Artikel6_2

29
FORMULASI DAN U SULFAT MENGGUNA PRO UJI IN VITRO GRANUL MUKOADESIF SAL AKAN KOMBINASI POLIMER CARBOPO HIDROKSIPROPIL SELULOSA ARTIKEL Oleh : Deni Anggraini 0921213010 OGRAM STUDI MAGISTER FARMASI PASCASARJANA UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011 LBUTAMOL OL 940P DAN

Transcript of Artikel6_2

Page 1: Artikel6_2

FORMULASI DAN UJI IN VITRO GRANUL MUKOADESIF SALBUTAMOL

SULFAT MENGGUNAKAN KOMBINASI POLIMER CARBOPOL 940P DAN

HIDROKSIPROPIL SELULOSA

ARTIKEL

Oleh :

Deni Anggraini

0921213010

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2011

FORMULASI DAN UJI IN VITRO GRANUL MUKOADESIF SALBUTAMOL

SULFAT MENGGUNAKAN KOMBINASI POLIMER CARBOPOL 940P DAN

HIDROKSIPROPIL SELULOSA

ARTIKEL

Oleh :

Deni Anggraini

0921213010

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2011

FORMULASI DAN UJI IN VITRO GRANUL MUKOADESIF SALBUTAMOL

SULFAT MENGGUNAKAN KOMBINASI POLIMER CARBOPOL 940P DAN

HIDROKSIPROPIL SELULOSA

ARTIKEL

Oleh :

Deni Anggraini

0921213010

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2011

Page 2: Artikel6_2

ABSTRAK

Sistem penghantaran obat mukoadesif memperpanjang waktu tinggal sediaan di

lokasi aplikasi atau memperpanjang waktu absorbsi dan memfasilitasi kontak yang rapat

antara sediaan dengan permukaan absorpsi sehingga dapat memperbaiki dan atau

meningkatkan kinerja terapi obat.

Telah dilakukan formulasi dan uji in vitro granul mukoadesif salbutamol sulfat

menggunakan kombinasi polimer carbopol dan hidroksipropil selulosa. Granul mukoadesif

dibuat dalam berbagai jumlah kombinasi polimer Carbopol dan hidroksipropil selulosa

dengan metoda granulasi basah menggunakan PVP K-30 3% dalam etanol.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh kombinasi polimer terhadap

kemampuan mukoadesif dan profil pelepasan salbutamol sulfat dalam granul. Profil

pelepasan salbutamol sulfat dalam granul mukoadesif ditentukan dengan uji disolusi

menggunakan metoda basket dan aquadest sebagai medium disolusi. Kemampuan

mukoadesif di uji dengan uji wash off dan uji mukoadesif in vitro yang di modifikasi.

Granul salbutamol sulfat yang dibuat dengan kombinasi hidroksipropil selulosa dan

carbopol 940P dengan berbagai perbandingan memiliki sifat mukoadesif yang baik. Granul

dengan perbandingan HPC dan Carbopol yang paling baik sifat mukoadesifnya yaitu

granul F2 & F3 dengan perbandingan Carbopol yang lebih tinggi ( 1; 3 ; 1: 4 ).

Granul salbutamol sulfat yang di buat dengan kombinasi polimer HPC dan

karbopol 940P dapat mengendalikan pelepasan zat aktif salbutamol sulfat dibandingkan

granul yang tidak mengandung polimer.

Formula yang paling ideal yang dapat mengurangi laju disolusi yaitu F2 dengan

perbandingan HPC dan Carbopol 940P 1 : 3 melepaskan 39,9 % salbutamol sulfat dalam

medium aquadest dalam waktu 8 jam. Kinetika laju pelepasan formula F2 mengikuti

persamaaan Higuchi dengan mekanisme pelepasan secara difusi.

Page 3: Artikel6_2

PENDAHULUAN

Pada awal tahun 1980-an, konsep adesif mukosal atau mukoadesif mulai

dikenalkan dalam sistim penghantaran obat terkendali. Mukoadesif adalah polimer

sintetik atau alam yang berinteraksi dengan lapisan mukus yang menutupi permukaan

epithelial-permukaan dan molekul mucin yang merupakan konstituen utama dari mukus

(Agoes, 2008)

Sistem penghantaran obat mukoadesif memperpanjang waktu tinggal sediaan di

lokasi aplikasi atau memperpanjang waktu absorbsi dan memfasilitasi kontak yang rapat

antara sediaan dengan permukaan absorpsi sehingga dapat memperbaiki dan atau

meningkatkan kinerja terapi obat. Dalam beberapa tahun terakhir banyak sistem

penghantaran obat mukoadesif telah dikembangkan untuk penggunaan oral, bukal, nasal,

rektal, dan rute vagina untuk efek sistemik dan lokal (Agoes, 2008)

Bioadesif didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana dua material yang salah

satunya bersifat biologis menjadi bersatu untuk periode waktu yang cukup lama karena

adanya forsa antar muka. Dapat juga berarti kemampuan suatu bahan (sintetis atau

biologis) untuk melekat pada suatu jaringan biologi untuk periode waktu yang lama (

Ahuja et. al, 1997)

Daerah di dalam tubuh yang memiliki lapisan mukus adalah saluran pencernaan,

saluran urogenital, pernafasan, telinga, hidung, dan mata. Daerah tersebut merupakan

lokasi potensial untuk penghantaran obat dengan menggunakan sisitem bioadesif. Dalam

penghantaran obat secara oral, absorbsi obat dibatasi oleh waktu tinggal obat pada saluran

pencernaan. Karena beberapa obat hanya di serap pada bagian atas usus halus, maka

Page 4: Artikel6_2

mengalokasikan obat tersebut dengan sistem penghantaran oral di lambung atau usus

halus akan meningkatkan penyerapannya secara bermakna dan akan meningkatkan

ketersediaan hayati obat (Kamath & Park, 1992, ; Ahuja et. al, 1997)

Material mukoadesif kebanyakan adalah dalam bentuk sintetis, hidrofilik alami,

atau polimer yang tidak larut air dan mampu membentuk sejumlah ikatan hidrogen karena

adanya gugus karboksil, sulfat atau gugus hidroksi. Polimer sintetis misalnya karbomer,

hidroksi propil selulosa (HPC), hidroksi propil metil selulosa (HPMC), hidroksi etil

selulosa, natrium karbolsimetil selulosa, polimer metakrilat dan polikarbonil. Polimer

alami misalnya xantan gum, natrium alginat, gelatin, akasia, dan tragakan. Polimer

bioadesif bukan saja mampu memberikan efek adesif tetapi juga dapat mengkontrol laju

pelepasan obat (Lenaerts et. al, 1990)

Salbutamol sulfat adalah agonis beta-2 adrenergik yang secara luas digunakan

dalam pengobatan asma dan penyakit paru obstruktif. salbutamol sulfat memiliki t ½

elimininasi yang pendek (2,7 jam s/d 5,5 jam) dan penyerapannya tidak sempurna di

saluran cerna. Bila diberikan secara oral biovailabilitas sistemik hanya 50% (Martindale,

2005).

