ASMA FIX

31
LAPORAN KELOMPOK PROJECT BASED LEARNING (ASTHMA) Disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah Fundamental ofphysiology and nursing care of respiratory system Nama Kelompok Masita Widiyani 115070201131006 I Ketut Yoga Sedana 115070201131008 Adinda Mawada Rahma 115070201131007 Feby Fitri Amali 115070200131009 Isti O. Kebakole 115070200131008 Feronicha G. Maharani 115070201131012 Siti Sulaicha 115070213131013 Kartika Puspa Ayu P. 115070200131013 Niswahrobiatul Muamaroh 115070201131002 Seli elfianah 115070207131018

description

lp asma

Transcript of ASMA FIX

Page 1: ASMA FIX

LAPORAN KELOMPOK PROJECT BASED LEARNING (ASTHMA)

Disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah Fundamental ofphysiology and nursing care of respiratory system

Nama Kelompok

Masita Widiyani 115070201131006I Ketut Yoga Sedana 115070201131008Adinda Mawada Rahma 115070201131007Feby Fitri Amali 115070200131009Isti O. Kebakole 115070200131008Feronicha G. Maharani 115070201131012Siti Sulaicha 115070213131013Kartika Puspa Ayu P. 115070200131013Niswahrobiatul Muamaroh 115070201131002Seli elfianah 115070207131018

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG2013

Page 2: ASMA FIX

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Asma merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, baik di Negara maju

maupun di negara-negara sedang berkembang.

Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan berbagai

sel imun terutama sel mast, eosinofil, limposit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel, serta

meningkatnya respon saluran napas (hipereaktivitas bronkus) terhadap berbagai

stimulant. Inflamasi kronik ini akan menyebabkan penyempitan (obstruksi) saluran napas

yang reversible, membaik secara spontan dengan atau tanpa pengobatan. Gejala yang

timbul dapat berupa batuk, sesak nafas dan mengi.

Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat

bersifat menetap dan menggaggu aktivitas bahkan kegiatan harian sehigga menurunkan

kualitas hidup, salah satu faktor pencetus serangan asma adalah kondisi psikologis klien

yang tidak stabil termasuk di dalamnya cemas.

Hal ini sering diabaikan oleh klien sehingga frekwensi kekambuhan menjadi lebih

sering dan klien jatuh pada keadaan yang lebih buruk, kondisi ini merupakan suatu rantai

yang sulit ditentukan mana yang menjadi penyebab dan mana yang merupakan akibat.

Menurut GINA (Global Initiative For Asthma) 2006, Asma didefinisikan sebagai

gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak sel yang berperan, inflamasi

kronik ini menyebabkan episode mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan

batuk, terutama pada malam atau dini hari.

Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang luas

namun bervariasi, biasanya bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan

pengobatan.

Penduduk Indonesia menderita asma. Berdasarkan laporan Heru Sundaru

(Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM), prevalensi asma di Bandung (5,2%),

Semarang (5,5%), Denpasar (4,3%) dan Jakarta (7,5%). Secara nasional, 10

kabupaten/kota dengan prevalensi penyakit Asma tertinggi di Indonesia adalah Aceh

Page 3: ASMA FIX

Barat (13,6%), Buol (13,5%), Pohuwato (13,0%), Sumba Barat (11,5%), Boalemo

(11,0%), Sorong Selatan (10,6%), Kaimana (10,5%), Tana Toraja (9,5%), Banjar (9,2%),

dan Manggarai (9,2%). Sedangkan 10 kabupaten/kota dengan prevalensi Penyakit Asma

terendah adalah Yakuhimo (0,2%), Langkat (0,5%), Lampung Tengah (),5%), Tapanuli

Selatan (0,6%), Lampung Utara (0,6%), Kediri (0,6%), Soppeng (0,6%), Karo (0,7%),

Serdang Bedagai (0,7%), dan Kota Binjai (0,7%).

