Askeb Neo Meningokel+Gigitan Ular
-
Upload
nuniksulanjar8138 -
Category
Documents
-
view
731 -
download
3
Transcript of Askeb Neo Meningokel+Gigitan Ular
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur
bayi yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital
dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian
segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya
sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-
akan merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang
dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenitaI besar, umumnya
akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai
bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan
kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama
kehidupannya. Disamping pemeriksaan fisik, radiologik dan laboratorik untuk
menegakkan diagnose kelainan kongenital setelah bayi lahir, dikenal pula
adanya diagnosisi pre/- ante natal kelainan kongenital dengan beberapa cara
pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air
ketuban dan darah janin.
Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui.
Pertumbuhan embrional dan fetal dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
faktor genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan.
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor
janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi
faktor penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia
diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan
kongenitai tidak diketahui.
Salah satu kelainan kongenital yang sering terjadi adalah meningokel.
Angka kejadiannya adalah 3 di antara 1000 kelahiran. Terjadi karena adanya
defek pada penutupan spina yang berhubungan dengan pertumbuhan yang
tidak normal korda spinalis atau penutupnya.
Biasanya terletak di garis tengah. Meningokel biasanya terdapat di
daerah servikal atau daerah torakal sebelah atas. Kantong hanya berisi selaput
otak, sedangkan korda tetap dalam korda spinalis (dalam durameter tidak
terdapat saraf).
B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian dari meningokel?
b. Apa etiologi dari maningokel?
c. Apa tanda dan gejala dari meningokel?
d. Bagaimana patofisiologi dari meningokel?
e. Bagaimana cara penatalaksanaan terhadap meningokel?
C. Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita.
2. Untuk mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan meningokel dan
dapat memberikan asuhan yang sesuai.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Meningokel merupakan benjolan berbentuk kista di garis tengah tulang
belakang yang umumnya terdapat di daerah lumbosakral. Lapisan meningeal
berupa durameter dan araknoid menonjol sebagai kista keluar kanalis vertebralis,
sedangkan medula spinalis masih di tempat yang normal. Benjolan ditutup
dengan membran tipis yang semitransparan berwarna kebiruan atau terkadang
ditutupi oleh kulit yang dapat menunjukkan hipertrikosis atau sebagai nevus.
Pada transiluminasi tidak terlihat jaringan saraf pusat di dinding benjolan. Fungsi
tungkai bawah biasanya masih normal, hanya terkadang disertai adanya
gangguan.
Meningokel merupakan kelainan kongenital SSP yang paling sering terjadi.
Biasanya terletak di garis tengah. Meningokel biasanya terdapat di daerah
servikal atau daerah torakal sebelah atas. Kantong hanya berisi selaput otak,
sedangkan korda tetap dalam korda spinalis (dalam durameter tidak terdapat
saraf). Tidak terdapat gangguan sensorik dan motorik. Bayi akan menjadi normal
sesudah operasi.
B. Etiologi
Penyebab spesifik dari meningokel atau spina bifida belum diketahui.
Banyak faktor seperti keturunan dan lingkungan diduga terlibat dalam terjadinya
defek ini. Tuba neural umumnya lengkap empat minggu setelah konsepsi. Hal-
hal berikut ini telah ditetapkan sebagai faktor penyebab; kadar vitamin maternal
rendah, termasuk asam folat, mengonsumsi klomifen dan asam valfroat, dan
hipertermia selama kehamilan. Diperkirakan hampir 50% defek tuba neural dapat
dicegah jika wanita bersangkutan meminum vitamin-vitamin prakonsepsi
termasuk asam folat.
Kelainan kongenital SSP yang paling sering dan penting ialah defek
tabung neural yang terjadi pada 3-4 per 100.000 lahir hidup. Bermacam-
macam penyebab yang berat menentukan morbiditas dan mortalitas, tetapi
banyak dari abnormalitas ini mempunyai makna klinis yang kecil dan hanya
dapat dideteksi pada kehidupan lanjut yang ditemukan secara kebetulan.
C. Gambaran klinis
Akibat spina bifida, terjadi sejumlah disfungsi tertentu pada rangka, kulit
dan saluran genitourinari, tetapi tergantung pada bagian medulla spinalis yang
terkena. Pada meningokel dapat ditemukan:
1. Kantong herniasi CSS yang dapat dilihat pada daerah lumbosakral.
2. Hidrosefalus.
D. Patofisiologi
Ada dua jenis kegagalan penyatuan lamina vertebrata dan kolumna spinalis
yaitu spina bifida okulta dan spina bifida sistika.