Hidroksi propil selulosa (HPC) adalah polimer dengan berat molekul tinggi (50.000

– 1.250.000) yang larut dalam air dan pelarut organik, praktis tidak larut dalam

hidrokarbon alifatis dan hidrokarbon aromatis, karbon tetrakoorida, petroleum, gliserin

dan minyak. HPC banyak digunakan sebagai bahan penyalut dan bahan pengikat tablet

(Wade & Waller, 1986).

Carbopol® 940P adalah polimer dari asam akrilat dengan berat molekul tinggi (7 x

105 – 4 x 109) yang larut dalam air, etanol 95% dan gliserin. Banyak digunakan untuk zat

Page 5: Artikel6_2

bioadesif, pengemulsi, suspending agent, dan sebagai bahan pengikat tablet (Wade,

Waller,1986). Karbopol 940P memiliki sifat bioadesif yang paling baik tetapi bersifat

mengiritasi saluran cerna. Sifat iritasi dari Carbopol® 940P dapat dikurangi dengan

mengkombinasikannya menggunakan polimer lain seperti polimer derivat selulosa (

Ahuja, et. al, 1990)

Berdasarkan latar belakang diatas maka di rancang sediaan granul bioadesif

salbutamol sulfat menggunakan variasi polimer mukoadesif Carbopol® 940P, dan

hidroksi propil selulosa (HPC).

Page 6: Artikel6_2

METODE PENELITIAN

1. Pemeriksaan Kemurnian Salbutamol Sulfat

Pemeriksaan kemurnian salbutamol sulfat meliputi : pemeriksaan organoleptis,

kelarutan, titik lebur, susut pengeringan, sisa pemijaran, dilakukan dengan cara yang

tercantum dalam Farmakope Indonesia Edisi IV.

2. Pemeriksaan Kemurnian Bahan Pembantu

Pemeriksaan dilakukan menurut persyaratan yang tertera dalam Handbook of\

Pharmaceutical Excipient.

3. Studi Ketercampuran Salbutamol Sulfat dengan Eksipien

Studi ketercampuran salbutamol sulfat dilakukan terhadap salbutamol sulfat murni,

Carbopol® 940P, hidroksipropil selulosa, laktosa, dan granul salbutamol sulfat dengan

menggunakan FTIR dan DTA.

a. Pemeriksaan Spektrum IR

Granul salbutamol sulfat, eksipien, campuran eksipien serta salbutamol sulfat

murni dibuat dalam bentuk pellet KBr. Caranya kira-kira 1 -2 mg dicampur dengan 10 mg

Kbr didalam lumpang kemudian digerus hingga homogen. Campuran tersebut dikempa

dengan tekanan hidrolik sebesar 10 ton sehingga cakram yang transparan diperoleh.

Spektrum diukur dengan menggunakan spektroskopi IR pada bilangan gelombang 400 –

4000 cm-1

Page 7: Artikel6_2

b. Analisis Termal dengan Differential Thermal Analysis (DTA)

Analisis dilakukan dengan menggunakan alat DTA. Sampel serbuk lebih kurang 2-

6 mg dimasukkan dalam panci aluminium yang ditutup. Alat dioperasikan dengan

kecepatan pemanasan 10O C per menit dalam rentang temperatur 50-220 oC.

4. Pembuatan Granul Mukoadesif Salbutamol Sulfat

Masing-masing formula granul mengandung 4 mg salbutamol sulfat untuk setiap

100 mg granul yang dibuat dengan cara granulasi basah menggunakan bahan pengikat

larutan PVP K-30 3% dalam etanol serta kombinasi polimer dengan jumlah yang

bervariasi. Komposisi dari masing-masing formula dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel I. Komposisi Granul Mukoadesif

No

kode

Salbutamol

sulfat (4%)

Polimer

(50%)

HPC:CP

(%)

PVP

Dalam etanol

3%

Lactosa

(100%-50% -

4% - 0,3%)

(%)

F1 4 mg 25 : 25 0,3 g 45,7

F2 4 mg 12,5 : 37,5 0,3 g 45,7

F3 4 mg 10 : 40 0,3 g 45,7

F4 4 mg 20: 30 0,3 g 45,7

F5 4 mg 30 :20 0,3 g 45,7

F6 4 mg 40 : 10 0,3 g 45,7

F7 4 mg 37,5 : 12,5 0,3 g 45,7

F8 4 mg 0 0,3 g 95,7

Page 8: Artikel6_2

Masukkan salbutamol sulfat, laktosa dan polimer satu persatu sedikit demi sedikit,

haluskan dengan menggunakan mortir dan stanfer. Tambahkan larutan pengikat PVP K-

30 3% dalam etanol secukupnya sampai terbentuk masa yang basah dan dapat dikepal.

Lewatkan massa yang basah pada ayakan ukuran 12 mesh. Keringkan granul yang basah

pada temperatur 50oC selama 45 menit. Ayak granul yang telah dikeringkan dengan

ayakan no 14 mesh

5. Penetapan kandungan salbutamol sulfat dalam granul

1. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum salbutamol sulfat dalam

dapar pospat pH 6,8

Larutan induk salbutamol sulfat dibuat dengan cara melarutkan 10 mg salbutamol

sulfat dalam 100 ml dapar pospat pH 6,8. Pipet 4 ml larutan induk ini kedalam labu ukur

25 ml kemudian tambahkan dapar pospat sampai tanda batas sehingga diperoleh

konsentrasi 0,016 mg/ml. Ukur serapannya pada panjang gelombang 230-350 nm dengan

menggunakan spektofotometer UV. Tentukan panjang gelombang maksimal salbutamol

sulfat.

