Asal Mula Watu Blorok

18
CERITA RAKYAT MOJOKERTO “ ASAL MULA WATU BLOROK “ Oleh : BIMO ANGGOWOAJI LITTLE CAMEL ELEMENTARY SCHOOL 0

description

Cerita DAerah

Transcript of Asal Mula Watu Blorok

Page 1: Asal Mula Watu Blorok

CERITA RAKYATMOJOKERTO

“ ASAL MULA WATU BLOROK “

Oleh :BIMO ANGGOWOAJI

LITTLE CAMEL ELEMENTARY SCHOOLKOTA MOJOKERTO

TAHUN 2015

0

Page 2: Asal Mula Watu Blorok

Mojokerto kawasan utara Sungai Brantas, tepatnya di perbukitan hutan kayu putih antara Jetis dan Dawarblandong. Watu Blorok menyimpan misteri yang masih diyakini oleh masyarakat sekitarnya.

1. Tugas Mulia Sang Baginda

Malam itu, malam Jum’at manis. Wiro Bastam tidak bisa tidur, tak mampu sekejap pun ia memejamkan mata. Pikirannya terganggu oleh hilangnya pusaka kerajaan. Pusaka kerajaan Kyai Gobang hilang raib entah ke mana. Sebagai panglima kerajaan ia bertanggungjawab atas hilangnya pusaka Kyai Gobang.

Betapa terkejutnya Wiro Bastam, di malam yang sudah larut itu Baginda Raja bersama pengawal kerajaan menghampiri dirinya. Dengan suara yang berwibawa Baginda Raja menyapa Wiro Bastam.

“ Wiro Bastam ! “

“ Ampun Baginda Raja, terimalah sembah sungkem hamba “, sujud Wiro Bastam.

“ Wiro Bastam, Pusaka Kerajaan Kyai Gobang telah hilang dicuri orang. Pusaka itu adalah pusaka kejayaan Kerajaan Majapahit yang turun – temurun. Oleh karena itu saya perintahkan kepadamu untuk mencari pusaka tersebut sampai ketemu,” perintah Baginda Raja kepada Wiro Bastam.

“ Perintah Baginda Raja akan hamba laksanakan,” jawab Wiro Bastam.

“ Bagus ! sebagai panglima kerajaan kamu harus melaksanakan tugas berat ini. Dan kamu jangan pernah kembali sebelum kamu menemukan Pusaka Kyai Gobang ! “

“ Sendhika Dhawuh Gusti. Perintah paduka akan hamba junjung tinggi,” jawab Wiro Bastam dengan hati berdebar.

 “ Ampun Paduka. Ampuni hamba, malam ini juga hamba minta pamit, doa restu paduka selalu hamba harapkan,” jawab Wiro Bastam sambil menundukkan kepala.

Berangkatlah Wiro, berangkatlah !. Restuku menyertaimu,” jawab Paduka Rja penguasa Kerajaan Majapahit.

“ Terima kasih paduka,” sambung Wiro Bastam..

Tak terasa air mata membasahi pipi Wiro Bastam. Dalam kesendiriannya ia teringat akan ayah ibunya yang sudah meninggalkan dirinya. Tanpa sanak

1

Page 3: Asal Mula Watu Blorok

keluarga ia lalui hari – harinya dengan mengabdikan diri sebagai prajurit kerajaan Majapahit. Hari itu Wiro Bastam mendapat tugas berat.

Dengan melambaikan tangan, Wiro Bastam meninggalkan kerajaan majapahit.

“ Kakang Wiro Bastam, kakang jangan terlalu bersedih dalam pencarian Pusaka Kyai Gobang, percayalah Kang kita pasti menemukan pusaka itu,’

“ Duh Gusti Kang Maha Agung berilah kekuatan kepada kami untuk melanjutkan perjalanan ini. Berilah kami kemudahan Gusti”, gumam Wiro Bastam lirih.

