Askphypofise Dan Tyroid

44
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN KELENJAR HIPOFISE Penyakit hipofise adalah penyakit yang tidak umum terjadi, namun dapat timbul sebagai kondisi hiperfungsi hipofise, hipofungsi hipofise, dan lesi/massa setempat yang menyebabkan tekanan pada khiasma optikus atau bagian basal otak. A. Tinjauan Gangguan Hipofise I. Hiperfungsi Kelenjar Hipofise Sering disebut juga hiperpituitarisme yaitu suatu kondisi patologis yang terjadi akibat tumor atau hiperplasi hipofise sehingga menyebabkan peningkatan sekresi salah satu hormon hipofise atau lebih. PATOFISIOLOGI Hiperfungsi hipofise dapat terjadi dalam beberapa bentuk bergantung pada sel mana dari kelima sel-sel hipofise yang mengalami hiperfungsi. Kelenjar biasanya mengalami pembesaran, disebut adenoma makroskopik bila diameternya lebih dari 10 mm atau adenoma mikroskopik bila diameternya kurang dari 10 mm, yang terdiri atas satu jenis sel atau beberapa jenis sel. Kebanyakan adalah tumor yang terdiri atas sel-sel laktotropik (juga dikenal sebagai prolaktinomas). Tumor yang kurang umum terjadi adalah adenoma somatotropik dan kortikotropik. Tumor yang terdiri atas sel-sel pensekresi TSH-, LH,- atau FSH,- sangat jarang terjadi. Prolaktinoma (adenoma laktotropik) biasanya adalah tumor kecil, jinak, yang terdiri atas sel-sel pensekresi prolaktin. Gejala yang khas pada kondisi ini sangat jelas pada wanita usia reproduktif dan dimana terjadi (tidak menstruasi, yang bersifat primer dan sekunder), galaktorea (sekresi ASI spontan yang tidak ada hubungannya dengan kehamilan), dan infertilitas. Adenoma somatotropik terdiri atas sel-sel yang mensekresi hormon pertumbuhan. Gejala klinik hipersekresi hormon pertumbuhan bergantung pada usia klien saat terjadi kondisi ini. Misalnya saja pada klien prepubertas, dimana lempeng epifise tulang panjang belum menutup, mengakibatkan pertumbuhan tulang-tulang memanjang sehingga mengakibatkan gigantisme. Pada klien postpubertas, adenoma somatotropik mengakibatkan akromegali, yang ditandai dengan perbesaran ekstremitas

description

askep hypofise dan thyroid

Transcript of Askphypofise Dan Tyroid

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN

GANGGUAN KELENJAR HIPOFISEPenyakit hipofise adalah penyakit yang tidak umum terjadi, namun dapat timbul sebagai kondisi hiperfungsi hipofise, hipofungsi hipofise, dan lesi/massa setempat yang menyebabkan tekanan pada khiasma optikus atau bagian basal otak.

A. Tinjauan Gangguan Hipofise

I. Hiperfungsi Kelenjar Hipofise

Sering disebut juga hiperpituitarisme yaitu suatu kondisi patologis yang terjadi akibat tumor atau hiperplasi hipofise sehingga menyebabkan peningkatan sekresi salah satu hormon hipofise atau lebih.

PATOFISIOLOGI

Hiperfungsi hipofise dapat terjadi dalam beberapa bentuk bergantung pada sel mana dari kelima sel-sel hipofise yang mengalami hiperfungsi. Kelenjar biasanya mengalami pembesaran, disebut adenoma makroskopik bila diameternya lebih dari 10 mm atau adenoma mikroskopik bila diameternya kurang dari 10 mm, yang terdiri atas satu jenis sel atau beberapa jenis sel. Kebanyakan adalah tumor yang terdiri atas sel-sel laktotropik (juga dikenal sebagai prolaktinomas). Tumor yang kurang umum terjadi adalah adenoma somatotropik dan kortikotropik. Tumor yang terdiri atas sel-sel pensekresi TSH-, LH,- atau FSH,- sangat jarang terjadi.

Prolaktinoma (adenoma laktotropik) biasanya adalah tumor kecil, jinak, yang terdiri atas sel-sel pensekresi prolaktin. Gejala yang khas pada kondisi ini sangat jelas pada wanita usia reproduktif dan dimana terjadi (tidak menstruasi, yang bersifat primer dan sekunder), galaktorea (sekresi ASI spontan yang tidak ada hubungannya dengan kehamilan), dan infertilitas.

Adenoma somatotropik terdiri atas sel-sel yang mensekresi hormon pertumbuhan. Gejala klinik hipersekresi hormon pertumbuhan bergantung pada usia klien saat terjadi kondisi ini. Misalnya saja pada klien prepubertas, dimana lempeng epifise tulang panjang belum menutup, mengakibatkan pertumbuhan tulang-tulang memanjang sehingga mengakibatkan gigantisme. Pada klien postpubertas, adenoma somatotropik mengakibatkan akromegali, yang ditandai dengan perbesaran ekstremitas (jari, tangan, kaki), lidah, rahang, dan hidung. Organ-organ dalam juga turut membesar (mis, kardiomegali).

Kelebihan hormon pertumbuhan menyebabkan gangguan metabolik, seperti hiperglikemia dan hiperkalsemia. Pengangkatan Tumor dengan dengan pembedahan merupakan pengobatan pilihan. Gejala metabolik dengan tindakan ini dapat dapat mengalami perbaikan, namun perubahan tulang tidak mengalami regresi.

Adenoma kortikotropik terdiri atas sel-sel pensekresi ACTH. Kebanyakan tumor ini adalah mikroadenoma dan secara klinis dikenal dengan tanda khas penyakit Cushings.

II. Hipofungsi Kelenjar Hipofise

Insufisiensi hipofise menyebabkan hipofungsi organ sekunder. Hipofungsi hipofise jarang terjadi, namun dapat saja terjadi dalam setiap kelompok usia.Kondisi ini dapat mengenai semua sel hipofise ( panhipopituitarisme ) atau hanya sel sel tertentu terbatas pada satu subset sel sel hipofise anterior ( mis, hipogonadisme sekunder terhadap defisiensi sel sel gonadotropik ) atau sel sel hipofise posterior ( mis, diabetes insipidus ).

PATOFISIOLOGI

Penyebab hipofungsi hipofise dapat bersifat primer dan sekunder. Primer bila gangguannya terdapat pada kelenjar hipofise itu sendiri, dan sekunder bila gangguannya terdapat pada hipotalamus. Penyebab tersebut diantaranya:

Defek perkembangan kongenital, seperti pada dwarfisme pituitari atau hipogonadisme.

Tumor yang merusak hipofise (mis., adenoma hipofise nonfungsional) atau merusak hipotalamus (mis., kraniofaringioma atau glioma).

Iskemia, seperti pada nekrosis postpartum (sindrom Sheehans).

Diagnosa insufisiensi hipofise dapat diduga secara klinik namun harus ditegakkan melalui uji biokimia yang sesuai, yang akan menunjukan defisiensi hormon.

Panhipopitutarisme. Pada orang dewasa dikenal sebagai (penyakit Simmonds) yang ditandai dengan kelemahan umum, intoleransi terhadap dingin, nafsu makan buruk, penurunan berat badan, dan hipotensi. Wanita yang terserang penyakit ini tidak akan mengalami menstruasi dan pada pria akan menderita impotensi dan kehilangan libido. Insufisiensi hipofise pada masa kanak-kanak akan mengakibatkan dwarfisme.

Diabetes insipidus ditandai dengan kurangnya ADH sekunder terhadap lesi yang menghancurkan hipotalamus, stalk hipofise, atau hipofise posterior. Kondisi ini dapat disebabkan oleh tumor, infeksi otak atau meningen, hemoragi intrakranial, atau trauma yang mengenaitulang bagian dasar tengkorak. Klien dengan diabetes insipidus mengeluarkan urine hipotonik dalam jumlah yang besar (5 sampai 6 liter/hari).

Diabetes insipidus dikelompokkan menjadi nefrogenik (adalah diabetes insipidus yang terjadi secara herediter dimana tubulus ginjal tidak berespon secara tepat terhadap ADH, sementara kadar hormon dalam serum normal), primer (diabetes insipidus yang disebabkan oleh gangguan pada hipofise), sekunder (diabetes insipidus yang disebabkan oleh tumor pada daerah hipofise-hipotalamus, dan tumor sekunder matatasis dari paru dan payudara, dan diabetes insipidus yang berkaitan dengan obat-obatan diakibatkan oleh pemberian litium karbonat (Eskalith, lihthobid, Carbolith) dan Demeclocyline (Declomycin). Obat-obatan ini dapat mempengaruhi respons tubulus ginjal terhadap air.

Insufisiensi hipotalamus membutuhkan terapi penggantian hormon yang sesuai. Terapi penggantian dengan ADH menunjukkan hasil yang efektif dalam mengobati diabetes insipidus.

B. Penatalaksanaan Klien dengan Hiperfungsi Hipofise

I. Pengkajian

1. Riwayat penyakit ; manifestasi klinis tumor hipofise bervariasi tergantung pada hormon mana yang disekresi berlebihan. Tanyakan manifestasi klinis dari peningkatan prolaktin, GH dan ACTH mulai dirasakan.

2. Kaji usia, jenis kelamin dan riwayat penyakit yang sama dalam keluarga.

3. Keluhan utama, mencakup :

Perubahan ukuran dan bentuk tubuh serta organ-organ tubuh seperti jari-jari, tangan dsb.

Perubahan tingkat energi, kelelahan dan letargi.

Nyeri pada punggung dan perasaan tidak nyaman.

Dispaneuria dan pada pria disertai dengan impotensia.

Nyeri kepala, kaji P, Q, R, S, T.

Gangguan penglihatan seperti menurunnya ketajaman penglihatan, penglihatan ganda, dsb.

Kesulitan dalam hubungan seksual.

Perubahan siklus menstruasi (pada klien wanita) mencakup keteraturan, kesulitan hamil.

Libido seksual menurun.

Impotensia.

4. Pemeriksaan fisik mencakup :

Amati bentuk wajah, khas pada hipersekresi GH seperti bibir dan hidung besar, tulang supraorbita menjolok.