2. Pembuatan kurva kalibrasi salbutamol sulfat

Dibuat seri larutan kerja dengan konsentrasi 12, 14, 16, 18, dan 20 mcg/ml dalam

dapar pospat, kemudian ukur serapannya pada panjang gelombang serapan maksimum

salbutamol sulfat, tentukan persamaan regresi.

Page 9: Artikel6_2

3. Penetapan kadar salbutamol sulfat (Anonim, 1999)

Granul ditimbang 100 mg dari masing-masing formula, kemudian masukkan

kedalam labu ukur 50 ml, larutkan dalam dapar pospat pH 6,8. Pipet 5 ml larutan ini

kedalam labu ukur 25 ml, encerkan dengan dapar pospat sampai tanda batas, isonikasi

selama 1 jam Ukur serapan masing-masing larutan pada panjang gelombang serapan

maksimum dengan spektrofotometer UV. Konsentrasi zat aktif dalam granul dapat

ditentukan dengan menggunakan kurva kalibrasi

6. Evaluasi Granul

a. Sudut Istirahat (Aulthon, 1988 ; Lachman, 1988)

Sudut istirahat ditentukan dengan tabung silinder berukuran tertentu, diletakkan pada

permukaan horizontal. Serbuk yang akan ditentukan dimasukkan kedalam tabung.

Permukaan serbuk diratakan. Tabung silinder perlahan diangkat sampai serbuk

meninggalkan tabung, kemudian tinggi puncak tumpukan serbuk dan diameternya di ukur.

Sudut istirahat dihitung dengan persamaan :=b. Bj Nyata ( Aulthon, 1988)

10 gram serbuk ditimbang (Wo), dimasukkan kedalam gelas ukur 25 ml, catat

volumenya (Vo). =c. Bj Mampat (Aulthon, 1988)

Page 10: Artikel6_2

20 gram serbuk ditimbang (Wo), dimasukkan kedalam gelas ukur 100 ml. Permukaan

serbuk diratakan, kemudian diketuk 1250 kali. Volume dicatat (V1), kemudian

pengetukan diulang 1250 (V2). Apabila selisih V2 dan V1 tidak lebih 2 ml maka yang

digunakan V1 =d. Bj Benar (Aulthon, 1988)

Piknometer yang diketahui volumenya (a), ditimbang beratnya (b), kemudian diisi

dengan parafin cair dan ditimbang (c). Berat jenis parafin dihitung dengan persamaan :Bj = ( )2 gram serbuk dimasukkan kedalam piknometer, ditimbang beratnya (d). Parafin

cair ditambahkan kedalam piknometer sampai kira-kira setengahnya, ditutup dan

dibiarkan selama 5 menit sambil digoyang, kemudian ditambah parafin cair hingga pikno

penuh dan ditimbang kembali (e) :

Bj benar = ( )( ) ( )Porositas =(1 – ) x100%

% kompresibilitas = x 100%

Faktor Hausner =

Page 11: Artikel6_2

e. Penentuan Daya Penyerapan Air

Masing-masing formula granul ditimbang 1 gram dan diletakkan diatas corong

Hirsch Enslin, kemudian dicatat jumlah air yang diserap tiap selang waktu 5 menit dengan

membaca skala pada alat. Pengujian dilakukan sampai 1 jam atau sampai jumlah air yang

diserap konstan. Dibuat kurva hubungan jumlah air yang di serap terhadap waktu (menit)

7. Laju Pelepasan Obat In vitro (uji disolusi)

1. Penentuan Panjang Gelombang Serapan Salbutamol Sulfat dalam Medium

Disolusi.

Larutan induk salbutamol sulfat dibuat dengan cara melarutkan 10 mg salbutamol

sulfat dalam 100 ml air suling . Dipipet 5 ml larutan induk kedalam labu ukur 25 ml,

kemudian tambahkan aquadest sampai tanda batas. Lakukan pengukuran pada panjang

gelombang serapan 230 nm – 350 nm dengan menggunakan spektrofotometer UV.

Tentukan panjang gelombang maksimal.

2. Pembuatan kurva kalibrasi

Dibuat seri larutan kerja dengan konsentrasi 8, 10, 12, 14, dan 16 mcg/ml, kemudian

diukur serapannya pada panjang gelombang serapan maksimum dalam aqudest, tentukan

persamaan regresi.

3. Uji Disolusi

Pengujian disolusi dari granul salbutamol sulfat dilakukan dengan metoda basket

dengan kecepatan 50 rpm. Labu diisi dengan medium disolusi aquadest sebanyak 900 ml

Page 12: Artikel6_2

dengan suhu diatur pada 37 ± 0,5 oC Setelah suhu tersebut tercapai , masukkan 600 mg

granul (setara dengan 24 mg salbutamol sulfat) ke dalam labu disolusi. . Larutan dalam

labu di pipet sebanyak 5 ml pada menit ke 5, 15, 30, 45 60, 120, 180, 240, 360, dan 480.

Pada setiap pemipetan, larutan dalam labu diganti dengan medium disolusi volume yang

sama dan dilakukan pada suhu yang sama pada waktu pemipetan. Cairan yang diambil

diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum dengan spektroskopi UV,

ditentukan berapa persen obat yang dilepaskan pada waktu tertentu dengan menggunakan

kurva kalibrasi, lalu ditentukan kinetika laju pelepasannya.

8. Uji Mukoadesif

Pembuatan cairan lambung

Larutkan 2 gram NaCl dalam 7 ml HCl, kemudian campuran ini digenapkan

dengan air suling hingga 1 liter dan diperiksa pada pH 1,2 ± 0,1.

Pembuatan cairan usus buatan

Campurkan 6,8 gram kalium hidrogen pospat dalam 250 ml air suling dengan 190

ml larutan NaOH 0,2 N yang telah diencerkan hingga 400 ml, selanjutnya pH campuran

diatur hingga 7,5 ± 0,1 dengan penambahan NaOH 0,2 N dan digenapkan dengan air suling

hingga 1 liter.

