Asian Agri Kasus Etika

19
I. Latar Belakang Masalah Asian Agri adalah perusahaan yang berbasis di Indonesia dengan pengelolaan perusahaan kelapa sawit berkelas dunia. Asian Agri merupakan salah satu produsen minyak kelapa sawit terbesar di Asia dengan kapasitas produksi per tahun mencapi 1 juta ton. Saat ini, Asian Agri mengelola 28 perkebunan minyak kelapa sawit dan 19 pabrik pengilangan minyak kelapa sawit dengan wilayah operasional yang berada di tiga provinsi di pulau Sumatra, Indonesia, dengan areal konsesi seluas 100.000 Ha dan areal plasma seluas 60.000 Ha diantaranya dikembangkan oleh para petani kecil di bawah Plasma/Skema KKPA. Asian Agri menerapkan kebijakan anti pembakaran lahan, manajemen pengendalian hama yang terintegrasi, pelestarian kelembapan tanah dan praktik-praktik ramah lingkungan lainnya. Asian Agri yakin dapat melaksanakan prinsip-prinsip kelapa sawit lestari (sustainable palm oil) dalam operasionalnya, yaitu menerapkan standar kerja tertinggi, menjaga hubungan baik dengan masyarakat sekitar, dan melaksanakan sistem manajemen lingkungan. Petani plasma sebagai rekan Asian Agri, memegang peranan penting dalam kegiatan bisnis Asian

description

etika

Transcript of Asian Agri Kasus Etika

Page 1: Asian Agri Kasus Etika

I. Latar Belakang Masalah

Asian Agri adalah perusahaan yang berbasis di Indonesia dengan pengelolaan

perusahaan kelapa sawit berkelas dunia. Asian Agri merupakan salah satu produsen

minyak kelapa sawit terbesar di Asia dengan kapasitas produksi per tahun mencapi 1 juta

ton. Saat ini, Asian Agri mengelola 28 perkebunan minyak kelapa sawit dan 19 pabrik

pengilangan minyak kelapa sawit dengan wilayah operasional yang berada di tiga

provinsi di pulau Sumatra, Indonesia, dengan areal konsesi seluas 100.000 Ha dan areal

plasma seluas 60.000 Ha diantaranya dikembangkan oleh para petani kecil di bawah

Plasma/Skema KKPA.

Asian Agri menerapkan kebijakan anti pembakaran lahan, manajemen pengendalian

hama yang terintegrasi, pelestarian kelembapan tanah dan praktik-praktik ramah

lingkungan lainnya. Asian Agri yakin dapat melaksanakan prinsip-prinsip kelapa sawit

lestari (sustainable palm oil) dalam operasionalnya, yaitu menerapkan standar kerja

tertinggi, menjaga hubungan baik dengan masyarakat sekitar, dan melaksanakan sistem

manajemen lingkungan. Petani plasma sebagai rekan Asian Agri, memegang peranan

penting dalam kegiatan bisnis Asian Agri, dimana kunci kesuksesanya terletak pada

komunikasi dan kerjasama yang berkelanjutan.

Asian Agri Group, melalui anak perusahaannya PT. Inti Indosawit Subur (PT. IIS),

menjadi anggota Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) pada bulan Februari 2006

dan berkomitmen penuh untuk menerapkan Prinsip dan Kriteria RSPO dalam rantai

produksinya untuk memproduksi minyak sawit lestari. Asian Agri bertekad untuk

memberikan produk dengan kualitas terbaik bagi pelanggannya, dan memenuhi standar

tertinggi serta sertifikasi yang ada. Kelapa sawit adalah produk yang sangat serba guna

dengan penggunaan mulai dari produk makanan dan bahan-bahan masakan, kosmetik,

perlengkapan mandi, minyak pelumas, serta biofuel. Oleh karena harganya yang

Page 2: Asian Agri Kasus Etika

kompetitif dan daya guna yang tinggi, kelapa sawit menikmati pangsa pasar yang paling

tinggi di pasar minyak konsumsi dunia.

