artikel 1

8
ARTIKEL Pemberantasan Vektor DBD di Indonesia Oleh Bambang Sukana, SKM ( Puslit Ekologi Kesehatan) L PENDAHULUAN P enyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) telah dikenal di Indonesia sebagai penyakit yang endemis terutama bagi anak-anak Di Indonesia DBD timbul sebagai wabah untuk pertama kalinya di Surabaya pada tahun 1968 9) . Sampai saat ini kasus DBD dilaporkan dari 26 propinsi dan telah menyebar dari daerah perkotaan ke pedesaan dan selama tahun 1974 - 1982 dilaporkan sebanyak 3.500 - 7.800 kasus dengan "Case Fatality Rate" 3,9 %. Penyebab penyakit ini ialah virus Dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama, di samping nyamuk Ae. albopictus. Wabah penyakit demam berdarah yang sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia beberapa tahun yang lalu perlu mendapat perhatian. Begitu pula vektor Ae. aegypti yang terdapat baik di daerah pedesaan maupun perkotaan memberi risiko timbuhiya wabah penyakit di masa yang akan datang. Untuk mengatasi masalah penyakit Demam Berdarah di Indonesia telah puluhan tahun dilakukan berbagai upaya pemberantasan vektor, tetapi hasihiya belum optimal. Kejadian Luar Biasa (KLB) masih sering terjadi. Secara teoritis ada empat cara untuk memutuskan rantai penularan DBD ialah melenyapkan virus, isolasi penderita, men- cegah gigitan nyamuk (vektor) dan pengen- dalian vektor. Untuk pengendalian vektor dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara kimia dan pengelolaan lingkungan, salah satunya dengan cara Pembersihan Sarang Nyamuk (PSN). Pengendalian vektor dengan cara kimia ha- nya memberikan perlindungan terhadap pindahnya penyakit yang bersifat sementara dan dilakukan hanya apabila terjadi letusan wabah. Cara ini memerlukan dana yang tidak sedikit serta mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan. Untuk itu perlu dilakukan cara lain yang tidak menggunakan bahan kimia diantaranya melalui peningkatan partisipasi masyarakat untuk pengendalian vektor dengan dilakukannya PSN. H.MANFAAT PEMBERANTASAN PE- NYAKIT DEMAM BERDARAH Insidens dan prevalensi penyakit demam berdarah menimbulkan kerugian pada individu, keluarga dan masyarakat. Kerugian ini berbentuk kematian, penderitaan, kesakitan dan hilangnya waktu produktif. Manfaat pemberantasan penyakit demam berdarah adalah pengurangan kesakitan, kematian, dan penderitaan individu dan keluarganya. Secara makro pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue mengurangi kerugian sosial dan meningkatkan produktivitas masyarakat serta berbagai "multiplier effect" lainnya. Dalam arti yang Media Litbangkes Vol III No. 01/1993

description

pemberantasan vektor dbd di

Transcript of artikel 1

Page 1: artikel 1

ARTIKEL

Pemberantasan Vektor DBD diIndonesia

OlehBambang Sukana, SKM

( Puslit Ekologi Kesehatan)

L PENDAHULUAN

Penyakit Demam Berdarah Dengue(DBD) telah dikenal di Indonesiasebagai penyakit yang endemis terutama

bagi anak-anak Di Indonesia DBD timbulsebagai wabah untuk pertama kalinya diSurabaya pada tahun 19689). Sampai saat inikasus DBD dilaporkan dari 26 propinsi dantelah menyebar dari daerah perkotaan kepedesaan dan selama tahun 1974 - 1982dilaporkan sebanyak 3.500 - 7.800 kasusdengan "Case Fatality Rate" 3,9 %.Penyebab penyakit ini ialah virus Dengue danditularkan melalui gigitan nyamuk Aedesaegypti sebagai vektor utama, di sampingnyamuk Ae. albopictus.

Wabah penyakit demam berdarah yangsering terjadi di berbagai daerah di Indonesiabeberapa tahun yang lalu perlu mendapatperhatian. Begitu pula vektor Ae. aegypti yangterdapat baik di daerah pedesaan maupunperkotaan memberi risiko timbuhiya wabahpenyakit di masa yang akan datang.

