askep_bronkitis_refisi_tin.doc
-
Upload
muhamad-muhidin-cibungcu -
Category
Documents
-
view
216 -
download
1
Transcript of askep_bronkitis_refisi_tin.doc
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit infeksi sekarang ini yang banyak menimbulkan kematian adalah saluran pernafasan
baik itu pernafasan atas maupun bawah, yang bersifat akut atau kronis salah satunya
penyakit bronchitis. Bronchitis pada anak berbeda dengan bronchitis yang terjadi pada orang
dewasa. Pada anak bronchitis merupakan bagian dari berbagai penyakit saluran nafas lain,
namun dapat juga merupakan penyakit tersendiri (ngastiyah, 200585). Di Amerika Serikat,
menurut national center for health statistics, kira-kira ada 14 juta orang menderita bronchitis.
Lebih dari 12 juta orang menderita bronchitis pada tahun 1994, sama dengan 5% populasi
amerika. Di dunia bronchitis merupakan masalah dunia. Frekuensi bronchitis lebih banyak
pada status ekonomi rendah dan pada kawasan industri.bronchitis lebih banyak terdapat pada
laki-laki dibanding perempuan (Samer, 2007).
Menurut data statistik belanda, tujuh kali pada pasien anak-anak dibawah usia 1 tahun
masuk rumah sakit dengan diagnosis bronchitis. Jumlah pasien tersebut meningkat dari 1500
menjadi 5000 antara tahun 1981 – 2005, dengan rata-rata 35% pasien pada usia 0 – 1 tahun.
Di kelompok umur tersebut juga terjadi peningkatan sebanyak tujuh kali di periode tersebut.
Antara tahun 1981 – 2005, pasien dengan diagnosis bronchitis meningkat dari 29 menjadi
147 per 10.000 orang usia 0 – 1 tahun, separuh pasien tersebut adalah bayi dibawah usia 4
bulan (Ploemacher, 2010).
1
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
1. Untuk Mengetahui Konsep dan Asuhan Keperawataan Bronchitis
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengertian bronchitis
2. Untuk mengetahui etiologi bronchitis
3. Untuk mengetahui patofisiologi bronchitis
4. Untuk mengetahui klasifikasi bronchitis
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis bronchitis
6. Untuk mengetahui komplikasi bronchitis
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan bronchitis
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan bronchitis
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Defenisi
Bronchitis adalah suatu peradangan bronchiolus, bronchus, dan trachea oleh berbagai sebab.
Bronchitis biasanya lebih sering disebabkan oleh virus seperti rhinovirus, Respiratory
Syncitial Virus (RSV), virus influenza, virus para influenza, dan Coxsackie virus . Bronchitis
adalah suatu peradangan pada bronchus yang disebabkan oleh berbagai macam
mikroorganisme baik virus, bakteri, maupun parasit. Ada 2 jenis bronchitis yaitu bronchitis
akut dan kronik (Muttaqin, 2008).
Bronchitis adalah peradangan dari satu atau lebih bronchus. Bronchitis akut adalah
serangan bronchitis dengan perjalanan penyakityang singkat dan berat, disebabkan oleh
karena terkena dingin,penghirupan bahan-bahan iritan, atau oleh infeksi akut, dan
ditandaidengan demam, nyeri dada (terutama disaat batuk), dyspnea, dan batuk.Bronchitis
kronik adalah bentuk peradangan yang lama dan berkesinambungan akibat serangan berulang
bronchitis akut atau penyakit-penyakit umum kronis, dan ditandai dengan batuk,
ekspektorasi, danperubahan sekunder jaringan paru (Company, 2000).
Bronchitis kronik didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan
dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut.Sekresi yang menumpuk dalam bronchioles
mengganggu pernapasan yang efektif. Merokok atau pemajanan terhadap terhadap polusi
adalah penyebab utama bronchitis kronik. Pasien dengan bronchitis kronik lebih rentan
terhadap kekambuhan infeksi saluran pernapasan bawah. Kisaran infeksi virus, bakteri, dan
mikroplasma dapat menyebabkan episode bronchitis akut. Eksaserbasi bronchitis kronik
hampir pasti terjadi selama musim dingin. Menghirup udara yang dingin dapat menyebabkan
bronchospasme bagi mereka yang rentan (Smeltzer & Bare 2001).