Sukanto Tanoto adalah pendiri dari RGE (Royal Golden Eagle), sebuah perusahaan

global yang bergerak di sektor pengelolaan sumber daya alam dengan kantor yang berada

di Singapura, Hong Kong, Jakarta, Beijing dan Nanjing. Beliau memulai bisnis

pertamanya lebih dari 40 tahun yang lalu dengan memasok suku cadang untuk industri

minyak dan konstruksi. Sebagai seorang pengusaha yang visioner, Sukanto Tanoto masuk

kebisnis kayu lapis pada tahun 1967. Dengan kesuksesannya dibisnis ini, beliau kemudian

mendirikan bisnis lainnya, seperti kelapa sawit, kehutanan, pulp dan kertas serta

pembangkit tenaga listrik. Saat ini, RGE adalah group global dengan aset lebih dari 15

miliar US Dolar, tenaga kerja lebih dari 50.000 karyawan dan pabrik di Tiongkok,

Indonesia dan Brazil serta kantor penjualan di seluruh dunia. Bisnis ini meliputi empat

area operasional, yaitu pulp dan kertas (APRIL – Asia Pacific Resources International

Holding Ltd dan Asia Symbol), kelapa sawit (Asian Agri dan Apical), rayon dan pulp

khusus (Sateri International) serta energi (Pacific Oil & Gas).

Asian Agri sebagai perusahaan terbesar di Indonesia sudah sepantasnya membayar

kewajibannya kepada negara berupa pajak. Pajak merupakan sumber penerimaan  negara

disamping penerimaan dari sumber migas dan non migas. Dengan posisi yang sedemikian

penting itu pajak merupakan penerimaan strategis yang harus dikelola dengan baik oleh

negara. Direktorat Jenderal Pajak dibawah Departemen Keuangan Republik Indonesia

dari tahun ke tahun telah banyak melakukan berbagai kebijakan untuk meningkatkan

penerimaan pajak sebagai sumber penerimaan negara.

Di negara berkembang seperti Indonesia, pajak masih sebagai penerimaan terbesar.

Namun masih ada beberapa pengusaha di Indonesia yang menghindarkan diri dari pajak

atau melakukan penyelewengan pajak. Penghindaran diri dari pajak ini bisa saja disebut

Page 3: Asian Agri Kasus Etika

dengan pelanggaran Undang-undang dan risikonya dapat merugikan negara. Masih

banyak terjadi kasus penggelapan pajak yang lolos dari jerat hukum dan kasusnya

mengambang dikarenakan aparat penegak hukum di Indonesia tidak tegas dalam

menegakkan keadilan dan berusaha menyiasati hukum dengan segala cara yang tidak lain

dan tidak bukan tujuannya adalah untuk melindungi tersangka mafia pajak. Asian Agri

merupakan perusahaan yang terjerat kasus pajak, untuk itu kelompok kami akan

membahas kasus yang terjadi di Asian Agri.

II. Rumusan Masalah

Pelanggaran etika apa yang dilanggar oleh Asian Agri dari kasus yang terjadi tersebut?

III.Pembahasan Masalah

PT Asian Agri Group (AAG) adalah salah satu induk usaha terbesar kedua di Group

Raja Garuda Mas, perusahaan milik Sukanto Tanoto. Selain PT AAG, terdapat

perusahaan lain yang berada di bawah naungan Group Raja Garuda Mas, di antaranya:

Asia Pacific Resources International Holdings Limited (APRIL), Indorayon, PEC-

Tech, Sateri International, dan Pacific Oil & Gas. Secara khusus, PT AAG memiliki 200

ribu hektar lahan sawit, karet, kakao di Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Thailand. Di

Asia, PT AAG merupakan salah satu penghasil minyak sawit mentah terbesar, yaitu

memiliki 19 pabrik yang menghasilkan 1 juta ton minyak sawit mentah.

Terungkapnya dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG, bermula dari aksi

Vincentius Amin Sutanto (Vincent) membobol brankas PT AAG di Bank Fortis

Singapura senilai US$ 3,1 juta pada tanggal 13 November 2006. Vincent saat itu

menjabat sebagai group financial controller di PT AAG – yang mengetahui seluk-beluk

keuangannya. Perbuatan Vincent ini terendus oleh perusahaan dan dilaporkan ke Polda

Page 4: Asian Agri Kasus Etika

Metro Jaya. Vincent diburu bahkan diancam akan dibunuh. Vincent kabur ke Singapura

sambil membawa sejumlah dokumen penting perusahaan tersebut. Dalam pelariannya

inilah terjadi jalinan komunikasi antara Vincent dan wartawan Tempo.

Pelarian Vincent berakhir setelah pada tanggal 11 Desember 2006. Ia menyerahkan

diri ke Polda Metro Jaya. Namun, sebelum itu, pada tanggal 1 Desember 2006 Vincent

sengaja datang ke KPK untuk membeberkan permasalahan keuangan PT AAG yang

dilengkapi dengan sejumlah dokumen keuangan dan data digital. Salah satu dokumen

tersebut adalah dokumen yang berjudul “AAA-Cross Border Tax Planning (Under Pricing

of Export Sales)”, disusun pada sekitar 2002. Dokumen ini memuat semua persiapan

transfer pricing PT AAG secara terperinci. Modusnya dilakukan dengan cara menjual

produk minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) keluaran PT AAG ke perusahaan afiliasi

di luar negeri dengan harga di bawah harga pasar – untuk kemudian dijual kembali ke

pembeli riil dengan harga tinggi. Dengan begitu, beban pajak di dalam negeri bisa

ditekan. Selain itu, rupanya perusahaan-perusahaan luar negeri yang menjadi rekanan PT

AAG sebagian adalah perusahaan fiktif.