Kepala, tangan/lengan dan kaki juga bertambah besar, dagu menjorok ke depan.

Amati adanya kesulitan mengunyah dan geligi yang tidak tumbuh dengan baik.

Pemeriksaan ketajaman penglihatan akibat kompresi saraf optikus, akan dijumpai penurunan visus.

Amati perubahan pada persendian di mana klien mengeluh nyeri dan sulit bergerak. Pada pemeriksaan ditemukan mobilitas terbatas.

Peningkatan perspirasi pada kulit menyebabkan kulit basah karena berkeringat.

Suara membesar karena hipertropi laring.

Pada palpasi abdomen, didapat hepatomegali dan splenomegali.

Hipertensi

Disfagia akibat lidah membesar.

Pada perkusi dada dijumpai jantung membesar.

5. Pemeriksaan diagnostik mencakup :

Kadar prolaktin serum; ACTH, GH

Foto tengkorak

CT skan otak

Angiografi

Tes supresi dengan Dexamethason

Tes toleransi glukosa

II. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan utama yang dapat dijupai pada klien dengan hiperpituitarisme.

1. Perubahan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan penampilan fisik.

2. Disfungsi seksual yang berhubungan dengan penurunan libido; infertilitas.

Diagnosa keperawatan tambahan yang juga dijumpai adalah :

1. Nyeri (kepala, punggung) yang berhubungan denganpenekanan jaringan oleh tumor; hormon pertumbuhan berlebihan.

2. Takut yang berhubungan dengan ancaman kematian akibat tumor otak.

3. Ansietas yang berhubungan dengan hilangnya kontrol terhadap tubuh.

4. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan, letargi.

5. Perubahan sensori-perseptual (penglihatan) yang berhubungan dengan gangguan transmisi impuls akibat kompresi tumor pada nervu optikus.

III. Rencana Tindakan Keperawatan

Berikut ini akan diuraikan dua diagnosa keperawatan pertama.

Diagnosa Keperawatan :

Perubahan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan penampilan fisik.

Tujuan :Dalam waktu 2-3 miggu klien akan memiliki kembali citra tubuh yang positif.

Intervensi Keperawatan :A. Non pembedahan

Klien dengan kelebihan GH1. Dorong klien agar mau mengungkapkan pikiran dan perasaannya terhadap perubahan penampilan tubuhnya.

2. Bantu klien mengidentifikasi kekuatannya serta segi-segi positif yang dapat dikembangkan oleh klien.

Klien dengan kelebihan prolaktin1. Yakinkan klien bahwa sebagian gejala dapat berkurang dengan pengobatan (ginekomastia, galaktorea).

2. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya.

B. Pemberian obat-obatan

1. Kolaborasi pemberian obat-obatan seperti : Bromokriptin (parlodel). Merupakan obat pilihan pada kelebihan prolaktin. Pada mikroadenoma, prolaktin dapat normal kembali. Juga diberikan pada klien dengan akromegali, untuk mengurangi ukuran tumor.

2. Observasi efek samping pemberian bromokriptin seperti:

Hipotensi ortostatik

Iritasi lambung

Mual

Kram abdomen

Konstipasi

Bila ada efek samping di atas kolaborasi dengan dokter.

Berikan obat-obatan setelah klien makan (tidak diberikan diantara waktu makan).

3. Kolaborasi pemberian terapi radiasi. Terapi radiasi tidak diberikan pada hiperpituritisme akut. Partikel alfa atau proton beam sebagai sumber radiasi lebih efektif tetapi responsnya lambat.

4. Awasi efek samping terapi radiasi seperti :

Hipopituitarisme

Kerusakan nervus optikus

Disfungsi okulomotorius

Perubahan lapang pandang

5. Kolaborasi tindakan pembedahan (dijelaskan pada bagian selanjutnya.

Diagnosa Keperawatan :

Disfungsi seksual yang berhbungan dengan hilangnya libido, infertilitas dan impotensi.

Tujuan :

Klien akan mencapai tingkat kepuasan pribadi dan fungsi seksual.

Intervensi Keperawatan :1. Identifikasi masalah spesifik yang berhubungan dengan pengalaman klien terhadap fungsi seksualnya.

2. Dorong agar klien mau mendiskusikan masalah tersebut dengan pasangannya.

3. Kolaborasi pemberian obat-obatan bromokriptin.

4. Bila masalah ini timbul setelah hipofisektomi, kolaborasi pemberian gonadotropin.

IV. Tindakan Pembedahan

Hipofisektomi adalah tindakan pengangkatan adenoma hipofise melalui pembedahan. Prosedur operasi tersebut mencakup tindkan transpenoidal hiposektomi dengan narkose. Insisi pada lapisan dalam bibir atas dan masuk ke sella tursika melalui sinus spenoidalis. Yang kedua adalah transfrontal kraniotomi yaitu dengan membuka rongga kranium melalui tulang frontal.

Secara umum prinsip perawatan klien dengan hipofisektomi adalah sebagai berikut :

Pantau status neurologi klien

Pantau keseimbangan cairan khususnya terhadap haluaran yang berlebihan dari masukan karena dapat terjadi diabetes insipidus transien.

Dorong klien untuk mempertahankan ventilasi paru dengan latihan napas dalam

Anjurkan klien untuk tidak batuk, menggosok hidung atau bersin

Anjurkan klien untuk berkumur sampai bersih setiap kali selesai makan karena tidak diperbolehkan menyikat gigi sampai penyembuhan sempurna

Pantau nasal drip terhadap jumlah dan kuantitas drainase. Adanya tanda halo menunjukkan kebocoran CSF

Pantau fungi kolon untuk mencegah konstipasi

Ajarkan cara menggunakan obat-obatan (hormon) yang diprogramkan.

Perawatan preoperasi

1. Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan yang dilakukan.

2. Menjelaskan penggunaan tampon hidung selama 2-3 hari pascaoperasi.

Anjurkan klien bernapas melalui mulut selama pemasangan tampon.

3. Menjelaskan penggunaan balut tekan yang ditempatkan dari bawah hidung, menggosok gigi, batuk, bersin, karena hal ini dapat menghabat penyembuhan luka.

4. Menjelaskan berbagai prosedur diagnostik yang diperlukan sebagai persiapan operasi seperti pemeriksaan neurologik, hormonal, lapang pandang, swab tenggorok untuk pemeriksaan kultur dan sensitiyitas.

Pendidikan kesehatan

Pendidikan kesehatan dilakukan sebelum tindakan pembedahan dilaksanakan. Setelah tindakan transpenoidal hipofisektomi, perawat menjelaskan agar klien menghindari aktivitas yang dapat yang dapat menghambat penyembuhan seperti mengejan, batuk, dll. Juga jelaskan agar klien mengindahkan faktor-faktor yang dapat mencegah obstipasi seperti makan makanan tinggi serat, minum air yang cukup, pelunak feses bila diperlukan.

Klien tidak menyikat gigi satu sampai dua minggu sampai penyembuhan sempurna, cukup berkumur setiap kali setelah makan. Jelaskan bahwa sensasi hilang rasa padfa daerah insisi adalah biasa, dapat berlangsung 2-3 bulan. Oleh karena itu anjurkan klien memeriksakan gusinya untuk mengetahui adanya lesi dan pendarahan dengan menggunakan cermin setiap hari.

Setelah operasi, pemberian hormon diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan cairan. Jelaskan penggunaan obat-obatan dan jelaskan pula perlunya tindak lanjut secara teratur.

Perawatan pascaoperasi

1. Amati respons neurologik klien dan catat adalah perubahan penglihatan, disorientasi dan perubahan kesadaran serta penurunan kekuatan motorik ekstremitas.

2. Amati pula komplikasi pascaoperasi yang lazim terjadi seperti transient insipidus (diabetes insipidus sesaat); bila terjadi hal tersebut lakukan intervensi seperti berikut :

Catat cairan yang masuk baik per oral maupun parenteral.

Tingkatkan masukan cairan bila ada rasa haus.

Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vasopresin.

Bila diperlukan lakukan pemasangan indwelling kateter untuk memudahkan pemantauan haluan cairan.

Ukur berat badan setiap hari.

3. Anjurkan klien untuk melaporkan pada perawat bila terjadi pengeluaran sekret dari hidung ke faring (post nasal drip) yang kemungkinan mengandung CSF.

4. Tinggikan posisi kepala 30-45 derajat.

5. Kaji drainase nasal terhadap kualitas dan kuantitas, terhadap kemungkinan mengandung glukosa. Halo sign adalah warna bening jernih pada tepi cairan drain yang ditaruh di atas kain kasa merupakan tanda adanya kebocoran CSF. Jika klien mengeluh nyeri kepala yagn menetap waspada terhadap kemungkinan CSF masuk ke dalam sinus.

6. Hindari batuk, ajarkan kelien bernapas dalam, lakukan higiene oral secara teratur karena pernapasan mulut dan penggunaan tampon.

7. Kaji tanda-tanda infeksi (meningitis) dengan cermat.

8. Kolaborasi pemberian gonadotropin; kortisol; sebagai dampak hipofisektomi.

C. Penatalaksanaan Klien dengan Hipofungsi Hipofise

I. Pengkajian

Pengkajian keperawatan pada klien dengan kelainan ini antara lain mencakup :

1. Riwayat penyakit masa lalu. Adakah penyakit atau trauma pada kepala yang pernah diderita klien, serta riwayat radiasi pada kepala.

2. Sejak kapan keluhan dirasakan. Dampak defisiensi GH mulai tampak pada masa balita sedang defisiensi gonadotropin nyata pada masa praremaja.

3. Apakah keluhan terjadi sejak lahir. Tubuh kecil dan kerdil sejak lahir terdapat pada klien kretinisme.

4. Berat dan tinggi badan saat lahir.

5. Keluhan utama klien :

pertumbuhan lambat

ukuran otot dan tulang kecil

tanda-tanda seks sekunder tidak berkembang; tidak ada rambut pubis dan axilla, payudara tidak tumbuh, penis tidak tumbuh, tidak mendapat haid, dll.

infertilitas

impotensia

libido menurun

nyeri sanggama pada wanita

6. Pemeriksaan fisik

amati bentuk dan ukuran tubuh, ukur berat badan dan tinggi badan, amati bentuk dan ukuran buah dada, pertumbuhan rambut axilla dan pubis pada klien pria amati pula pertumbuhan rambut di wajah (jenggot dan kumis)

palpasi kulit, pada wanita biasanya menjadi kering dan kasar.