Bronchitis kronis adalah kelainan yang ditandai oleh hipersekresi bronchus secara terus
menerus. Bronchitis Kronis merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh
pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronchus dan bermanifestasi sebagai batuk
kronis dan pembentukan sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun sekurang-
kurangnya dalam 2 tahun berturut-turut (Sylvia, Price, & Wilson, 1994). Dari beberapa
pengertian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa bronchitis merupakan suatu
3
peradangan pada bronchus yang disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme baik
virus, bakteri, maupun parasit. Bronchitis dibagi menjadi dua fase yaitu fase akut dan fase
kronis.
2.2 Etiologi
Penyebab utama penyakit bronkitis akut adalah virus. Sebagai contoh Rhinovirus Sincytial
Virus (RSV), Influenza Virus, Para-influenza Virus, Adenovirus dan Coxsakie Virus. Di
lingkungan sosio-ekonomi yang baik jarang terdapat infeksi sekunder oleh bakteri. Alergi,
cuaca, polusi udara dan infeksi saluran napas atas dapat memudahkan terjadinya bronkitis
akut. Rokok
1. Infeksi
Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus yang
kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak
adalah Hemophilus influenza dan streptococcus pneumonie.
2. Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi bila ditambah
merokok resiko akan lebih tinggi. Zat – zat kimia dapat juga menyebabkan bronchitis
adalah zat – zat pereduksi seperti O2, zat – zat pengoksida seperti N2O, hidrokarbon,
aldehid, ozon.
3. Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak, kecuali pada
penderita defisiensi alfa – 1 – antitripsin yang merupakan suatu problem, dimana
kelainan ini diturunkan secara autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim
proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk
jaringan paru.
4. Penyakit jantung menahun, yang disebabkan oleh kelainan patologik pada katup maupun
miokardia. Kongesti menahun pada dinding bronchus melemahkan daya tahan sehingga
infeksi bakteri mudah terjadi.
5. Infeksi sinus paranasalis dan rongga mulut, area infeksi merupakan sumber bakteri yang
dapat menyerang dinding bronchus.
4
6. Dilatasi bronkus (bronkhiektasi), menyebabkan gangguan susunan dan fungsi dinding
bronkus sehingga infeksi bakterinmudah terjadi.
Rokok dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronchus sehingga
drainase lendir terganggu. Kempulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri. Menurut buku Report of the WHO Expert Comite on Smoking
Control, rokok adalah penyebab utama timbulnya bronchitis. Terdapat hubungan yang
erat antara merokok dan penurunan VEP (volume ekspirasi paksa) 1 detik. Secara
patologis rokok berhubungan dengan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia
skuamus epitel saluran pernafasan juga dapat menyebabkan bronkostriksi akut.
2.3 Patofisiologi
Asap mengiritasi jalan napas, mengakibatkan hipersekresi lendirdan inflamasi. Karena iritasi
yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel globet meningkat
jumlahnya, fungsi silliamenurun, dan lebih banyak lendir yang dihasilkan dan
akibatnyabronchioles menjadi menyempit dan tersumbat. Alveoli yang berdekatan dengan
bronchioles dapat menjadi rusak dan membentuk fibrosis,mengakibatkan perubahan fungsi
makrofag alveolar, yang berperan penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk
bakteri. Pasien kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan
bronchial lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotic yang terjadi dalam jalan
napas. Pada waktunya, mungkin terjadi perubahan paru yang irreversible, kemungkinan
mengakibatkan emphysema dan bronchiectasis (Smeltzer & Bare, 2001).
2.4 Klasifikasi
1. Bronchitis Akut
Bronchitis Adalah batuk yang tiba-tiba terjadi karena infeksi virus yang melibatkan jalan
napas yang besar. Bronkitis akut pada bayi dan anak biasanya juga bersama dengan
trakeitis, merupakan penyakit saluran napas akut (ISNA) yang sering dijumpai Bronkitis
aku.t pada umumnya ringan. Berlangsung singkat (beberapa hari hingga beberapa
minggu), rata-rata 10-14 hari. Meski ringan, namun adakalanya sangat mengganggu,
terutama jika disertai sesak, dada terasa berat, dan batuk berkepanjangan.
5
2. Bronchitis Kronik
Bronkitis kronk merupakan penyakit saluran napas yang sering didapat di masyarakat.
