Judul Artikel (1)

15
Atasi Pre Menstrual Syndrome (PMS) dengan Vitamin B1 dan B2 Disusun oleh: Kelompok 3 Risha Meilinda M. 04111001069 Nyimas Inas Mellanisa 04111001067 Ferry Krisnamurti 04111001065 Aulia Bella O 04111001099 Fitri Nurrahmi 04111001077 Moza Guyanto 04111001112 Muhammad Syahid 04111001107 Rizki Febrina R 04111001116

description

m mmn

Transcript of Judul Artikel (1)

Atasi Pre Menstrual Syndrome (PMS) dengan Vitamin B1 dan B2

Disusun oleh:Kelompok 3

Risha Meilinda M. 04111001069Nyimas Inas Mellanisa04111001067Ferry Krisnamurti04111001065Aulia Bella O04111001099Fitri Nurrahmi04111001077Moza Guyanto 04111001112Muhammad Syahid 04111001107Rizki Febrina R04111001116

PENDIDIKAN DOKTER UMUMFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA2014

Judul artikel di atas: Manfaat Asupan Vitamin B1 dan B2 pada PMSPembatasan topik:

MenstruasiPre Menstrual SyndromeFaktor yang mempengaruhi PMSFaktor dietPreMenstrual SyndromeAtasi Pre Menstrual Syndrome (PMS) dengan Vitamin B1 dan B2

Kerangka topik:1. Definisi Pre Menstrual Syndrome (PMS)2. Prevalensi Pre Menstrual Syndrome (PMS)3. Gejala Pre Menstrual Syndrome (PMS)4. Etiologi Pre Menstrual Syndrome (PMS)5. Faktor diet yang memengaruhi PMS6. Definisi vitamin B1 dan B27. Pengaruh vitamin B1 dan B2 terhadap Pre Menstrual Syndrome (PMS)

Atasi Pre Menstrual Syndrome (PMS) dengan Vitamin B1 dan B2

Risha Meilinda M., Ferry Krisnamurti, Nyimas Inas Mellanisa, Aulia Bella O., Fitri Nurrahmi, Moza Guyanto, Muhammad Syahid, Rizki Febrina R.

1. PendahuluanKebanyakan wanita mengalami sakit datang bulan atau seringdisebut PMS (Premenstruasi Sindrom). Banyak keluhan yang dirasakan seperti rasa nyeri di perut, pusing, emosi yang tidak stabil, menurunnya konsentrasi, rasa pegal pada pinggang, paha dan punggung, dan lain sebagainya. Bagi beberapa wanita yang memiliki daya tahan tubuh yang kuat, keluhan-keluhan ini tidak terlalu mengganggu. Sebaliknya, bagi wanita yang memiliki daya tahan tubuh yang lemah keluhan-keluhan ini mengganggu bahkan terkadang hingga pingsan. Berdasarkan berat ringannya gejala, dapat dikategorikan gejala dengan skala tidak mengalami, ringan, dan berat. Burrough dan Arlene (1977) mengatakan bahwa sekitar 2-3% wanita mengalami gejala sindrom premenstruasi yang berat. Hylan (1999) memaparkan bahwa ada 80% dari 1045%wanita di United Kingdom dengan gejala PMS berhubungan dengan siklus menstruasi.Studi ini juga melihat dampaknya terhadap kualitas hidup pada wanita kelompok usia 18-49 tahun. Gangguan aktivitas paling tinggi terjadi di rumah lalu di masyarakat, sekolah dan terakhir di kantor. Kualitas kerja berkurang terdapat pada lebih dari 50% wanita yang bekerja.Menurut Dean (2006) dan Antai (2004), 37% pelajar mengalami gangguan dalam beraktivitas, yaitu sulit konsentrasi (48,3%), tidak mengikuti kuliah (46%), malas keluar rumah (43,8%), dan gangguan mengerjakan pekerjaan di rumah (42%) maupun tugas kuliah (36%).Oleh karena itu, penulis akan memaparkan hubungan vitamin B1 (tiamin) dan B2 (riboflavin) dalam hal manfaatnya terhadap sindrom premenstruasi. Berdasarkan beberapa penelitian, didapatkan hubungan yang cukup signifikan dimana manfaat mengkonsumsi kedua vitamin ini akan mengurani gejala sindrom premenstruasi yang dialami menjelang menstruasi.Ada dua tujuan penulisan makalah ini, yaitu: tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum berupa untukmengetahuihubunganantara manfaat vitamin B1 dan B2 terhadap sindrom premenstruasi berdasarkan hasil penelitian. Tujuan khusus berupa menjadi acuan untuk wanita dalam mengurangi risiko sindrom premenstruasi dan menjadi bahan untuk peneliti lain dalam hal mencari terapi yang berguna dalam hal preventif terhadap sindrom premenstruasi.