Tergantung pada penyebab hipopituitrisme, perlu uga dikaji data lain sebagai data penyerta seperti bila penyebabnya adalah tumor maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap fungsi cerebrum dan fungsi nervus kranialis dan adanya keluhan nyeri kepala.

7. Kaji pula dampak perubahan fisik terhadap kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.

8. Data penunjang dari hasil pemeriksaan diagnostik seperti :

foto kranium untuk melihat pelebaran dan atau erosi sella tursika

pemeriksaan serum darah; LH dan FSH, GH, prolaktin, kortisol, aldosteron, testosteron, androgen, test stimulasi yang mencakup toeransi insulin dan stimulasi tiroid realising hormon.

II. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang dapat dijumpai pada klien hipopituitarisme adalah :

1. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan struktur dan fungsi tubuh akibat defisiensi gonadotropin dan defisiensi hormon pertumbuhan.

2. Disfungsi seksual.

3. Koping individu takefektif.

4. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, pengobatan dan perawatan di rumah.

5. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh.

6. Gangguan persepsi sensori (penglihatan) yang berhubungan dengan gangguan transmissi impuls sebagai akibat penekanantumor pada nervus optikus.

7. Ansietas yang berhubungan dengan ancaman atau perubahan status kesehatan.

8. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan menurunnya kekuatan otot.

9. Gangguan integritas kulit (kekeringan) sehubungan dengan menurunnya kadar homonal.

III. Rencana Tindakan Keperawatan

Secara umum tujuan diharapkan dari perawatan klien dengan hipofungsi hipo fise adalah :

1. Klien memiliki kembali citra tubuh yang positif dan harga diri yang tinggi.

2. Klien dapat berpartisipasi aktif dalam program pengobatan.

3. Klien dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

4. Klien bebas dari ras cemas.

5. Klien terhindar dari komplikasi.

IV. Tindakan Keperawatan

1. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat-obatan (hormonal)

Defisiensi Gonadotropin

Pria post pubertas diberikan androgen (testosteron). Lebih efektif dengan pemberian intra muskular. Jelaskan maksud pemberian obat dan cara penggunaan. Obat dan dosis biasanya bertahap dengan diawali dosis minimal dan setiap bulannya dinaikkan sampai ditemukan dosis yang tepat.

Observasi efek samping penggunaan testosteron seperti ginekomastia dan hipertropi prostat. Efek maksimal obat ini akan meningkatkan ukuran penis, peningkatan libido, massa otot dan tulang bertambah dan kekuatan otot meningkat dan juga pertumbuhan rambut dada, axilla dan pubis sehingga dapat mengembalikan citra diri dan harga diri.

Untuk mencapai tingkat kesuburan yang maksimal harus ditambah atau dikombinasi dengan HCG. HCG diberikan tiga kali seminggu dalam waktu 4-6 bulan sampai kadar testosteron normal. Dosis awal HCG diberi 5000 unit, kemudian dilanjutkan dosis 3000 unit tiga kali perminggu untuk menjaga testosteron stabil. Setelah 4-6 bulsn dengan terapi HCG, menotropin (kombinasi LH dan FSH) diberi intra muskular tiga kali seminggu. Klien harus mendapat kombinasi HCG dan menotropin selama 5-6 bulan. Setelah 6 bulan terapi, bila jumlah sperma tetap sedikit maka pengobatan dihentikan. Bila jumlah sperma meningkat maka terapi diteruskan sampai konsepsi terjadi.

Wanita yang mencapai pubertas, mendapat terapi estrogen dan progesteron. Jelaskan hal-hal yang perlu diwaspadai klien seperti hipertensi dan tromboplebitis. Anjurkan agar melakukan follow up secara teratur. Bila menginginkan kehamilan, klien diberi chlomiphene citrat (clonid) untuk merangsang ovulasi.

Defisiensi hormon pertumbuhan (GH)1. Pemberian hormon pertumbuhan sintetis (eksogen) Somatotropin (Humatrop) harus diberikan sebelum epifise tulang menutup yaitu sebelum masa pubertas.

2. Ciptakan kondisi agar klien dapat dengan bebas mengungkapkan perasaan dan pikirannya tentang perubahan tubuh yang dialaminya.

3. Bangkitkan motivasi agar klien mau melaksanakan program pengobatan yang sudah ditentukan. Jangan memberi janji pada klien bahwa ia akan sembuh tetapi yang lebih penting tekankanlah bahwa pengobatan yang teratur akan sangat menentukan keberhasilan pengobatan.

4. Anjurkan klien memeriksakan diri secara teratur ke tempat pelayanan terdekat.

5. Anjurkan pada keluarga untuk dapat membantu klien memenuhi kebutuhan sehari-harinya bila diperlukan serta dapat menciptakan lingkungan yang kondusif dalam keluarga seperti menghindarkan persaingan yang tidak sehat antar anggota keluarga. Tindakan over protektif terhadap klien akan sangat menghambat kemampuan klien dalam mengembangkan koping yang adaptif.

6. Bantu klien untuk mengembangkan sisi positif yang dimiliki serta bantu untuk beradaptasi.

7. Ajarkan klien cara melakukan perawatan kulit secara teratur setiap hari. Menggunakan lotion pelembab sangat dianjurkan, tidak menggaruk kulit karenakulit sangat mudah mengalami iritasi.

8. Berikan pendidikan kesehatan tentang penyakitnya, pengobtan dan kunci keberhasilan pengobatan.

9. Bagi pasangan yang menginginkan keturunan, bangkitkan motivasi mereka untuk dapat mengikuti program pengobatan secara teratur dan berkesinambungan karena untuk upaya ini memerlukan waktu yang lama sehingga butuh kesabaran. Bila dengan pengobatan tidak berhasil maka bantu pasangan untuk mencari jalan keluar seperti mengadopsi anak atau hal-hal lain yang mereka sepakati.

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN

GANGGUAN KELENJAR TIROID

Penyakit akibat gangguan kelenjar tiroid umum terjadi, namun untungnya dapat didiagnosa dengan cepat dan diobati dengan hasil yang sangat baik. Penyakit tiroid timbul sebagai gangguan fungsi (hipofungsi atau hiperfungsi) atau sebagai lesi massa (Perbesaran neoplasma atau nonneoplastik, yang dikenal sebagai goiter)

A. tinjauan Gangguan Kelenjar Tiroid

I. Hipertiroidisme

Hipertiroidisme digambarkan sebagai suatu kondisi dimana terjadi kelebihan sekresi hormon tiroid. Tirotoksikosis mengacu pada manifestasi klinis yang terjadi bila jaringan tubuh distimulasi oleh peningkatan hormon ini. Hipertiroidisme merupakan kelainan endokrin yang dapat dicegah. Seperti kebanyakan kondisi tiroid, kelainan ini merupakan kelainan yang sangat menonjol pada wanita. Kelainan ini menyerang wanita empat kali lebih banyak daripada pria, terutama wanita muda yang berusia antara 20 sampai 40 tahun.

PATOFISIOLOGI

Hipertiroidisme mungkin karena overfungsi keseluruhan kelenjar, atau kondisi yang kurang umum, mungkin disebabkan oleh fungsi tunggal atau multipel adenoma kanker tiroid. Juga pengobatan miksedema dengan hormon tiroid yang berlebihan dapat menyebabkan hipertiroidisme. Bentuk hipertiroidisme yang paling umum adalah penyakit Graves (goiter difus, toksik) yang mempunyai tiga tanda penting : (1) hipertiroidisme, (2) pembesaran kelenjar tiroid (giter), dan (3) eksoptalmos (protusi mata abnormal). Penyakit Graves merupakan kelainan autoimun yang dimediasi oleh antibodi IgG yang berikatan dengan reseptor TSH aktif pada permukaan sel-sel tiroid.

Penyebab lain hipertiroidisme dapat mencakup goiter nodular toksik, adenoma toksik (jinak), karsinoma tiroid, tiroiditis subakut dan kronis, dan ingesti TH.

Patofisiologi dibalik manifestasi penyakit hipertiroid Graves dapat dibagi ke dalam dua kategori : (1) yang sekunder akibat rangsangan berlebih sistem saraf adrenergik dan (2) yang merupakan akibat tingginya kadar TH yang bersirkulasi.

Hipertiroidisme ditandai oleh kehilangan pengontrolan normal sekresi hormon tiroid (TH). kareNa kerja dari TH pada tubuh adalah merangsang, maka terjadi hipermetabolisme, yang meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatis. Jumlah TH yang berlebihan menstimulasi sistemsistem kardiak dan meningkatkan jumlah reseptor beta-adrenergik. Keadaan ini mengarah pada takikardia dan peningkatan curah jantung, volume sekuncup, kepekaan adrenergik, dan aliran darah perifer. Metabolisme sangat meningkat, mengarah pada keseimbangan nitrogen negatif, penipisan lemak, dan hasil akhir defisiensi nutrisi.

Hipertiroidisme juga terjadi dalam perubahan sekresi dan metabolisme hipotalamik, pituitari dan hormon gonad. Jika hipertiroidisme terjadi sebelum pubertas, akan terjadi penundaan perkembangan seksual pada kedua jenis kelamin, tetapi pada pubertas mengakibatkan penurunan libido baik pada pria dan wanita. Setelah pubertas wanita akan juga menunjukkan ketidakteraturan menstruasi dan penurunan fertilitas.

Dampak hipertiroidisme terhadap berbagai sistem tubuh adalah sebagai berikut :

1. Sistem integumen seperti diaphoresis, rambut halus dan jarang dan kulit lembab

2. Sistem pencernaan seperti berat badan menurun, napsu makan meningkat dan diare.

3. Sistem muskuloskeletal seperti kelemahan.

4. Sistem pernapasan seperti dispnea dan takipnea.

5. Sistem kardiovaskular seperti palpitasi, nyeri dada, sistolik meningkat, tekanan nadi meningkat, takhikardi, dan disritmia.

