ari.doc

9
METABOLISM SEL DARAH DAN SYSTEM IMUN Pembentukan dan Penghancuran Sel Darah Merah (Eritrosit) Sel darah merah dibuat di sumsum tulang. Proses pembentukan memerlukan zat besi, vitamin B 12 , asam folat, dan rantai globin yang merupakan senyawa protein berasal dari hemositoblas. Hemoitoblas mula-mula membentuk erittroblas basofil yang mulai mensistesis hemoglobin menjadi eritroblas polikromatofilik yang mengandung campuran zat basofilik dan hemoglobin merah. Selanjutnya inti sel menyusut, inti sel di bentuk dalam jumlah yang lebih banyak dan sel menjadi normoblas. Setelah sitoplasma normoblas terisi dengan hemoglobin, inti menjadi sangat kecil dan dibuang pada waktu yang sama dengan reticulum endoplasa direabsorbsi. Sel retikulosit masuk dalam kapiler darah melalui pori-pori membrane. Reticulum endoplasma yang tersisa dalam retikulosit terus menghasilkan hemoglobin dalam jumlah kecil selama 1-2 hari. Setelah retikulum diabsorbsi semuanya, sel ini menjadi eritrosit yang matang. Untuk memproses pematangan sel eritrosit diperlukan hormone eritropoitein yang dibuang oleh ginjal. Umur peredaran darah sekitar 105-120 hari, kemudian eritrosit dihancurkan di organ limpa. Pada proses penghancuran akan dilepas zat besi dan pigmen bilirubin didalam hati akan mengalami proses konjugasi kimiawi menjadi pigmen empedu dan keluar bersama cairan empedu ke dalam usus. Pada gangguan fungsi hati terjadi hambatan proses konjugasi (penggabungan) kimiawi sehingga bilirubin tidak dapat dikeluarkan dari dalam empedu dan

Transcript of ari.doc

Page 1: ari.doc

METABOLISM SEL DARAH DAN SYSTEM IMUN

Pembentukan dan Penghancuran Sel Darah Merah (Eritrosit)

Sel darah merah dibuat di sumsum tulang. Proses pembentukan memerlukan zat besi,

vitamin B12, asam folat, dan rantai globin yang merupakan senyawa protein berasal dari

hemositoblas. Hemoitoblas mula-mula membentuk erittroblas basofil yang mulai mensistesis

hemoglobin menjadi eritroblas polikromatofilik yang mengandung campuran zat basofilik dan

hemoglobin merah. Selanjutnya inti sel menyusut, inti sel di bentuk dalam jumlah yang lebih

banyak dan sel menjadi normoblas. Setelah sitoplasma normoblas terisi dengan hemoglobin, inti

menjadi sangat kecil dan dibuang pada waktu yang sama dengan reticulum endoplasa

direabsorbsi. Sel retikulosit masuk dalam kapiler darah melalui pori-pori membrane. Reticulum

endoplasma yang tersisa dalam retikulosit terus menghasilkan hemoglobin dalam jumlah kecil

selama 1-2 hari. Setelah retikulum diabsorbsi semuanya, sel ini menjadi eritrosit yang matang.

Untuk memproses pematangan sel eritrosit diperlukan hormone eritropoitein yang dibuang oleh

ginjal. Umur peredaran darah sekitar 105-120 hari, kemudian eritrosit dihancurkan di organ

limpa. Pada proses penghancuran akan dilepas zat besi dan pigmen bilirubin didalam hati akan

mengalami proses konjugasi kimiawi menjadi pigmen empedu dan keluar bersama cairan

empedu ke dalam usus. Pada gangguan fungsi hati terjadi hambatan proses konjugasi

(penggabungan) kimiawi sehingga bilirubin tidak dapat dikeluarkan dari dalam empedu dan

menumpuk dalam darah. Pigmen empedu menimbulkan warna kuning dan rasa gatal di kulit

pada pengderita gangguan hati. Vitamin B12 adalah zat gizi yang penting bagi sel tubuh dan

pertumbuhan jaringan. Kekurangan vitamin ini menyebabkan kegagalan pematangan inti dan

pembelahan sel sehingga menghambat kecepatan produksi sel darah merah. Sel darah merah

dikirim dari sumsum tulang belakang ke sistem sirkulasi, normalnya 120 hari sebelum

didestruksi. Walaupun idak mempunyai inti dan mitokondria (reticulum endoplasma) tetap

mempunyai enzim-enzim sitoplasma yang sanggup memetabolisme glukosa dengan proses

glikolitik membentuk ATP dan memberi energy yang diperlukan untuk menjaga sel darah merah

dapat hidup. Banyak sel darah merah dipecahkan di limfa dalam pulpa merah limfa. (Syaifuddin,

2011

Pembentukan Sel Darah Putih (Leukosit)

Page 2: ari.doc

Leukosit disebut juga sel darah putih yang merupakan unit sistem pertahanan tubuh yang

mobil. Fungsi utama sel darah putih adalah sebagai pertahanan tubuh dengan cara

menghancurkan antigen (kuman, virus dan tokson). Ada enam sel darah putih yang biasa

ditemukan dalam darah diantaranya netrofil polimorfnuklear (62,0%), esinofil polimorfnuklear

(2,3%), basophil polimorfnuklear (0,4%), monosit (5,3%), limfosit (30,0%) dan kadang-kadan

sel plasma. Selain itu, terdapat sejumlah besar trombosit, yang merupakan pecahan dari sel jenis

lain yang serupa dengan sel darah putihyang dijumpai dalam sumsum tulang, yaitu megakariosit.

