Aspek Biokimia Fermentasi Produk Pangan Tradisional Brem Bali

34
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan tradisional adalah pangan (makanan dan minuman) yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat tertentu, dengan citarasa khas yang diterima oleh masyarakat tersebut. Produk-produk pangan tradisional merupakan bagian penting dari budaya, identitas dan warisan nenek moyang yang berkontribusi pada perkembangan dan keberlangsungan dari suatu daerah dan menyediakan variasi pilihan pangan pada konsumen. Produk ini biasanya memiliki karakteristik sensorik tertentu yang khas dan biasanya dihubungkan konsumen dengan identitas daerah asalnya. Indonesia merupakan negara multi pulau dan multi etnis. Keberagaman kondisi lingkungan dan budaya secara tidak langsung mempengaruhi karakteristik produk pangan masyarakatnya dan kondisi tersebut melahirkan banyak produk pangan tradisional khas daerah. Ada banyak jenis pangan tradisional dan salah satunya adalah dari jenis pangan fermentasi. Sejarah produk pangan fermentasi telah berlangsung panjang, sama panjangnya dengan sejarah peradaban manusia itu sendiri. Seperti halnya pangan tradisional lainnya, metode dan pengetahuan yang terkait dengan pengolahan pangan fermentasi lokal diwariskan ke generasi berikutnya secara turun-temurun. Tentu saja, proses fermentasi yang dilakukan di masa lalu tidak berdasarkan pada kajian ilmiah peran mikroba dalam merubah karakteristik pangan, tetapi didasarkan pada tradisi bahwa teknik penyimpanan dan penanganan bahan pangan dengan cara tertentu ternyata menghasilkan produk pangan baru yang berbeda dari pangan asalnya. Produk pangan fermentasi dihasilkan dengan melibatkan aktivitas mikroba dalam produksinya. Selama fermentasi terjadi aktivitas pemecahan komponen pangan karena aktivitas enzimatis mikroba terutama enzim amilase, protease dan lipase yang menghidrolisis polisakarida, protein dan lemak menjadi komponen-komponen sederhana seperti asam, alkohol, karbon dioksida, peptida, asam amino, asam lemak dan komponen-komponen lainnya. Asam, alkohol dan karbon dioksida berperan penting dalam menekan pertumbuhan mikroba

description

Tugas I Mata Kuliah Biokimia Fakultas Kesehatan Prodi Kesehatan Ayurveda UNHI

Transcript of Aspek Biokimia Fermentasi Produk Pangan Tradisional Brem Bali

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Pangan tradisional adalah pangan (makanan dan minuman) yang biasa

    dikonsumsi oleh masyarakat tertentu, dengan citarasa khas yang diterima oleh

    masyarakat tersebut. Produk-produk pangan tradisional merupakan bagian penting

    dari budaya, identitas dan warisan nenek moyang yang berkontribusi pada

    perkembangan dan keberlangsungan dari suatu daerah dan menyediakan variasi

    pilihan pangan pada konsumen. Produk ini biasanya memiliki karakteristik

    sensorik tertentu yang khas dan biasanya dihubungkan konsumen dengan identitas

    daerah asalnya. Indonesia merupakan negara multi pulau dan multi etnis.

    Keberagaman kondisi lingkungan dan budaya secara tidak langsung

    mempengaruhi karakteristik produk pangan masyarakatnya dan kondisi tersebut

    melahirkan banyak produk pangan tradisional khas daerah. Ada banyak jenis

    pangan tradisional dan salah satunya adalah dari jenis pangan fermentasi.

    Sejarah produk pangan fermentasi telah berlangsung panjang, sama

    panjangnya dengan sejarah peradaban manusia itu sendiri. Seperti halnya pangan

    tradisional lainnya, metode dan pengetahuan yang terkait dengan pengolahan

    pangan fermentasi lokal diwariskan ke generasi berikutnya secara turun-temurun.

    Tentu saja, proses fermentasi yang dilakukan di masa lalu tidak berdasarkan pada

    kajian ilmiah peran mikroba dalam merubah karakteristik pangan, tetapi

    didasarkan pada tradisi bahwa teknik penyimpanan dan penanganan bahan pangan

    dengan cara tertentu ternyata menghasilkan produk pangan baru yang berbeda dari

    pangan asalnya. Produk pangan fermentasi dihasilkan dengan melibatkan aktivitas

    mikroba dalam produksinya. Selama fermentasi terjadi aktivitas pemecahan

    komponen pangan karena aktivitas enzimatis mikroba terutama enzim amilase,

    protease dan lipase yang menghidrolisis polisakarida, protein dan lemak menjadi

    komponen-komponen sederhana seperti asam, alkohol, karbon dioksida, peptida,

    asam amino, asam lemak dan komponen-komponen lainnya. Asam, alkohol dan

    karbon dioksida berperan penting dalam menekan pertumbuhan mikroba

  • 2

    pembusuk dan patogen. Secara bersama-sama, komponen-komponen tersebut juga

    menyebabkan modifikasi tekstur, aroma dan rasa sehingga dihasilkan karakteristik

    produk yang unik dan berbeda dengan produk asalnya.

    Tujuan fermentasi pangan awalnya adalah untuk mengawetkan pangan yang

    bersifat musiman dan mudah rusak. Sejalan dengan perkembangan alternatif

    pengawetan pangan maka pengembangan produk pangan fermentasi saat ini lebih

    karena tekstur, aroma dan rasanya yang unik. Dampak positif dari produk

    fermentasi terhadap kesehatan konsumen juga menjadi alasan pengembngan

    produk fermentasi sekarang ini. Pemecahan komponen yang kompleks menjadi

    komponen-komponen yang lebih sederhana menyebabkan produk fermentasi lebih

    mudah dicerna daripada produk pangan asalnya. Pada beberapa produk

    fermentasi, dilaporkan pula adanya peningkatan kandungan beberapa vitamin,

    antioksidan, dan senyawa lain yang bermanfaat bagi kesehatan. Selain itu, ketika

    produk diproduksi sebagai produk probiotik, maka keberadaan mikroba baik

    yang dapat mencapai usus dalam keadaan hidup dapat membantu menjaga

    kesehatan saluran cerna dan, tergantung dari jenis bakterinya, juga dapat

    mencegah munculnya penyakit-penyakit degeneratif.

    Di Bali sendiri ada beberapa produk pangan tradisional terfermentasi yang

    sangat populer dikalangan masyarakat Hindu Bali, antara lain urutan, terasi dan

    brem. Semua produk pangan tradisional tersebut merupakan bagian yang tidak

    terpisah dari warisan sosial budaya masyarakat Hindu Bali. Produk pangan ini

    biasanya dibuat dan disajikan dalam jumlah besar selama upacara keagamaan.

    Sementara itu dibalik populernya makanan tradisional terfermentasi tersebut,

    informasi mengenai aspek biokimia dan mikrobiology dari produk pangan

    tersebut masih sangat terbatas. Hal ini menyebabkan masih sulitnya peningkatan

    kualitas produk makanan tradisonal terfermentasi tersebut.

    1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan beberapa masalah

    yaitu sebagai berikut :

    1. Bagamaina cara membuat produk pangan tradisonal Bali terfermentasi?

  • 3

    2. Bagaimana aspek biokimia dan microbiology yang terjadi pada produk

    pangan tradisional Bali terfermentasi ?

    3. Bagaimana kaitan perubahan biokimia yang terjadi pada produk pangan

    tradisional Bali terfermentasi dengan kualitas produk pangan tersebut ?

    1.3 Tujuan Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari pembuatan karya

    tulis ini adalah untuk :

    1. Mengetahui cara pembuatan produk pangan tradisional Bali terfermentasi

    seperti urutan terasi dan brem

    2. Mengetahui aspek biokimia dan mikrobiologi yang terjadi pada produk

    pangan tradisional Bali terfermentasi seperti urutan, terasi dan brem

    3. Mengetahi kaitan perubahan biokimia yang terjadi pada produk pangan

    tradisional Bali terfermentasi seperti urutan, terasi dan brem terhadap

    kualitas produk pangan tersebut.