Spina bifida okulta adalah defek penutupan dengan meningen tidak
terpajan di permukaan kulit. Defek vertebralnya kecil, umumnya pada daerah
lumbosakral.
Spina bifida sistika adalah defek penutupan yang menyebabkan penonjolan
medula spinalis dan pembungkusnya. Meningokel adalah penonjolan yang terdiri
dari meninges dan sebuah kantong berisi cairan serebrospinal (CSS): penonjolan
ini tertutup kulit biasa. Tidak ada kelainan neurologi, dan medulla spinalis tidak
terkena. Hidrosefalus terdapat pada 20% kasus spina bifida sistika. Meningokel
umumnya terdapat pada lumbosakral atau sacral. Hidrosefalus terdapat pada
hampir semua anak yang menderita spina bifida (85% sampai 90%), kira-kira
60% sampai 70% tersebut memiliki IQ normal.
Banyak ahli percaya bahwa defek primer pada NTD (neural tube defect)
merupakan kegagalan penutupan tuba neural selama perkembangan awal embrio.
Akan tetapi, ada bukti bahwa defek ini merupakan akibat dari pemisahan tuba
neural yang sudah menutup karena peningkatan abnormal tekanan cairan
serebrospinal selama trimester pertama. Derajat disfungsi neurologik secara
lansung berhubungan dengan level anatomis defek tersebut dan saraf-saraf yang
terlibat.
Pembedahan dilakukan secepatnya pada spina bifida yang tidak tertutup
kulit, sebaiknya dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang-kadang sebagai
akibat eksisi meningokel terjadi hidrosefalus sementara atau menetap, karena
permukaan absorpsi CSS yang berkurang.
Kegagalan tabung neural untuk menutup pada hari ke-28 gestasi, atau
kerusakan pada strukturnya setelah penutupan dapat dideteksi in utero dengan
pemeriksaan ultrasonogrfi. Pada 90% kasus, kadar alfa-fetoprotein dalam serum
ibu dan cairan amnion ditemukan meningkat. Penemuan ini sering digunakan
sebagai prosedur skrining. Keterlibatan baik kranial maupun spinal dapat terjadi
terminology spina bifida digunakan pada keterlibatan spinal, apabila malformasi
SSP disertai rachischisis maka terjadi kegagalan lamina vertebrata.
Posisi tengkurap mempengaruhi aspek lain dari perawatan bayi. Misalnya,
posisi bayi ini, bayi lebih sulit dibersihkan, area-area ancaman merupakan
ancaman yang pasti, dan pemberian makanan menjadi masalah.
Bayi biasanya diletakkan di dalam incubator atau pemanas sehingga
temperaturnya dapat dipertahankan tanpa pakaian atau penutup yang dapat
mengiritasi lesi yang rapuh. Apabila digunakan penghangat overhead, balutan di
atas defek perlu sering dilembabkan karena efek pengering dari panas yang
dipancarkan.
Sebelum pembedahan, kantung dipertahankan tetap lembap dengan
meletakkan balutan steril, lembab, dan tidak lengket di atas defek tersebut.
Larutan pelembab yang dilakukan adalah salin normal steril. Balutan diganti
dengan sering (setiap 2 sampai 4 jam). Dan sakus tersebut diamati dengan cermat
terhadap kebocoran, abrasi, iritasi, atau tanda-tanda infeksi. Sakus tersebut harus
dibersihkan dengan sangat hati-hati jika kotor atau terkontaminasi. Kadang-
kadang sakus pecah selama pemindahan dan lubang pada sakus meningkatkan
resiko infeksi pada system saram pusat.
Latihan rentang gerak ringan kadang-kadang dilakukan untuk mencegah
kontraktur, dan meregangkan kontraktur dilakukan, bila diindikasikan. Akan
tetapi latihan ini dibatasi hanya pada kaki, pergelangan kaki dan sendi lutut. Bila
sendi panggul tidak stabil, peregangan terhadap fleksor pinggul yang kaku atau
otot-otot adductor, mempererat kecenderungan subluksasi.
Penurunan harga diri menjadi ciri khas pada anak dan remaja yang
menderita keadaan ini. Remaja merasa khawatir akan kemampuan seksualnya,
penguasaan sosial, hubungan kelompok remaja sebaya, dan kematangan serta
daya tariknya. Beratnya ketidakmampuan tersebut lebih berhubungan dengan
persepsi diri terhadap kemampuannya dari pada ketidakmampuan yang
sebenarnya ada pada remaja itu.