Untuk mengatasi masalah penyakit DemamBerdarah di Indonesia telah puluhan tahundilakukan berbagai upaya pemberantasanvektor, tetapi hasihiya belum optimal.Kejadian Luar Biasa (KLB) masih seringterjadi. Secara teoritis ada empat cara untukmemutuskan rantai penularan DBD ialahmelenyapkan virus, isolasi penderita, men-cegah gigitan nyamuk (vektor) dan pengen-

dalian vektor. Untuk pengendalian vektordilakukan dengan dua cara yaitu dengan carakimia dan pengelolaan lingkungan, salahsatunya dengan cara Pembersihan SarangNyamuk (PSN).

Pengendalian vektor dengan cara kimia ha-nya memberikan perlindungan terhadappindahnya penyakit yang bersifat sementaradan dilakukan hanya apabila terjadi letusanwabah. Cara ini memerlukan dana yang tidaksedikit serta mempunyai dampak negatifterhadap lingkungan. Untuk itu perludilakukan cara lain yang tidak menggunakanbahan kimia diantaranya melalui peningkatanpartisipasi masyarakat untuk pengendalianvektor dengan dilakukannya PSN.

H.MANFAAT PEMBERANTASAN PE-NYAKIT DEMAM BERDARAH

Insidens dan prevalensi penyakit demamberdarah menimbulkan kerugian pada individu,keluarga dan masyarakat. Kerugian iniberbentuk kematian, penderitaan, kesakitandan hilangnya waktu produktif.

Manfaat pemberantasan penyakit demamberdarah adalah pengurangan kesakitan,kematian, dan penderitaan individu dankeluarganya. Secara makro pemberantasanpenyakit Demam Berdarah Denguemengurangi kerugian sosial dan meningkatkanproduktivitas masyarakat serta berbagai"multiplier effect" lainnya. Dalam arti yang

Media Litbangkes Vol III No. 01/1993

Page 2: artikel 1

ARTIKEL

luas, pemberantasan penyakit DemamBerdarah Dengue akan meningkatkan mutukehidupan.

m.PENYAKTT DEMAM BERDARAHDAN PEMBERANTASANNYA

1. Penyakit Demam Berdarah Dengue(DBD)

Demam berdarah adalah suatu penyakitmenular yang ditandai demam mendadak,perdarahan baik di kulit maupun bagian tubuhlainnya serta dapat menimbulkan shock(renjatan) dan kematian.

Penyebab penyakit demam berdarah ialahvirus Dengue dan ditularkan melalui gigitannyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus.Penyakit ini terutama menyerang anak-anaktermasuk bayi meskipun sekarang proporsipenderita dewasa meningkat. Hal ini terjadikarena bayi dan anak belum memiliki sistemkekebalan yang lengkap sehingga angkakematiannya tergolong tinggi.

Penularan penyakit DBD pada dasarnyaterjadi karena adanya penderita maupunpembawa virus dengue, nyamuk Ae. aegyptisebagai vektor dan masyarakat sebagaisasarannya.

2. Ekologi vektor

Penyakit DBD meiibatkan 3 organismeyaitu : Virus Dengue, nyamuk Aedes. danpejcanu manusia. Secara alamiah ketigakelompok organisme tersebut secara individuatau populasi dipengaruhi oleh sejumlah faktorlingkungan biologik dan lingkungan fisik. Polaperilaku dan status ekologi dan ketigakelompok organisme tadi dalam ruang danwaktu saling berkaitan dan saling mem-butuhkan, menyebabkan penyakit DBDberbeda derajat endemisitasnya pada suatu

lokasi ke lokasi yang lain, dan dari tahun ketahun.

Untuk memahami kejadian penyakit yangditularkan vektor dan untuk pemberantasanpenyakit melalui pemberantasan vektornyaperlu mempelajari penyakit sebagai bagianekosistem alam yaitu Anthropo Ecosystem.Subsistem yang terkait dalam ekosistem iniadalah : virus, nyamuk Aedes, manusia,lingkungan fisik dan lingkungan biologik.

