Aresivitas Dan Emosi Manusia Dalam Olahraga

26
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasus pelemparan batu pada kereta api yang ditumpangi para supporter PERSEBAYA atau yang kita kenal dengan “BONEK” yang merupakan singkatan bondo nekat atau yang dalam bahasa Indonesia berarti modal nekat sudah menjadi hal yang lumrah bagi kita. Bukan hanya sekedar itu, berita kerusuhan atau tawuran antar supporter sepak bola yang terjadi setelah pertandingan usai manakala tim kesayangannya kalah sudah menjadi hal yang biasa. Hal-hal ini mencerminkan buruknya kepribadian yang dimiliki para supporter tersebut. atau mungkin sikap agresifitas yang mereka tunjukkan yang sudah menunjukkan aksi destruktif hanya karena ikut-ikutan atau sudah menjadi tradisi dikalangan supporter. Citra negatif yang sudah tersemat didada para supporter BONEK merupakan akumulasi dari tindakan-tindakan mereka yang ditunjukkan dalam menyemangati tim kesayangan mereka. Tindakan- tindakan tidak terpuji seperti menjarah makanan yang ada di stasiun ketika kereta yang mereka tumpangi berhenti, pengerusakan fasilitas stadion ketika mereka tawuran, dll mungkin sudah menjadi hal yang biasa bagi mereka. Hal ini lah yang menjadi sebuah ancaman bagi masyarakat apabila mereka, melakukan pertandingan tandang ke stadion lawan. Sehingga masyarakat sudah memproteksi diri dari hal-hal yang mungkin akan terjadi, atau malah menyerang BONEK terlebih dahulu.

Transcript of Aresivitas Dan Emosi Manusia Dalam Olahraga

Page 1: Aresivitas Dan Emosi Manusia Dalam Olahraga

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kasus pelemparan batu pada kereta api yang ditumpangi para supporter PERSEBAYA

atau yang kita kenal dengan “BONEK” yang merupakan singkatan bondo nekat atau yang dalam

bahasa Indonesia berarti modal nekat sudah menjadi hal yang lumrah bagi kita. Bukan hanya

sekedar itu, berita kerusuhan atau tawuran antar supporter sepak bola yang terjadi setelah

pertandingan usai manakala tim kesayangannya kalah sudah menjadi hal yang biasa. Hal-hal ini

mencerminkan buruknya kepribadian yang dimiliki para supporter tersebut. atau mungkin sikap

agresifitas yang mereka tunjukkan yang sudah menunjukkan aksi destruktif hanya karena ikut-

ikutan atau sudah menjadi tradisi dikalangan supporter.

Citra negatif yang sudah tersemat didada para supporter BONEK merupakan akumulasi

dari tindakan-tindakan mereka yang ditunjukkan dalam menyemangati tim kesayangan mereka.

Tindakan-tindakan tidak terpuji seperti menjarah makanan yang ada di stasiun ketika kereta yang

mereka tumpangi berhenti, pengerusakan fasilitas stadion ketika mereka tawuran, dll mungkin

sudah menjadi hal yang biasa bagi mereka. Hal ini lah yang menjadi sebuah ancaman bagi

masyarakat apabila mereka, melakukan pertandingan tandang ke stadion lawan. Sehingga

masyarakat sudah memproteksi diri dari hal-hal yang mungkin akan terjadi, atau malah

menyerang BONEK terlebih dahulu.

Tindakan agresifitas yang negatif tidak hanya ditunjukkan oleh para supporter, terkadang

para pemain dalam sepak bola juga menunjukkan sikap yang tidak terpuji dengan memukul wasit

karena ia marah diberi sanksi berupa kartu atau tendangan bebas. Hal ini menunjukkan bahwa

mental para pemain-pemain kita masih buruk, hal ini disebabkan kurangnya pendidikan

keperibadian kepada para pemain.

