Artikel Penelitian Budaya Organisasi Dengan Perilaku Caring

download Artikel Penelitian Budaya Organisasi Dengan Perilaku Caring

of 14

Transcript of Artikel Penelitian Budaya Organisasi Dengan Perilaku Caring

ANALISIS DIMENSI BUDAYA ORGANISASI YANGBERPENGARUH TERHADAP PERILAKU CARING PERAWATLuthfi Fauzy AsriyantoEmail : [email protected]

AbstractQuality health care becomes an absolute must for a health care institution, as a special effect to the image, profits, productivity, and liability. One of the keys of the quality of health services provided by a nurse lies in aspects of attention, empathy, and caring. Based on preliminary studies in PKU Muhammadiyah Temanggung Hospital, it can be concluded that the nurse caring behavior cant be said to be optimal, although the management of the hospital has established a commitment to quality service through its quality policy. This study aims to determine the factors fatherly dimensions of organizational culture that influence nurses caring behavior. The study design used was a cross sectional analytic method in 50 nurses. Analysis of univariate and bivariate data using Pearson correlation test and Spearman, with the result there is no relationship between the dimensions of involvement, consistency, adjustment, and mission with the nurse caring behavior. Multivariate analysis showed that the most influential variable on caring behavior is working lives, so that suggestions for management of the hospital caring for inserting items into standard nursing care and nursing performance appraisal.

Key words: Caring Behavior, Nurses, Organizational Culture

12

1. PENDAHULUANRumah sakit merupakan salah satu institusi penyedia layanan kesehatan yang berfungsi menyelenggarakan pelayanan kesehatan kepada perorangan secara paripurna, baik dalam bentuk pelayanan rawat jalan, rawat inap, maupun gawat darurat (UU No. 44 Tahun 2009). Dalam melaksanakan fungsinya tersebut, rumah sakit berupaya menggabungkan secara bersama-sama semua profesi kesehatan, sarana diagnostik dan terapi, alat-alat dan perbekalan, serta fasilitas fisik ke dalam sistem yang terorganisasi dengan tujuan untuk penghantaran pelayanan kesehatan bagi masyarakat (Siregar, 2003).Keperawatan merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang bertanggung jawab atas terselenggaranya kegiatan-kegiatan dalam upaya meningkatkan dan mempertahankan kualitas pelayanan kesehatan (Aditama, 2004; dalam Putra, Utami dan Jem, 2012). Muhlisin dan Ichsan (2008) mengemukakan bahwa salah satu kunci dari kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh perawat terletak pada aspek perhatian, empati, dan kepedulian (caring).Keperawatan dan caring adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, dan pada dasarnya mengindikasikan bahwa beberapa aktivitas praktek seorang perawat dilakukan dalam rangka proses caring (McFarlane, 1976; dalam Morrison dan Burnard, 2008). Caring adalah ideal moral dalam keperawatan yang dapat menghasilkan perlindungan, peningkatan, dan pemeliharaan martabat manusia (Reilly dan Behrens-Hanna, 1991; dalam Gruendemann dan Fernsebner, 2005). Menurut Watson (2000) dalam Putra, Utami, dan Jem (2012), perilaku caring dalam keperawatan dapat bermanfaat membantu manusia mencapai keharmonisan pikiran, jiwa, dan raga; meningkatkan kemampuan, pengetahuan, kemandirian, pengendalian; serta meningkatkan proses perawatan dan kesembuhan klien sendiri.Selain bermanfaat bagi kesembuhan klien, perilaku caring perawat mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan klien (Duffy dalam Ma, et al, 2014). Anjaswani, Keliat, dan Sabri (2002), dalam Tanjung dan Salbiah (2012), mengungkapkan bahwa perilaku caring perawat akan memungkinkan terjalinnya hubungan interpersonal yang harmonis antara perawat dengan klien. Oleh karena itu, perilaku caring dapat memberikan dukungan psikologis serta emosional kepada klien dan keluarganya, baik secara verbal maupun nonverbal, sehingga dapat meningkatkan rasa aman, keselamatan klien, serta membantu terpenuhinya kebutuhan klien.Perilaku caring perawat mewakili semua faktor-faktor yang digunakan oleh perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada kliennya (Tomey dan Alligood, 2006). Perilaku caring merupakan bagian dari bentuk kinerja perawat, karena caring merupakan aspek dasar dari praktek keperawatan yang bertujuan membantu klien untuk pulih dari sakitnya (Potter dan Perry; dalam Widiharti, Sunaryo, dan Purwaningsih, 2011). Robbins dan Judge (2008) menyebutkan bahwa kinerja perawat dipengaruhi oleh: 1). Variabel tingkat individual, yang meliputi karakteristik pribadi yang berkaitan dengan biografi (usia, jenis kelamin, status pernikahan), kerangka emosional bawaan, nilai dan sikap, serta level kemampuan dasar; 2). Variabel tingkat kelompok, yang meliputi standar perilaku kelompok, rancangan kerja, pola komunikasi, kekuasaan dan politik, kepemimpinan, serta level konflik yang mempengaruhi kelompok; dan 3). Variabel tingkat sistem organisasi, yang meliputi desain organisasi formal, kultur internal organisasi, kebijaksanaan dan praktek sumber daya manusia organisasi (program seleksi, pelatihan dan pengembangan, serta metode evaluasi kerja).Perilaku caring sebagai bagian dari kinerja perawat sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang ada dalam sebuah organisasi. Hal ini berdasar konsep bahwa perilaku caring adalah suatu karakteristik interpersonal yang tidak dapat diturunkan melalui genetik, tetapi dapat dipelajari melalui pendidikan sebagai suatu budaya profesi dalam organisasi (Tomey dan Alligood, 2006).Pada dasarnya budaya suatu organisasi akan cenderung berbeda dengan budaya organisasi lain. Perbedaan ini baru dapat dirasakan apabila seseorang berinteraksi dalam sebuah organisasi untuk jangka waktu tertentu, serta mengenali berbagai karakteristik organisasi melalui budayanya (Hutapea dan Thoha, 2009). Menurut Denison (2000), dalam Alfian (2013), budaya organisasi memiliki empat karakteristik yang diidentifikasi berpengaruh besar terhadap kinerja organisasi, meliputi keterlibatan (involvement), konsistensi (consistency), penyesuaian (adaptability), dan misi (mission).Rumah Sakit (RS) PKU Muhammadiyah Temanggung merupakan organisasi yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan, sebagai wujud amal usaha Persyarikatan Muhammadiyah. Rumah sakit ini didirikan dengan tujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya melalui upaya promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan paliatif secara menyeluruh (MKKM PDM Kab. Temanggung, 2009).Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut, maka perlu adanya dukungan dan upaya-upaya menyeluruh dari setiap pegawai, terutama perawat. Hal ini didasarkan pada realita, bahwa perawat adalah profesi yang paling sering dan lebih lama berinteraksi dengan klien rawat inap. Akan tetapi, perilaku caring yang ditampilkan oleh para perawat di RS PKU Muhammadiyah Temanggung belum dapat dikatakan optimal. Kesimpulan tersebut berdasar laporan Instrumen B (kepuasan pelanggan), hasil wawancara dengan Badan Mutu dan Pencitraan (BMP) RS PKU Muhammadiyah, serta wawancara dengan beberapa Asman ruang rawat inap.Sebagai bagian dari upaya mewujudkan tujuan dan visi rumah sakit, sekaligus dalam rangka memperbaiki diri guna menghadapi persaingan perumahsakitan yang semakin ketat, maka manajemen rumah sakit berkomitmen memberikan pelayanan kesehatan terbaik dan menyeluruh sesuai kebutuhan klien. Komitmen tersebut salah satunya dituangkan dalam kebijakan mutu SOFT dan FAST, yang dapat diartikan sebagai lembut dan cepat, yaitu dimensi yang menjadi salah satu kunci kesuksesan sebuah pelayanan (Adadiyah, 2009). Upaya sosialisasi kebijakan-kebijakan tersebut sebenarnya telah dilakukan, namun internalisasi nilai-nilai dan aplikasinya belum dapat dikatakan berhasil. Kondisi tersebut didukung lemahnya role model dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan.Melihat beberapa konsep di atas, menunjukkan bahwa perilaku caring merupakan salah satu kiat keperawatan yang berdampak terhadap penerimaan klien akan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan. Penelitian ini menjadi penting dilakukan, karena penelitian tentang perilaku caring perawat dalam kaitannya dengan budaya organisasi masih belum banyak dilakukan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor dimensi budaya organisasi yang berpengaruh terhadap perilaku caring perawat di ruang rawat inap RS PKU Muhammadiyah Temanggung.