Virus Dengue, termasuk dalam flavivirusgroup dari famili Togaviridae, ada 4 serotypeyaitu Dengue-1, Dengue-2, Dengue-3 danDengue-4. Virus ini terdapat dalam darahpenderita 1 - 2 hari sebelum demam. Virustersebut berada dalam darah (Viremia)penderita selama 4-7 hari. Pada suhu 30°C, didalam tubuh nyamuk Ae. aegypti, _vims DBDmemerlukan waktu 8 - 10 hari untukmenyelesaikan masa inkubasi ekstrinsik darilambung sampai ke kelenjar ludah nyamuk(Ditjen PPM & PLP).

Virus dengue ditularkan dari orang sakit keorang sehat melalui gigitan nyamuk Aedessubgenus Stegomya. Di Indonesia ada 3 jenisnyamuk Aedes yang bisa menularkan virusDengue yaitu ~Ae. aegypti, Ae. albopictus,Ae. scutellaris. Dari ketiga jenis nyamuktersebut Ae. aegypti lebih berperan dalampenularan penyakit DBD.

Nyamuk Ae. aegypti adalah vektor utamapenyakit DBD di daerah tropik. Nyamuk inisemula berasal dari Afiika, kemudianmenyebar melalui sarana transportasi kenegara lain di Asia dan Amerika. Di Asia Ae.aegypti merupakan satu-satunya vektor yangefektif menularkan DBD, karena tempatperindukan berada di sekitar rumah danhidupnya tergantung pada darah manusia. Didaerah di mana penduduknya jarang, Ae.aegypti masih memiliki kemampuan penularan

10 Media Litbangkes Vol III No. 01/1993

Page 3: artikel 1

ARTIKEL

yang tinggi karena kebiasaan nyamuk tersebutmengisap darah manusia berulang-ulang padasiang hari. Oleh karena itu kebiasaan hidupAe. aegypti dan habitatnya merupakan faktoryang penting menjadi sasaran pencegahan danpemberantasan penularan DBD.

Tempat perindukan Ae. aegypti di negaraasalnya berbeda dengan di Asia. Di Afrikanyamuk hidup di hutan dan tempat perindu-kannya pada genangan air di pohon. Di Asianyamuk hidup di daerah pemukiman, dantempat perindukannya pada genangan airbersih buatan manusia (man made breedingplaces) di daerah pemukiman. Tempatperindukan Ae. aegypti dapat dibedakan atastempat perindukan sementara, permanen danalamiah.

Tempat perindukan sementara terdiri dariberbagai macam tempat penampungan air(TPA) termasuk : kaleng bekas, ban mobilbekas, pecahan botol, pecahan gelas, talangair, vas bunga, dan tempat yang dapatmenampung genangan air bersih. Tempatperindukan permanen adalah TPA untukkeperluan rumah tangga seperti : bakpenampungan air, reservoir air, bak mandi,gentong air dan bak cuci di kamar mandi.Tempat perindukan alamiah berupa genanganair pada pohon seperti pohon pisang, pohonkelapa, pohon aren, potongan pohon bambu,dan lubang pohon.

Nyamuk Ae. albopictus yang juga ber-peran dalam penularan penyakit DBD,merupakan nyamuk luar rumah dan jauh daripemukiman penduduk, misalnya di kebun,hutan dan daerah pinggiran kota, walaupundemikian peranannya dalam penularan penya-kit DBD perlu diwaspadai.

Penduduk Asia biasanya menyimpan air ditempat penampungan air yang berbeda-bedadan dibuat dari bermacam-macam bahan

seperti semen, plastik, tanah, kaleng, seng,besi dan keramik. Di Indonesia diperkirakansetiap rumah memiliki TPA antara 5-6 buah.Perilaku menyimpan air ini sangat tergantungkultur setempat dan kebutuhan air.Misalnya, di daerah Kalimantan, air hujanditampung untuk air minum, sedangkan airsumur atau air kali yang tidak jernih untukkeperluan lain seperti mandi dan mencuci.Bahkan di daerah di mana ada sistemperpipaan, penduduk masih ada kecederunganmenyimpan air, karena air dari perpipaansewaktu-waktu tidak mengalir. Kondisipenyimpanan air memberi peluang dankesempatan terjadinya tempat perindukannyamuk Ae. aegypti.