    1.4 Manfaat Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari pembuatan karya tulis ini

    adalah untuk :

    1. Mampu membuat fermentasi urutan, terasi dan brem secara kajian pustaka

    2. Mampu menganalisis perubahan biokimia dan mikrobiologi yang terjadi

    pada urutan, terasi dan brem

    3. Mampu menganalisis pengaruh perubahan biokimia yang terjadi terhadap

    mutu produk urutan, terasi dan brem

    1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah Mengingat luasnya permasalahan yang ada pada pembuatan karya tulis ini,

    maka pembahasan pada karya tulis ini dibatasi pada :

    1. Hanya membahas pada produk makanan tradisional Bali terfermentasi

    seperti urutan, terasi dan brem

  • 4

    2. Hanya membahas pada aspek biokimia dan microbiology yang terjadi pada

    urutan, terasi dan brem

    3. Hanya mengunakan kajian pustaka sebagai sumber data

    4. Tidak melakukan percobaan pembuatan urutan, terasi dan brem

  • 5

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1 Pengertian Fermentasi Fermentasi merupakan suatu cara untuk mengubah substrat menjadi produk

    tertentu yang dikehendaki dengan menggunakan bantuan mikroba. Produk-produk

    tersebut biasanya dimanfatkan sebagai minuman atau makanan. Fermentasi suatu

    cara telah dikenal dan digunakan sejak lama sejak jaman kuno. Sebagai suatu

    proses fermentasi memerlukan Mikroba sebagai inokulum, tempat (wadah) untuk

    menjamin proses fermentasi berlangsung dengan optimal dan substrat sebagai

    tempat tumbuh (medium) dan sumber nutrisi bagi mikroba.

    Gambar 2.1 Skema Proses Fermentasi

    (Sumber : http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/BioTekFermentasi05.pdf )

    Bioteknologi fermentasi menyangkut hal - hal yang berkaitan dengan proses

    industri fermentasi yang meliputi :

    1. Sifat fermentasi

    Fermentasi dibagi menjadi dua jenis yaitu fermentasi aerob merupakan

    fermentasi yang memerlukan oksigen dan fermentasi anaerob yaitu fermentasi

    yang tidak memerlukan oksigen. Agar fermentasi dapat berjalan dengan optimal,

    maka harus memperhatikan factor - faktor seperti aseptis yaitu bebas kontaminan.,

    komposisi medium pertumbuhan, penyiapan inokulum (mikroorganisme yang

    berperan untuk fermentasi), kultur dan tahap produksi akhir.

    2. Desain Bioreaktor

    Istilah fermenter (bioreaktor) digunakan untuk tempat fermentasi. Pada prinsipnya

    fermenter harus menjamin pertumbuhan mikroba dan produk dari mikroba di

    dalam fermenter. Semua bagian di dalam fermenter pada kondisi yang sama dan

    semua nutrien termasuk oksigen harus tersedia merata pada setiap sel dalam

  • 6

    fermenter dan produk limbah seperti; panas, CO2, dan metabolit harus dapat

    dikeluarkan (remove). Masalah utama fermenter untuk produksi skala besar

    adalah pemerataan medium kultur dalam fermenter. Harus homogen artinya

    medium kultur harus tercampur merata. Oleh karena itu, wadah perlu didesain

    sedemikian rupa sehingga proses dalam wadah dapat dimonitor dan dikontrol.

    Wadah (fermenter) memberikan kondisi lingkungan fisik yang cocok bagi katalis

    sehingga dapat berinterkasi secara optimal dengan substrat. Desain fermenter

    mulai dari yang sederhana (tangki dengan putaran) sampai yaang integrated

    system dengan computer.

    Sistem fermenter tertutup dan terbuka. Tertutup, semua nutrien ditambahkan

    pada awal fermentasi dan pada akhirfermenetasi dikeluarkan bersama produknya.

    Sebagai contoh: pembuatan bir(brewing), antibiotik, dan enzym. Terbuka, secara

    kontinyu (terus menerus) terjadi pemasukan medium kultur dan pengeluaran

    medium bersama produk. Sebagai contoh: SCP (petrokimia). Fermenter

    berdasarkan tipenya dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu: Septis untuk

    pembuatan pengembang roti, bir (brewing). Aseptis untuk memproduksi fine

    porduct seperti: antibiotik, asam amino, polisakarida dan single cell protein

    (SCP). Fermenter berdasarkan skala produksinya dapat dibedakan menjadi 2 jenis

    yaitu skala kecil (small scale); untuk industri rumah tangga (home industri), skala

    besar (large scale); untuk industri skala besar (petrokimia industri). Masalah

    utama fermenter untuk produksi skala besar adalah pemerataan medium kultur

    dalam fermenter. Harus homogen artinya medium kultur harus tercampur merata.

    3. Desain Media

    Medium untuk fermentasi biasa disebut substrat. Biasanya pada teknologi

    fermentasi digunakan bahan dasar yang mengandung karbon. Oleh karena itu,

    kebanyakan berasal dari tumbuhan dan sedikit dari produk hewani. Sebagai

    contoh; biji-bijian (grain), susu (milk). Natural raw material berasal dari hasil

    pertanian dan hutan. Karbohidrat; gula, pati (tepung), selulosa, hemiselulosa, dan

    lignin.

    a. Gula, bahan makanan yang mengandung gula mudah dan relatif mudah

    didapatkan untuk proses biotek.

  • 7

    b. Pati, jagung, padi, ganum, kentang, dan pohong (kassava) didegradasi menjadi

    gula sederhana (monosakarida) dengan hidrolisis sebelum fermentasi. Pati juga

    dapat digunakan sebagai bahan bakar non minyak (etanol).

    c. Selulosa

    d. Substrat dari limbah industri: Molase (tetes tebu), mengandung 50 % gula

    sebagai substrat untuk produksi antibiotik, asam organik. Whey (air dadih),

    Damen dan ampas tahu, bahkan urine hewan ternak. Berdasarkan bentuknya

    substrat dapat dibedakan menjadi :

    Substrat cair (air anggur)

    Substrat semi cair (yoghurt)

    Substrat padat digunakan untuk produksi tempe, oncom, kecap, kompos dsb.

    Solid substrate fermentation (SSF), melibatkan jamur berfilamen, yeast atau

    streptomyces.

    4. Inokulum

    Inokulum adalah mikroorganisme kontaminan yang bersifat membantu

    proses fermentasi. Beberapa contoh mikroorganisme tersebut dapat dilihat

    dibawah ini :

    a. Bakteri: Bacillus sp., Lactobacillus sp., Streptococcus sp. Eschericia sp.

    b. Jamur: Aspergillus sp. Penicillium sp.

    c. Jamur filamentous

    d. Kahmir (yeast): Saccharomyces sp.

    Tabel 2.1 Berbagai Jenis Inokulum dan Produknya

  • 8

    (Sumber : http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/BioTekFermentasi05.pdf)

    2.2 Cara Pembuatan Produk Pangan Tradisional Bali Terfermentasi 2.2.1 Cara Pembuatan Urutan

    Urutan adalah sosis tradisional bali yang merupakan salah satu jenis lauk

    pauk yang dibuat dari usus dan daging serta bumbu. Urutan berbeda dengan sosis

    dimana urutan permukaannya tidak halus serta panjang urutan bali kadang-kadang

    mencapai 2 meter tergantung pada panjang usus yang dipakai, dan dibentuk

    seperti spiral. Urutan dibuat dari daging babi dan lemak yang dirajang dan

    dicampur dengan bumbu. Urutan ini ada dua jenis yaitu urutan yang dijemur di

    bawah sinar matahari (sosis terfermentasi) dan urutan yang setelah selesai dibuat

    langsung digoreng (sosis nonfermentasi). Urutan biasanya digoreng sampai

    berwarna kuning kecoklatan.

