askep DA

32
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh. Kulit dapat dengan mudah dilihat dan diraba, hidup, dan menjamin kelangsungan hidup,. Kulit pun menyokong penampilan dan kepribadian seseorang. Dengan demikian kulit pada manusia mempunyai peranan yang sangat penting. Dermatitis merupakan peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respons terhadap pengaruh factor eksogen atau factor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi poliformik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan gatal. Tanda poliformik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis. Atopik berasal dari kata “atopi” yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat kepekaan dalam keluarganya, misalnya : asma

description

dermatitis atopik

Transcript of askep DA

Page 1: askep DA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari

lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta

merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis

dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung

pada lokasi tubuh. Kulit dapat dengan mudah dilihat dan diraba, hidup, dan

menjamin kelangsungan hidup,. Kulit pun menyokong penampilan dan

kepribadian seseorang. Dengan demikian kulit pada manusia mempunyai peranan

yang sangat penting.

Dermatitis merupakan peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai

respons terhadap pengaruh factor eksogen atau factor endogen, menimbulkan

kelainan klinis berupa efloresensi poliformik (eritema, edema, papul, vesikel,

skuama, likenifikasi) dan gatal. Tanda poliformik tidak selalu timbul bersamaan,

bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan

menjadi kronis. Atopik berasal dari kata “atopi” yaitu istilah yang dipakai untuk

sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat kepekaan dalam

keluarganya, misalnya : asma bronchial, rinitis alergik, konjungtivitis alergik dan

dermatitis atopic.

Dermatitis atopik ialah  keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai

gatal, yang berhubungan dengan atopi.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Dermatitis Atopik ?

1.3 Tujuan Penulisan

Dapat mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada dermatitis atopik

Page 2: askep DA

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Dermatitis atopik merupakan kelainan hipersensitivitas segera (immediate

hypersensitivity) tipe 1 (Keperawatan Medical-Bedah Volume 3, 2001:1775).

Dermatitis atopik merupakan penyakit inflamasi yang disebabkan karena faktor

alergen dengan ditandai adanya erupsi pada kulit makulo papuler dengan

kemerahan, gatal, lesi, kulit kering, dan adanya eksudasi (Pengantar Ilmu

Keperawatan Anak,2006: hal.137).

Dermatitis atopik adalah penyakit kulit yang paling sering dijumpai pada bayi

dan anak, ditandai dengan reaksi inflamasi pada kulit dan didasari oleh faktor

herediter dan lingkungan. Penyakit ini bersifat kronik residif dengan gejala

eritema, papula, vesikula, krusta, skauma dan pruritis yang hebat. Bila residif

biasanya disertai infeksi, atau sebagai akibat alergi, faktor psikogenik, atau akibat

bahan kimia atau iritan (Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak Edisi 2, 2010: hal 234)

Penyakit ini dinamakan dermatitis atopik oleh karena kebanyakan

penderitanya memberikan reaksi kulit yang didasari oleh IgE dan mempunyai

kecenderungan untuk menderita asma, rinitis atau keduanya di kemudian hari

yang dikenal sebagai allergic march. Walaupun demikian, istilah dermatitis

atopik tidak selalu memberikan arti bahwa penyakit ini didasari oleh interaksi

antigen dengan antibodi. Nama lain untuk dermatitis atopik adalah eksema atopik,

eksema dermatitis, prurigo besnier, dan neurodermatitis.

Diperkirakan angka kejadian di masyarakat adalah sekitar 1-3% dan di Bristol

pada anak < 5 tahun sebesar 3,1 % dan prevelensi DA pada anak meningkat 5-

10% pada 20-30 tahun terakhir. Diduga peningkatan prevalensi ini berasal dari

faktor lingkungan, seperti bahan kimia industri, makanan olahan, atau benda asing

lainya. Ada dugaan bahwa peningkatan ini juga disebabkan perbaikan prosedur

diagnosis dan pengumpulan data.

Page 3: askep DA

2.2 Etiologi

a) Faktor Genetik, terdapat riwayat stigmata atopi berupa asma bronchial,

rinitis alergik, konjungtivitis alergik, dan dermatitis atopic dalam

keluarganya.

b) Faktor Imunologik, pada penderita ditemukan peningkatan jumlah IgE

dalam serum.

c) Faktor Psikologik, seperti stress emosional dapat memperburuk dermatitis

atopik.

d) Faktor pencetus yang dapat memperburuk dermatitis atopik (makanan,

inhalan, dan alergen lain, kelembaban rendah, keringat berlebih,

penggunaan bahan iritasi)

Faktor-faktor Pencetus

1. Makanan

Berdasarkan hasil double blin placebo controlled food chalange

(DBPCFC), hampir 40% bayi dan anak dengan DA sedang dan berat

mempunyai riwayat alergi terhadap makanan. Bayi dan anak dengan alergi

makanan umumnya disertai uji kulit (skin prick test) dan kadar IgE

spesifik positif terhadap berbagai macam makanan. Walaupun demikian

uji kulit positif terhadap suatu makanan tertentu, tidak berarti bahwa

penderita tersebut alergi terhadap makanan tersebut, oleh karena itu masih

diperlukan suatu iji eliminasi dan provokasi terhadap makanan tersebut

untuk menentukan kepastiannya.