Contoh-contoh kasus diatas merupakan cerminan persepak bolaan kita di Indonesia yang

masih buruk. Apa jadinya bila kita menjadi tuan rumah piala dunia 2022? Mungkin akan terjadi

kerusuhan jika tim Indonesia kalah dalam pertandingan. Hal itu mengkin bisa terjadi bilamana

mental seluruh elemen yang turut ambil bagian dalam olahraga tersebut belum terbentuk dengan

baik. Para pelatih, pemain, dan supporter perlu dibentuk mentalnya, dengan pendidikan

keperibadian yang baik.

Page 2: Aresivitas Dan Emosi Manusia Dalam Olahraga

BAB II PEMBAHASAN

1. AGRESIVITAS

a. Pengertian Agresivitas

Motif berprestasi yang berkembang antar kelompok-kelompok, akan mendorong

kelompok-kelompok berpacu dalam keunggulan, dan anggota kelompok yang memiliki sikap

agresif dapat memicu terjadinya rivalitas yang menjurus pada permusuhan. Menurut Dollard,

dkk (1939) tindakan agresif adalah konsekuensi lebih lanjut dari frustasi, ini berarti frustasi

selalu mendorong terjadinya tindakan agresif. Namun pendapat tersebut banyak mendapat

tentangan.

Menurut Dolard, Miller, dkk (1939) dan Boron (1991) dapat didefinisikan bahwa

agresivitas adalah beberapa bentuk atau serangkaian perilaku yang bertujuan untuk

membahayakan dan mencederai lawan. Definisi agresif seperti itu sering digunakan

interchangeably dengan istilah hostility pada satu sisi, padahal sangat berbeda dari segi maknawi

dengan istilah agresif atau agresif sebagai tindakan yang sering muncul pada praktik olahraga,

yang justru diperlukan dalam penampilan secara efektif dalam kompetisi olahraga (Freischlag &

Schmedke, 1980).

b. Tujuan Agresivitas dalam Olahraga

Suasana kompetisi dalam olahraga sering menjadi media yang potensial untuk terjadinya

perilaku agresif. Dalam kadar yang sesuai, perilaku agresif sangat diperlukan dalam

memenangkan sebuah pertandingan. Cabang olahraga seperti tinju, karate, tae kwondo, dll sikap

agresif sangat diperlukan. Namun, dalam tingkat yang berlebihan dan tidak terkendali, sikap

agresif akan sangat merugikan dan akan menjurus pada tindakan merusak atau yang merugikan

baik diri sendiri, lawan atau lingkungan.

Dalam olahraga, sikap agresifitas yang ditunjukkan oleh pemain yang mengikuti olahraga

body contact memiliki tingkat kestabilan emosi yang lebih baik ketimbang orang yang mengikuti

olahraga non body contact. Hal ini dikarenakan, bagi mereka yang mengikuti olahraga body

contact yang biasanya berupa olahraga beladiri, contact badan merupakan hal yang sudah biasa

mereka terima selama kadarnya masih ringan diterima atau biasa.

Dalam beladiri seperti karate, tae kwondo, pencak silat, judo, dll dipukul atau memukul

merupakan sebuah keharusan karena mereka diajarkan untuk membela diri. Namun dalam

Page 3: Aresivitas Dan Emosi Manusia Dalam Olahraga

olahraga non body contact , seperti sepak bola dan basket, sebuah senggolan atau dorongan yang

keras baik yang disengaja atai tidak akan menimbulkan reaksi yang beragam. Mulai dari balas

mendorong, mensikut, bahkan hingga memukul.

Hal diatas merupakan beragam karakteristik dari sikap agresifitas dalam dua macam

olahraga, yaitu olahraga body contact dan non body contact yang keduanya memiliki karakter

yang berlainan.

c. Jenis Agresivitas

Menurut Raven & Rubin (1976) mengemukakan tindakan agresif yang tidak dikarenakan

oleh frustasi, yaitu:

1. Tindakan agresif instrumental, yaitu tujuannya memenangkan pertandingan.

2. Tindakan agresif karena meniru, misalnya tindakan agresif untuk meniru tikoh-tokoh

mafia yang suka menyerang dan melukai orang lain, semua itu dikakukan bukan karena

frustasi.