Penyakit ini menjadi masalah kesehatan oleh karena sifatnya yang kronik, persisten dan
progresif. Infeksi saluran napas merupakan masalah klinis yang sering dijumpai pada
penderita bronkitis kronik yang dapat memperberat penyakitnya. Eksaserbasi infeksi akut
akan bronkitis kronik yang dapat memperberat penyakitnya. Eksaserbasi infeksi akut
akan mempercepat kerusakan yang telah terjadi, disamping itu kuman yang menyebabkan
eksaserbasi juga berpengaruh terhadap morbiditas penyakit ini. Penyakit ini berlangsung
lebih lama dibandingkan bronkitis akut, yaitu berlangsung selama 1 tahun dengan
frekuensi batuk produktif 3 bulan selam 2 tahun berturut-turut.
2.5 Manifestasi Klinis Bronchitis
Gejala umum bronkitis akut maupun bronkitis kronik adalah:
1. Batuk dan produksi sputum adalah gejala yang paling umum biasanya terjadi setiap hari.
Intensitas batuk, jumlah dan frekuensi produksi sputum bervariasi dari pasien ke pasien.
Dahak berwarna yang bening, putih atau hijau-kekuningan.
2. Dyspnea (sesak napas) secara bertahap meningkat dengan tingkat keparahan penyakit.
Biasanya, orang dengan bronkitis kronik mendapatkan sesak napas dengan aktivitas dan
mulai batuk.
3. Gejala kelelahan, sakit tenggorokan , nyeri otot, hidung tersumbat, dan sakit kepala dapat
menyertai gejala utama.
4. Demam dapat mengindikasikan infeksi paru-paru sekunder virus atau bakteri.
Pada bronkitis akut, batuk terjadi selama beberapa minggu. Sesorang didiagnosis
bronkitis kronik ketika mengalami batuk berdahak selama paling sedikit tiga bulan selama
dua tahun berturut-turut. Pada bronkitis kronik mungkin saja seorang penderita mengalami
bronkitis akut diantara episode kroniknya, dan batu mungkin saja hilang namun akan muncul
kembali (Smeltzer & Bare, 2001).
6
2.6 Komplikasi
Komplikasi bronchitis menurut Behrman (1999), antara lain :
1. Otitis media akut .
Yaitu keadaan terdapatnya cairan di dalam telinga tengah dengan tanda dan gejala infeksi
dan dapat disebabkan berbagai patogen termasuk Sterptococcus pneumoniae dan
Haemophilus influenzae. Mikroorganisme patogen penyebab bronkhtis menebar dan
masuk ke dalam saluran telinga tengah dan menimbulkan peradangan sehingga terjadi
infeksi.
2. Sinusitis maksilaris
Yaitu radang sinus yang ada di sekitar hidung yang disebabkan oleh komplikasi
peradangan jalan nafas bagian atas dibantu oleh adanya faktor predisposisi. Infeksi pada
sinus dapat menyebabkan bronkhospasme, edema dan hipersekresi sehingga
mengakibatkan bronchitis.
3. Pneumonia
Pneumonia adalah radang paru yang disebabkan oleh bermacammacam etiologi seperti
bakteri, virus, jamur, dan benda asing. Jika bronchitis tidak ditangani dengan baik secara
tuntas atau jika daya tahan tubuh jelek, maka proses peradangan akan terus berlanjut
disebut bronchopneumoniae. Gejala yang muncul umumnya berupa nafas yang memburu
atau cepat dan sesak nafas karena paru-paru mengalami peradangan. Pneumonia berat
ditandai adanya batuk atau kesukaran bernafas, sesak nafas ataupun penarik dinding dada
sebelah bawah kedalam.
