Artikel 7
Click here to load reader
-
Upload
edhi-harpenta-sebayang -
Category
Documents
-
view
37 -
download
0
Transcript of Artikel 7
Administrasi Pajak pada Bisnis Properti / Real Estate Disadur dari Buku Panduan Pajak 2010-2011 yang diterbitkan oleh Koperasi Pegawai Kantor Pusat Direktorat Jendral Pajak
Properti/real estate adalah tanah beserta segala sesuatu yang ada di atasnya, baik yang bersifat permanen maupun
yang dapat dipindahkan. Maksud dari segala sesuatu di atas adalah Gedung /Bangunan beserta struktur yang
melekat padanya, sistem utilitas seperti saluran air baik air bersih maupun kotor, listrik, telepon, dan juga jlan
lingkungan serta pohon-pohon permanen yang ada didalamnya.
Hak-hak dalam Pemanfaatan Properti
Jenis-jenis hak kepemilikan atau pemanfaatan tanah menurut UU No 5 Tahun 1960 tentang UU Pokok Agraria
meliputi :
Hak milik
Hak guna-usaha
Hak guna-bangunan
Hak pakai
Hak sewa
Tahap penting dalam Pembebasan Tanah Bisnis Properti
Surat Izin Lokasi
Selain izin yang bersifat umum seperti izin usaha dan izin gangguan dari Pemda, di bidang properti, ada surat izin
khusus yang harus dimiliki oleh pengusaha yang dikenal dengan nama surat izin lokasi, berdasarkan Peraturan
Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN Nomor 2 Tahun 199 tentang taata cara izin lokasi PMA/PMDN.
Surat keputusan pemberian izin lokasi ditandatangani oleh bupat/walikota ( khusus Jakarta oleh Gubernur ).
Izin lokasi diberikan untuk jangka waktu sebagai berikut :
Izin lokasi seluas sampai dengan 25 Ha = 1 Tahun
Izin lokasi seluas sampai dengan 25 s/d 50 Ha = 2 Tahun
Izin lokasi seluas sampai dengan lebih dari 50 Ha = 3 Tahun
Untuk mendapatkan surat izin lokasi, pengusaha mengajukan permohonan ke Pemerintah Daerah dimana lokasi real
estate tersebut berada dengan melampirkan dokumen sebagai berikut :
Foto copy KTP Direktur Perusahaan
Foto copy Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT)
Surat Persetujuan Pemanfaatan Ruang (PPR)
Foto copy NPWP (D)
Foto Copy Akte Pendirian Perusahaan
Foto Copy Sertifikat hak atas tanah/ bukti perolehan tanah
Foto copy pelunasan PBB tahun terakhir pada lahan yang dimohon
Proposal Proyek
Pra Site Pland
Sosialisasi dan konsultasi kepada masyarakat sekitar yang dibuktikan dengan pernyataan tidak keberatan dari
tetangga atau Masyarakat sekitarnya
Surat pernyataan kesediaan pemilik lahan untuk dibebaskan oleh pengembang
Rencana tahapan pembangunan yang jelas sesuai proposal proyek dan kapan seluruh proyek dapat diselesaikan
Surat pernyataan kesanggupan untuk melaksanakan pembangunan keseluruhan dalam jangka waktu 10 tahun
terhitung sejak penerbitan SK izin lokasi pertama
Rincian lahan dan Aspek Tata Guna Lahan
Keterangan keanggotaan dari organisasi/ Asosiasi
Denah dan peta lokasi yang dikeluarkan oleh Dinas Perumahan Tata Ruang dan Cipta Karya
Surat pernyataan kesanggupan membayar ganti rugi dan penyediaan sarana sosial dan fasilitas lingkungan
Surat persetujuan Presiden RI bagi PMA dan SPPM dari BKPM untuk PMDN.
Hak dan Kewajiban atas Surat Izin Lokasi
1. Pemegang Izin Lokasi diizinkan untuk membebaskan tanah dalam areal izin lokasi hak dan kepentingan pihak
lain berdasarkan kesepakatan dengan pemegang hak.