2. METODE PENELITIANPenelitian ini menggunakan desain analitik dengan metode cross sectional. Dasar pemilihan dan penggunaan metode cross sectional karena pengumpulan data dari masing-masing variabel dapat dilakukan pada satu titik waktu (at one point in time), atau dapat disebut juga fenomena yang diteliti adalah selama satu periode waktu pengumpulan data (Polit dan Beck, 2003; dalam Swarjana, 2012).Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang bertugas di ruang rawat inap RS PKU Muhammadiyah Temanggung. Sedangkan Sampel dalam penelitian ini adalah perawat pelaksana di ruang rawat inap RS PKU Muhammadiyah Temanggung dengan jumlah 50 orang, setelah dilakukan kriteria inklusi dan eksklusi.Penelitian ini menggunakan metode survey dengan alat ukur berupa kuesioner berskala likert untuk mengetahui gambaran karakteristik pribadi perawat, pemahaman budaya organisasi, dan persepsi perilaku caring perawat. Kuesioner tentang budaya organisasi, yang meliputi keterlibatan, konsistensi, penyesuaian, dan misi, diadopsi dari The Denison Organization Culture Survey, dengan pertimbangan karena mudah dan cepat diimplementasikan, serta dapat digunakan pada semua tingkat organisasi. Kuesioner tentang perilaku caring perawat dimodifikasi dari Caring Behaviors Inventory (CBI), yang dikembangkan oleh Wolf (1986, 1994). Peneliti menggunakan CBI dengan pertimbangan bahwa instrumen ini dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat, menggunakan bahasa yang lebih mudah dipahami, menggambarkan lima struktur perilaku caring perawat, serta dapat digunakan pada penelitian berdesain korelasi.Analisa data dalam penelitian ini meliputi analisa univariat, analisa bivariat, serta analisa multivariat. Analisa bivariat yang digunakan adalah uji korelasi Pearson, Spearman, dan Kolmogorov-Smirnov, sedangkan pada analisa multivariat menggunakan uji regresi linier.