2.7 Penatalaksanaan
Objektif utama pengobatan adalah untuk menjaga agar bronchioles terbuka dan berfungsi,
untuk memudahkan pembuangan sekresi bronchial, untuk mencegah infeksi, dan untuk
mencegah kecacatan. Perubahan dalam pola sputum (sifat, warna, jumlah, ketebalan) dan
dalam pola batuk adalah tanda yang penting untuk dicatat. Infeksi bakteri kambuhan diobati
dengan terapi antibiotic berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas. Untuk
membantu membuang sekresi bronchial, diresepkan bronchodilator untuk menghilangkan
bronchospasme dan mengurangi obstruksi jalan napas sehinggga lebih banyak oksigen
7
didistribusikan ke seluruh bagian paru, dan ventilasi alveolar diperbaiki. Postural drainage
dan perkusi dada setelah pengobatan biasanya sangat membantu, terutama bila terdapat
bronchiectasis. Cairan (yang diberikan per oral atau parenteral jika bronchospasme berat)
adalah bagian penting dari terapi, karena hidrasi yang baik membantu untuk mengencerkan
sekresi sehingga dapat dengan mudah dikeluarkan dengan membatukannya. Terapi
kortikosteroid mungkin digunakan ketika pasien tidak menunjukkan keberhasilan terhadap
pengukuran yang lebih konservatif. Pasien harus menghentikan merokok karena
menyebabkan bronchoconstrictor, melumpuhkan sillia, yang penting dalam membuang
partikel yang mengiritasi, dan menginaktivasi surfactants, yang memainkan peran penting
dalam memudahkan pengembangan paru-paru. Perokok juga lebih rentan terhadap infeksi
bronchial (Smeltzer & Bare, 2001).
Penatalaksanan medis bronchitis akut : karena penyebab bronchitis pada umumnya virus
maka belum ada obat kausal. Antibiotik tidak berguna. Obat yang di berikan biasanya untuk
penurunan demam. Banyak minum terutama sari buah-buahan obat penekan batuk tidak di
berika pada batuk yang banyak lender, lebih baik di beri banyak minum. Bila batuk teteap
ada dan tidak ada perbaikan setelah dua minggu perlu dicurigai adanya infeksi bakteri
sekunder dan anti biotic boleh di berikan asal sudah disingkirkan adanya asma atau pertusisi.
Pemberian anti biotic yang serasi untuk M. pneumonia dan H. influenza sebagai bakteri
penyerang sekunder misalnya amoksisislin, kotrimoksazol dan golongan makrolid. Antibiotic
di berikan 7-10 hari dan bila tidak berhasil perlu dilakukan foto thorax untuk menyingkirkan
kemukinan kolaps paru segmental dan lobaris , benda asing dalam saluran nafas dan
tuberkolosis. (ngastiyah,2005).
Penatalaksanan medis bronchitis kronis : pada bronchitis gejala batuk sangat
menonjoldan sering terjadi siang dan malam terutama pagi-pagi sekali yang menyebabkan
pasien kurang istirahat atau tidur, pasien akan terganggu rasa aman dan nyamamnya. Akibat
lain adalah terjadinya daya tahan tubuh pasien yang menurun, anoreksia, sehingga berat
badanya sukar naik. Pada anak yang lebih besar batuk-batuk yang terus-menerus akan
menggangu kesenangan bermain, dan bagi anak yang sudah sekolah batuk mengagu
konsenterasi bagi diri sendiri, saudara maupun teman-temanya. Untuk menggangu menguragi
gangguan tersebut perlu di usahakan agar batuk tidak bertambah banyak dengan memberikan
8
obat secara benar dan membatasi aktivitas anak untuk mencegah keluar banyak keringat,
karena jika baju basah juga akan menyebabkan batuk-batuk (karena dinggin). Untuk
mengurangi batuk pada malam hari berikan obat batuk yang terahir sebelum tidur. Anak yang
batuk apalagi yang bronchitis lebih baik tidak tidur di kamar yang ber AC atau memakai
kipas angin. Jika suhu udara dinggin pakaikan baju hangat bila ada yang tertutup lehernya.
Obat gosok merasa hangat dan dapat tidur tenang. Bila batuk tidak segera berhenti berikan
minuman hangat tidak manis. Pada anak yang sudah agak besar jika ada dahak di dalam
tengorokannya beritahu supaya di buang karena adanya dahak tersebut juga merangsang
batuk. Usahakan mengurangi batuk dengan menghindari makanan yang merangsang seperti
goreng-gorengan, permen atau minum es. Jangan memandikan anak terlalu pagi atau terlalu
sore dan memeandikan dengan air hangat (Ngastiyah,2005).
2.8 Asuhan Keperawataan
2.8.1 Pengkajian
1. Identitas Klien : Nama, umur, alamat, pendidikan, agama, no. register, diagnose
medis
2. Riwayat kesehatan : Riwayat alergi dalam keluarga, gangguan genetic, riwayat
tentang disfungsi pernapasan sebelumnya, bukti terbaru penularan terhadap
infeksi, allergen, atau iritan lain, trauma.
