Aset Rampasan, Tegahan, dan Gratifikasi

download Aset Rampasan, Tegahan, dan Gratifikasi

of 37

description

paper terkait aset rampasan, tegahan, dan gratifikasi barang milik negara

Transcript of Aset Rampasan, Tegahan, dan Gratifikasi

PAPERSEMINAR MANAJEMEN KEKAYAAN NEGARA

ASET TERKAIT BARANG RAMPASAN, BARANG TEGAHAN, DAN BARANG GRATIFIKASI

Disusun oleh:Kelompok 3 Kelas 8A RegulerAmzar Habibi144060006157/ Absen 03Arief Kuswanadji144060006087/ Absen 04Breznev Androvok Siagian144060006161/ Absen 06Danang Indra Kurniawan144060006090/ Absen 08Dwi Rahma Ramadani Aulia144060006130/ Absen 14Muhammad Arifin144060006107/ Absen 28Nur Aziz Fajrin144060006181/ Absen 29Risti Nur Vina Tsani144060006185/ Absen 33Sandy Nugroho Saputro144060006151/ Absen 34

DIPLOMA IV AKUNTANSI REGULERTAHUN AJARAN 2014/2015SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA

PENDAHULUAN

Barang Rampasan Negara, Barang Tegahan, dan Barang Gratifikasi merupakan Barang Milik Negara yang berasal dari perolehan lainnya yang sah yang pengelolaannya perlu dilakukan secara tertib administrasi, akuntabel, dan mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat serta tetap menjunjung tinggi good governance. Hal ini dikarenakan mengingat Barang Rampasan Negara, Barang Tegahan, dan Barang Gratifikasi memiliki jumlah dan nilai yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap penerimaan negara.Selain itu, barang milik negara yang berasal dari rampasan, tegahan, dan gratifikasi belum diatur secara komprehensif dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, Dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara. Oleh karena itu, Kementerian Keuangan mengeluarkan beberapa Peraturan Kementerian Keuangan yang mengatur secara khusus terkait Barang Rampasan Negara, Barang Tegahan, dan Barang Gratifikasi, sehingga pihak-pihak terkait dalam kegiatan pengurusan barang tersebut memiliki dasar hukum yang kuat dalam melaksanakan tugasnya.Untuk memberikan kewenangan pada organisasi dalam melakukan pengelolaan aset tindak pidana diperlukan landasan hukum yang kuat. Landasan hukum tersebut bukan hanya memungkinkan pendirian organisasi tersebut namun juga mendorong seluruh aparat penegak hukum taat pada koridor pengelolaan aset tindak pidana yang telah ditetapkan. Beberapa hal penting harus diyakinkan termuat dalam peraturan yang akan ditetapkan tersebut:1. Amanat pemisahan fungsi;2. Kewenangan/tugas lembaga dalam prosedur;3. Pokok-pokok kewenangan pengelolaan dana hasil pelepasan aset tindak pidana; dan4. Penegasan aturan peralihan.Dalam makalah ini, kami akan membahas secara umum tentang Aset terkait Barang Rampasan, Barang Tegahan, dan Barang Gratifikasi dengan menyadur berbagai sumber, dan kami membahas kasus-kasus terkini yang terkait dengan tema pembahasan dan menghubungkannya dengan pembahasan yang telah kami jabarkan.

BARANG RAMPASAN

1. PENGERTIAN BARANG RAMPASANa. Menurut Kejaksaan Agung RIBarang rampasan itu adalah barang yang merupakan alat atau barang bukti, dan barang bukti tersebut dapat dilelang apabila telah diputuskan oleh Pengadilan dan mempunyai kekuatan hukum yang tetap.b. Menurut Peraturan Menteri KeuanganBarang Rampasan Negara adalah Barang Milik Negara yang berasal dari barang bukti yang ditetapkan dirampas untuk negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pengurusan Barang Rampasan Negara adalah serangkaian kegiatan yang meliputi pengamanan dan pemeliharaan, Penilaian, Penghapusan, Pemindahtanganan, penatausahaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian atas barang rampasan Negara.

2. JENIS-JENIS BARANG RAMPASANBerdasarkan ketentuan yang berlaku yaitu Keputusan Jaksa Agung Nomor : KEP- 089/J.A/1988 tentang Penyelesaian Barang Rampasan di dalam Pasal 12 sampai dengan Pasal 14 yang menyebutkan jenis-jenis barang rampasan, yaitu :a. Barang-barang rampasan yang dikenakan larangan import dan dilarang untuk diedarkan.Maksud kalimat di atas adalah barang-barang rampasan jenis ini pada saat penerimaannya itu tidak memiliki dokumen-dokumen atau surat-surat yang lengkap atau merupakan barang selundupan. Jenis-jenis barang rampasan yang termasuk di dalamnya yaitu : alat-alat elektronik, mobil, kapal dan lain sebagainya, dan biasanya barang-barang rampasan ini digunakan untuk kepentingan Negara atau sosial.b. Barang-barang rampasan yang digunakan untuk kepentingan Negara atau sosial.Maksud kalimat diatas adalah barang-barang rampasan jenis ini keberadaannya dapat dimanfaatkan bagi kepentingan Negara maupun sosial. Jenis-jenis barang rampasan yang termasuk di dalamnya antara lain seperti : motor, rumah (dalam kasus perdata), dan lain sebagainya.c. Barang-barang rampasan yang dimusnahkan.Maksud kalimat di atas adalah barang-barang rampasan jenis ini keberadaannya dapat tidak dimanfaatkan bagi kepentingan Negara maupun sosial. Jenis-jenis barang rampasan yang termasuk di dalamnya antara lain : ganja, heroin, obat-obatan terlarang, morfin dan lain sebagainya. Di dalam penyelesaian barang rampasan jenis ini Jaksa Agung Republik Indonesia bekerjasama dengan Menteri Kesehatan.

3. PERLAKUAN UTAMA TERHADAP BARANG RAMPASANJika dicermati ketentuan KUHAP, Surat Keputusan Jaksa Agung Nomor: KEP-089/1A/8/1988 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, jo Peraturan Menteri Keuangan Nomor B03/PMK.06/2011 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara Yang Berasal dari Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi, pada prinsipnya ada empat perlakuan utama terhadap barang-barang rampasan, yaitu :a. Hasil pelelangan benda rampasan berupa uang dipakai sebagai barang bukti, apabila :1) Perkara masih ada ditangan penyidik atau penuntut umum,. benda tersebut dapat dijual lelang atau dapat diamankan oleh penyidik atau penuntut umum, dengan disaksikan oleh tersangka atau kuasanya. Hasil pelelangan benda yang bersangkutan yang berupa uang dipakai sebagai barang bukti.2) Perkara sudah ada ditangan pengadilan, maka benda tersebut dapat diamankan atau dijual lelang oleh penuntut umum atas izin hakim yang menyidangkan perkaranya dan disaksikan oleh terdakwa atau kuasanya.b. Terhadap benda-benda yang dirampas dan dilelang untuk Negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, uangnya disetorkan ke kas Negara sebagai Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP);c. Terhadap barang-barang yang dirampas dan dinilai berbahaya seperti ; Narkoba, minuman keras, zat kimia, dan berbagai jenis senjata; Dimusnahkan; dand. Terhadap barang-barang rampasan Negara juga dapat dihibahkan untuk kepentingan sosial atau khusus untuk kapal perikanan hasil rampasan untuk Negara dapat diserahkan kepada kelompok usaha bersama nelayan dan/atau koperasi perikanan.

4. PEMBAGIAN WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB BARANG RAMPASANa. Wewenang dan tanggung jawab Menteri Keuangan1) Menetapkan status penggunaan Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi;2) Memberikan keputusan atas usulan Pemanfaatan, Pemindahtanganan dan Penghapusan Barang Rampasan Negara yang diajukan oleh Kejaksaan sesuai dengan batas kewenangannya;3) Melaksanakan kewenangan lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan4) Wewenang dan tanggung jawab tersebut secara fungsional dilaksanakan oleh Direktur Jenderal di lingkungan Kementerian Keuangan yang memiliki kewenangan, tugas dan fungsi di bidang kekayaan negara.b. Wewenang dan tanggung jawab Direktorat Jenderal Kekayaan NegaraDirektur Jenderal atas nama Menteri melimpahkan sebagian wewenangnya kepada Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Pelayanan untuk menandatangani surat atau Keputusan Menteri dalam rangka penetapan status penggunaan, Pemanfaatan atau Pemindahtanganan, pemusnahan atau Penghapusan Barang Rampasan Negara.1) Pelimpahan wewenang itu dilakukan dengan ketentuan untuk Barang Rampasan Negara dengan indikasi nilai di atas Rp500 juta sampai dengan Rp1 miliar didelegasikan kepada Kepala Kantor Wilayah; dan2) Sementara Barang Rampasan Negara dengan indikasi nilai sampai dengan Rp500 juta didelegasikan kepada Kepala Kantor Pelayanan (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang).c. Wewenang dan tanggung jawab Kejaksaan1) Melakukan penatausahaan terhadap barang rampasan negara;2) Menguasakan kepada Kantor Pelayananan untuk melakukan penjualan secara lelang Barang Rampasan Negara dalam waktu 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang untuk paling lama 1 (satu) bulan, yang hasilnya disetorkan ke kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak berupa penerimaan umum pada kejaksaan;3) Melakukan pengamanan administrasi, pengamanan fisik dan pengamanan hukum terhadap Barang Rampasan Negara yang berada dalam penguasaannya; dan4) Mengajukan usul penetapan status penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, pemusnahan, dan penghapusan kepada Menteri atau kepada pejabat yang menerima pelimpahan wewenang Menteri sesuai batas kewenangan.d. Wewenang dan tanggung jawab Komisi Pemberantasan Korupsi1) Melakukan penatausahaan;2) Melakukan pengamanan administrasi, pengamanan fisik dan pengamanan hukum terhadap Barang Rampasan Negara/Barang gratifikasi yang berada dalam penguasaannya;3) Mengajukan usul penetapan status penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, pemusnahan, dan penghapusan kepada Menteri atau kepada pejabat yang menerima pelimpahan wewenang Menteri sesuai batas kewenangan (barang rampasan negara); dan4) Menyerahkan Barang Gratifikasi kepada Menteri Keuangan untuk dikelola.