II. Batasan Topik

1. Mahasiswa mampu penjelaskan definisi dan klasifikasi asma

2. Mahasiswa mampu penjelaskan etiologi asma

3. Mahasiswa mampu penjelaskan faktor resiko asma

4. Mahasiswa mampu penjelaskan epidemiologi asma

5. Mahasiswa mampu penjelaskan patofisiologi asma

6. Mahasiswa mampu penjelaskan tanda dan gejala asma

7. Mahasiswa mampu penjelaskan pemeriksaan diagnostik asma

8. Mahasiswa mampu penjelaskan penatalaksanaan asma

9. Mahasiswa mampu penjelaskan pencegahan asma

10. Mahasiswa mampu penjelaskan komplikasi asma

Page 4: ASMA FIX

PEMBAHASAN

I. Definisi Asma

Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan

hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan gejala episodik berupa batuk,

sesak napas, mengi, dan rasa berat di dada terutama pada malam hari atau dini hari, yang

umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan (Somantri, 2007).

Asma merupakan penyakit pernapasan obstruktif ditandai dengan inflamasi saluran

napas dan spasme akut otot polos bronkiolus yang menyebabkan produksi mukus

berlebihan dan menumpuk, penyumbatan aliran udara, dan penurunan ventilasi alveolus

(Corwin, 2009).

Menurut GINA (Global Initiative For Asthma) tahun 2002, batasan asma

menggambarkan konsep inflamasi sebagai dasar mekanismenya. Asma didefinisikan

sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak sel yang berperan,

khususnya sel eosinofil dan limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi ini menyebabkan

episode mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk, terutama pada malam

atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang luas

namun bervariasi, biasanya bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan

pengobatan.

Berdasarkan penyebabnya, asthma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,

yaitu :

1. Ekstrinsik (alergik)

Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang

spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan

spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik

terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang

disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asthma ekstrinsik.

Page 5: ASMA FIX

2. Intrinsik (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak

spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya

infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering

sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan

emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.

3. Asthma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk

alergik dan non-alergik.

Berdasarkan Frekuensi serangannya , asma dapat dibagi menjadi 4 tipe, yaitu :

1. Asma Intermiten (asma jarang)

a. Gejala < 1 kali seminggu

b. Gejala asma malam < 2 kali sebulan

c. Serangan singkat tidak mengganggu aktivitas

a. Nilai VEP1 atau APE ≥ 80% nilai prediksi

b. Variabiliti 20%

2. Asma Mild Persistent (Persisten Ringan)

a. Gejala ≥ 1 kali serangan tapi < 1 kali sehari

b. Eksaserbasi dapat mengganggu aktivitas dan tidur

c. Gejala asma malam > 2 kali sebulan

d. Nilai APE / VEP1 > 80% nilai prediksi

e. Variabiliti 20% - 30%

3. Asma Moderate Persistent (Persisten Sedang)

a. Gejala setiap hari

b. Gejala asma malam > 1 kali seminggu

c. Eksaserbasi mengganggu aktiviti dan tidur

d. Nilai VEP1 atau APE ≥ 60% tetapi ≤ 80% nilai prediksi

e. Variabiliti > 30%

Page 6: ASMA FIX

4. Asma Severe Persistent (Persisten Berat)

a. Gejala berkepanjangan, setiap hari, dan terus menerus

b. Eksaserbasi sering

c. Gejala asma pada malam setiap hari

d. Aktiviti fisik terbatas

e. Nilai APE / VEP1 ≤ 60% nilai prediksi

f. Variabiliti > 30%

Berdasarkan klasifikasi GINA (2006), asma dapat dibagi menjadi 3 tipe, yaitu :