2.Alergen hirup

Alergen hirup sebagai penyebab DA dapat leat kontak, yang dapat

dibuktikan dengan uji tempel, positif pada 30-50% penderita DA, atau lewat

inhalasi. Reaksi positif dapat terlihat pada alergi tungau debu rumah (TDR),

dimana pada pemeriksaan in vitro (RAST), 95% penderita DA mengandung

IgE spesifik positif terhadap TDR dibandingkan hanya 42% pada penderita

asma di amerika serikat. Perlu juga diperhatikan bahwa DA juga bisa

diakibatkan oleh alergen hirup lainya seperti bulu binatang rumah tangga,

jamur atau ragweed di negara-negara dengan 4 musim.

Page 4: askep DA

3.Infeksi Kulit

Penderita dengan DA mempunyai tendensi untuk disertai infeksi kulit oleh

kuman staphylococcus aureus, virus dan jamur,. Staphylococcus dapat

ditemukan pada 90% lesi penderita DA dan jumlah koloni bisa mencapai

107 koloni/cm2 pada bagian lesi tersebut. Akibat infeksi kuman

staphylococcus akan dilepaskan sejumlah toksin yang bekerja sebagai

superantigen, mengaktifkan makrofag dan limfosit T, yang selanjutnnya

melepaskan histamin. Oleh karena itu penderita DA dan disertai infeksi

harus diberikan kombinasi antibiotika terhadap kuman staphylococcus dan

steroid topikal.

2.3 Patofisiologi

Penyebabnya belum diketahui pasti. Gambaran klinis yang muncul

diakibatkan oleh kerja sama berbagai faktor konstitusional dan faktor pencetus.

Sekitar 70% penderita ditemukan riwayat stigmata atopi (herediter) berupa asma

bronchial, rinitis alergik, konjungtivitis alergik dan dermatitis atopik dalam

keluarganya. Keadaan atopi ini diturunkan, mungkin tidak di ekspresikan oleh gen

tunggal, tetapi oleh banyak gen (polygenic). Pada penderita dermatitis atopik,

ditemukan peningkatan jumlah IgE di dalam serum. Antigen akan ditangkap oleh

fagosit kemudian akan dipresentasikan ke sel T2 Helper (Sel Th2) . Sel Th2 akan

memproduksi Sitokin kemudian mengaktifkan seL-sel B untuk tumbuh dan

berdiferensiasi sehingga menghasilkan Antibodi IgE. IgE menempel di sel mast,

lalu melepaskan mediator kimia berupa Histamin. Histamin dianggap sebagai zat

penting yang memberi reaksi dan menyebabkan pruritus. Histamin menghambat

kemotaksis dan menekan produksi sel T sehingga terjadi peningkatan IgE yang

akan menyebabkan pruritus (rasa gatal) pada penderita. Sel mast akan meningkat

pada lesi dermatitis atopik kronis. Sel ini mempunyai kemampuan melepaskan

histamin. Histamin sendiri tidak dapat menyebabkan lesi ekzematosa.

Kemungkinan zat tersebut menyebabkan pruritus dan eritema, mungkin karena

garukan akibat gatal menimbulkan lesi ekzematosa. Pada pasien dermatitis atopik

kapasitas untuk menghasilkan IgE secara berlebihan diturunkan secara genetik.

Page 5: askep DA

Imunitas seluler dan respons terhadap reaksi hipersensitivitas tipe lambat juga

akan menurun pada 80% penderita dermatitis atopik, akibat menurunnya jumlah

limfosit T sitolitik (CD8+), sehingga rasio limfosit T sitolitik (CD8+) terhadap

limfosit T helper (CD4+) meningkat sehingga berakibat meningkatnya kerawanan

(suseptibilitas) terhadap infeksi virus, bakteri dan jamur, lalu menimbulkan

sensitisasi terhadap reaksi hipersensitivitas tipe cepat (tipe 1)

Rasa gatal (pruritus) dan reaktivitas kulit yang kuat merupakan tanda penting

pada dermatitis atopik. Pruritus dapat timbul karena faktor intrinsik kulit, yaitu

ambang gatal yang rendah. Eksaserbasi pruritus timbul disebabkan oleh berbagai

macam faktor pencetus yang akan memperburuk dermatitis atopik, antara lain :

Makanan, inhalan berbagai alergen lain (seperti debu, kapuk, bulu

binatang, serbuk sari, karpet, boneka berbulu). Anak dengan bawaan atopi

lebih mudah bereaksi terhadap alergen tsb dan menimbulkan sensitisasi

terhadap reaksi hipersensitivitas tipe 1

Kelembaban rendah sehingga menyebabkan kulit menjadi kering karena

ada penurunan kapasitas pengikatan air, kehilangan air yang tinggi di

transepidermal, dan penurunan isi air. Pada bagian kehilangan air

mengalami kekeringan yang lebih lanjut dan peretakan dari kulit, menjadi

lebih gatal.

Keringat berlebih, disebabkan lingkungan yang bersuhu panas/dingin dan

kelembaban tinggi atau rendah, sinar matahari.

Penggunaan bahan iritan, seperti wol, sabun, deterjen, dll akan memicu

terjadinya pruritus pada kulit.

Faktor psikologik juga berpengaruh pada dermatitis atopik. Factor psikologik ini

juga merupakan factor pencetus yang dapat memperburuk dermatitis atopik.