    1. Bahan bahan dan bumbu

    Bahan bahan :

    Daging babi 1000 gr

    Usus babi secukupnya

    Bumbu :

    Gambar 2.2 Bumbu Urutan

    (Sumber : http://traditionalcuisine.unud.ac.id/ind/wp-content/uploads/2009/02/urutan.pdf )

  • 9

    Bawang merah 20 gr

    Bawang putih 15 gr

    Ketumbar 0,5 sendok makan

    Jinten 0,5 sendok makan

    Kencur 7,5 gr

    Lombok kecil 15 gr

    Garam secukupnya

    Terasi 0,5 gr

    Merica 0,5 sendok makan

    Kunir 5 gr

    Jahe 5 gr

    Laos 5 gr

    2. Cara pembuatan

    Semua bumbu dicincang halus. Usus babi dibersihkan berkali-kali dengan

    memasukkan air ke dalam usus. Daging dipotong-potong dengan ukuran tertentu

    sehingga dapat dimasukkan ke dalam usus. Potongan-potongan daging

    selanjutnya dicampur dengan bumbu dan diaduk merata. Kemudian campuran

    daging dengan bumbu tersebut dimasukkan ke dalam usus satupersatu sampai

    penuh. Setelah usus penuh diisi dengan daging maka kedua ujung usus diikat

    dengan tali atau serat serabut kelapa. Selanjutnya usus yang telah berisi daging

    tadi dapat langsung digoreng sehingga diperoleh urutan goreng (sosis

    nonfermentasi) atau dikeringkan terlebih dahulu di bawah sinar matahari dengan

    cara dililitkan pada tangkai buah kelapa atau kelakat (anyaman yang dibuat dari

    bambu) selanjutnya digantung. Dengan cara ini diperoleh urutan kering (sosis

    fermentasi). Urutan yang dikeringkan ini, sebelum dikonsumsi digoreng terlebih

    dahulu atau dipanggang di atas bara api, rasanya akan jauh lebih enak

    dibandingkan dengan yang digoreng.

    Kandungan zat gizi urutan goreng yang dibuat dari daging babi untuk setiap

    100 g adalah sebagai berikut:

    Energy 361,53 kkal

  • 10

    Karbohidrat 1,99 g

    Protein 25,66 g

    Lemak 27,88 g

    Urutan umumnya digunakan untuk sajian pada upacara keagamaan seperti

    hari Galungan dan Kuningan dan upacara adat, serta digunakan untuk hidangan

    bahkan telah dijual di warungwarung nasi dan rumah makan yang menjual babi

    guling dan lawar Bali. Urutan dapat tahan lama yaitu sekitar 10 hari terutama bila

    dalam penyimpanannya direndam dalam minyak yang digunakan untuk

    menggoreng. Sedangkan urutan yang dikeringkan di bawah sinar matahari (sosis

    terfermentasi) bisa tahan 2 minggu asal proses pengeringannya baik. Urutan yang

    dikeringkan ini, sebelum dikonsumsi digoreng terlebih dahulu atau dipanggang di

    atas bara api, rasanya akan jauh lebih enak dibandingkan dengan yang digoreng.

    Selama pengeringan urutan, fermentasi terjadi secara alami/spontan oleh

    mikroorganisme yang terdapat pada daging dan bumbu yang digunakan dan

    menghasilkan rasa serta flavor yang spesifik. Pada makanan terfermentasi, bakteri

    asam laktat memegang peranan penting dan memberi efek pengawetan pada

    produk. Bakteri asam laktat dapat memproduksi beberapa antimicrobial seperti

    asam-asam organic, hydrogen peroksida, bakteriosin, dan reuterin.

    Kualitas dari produk akhir tergantung pada keberadaan mikroorganisme

    yang diinginkan pada awal proses. Resiko kegagalan pada proses pembuatan

    urutan terfermentasi sangat tinggi sehingga menghasilkan rasa dan flavor yang

    tidak enak. Kualitas urutan dapat ditingkatkan dengan penggunaan stater

    mikroorganisme yang diinginkan pada awal proses serta melakukan control

    terhadap proses fermentasi seperti pengaturan suhu. Untuk pengembangan

    produk, penggunaan usus sebagai casing alami dapat diganti dengan casing

    sintesis seperti casing kolagen, casing sellulosa dan casing poly amid ( casing dari

    plastic dan tidak dapat dimakan).

    Dibawah ini disajikan beberapa jenis urutan seperti urutan nonfermentasi,

    urutan fermentasi secara alami dan urutan yang difermentasi secara terkontrol.

  • 11

    Gambar 2.3 Urutan nonterfermentasi

    (http://traditionalcuisine.unud.ac.id/ind/wp-content/uploads/2009/02/urutan.pdf )

    Gambar 2.4 Urutan terfermentasi secara alami

  • 12

    Gambar 2.5 Urutan terfermentasi terkontrol

    (Sumber : http://traditionalcuisine.unud.ac.id/ind/wp-content/uploads/2009/02/urutan.pdf )

    2.2.2 Cara Pembuatan Terasi

    Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain

    sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan

    dengan bahan makanan lain. Bakteri dan perubahan kimiawi pada ikan mati

    menyebabkan pembusukan. Mutu olahan ikan sangat tergantung pada mutu bahan

    mentahnya.

    1. Tanda ikan yang sudah busuk:

    mata suram dan tenggelam

    sisik suram dan mudah lepas

    warna kulit suram dengan lendir tebal

    insang berwarna kelabu dengan lendir tebal

    dinding perut lembek

    warna keseluruhan suram dan berbau busuk.

    2. Tanda ikan yang masih segar :

    daging kenyal

    mata jernih menonjol

    sisik kuat dan mengkilat

    sirip kuat

  • 13

    warna keseluruhan termasuk kulit cemerlang

    insang berwarna merah

    dinding perut kuat

    bau ikan segar.

    Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi

    masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat mengalami

    proses pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu diketahui semua

    lapisan masyarakat. Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan untuk

    mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak memberikan kesempatan

    bagi bakteri untuk berkembang biak. Untuk mendapatkan hasil awetan yang

    bermutu tinggi diperlukan perlakukan yang baik selama proses pengawetan seperti

    : menjaga kebersihan bahan dan alat yang digunakan, menggunakan ikan yang

    masih segar, serta garam yang bersih. Ada bermacam-macam pengawetan ikan,

    antara lain dengan cara: penggaraman, pengeringan, pemindangan, perasapan,

    peragian, dan pendinginan ikan.

    Terasi merupakan produk ikan setengah basah yang dibuat dari udang atau

    ikan-ikan kecil yang dicampur dengan garam, kemudian diragikan. Terasi

    digunakan sebagai bahan penyedap masakan seperti pada masakan sayuran,

    sambal, rujak, dan sebagainya. Sebagai bahan makanan setengah basah yang

    berkadar garam tinggi, terasi dapat disimpan berbulan-bulan.

    3. Bahan bahan pembuatan terasi :

    Ikan laut (ikan tawar) 10 kg

    Garam dapur 3 kg

    4. Peralatan dalam pembuatan terasi :

    Bak (tong kayu) tempat penggaraman

    Pisau

    Tampah (nyiru)

    Peti Kayu (keranjang bambu)

    5. Cara pembuatan :

    Cuci ikan kecil-kecil atau rebon sampai bersih dari kotoran

  • 14

    Masukkan ke dalam baskom penggaraman, tambahkan garam dan aduk

    sampai rata

    Tutup bak dan biarkan campuran ikan garam selama 1~7 hari (peragian I)

    Selesai peragian I, jemur rebon atau ikan di terik matahari sampai setengah

    kering kemudian tumbuk sampai hancur (lumat), lalu jemur lagi. Lakukan

    hal tersebut selama 2~4 hari (peragian II). Kemudian cetak dan bungkus.