6. Metabolik seperti peningkatan laju metabolisme tubuh, intoleran terhadap panas dan suhu sub febris.

7. Sistem neurologi seperti mata kabur, mata lelah, insomnia, infeksi atau ulkus kornea, sekresi air mata meningkat, konjungtiva merah, fotobia, tremor, hiperrefeks tendon.

8. Sistem reproduksi seperti amenore, volume menstruasi berkurang dan libido meningkat.

9. Psikologis/emosi seperti gelisah, iritabilitas, gugup/nervous, emosi labil, perilaku mania dan perhatian menyempit.

II. Hipotiroidisme

Penurunan sekresi hormon kelenjar tiroid sebagai akibat kegagalan mekanisme kompensasi kelenjar tiroid dalam memenuhi kebutuhan jaringan tubuh akan hormon-hormon tiroid.

PATOFISIOLOGI

Hipotiroidisme dapat terjadi akibat pengangkatan kelenjar tiroid dan pada pengobatan tirotoksikosis dengan RAI. Juga terjadi akibat infeksi kronis kelenjar tiroid dan atropi kelenjar tiroid yang bersifat idiopatik.

Prevalensi penderita hipotiroidisme meningkat pada usia 30 sampai 60 tahun, empat kali lipat angka kejadiannya pada wanita dibandingkan pria. Hipotiroidisme kongenital dijumpai satu orang pada empat ribu kelahiran hidup.

Jika produksi hormon tiroid tidak adekuat maka kelenjar tiroid akan berkompensasi untuk meningkatkan sekresinya sebagai respons terhadap rangsangan hormon TSH. Penurunan sekresi hormon kelenjar tiroid akan menurunkan laju metabolisme basal yang akan mempengaruhi semua sistem tubuh. Proses metabolik yang dipengaruhi antara lain :

a. Penurunan produksi asam lambung (Aclorhidria)

b. Penurunan motilitas usus

c. Penurunan detak jantung

d. Gangguan fungsi neurologik

e. Penurunan produksi panas

Penurunan hormon tiroid juga akan mengganggu metabolisme lemak dimana akan terjadi peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida sehingga klien berpotensi mengalami atherosklerosis. Akumulasi proteoglicans hidrophilik di rongga intertisial seperti rongga pleura, cardiak dan abdominal sebagai tanda dari mixedema. Pembentukan eritrosit yang tidak optimal sebagai dampak dari menurunnya hormon tiroid memungkinkan klien mengalami anemi.

Dampak hipotiroidisme terhadap berbagai sistem tubuh sebagai adalah berikut :

1. Sistem integumen seperti kulit dingin, pucat, kering bersisik dan menebal ; pertumbuhan kuku buruk, kuku menebal ; rambut kering, kasar ; rambut rontok dan pertumbuhannya buruk.

2. Sistem pulmonari seperti hipoventilasi, pleural efusi, dispnea

3. Sistem kardiovaskular seperti bradikardi, disritmia, pembesaran jantung, toleransi terhadap aktivitas menurun, hipotensi.

4. Metabolik seprti penurunan metabolisme basal, penurunan suhu tubuh, intoleransi terhadap dingin.

5. Sistem muskuloskeletal seperti nyeri otot, kontraksi dan relaksasi otot yang melambat.

6. Sistem neurologi seperti fungsi intelektual yang lambat, berbicara lambat dan terbata-bata, gangguan memori, perhatian kurang, letargi atau somnolen, binging, hilang pendengaran, parastesia, penurunan refleks tendon.

7. Gastrointestinal seperti anoreksia, peningkatan berat badan, obtipasi, distensi abdomen.

8. Sistem reproduksi, pada wanita ; perubahan menstruasi seperti amenore atau masa menstruasi yang memanjang, infertilitas, anovulasi dan penurunan libido. Pada pria ; penurunan libido dan impotensia

9. Psikologis/emosi ; apatis, agitasi, depresi, paranoid, menarik diri, perilaku mania.

10. Manifestasi klinis lain berupa ; edema peruiorbita, wajah seperti bulan (moon face), wajah kasar, suara serak, pembesaran leher, lidah tebal, sensitifitasterhadap opioid dan transkuilizer meningkat, ekspresi wajah kosong, lemah, haluaran urine menurun, anemi, mudah berdarah.

III. Hipertrofi Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid mengalami pembesaran akibat pertambahan ukuran sel/jaringan tanpa disertai peningkatan atau penurunan sekresi hormon-hormon kelenjar tiroid. Disebut juga sebagai goiter nontosik atau simple goiter atau Struma Endemik. Pada kondisi ini dimana pembesaran kelenjar tidak disertai penurunan atau peningkatan sekresi hormon-hormonnya maka dampak yang ditimbulkannya hanya bersifat lokal yaitu sejauh mana pembesaran tersebut mempengaruhi organ disekitarnya seperti pengaruhnya pada trakhea dan esophagus.

PATOFISIOLOGI

Berbagai faktor diidentifikasi sebagai penyebab terjadinya hipertropi kelenjar tiroid termasuk didalamnya defisiensi jodium, goitrogenik glikosida agent (zat atau bahan ini dapat menekan sekresi hormon tiroid) seperti ubi kayu, jagung lobak, kangkung, kubis bila dikomsumsi secara berlebihan, obat-obatan anti tiroid, anomali, peradangan dan tumor/neoplasma.

Sedangkan secara fisiologis, menurut Benhard (1991) kelenjar tiroid dapat membesar sebagai akibat peningkatan aktivitas kelenjar tiroid sebagai upaya mengimbangi kebutuhan tubuh yang meningkat pada masa pertumbuhan dan masa kehamilan. Bahkan dikatakan pada kondisi stres sekalipun kebutuhan tubuh akan hormon ini cenderung meningkat. Laju metabolisme tubuh pada kondisi-kondisi diatas meningkat.

Berdasarkan kejadiannya atau penyebarannya ada yang disebut Struma Endemis dan Sporadis. Secara sporadis dimana kasus-kasus struma ini dijumpai menyebar diberbagai tempat atau daerah. Bila dihubungkan dengan penyebab maka struma sporadis banyak disebabkan oleh faktor goitrogenik, anomali dan penggunaan obat-obatan anti tiroid, peradangan dan neoplasma. Secara endemis, dimana kasus-kasus struma ini dijumpai pada sekelompok orang di suatu daerah tertentu, dihubungan dengan penyebab defisiensi jodium.

Bahan dasar pembentukan hormon-hormon kelenjar tiroid adalah jodium yang diperoleh dari makanan dan minuman yang mengandung jodium. Ion Iodium (Iodida) darah masuk ke dalam kelenjar tiroid secara transport aktif dengan ATP sebagai sumber energi. Selanjutnya sel-sel folikel kelenjar tiroid akan mensintesis Tiroglobulin (sejenis glikoprotein) dan selanjutnya mengalami iodinisasi sehingga akan terbentuk di iodotironin (DIT)dan mono iodotironin (MIT). Proses ini memerlukan enzim peroksida sebagai katalisator. Proses akhir adalah berupa reaksi penggabungan. Penggabungan dua molekul DIT akan membentuk tetra iodotironin atau tiroxin (T4) dan molekul DIT bergabung dengan MIT menjadi tri iodotironin (T3) untuk selanjutnya masuk ke dalam plasma dan berikatan dengan protein binding iodine. Reaksi penggabungan ini dirangsang oleh hormon TSH dan dihambat oleh Tiourasil, Tiourea, sulfonamid dan metilkaptoimidazol.

Melihat proses singkat terbentuknya hormon tiroid maka pemasukan iodium yang kurang, gangguan berbagai enzim dalam tubuh, hiposekresi TSH, bahan atau zat yang mengandung Tiourasil, Tiourea, sulfonamid dan metilkaptoimidazol, glukosil goitrogenik, gangguan pada kelenjar tiroid sendiri serta faktor pengikat dalam plasma sangat menentukan adekuat tidaknya sekresi hormon tiroid. Bila kadar hormon-hormon tiroid kurang maka akan terjadi mekanisme umpan balik terhadap kelenjar tiroid sehingga aktifitas kelenjar meningkat dan terjadi pembesaran (hipertropi). Dengan kompensasi ini kadar hormon seimbang kembali.

Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroi yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ disekitarnya. Dibagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakhea dengan esophagus. Struma dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakhea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernafas dan disfagia yang akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Penekanan pada pita suara akan menyebabkan suara menjadi serak atau parau.

Bila pembesaran keluar, maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat simetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernafas dan disfagia. Tentu dampaknya lebih ke arah estetika atau kecantikan. Perubahan bentuk leher dapat mempengaruhi rasa aman dan konsep diri klien.

B. Penatalaksanan Klien dengan Hipertiroidisme

I. Pengkajian

1. Pengumpulan biodata seperti umur, jenis kelamin, dan tempat tinggal

2. Riwayat penyakit dalam keluarga

3. Kebiasaan hidup sehari-hari mencakup aktifitas dan mobilitas, pola makan, penggunaan obat-obat tertentu, istirahat dan tidur.

4. Keluhan klien seperti berat badan turun meskipun napsu makan meningkat, diare, tidak tahan terhadap panas, berkeringant banyak, palpitasi dan nyeri dada

5. Pemeriksaan fisik :

a. Amati penampilan umum klien,amati wajah klien khususnya kelainan pada mata seperti :

Opthalmopati yang ditandai

Ekssoftalmus : bulbus okoli menonjol keluar

Tanda Stellwags : mata jarang berkedip

Tanda Von Graefes : jika klien melihat ke bawah maka palpebra superior sukar atau sama sekali tidak dapat mengikuti bola mata.

Tanda Mobieve : sukar mengadakan atau menahan konvergensi

Tanda Joffroy : tidak dapat mengerutkan dahi jika melihat ke atas

Tanda Rosenbagh : tremor palpebra jika mata menutup

Edema palpebra dikarenakan akumulasi cairan di periorbita dan penumpukan lemak di retro orbita.

Juga akan dijumpai penurunan visus akibat penekanan saraf optikus dan adanya tanda-tanda radang atau infeksi pada konjungtiva dan atau kornea.

