ARTIKEL LAMUN

18

Click here to load reader

Transcript of ARTIKEL LAMUN

Page 1: ARTIKEL LAMUN

1

PENGARUH FITOSTEROL DAUN TUMBUHAN LAMUN (Enhalus acoroides) TERHADAP FUNGSI REPRODUKSI

MENCIT(Mus musculus) ICR BETINA

Adnan*Jasri Jangi** dan Ansar**8

*Jurusan Biologi/Kimia** FMIPA Universitas Negeri Makassar ** Guru Biologi SMA Negeri 5 Watampone

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian fitosterol daun lamun terhadap fungsi reproduksi mencit betina Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fitosterosl daun tumbuhan lamun terhadap persentase kehilangan gestasi, implantasi, jumlah anak sekelahiran, fetus mati, embrio resorbsi, berat badan fetus, dan kelainan perkembangan pada mencit (Mus musculus) ICR betina bila diberikan 5 hari selama periode pra implantasi. Disain penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), terdiri 4 kelompok perlakuan. Kelompok kontrol diberikan CMC 0,5%, sedangkan untuk kelompok perlakuan diberikan fitosterol daun tumbuhan lamun dengan dosis 25, 50, dan 75 mg/kg bb. Pemberian fitosterol dilakukan secara oral dengan volume 0,5 ml per mencit selama 5 hari pada periode pra implantasi. Pada hari ke -18, masing-masing mencit pada setiap kelompok dimatikan dengan cara dislokasi leher dan dilakukan pengamatan terhadap jumlah korpus lutem, jumlah implantasi, jumlah kehilangan gestasi, jumlah anak sekelahiran, jumlah fetus mati, jumlah embrio resorbsi, berat badan fetus, dan kelainan eksternal bila ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian fitosterol daun tumbuhan lamun selama 5 hari (periode pra implantasi) dengan dosis 25, 50, dan 75 mg /kg bb secara statistik dengan uji F � 0,05 yang dilanjutkan dengan uji BNT � 0,05 menyebabkan persentase kehilangan gestasi meningkat, persentase implantasi menurun, jumlah anak sekelahiran menurun, persentase kematian fetus dan embrio resorbsi menurun. Beradasarkan hasis analisis data dapat disimpulkan bahwa fitosterol daun tumbuhan lamun mengganggu fungsi reproduksi mencit betina.

Page 2: ARTIKEL LAMUN

2

THE EFFECT OF FITOSTEROL OF LAMUN LEAF (Enhalus acoroides)

ON REPRODUCTION FUNCTION OF FEMALE ICR OF MICE

(Mus musculus)

Adnan* Jasri Jangi** and Ansar***) 2004. 46 p.

ABSTRACT

The objective of this research is to know the effect of administration of

fitosterol of lamun leaf on the reproduction function of female mice such as

persentage of gestation loss, implantation, fecundity, death of fetus, resorbtion of

embryos, body weight of fetus, and abnormal development of ICR fetus of mice if

consumption given after 5 days pra implantation. This study used Completely

randomized design, which is consisted of four treatment. Control group given CMC

0,5%, and treatment groups given fitosterol of lamun leaf with consentration 25, 50,

and 75 mg/kg body weight. Fitosterol of lamun leaf given by orally with volume 0,5

ml pers mouse for give days on preimplantation period. On the eightenth days, each

mouse for every treatment was died by cervix dislocation and observed on number of

luteum corpus, number of implantation, number of gestation loss, numbef of life

fetus, number of died fetus, number of resorbtion embryos, body weight of fetus, and

abnormal development.

*Jurusan Biologi/ FMIPA Universitas Negeri Makassar **Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Makassar *** Guru Biologi SMA Negeri 5 Watampone

Page 3: ARTIKEL LAMUN

3

A. PENDAHULUAN

Hasil International Conference on Population and Development (IPCD)

Cairo, tahun 1994 telah merumuskan rencana aksi (plan of action) yang

merekomendasikan beberapa kegiatan, antara lain bertujuan untuk: menurunkan

angka kematian bayi dan anak serta kematian ibu, dan memperluas akses terhadap

pelayanan kesehatan reproduksi, termasuk keluarga berencana dan kesehatan seksual