Penyiapan membran mukosa lambung dan usus

Kelinci yang dipilih adalah kelinci yang sehat dengan bobot 1 kg. Sehari sebelum

pengujian kelinci dipuasakan terlebih dahulu. Kelinci dikorbankan dengan cara dislokasi

leher menggunakan kloroform. Lakukan pembedahan pada bagian abdominal, kemudian

Page 13: Artikel6_2

organ lambung dan usus diambil, cuci dengan larutan NaCl fisiologis. Masing-masing

direndam dalam cairan lambung dan cairan usus buatan.

Uji mukoadesif in vitro (Erizal, 2002)

1. Jaringan lambung dibuka sepanjang lengkung kecil dan dicuci dalam 10 ml cairan

lambung buatan. Usus halus dipotong secara lateral dan di cuci dalam 10 ml cairan

usus buatan.

2. Jaringan lambung ukuran kira-kira 2 x 2 cm atau jaringan usus halus sepanjang 6

cm dilekatkan pada penyokong teflon kemudian ditempatkan pada sel silendris.

3. Sejumlah granul ditempatkan merata di atas mukosa lambung dan usus, granul

dibiarkan kontak dengan mukus selama 20 menit, kemudian sel silendris diatur

pada posisi kemiringan 45o.

4. Jaringan mukosa lambung dan usus dielusi dengan cairan lambung dan cairan usus

buatan selama 5 menit dengan kecepatan alir 22 ml/menit, dan jumlah granul yang

masih melekat pada jaringan lambung dihitung. Lakukan dua kali pengulangan.

5. Hitung jumlah adhesi dengan rumus sbb :

Na = (N / No) x 100

Keterangan : Na = jumlah adesi

No = jumlah total partikel yang digunakan

N = jumlah partikel yang lekat pada substrat

Page 14: Artikel6_2

Uji Wash off

Jaringan lambung atau usus ditempelkan pada kaca objek dengan lem

sianoakrilat dan ujung jaringan dikunci dengan parafilm. Sejumlah granul ditempatkan

merata pada mukosa lambung dan usus kelinci, tempatkan pada tabung kaca dan

dimasukkan kedalam alat uji desintegrasi. Alat uji desintegrasi digerakkan naik turun

30 kali permenit. Jumlah granul yang melekat dihitung setiap 30 menit selama 2 jam.

Lakukan dua kali pengulangan.

Page 15: Artikel6_2

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

Pemeriksaan zat aktif salbutamol sulfat memenuhi persyaratan Farmakope

Indonesia Edisi IV meliputi : pemerian, kelarutan dan sisa pijar (Lampiran 2 Tabel II).

Pemeriksaan bahan baku hidroksi propil selulosa, Carbopol® 940P, dan laktosa memenuhi

persyaratan yang terdapat dalam Handbook of Pharmaceutical Excepient

Hasil evaluasi granul secara keseluruhan dapat di lihat pada Lampiran 6 Tabel VII

meliputi: sudut istirahat, bj nyata, bj mampat, bj benar, faktor Hausner, persen

kompresibilitas dan persen porositas.

Hasil perolehan kembali dan penetapan kadar dari masing-masing formula

menunjukkan masing-masing formula telah memenuhi keseragaman kadar yaitu nilai

kandungan salbutamol sulfat dalam granul berada di antara 98,5% - 101%.

Hasil uji disolusi masing-masing formula dalam medium aquadest menunjukkan

bahwa disolusi ke-tujuh formula yang menggunakan kombinasi polimer dapat diperlambat

dibandingkan formula 8 yang tidak menggunakan polimer.

Hasil uji daya mukoadesif dan uji wash off menunjukkan bahwa formula yang

mengandung polimer lebih mampu bertahan dilambung dan usus dalam waktu 5 menit

setelah dielusi dengan cairan lambung dan usus dibandingkan formula yang tidak

mengandung polimer.

PEMBAHASAN

Dalam merancang sediaan obat diperlukan pertimbangan karakterisasi biologi,

fisika, kimia dari semua bahan obat yang digunakan. Semua bahan harus tercampur

Page 16: Artikel6_2

homogen satu dengan yang lainnya untuk menghasilkan suatu obat yang aman dikonsumsi

(Ansel, 1989). Pemeriksaan dimulai dari pemeriksaan bahan baku kemudian dilanjutkan

dengan pemeriksaan bahan tambahan, dimana dalam penelitian ini memberikan hasil yang

memenuhi syarat.

Dalam sistem penghantaran obat secara oral, penyerapan obat seringkali dibatasi

oleh waktu tinggal obat disaluran cerna atau usus (Kamath & Park, 1992 ; Ahuja et.al,

1997) . Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan waktu tinggal

obat di saluran cerna, diantaranya adalah sistem penghantaran obat mukoadesif, sistem

mengapung, dan sistem mengembang (Fukuda et. al, 2006). Sistem penghantaran obat

mukoadesif merupakan suatu sistem yang menyebabkan sediaan dapat terikat pada

permukaan sel epitel lambung dan memperpanjang waktu tinggal di dalam lambung

dengan peningkatan durasi kontak antara sediaan dan membran biologis sehingga dapat

memperbaiki ketersediaan hayati obat (Ahuja et.al, 1997 ; Lenaert & Gurry, 1990 ;

Duchene et.al, 1988). Untuk tujuan penghantaran obat, istilah mukoadesif digunakan

apabila sasaran adesif adalah suatu mukus yang melapisi jaringan. Mukoadesif

didefenisikan sebagai suatu interaksi antara mucin dengan polimer sintetis atau alami

(Ahuja et.al, 1997).

Pemilihan polimer mukoadesif yang digunakan untuk sistem penghantaran

mukoadesif adalah berdasarkan kekuatan mukoadesif dan sifat polimer tersebut terhadap

pelepasan zat aktif ( Llabot et. al, 2008). Polimer hidrofilik seperti Carbopol® secara

signifikan dapat meningkatkan bioadesif tetapi menurunkan laju pelepasan obat (Anil et.al

2000 ; Agoes et. al, 2000). Carbopol® merupakan bioadesif yang baik, tetapi bersifat

mengiritasi mukosa. Sifat iritasi ini dapat dikurangi dengan cara mengkombinasikannya

Page 17: Artikel6_2

dengan polimer bioadesif lain yang tidak bersifat mengiritasi seperti derivat selulosa

(Ahuja et.al, 1997). Dalam penelitian ini digunakan kombinasi Carbopol® 940P dengan

hidroksipropil selulosa dalam berbagai variasi jumlah dengan tujuan untuk mencari

kombinasi yang paling bagus sifat mukoadesifnya dan dapat mengendalikan laju pelepasan

zat aktif.