Misalnya saja seseorang yang stress emosional, dapat menimbulkan respons gatal

sehingga menyebabkan terjadinya infeksi sekunder. Karena stress, tubuh penderita

akan terpajan oleh alergen yang sama. Kemudian timbul sensitisasi terhadap

reaksi hipersensitivitas tipe 1, sehingga terjadi peningkatan IgE dalam jumlah

yang lebih besar. Maka dari itulah akan timbul infeksi sekunder yang dapat

memperburuk dermatitis atopik.

Page 6: askep DA

2.3 Patogenesis

Sampai saat ini etiologi maupun mekanisme yang pasti DA belum semuanya

diketahui, demikian pula pruritis pada DA. Tanpa pruritis diagnosis DA tidak

dapat di tegakkan. Rasa gatal dan reaksi nyeri sama-sama memiliki reseptor di

taut dermoepidermal, yang disalurkan lewat saraf C tidak bermielin ke saraf spinal

sensorik yang selanjutnya diteruskan ke talamus kontralateral dan korteks untuk

diartikan. Rangsangan yang ringan, superfisial dengan intensitas rendah

menyebabkan rasa gatal, sedangkan yang dalam dan berintensitas tinggi

menyebabkan rasa nyeri. Sebagian patogenesis DA dapat dijelaskan secara

imunologik dan non imunologik.

Reaksi Imunologis DA

Sekitar 70% anak dengan DA mempunyai riwayat atopi dalam keluarganya

seperti asma bronkial, rinitis alergi, atau dermatitis atopik. Sebagian besar anak

dengan DA (sekitar 80%), terdapat peningkatan kadar IgE total dan eosinofil di

dalam darah. Anak dengan DA terutama yang moderat dan berat akan berlanjut

dengan asma dan/atau rinitis alergika di kemudian hari (allergic march), dan

semuanya ini memberikan dugaan bahwa dasar DA adalah suatu penyakit atopik.

Ekspresi sitokin

Keseimbangan sitokin yang berasal dari Th1 dan Th2 sangat berperan

pada reaksi inflamasi penderita Dermatitis Atopik (DA). Pada lesi yang akut

ditandai dengan kadar Il-4, Il-5, dan Il-13 yang tinggi, sedangkan pada DA yang

kronis disertai kadar Il-4 dan Il-13 yang lebih rendah, tetapi kadar Il-5, GM-CSF

(granulocyte-macrophage colony-stimulating factor), Il-12 dan INFg lebih tinggi

dibandingkan pada DA akut.

Anak dengan bawaan atopi lebih mudah bereaksi terhadap antigen

lingkungan  (makanan dan inhalan), dan menimbulkan sensitisasi terhadap reaksi

hipersentivitas tipe I. Imunitas  seluler dan respons terhadap reaksi

hipersensitivitas tipe lambat akan menurun pada 80% penderita dengan DA,

akibat menurunnya jumlah limfosit T sitolitik (CD8+), sehingga rasio limfosit T

sitolitik (CD 8+) terhadap limfosit T helper (CD4+) menurun dengan akibat

kepekaan terhadap infeksi virus, bakteri,  dan jamur meningkat.

Di antara mediator yang dilepaskan oleh sel mast, yang berperan pada

pruritus adalah vasoaktif amin, seperti histamin, kinin, bradikinin, leukotrien,

Page 7: askep DA

prostaglandin dan sebagainya. Trauma mekanik (garukan) akan melepaskan TNF-

a dan sitokin pro inflammatory lainnya di epidermis, yang selanjutnya akan

meningkatkan kronisitas DA dan bertambah beratnya eksema.

Antigen Presenting Cells

Kulit penderita DA mengandung sel Langerhans (LC) yang mempunyai

afinitas tinggi untuk mengikat antigen asing (Ag) dan IgE lewat reseptor FceRI

pada permukaannya, dan beperan untuk mempresentasikan alergen ke limfosit

Th2, mengaktifkan sel memori Th2 di kulit dan yang juga berperan mengaktifkan

Th0 menjadi Th2 di dalam sirkulasi.

Faktor non imunologis

Faktor non imunologis yang menyebabkan rasa gatal pada DA antara lain adanya

faktor genetik, yaitu kulit DA yang kering (xerosis). Kekeringan kulit diperberat

oleh udara yang lembab dan panas, banyak berkeringat, dan bahan detergen yang

berasal dari sabun. Kulit yang kering akan menyebabkan nilai ambang rasa gatal

menurun, sehingga dengan rangsangan yang ringan seperti iritasi wol, rangsangan

mekanik, dan termal akan mengakibatkan rasa gatal.

2.4 Manifestasi Klinis

Gejala awal berupa eritema, papula, vesikel, krusta, skuama, dan pruritis.

Perubahan lain akibat dermatitis atopik adalah perubahan pigmentasi dan erosi.

Gejala klinis lainya bervariasi menurut usia, yang terdiri dari 3 bentuk yaitu:

a) Bentuk infantil

b) Bentuk anak

c) Bentuk dewasa

Bentuk infantil

Dermatitis atopik pada bentuk infantil (bayi):

a. Berbentuk dermatitis aktif eksudatif dengan predileksi daerah muka

terutama pipi dan daerah ektensor ekstremitas

b. Biasanya timbul pada usia 2 bulan dan berlangsung sampai usia 2 tahun

c. Predileksi pada muka lebih sering pada bayi yang masih muda, sedangkan

kelainan pada ekstensor timbul pada bayi yang sudah merangkak

Page 8: askep DA

d. Lesi yang paling menonjol pada tipe ini adalah vesikel dan papula, serta

garukan yang menyebabkan krusta dan terkadang infeksi sekunder

e. Gatal merupakan gejala yang mencolok dan mengakibatkan bayi gelisah

serta rewel dengan tidur yang terganggu. Pada sebagaian penderita bisa

disertai infeksi bakteri maupun jamur.