(Mundiharno dan Nachrowi, 2000). Data menunjukkan bahwa 25% Puskesmas

sudah tidak mempunyai persediaan pil KB, 50% Puskesmas tidak mempunyai

persediaan kontrasepsi injeksi (Tasmaya, 2000). Kenyataan tersebut diikuti dengan

kenaikan harga alat/obat KB. Masalah tersebut berdampak pada (i) meningkatnya

kembali fertilitas, (ii) meningkatnya angka kematian ibu karena kehamilan dan

melahirkan, (iii) bertambahnya jumlah aborsi yang tidak aman karena kehamilan

yang tidak diinginkan (unwanted pregnancy). Kenyataan ini mengisyaratkan perlunya

suatu upaya yang sungguh-sungguh agar obat-obat KB tetap tersedia dan terjangkau

oleh para akseptor. Upaya pemenuhan kebutuhan tersebut dapat dilakukan melalui

bantuan logistik dari berbagai negara dan organisasi internasional (Tasmaya, 2000),

atau mencari sumber-sumber bahan alam yang berpotensi untuk dikembangkan

sebagai bahan kontrasepsi di masa yang akan datang.

Dari 40.000 jenis flora yang tumbuhan di dunia, 30.000 jenis di antaranya

tumbuh di Indonesia dan 25% telah dibudidayakan. Lebih dari 940 jenis dari 7000

jenis tumbuhan yang sudah dibudidayakan digunakan sebagai obat alam atau obat

tradisional (Santoso, 1999). Kurang lebih 225 jenis tumbuhan dari 75 famili dapat

digunakan sebagai bahan kontrasepsi (Farnsworth et al., 1975). Hal ini sangat

penting artinya sebagai sumber pengadaan bahan kontrasepsi di masa yang akan

datang, khususnya di Indonesia yang sangat kaya akan flora.

Salah satu tumbuhan yang telah dikenal mengandung steroid, yaitu tumbuhan

lamun (Enhalus acoroides). Senyawa steroid dapat diisolasi dari seluruh bagian

tumbuhan, yaitu akar, rhizome, dan daun (Jangi, 1998). Lebih lanjut dikemukakan

Page 4: ARTIKEL LAMUN

4

bahwa lamun mengandung beberapa senyawa fistosterol, yaitu β-sitosterol dan

stigmastanol. Selanjutnya, Mihrawati (2003) melaporkan bahwa bagian tumbuhan

lamun yang paling banyak mengandung fitosterol adalah bagian daunnya. β-

sitosterol, merupakan bahan baku dalam pembuatan obat-obat kontrasepsi dan

berperan untuk mencegah kehamilan (Wijayakusuma, 1997). Fitosterol pada daun

lamun merupakan sebuah potensi yang sangat besar yang perlu dikaji aspek-aspek

biologisnya. Hal ini sangat penting dalam upaya pemenuhan kebutuhan steroid,

utamanya sebagai bahan kontrasepsi maupun sebagai bahan obat-obatan.

Kegagalan implantasi sering terjadi sebagai akibat kegagalan transpor telur

(Johnson dan Everitt, 1988). Konsentrasi esterogen yang tinggi dapat mempercepat

transpor telur, sehingga telur tiba di dalam uterus pada saat uterus belum reseptif

untuk berlangsungnya implantasi (Johnson dan Everitt, 1988), sehingga implantasi

tidak berlangsung atau terjadi kehilangan gestasi. Menurut Nishimura dan Shiota,

1977) kehilangan gestasi pada mencit dapat berlangsung secara alami sebesar 10,8-

23,1%. Suatu zat dapat dikategorikan sebagai bahan anti implantasi bila dapat

menghambat implantasi sebesar 50% (Farnsworth et al., 1975)

Kematian intra uterus atau pasca implantasi dapat berlangsung secara alami

sekitar 20%. Kematian pasca implantasi dapat terjadi sebagai akibat lingkungan

uterus yang kurang menguntungkan. Untuk pemeliharaan implantasi tergantung pada

keseimbangan hormon dalam lingkungan uterus dengan rasio progesterone-esterogen

yang lebih tinggi (Austin dan Short, 1985; Johnson dan Everitt, 1988).

B. METODE PENELITIAN

Bahan yang diuji aktivitas biologisnya adalah fitosterol daun tumbuhan lamun

(E. acoroides). Daun tumbuhan lamun dikumpulkan di perairan Pantai Barang Lompo

Sulawesi Selatan. Tumbuhan tersebut dikumpulkan pada saat air laut surut pada

kedalaman sekitar 1 sampai 2 meter. Sampel yang telah diambil lansung dicuci

Page 5: ARTIKEL LAMUN

5

dengan air tawar berulang kali untuk menghilangkan garam-garam dan sedimen. Pada

penelitian ini, bagian lamun yang diambil hanya daunnya saja. Selanjutnya sampel

daun lamun dikeringkan dengan cara diangin-anginkan pada ruang tertutup (tidak

dikenai sinar matahari secara langsung) selama beberapa hari. Setelah kering, sampel

lamun tersebut digiling dengan menggunakan blender hingga diperoleh serbuk halus.