1. Asma Terkontrol Total Bila semua kriteria asma terkontrol terpenuhi

2. Asma Terkontrol Sebagian Bila > 3 kriteria asma terkontrol dipenuhi

3. Asma Tidak Terkontrol Bila kriteria asma terkontrol yang dicapai < 3 buah

Dengan Kriteria Asma Terkontrol :

a. Tidak ada gejala asma/ minimal

b. Tidak ada gejala asma malam

c. Tidak ada keterbatasan aktiviti

d. Faal paru normal atau mendekati normal

e. Nilai APE/VEP1 normal

f. Pemakaian obat pelega napas minimal atau tidak ada

g. Tidak ada kunjungan ke Unit Gawat Darurat

II. Etiologi Asma

Sampai saat ini penyebab penyakit asma belum diketahui secara pasti meski telah

banyak penelitian oleh para ahli. Teori atau hypotesis mengenai penyebab seseorang

mengidap asma belum disepakati oleh para ahli didunia kesehatan. Namun demikian

yang dapat disimpulkan adalah bahwa pada penderita asma saluran pernapasannya

memiliki sifat yang khas yaitu sangat peka terhadap berbagai rangsangan (bronchial

hyperreactivity = hipereaktivitas saluran napas) seperti polusi udara (asap, debu, zat

kimia), serbuk sari, udara dingin, makanan, hewan berbulu, tekanan jiwa, bau/aroma

menyengat (misalnya;parfum) dan olahraga.Selain itu terjadinya serangan asma sebagai

Page 7: ASMA FIX

akibat dampak penderita mengalami infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) baik flu

ataupun sinisitis. Serangan penyakit asma juga bisa dialami oleh beberapa wanita dimasa

siklus menstruasi, hal ini sangat jarang sekali. Angka peningkatan penderita asma

dikaitkan dengan adanya faktor resiko yang mendukung seseorang menderita penyakit

asma, misalnya faktor keturunan. Jika seorang ibu atau ayah menderita penyakit asma,

maka kemungkinan besar adanya penderita asma dalam anggota keluarga tersebut.

Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang disebabkan oleh :

a. Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas.

b. Pembengkakan membran bronkus.

c. Terisinya bronkus oleh mukus yang kental.

III. Faktor Resiko Asma

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya

serangan asma bronkhial:

1. Faktor presipitasi

a. Alergen

Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

Inhalan: yang masuk melalui saluran pernapasan, contohnya: debu, bulu

binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.

Ingestan: yang masuk melalui mulut, contohnya: makanan dan obat-

obatan.

Kontaktan: yang masuk melalui kontak dengan kulit, contohnya perhiasan,

logam dan jam tangan.

b. Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.

Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya

serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim,

seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan

dengan arah angin serbuk bunga dan debu.

c. Stress

Page 8: ASMA FIX

Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga

bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma

yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami

stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah

pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum

bisa diobati.

d. Lingkungan kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal

ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di

laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini

membaik pada waktu libur atau cuti.

e. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan

aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah

menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi

segera setelah selesai aktifitas tersebut.

2. Faktor predisposisi

Genetik

Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui

bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alerg

biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena

adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma

bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas

saluran pernafasannya juga bisa diturunkan (Tanjung, 2003).

IV. Epidemiologi Asma

Asma dapat timbul pada segala umur, dimana 30% penderita mempunyai gejala

pada umur 1 tahun, sedangkan 80-90% anak yang menderita asma gejala pertamanya

muncul sebelum umur 4-5 tahun. Sebagian besar anak yang terkena kadang-kadang

hanya mendapat serangan ringan sampai sedang, yang relative muda ditangani.

Sebagian kecil mengalami asma berat yang berlarut-larut, biasanya lebih banyak yang

Page 9: ASMA FIX

terus menerus dari pada yang musiman. Hal tersebut yang menjadikan tidak mampu

dan mengganggu kehadiranya disekolah, aktivitas bermain, dan fungsi dari hari ke

hari (Sundaru, 2006).

Di Australia prevelensi asma usia 8-11 tahun pada 1982 sebesar 12,9% meningkat

menjadi 29,7% pada tahun 1992. Penelitian di Indonesia memberikan hasil yang

bervariasi antara 3-8%, penelitian di Manado, Palembang, Ujung Pandang, dan

Yogyakarta memberikan angka berturut-turut 7,99%, 8,08%, 17% dan 4,8%.

