Askep Plasenta Previa
-
Upload
gendrux-zibbzibb -
Category
Documents
-
view
133 -
download
0
description
Transcript of Askep Plasenta Previa
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perdarahan pada kehamilan harus dianggap sebagai kelainan yang
berbahaya.Perdarahan pada kehamilan muda disebut sebagai abortus sedangkan
perdarahan pada kehamilan tua disebut perdarahan anterpartum. Batas teoritis
antara kehamilan muda dengan kehamilan tua adalah 22 minggu mengingat
kemungkinan hidup janin diluar uterus. Perdarahan anterpartum biasanya berbatas
pada perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 22 minggu tapi tidak jarang terjadi
pula pada usia kandungan kurang dari 22 minggu dengan patologis yang sama.
Perdarahan saat kehamilan setelah 22 minggu biasanya lebih berbahaya dan lebih
banyak daripada kehamilan sebelum 22 minggu . Oleh karena itu perlu penanganan
yang cukup berbeda . Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber
pada kelainan plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan
plasenta umpamanya kelainan serviks biasanya tidak seberapa berbahaya. Pada
setiap perdarahan anterpartum pertama-tama harus selalu dipikirkan bahwa hal itu
bersumber pada kelainan plasenta .
Perdarahan anterpartum yang bersumber dari kelainan plasenta yang secara
klinis biasanya tidak terlampau sukar untuk menentukannya ialah plasenta previa
dan solusio plasenta serta perdarahan yang belum jelas sumbernya . Perdarahan
anterpartum terjadi kira-kira 3 % dari semua persalinan yang terbagi atas plasenta
previa , solusio plasenta dan perdarahan yang belum jelas penyebabnya .
Pada umumnya penderita mengalami perdarahan pada triwulan tiga atau
setelah usia kehamilan, namun beberapa penderita mengalami perdarahan sedikit-
sedikit kemungkinan tidak akan tergesa-gesa datang untuk mendapatkan
pertolongan karena disangka sebagai tanda permulaan persalinan biasa. Baru
setelah perdarahan yang berlangsung banyak, mereka datang untuk mendapatkan
pertolongan .Setiap perdarahan pada kehamilan lebih dari 22 minggu yang lebih
banyak pada permulaan persalinan biasanya harus lebih dianggap sebagai
perdarahan anterpartum apapun penyebabnya , penderita harus segera dibawah ke
rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk transfusi darah dan operasi. Perdarahan
anterpartum diharapkan penanganan yang adekuat dan cepat dari segi medisnya
maupun dari aspek keperawatannya yang sangat membantu dalam penyelamatan
ibu dan janinnya.
1.2. Tujuan Pembahasan
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan menganalisis Plasenta Previa serta memahami struktur
Asuhan Keperawatan pada pasien Plasenta Previa
b. Tujuan Khusus
1) Untuk memahami tentang arti Plasenta Previa
2) Untuk memahami etiologi pada penyakit Plasenta Previa
3) Untuk mengetahui klasifikasi penyakit Plasenta Previa
4) Untuk memahami tanda dan gejala Plasenta Previa
5) Untuk memahami patologis penyakit Plasenta Previa
6) Untuk mengetahui komplikasi dari Plasenta Previa
7) Untuk mengetahui penatalaksanaan medis pada penyakit Plasenta Previa
8) Untuk memahami bentuk dan strukstur konsep askep pada klien penderita
Plasenta Previa
BAB II
KONSEP TEORI
2.1. Konsep Penyakit
2.1.1. Definisi
Plasenta previa adalah perdarahan yang terjadi pada implantasi plasenta
yang menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum (Manuaba, 2008).
Plasenta Previa adalah plasenta berimplantasi, baik parsial atau total pada
sekmen bawah uteri dan terletak di bawah (previa) bagian presentasi bawah janin
(Lewellyn, 2001).
Plasenta previa plasenta yang letaknya abnormal, pada sekme uterus
sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pada jalan lahir (Mansjoer,
2001).
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada segmen
bawah rahim dan menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum
(Prawirohardjo.S, 2002).
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplitasi rendah sehingga
menutupisebagian/seluruh ostium uteri internum (Sastrawinata, 2004).
2.1.2. Klasifikasi
A. Tipe I (Letak rendah)
1) Lokasi lebih banyak pada segmen atas uterus.