Ekstraksi sampel akan dilakukan di laboratorium Jurusan Kimia FMIPA Universitas

Negeri Makassar dengan mengacu pada metode yang dikemukakan oleh Djangi

(1998).

Hewan uji yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah mencit ICR

betina yang diperoleh dari rumah hewan Jurusan Biologi FMIPA Universitas

Negeri Makassar., berumur 21 hari. Pemeliharaan dan perkembangbiakan mencit

dilakukan di rumah hewan Jurusan Pendidikan Biologi dengan pencahayaan ruangan

12 jam gelap (pk 18.00-06.00) dan 12 jam terang (pk.06.00-18.00) dengan suhu

ruangan berkisar 25 C. Mencit betina dan mencit jantan dipelihara dalam kandang

terpisah.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang dilaksanakan dengan

menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Hanafiah, 1994). Penelitian ini

terdiri atas 4 kelompok. Kelompok kontrol disimbolkan (P0), yaitu kelompok mencit

yang hanya diberi pensuspensi fitosterol. 3 kelompok perlakuan lainnya masing-

masing disimbolkan (P1), (P2), dan (P3). Kelompok perlakuan P1, P2 dan P3 adalah

kelompok mencit yang akan diberikan fitosterol dengan dosis masing-masing 25, 50

dan 75 mg per kilogram berat badan.

Variabel penelitian terdiri atas dua, yaitu fitosterol daun tumbuhan lamun

sebagai variabel terikat dan fungsi reproduksi mencit betina sebagai variabel tidak

terikat. Fungsi reproduksi mencit betina akan terukur melalui pengamatan terhadap

jumlah korpus luteum, jumlah implantasi, jumlah kehilangan gestasi, jumlah embrio

yang diresorbsi, jumlah fetus mati, dan jumlah fetus hidup. Selain itu juga dilakukan

pengamatan terhadap berat fetus hidup dan kemungkinan kelainan eksternal bila ada.

Page 6: ARTIKEL LAMUN

6

Tabel 1. Pengelompokan dan jumlah hewan uji, dosis, bahan yang diberikan cara

pemberian, volume pemberian, dan waktu pemberian.

Perla-kuan

Jumlah Hewan

Uji

Dosis (mg/kg

b.b

Bahan yang

diberikan

Cara pemberian

Volume Pemberian

(ml)

Waktu Pemberia

n

P0 P1 P2 P3

5 5 5 5

0 25 50 75

CMC 0,5% Fitosterol Fitosterol Fitosterol

Oral Oral Oral Oral

1,0 1,0 1,0 1,0

Umur kehamilan

0-4 hari

Sebelum fitosterol diberikan, mencit terlebih dahulu dikawinkan dengan rasio

satu jantan dan satu betina. Perkawinan mencit dilakukan pada sore hari sekitar pukul

18.00. Adanya sumbat vagina dijadikan sebagai indikator hari ke-0 kehamilan.

Mencit-mencit yang berhasil kawin selanjutnya simpan di dalam kandang yang

terpisah sesuai dengan kelompoknya masing-masing. Pada umur kehamilan 0 hari,

mencit mulai diperlakukan. Selanjutnya dipelihara hingga umur kehamilan 18 hari.

Pada umur kehamilan 18 hari, mencit dibedah.

Fitosterol daun tumbuhan lamun yang akan diberikan pada mencit akan

ditimbang, lalu disuspensikan dalam CMC 0,5% sesuai dengan dosis yang telah

ditentukan. Pemberian fitosterol dilakukan secara oral dengan cara menghantarkan-

nya langsung ke dalam lambung mencit dengan menggunakan jarum gagave No 28

dan syringe tuberkulin ukuran 1 ml. Volume ekstrak yang diberikan adalah 1 cc

/mencit.

Mencit kontrol dalam penelitian ini hanya diberikan pensuspensi fitosterol,

yaitu CMC 0,5%, sedangkan mencit perlakuan diberi fitosterol daun tumbuhan

lamun. Pemberian fitosterol pada kelompok perlakuan dan CMC 0,5% pada mencit

kontrol dilakukan satu kali setiap hari selama 5 hari pada umur kehamilan 0-4 hari,

dengan volume 1,0 ml permencit. Pemberian fitosterol dilakukan setiap hari antara

pukul 08.00 s/d 10.00. Pengamatan dilakukan pada hari ke 18 umur kehamilan.

Mencit dimatikan dengan cara dislokasi leher, selanjutnya dilakukan pembedahan.