3. HASIL DAN PEMBAHASANPenelitian dilakukan terhadap 50 perawat pelaksana di ruang rawat inap RS PKU Muhammadiyah Temanggung, dengan teknik stratified random sampling. Kegiatan pengumpulan data dilakukan pada tanggal 26 Juli hingga 2 Agustus 2014.Analisa UnivariatAnalisa univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran masing-masing variabel penelitian, meliputi karakteristik perawat, budaya organisasi, dan perilaku caring perawat.

Tabel 4.1Deskripsi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia dan Masa Kerja Perawat; Juli 2014 (n = 50)VariabelRerataMedianSimpang BakuNilai Min.Nilai Maks.

Karakteristik Usia30,24303,812338

Karakteristik Masa Kerja7,505,54,21118

Tabel 4.2Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Status Pernikahan; Juli 2014 (n = 50)NoKarakteristikKategoriFrekuensiPersentase

1Jenis KelaminLaki-laki2346 %

Perempuan2754 %

Total50100%

2Status PernikahanBelum menikah816 %

Menikah4284 %

Total50100%

Tabel 4.3Deskripsi Pemahaman Budaya Organisasi di Ruang Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Temanggung; Juli 2014 (n = 50)VariabelRerataMedianSimpang BakuNilai Min.Nilai Maks.

Dimensi Keterlibatan23,06234,381032

Dimensi Konsistensi15,54163,17822

Dimensi Penyesuaian14,30143,18521

Dimensi Misi20,70214,50831

Tabel 4.4Deskripsi Perilaku Caring Perawat di Ruang Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Temanggung; Juli 2014 (n = 50)VariabelRerataMedianSimpang BakuNilai Min.Nilai Maks.

Perilaku Caring Perawat53,52527,084067

Analisa mengenai karakteristik responden menunjukkan bahwa rata-rata usia perawat pelaksana adalah 30 tahun, dan rata-rata masa kerja perawat pelaksana adalah 7,5 tahun. Apabila dilihat berdasarkan jenis kelamin, tidak terdapat perbedaan yang mencolok antara responden laki-laki dengan perempuan (46% : 54%). Sedangkan berdasarkan status pernikahan, maka sebagian besar (84%) responden dalam kategori menikah.Analisa mengenai gambaran pemahaman budaya organisasi perawat menunjukkan rerata pemahaman perawat pelaksana terhadap dimensi keterlibatan adalah 23,06 (SD 4,38); rerata pemahaman dimensi konsistensi adalah 15,54 (SD 3,17); rerata pemahaman dimensi penyesuaian adalah 14,30 (SD 3,18); dan rerata pemahaman dimensi misi adalah 20,70 (SD 4,50). Hasil analisa tersebut menjelaskan bahwa persepsi dan pemahaman perawat pelaksana terhadap budaya organisasi, yang meliputi dimensi keterlibatan, konsistensi, penyesuaian, dan misi, di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Temanggung dalam kategori cukup. Analisa mengenai gambaran perilaku caring perawat menunjukkan rerata perilaku caring perawat adalah 53,52 (SD 7,08). Hasil analisa tersebut menjelaskan bahwa persepsi perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Temanggung tentang perilaku caring dalam kategori cukup.

Analisa BivariatAnalisa bivariat menjelaskan tentang ada tidaknya hubungan antara karakteristik pribadi perawat dengan perilaku caring perawat, serta hubungan antara dimensi budaya organisasi dengan perilaku caring perawat.

Tabel 4.5Hubungan antara Karakteristik Pribadi Perawat (Usia, Masa Kerja) dengan Perilaku Caring Perawat di Ruang Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Temanggung; Juli 2014 (n = 50)VariabelPerilaku Caring Perawat

np*r

Karakteristik Usia500,0090,364

Karakteristik Masa Kerja500,0070,365

* bermakna pada = 0,01

Tabel 4.6Hubungan antara Karakteristik Pribadi Perawat (Jenis Kelamin, Status Pernikahan) dengan Perilaku Caring Perawat di Ruang Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Temanggung; Juli 2014 (n = 50)VariabelPerilaku Caring PerawatTotalp*

BaikCukupKurang

Jenis Kelamin

a. Laki-laki7160230,831

b. Perempuan1314027

Status Pernikahan

a. Belum Menikah26080,983

b. Menikah1824042

* bermakna pada = 0,05

Uji statistik Pearson antara variabel usia dengan perilaku caring perawat diperoleh nilai p = 0,009 ( < 0,01), dengan nilai korelasi 0,364. Hasil analisa bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara usia perawat dengan perilaku caring perawat. Namun, hubungan tersebut memiliki arah korelasi positif dengan kekuatan yang lemah.Analisa bivariat menunjukkan bahwa proporsi perawat pelaksana dengan jenis kelamin perempuan yang memiliki persepsi perilaku caring baik sebanyak 13 orang, sedangkan perawat laki-laki sebanyak 7 orang. Hasil uji statistik Kolmogorov-Smirnov menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan perilaku caring perawat (p = 0,831; < 0,05).Analisa bivariat menunjukkan bahwa proporsi perawat pelaksana dengan kategori menikah yang memiliki persepsi perilaku caring baik sebanyak 18 orang, sedangkan perawat yang belum menikah sebanyak 2 orang. Hasil uji statistik Kolmogorov-Smirnov menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status pernikahan dengan perilaku caring perawat (p = 0,983; < 0,05).Uji statistik Spearman antara variabel masa kerja dengan perilaku caring perawat diperoleh nilai p = 0,007 ( < 0,01), dengan nilai korelasi 0,365. Hasil analisa bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara masa kerja perawat dengan perilaku caring perawat. Akan tetapi, hubungan tersebut memiliki arah korelasi positif dengan kekuatan yang lemah.