2. Tersesat di Hutan Maja

Sudah satu minggu rombongan prajurit Majapahit keluar masuk hutan. Perbekalan mereka sudah menipis. Namun pusaka Kyai Gobang belum juga ditemukan. Persediaan makan untuk makan malam sudah tidak ada, terpaksa mereka makan apa adanya. Buah -  buah yang mulai mengkal menjadi santapan mereka.

Malam itu genap sudah tujuh hari tujuh malam perjalanan mereka dalam pencarian Pusaka Kyai Gobang. Namun tanda – tanda keberadaan pusaka itu belum menemukan titik terang. Wiro Bastam semakin larut dalam kesedihannya.

Bekal mereka sudah habis. Akhirnya Wiro Bastam memutuskan melakukan pencarian pusaka kerajaan seorang diri.

Sudah satu bulan Wiro Bastam tersesat di hutan maja. Tak pernah ia bertemu orang. Kesunyian hutan maja sudah menyatu pada dirinya. Hanya buah – buahan dan dedaunan yang bisa dimakan. Kadang – kadang saja ada kijang yang melintas dan ditangkapnya untuk dijadikan  santap malam.

Di hutan maja ini Wiro Bastam merasa dirinya berada di dunia lain. Keganjilan – keganjilan sering ia temukan. Ia sering bermimpi didatangi oleh ayah ibunya yang sudah lama meninggal. Ayah dan ibunya memanggil – manggil dirinya.

“ Bastam ……. Bastam anakku !, lanjutkan perjalanan menuju arah utara. Di sana kamu akan menemukan sungai besar. Seberangi sungai itu. Di seberang sana kamu akan menemukan kehidupanmu. Pergilah anakku ……. Pergilah ! “

Wiro Bastam berteriak – teriak memanggil ayah ibunya

“ Simbok…….. Pak e……… !”

“ Simbok…….. Pak e……… !”

2

Page 4: Asal Mula Watu Blorok

Namun ayah dan ibunya tidak menghiraukan. Ayah dan ibu Wiro Bastam melayang menuju angkasa dan pada akhirnya menghilang diselimuti awan tebal.

Wiro Bastam tersentak dari tidurnya. “ Ternyata itu hanya mimpi,” gumam Wiro Bastam

“ Aku harus bisa melanjutkan perjalananku ke arah utara.” Gumamnya.

Tekat Wiro Bastam untuk meninggalkan hutan maja sudah bulat. Rencananya besok pagi sebelum matahari terbit ia akan berangkat melanjutkan perjalanan menuju arah utara. Ia berharap apa yang ada dalam mimpinya adalah pertanda baik untuk membuka lembaran kehidupannya.

“ Mana sungai yang dimaksud Simbok dan Pak e?. Sudah hampir satu tahun saya berjalan ke arah utara, saya belum menemukan sungai itu.” 

3. Bertemu Yuyu Kangkang

Tidak disadari bahwa gua tempat peristirahatannya semalam berada di tepi sungai.. Ia baru menyadari ketika deburan ombak sungai terdengar olehnya. Suara hiruk – pikuk terdengar dari dalam gua. Sadar dari itu Wiro Bastam keluar dari gua dan berjalan menuju arah datangnya suara hiruk pikuk.

Betapa terkejutnya Wiro Bastam. Ia belum percaya bahwa dirinya sudah berdiri di tepi sungai yang sarat akan kesibukan anak manusia.

“Bermimpikah saya,” gumam Wiro Bastam.

“Benarkah ini sungai yang dimaksud Simbok dan Pak e? “ hati Wiro Bastam berdebar.

Diambilnya air sungai dengan ke dua telapak tangannya. Ia basuh mukanya dengan air sungai itu. Rasa segar merasuki tubuhnya. Di tepuk – tepuk kedua pipinya.

“ Tidak ……. Saya tidak bermimpi, ini kenyataan. Saya sudah sampai ke sungai yang Pak e dan Mbok e maksud.”

“ Bagaimana aku dapat menyeberang, disini tidak ada perahu.” desah Wiro Bastam.

Ternyata di tepi sungai itu ada tempat penyeberangan. Tempat penyeberangan itu milik saudagar yang kaya raya. Saudagar itu bernama Yuyu Kangkang.