Page 7: ARTIKEL LAMUN

7

Dalam penelitian ini, parameter yang diamati adalah berat jumlah korpus luteum,

jumlah kehilangan gestasi, jumlah implantasi, jumlah embrio resorbsi, jumlah fetus

mati, jumlah fetus hidup, berat fetus hidup dan kelainan fetus secara morfologis.

Selain itu juga dilakukan pengamatan terhadap berat badan, berat hati, dan berat

ginjal mencit perlakukan. Hal ini dilakukan agar peneliti mendapatkan gambaran

mengenai efek toksik yang ditimbulkan oleh fitosterol daun tumbuhan lamun

terhadap mencit uji.

Mencit yang telah dimatikan selanjutnya dibedah. Kedua ovarium dilepaskan

dan dimasukkan ke dalam cawan petri yang berisi dengan larutan NaCl fisiologis

(0,9%) secara terpisah. Uterus kemudian dilepaskan dari tubuh induk. Uterus

kemudian dibuka dengan cara menggunting tanduk uterus pada tempat yang

berlawanan dengan tempat implantasi, hingga bagian dalam uterus terdedah.

Selanjutnya kantung amnion yang membungkus fetus dibuka satu persatu (Manson

dan Kang, 1989). Pada kedua tanduk uterus dilakukan pengamatan mengenai jumlah

implantasi, jumlah embrio resorbsi, jumlah fetus mati, dan jumlah fetus hidup.

Jumlah implantasi didapatkan dengan cara menghitung semua tempat

implantasi baik yang mengandung fetus hidup, fetus mati, maupun embrio resorbsi

yang terdapat disepanjang kedua tanduk uterus. Gumpalan darah berwarna hitam

dengan sisa jaringan embrio yang termaserasi atau tanpa adanya jaringan embrio

dinyatakan sebagai embrio yang diresorbsi (Mansong dan Kang, 1989)., sedangkan

konseptus yang sudah dapat dibedakan atas kepala, badan, kaki maupun ekor, dan

tidak memberikan reaksi bila diberi sentuhan dinyatakan sebagai fetus hidup. Untuk

mengetahui adanya embrio yang diresorbsi lebih awal dilakukan dengan cara

merendam uterus di dalam larutan amonium sulfida 0,5 % selama beberapa menit.

Adanya bintik-bintik berwarna hitam di sepanjang kedua tanduk uterus merupakan

indikator adanya implantasi.

Fetus hidup selanjutnya dilepaskan dari uterus dengan cara memotong tali

pusat, selanjutnya dimasukkan ke dalam cawan petri yang berisi larutan NaCl

Page 8: ARTIKEL LAMUN

8

fisiologis untuk dibersihkan. Selanjutnya fetus diangkat dan tetes air yang menempel

pada tubuh fetus dihilangkan dengan menggunakan kertas tissu. Berat badan fetus

selanjutnya ditimbang dan malformasi eksternal diamati.

Korpus luteum diamati secara terpisah dengan menggunakan mikroskop

diseksi. Bursa yang membungkus ovarium dilepaskan dengan menggunakan pinset

tajam, Korpus luteum akan tampak dengan jelas berupa bintik-bintik berwarna merah

kecoklatan. Selanjutnya jumlah korpus luteum dihitung (Manson dan Kang, 1989).

Data menggunakan statistik infrensial, yaitu uji Fα 0,05. Bila pada uji F

menunjukkan adanya pengaruh perlakuan, maka dilanjutkan dengan Uji BNT α 0,05

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis statistik dengan uji BNT � 0,05 menunjukkan bahwa rata-rata

persentase kehilangan gestasi mencit kontrol berbeda nyata dengan perlakuan dengan

dosis 25, 50, dan 75 mg/kg bb. Perlakuan fitosterol daun tumbuhan lamun dengan

dosis 25 mg/kg bb berbeda nyata dengan kontrol dan perlakuan dengan dosis 50 dan

75 mg/kg bb. Perlakuan dengan dosis 50 mg/kg bb berbeda nyata dengan perlakuan

dengan dosis 75 mg/kb bb. Persentase rata-rata jumlah kehilangan gestasi pada

mencit kontrol dan perlakuan ditunjukkan pada tabel 1.

Page 9: ARTIKEL LAMUN

9

Tabel 1. Persentase rata-rata kehilangan gestasi mencit perlakuan yang diberikan fitosterol daun lamun dengan berbagai dosis pada umur kehamilan 0 s/d 4 hari.