Pembeberan Vincent ini kemudian ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyerahkan

permasalahan tersebut ke Direktorat Pajak – karena memang permasalahan PT AAG

tersebut terkait erat dengan perpajakan. Menindaklanjuti hal tersebut, Direktur Jendral

Pajak, Darmin Nasution, kemudian membentuk tim khusus yang terdiri atas pemeriksa,

penyidik dan intelijen. Tim ini bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis

Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kejaksaan Agung. Tim khusus tersebut melakukan

serangkaian penyelidikan – termasuk penggeladahan terhadap kantor PT AAG, baik yang

di Jakarta maupun di Medan.

Berdasarkan hasil penyelidikan  tersebut (14 perusahaan diperiksa), ditemukan

Terjadinya penggelapan pajak yang berupa penggelapan pajak penghasilan (PPh) dan

Page 5: Asian Agri Kasus Etika

pajak pertambahan nilai (PPN). Selain itu, pada tahun pajak 2002-2005, terdapat Rp. 2,62

triliun penyimpangan pencatatan transaksi berupa penggelembungan biaya perusahaan

hingga Rp 1,5 triliun. Hal ini mendongkrak kerugian transaksi ekspor sebesar Rp 232

miliar dan mengecilkan hasil penjualan sebesar Rp 889 miliar. Lewat modus ini, Asian

Agri diduga telah menggelapkan pajak penghasilan untuk badan usaha senilai total Rp 2,6

triliun. Perhitungan SPT Asian Agri yang digelapkan berasal dari SPT periode tahun

2002-2005. Hitungan terakhir menyebutkan penggelapan pajak itu diduga berpotensi

merugikan keuangan negara hingga Rp 1,3 triliun.

Dari rangkaian investigasi dan penyelidikan, pada bulan Desember 2007 telah

ditetapkan 8 orang tersangka, yang masing-masing berinisial ST, WT, LA, TBK, AN, EL,

LBH, dan SL. Kedelapan orang tersangka tersebut merupakan pengurus, direktur dan

penanggung jawab perusahaan. Di samping itu, pihak Depertemen Hukum dan HAM juga

telah mencekal 8 orang tersangka tersebut.

Terungkapnya kasus penggelapan pajak oleh PT AAG tidak terlepas dari

pemberitaan investigatif Tempo – baik koran maupun majalah – dan pengungkapan dari

Vincent. Dalam konteks pengungkapan suatu perkara, apalagi perkara tersebut tergolong

perkara kakap, mestinya dua pihak ini mendapat perlindungan sebagai whistle blower.

Kenyataannya, dua pihak ini di-blaming. Alih-alih memberikan perlindungan, aparat

penegak hukum malah mencoba mempidanakan tindakan para whistle blower ini. Vincent

didakwa dengan pasal-pasal tentang pencucian uang – karena memang dia, bersama

rekannya, sempat mencoba mencairkan uang PT AAG. Bahkan Vincent telah divonis dan

dihukum 11 tahun penjara. Sementara itu, pesan pendek (SMS) Metta Dharmasaputra –

wartawan Tempo – disadap aparat penegak hukum, print-out-nya beredar di kalangan

pers. Pemberitaan investigatif Metta Dharmasaputra dan komunikasinya dengan Vincent

sempat menjadi urusan Dewan Pers, bahkan nyaris diproses secara pidana. Selain itu,

Page 6: Asian Agri Kasus Etika

pemberitaan Tempo juga di-blaming melalui riset di bidang komunikasi publik oleh dosen

Fisipol UGM atas pesanan PT AAG – yang menyatakan bahwa pemberitaan-pemberitaan

seputar kasus penggelapan pajak tersebut tidak mencari solusi yang komprehensif.

Sedangkan P3-ISIP UI – yang melakukan riset serupa atas pesanan PT AAG –

menyimpulkan bahwa pers (pemberitaan Tempo) cenderung melakukan bias dan

keberpihakan yang secara etis patut direnungi. Bisa jadi hasil-hasil riset tersebut sebagai

legitimasi untuk memperkarakan Tempo. Apa yang dialami Vincent dan Tempo tersebut

sebenarnya merupakan cermin buram bagi perlindungan saksi di Indonesia selama ini.

