ari.doc
-
Upload
putra-sanchaya -
Category
Documents
-
view
221 -
download
0
Transcript of ari.doc
METABOLISM SEL DARAH DAN SYSTEM IMUN
Pembentukan dan Penghancuran Sel Darah Merah (Eritrosit)
Sel darah merah dibuat di sumsum tulang. Proses pembentukan memerlukan zat besi,
vitamin B12, asam folat, dan rantai globin yang merupakan senyawa protein berasal dari
hemositoblas. Hemoitoblas mula-mula membentuk erittroblas basofil yang mulai mensistesis
hemoglobin menjadi eritroblas polikromatofilik yang mengandung campuran zat basofilik dan
hemoglobin merah. Selanjutnya inti sel menyusut, inti sel di bentuk dalam jumlah yang lebih
banyak dan sel menjadi normoblas. Setelah sitoplasma normoblas terisi dengan hemoglobin, inti
menjadi sangat kecil dan dibuang pada waktu yang sama dengan reticulum endoplasa
direabsorbsi. Sel retikulosit masuk dalam kapiler darah melalui pori-pori membrane. Reticulum
endoplasma yang tersisa dalam retikulosit terus menghasilkan hemoglobin dalam jumlah kecil
selama 1-2 hari. Setelah retikulum diabsorbsi semuanya, sel ini menjadi eritrosit yang matang.
Untuk memproses pematangan sel eritrosit diperlukan hormone eritropoitein yang dibuang oleh
ginjal. Umur peredaran darah sekitar 105-120 hari, kemudian eritrosit dihancurkan di organ
limpa. Pada proses penghancuran akan dilepas zat besi dan pigmen bilirubin didalam hati akan
mengalami proses konjugasi kimiawi menjadi pigmen empedu dan keluar bersama cairan
empedu ke dalam usus. Pada gangguan fungsi hati terjadi hambatan proses konjugasi
(penggabungan) kimiawi sehingga bilirubin tidak dapat dikeluarkan dari dalam empedu dan
menumpuk dalam darah. Pigmen empedu menimbulkan warna kuning dan rasa gatal di kulit
pada pengderita gangguan hati. Vitamin B12 adalah zat gizi yang penting bagi sel tubuh dan
pertumbuhan jaringan. Kekurangan vitamin ini menyebabkan kegagalan pematangan inti dan
pembelahan sel sehingga menghambat kecepatan produksi sel darah merah. Sel darah merah
dikirim dari sumsum tulang belakang ke sistem sirkulasi, normalnya 120 hari sebelum
didestruksi. Walaupun idak mempunyai inti dan mitokondria (reticulum endoplasma) tetap
mempunyai enzim-enzim sitoplasma yang sanggup memetabolisme glukosa dengan proses
glikolitik membentuk ATP dan memberi energy yang diperlukan untuk menjaga sel darah merah
dapat hidup. Banyak sel darah merah dipecahkan di limfa dalam pulpa merah limfa. (Syaifuddin,
2011
Pembentukan Sel Darah Putih (Leukosit)
Leukosit disebut juga sel darah putih yang merupakan unit sistem pertahanan tubuh yang
mobil. Fungsi utama sel darah putih adalah sebagai pertahanan tubuh dengan cara
menghancurkan antigen (kuman, virus dan tokson). Ada enam sel darah putih yang biasa
ditemukan dalam darah diantaranya netrofil polimorfnuklear (62,0%), esinofil polimorfnuklear
(2,3%), basophil polimorfnuklear (0,4%), monosit (5,3%), limfosit (30,0%) dan kadang-kadan
sel plasma. Selain itu, terdapat sejumlah besar trombosit, yang merupakan pecahan dari sel jenis
lain yang serupa dengan sel darah putihyang dijumpai dalam sumsum tulang, yaitu megakariosit.
Ketiga sel polimorfnuklear mempunyai gambaran granular sehingga disebut granulosit.