No Dosis

(mg/kg/bb Jumlah

Mencit (n) Kehilangan Gestasi

Jumlah Rata-rata Persen Rata-rata 1 0,00 5 0,4 2,22 a

2 25 5 3,6 36,41 b

3 50 5 6,0 59,09 c

4 75 5 9,4 94,14 d

Nilai BNT � 0,05% = 14,45 Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji

BNT � 0,05.

Hasil analisis statistik dengan uji BNT � 0,05 menunjukkan bahwa rata-rata

persentase implantasi mencit kontrol berbeda nyata dengan perlakuan dengan dosis

25, 50, dan 75 mg/kg bb. Perlakuan fitosterol daun tumbuhan lamun dengan dosis 25

mg/kg bb berbeda nyata dengan kontrol dan perlakuan dengan dosis 50 dan 75 mg/kg

bb. Perlakuan dengan dosis 50 mg/kg bb berbeda nyata dengan perlakuan dengan

dosis 75 mg/kb bb. Persentase rata-rata jumlah implantasi pada mencit kontrol dan

perlakuan ditunjukkan pada tabel 2.

Tabel 2. Persentase rata-rata implantasi mencit perlakuan yang diberikan fitosterol daun lamun dengan berbagai dosis pada umur kehamilan 0 s/d 4 hari.

No Dosis

(mg/kg/bb Jumlah

Mencit (n) Implantasi

Jumlah Rata-rata Persen Rata-rata 1 0,00 5 9,80 96,36 2 25 5 6,20 63,59 3 50 5 4,00 38,49 4 75 5 0,60 5,86

Nilai BNT � 0,05% = 14,00 Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji

BNT � 0,05.

Page 10: ARTIKEL LAMUN

10

Hasil analisis statistik dengan uji BNT � 0,05 menunjukkan bahwa rata-rata

persentase jumlah anak sekelahiran pada mencit kontrol berbeda nyata dengan

perlakuan dengan dosis 25, 50, dan 75 mg/kg bb. Perlakuan fitosterol daun tumbuhan

lamun dengan dosis 25 mg/kg bb berbeda nyata dengan kontrol dan perlakuan dengan

dosis 50 dan 75 mg/kg bb. Perlakuan dengan dosis 50 mg/kg bb berbeda nyata

dengan perlakuan dengan dosis 75 mg/kb bb. Persentase rata-rata jumlah anak

sekelahiran pada mencit kontrol dan perlakuan ditunjukkan pada tabel 3.

Tabel 3. Persentase rata-rata jumlah anak sekelahiran pada mencit perlakuan yang diberikan fitosterol daun lamun dengan berbagai dosis pada umur kehamilan hari ke- 0 s/d 4.

No Dosis

(mg/kg/bb Jumlah

Mencit (n) Jumlah Anak Sekelahiran

Jumlah Rata-rata Persen Rata-rata 1 0,00 5 9,20 90,73 2 25 5 4,80 49,27 3 50 5 3,20 31,61 4 75 5 0,00 0,00

Nilai BNT � 0,05% = 16,15 Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji

BNT � 0,05.

(A) (B) Gambar 3. Keadaan fetus mencit kontrol (A) dan perlakuan (B) yang diberi fitosterol

daun tumbuhan lamun dengan dosis 25 mg/kg bb. ER = embrio resorbsi, FM = fetus mati, dan FH = fetus hidup.

Page 11: ARTIKEL LAMUN

11

(A) (B) Gambar 4. Keadaan fetus mencit perlakuan dengan dosis 50 mg/kg bb. Sebelum

uterus dibuka (A) dan setelah uterus dibuka (B) ER = embrio resorbsi, FM = fetus mati, dan FH = fetus hidup.

Hasil analisis statistik dengan uji F � 0,05% menunjukkan bahwa perlakuan

fitosterol daun tumbuhan lamun tidak berpengaruh nyata terhadap persentase rata-rata

kematian intra uterus jika diberikan pada umur kehamilan hari ke 0 s/d 4. Kematian

intra uterus dapat dilihat dari dua aspek, yaitu fetus mati dan embrio resorbsi.

Hasil analisis statistik dengan uji F � 0,05% menunjukkan bahwa perlakuan

fitosterol daun tumbuhan lamun tidak berpengaruh nyata terhadap rata-rata berat

badan fetus bila induknya diberikan pada umur kehamilan hari ke 0 s/d 4. Persentase

rata-rata jumlah embrio resorbsi pada mencit kontrol dan perlakuan ditunjukkan pada

tabel 4.

Tabel 4. Persentase rata-rata berat badan fetus pada mencit perlakuan yang diberikan fitosterol daun lamun dengan berbagai dosis pada umur kehamilan hari ke- 0 s/d 4.