Fotopobia dan pengeluaran air mata yang berlebihan merupakan tanda yang lazim.

b. Amati manifestasi klinis hipertiroidisme pada berbagai sistem tubuh seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.

c. Palpasi kelenjar tiroid, kaji adanya pembesaran, bagaimana konsistensinya, apakah dapat digerakkan serta apakah nodul soliter atau multipel.

d. Auskultasi adanya bruit

6. Pengkajian psikososial mencakup kestabilan emosi : iritabilitas : perhatian yang menurun dan perilaku mania. Fluktuasi emosi menyebabkan klien menjadi bertambah lelah.

7. Pemeriksaan diagnostik mencakup pemeriksaan kadar T3 T4 serum ; T3 ambilan resin T3 dan kadar TSH serum. Skkanning tyroid, USG dan pemeriksaan elektrokardiografi.

II. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang utama dijumpai pada klien dengan hipertiroidisme adalah :

1. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan waktu pengisian diastolik sebagai akibat peningkatan frekuensi jantung.

2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan efek hiperkatabolisme.

3. Perubahan persepsi sensoris (penglihatan) yang berhubungan dengan gangguan perpindahan impuls sensoris akibat ofthalmopati.

Diagnosa keperawatan tambahan antara lain :

1. Diare yang berhubungan dengan peningkatan aktivitas metabolik

2. Koping individu takefektif yang berhubungan dengan emosi yang labil

3. Intoleransi terhadap aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan akibat metabolisme yang meningkat

4. Gangguan pola tidur sehubungan dengan suhu tubuh yang meningkat akibat peningkatan metabolisme

5. Gangguan proses berpikir yang berhubungan dengan emosi yang labil dan perhatian yang menyempit.

III. Rencana Tindakan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan

Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan menurunnya waktu pengisian diastolik sebagai akibat dari peningkatan frekuensi jantung.

Tujuan :

Fungsi kardiovaskular kembali normal

Intervensi Keperawatan

1. Observasi setiap 4 jam nadi apikal, tekanan darah dan suhu tubuh

2. Anjuran kepada klien agar segera melaporkan pada perawat bila mengalami nyeri dada, palpitasi, dispnea dan vertigo.

3. Upayakan agar klien dapat beristirahat, tempatkan klien diruangan yang tenang dan jauh dari stimulus.

4. Bantu klien memenuhi kebutuhan sehari-hari sesuai kebutuhan

5. Bila pakaian dan alat-alat tenun basah segera diganti

6. Batasi aktivitas yang melelahkan klien

7. Kolaborasi pemberian obat-obat antitiroid seperti thionamide termasuk PTU (propil tirourasil), methimazole. Kesemuanya ini menghambat pembentukan hormon tiroid. Juga pemberian preparat jodium. Obat ini juga menghambat pembentukan hormon tyroid, dan mengurangi vaskularisasi pada kelenjar tiroid. lithium karbonat juga menghambat sintesa, tetapi penggunaannya dibatasi karena dapat menimbulkan efek samping seperti : depresi, diabetes insipidus neprogenik, tremor, mual dan muntah.

Terapi dengan radioaktif jodium juga sering dilakukan. Diberikan dengan cara oral. Dodis tergantung pada ukuran kelenjar tiroid dan tingkat radiosensitifitasnya. Biasanya diberikan dosis tunggal kecuali bila dosisnya cukup tinggi sehingga pemberiannya harus beberapa kali. Efek yang diharapkan dapat terjadi 6-8 minggu.

8. Kolaborasitindakan pembedahan bila dengan tindakan konservatif yaitu dengan perawatan dan pengobatan antitiroid tidak memberikan respons yang baik serta perbesaran kelenjar tiroid mendorong trakhea atau esophagus. (Tindakan pembedahan akan dibahas lebih lanjut).

Diagnosa Keperawatan :

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan efek hiperkatabolisme.

Tujuan :

Setelah perawatan di rumah sakit, klien akan mempertahankan status nutrisi yang optimal.

Intervensi Keperawatan :

1. Berikan makanan tinggi kalori tinggi protein

2. Beri makanan tambahan diantara waktu makan

3. Timbang berat badan secara teratur setiap 2 hari sekali.

4. Bila perlu, konsultasikan klien dengan ahli gizi

Diagnosa Keperawatan

Gangguan persepsi sensoris (penglihatan) yang berhubungan dengan gangguan transmisi impus sensorik sebagai akibat oftalmopati.

Tujuan :

Klien tidak mengalami penurunan visus yang lebih buruk dan tidak terjadi trauma/cedera pada mata.

Intervensi Keperawatan :

1. Anjurkan pada klien bila tidur dengan posisi elevasi kepala

2. Basahi mata dengan borwater steril

3. Jika ada photopobia, anjurkan klien menggunakan kacamata rayben

4. Jika klien tidak dapat menutup mata rapat pada saat tidur, gunakan plester non alergi

5. Berikan obat-obat steroid sesuai program. Pada kasus-kasus Y yang berat, biasaya dokter memberikan obat-obat untuk mengurangi edema seperti steroid dan diuretik

IV. Tindakan Bedah

Tindakan Pembedahan yang lazim dilakukan adalah :

1. Tiroidektomi subtotal yaitu mengangkat sebagian kelenjar tiroid. Lobus kiri atau kanan yang mengalami perbesaran diangkat dan diharapkan kelenjar yang masih tersisa masih dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan hormon-hormon tiroid sehingga tidak diperlukan terapi penggantian hormon.

2. Tiroidektomi total yaitu mengengkat seluruh kelenjar tiroid. Klien yang menjalani tindakan ini harus mendapat terapi hormon pengganti yang besar dosisnya beragam pada setiap individu dan dapat dipengaruhi oleh usia, pekerjaan dan aktivitas.

Perawatan Preoperasi

1. Sebelum tindakan operasi, kadar hormon tiroid harus diupayakan dalam keadaan normal untuk mencegah tirotoksikosis pada saat operasi yang dapat mengancam hidup klien.

2. Pemberian obat antitiroid masih tetap dipertahankan disamping menurunkan kadar hormon darah juga dimaksudkan untuk mencegah perdarahan pada saat operasi karena obat ini mempunyai efek mengurangi vaskularisasi darah ke kelenjar tiroid

3. Masalah-masalah jantung juga sudah harus teratasi

4. Kondisi nutrisi harus optimal oleh karena itu diit tinggi protein dan karbohidrat sangat dianjurkan

5. Latih klien cara batuk yang efektif dan latih napas dalam

6. Ajarkan cara mengurangi peregangan pada luka operasi akibat rangsangan batuk dengan menahan dibawah insisi dengan kedua tangan

7. Beritahukan klien kemungkinan suara menjadi serak setelah operasi akibat pemasangan ETT pada saat operasi. Jelaskan bahwa itu adalah hal wajar dan dapat kembali seperti semula.

Perawatan Postoperasi

1. Monitor tanda-tanda vital setiap 15 menit sampai stabil dan kemudian lanjutkan setiap 30 menit selama 6 jam.

2. Gunakan pasir atau bantal tambahan untuk menahan posisi kepala tetap ekstensi sampai klien sadar penuh

3. Bila klien sudah sadar, berikan posisi semi fowler. Apabila memindahkan klien hindarkan penekanan pada daerah insisi

4. Berikan obat analgesik sesuai program terapi

5. Bantu klien batuk dan napas dalam setiap 30 menit sampai 1 jam

6. Gunakan pengisap oral atau trakhea sesuai kebutuhan

7. Monitor komplikasi antara lain :

Perdarahan

Distres pernapasan

Hipokalsemia akibat pengangkatan paratiroid yang ditandai dengan tetani

Kerusakan saraf laringeal

Untuk mengantisipasi perdarahan tersebut inspeksilah sesering mungkin balutan luka dan cairan drainage yang keluar khususnya 24 jam pertama postoperasi. Distres pernapasan dapat terjadi akibat edema laring dan tetani. Dengarkan bunyi pernapasan seperti stridor laringeal. Peralatan emergensi harus disiapkan disisi tempat tidur klien seperti trakheostomi set, intubasi set dll untuk dapat memberi tindakan segera bila klien mengalami komplikasi pascaoperasi.

Adanya hipoklasemi dan tetani akibat terangkatnya kelenjar paratiroid diantisipasi dengan observasi yang ketat terhadap kesadaran, kotraksi otot, rasa kesemutan sekitar bibir dan ujung-ujung jari. Kerusakan saraf laringeal dideteksi dengan mengobservasi setiap 2 jam kualitas suara klien. Suara serak dapat berlangsung sampai 1 minggu namun berangsur-angsur dapat pulih kembali.

Pendidikan kesehatan

Pendidikan kesehatan diberikan baik pada klien maupun keluarganya mencakup :

1. Penggunaan obat-obatan. Konsistensi waktu sangat perlu diperhatikan.

2. Gunakan kipas angin/van atau ruangan ber AC agar klien dapat beristirahat

3. Dapat terjadi alergi pada penggunaan TPU berupa kulit kemerahan dan timbul gatal-gatal

4. Pada klien dengan tiroidektomi total atau pada penggunaan obat anti tiroid, jelaskan tanda hipotiroidisme

5. Jelaskan pada keluarga penyebab emosi yang labil pada klien dan bantu mereka untuk dapat menerima dan mengadaptasinya

6. Anjurkan untuk follow up secara teratur ke tempat pelayanan terdekat.

Rencana perawatan klien dengan tiroidektomi

Diagnosa Keperawatan :

Bersihkan jalan napas tkefektif yang berhubungan dengan obstruksi akibat perdarahan atau edema daerah insisi; kerusakan saraf laring ; terangkatnya kelenjar paratiroid.