3

Page 5: Asal Mula Watu Blorok

Penyeberangan itu hanya diperuntukkan untuk kepentingan Yuyu Kangkang. Tidak semua orang boleh menyeberang di tempat itu. Kalau pun boleh mereka harus membayar upeti.

“ Kisanak bolehkah saya numpang menyeberang ? “ Wiro Bastam bertanya kepada laki – laki angker bertubuh kelam penunggu penyeberangan.

“ Ha …… ha…… ha ……. ha ………

Dasar bekunyuk edan, kamu itu sadar enggak penyeberangan ini bukan untuk umum.” Jawab laki – laki kelam itu sambil memelintir kumisnya yang tebal.

“ Maaf Kisanak tolonglah saya, saya harus menyeberang sungai ini. Izinkan saya menumpang perahu Kisanak ! “

“ Ha ….. ha …… ha …… ! “

“ Boleh ….. boleh … ! tapi ada syaratnya.” Kata Yuyu Kangkang sambil melirik keris yang terselip di pinggang Wiro Bastam.

“ Kamu harus menyerahkan keris yang terselip di pinggangmu itu.” Jawab Yuyu Kangkang sambil mengelus kumisnya yang tebal.

“ Tidak ki sanak, saya tidak akan menyerahkan keris ini. Keris ini adalah satu – satunya benda yang saya miliki dan harus saya jaga baik – baik.” Jawab Wiro Bastam

“ O….. o…. ini artinya kamu melawanku, Buto Ijo hajar orang ini dan rebut kerisnya ” perintah Yuyu Kangkang kepada Buto Ijo.

Kemarahan Yuyu Kangkang semakin menjadi ketika melihat anak buahnya bergelimpangan di tanah. Diikatnya Wiro Bastam yang masih lemah itu dengan majun kemudian dilemparkan ke sungai yang airnya deras itu.

“ Ini yang kamu minta, Wiro Bastam !

Mampus kamu ! “ kata Yuyu Kangkang geram.

Wiro Bastam yang sudah diambang maut hanyut dibawa arus deras aliran sungai. Airnya memerah, darah merah yang mengalir dari pinggang Wiro Bastam terus mengucur. Tak tahu sampai di mana arus sungai yang deras itu mengombang – ambingkan tubuh Wiro Bastam yang sudah tak berdaya.

4. Dewi Kemuning

4

Page 6: Asal Mula Watu Blorok

Sementara itu dilereng Gunung Kelud Geneng, Siang itu terlihat Dewi Kemuning ditemani oleh Nilam Anggraeni bermain di padang ilalang.

“ Nilam, hari sudah sore kita segera pulang. Aku takut Eyang Wiro Sentanu mencariku, Nilam !” ajak Dewi Kemuning kepada Nilam Anggraeni.

“ Betul, Non ! kita segera pulang. Tapi Non, saya lupa jalan menuju padepokan.” Jawab Nilam Anggraeini ketakutan.

Di saat Dewi Kemuning sedang menyesali apa yang telah ia lakukan, tiba – tiba sayup – sayup terdengar suara rintihan orang yang sedang kesakitan.

“ Aduh …… sakit sekali. Di mana aku ini, badanku sakit sekali. Aduh ….. pedihnya,” suara itu memecah keheningan.

Dewi Kemuning mengendap – endap di kegelapan malam mencari datangnya suara itu, betapa terkejutnya ketika di dapati ada seorang pemuda tergolek lemah menggerang kesakitan tersangkut di rerimbunan pohon bakung di pinggiran sungai. Dewi Kemuning menjerit memanggil Nilam Anggraeni.

“ Nilam …..!

Tolong Nilam, ada orang hanyut di sungai.

Tolong Nilam….. ! “

Nilam Anggraeni terkejut mendengar teriakan Dewi Kemuning. Nilam melompat mencari Dewi kemuning

Di sini ada orang terhanyut.”

Dewi Kemuning dan Nilam Anggraeni memberikan pertolongan sebisanya. “ Sabar ki sanak, lukamu akan aku bersihkan.

Bertahanlah ki sanak, agar lukamu lekas sembuh.”

