Artikel Ilmiah2

4
Mencari Solusi Tuntas Pasca Dolly Ditutup Watub Maulana (G1A014054) Senin, 16 Juni 2014, pemerintah Kota Surabaya resmi menutup Gang Dolly. Gang Dolly yang terletak di Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Kota Surabaya merupakan tempat lokalisasi Pekerja Seks Komersial (PSK). Gang Dolly ini menjadi sarang penyebaran Penyakit Menular Seksual (PMS) terutama HIV/AIDS. Karena faktor inilah, pemerintah Kota Surabaya menutup lokalisasi ini agar dapat menekan penyebaran HIV/AIDS di Kota Surabaya. Namun, penutupan lokalisasi Dolly ini belum efektif karena masih banyak PSK yang tetap beroperasi dengan tertutup dan sembunyi-sembunyi. Mereka beroperasi di tempat karauke, hotel, panti pijat, diskotik, spa dan tempat hiburan lainnya di Kota Surabaya. Data Bakesbanglinmas (Badan Kesatuan Nasional Dan Perlindungan Masyarakat) Kota Surabaya menyebutkan pasca Gang Dolly ditutup, masih terdapat 1449 PSK yang beroperasi secara tertutup. 27 % beroperasi di tempat karaoke, 20 % beroperasi di panti pijat, 23 % beroperasi di diskotek, 15 % beroperasi di hotel dan sisanya beroperasi di tempat hiburan lain di Kota Surabaya. Hal ini berdampak sulitnya mengontrol persebaran PSK di Kota Surabaya. Untuk mengatasi masalah ini dengan solusi yang tuntas dan tepat diperlukan penyelesaian akar permasalahan terlebih dahulu. Adapun akar permasalahan

description

Artikel Ilmiah2

Transcript of Artikel Ilmiah2

Mencari Solusi Tuntas Pasca Dolly Ditutup

Watub Maulana (G1A014054)

Senin, 16 Juni 2014, pemerintah Kota Surabaya resmi menutup Gang Dolly. Gang Dolly yang terletak di Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Kota Surabaya merupakan tempat lokalisasi Pekerja Seks Komersial (PSK). Gang Dolly ini menjadi sarang penyebaran Penyakit Menular Seksual (PMS) terutama HIV/AIDS. Karena faktor inilah, pemerintah Kota Surabaya menutup lokalisasi ini agar dapat menekan penyebaran HIV/AIDS di Kota Surabaya.

Namun, penutupan lokalisasi Dolly ini belum efektif karena masih banyak PSK yang tetap beroperasi dengan tertutup dan sembunyi-sembunyi. Mereka beroperasi di tempat karauke, hotel, panti pijat, diskotik, spa dan tempat hiburan lainnya di Kota Surabaya. Data Bakesbanglinmas (Badan Kesatuan Nasional Dan Perlindungan Masyarakat) Kota Surabaya menyebutkan pasca Gang Dolly ditutup, masih terdapat 1449 PSK yang beroperasi secara tertutup. 27 % beroperasi di tempat karaoke, 20 % beroperasi di panti pijat, 23 % beroperasi di diskotek, 15 % beroperasi di hotel dan sisanya beroperasi di tempat hiburan lain di Kota Surabaya. Hal ini berdampak sulitnya mengontrol persebaran PSK di Kota Surabaya.

Untuk mengatasi masalah ini dengan solusi yang tuntas dan tepat diperlukan penyelesaian akar permasalahan terlebih dahulu. Adapun akar permasalahan berjalannya prostitusi ini berdasarkan survey yang dilakukan LSM lokal Kota Surabaya, Our Right To Be Independent ( ORBIT ) adalah sebagai berikut.

1. Ekonomi, ekonomi merupakan faktor utama tetap berjalannya praktik prostitusi ini. Para PSK ini hidup dalam garis kemiskinan. Mereka menganggap prostitusi ini sebagai jalan satu-satunya mereka dapat hidup.

2. Pendidikan, para PSK Gang Dolly tidak memiliki pendidikan yang cukup. Selain itu mereka tidak memiliki ketrampilan khusus (skill) untuk bekerja.

3. Budaya, para PSK Gang Dolly sudah terbiasa dengan budaya seks bebas yang berlangsung sejak zaman Belanda.

4. Psikis, para PSK Gang Dolly menganggap diri mereka sendiri sebagai sampah masyarakat yang kotor dan terbuang.

Solusi yang disebutkan dibawah ini diambil dari beberapa jurnal ekonomi, kesehatan, dan jurnal tentang HIV/AIDS.

a. Panti rehabilitasi PSK, para PSK didata terlebih dahulu kemudian ditempatkan di panti untuk dilakukan rehabilitasi, pengobatan dan pembinaan kewirausahaan. Solusi ini dilakukan oleh pemerintah Kota Surabaya.

b. Pengobatan PSK yang terinfeksi PMS, misalnya para PSK yang terinfeksi HIV/AIDS diberi obat ARV (Anti Retro Viral) agar dapat meningkatkan kualitas hidup mereka. Pengobatan ini dipandu oleh dokter dan tenaga kesehatan lain.

c. Rehabilitasi Sosial, para PSK mendapatkan sosialisasi tentang bahaya seks bebas dan larangan agama tentang seks bebas. Para PSK juga mendapat bimbingan konseling dan konsultasi masalah mereka. Rehabilitasi sosial ini dipandu oleh psikolog atau dokter kejiwaan.

d. Kewirausahaan, mencakup tiga hal :

1. Latihan magang kerja, para PSK ini mendapatkan pelatihan kerja. Pelatihan kerja ini diisi dengan kursus kerja yang umum dan didasarkan minat dari para PSK. Misalnya : kursus menjahit, kursus berdagang, kursus membuat makanan, dan kursus kerajinan tangan. Pelatihan kerja ini dipandu oleh lembaga Balai Latihan Kerja ( BLK ) atau masyarakat yang kompeten.

2. Pemberian modal, setelah para PSK ini mempunyai keahlian kerja tertentu dan mempunyai minat usaha, para PSK ini diberi modal usaha dan fasilitas untuk bekerja yaitu peralatan kerja dan tempatnya. Misalnya para PSK telah memiliki keahlian menjahit dan mempunyai minat usaha menjahit, mereka diberi modal sejumlah uang untuk membeli benang, bahan sandang, gunting, jarum, dsb. Kemudian mereka diberi peralatan mesin jahit dan tempat berdagang pakaian yang mereka jahit.

3. Pengawasan usaha, setelah para PSK ini bekerja, mereka diberi pengawasan sampai mereka benar-benar mandiri dan tidak kembali lagi melakukan prostitusi. Setelah itu, para PSK ini diperbolehkan meninggalkan panti rehabilitasi untuk hidup bersama masyarakat.

Solusi diatas dilakukan oleh pemerintah Kota Surabaya dengan membentuk lembaga yang bertugas melakukan solusi tersebut serta mengkordinasikannya dengan pihak terkait. Dana untuk membentuk lembaga ini diperoleh dari APBD Kota Surabaya serta APBN dari Kementerian Sosial dan Kementerian Kesehatan.