5. PENGURUSAN BARANG RAMPASAN NEGARAa. Penjualan barang rampasan negara dilakukan oleh Kejaksaan dan KPK dilakukan secara lelang melalui KPKNL;b. Penjualan barang rampasan negara tidak memerlukan persetujuan Menteri Keuangan/Presiden/DPRc. Dalam hal tidak laku lelang, Kejaksaan dan/atau KPK mengajukan usulan pengelolaannya kepada Menteri Keuangan untuk memperoleh persetujuan;d. Terdapat pengecualian atas barang rampasan negara yang akan dijual yaitu barang rampasan negara yang diperlukan untuk kepentingan negara, untuk penyelenggaraan tupoksi Pemda, dapat membahayakan lingkungan, dilarang beredar umum, lebih ekonomis apabila tidak dijual lelang;e. Dalam rangka pemanfaatan dan pemindahtanganan barang rampasan negara dilakukan penilaian untuk memperoleh nilai wajar; danf. Kejaksaaan dan KPK melakukan inventarisasi atas barang rampasan negara yang berada dalam penguasaannya paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) tahun dan menyampaikan laporan hasil inventarisasi kepada Menteri Keuangan paling lama 3 (tiga) bulan setelah selesainya inventarisasi.

6. DASAR HUKUM TERKAIT BARANG RAMPASANa. Penjelasan mengenai Barang Rampasan1) Kejaksaan Agung RI, Himpunan Peraturan tentang Pembinaan;2) Keputusan Jaksa Agung Nomor : KEP- 089/J.A/1988; dan3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 03/PMK.06/2011 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal dari Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasib. Pengelolaan Barang Rampasan1) UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;2) UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;3) PP Nomor 38 tahun 2008 tentang Perubahan atas PP Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah;4) PMK Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan BMN; dan5) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 03/PMK.06/2011 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal dari Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi.c. Penyelesaian Barang Rampasan1) Surat Edaran Jaksa Agung RI Nomor : SE-001/C/CU.3/03/2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Surat Edaran Jaksa Agung RI Nomor : SE-03/B/B.5/8/1988 Tentang Penyelesaian Barang Rampasan;2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor ; 93/PMK.06/2010 tertanggal 23 April 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, pengganti Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang;3) Surat Edaran Departemen Keuangan Republik Indonesia Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara Nomor: SE-23/PN/2000 tertanggal 22 Nopember 2000 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang Hak Tanggungan; dan4) Keputusan Presiden RI Nomor 14 Tahun 2000 Tentang Pemanfaatan Kapal Perikanan yang Dinyatakan Dirampas Untuk Negara.

7. KASUS TERKAIT BARANG RAMPASAN: PENENGGELAMAN KAPAL PENANGKAP IKAN MILIK ASING YANG BEROPERASI SECARA ILEGAL DI WILAYAH LAUT INDONESIAMasa pemerintahan Presiden Joko Widodo dimulai dengan beberapa gebrakan yang bertujuan untuk menguatkan kedudukan Indonesia di mata dunia. Salah satunya adalah instruksi Presiden untuk memperketat patroli laut untuk menangkap dan menghalau kapal penangkap ikan milik asing yang beroperasi di laut Indonesia secara ilegal. instruksi tersebut bertujuan untuk menunjukkan ketegasandan kewibawaan pemerintah Indonesia dalam melindungi wilayah dan hasil alam yang dimilikinya, serta melindungi kedaulatannya, menimbulkan efek jera, mengamankan laut dari penjarahan pihak asing, sekaligus juga merupakan tindakan nyata dari upaya untuk menerjemahkan visi poros maritim yang tengah digencarkan pemerintah dalam satu tahun terakhir, terutama yang berkaitan dengan kedaulatan penuh di laut.[footnoteRef:1] [1: Penenggelaman Kapal Sebagai Usaha Memberantas Praktik Illegal Fishing oleh Zaqiu Rahman dalam jurnal Rechts Vinding, Januari 2015.]

Sebelum adanya instruksi Presiden ini, pada umumnya kapal ikan asing yang dirampas diserahkan kepada pengadilan untuk kemudian diputuskan untuk dihibahkan kepada kelompok-kelompok nelayan kecil dan nelayan transmigran sesuai Peraturan Presiden Nomor 14 tahun 2000, atau dilelang untuk disetorkan hasilnya kepada kas negara dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak, selain memang ada juga kapal ilegal yang ditenggelamkan.Penenggelaman kapal ilegal ini juga mempunyai dasar hukum yaitu Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 sebagai perubahan dari UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dalam Pasal 69 ayat (4) yang berbunyi Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penyidik dan/atau pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan/atau penenggelaman kapal perikanan yang berbendera asing berdasarkan bukti permulaan yang cukup.Berdasarkan ketentuan Pasal 104 ayat 2 UU Nomor 31 Tahun 2004, benda dan/atau alat yang dipergunakan dalam dan/atau yang dihasilkan dari tindak pidana perikanan dapat dirampas untuk negara, dan hampir pasti ditemui Jaksa Penuntut Umum akan menuntut agar kapal yang digunakan sebagai alat dirampas untuk negara terlebih apabila kapal tersebut adalah kapal nelayan asing. Ketika tuntutan Jaksa Penuntutan Umum tersebut dikabulkan oleh hakim, maka benda yang dirampas tersebut sudah sah menjadi hal milik negara untuk selanjutnya yang menjadi permasalahan kemudian adalah pemanfaatan kapal-kapal dimaksud.Menyikapi permasalahan tersebut Pemerintah dalam hal ini telah mengeluarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2000 tentang Pemanfaatan Kapal Perikanan yang Dinyatakan Dirampas untuk Negara. Dalam poin pertama Keppres tersebut disebutkan kapal perikanan beserta kelengkapannya yang dinyatakan dirampas untuk negara, dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan nelayan kecil dan nelayan transmigran dalam usaha penangkapan ikan. Namun demikian pemanfaatan kapal tersebut bukannya tanpa persoalan karena dalam prakteknya terdapat beberapa kendala yaitu, pertama pada umumnya kapal nelayan asing yang dirampas banyak di antaranya menggunakan teknologi penangkapan ikan yang tidak bisa digunakan oleh nelayan tradisional sehingga kapal yang diserahkan tidak bisa dimanfaatkan secara maksimal.Kendala kedua dalam upaya pemanfaatan barang bukti kapal ini adalah bahwa menurut informasi kapal yang telah ditangkap karena melakukan tindak pidana perikanan tidak bisa diterbitkan izin usahanya lagi, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya ada kekhawatiran jika pihak korporasi asal kapal tersebut akan melakukan upaya memperoleh kembali kapal tersebut dengan cara membeli untuk kemudian digunakan lagi melakukan usaha penangkapan ikan. Alasan lain mengapa kapal yang ditangkap tidak bisa lagi diberikan izin melakukan usaha penangkapan ikan karena berdasarkan Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) menyatakan bahwa pengelolaan perikanan yang lestari dan bertanggung jawab perlu dilaksanakan dengan pemberian tanda terhadap kapal ikan, alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan. Pemberian tanda dimaksudkan untuk mempermudah pemantauan, pengawasan, dan evaluasi terhadap setiap pelaku penangkapan ikan. Dan bagi kapal ikan yang ditangkap karena melakukan IUU Fishing tidak akan diberi tanda lagi, oleh karena itu secara universal kapal dimaksud dianggap kapal yang tidak memiliki tanda khusus/kapal ilegal.Kendala ketiga terletak pada lamanya waktu penanganan barang bukti pelanggaran hukum oleh Kejaksaan dan Pengadilan, sehingga sebelum kapal sempat dialihkan kepada nelayan, kapal tersebut sudah rusak karena terlalu lama disimpan di dermaga. Kapal-kapal tersebut akan membutuhkan biaya perbaikan yang tidak sedikit agar bisa dioperasikan kembali oleh nelayan. Pada beberapa kasus, bahkan kapal-kapal ilegal tersebut sudah terlalu rusak untuk bisa dimanfaatkan oleh nelayan sehingga menjadi aset yang sia-sia.Jika ditilik dari beberapa alasan di atas, sebenarnya bisa saja kapal ilegal yang dirampas dimanfaatkan kembali untuk mengambil sumber daya perikanan kita, namun karena Pemerintah sudah merasa geram akan maraknya praktek pencurian ikan Indonesia yang tidak ada habisnya, juga sebagai suatu cara untuk menunjukkan semangat kerja pemerintahan baru, maka sebagai shock therapy atas kegiatan pencurian ikan oleh kapal asing tersebut, maka kapal asing yang dirampas diputuskan untuk ditenggelamkan sebagai contoh kepada kapal-kapal lain yang berniat untuk mencuri ikan Indonesia.Pihak-pihak terkait dalam eksekusi penenggelaman kapal ilegal ini adalah:1. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI sebagai pihak yang mendapatkan kuasa atas aset perikanan Indonesia, dengan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan sebagai satuan penyidik kasus tindak pidana perikanan,2. TNI AL sebagai aparat hukum yang bekerja sama dengan pihak lainnya untuk melakukan hukuman kepada kapal ilegal,3. Kejaksaan Tinggi sebagai penuntut umum atas kasus kapal ilegal, dan sebagai pihak yang dikuasakan untuk mengelola kapal ilegal setelah diputuskan statusnya oleh Pengadilan Perikanan.4. Pengadilan Perikanan yang berkedudukan di bawah Pengadilan Umum sebagai pemutus perkara tindak pidana perikanan pada wilayah terkait.Proses hukum atas tindak pidana yang dilakukan oleh kapal ilegal ini dimulai dari dugaan adanya tindak penangkapan ikan secara ilegal oleh KKP. KKP kemudian bekerja sama dengan pihak TNI AL untuk berpatroli di wilayah-wilayah laut strategis yang sering dijadikan area penangkapan ikan ilegal oleh kapal-kapal tersebut. Patroli ini sering membuahkan hasil dengan ditangkapnya kapal-kapal asing atau kapal berbendera Indonesia namun awak kapalnya sebagian besar adalah WNA, atau kapal yang beroperasi tanpa Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI). Oleh TNI AL kapal-kapal ilegal ini kemudian dirampas dan diamankan untuk proses hukum selanjutnya. Kasus kapal ilegal ini kemudian diajukan kasusnya oleh Jaksa Penuntut Umum untuk diadili pada Pengadilan Perikanan yang berkedudukan di bawah Pengadilan Umum dengan wilayah peradilan masing-masing. Hakim, sesuai instruksi Presiden, memutuskan kapal ilegal untuk dimusnahkan. Hakim bisa juga memutus pemanfaatan kapal sebagai aset rampasan jika kebijakan pemusnahan kapal ilegal sudah tidak lagi diberlakukan. Pemanfaatan kapal sebagai aset rampasan selain dimusnahkan ini bisa dilakukan dengan dihibahkan kepada pihak yang dianggap memerlukan melalui hibah, dimanfaatkan oleh instansi terkait untuk membantu proses kerja, atau dilelang untuk negara.Kesimpulan Pendapat Kelompok mengenai Studi KasusPenenggelaman kapal asing yang memasuki wilayah Indonesia tanpa izin sebagai salah satu pilihan dalam tindak lanjut pengelolaan barang rampasan sudah tepat. Melihat pilihan lain dalam pengelolaan aset rampasan berupa hibah dan lelang memiliki kendala. Pada hibah terdapat kendala pada pemanfaatannya oleh nelayan lokal berupa teknologi yang terlalu tinggi bagi nelayan tradisional, izin penangkapan ikan yang tidak bisa diberikan pada kapal tersebut, serta kondisi kapal yang sudah tidak bisa dioperasikan setelah melewati penanganan barang bukti yang cukup lama oleh pihak kejaksaan.Sedangkan jika diproses melalui Lelang, muncul kekhawatiran akan kemungkinan dibeli kembali oleh korporasi pemilik kapal dari negara asalnya. Seperti kasus yang terjadi di Aceh dimana terdapat empat kapal asing yang berhasil dilelang namun setelahnya tiga diantara empat kapal tersebut sudah tidak berada lagi di perairan Indonesia.Menurut perraturan menteri keuangan nomor PMK Nomor 03/PMK.06/2011 tentang Pengelolaan Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi pengurusan barang rampasan negara diatur dalam pasal 15 sampai dengan pasal 21. Pengurusan barang rampasan negara dilaksanakan dengan empat cara yaitu:1. Penjualan2. Pemanfaataan3. Dihibahkan4. DimusnahkanSyarat untuk dapat dimusnahkan adalah Barang Rampasan Negara berupa selain tanah dan/atau bangunan yang:1. Dapat membahayakan lingkungan atau tata niaga sesuai ketentuan peraturan perundangundangan2. Secara ekonomis memiliki nilai lebih rendah dari biaya yang harus dikeluarkan apabila ditempuh proses lelang3. Dilarang untuk beredar secara umum sesuai ketentuan perundang-undanganatau4. Berdasarkan pertimbangan Kejaksaan dan/atau Komisi Pemberantasan Korupsi setelah mendapat persetujuan Menteri.Sedangkan untuk Barang Rampasan Negara berupa selain tanah dan/atau bangunan yang:1. telah berada dalam kondisi busuk atau lapuk atau2. berpotensi cepat busuk atau cepat lapuk,dapat langsung dilakukan pemusnahan oleh Kejaksaan dan/atau Komisi Pemberantasan Korupsi yang hasilnya dilaporkan kepada Menteri paling lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal pelaksanaan pemusnahan. Tindakan penenggelaman kapal ilegal ini terbukti efektif. Sejak dilaksanakannya instruksi presiden tersebut dan disebarluaskannya tindakan penenggelaman kapal ilegal oleh Pemerintah di berbagai media massa dalam dan luar negeri, jumlah kapal ilegal yang beroperasi di wilayah kelautan Indonesia dapat ditekan. Hal ini merupakan efek yang ingin dicapai oleh Pemerintah dalam rangka 1) menegaskan kekuatan hukum Indonesia, 2) menyejahterakan nelayan Indonesia, dan 3) menjaga sumber daya perikanan Indonesia. Penenggelaman kapal-kapal ilegal yang semula dikhawatirkan akan mempengaruhi hubungan kenegaraan dengan negara-negara asal kapal ilegal tersebut juga tidak terjadi.Nelayan asli Indonesia merasa diuntungkan dengan tindakan Pemerintah ini, karena sekarang bisa lebih leluasa mengambil ikan di laut Indonesia. Berbagai media mengabarkan reaksi positif nelayan dengan adanya kebijakan ini, yang rata-rata menyatakan bahwa kebijakan ini membawa perbaikan bagi mereka dalam hal hasil tangkapan ikan meningkat, kualitas ikan tangkapan makin baik, atau tidak khawatir lagi untuk melaut karena tidak ada lagi saingan kapal asing.Namun konsekuensi dari penegakan hukum perikanan ini adalah, sekarang semua kapal nelayan yang mengambil ikan di lautan kita harus mempunyai SIPI yang selama ini juga diabaikan oleh nelayan. Demi tertibnya penangkapan ikan di Indonesia, maka konsekuensi ini harus diambil oleh nelayan.Sehingga bisa disimpulkan bahwa tidak selamanya aset rampasan itu akan lebih membawa dampak positif pada negara dan masyarakat secara umum apabila aset tersebut kemudian dimanfaatkan kembali. Ada kalanya pemusnahan aset memberikan hasil yang lebih berarti walaupun tidak langsung bisa diukur dengan nilai uang. Dalam hal penenggelaman kapal ilegal ini, masyarakat menikmati dampak jangka panjang dalam memanfaatkan sumber daya alam Indonesia berupa kekayaan laut dengan lebih baik.Setelah kita mampu mengatasi kendala-kendala pemanfaatan kapal rampasan sebagaimana disebutkan di atas, mungkin pada saat itulah jika ada kapal ilegal yang ditangkap lagi, asetnya bisa diberikan kepada nelayan untuk dimanfaatkan, atau untuk pemanfaatan lain.