Diferensiasi dini sel stem hemopoietik pluripotent menjadi berbagai tipe sel stem
commited. Sel-sel commited ini selain membentuk sel darah merah juga membentuk dua silsilah
utama sel darah putih, sisilah mielositik dan limfositik. Sel polimorfnuklear dan monosit
normalnya dibentuk hanya dalam sumsum tulang. Limfosit dan sel plasma dihasilkan dalam
berbagai organ limfogen termasuk kelenjar limfe, limpa, kelenjar timus, tonsil dan sisa limfoid
yang terletak dalam usus dan ditempat lain. Beberapa sel darah putih dibentuk di sumsum tulang,
khususnya granulosit yang disimpan dalam susmsum tulang sampai dibutuhkan dalam sistem
sirkulasi. Kekebanyakan sel monosit memasuki jaringan setelah menjadi makrofag dan melekat
pada jaringan. Sel monosit mempunyai kesanggupan seperti makrofag yaitu memakan bakteri,
virus, jaringan nekrotik atau partikel asing dalam jaringan. Bila sel darah putih ini muncul,
berbagai macam faktor akan menyebabkan leukosit tersebut dilepaskan. Lukosit yang
bersirkulasi dalam seluruh darah kira-kira tiga kali lipat jumlah yang disimpan dalam sumsum.
Jumlah ini sesuai dengan persediaan leukosit selama 6 hari. Limfosit sebagian besar disimpan
diberbagai area jaringan limfoid, kecuali sejumlah kecil limfosit yang diangkut dalam darah
untuk sementara waktu.
Metabolisme sel-sel imun
Sistem imun tersusun dari sel-sel dan jaringan yang membentuk imunitas, yaitu kekebalan
tubuh terhadap infeksi atau penyakit. Organisme penyebab penyakit (patogen) dapat masuk
kedalam tubuh dan memasuki jaringan atau sel-sel dalam tubuh. Patogen juga dapat
menghancurkan sistem imun dalam tubuh kita dan menggandakan diri dalam tubuh. Patogen
juga dapat menghancurkan jaringan-jaringan dalam tubuh kita dengan melepas racun. Jika
kekebalan tubuh kita dapat dikalahkan oleh patogen, berarti tubuh kita mengalami suatu
penyakit.
Jika sistem imun pada seseorang bekerja secara optimal, orang tersebut tidak mudah terkena
penyakit dan sistem keseimbangan juga normal. Namun, sistem imun tidak dapat dibentuk dalam
waktu singkat. Respon imun tubuh alamiah terhadap serangan antigen baru akan muncul dalam
waktu 24 jam.
Respon imun alamiah (nonspesifik) umumnya merupakan imunitas bawaan (innate
immunity) dalam arti bahwa respon zat asing dapat terjadi walaupun tubuh sebelumnya tidak
pernah terpapar pada zat tersebut. Tanggapan pertama yang bersifat non spesifik dengan
mekanisme yang stereotipik. Tubuh menyediakan berbagai enzim termasuk sistem komplemen
dan interferon yang merupakan perangkat dalam mekanisme humoral. Mekanisme seluler akan
melibatkan sel- sel dengan kemampuan fagosit: netrofil dan makrofag (Cooke, 1991).
Beberapa kemungkinan aktivitas tubuh terhadap antigen:
Sistem imun nonspesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi
mikroorganisme, oleh karena itu dapat memberikan respon langsung terhadap antigen. Respon
imun nonspesifik Salah satu upaya tubuh untuk mempertahankan diri terhadap masuknya
antigen, misalnya antigen bakteri, adalah menghancurkan bakteri bersangkutan secara
nonspesifik dengan proses fagositosis. Dalam hal ini leukosit yang termasuk fagosit memegang
peranan peranan yang sangat penting, khususnya makrofag demikian pula neutrifil dan monosit.
Supaya dapat terjadi fagositosis sel-sel fagosit tersebut harus berada dalam jarak dekat dengan
partikel bakteri, atau lebih tepat lagi bahwa partikel tersebut harus melekat pada permukaan
fagosit . Untuk mencapai hal ini maka fagosit harus bergerak menuju sasaran. Hal ini
dimungkinkan berkat dilepaskannya zat atau mediator tertentu yang disebut factor leukotaktik
atau kemotaktik yang berasal dari bakteri maupun yang dilepaskan oleh neutrofil atau makrofag
yang sebelumnya telah berada di lokasi bakteri atau yang dilepaskan oleh komplemen (Brost,
1993).
Selain faktor kemotaktik yang menarik fagosit menuju antigen sasaran, untuk proses
fagositosis selanjutnya bakteri perlu mengalami opsonisasi terlebih dahulu. Ini berarti bahwa
bakteri terlebih dahulu dilapisi oleh immunoglobulin atau komplemen (C3b), agar supaya lebih
mudah ditangkap oleh fagosit. Selanjutnya partikel bakteri masuk ke dalam sel dengan cara
endositosis dan oleh pembentukan fagosom yang terperangkap dalam kantung fagosom seolah-
olah ditelan untuk kemudian dihancurkan, baik dengan proses oksidasi-reduksi maupun oleh
derajat keasaman yang ada dalam fagosit atau penghancuran oleh lisozim dan gangguan
metabolisme bakteri (Cooke, 1991).