E. Deteksi prenatal
Terdapat kemungkinan untuk menentukan adanya beberapa NTD terbuka
selama masa prenatal. Pemindaian ultrasuara pada uterus dan peningkatan
konsentrasi alfafetoprotein (AFP), suatu gamma, globulin yang spesifik pada
fetus, dalam cairan amnion mengindikasikan adanya arensefali atau
mielomeningokel. Waktu yang tepat untuk melakukan pemeriksaan diagnostic ini
adalah pada usia gestasi 16 dan 18 minggu, sebelum konsentrasi AFP yang
normalnya menurun, dan pada saat yang tepat untuk melakukan aborsi
terapeutik. Pengambilan sampel virus koronik (chorionic villus sampling, CVS)
juga merupakan pemeriksaan untuk diagnostik NTD pada masa prenatal.
Prosedur diagnostic di atas direkomendasikan untuk semua ibu yang telah
melahirkan anak dengan gangguan ini dan dan pemeriksaan ditawarkan bagi
semua wanita hamil. Selain itu, rencana kelahiran dengan sesar dapat
menurunkan disfungsi motorik.
F. Penatalaksanaan medis dan bedah
Pembedahan mielomeningokel dilakukan pada periode neonatal untuk
mencegah rupture. Perbaikan dengan pembedahan pada lesi spinal dan pirau CSS
pada bayi hidrosefalus dilakukan pada saat kelahiran. Pencangkokan kulit
diperlakukan bila lesinya besar. Antibiotic profilaktik diberikan untuk mencegah
meningitis. Intervensi keperawatan yang dilakukan tergantung ada tidaknya
disfungsi dan berat ringannya disfungsi tersebut pada berbagai system tubuh.
Untuk spina bifida okulta atau maningokel tidak diperlukan pengobatan
Perbaikan mielomeningokel, dan kadang-kadang meningokel, secara bedah
diperlukan
Apabila dilakukan perbedahan secara bedah, maka perlu dipasang suatu
pirau (shunt) untuk memungkinkan drainase CSS dan mencegah timbulnya
hidrosefalus dan peningkatan tekanan intrakranium
Seksio sesarae terencana, sebelum melahirkan, dapat mengurangi
kerusakan neurologis yang terjadi pada bayi dengan defek korda spinalis.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Anamnesa :
1. Identitas bayi
2. Identitas ibu
3. Riwayat kehamilan ibu
kadar alfa-fetoprotein dalam serum ibu dan cairan amnion ditemukan
meningkat pada usia 16-18 minggu
4. Riwayat kelahiran.
Seksio sesarae terencana atau normal
5. Riwayat Keluarga.
Anak sebelumnya menderita spina bifida
6. Riwayat atau adanya faktor resiko
Jenis kelamin laki-laki
b. Pemeriksaan Fisik.
Observasi adanya manifestasi mielomeningokel
1. Kantong yang dapat dilihat
2. Gangguan sensori biasanya disfungsi motorik paralel
Di bawah vertebra lumbal kedua
Flaksid, paralis parsial arefleksik pada ekstremitas bawah
Berbagai derajat defisit sensori
Inkontenensia aliran berlebihan dengan penetesan urin konstan
Kurang kontrol defikasi
Prolapsus rektal (kadang-kadang)
Di bawah vertebra sakrum ketiga
Tidak ada kerusakan motorik
Dapat berupa anestesia sadel dengan paralis sfingter kandung kemih
dan sfingter anus
Deformitas sendi (terkadang terjadi di uterus)
Talipes valgus atau kontraktur varus
Kifosis
Skoliosis lumbosakral
Dislokasi pinggul
3. Lakukan atau bantu dengan pemeriksaan neurologis
untuk menentukan tingkat kerusakan motorik dan sensorik
4. Inspeksi mielomeningokel untuk adanya perubahan pada
penampilan, sebagai contoh, abrasi, robekan, tanda-tanda infeksi
5. Observasi adanya tanda-tanda hidrosefalus
6. Observasi adanya tanda-tanda alergi lateks
7. Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian.
Radiologi
Tomografi
B. Diagnosa
1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya organisme infektif.