BARANG TEGAHAN

Bagian I: PendahuluanArti kata tegahan menurut KBBI adalah larangan atau cegahan. Barang tegahan adalah barang yang dilarang/dicegah/diberhentikan untuk keluar atau masuk di wilayah pabean. Penegahan merupakan proses awal penindakan barang yang dilaksanakan oleh unit penindakan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebelum ditentukan perlakuan barang tersebut bagi negara.Secara garis besar, proses penegahan dapat terjadi diantaranya karena:1. Adanya NHI (nota hasil intelijen) yang dikeluarkan unit penyidikan DJBC, berupa dokumen yang menunjukkan indikasi adanya pelanggaran di bidang kepabeanan dan cukai.2. Tidak memenuhi ijin LARTAS. LARTAS atau barang larangan dan pembatasan merupakan barang yang dilarang atau dibatasi impor atau ekspornya. Peraturan tentang LARTAS diterbitkan oleh Instansi Teknis Terkait yakni departemen atau lembaga pemerintah non departemen tingkat pusat, yang menetapkan peraturan LARTAS atas impor atau ekspor dan menyampaikan peraturan tersebut kepada Menteri Keuangan.3. Dari hasil pemeriksaan barang di tempat.4. Adanya Pelanggaran Kepabeanan terkait NPP (Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Narkotika).5. Barang yang harusnya masuk ke dalam kawasan berikat, namun masuk ke tempat lain.

Kategori Barang Larangan dan Pembatasan (LARTAS)KOMODITAS LARTAS IMPOR

ALAT DAN PERANGKAT TELEKOMUNIKASIGOMBALOBAT

ALAT KESEHATANGULAOBAT HEWAN

BAHAN BERBAHAYA (B2)HEWANOBAT IKAN

BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3)HORTIKULTURAOBAT TRADISIONAL

BAHAN OBATIKANPANGAN

BAHAN OBAT TRADISIONALINTAN KASARPCMX

BAHAN PANGANJAGUNGPELUMAS

BAHAN PELEDAKKACA LEMBARANPERKAKAS TANGAN

BAHAN RADIOAKTIFKEDELAIPESTISIDA

BAHAN SUPLEMEN KESEHATANKERAMIKPKRT (PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA)

BAHAN TAMBAHAN PANGANKOMODITI CITESPLASTIK

BAN BERTEKANANKOMODITI WAJIB LABEL BERBAHASA INDONESIAPREKURSOR

BARANG MODAL BUKAN BARUKOMODITI WAJIB SNIPREPARAT BAU-BAUAN MENGANDUNG ALKOHOL

BAHAN BAKU KOSMETIKKOSMETIKPRODUK BABI

BAHAN BAKU OBATLIMBAH B3PSIKOTROPIKA

BBMLIMBAH NON-B3SAKARIN

BERASLIMBAH PLASTIKSENJATA API

BESI BAJAMAINAN ANAK-ANAKSEPATU DAN ALAS KAKI

BHN BAKU OTMESIN MULTIFUNGSI BERWARNASUPLEMEN MAKANAN

BPO (BAHAN PERUSAK OZON)MESIN YANG MENGGUNAKAN BPOTEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL

CAKRAM OPTIKMMEA (MINUMAN MENGANDUNG ETIL ALKOHOL)TUMBUHAN

CENGKEHNARKOTIKAUANG TUNAI

ELEKTRONIKNITRO CELLULOSEUDANG

ETILENANPIKVAKSIN

GARAM

KOMODITI LARTAS EKSPOR

BAHAN GALIAN GOL CKAYUPRODUK PETERNAKAN

BATU MULIAKOMODITI WAJIB L/CPUPUK

BERASKOPIROTAN

CAGAR BUDAYALOGAM MULIASISA/SKRAP

CITESMIGASTAMBANG BATUAN

INTAN KASARPP TERTENTUTAMBANG MINERAL BUKAN LOGAM

INTI KELAPA SAWITPREKURSOR NON FARMASITAMBANG MINERAL LOGAM

KARETPRODUK PERIKANANTIMAH

Menurut Paragraf 5 Pasal 59, P-53/BC/2010 tentang tata laksana pengawasan :1) Penegahan dilaksanakan terhadap sarana pengangkut dan/atau barang yang diduga terkait dengan pelanggaran. 2) Penegahan terhadap sarana pengangkut laut/udara, dilaksanakan dengan mencegah keberangkatan atau mencegah untuk melanjutkan perjalanan sarana pengangkut yang memuat barang impor atau ekspor yang : 1. terdapat perbedaan jumlah dan/atau jenis kemasan/barang dengan manifest;1. terdapat manifest lebih dari satu yang memuat data berbeda, atau tidak dapat menunjukkan manifest; atau1. terdapat barang yang dicantumkan dalam manifest tetapi terdapat dugaan melanggar ketentuan larangan dan pembatasan di bidang impor, ekspor, barang tertentu atau cukai. 3) Penegahan terhadap sarana pengangkut darat, dilaksanakan dengan mencegah keberangkatan atau mencegah untuk melanjutkan perjalanan sarana pengangkut yang memuat barang impor, ekspor, barang tertentu atau barang kena cukai, yang sebagian atau seluruhnya tidak memenuhi kewajiban kepabeanan dan/atau cukai. 4) Penegahan terhadap barang, dilakukan dengan menunda pengeluaran, pemuatan, pembongkaran dan pengangkutan barang impor, ekspor, barang tertentu atau barang kena cukai, yang sebagian atau seluruhnya tidak memenuhi kewajiban kepabeanan dan/atau cukai.