Pertambahan penduduk dan urbanisasimengakibatkan kebutuhan air meningkat,sehingga mengakibatkan upaya menampungair bertambah pula. Akibatnya meningkatkankemungkinan tempat perindukan nyamuk.Begitu juga berkembangnya pembangunan danperindustrian mengakibatkan barang industriseperti mobil dan barang-barang keperluanrumah tangga seperti plastik maupun gelasbertambah. Bertambah tingginya produksibarang-barang tersebut, mengakibatkanbertambahnya barang-barang buangan sepertiban bekas, kaleng, pecahan gelas dan plastik.Barang bekas tersebut semuanya memberipeluang bertambahnya tempat perindukannyamuk Ae. aegypti.

Lingkungan biologik yang mempengaruhipenularan penyakit DBD terutama adalahbanyaknya tanaman hias dan tanamanpekarangan, yang mempengaruhi kelembabandan pencahayaan di dalam rumah danhalamannya. Bila banyak tanaman hias dantanaman pekarangan, berarti akan menambahtempat yang disenangi nyamuk untuk hinggapistirahat dan juga menambah umur nyamuk.

Media Litbangkes Vol III No. 01/1993 11

Page 4: artikel 1

ARTIKEL

3. Pemberantasan vektor DBD

Pemberantasan nyamuk Ae. aegypti danAe. albopictus bertujuan untuk menurunkanangka kesakitan hingga ke tingkat yang bukanmerupakan masalah kesehatan masyarakatlagi. Kegiatan pemberantasan nyamuk Aedesyang dilaksanakan sekarang ada dua carayaitu:

a. Dengan cara kimia

Cara ini dapat dilakukan untuk nyamukdewasa maupun larva. Untuk nyamuk dewasasaat ini dilakukan dengan cara pengasapan(thermal fogging) atau pengabutan (coldfogging = Ultra Low Volume). Pemberantasannyamuk dewasa tidak menggunakan carapenyemprotan pada dinding (residualspraying) karena nyamuk Ae. aegypti tidaksuka hinggap pada dinding, melainkan padabenda-benda yang tergantung seperti kelambudan pakaian yang tergantung. Untukpemakaian di rumah tangga dipergunakanberbagai jenis insektisida yang disemprotkandi dalam kamar-kamar atau ruangan misalnya,golongan organophospat atau pyrethroidsynthetic.

Untuk pemberantasan larva dapat diguna-kan abate 1% SG. Cara ini biasanya digunakandengan menaburkan abate ke dalam bejanatempat penampungan air seperti bak mandi,tempayan, drum dapat mencegah adanya jentikselama 2 -3 bulan.

b. Pengelolaan lingkungan

1). Pembersihan sarang nyamuk (PSN).Cara ini dilakukan dengan menghilangkan

atau mengurangi tempat-tempat perindukan.Cara ini dikenal sebagai Pembersihan SarangNyamuk (PSN) yang pada dasarnya ialahpemberantasan jentik atau mencegah agar

nyamuk tidak dapat berkembang biak. PSN inidilakukan dengan .- Menguras bak mandi dan tempat-tempat

penampungan air lain sekurang-kurangnyaseminggu sekali. Ini dilakukan denganpertimbangan bahwa perkembangan telurmenjadi nyamuk selama 7-10 hari.

- Menutup rapat tempat penampungan airseperti tempayan, drum dan tempat air lain.

- Mengganti air pada vas bunga dan tempatminum burung sekurang-kurangnya se-minggu sekali.

- Membersihkan pekarangan dan halamanrumah dari barang-barang bekas sepertikaleng bekas dan botol pecah sehinggatidak menjadi sarang nyamuk.

- Menutup lubang-lubang pada bambu pagardan lubang pohon dengan tanah.

- Membersihkan air yang tergenang di ataprumah.

- Memelihara ikan.

2). Pengawasan kualitas lingkungan

Pengawasan kualitas lingkungan (PKL)adalah cara pemberantasan vektor DBDmelalui pengawasan kebersihan lingkunganoleh masyarakat. Cara ini bertujuan untukmenghilangkan tempat perindukan nyamukAe. aegypti dari daerah pemukiman pen-duduk.