Metode yang digunakan dalam membuat granul mukoadesif salbutamol sulfat

adalah metode granulasi basah dengan menggunakan larutan pengikat PVP K-30 3%

dalam pelarut etanol. Metode ini cocok digunakan karena zat aktif salbutamol sulfat stabil

terhadap pemanasan (Lachman, 1994).

Hasil evaluasi granul menunjukkan bahwa semua formula granul telah memenuhi

persyaratan untuk sudut istirahat < 30o dan faktor Hausner < 1,25 (Aulthon, 1988). Nilai

sudut istirahat (θ) yang tinggi mengindikasikan sifat aliran serbuk yang jelek dan biasanya

ukuran partikelnya lebih kecil. Nilai sudut istirahat (θ) yang rendah memperlihatkan sifat

alir yang baik dan ukuran partikelnya biasanya lebih besar. (Voight, 1994). Faktor Hausner

dapat digunakan karakterisasi kemampuan mengalir serbuk. Jika faktor Hausner mendekati

satu dikatakan serbuk tersebut mempunyai sifat yang baik daya alirnya (Halim, 1990).

Persen kompresibilitas formula 5, 6, dan 7 tidak memenuhi persyaratan

kompresibilitas yaitu berturut-turut nilainya adalah 2,4 , 6,9, dan 6,9. Hal ini disebabkan

bentuk partikel formula 5, 6 dan 7 banyak mengandung fine dan serbuk halus.

Kompresibilitas menentukan apakah granul tersebut baik dicetak untuk tablet atau tidak.

Nilai yang terbaik adalah berkisar antara 10 -20 (Lachman, 1994).

Dari hasil uji distribusi ukuran partikel menggunakan ayakan vibrasi terlihat bahwa

rata-rata ukuran partikel berada pada ukuran 1000-2000 µm. Pada penelitian ini uji

Page 18: Artikel6_2

distribusi ukuran partikel terutama digunakan untuk pemilihan ukuran granul yang

seragam yang akan digunakan untuk uji mukoadesif in vitro dan uji wash off (Suryani et.

al, 2009).

Spektroskopi IR bekerja berdasarkan besarnya vibrasi yang dihasilkan oleh atom-

atom yang berinteraksi. Vibrasi dari atom-atom umunya adalah tarik ulur (streching) dan

naik turun (bending). Vibrasi dari atom-atom yang berinteraksi akan menghasilkan

frekwensi tertentu dan muncul pada bilangan gelombang tertentu pada spektrum

(Dachriyanus, 2004)

Spektrum inframerah seluruh formula granul salbutamol sulfat (Lampiran 3

Gambar 7 s/d 14) menunjukkan pergeseran pita absorbsi dan intensitas absorbsi yang

berkurang. Spektrum inframerah salbutamol sulfat menunjukkan pita absorbsi yang tajam

pada bilangan gelombang 3400 cm-1 yang merupakan regang OH dan NH dan pada

bilangan gelombang 1100 cm-1 yang merupakan regang CH3 dan gugus C terkonjugasi.

Spektrum serapan Carbopol menunjukkan pita yang tajam pada bilangan gelombang 1700

cm-1 yang merupakan regang gugus karbonil. Spektrum serapan gugus karbonil ini menjadi

berkurang intensitasnya pada formula granul F1 s/d F7, hal ini karena F1 s/d F7 merupakan

gabungan antara 3 zat yaitu zat aktif dan dua macam zat tambahan. Intensitas yang

berkurang bukan merupakan indikasi terjadinya interaksi kimia. Tidak terjadi interaksi

secara kimia antara salbutamol sulfat dengan eksipien yang dapat menyebabkan

terbentuknya zat baru ditunjukkan dengan spektrum inframerah granul salbutamol sulfat

memberikan puncak pada bilangan yang hampir sama dengan salbutamol sulfat ( berkisar

1100 cm-1 dan 3400 cm-1).

Page 19: Artikel6_2

Studi DTA bermanfaat dalam karakterisasi interaksi keadaan padat antara dua atau

lebih material obat. Analisis DTA digunakan untuk mengevaluasi perubahan sifat

termodinamik yang terjadi pada saat materi diberi energi panas berupa kristalisasi,

peleburan, desolvasi dan transformasi fase padat yang ditunjukkan oleh puncak endoterm

dan eksoterm. Prinsip pengukuran dengan menggunkan DTA yaitu membandingkan suhu

sampel dengan suhu pembanding selama perubahan suhu terprogram. Suhu sampel dan

suhu pembanding akan sama apabila tidak terjadi perubahan, namun pada saat terjadinya

beberapa peristiwa termal seperti pelelehan, dekomposisi, atau perubahan struktur Kristal

pada sampel, suhu dapat berada dibawah apabila perubahannya bersifat endotermik

ataupun diatas apabila perubahan bersifat eksotermik.

Termogram DTA salbutamol sulfat menunjukkan puncak endoterm pada 153 oC,

Carbopol menunjukkan puncak endoterm 154,7 oC, puncak endoterm HPC 206 oC, dan

puncak endoterm lactosa 161 0C. Terjadinya interaksi fisika berupa pergeseran titik lebur

setelah salbutamol sulfat di formula menjadi granul, ditunjukkan oleh spektrum formula

F1, F2, dan F7. Terjadi tiga puncak endoterm pada masing-masing formula tersebut yang

merupakan titik lebur semua komponen yang terdapat dalam F1, F2, F7. Formula F8

merupakan formula yang hanya berisikan salbutamol sulfat dan laktosa. Termogram F8

menunjukkan puncak endoterm yang sama dengan puncak endoterm salbutamol sulfat

(153OC). Hal ini mengindikasikan tidak terjadinya perubahan fisika pada F8.