2. Pemegang Izin Lokasi berkewajiban untuk mealporkan secara berkala setiap tiga bulan kepada Kantor
Pertanahan mengenai perolehan tanah yang sudah dilaksananakan berdasarkan izin lokasi dan pelaksanaan
penggunaan tanah tersebut.
3. Perolehan tanah oleh pemegang Izin Lokasi harus diselesaikan dalam jangka waktu izin Lokasi. Apa bila dalam
jangka waktu Izin Lokasi perolehan tanah belum selesai, maka Izin Lokasi dapat diperpanjang jangka waktunya
selama satu tahun apabila tanah yang sudah diperoleh mencapai lebih dari 50% dari luas tanah yang ditunjuk
dalam Izin lokasi.
Aspek Perpajakan Real Estate
Dasar Hukum yang berlaku
UU No. 20 Tahun 2000 (UU BPHTB)
Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2008
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008
Perlakuan Pajak atas Bisnis Real Estate Transaksi Perolehan Tanah
Ada dua kewajiban pajak menyangkut pembebasana tanah, yaitu BPHTB dan PPN. Adapula kewajiban PPh final
bagi penjual tanah, namun berefek pada pembeli pada saat penanda tanganan akta yaitu jika ternyata penjual tidak
melunasi pajak terutang, maka proses pengurusan pengalihan surat-surat tanah tersebut tidak akan bisa dilakukan,
sehingga pengusaha pun tidak akan bisa menjual kembali tanah yang telah dibeli tersebut.
BPHTB Tarif BPHTB adalah 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak kena Pajak ( NPOPKP )
NPOKP diperoleh dari Nilai Perolehan Objek Pajak ( NPOP ) setelah dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak
Tidak Kena Pajak ( NPOPTKP ). NPOP ini bisa nilai transaksi, nilai lelang atau nilai pasar wajar lainnya.
Namun ada syarat dimana nilai yang digunakan sebagai dasar NPOP tidak boleh lebih rendah dari Nilai Jual Objek
Pajak ( NJOP ) yang tercantum di SPPT PBB pada tahun yang bersangkutan
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan secara regional untuk masing-masing kabupaten/Kota
paling banyak Rp. 60.000.000,00.
Keputusan mengenai besarnya NPOPTKP ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP atas nama Menteri
Keuangan untuk masing—masing Kab/Kota dengan format sebagaimana terlampir.
Contoh Pengenaan BPHTB adalah sebagai berikut :
Pada tanggal 1 Februari 2001, pengusaha Real Estate “A” membeli tanah yang terletak di Kab “AA” dengan
nilai perolehan objek pajak Rp. 50.000.000 nilai perolehan NPOPTKP untuk Kab “AA” di tetapkan sebesar Rp.
60.000.000 mengingat NPOP lebih kecil daripada NPOPTKP, maka perolehan hak tersebut tidak terutang Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Pada tanggal 1 Februari 2001, wjaib pajak “B” membeli tanah dan bangunan di Kab “AA” dengan NPOP Rp.
100.000.000 NPOPTKP untuk Kab “AA” ditetapkan sebesar Rp. 60.000.000 maka penghitungan BPPHTB
adalah sebagai berikut :
NPOP : Rp. 100.000.000
NPOPTKP : Rp. 60.000.000
NPOPKP : Rp. 40.000.000
BPHTB = 5% X NPOPKP : Rp. 2.000.000
Saat terutangnya BPHTB adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta jual beli.
PPN
Untuk dikenakan PPN ada 4 syarat utama.
Penyerahan dilakukan oleh Pengusaha, bukan pengusaha kecil, saat ini, batasan pengusaha kecil, adalah
peredaran Bruto usaha tidak lebih dari Rp. 600 Juta
Objek yang ditransaksikan termasuk golongan Barang kena Pajak
Penyerahan dilakukan dalam daerah Pabean/ dimanfaatkan dalam daerah Pabean
Dilakukan dalam rangka usaha dan pekerjaannya
Atas transaksi pembelian tanah dari rakyat pemilik tanah biasanya tidak terutang PPN karena, meskipun tanah
adalah Barang Kena Pajak, namun syarat 1 dan 4 sulit dipenuhi oleh pemilik tanah.