2) Persalinan pervaginam mungkin dapat dilakukan.
3) Perdarahan selalu sedikit.
4) Kondisi ibu dan janin biasanya baik.
5) Pinggir plasenta tidak menyentuh ostium uteri internum.
B. Tipe II (Marginalis)
1) Plasenta previa berlokasi pada segmen bawah dekat ostium uteri
internum (menyentuh sedikit).
2) Persalinan pervaginam mungkin dapat dilakukan pada bagian anterior.
3) Perdarahan selalu banyak walaupun kondisi ibu dan bayi akan bervariasi.
4) Hipoksia janin lebih sering dibanding syok bagi ibu.
C. Tipe III (Parsialis)
1) Lokasi plasenta pada ostium internum tapi tidak persis di tengah-
tengah.
2) Perdarahan biasanya hebat khusus pada saat segmen bawah rahim (SBR)
dan serviks mulai tertarik dan dilatasi pada akhir kehamilan.
3) Tidak mungkin persalinan pervaginam, oleh karena plasenta berada di
depan janin di jalan lahir.
4) Menutupi seluruh ostium internum tapi hanya sebagian mulut rahim
D. Tipe IV (Totalis)
1) Lokasi plasenta tepat di tengah-tengah diatas ostium uteri internum dan
menutupi seluruh jalan lahir atau mulut rahim.
2) Perdarahan hebat terjadi.
3) Tidak mungkin persalinan pervaginam.
4) Seksio sesarea esensial untuk menyelamatkan ibu.
(Mochtar. R, 2001)
2.1.3. Etiologi
Menurut Manuaba (2003), penyebab terjadinya plasenta previa diantaranya
adalah mencakup:
1. Perdarahan (hemorrhaging)
2. Usia lebih dari 35 tahun
3. Multiparitas
4. Pengobatan infertilitas
5. Multiple gestation
6. Erythroblastosis
7. Riwayat operasi/pembedahan uterus sebelumnya
8. Keguguran berulang
9. Status sosial ekonomi yang rendah
10. Jarak antar kehamilan yang pendek
11. Merokok
2.1.4. Manifestasi klinis
Menururt FKUI (2000), tanda dan gejala plasenta previa diantaranya adalah:
1. Pendarahan tanpa sebab tanpa rasa nyeri dari biasanya dan berulang
2. Darah biasanya berwarna merah segar.
3. Terjadi pada saat tidur atau saat melakukan aktivitas.
4. Bagian terdepan janin tinggi (floating), sering dijumpai kelainan letak
janin.
5. Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak
fatal, kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya. Tetapi
perdarahan berikutnya (reccurent bleeding) biasanya lebih banyak.
2.1.5. Patofisiologi
Plasenta previa adalah plasenta di segmen bawah rahim sehingga menutupi
sebagian atau seluruh kanalis servikalis dan menunggu proses persalinan dengan
terjadinya perdarahan.
Terjadinya plasenta previa dapat disebabkan karena endometrium di fundus
uteri belum siap menerima implantasi hal ini dapat dipengaruhi oleh umur
penderita yang masih mudah sehingga endometrium masih belum sempurna atau
umur diatas 35 tahun karena endometrium yang kurang subur.
Selain itu, apabila aliran darah ke plasenta tidak cukup atau diperlukan lebih
banyak seperti pada kehamilan kembar, plasenta letaknya normal dapat terjadi
perluasan pada permukaannya sehingga mendekati atau menutupi sama sekali
permukaan jalan lahir (Saifuddin. AB, 2002).
2.1.6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan darah : hemoglobin, hematokrit.
b. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) transabdominal dapat memperlihatkan
lokasi plasenta dengan keakuratan yang tinggi sekitar 96%, dengan
pemeriksaan ini dapat ditentukan plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap
ostium.
c. Pemeriksaan inspekkulo secara hati-hati dan benar, dapat
menentukansumberperdarahan dari karnalis servisis atau sumber lain
(servisitis, polip,keganasan, laserasi/troma).