3. Pemeriksaan Fisik :
3.1 B1 (Breathing)
Adanya retraksi dan pernapasan cuping hidung, warna kulit dan membrane
mukosa pucat dan cyanosis, adanya suara serak, stridor dan batuk. Pada anak
yang menderita bronchitis biasanya disertai dengan demam ringan, secara
bertahap mengalami peningkatan distress pernapasan, dispnea, batuk non
produktif paroksimal, takipnea dengan pernapasan cuping hidung dan retraksi,
emfisema.
9
3.2 B2 (Blood)
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda : Peningkatan TD, Takikardi, Distensi vena jugularis, Bunyi jantung
redup(karena cairan di paru-paru), Warna kulit normal atau sianosis.
3.3 B3 (Brain)
Klien tampak gelisah, peka terhadap rangsang, ketakutan, nyeri dada.
3.4 B4 (Bladder)
Tidak ditemukan masalah, tidak ditemukan adanya kelainan.
3.5 B5 (Bowel)
Gejala : Mual/muntah, Nafsu makan menurun, Ketidakmampuan makan
karena distres pernafasan, Penurunan berat badan,Nyeri abdomen.
Tanda : Turgor kulit buruk, Edema, Berkeringat, Palpitasi abdomial dapat
menunjukkan hepatomegali.
3.6 B6 (Bone)
Gejala : Keletihan, kelelahan, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
karena sulit bernafas, Ketidakmampuan untuk tidur, perlu dalam posisi duduk
tinggi, Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
Tanda: Keletihan, gelisah , dan insomnia.
4. Pemeriksaaan diagnostic
4.1 Rongent : Peningkatan tanda bronkovaskuler
4.2 Tes fungsi paru: Memperkirakan derajad disfungsi paru
4.3 Volume residu : Meningkat
4.4 GDA : Memperkirakan progresi penyakit(Pa02 menurun dan PaCO2
meningkat atau normal)
4.5 Bronkogram: Pembesaran duktus mukosa
4.6 Sputum: Kultur untuk menentukan adanya infeksi,identifikasi pathogen
4.7 EKG: Disritmia arterial
4.8 EKG latihan : Membantu dalam mengkaji derajad disfungsi paru untuk
program latihan
10
2.8.2 Diagnosa
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronchospasme,
edema mukosa, akumulasi mukus.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
3. Hipertermi berhubungan dengan bakterimia, viremia
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan rasa nausea,
vomiting, malaise.
5. Resiko gangguan keseimbangan cairan (defisit) berhubungan dengan
penurunan intake oral, dyspnoe, tacypnoe.
6. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret,
proses penyakit kronis
2.8.3 Intervensi
No. Diagnose
Keperawatan
Kriteria Hasil/Tujuan Intervensi Rasional
1. Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
berhubungan dengan
bronchospasme,
edema mukosa,
akumulasi mukus.
Tujuan:
Jalan nafas bersih dan
patent setelah
mendapat tindakan
keperawatan, dengan
kriteria:
Pada saat bernafas
tidak menggunakan
otot-otot bantu,
frekwensi nafas dalam
batas normal, suara
nafas
bronchovesikuler.
a. Jelaskan
pada klien
dan keluarga
beberapa
tindakan
yang dapat
dilakukan
untuk
meningkatka
n proses
pengeluaran
sekret.
b. Anjurkan
kepada klien
a. Pengetahuan yang
memadai
memungkinkan
keluarga dan klien
kooperatif dalam
tindakan
perawatan.
b. Peningkatan hidrasi
cairan akan
mengencerkan
sekret sehingga
sekret akan lebih
mudah dikeluarkan.
c. Fisoterapi nafas
11
dan keluarga
agar
memberikan
minum lebih
banyak dan
hangat
kepada
klien.
c. Lakukan
fisioterapi
nafas dan
latihan batuk
efektif
d. Kolaborasi
dalam
pemberian
ekspektoran.
e. Observasi:
Pernafasan
(rate, pola,
penggunaan
otot bantu,
irama, suara
nafas,
cyanosis),
tekanan
darah, nadi,
dan suhu.
melepaskan sekret
dari tempat
perlekatan, postural
drainase
memudahkan
pengaliran sekret,
batuk efektif
mengeluarkan
sekret secara
adekuat.
d. Ekspektoran
mengandung
regimen yang
berfungsi untuk
mengencerkan
sekret agar lebih
mudah dikeluarkan.
e. Tanda vital
merupakan
indikator yang
dapat diukur untuk
mengetahui
kecukupan suplai
oksigen.