2. Isi

2.1 Definisi Pre Menstrual Syndrome (PMS)Reid (1993), Wyatt,dkk(1999, 2001), Frackiewitz dan Shiovitz (2001) mengatakan,

Sindrom premenstruasi adalah gangguan umum yang terjadi pada wanita muda dan dewasa pertengahan yan ditandai oleh kejadian berulang dalam fase luteal siklus menstruasi, yang merupakan gabungan dari stres fisik, psikologis, dan perubahan tingkah laku yang bahkan dapat memburuk sehingga menghasilkan penurunan hubungan interpersonal dan/atau gangguan dengan aktivitas-aktivitas normal, yang berhenti saat onset atau dengan tiba-tiba setelah menstruasi.

2.2 Prevalensi Pre Menstrual Syndrome (PMS)

Berdasarkan studi PMS yang meneliti pada berbagai 14 kultur di 10 negara ditemukan prevalensi tinggi di negara-negara barat (71-73%) dan jauh lebih rendah di negara-negara non-barat (23-34%) (WHO, 2007). Sedangkan prevalensi PMS menurut Dean (2006) pada orang barat, yaitu sebanyak 85%.Prevalensi PMS mencapai 69,9% di Egypt (El-Defrawi, 1990) dan di Saudi Arabia mencapai 96,6% (Al-Sowielem, 2003).

2.3 Gejala Pre Menstrual Syndrome (PMS)Pray (1998) dan Wyatt,dkk(1999) mengemukakan sekitar hari ketujuh sampai hari keempat, sebelumnya, pada beberapa kasus, dalam menstruasi, beberapa wanita mengalami gejala tertentu baik komponen somatik atau psikologis. Gejala rasa cemas, cepat marah, mudah tersinggung, rasa takut atau gelisah yang berlebihan, badan lemas, perut kembung, nyeri payudara, susah tidur, nafsu makan meningkat, sulit berkonsentrasi.Pusing, depresi, dan perasaan sensitif berlebihan dapat dirasakan.

2.4 Etiologi Pre Menstrual Syndrome (PMS)Etiologi sindrom premenstruasi masih kontroversial, dan telah banyak diulas (Wyatt dkk, 1999; Frackiewicz dan Shiovitz, 2001). Hal ini termasuk, sebuah kombinasi antara zinc yang rendah dan retensi tembaga (Chuong dan Dawson, 1994), fungsi serotonin yang abnormal (Eriksson,1999), defisiensi proesteron, beberapa neurotransmiter, nutrisi seperti vitamin E, B , kalsium, asam liolenat, magnesium permanganat, dll (Wyatt dkk, 1999; 2001).Penyebab munculnya gejala PMS belum diketahui dengan pasti. Banyak teori yang menyebutkan mengenai penyebab PMS, diantaranya teori hormonal (ketidakseimbangan estrogen dan progesteron, adapula yang mengatakann karena terlalu tingginya kadar estrogen), atau kadar serotonin yang tidak proporsional. Adanya peran faktor genetik dan lingkungan sosial diduga juga bermakna (Sylvia, 2010: 14).

