Artikel Imiah TINI - Faktor Risiko Resistensi OAT

11
 1 Pendahuluan Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri  Mycobacterium tuberculosis (Price & Wilson, 2006). Penyakit ini biasanya menyerang  paru, akan tetapi sepertiga kasus dilaporkan bahwa TB dapat mengenai organ lain. Sumber penularan adalah droplet, melalui udara bila penderita TB batuk, bersin, dan  berbicara sehingga terhirup oleh orang lain (Kasper et al ., 2004). Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan TB sebagai Global Emergenc y (Sudoyo, 20 06). Lapora n WHO tahu n 2004 menyat akan  bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru TB dan hampir 50 juta orang terinfeksi oleh TB yang telah resist en terhadap Obat Anti Tuber kulosis (OAT). Menur ut regional WHO (2008), jumlah terbesar TB terdapat di Asia Tenggara, yaitu 33% dari seluruh kasus TB dunia, 98% angka kematian akibat tuberkulosis terjadi di negara berkembang (Marzuki & Nelwan, 2005 ; Schmid & Thomas, 2008) . Indo nesi a menj adi neg ara deng an  preval ensi TB keti ga di dunia sete lah Cina dan Indi a (Kawai et al ., 2006 ; Sudoyo, 2006). Sejak tahun 1990-an WHO dan  International Union Againts Tuberculosis and  Lung Disease (IUAT LD) telah mengembangkan strategi penanggulang an TB yang dike nal seb agai strate gi  Dir ect ly Obs erve d Trea tme nt Sho rtco urse chem oth erap y (DOTS) . Pene rapa n str ate gi DOT S dap at secara cepat mene kan penula ran, juga mencegah berkembangnya  Multi Drugs Resistance Tuberculosis (MDR-TB) (Nachega & Chaisson, 2003). Pengobatan TB dibagi menjadi dua fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase la nju tan (4 atau 7 bul an) . Je nis OAT lini 1 ya ng di gunak an adal ah is oni azi d,

Transcript of Artikel Imiah TINI - Faktor Risiko Resistensi OAT

5/14/2018 Artikel Imiah TINI - Faktor Risiko Resistensi OAT - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-imiah-tini-faktor-risiko-resistensi-oat 1/

1

Pendahuluan

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri

 Mycobacterium tuberculosis (Price & Wilson, 2006). Penyakit ini biasanya menyerang

 paru, akan tetapi sepertiga kasus dilaporkan bahwa TB dapat mengenai organ lain.

Sumber penularan adalah droplet, melalui udara bila penderita TB batuk, bersin, dan

 berbicara sehingga terhirup oleh orang lain (Kasper et al ., 2004).

Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan TB

sebagai Global Emergency (Sudoyo, 2006). Laporan WHO tahun 2004 menyatakan

 bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru TB dan hampir 50 juta orang terinfeksi oleh TB

yang telah resisten terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Menurut regional WHO

(2008), jumlah terbesar TB terdapat di Asia Tenggara, yaitu 33% dari seluruh kasus TB

dunia, 98% angka kematian akibat tuberkulosis terjadi di negara berkembang (Marzuki

& Nelwan, 2005 ; Schmid & Thomas, 2008). Indonesia menjadi negara dengan

 prevalensi TB ketiga di dunia setelah Cina dan India (Kawai et al ., 2006 ; Sudoyo,

2006).

Sejak tahun 1990-an WHO dan  International Union Againts Tuberculosis and 

  Lung Disease (IUATLD) telah mengembangkan strategi penanggulangan TB yang

dikenal sebagai strategi   Directly Observed Treatment Shortcourse chemotherapy

(DOTS). Penerapan strategi DOTS dapat secara cepat menekan penularan, juga

mencegah berkembangnya Multi Drugs Resistance Tuberculosis (MDR-TB) (Nachega

& Chaisson, 2003).

Pengobatan TB dibagi menjadi dua fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase

lanjutan (4 atau 7 bulan). Jenis OAT lini 1 yang digunakan adalah isoniazid,

5/14/2018 Artikel Imiah TINI - Faktor Risiko Resistensi OAT - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-imiah-tini-faktor-risiko-resistensi-oat 2/

2

rifampisin, pirazinamid, streptomisin, etambutol, dan lini 2 yaitu kanamisin, amikasin,

kuinolon, makrolid dan amoksisilin ditambah asam klavulanat, kapreomisin, sikloserin,

dan thioamide (DEPKES, 2006). Pengobatan terhadap penyakit TB menjadi sulit

dikarenakan banyak yang mengalami resistensi. Resistensi tersebut disebabkan oleh

  M. tuberculosis yang telah mengalami perubahan genetik (Nachega & Chaisson,

2003).