Bentuk anak

Dermatitis atopik pada bentuk anak, ditandai oleh kulit kering (xerosis) yang lebih

bersifat kronik dengan predileksi daerah fleksura antekubiti, poplitea, tangan,

kaki, dan periorbita.

Bentuk dewasa

DA bentuk dewasa terjadi pada usia sekitar 20 tahun. Umumnya berlokasi di

daerah lipatan, muka, leher, badan bagian atas dan ekstremitas

Stigmata pada dermatitis atopik

Terdapat beberapa gambaran klinis dan stigmata yang terjadi pada DA, yaitu:

White dermatographism

Goresan pada kulit penderita DA akan menyebabkan kemerahan dalam waktu 10-

15 detik diikuti dengan vasokonstriksi yang menyebabkan garis berwarna putih

dalam waktu 10-15 menit berikutnya.

Reaksi vaskular paradoksal

Merupakan adaptasi terdapat perubahan suhu pada penderita DA. Apabila

ekstremitas penderita DA mendapat pajanan hawa dingin, akan terjadi percepatan

pendinginan dan perlambatan pemanasan dibandingkan dengan orang normal.

Lipatan telapak tangan

Terdapat pertambahan mencolok lipatan pada telapak tangan meskipun hal

tersebut bukan merupakan tanda khas untuk DA.

Garis Morgan atau Dennie

Terdapat lipatan ekstra di kulit bawah mata.

Sindrom ‘buffed-nail’

Kuku terlihat mengkilat karena selalu menggaruk akibat rasa sangat gatal.

Allergic shiner

Sering dijumpai pada penderita penyakit alergi karena gosokan dan garukan

berulang jaringan di bawah mata dengan akibat perangsangan melanosit dan

peningkatan timbunan melanin.

Page 9: askep DA

Hiperpigmentasi

Terdapat daerah hiperpigmentasi akibat garukan terus menerus.

Kulit kering

Kulit penderita DA umumnya kering, bersisik, pecah-pecah, dan berpapul

folikular hiperkeratotik yang disebut keratotis pilaris. Jumlah kelenjar sebasea

berkurang sehingga terjadi pengurangan pembentukan sebum, sel pengeluaran air

dan xerosis, terutama pada musim panas.

Delayed blanch

Penyuntikan asetilkolin pada kulit normal menghasilkan keluarnya keringat dan

eritema. Pada penderita atopi akan terjadi aritema ringan dengan delayed blanch.

Hal ini disebabkan oleh vasokontriksi atau peningkatan permeabilitas kapiler.

Keringat berlebihan

Penderita DA cenderung berkeringat banyak sehingga pruritus bertambah.

Gatal dan garukan berlebih

Penyuntikan bahan pemacu rasa gatal (tripsin) pada orang normal menimbulkan

gatal selama 5-10 menit, sedangkan pada penderita DA gatal dapat bertahan

selama 45 menit.

Variasi musim

Mekanisme terjadinya eksaserbasi sesuai dengan perubahan musim belum

difahami secara menyeluruh. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

kelembaban nisbi tinggi musim baik pada kekeringan kulit penderita DA. Pada

daerah dengan kelembaban nisbi tinggi musim panas berpengaruh buruk,

sedangkan lingkungan sejuk dan kering akan berpengaruh baik pada kulit

penderita DA.

2.5 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan ELISA, untuk menilai :

Imunoglobulin

IgG, IgM, IgA dan IgD biasanya normal atau sedikit meningkat pada penderita

DA. 7% penderita DA mempunyai kadar IgA serum yang rendah, dan defisiensi

IgA transien banyak dilaporkan pada usia 3-6 bulan. Kadar IgE meningkat pada

Page 10: askep DA

80-90% penderita Da dan lebih tinggi lagi bila sel asma dan rinitis alergika.

Tinggi rendahnya kadar IgE ini erat hubungannya dengan berat ringannay

penyakit, dan tinggi rendahnya kadar IgE tidak mengalami fluktuasi baik pada

saat eksaserbasi, remisi, atau yang sedang mendapat pengobatan prednisone atau

azatioprin. Kadar IgE ini akan menjadi normal 6-12 bulan setelah terjadi remisi.

Leukosit

Limfosit

Jumlah limfosit absolute penderita alergi dalam batas normal, baik pada asma,

rhinitis alergik, maupun pada DA. Walaupun demikian pada beberapa penderita

DA berat, dapat disertai menurunnya jumlah sel T dan meningkatnya sel B.

Eosinofil

Kadar eosinofil pada penderita DA sering meningkat. Peningkatan ini seiring

dengan meningkatnya IgE, tetapi tidak seiring dengan beratnya penyakit.

Leukosit polimorfonuklear (PMN)

Dari hasil uji nitro blue tetrazolium (NBT) ternyata jumlah PMN biasanya dalam

batas normal.

Komplemen

Pada penderita DA kadar komplemen biasanya normal atau sedikit meningkat.

Bakteriologi

Kulit penderita DA aktif biasanya mengandung bakteri pathogen, seperti

Staphylococcus aureus, walaupun tanpa gejala klinis infeksi.