No Dosis (mg/kg/bb Jumlah Fetus Mencit (n) Berat Fetus (g) 1 0,00 15 1.09 2 25 15 1,09 3 50 15 1,09 4 75 15 0,00

Page 12: ARTIKEL LAMUN

12

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan fitosterol daun tumbuhan

lamun dengan berbagai dosis tidak menunjukkan terjadinya kelainan eksternal pada

fetus.

Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa persentase kehilangan gestasi pada

mencit kelompok perlakuan lebih tinggi dibandingkan dengan mencit kontrol. Hasil

uji Fα 0,05 yang dilanjutkan dengan uji BNT α 0,05 menunjukkan bahwa pemberian

fitosterol daun tumbuhan lamun berpengaruh nyata terhadap persentase kehilangan

gestasi. Terdapat kecenderungan bahwa rata-rata persentase kehilangan gestasi

meningkat seiring dengan terjadinya peningkatan dosis fitosterol..

Meningkatnya persentase kehilangan gestasi kemungkinan disebabkan karena

terjadinya perubahan lingkungan endokrin di dalam uterus, dan menyebabkan telur

yang telah diovulasikan atau yang telah dibuahi tidak dapat terimplantasi pada

endometrium uterus. Hasil penelitian Djangi (1998) dan Mihrawati (2003)

dilaporkan bahwa daun tumbuhan lamun mengandung fitosterol dalam bentuk �-

sitosterol dan stigmosterol. Lebih lanjut dikemukakan bahwa stigmasterol merupakan

bahan baku untuk pembuatan obat-obat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan

(Wijayakusuma, 1997).

Fitosterol daun tumbuhan lamun diduga kuat merupakan faktor penyebab

meningkatnya kehilangan gestasi sebagai akibat dari terjadinya hambatan terhadap

proses implantasi. Menurut Johnson dan Everiit (1988), kegagalan implantasi sering

terjadi sebagai akibat terjadinya gangguan pada transpor telur. Konsentrasi esterogen

yang tinggi dapat mempercepat transpor telur sehingga telur tiba di dalam uterus pada

saat uterus belum resptif untuk berlangsungnya implantasi (Rugh, 1968; Johnson dan

Everiit, 1988). Pada mencit, umumnya implantasi berlangsung pada umur kehamilan

hari ke-4 s/d hari ke-5 (Rugh, 1968; Nalbandov., 1979). Gangguan transpor telur

sangat mungkin terjadi karena pemberian fitosterol daun tumbuhan lamun dilakukan

pada hari ke 0 hingga hari ke-4 kehamilan. Menurut Smith (1988) implantasi pada

Page 13: ARTIKEL LAMUN

13

mencit berlangsung pada hari ke 4-5 kehamilan. Jadi hari ke 0 s/d hari ke 3 terhitung

setelah kopulasi merupakan saat dimana telur yang telah dibuahi sedang dalam proses

transpor menuju uterus.

Rata-rata kehilangan gestasi pada mencit perlakuan dengan dosis 0, 25, 50,

dan 75 mg/kg berat badan masing-masing sebesar 2,22%, 36,41%, 59,09%, dan 94,

14%. Nishimura dan Shiota (1977) melaporkan bahwa kehilangan gestasi pada

mencit dapat berlangsung secara alami sebesar 10,80 s/d 23,1 %. Dengan mengacu

pada pernyataan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa fitosterol daun tumbuhan

lamun dengan dosis 25, 50. dan 75 mg/kg berat badan secara nyata meningkatkan

persentase kehilangan gestasi bila pemberiannya dilakukan pada periode pra-

implantasi.

Jumlah implantasi pada mencit perlakuan dengan dosis 0, 25, 50, dan 75

mg/kg berat badan adalah masing-masing 96,36% dan 63,59 %, 38,48%, dan 5,86%.

Suatu zat dapat dikategorikan sebagai zat antiimplantasi bila zat tersebut dapat

menghambat implantasi sebesar 50% (Farnswoth et al., 1975). Dengan mengacu

pada kriteria Farnswoth dkk di atas, maka fitosterol daun tumbuhan lamun dengan

dosis 50 dan 75 mg/kg berat badan dapat dikategorikan sebagai zat anti-implantasi.

Jumlah anak sekelahiran dapat dilihat melalui jumlah fetus hidup. Jumlah fetus hidup

mapada mencit kelompok kontrol dan perlakuan dengan dosis 25, 50, dan 75 mg/kb

berat badan masing-masing adalah 90,73%, 49,27%, 31, 61%, dan 0,00%. Hasil

analisis statistik dengan uji F yang dilanjutkan dengan uji BNT � 0,05%

menunjukkan bahwa semua kelompok perlakuan berbeda nyata dengan kontrol.