Tabel 4.7Hubungan antara Dimensi Budaya Organisasi dengan Perilaku Caring Perawat di Ruang Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Temanggung; Juli 2014 (n = 50)VariabelPerilaku Caring Perawat

npr

Dimensi Keterlibatan500,5390,089

Dimensi Konsistensi500,665-0,063

Dimensi Penyesuaian500,7490,046

Dimensi Misi500,4850,101

Hasil analisa bivariat menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara dimensi keterlibatan dengan perilaku caring perawat. Uji statistik Spearman antara dua variabel tersebut diperoleh nilai p = 0,539 ( < 0,05).Hasil analisa bivariat menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara dimensi konsistensi dengan perilaku caring perawat. Uji statistik Pearson antara dua variabel tersebut diperoleh nilai p = 0,665 ( < 0,05).Hasil analisa bivariat menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara dimensi penyesuaian dengan perilaku caring perawat. Uji statistik Pearson antara dua variabel tersebut diperoleh nilai p = 0,749 ( < 0,05).Hasil analisa bivariat menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara dimensi misi dengan perilaku caring perawat. Uji statistik Pearson antara dua variabel tersebut diperoleh nilai p = 0,485 ( < 0,05).

Analisa MultivariatAnalisa multivariat menjelaskan faktor yang paling berpengaruh terhadap perilaku caring perawat, setelah dikontrol dengan variabel eksternal. Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisa multivariat adalah melakukan seleksi variabel yang terkait (nilai p < 0,25), melakukan analisa, dan melakukan interpretasi hasil.

Tabel 4.8Hasil Analisa Multivariat Regresi LinierLangkahVariabelKoefisienKoefisien Korelasi p

Langkah 1Usia-0,231-0,1250,697

Jenis Kelamin-0,905-0,0640,658

Masa Kerja0,9330,5550,098

Konstanta54,9080,001

Langkah 2Jenis Kelamin-0,733-0,0520,711

Masa Kerja0,7370,4390,003

Konstanta49,120< 0,001

Langkah 3Masa Kerja0,7080,4220,002

Konstanta48,207< 0,001

Tabel di atas menunjukkan bahwa variabel yang paling berpengaruh terhadap perilaku caring perawat adalah masa kerja. Analisa multivariat model regresi linier pada variabel masa kerja menghasilkan nilai p = 0,002.

PembahasanHubungan antara usia dengan perilaku caring perawatHasil uji statistik Pearson menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara usia perawat dengan perilaku caring perawat, dengan nilai korelasi sebesar 0,364. Hasil tersebut menjelaskan bahwa semakin bertambah usia seorang perawat, maka persepsi perilaku caring perawat tersebut menjadi semakin baik.Kesimpulan ini mendukung konsep teori Robbins dan Judge (2008), bahwa para pegawai yang lebih tua membawa sejumlah kualitas positif terhadap kinerja, diantaranya pengalaman, penilaian, etika kerja yang kuat, dan komitmen terhadap kualitas. Meskipun demikian, hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian Zees (2011), bahwa tidak ada hubungan antara karakteristik perawat, khususnya variabel umur, dengan perilaku caring perawat di RSAS Kota Gorontalo.Usia perawat secara garis besar menjadi indikator kedewasaan dalam setiap pengambilan keputusan yang mengacu pada pengalamannya. Karakteristik seorang perawat berdasarkan umur sangat berpengaruh terhadap kinerja, dimana semakin tua umur perawat maka akan semakin bertambah penerimaan, tanggung jawab, dan pengalaman terhadap pekerjaannya (Smet, 2004; dalam Nurniningsih, 2012 dan Susanti 2013). Robbins dan Judge (2008) juga mengungkapkan apabila dilakukan perbandingan antara pegawai profesional dengan nonprofesional, maka akan didapatkan hasil bahwa tingkat kinerja cenderung meningkat pada pegawai profesional seiring bertambahnya usia, sedangkan pada pegawai nonprofesional kinerja akan menurun seiring bertambahnya usia.

Hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku caring perawatHasil analisa menunjukkan bahwa perilaku caring perawat yang baik lebih ditunjukkan oleh perawat pelaksana dengan jenis kelamin perempuan, namun uji statistik Kolmogorov-Smirnov menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan perilaku caring perawat.Kinerja sangat dipengaruhi oleh jenis pekerjaan yang akan dilakukan. Pekerjaan yang bersifat khusus, misal pekerjaan berat, maka jenis kelamin sangat berpengaruh terhadap keberhasilan kerja. Meskipun demikian, pada pekerjaan yang umumnya lebih baik dikerjakan oleh laki-laki, keberhasilan kerja dapat ditunjukkan oleh perempuan dengan pemberian keterampilan yang cukup memadai (Smet, 2004; dalam Nurniningsih, 2012 dan Susanti 2013).Hasil penelitian ini mendukung riset yang dilakukan oleh Angkasa, Hartono, dan Taadi di RSUD Kabupaten Batang, serta Zees (2011) di RSAS Kota Gorontalo bahwa tidak ada hubungan antara variabel karakteristik demografi (jenis kelamin) dengan kinerja perawat pelaksana. Asumsi peneliti mengenai tidak ada hubungan antara variabel jenis kelamin dengan perilaku caring perawat karena tidak terdapatnya perbedaan pekerjaan yang dilakukan perawat di ruang rawat inap. Pernyataan senada dikemukakan oleh Robbins dan Judge (2008), bahwa hanya terdapat sedikit perbedaan penting antara laki-laki dan perempuan yang mempengaruhi kinerja, misalnya dalam hal kemampuan memecahkan masalah, menganalisis, dorongan kompetitif, motivasi, sosiabilitas, dan kemampuan belajar.