Uji kulit dan provokasi

Diagnosis DA ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis. Untuk mencari

penyebab timbulnya DA harus disertai anamesis yang teliti dan bila perlu dengan

uji kulit serta uji eliminasi dan provokasi. Korelasi uji kulit hanya baik hasilnya

bila penyebabnya allergen hirup. Untuk makanan dianjurkan dengan uji eliminasi

dan provokasi. Reaksi pustule terhadap 5% nikel sulfat yang diberikan dengan uji

temple dianggap karakteristik untuk DA oleh beberapa pengamat. Pathogenesis

Page 11: askep DA

reaksi pustule nikel fosfat ini belum diketahui walaupun data menunjukkan reaksi

iritan primer.

Prick test/ uji tusuk 

Pasien diduga menderita alergi makanan, juga diperiksa apakah pasien alergi

t e rhadap a l e rgen h i rup , ka r ena i t u p r i ck t e s t   dapa t d i l akukan

s ebaga i pemer ik saan  penunjang untuk mengetahui penyebab

timbulnya DA (Dermatitis Atopik) pada pasien i n i , dengan

menggunakan eks t r ak a l e rgen yang k i r a -k i r a ada d i l i ngkungan

pa s i en , m i sa lnya a l e rgen h i rup s epe r t i t ungau , kapuk , debu

rumah , bu lu kuc ing , t epung s a r i rumput; atau alergen makanan seperti

susu dan telur. Bila indurasi >6 mm pada usia <2 tahun akan memiliki

korelasi yang baik dengan uji DBPCFC.

Uji Eliminasi/Provokasi

Merupakan gold standart da r i d i agnos i s a l e rg i makanan . U j i

yang l a z im d igunakan adalah DBPCFC (double blind placebo control food

challenge). Orang tua mencatat diet makanan, gejala yang timbul, dan

obat yang diberikan kepada anak s e l ama 2 minggu . Se t e l ah i t u

d i eva lua s i o l eh dok t e r , dan mungk in d i t emukan makanan yang

dicurigai, kemudian makanan t e r s ebu t d i e l im inas i da r i d i e t nya

s e l ama 2 minggu . B i l a ge j a l a h i l ang a t au  berkurang maka dilanjutkan

dengan provokasi makanan yang dicurigai. Uji provokasi sebaiknya

dilakukan di rumah sakit.

PRIST (Paper Radioimmunosorbent Test)

Merupakan pemeriksaan IgE total, berguna untuk menentukan

status alergi penderita.Kadar IgE > 300µ/ml pada umumnya

menunjukkan bahwa penderita adalah atopi, ataumengalami infeksi parasit,

atau keadaan depresi imun selular.

2.6 Pemeriksaan Penunjang

Darah perifer ditemukan eosinofilia dan peningkatan kadar IgE

Page 12: askep DA

Dermatografisme putih penggoresan pada kulit normal akan menimbulkan

tiga respons, yakni berturut-turut akan terlihat garis merah ditempat

penggoresan selama 15 detik, warna merah disekitarnya selama beberapa

detik, dan edema timbul sesuah beberapa menit. Penggoresan pada pasien

atopik akan bereaksi berlainan. Garis merah tidak disusul warna

kemerahan, tetapi kepucatan selama 2-5 menit, edema tidak timbul.

Keadaan ini disebut dermatografisme putih.

Percobaan asetilkolin. Suntikan secara IC 1/5000 akan menyebabkan

hiperemi pada orang normal. Pada orang dengan dermatitis atopik akan

timbul vasokonstriksi, terlihat kepucatan selama 1 jam.

Percobaan histamin. Jika histamin fosfat disuntikkan pada lesi, eritema

akan berkurang dibandingkan dengan orang lain sebagai kontrol. Kalau

obat tersebut disuntikkan parenteral tampak eritema pada kulit normal.

2.7 Penatalaksanaan

Pada umumnya dermatitis atopik tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol.

Pengobatan DA tidak bersifat menghilangkan penyakit tapi untuk menghilangkan

gejala dan mencegah kekambuhan. Sebagian penderita mengalami perbaikan

sesuai dengan bertambahnya usia. Penatalaksanaan dasar diberikan untuk semua

kasus baik yang ringan, sedang maupun berat, berupa perawatan kulit, hidrasi,

kortikosteroid topikal, antihistamin, tars, antibiotik bila perlu, identifikasi dan

eliminasi faktor-faktor pencetus kekambuhan. Adapun penatalaksanaan Dermatitis

Atopik dibagi menjadi medika mentosa dan non-medika mentosa.(5)

Non Medika Mentosa

1. Edukasi kepada orang tua pasien. Perlu dijelaskan secara rinci perjalanan

penyakit, dampak psikologis, prognosis dan prinsip penatalaksanaan. Langkah

pertama yaitu edukasi kepada orang tua pasien untuk menghindari atau

mengurangi faktor penyebab misalnya dengan eliminasi makanan, faktor

inhalan, atau faktor pencetus.