Penelitian epidemiologi asma juga dilakukan pada SLTP di beberapa tempat di

Indonesia, antara lain: Palembang, dimana prevelensi asma sebesar 7,4%, Jakarta

prevalensi asma sebesar 6,7%. Belum dapat disimpulkan kecenderungan perubahan

prevalensi berdasarkan bertambahnya usia karena sedikitnya penelitian dengan

sasaran siswa SLTP, namun tampak terjadinya penurunan (outgrow) prevelensi asma

sebanding dengan bertambahnya usia terutama setelah usia 10 tahun. Hal ini yang

menyebabkan prevalensi asma pada dewasa lebih rendah jika dibandingkan dengan

angka kejadian asma pada anak (Manfaati, 2004).

V. Phatofisiologi Asma

Page 10: ASMA FIX

Hipoksia

Gagagl nafas

Kematian

Gangguan pertukaran gas

Defisiensi Pengetahuan

Page 11: ASMA FIX

VI. Tanda Dan Gejala Asma

Gejala dan tanda klinis sangat dipengaruhi oleh berat ringannya asma yang diderita.

Gejala dan tanda tersebut antara lain:

i. Batuk

ii. Nafas sesak (dispnea) terlebih pada saat mengeluarkan nafas (ekspirasi)

iii. Wheezing (mengi)

iv. Nafas dangkal dan cepat

v. Ronkhi

vi. Retraksi dinding dada

vii. Pernafasan cuping hidung (menunjukkan telah digunakannya semua otot-otot

bantu pernafasan dalam usaha mengatasi sesak yang terjadi)

Gejala klasik dari asma adalah sesak nafas, mengi (wheezing), batuk, dan pada

sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala bersifat paroksismal, yaitu

membaik pada siang hari dan memburuk pda malam hari.

Pada serangan asma yang lebih berat, gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara

lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hiperinflasi dada, takikardi dan pernafasan

cepat dangkal.

Gejala pada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :

1. Tingkat I :

a. Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.

b. Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test

provokasi bronkial di laboratorium.

2. Tingkat II :

a. Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan

adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.

b. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.

3. Tingkat III :

a. Tanpa keluhan.

b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.

Page 12: ASMA FIX

c. Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang

kembali.

4. Tingkat IV :

a. Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.

b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.

5. Tingkat V :

a. Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma

akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim

dipakai.

b. Status asmatikus merupakan keadaaan asma gawat dan kontinyu yang tidak

berespon terhadap terapi konvensional. Serangan ini dapat berlangsung lebih

dari 24 jam.

VII. Pemeriksaan Diagnostik

1. Spirometri

Spirometri adalah mesin yang dapat mengukur kapasitas vital paksa (KVP)

dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1). Untuk menunjukkan adanya

obstruksi jalan nafas reversibel, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis

asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan

spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol

(inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Pemeriksaan spirometri tidak saja

penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat

obstruksi dan efek pengobatan. Hasil pemeriksaan spirometri pada penderita

asma:

a. Volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (FEV1) menurun

b. Kapasitas vital paksa (FVC)menurun

c. Perbandingan antara FEV1 dan FEC menurun. Hal ini disebabkan karena

penurunan FEV1 lebih besar dibandingkan penurunan FVC

d. Volume residu (RV) meningkat

e. Kapasital fungsional residual (FRC) meningkat

Page 13: ASMA FIX

Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai

yang diperiksa. Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai VEP1 < 80% nilai

prediksi atau rasio VEP1/KVP < 75%.

Gambar 1: Spirometer

2. Peak Expiratory Flow Meter (PEF Meter)

Alat ini adalah alat yang paling sederhana untuk memeriksa gangguan

sumbatan jalan napas, yang relatif sangat murah, mudah dibawa. Dengan PEF

meter fungsi paru yang dapat diukur adalah arus puncak ekspirasi (APE).