12
2. Pola nafas tidak
efektif berhubungan
dengan
broncokontriksi,
mukus.
.
Tujuan : perbaikan
dalam pola nafas
Kriteria Hasil:
pemeriksaan TTV
terutama pada pola
nafas pasien normal.
a. Ajarkan
pasien
pernafasan
diaphragm
dan
pernafasan
bibir
b. Berikan
dorongan
untuk
menyelingi
aktivitas
dan
periode
istirahat
c. Berikan
dorongan
penggunaa
n pelatihan
otot-otot
pernafasan
jika
diharuskan
a. Membantu pasien
memperpanjang
waktu ekspirasi.
Dengan teknik ini
pasien akan
bernafas lebih
efisien dan efektif.
b. Memungkinkan
pasien untuk
melakukan
aktivitas tanpa
distres berlebihan.
c. Menguatkan dan
mengkondisikan
otot-otot
pernafasan.
3. Hipertermi
berhubungan dengan
bakterimia, viremia
Tujuan:
Suhu tubuh dalam
batas normal setelah
mendapat tindakan
keperawatan dengan
a. Jelaskan
pada
keluarga
tindakan
perawatan
a. Pengetahuan yang
memadai
memungkinkan
klien dan keluarga
kooperatif terhadap
13
kriteria:
Suhu tubuh dalam
batas normal, tekanan
darah dalam batas
normal, nadi dan
respirasi dalam batas
normal.
yang akan
dilakukan.
b. Berikan
kompres.
c. Anjurkan
kepada
keluarga
dan klien
untuk
minum
lebih
banyak.
d. Anjurkan
kepada
keluarga
untuk
memakaik
an baju
yang tipis
dan
menyerap
keringat
untuk
klien.
e. Kolaborasi
dalam
pemberian
antipiretik.
f. Observasi
tanda-
tindakan
keperawatan.
b. Penurunan panas
dapat dilakukan
dengan cara
konduksi melalui
kompres.
c. Hidrasi cairan yang
cukup dapat
menurunkan suhu
tubuh.
d. Penurunan suhu
dapat dilakukan
dengan tehnik
evaporasi
e. Antipiretik
mengandung
regimen yang
bekerja pada pusat
pengatur suhu di
hipotalamus.
f. Peningkatan suhu
tubuh
mencerminkan
masih adanya
bakterimia, viremia
14
tanda vital.
4. Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
rasa nausea, vomiting,
malaise.
Tujuan:
Nutrisi terpenuhi
secara adekuat setelah
mendapat tindakan
keperawatan dengan
kriteria:
Berat badan dalam
batas normal, terjadi
peningkatan berat
badan, klien mau
menghabiskan
makanan yang
disajikan.
a. Jelaskan
pada klien
dan
keluarga
tentang
manfaat
dari nutrisi
yang
adekuat.
b. Sajikan
makanan
dalam
keadaan
hangat dan
menarik.
c. Berikan
makanan
dengan
porsi
sedikit tapi
sering.
d. Kolaborasi
dalam
pemberian
vitamin/
roboransia.
e. Observasi
kemampua
a. Pengetahuan yang
memadai
memungkinkan
klien dan keluarga
kooperatif terhadap
tindakan perawatan
yang diberikan.
b. Merangsang
peningkatan nafsu
makan pada fase
sefal.
c. Dilatasi lambung
yang berlebihan
merangsang rasa
mual dan muntah.
d. Roboransia
memberikan efek
dalam peningkatan
nafsu makan
e. Deteksi dini
terhadap
perkembangan
klien
15
n klien
dalam
menghabis
kan
makanan,
berat
badan.
.
5. Resiko gangguan
keseimbangan cairan
(defisit) berhubungan
dengan penurunan
intake oral, dyspnoe,
tacypnoe.