Mekanisme Respon Imun
Selain fagositosis, manifestasi respon imun nonspesifik yang lain adalah reaksi inflamasi.
Sel-sel sistem imun tersebar di seluruh tubuh tetapi bila terjadi infeksi di satu tempat perlu
memusatkan sel-sel sistem imun itu dan produk-produk yang dihasilkannya ke lokasi infeksi.
Selama respon ini terjadi tiga proses penting, yaitu peningkatan aliran darah di area infeksi,
peningkatan permeabilitas kapiler akibat retraksi sel-sel endotel yang mengakibatkan molekul-
molekul besar dapat menembus dinding vaskuler, dan migrasi leukosit ke luar vaskuler. Reaksi
ini terjadi akibat dilepaskannya mediator-mediator tertentu oleh beberapa jenis sel misalnya
histamine yang dilepaskan oleh basofil dan mastosit, vaso activeamine yang dilepaskan oleh
trombosit, serta anafila toksin berasal dari kompone- komponen komplemen yang merangsang
penglepasan mediator-mediator oleh mastosit dan basofil sebagai reaksi umpan balik. Mediator-
mediator ini antara lain merangsang bergeraknya sel-sel polimorfonuklear (PMN) menuju lokasi
masuknya antigen serta meningkatkan permeabilitas dinding vaskuler yang mengakibatkan
eksudasi protein plasma dan cairan. Gejala inilah yang disebut respon inflamasi akut (Roeslan,
2002).
Respon imun adaptif (spesifik) merupakan respon didapat (acquired) yang timbul
terhadap antigen tertentu, terhadap bagian tubuh mana yang terpapar sebelumnya. Sistem imun
spesifik: Humoral:menggunakan Antibody yang bersifat sangat spesifik. Seluler: melibatkan
limfosit T. Sistem imun spesifik membutuhkan waktu untuk mengenal antigen terlebih dahulu
sebelum dapat memberikan responnya (Dinejad, 2005).
Perbedaan utama terhadap kedua jenis respon imun itu adalah dalam hal spesifisitas dan
pembentukan memory terhadap antigen tertentu pada respon imun spesifik yang tidak terdapat
pada respon imun nonspesifik. Namun telah dibuktikan pula bahwa kedua jenis respon di atas
saling meningkat kan efektifitas dan bahwa respon imun yang terjadi sebenarnya merupakan
interaksi antara satu komponen dengan komponen lain yang dapat terdapat di dalam sistem imun.
Interaksi tersebut berlangsung bersama-sama sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu
aktifasi biologik yang seirama dan serasi (Roeslan, 2002).
Respon imun berawal sewaktu sel B atau T berikatan, seperti kuci dengan anak
gemboknya, dengan suatu protein yang diidentifikasi oleh sel T atau B sebagai benda asing.
Selama perkembangan masa janin di hasilkan ratusan ribu sel B dan sel T yang memilki potensi
yang berikatan dengan protein spesifik. Protein yang dapat berikatan dengan sel T dan B
mencakup protein yang terdapat di membran sel bakteri, mikoplasma, selubung virus, atau
serbuk bunga, debu, atau makanan tertentu. Setiuap sel dari seseotang memilki proitein-protein
permukaan yang dikenali berbagai benda asing oleh sel T atau B milik orang lain (Darmanto,
2009).
Protein yang dapat berikatan dengan sel; T atau B di sebut deengan antigen, apabila suatu
antigen menyebabkan sel T atau B menjadi aktif bermultiplikasi dan berdeferensiaasi lebih
lanjut, maka antigen tersebut dapat bersifat imunogenik. Tujuan utama respon imun adalah
menetralkan , menghancurkan atau mengeluarkan benda asing tersebut lebih cepat dari biasanya
(Darmanto, 2009).
Daftar Pustaka
Brost. 1993. Immunology, 3rd ed. St Louis Mosby Co: 1.1-1.12.
Cooke A, Owen M. 1991. The Immune System In Advanced Immunology 2nd ed.: New York: Gover Med Publishing
Darmanto Raden djojodibroto. 2009. Respirologi (respiratori medicine). Jakarta: EGC.
Dinejad, Ahmad. 2005. Sistem Kekebalan Tubuh. Jakarta: Cv.Swasada
Pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/…/metabolism_eritrosit.pdf