Penuntun meteran dikembalikan ke posisi angka 0. Pasien diminta untuk

menghirup napas dalam, kemudian diinstruksikan untuk menghembuskan napas

dengan sangat keras dan cepat ke bagian mulut alat tersebut, sehingga penuntun

meteran akan bergeser ke angka tertentu. Angka tersebut adalah nilai APE yang

dinyatakan dalam liter/menit. Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai APE <

80%.

3. Pemeriksaan sputum

Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:

a. Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal

eosinopil.

Page 14: ASMA FIX

b. Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang

bronkus.

c. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.

d. Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid

dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.

4. Pemeriksaan darah

a. Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi

hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.

b. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.

c. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana

menandakan terdapatnya suatu infeksi.

d. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada

waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.

5. Pemeriksaan radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu

serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen

yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang

menurun.

6. Pemeriksaan IgE

Uji tusuk kulit skin prick test untuk menunjukkan adanya antibody IgE

spesifik pada kulit. Uji tersebut menyokong anamnesis dan mencari faktor

pencetus. Uji allergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab asma.

Pemeriksaan darah IgE atopi dilakukan dengan cara radioallegensorbent test

(RAST) bila hasil uji tusuk kulit tidak dapat dilakukan.

VIII. Penatalaksanaan Medis Asma

Tujuan terapi asma adalah :

a. Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma

b. Mencegah kekambuhan

c. Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta mempertahankannya

Page 15: ASMA FIX

d. Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal termasuk melakukan

exercise

e. Menghindari efek samping obat

f. Mencegah obstruksi jalan napas yang irreversible

g. Mencegah kematian karena asma

h. Khusus anak, untuk mempertahakan potensi sesuai tumbuh kembangnya

(Mansjoer, 2002; Kepmenkes, 2009)

Penatalaksanaan medis untuk asma dibagi menjadi dua, yaitu (Muttaqin, 2008;

Kepmenkes 2009) :

1. Pengobatan Nonfarmakologi

a. Memberikan penyuluhan

b. Menghindari faktor pencetus

c. Pemberian cairan

d. Fisiotherapy

e. Beri O2 bila perlu

2. Pengobatan Farmakologi

Obat-obat pengontrol adalah obat-obat yang diberikan tiap hari untuk

jangka lama untuk mengontrol asma persisten.Dewasa ini pengontrol yang paling

efektif adalah kortikosteroid inhalasi. Obat-obat pelega adalah yang bekerja cepat

untuk menghilangkan konstriksi bronkus beserta keluhan-keluhan yang

menyertainya.

Selain pengobatan jangkah panjang, terdapat pula pengobatan ekserbasi

(serangan asma). Eksaserbasi (serangan ) asma adalah memburuknya gejala asma

secara cepat berupa bertambahnya sesak nafas, batuk mengi atau berat di dada

atau kombinasi dari gejala–gejala ini. Pengobatan Eksaserbasi pada penderita

asma dapat dilakukan dengan pengobatan-pengobatan berikut:

a. Pengobatan di Rumah

i. Bronkodilator

Untuk serangan ringan dan sedang :

Inhalasi agonis beta 2 aksi singkat 2 – 4 semprot tiap 20 menit dalam

satu jam pertama .

Page 16: ASMA FIX

Sebagai alternatif :

Inhalasi antikolinergik ( Ipratropium Bromida ) , agonis beta 2 oral

atau teofilin aksi singkat . Teofilin jangan dipakai sebagai pelega , jika

penderita sudah memakai teofilin lepas lambat sebagai pengontrol .