Penegahan dilaksanakan terhadap sarana pengangkut dan/atau barang yang diduga terkait dengan pelanggaran. Penegahan sarana pengangkut laut, udara dan darat dilakukan dengan mencegah keberangkatan atau mencegah untuk melanjutkan perjalanan sarana pengangkut yang memuat barang yang diduga melakukan pelanggaran kepabeanan terkait NPP (Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Narkotika). Penegahan barang yang diduga melakukan pelanggaran NPP, dilakukan dengan menunda pengeluaran, pemuatan,pembongkaran dan pengangkutan barang impor atau ekspor. Dan pelaksanaan penegahan harus berdasarkan surat perintah.Menurut KMK-30/1997 Tentang tata laksana penindakan, bab 2 (pemeriksaaan dan penegahan barang impor dan ekspor)Pasal 91. Berdasarkan petunjuk yang cukup Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan penegahan terhadap barang impor yang belum memenuhi kewajiban pabeannya yang keluar dari kawasan pabean dengan memerintahkan kepada pemilik atau kuasanya untuk tidak mengangkut,memindahkan, dan membuka kemasan atau peti kemas barang impor tersebut. 1. Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan penegahan membuat Laporan Kejadian dan menyerahkan barang kepada Penyidik Pegawai Negeri SipilBea dan Cukai dengan Berita Acara Serah Terima untuk penyelidikanlebih lanjut. 1. Dalam hal penegahan dilakukan di tempat importir atau pemilik barang, sepanjang dapat dijamin hak-hak negara barang yang ditegah dapat ditimbun di tempat yang bersangkutan. 1. Dalam hal hasil penyelidikan tidak ditemukan adanya pelanggaran Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai menghentikan penegahan. 1. Dalam hal hasil penyelidikan ditemukan adanya pelanggaran Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai melakukan penyidikan. Pasal 10 1. Berdasarkan petunjuk yang cukup Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan penegahan terhadap barang ekspor yang belum memenuhikewajiban pabeannya dengan memerintahkan kepada pemilik/atau kuasanya untuk menunda pengangkutan, tidak memindahkan, tidakmembuka kemasan atau peti kemas barang ekspor tersebut. 1. Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan penegahan membuat Laporan Kejadian dan menyerahkan barang kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai dengan Berita Acara Serah Terima untuk penyelesaian lebih lanjut.

Bagian II: Penyelesaian Terhadap Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai, Barang yang Dikuasai Negara, dan Barang yang Menjadi Milik NegaraBerdasarkan PMK No. 62/PMK.04/2011A. Pengertian Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai, Barang yang Dikuasai Negara, dan Barang yang Menjadi Milik NegaraYang dimaksud dengan Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai (BTD) adalah:1. barang yang tidak dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Sementara (TPS) yang berada di dalam area pelabuhan dalam jangka waktu 30 hari sejak penimbunannya;2. barang yang tidak dikeluarkan dari TPS yang berada di luar area pelabuhan dalam jangka waktu 60 hari sejak penimbunannya;3. barang yang tidak dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat (TPB) yang telah dicabut izinnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak pencabutan izin; dan4. barang yang dikirim melalui Pos:a) yang ditolak oleh si alamat atau orang yang dituju dan tidak dapat dikirim kembali kepada pengirim di luar Daerah Pabean;b) dengan tujuan luar Daerah Pabean yang diterima kembali karena ditolak atau tidak dapat disampaikan kepada alamat yang dituju dan tidak diselesaikan oleh pengirim dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya pemberitahuan dari Kantor Pos.Yang dimaksud dengan Barang yang Dikuasai Negara (BDN) adalah:1. barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor yang tidak diberitahukan atau diberitahukan secara tidak benar dalam Pemberitahuan Pabean;2. barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah oleh Pejabat Bea dan Cukai; atau3. barang dan/atau sarana pengangkut yang ditinggalkan di Kawasan Pabean oleh pemilik yang tidak dikenal.Yang dimaksud dengan Barang yang Menjadi Milik Negara (BMN) adalah: 1. BTD yang merupakan barang yang dilarang untuk diekspor atau diimpor, kecuali terhadap barang dimaksud ditetapkan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan;2. BTD yang merupakan barang yang dibatasi untuk diekspor atau diimpor, yang tidak diselesaikan oleh pemiliknya dalam jangka waktu 60hari terhitung sejak disimpan di Tempat Penimbunan Pabean atau tempat lain yang berfungsi sebagai Tempat Penimbunan Pabean;3. barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah oleh Pejabat Bea dan Cukai yang berasal dari tindak pidana yang pelakunya tidak dikenal;4. barang dan/atau sarana pengangkut yang ditinggalkan di Kawasan Pabean oleh pemilik yang tidak dikenal yang tidak diselesaikan dalam jangka waktu 30 hari sejak disimpan di TPB atau tempat lain yang berfungsi sebagai TPB;5. BDN yang merupakan barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor; dan6. barang dan/atau sarana pengangkut yang berdasarkan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dinyatakan dirampas untuk negara.

B. Penetapan Terhadap Barang yang Dinyatakan Tidak DikuasaiPenetapan BTD dilakukan oleh Kepala Kantor Pabean atau pejabat yang ditunjuk dengan mencantumkan dalam daftar mengenai BTD. Kemudian barang yang telah ditetapkan sebagai BTD tersebut dibukukan dalam Buku Catatan Pabean mengenai BTD. Setelah itu, BTD yang telah dibukukan disimpan di Tempat Penimbunan Pabean (TPP)/tempat lain dan dipungut sewa gudang.Pejabat Bea dan Cukai memberitahukan secara tertulis kepada pemilik barang untuk segera menyelesaikan kewajiban pabean yang terkait dengan BTD, dalam jangka waktu 60 hari sejak disimpan di TPP.

C. Perlakuan terhadap BTDPerlakuan terhadap BTD berdasarkan sifatnya sebagai berikut:1. busuk, segera dimusnahkan;2. karena sifatnya:a) tidak tahan lama, antara lain barang yang cepat busuk, misalnya buah segar dan sayur segar;b) merusak, antara lain asam sulfat dan belerang;c) berbahaya; ataud) pengurusannya memerlukan biaya tinggi, segera dilelang dengan memberitahukan secara tertulis kepada pemiliknya, sepanjang bukan merupakan barang yang dilarang dan/atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor.BTD yang merupakan barang yang dilarang untuk diimpor atau diekspor, dinyatakan sebagai BMN, kecuali terhadap barang tersebut penyelesaiannya ditetapkan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan.BTD yang merupakan barang yang dibatasi untuk diimpor atau diekspor, diberikan kesempatan untuk diselesaikan oleh pemiliknya dalam jangka waktu 60 hari sejak disimpan di TPP atau tempat lain yang berfungsi sebagai TPP.BTD yang tidak diselesaikan kewajiban pabeannya setelah jangka waktu 60 hari sejak disimpan di TPP atau tempat lain yang berfungsi sebagai TPP ditetapkan untuk dilelang oleh Kepala Kantor Pabean.BTD yang telah ditetapkan untuk dilelang tersebutkemudian diadministrasikan dalam rencana pelelangan barang.Pelelangan dilakukan melalui lelang umum dengan memperhatikan rencana pelelangan barang. Namun, dalam jangka waktu paling lama2 hari kerja sebelum dilakukan pelelangan pertama, BTD dapat:1. diimpor untuk dipakai setelah bea masuk dan biaya lainnya yang terutang dilunasi;2. diekspor kembali setelah biaya yang terutang dilunasi;3. dibatalkan ekspornya setelah biaya yang terutang dilunasi;4. diekspor setelah biaya yang terutang dilunasi; atau5. dikeluarkan dengan tujuan TPB setelah biaya yang terutang dilunasi.D. Penetapan Barang yang Dikuasai NegaraPenetapan BDN dilakukan oleh Kepala Kantor Pabean atau pejabat yang ditunjuk dengan menerbitkan keputusan mengenai penetapan BDN.Barang yang telah ditetapkan sebagai BDN dibukukan dalam Buku Catatan Pabean mengenai BDN.BDN yang telah dibukukan disimpan di TPP/tempat lain dan dipungut sewa gudang.BDN berupa:a. barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor yang tidak diberitahukan atau diberitahukan secara tidak benar dalam Pemberitahuan Pabean; ataub. barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah oleh Pejabat Bea dan Cukai, yang telah mendapatkan penetapan, diberitahukan secara tertulis oleh Pejabat Bea dan Cukai kepada pemilik barang tersebut dengan disertai alasannya.BDN berupa barang dan/atau sarana pengangkut yang ditinggalkan di Kawasan Pabean oleh pemilik yang tidak dikenal, diumumkan melalui papan pengumuman atau media massa, dalam jangka waktu paling lama 30 hari oleh Pejabat Bea dan Cukai sejak disimpan di TPP atau tempat lain yang berfungsi sebagai TPP. Apabila BDN tersebut tidak diselesaikan dalam jangka waktu 30 hari, maka ditetapkan sebagai BMN.

E. Perlakuan Terhadap BDNPerlakuan terhadap BDN berdasarkan sifatnya sebagai berikut:1. busuk, segera dimusnahkan;2. karena sifatnya:a. tidak tahan lama, antara lain barang yang cepat menyusut, cepat busuk, misalnya buah segar dan sayur segar;b. merusak, antara lain asam sulfat dan belerang;c. berbahaya, antara lain barang yang mudah meledak; ataud. pengurusannya memerlukan biaya tinggi, antara lain barang yang membutuhkan penanganan atau perawatan khusus,segera dilelang dengan memberitahukan secara tertulis kepada pemiliknya, sepanjang bukan merupakan barang yang dilarang atau dibatasi.

BDN yang merupakan barang yang dilarang atau dibatasi yang tidak diberitahukan atau diberitahukan secara tidak benar, ditetapkan menjadi BMN, kecuali BDN tersebut busuk.BDN berupa barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah oleh Pejabat Bea dan Cukai yang bukan merupakan pelanggaran ketentuan Undang-Undang Kepabeanan, dapat diserahkan kembali kepada pemiliknya dalam jangka waktu paling lama 30 hari sejak penyimpanan di TPP/tempat lain, dalam hal:1. telah dilunasi bea masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor yang terutang; dan2. telah menyerahkan dokumen atau keterangan yang diperlukan sehubungan dengan larangan atau pembatasan impor.BDN berupa barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah oleh Pejabat Bea dan Cukai yang merupakan pelanggaran ketentuan Undang-Undang Kepabeanan, dapat diserahkan kembali kepada pemiliknya dalam jangka waktu paling lama 30 hari sejak penyimpanan di TPP/tempat lain apabila:1. telah dilunasi bea masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor yang terutang;2. telah menyerahkan dokumen atau keterangan yang diperlukan sehubungan dengan larangan atau pembatasan impor;3. telah menyerahkan uang pengganti yang besarnya tidak melebihi harga barang; dan4. barang tersebut secara fisik tidak diperlukan untuk bukti di pengadilan.BDN berupa:1. barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah oleh Pejabat Bea dan Cukai; atau2. barang dan/atau sarana pengangkut yang ditinggalkan di Kawasan Pabean oleh pemilik yang tidak dikenal,yang tidak diselesaikan kewajiban pabeannya dalam jangka waktu 30 hari, ditetapkan penyelesaiannya dengan cara dilelang oleh Kepala Kantor Pabean.BDN yang ditetapkan penyelesaiannya dengan cara dilelang, diadministrasikan dalam rencana pelelangan barang. Penyelesaian dengan cara dilelang, dilakukan melalui lelang umum dengan memperhatikan rencana pelelangan barang.F. Penetapan Barang yang Menjadi Milik NegaraPenetapan BMN dilakukan oleh Kepala Kantor Pabean dengan menerbitkan keputusan mengenai penetapan BMN.BMN tersebut kemudian disimpan di TPP/tempat lain dan dibukukan ke dalam Buku Catatan Pabean mengenai BMN.Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk menyampaikan kepada Menteri daftar mengenai BMN beserta usulan penyelesaian BMN untuk dilelang, dihibahkan, dimusnahkan, dihapuskan, dan/atau ditetapkan status peruntukannya.Slanjutnya, Menteri atau pejabat yang ditunjuk menetapkan peruntukan BMN dengan memperhatikan usulan penyelesaian BMN tersebut.BMN yang telah ditetapkan peruntukannya, merupakan kekayaan negara dan dicatat dalam laporan keuangan sebagai aset negara.Dalam rangka penetapan peruntukan terhadap BMN, dilakukan Penilaian terhadap BMN.Penilaian terhadap BMN dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang dapat melibatkan instansi terkait atau penilai independen.Tujuan penilaian terhadap BMN adalah untuk mendapatkan nilai wajar berdasarkan dokumen kepabeanan/dokumen pelengkap pabean, harga pasar atau sumber informasi harga lainnya, dengan mempertimbangkan kondisi barang pada saat Penilaian.Bagian III: Tata Cara Pengelolaan Barang Milik Negarayang Berasal Dari Aset Eks Kepabeanan dan Cukai Berdasarkan PMKNo. 240/PMK.06/2012