2.1.7. Penatalaksanaan Medis
Menurut Wiknjosastro (2005), penatalaksanaan yang diberikan untuk
penanganan plasenta previa tergantung dari jenis plasenta previanya yaitu:
1. Kaji kondisi fisik klien
2. Menganjurkan klien untuk tidak coitus
3. Menganjurkan klien istirahat
4. Mengobservasi perdarahan
5. Memeriksa tanda vital
6. Memeriksa kadar Hb
7. Berikan cairan pengganti intravena RL
8. Berikan betametason untuk pematangan paru bila perlu dan bila fetus
masih premature
2.1.8. Komplikasi
Menurut Roeshadi (2004), kemungkinan komplikasi yang dapat
ditimbulkan dari adanya plasenta previa adalah sebagai berikut:
1. Pada ibu dapat terjadi:
a. Perdarahan hingga syok akibat perdarahan
b. Anemia karena perdarahan
c. Plasentitis
d. Endometritis pasca persalinan
2. Pada janin dapat terjadi:
a. Persalinan premature
b. Asfiksia berat
2.2. Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1. Pengkajian
Pengkjian pada klien penting untuk merencanakan tindakan selanjutnya.
Perawat mengumpulkan data dasar mengeni informasi status terkini klin tentang
pengkajian system respirasi sebagai prioritas pengkajian. Pengkajian sistematis
pasien mencakup riwayat yang cermat, khususnya yang berhubungan dengan
gambaran gejala. Sistemstiks biodata yang dipakai antara lain:
a. Biodata Klien
Nama :
Usia :
Agama :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Suku bangsa :
Pekerjaan :
Status Perkawinan :
Jenjang Pendidikan :
Tanggal MRS :
Tanggal pengkjian :
Diagnosa Medis :
Nomor regester :
b. Biodata Penanggungjawab
Nama :
Usia :
Agama :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Jenjang Pendidikan :
Suku bangsa :
Pekerjaan :
Status Perkawinan :
Hubungan dengan klien :
c. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama
Keluhan yang paling dirasakan menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan.
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Berupa data yang mencakup penyakit yang baru-baru ini diderita klien,
terutama yang berhubungan dengan PLASENTA PREVIA.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian RPD yang mendukung dengan mengkaji apakah sebelumnya
klien pernah mengalami gejala terjadinya PLASENTA PREVIA. Tanyakan
mengenai obat-obat yang bisa diminum oleh klien dan efek samping yang
muncul
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga,
serta bila ada anggota keluarga meninggal, maka penyebabnya ditanyakan.
d. Pola aktivitas Sehari-hari
Nama Aktivitas Sebelum MRS Saat MRS
Berladang
Naik tangga
Bersepeda
Merawat diri
e. Pola Nutrisi
Nama Aktivitas Sebelum MRS Saat MRS
Makan
Minum
Jenis makanan
Pola makanan
f. Pola Eliminasi
Nama Aktivitas Sebelum MRS Saat MRS
BAB
BAK
Frekuensi BAB
Frekuensi BAK
g. Personal Higyne
Nama Aktivitas Sebelum MRS Saat MRS
Mandi
Keramas
Gosok gigi
Merawat kuku
h. Pola Psikososial
Nama Aktivitas Sebelum MRS Saat MRS
Diskusi di masyarakat
Menghadiri hajatan
Kerja bakti lingkungan
i. Pola Spiritual
Nama Aktivitas Sebelum MRS Saat MRS
Ibadah (sholat) rutin
Pergi ke tempat ibadah
Acara keagamaan
Membaca kitab suci (Alqur’an)
j. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum
Pada pemeriksaan keadaan umum klien gagal jantung bisaanya dilakukan
dengan tes GCS (Glasscow Comma Scale), dengan kriteria:
15 s/d 12 = composmentis
11 s/d 8 = somnolen
7 s/d 4 = apatis
3 = coma
b) Tanda-tanda Vital
TD :
N :
RR :
T :
c) Pemeriksaan Kepala dan Leher
1) Kepala
Inspeksi :simetris/tidak, rambut tampak kusam/tidak
Palpaasi :rambut mudah tercabut/tidak, ada benjoan/tidak.
Mata
Inspeksi : mata tampak cekung/tidak, konjungtiva tampak
anemis/tidak,sklera mata ampak putih /tidak,bola mata
mengetahui arah telunjuk/tidak,
Telinga
Inspeksi : pendengarannya baik/tidak, menggunakan alat
bantu/tiak,simetris/tidak
Hidung
Inspeksi : sietris/tidak, ada sekret/tidak.
Palpasi : ada benjolan/tidak.