Kegiatan pokok yang dilaksanakan olehPKL adalah (1) pengawasan kebersihanlingkungan di setiap rumah termasuk sekolah,tempat-tempat umum (TTU) dan tempat-tempat industri (TTI) oleh masyarakatseminggu sekali; (2) penyuluhan kebersihanlingkungan dan penggerakan masyarakatdalam kebersihan lingkungan dan penggerakanmasyarakat dalam kebersihan lingkunganmelalui gotong royong secara berkala; (3)pemantauan kualitas lingkungan menggunakanindikator kebersihan dan indeks vektor DBD.

12 Media Litbangkes Vol HI No. 01/1993

Page 5: artikel 1

ARTIKEL

IV. MASALAH SOSIAL DAN EKONOMIYANG BERHUBUNGAN DENGANDBF

Pengalaman menunjukkan bahwa upayapemberantasan vektor demam berdarah akanberhasil bila tingkat perkembangan sosial danekonomi masyarakat dapat mendukung.Kegagalan dalam mencapai atau memper-tahankan upaya pemberantasan tidak hanyadipengaruhi oleh tingginya derajat penularan,tetapi juga oleh perubahan lingkungan yangterjadi selama kegiatan pemberantasanberlangsung. Perubahan lingkungan tersebutdapat berdampak positif maupun negatifsesuai dengan peranan faktor masing-masing.

1. Faktor sosial

Pendidikan

Pembangunan di bidang pendidikan me-ningkatkan pengetahuan dan pemahamanterhadap kesehatan. Konsep sehat dan sakitmenjadi mantap yang mempengaruhi persepsi/pandangan cara hidup dan upaya seseoranguntuk dapat meningkatkan derajat kesehatan-nya. Dengan demikian pemberantasan Aedesdirasakan sebagai suatu kebutuhan yangdilestarikan hasilnya sehingga upaya untukmenyehatkan diri dan lingkungannya akanmereka laksanakan secara spontan. Hal iniakan menjadi suatu kebiasaan, sikap danperilaku seseorang untuk hidup sehat.

2. Faktor ekonomi.

Faktor ekonomi merupakan faktor yangjuga ikut menentukan timbulnya DBD, sebagaicontoh di daerah yang sulit akan air, dimanauntuk kebutuhan hidup sehari-sehari air harusdibeli, maka pekerjaan untuk menguras bakmandi, tempayan seminggu sekali sangatmemberatkan kehidupan mereka.

V. BEBERAPA PENELITIAN PENGEN-DALIAN VEKTOR

Pengendalian vektor demam berdarah telahbanyak dilakukan, karena cara ini yang palingefektif untuk membantu memutuskan rantaipenularan BDB di Indonesia. Cara pengenda-lian vektor yang paling banyak dilakukanadalah dengan memberantas jentik vektordengan menggunakan larvasida. Walaupunmasih ada cara lain yang mungkin sekali dapatdikembangkan.

Aminah dan Soekirno (1985), telahmelakukan pengujian Larvisida Triflumuron(OMS-2015) di laboratorium, untuk mengeta-hui pengaruhnya terhadap perkembangan larvaAe. aegypti. Penelitian ini menggunakan 6dosis 0,004; 0,011; 0,034; 0,10; 0,33 dan 1,0ppm. Hasil dari penelitian ini menunjukkanbahwa Triflumuron dengan dosis 0,004 ppmdapat menurunkan perkembangan pupa untukmenjadi dewasa dalam waktu 2 minggu, dosis0,10 ppm menurunkan padat populasi nyamukAe. aegypti selama 4 minggu dan dosis 1,0ppm menurunkan padat populasi nyamuk Ae.aegypti selama 8 minggu. SedangkanSoekirno (1985), telah melakukan penelitianlain dengan menggunakan insektisida yangsama. Dengan dosis 0,042 dan 0,075 ppmdiperoleh hasil bahwa indek pupa nol setelah 4hari.