Hubungan antara status pernikahan dengan perilaku caring perawatProporsi perawat pelaksana dengan kategori menikah yang memiliki persepsi perilaku caring baik sebanyak 18 orang, sedangkan pada perawat yang belum menikah sebanyak 2 orang. Hasil uji statistik Kolmogorov-Smirnov menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status pernikahan dengan perilaku caring perawat.Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan konsep teori yang dikemukakan oleh Robbins (2008), dalam Amin (2013), bahwa pegawai yang telah menikah lebih loyal terhadap pekerjaannya dibandingkan pegawai yang belum menikah. Namun, pegawai yang sudah menikah juga memiliki tingkat absensi yang lebih tinggi dibandingkan yang belum menikah, dikarenakan memiliki tugas tambahan terhadap keluarganya.Riset yang dilakukan oleh Angkasa, Hartono, dan Taadi di RSUD Kabupaten Batang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara variabel karakteristik demografi (status pernikahan) dengan kinerja perawat pelaksana. Kesimpulan peneliti mengenai tidak adanya hubungan antara status pernikahan dengan perilaku caring perawat yaitu meskipun jumlah perawat pelaksana yang berstatus menikah lebih banyak daripada yang belum menikah, akan tetapi dalam hal kinerja tidak ada perbedaan yang bermakna. Hal ini ini dimungkinkan karena motivasi intrinsik perawat lebih dominan dibandingkan pengaruh tanggung jawab keluarga. Hasil analisa menunjukkan bahwa perawat pelaksana yang sudah menikah memiliki persepsi perilaku caring cukup dan sebagiannya baik, begitu juga pada perawat pelaksana yang belum menikah.

Hubungan antara masa kerja dengan perilaku caring perawatHasil uji statistik Spearman menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan perilaku caring perawat, dengan nilai korelasi sebesar 0,365. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin lama masa kerja perawat, maka semakin baik persepsi perilaku caring-nya.Kesimpulan tersebut sesuai dengan pendapat Smet (2004), dalam Nurniningsih (2012) dan Susanti (2013), bahwa semakin lama masa kerja seseorang maka akan semakin banyak pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Hal ini karena pengalaman merupakan salah satu cara kepemilikan pengetahuan yang dialami seseorang dalam kurun waktu yang tidak ditentukan. Meskipun demikian, hasil penelitian ini kurang sesuai dengan pendapat Robin (2007), dalam Zees (2011), yang mengatakan bahwa pengalaman kerja belum tentu menjamin kinerja yang baik, karena tergantung dari motivasi pegawai yang bersangkutan.Perilaku caring merupakan bagian dari bentuk kinerja perawat, karena caring merupakan aspek dasar dari praktek keperawatan yang bertujuan membantu klien untuk pulih dari sakitnya (Potter dan Perry; dalam Widiharti, Sunaryo, dan Purwaningsih, 2011). Gibson (1997), dalam Nasution (2009), mengemukakan bahwa masa kerja seseorang akan menentukan prestasi individu yang merupakan dasar prestasi dan kinerja organisasi. Siagian (2000), dalam Ismael (2009) dan Susanti (2013) menyimpulkan semakin lama kinerja seseorang maka akan semakin terampil dan berpengalaman dalam menghadapi masalah dalam pekerjaannya. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa perilaku caring perawat sebagai bagian dari kinerja perawat sangat dipengaruhi oleh masa kerjanya.