A. Penjelasan Barang Milik NegaraBarang yang Menjadi Milik Negara, yang selanjutnya disingkat dengan BMN, adalah:1. Barang yang dinyatakan tidak dikuasai yang merupakan barang yang dilarang untuk diekspor atau diimpor, kecuali terhadap barang dimaksud ditetapkan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan1. Barang yang dinyatakan tidak dikuasai yang merupakan barang yang dibatasi untuk diekspor atau diimpor, yang tidak diselesaikan oleh pemiliknya dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak disimpan di tempat penimbunan pabean atau tempat lain yang berfungsi sebagai tempat penimbunan pabean1. Barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah oleh pejabat Bea dan Cukai yang berasal dari tindak pidana yang pelakunya tidak dikenal1. Barang dan/atau sarana pengangkut yang ditinggalkan di kawasan pabean oleh pemilik yang tidak dikenal yang tidak diselesaikan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak disimpan di tempat penimbunan pabean atau tempat lain yang berfungsi sebagai tempat penimbunan pabean1. Barang yang dikuasai negara yang merupakan barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor1. Barang dan/atau sarana pengangkut yang berdasarkan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dinyatakan dirampas untuk negara1. Barang kena cukai dan barang lain yang berasal dari pelanggar tidak dikenal yang dikuasai negara dan berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak dikuasai negara pelanggarnya tetap tidak diketahui1. Barang kena cukai yang pemiliknya tidak diketahui, dikuasai negara dan berada di bawah pengawasan serta yang wajib diumumkan secara resmi oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk diselesaikan oleh yang bersangkutan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak dikuasai negara, dan apabila dalam jangka waktu dimaksud yang bersangkutan tidak menyelesaikan kewajibannya yang telah ditetapkan oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai, maka barang tersebut menjadi barang milik negara

B. Pengelolaan Barang Milik NegaraDirektur Jenderal Bea dan Cukai dapat melakukan pengurusan BMN sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai dengan memperhatikan keselarasannya dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan barang milik negara. Dalam pelaksanaan pengurusan BMN, Direktur Jenderal Bea dan Cukai dapat menunjuk pejabat struktural di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.Dalam pengurusan BMN, Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau pejabat yang ditunjuk memiliki wewenang dan tanggung jawab yang meliputi:1. Menerbitkan keputusan mengenai penetapan BMN1. Melaksanakan penyimpanan BMN secara baik di Tempat Penimbunan Pabean atau tempat lain yang berfungsi sebagai TPP1. Melaksanakan pencatatan BMN yang berasal dari kepabeanan ke dalam buku catatan pabean BMN dan pencatatan BMN yang berasal dari cukai ke dalam buku BMN1. Membuat perkiraan nilai BMN1. Melaporkan data BMN kepada Menteri Keuangan c.q Direktur Jenderal Kekayaan Negara1. Melakukan pengamanan terhadap BMN yang berada dalam penguasaannya1. Mengusulkan permohonan peruntukan BMN1. Melakukan penyelesaian sesuai penetapan peruntukan BMNApabila Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak dapat membuat perkiraan nilai BMN karena tidak ada dokumen pendukung, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat membentuk tim yang dapat melibatkan penilai internal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dan pihak lain yang terkait.Kepala Kantor Bea dan Cukai mengajukan usulan peruntukan BMN dengan ketentuan sebagai berikut:1. Permohonan dengan perkiraan nilai sampai dengan Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang1. Permohonan dengan perkiraan nilai di atas Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp300.000.0000,00 (tiga ratus juta rupiah) diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara1. Permohonan dengan perkiraan nilai di atas Rp300.000.0000,00 (tiga ratus juta rupiah) diajukan kepada Direktur Jenderal Kekayaan NegaraUsulan peruntukan BMN dilampiri dengan dokumen persyaratan sebagai berikut:1. Keputusan mengenai penetapan BMN1. Berita Acara Pencacahan Barang

C. Jenis permohonan peruntukan BMN1. Permohonan untuk dilakukan Penetapan Status PenggunaanDalam hal BMN diusulkan untuk dilakukan Penetapan Status Penggunaan, harus disertakan pula dokumen persyaratan berupa surat kesediaan dari kementerian/lembaga yang diusulkan sebagai Pengguna Barang, yang ditandatangani oleh sekretaris jenderal/sekretaris lembaga dari kementerian/lembaga bersangkutan.Usulan Penetapan Status Penggunaan dapat disetujui apabila:1. Diperlukan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian/lembaga1. Diperlukan untuk dioperasikan oleh pihak lain dalam rangka menjalankan pelayanan

1. Permohonan untuk dilakukan HibahDalam hal BMN diusulkan untuk dilakukan Hibah, harus disertakan pula dokumen persyaratan berupa surat kesediaan dari yang akan menerima Hibah, yang ditandatangani oleh sekretaris daerah/ketua pengurus lembaga dari pemerintah daerah/lembaga bersangkutan. Penerima hibah dapat berupa:1. Pemerintah daerah1. Lembaga sosial1. Lembaga budaya1. Lembaga keagamaan1. Lembaga kemanusiaanUsulan Hibah dapat disetujui apabila:1. Diperlukan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja perangkat daerah1. Diperlukan untuk kepentingan sosial, kebudayaan, keagamaan, kemanusiaan, dan penyelenggaraan pemerintahan negara/daerah1. Tidak mengganggu Kesehatan, Keamanan, Keselamatan, Lingkungan dan Moral Bangsa (K3LM)

1. Permohonan untuk dilakukan PemusnahanUsulan Pemusnahan dapat disetujui apabila:1. Busuk1. Kadaluwarsa1. Dilarang diekspor atau diimpor1. Tidak mempunyai nilai ekonomis1. Berdasarkan peraturan perundang-undangan harus dimusnahkan

1. Permohonan untuk dilakukan PenghapusanUsulan Penghapusan dapat disetujui apabila:1. Terjadi penyusutan1. Hilang

1. Permohonan untuk dilakukan penjualan secara LelangUsulan penjualan secara Lelang dapat disetujui apabila:1. Secara ekonomis lebih menguntungkan bagi negara1. Tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan

Dalam rangka Lelang BMN maka perlu dilakukan Penilaian guna mendapatkan nilai wajar. Penilaian ini dilakukan oleh penilai internal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara atau penilai eksternal. Kepala Kantor Bea dan Cukai menetapkan Nilai Limit Lelang pada Nilai Wajar yang telah mempertimbangkan faktor biaya. Faktor biaya ditetapkan melalui perhitungan secara at cost dari Nilai Wajar, meliputi:1. Sewa gudang di Tempat Penimbunan Sementara (TPS) untuk paling lama 2 (dua) bulan1. Sewa gudang di TPP1. Biaya pencacahan dan penimbunan di TPP1. Biaya pengangkutan dari TPS ke TPP1. Biaya lain yang dipergunakan untuk keperluan Lelang BMNHarga penawaran tertinggi yang diajukan oleh peserta Lelang yang telah disahkan sebagai pemenang Lelang oleh Pejabat Lelang merupakan harga Lelang. Pemenang Lelang, selain membayar harga Lelang juga harus membayar pula biaya-biaya yang meliputi:1. Sewa gudang di TPS untuk paling lama 2 (dua) bulan2. Sewa gudang di TPP3. Biaya pencacahan dan penimbunan di TPP4. Biaya pengangkutan dari TPS ke TPP5. Biaya lain yang dipergunakan untuk keperluan Lelang BMNPenerimaan negara yang berasal dari Lelang BMN sesuai harga Lelang BMN disetor seluruhnya ke kas Negara.

D. Penatausahaan Barang Milik NegaraMonitoring tindak lanjut persetujuan peruntukan BMN yang telah diterbitkan dilakukan secara berkala setiap semester oleh:1. Kantor Pelayanan, dalam hal persetujuan diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang2. Kantor Wilayah, dalam hal persetujuan diterbitkan oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara3. Kantor Pusat, dalam hal persetujuan diterbitkan oleh Kantor Pusat Direktorat Jenderal Kekayaan NegaraDirektorat Jenderal Kekayaan Negara/Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara/Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang melakukan penatausahaan BMN yang meliputi kegiatan pencatatan dan pelaporan.Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang melakukan pencatatan BMN berdasarkan laporan yang disampaikan oleh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai dan dilaporkan setiap semester kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Sebelum dilakukan pelaporan, Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang melakukan rekonsiliasi data BMN dengan Kantor Bea dan Cukai setiap semester.Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara melakukan pencatatan BMN berdasarkan laporan yang disampaikan oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai, dan Kantor Pelayanan kemudian dilaporkan setiap semester kepada Kantor Pusat. Sebelum dilakukan pelaporan, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara melakukan rekonsiliasi data BMN dengan Kantor Bea dan Cukai setiap semester.Kantor Pusat melakukan pencatatan BMN berdasarkan laporan yang disampaikan oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dan Direktorat Penindakan dan Penyidikan. Pencatatan BMN tersebut dilaporkan setiap semester kepada Direktur Jenderal Kekayaan Negara. Sebelum dilakukan pelaporan, Kantor Pusat melakukan rekonsiliasi data BMN dengan Direktorat Penindakan dan Penyidikan setiap semester. Laporan pencatatan BMN yang diterima Direktur Jenderal Kekayaan Negara digunakan sebagai bahan untuk menyusun neraca pemerintah pusat.