Tujuan :

Paru-paru mengembang optimal

Pola pernapasan kembali normal

Dapat berbicara seperti sebelum sakit

Intervensi Keperawatan :

1. Pantau tanda-tanda distres pernapasan, sionasis, takipnea, dan napas berbunyi

2. Periksa balutan luka setiap jam selama periode pertama pascaoperasi dan kemudian dilakukan setiap 4 jam.

3. Periksa sensasi di sekitar area insisi

4. Pertahankan posisi semifowlers

5. Gunakan kirbat es untuk mengurangi edema di daerah sekitar insisi (ingat jangan sampai mengenai luka/balutan).

6. Kaji kualitas suara klien setiap 2 jam, catat perubahan tonasi.

7. Kaji adanya tanda Chvosteks dan tanda Trousseau

8. Identifikasi kemungkinan adanya hilang rasa dan kesemutan pada ekstremitas

9. Siapkan suction set, trakeostomi dan ETT set di samping tempat tidur klien

Diagnosa Keperawatan :

Resiko tinggi penurunan curah jantung yang berhubungan dengan perdarahan pascaoperasi

Tujuan :

Orientasi dan kesadaran klien baik

Tanda-tanda vital dalam batas normal

Intervensi Keperawatan :

1. Identifikasi tanda perubahan fungsi kardiovaskular

Pantau tanda vital setiap 15 menit pada periode pertama pascaoperasi dan selanjutnya setiap 1-4 jam

Pantau irama jantung, catat adanya takikardia dan ketidakteraturan irama jantung

Periksa balutan terhadap kemungkinan perdarahan. Periksa dari depan ke belakang

Identifikasi perubahan kesadaran dan orientasi klien

Berikan obat-obatan sesuai program

Diagnosa Keperawatan :

Nyeri yang berhubungan dengan insisi pada kelenjar tiroid

Tujuan :

Klien mengalami nyeri yang minimal

Intervensi Keperawatan :

1. Kaji tingkat nyeri dengan menggunakan skala penilaian nyeri

2. Bantu klien dalam mempertahankan posisi kepala dan leher dengan benar

3. Klien dengan posisi semi fowlers dengan meletakkan bantal atau bantal pasir di bawah leher

4. Ajarkan klien cara menopang leher dan kepala saat merubah posisi.

5. Berikan obat analgesik sesuai program.

6. Pantau respons klien terhadap pengobatan.

7. Tempatkan bel pemanggil di sisi klien agar mudah digunakan.

8. Pertahankan lingkungan yang tenang, kurangi stresor.

C. Penatalaksanaan Klien dengan Hipotiroidisme

I. Pengkajian

Dampak penurunan kadar hormon dalam tubuh sangat bervariasi, oleh karena itu lakukanlah pengkajian terhadap hal-hal penting yang dapat menggali sebanyak mungkin informasi antara lain :

1. Riwayat kesehatan klien dan keluarga. Sejak kapan klien menderita penyakit tersebut dan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama.

2. Kebiasaan hidup sehari-hari seperti :

a. Pola makan

b. Pola tidur (klien menghabiskan banyak waktu untuk tidur)

c. Pola aktivitas

3. Tempat tinggal klien sekarang dan pada waktu balita.

4. Keluhan utama klien, mencakup gangguan pada berbagai sistem tubuh :

a. Sistem pulmonari

b. Sistem pencernaan

c. Sistem cardiovaskuler

d. Sistem muskuloskeletal

e. Sistem neurologik

f. Sistem reproduk

g. Metabolik

h. Emosi/psikologis

5. Pemeriksaan fisik mencakup :

a. Penampilan secara umum : amati wajah klien terhadap adanya edema sekitar mata, wajah bulan dan ekspresi wajah kososng serta roman wajah kasar. Lidah tampak menebal dan gerak-gerik klien sangat lamban. Postur tubuh kecil dan pendek. Kulit kasar, tebal dan bersisik, dingin dan pucat.

b. Nadi lambat dan suhu tubuh menurun

c. Pembesaran jantung

d. Disritmia dan hipotensi

e. Prastesia dan reflek tendon menurun

6. Pengkajian psikososial : klien sangat sulit membina hubungan sosial dengan lingkungannya, mengurung diri/bahkan mania. Keluarga mengeluh klien sangat malas beraktivitas, dan ingin tidur sepanjang hari. Kajilah bagaimanakah konsep diri klien mencakup kelima komponen konsep diri.

7. Pemeriksaan penunjang mencakup : pemeriksaan T3 dan T4 serum; pemeriksaan TSH (pada klien dengan hipotiroidisme primer akan terjadi peningkatan TSH serum, sedangkan pada yang sekunder kadar TSH dapat menurun atau normal.

II. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan utama yang dapat dijumpai pada klien dengan hipotiroidisme antara lain :

1. Penurunan curah jantung yang berhubungan denganpenurunan volume sekuncup sebagai akibat dari bradikardi; arteriosklerosisarteri koronia.

2. Pola naps yang tidak efektif ynag berhubungan dengan penurunan tenaga/kelelahan; ekspansi paru yang menurun, obesitas dan inaktivitas.

3. Gangguan proses pikir yang berhubungan denga edema jaringan serebral dan retensi air.

Diagnosa keperawatan tambahan antara lain:

1. Perubahan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan penurunan kebutuhan metabolisme; napsu makan yang menurun.

2. Hipotermi yang berhubungan dengan laju metabolisme yang menurun.

3. Konstipasi yang berhubungan dengan penurunan motilitas usus.

4. Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan nutrisi yang buruk dan hipotemia.

5. Disfungsi skesual yang berhubungan dengan depresi.

6. Gangguan pola seksual yang berhubungan dengan efek penyakit; kelelahan dan obesitas.

7. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kelelahan , penurunan kekuatan motorik, depresi, obesitas dan nyeri otot.

8. Perubahan citra diri yang berhubungan dengan perubahan penampilan fisik.

III. Rencana Tindakan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan;

Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan sekuncup akibat bradikardi dan arteriosklerosi arteri koronia.

Tujuan;

Fungsi kardiovaskuler tetap optimal yang ditandai dengan tekanan darah, irama jantung dalam batas normal.

Intervensi Keperawatan;1. Pantau tekana darah, denyut dan irama jantung setiap 2 jam untuk mengidentifikasi kemungkinan terjadinya gangguan hemodinamik jantung seperti hipotensi, penurunan haluaran urine dan perubahan status mental.

2. Anjurkan klien untuk memberitahu perawat segera bila klien mengalami neyeri dada, karena pada klien dengan hipotiroidisme kronik dapat berkembang arteriosklerosisi arteri koronania.

3. Kolaborasi pemberian obat-obatan untuk mengurangi gejala-gejala.

Obat yang sering digunakan adalah Levotyroxine sodium (Synthroid, T4 dan Eltroxin). Observasi denganketat adanya nyeri dada dan dispnoe. Pada dosis awal pemberian obat biasanya dokter memberikan dosis minimal yang ditingkatkan secara bertahap setiap 2-3 minggu sampai ditemukan dosis yang tepat untuk pemeliharaan.

4. Ajarkan kepada klien dan keluarga cara penggunaan obat serta tanda-tanda yang harus diwaspadai bila terjadi hipertiroidisme akibat penggunaan obat yang berlebihan.

Diagnosa Keperawatan:

Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan, obesitas dan inaktivitas.

Tujuan:Klien dapat mempertahankan pola napas yang efektif.

Intervensi Keperawatan:1. Amati dan catat irama serta kedalaman pernapasan.

2. Auskultasi bunyi pernapasan dan catat dengan seksama

3. Bila klien mengalami kesulitan pernapasan yang berat, kolaborasikan dengan dokter kemungkinan penggunaan alat bantu untuk bernapas seperti ventilor.

4. Hindarkan penggunaan obat sedatif karena dapat menekan pusat pernapasan. Bila klien menggunakan obat transqualizer dosis biasanya diturunkan karena klien sangat peka.

5. Bantu klien beraktivitas.

6. Penuhi kebutuhan sehari-hari klien sesuai kebutuhan.

Diagnosa Keperawatan:Gangguan proses berpikir yang berhubungan denga edema jaringan otak dan retensi air.

Tujuan:Proses berpikir klien kembali ketingkat yang optimal

Intervensi Keperawatan:

1. Observasi dan catat tanda gangguan proses berpikir yang berat seperti:

a. Letargi

b. Gangguan memori

c. Tidak ada perhatian

d. Kesulitan berkomunikasi

e. Mengantuk

2. Orientasikan klien kembali dengan lingkungannya baik terhadap orang, tempat dan waktu. Biasanya gejala-gejala berkurang dalam waktu 2-3 minggu pengobatan sehingga mengorientasikan kembali klien terhadap leingkungannya nyata sangat diperlukan.

3. Beri dorongan pada keluarga agar dapat menerima perubahan perilaku klien dan mengadaptasikannya. Jelaskan pula bahwa dengan pengobatan yang teratur gejala-gejala akan berkurang.

Penyuluhan Kesehatan:Penyuluhan kesehatan sangat penting bagi klien dan keluarga. Berikanlah kepada mereka hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan obat di rumah dan perawatan klien pada umumnya. Berikan penjelasan tentang :

1. Cara penggunaan obat, dosis dan waktunya. Tidak meminum obat bersama dengan obat lain.

2. Tanda dan gejala bila kelebihan obat atau sebaliknya

3. Menggunakan selimut tambahan pada waktu tidur, penggunaan baju hangat dan pakaian yang tebal bila suhu udara dingin.

4. Meningkatkan pemasukan makanan yang bergizi, cairan yang cukup dan makanan tinggi serat.

5. Memeriksakan diri secara teratur ke tempat pelayanan kesehatan terdekat.

D. Penatalaksanaan Klien dengan Hipertrofi Kelenjar Tiroid

I. Pengkajian

1. Kaji riwayat penyakit

sudah sejak kapan keluhan dirasakan klien

apakah ada anggota keluarga yang berpenyakit sama

2. Tempat tinggal sekarang dan pada masa balita

3. Usia dan jenis kelamin

4. Kebiasaan makan; bertujuan untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya faktor goitrogenik.

5. Penggunaan obat-obatan.

kaji jenis obat-obat yang sedang digunakan dalam tiga bulan terakhir

sudah berapa lama digunakan

tujuan pemberian obat

6. Keluhan klien

Sesak napas, apakah bertambah sesak bila beraktivitas

Sulit menelan

Leher bertambah besar

Suara serak/parau

Merasa malu denganbentuk leher yang besar dan tidak simetris

7. Pemeriksaan fisik

Palpasi kelenjar tiroid, nodul tunggal atau ganda, konsistensi dan simetris tidaknya, apakah terasa neyeri pada saat dipalpasi.