Hubungan antara Keterlibatan dengan Perilaku Caring PerawatHasil analisa bivariat menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara dimensi keterlibatan dengan perilaku caring perawat. Uji statistik Spearman antara dua variabel tersebut diperoleh nilai p = 0,539 ( < 0,05).Keterlibatan merupakan faktor kunci dalam budaya organisasi yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi. Denison, dalam Fey and Denison (2003) dan Herminingsih (2011), menyebutkan bahwa keterlibatan yang bersifat voluntari, keterlibatan dari bawah ke atas, maupun yang terstruktur memiliki dampak yang positif terhadap efektivitas organisasi. Sedangkan efektivitas sebuah organisasi merupakan fungsi dari tingkat keterlibatan dan partisipasi anggotanya. (Denison dan Mishara, 1988; dalam Ferryansyah, 2013). Konsep ini mengemukakan bahwa tingkat keterlibatan dan partisipasi yang tinggi menciptakan kesadaran akan kepemilikan (sense of ownership) dan tanggung jawab. Dari kesadaran ini timbul komitmen yang lebih besar pada organisasi dan kebutuhan lebih sedikit akan kontrol yang ketat dari pimpinan (Denison, 2000; dalam Doloksaribu, 2001).Penelitian Walton dan Lawler (dalam Denison, 1990; dan Doloksaribu, 2001) mengemukakan keterlibatan dapat menjadi strategi manajemen bagi kinerja organisasi yang efektif, sekaligus menjadi strategi pegawai untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih baik. Dengan demikian dimensi keterlibatan, yang meliputi pemberdayaan anggota, nilai-nilai orientasi tim, dan pengembangan kemampuan anggota telah terbukti berpengaruh terhadap kinerja organisasi rumah sakit, termasuk kinerja perawat dalam bentuk perilaku caring.Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan pernyataan Hersey dan Blanchard, dalam Safaria dan Yunastiwi (2013), kinerja adalah suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Sehingga dalam menyelesaikan tugas atau pekerjaan, seseorang harus memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Ammir Ali (2007), dalam Safaria dan Yunastiwi (2013), juga mengemukakan bahwa memupuk tingkat keterlibatan kerja yang tinggi pada pegawai dapat efektif untuk meningkatkan kinerjanya, serta mendorong pegawai lebih positif dalam bersikap.Asumsi peneliti mengenai tidak adanya hubungan yang bermakna antara dimensi keterlibatan dengan perilaku caring perawat disebabkan karena keputusan atau solusi sebuah masalah yang muncul di rumah sakit tidak selalu dapat diselesaikan pada semua level/tingkat manajer. Selain itu, perawat mempersepsikan bahwa ketrampilannya kurang dikembangkan melalui berbagai metode pelatihan. Namun, hal-hal tersebut tidak diikuti dengan persepsi perilaku caring yang justru cenderung baik.

Hubungan antara Konsistensi dengan Perilaku Caring PerawatHasil analisa bivariat menunjukkan tidak terdapat hubungan antara dimensi konsistensi dengan perilaku caring perawat. Uji statistik Pearson antara dua variabel tersebut diperoleh nilai p = 0,665 ( < 0,05).Konsistensi merupakan tingkat kesepakatan anggota organisasi terhadap asumsi dasar dan nilai-nilai inti dalam organisasi (Sobirin, 2007). Adanya konsistensi dalam sebuah organisasi ditandai oleh keterikatan antar anggota, nilai-nilai inti, dan kejelasan tentang tindakan yang dapat dilakukan maupun yang tidak dapat dilakukan. Sebuah organisasi yang konsisten dan terintegrasi secara baik akan memperlihatkan efektivitas kinerja yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa organisasi tersebut memiliki budaya yang kuat, yang secara signifikan mempengaruhi sikap dan perilaku anggota dalam kemampuan mencapai kesepakatan, melakukan tindakan terkoordinasi, dan bekerja berdasarkan kerangka bersama mengenai nilai-nilai dan pedoman yang telah disepakati (Pascale, 1984; dalam Ferryansyah, 2013).Beberapa penulis (Frost, Moore, Louis, Londberg, dan Martin, 1985; Martin dan Shiel, 1983, dll) dalam Denison (1990) dan Doloksaribu (2001) mengemukakan pentingnya keyakinan dan nilai-nilai bersama (shared beliefs and values) bagi efektivitas organisasi. Teori konsistensi juga mengatakan bahwa makna bersama memiliki dampak positif, karena para anggota organisasi bekerja berdasarkan kerangka kerja bersama mengenai nilai dan keyakinan yang membentuk dasar dalam berkomunikasi satu sama lain. Indikator-indikator dimensi konsistensi adalah nilai-nilai inti, kesepakatan, serta koordinasi dan integrasi (Fey dan Denison, 2000; dalam Doloksaribu, 2001). Dalam konteks organisasi, koordinasi dan integrasi antar unit/bagian seringkali merupakan hal yang sulit untuk dilaksanakan. Masing-masing unit/bagian sering merasa tidak peduli dengan yang lain, dalam arti lebih mementingkan kebutuhan unitnya tanpa mementingkan organisasi secara keseluruhan. Hal inilah yang terjadi di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Temanggung, dimana kendala dalam melakukan kerja sama dengan bagian lain di rumah sakit masih cukup tinggi. Para pegawai juga memandang bahwa kegiatan penyamaan persepsi antar pegawai tentang cara-cara baru dalam bekerja tidak sering dilakukan. Selain itu, nilai-nilai inti yang dijadikan pedoman dalam bersikap dan berperilaku belum sepenuhnya dipahami dan diaplikasikan dengan baik, meskipun sudah dilakukan sosialisasi kepada pegawai melalui distribusi buku panduannya.Penelitian ini bertujuan membuktikan hubungan antara dimensi konsistensi dengan perilaku caring perawat. Namun berdasarkan uji statistik tidak didapatkan hubungan antara dua variabel tersebut. Realitas yang ada menunjukkan bahwa perawat pelaksana di ruang rawat inap memiliki persepsi dimensi konsistensi yang kurang, akan tetapi persepsi perilaku caring perawat cenderung baik.