    Gambar 2.6 Terasi kering terfermentasi

    (Sumber : http://nibras-satrio.blogspot.com/2013/07/cara-membuat-terasi.html )

    Gambar 2.7 Sambal terasi sebagai pelengkap makanan

    (Sumber : http://nibras-satrio.blogspot.com/2013/07/cara-membuat-terasi.html )

  • 15

    2.2.3 Cara Pembuatan Brem

    Kata brem merupakan pemikiran filsafat masyarakat Bali pada zaman

    dahulu. Sejarah brem dapat dikaitkan dengan perjalanan sejarah agama Hindu di

    Bali. Brem pada zaman dahulu merupakan cairan yang dipakai sebagai pengganti

    darah, dalam upacara tabuhrah, yang bertujuan untuk melestarikan manusia

    dengan alam lingkungannya. Teknologi brem sudah dikenal sebelum tahun 110.

    Sekarang minuman ini banyak digunakan dalam dunia kepariwisataan sebagai

    minuman ucapan selamat datang kepada wisatawan, sebagai oleh-oleh, sebagai

    minuman dalam penjamuan-penjamuan dll. Di jepang minuman ini disebut sake

    dan philipina dinamakan tapuy.

    Brem Bali merupakan produk cair yang mengandung alkohol, gula

    pereduksi, gas C02, dan sedikit asam organik. Brem terbentuk dari reaksi antara

    zat tepung dengan enzim dan sedikit air, sehingga menghasilkan gula. Kemudian

    gula yang dihasilkan bereaksi lagi dengan enzim, sehingga menghasilkan alkohol

    dan gas C02. Brem Bali biasanya dikonsumsi setelah makan.

    Brem cair merupakan minuman dengan rasa manis agak sedikit asam,

    berwarna merah, dengan kandungan alkohol 3-10 persen. Umumnya diproduksi

    dari hasil fermentasi beras ketan hitam (kadang-kadang juga beras ketan putih).

    Kadar alkohol dapat berubahubah selama penyimpanan. Kenaikan kadar alkohol

    terjadi akibat proses fermentasi yang terus berlangsung selama penyimpanan,

    sedangkan penurunannya karena proses esterifikasi, oksidasi, dan penguapan

    1. Bahan bahan pembutan Brem

    Beras ketan 1.000 gram.

    Beras ketan hitam 1000 gram.

    Ragi tape secukupnya.

    2. Cara Pembuatan Minuman Brem

    Ketan putih dan hitam dibersihkan

    Ketan putih direndam selama 3 jam

    Ketan hitam direndam selama 24 jam

  • 16

    Ketan putih dan hitam dicampur kemudian dimasak, setelah dimasak

    kemudian didinginkan . Setelah dingin ragi dicampurkan dan dimasukkan

    kedalam pena .

    Simpan selama 5 hari akan berubah menjadi tape

    Tape diremas-remas kemudian diambil airnya dan ampasnya dimakan

    ternak

    Air dan cairan brem dicampur

    Tambah sedikit (yeast) ragi kemudian disimpan selama 15 hari

    Untuk meningkatkan kadar alkohol yang tinggi simpan selama 6-8 bulan

    Diuji kualitasnya,dituangkan kedalam botol

    Setelah selesai kemudian dipacking.

    Gambar 2.8 Proses Fermentasi Brem Bali

    (Sumber : http://forum.kompas.com/teras/246259-mengenal-brem-bali-minuman-selamat-datang-

    yang-eksotis.html )

    Brem cair dibuat melalui proses fermentasi. Zat pati yang terdapat dalam

    bahan baku akan dihidrolisis menjadi glukosa oleh enzim amilase yang

    dikeluarkan oleh kapang tertentu yang terdapat dalam ragi tape. Selanjutnya

    glukosa tersebut akan diubah menjadi alkohol dalam proses fermentasi yang

    dilakukan oleh khamir yang terdapat dalam ragi tape.

  • 17

    Tape ketan yang digunakan dalam pembuatan brem cair diletakkan pada

    wadah yang dirancang secara khusus pada bagian dasarnya, sehingga air tape

    yang dihasilkan dapat dikumpulkan. Air tape dihasilkan pada fermentasi hari ke-2

    hingga ke-4. Ampas tape yang tersisa digunakan sebagai bahan baku pembuatan

    makanan kecil.

    Air tape yang telah terkumpul kemudian didiamkan selama tujuh bulan.

    Selama kurun waktu tersebut, padatan yang terdapat dalam air tape akan

    mengendap, sehingga brem menjadi jernih. Cairan brem jernih kemudian dituang

    secara hati-hati ke dalam botol untuk dipasarkan.

    Kekeruhan pada brem dapat berasal dari sisa-sisa karbohidrat, zat warna

    bahan dan sel-sel khamir yang mengendap. Untuk mengatasi masalah tersebut

    dapat ditambahkan bahan-bahan penjernih seperti gelatin sebanyak 50mg/100ml

    brem. Penjernihan dapat pula dilakukan dengan pengendapan menggunakan

    sentrifuse pada suhu 5oC dengan kecepatan 12.000 rpm. Setelah itu, brem dapat

    dikemas dalam botol dan dipasarkan.

    Gambar 2.9 Produk Jadi Brem Bali

    (Sumber : http://forum.kompas.com/teras/246259-mengenal-brem-bali-minuman-selamat-datang-

    yang-eksotis.html )

  • 18

    2.3 Aspek Biokimia dan Mikrobiologi pada Produk Pangan Terfermentasi 2.3.1 Urutan

    1. Mikroba yang berperan dalam proses fermentasi

    a. Bakteri Asam Laktat (BAL)

    BAL didefinisikan sebagai kelompok jenis bakteri positif berbentuk

    batang atau bulat yang menggunakan karbohidrat sebagai sumber energy dan

    menghasilkan asam laktat sebagai produk utama metabolismenya. BAL yang

    tergolong homofermatif dapat mengubah 95% glukosa atau hektosa lainnya

    menjadi asam laktat dan menghasilkan ATP lebih tinggi daripada

    heterofermatif. (Rahayu et al, 1992). Hal ini menyebabkan BAL homofermatif

    memproduksi jumlah asam laktat lebih tinggi daripada BAL heterofermatif

    yang menghasikan produk tambaan seperti etanol dan CO2

    Ada beberapa genus BAL, yaitu lactocecus, pediococcus, lactobacillus,

    leuconostoc dan bifidobacterium (Hayakawa, 1992). BAL mampu

    memproduksi senyawa senyawa penghambat pertumbuhan mikroba lain. Zat

    anti mikroba itu ialah asam laktat, asm asetat, H2O2, diasetil dan bakteriosin.

    (De Vuyst dan Vandamme, 1994)

    b. Kapang dan Khamir

    Kapang merupakan fungi multiseluler yang memiliki miselium

    menyerupai kapas, Kebanyakan kapang memiliki suhu pertumbuhan optimum

    23 30o C dan kisaran pH 2 8.5 namun lebih menyukai kondisi asam.

    Sedangkan khamir adalah fungi uniseluler yang memiliki ukuran panjang sel 1

    10 mikrometer dan lebar 1 5 mikrometer. Kebanyakan hidup pada kisaran

    pH 4.0 4.5 dan tidak dapat tumbuh pada kondisi alkali.

    Selain bakteri, untuk fermentasi bisa juga digunakan khamir yaitu

    debaryomyces hansetil yang dapat memberikan flavor khas pada Urutan, juga

    kapang seperti penicillium chrysogenum. Mikroba ini biasanya tumbuh di

    permukaan (kapang lebih luar) dan berkontribusi terhadap penampakan

    produk. Dalam konsentrasi cukup oksigen keduanya mengoksidadi asam laktat.

    Kapang dan khamir yang tumbuh dalam Urutan dapat menguntungkan

    untuk menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk atau mikroba pathogen

  • 19

    karena mapu bersaing dan hidup pada kisaran pH maupun nutrisi yang kurang

    menguntungkan bagi mikroba itu. Kapang dan khami juga dapat melindungi

    Urutan dari cahaya dan oksigen.