Penetapan kadar salbutamol sulfat dalam granul dilakukan menurut prosedur yang

tertera pada USP untuk salbutamol tablet menggunakan spektrofotometer UV Vis dengan

prinsip bahwa salbutamol sulfat dilarutkan dalam dapar pospat pH 6,8 dan di ukur pada

panjang gelombang maksimum lebih kurang 224 nm. Dalam penelitian ini diperoleh

Page 20: Artikel6_2

panjang gelombang maksimum salbutamol sulfat dalam dapar pospat pH 6,8 adalah 224,4

nm ( Lampiran 9 Gambar 25). Dari hasil penetapan kadar diperoleh kadar yang sesuai

persyaratan untuk masing-masing formula karena berada dalam rentang 98,5% - 101%.

Keseragaman kandungan menunjukkan homogenitas distribusi obat atau zat aktif dalam

formula granul.

Dari hasil uji daya penyerapan air dengan menggunakan alat Enslin terlihat bahwa

daya penyerapan air untuk masing-masing formula tidak berbeda secara signifikan, tetapi

daya penyerapan air ini berbeda secara nyata dengan F8 yang tidak mengandung polimer

sama sekali. Laju penyerapan air F1 s/d F7 pada menit pertama berlangsung cepat,

kemudian berangsur-angsur lambat pada menit terakhir, hal ini disebabkan karena jumlah

polimer yang digunakan untuk formula 1 s/d formula 7 cukup tinggi (50%), polimer yang

digunakan bersifat hidrofilik sehingga cepat menyerap air. Menit terakhir proses

penyerapan air berlangsung lambat dan akhirnya konstan, hal ini terjadi karena polimer

mengembang membentuk gel yang jenuh oleh air. Terjadinya penurunan laju disolusi pada

semua formula yang mengandung polimer disebabkan juga oleh lapisan gel yang

menghalangi air berdifusi. Terlihat bahwa F8 memiliki laju disolusi yang paling tinggi

dibandingkan seluruh formula yang mengandung polimer.

Penentuan uji disolusi dilakukan dengan menghitung kadar salbutamol sulfat yang

terdisolusi atau terlarut di dalam medium air pada satuan waktu dengan metoda basket.

Pada kurva profil disolusi dapat dilihat bahwa F1 dengan perbandingan HPC dan

Carbopol® sama banyak (1:1) melepaskan salbutamol sulfat secara perlahan (15,8% ) pada

waktu 5 menit dan berangsur naik melepaskan sampai 64,48% setelah 8 jam. Formula 2

dan 3 yang mengandung Carbopol® dengan perbandingan yang lebih tinggi mampu

Page 21: Artikel6_2

memperlambat pelepasan salbutamol sulfat yaitu 40% setelah 8 jam. Formula 4 , 5, 6, dan

7 dengan perbandingan HPC dan Carbopol® 2 : 3 ; 3 : 2 : 4 : 1 ; 3 : 1 , melepaskan

salbutamol sulfat lebih cepat setelah 8 jam yaitu berturut-turut 47,83%, 55,02%, 55,72%,

dan 53,54%, sedangkan F8 yang tidak mengandung polimer bioadesif melepaskan zat aktif

lebih cepat yaitu 83,11% setelah 8 jam.

Dari hasil studi pelepasan in vitro menunjukkan bahwa terjadi penurunan laju

pelepasan zat aktif dengan meningkatnya jumlah Carbopol® 940P. Hal ini membuktikan

bahwa selain bersifat mukoadesif, polimer bioadesif yang digunakan (Carbopol® 940P)

juga dapat mempengaruhi pelepasan zat aktif. Hasil penelitian Duranni et al menunjukkan

bahwa pelepasan obat dari Carbopol dapat terjadi dengan cara difusi melalui pori-pori

mikroviskositas (polimer hydrofusion) atau melalui mekanisme yang dikendalikan oleh

mengembangnya matrik polimer. Partikel Carbopol® yang mengembang diduga menjadi

sawar tambahan bagi pelepasan zat aktif. Secara molekuler mekanisme pelepasan zat aktif

dari polimer yang mengembang terjadi dengan berbagai macam sifat fisika kimia dari

polimer tersebut. Pertama polimer akan menyerap air, membentuk lapisan gel, selanjutnya

rantai polimer akan berelaksasi yang secara primer mengatur pelepasan obat ( Llabot et al,

2008).

Kinetika laju pelepasan obat di olah dengan persamaan kinetika orde nol, orde satu,

Higuchi, Langenbucher dan Korsmeyer-peppas. Formula ideal yang dapat mengurangi laju

disolusi ditunjukkan oleh formula F2. Data untuk formula F2 jika diolah dengan

persamaan Higuchi, Kormeyer-peppas dan Langenbucher menunjukkan hubungan linier

dengan nilai koefisien korelasi berturut-turut adalah 0,985, 0,982 dan 0,982.

Page 22: Artikel6_2

Persamaaan Higuchi menjelaskan bahwa pelepasan obat dari suatu matrik atau

polimer berbanding langsung dengan akar waktu berdasarkan difusi Fickian (Abdou, 1989

; Peppas, 1985). Dengan menggunakan persamaan Kormeyer-peppas mekanisme pelepasan

obat dapat ditentukan. Jika nilai n = < 0,45 pelepasan obat mengikuti hukum difusi Fick.

jika nilai n = 0,45 – 0,89 maka mekanisme pelepasan obat tidak mengikuti hukum Fick,

dan jika nilai n besar dari 0,89 maka mekanisme pelepasan mengikuti kinetika orde 0.

Formula F2 dengan nilai n = 0,197 (< 0,45) mengindikasikan mekanisme pelepasannya

mengikuti hukum difusi Fick. Menurut Fick laju disolusi senyawa padat ditentukan oleh

laju disolusi suatu lapisan tipis dari larutan yang terbentuk disekeliling zat padat. Obat

yang terlarut dalam larutan jenuh berdifusi kedalam pelarut dari daerah konsentrasi tinggi

ke daerah dengan konsentrasi obat rendah (Abdou, 1989).

Daya lekat mukoadesif dari granul yang di formula di uji dengan menggunakan uji

wash off dan uji mukoadesif. Uji wash off bertujuan untuk melihat kemampuan granul

melekat pada ,mukosa lambung dan usus selama 2 jam, sedangkan uji mukoadesif

bertujuan untuk melihat seberapa cepat granul dapat melekat pada mukosa lambung dan

usus dalam waktu 5 menit (Ahuja et.al.,1997, Suryani et.al, 2009). Pengujian ini hanya

dilakukan selama 2 jam, karena setelah 2 jam viabilitas dari jaringan yang digunakan tidak

dapat dipertahankan.