Tabel 1.1 Genetik resisten obat pada Mycobacterium tuberculosis 

 Drug Gene(s) implicated in resistance

Rifampisin ropB; β – subunit of RNA polymerase

Isoniazid katG; catalase peroxydaseoxyR-ahpC; alkylhydrokinase reductase

inhA; enoyl- ACP reductase

kasA; β – ketoacyl acyl carrier protein synthase

Etionamide inhA; enoyl- ACP reductaseStreptomisine rpsL; ribosomal protein S12 involved in rrs: 16S RNA

Flouroquinolones  gyrA; DNA gyrase

Ethambutol embCAB; arabinosyl transferase

Pyrazinamide  pncA; pyrazinamidase

Menurut WHO (2008), terjadinya resistesi OAT dikarenakan gagal pengobatan,

 pasien tidak minum obat secara teratur dalam waktu yang telah ditentukan, kurangnya

supervisi pengobatan yang baik (Susanti, 2008). WHO melaporkan bahwa 64 negara

resistensi terhadap M. tuberculosis, terdapat 273.000 kasus baru yang terjadi di seluruh

dunia pada tahun 2000 (Nikmawati et al ., 2006).

Penelitian mengenai resistensi OAT ini belum banyak dilakukan, sehingga data

mengenai faktor risiko resistensi OAT tidak banyak ditemukan (Charles & Daley,

2002). Data di Indonesia mengenai resistensi OAT masih kurang, terutama di Jawa

Tengah. Suatu studi kesehatan di Indonesia menyebutkan bahwa seorang pasien TB

akan kehilangan waktu produktifnya antara 3-4 bulan, yang setara dengan 20-30% dari

5/14/2018 Artikel Imiah TINI - Faktor Risiko Resistensi OAT - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-imiah-tini-faktor-risiko-resistensi-oat 3/

3

 penghasilan tahunannya dan hampir 75% pasien TB adalah usia produktif (Sudoyo,

2006).

Hipotesis pada penelitian ini yaitu faktor pasien (ketidakpatuhan terhadap

  pengobatan, tidak adanya PMO, adanya riwayat kontak dengan penderita resistensi

OAT, adanya riwayat pasien mendapatkan pengobatan TB sebelumnya, dan riwayat

  pasien berobat berpindah-pindah) berhubungan dengan resistensi OAT. Faktor 

  pelayanan kesehatan (penulisan resep yang tidak memenuhi standar pengobatan

tuberkulosis) berhubungan dengan resistensi OAT pada pasien TB paru di Rumah Sakit

Margono dan Balai Pengobatan Penyakit Paru (BP4) Purwokerto.

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui faktor risiko resistensi OAT pada

 pasien TB paru di RS Margono dan BP4 Purwokerto. Adapun manfaatnya antara lain:

(1) sebagai informasi untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan, (2) sebagai

informasi dan masukan dalam upaya meningkatkan ketepatan diagnosis dan terapi pada

 pasien resistensi OAT, (3) sebagai informasi awal bagi penelitian selanjutnya tentang

resistensi OAT, dan (4) sebagai sarana untuk membantu dalam pembuatan kebijakan

di unit-unit pelayanan kesehatan.

Metode

Jenis penelitian yang dipakai adalah observasional analitik dengan menggunakan

rancangan penelitian case control . Rancangan ini menelaah hubungan antara efek 

(penyakit atau kondisi kesehatan) dengan faktor risiko tertentu (Sastroasmoro &

Ismael, 2006). Penelitian dan pengambilan data dilakukan di klinik Paru Rumah Sakit

Margono Soekajo dan BP4 Purwokerto, periode Oktober 2009 - Januari 2010.