Dosis agonis beta 2 aksi singkat dapat ditingkatkan sampai 4 – 10

semprot .

ii. Kortikosteroid :

Jika respon terhadap agonis beta 2 tidak segera terlihat atau tidak

bertahan ( umpamanya APE lebih dari 80 % perkiraan / nilai terbaik

pribadi ) setelah 1 jam, tambahkan kortikosteroid oral a.l prednisolon 0,5 –

1 mg/ kg BB. Dibutuhkan beberapa hari sampai keluhan menghilang dan

fungsi paru kembali mendekati normal . Untuk itu pengobatan serangan

ini tetap dipertahankan di rumah.

b. Pengobatan di Rumah Sakit

Pemberian oksigen: Oksigen diberikan 4-6 L/menit untuk mendapatkan

saturasi O2 90% atau lebih.

i. Agonis beta-2:

Agonis beta-2 aksi singkat biasanya diberikan secara nebulasi setiap 20

menit selama satu jam pertama (salbutamol 5 mg atau fenoterol 2,5 mg,

tarbutalin 10 mg). Nebulasi bisa dengan oksigen atau udara. Pemberian

secara parenteral agonis beta-2 dapat dilakukan bila pemberian secara

nebulasi tidak memberikan hasil. Pemberian bisa secara intramuskuler,

subkutan atau intravena.

ii. Adrenalin (epinefrin )

Obat ini dapat diberikan secara intramuskuler atau subkutan bila:

Agonis beta 2 tidak tersedia

Tidak ada respon terhadap agonis beta 2 inhalasi.

iii. Bronkodilator tambahan:

Kombinasi agonis beta-2 dengan antikolinergik (Ipratropium Bromida)

memberikan efek bronkodilator yang lebih baik dari pada diberikan

sendirisendiri. Obat ini diberikan sebelum mempertimbangkan aminofilin.

Page 17: ASMA FIX

Mengenai aminofilin dalam mengatasi serangan ini masih ada kontroversi.

Walaupun ada manfaatnya, akan tetapi aminofilin intravena tidak

dianjurkan dalam 4 jam pertama pada penanganan serangan asma.

Aminofilin intravena dengan dosis 6 mg per kgBB diberikan secara pelan

( dalam 10 menit ) diberikan pada penderita asma akut berat yang perlu

perawatan dirumah sakit, bila penderita tidak mendapat teofilin dalam 48

jam sebelumnya.

iv. Kortikosteroid:

Kortikosteroid sistemik dapat mempercepat penyembuhan serangan yang

refrakter terhadap obat bronkodilator. Pemberian secara oral sama

efektifnya dengan intra vena dan lebih disukai karena lebih gampang dan

lebih murah. Kortikosteroid baru memberikan efek minimal setelah 4 jam.

Kortikosteroid diberikan bila:

Serangan sedang dan berat.

Inhalasi agonis beta-2 tidak memperlihatkan perbaikan atau:

Serangan timbul walaupun penderita telah mendapat kortikosteroid

oral jangka panjang.

c. Pengobatan farmakologik :

i. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin).

Nama obat :

Orsiprenalin (Alupent)

Fenoterol (berotec)

Terbutalin (bricasma)

Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet,

sirup,suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered

dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup

(Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator

(Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah

menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya

dihirup.

ii. Santin (teofilin)

Page 18: ASMA FIX

Nama obat :

Aminofilin (Amicam supp)

Aminofilin (Euphilin Retard)

Teofilin (Amilex)

Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi

cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan

efeknya saling memperkuat.

Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada

serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke

pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau

sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita

yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat

ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya

dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita

karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau

lambungnya kering).

iii. Kromalin

Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah

serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama

anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma

yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.

iv. Ketolifen

Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin.

Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat

ini adalah dapat diberika secara oral.

IX. Pencegahan Asma

Menghindari allergen

Menghindari polusi udara terutama rokok baik pasif maupun aktif 

Menghindari obat obatan tertentu aspirin dan anti inflamasi non steroid

dapat menimbulkan eksaserbasiasma (Syaifuddin, 2006)

Page 19: ASMA FIX

X. Komplikasi Asma

Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2008) yang mungkin timbul adalah :

1) Pneumothoraks

Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang dicurigai bila

terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps paru yang

lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan napas.

2) Pneumomediastinum

Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga dikenal sebagai emfisema

mediastinum adalah suatu kondisi dimana udara hadir di mediastinum. Pertama

dijelaskan pada 1819 oleh Rene Laennec, kondisi ini dapat disebabkan oleh trauma fisik

atau situasi lain yang mengarah ke udara keluar dari paru-paru, saluran udara atau usus ke

dalam rongga dada

3) Atelektasis

Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan

saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.