2. Risti trauma berhubungan dengan lesi spinal
3. Risti trauma berhubungan dengan kerusakan sirkulasi cairan
serebrospinal
4. Risti cidera berhubungan dengan pemajanan berulang pada produk lateks
dan alergi lateks
5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan ketahanan
sekunder akibat peningkatan tekanan intrakranial
6. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan perubahan emosi pada
semua anggota keluarga yang berkaitan dengan pengobatan atau sakitnya
anggota keluarga
7. Resiko tinggi penatalaksanaan program terapiutik tidak efektif
berhubungan dengan ketidaktahuan tentang pengobatan atau teknik
8. Risiko hambatan kedekatan orang tua-bayi berhubungan dengan
hambatan untuk menggendong sekunder akibat pemantauan pada
perawatan intensif
9. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan imobilitas
sekunder akibat reposisi tidak efektif
10. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
C. Intervensi
1. Diagnosa : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya organisme
infektif. Sasaran: Pasien mengalami penurunan risiko terhadap infeksi system
saraf pusat
Intervensi keperawatan/rasional
Posisikan bayi untuk mencegah kontaminasi urin dan feses
Bersihkan mielomeningokel dengan cermat menggunakan salin normal
steril bila bagian ini menjadi kotor atau terkontaminasi
Berikan balutan steril dan lembab dengan larutan steril sesuai instruksi
(salin normal, antibiotik) untuk mencegah pengeringan kantong
Berikan antibiotik sesuai resep
Pantau dengan cermat tanda-tanda infeksi (peningkatan suhu, peka
rangsang, latergi, kaku kuduk) untuk mencegah keterlambatan
pengobatan dalam pengobatan
Berikan perawatan serupa untuk sisi operatif pada paskaoperasi
Hasil yang di harapkan
kantong meningeal tetap bersih, utuh, dan tidak menunjukkan bukti-
bukti infeksi
2. Diagnosa: Risti trauma berhubungan dengan lesi spinal
Sasaran: pasien tidak mengalami trauma pada sisi bedah/lesi spinal
Intervensi keperawatan/rasional
Rawat bayi dengan cermat untuk mencegah kerusakan pada kantong
meningeal atau sisi pembedahan
Gunakan alat pelindung di sekitar kantong missal; selimut plastic
bedah, potong sesuai ukuran dan sesuai ukuran dan tempelkan
dibawah kantong di samping sacrum dan selimuti dengan longgar
untuk memberikan lapisan pelindung
Modifikasi aktifitas keperawatan rutin (misal; member makan,
merapikan tempat tidur, aktifitas kenyamanan) untuk mencegah
trauma
Hasil yang diharapkan
Kantong meningeal tetap utuh
Sisi pembedahan sembuh tanpa trauma
3. Diagnosa Risiko tinggi trauma berhubungan dengan kerusakan sirkulasi
cairan serebrospinl
Sasaran: pasien tidak mengalami tekanan intrakranial
Intervensi keperawatan/rasional
Ukur lingkaran oksifitoprontal setiap hari untuk mendeteksi
peningkatan tekanan intracranial dan terjadinya hidrosefalus
Observasi adanya tanda-tanda peningkatan intracranial, yang
menunjukkan terjadinya hidrosefalus.
o Peka rangsang
o Latergi
Bayi
o Menangis bila diangakat atau digendon: diam bila tetap
berbaring
o Peningkatan lingkar oksipitofrontal
o Peregangan sutura
o Perubahan tingkat kesadaran
Anak
o Sakit kepala (khusus di pagi hari)
o Apatis
o Konfusi
Hasil yang diharapkan
Bukti tekanan intracranial dan hidosefalus terdeteksi dini, dan
intervensi yang tepat diimplementasikan
4. Diognosa: Risti cidera berhubungan dengan pemajanan berulang pada produk
lateks dan alergi lateks
Sasaran pasien: pasien mengalami pemajanan minimum pada lateks
Intervensi keperawatan/rasional
Identifikasi anak dengan alergi lateks
Jaga agar lingkungan bebas lateks untuk menurunkan pemajanan
Ajari anggota keluarga dan pemberi perawatan lain (mis., pekerja
perawatan sehari, guru) tentang hal-hal berikut:
Risiko alergi lateks dan hal-hal yang harus dihindari untuk
menurunkan pemajanan
Tanda-tanda alergi (dari gatal-gatal, ruam, dan mengi pada anafilaktik)
untuk mendeteksi reaksi dengan cepat
Tindakan kedaruratan, termasuk penggunaan kit anafilaktik dan
memanggil pelayanan medis darurat, untuk mencegah keterlambatan
tindakan
Hasil yang diharapkan
Anak tidak mengalami reaksi alergi terhadap lateks
5. Diagnose: kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan
ketahanan sekunder akibat peningkatan tekanan intrakranial
Sasaran pasien : pasien tidak mengalami deformitas ekstremitas bawah dan
panggul atau resiko pasien terhadap hal tersebut minimal
Intervensi keperawatan/rasional
Lakukan latihan rentang gerak pasif untuk mencegah kontraktur;
jangan memaksakan suatu titik tahanan untuk mencegah trauma
Lakukan peregangan otot bila diindikasikan untuk mencegah
kontraktur
Pertahankan panggul pada abduksi ringan sampai sedang untuk
mencegah dislokasi, jaga agar kaki tetap berada pada posisi netral
untuk mencegah kontraktur
Gunakan gulungan popok, bantalan, bantal pasir kecil, atau alat yang
dirancang khusus untuk mempertahankan posisi yang diinginkan
Hasil yang diharapkan
Ekstremitas mempertahankan fleksibelitasnya
Panggul dan ekstremitas bawah dipertahankan pada artikulasi dan
kesejajaran yang benar
6. Diagnose: Perubahan proses keluarga berhubungan dengan perubahan emosi
pada semua anggota keluarga yang berkaitan dengan pengobatan atau sakitnya
anggota keluarga
Tujuan
Anggota keluarga mempertahankan sistem fungsi dukungan mutual satu sama
lain
Intervensi keperawatan/rasional
Beri dukungan emosional kepada orang tua
Bantu keluarga dalam menghadapi kekhawatirannya terhadap situasi
Ciptakan lingkungan rumah sakit yang bersifat pribadi dan mendukung
untuk keluarga
Libatkan anggota keluarga dalam perawatan anggota keluarganya yang
sakit bila memungkinkan (member makan, memandikan, memakai
baju, ambulasi)
Bantu anggota keluarga mengubah harapan anggota keluarga yang
sakit dengan sikap realistis
Kriteria hasil
Ansietas keluarga berkurang yang berhubungan dengan ketakutan
karena ketidaktahuan, ketakutan karena kehilangan control emosi.