Kejadian ini bukanlah yang pertama dialami para pengungkap fakta. Tetapi kejadian

berulang yang tujuannya tidak lain adalah untuk menutupi kejahatan yang sesungguhnya.

Para pengungkap fakta semacam ini sering mengalami berbagai bentuk kekerasan –

intimidasi dan teror, bahkan diperkarakan secara hukum – baik perdata maupun pidana.

Lihat saja misalnya kasus Udin, kasus Endin Wahyudi, kasus Ny Maria Leonita, kasus

Romo Frans Amanue, dan banyak lagi. Jangan sampai apa yang dialami Vincent dan

Tempo tersebut menjadi alat untuk membungkam pengungkapan kasus yang

sesungguhnya, dalam hal ini dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG.

IV. Analisa Kasus

Berdasarkan pembahasan kasus di atas, penggelapan pajak dan tindak pidana

pencucian uang adalah hal-hal yang bisa didakwakan kepada Asian Agri Group. Pada

umumnya, kejahatan pencucian uang tidak berdiri sendiri dan terkait dengan kejahatan

lain. Kegiatan pencucian uang adalah cara untuk menghapuskan bukti dan menyamarkan

asal-usul keberadaan uang dari kejahatan yang sebelumnya. Dalam kasus ini,

penggelapan pajak dapat menjadi salah satu mata rantai dari kejahatan pencucian uang.

Page 7: Asian Agri Kasus Etika

Kuatnya dugaan tindak pidana pencucian uang oleh Asian Agri Group semakin

didukung fakta-fakta yang diperoleh lewat penelusuran Tempo. Investigasi wartawan

Tempo memperlihatkan adanya transaksi mencurigakan melalui perbankan untuk

mengalirkan uang hasil penggelapan pajak Asian Agri Group ke afiliasinya di luar negeri

yang ternyata adalah perusahaan fiktif. Catatan/profile transaksi keuangan yang tidak

beres dan adanya transaksi dengan perusahaan fiktif merupakan bukti permulaan yang

bisa digunakan untuk membuat terang dugaan tindak pidana pencucian uang. Tindakan

tersebut dianggap merugikan keuangan negara secara keseluruhan sebesar Rp 1,3 triliun

dari 14 perusahaan.

Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk

manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-

hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.

Salah satu penyimpangan etika bisnis ialah penggelapan pajak yang notabene merupakan

suatu penghasilan terbesar di negri ini selain ekspor barang dan hal lain. Pajak merupakan

suatu bentuk pungutan yang dilakukan negara untuk membiayai kebutuhan negara itu

sendiri dengan azas transparan dan demokratis. Artinya pajak harus bersifat secara apa

adanya namun dilindungi hukum dan ketentuan agar azas keadilan dapat ditegakkan.

Dalam kasus tersebut, banyak hal yang menjadi penyebab terjadinya kasus

pelanggaran etika profesi akuntansi, mulai dari kurangnya tanggung jawab dan

pemahaman akan apa sebenarnya aturan-aturan maupun etika yang harus dijalankan oleh

pelaku akuntansi dalam profesinya, kurangnya pengawasan dari pihak-pihak terkait,

adanya kesempatan dan beberapa pihak yang tidak bertanggung jawab sehingga

mendukung adanya penyalahgunaan profesi tersebut. Berikut ini adalah beberapa prinsip

kode etik yang telah dilanggar oleh PT. Asian Agri, yaitu:

Page 8: Asian Agri Kasus Etika

1. Tanggung jawab profesi

Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai perusahaan yang wajib membayar

pajak setiap tahun, PT. Asian Agri tidak melaksanakan tanggung jawab tersebut

dengan benar. Penyimpangan telah perusahaan lakukan selama 4 tahun. Salah

satunya adalah pengeluaran dana pribadi yang seharusnya tidak dimasukkan ke

dalam biaya perusahaan. Pada akhirnya menjadi alasan perusahaan untuk tidak

membayar pajak yang seharusnya dibayarkan kepada Negara.

2. Prinsip Kepentingan Publik,

PT Asian Agri Group dianggap tidak mementingkan kepentingan publik karena PT

Asian Agri Group lebih mementingkan perusahaannya beserta anak perusahaannya

untuk mengambil keuntungan dengan tidak membayar pajak selama 4 tahun

tersebut.