E. Studi KasusSelama tahun 2015, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah melakukan beberapa kali pemusnahan Barang Milik Negara hasil tegahan (data terdapat dalam Lampiran). Berdasarkan pasal 13 huruf d PMK 240/PMK.06/2012, usulan pemusnahan dapat disetujui apabila busuk, kadaluwarsa, dilarang diekspor atau diimpor, tidak mempunyai nilai ekonomis, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan harus dimusnahkan. Namun, dalam praktek di lapangan, pemusnahan ini banyak dilakukan akibat kurang tepatnya pengelolaan BMN hasil tegahan/ eks bea dan cukai.Dalam Undang-Undang Kepabeanan no 17 Tahun 2006 telah mengatur bahwa Tempat Penimbunan Pabean harus berada di setiap kantor-kantor Pabean dan dikelola oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Namun, sampai saat ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai belum memiliki Tempat Penimbunan Pabean yang memadai, terutama di Pelabuhan Besar seperti Tanjung Priok. BMN hasil tegahan/ eks bea dan cukai terpaksa harus disimpan pada Tempat Penimbunan Pabean yang dimiliki dan dioperasikan oleh swasta. Disisi lain, pada PMK 62 Tahun 2011 tentang penyelesaian Barang Yang Tidak Dikuasai, Barang Dikuasai Negara, dan Barang Milik Negara pasal 23 menyatakan bahwa Kepala Kantor Pabean bertanggung jawab penuh atas pengelolaan, pengadministrasian, dan penyimpanan BMN dan disimpan sesuai kondisi dan kharakterisktik BMN tersebut di TPP. Hal ini dapat diketahui secara jelas bahwa tanggung jawab terhadap pengelolaan, pengadministrasian, dan penyimpanan BMN eks bea dan cukai tetap berada pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam hal ini Kantor Pabean setempat meskipun secara nyata di lapangan BMN tersebut disimpan dan dikelola di TPP yang notabene dimiliki oleh pihak swasta. Pihak Direktorat Jenderal Bea dan Cukai hanya melakukan pengawasan dari luar saja, sehingga pengawasan terhadap BMN eks Bea dan Cukai kurang dapat dilakukan secara optimal.Adanya penyimpanan BMN eks bea dan cukai di Tempat Penimbunan Pabean yang dikelola oleh swasta menimbulkan jenis biaya baru yaitu biaya sewa di TPP. Adapun dalam penghitungan nilai lelang terhadap suatu BMN yang akan dilelang mengikutsertakan biaya sewa tersebut sebagaimana dijelaskan pada pasal 19 PMK 62 Tahun 2006 menjelaskan bahwa nilai BMN yang dipakai adalah nilai terendah berdsarkan penilaian dari penilai DJBC, independen, atau isntansi terkait ditambah sewa gudang di TPS paling lama 2 bulan, sewa gudang di TPP, biaya pencacahan dan penimbunan di TPP, dan biaya lain yang diperlukan untuk keperluan lelang. Sehingga apabila jarak antara waktu barang impor dimasukkan ke TPP sampai dengan pengeluarannya memakan waktu yang lama maka akan semakin tinggi pula presentase besaran biaya sewa di TPP yang dijadikan sebagai dasar perhitungan nilai lelang BMN, ditambah pihak swasta pemilik TPP tidak menyediakan layanan pemeliharaan terhadap BMN eks bea dan cukai. Hal ini tentunya tidak akan sebanding dengan nilai ekonomis dan kondisi fisik barang yang akan semakin menurun. Sehingga ketika dilakukan pelelangan, nilai lelang atas suatu BMN dapat saja dianggap terlalu tinggi oleh peserta lelang. Hal ini selanjutnya akan menyebabkan pelelangan dilakukan sampai lebih dari sekali. Keputusan akhir adalah dengan mengubah peruntukannya apakah untuk dimusnahkan, dihibahkan, atau ditentukan status penggunaaanya.Selanjutnya, terkait dengan BMN yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, dimana terhadap BMN tersebut pada awalnya adalah Barang Yang Tidak Dikuasai dan Barang Dikuasai Negara yang terindikasi mengarah kepada tindak pidana. Sehingga terhadap barang tersebut perlu dilakukan penyidikan dan kemudian dilanjutkan untuk diproses ke tingkat pengadilan. Dimana ketika di pengadilan harus melewati proses yang panjang dan berbelit-belit bahkan sampai memakan waktu beberapa tahun. Setelah mendapatkan kepututusan yang berkekuatan hukum tetap dari pengadilan, masalah timbul ketika BMN tersebut akan ditentukan peruntukannya dimana apabila dilelang sangat tidak mungkin dikarenakan kondisi fisik dari barang tersebut belum tentu layak dan nilai ekonomis yang juga sangat renda sehingga tidak layak untuk dilelang. Disisi lain, karena kondisi fisik yang tidak memungkinkan maka tidak dapat dilakukan hibah atau pemanfaaatan terhadap BMN tersebut. dan akhirnya pemusnahan adalah jalan terakhir untuk ementapkan peruntukan dari BMN tersebut. dengan demikian proses penanganan BMN mulai dari disimpan di TPP, dilakukannya penyelidikan, pemerosesan di pengadilan, dan pelelangan adalah suatu hal yang sia-sia karena pada ujungnya negara tidak mendapatkan apa-apa dari penegahan BMN tersebut malah harus mengeluarkan biaya yang cukup banyak untuk menjalankan prose-proses tersebut diatas.F. Solusi Studi KasusBerdasarkan penjelasan permasalahan pada studi kasus, maka penulis dapat menawarkan beberapa solusi, diantaranya:a. Segera mendorong Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk memiliki Tempat Penimbunan Pabean yang memadai, paling tidak di lima pelabuhan utama di Indonesia. Sehingga, komponen biaya sewa di TPP dapat dihilangkan dan wewenang pengawasan BMN eks bea dan cukai tersebut dapat diterapkan secara penuh.b. Dilakukan inventarisasi terhadap BMN eks bea dan cukai secara periodik untuk memastikan kondisi fisik barang dan perkembangan nilai ekonomis dari barang tersebut, sehingga jangan sampai ketika barang akan ditentukan peruntukaannya, kondisi fisiknya sudah tidak memungkinkan dan/atau nilai ekonomisnya turun atau barang tersebut sudah tidak lengkap bagian-bagainnya/ hilangc. Melakukan MoU dengan pihak kejaksaan dan pengadilan untuk mempercepat proses penyidikan dan pengadilan terhadap putusan BMN eks bea dan cukai mengingat terdapat misi untuk mencari tambahan penerimaan negara dari penanganan penyelesaiaan BMN tersebut.

BARANG GRATIFIKASI

PENDAHULUANLatar Belakang Dalam penyelenggaraan negara para pejabat ataupun penyelenggara negara tak jarang menerima pemberian dari pihak ketiga terkait pekerjaan ataupun jabatan secara cuma-cuma baik berupa barang, uang, diskon, fasilitas lain yang digolongkan ke dalam kategori gratifikasi sesuai Pasal 12B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Sesuai ketentuan UU 20 tahun 2001 bahwa setiap gratifikasi yang diperoleh pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap suap, kecuali penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima. Gratifikasi tersebut yang umumnya hadiah berupa berupa barang, ternyata jumlah cukup signifikan dan semakin banyak jumlahnya yang diterima oleh KPK dari para penyelenggara yang mengembalikan dan melaporkan gratifikasi negara dari tahun ke tahun seiring dengan semakin sadar dan tumbuhnya budaya integritas dan anti korupsi. Disisi lain aturan yang mengatur tentang barang yang berubah status menjadi BMN setelah diterima Kementerian Keuangan dari KPK tersebut belum mempunyai aturan khusus yang mengaturnya. Sehingga pengelolaan atas BMN tersebut menjadi kurang optimal.Akhirnya Menteri Keuangan pada tanggal 5 Januari 2011 telah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 03/PMK.06/2011 tentang pengelolaan barang milik negara yang berasal dari barang rampasan negara dan barang gratifikasi. Penetapan PMK itu bertujuan untuk mewujudkan optimalisasi pengelolaan Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi yang tertib, terarah, optimal, transparan dan akuntabel untuk meningkatkan penerimaan negara dan/atau sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pada ketentuan penutup, disebutkan bahwa PMK itu berlaku sejak tanggal diundangkan yaitu tanggal 5 Januari 2011, kecuali Pasal 25 yang mulai berlaku efektif enam bulan terhitung sejak diundangkannya PMK ini. Empat tahun berlalu dan aturan ini masih berlaku dan dijadikan dasar atau pedoman dalam pengelolaan BMN hasil gratifikasi dan belum ada ketentuan lebih teknis mengenai hal ini. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melihat bagaimana ketentuan pengelolaan dalam PMK tersebut dan realisasi implmentasinya hingga saat ini melalui studi literatur dan web research. TujuanPenulisan paper ini bertujuan sebagai berikut :1. Untuk memahami bagaimana defini, dasar hukum, dan jenis gratifikasi.2. Untuk memahami bagaimana ketentuan pengelolaan barang milik negara (BMN) dari hasil gratifikasi.3. Untuk memahami bagaimana implementasi ketentuan pengelolaan barang milik negara (BMN) dari hasil gratifikasi?Rumusan MasalahAdapun masalah yang ingin dibahas selanjutnya dapat dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut :1. Bagaimana defini, dasar hukum, dan jenis gratifikasi?2. Bagaimana ketentuan pengelolaan barang milik negara (BMN) dari hasil gratifikasi?3. Bagaimana implementasi ketentuan pengelolaan barang milik negara (BMN) dari hasil gratifikasi??

DEFINISI DAN DASAR HUKUM GRATIFIKASIPengertian Gratifikasi terdapat dalam Penjelasan Pasal 12B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, yaitu:

Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.

Kalau dicermati pada kalimat diatas, gratifikasi hanya sebatas kalimat: pemberian dalam arti luas, padahal kalimat setelah itu sudah mencakup bentuk-bentuk gratifikasi. Dari penjelasan Pasal 12B ayat (1) juga dapat dilihat bahwa pengertian dari gratifikasi mempunyai makna yang netral, artinya tidak mengandung makna tercela atau negatif dari arti kata gratifikasi tersebut. Oleh karena itu, apabila dihubungkan dengan rumusan pasal 12B dapat dipahami bahwa tidak semua gratifikasi itu bertentangan dengan hukum, melainkan hanya gratifikasi-gratifikasi yang memenuhi kriteria dalam unsur pasal 12B.

Selanjutnya, dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Pasal 12 C ayat (1) ada ketentuan yang mengatur tentang pengecualian dari gratifikasi diatas, yaitu:

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Hal tersebut diatas mengungkapkan ketentuan bahwa tidak semua gratifikasi dianggap menjadi barang hasil kejahatan korupsi, tergantung dari penetapan status barang yang dilakukan oleh ketua KPK setelah barang tersebut dilaporkan.