7. Diagnose: Resiko tinggi penatalaksanaan program terapiutik tidak efektif
berhubungan dengan ketidaktahuan tentang pengobatan atau teknik dan
ketidakcukupan pengetahuan
Tujuan
Keluarga mengungkapkan maksud untuk melakukan perilaku kesehatan yang
diperlukan atau keinginan untuk pulih dari penyakit dan pencegahan
kekambuhan atau komplikasi
Intervensi keperawatan/rasional
Dapatkan jalan masuk ke dalam system keluarga, jangan mengambil
alih
Hindari kesan memaksa
Dengarkan untuk mengetahui kesesuaian antara kekhawatiran, hindari
memberi harapan
Upayakan untuk mengetahui kesesuaian antara kebutuhan yang
diungkapkan dengan layanan yang diberikan perawat
Gali dengan orang tua tentang penatalaksanaan masalah yang telah
berhasil pada masa lalu untuk meningkatkan percaya diri
Kumpulkan ekspresi tentang perasaan, keperhatinan, dan pertanyaan
dari individu dan keluarga untuk mengetahui tingkat pengetahuan
keluarga
Beri dorongan keluarga untuk mencari informasi dan membuat
keputusan berdasarkan informasi untuk meningkatkan sikap positif
dan partisipasi aktif keluarga
Kriteria hasil
Ansietas keluarga berkurang yang berhubungan dengan ketakutan
karena ketidaktahuan, ketakutan karena kehilangan kontrol
Anggota keluarga dapat menggambarkan proses penyakit, penyebab
dan factor penunjang pada gejala, dan regimen untuk penyakit atau
control gejala
8. Diagnose : Risiko hambatan kedekatan orang tua-bayi berhubungan dengan
hambatan untuk menggendong sekunder akibat pemantauan pada perawatan
intensif
Tujuan
Mendemonstrasikan peningkatan perilaku kedekatan, seperti menggendong
bayi dengan dekat, tersenyum dan bicara pada bayi, dan mencari kontak mata
dengan bayi
Intervensi keperawatan/rasional
Izinkan orang tua untuk melihat dan menyentuh bayi sebelum
dipindahkan
Anjurkan kunjungan dini untuk ibu bila mungkin, buat hubungan
telefon yang sering dengan pemberi perawatan bayi bila kunjungan
tidak memungkinkan
Kriteria hasil
Orang tua mulai mengungkapkan perasaan positif mengenai bayi
9. Diagnose : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan
imobilitas sekunder akibat reposisi tidak efektif
Tujuan
Individu menunjukkan integritas kulit bebas dekubitus
Intervensi keperawatan/rasional
Ubah posisi individu untuk berbalik atau mengangkat berat badannya
setiap 30 menit sampai 2 jam untuk penurunan takanan pada kulit
Instruksikan keluarga tentang teknik spesifik yang digunakan dirumah
untuk mencegah dekubitus
Kriteria hasil
Individu bebas dari dekubitus
10. Diagnose: Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan intake adekuat
Tujuan
Membantu terpenuhinya kebutuhan nutrisi
Intervensi keperawatan/rasional
Beri dosis sedikit tetapi sering
Pasang infus
Kolaborasi dengan ahli gizi
Kriteria hasil
Dapat mempertahankan berat badan dalam batas normal normal
D. Implementasi
1. Minimalkan resiko infeksi pada sebelum dan sesdah operasi
2. Jaga pasien tidak mengalami trauma pada sisi bedah/lesi spinal
3. Deteksi dini tanda-tanda peningkatan tekanan intra cranial
4. Minimalkan pemajanan lateks
5. Pertahankan asupan nutrisi dan cairan
6. Pantau adanya tanda dan gejala infeksi
7. Lakukan perawatan luka operasi: gunakan teknik steril ketika mangganti
dan menguatkan balutan
8. Ajarkan pada orang tua tentang pelaksanaan pelatihan jangka panjang
9. Beri informasi pada orang tua tentang teknik-teknik yang memfasilitasi
mobilitas dan kemandirian
10. Beri pendidikan pada orang tua tentang pertumbuhan dan perkembangan
normal serta penyimpangan-penyimpangannya dari normal
E. Evaluasi
1. Apakah anak terhidrasi dengan baik dan mempertahankan berat badannya
2. Apakah anak bebas dari infeksi
3. Apakah Anak dan orang tua menunjukkan kemampuan untuk melaksanakan
perawatan jangka panjang di rumah dan bebas dari komplikasi.