    Beberapa jenis kapang yang ditemukan pada Urutan antara lain genus

    penicillium, aspergillus, idan iscopularropsis. Sedangkan khamir yang

    biasanya tumbuh dominan pada Urutan kering adalah I debaryomycesi karena

    tahan terhadap kadar garam tinggi. Species ini umum terdapat pada Urutan

    terfermentasi dan berperan dalam pembentukan warna dan flavor dari produk.

    c. Mikroba Pembusuk

    Melalui pertumbuhannya, mikroorganisme dapat mengakibatkan

    berbagai perubahan fisik dan kimiawi dari suatu bahan angan. Apabila

    perubahan tersebut tidak diinginkan atau tidak diterima oleh konsumen, maka

    bahan angan tersebut dikatakan mengalami kerusakan. Salah satu bentuk

    kerusakan itu adalah terjadinya pembusukan. Adapun mikroba yang diamati

    berperan dalam pembusukan Urutan Bali adalah genus enterobacter dari famii

    enterobacteriaceae.

    Enterobacteriaceae yang terdapat dalam daging dapat menyebabkan

    kerusakan. Selama proses fermentasi Urutan, mikroba ini akan terseleksi

    sedangkan yang dapat bertahan hidup akan mengalami perkembangan pesat.

    Enterobacteriacea dihambat oleh pH dan tekanan oksigen rendah.

    d. Staphylococcus

    Staphylococcus aureus sering ditemukan pada daging dan sosis

    fermentasi (urutan Bali). Staphylococcus aureus termasuk genus

    Staphylococci dan family Micrococcaceae. Selnya berbentuk bulat dengan

    diameter 0.8 1.0 mikrometer, bentuknya tunggal, berpasangan atau

    berkelompok secara tidak teratur, termasuk gram positif non motil dan bersifat

    fakultatif. (Buchanan dan Gibbons, 1974)

    Kisaran suhu pertumbuhan mikroba ini adalah 6.5 - 46o C, dengan suhu

    optimum sebesar 30 37o C. Nilai pH untuk pertumbuhan bakteri ini anatara

    4.2 9.3 dengan pH optimum 7.0 7.5.

  • 20

    Adanya Staphylococcus aureus di dalam daging dan produk daging juga

    menandakan telah terjadi kontaminasi mulut, hidung, kulit pekerja dan ternak

    asal. Bakteri ini merupakan indikator sanitasi proses produksi dan pada proses

    yang melibatkan pemanasan dapat menjadi indikasi kesempurnaannya.

    Kebanyakan Urutan Bali terfermentasi tidak dipanaskan selama proses

    pembuatan sampai dikonsumsi. Hal ini perlu mendapat perhatian serius

    khususnya untuk masyarakat dinegara negara yang tidak bisa mengkonsumsi

    poduk mentah dari daging.

    e. E. coli

    E. coli termasuk kedalam family enterobacteriaceae dan biasa disebut

    koliform fekal karena sering ditemukan pada saluran usus hewan dan manusia

    sehingga sering terdapat dalam feses. Jikapun bakteri E. coli ada, jumlah

    bakteri ini akan menurun selama proses pembuatan sosis fermentasi sampai

    terdeteksi di akhir fermentasi kecuali jika di awal banyak terjadi kelemahan

    atau kesalahan prosedur pembuatan.

    f. Salmonella sp.

    Salmonella sp. adalah salah satu bakteri yang berbahaya karena banyak

    menimbulkan penyakit, seperti salmonellosis, tifus dan paratifus. Salmonella

    sp. digolongkan dalam family enterobacteriaceae, gram negative, berbentung

    batang dan tidak berspora, memproduksi asam hasil fermentasi dari H2S ,

    optimum tumbuh pada suhu 37o C dengan pH 4 9, bersifat anaerob fakultatif,

    katalase positif, oksidase negative dan dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit.

    Masalah utama yang dihadapi industry sosis fermentasi yaitu

    salmonellosis. Karena salmonella tersebar pada 15 % sampel sosis fermentasi

    (urutan Bali) yang diteliti dan 1 % penyebab kontaminasi pada sosis kering.

    (Brandley, 1979)

    2. Perubahan selama proses fermentasi

    Pada Urutan fermentasi spontan, BAL yang secara alami terdapat dalam

    daging dan bahan bahan lainnya memegang peranan penting. Gula dalam daging

    atau sengaja ditambahakan ke dalam adonan Urutan terfermentasi oleh BAL

    diubah menjadi asam laktat sehingga meningkatkan total asam dan menurunkan

  • 21

    pH Urutan. Kondisi ini menyebabkan terhambatnya pertumbuhan bakteri

    pembusuk dan pathogen sehingga Urutan terfermentasi relatif aman untuk

    dikonsumsi (Bacus,1984)

    Bakteri lain juga ditemukan selama proses fermentasi, seperti micrococcus

    auranticus yang mereduksi nitrat menjadi nitrit dalam waktu 24 jam pertama

    fermentasi diikuti pembentukan nitrosilmyogobloin. Tahap kedua lactobacillus

    merubah glukosa menjadi asam laktat, tetapi lebih lambat dari reduksi nitrat

    sehingga biasanya memerlukan waktu 3 hari untuk menurunkan pH dari pH awal

    5.6 sampai 4.7. Pada tahap ketiga adalah pengurangan kadar air, lemak dan

    protein Urutan akan dipecah oleh beberapa jenis mikroba. Berat Urutan berkurang

    sekitar 20 40 % dari berat awal, juaga akan terjadi perubahan rasa dan tekstur

    yang diharapkan.

    Gambar 2.10 Grafik perkembangan total mikroba pada Sosis tradisional Bali (Urutan) selama 30

    hari

    (Sumber : http://repository.ipb.ac.id )

    Dari grafik diatas dapat dilihat jumlah rata rata mikroba pada 0 hari

    fermentasi ialah sebesar 8.4 x 106 koloni/g. Dari jenis mikroba yang diamati

    Nampak bakteri asam laktat (BAL) merupakan jenis terbanyak yaitu 6.0 x 105

    koloni/g disusul oleh mikroba pathogen. Dengan total staphylococcus sebesar 1.1

    x 103 koloni/g lalu mikroba pembusuk enterobacteriaceae sebesar 4.6 x 104

  • 22

    koloni/g kemudian jumlah kapang dan khamir sebesar 1.1 x 103 koloni/g.

    Sedangkan E. coli dan salmonella tidak terdeteksi.

    Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme

    pada daging selain tingginya nutrisi adalah temperature, kadar air, oksigen dan

    tingkat keasaman. Dari uraian diatas dapat diatakan bahwa secara umum

    kecenderungan perkembangan total mikroba pada sosis terfermentasi taradisional

    Bali (Urutan) menunjukkan peningkatan amat pesat pada awal fermentasi

    kemudian agak stabil dan akhirnya menurun pada akhir fermentasi. Hal ini

    terutama nampak pada perkembangan bakteri khususnya BAL. Fenomena tersebut

    sejalan dengan uraian bahwa jasad renik mengalami fase hidup yaitu fase

    adaptasi, fase pertumbuhan awal, fase logaritmik, fase pertumbuhan statis, fase

    menuju kematian dan fase kematian. Fase adaptasi dan pertumbuhan awal pada

    sosis ini terjadi saat conditioning selama 24 jam. Fase logaritmik terjadi setelah 2

    3 hari fermentasi dan fase kematian setelah 15 30 hari fermentasi. (Fardiaz,

    1992)

    2.3.2 Terasi

    Salah satu produk olahan dari hasil perikanan sebagai usaha pemanfaatan

    ikan atau udang yang berkualitas rendah adalah terasi. Terasi merupakan produk

    perikanan yang berbentuk pasta. Bahan baku yang biasa digunakan untuk terasi

    berkualitas baik. Sedangkan terasi bermutu rendah biasanya dibuat dari limbah

    ikan, sisa ikan sortiran dengan bahan tambahan biasanya tepung tapioka atau

    tepung beras, dan berbagai jenis ikan kecil (teri) atau udang kecil (rebon).

    Umumnya terasi digunakan untuk campuran membuat sambal, adakalanya

    digunakan pula untuk campuran pada masakan lain.