“ Terima kasih kau telah merawatku.

Aku tidak akan melupakan jasamu

5. Padepokan Lemah Geneng

Kemudian mulai saat itu Wiro Bastam menjadi murid dipadepokan Eyang Sentanu. “ Mulai hari ini kamu harus lebih giat berlatih. Tugas yang kamu pikul

5

Page 7: Asal Mula Watu Blorok

amat berat, oleh sebab itu kau harus menjadi pemuda yang sakti mandraguna biar kamu bisa merebut pusaka Kyai Gobang dari para penjahat.”

“ Terima kasih Eyang, saya akan terus berlatih,” jawabnya.

Pada suatu hari Eyang Sentanu memanggil Wiro Bastam ke kediamannya untuk bicara empat mata. Wiro Bastam memenuhi undangan Eyang Sentanu dengan hati berdebar.

“ Wiro Bastam, aku sengaja memanggilmu. Ada suatu hal yang harus aku sampaikan kepadamu. Aku sudah tua Wiro. Aku merasa sudah tidak mampu lagi memimpin perguruan ini. Oleh sebab itu aku memanggilmu ! “

Tak lama dari kejadian itu Eyang Wiro Sentanu sakit dan pada akhirnya meninggal dunia.

Tanpa adanya pesta Wiro Bastam dan Dewi Kemuning duduk bersanding. Mereka hidup berbahagia sebagai suami istri.

6. Hidup Bahagia

Wiro Bastam dan Dewi Kemuning hidup bahagia. Wiro Bastam lupa akan tugas yang diemban. Ia larut dalam kebahagiaan bersama Dewi Kemuning. Perkawinan Wiro Bastam dan Dewi Kemuning genap satu tahun, mereka telah dikaruniai seorang anak. Anak terssebut lahir seorang laki – laki, Wiro Bastam memberi nama anaknya Jaka Welas.

Kebahagian Wiro Bastam dan Dewi Kemuning bertambah katika lahir anaknya yang ke dua. Lengkaplah kebahagiaan itu. Dewi Kemuning melahirkan anak perempuan yang cantik. Kulitnya putih dan halus. Anak perempuan Wiro Bastam diberi nama Ni Wilis.

Kedua anak Wiro Bastam tumbuh dengan baik. Mereka lucu – lucu. Jaka Welas tumbuh menjadi anak yang tampan dan Ni Wilis tumbuh menjadi anak yang cantik.

6

Page 8: Asal Mula Watu Blorok

7. Mendung di atas Gunung Wilis

Hari belum begitu siang. Matahari belum menampakkan wajahnya kepermukaan bumi. Kabut menyelimuti pucuk – pucuk cemara yang mulai meranggas. Suara isak tangis terdengar pilu dari rumah Wiro Bastam.

“ Bunda ….. jangan tinggalkan Welas, Bunda “

“ Hu … Hu …. Bunda…… jangan tinggalkan Welas ! “

“ Bangun Bunda ….. bangun.” Ke dua anak Wiro Bastam menangis meratapi kepergian Dewi Kemuning.

Bersamaan dengan berjalannya waktu Jaka Welas dan Ni Wilis beranjak memasuki masa remaja. Jaka Welas tumbuh menjadi pemuda yang tampan dan gagah perkasa, sedangkan Ni Wilis tumbuh menjadi gadis yang cantik jelita, kulitnya putih bersih, rambutnya hitam terurai, matanya tajam bagai burung elang yang siap menerkam mangsa. Perbedaan yang sangat menyolok antara Jaka Wilis dan Ni Wilis. Jaka Welas pemuda tampan yang penyabar sedangkan Ni Wilis gadis cantik yang gesit dan pemarah.

8. Geger di Hutan Maja

“Jaka Welas dan Ni Wilis kau harus pergi anakku. Kau harus meninggalkan lereng Gunung Wilis, lanjutkan perjuangan ayah untuk mencari Kyai Gobang,” bisik Wiro Bastam lirih.