BAB IV
Penutup
A. Kesimpulan
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur
bayi yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital
dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian
segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya
sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat.
Meningokel merupakan kelainan kongenital SSP yang paling sering
terjadi. Biasanya terletak di garis tengah. Meningokel biasanya terdapat di
daerah servikal atau daerah torakal sebelah atas. Kantong hanya berisi selaput
otak, sedangkan korda tetap dalam korda spinalis (dalam durameter tidak
terdapat saraf). Tidak terdapat gangguan sensorik dan motorik. Bayi akan
menjadi normal sesudah operasi.
B. Saran
Deteksi dini dan pencegahan pada awal kehamilan dianjurkan untuk
semua ibu yang telah melahirkan anak dengan gangguan ini dan dan
pemeriksaan ditawarkan bagi semua wanita hamil.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cecila L. Betz & Linda A. Sowden.2002. Keperawatan Pediatri Edisi 3.
EGC: Jakarta.
2. Diane M. Fraser. Dkk. 2009. Myles Buku Ajar Kebidanan. EGC: Jakarta.
3. Elizabet J. Corwin. 2000. Buku saku patofisiologi. EGC: Jakarta
4. J.C.E. Underwood. 1999. Patologi Umum Dan Sistematik. Vol 2. EGC:
Jakarta
5. Linda Juall Carpenito-moyet. 2006. Buku saku diagnosis keperawatan
Edisi 10. EGC: Jakarta
6. Marliynn E. Doengoes, Dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.
EGC: Jakarta
7. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak Bag. 3. EGC: Jakarta.
8. Rosa m. Saccharin. 1996. Prinsip keperawatan pediatric edisi 2. EGC;
Jakarta
9. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 1985. Ilmu kesehatan anak volume 3.
FKUI : Jakarta.
10. Taslim S. Soetomenggolo, Sfyan Ismael. 1999. Buku Ajar Neurologi Anak.
BP IDAI: Jakarta.
11. Wiknjosastro, Hanifa . dkk. 1999. Ilmu kebidanan.Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiharjo: Jakarta.
12. Wong , Donna L dkk. 2008. Buku ajar keperawatan pediatric vol 2. EGC:
Jakarta.
13. Wong , Donna L. 2004. Pedoman klinis keperawatan Pediatrik Edisi 4 .
EGC: Jakarta.
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana epidemologi gigitan ular?
b. Bagaimana patogenesis gigitan ular?
c. Bagaimana penatalaksanaan dan komplikasi gigitan ular?
C. Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita.
2. Untuk mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan meningokel dan
dapat memberikan asuhan yang sesuai.
BAB IIPEMBAHASAN
Jarang bayi tergigit ular berbisa (umumnya ular berbisa mempunyai taring dan
bekas dan bekas gigitan taring ini terdapat pada luka gigitan), tetapi gigitan ini sangat
berbahaya. Karena ukuran tubuh bayi masih kecil, maka sedikit saja ular dapat
mematikan.
Setelah tergigit, penting sekali untuk membuat bayi dan bagian yang terkena
untuk tidak bergerak-gerak. Jika gigitan terjadi pada lengan atau kaki tersebut diikat
(dibelat) dan dipertahankan dalam dalam posisi lebih rendah dari jantung. Jika ada,
lakukan kompres dingin untuk meredakan nyeri, tetapi jangan menggunakan es atau
memberikan obat lain selain petunjuk dokter. Jika dilakukan dengan segera,
menghisap keluar bisa ular dengan mulut (dan diludahkan keluar) dapat menolong,
tetapi jangan membuat irisan apapun, kecuali jika anda berada 4 atau 5 jam jauhnya
dari pertolongan medis terdekat dan timbul gejala yang parah. Jika bayi tidak
bernafas, berikan bantuan pernafasan. Jika perlu lakukan perawatan untuk syok.