    Kandungan padatan (protein, garam, Ca dan sebagainya) terasi udang

    sekitar 27-30%, air 50-70% dan garam 15-20%. Sedangkan terasi yang dibuat dari

    kandungan protein 20- 45%, kadar air 35-50%, garam 10-25% dan komponen

    lemak dalam jumlah yang kecil sedangkan kandungan vitamin B12 cukup tinggi.

    1. Mikroba yang berperan dalam proses fermentasi

  • 23

    Mikroba yang ditemukan pada produk akhir fermentasi dengan penambahan

    garam pada ikan terutama dari jenis Micrococci dan penurunan pada jumlah

    mikroba Flavobacterium, Achromobacter, Pseudomonas, Lactobacillus sp dan

    Sarcina yang semula banyak terdapat pada ikan. Mikroba yang dapat diisolasi dari

    terasi antara lain bakteri Micrococcus, Aerococcus, Corynebacterium,

    Flavobacterium, Cytophaga, Bacillus, Halobacterium dan Acinetobacter selain

    beberapa jenis kapang.

    2. Perubahan selama proses fermentasi

    Campuran garam, rebon dan bahan - bahan lainnya pada pembuatan terasi

    pada awalnya mempunyai nilai pH sekitar 6 dan selama proses fermentasi pH

    terasi yang terbentuk akan naik menjadi 6,5, akhir setelah terasi selesai terbentuk

    maka pH turun kembali menjadi 4,5. Apabila fermentasinya dibiarkan berlanjut

    maka akan terjadi peningkatan pH dan pembentukan amonia. Apabila garam yang

    digunakan selama fermentasi kurang ditambahkan maka campuran tersebut akan

    terus berlanjut dan akan terjadi pembusukan karena amonia yang terbentuk

    terdapat dalam jumlah yang besar. Hal itu dapat terjadi apabila pemberian garam

    kurang dari 10%.

    Selama proses fermentasi, protein terhidrolisis menjadi turunannya, seperti

    protease, pepton, peptida dan asam amino. Terasi yang mempunyai kadar air 26-

    42% adalah terasi yang baik, karena apabila kadar air terasi terlalu rendah, maka

    permukaan terasi akan diselimuti oleh kristal-kristal garam dan tekstur terasi

    menjadi tidak kenyal. Apabila kadar air terasi terlalu tinggi maka terasi akan

    menjadi terlalu lunak.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemeraman atau proses fermentasi

    ikan untuk terasi dapat menghasilkan aroma yang khas. Komponen aroma tersebut

    berupa senyawa yang mudah menguap terdiri atas 16 macam senyawa

    hidrokarbon, 7 macam alkohol, 46 macam karbonil, 7 macam lemak, 34 macam

    senyawa nitrogen, 15 macam senyawa belerang, dan senyawa-senyawa lainnya

    sebanyak 10 macam. Persenyawaan tersebut antara lain akan menghasilkan bau

    amonia, asam, busuk, gurih dan bau-bau khas lainnya. Adanya campuran

    komponen bau yang berbeda dengan jumlah yang berbeda pula akan

  • 24

    menyebabkan pasta ikan mempuyai bau/aroma yang khas pula menurut daerah

    asal dan proses pembuatannya.

    Komponen cita rasa yang terdapat pada terasi dapat dijabarkan sebagai

    berikut ini. Asam lemak yang bersifat volatil menyebabkan bau keasaaman,

    sedangkan amonia dan amin menyebabkan bau anyir beramonia. Senyawa

    belerang sederhana seperti sulfida, merkaptan dan disulfida menyebabkan bau

    yang merangsang pada terasi. Senyawa-senyawa karbonil besar sekali

    kemungkinannya dapat memberikan bau khusus yang terdapat pada hasil-hasil

    perairan yang diawetkan dengan cara pengeringan, penggaraman atau dengan cara

    fermentasi.

    Senyawa-senyawa volatil yang terdapat dalam terasi berasal dari lemak

    melalui proses oksidasi dan karena adanya aktivitas mikroba. Kandungan karbonil

    volatil merupakan kandungan senyawa volatil yang tersebar diantara komponen

    volatil lainnya. Senyawa tersebut merupakan senyawa yang sangat menentukan

    cita rasa dari terasi. Cita rasa yang ditimbulkan oleh senyawa karbonil selain dari

    hasil degradasi lemak juga dapat ditimbulkan dari reaksi pencoklatan/browning

    pada produk perikanan.

    2.2.3 Brem

    Proses fermentasi merupakan tahap terpenting dalam proses pembuatan

    brem. Proses fermentasi meliputi empat tahap penguraian. Tahap pertama,

    molekul - molekul pati akan dipecah menjadi dekstrin dan gula - gula sederhana.

    Proses ini merupakan hidrolisis enzimatis. Tahap kedua, gula yang terbentuk akan

    diolah menjadi alkohol. Tahap ketiga, alkohol kemudian diubah menjadi asam

    organik oleh bakteri Pediococcus dan Acetobacter melalui proses oksidasi

    alkohol. Tahap keempat, sebagian asam organik akan bereaksi dengan alkohol

    membentuk cita rasa yang khas, yaitu ester.

    1. Mikroba yang berperan dalam proses fermentasi

    Enzim yang mampu mengubah glukosa menjadi alkohol dan karbondioksida

    selama fermentasi adalah enzim zimase yang dihasilkan oleh khamir

    Saccharomyces cereviseae. Dalam proses fermentasi, selain alkohol, juga

  • 25

    terbentuk asam piruvat dan asam laktat. Asam piruvat adalah produk antara yang

    terbentuk pada hidrolisis gula menjadi etanol dan dapat diubah menjadi etanol

    atau asam laktat. Perubahan asam piruvat menjadi asam laktat oleh bakteri

    Pediococcus pentasaeus.

    Bahan baku yang sering digunakan dalam pembuatan brem adalah beras

    ketan (Oryza sativa var glutinosa), baik beras ketan putih maupun hitam. Jenis

    umbi-umbian jarang digunakan. Beras ketan merupakan beras dengan kadar

    amilopektin yang sangat tinggi, nasinya sangat mengilap, sangat lekat, dan

    kerapatan antarbutir nasi tinggi, sehingga volume nasinya sangat kecil. Rasio

    antara amilosa dan amilopektin dapat menentukan tekstur, pera, dan lengket atau

    tidaknya nasi.

    Semakin kecil kadar amilosa atau semakin tinggi amilopektin, semakin

    lengket nasinya. Sifat kelengketan beras ketan menentukan baik buruknya produk

    brem padat. Brem padat yang selama ini terdapat di pasaran adalah brem madiun

    dan brem wonogiri. Brem ini sangat populer karena rasanya yang cukup enak dan

    kepraktisan dalam penggunaannya. Sensasi brem akan muncul ketika makanan

    tersebut dimasukkan ke dalam mulut, langsung mencair dan lenyap, kemudian

    meninggalkan rasa semriwing di lidah.

    2. Perubahan selama proses fermentasi

    Brem cair merupakan minuman dengan rasa manis agak sedikit asam,

    berwarna merah, dengan kandungan alkohol 3-10 persen. Umumnya diproduksi

    dari hasil fermentasi beras ketan hitam (kadang-kadang juga beras ketan putih).

    Kadar alkohol dapat berubahubah selama penyimpanan. Kenaikan kadar alkohol

    terjadi akibat proses fermentasi yang terus berlangsung selama penyimpanan,

    sedangkan penurunannya karena proses esterifikasi, oksidasi, dan penguapan.

    Oksidasi alkohol disebabkan suasana aerobik yang terjadi selama waktu

    penyimpanan. Suasana aerobik tersebut biasanya diikuti oleh aktivitas bakteri

    asetat, sehingga terbentuk asam asetat, yang menjadikan rasa asam pada brem.

    Kalau pada waktu penyimpanan tidak ditutup akan menyebabkan alkohol

    menguap. Bau asam disebabkan terbentuknya ester etil asetat dari reaksi alkohol

    dengan asam asetat yang terbentuk oleh suasana aerob dan bakteri asetat.