Inspeksi bentuk leher, sometris tidaknya.

Auskultasi bruit pada srteri tyroidea.

Nilai kualitas suara.

Palpasi apakah terjadi deviasi trakhea

8. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum

Pemeriksaan RAI

Test TSH serum

9. Lakukan pengkajian lengkap dampak perubahan patologis di atas terhadap kemungkinan adanya gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi, cairan dan elektrolit serta gangguan rasa aman dan perubahan konsep diri seperti:

Status pernapasan; frekuensi, pola dan teratur tidaknya dan apakah klien menggunakan otot pernapasan tambahan seperti retraksi sternal dan cuping hidung.

Warna kluit, apakah tampak pucat atau sianosis

Suhu kulit khususnya daerah akral

Keadaan umum/kesadaran, apakah klien tampak gelisah atau tidak berdaya

Berat badan dan tinggi badan

Kadar hemoglobin

Kelembaban kulit dan teksturnya

Porsi makan yang dihabiskan

Turgor

Jumlah dan jenis cairan peroral yang dikonsumsi

Kondisi mukosa mulut

Kualitas suara

Bagaimana ekspresi wajah, cara berkomunikasi dan gaya interaksi klien dengan orang disekitarnya.

Bagaimana klien memandang dirinya sebagai seorang pribadi.

II.Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan utama yang dijumpai pada klien goiter nontoksik antara lain:

1. Pola napas yang tidak efektif yang berhubngan dengan penekanan kelenjar tiroid terhadap trajhea.

2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan asupan yang kurang akibat disfangia.

3. Perubahan citra diri yang berhubungan dengan perubahan bentuk leher.

4. Gangguan rasa aman; ansietas yang berhubungan dengankurang informasi tentang penyakit dan pengobatannya atau persepsi yang salah tentang penyakit yang diderita.

III.Rencana Tindakan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan:

Pola napas yang tidak efektif yang berhubungan dengan penekanan kelenjar tiroid terhadap trakhea.

Tujuan:

Selama dalam perawatan, pola napas klien efektif kembali (sambil menunggu tindakan pembedahan bila diperlukan) dengan kriteria sebagai berikut :

Frekuensi pernapasan 16-20 x/menit dan pola teratur

Akral hangat

Kulit tidak pucat atau cianosis

Keadaan klien tenang / tidak gelisah

Intervensi Keperawatan:

1. Batasi aktivitas, hindarkan aktivitas yang melelahkan.

2. Posisi tidur setengah duduk dengan kepala ekstensi bila diperlukan

3. Kolaborasi pemberian obat-obatan seperti dexamethason (untuk mengurangi edema).

4. Bila dengan konservatif gejala tidak hilang, kolaborasi tindakan operatif.

5. Bantu aktivitas klien di tempat tidur.

6. Observasi keadaan klien secara teratur

7. Hindarkan klien dari kondisi-kondisi yang menuntut penggunaan oksigen lebih banyak seperti ketegangan, lingkungan yang panas atau yang terlalu dingin.

Diagnosa Keperawatan :

Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan asupan nutrien kurang akibat disfagia

Tujuan :

Nutrisi klien dapat terpenuhi kembali dalam waktu 1-2 minggu dengan kriteria sebagai berikut :

Berat badan bertambah

Hemoglobin : 12-14 gr% (wanita) dan 14-16 gr% (pria)

Tekstur kulit baik

Intervensi Keperawatan

1. Berikan makanan lunak atau cair sesuai kondisi klien

2. Porsi makanan kecil tetapi sering

3. Beri makanan tambahan diantara jam makan

4. Timbang berat badan dua hari sekali

5. Kolaborasi pemberian ruborantia bila diperlukan

6. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan menjelang jam makan

Diagnosa Keperawatan :

Perubahan Citra diri yang berhubungan dengan perubahan bentuk leher

Tujuan :

Setelah menjalani perawatan, klien memiliki gambaran diri yang positif kembali dengan kriteria :

Klien menyenangi kembali tubuhnya

Klien dapat melakukan upaya-upaya untuk mengurangi dampak negatif pembesaran pada leher

Klien dapat melakukan aktivitas fisik dan sosial sehari-hari

Intervensi Keperawatan :

1. Dorong klien mengungkapkan perasaan dan pikirannya tentang bentuk leher yang berubah

2. Diskusikan upaya-upaya yang dapat dilakukan klien untuk mengurangi perasaan malu seperti menggunakan baju yang berkerah tertutup

3. Beri pujian bila klien dapat dapat melakukan upaya-upaya positif untuk meningkatkan penampilan diri

4. Jelaskan penyebab terjadinya perubahan bentuk leher dan jalan keluar yang dapat dilakukan seperti tindakan operasi

5. Jelaskan pula setiap resiko yang perlu diantisipasi dari setiap tindakan yang dapat dilakukan.

6. Ikut sertakan klien dalam kegiatan keperawatan sesuai kondisi klien

7. Fasilitasi klien untuk bertemu teman-teman sebayanya

Diagnosa Keperawatan :

Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan klien tentang penyakit dan pengobatannya atau persepsi yang salah tentang penyakit yang diderita.

Tujuan :

Setelah diberikan pendidikan kesehatan sebanyak 2 kali, ansietas klien akan hilang dengan kriteria sebagai berikut :

Ekspresi wajah tampak rileks

Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan baik

Klien mengetahui penyakit dan upaya pengobatan

Intervensi Keperawatan :

1. Kaji pengetahuan klien tentang penyakit dan pengobatannya. Identifikasi sumber informasi yang diterima klien

2. Identifikasi harapan-harapan klien terhadap pelayanan yang diberikan

3. Buat rancangan pembelajaran yang mencakup :

Jenis penyakit dan penyebabnya

Upaya penanggulangan seperti pemberian obat-obatan, tindakan operasi bila ada indikasi

Prognosa dan prevalensi penyakit

Kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan keadaan yang lebih buruk dan kondisi yang mempercepat penyembuhan.

4. Laksanakn pembelajaran bersama dengan anggota keluarga, perhatikan kondisi klien dan lingkungannya.

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN

GANGGUAN KELENJAR PARATIROID

Penyakit kelenjar paratiroid timbul baik pada hiperfungsi (sekresi berlebih hormon paratiroid (PTH)) atau pada hipofungsi. Penyakit ini menyebabkan gangguan homeostatis kalsium dan fosfat.

A. Hiperparatiroid

Hiperparatiroidisme didefinisikan sebagai hiperfungsi kelenjar paratiroid yang mengakibatkan peningkatan kadar PTH dalam darah yang sirkulasi.

PATOFISIOLOGI

Hiperparatiroidisme dapat bersifat primer (y.i., yang disebabkan oleh hiperplasia atau neoplasma paratiroid) atau sekunder, dimana kasus biasanya berhubungan dengan gagal ginjal kronis.

Pada 80% kasus, Hiperparatiroidisme primer disebabkan oleh adenoma paratiroid jinak : 18% kasus diakibatkan oleh hiperplasia kelenjar paratiroid : dan 2% kasus disebabkan oleh karsinoma paratiroid (Damjanov, 1996). Normalnya terdapat empat kelenjar paratiroid. Adenoma atau karsinoma paratiroid ditandai oleh perbesaran satu kelenjar, dengan kelenjar lainnya tetap normal. Pada hiperplasia tidak dapat ditegakkan preoperatif, jadi penting bagi ahli bedah untuk meneliti keempat kelenjar tersebut. Jika teridentifikasi salah satu kelenjar mengalami perbesaran adenomatosa, biasanya kelenjar tersebut diangkat dan lainnya dibiarkan utuh. Jika ternyata keempat kelenjar tersebut mengalami perbesaran ahli bedah akan mengangkat ketiga kelenjar dan meninggalkan satu kelenjar saja yag seharusnya mencukupi untuk mempertahankan homeostasis kalsium fosfat.

Hiperlasia paratiroid sekunder dapat dibedakan dengan hiperplasia primer, karena keempat kelenjar membesar secara simetris. Perbesaran kelenjar paratiroid dan hiperfungsinya adalah mekanisme kompensasi yang dicetuskan oleh retensi fosfat dan hiperklasemia yang berkaitan dengan penyakit ginjal kronis. Osteomalasia yang disebabkan oleh hipovitaminosis D, seperti pada riketsia, dapat mengakibatkan dampak yang sama.

Hiperparatiroidisme ditandai oleh kelebihan PTH dalam sirkulasi. PTH terutama bekerja pada tulang dan ginjal. Dalam tulang, PTH meningkatkan resorpsi tulang dan pelepasan kalsium ke dalam sirkulasi. Dalam Ginjal, PTH meningkatkan resopsi kalsium dari lumen tubulus ginjal, dengan demikian mengurangi ekskresi kalsium dalam urine. PTH juga meningkatkan pembentukan bentuk vitamin D3 aktif dalam ginjal, yang selanjutnya memudahkan ambilan kalsium dari makanan dalam usus. Sehingga hiperkalsemia dan hipofosfatemia komnsatori adalah abnormalitas biokimia yang dideteksi melalui analisis darah. Konsentrasi PTH serum juga meningkat.

Gejala klinis hiperparatiroidisme berhubungan dengan peningkatan aktivitas PTH. Tulang menunjukkan tanda-tanda dekalsifikasi dan rentan terhadap fraktur. Hiperkalsemia mengarah pada penumpukan garam kalsium dalam ginjal (nefrokalsinosis) dan pembentukan batu ginjal (nefrolitiasis). Mungkin juga terdapat kalsifikasi okular dan kulit. Kelebihan kalsium menyebabkan letargi, kelemahan otot, dan defeks konduksi pada jantung. Gambar 4-2 memperlihatkan dampak metabolik hiperpatiroidisme.

Pengobatan pada hiperparatiroidisme primer mencakup bedah eksplorasi leher dan reseksi kelenjar yang mengalami hiperfungsi atau tumor. Hiperparatiroidisme sekunder dapat juga diatasi dengan tindakan bedah, namun pada waktu yang sama lebih penting untuk memperbaiki kelainan metabolik yang menyebabkan hipersekresi PTH. Tidak ada perlunya untuk terburu-buru melakukan operasi paratiroid. Setelah transplantasi ginjal, kelenjar akan kembali keukuran normal dan gangguan metabolik akan menghilang. Jika transplantasi ginjal tidak menormalkan keseimbangan kalsium dan fosfat, maka dokter akan menduga bahwa hiperfungsi paratiroid nampaknya terjadi secara autonomus. Kasus demikian, seperti yang disebut hipperparatiroidisme tersier, jarang terjadi.