Usman dkk (1985) telah melakukan ujicoba insektisida pada Ae. aegypti dewasa,dengan menggunakan penyemprotan ruangdengan 25% suspensi bendiocarb yangdilarutkan dengan solar menggunakan Fontan" back sprayer" dengan dosis antara 50 dan 75ml/ha dapat menurunkan populasi Ae. aegypti.Untuk nyamuk dewasanya, penurunanmencapai 85% dan larvanya 47%. Satuminggu setelah penyemprotan, populasi Ae.aegypti meningkat dan setelah dua minggu

Media Litbangkes Vol HI No. 01/1993 13

Page 6: artikel 1

ARTIKEL

sudah kembali seperti sebelum dilakukanpenyemprotan.

Yuwono (1988) telah melakukan percoba-an untuk meneliti perubahan lingkungan fisikterhadap penetasan telur Ae. aegypti dengancara membuat lingkungan yang berbeda-beda.Untuk keperluan tersebut dibuat kurungannyamuk untuk tempat telur yang disimpandalam kamar yang berbeda-beda. Kurungan 1(disingkat: Kl) disimpan dalam kondisi kamarbiasa, K2 disimpan dalam tempat yang gelapdan lembab, K3 disimpan dalam kamar (pukul14.00 - 09.00) dan dijemur di panas matahari(pukul 09.00 - 14.00). Dan K4 diberi pasir dandiperlakukan seperti K3. Hasil penelitian inimenyokong anggapan bahwa temperaturudara 24,5° - 27,5°C dan kelembaban udara81,5 - 89,5%, dalam ruangan yang sangatgelap dan lembab bersifat optimal bagi prosesembrionisasi dan ketahanan hidup embrionyamuk.

Penelitian peningkatan kualitas lingkungandalam rangka pemberantasan demam berdarahdi Kodya Sukabumi, Propinsi Jawa Barattahun 1988/89 dilakukan oleh Sumengen dkkyang diawali dengan Instruksi PSN olehWalikota Sukabumi. Intervensi dilakukandengan cara fogging, abatisasi dan PSN di 4kelurahan endemis tinggi, abatisasi dan PSN di4 kelurahan endemis sedang, PSN di 5kelurahan endemis rendah dan pengawasankualitas lingkungan di 2 kelurahan endemisrendah. Fogging menggunakan malathion 96%"technical grade" dosis 438 gram per hadilakukan 2 "cycle". Abatisasi menggunakan1% abate "sand granules" abate dengan dosis 1gram per 10 liter. Setelah 6 bulan intervensidiadakan survei penilaian, didapat hasilpengawasan kualitas lingkungan secarakonsisten lebih efektif menurunkan indekjentik dari pada intervensi lain. Penurunan"house index" mencapai 13,3 "containerindex" 1,0 dan "Breteau index" 13,4.

Hasil studi lain yang dilakukan oleh Kas-nodihardjo di Kotamadya Pontianak, Kali-mantan Barat tahun 1990 menunjukkanbentuk TPA yang digunakan di tempatpemukiman pada umumnya drum dantempayan. Sedangkan di tempat umumsebagian besar adalah bak. Mengenaipengetahuan, sikap dan perilaku masyarakatmenunjukkan bahwa, sebagian besar wargamasyarakat (83%) pernah mendengar tentangdemam berdarah, 81% diantaranya mengang-gap bahwa demam berdarah adalah suatupenyakit yang berbahaya. Sedangkan merekayang mengetahui tentang pencegahan demamberdarah dengan cara menutup rapat TPA17%, dengan cara mengganti air 27% dandengan menaburkan abate pada TPA 29%.

Hasil studi yang dilakukan oleh M.J. Nel-son dkk di Jakarta tahun 1974 menunjukkanbahwa dalam 100 rumah ditemukan rata-rata180 buah bejana berisi air, di mana 58 buahpositif, "Container index" (persentasi bejanayang positif) 32%. "House index" (persentaserumah yang positif) adalah 47% dan "Breteauindex" (Jumlah bejana positif dalam 100rumah) adalah 58. Kepadatan nyamuk baiklarva maupun dewasa rata-rata hampir samasepanjang tahun (tidak ada perbedaan padamusim hujan dan musim panas). Hampirsemua tempat perindukan terdapat di dalamrumah, dan sedikit sekali bejana di luar rumahyang terisi oleh air hujan dalam musim hujan.

VLUPAYA PENGENDALIAN VEKTORDBD YANG EFEKTIF

Seperti telah diuraikan di atas, pemberantasanvektor terdiri dari fogging, abatisasi,pengawa-san kualitas lingkungan, dan pembersihan sa-rang nyamuk (PSN).