Hubungan antara penyesuaian dengan perilaku caring perawatHasil analisa bivariat menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara dimensi penyesuaian dengan perilaku caring perawat. Uji statistik Pearson antara dua variabel tersebut diperoleh nilai p = 0,749 ( < 0,05).Penyesuaian merupakan kemampuan organisasi dalam merespon perubahan-perubahan eksternal organisasi dengan cara melakukan perubahan internal organisasi (Sobirin, 2007). Keadaan tersebut merujuk pada sebuah organisasi yang memiliki orientasi kepada pelanggan, mengambil risiko dan belajar dari kesalahan, serta memiliki kemampuan dan pengalaman dalam menciptakan perubahan (Fey dan Denison, 2003; dalam Herminingsih, 2011).Budaya yang dapat membantu organisasi mengantisipasi dan melakukan penyesuaian dengan perubahan lingkungan, akan diasosiakan dengan kinerja yang baik dalam jangka waktu yang panjang (Fey dan Denison, 2000; dalam Doloksaribu, 2001). Budaya yang demikian ini disebut budaya adaptif, dimana orang-orang di dalamnya berani mengambil risiko, percaya satu sama lain, memiliki pendekatan proaktif untuk kelangsungan organisasi, bekerja bersama untuk mengidentifikasi masalah, percaya pada kemampuan diri sendiri tim, serta memiliki antusiasme dalam melakukan pekerjaan (Fey dan Denison, 2003; dalam Herminingsih, 2011). Penelitian Kotter (dalam Fey dan Denison, 2000; dan Doloksaribu, 2001) menghasilkan kesimpulan bahwa organisasi dengan nilai-nilai budaya yang mempromosikan inovasi, pengambilan risiko, kewiraswastaan, dan kepemimpinan lebih berhasil menyesuaikan diri terhadap pengaruh eksternal dibanding organisasi lain yang tidak memiliki. Kotter menambahkan sebuah organisasi, termasuk pegawainya, yang mempunyai kinerja baik memiliki budaya yang menempatkan nilai tinggi pada pelanggan.Bertolak belakang dengan konsep tersebut di atas, para pegawai mempersepsikan bahwa pengambilan keputusan yang berisiko dan upaya-upaya kreatif yang dikembangkan dalam bekerja seringkali mendapat tantangan dari pimpinan. Selain itu komitmen terhadap perbaikan pelayanan maupun sarana prasarana tidak segera terealisasi, meskipun berbagai masukan dan saran telah terfasilitasi dengan media komunikasi yang baik. Pada sisi lain, perilaku caring yang ditunjukkan perawat cukup, bahkan cenderung baik, sehingga uji statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan antara dimensi penyesuaian dengan perilaku caring perawat.

Hubungan antara misi dengan perilaku caring perawatHasil analisa bivariat menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara dimensi misi dengan perilaku caring perawat. Uji statistik Pearson antara dua variabel tersebut diperoleh nilai p = 0,485 ( < 0,05).Misi merupakan dimensi budaya yang menunjukkan tujuan inti organisasi, yang menjadikan anggota organisasi tetap teguh dan fokus terhadap apa yang dianggap penting oleh organisasi (Sobirin, 2007). Penghayatan akan misi memberikan dua pengaruh besar pada fungsi organisasi, yaitu: 1). Menentukan manfaat dan makna dengan cara mendefinisikan peran sosial, sasaran sosial, dan sasaran eksternal organisasi, serta mendefinisikan peran individu berkenaan dengan peran dalam organisasi; 2). Memberikan kejelasan arah atau aturan (Denison, 1989; dalam Ferryansyah, 2013).Organisasi yang berhasil mempunyai arah dan tujuan yang jelas, didefinisikan dalam tujuan organisasi dan sasaran strategis serta tercermin dalam visi tentang bagaimana organisasi di masa depan. Visi menggambarkan aspirasi organisasi dan akan seperti apa, sedangkan misi menggambarkan organisasi dalam melakukan usaha, melayani pelanggan, dan keahlian yang perlu dikembangkan untuk mencapai visi organisasi (Denison, 1989; dalam Ferryansyah, 2013). Misi organisasi dapat menyebabkan para anggotanya, dengan alasan non-ekonomi, bersedia untuk menginvestasikan upaya demi kebaikan organisasi, karena adanya harapan terhadap organisasi (Fey dan Denison, 2003; dalam Herminingsih, 2011). Penelitian Denison menunjukkan bahwa organisasi yang kurang dalam menerapkan misi akan mengakibatkan anggotanya tidak mengerti hasil yang akan dicapai, serta tujuan jangka panjang yang ditetapkan menjadi tidak jelas.Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi hubungan antara dimensi misi dengan perilaku caring yang merupakan bagian dari kinerja perawat. Analisa bivariat menunjukkan bahwa perawat pelaksana yang memiliki persepsi dimensi misi kurang dengan perilaku caring baik sebesar 55%. Perawat memandang visi yang telah ditetapkan kurang dapat memberikan rangsangan dan motivasi bagi pegawai dalam bekerja. Pegawai kurang dilibatkan dalam pembahasan tentang visi dan misi rumah sakit, sehingga merasa tidak memiliki arahan jelas dalam bekerja

4. SIMPULAN DAN SARANSimpulanHasil uji statistik tidak didapatkan hubungan antara dimensi budaya organisasi, yang meliputi keterlibatan, konsistensi, penyesuaian, dan misi dengan perilaku caring perawat di ruang rawat inap RS PKU Muhammadiyah Temanggung.Terdapat hubungan yang bermakna antara usia dan masa kerja dengan perilaku caring perawat. Hasil uji statistik tidak didapatkan hubungan antara jenis kelamin dan status pernikahan dengan perilaku caring perawat di ruang rawat inap RS PKU Muhammadiyah Temanggung.