5/14/2018 Artikel Imiah TINI - Faktor Risiko Resistensi OAT - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-imiah-tini-faktor-risiko-resistensi-oat 4/

4

Cara pengambilan data dari rekam medis pasien resistensi OAT dan dengan

wawancara langsung menggunakan kuesioner kepada pasien. Kuesioner yang

digunakan sebagai alat pengumpulan data diujicobakan kepada orang yang didiagnosis

TB untuk menentukan validitas dan reliabilitas alat ukur. Korelasi pearson digunakan

untuk mengetahui kevalidan dari pernyataan kuesioner, yaitu dengan menghubungkan

antara skor setiap butir pertanyaan dengan skor total. Reliabilitas menunjukan sejauh

mana alat ukur dapat dipercaya atau diandalkan, pengukurannya dilakukan

menggunakan Cronbach’s Alpha.

Analisis data yang digunakan adalah analisis bivariat untuk menganalisis variabel

 bebas (faktor risiko resistensi OAT) dan variabel tergantung (resistensi OAT). Faktor 

risiko ketidakpatuhan terhadap pengobatan, tidak adanya PMO, adanya kontak dengan

 penderita resistensi OAT, penulisan resep yang tidak memenuhi standar pengobatan

TB, riwayat pengobatan pasien yang berpindah-pindah serta riwayat pasien

mendapatkan pengobatan OAT sebelumnya dengan kejadian resistensi OAT

menggunakan analisis chi square. Analisis mutivariat yang digunakan adalah regresi

logistik.

Populasi target penelitian ini adalah seluruh pasien TB paru di RS Margono dan

BP4 Purwokerto. Populasi terjangkaunya adalah semua pasien TB yang mengalami

resistensi OAT. Subjek penelitian didiagnosis resistensi terhadap satu atau lebih OAT

dan tidak mengidap HIV. Pengambilan subjek dengan cara total sampling . Kelompok 

kasus adalah pasien TB paru yang berobat di klinis RS Margono dan BP4 Purwokerto

yang didiagnosis resisten OAT setidaknya satu atau lebih jenis OAT. Kelompok 

5/14/2018 Artikel Imiah TINI - Faktor Risiko Resistensi OAT - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-imiah-tini-faktor-risiko-resistensi-oat 5/

5

kontrol yaitu pasien TB yang berobat di klinik paru RS Margono dan BP4 Purwokerto

tidak menderita resistensi OAT dengan matching pada umur dan jenis kelamin.

Kriteria inklusi subjek meliputi antara lain: (1) pasien TB paru yang berobat di

klinik paru RS Margono dan BP4 Purwokerto serta didiagnosis resisten tehadap satu

atau lebih OAT, (2) hasil pemeriksaan BTA positif, (3) berlokasi di karesidenan

Banyumas, dan (4) pasien yang menandatangani informed consent . Adapun kriteria

eksklusinya yaitu pasien resistensi OAT yang mengidap penyakit HIV dan pasien yang

sudah meninggal saat dikunjungi.

Hasil

Total subjek penelitian adalah 73 pasien. Mulanya jumlah pasien kasus yang akan

diteliti sebanyak 43 orang, tetapi pada perjalanannya sebanyak 9 pasien meninggal dan

 pasien tidak dapat didatangi karena alamat yang tidak jelas. Sehingga, jumlah total

kasus pada penelitian ini sebanyak 30 orang. Oleh karena itu, total kontrol yang

diambil juga 30 orang. Informasi yang diperoleh dari subjek antara lain usia, jenis

kelamin, dan pendidikan.

Tabel 2.1 Karakteristik pasien

Karakteristik Jumlah

 P valueKasus (n=30) Kontrol (n=30)

Jenis kelamin

Laki-laki 17 17

Perempuan 13 13Usia

Mean ± SD 44,0 ± 14,45 45,30 ± 13,79 0,876a

Pendidikan terakhir 0,740 b

SD 14 10

SLTP 6 6

SLTA 10 11

Perguruan Tinggi 0 3

Ket : at test tidak berpasangan, bone way ANOVA

5/14/2018 Artikel Imiah TINI - Faktor Risiko Resistensi OAT - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-imiah-tini-faktor-risiko-resistensi-oat 6/

6

Berdasarkan nilai p dengan uji t test tidak berpasangan didapatkan p 0,876 dan one

way ANOVA mendapatkan nilai  p 0,740. Nilai tersebut menunjukkan tidak terdapat

 perbedaan karakteristik pasien secara statistik baik pada kasus maupun kontrol. Subjek 

tersebut adalah pasien TB paru BTA (+) yang didiagnosis resisten OAT di klinik paru

RS Margono sebagai kasus dan BP4 Purwokerto serta pasien TB paru BTA (+) yang

tidak menderita resistensi obat sebagai kontrol (Tabel 2.1).