2. Menghindari faktor alergen pada bayi berumur kurang dari satu tahun akan

mengurangi beratnya gejala dermatitis atopik. Maka dianjurkan agar bayi

dengan riwayat keluarga alergi memperoleh ASI sedikitnya 3 bulan, jika

memungkinkan 6 bulan pertama dan ibu yang menyusui dianjurkan untuk

Page 13: askep DA

tidak makan telur, kacang tanah, terigu, dan susu sapi. Karena susu sapi

diduga alergen kuat pada bayi dan anak. Maka bagi mereka yang jelas alergi

terhadap susu dapat menggantinya dengan susu kedelai, walaupun

kemungkinan alergi terhadap susu kedelai masih ada. Sekitar 60% penderita

DA di bawah usia 2 tahun memberikan reaksi positif pada uji kulit terhadap

telur, susu, ayam, dan gandum. Reaksi positif ini akan menghilang dengan

bertambahnya usia. Walaupun pada uji kulit positif terhadap antigen makanan

tersebut di atas, belum tentu mencerminkan gejala klinisnya. Demikian pula

hasil uji provokasi, sehingga membatasi makanan anak tidak selalu berhasil

untuk mengatasi penyakitnya.

3. Mengganti popok, pakaian bayi agar kebersihan bayi tetap terjaga.

4.  Perawatan Kulit Hidrasi adalah terapi DA yang esensial. Dasar hidrasi yang

adekuat adalah peningkatan kandungan air pada kulit dengan cara mandi dan

menerapkan sawar hidrofobik. untuk mencegah evaporasi. Mandi selama 15-

20 menit 2 kali sehari tidak menggunakan air panas dan tidak menambahkan

oil (minyak) karena mempengaruhi penetrasi air. Sabun dengan moisturizers

disarankan Setelah mandi memberihkan sisa air dengan handuk yang lembut.

Bila perlu pengobatan topikal paling baik setelah mandi karena penetrasi obat

jauh lebih baik. Pada pasien kronik diberikan 3-4 kali sehari dengan water-in-

oil moisturizers sediaan lactic acid.

Medika Mentosa : Secara medika mentosa pasien ini perlu diberi obat secara

topikal dan sistemik.

Secara topikal : Dengan pengobatan topikal yang baik dapat dicegah

penggunaan pengobatan sistemik. Bila dengan pengobatan topikal ini tetap

tidak adekuat, maka dapat dipertimbangkan pemberian pengobatan sistemik.

Pengobatan topikal adalah untuk mengatasi kekeringan kulit dan peradangan.

Mengatasi kekeringan kulit atau memelihara hidrasi kulit dapat dilakukan

dengan :

1 Mandi memakai sabun lunak tanpa pewangi. Jangan menggunakan

sabun yang bersifat alkalis dan sebaliknya pakailah sabun atau

pembersih yang mempunyai pH 7,0.

Page 14: askep DA

1. Pemberian pelembab kulit, antara lain dengan dasar lanolin, krim air

dalam minyak, atau urea 10% dalam krim.

2. Krim kortikosteroid dapat diberikan untuk mengatasi peradangan.

Kortikosteroid topikal mempunyai efek antiinflamasi, antipruritus, dan

efek vasokonstriktor. Penggunaan kortikosteroid topikal golongan kuat

sebaiknya berhati-hati dan tidak digunakan di daerah muka. Apabila

dermatitis telah teratasi maka secepatnya pengobatan dialihkan pada

penggunaan kortikosteroid golongan lemah atau krim pelembab. Untuk

daerah muka sebaiknya digunakan krim hidrokortison 1%. Bila dengan

kortikosteroid topikal tidak adekuat untuk menghilangkan rasa gatal

dapat ditambahkan krim yang mengandung mental, fenol, lidokain,

atau asam salisilat. Bila dengan pengobatan topikal ini tetap tidak

adekuat, maka dapat dipertimbangkan pemberian pengobatan sistemik.

Efek samping dari penggunaan kortikosteroid yang harus diperhatikan

adalah: atropi, depigmentasi, steroid acne dan kadang-kadang terjadi

absorbsi sistemik dengan supresi dari hypothalamic-pituitary-adrenal

axis. Bila kasus membaik, frekuensi pemakaian diturunkan dan diganti

dengan yang potensinya lebih rendah; bila kasus sudah terkontrol

maka hentikan penggunaan.

Secara sistemik: Digunakan apabila tidak berhasil dengan pengobatan secara

topikal.

1. Antihistamin. Digunakan untuk mengurangi rasa gatal. Merupakan

terapi standar, tetapi belum tentu efektif karena rasa gatal pada DA

bisa tak terkait dengan histamin. Dapat diberikan antihistamin seperti

difenhidramin atau terfenadin, atau antihistamin nonklasik lain. Pada

bayi usia muda, pemberian sedasi dengan kloralhidrat dapat pula

menolong. Penggunaan obat lain seperti sodium kromoglikat untuk

menstabilkan dinding sel mast dapat memberikan hasil yang

memuaskan pada 50% penderita. 

2. Kortikosteroid oral : Pemakaian sangat terbatas, hanya pada kasus

sangat berat dan diberikan dalam waktu singkat, misalnya prednison

0,5-1,0 mg/kgBB/hari dalam waktu 4 hari. Dengan kortikosteroid

sistemik, efek perbaikannya cepat, tetapi flare yang parah sering terjadi

Page 15: askep DA

pada steroid withdrawal. Bila tetap harus diberikan, tapering dan

perawatan intensif kulit harus dijalankan.

3. Tars : Mempunyai efek anti-inflamasi dan sangat berguna untuk

mengganti kortikosteroid topikal pada manajemen penyakit kronik.