2.5 Faktor Diet yang Mempengaruhi Pre Menstrual Syndrome (PMS)Ada beberapa faktor yang meningkatkan risiko terkena PMS. Pertama, wanita yang pernah melahirkan (PMS semakin berat setelah melahirkan beberapa anak, terutama bila pernah mengalami kehamilan dengan komplikasi seperti toksima). Kedua, status perkawinan (wanita yang sudah menikah lebih banyak mengalami PMS dibandingkan yang belum). Ketiga, usia (PMS semakin sering dan mengganggu dengan bertambahnya usia, terutama antara usia 30 - 45 tahun). Keempat, stres (faktor stres memperberat gangguan PMS).Kelima, diet (faktor kebiasaan makan seperti tinggi gula, garam, kopi, teh, coklat, minuman bersoda, produk susu, makanan olahan, memperberat gejala PMS). Keenam, kekurangan zat-zat gizi seperti kurang vitamin B (terutama B6), vitamin E, vitamin C, magnesium, zat besi, seng, mangan, asam lemak linoleat. Kebiasaan merokok dan minum alkohol juga dapat memperberat gejala PMS. Ketujuh, kegiatan fisik (kurang berolahraga dan aktivitas fisik menyebabkan semakin beratnya PMS) (Wikipedia, 2013).Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan di American Journal of Clinical Nutrition, vitamin B mampu mengatasi gejala PMS pada perempuan. Penelitian tersebut menyatakan bahwa vitamin B mempengaruhi neurotransmitter di otak yang memicu PMS. Vitamin B dengan jumlah yang tepat jika dikonsumsi akan menurunkan risiko sindrom pramenstruasi. Setelah dilakukan penelitian jangka panjang, gejala PMS berkurang 35% lebih rendah setelah mengkonsumsi vitamin B dari makanan daripada yang sedikit mengkonsumsi vitamin B. Peran vitamin B1 dan vitamin B2 dalam hal ini adalah dengan menyintesis neurotransmitter seperti serotonin dan dopamin yang mempengaruhi munculnya PMS (Harnowo, 2012).Faktor diet yang memengaruhi gejala PMS salah satunya adalah vitamin B. Terdapat 8 macam vitamin B. Vitamin B yang berpengaruh terhadap gejala PMS adalah vitamin B1 dan B2.

2.6 Definisi Vitamin B1 dan B2Thiamin atau vitamin B1 merupakan gabungan dari senyawa dengan cincin utama pirimidin dan senyawa dengan cincin utama tiasol. Karena peranannya sebagai koenzim dalam metabolisme perantara dari asam alfa-keto dan karbohidrat, maka tiamin terdapat pada hampir semua tanaman dan hewan. Konsumsi minimum pada manusia adalah 1 mg per 2000 kkal (deMan, 1997).Vitamin B2 atau riboflavin banyak berperan penting dalam metabolisme di tubuh manusia. Di dalam tubuh, vitamin B2 berperan sebagai salah satu komponen koenzim flavin mononukleotida (flavin mononucleotide, FMN) dan flavin adenine dinukleotida (adenine dinucleotide, FAD). Kedua enzim ini berperan penting dalam regenerasi energi bagi tubuh melalui proses respirasi.

2.7 Pengaruh vitamin B1 dan B2 terhadap Pre Menstrual Syndrome (PMS)Andreen, dkk dan Halbreich (2003) mengatakan bahwa patofisiologi PMS meliputi sebuah interaksi antara hormon ovarium dengan neurotransmitter otak, seperti serotonin dan asam butirat -amino (GABA). Vitamin B1 (Tiamin) dibutuhkan untuk metabolisme glukosa dan prekursor GABA. Vitamin B2 (Riboflavin) dibutuhkan untuk mengaktifkan vitamin B6, yang merupakan kofaktor dalam pembentukan serotonin dari asam amino triptofan (Stipanuk, 2006, Frankenburg, 2007 & Miller, 2008) . Chocano-Bedoya, dkk (2011) menyimpulkan Kami menemukan bahwa konsumsi tiamin dan riboflavin yang tinggi dari sumber makanan dihubungkan dengan kejadian PMS lebih rendah. Chocano-Bedoya, dkk (2011) mengemukakan bahwa dengan mengkonsumsi 1,9 mg/hari akan menurunkan risiko PMS sebesar 25% daripada mengkonsumsi 1,2 mg/hari. Tiamin dapat dikonsumsi sesuai dengan angka diet yang diizinkan seperti di atas dengan mengkonsumsi dua sampai tiga kali makanan kaya tiamin per hari, seperti sereal yang difortifikasi, kacang polong, kacang-kacangan, dan daging merah. Riboflavin dapat dikonsumsi sebanyak 2,5 mg% dengan mengkonsumsi 1-2 kali sereal yang difortifikasi per hari atau 6-7 kali makanan kaya riboflavin seperti susu sapi atau susu kedelai, bayam, dan daging merah. Riboflavin akan menurunkan sekitar 35% risiko PMS dengan mengkonsumsi 2,5 mg/hari dibandingkan dengan mengkonsumsi 1,4 mg/hari.