Tak terasa air mata itu menggelinding di pipinya yang mulai keriput. Wiro Bastam menangis, Malam itu juga Wiro Bastam membangunkan Jaka Welas dan Ni Wilis.

“ Jaka Welas ….. bangun anakku !

Ni Wilis …. Bangun anakku ! “

Ni Wilis menggeliat, ia tak segera bangun. Rasa dingin malam itu membuat enggan untuk bangun tidur. Sekali lagi Wiro Bastam membangunkan anaknya.

“ Welas ….. Wilis …… bangun Welas ….. bangun Wilis ! “

“ Ada apa ayah, malam – malam ayah membangunkan kami ?”

“ Dengarkan anakku, ada yang harus ayah sampaikan kepada kalian berdua.”

7

Page 9: Asal Mula Watu Blorok

“ Welas dan Wilis, kalian sudah dewasa, sudah saatnya kalian menentukan jalan hidup kalian. Waktunya kalian mengabdi ke Kerajaan Majapahit. Berangkatlah anakku. Berangkatlah menghadap Baginda Raja,” kata Wiro Bastam.

“ Baik ayah.

“ Ayah…. ! apa yang bisa kami lakukan untuk bisa menghadap Baginda Raja,” tanya Ni Wilis.

“ Anakku …. sebelum kalian menghadap Baginda Raja, kalian harus dapat menemukan Tombak Kyai Gobang yang telah hilang. Itu syarat utama untuk dapat menghadap Baginda Raja.

Tapi ingat jangan sekali – kali kalian bertengkar.

Kau harus rukun dan saling menghormati.

Pertengkaran dan kecongkakan akan berakibat buruk bagi kalian berdua.” Jawab Wiro Bastam.

“ Baik ayah…..

“ Kakang Jaka ….. aku lelah sekali, kita istirahat sebentar Kang.”

“ Baiklah Ni Wilis, kita istirahat di sini dulu,” jawab Jaka Welas dengan rasa sayang pada adiknya.

Setelah beberapa lama istirahat hilanglah rasa penat itu. Jaka Welas dan Ni Wilis melanjutkan perjalanan. Tak jauh dari tempat itu ada sebuah sumur. Ni Wilis sangat penasaran. Ia yakin bahwa Pusaka Kyai Gobang ada dalam sumur itu.

“ Kakang Jaka, saya yakin Pusaka Kyai Gobang ada di dalam sumur ini.

Saya harus masuk ke dalam sumur ini Kakang,” kata Ni Wilis.

“ Jangan adikku, itu sangat berbahaya.

Sumur ini sangat dalam kelihatannya.

Saya tidak mau kau celaka,” jawab Jaka Welas.

“ Kakang Jaka jangan jadi pengecut !.

8

Page 10: Asal Mula Watu Blorok

“ Udah ….. kalau Kakang Jaka tidak berani, biar saya yang masuk ke dalam sumur.

Ni Wilis masuk ke dalam sumur. Jaka Welas tercengang melihat adiknya nekat masuk ke dalam sumur. Tiba – tiba Ni Wilis menjerit minta pertolongan.

“ Tolong ….. tolong, Kakang Jaka !

Badanku panas dan pedih sekali, Kakang !

Tolong Kakang, panas …. Panas sekali Kakang ! “

Jaka Welas berusaha mengeluarkan adiknya dari dalam sumur. Dengan sekuat tenaga Jaka Welas berhasil mengeluarkan Ni Wilis dari dalam sumur itu. Betapa terkejutnya seluruh badan Ni Wilis tumbuh bintik – bintik putih seperti kena sakit kudis. Ni Wilis merintih menyayat hati.

“ Kakang… aku tidak kuat lagi Kakang.

Sakit Kakang…..

Sakit sekali rasanya ! “

“ Sabar Ni Wilis, bersabarlah,” hibur Jaka Welas.

Dengan sabar Jaka Welas merawat adiknya. Mereka tidak jadi melanjutkan perjalanan. Sekujur tubuh Ni Wilis penuh bercak – bercak putih. Semenjak saat itu nama Ni Wilis diganti menjadi Ni Blorok, karena sekujur tubuhnya dipenuhi dengan bintik – bintik putih seperti ayam blorok.