Selain itu persentase fetus hidup pada perlakuan dengan dosis 25 mg/kg berat badan

berbeda dengan dosis 50, dan 75 mg/kg berat badan. Terdapat kecenderungan

bahwa makin tinggi dosis yang diberikan, maka jumlah fetus hidup semakin sedikit

atau tidak ada sama sekali. Pada perlakuan dengan dosis 75 mg/kg berat badan sama

sekali tidak dijumpai adanya fetus hidup. Tidak adanya fetus hidup disebabkan

karena terjadinya kehilangan gestasi pada tahap yang lebih dini.

Page 14: ARTIKEL LAMUN

14

Hasil penelitian mengenai kematian intra uterus menunjukkan bahwa

fitosterol tidak berpengaruh nyata pada taraf uji F � 0,05, baik berupa fetus mati

maupun embrio resorbsi. Kematian intra uterus atau pasca implantasi dapat

berlangsung secara alami sekitar 20% (ishimura dan Shiota,1977). Kematian intra

uterus diduga sebagai akibat terjadinya perubahan lingkungan uterus yang kurang

menguntungkan. Untuk pemeliharaan implantasi tergantung pada keseimbangan

hormon dalam lingkungan uterus dengan rasio progesterone-esterogen yang lebih

tinggi (Austin dan Short, 1985; Johnson dan Everitt, 1988).

Pada penelitian ini, berat rata-rata fetus hidup tidak berbeda nyata antara

kotnrol dan perlakuan dengan dosis 25 dan 50 mg/ kg berat badan. Hasil tersebut

menunjukkan bahwa fitosaterol daun tumbuhan lamun tidak bersifat toksik bagi

fetus. Selain itu pada penelitian ini tidak dijumpai adanya cacat eksternal pada fetus

hidup. Hal ini menjadi petunjuk yang baik dalam pengembangan fitosterol daun

tumbuhan lamun sebagai salah satu bahan baku kontrasepsi, walaupun masih

memerlukan sejumlah penelitian-penelitian praklinis pada berbagai jenis hewan uji.

D. KESIMPULAN DAN SARAN

Fitosterol daun tumbuhan lamun dengan dosis 25, 50, dan 75 mg/kg berat

badan meningkatkan persentase jumlah kehilangan gestasi, menurunkan persentase

jumlah implantasi dan jumlah anak sekelahiran pada mencit (Mus musculus) ICR

betina bila diberikan 5 hari selama periode pra-implantasi. Fitosterol daun tumbuhan

lamun tidak berpengaruh terhadap jumlah kematian intra uterus pada mencit (Mus

musculus) ICR betina bila diberikan 5 hari selama periode pra-implantasi.

E. DAFTAR PUSTAKA Adnan. 1992. Pengaruh Mangostin Terhadap Fungsi Reproduksi Mencit (Mus

musculus) Swiss Webster Betina. Tesis Pasca Sarjana. ITB. Bandung

Page 15: ARTIKEL LAMUN

15

Adnan., Jarigau., dan Sudding. 1996. Pengaruh Ekstrak Benzen daun Kembang

sepatu (Hibiscus rosa sinensis ) Terhadap Fertilitas Mencit (Mus

musculus) ICR Betina. Laporan Penelitian UNM Makassar

Adnan dan Halifah, P. 2000. Pengaruh Ekstrak Rimpang Tumbuhan Pacing (Costus

speciosus J.E. Smith) Terhadap Fertilitas Mencit (Mus musculus) ICR

Jantan. Laporan Penelitian. UNM. Makassar.

Austin, C. R and Short, R. V. 1985. Repdoduction in Mammals Embryonic and

Fetal Development. Vol. 2. Cambridge University Press. London-New

York. P 145-146.

Chattopadhyay, S., Chattopadhyay, U. Mathur, P.P. Saini, K. S.and Ghosal, S. 1983.

Effects of Hippadine, an Amaryllidaceae A.alkaloid on Testicular

Function in Rats. J. Planta Med. 49:252-254

Chattopadhyay, S., Chattopadhyay, U. Sukla, S.P.and Ghosal, S. 1984. Effects of

Mangiferin a Naturally Occurring Glucosylxanthones on Reproductive

Function of Rats. J. Pharmaceut. Sci. 41: 279-282.

Dasuki, U. A. 1991. Sistematika Tumbuhan Tinggi. PAU Bidang Hayati. ITB

Bandung

Dubin, N. H. Baron, N. A. Cox, R. T. and King, T. M. 1979. Implantation and

Fetal Survival in the Rat as Affected by Intrauterine Injection of Sterile

Saline. J. Biol.Repord. 21: 47-52.