3. Penutup3.1 KesimpulanVitamin B1 dan B2 memberikan manfaat yang tinggi dari sumber makanan terhadap penurunan sindrom premenstruasi. Wanita yang mengalami gejala premenstruasi yang berat dapat mengkonsumsi vitamin B1 dan B2 dari makanan-makanan yang kaya akan vitamin ini dan bukan dari suplemen.

3.2 SaranKami mengharapkan artikel ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis. Kami juga mengharapkan banyak penelitian yang lain berhubungan dengan faktor-faktor yang mampu menurunkan gejala-gejala premenstruasi.

DAFTAR PUSTAKAAndreen, L., Backstrom, T., Birzniece, V.,dkk. The Role of Hormones and Hormonal Treatments in Premenstrual Syndrome. CNS Drugs 2003;17: 32542.

Al-Sowielem, L.S., Rasheed, P.2003. Prevalence and Predictors of Premenstrual Syndrome Among College-Aged Women in Saudi Arabia. Ann Saudi Med, 23:381.

Burroughs, A. 1997. Maternity Nursing An Introductory Text. Philadelphia: W. B. Sauders Company.

Chocano-Bedoya,P.O., Hankinson, S.E., Manson, J.E., dkk. 2011. Dietary B Vitamin Intake and Incident Premenstrual Syndrome. Am J Clin Nutr, 93: 1080-6.

Chuong, C.J.&Dawson, E.B. 1994. Zinc and Copper Levels in Premenstrual Syndrome.Fert Steril, 62: 313-320.

Bonnie, B., Borenstein, Jeff, E., Dean, Kevin, Y., Kimberly, Knight. 2006. Evaluating the Criteria Used for Identification of PMS. J Women's Health,15 (5): 54655.

De Man. 1997. Kimia Makanan Edisi Ke-2. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

El Defrawi, M.H., Lotfi, G., Mahfouz, R. 1990. Late Luteal Phase Dysphoric Disorder, Do We Need Another Psychiatric Category?. Egyptian Journal of Psychiatry,13:205212.

Eriksson, E. 1999. Serotonin Reuptake Inhibitors for The Treatment of Premenstrual Dysphoria. Int Clin Psychopharmacol, 14(suppl2):27-31.

Frackiewicz, E.J. & Shiovitz, T.M. 2001. Evaluation and Management of Premenstrual Syndrome and Premenstrual Dysphoric Disorder. J Am Pharm Assoc, 41:437-447.

Frankenburg, F.R. 2007. The Role of One-Carbon Metabolism in Schizophrenia and Depression. Harv Rev Psychiatry,15:146.

Harnowo, P.A. 2012. Lawan Sindrom Jelang Haid dengan Cara Ini, (Online), (http://health.detik.com/read/2012/02/08/125143/1837228/766/lawan-sindrom-jelang-haid-dengan-cara-ini?l771108bcj, diakses 08 Mei 2014). Halbreich, U. 2003. The Etiology, Biology, and Evolving Pathology of Premenstrual Syndromes. Psychoneuroendocrinology, 28 (suppl 3): 5599.

Hylan, T.R., Judge, R., & Sundell, K. 1999. The Impact of Premenstrual Symptomatology on Functioning and Treatment-Seeking Behavior: Experience From The United States,United Kingdom and France. JWomens Health Gend Based Med, 8: 10431052.

Miller, A.L. 2008. The Methylation, Neurotransmitter, and Antioxidant Connections Between Folate and Depression. Altern Med Rev, 13:216.

Pray, W.S.1998. PMS: A disorder that is diagnosable. US Pharmacist 23(9).

Sylvia,E.D. 2010. Sindrom Pra-Menstruasi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Stipanuk, M.H. 2006. Biochemical, Physiological, & Molecular Aspects of Human Mutrition. 2nd ed. St Louis, MO: Saunders Elsevier.

World Health Organization. 1981. A Cross-Cultural Study Of Menstruation: Implications For Contraceptive Development And Use Studies In Family Planning.12: 316.

Wyatt, K.M., Dormick, P.W., Jones, P.W., OBrien, P.M.S.1999. Efficacy of vitamin B-6 in the treatment of premenstrual syndrome: systematic review. B M J 318:1375-1381.