Kegiatan fogging adalah pemberatasannyamuk demam berdarah menggunakaninsektisida dengan cara pengasapan. Insekti-

14 Media Litbangkes Vol III No. 01/1993

Page 7: artikel 1

ARTIKEL

sida yang digunakan ialah malathion dengancampuran solar. Pengasapan sangat efektifdalam memutuskan rantai penularan karenasemua nyamuk termasuk yang aktif matiseketika bila kontak dengan partikel-partikelinsektisida. Dengan demikian penularan segeradapat diputuskan. Namun bila jentik Ae.aegypti tidak dibasmi, penularan akanberulang kembali bila ada penderita viremiabaru.

Pengasapan yang menggunakan insektisidamempunyai dampak negatif bagi lingkungan.Insektisida tersebut dapat masuk ke dalamtubuh manusia melalui tiga jalan yaitu :1. jalan nafas2. jalan pencernaan, dan3. melewati kulit

Bila penanganan pengasapan dilakukandengan cara yang tidak benar maka hal iniakan membahayakan kesehatan masyarakat, disamping itu pula cara ini memerlukan danayang sangat mahal dalam pelaksanaannya.

Temephos berupa "sand granules" ditabur-kan dengan pasir sebagai "carier" ke dalambejana tempat penampungan air. Penaburanlarvasida di tempat penampungan air sepertibak mandi, tempayan, drum dapat mencegahtimbulnya jentik selama 2 - 3 bulan. Larvisidayang dipakai adalah abate 1% dengan dosis 1gram per 10 liter air. Namun cara ini tidakmenjamin terbasminya tempat perindukannyamuk secara permanen, karena masyarakatpada umumnya tidak begitu senang denganbau yang ditimbulkan larvisida selain itu puladiperlukan abate secara rutin untuk keperluanpelaksanaannya.

Kegiatan pengawasan kualitas lingkungan,adalah kegiatan yang memerlukan pemantauanyang terus menerus dari petugas kesehatan,sehingga kegiatan terasa sulit, karenamemerlukan tenaga dan waktu yang tidak

sedikit, mengingat luas wilayah kerja yangdijangkau oleh petugas kesehatan sangat luasper kecamatan.

Pembersihan Sarang Nyamuk (PSN) padadasarnya, untuk memberantas jentik ataumencegah agar nyamuk tidak dapatberkembang biak. Mengingat Ae. aegyptitersebar luas, maka pemberantasannya perluperan aktif masyarakat khususnya untukmemberantas jentik Ae. aegypti di rumah danlingkungannya masing-masing. Cara ini adalahsuatu cara yang paling efektif dilaksanakankarena:a. tidak memerlukan biaya yang besar;b. bisa dilombakan untuk menjadi daerah yang

terbersih.c. menjadikan lingkungan bersih.d. budaya bangsa Indonesia yang senang hidup

bergotong royong.d. dengan lingkungan yang bersih, tidak mus-

tahil penyakit lain yang diakibatkan olehlingkungan yang kotor akan berkurang.

Dengan demikian langkah penting dalamupaya pemberantasan DBD melalui upayaPSN ialah memberikan penyuluhan kepadamasyarakat yang intensif. Pokok-pokok pesanpenyuluhan yang disampaikan meliputipengenalan tanda-tanda, gejala-gejala DBD,dan cara pencegahan penularannya di rumahdan lingkungan masing-masing yang dise-suaikan dengan pendidikan yang merekamiliki. Sarana yang digunakan bisa melaluipengajian, pertemuan warga, sedangkanpenyuluhan massal bisa dilakukan melaluimedia massa seperti TV, radio, majalah dansurat kabar.

VILKESIMPULAN

Dalam rangka meningkatkan upaya pembe-rantasan vektor DBD telah dilakukan upayapemberantasan terpadu yang meliputi fogging,abatisasi, PSN dan pengawasan kualitas

Media Litbangkes Vol III No. 01/1993 15

Page 8: artikel 1

ARTIKEL

lingkungan. Dari keempat cara tersebut yangdirasa efektif untuk mendapat dukungan lintassektoral adalah dengan cara PSN.