Untuk mengetahui kapan gratifikasi menjadi kejahatan korupsi, perlu dilihat rumusan pasal 1B ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 , bahwa Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelanggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut..... Jika dilihat dari pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu gratifikasi atau pemberian hadiah berubah menjadi suatu tindak korupsi atau pidana suap khususnya pada seorang Penyelenggara Negara atau Pegawai Negeri tersebut adalah saat mereka melakukan tindakan menerima suatu gratifikasi atau pemberian hadiah dari pihak manapun sepanjang pemberian tersebut diberikan berhubungan dengan jabatan atau pekerjaannya. Sesungguhnya, praktik gratifikasi atau pemberian hadiah di kalangan masyarakat di Indonesia (karena sudah menjadi kultur di kalangan masyarakat sejak lama) tidak dilarang tetapi perlu diperhatikan adanya sebuah aturan tambahan bagi Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara untuk menerima gratifikasi yang dapat dianggap suap.

Berikut beberapa peraturan yang mengatur Gratifikasi, yaitu: Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, Berbunyi, Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya Pasal 12C ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, Berbunyi, Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPKPenjelasan aturan HukumPasal 12 UU No. 20/2001, Didenda dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar:1. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.2. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima bayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;Sanksinya berupa, Pasal 12B ayat (2) UU no. 31/1999 jo UU No. 20/2001Pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

TATA CARA PELAPORAN GRATIFIKASIBerdasarkanUU No. 31 tahun 1999joUU No. 20 tahun 2001Pasal 12c ayat 2 danUU No. 30 tahun 2002Pasal 16, setiap Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang menerima gratifikasi wajib melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, dengan cara sebagai berikut :a. Penerima gratifikasi wajib melaporkan penerimaanya selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja kepada KPK, terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.b. Laporan disampaikan secara tertulis dengan mengisi formulir sebagaimana ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dengan melampirkan dokumen yang berkaitan dengan gratifikasi.c. Formulir sebagaimana huruf b, sekurang-kurangnya memuat :1. Nama dan alamat lengkap penerima dan pemberi gratifikasi.2. Jabatan Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara3. Tempat dan waktu penerima gratifikasi.4. Uraian jenis gratifikasi yang diterima; dan5. Nilai gratifikasi yang diterimaFormulir Pelapor Gratifikasi dapat diperoleh di kantor KPK, contoh bentuk formulirnya adalah seperti gambar diabawah ini:

sumber: kpk.go.id/

Contoh-contoh pemberian hadiah atau suap yang dapat dikategorikan sebagai bentuk dari gratifikasi : Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah dibantu Hadiah atau sumbangan pada saat perkawinan anak dari pejabat oleh rekanan kantor pejabat tersebut Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat atau keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-cuma Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat untuk pembelian barang atau jasa dari rekanan Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada pejabat Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari rekanan Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat pada saat kunjungan kerja Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat pada saat hari raya keagamaan, oleh rekanan atau bawahannya. Seluruh pemberian tersebut diatas, dapat dikategorikan sebagai gratifikasi, apalbila ada hubungan kerja atau kedinasan antara pemberi dan dengan pejabat yang menerima, dan/atau semata-mata karena keterkaitan dengan jabatan atau kedudukan pejabat tersebut.

Penyelenggara Negara Yang Wajib Melaporkan Gratifikasi yaitu:Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 1999, Bab II pasal 2, meliputi : Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara. Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara Menteri Gubernur HakimPejabat Negara Lainnya : Duta Besar Wakil Gubernur Bupati / Walikota dan Wakilnya Pejabat lainnya yang memiliki fungsi strategis : Komisaris, Direksi, dan Pejabat Struktural pada BUMN dan BUMD Pimpinan Bank Indonesia. Pimpinan Perguruan Tinggi. Pimpinan Eselon Satu dan Pejabat lainnya yang disamakan pada lingkungan Sipil dan Militer. Jaksa Penyidik. Panitera Pengadilan. Pimpinan Proyek atau Bendaharawan Proyek. Pegawai NegeriBerdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan No. 20 tahun 2001 meliputi : Pegawai pada : MA, MK Pegawai pada L Kementrian/Departemen &LPND Pegawai pada Kejagung Pegawai pada Bank Indonesia Pimpinan dan Pegawai pada Sekretariat MPR/DPR/DPD/DPRD Propinsi/Dati II Pegawai pada Perguruan Tinggi Pegawai pada Komisi atau Badan yang dibentuk berdasarkan UU, Keppres maupun PP Pimpinan dan pegawai pada Sekr. Presiden, Sekr. Wk. Presiden, Sekkab dan Sekmil Pegawai pada BUMN dan BUMD Pegawai pada Badan Peradilan Anggota TNI dan POLRI serta Pegawai Sipil dilingkungan TNI dan POLRI Pimpinan dan Pegawai dilingkungan Pemda Dati I dan Dati II

PENGELOLAAN BARANG GRATIFIKASI MENURUT PMK-03/PMK.06/2011Sesuai pasal 1 angka 9 PMK-03/PMK.06/2011 tentang pengelolaan barang milik negara yang berasal dari barang rampasan negara dan barang gratifikasi bahwa yang dimaksud dengan Barang Gratifikasi adalah barang yang telah ditetapkan status gratifikasinya menjadi milik negara oleh Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). PMK tersebut dibentuk dimaksudkan sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengelolaan Barang Gratifikasi. PMK ini bertujuan untuk mewujudkan optimalisasi pengelolaan Barang Gratifikasi yang tertib, terarah, optimal, transparan, dan akuntabel untuk meningkatkan penerimaan negara dan/atau sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dalam melakukan pengelolaan Barang Gratifikasi, Menteri Keuangan memiliki wewenang dan tanggung jawab yang meliputi :a. menerima, menatausahakan, dan mengelola Barang Gratifikasi yang telah diserahkan oleh KPK kepada Menteri Keuangan;b. menetapkan status penggunaan Barang Gratifikasi;c. melakukan kewenangan lain sesuai ketentuan peraturan Perundang-Undangan.Wewenang dan tanggung jawab Menteri Keuangan tersebut secara fungsional dilakukan oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara. Direktur Jenderal Kekayaan Negara atas nama Menteri Keuangan kemudian melakukan penyimpanan, pengamanan, dan pemeliharaan atas fisik Barang Gratifikasi yang telah diserahkan oleh KPK. Selain itu Direktur Jenderal Kekayaan Negara atas nama Menteri Keuangan dapat menugaskan Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Pelayanan untuk melakukan penitipan, pengamanan, dan pemeliharaan atas fisik Barang Gratifikasi yang berada dalam wilayah kerjanya, memerintahkan Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Pelayanan untuk melakukan pemeriksanaan fisik dan/atau Penilaian Barang Gratifikasi yang berada dalam wilayah kerjanya. Selain Menteri Keuangan dan Direktur Jenderal Kekayaan Negara, KPK pun punya peran dalam pengelolaan barang gratifikasi. Pimpinan KPK melakukan pengurusan atas Barang Gratifikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam pengurusan Barang Gratifikasi tersebut KPK memiliki wewenang dan tanggung jawab yaitu :a. melakukan Penatausahaan;b. melakukan pengamanan administrasi, pengamanan fisik dan pengamanan hukum terhadap Barang Gratifikasi yang berda dalam pengusaaanya;c. menyerahkan Barang Gratifikasi kepada Menteri Keuangan untuk dikelola;d. melakukan kewenangan lain sesuai peraturan perundang-undangan.KPK akan melakukan koordinasi terlebih dahulu dengan Menteri Keuangan dalam rangka penyerahan Barang Gratifikasi. Penyerahan Barang Gratifikasi paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal ditetapkan statusnya menjadi milik Negara oleh Pimpinan KPK yang disertai dengan kelengkapan data dan/atau dokumen meliputi:a. keputusan pimpinan KPK mengenai penetapan status Barang Gratifikasi menjadi Barang Milik Negara;b. dokumen legalitas kepemilikan bila ada;c. dokumen pendukung lainnya.Kemudian DJKN akan melakukan pengelolaan Barang Gratifikasi berupa penetapan status penggunaan, pemanfaatan, pemindahtangan, dan penghapusan. Bila Barang Gratifikasi akan dilakukan pemanfaatan dan pemindahtangan maka dilakukan penilaian untuk mendapat nilai wajar. Dalam hal penetapan limit lelang dalam rangka pemindahbukuan berupa penjualan lelang berpedoman pada nilai wajar yang telah mempertimbangkan faktor-faktor risiko penjualan melalui lelang sebesar paling besar 30% dari nilai wajar, meliputi bea lelang, biaya sewa tempat penyimpanan, biaya pengangkutan, biaya bongkar muat, biaya pemeliharaan, biaya pengaman barang, biaya pengosongan bangunan / lahan, biaya operasional lainnya. Sebelum diserahkan ke Menteri Keuangan, KPK melakukan pendaftaran dan pencatatan atas barang Gratifikasi menurut penggolongan dan kodefikasi BMN. Pada saat penyerahan Barang Gratifikasi dari KPK ke Menteri Keuangan, dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima, disertai dengan daftar barang dan pencatatan dari KPK.DJKN wajib menyimpan fisik dan dokumen legalitas kepemilikan serta dokumen pendukung lainnya apabila ada atas barang Gratifikasi yang telah diserahkan pengelolaanya kepada Menteri Keuangan. Dalam hal Barang Gratifikasi yang diserahkan berupa tanah dan/atau bangunan, maka DJKN cukup melakukan pengamanan fisik dan penyimpanan dokumen legalitas kepemlikan atas Barang Gratifikasi tersebut. Apabila ada Barang Gratifikasi yang belum diserahkan kepada Menteri Keuangan, maka penyimpanan fisik dan dokumen legalitas kepemilikan serta dokumen pendukung menjadi tanggung jawab sepenuhnya KPK.DJKN mempunyai kewajiban melakukan inventarisasi atas Barang Gratifikasi yang telah diserahkan pengelolaannya kepada Menteri Keuangan Keuangan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) tahun. DJKN juga berkewajiban menyampaikan laporan hasil inventarisasi kepada Menteri Keuangan Keuangan paling lama 3 (tiga) bulan setelah selesainya invetarisasi. DJKN wajib menyusun laporan Barang Gratifikasi secara tahunan untuk disampaikan kepada Menteri Keuangan yang akan digunakan sebagai bahan untuk menyusun neraca pemerintah pusat.