Tabel 2.2 Hubungan antara ketidakpatuhan pengobatan, tidak adanya PMO, adanya

kontak penderita resistensi, pemberian resep tidak sesuai standar,

pengobatan pasien yang berpindah-pindah, pasien mendapat pengobatan

OAT sebelumnya, dengan resistensi OAT

Faktor RisikoResistensi

 P valueOR 

(CI 95%)Resistensi Tidak Resistensi

Kepatuhan

Tidak Patuh 21 9 0,002a 5,44Patuh 9 21 1,8-16,4

PMO

Tidak ada 16 8 0,035a 3,14

Ada 14 22 (1,06-9,26)Kontak 

Ada 26 24 0,488a 1,62

Tidak ada 4 6 (0,4-6,4)

Resep

Tidak standar 8 4 0,197a 2,36Standar 22 26 (0,62-8,91)

Sejarah Pengobatan

Pindah 24 15 0,015a 4,00

Tidak pindah 6 11 (1,27-12,57)

Sejarah Pengobatan

Ada 25 7 0,000a 16,42

Tidak ada 5 23 (4,56-59,07)

Ket : achi square

Hasil analisis bivariat dalam penelitian ini menggunakan chi square dan multivariat

menggunakan regresi logistik menunjukkan hubungan yang signifikan antara

kepatuhan terhadapap pengobatan dengan kejadian resistensi OAT dengan nilai p 0,002

(Tabel 2.2). Pasien yang tidak patuh memiliki kemungkinan 5 kali lebih besar 

(OR=5,44) untuk mengalami resistensi dibandingkan dengan pasien yang patuh.

5/14/2018 Artikel Imiah TINI - Faktor Risiko Resistensi OAT - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-imiah-tini-faktor-risiko-resistensi-oat 7/

7

Berdasarkan data ada tidaknya PMO telah didapatkan nilai  p 0,035 sehingga

terdapat hubungan yang signifikan antara tidak adanya PMO dengan kejadian resistensi

OAT. Tidak adanya PMO memungkinkan pasien untuk mengalami resistensi 3 kali

lebih besar (OR=3,14) dari pada pasien yang memiliki PMO (Tabel 2.2). Hasil analisis

riwayat kontak penderita resistensi OAT menunjukkan tidak terdapat hubungan antara

kontak penderita yang resistensi dengan kejadian resistensi OAT ( p=0,488; OR=1,62)

 pada kasus maupun kontrol. Hubungan antara pemberian resep tidak sesuai dengan

standar pengobatan TB dengan kejadian resistensi OAT menunjukkan hubungan yang

tidak signifikan pada kasus maupun kontrol ( p=0,197; OR=2,36). Hasil analisis pada

sejarah pengobatan yang berpindah-pindah atau tidak ( p=0,015; OR=4,00)

menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara sejarah pengobatan pasien

 berpindah-pindah dengan kejadian resistensi OAT. Risiko terjadinya resistensi 4 kali

lipat lebih besar (OR=4,00) pada pasien yang memiliki sejarah pengobatan TB yang

 berpindah-pindah daripada yang tidak, ada tidaknya sejarah pengobatan menunjukkan

hubungan yang positif yaitu adanya sejarah pengobatan TB sebelumnya berhubungan

dengan kejadian resistensi OAT ( p=0,000; OR=16,42) (Tabel 2.2).

Hasil analisis regresi logistik didapatkan dari 4 variabel yang diteliti hanya satu

variabel yang memiliki hubungan paling berpengaruh dengan kejadian resistensi, yaitu

ketidakpatuhan terhadap pengobatan dengan nilai OR=3,759.