Mulut
Inspeksi : tampak kering/tidak, simetris/tidak
2) Leher
Inspeksi :simetris/tidak, ada pembesaran kelenjar tiroid/tidak.
Palpasi :ada penekanan vena jugularis/tidak.
d) Pemeriksaan Thoraks
Inspeksi : nampak pergerakan otot intercosta atau tidak saat respirasi,
simetris atau tidanya bidang dada, bentuk keseluruhan dada.
Palpasi : adanya nyeri tekan/tidak
Auskultasi : ada bunyi ronchi/tidak,ada bunyi weizhing/tidak.
e) Pemerikasaan Abdomen
Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik bimanual untuk mengetahui
adanya hidronefrosis dan pyelonefrotis. Pada daerah supra simisfer pada
keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya ballotemen dan klien
akan merasa ingin miksi.
f) Pemeriksaan Genetalia
Penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenosis meatus, stirktur
uretra, batu uretra, karsinoma maupun fimosis. Pemeriksaan pada bagian
skrotum untuk menentukan adanya epididimitis
x
x
x
x
g) Pemeriksaan Muskulokeletal
Pada tahap pemeriksaan ini, yang diperiksa adalah kekuatan tonus otot.
Dengan ketentuan nilai pada x:
5 = normal/kekuatan penuh
4 = mampu mengangkat benda namun tidak mampu melawan tahan
yang diberikan pemeriksa
3 = mampu mengangkat berlawanan gaya gravitasi
2 = hanya mampu bergerak
1 = hanya telihat kedutan- kedutan otot
0 = paralisis
h) Pemeriksaan neurosensory
Pada pemeriksaan neurosensori, syaraf yang dijadikan titik utama pemeriksaan
antara lain 12 syaraf kranial dan bila perlu pungsi CSS
i) Pemeriksaan Integumen
Terdiri dari warna, kelembaban suhu, temperatur, turgor lesi atau tidak.
k. Pemeriksaan Penunjang
1) Chest X-Ray
Dapat menunjukkan hiperinflation paru, flattened diafragma, peningkatan ruang
udara retrosternal, penurunan tanda vaskular/bulla (emfisema), peningkatan
bentuk bronchovaskular (bronchitis), normal ditemukan saat periode remisi
(asthma)
2) Pemeriksaan Fungsi Paru
Dilakukan untuk menentukan penyebab dari dyspnea, menentukan abnormalitas
fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau restriksi, memperkirakan tingkat
disfungsi dan untuk mengevaluasi efek dari terapi, misal : bronchodilator.
Meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada asthma, menurun pada
emfisema.
3) Kapasitas Inspirasi : Menurun pada emfisema
4) FEV1/FVC : Ratio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan kapasitas
vital (FVC) menurun pada bronchitis dan asthma.
5) ABGs : Menunjukkan proses penyakit kronis, seringkali PaO2 menurun dan
PaCO2 normal atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema) tetapi
seringkali menurun pada asthma, pH normal atau asidosis, alkalosis respiratori
ringan sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau asthma)
6) Bronchogram : Dapat menunjukkan dilatasi dari bronchi saat inspirasi, kollaps
bronchial pada tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar mukus
(bronchitis).
7) Darah Komplit : Peningkatan hemoglobin (emfisema berat), peningkatan
eosinofil (asthma)
8) Kimia Darah : Alpha 1-antitrypsin dilakukan untuk kemungkinan kurang pada
emfisema primer.
9) Sputum Kultur : Untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen,
pemeriksaan sitologi untuk menentukan penyakit keganasan atau allergi.
10) ECG : Deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asthma berat), atrial disritmia
(bronchitis), gel. P pada Leads II, III, AVF panjang, tinggi (bronchitis,
emfisema), axis QRS vertikal (emfisema)
11) Exercise ECG, Stress Test : Menolong mengkaji tingkat disfungsi pernafasan,
mengevaluasi keefektifan obat bronchodilator, merencanakan/evaluasi program.
2.2.2. Diagnosa
2.2.3. Intervensi
BAB III
APLIKASI TEORI
3.1. Diskripsi PLASENTA PREVIA
3.2. Asuhan Keperawatan PLASENTA PREVIA
3.3. Pembahasan Analisa Kasus
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
4.2. Saran
Daftar Pustaka