4) Aspergilosis

Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh jamur dan tersifat

oleh adanya gangguan pernapasan yang berat. Penyakit ini juga dapat menimbulkan lesi

pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan mata. Istilah Aspergilosis dipakai

untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp.

5) Gagal napas

Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap karbodioksida dalam paru-paru

tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam

sel-sel tubuh.

6) Bronkhitis

Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam dari

saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronkhiolis) mengalami bengkak. Selain

bengkak juga terjadi peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa

perlu batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau

merasa sulit bernapas karena sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya lendir.

Page 20: ASMA FIX

RINGKASAN

Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas

bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan gejala episodik berupa batuk, sesak napas, mengi,

dan rasa berat di dada terutama pada malam hari atau dini hari, yang umumnya bersifat

reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan.Penyakit pernapasan obstruktif ditandai dengan

inflamasi saluran napas dan spasme akut otot polos bronkiolus yang menyebabkan produksi

mukus berlebihan dan menumpuk, penyumbatan aliran udara, dan penurunan ventilasi alveolus.

Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang disebabkan oleh kontraksi otot di

sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas, pembengkakan membran bronkus,

terisinya bronkus oleh mukus yang kental. Timbulnya serangan asma bronchial berupa faktor

presipitasi (Alergen, perubahan cuaca, stress, lingkungan kerja, olah raga/ aktifitas jasmani yang

berat) dan faktor predisposisi (Genetik).

Penelitian di Indonesia memberikan hasil yang bervariasi antara 3-8%, penelitian di

Manado, Palembang, Ujung Pandang, dan Yogyakarta memberikan angka berturut-turut 7,99%,

8,08%, 17% dan 4,8%. Penatalaksanaan medis asma berupa pengobatan nonfarmakologi seperti

memberikan penyuluhan, menghindari faktor pencetus, pemberian cairan, fisiotherapy dan beri

O2 bila perlu. Pengobatan Eksaserbasi pada penderita asma dapat dilakukan dengan pengobatan-

pengobatan. Pencegahan Asma, bisa dengan enghindari allergen, menghindari polusi udara

terutama rokok baik pasif maupun aktif  dan menghindari obat obatan tertentu aspirin dan anti

inflamasi non steroid dapat menimbulkan eksaserbasiasma. Berbagai komplikasi) yang mungkin

timbul seperti pneumothoraks, pneumomediastinum, atelektasis, aspergilosis, gagal napas dan

bronchitis.

Page 21: ASMA FIX

DAFTAR PUSTAKA

Muchid, dkk. 2007. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma. Direktorat Bina Farmasi

Komunitas Dan Klinik Depkes RI

http://125.160.76.194/bidang/yanmed/farmasi/Pharmaceutical/ASMA.pdf

Tanjung, Dudut. 2003. Asuhan Keperawatan Asma Bronkial. USU digital library:

http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-dudut2.pdf

Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi Revisi 3. Jakarta: EGC

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem

Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan Dengan

Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika

Sylvia, A. Dan L. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit.

Jakarta: EGC

Rengganis, Iris. 2008. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkhial. Majalah Kedokteran

Indonesia, Vol: 58 No: 11

Baratawidjaja, K. 1990. Asma Bronchiale, dikutip dari Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FK

UI.

Brunner & Suddart 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta : AGC.

Crockett, A. 1997. Penanganan Asma dalam Penyakit Primer. Jakarta : Hipocrates.

Crompton, G. 1980. Diagnosis and Management of Respiratory Disease. Blacwell Scientific

Publication.

Price, S & Wilson, L. M. 1995. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.

Jakarta : EGC.

Pullen, R. L. 1995. Pulmonary Diseases. Philadelpia : Lea & Febiger.

Rab, T. 1996. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Hipokrates.

Rab, T. 1998. Agenda Gawat Darurat. Jakarta : Hipokrates.