Diskusi

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Connix et al . (1999) di Baku, Azerbaijan

infeksi dari  M. tuberculosis baik dari yang resisten hanya satu obat ataupun lebih

5/14/2018 Artikel Imiah TINI - Faktor Risiko Resistensi OAT - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-imiah-tini-faktor-risiko-resistensi-oat 8/

8

  berhubungan kuat dengan buruknya kepatuhan terhadap pengobatan. Penggunaan

OAT yang tidak teratur dapat menyebabkan terjadinya resistensi kuman (Nikmawati et 

al ., 2006). Pada penelitian kebanyakan pasien mengalami kebosanan mengkonsumsi

obat yang diberikan, karena obat yang diberikan cukup banyak. Beberapa pasien ada

yang merasa sudah lebih baik pada awal pengobatan sehingga tidak meneruskan

mengkonsumsi obat sampai jangka waktu yang telah ditentukan. Begitu juga dengan

 penelitian yang dilakukan oleh Xia et al. (2010) di Shanghai, Cina mengungkapkan

  bahwa salahsatu faktor terjadinya resistensi sekunder adalah buruknya kepatuhan

 pasien yang disebabkan karena bosan mengkonsumsi OAT dengan jumlah banyak.

Warez et al. (1998) di Nepal meneliti bahwa kepatuhan mengkonsumsi obat selain

dipengaruhi oleh rasa bosan juga dipengaruhi oleh faktor pendidikan, ekonomi, dan

lamanya waktu pengobatan.

Penelitian yang berkaitan dengan hubungan keberadaan PMO dengan kejadian

resistensi OAT telah dilakukan oleh Caminero (2005) bahwa pasien yang tidak 

memiliki PMO mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk berkembang menjadi

resisten dibandingkan dengan pasien yang memiliki PMO. Hal ini dikarenakan, PMO

memiliki tanggung jawab untuk selalu mengingatkan dan memotivasi pasien untuk taat

dan menyelesaikan pengobatan hingga tuntas. Charles & Daley (2002) di California

USA menyatakan dalam penelitiannya bahwa sebagian besar kasus resisten OAT

didapatkan pada orang dengan keluarga atau kerabat dekat yang menderita MDR.

Hasil analisis adanya riwayat kontak penderita resistensi OAT tidak berhubungan

karena pada penelitian ini baik kasus maupun kontrol sama-sama memiliki faktor risiko

 paparan oleh kontak. Peneliti juga tidak mengecek langsung kebenaran dari jawaban

5/14/2018 Artikel Imiah TINI - Faktor Risiko Resistensi OAT - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-imiah-tini-faktor-risiko-resistensi-oat 9/

9

yang diberikan oleh responden. Pada penelitian ini pemberian resep tidak sesuai

standar juga tidak berhubungan dengan kejadian resistensi OAT karena sebagian besar 

  pasien yang ditanya jawab bahwa resep yang diberikan oleh dokter sama dengan

standar yang ditetapkan pemerintah. Namun, tidak menutup kemungkinan adanya bias

recall .

Hubungan antara riwayat pengobatan pasien berpindah-pindah dengan kejadian

resistensi OAT memiliki hubungan yang signifikan ( p 0,0015). Berdasakan teori

  bahwa sejarah pengobatan pasien yang berpindah-pindah berhubungan secara tidak 

langsung dengan kejadian resisten. Pasien berpindah-pindah tempat berobat lebih

dikarenakan pada ketidakpuasan mereka terhadap pengobatan sehingga pengobatan

menjadi tidak tuntas. Studi yang dilakukan Herbert di Chiangmai, Thailand (2007)

mengungkapkan bahwa pasien resistensi terhadap OAT memiliki riwayat pemberian

OAT sebelumnya. Sebagian besar pasien yang resisten dulunya pernah mengkonsumsi

OAT > 4 bulan. Studi di Eropa menyatakan bahwa riwayat mengkonsumsi OAT

sebelumnya menjadi faktor penentu yang kuat terhadap kejadian MDR (Faustini et al .,

2005).

Peneliti mempunyai keterbatasan antara lain peneliti tidak melalukan cross check 

data untuk mengetahui kontak pada pasien yang resistensi obat sehingga data yang

didapatkan kurang sempurna. Kemudian adanya bias recall untuk pengobatan standar.