Setelah keadaan Ni Wilis betul – betul sudah pulih dan sehat kembali, mereka melanjutkan perjalanan mencari Pusaka Kyai Gobang. Sampailah mereka di hutan yang ditumbuhi pohon maja. Hutan itu kelihatan angker dan menyeramkan.

Jaka Welas ingat akan pesan ayahnya supaya tidak memasuki hutan maja. Menurut ayahnya hutan maja sangat berbahaya. Hutan maja adalah hutan larangan, jalmo moro jalmo mati.

Lain halnya dengan Ni Wilis, ia bertekat memasuki kawasan yang dilarang itu. Ia merasa tertantang dengan pesan ayahnya. Di situlah kakak beradik Jaka Welas dan Ni Wilis berselisih paham. Ni Wilis yang keras kepala tidak mau mendengarkan nasehat kakaknya.

“ Wilis adikku, dengarkan nasehatku.

9

Page 11: Asal Mula Watu Blorok

Saya minta jangan masuk hutan larangan ini adikku.

Itu berbahaya, ingat pesan ayah, Wilis ! “

Dasar mental tempe, muak aku mendengarnya.” Jawabnya ketus.

“ Jangan adikku….. jangan !

Kita tidak boleh masuk hutan maja.” Jaka Welas menyadarkan adiknya.

“ Tidak Kakang ! Jangan harap aku menurut nasehat Kakang. Apa pun yang terjadi aku harus masuk ke hutan maja. Kalau Kakang tidak punya nyali…… itu terserah, biarkan saya masuk sendiri,” tantang Ni Wilis.

Maka terjadilah pertengkaran antara Jaka Welas dan Ni Wilis. Jaka Welas tetap melarang Ni Wilis untuk tidak memasuki hutan maja.

Merasa dihalangi niatnya Ni Wilis naik pitam, dihajarnya Jaka Welas habis – habisan. Pada awalnya Jaka Welas tidak melawan tapi pada akhirnya perkelaian hebat tidak dapat dihindarkan. Perkelaian satu lawan satu. Mereka sama – sama kuat. Mereka saling menghajar, mereka sama – sama tidak mau mengalah, mereka lupa daratan. 

Sementara itu Wiro Bastam yang sedang bersemedi di Puncak Gunung Wilis merasa ada sesuatu yang terjadi dengan ke dua anaknya yang sedang berkelana. Wiro Bastam berangkat menyusul anaknya yang sedang mencari Pusaka Kerajaan Tombak Kyai Gobang.

Betapa terkejutnya Wiro Bastam, di hamparan hutan maja itu tengah terjadi perkelaian hebat. Ni Wilis dengan sombongnya menghajar Jaka Welas dengan habis – habisnya. Demikian juga Jaka Welas mengimbangi serangan Ni Wilis tidak kalah hebatnya. Suara tombak berdencing di angkasa.

Dengan suara lantang penuh dengan kemarahan Wiro Bastam menghentikan perkelaian ke dua anaknya.

“ Berhenti ….. !”

“ Berhenti kataku ! “

“ Hai Welas dan Wilis ada apa dengan kalian. Aku tidak menyangka kalian sepicik itu ! “

10

Page 12: Asal Mula Watu Blorok

Kedua anak Wiro Bastam membisu seribu bahasa. Mereka tidak menjawab pertanyaan ayahnya. Wiro Bastam semakin marah melihat tingkah anaknya. Dengan geramnya dibentaknya Jaka Welas dan Ni Wilis.

“ Hai Welas dan Wilis, tidak dengarkah kalian.”

Jaka Welas dan Ni Wilis tetap membisu.

“ Jawab Welas ! Jawab kataku ! “

“ Jawab Wilis, jangan membisu ! “ wajah Wiro Bastam merah padam.

“ Kalian memang anak yang tak tahu diri, Ayah menyesal dengan sikap kalian “

“ Bundamu pasti sedih melihat tingkah laku kalian “

“ Dasar dablek…… kepala batu, Kalian memang seperti batu.”

