemilik bangunan dan perusahaan asuransi sebaiknya menggunakan jasa
konsultan hokum yang mengerti hukum konstruksi untuk
mengantisipasi klaim asuransi yang timbul.
5/8/2018 Aspek Hukum Dalam Penanganan LANA - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/aspek-hukum-dalam-penanganan-lana 12/12
11
DAFTAR PUSTAKA
Http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:Rk8lH0KT6BwJ:aariansyah.fil
es.wordpress.com/2010/02/nazarkhan-yasin-aspek-hukum-dalam-penanganan-
masalah-
kerus.pdf+masalah+konstruksi+bangunan+ditinjau+dari+aspek+hukum&hl=i
d&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESjZCaLxaSy1Qqdbmvbo2UgzQlyTqHjiGZ6
gjihB440aSkuaT4P9oWI-UXShcRP1F0ZG-HjAubP46VL4siNPjMFr
R9wBUOUIsRJ79baHIVBmXSsiGoVSDQ6FrQy5Mpi8xcw9Sh9&sig=AHIE
tbSpj wweHM6O0S6Rhjw39Q-228tOA
Undang-Undang No. 18/1999 tentang Jasa Konstruksi Peraturan Pemerintah
No. 29/2000 tentang Penyelenggraaan Jasa Konstruksi
Soekarsono Malangjoedo, Syarat-Syarat Umum (Algemene Voorwaarden) AV
41.