Berdasarkan hasil penelitian mengenai faktor risiko resistensi OAT pada pasien TB

  paru di RS Margono dan BP4 Purwokerto bahwa terdapat hubungan antara

ketidakpatuhan dengan kejadian resistensi OAT ( p=0,002; OR=5,44 CI 95% 1,8-16,4),

terdapat hubungan antara tidak adanya PMO dengan kejadian resistensi OAT ( p=0,035;

5/14/2018 Artikel Imiah TINI - Faktor Risiko Resistensi OAT - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-imiah-tini-faktor-risiko-resistensi-oat 10

10

OR=3,14 CI 95% 1,06-9,26), tidak terdapat hubungan antara adanya kontak dengan

 penderita resistensi OAT dengan kejadian resistensi OAT ( p=0,488; OR=1,61 CI 95%

0,4-6,4), tidak terdapat hubungan antara pemberian resep tidak sesuai standar TB

dengan kejadian resistensi OAT ( p=0,197; OR=2,36 CI 95% 0,62-8,91), terdapat

hubungan antara sejarah pengobatan pasien yang berpindah-pindah dengan kejadian

resistensi OAT ( p=0,015; OR=4,00 CI 95% 1,27-12,57), terdapat hubungan antara

sejarah pemberian terapi OAT sebelumnya dengan kejadian resistensi OAT ( p=0,000;

OR=16,42 CI 95% 4,56-59,07).

Daftar Pustaka

Caminero, J.A. 2005. Management of Multidrug-Resistant Tuberculosis and Patients in

Retreatment. European Respiratory Journal , 25(5), pp.928-36.

Charles, L. & Daley, M.D. 2002. Transmission of Multidrug-Resistant Tuberculosis.

 American Journal of Respirtory and Critical Care Medicine, 165(6), pp.742-43.

Coninx, R., Mathieu, C., Debacker, M., Mirzoev, F., Ismaelov, A., de Haller, R. et al .

1999. First-line tuberculosis therapy and drug-resistant Mycobacterium

tuberculosis in prisons.   National Center for Biotechnology Information,

353(9157), pp.969-73.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006. Tuberkulosis, Pedoman Diagnosis

dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI.

Faustini, A., Hal, A.J. & Perucci, C.A. 2005. Risk factors for multidrug resistant

tuberculosis in Europe: a systematic review. Thorax An International Journal of  Respiratory Medicine, 61(2), p.158–163.

Kasper, D.L. et al. 2004.  Harrison's Principles of Internal Medicine. USA: McGraw-Hill.

Kawai, V., Sotto, G., Gilman, R.H., Bautista, C.T., Caviedes, ., Huaroto, L. et al .2006. Tuberculosis Mortality, Drug Resistance, and Infectiousness in Patientswith and without HIV Infection in Peru. The American Journal of Tropical 

 Medicine and Hygiene, 75(6), p.1027–1033.

Marzuki, S. & Nelwan, R. 2005. Protection, Care and Crue Rumah Sakit Cipto

Mangunkusumo. Medical Journal of Indonesia.

5/14/2018 Artikel Imiah TINI - Faktor Risiko Resistensi OAT - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/artikel-imiah-tini-faktor-risiko-resistensi-oat 11

11

 Nachega, J.B. & Chaisson, R.E. 2003. Tuberculosis Drug Resistance: A Global Threat.Oxford Journal Clinical Infectious Disease, 36(1), pp. S24-S30.

 Nikmawati, A., Windarwati & Hardjoeno. 2006. Drug Resistance of Mycobacteriumtuberculosis. Journal Unair , 12(2), pp.58-61.

Price, S.A. & Wilson, L.M. 2006.   Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses

 Penyakit . 6th ed. Jakarta: EGC.

Sastroasmoro, S. & Ismael, S. 2006.  Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. 2nd

ed. Jakarta: CV Sagung Seto.

Schmid, J.M. & Thomas, G. 2008. World Health Organization. [Online] Available at:

http://www.who.int/mediacentre/news/releases/2008/pr07/en/index.html[Accessed 21 Juli 2008].

Sudoyo, A. 2006.  Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Susanti, R. 2008.  Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Motivasi Pasien Tuberkulosis

 Paru dengan Keteraturan Berobat di Wilayah Kerja Puskesmas Purbaratu KotaTasikmalaya. Skripsi. Tasikmalaya: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Muhammaddiyah Tasikmalaya.

Xia, Y.Y., Hu, D.Y., Liu, F.Y., Wang, X.M., Yuan, Y.L., Tu, D.H. et al . 2010. Designe

of The Anti-tuberculosis Drugs Induced Adverse Reactions in China National

Tuberculosis Prevention and Control Scheme Study (ADACS).   BMC Public Health, 267(10), pp.1471-2458.