Jika memenuhi semua persyaratan diatas, maka atas perolehan tanah, pembeli juga harus membayar PPN terutang
sebesar 10% dari nilai transaksi ( wajar ).
PPh
Kewajiban PPh final atas transaksi penjualan tanah menjadi tanggung jawab penjual, namun seringkali jika
berhubungan dengan pemilik tanah yang kecil, mereka menginginkan uang yang diterima adlah jumlah bersih (
telah dikeluarkan biaya-biaya dan pajak ) sehingga pembeli harus memperhitungkan PPh final ini.
Sebelum PPh final dilunasi, akta jual beli tidak bisa ditandatangani. PPh final dikenakan dengan tarif 5% dari nilai
tertinggi anatara nilai transaksi dan NJOP.
Perkecualian kewajiban PPh final ini untuk transaksi di bawah Rp. 60 juta( bukan jumlah yang dipecah-pecah )
dengan menggunakan Surat Ketetapan Bebas ( SKB ) PPh final ( Peraturan Dirjen Pajak Nomor Per-30/PJ/2009 ).
Pematangan Tanah
Dampak perpajakanpada kegiatan pematangan tanah adalah sebagai berikut :
Jika pematangan dilakukan oleh karyawan sendiri, maka ada kewajiban PPh Pasal 21
Jika diborongkan kepada pengusaha lain, maka atas jasa tersebut, pengusaha harus membayar PPN 10%
Pengusaha properti juga harus memotong PPh 23 sebesar 2% dari jumlah pembayaran diluar PPN ( UU PPh
pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 jo. PMK nomor 244/PMK.03/2008 )
Tahap Penjualan Tanah dan/ atau Bangunan
Tahap penjualan, biasanya dimulai dari penawaran, pembayaran tanda jadi, pembayaran uang muka dan
penandatanganan perjanjian pengikatan jual beli ( PPJB ), pelunasan harga ( baik melalui kredit maupun kas),
penandatanganan akta jual beli danserah terima properti yang diperjualbelikan ke konsumen / pembeli.
Perusahaan properti yang melakukan penjualan tanah akan dikenakan PPh final sebesar 5% dari nilai tertinggi
antara nilai transaksi atau NJOP. Tidak demikian untuk rumah sederhana dan rumah susun sederhana tarifnya 1%.
Pajak ini merupakan kewajiban penjual dan bersifat final.
Pengusaha properti juga harus memungut PPN 10% dari nilai transaksi. PPN dipungut untuk setiap pembayaran
atau penyerahan properti, mana yang lebih dulu. Normalnya, rumah diserahkan setelah semua pembayaran beres.
Sebagai contoh, jika pengembang menjual rumah dengan harga jual sebelum PPN adalah Rp.400 juta ( total
termasuk PPN adalah 440 juta ) dengan cara pembayaran tanda jadi 10 juta, uang muka sebesar Rp. 90 juta
dansisanya dilunasi lewat KPR, maka pihak penjual harus memungut PPN dan membuat faktur pajak sebagai
berikut :
Tanggal Tahap Uang
dibayar
( non PPN )
PPN
dipungut
Tanggal
Faktur
Ket
1 Jan 2009 Kesepakatan harga - - -
2 Jan 2009 Pembayaran tanda jadi 10 juta 1 juta 2 Jan 2009
1 Feb 2009 Pembayaran UM 1 50 juta 5 juta 1 Feb 2009
1 Mar 2009 Pembayaran UM 2 40 juta 4 juta 1 Mar 2009
1 Mei 2009 Pelunasan via KPR 300 juta 30 juta 1 Mei 2009
1 Juni 2009 Akta jual beli - - -
1 Juli 2009 Serah terima - - -