Segera dapatkan bantuan medis dan jika mungkin anda perlu bersiap untuk
memberitahukan jenis ular yang menggigit bayi anda. Jika anda tidak bisa
mendapatkan bantuan medis dalam satu jam, pasanglah ikatan (ikat pinggang, dasi,
pita rambut) dengan cukup longgar dimana anda bisa memasukkan dua jari
dibawahnya pada sekitar 5 cm diatas luka gigitan untuk memperlambat aliran darah.
(jangan mengikat terlalu erat di sekitar jari tangan atau jari kaki, di sekitar leher,
kepala atau anggota tubuh lainnya). Sering-seringlah memerikasa denyut nadi
dibawah ikatan untuk memastikan bahwa peredaran darah tidak terhenti sama sekali,
dan perlonggar ikatan jika anggota tubuh terswebut mulai membengkak. Catatlah
waktu ketika pengikatan dilakukan. Gigitan ular yang tidak berbisa dapat dirawat
seperti merawat luka tusuk tertusuk, dan beritahukan pada dokter bayi anda.
Meskipun ada lebih dari 3500 spesies ular di dunia, hanya 200 yang berbisa
terhadap manusia.
1. Epidemologi
Ada sekitar 300.000 gigitan ular berbisa di dunia tiap tahun. Kira-kira
10% gigitan tersebut mengakibatkan kematian, kebanyakan dari ini
disebabkan oleh gigitan kobra di Asia Tenggara. Ada sekitar 7.000 gigitan
ular berbisa di Amerika Serikat setiap tahun, lebih dari 50% yang melibatkan
orang-orang yang berumur kurang dari 20 tahun. Kebanyakan gigitan ular
berbisa di Amerika Serikat adalah karena viper berdekik kurang dari 0,2%
darinya menyebabkan kematian.
2. Patogenesis
Bisa ular adalah suatu campuran kompleks polipeptida, enzim
proteolitik, dan toksin, yang komposisinya sebagian besar spesifik spesies.
Bisa yang dihasilkan oleh Elapidae dan Hydrophidae terutama neurotoksik,
bisa bekerja dengan menghambat panghantaran neuron pada sambungan
neuromuskuler. Kematian karena envenomasi oleh ular-ular ini secara khas
disebabkan oleh depresi pernafasan. Bisa yang dihasilkan oleh Crotalidae
terutama sitolitik, menyebabkan nekrosis seluler, kebocoran vaskular,
hemolisis, dan koagulopati. Kematian karena envenomasi oleh Crotalidae
secara khas disebabkan oleh perdarahan, syok atau kegagalan ginjal.
3. Manifestasi klinis
Kira-kira 20% dari semua gigitan ular berbisa tidak mengakibatkan
envenomasi. Sisanya, beratnya envenomasi tergantung pada banyak variable
yang terkait dengan korban (umur, kesehatan umum, besar), yang terkait
dengan ular tersebut (spesies, keadaan kelenjar bisa, dan taring), yang terkait
dengan gigitan (jumlah, lokasi, dalamnya, jumlah bisa yang disuntikkan), dan
yang terkait dengan kecepatan dan efektifitas terapi awal.
Gigitan viper berdekik biasanya terjadi pada tungkai, menyebabkan
nyeri seperti terbakar dan pembengkakan pada tempat gigitan dalam beberapa
menit. Bila bisa menyebar ke badan melalui limfa, ada edema yang berat dan
ekimosis tungkai yang terlibat dengan limfoadenopati regional yang jelas.