Efek samping dari tar adalah folikulitis, fotosensitisasi dan dermatitis

kontak.

4. Antibiotik sistemik : Dapat dipertimbangkan untuk mengatasi DA yang

luas dengan infeksi sekunder. Antibiotik yang dianjurkan adalah

eritromisin, sefalosporin, kloksasilin, dan terkadang ampisilin Infeksi

di curigai bila ada krusta yang luas, folikulits, pioderma dan

furunkulosis. S. aureus yang resisten penisilin merupakan penyebab

tersering dari flare akut. Bila diduga ada resistensi penisilin,

dicloxacillin atau sefalexin dapat digunakan sebagai terapi oral lini

pertama. Bila alergi penisilin, eritromisin adalah terapi pilihan utama,

dengan perhatian pada pasien asma karena bersama eritromisin,

teofilin akan menurunkan metabolismenya. Pilihan lain bila eritomisin

resisten adalah klindamisin.. Dari hasil pembiakan dan uji kepekaan

terhadap Staphylococcus aureus 60% resisten terhadap penisilin, 20%

terhadap eritromisin, 14% terhadap tetrasiklin, dan tidak ada yang

resisten terhadap sefalosporin Imunoterapi dengan ekstrak inhalan

umumnya tidak menolong untuk mengatasi DA pada anak.

Secara konvensional pengobatan DA pada umumnya menurut

Boguniewicz & Leung tahun 1996 (cit.Kariosentono, 2006) adalah sebagai

berikut :

1. Menghindari bahan iritan : Bahan seperti sabun, detergen, bahan kimiawi

karena penderita DA mempunyai nilai ambang rendah dalam merespon

berbagai iritan.

2. Mengeliminasi alergen yang telah terbukti : Pemicu kekambuhan yang telah

terbukti misalnya makanan, debu rumah, bulu binatang dan sebagainya harus

disingkirkan.

3. Mengurangi stress : Stress pada penderita DA merupakan pemicu kekambuhan,

bukan sebagai penyebab.

Page 16: askep DA

4. Pemberian pelembab kulit dan menghilangkan pengeringan kulit : Dapat

memperbaiki barier stratum korneum.

5. Kortikosteroid topikal : Sebagai anti inflamasi dann anti pruritus. Dipilih yang

potensinya paling lemah untuk menghindari efek samping berupa atrofi,

teleangiektasi, striae dan takifilaksi.

6. Antibiotik : Ditujukan pada DA dengan infeksi sekunder.

7. Antihistamin : Digunakan sebagai antipruritus yang cukup memuaskan dan

banyak digunakan untuk terapi DA.

2.8 Komplikasi

Pada anak penderita Dermatitis atopik, 75% akan disertai penyakit alergi lain di

kemudian hari. Penderita Dermatitis atopik mempunyai kecenderungan untuk

mudah mendapat infeksi virus maupun bakteri (impetigo, folikulitis, abses,

vaksinia.

Molluscum contagiosum dan herpes).

Infeksi virus umumnya disebabkan oleh Herpes simplex atau vaksinia dan disebut

eksema herpetikum atau eksema vaksinatum. Eksema vaksinatum ini sudah jarang

dijumpai, biasanya terjadi pada pemberian vaksin varisela, baik pada keluarga

maupun penderita. lnfeksi Herpes simplex terjadi akibat tertular oleh salah

seorang anggota keluarga. Terjadi vesikel pada daerah dermatitis, mudah pecah

dan membentuk krusta, kemudian terjadi penyebaran ke daerah kulit normal.

Penderita Dermatitis atopik, mempunyai kecenderungan meningkatnya jumlah

koloni Staphylococcus aureus.

2.8 Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pada pengkajian anak dengan dermatitis atopik adalah adanya gejala awal

dermatitis bisa berupa kemerahan, makula, dan gatal-gatal pada daerah pipi, dahi,

kepala, tangan dan kaki kemudian dapat timbul lesi yang berupa eritema, adanya

rasa gatal yang menyebabkan terganggunya tidur.

2. Diagnosis

Diagnosis atau masalah keperawatan yang terjadi pada anak dengan dermatitis

atopik adalah sebagai berikut:

Page 17: askep DA

a) Gangguan integritas kulit b/d adanya lesi eksema

b) Perubahan rasa nyaman b/d pruritus

c) Gangguan citra diri b/d terbentuknya makula, papula dan lesi

3. Rencana Keperawatan

Gangguan Integritas Kulit b/d adanya lesi eksema

Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan kondisi kulit

klien  menunjukkan perbaikan.

Kriteria hasil :

Klien akan mempertahankan kulit agar mempunyai hidrasi yang baik dan

turunnya peradangan, ditandai dengan:

·         Mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit.

·         Berkurangnya derajat pengelupasan kulit, berkurangnya kemerahan,

berkurangnya lecet karena garukan, penyembuhan area kulit yang telah rusak.

Intervensi

a) Mandi paling tidak sekali sehari selama 15 – 20 menit. Segera oleskan

salep atau krim yang telah diresepkan setelah mandi. Mandi lebih sering

jika tanda dan gejala meningkat.

Rasional: dengan mandi air akan meresap dalam saturasi kulit. Pengolesan

krim pelembab selama 2 – 4 menit setelah mandi untuk mencegah

penguapan air dari kulit.

b) Gunakan air hangat jangan panas.