Tujuan:
Tidak terjadi gangguan
keseimbangan cairan
selama dalam masa
perawatan dengan
kriteria:
Produksi urine dalam
batas normal, tekanan
darah dalam batas
normal, denyut nadi
dalam batas normal
dan teraba penuh,
ubun-ubun besar datar,
mata tidak cowong.
a. Jelaskan
pada klien
dan
keluarga
tentang
manfaat
dari
pemberian
minum
yang
adekuat.
b. Anjurkan
kepada
keluarga
untuk
memberika
n minum
yang
adekuat.
c. Kolaborasi
dalam
a. Pengetahuan yang
memadai
memungkinkan
keluarga dan klien
kooperatif terhadap
tindakan
keperawatan.
b. Intake cairan yang
adekuat mencegah
timbulnya defisit
cairan.
c. Anak yang
mengalami
dyspnoe akan
mengalami
kesulitan dalam
asupan perenteral/
per os.
d. Mengetahui sejak
dini dengan
16
pemberian
cairan
perparente
ral.
d. Observasi
intake dan
output
e. Observasi
tanda vital
dan
produksi
urine serta
keadaan
umum.
menghitung secara
tepat agar tidak
terjadi defisit
cairan.
e. Gangguan
keseimbangan
cairan dalam tubuh
dapat
mengakibatkan per-
ubahan pada tanda
vital, produksi
urine.
6. Resiko tinggi
terhadap infeksi
berhubungan dengan
menetapnya sekret,
proses penyakit
kronis.
Tujuan:
mengidentifikasi
intervensi untuk
mencegah resiko tinggi
Kriteria Hasil:
Menunjukkan
kemampuan untuk
mencegah timbulnya
infeksi. Jumlah
leukosit dalam batas
normal.
a. Awasi
suhu.
b. Observasi
warna, bau
sputum.
c. Tunjukkan
dan bantu
pasien
tentang
pembuang
an sputum.
d. Diskusikan
kebutuhan
masukan
nutrisi
a. Demam dapat
terjadi karena
infeksi atau
dehidrasi.
b. Sekret berbau,
kuning dan
kehijauan
menunjukkan
adanya infeksi.
c. Mencegah
penyebaran
patogen.
d. Malnutrisi dapat
mempengaruhi
kesehatan umum
17
adekuat.
e. Berikan
anti
mikroba
sesuai
indikasi
dan menurunkan
tekanan darah
terhadap infeksi.
e. Dapat diberikan
untuk organisme
khusus yang
teridentifikasi
dengan kultur.
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bronchitis adalah suatu peradangan bronchiolus, bronchus, dan trachea oleh berbagai sebab.
Bronchitis biasanya lebih sering disebabkan oleh virus seperti rhinovirus, Respiratory
Syncitial Virus (RSV), virus influenza, virus para influenza, dan Coxsackie virus . Bronchitis
adalah suatu peradangan pada bronchus yang disebabkan oleh berbagai macam
mikroorganisme baik virus, bakteri, maupun parasit. Ada 2 jenis bronchitis yaitu bronchitis
akut dan kronik (Muttaqin, 2008).
Bronchitis adalah peradangan dari satu atau lebih bronchus. Bronchitis akut adalah
serangan bronchitis dengan perjalanan penyakityang singkat dan berat, disebabkan oleh
karena terkena dingin,penghirupan bahan-bahan iritan, atau oleh infeksi akut, dan
ditandaidengan demam, nyeri dada (terutama disaat batuk), dyspnea, dan batuk.Bronchitis
kronik adalah bentuk peradangan yang lama dan berkesinambungan akibat serangan berulang
bronchitis akut atau penyakit-penyakit umum kronis, dan ditandai dengan batuk,
ekspektorasi, danperubahan sekunder jaringan paru (Company, 2000).
3.2 Saran
Bagi mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pasien bayi dengan bronchitis
sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan sesuai teori yang ada. Bagi perawat
diharapkan dapat menambah wawasan dan informasi dalam penanganan pasien bayi dengan
bronkitis sehingga dapat meningkatkan pelayanan kesehatan yang baik.
19
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E, 2003, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, ; alih bahasa, I Made Kariasa; editor, Monica Ester,
Edisi 3, Jakarta : EGC.
Dona L. Wong, 2004, Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4, Jakrta : Buku Kedokteran
EGC.
Ngastiyah, 2006. Perawatan Anak Sakit, Jakarta : Buku Kedokteran EGC
20