PERKEMBANGAN PENGELOLAAN BARANG GRATIFIKASI DI DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA (DJKN)Salah satu wujud kerjasama dan sinergi antara Kementerian Keuangan dengan instansi lain yaitu melalui pengelolaan barang hasil gratifikasi. Kerja sama ini merupakan wujud peran serta dan sinergi antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Kementerian Keuangan, dalam hal ini melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) selaku pengelola Barang Milik Negara (BMN) dalam rangka pemberantasan korupsi di Indonesia. Penyerahan barang gratifikasi ini oleh KPK kepada Kementerian Keuangan, dalam hal ini melalui DJKN dilaksanakan menurut amanat Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Barang gratifikasi yang telah diserahkan kepada DJKN tersebut akan dilakukan pengelolaannya sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 03 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal dari Barang Rampasan dan Barang Gratifikasi. Dalam PMK Nomor 03 Tahun 2011 disebutkan bahwa barang gratifikasi adalah barang yang telah ditetapkan satus gratifikasinya menjadi milik negara oleh pimpinan KPK.A. Penyerahan Barang Gratifikasi oleh KPKSelama tahun 2014, tercatat telah terjadi tiga penyerahan barang gratifikasi yang diserahkan oleh KPK kepada DJKN. Penyerahan pertama pada 17 Maret 2014 bertempat di Kantor Pusat DJKN, Jakarta, DJKN menerima 50 barang Gratifikasi dari KPK. Barang gratifikasi yang diserahkan antara lain, smartphone Samsung Galaxy S4, Huawei, keris pusaka, Ipod Shuffle, sepeda gunung merek Polygon, kain batik, jam tangan merk Swiss Army, Calvin Klein, Guess, sabuk merk Gucci, Ferragamo, dompet, voucher belanja, parfum, dasi, gelas hias, ballpoint merk Montblanc, Parker, dan souvenir. Barang gartifikasi tersebut merupakan laporan gratifikasi dari pegawai internal KPK, pejabat Badan usaha Milik Negara serta penyelenggara negara yang lain.Pada 11 Juli 2014, DJKN melalui Direktorat Pengelolaan Kekayaan Negara dan Sistem Informasi (PKNSI) kembali menerima penyerahan barang gratifikasi dari KPK. Kali ini, KPK menyerahkan sebanyak 253 barang gratifikasi dengan berbagai jenis dan merk. Dari 253 barang tersebut, 193 di antaranya merupakan Ipod shuffle souvenir pernikahan salah satu anak pejabat di lembaga tinggi negara. Sementara, 60 barang lainnya antara lain terdiri atas smartphone berbagai merk dan tipe, tablet, logam mulia, ballpoint, jam tangan, kemeja batik, kain batik, parfum, stick dan bola golf, jaket kulit, kain tapis, tas, topi, gelang, dan kaca mata. Selain itu, ada pula lemari es, rice cooker, sepatu, kain tenun Bali, kain tenun Alor, kemeja dan celana, tas tangan, bahan setelan bordir, bahan sulam, kain dan selendang songket, tas ransel troli, jaket, serta radio unik. Menurut keterangan resmi DJKN, barang-barang tersebut merupakan laporan gratifikasi dari para pejabat negara di lingkungan Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, Mahkamah Agung, pejabat kementerian, kepala daerah, pejabat Badan Usaha Milik Negara, serta penyelenggara negara lainnya.Pada tanggal 26 September 2014, bertempat di Kantor Pusat DJKN, Jakarta, DJKN kembali menerima 160 Ipod Shuffle hasil pengembalian cindera mata pernikahan anak salah satu pejabat lembaga tinggi negara yang diserahkan oleh KPK. Penyerahan barang gratifikasi kali ini, merupakan penyerahan oleh KPK yang ketiga di tahun 2014. Sebelumnya, KPK juga telah menyerahkan barang gratifikasi di bulan Maret dan Juli 2014. Selain Ipod tersebut, KPK juga menyerahkan 14 item barang gratifikasi lain, yaitu smartphone merk Iphone, ballpoint dan pensil merk Inoxcrome, dompet dan sabuk merk Braun Buffel, jam tangan merk Tissot, jam tangan merk Police, jam tangan merk Etienne Aigner, guci keramik, madu Propolis, album eksklusif Noah, peralatan kesehatan, dan kain batik. Nilai keseluruhan barang yang diserahkan KPK tersebut mencapai Rp175 juta.B. Pengelolaan Barang Gratifikasi oleh DJKNSetelah menerima penyerahan barang gratifikasi dari KPK, DJKN selanjutnya akan melakukan pengelolaan sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) yang berasal dari Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi. Barang-barang gratifikasi tersebut yang telah ditetapkan menjadi BMN, selanjutnya akan dilelang dan hasilnya akan masuk ke kas negara. Seluruh hasil lelang, baik pokok lelang maupun bea lelang akan disetorkan ke kas negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak.Tercatat DJKN telah melakukan dua kali pelelangan barang gratifikasi pada tahun 2014. Pertama melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jakarta V pada 15 Mei 2014 telah berhasil menyelenggarakan lelang atas barang gratifikasi KPK. Lelang dilakukan terhadap 34 lot barang gratifikasi yang terdiri dari baju batik, jam tangan mewah, telepon genggam, power bank, Ipad mini, voucher belanja, parcel, mukena, keramik, parfum, kain sutera, kain songket, kain sasirangan, kain batik, ballpoint mewah, stick golf, tas, dan liontin emas seberat 5 gram.Lelang yang diselenggarakan oleh DJKN tersebut terbilang sukses, karena berhasil menarik perhatian masyarakat dan mendapatkan harga jual yang cukup memuaskan. Salah satu contoh keberhasilan lelang tersebut adalah terjualnya salah satu barang lelang sebesar 910,3 persen dari nilai limit yang telah ditetapkan. Selain itu, dalam kurun waktu kurang dari 2 jam, 26 lot barang laku terjual dengan harga Rp30.475.000 dari total limit sebesar Rp16.511.100, dan hanya menyisakan 8 lot barang gratifikasi yang tidak berhasil terjual. Delapan lot barang yang tidak terjual tersebut terdiri atas 1 buah parcel, 2 set keramik, 1 buah Chinese Ceramic Mini Tea Set, 2 buah ballpoint, 3 lembar voucher belanja dan 1 set stick golf.Lelang barang gratifikasi yang kedua pada tahun 2014 diadakan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Yogyakarta pada tanggal 9-11 Desember 2014, di Graha Sabha Pramana UGM, Yogyakarta. Lelang ini juga dilakukan dalam rangka mendukung gerakan anti korupsi serta berpartisipasi dalam rangkaian dari Festival Anti Korupsi 2014. Lelang ini terdiri dan 2 jenis lelang. Pertama, lelang melalui email yang diselenggarakan pada 10 Desember 2014 dengan melelang 20 item barang di antaranya, 8 buah Ipod Shuffle 1 GB, Samsung Galaxy S4, Stick Golf, Ballpoint Mont Blanc, Sabuk merk Salvatore, Jam Tangan merk SWISS Army, Sepeda merk Poligon tipe Premier 3.0, Tablet Lenovo A3000, Parfum Merk Bvlgari Man Extreme 60 ml, Tas Merk Webe, Ballpoint merk Mont Blanc Boheme, dan Tas Ransel Troli Merk Polo Home.Kedua, lelang secara langsung yang diselenggarakan pada 10 Desember 2014 (3 item terdiri dari 1 buah jam tangan merk Police Raptor dan 2 Ipod Shuffle 2 GB) dan 11 Desember 2014 sebanyak 217 unit/item antara lain berupa, Ipod Shuffle 2 GB, Samsung Galaxy Note 3, Smartphone Iphone 5, Logam Mulia 10 gram, Sepeda merk Poligon, Baju Batik, Pena, Jam Tangan, Sabuk, Dompet, Dasi, Kain Batik, Parfum, Ballpoint Parker, Keris, Card Holder, Voucher Belanja Hero, Handphone, Kacamata, Flazz Card BCA, Miniatur Tractor merk CAT, Stick Golf, Jaket Kulit, Topi, Tas Golf, Kain Tenun Bali, Sepatu, Tas Ransel Troll, Radio, Buku/Album Noah, Madu Propolis, Blood Pressure Monitor, Autocheck Multi Monitoring System.Ada beberapa persyatan yang harus dipatuhi peserta lelang, seperti diwajibkan menyetor uang jaminan lelang sesuai daftar di atas untuk masing-masing objek lelang yang diminati yang disetor tunai kepada Pejabat Lelang/Panitia Lelang. Selain itu, peserta lelang / kuasanya harus hadir pada saat pelaksanaan lelang, dimana penawaran lelang dilakukan secara lisan.Setelah itu, pemenang lelang harus melunasi harga pembelian dan bea lelang sebesar 2 % paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak pelaksanaan lelang. Apabila pemenang lelang wanprestasi atau tidak melunasi kewajiban pembayaran sesuai ketentuan di atas, maka uang jaminan akan disetorkan ke Kas Negara dan pemenang lelang dikenakan sanksi tidak diperbolehkan mengikuti lelang selama 6 (enam) bulan di seluruh wilayah Indonesia. Setelah itu, peserta lelang yang dinyatakan sebagai pemenang atau kuasanya dapat mengambil objek lelang secara langsung ke Penjual pada saat pelaksanaan lelang, atau ke KPKNL Yogyakarta.Direktur Hukum dan Humas Ditjen Kekayaan Negara, Tavianto Noegroho, mengatakan semua hasil lelang akan diserahkan ke kas negara dan menjadi penerimaan negara untuk anggaran 2014. Total hasil lelang di hari ketiga festival berjumlah Rp78.104.460.

Referensi:Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006. KepabeananUndang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009. Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan.Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-53/BC/2010.Tata Laksana Pengawasan.Keputusan Meneteri Keuangan Republik Indonesia Nomor KMK-30/1997.Tata Laksana Penindakan.Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2000. Pemanfaatan Kapal Perikanan Yang Dinyatakan Dirampas Untuk Negara.Lembaga Penyitaan dan Pengelolaan Barang Hasil Kejahatan. Tim Pengkajian Hukum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. Jakarta 2013.Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 03/PMK.06/2011. Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal dari Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi.Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 240/PMK.06/2012. Tata Cara Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal Dari Aset Eks Kepabeanan dan Cukai.Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 62/PMK.04/2013. Penyelesaian Terhadap Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai,Barang yang Dikuasai Negara, dan Barang yang Menjadi Milik Negara.Siaran Pers Direktorat Hukum dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Kekayaan NegaraSurat Edaran Jaksa Agung RI Nomor : SE-001/C/CU.3/03/2011. Perubahan Kedua Atas Surat Edaran Jaksa Agung RI Nomor : SE-03/B/B.5/8/1988 Tentang Penyelesaian Barang Rampasan.

Akses Internet.http://bctemas.beacukai.go.id/faq/tentang-lartas-kategori-dan-perijinannya/ http://www.antaranews.com/berita/430854/kapal-sitaan-sulit-dimanfaatkan-nelayanhttp://kabar24.bisnis.com/read/20141211/78/381678/jabar-minta-kapal-rampasan-diberikan-ke-nelayanhttp://artikelhukumkemaritiman.blogspot.com/http://www.kemenkeu.go.id