Ketiga sel polimorfnuklear mempunyai gambaran granular sehingga disebut granulosit.

Diferensiasi dini sel stem hemopoietik pluripotent menjadi berbagai tipe sel stem

commited. Sel-sel commited ini selain membentuk sel darah merah juga membentuk dua silsilah

utama sel darah putih, sisilah mielositik dan limfositik. Sel polimorfnuklear dan monosit

normalnya dibentuk hanya dalam sumsum tulang. Limfosit dan sel plasma dihasilkan dalam

berbagai organ limfogen termasuk kelenjar limfe, limpa, kelenjar timus, tonsil dan sisa limfoid

yang terletak dalam usus dan ditempat lain. Beberapa sel darah putih dibentuk di sumsum tulang,

khususnya granulosit yang disimpan dalam susmsum tulang sampai dibutuhkan dalam sistem

sirkulasi. Kekebanyakan sel monosit memasuki jaringan setelah menjadi makrofag dan melekat

pada jaringan. Sel monosit mempunyai kesanggupan seperti makrofag yaitu memakan bakteri,

virus, jaringan nekrotik atau partikel asing dalam jaringan. Bila sel darah putih ini muncul,

berbagai macam faktor akan menyebabkan leukosit tersebut dilepaskan. Lukosit yang

bersirkulasi dalam seluruh darah kira-kira tiga kali lipat jumlah yang disimpan dalam sumsum.

Jumlah ini sesuai dengan persediaan leukosit selama 6 hari. Limfosit sebagian besar disimpan

diberbagai area jaringan limfoid, kecuali sejumlah kecil limfosit yang diangkut dalam darah

untuk sementara waktu.

Metabolisme sel-sel imun

Sistem imun tersusun dari sel-sel dan jaringan yang membentuk imunitas, yaitu kekebalan

tubuh terhadap infeksi atau penyakit. Organisme penyebab penyakit (patogen) dapat masuk

kedalam tubuh dan memasuki jaringan atau sel-sel dalam tubuh. Patogen juga dapat

menghancurkan sistem imun dalam tubuh kita dan menggandakan diri dalam tubuh. Patogen

juga dapat menghancurkan jaringan-jaringan dalam tubuh kita dengan melepas racun. Jika

Page 3: ari.doc

kekebalan tubuh kita dapat dikalahkan oleh patogen, berarti tubuh kita mengalami suatu

penyakit.

Jika sistem imun pada seseorang bekerja secara optimal, orang tersebut tidak mudah terkena

penyakit dan sistem keseimbangan juga normal. Namun, sistem imun tidak dapat dibentuk dalam

waktu singkat. Respon imun tubuh alamiah terhadap serangan antigen baru akan muncul dalam

waktu 24 jam.

Respon imun alamiah (nonspesifik) umumnya merupakan imunitas bawaan (innate

immunity) dalam arti bahwa respon zat asing dapat terjadi walaupun tubuh sebelumnya tidak

pernah terpapar pada zat tersebut. Tanggapan pertama yang bersifat non spesifik dengan

mekanisme yang stereotipik. Tubuh menyediakan berbagai enzim termasuk sistem komplemen

dan interferon yang merupakan perangkat dalam mekanisme humoral. Mekanisme seluler akan

melibatkan sel- sel dengan kemampuan fagosit: netrofil dan makrofag (Cooke, 1991).

Beberapa kemungkinan aktivitas tubuh terhadap antigen: 

Sistem imun nonspesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi

mikroorganisme, oleh karena itu dapat memberikan respon langsung terhadap antigen. Respon

imun nonspesifik Salah satu upaya tubuh untuk mempertahankan diri terhadap masuknya

antigen, misalnya antigen bakteri, adalah menghancurkan bakteri bersangkutan secara

nonspesifik dengan proses fagositosis. Dalam hal ini leukosit yang termasuk fagosit memegang

peranan peranan yang sangat penting, khususnya makrofag demikian pula neutrifil dan monosit.

Supaya dapat terjadi fagositosis sel-sel fagosit tersebut harus berada dalam jarak dekat dengan

partikel bakteri, atau lebih tepat lagi bahwa partikel tersebut harus melekat pada permukaan

fagosit . Untuk mencapai hal ini maka fagosit harus bergerak menuju sasaran. Hal ini

dimungkinkan berkat dilepaskannya zat atau mediator tertentu yang disebut factor leukotaktik

atau kemotaktik yang berasal dari bakteri maupun yang dilepaskan oleh neutrofil atau makrofag

yang sebelumnya telah berada di lokasi bakteri atau yang dilepaskan oleh komplemen (Brost,

1993).