B. Penatalaksanaan Klien dengan Hiperparatiroidisme

I. Pengkajian

Tidak terdapat menifestasi yang jelas tentang hiperparatiroidisme dan hiperkalsemia resultan. Kumpulkan riwayat kesehatan yang lengkap dari klien untuk mencari apakah terdapat resiko. Klien mungkin menunjukkan perubahan psikologis, seperti letargi, mengantuk, penurunan memori, dan labilitas emosional, semua menifestasi yang tampak pada hiperkalsemia. Pengkajian keperawatan yang rinci mencakup :

1. Riwayat Kesehatan Klien

2. Riwayat penyakit dalam keluarga

3. Keluhan utama antara lain :

Sakit kepala, kelemahan, lethargi dan kelelahan otot

Gangguan pencernaan seperti mual, muntah, anorexia, obstipasi, dan nyeri lambung yang akan disertai penurunan berat badan

Depresi

Nyeri tulang dan sendi

4. Riwayat Trauma/fraktur tulang

5. Riwayat radiasi daerah leher dan kepala

6. Pemeriksaan fisik yang mencakup :

Observasi dan palpasi adanya deformitas tulang

Amati warna kulit, apakah tampak pucat

Perubahan tingkat kesadaran

7. Bila kadar kalsium tetap tinggi, maka akan tampak tanda psikosis organik seperti bingung bahkan koma dan bila tidak ditandatangani kematian akan mengancam

8. Pemeriksaan diagnostik termasuk :

Pemeriksaan laboratorium : dilakukan untuk menentukan kadar kalsium dalam plasma yang merupakan pemeriksaan terpenting dalam menegakkan kondisi hiperparatiroidisme. Hasil pemeriksaan laboratoriumpada hiperparatiroidisme primer akan ditemukan peningkatan kadar kalsium serum : kadar serum posfat anorganik menurun sementara kadar kalsium dan fosfat urine meningkat.

Pemeriksaan radiologi, akan tampak penipisan tulang dan terbentuk kista dan tabekula pada tulang.

II. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan utama yang dapat dijumpai pada klien dengan hiperparatiroidisme antara lain :

1. Risiko terhadap cedera yang berhubungan dengan demineralisasi tulang yang mengakibatkan fraktur patologi.

2. Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan keterlibatan ginjal sekunder terhadap hiperkalsemia dan hiperfosfatemia.

3. Perubahan nutrisi yang berhubungan dengan efek merugikan dari hiperkalsemia pada saluran gastrointestinal.

III. Rencana Tindakan Keperawatan

Diagnosa keperawatan :

Risiko tidak akan menderita cedera, seperti yang ditunjukkan oleh tidak terdapatnya fraktur patologis.

Intervensi Keperawatan :

1. Lindungi klien dari kecelakaan jatuh, karena klien rentan untuk mengalami fraktur patologis bahkan oleh benturan ringan sekalipun. Bila klien mengalami penurunan kesadaran pasanglah tirali tempat tidurnya.

2. Hindarkan klien dari satu posisi yang menetap, ubah posisi klien dengan hati-hati.

3. Bantu klien memenuhi kebutuhan sehari-hari selama terjadi kelemahan fisik.

4. Atur aktivitas yang tidak melelahkan klien.

5. Ajarkan cara melindungi diri dari trauma fisik seperti cara mengubah posisi tubuh, dan cara berjalan serta menghindari perubahan posisi yang tiba-tiba.

6. Ajarkan klien cara menggunakan alat bantu berjalan bila dibutuhkan. Anjurkan klien berjalan secara perlahan-lahan.

Diagnosa Keperawatan :

Perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan keterlibatan ginjal sekunder terhadap hiperkalsemia dan hiperfosfatemia.

Tujuan :

Klien akan kembali pada haluaran urine normal, seperti yang ditunjukkan oleh tidak terbentuknya batu dan haluaran urine 30 sampai 60 ml/jam.

Intervensi Keperawatan :

1. Perbanyak asupan klien sampai 2500 ml cairan per hari. Dehidrasi merupakan hal yang berbahaya bagi klien dengan hiperparatiroidisme karena akan meningkatkan kadar kalsium serum dan memudahkan terbentuknya batu ginjal.

2. Berikan sari buah canbery atau prune untuk membantu agar urine lebih bersifat asam. Keasaman urine yang tinggi membantu mencegah pembentukan batu ginjal, karena kalsium lebih mudah larut dalam urine yang asam ketimbang urine yang basa.

Diagnosa Keperawatan :

Perubahan nutrisi yang berhubungan dengan anoreksia dan mual.

Tujuan :

Klien akan mendapat masukan makanan yang mencukupi, seperti yang dibuktikan oleh tidak adanya mual dan kembali pada atau dapat mempertahankan berat badan ideal.

Intervensi Keperawatan :

1. Berikan dorongan pada klien untuk mengkomsumsi diet rendah kalsium untuk memperbaiki hiperkalsemia.

2. Jelaskan pada klien bahwa tidak mengkonsumsi susu dan produk susu dapat menghilangkan sebagian manifestasi gastrointestinal yang tidak menyenangkan.

3. Bantu klien untuk mengembangkan diet yang mencakup tinggi kalori tanpa produk yang mengandung susu.

4. Rujuk klien ke ahli gizi untuk membantu perencanaan diet klien.

Diagnosa Keperawatan :

Konstipasi yang berhubungan dengan efek merugikan dari hiperkalsemia pada saluran gastrointestinal.

Tujuan :

Klien akan mempertahankan pola BAB normal, seperti yang dibuktikan oleh BAB setiap hari (sesuai dengan kebiasaan klien).

Intervensi Keperawatan :

1. Upayakan tindakan yang dapat mencegah konstipasi dan pengerasan fekal yang diakibatkan oleh hiperkalsemia.

2. Bantu klien untuk tetap dapat aktif sesuai dengan kondisi yang memungkinkan

3. Tingkatkan asupan cairan dan serat dalam diet. Klien harus minum sedikitnya enam sampai 8 gelas air per hari kecuali bila ada kontraindikasi.

4. Jika konstipasi menetak meski sudah dilakukan tindakan, mintakan pada dokter pelunak feses atau laksatif.

C. Penatalaksanaan Bedah Hiperparatiroidisme

Pengobatan definitif hiperparatiroidisme primer adalah bedah pengangkatan kelenjar atau pengangkatan kelenjar yang menyebabkan hipersekresi PTH. Biasanya hanya kelenjar paratiroid yang sakit saja yang diangkat. Namun bila keempat kelenjar mengalami hiperplasia, maka akan diangkat tiga dari keempat kelenjar tersebut.

Komplikasi hiperparatiroidektomi serupa dengan yang terdapat pada tiroidektomi dan jarang terjadi. Hipokalsemia merupakan komplikasi yang secara potensial mengancam hidup meski masih tersisa kelenjar paratiroid yang lain karena edema dapat mengurangi fungsinya. Klien juga dapat mengalami distres pernapasan yang berhubungan baik dengan hemoragi atau kekambuhan kerusakan saraf laringeal.

Angka kesembuhan untuk hiperparatiroidisme primer setelah operasi pengangkatan adalah 95%. Angka keberhasilan yang tinggi ini secara langsung berkaitan dengan pengalaman ahli bedah dan eksplorasi menyeluruh leher (Black-Matassarin, 1997.)

I. Penatalaksanaan Keperawatan Klien Bedah

Klien yang menjalani operasi mungkin sudah mengalami hiperparatiroidisme lama dan oleh karenanya harus dikaji terhadap komplikasi penyakit yang diderita. Fungsi ginjal harus dikaji dengan cermat sebelum operasi.

Klien yang akan menjalani operasi untuk hiperparatiroidisme berisiko terhadap sejumlah komplikasi. Salah satu diagnosa keperawatan yang penting pada klien bedah ini adalah resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan sensitivitas obat preoperatif dan komplikasi pascaoperasi.

Selama periode pascaoperasi, masalah baru dapat timbul, beberapa diantaranya adalah kebalikan dari masalah yang ditemukan pada periode preoperatif. Selama periode pascaoperasi awal, asuhan keperawatan yang diberikan sama dengan klien setelah tiroidektomi, yaitu mengkaji klien dengan seksama dan cermat terhadap hemoragi, obstruksi jalan napas, cedera pada saraf laringeal, dan tetani. Juga awasi terhadap manifestasi ketidakseimbangan hormonal.

Tetani ringan akibat turunnya kadar kalsium serum setelah pengangkatan jaringan paratiroid adalah wajar. Secara khas, rasa kebas pada tangan dan sekitar mulut yang menyertai reserksi jaringan paratiroid biasanya bersifat sementara. Jika menetap atau menghebat, biasanya diberikan infus kalsium glukonat.

D. Hipoparatiroidisme

Hipoparatiroidisme terjadi akibat hipofungsi paratiroid atau kehilangan fungsi kelenjar paratiroid. Namun begitu, kondisi ini merupakan kondisi yang langka umumnya terjadi setelah pengangkatan keempat kelenjar secara tidak sengaja pada operasi tumor leher. Penyebab kongenital, genetik atau autoimun dari hipoparatiroidisme sangat jarang.

Gejala klinis hipoparatiroidisme mencerminkan gangguan metabolik yang disebabkan oleh defisiensi PTH. Defisiensi yang terpenting diantaranya adalah hipokalsemia, yang mengakibatkan perubahan eksitabilitas neuromuskular dan kontraksi muskular. Otot skeletal cenderung untuk menjadi spastis (tetani hipokalsemik). Kerja jantung menjadi takteratur, dan pada kasus-kasus yang berat, dapat terjadi henti jantung. Aktviitas saraf juga mengalami perubahan, terjadi fluktuasi antara hipere

E. Penatalaksanaan Klien dengan Hipoparatiroidisme