Pelaksanaan PSN memang membutuhkanwaktu yang agak lama, karena memerlukanperan aktif masyarakat akan tetapikeberhasilan dari upaya ini cukup besar dalamrangka penurunan angka penyakit DBD.

KEPUSTAKAAN

1. Aminah, Nunik S. dan Sukirno,Mardjan (1985).Pengaruh IGR Triflumuron (OMS-2015)terhadap perkembangan larva Aedes aegyptidi laboratorium. Seminar ParasitologiNasional IV dan Kongres P4I ke-3 diYogyakarta.

2. Kasnodihardjo (1989), Studi Pengembang- anDesign Tempat Penampungan Air Hujan YangMosquito-proof Untuk Mencegah DemamBerdarah Dengue di Kodya Pontianak,Kalimantan Bar at, Badan Litbaiigkcs Dep.Kes. (Laporan penelitian, belum diterbitkan).

3. Nelson, MJ. et al., (1976), SeasonalAbundance Of Adult And Immature Aedesaegypti in Jakarta. Bulletin of Health Studiesin Indonesia 4 (1&2) : p.l.

4. Sumengen (1989J. Studi Peningkatan Kua-litasLingkungan Dalam Rangka Pemberan-tasan Demam Berdarah di Kodya Sukabumi,Propinsi Jawa Barat, Badan Litbangkes,DepKes. (Laporan penelitian, belumditerbitkan).

5. Survai Entomologi Demam Berdarah De-ngue, (1990), Ditjen P2M & PLP, Depkes.

6. Sugeng Yuwono M. (1988). Pengaruh Peru-bahan Lingkungan Fisik Terhadap PenetasanTelur Nyamuk Aedes aegypti. Berkl.Kedokteran Masyarakat, 4 :6 .

7. Soekirno, M. dan Aminah, Nunik. S (1985).Efektivitas IGR Triflumuron (OMS-2015)terhadap larva Aedes aegypti di TanjungPriok, Jakarta. Seminar Parasitologi NasionalIV dan Kongres P4I ke -3, Yogyakarta.

8. Usman, S. et al. (1985). A Field Trial OfBendiocarb (OMS-1394) As A Space AgaintsAedes aegypti Near Jakarta, Indonesia,

Majalah Ihnu dan Budaya, Th. VII, No. 4halaman 248-254.

9. Soeroso Thomas (1987,). PemberantasanDemam Berdarah Perlu Usaha Terpadu,Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia, 17(1)

Sumbangan Hmu.,.......I ftal::. :v.:;.:..".:: 8

22. Paterson, H.E., (1963). The species, speciescontrol and antimalarial campaigns.Implication of recent work on the Anophelsgambiae complex. S. Afr. J. Med. Sci., 28:33-44.

23. Stegnit, V.N. and V.P. Kabanova, (1978).Cytological study of indigenous population ofthe malaria mosquito in the territory of theUSSR I. Identification new species ofAnopheles in the maculipennis complex by thecytodiagnostic method. Mosq. Syst, 10: 1-12.

24. Subbarao Sarala,K.; K. Vasantha; T. Adakand V.P. Sharma, (1983). Anophelesculiciafacies complex. Evidence for a newsibling species. Species C. Ann. Entomol.Soc. Amer.,76: 985-988.

25. Sucharit, S.; W.Choochote; N. Pratichyausorn;N.S. Limsuw; C.Aphiwatanasorn; T. Kanda.(1983). Esterase patterns of Anopheles dims(Perils form) in the laboratory. SouthernAsian. J. Trop. Med. Pub. Hlth., 14: 127.

26. Suguna, S.G. Cytological and morphologicalevidence for sibling species in Anophelessubpictus Grassi. J. Comm. Dis.,14: 1-8.

27. Sukowati, S., (1978). Species kompleks vektormalaria Anopheles aconitus. Risalah KongresIhnu Pengetahuan Nasional LV., 447-460.

28. Walker, T.J., (1964). Cryptic species amongsound producing ensiferon. Orthoptera(Cryllidae and Tettigodae). Quart. Rev. Biol.,39: 345.

16 Media Litbangkes Vol 111 No. 01/1993