  • 26

    Brem cair dibuat melalui proses fermentasi. Zat pati yang terdapat dalam

    bahan baku akan dihidrolisis menjadi glukosa oleh enzim amilase yang

    dikeluarkan oleh kapang tertentu yang terdapat dalam ragi tape. Selanjutnya

    glukosa tersebut akan diubah menjadi alkohol dalam proses fermentasi yang

    dilakukan oleh khamir yang terdapat dalam ragi tape.

    Tape ketan yang digunakan dalam pembuatan brem cair diletakkan pada

    wadah yang dirancang secara khusus pada bagian dasarnya, sehingga air tape

    yang dihasilkan dapat dikumpulkan. Air tape dihasilkan pada fermentasi hari ke-2

    hingga ke-4. Ampas tape yang tersisa digunakan sebagai bahan baku pembuatan

    makanan kecil.

    Air tape yang telah terkumpul kemudian didiamkan selama tujuh bulan.

    Selama kurun waktu tersebut, padatan yang terdapat dalam air tape akan

    mengendap, sehingga brem menjadi jernih. Cairan brem jernih kemudian dituang

    secara hati-hati ke dalam botol untuk dipasarkan.

    Modifikasi pembuatan brem bali dilakukan dengan mencampurkan daun

    kayu manis (Sauropus androgynus) dengan beras ketan selama proses

    pengukusan. Tujuan proses tersebut untuk menambah warna hijau dan agar

    diperoleh aroma produk yang harum.

    2.4 Kualitas dan Kandungan Gizi dari Produk Pangan setelah Fermentasi 2.4.1 Urutan

    Mikroorganisme memegang peranan penting dalam sanitasi pangan,

    terutama mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit, karena ia dapat

    dengan muda mengkontaminasi makanan. Sosis fermentasi tradisional Bali

    (Urutan) yang bermutu baik memiiki total asam 0.8 1.0 %, nilai pH 4.5 5.0,

    total BAL 107 - 108 koloni/g, tidak mengandung bakteri pathogen, warna merah

    muda, tekstur kompak dan cita rasa yang spesifik (Bacus, 1984)

    Kandungan BAL pada Urutan berariasi di antara produk yang diberi

    perlakuan yang berbeda. Hasil selengkapnya bisa dilihat pada tabel dibawah ini

    (Aryanta, 1996)

  • 27

    Tabel 2.2 Mikrobiologi Urutan

    Jenis Mikroba F1 (koloni/g) F2 (koloni/g) F3 (koloni/g0

    Total Mikroba 9.3 x 102 2.1 x 107 6.5 x 107

    Total BAL 4.1 x 104 1.6 x 107 6.2 x 103

    Coliform 9 - -

    Faecal coliform 3 - - (Sumber : http://repository.ipb.ac.id)

    Keterangan :

    F1 : Urutan yang dibuat dari campuran daging, lemak, garam dan rempah

    rempah (tanpa gula dan tanpa sodium nitrit)

    F2 : Urutan dari campuran daging, lemak, garam, rempah rempah dan gula

    (tanpa nitrit)

    F3 : Urutan dari campuran daging, lemak, garam, rempah rempah, gula

    dan sodium nitrit

    2.4.2 Terasi

    Hasil penguraian protein berupa peptone dan asam-asam amino. Proses

    fermentasi juga menghasilkan ammonia, yang mengakibatkan terasi mentah

    mempunyai aroma yang kurang sedap atau sangat tajam. Asam amino esensial

    tertinggi pada terasi adalah leusin, sedangkan yang nonesensial adalah asam

    amino glutamate. Tingginya tingkat asam glutamate inilah yang menyebabkan

    terasi cocok digunakan sebagai komponen bumbu bahkan dapat menggantikan

    vetsin.

    Saat fermentasi dapat menghasilkan aroma yang khas. Komponen aroma

    atau bau tersebut adalah senyawa yang menguap, terdiri dari 16 macam senyawa

    hidrokarbon, 7 macam alcohol, 46 macam karbonil, 7 macam lemak, 34 macam

    senyawa nitrogen, 15 macam senyawa belerang, serta 10 macam senyawa lainnya.

    Terasi yang baik adalah terasi yang berwarna gelap, tidak terlalu keras atau

    lembek, dengan kandungan protein antara 15 - 20 persen. Tidak disarankan untuk

    memilih terasi yang berwarna merah, karena warna merah dihasilkan dari bahan

  • 28

    campuran tekstil atau dikenal Rhodamin B. Tambahan Rhodamin B akan

    menyebabkan terasi tampak berwarna merah.

    Kandungan unsur gizi dalam proses 100 gram terasi adalah sebagai berikut :

    (Suprapti, 2002)

    Tabel 2.3 Kandungan unsur gizi pada terasi terfermentasi

    No. Nama Unsur Kadar Unsur

    1. Protein 30,0 gr

    2. Lemak 3,5 gr

    3. Karbohidrat 3,5 gr

    4. Mineral 23,0 gr

    5. Kalsium 100,0 mg

    6. Fosfor 250,0 mg

    7. Besi 3,1 mg

    8. Air 40,0 gr

    (Sumber : Suprapti, 2002)

    2.4.3 Brem

    Minuman beralkohol tinggi seperti brem tidak selalu identik dengan orang

    mabuk dan pelaku tindak kriminal. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa

    alkohol juga bermanfaat bagi kesehatan. Dr. Henk FJ. Hendriks dari TNO

    Nutrition and Food Research, Belanda, menyatakan konsumsi alkohol dalam

    ukuran rata-rata akan menaikkan kadar hormon, yang diyakini dapat membantu

    arteri darah. Banyak studi sebelumnya yang menunjukkan bahwa konsumsi

    alkohol dalam jumlah tertentu akan mengurangi risiko penyakit jantung.

    Konsumsi alkohol dalam takaran tertentu akan menurunkan risiko tersumbatnya

  • 29

    saluran arteri darah dari peradangan, pembekuan darah, dan sejumlah asam lain

    yang ada pada darah. Alkohol juga dapat meningkatkan dehydroepiandrosterone

    yang bermanfaat memperlancar aliran darah. Tingkat dehydroepiandrosterone di

    dalam tubuh seseorang biasanya terkait dengan faktor usia, yaitu menurun dengan

    bertambah tuanya usia.

    Penelitian Dr. Hendriks menunjukkan bahwa konsumsi alkohol selama tiga

    pekan oleh sembilan perempuan postmenopause yang tidak punya kebiasaan

    merokok ataupun mengonsumsi alkohol, dapat meningkatkan kadar DHEAS di

    dalam darah hingga 17 persen. Selain itu, tingkat kolesterol HDL (kolesterol balk)

    juga meningkat hingga 12 persen.

    Konsumsi alkohol yang tidak berlebihan juga berdampak positif terhadap

    bakteri dan virus. Riset ilmuwan dari Amerika Serikat, Dr. Nedo Belloc dan Dr.

    Lester Breslow, menunjukkan bahwa konsumsi alkohol dapat membunuh bakteri

    dan virus hingga 76 persen.

    Brem Bali baik bagi kesehatan terutama karena kalsium tinggi, sehingga

    brem Bali baik bagi peredaran darah. Selain itu dalam brem Bali juga terkandung

    gula murni. Perbandingan hasil alkohol dalam fermentasi 16 hari dari berbagai

    beras adalah :

    Tabel 2.4 Perbandingan % alkohol terhadap jenis beras

    No Jenis beras Persentase Alkohol

    1 beras ketan 12, 2 12,9%

    2 beras amilosa rendah (IR 24, IR 43) 12,4 12,6 %

    3 beras amiloas intermediet (IR 48, IR 64) 12,0 12,4%

    4 beras amilosa tinggi (IR 42, IR 62, IR 36) 10,6 11,6 %

    (Sumber : http://dodipratama.blogspot.com/2010/09/brem.html )

    Selain dari aspek kandungan gizi, guna meningkatkan mutu makanan brem

    Bali yang dihasilkan. Perlu diperhatikan aspek sanitasi, sebaiknya industri rumah

    tangga yang memproduksi Brem Bali menciptakan lingkungan yang bersih

    terhindar dari cemaran penyakit, dilakukan pengendalian dan pemberantasan

  • 30

    hama secara berkala, pemakaian alat pelindung diri saat pengolahan makanan

    seperti celemek, sarung tangan, penutup kepala, dan masker serta diperlukan juga

    pencatatan dan dokumentasi guna menelusuri masalah pada produk makanan

    tersebut.