Pada uji mukoadesif (Lampiran 11 Tabel XIV) granul dari semua formula melekat

100% pada mukosa lambung dan usus setelah 5 menit. Hal ini menunjukkan bahwa

penggunaan HPC dan Carbopol® 940P dalam berbagai perbandingan dapat bersifat

bioadesif pada mukosa lambung dan usus. Gambar 39 dan gambar 40 menunjukkan granul

yang menempel sebelum di elusi dan sesudah di elusi dengan cairan lambung. Granul

Page 23: Artikel6_2

terlihat mengembang dan menempel kuat pada mukosa jaringan lambung setelah dielusi.

Secara teoritis fenomena mukoadesif ini berlangsung melalui dua tahap. Tahap pertama

adanya kontak yang erat bahan bioadesif (HPC dan Carbopol® 940P) dengan mukus

akibat pembasahan permukaan atau pengembangan bahan bioadesif. Tahap kedua yaitu

berpenetrasinya bahan bioadesif kedalam celah permukaan jaringan atau interpenetrasi

rantai polimer bioadesif dengan mukus. Selanjutnya akan terjadi ikatan kimia yang lemah

antara polimer dengan mucin (Lenaert, V. M. & R. Gurry.1990).

Hasil uji wash off di lambung dan usus menunjukkan formula yang dapat melekat

di usus 100% setelah 2 jam adalah F2 dan F3 dengan perbandingan konsentrasi Carbopol®

yang lebih tinggi. Carbopol® memiliki derajat pengembangan yang lebih besar dan daya

lekat yang lebih tinggi di bandingkan HPC sehingga granul mampu bertahan lebih lama di

usus ( Anil et.al 2000, Indrawati et. al, 2004). Material bioadesif yang mengandung gugus

karboksilat seperti Carbopol® dalam suasana asam akan menjadi bentuk asamnya yang

akan membentuk ikatan hidrogen dengan asam sialat, rantai oligosakarida, atau pada

protein dari mucin. Pada suasana netral atau sedikit basa material bioadesif akan

terionisasi dan terjadi belitan-belitan gugus karboksilat dalam jumlah besar yang

disebabkan karena adanya gaya tolak menolak diantara muatan ion sejenis dari gugus

karboksilat. Oleh karena itu pada suasana netral atau sedikit basa seperti di usus sebagian

besar ikatan berlangsung melalui penetrasi atau interpenetrasi belitan-belitan tersebut pada

permukaan mukus serta ikatan sambung silang antara belitan dengan mucin (Anil et.al

2000 ; Ahuja et al., 1997 ; Lee et al., 2000 ; Longer et al., 1985).

Kekuatan mukoadesif akan meningkat dengan meningkatnya jumlah polimer,

karena sejumlah polimer tersebut akan menghasilkan gugus fungsi yang terdisosiasi

Page 24: Artikel6_2

(COOH) yang akan terikat dengan asam sialat pada membran mukosa sehingga akan

meningkatkan daya mukoadesif polimer tersebut (Patel. J.K & Patel. M.M 2007).

Interaksi antara polimer mukoadesif dan membrane biologis adalah interaksi elektrostatik

diikuti dengan sambung silang rantai polimer, oleh karena itu muatan permukaan pada

polimer merupakan faktor penting selama proses adesi ((Mortazavi S.A., & Smart J.D.

1993).

Page 25: Artikel6_2

KESIMPULAN

Granul salbutamol sulfat yang dibuat dengan kombinasi hidroksipropil selulosa

dan Carbopol 940P dengan berbagai perbandingan memiliki sifat mukoadesif yang

baik.

Granul dengan perbandingan HPC dan Carbopol yang paling baik sifat

mukoadesifnya yaitu granul F2 & F3 dengan perbandingan Carbopol yang lebih

tinggi ( 1; 3 ; 1: 4 )

Granul salbutamol sulfat yang di buat dengan kombinasi polimer HPC dan

Carbopol 940P dapat mengendalikan pelepasan zat aktif salbutamol sulfat

dibandingkan granul yang tidak mengandung polimer.

Formula yang paling ideal yang dapat mengurangi laju disolusi yaitu F2 dengan

perbandingan HPC dan Carbopol 940P 1 : 3 melepaskan 39,9 % salbutamol sulfat

dalam medium aquadest dalam waktu 8 jam.

SARAN

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk mencoba membuat granul

mukoadesif salbutamol sulfat dengan jumlah kombinasi polimer yang lain sehingga di

peroleh granul yang mampu melepaskan 30% salbutamol sulfat dalam waktu 8 jam

Page 26: Artikel6_2

DAFTAR PUSTAKA

Abdou, HMJ. (1989), Dissolution Bioavailability and Bioequivalence. Pennsylvania :Mach Publishing Company

Ansel, C. H. (1999), Pharmaceutical Dosage Form and Drugs Delivery System, 17th

edition. USA : Lippincot William and Wilkins Inc

Anonim. (1999). The United States of Pharmacopeia (24th edition ). New York : UnitedStates Pharmacopeia Inc

Agoes.G, (2001), Sistem Penghantaran Obat Mukoadesif. Desain Bentuk Sediaan Obat.Teknologi Farmasi Program Pasca Sarjana ITB Bandung.

Agoes.G., Darijanto. S.T., Halim. (2000). Pengembangan Sediaan Bioadesif Saluran CernaKlorpeniramin Maleat. UBI Farmasi, Jurusan Farmasi FMIPA-ITB.