Selain faktor kemotaktik yang menarik fagosit menuju antigen sasaran, untuk proses

fagositosis selanjutnya bakteri perlu mengalami opsonisasi terlebih dahulu. Ini berarti bahwa

bakteri terlebih dahulu dilapisi oleh immunoglobulin atau komplemen (C3b), agar supaya lebih

Page 4: ari.doc

mudah ditangkap oleh fagosit. Selanjutnya partikel bakteri masuk ke dalam sel dengan cara

endositosis dan oleh pembentukan fagosom yang terperangkap dalam kantung fagosom seolah-

olah ditelan untuk kemudian dihancurkan, baik dengan proses oksidasi-reduksi maupun oleh

derajat keasaman yang ada dalam fagosit atau penghancuran oleh lisozim dan gangguan

metabolisme bakteri (Cooke, 1991).

Mekanisme Respon Imun

Selain fagositosis, manifestasi respon imun nonspesifik yang lain adalah reaksi inflamasi.

Sel-sel sistem imun tersebar di seluruh tubuh tetapi bila terjadi infeksi di satu tempat perlu

memusatkan sel-sel sistem imun itu dan produk-produk yang dihasilkannya ke lokasi infeksi.

Selama respon ini terjadi tiga proses penting, yaitu peningkatan aliran darah di area infeksi,

peningkatan permeabilitas kapiler akibat retraksi sel-sel endotel yang mengakibatkan molekul-

molekul besar dapat menembus dinding vaskuler, dan migrasi leukosit ke luar vaskuler. Reaksi

ini terjadi akibat dilepaskannya mediator-mediator tertentu oleh beberapa jenis sel misalnya

histamine yang dilepaskan oleh basofil dan mastosit, vaso activeamine yang dilepaskan oleh

trombosit, serta anafila toksin berasal dari kompone- komponen komplemen yang merangsang

penglepasan mediator-mediator oleh mastosit dan basofil sebagai reaksi umpan balik. Mediator-

mediator ini antara lain merangsang bergeraknya sel-sel polimorfonuklear (PMN) menuju lokasi

masuknya antigen serta meningkatkan permeabilitas dinding vaskuler yang mengakibatkan

eksudasi protein plasma dan cairan. Gejala inilah yang disebut respon inflamasi akut (Roeslan,

2002).

Respon imun adaptif (spesifik) merupakan respon didapat (acquired) yang timbul

terhadap antigen tertentu, terhadap bagian tubuh mana yang terpapar sebelumnya. Sistem imun

spesifik: Humoral:menggunakan Antibody yang bersifat sangat spesifik. Seluler: melibatkan

limfosit T. Sistem imun spesifik membutuhkan waktu untuk mengenal antigen terlebih dahulu

sebelum dapat memberikan responnya (Dinejad, 2005).

Perbedaan utama terhadap kedua jenis respon imun itu adalah dalam hal spesifisitas dan

pembentukan memory terhadap antigen tertentu pada respon imun spesifik yang tidak terdapat

pada respon imun nonspesifik. Namun telah dibuktikan pula bahwa kedua jenis respon di atas

saling meningkat kan efektifitas dan bahwa respon imun yang terjadi sebenarnya merupakan

Page 5: ari.doc

interaksi antara satu komponen dengan komponen lain yang dapat terdapat di dalam sistem imun.

Interaksi tersebut berlangsung bersama-sama sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu

aktifasi biologik yang seirama dan serasi  (Roeslan, 2002).

Respon imun berawal sewaktu sel B atau T berikatan, seperti kuci dengan anak

gemboknya, dengan suatu protein yang diidentifikasi oleh sel T atau B sebagai benda asing.

Selama perkembangan masa janin di hasilkan ratusan ribu sel B dan sel T yang memilki potensi

yang berikatan dengan protein spesifik. Protein yang dapat berikatan dengan sel T dan B

mencakup protein yang terdapat di membran sel bakteri, mikoplasma, selubung virus, atau

serbuk bunga, debu, atau makanan tertentu. Setiuap sel dari seseotang memilki proitein-protein

permukaan yang dikenali berbagai benda asing oleh sel T atau B milik orang lain (Darmanto,

2009).

Protein yang dapat berikatan dengan sel; T atau B di sebut deengan antigen, apabila suatu

antigen menyebabkan sel T atau B menjadi aktif bermultiplikasi dan berdeferensiaasi lebih

lanjut, maka antigen tersebut dapat bersifat imunogenik. Tujuan utama respon imun adalah

menetralkan , menghancurkan atau mengeluarkan benda asing tersebut lebih cepat dari biasanya

(Darmanto, 2009).

Page 6: ari.doc

Daftar Pustaka

Brost. 1993. Immunology, 3rd ed. St Louis Mosby Co: 1.1-1.12.

Cooke A, Owen M. 1991. The Immune System In Advanced Immunology 2nd ed.:  New York: Gover Med Publishing

Darmanto Raden djojodibroto. 2009. Respirologi (respiratori medicine). Jakarta: EGC.

Dinejad, Ahmad. 2005. Sistem Kekebalan Tubuh. Jakarta: Cv.Swasada

Pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/…/metabolism_eritrosit.pdf