  • 31

    BAB III

    PENUTUP

    3.1 Simpulan Adapun yang dapat disimpulkan dari pembuatan laporan penelitian ini

    adalah sebagai berikut :

    1. Fermentasi merupakan suatu cara untuk mengubah substrat menjadi produk

    tertentu yang dikehendaki dengan menggunakan bantuan mikroba. Proses

    bioteknologi fermentasi menyangkut hal hal seperti sifat fermentasi, desain

    bioreaktor, desain media dan inokulum

    2. Mikroba yang berperan pada proses fermentasi Urutan ada beberapa genus

    BAL, yaitu lactocecus, pediococcus, lactobacillus, leuconostoc dan

    bifidobacterium (Hayakawa, 1992). BAL mampu memproduksi senyawa

    senyawa penghambat pertumbuhan mikroba lain. Zat anti mikroba itu ialah

    asam laktat, asam asetat, H2O2, diasetil dan bakteriosin. Bakteri lain juga

    ditemukan selama proses fermentasi, seperti micrococcus auranticus yang

    mereduksi nitrat menjadi nitrit dalam waktu 24 jam pertama fermentasi diikuti

    pembentukan nitrosilmyogobloin. Tahap kedua lactobacillus merubah glukosa

    menjadi asam laktat, tetapi lebih lambat dari reduksi nitrat sehingga biasanya

    memerlukan waktu 3 hari untuk menurunkan pH dari pH awal 5.6 sampai 4.7.

    Pada tahap ketiga adalah pengurangan kadar air, lemak dan protein Urutan

    akan dipecah oleh beberapa jenis mikroba. Berat Urutan berkurang sekitar 20

    40 % dari berat awal, juaga akan terjadi perubahan rasa dan tekstur yang

    diharapkan.

    3. Mikroba yang ditemukan pada produk akhir fermentasi terasi dengan

    penambahan garam pada ikan terutama dari jenis Micrococci dan penurunan

    pada jumlah mikroba Flavobacterium, Achromobacter, Pseudomonas,

    Lactobacillus sp dan Sarcina yang semula banyak terdapat pada ikan. Mikroba

    yang dapat diisolasi dari terasi antara lain bakteri Micrococcus, Aerococcus,

    Corynebacterium, Flavobacterium, Cytophaga, Bacillus, Halobacterium dan

    Acinetobacter selain beberapa jenis kapang. Campuran garam, rebon dan bahan

  • 32

    - bahan lainnya pada pembuatan terasi pada awalnya mempunyai nilai pH

    sekitar 6 dan selama proses fermentasi pH terasi yang terbentuk akan naik

    menjadi 6,5, akhir setelah terasi selesai terbentuk maka pH turun kembali

    menjadi 4,5. Apabila fermentasinya dibiarkan berlanjut maka akan terjadi

    peningkatan pH dan pembentukan amonia. Apabila garam yang digunakan

    selama fermentasi kurang ditambahkan maka campuran tersebut akan terus

    berlanjut dan akan terjadi pembusukan karena amonia yang terbentuk terdapat

    dalam jumlah yang besar. Hal itu dapat terjadi apabila pemberian garam kurang

    dari 10%.

    4. Brem cair dibuat melalui proses fermentasi. Zat pati yang terdapat dalam bahan

    baku akan dihidrolisis menjadi glukosa oleh enzim amilase yang dikeluarkan

    oleh kapang tertentu yang terdapat dalam ragi tape. Selanjutnya glukosa

    tersebut akan diubah menjadi alkohol dalam proses fermentasi yang dilakukan

    oleh khamir yang terdapat dalam ragi tape.

    3.2 Saran Adapun yang dapat disarankan dari hasil pembuatan laporan penelitian ini

    adalah perlunya perhatian aspek sanitasi, sebaiknya industri rumah tangga yang

    memproduksi produk pangan tradisional terfermentasi Bali menciptakan

    lingkungan yang bersih terhindar dari cemaran penyakit, dilakukan pengendalian

    dan pemberantasan hama secara berkala, pemakaian alat pelindung diri saat

    pengolahan makanan seperti celemek, sarung tangan, penutup kepala, dan masker

    serta diperlukan juga pencatatan dan dokumentasi guna menelusuri masalah pada

    produk makanan tersebut.

  • 33

    DAFTAR PUSTAKA

    Aryanta, I W. R. 1980. Microbiological and Biochemical studies of Ragi and

    Brem (Rice Wine) of Indonesia. M.Sc Thesis University of Philippiness : Los

    Banos, Philippines

    Aryanta, I W. R. 1989. Microbiology and Biochemistry of Fermented Fish

    Sausage. Ph. D Thesis, University of New South Wales, Australias : Wales

    Australia

    Aryanta, I W. R. 1991. Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Perubahan

    Mikrobiologis, Biokimiawi dan Nilai Organolepik Urutan selama Fermentasi.

    Pertemuan Tahunan PERMI, tanggal 2- 3 Desember 1991 : Bogor

    Aryanta, I W. R. 1992. Pengaruh Konsentrasi Gula Terhadap Mutu Sosis

    Terfermentasi Alamiah. Laporan Penelitian Universitas Udayana Denpasar ;

    Denpasar, Bali

    Arnyanta, I W. R. 1996. Karakteristik Sosis Terfermentasi Tradisional Bali.

    Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Udayana Denpasar : Denpasar

    Aryanta, I W. R.2013. Mikrobiologi Pangan dan Pakan. Udayana University

    Press : Denpasar Bali

    Bacus, J.N dan WL Brown. 1985. The Lactobacili. CRC Press Inc : Boca Raton

    Florida

    Buchanan, R.E dan N.E Gibbons. 1974. Bergey Manual of Determinative

    Baacteriology 8 th edition. The William and Wlkins Co : Baltimore

  • 34

    De Vuyst, L dan E.J Vandamme. 1994. Antimicrobial Potential of Lucid Acid

    Bacteria. Blackie Academic and Profesional : London

    Hayakawa, K. 1992. Classification and Action of Food Microorganism. Elsevier

    Apllied Science : New York

    Rahayu, W.P.S, Maoen, Suliantari dan S. Fardiaz. 1992. Teknologi Fermentasi

    Produk Perikanan. PAU Pangan dan Gizi IPB : Bogor

    Sudardika, K. dan Aryanta I W. R. 1991 Isolasi Staphylococcus Aureus dari

    Terasi yang Dijual di Beberapa Pasar di Denpasar. Laporan Penelitian,

    Universitas Udayana Denpasar ; Denpasar, Bali

    Suprapti., M.L, 2002. Membuat Terasi. Kanisius : Yogyakarta.

    Waites, M.J., Morgan, N.L., Rockey, J.S., and Gary Higton (2001). Industrial

    Microbiology: An Introduction. USA: Blackwell science.

    http://forum.kompas.com/teras/246259-mengenal-brem-bali-minuman-selamat-

    datang-yang-eksotis.html (diakses tanggal 17 Oktober 2014)

    http://traditionalcuisine.unud.ac.id/ind/wp-content/uploads/2009/02/urutan.pdf

    (diakses tanggal 17 Oktober 2014)

    http://nibras-satrio.blogspot.com/2013/07/cara-membuat-terasi.html (diakses

    tanggal 17 Oktober 2014)

    http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/BioTekFermentasi05.pdf (diakses

    tanggal 29 Oktober 2014)