Pada kasus berat, ada tanda-tanda lokal termasuk pembentukan bula dan
nekrosis jaringan tungkai yang terkena. Gejala sistemik termasuk mual dan
muntah, diaforesis, mati rasa atau rasa gatl sekitar mulut, kulit kepala dan jari-
jari, dan fasikulasi otot. Pada krebanyakan kasus berat, ada edema
menyeluruh, shock, aritmia jantung dan kematian. Kelainan kompleks dan
pembekuan darah biasa terjadi pada envenomasi veper berdekik. Hal ini
disebabkan oleh komponen bisa spesifik spesies yang dapat menyebabkan
pengasingan trombosit, aktivasi protein dalam kaskade koagulasi, dan atau
aktivasi protein fibrinolitik. Beratnya enfenomasi krotalid biasanya dibuat
beberapa tingkat yaitu:
Derajat 0 Tidak ada envenomasi
Derajat1 Envenomasi minimal (pembengkakan lokal, nyeri tanpa
penjelekan)
Derajat 2 Envenomasi sedang (pembengkakan, nyeri atau
ekimosis yang berkembang diatas tempat luka; sistemik
atau manifestasi laboratorium ringan)
Derajat 3 Envenomasi berat (respon lokal jelas, tanda-tanda
sistemik berat, dan perubahan penting dalam temuan
laboratorium)
Gigitan Elapidae dan Hydrophidae dapat muinimal nyeri (seperti pada
gigitan ular koral dan kebanyakan spesies Hydrophidae) atau nyeri dan
nikrosis (seperti pada gigitan kobra). Bila bisa pada kedua famili terutama
neuro toksik, gejala sisitemik termasuk perasaan mengantuk, palsi saraf
cranial, kelemahan motorik dan paralysis. Pada kasus yang lebih berat,gejala
dapat kejang-kejang, koma, dan kematian akibat depresi pernafasan.
4. Data Laboratorium
Pemeriksaan darah awal harus termasuk tipe dan uji silang (cross
match), hitung darah dan trombosit total, waktu protrombin dan tromboplastin
partial, produk degradasi fibrinogen dan fibrin, dan urea nitrogen darah,
kreatinin, dan kadar kreatinin fosfokinase. Penelitian ini harus sering diulang
dengan selang waktu tergantung pada beratnya envenomasi dan
ketidakstabilan keadaan penderita.
5. Pengobatan
Pengetahuan mengenai spesies ular endemik pada suatu daerah
geografis tertentu adalah penting dalam pengelolaan gigitan ular secara
optimal. Gigitan ular yang tidak berbisa biasanya tidak meninggalkan lubang
taring yang jelas dan tidak menyebabkan banyak nyeri dan pembengkakan
lokal. Tidak diperlukan terapi.
Pada perawatan gawat darurat envenomasi, harus diingat bahwa bisa
mencapai sirkulasi melalui aliran limfe. Tindakan pertolongan harus
menghambat aliran limfa lokal. Penderita harus diletakkan istirahat dengan
tekanan lokal dan imobilisasi tungkai. Tekanan pada tempat envenomasi
menyebabkan kolaps mikrosirkulasi. Imobilisasi tungkai mengurangi
kontraksi otot yang meningkatkan aliran limfa. Torniquet harus diletakkan
proksimal tempat envenomasi dan diikatkan erat sehingga hanya aliran vena
superfisial dan drainase limfa yang terganggu. Pasokan darah arteri ke tungkai
hrus tidak terganggu karena iskemia dapat memperburuk reaksi jaringan lokal.
Jika envenomasi terjadi beberapa menit, alat penghisap bisa dapat dibeli di
pasaran dan dapat menyembuhkan 20 – 30% dari inokulum bisa.
Pada perawatan di ruang gawat darurat, korban harus dimonitor secara
ketat dan masukan infus intravena ukuran besar harus dilakukan. Sampel
darah dan urin awal harus dikirim untuk analisis. TTV, lingkaran tungkai yang
terkena, pengeluaran urin dan masukan cairan harus sering dimonitor. Larutan
isotonis harus diberikan dalam upaya mengatasi syok. Plasma beku segar,
kriopresipitat, dan infus trombosit harus digunakan jika perlu untuk
memperbaiki koagulopati. Profilaksis tetanus yang tepat harus diberikan dan
antibiotik berspektrum luas serta narkotik harus digunakan untuk mengurangi
nyeri.
Antibisa paling efektif jika diberikan dalam 4 jam sesudah gigitan;
manfaatnya akan berkurang jika pemberian ditunda selama 12 jam. Di
Amerika Serikat terdapat 2 jenis preparat antibisa ular, yaitu antibisa
(Crotalidae) polivalen, yang efektif untuk gigitan viper berdekik, antibisa
(Micrurus vulvis), efektif untuk gigitan oleh ular koral biasa Amerika Utara.
6. Komplikasi
Komplikasi gigitan ular meliputi sindrom kompartemen (compartement
syndrome) dan nekrosis jaringan. Sindrom kompartemen dapat dicegah
menggunakan pemeriksaan secara seri dan alat manometri. Secara klinis,
sindrom kompartemen dapat diingat dengan 6P : nyeri (pain) diluar tempat
luka, tekanan (pressure) (pembengkakan tungkai), parestesia, tidak ada nadi
(pulse absent), nyeri (pain) pada rentangan pasif dan paresis. Penanganannya
dengan tindakan bedah pada bagian yang terkena.
BAB III
PENUTUPA. Kesimpulan
B. Saran