SaranPerlunya kebijakan untuk memasukkan item caring perawat dalam standar asuhan keperawatan dan penilaian kinerja perawat. Selain itu, perlu adanya seleksi motivasi kerja bagi calon perawat baru, serta upaya-upaya untuk menumbuhkan dan mempertahankan motivasi kerja pada perawat pelaksana, sehingga para perawat pelaksana dapat menunjukkan kinerja yang baik. Manfaat lainnya adalah perawat pelaksana menjadi lebih betah dalam bekerja, sehingga dapat mengurangi kemungkinan turn over perawat.Perlunya pengaturan pola ketengaan perawat pelaksana di ruang rawat inap sesuai dengan kebutuhan, sehingga memungkinkan perawat dapat menerapkan perilaku caring, bukan semata-mata melaksanakan kegiatan pelayanan rutin.

5. REFERENSIAdadiyah, M. 2009. Buku Panduan Peningkatan Kualitas SDM RS PKU Muhammadiyah Temanggung. Tidak dipublikasikan.Alfian, N. 2013. Komparasi Pengaruh Kekuatan Budaya terhadap Tingkat Profesionalisme Perawat antara Rumah Sakit PKU Muhammadiyah dengan RSUD di Temanggung. Skripsi. Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Ungaran.Amin, M. 2013. Hubungan antara Aspek Religiusitas Perawat dengan Perilaku Caring Perawat di Unit Rawat Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Temanggung. Skripsi. Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Ungaran.Dep.Kes. RI. Undang-undang No. 44 Tahun 2009. http://www.depkes.go.id/downloads/UU_No._44_Th_2009_ttg_Rumah_Sakit.pdf.Doloksaribu, M. 2001. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Manajerial (Studi Kasus pada Kanca BRI di Wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Yogayakarta serta Jawa Timur). Tesis. Program Studi Magister Manajemen Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.Ferryansyah, M.F. 2013. Pengaruh Budaya Organisasi dan Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus pada PPPA Darul Quran). Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Manajemen Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah JakartaGruendemann, B.J. dan Fernsebner, B. 2005. Buku Ajar Keperawatan Perioperatif (Vol. 1 Prinsip). EGC. Jakarta.Herminingsih, A. 2011. Pengaruh Kepemimpinan Transformasional terhadap Budaya Organisasi. Jurnal Ilmiah Ekonomi Manajemen dan Kewirausahaan Optimal, Vol. 5, No. 1.Hutapea, P. dan Thoha, N. 2008. Kompetensi Plus: Teori, Desain, Kasus dan Penerapan untuk HR dan Organisasi yang Dinamis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.Ma, F., Li, J., Liang, H., Bai, Y., Song, J. 2014. Baccalaureate Nursing Students Perspectives on Learning About Caring In China: a Qualitative Descriptive Study. BMC Medical Educational Journal.Majelis Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat (MKKM) Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Temanggung. 2009. Statuta Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Temanggung. Temanggung; tidak diterbitkan.Morrison, P. and Burnard, P. 2008. Caring & Communicating : Hubungan Interpersonal dalam Keperawatan. EGC. Jakarta.Muhlisin, A. dan Ichsan, B. 2008. Aplikasi Model Konseptual Caring dari Jean Watson dalam Asuhan Keperawatan. Berita Ilmu Keperawatan ISSN 1979-2697, Vol. 1 Nomor 3. JakartaPutra, K.R., Utami, Y.W., dan Jem, Y.S. 2012. Hubungan Motivasi Kerja dengan Perilaku Caring Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Ruteng Kabupaten Manggarai Propinsi Nusa Tenggara Timur. ManggaraiRobbins, S.P. dan Judge, T.A. 2008. Perilaku Organisasi Buku 1 (Ed. 12). Salemba Empat. JakartaSafaria, S., Yunastiwi, A.S. 2013. Pengaruh Keterlibatan Kerja terhadap Kinerja Pegawai pada PT. Seascape Surveys Indonesia. e-Journal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1, No. 3Siregar, C.J.P. 2003. Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. EGC. JakartaSobirin, A. 2007. Budaya Organisasi (Pengertian, Makna, dan Aplikasinya dalam Kehidupan Organisasi). UPP STIM YKPN; YogyakartaSusanti, E.N. 2013. Hubungan Karakteristik Perawat dengan Motivasi Perawat dalam Pemenuhan Kebutuhan Kebersihan Diri Pasien di Ruang Rawat Inap RSU Dr. H. Koesnadi Bondowoso. Skripsi. Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas JemberSwarjana, I.K.. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan: Tuntunan Praktis Pembuatan Proposal Penelitian (Ed. 1) Andi. YogyakartaTanjung, N. dan Salbiah. 2012. Harapan Pasien Dalam Kepuasan Perilaku Caring Perawat di RSUD Deli Serdang Lubukpakam. Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.Tomey, A.M. and Alligood, M.R. 2006. Nursing Theorists and Their Work. Mosby Elsevier; St. Louis, MissouriWidiharti, Sunaryo dan Purwaningsih. 2011. Pengembangan Strategi Peningkatan Mutu Pelayanan Keperawatan Berdasarkan Analisis Porsi Perilaku Caring Perawat dengan Jendela Pelanggan. Jurnal Ners Vol. 6 No. 1 April 2011.