Djangi, M. J. 1988. Senyawa Organik Fraksi Netral Lamun (Enhalus acoroides) Asal

Perairan Pantai Barang Lompo. Tesis Pasca Sarjana FMIPA. UNHAS.

Makassar.

Fahruddin. 2001. Pemanfaatan, Ancaman, dan Issu-issu Pengelolaan Ekosistem

Padang Lamun. www rudiet. tripot. com.

Farnsworth, N. R. Bingel, A. S. Cordell, G. A. Cane, F. A. and Fong, H. H. S. 1975

. Potential value of Plants as Sources of New Antifertility Agents I. J.

Pharma ceut. Sci. 64: 535 - 598.

Page 16: ARTIKEL LAMUN

16

Hanafiah, K. A. 1994. Rancangan Percobaan, Teori dan Aplikasi. Rajawali

Press. Jakarta.

Johnson, M and Everitt, B 1988. Essential Reproduction. Blackwell Sci. Pub:

Oxford. London.

Manson, J. M. and Kang, Y. J. 1989. The methods for acessing female reproductive

and developmental toxicology. In: Principles and Methods of

Toxicology. Ed: A. W. Hayes. Raven Press. Ltd. New York.

Mihrawati. 2003. Identifikasi Senyawa Fitosterol Pada Lamun (E. acoroides). Skripsi

Jurusan Kimia. UNM.

Mundiharno dan Nachrowi, N.D. 2000. Dinamika Kebijakan Kependudukan:

Perkembangan, Ekses Negatif, Perbaikan dan Harapan. Warta

Demografi. 30: 17-24.

Nalbandov. 1979. Reproductive Physiology and mammals and Birds, The

Comparative Physiology of Domestics and Laboratory Animal and

Man. W. H. Freeman and Co. San Francisco. P 253 - 271

Nishimura, H. and Shiota, K. 1977. Comparative maternal and apidemiologic aspects.

In: Handbook of Teratology. Ed. G. J. Wilson and F.C. Fraser. Plenum

Press. New York and London. P. 119 – 154.

Rugh, R. 1968. The Mouse, its Reproduction and Development. Burgess Pub. Co.

Minne-apolis.

Santoso, H. 1999. Pengaruh Pemberian Ekstrak Total Akar Bikat (Gnetum

gnemonoides Brongn) Terhadap Spermatogenesis Mencit Jantan (Mus

musculus L) Galur Swiss Webster. Kalimantan Scientiae. 17:36-47.

Seno, S. 1988. Obat Asli Indonesia. PT Dian Rakyat. Jakarta.

Setiabudy, R. Affandi, B. Wirawan, R. Witjaksono, B. Hendratmo, M. dan Hidayat,

E. M. 1990. Pengaruh Kontrasepsi Susuk Nortplant Terhadap Beberapa

Parameter Hemostasis Pada Wanita Indonesia. J. Medika. 16: 795-804.

Page 17: ARTIKEL LAMUN

17

Soewondo, S. W. 1985. Masalah Hukum dan Kontrasepsi Pria di Dunia dan

Indonesia. Mantap. Jakarta.

Schardein, J. L. 1985. Chemically Induced Birth Defects. Marcel Dekker. Inc. New

York. P 1-10.

Smith, J. B. 1988. Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah

Tropis (Alih bahas: S. Mangkowidjoyo). Penerbit UI. Jakarta. P. 10-30.

Tasmaya, R. 2000. Menuju Pradigma Baru Keluarga Berencana. Warta Demografi.

30: 33-45.

Turner, C. D dan Bagnara, J. E.. 1988. General Endocrinology (Alih bahasa Harsojo),

Penerbit Universitas Airlangga. Surabaya. 622-642.

Wijayakusuma, H. 1997. Tanaman Berkhasiat Obat Indonesia. Jilid 2. Pustaka

Kartini. Jakarta.

Yatim, W.1988. Efek Fertilitas Gosipol dan Gula Berkhlor Terhadap Tikus

Wistar (Rattus norvegicus) dan Implikasi Prospeknya Sebagai

Kontrasepsi Pria. Disertasi. Fakultas Pasca Sarjana Universitas

Padjajaran. Bandung.

F. UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Bagian Proyek Peningkatan Kualitas SDM Ditejn DIKTI Departemen Pendidikan Nasional, karena melalui bantuan pendanaannya, maka penelitian ini dapat dilakukan.

Page 18: ARTIKEL LAMUN

18