Rasional: air panas menyebabkan vasodilatasi yang akan meningkatkan

pruritus.

c) Gunakan sabun yang mengandung pelembab atau sabun untuk kulit

sensitive. Hindari mandi busa.

Rasional: sabun yang mengandung pelembab lebih sedikit kandungan

alkalin dan tidak membuat kulit kering, sabun kering dapat meningkatkan

keluhan.

d) Oleskan/berikan salep atau krim yang telah diresepkan 2 atau tiga kali per

hari.

Rasional: salep atau krim akan melembabkan kulit.

Page 18: askep DA

Perubahan rasa nyaman b/d pruritus

Kriteria hasil: klien menunjukkan berkurangnya pruritus, ditandai dengan

o Berkurangnya lecet akibat garukan

o Klien tidur nyenyak tanpa terganggu rasa gatal

o Klien mengungkapkan adanya peningkatan rasa nyaman

Intervensi:

a) Jelaskan gejala gatal berhubungan dengan penyebanya (misal keringnya

kulit) dan prinsip terapinya (misal hidrasi) dan siklus gatal-garuk-gatal-garuk.

Rasional: dengan mengetahui proses fisiologis dan psikologis dan prinsip gatal

serta penangannya akan meningkatkan rasa kooperatif.

b) Cuci semua pakaian sebelum digunakan untuk menghilangkan

formaldehid dan bahan kimia lain serta hindari menggunakan pelembut pakaian

buatan pabrik.

Rasional: pruritus sering disebabkan oleh dampak iritan atau allergen dari bahan

kimia atau komponen pelembut pakaian.

c) Gunakan deterjen ringan dan bilas pakaian untuk memastikan sudah tidak

ada sabun yang tertinggal.

Rasional: bahan yang tertinggal (deterjen) pada pencucian pakaian dapat

menyebabkan iritas

Gangguan citra diri b/d terbentuknya krusta

Kriteria hasil: klien menyatakan penerimaan terhadap kondisi klien,ditandai

dengan

o Klien nampak ikut kembali bersosialisasi

o Klien tampak tidak mengurung diri

Intervensi:

a) Kaji makna perubahan status kesehatan kulit.

Rasional: merupakan indikator utama dalam pengkajian status gangguan citra diri

b) Berikan harapan dalam parameter situasi individu,jangan memberikan

keyakinan yang salah.

Page 19: askep DA

Rasional: meningkatkan perilaku positif dan memberikan kesempatan untuk

menyusun tujuan dan rencana untuk masa depan bedarsarkan realitas.

c) Berikan penguatan positif terhadap kemajuan dan dorong usaha untuk

mengikuti tujuan rehabilitas.

Rasioanal: kata-kata penguatan dapat mendukung terjadinya perilaku koping

positif

d) Berikan kelompok pendukung untuk orang terdekat.Berikan informasi

kepada mereka bagaimana cara membantu klien.

Rasional: meningkatkan ventilasi perasaan dan memungkinkan respon yang lebih

membantu pasien.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dermatitis atopik ialah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal, yang

berhubungan dengan atopi. Kata “atopi” pertama diperkenalkan oleh Coca (1928), yaitu

istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat

kepekaan dalam keluarganya, misalnya : asma bronchial, rinitis alergik, konjungtivitis

alergik dan dermatitis atopik.

Penyebabnya ialah ditemukan Riwayat stigmata atopi (herediter) berupa asma bronchial,

rinitis alergik, dermatitis atopic dalam keluarganya, peningkatan jumlah IgE dalam serum,

penurunan Imunitas seluler dan respons terhadap reaksi hipersensitivitas tipe lambat,

sehingga berakibat meningkatnya kerawanan terhadap infeksi virus, bakteri, dan jamur,

alergi terhadap berbagai alergen, kelembaban rendah, keringat berlebihan, dan bahan iritan,

faktor psikologik.

Page 20: askep DA

Gejala utama dermatitis atopik ialah gatal (pruritus). Akibat garukan akan terjadi kelainan

kulit yang bermacam-macam, misalnya papul, likenifikasi dan lesi ekzematosa berupa

eritema, papulo-vesikel, erosi, ekskoriasi, dan krusta. Dermatitis atopik dapat terjadi pada

masa bayi (infantil), anak, maupun remaja dan dewasa.

Diagnosis Dermatitis atopik ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan adanya riwayat

atopik (dalam keluarga maupun sendiri).

3.2 Saran

Diharapkan kepada  mahasiswa dapat mempelajari dan memahami tentang penyakit

dermatitis atopic dan pencegahannya.

Dalam bidang keperawatan, mempelajari suatu penyakit itu penting, dan diharapkan kepada

mahasiswa mampu membuat konsep teoritis suatu penyakit tersebut beserta asuhan

keperawatannya.

DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, Prof. DR. Adhi, dkk. 2002. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Brunner dan Suddart. 2002. Keperawatan Medical-Bedah. Jakarta: Buku Kedokteran

EGC Volume 3.

Mansyoer, arief, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius

FKUI Jilid 2.

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Pengantar ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba

Medika jilid 2.

Kliegman RM, Behrman RE, Jensen HB, Stanton BF. NelsonTextbook of

Pediatrics. 18th Edition. Saunders Elsevier. P. 971-5.

Mahadi IDR. Ekzema dan Dermatitis. In: Harahap M, Ed. Ilmu Penyakit

Kulit. 2000. Jakarta: Hipokrates. P. 6 – 14.

Page 21: askep DA