3. Standar teknis

Setiap perusahaan harus melakukan jasa professionalnya sesuai dengan standar

teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan

berhati-hati, perusahaan harus mempunyai kewajiban untuk melaksanakan

penugasan sesuai dengan standar teknis selama penugasan tersebut sejalan dengan

prinsip integritas dan obyektivitas. Beberapa penyimpangan dalam kasus ini, antara

lain PT Asian Agri Group menjual produk kepada perusahaan afiliasi Asian Agri di

luar negeri dengan harga yang sangat rendah, sehingga perusahaan tidak membayar

pajak sesuai dengan yang ditentukan oleh Dirjen Pajak. Oleh karena itu, pada

perhitungan laporan laba rugi yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya.

Page 9: Asian Agri Kasus Etika

V. Kesimpulan

Permasalahan etika terkait akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen

melibatkan pihak akuntan profesional di dalam internal perusahaan. Didalam kasus yang

terjadi,  peran akuntan dalam perusahaan sangat nyata bahwa mereka juga turut ambil

bagian pada operasi perusahaan yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Prinsip-

prinsip yang seharusnya dipegang teguh oleh akuntan telah dilanggar.

Analisis Kasus Asian Agri juga merupakan cermin sempurna bagi penegak hukum

kita. Kasus tersebut menggambarkan sebagian dari mereka tidak sungguh-sungguh

menegakkan keadilan, tetapi ada usaha menyiasati hukum dengan segala cara. Tujuannya

untuk melindungi orang kaya yang diduga melakukan kejahatan. Persepsi itu muncul

setelah petugas Kepolisian Daerah Metro Jaya bersentuhan dengan kasus dugaan

penggelapan pajak Asian Agri, salah satu perusahaan milik taipan superkaya, Sukanto

Tanoto. Kejahatan ini diperkirakan merugikan negara Rp 1,3 triliun. Polisi mengusut

Vincentius Amin Sutanto, bekas pengontrol keuangan perusahaan itu, hingga akhirnya

dihukum 11 tahun penjara pada Agustus lalu. Padahal dia adalah whistle blower yang

membongkar dugaan penggelapan pajak dan pencucian uang oleh Asian Agri. Pemerintah

mestinya berterima kasih kepada mereka.

Direktorat Jenderal Pajak telah menetapkan beberapa anggota direksi Asian Agri

sebagai tersangka kasus pidana pajak. Upaya ini juga akan mencegah pengusaha lain

melakukan penyelewengan, sehingga tujuan pemerintah mendongkrak penerimaan pajak

tercapai. Perusahaan ini diduga menyembunyikan hasil “penghematan” pajak ke berbagai

bank di luar negeri. Inilah yang mestinya diprioritaskan dibanding membidik orang yang

justru membantu membongkar dugaan penggelapan pajak.

Maka dapat disimpulkan bahwa banyak sekali penyebab terjadinya kasus

pelanggaran etika profesi akuntansi, mulai dari kurangnya tanggung jawab dan

Page 10: Asian Agri Kasus Etika

pemahaman akan apa sebenarnya aturan-aturan maupun etika yang harus dijalankan oleh

pelaku akuntansi dalam profesinya, kurangnya pengawasan dari pihak-pihak terkait,

adanya kesempatan dan beberapa pihak yang tidak bertanggung jawab yang mendukung

adanya penyalahgunaan profesi tersebut, padahal harusnya hal-hal tersebut tidak patut

terjadi, melihat betapa berat perjuangan rakyat terutama dalam hal pembayaran pajak

maupun hal lain yang kemudia diselewengkan.

Page 11: Asian Agri Kasus Etika

DAFTAR PUSTAKA

Ronald F. Duska, & B.S. Duska (2005). Accounting Ethics. Blackwell Publishing.

K. Bertens (2000). Pengantar Etika Bisnis. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Keraf, A. Sonny (2005). Etika Bisnis. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

http://www.sukantotanoto.net/id/asian-agri diakses pada tanggal 26 November 2014

http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/247378-empat-modus-asian-agri-kemplang-pajak

diakses pada tanggal 24 November 2014

http://economy.okezone.com/read/2014/01/09/320/924056/dirjen-pajak-aset-asian-agri-

sudah-diamankan diakses pada tanggal 25 November 2014

https://harianggarahamdan.wordpress.com/2013/09/21/analisa-kasus-pajak-pt-asian-agri-

group/ diakses pada tanggal 26 November 2014

Page 12: Asian Agri Kasus Etika

TUGAS AKHIR

AKUNTANSI MANAJEMEN DAN BIAYA

Dr. Mahfud Sholihin, M. Acc., Ak., CA

Nama Kelompok

Alfistia Maradidya - 13/360631/EE/06655

Anastasia Filiana I - 13/360655/EE/06679

Joseph Edwin S - 13/360785/EE/06795

UNIVERSITAS GAJAH MADA

2014