Wiro Bastam benar – benar sudah tidak bisa menahan emosi, karena sikap ke dua anaknya.

 Betapa terkejutnya Wiro Bastam, bersamaan dengan itu tiba – tiba matahari padam seketika, bumi berguncang hebat, suara petir menggelegar membelah angkasa, hujan turun dengan derasnya. Jeritan pilu Ni Wilis menyayat hati.

“ Ayah …… Ma …… afkan Blorok, ayah …… ! “

Seketika itu pula Ni Wilis dan Jaka Welas berubah wujud. Mereka berubah menjadi batu.

Wiro Bastam menangisi ke dua anaknya.

“ Tidak ….. ! ‘

“ Jangan tinggalkan ayah, anakku ! “

“ Jangan Welas ….. jangan ! “

“ Jangan Wilis …… jangan ! “

“ Kembalilah anakku….. kembalilah ! “ ratap Wiro Bastam mengiringi kepergian Jaka Welas dan Ni Blorok. Namun Jaka Welas dan Ni Blorok tidak bisa berubah lagi. Mereka tetap menjadi batu yang diam untuk selama – lamanya.

11

Page 13: Asal Mula Watu Blorok

Wiro Bastam tidak menyangka akan terjadi musibah terhadap ke dua anaknya. Wiro Bastam menyesal dengan apa yang terjadi, apa yang ia ucapkan ternyata menjadi kutukan bagi ke dua anaknya. Namun semua sudah terlambat, semua sudah terlanjur, nasi sudah menjadi bubur. Penyesalan kemudian tiada guna.

Setiap malam Wiro Bastam bersimpuh di samping batu penjelmaan Ni Blorok. Wiro Bastam berdoa untuk ke dua anaknya, memohonkan ampun atas segala kesalahannya. Wiro Bastam merasa bersalah, ia merasa tidak bisa mendidik ke dua anaknya. Kesalahan itu menjadikan penyesalan seumur hidupnya.

Kini Wiro Bastam hidup sendiri. Tiada istri, tiada anak, tiada saudara. Sehari – hari yang ia lakukan hanyalah mengabdikan diri sebagai hamba Allah untuk menebus segala kesalahannya. Disaat hatinya sedang rindu kepada ke dua anaknya Wiro Bastam selalu hadir di tempat ke dua anaknya menjelma menjadi batu. Sekelebat bayangan gadis cantik melintas dihadapannya. Wiro Bastam tersentak kaget. Bayangan itu seakan melambaikan tangan kepadanya. Untuk mengenang kepergian anaknya Wiro Bastam menamakan tempat yang bersejarah itu dengan nama “ Watu Blorok “.

Watu Blorok sampai sekarang masih ada, tak jauh dari tempat itu ada sebuah sumur tua yang kabarnya diberi nama “ Sumur Upas “. Ke dua tempat itu berada di rerimbunan hutan pohon kayu putih tepatnya di perbukitan antara Kecamatan Jetis dan Kecamatan Dawarblandong Mojokerto Jawa Timur.

Jaman semakin maju, jalan menuju kawasan “ Watu Blorok “ sudah beraspal. Sekarang tempat itu sering dijadikan tujuan wisata lokal di rerimbunan hutan kayu putih yang udaranya masih segar bersih dari polusi.

Ada sebagian masyarakat yang masih meyakini bahwa “ Watu Blorok “ menyimpan misteri. Watu Blorok tempat yang Wingit. Terlepas dari rasa percaya dan tidak, di tempat itu sering adanya penampakan sekelebat wanita cantik berambut panjang terurai, berdiri di pinggir jalan menunggu seseorang. Penampakan gadis cantik berambut panjang di malam hari menjadi fenomena masyarakat sekitar Watu Blorok. Gadis cantik berambut panjang itu diyakini jelmaan Ni Blorok atau Ni Wilis. Bayangan gadis cantik itu sering nampak di malam hari, terutama pada malam bulan purnama.

Sumber:

Nugraha, muntamah. “Watu Blorok”. 11 Juni 2012.http://muntamah.com/asal-asul-watu-blorok.html

12