Ahuja, A., Khar, R.K., & Ali, J, (1997), Mucoadhesive Drug Delivery System, Drug DevInd.Pharm 23 (5) : 489 -515

Anil K. Singla, Manish.C & Amarijit.S, (2000). Potential Application of Carbomer in OralMucoadhesive Controled Drug Delivery System : A Review, Drug Developmentand Industrial Pharmacy, 26 (9), 913 -924

Aulthon, M.E. (1988), Pharmaceutic The Science of Dossage Form Design. ChurchilLivingstone, Edin Burg, London, Maelbourne & New York

Banakar, U.V. (1991). Pharmaceutical Dissolution Testing, New York : Marcel Dekkerinc

Bhanja S.B, Ellaiah P, Martha SK, Kar RK, Panigrahi BB. (2009). Buccoadhesive DrugDelivery System of Captopril Formulation and In Vitro Evaluation, J PharmacyResearch 2010, 3 (2), 335-340

Dachriyanus, (2004), Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi, AndalasUniversity Press, Padang

Duchene, D. , F Touchard & N. A. Peppas, (1988). Pharmaceutical and Medical Aspect ofBioadhesive System for Drug Administration. Drug Dev Ind Pharm, 14 (2) ; 283 -318

Durrani, M.J et al, (1994), Studies on Drug Release Kinetics from Carbomer Matrices,Drug Dev. Ind. Phar., 20 (15), 2349-2447

Page 27: Artikel6_2

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope Indonesia (Edisi IV).Jakarta : Depkes RI

Erizal, (2002). Pengembangan Sediaan Lepas Lambat Glibenklamid dengan SistemMukoadesif, Tesis Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung

Fukuda, M., N.A Peppas, J.W. Mc Ginity. (2006). Floating Hot-Melt Extruded Tablets forGastroretentive Controlled Drug Release System. J. Controlled Release 115: 121 –129.

J. M. Llabot, R.H. Manzo, D.A. Allemandi, (2008), Novel Mucoadhesive ExtendedRelease Tablets for Treatment of Oral Candidosis : “ In Vivo” Evaluation of TheBiopharmaceutical Perfomance. J. Pharmaceutical Science Vol 98. No 5

Katzung, B.G. (1989). Farmakologi Dasar dan Klinik (Edisi III). Jakarta : BukuKedokteran EGC

Kamath. K.R & K. Park, (1992), “Mucosal Adhesive Preparation”, in Encyclopedia ofPharmaceutical Technology, Vol. X.Marcel Dekker Inc., New York, 133-159

Lenaert, V. M. & R. Gurry, (1999). Bioadhesive Drug Delivery System. Crc Pres. BoccaRaton

Lee, J.W., Park, J.H., & Robinson, J.R. (2000), Bioadhesive-base Dosage Form : The nextGeneration, J. Pharm Sci, 89 : 7 850-866 (2000)

Longer, M.A., Ch’ng, H.S., & Robinson J.R,(1985) Bioadhesive Polymer as Platform forControl Drug Delivery III : Oral Delivery Cholorotiazid Using BioadhesivePolimer., J. Pharm. Sci 74 : 4, 406-411

Lachman, L., H.A. Lieberman & J.L. Kanig. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri 2.Edisi ketiga. Diterjemahkan oleh Siti Suyatmi. Universitas Indonesia Press, Jakarta.hal: 643-736.

Mortazavi S.A., Smart. J,D., (1993), An investigation into the role of water movement andmucus gel dehydration in muchoadhesion, J. Control Rel, 1993 ; 25 ; 197-203

N.K. Jain, (2000) Controlled and Novel Drug Delivery. Page No: 65-75; 371-377.

Nelly S, Farida S, Astri Fajriani, (2009). Kekuatan Gel Gelatin Tipe B Dalam FormulasiGranul Terhadap Kemampuan Mukoadesif, Makara Kesehatan Vol 13 No 1, Hal1-4

Patel Jk, Patel MM. (2007), Stomach Spesific anti-Helicobacter pylory therapy :Preparation and evaluation of Amoxicilin – loaded Chitosan MucoadehesiveMicrosphere. Cur Drug Delivery 4 : 41-50

Page 28: Artikel6_2

Peppas, A,. N., Litlee, D.M., & Huang, Y. (2000) “Bioadhesive Controled ReleaseSystem”, dalam Handbook of Pharmaceutical Controled Release Technology,Bab22, Wilse, L.D., Editor, Marcel Dekker, Inc, New York, 264

Reynold, J.E.F, (1982), Martindale Extra Pharmacopeia, 28th Ed, The PharmaceuticalPress, London

Sanjay. S. Soni, Rawat, K.M., (2010), In Vitro and In Vivo Evaluation of BuccalBioadhesive Film Containing Salbutamol Sulphate, Chem. Pharm, Bull. 58 (03)307 -311.

Shargel, L., Wu Pong, S., & Yu, A.B.C. (1999). Applied Biopharmaceutics andPharmacokinetics (5th Edition), 85-86, Mc. Singapore : Graw and Hill

Teti. I, Agoes. G., Yulinah. E., Cahyati. Y., (2005). Uji daya Lekat Mukoadesif In Vitrobeberapa Eksipient Polimer Tunggal dan Kombinasinya Pada Lambung dan UsusTikus. Jurnal Matematika dan Sains Vol 10 No 2, hal 45-51.

Voight, R. (1994). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi (Edisi V), diterjemahkan olehSundari Noerono. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

Visnu, M. Patel, Bhupendra. G, Prajapati, Harsa, V. Patel. (2007). Mucoadhesive BilayerTablet of Propanolol Hydrochloride, AAPS PharmSciTech ; 8 (3)

Wade, A. & P.J. Weller. (1994). Handbook of Pharmaceutical Excipient. Second edition.The Pharmaceutical Press, London.

Page 29: Artikel6_2

BIODATA

Penulis dilahirkan pada tanggal 4 Desember 1976 di Pekanbaru sebagai anak kedua

dari Ayah Dodi dan Ibu Ningsih. Penulis menamatkan SD pada tahun 1989 di SD Negeri

02 Bukittinggi , SMP tahun 1992 di SMPN 4 Pekanbaru dan SLTA tahun 1995 pada

Sekolah Menengah Farmasi SMF IKASARI Pekanbaru. Penulis memperoleh gelar Sarjana

Farmasi pada bulan Mei 2003 dan gelar Apoteker pada Universitas Andalas pada bulan

Oktober 2004.

Sejak tahun 2006 sampai sekarang penulis bertugas sebagai staf pengajar di

Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau (STIFAR) Pekanbaru. Penulis telah menikah dan

mempunyai satu orang putra. Pada tahun 2009 memperoleh kesempatan meneruskan

pendidikan pada Program Pascasarjana Universitas Andalas Padang.