3. Tindakan agresif atas dasar perintah, sering terjadi pada olahraga ( karate, anggar, tinju, dll

) karena inisiatif menyerang mendapat penilaian positif dari wasit.

4. Tindakan agresif dalam hubungan peranan social, misalnya penjaga keamanan, mereka

harus bertu-indak tegas, kalau perlu mereka memukul orang yang melanggar ketentuan.

5. Tindakan agresif karena pengaruh kelompok, misalnya anggota “gang”, mereka bertindak

agresif bukan karena frustasi, melainkan tingkahlaku biasa yang dilakukan dalam

kelompoknya.

R.H. Cox (1985) mengelompokkan tindakan agresif kedalam dua kategori. 1.) Hostility

Aggresion, yaitu tindakan agresif yang dissertai permusuhan dan dilakukan dengan perasaan

marah serta bermaksud melukai orang lain atau lawan bertanding (Marcoen, 1999).tindakan

agresif ini sering juga disebut Reactive Aggresion (Silva, 1980) dan Angry Aggresion (Buss,

1971). 2.)

Instrumental Aggresion , yaitu perilaku agresif yang dijadikan sebagai alat untuk

memenangkan pertandingan, tanpa bermaksud untuk melukai orang lain atau lawan tanding.

Lebih lanjut, agresi instrumental bertujuan untuk memperoleh kemenangan, uang dan prestise.

Menurut Worchel dan Cooper (1970), membedakan duat tipe keperibadian yaitu 1.) agresifitas

yang kurang terkontrol dan 2.) agresifitas yang selalu dikontrol dengan ketat. Tipe keperibadian

yang agresifitasnya kurang terkontrol menunjukkan kurangnya larangan terhadap pengungkapan

Page 4: Aresivitas Dan Emosi Manusia Dalam Olahraga

tingkah laku agresif dan kecendrungan untuk mengadakan respon terhadap frustasi

dengantindakan agresif.

Tipe keperibadian yang agresifitasnya selalu terkontrol dengan ketat, menunjukkan

adanya control yang ekstrim kuat terhadap pengungkapan agresifitas dalam berbagai kondisi.

Orang yang agresifitasnya kurang terkontrol kemungkinan lebih besar untuk melakukan tindakan

criminal kekerasan, karena ia tidak bimbang untuk melakukan kekerasan pada waktu marah.

d. Faktor yang Mempengaruhi Agresifitas

Semua orang mengerti bahwa tindakan agresif, adalah tindakan yang tidak terpuji, maka

orany yang memiliki keperibadian yang kuat tidak mudah untuk dipengaruhi untuk berbuat

agresif. Mereka yang mengalami “emotional enstability“ atau ketidakstabilan emosi, karena

perasaan marah dan perasaan negatif lainnya mudah dipengaruhi, dan mudah mendominasi

perasaan yang lainnya.

Individu yang memiliki emotional instability yang tidak mudah marah, mudah benci,

mudah kecewa, mudah bingung, mudah kesal, dsb. Karena emosinya mudah terombang ambing,

maka gejala emosional tersebut akan mengganggu fungsi jiwa yang lain. Sebagaimana diketahui

bahwa jiwa kita merupakan kesatuan yang organis, dimana sumber kemampuan jiwa yang satu

dapat mempengaruhi sumber kemampuan jiwa yang lain. Karena itu goncangan emosional akan

mempengaruhi pertimbangan akal, sehingga individu tersebut akan bertindak tidak sesuai dengan

akal sehat.

Individu yang menunjukkan gejala kematangan emosional atau “emotional maturity ” dapat

meredam goncangan-goncangan emosional sehingga dapat tenang, dan dapat menjalankan fungsi

akalnya dengan baik.

e. Teori yang Mendorong adanya Agresivitas

Rujukan yang dapat digunakan untuk bisa memahami tentang agresifitas adalah teori naluri

(Instinct Theory), teori agresi-frustasi (Frustation-Aggresion Theory) dan teori belajar social

(Social-Learning Theory)

- Teori Naluri (Instinct Theory). Teori ini berpijak pada tulisan Sigmud Freud dan

Konrad Lorenz. Menurut Freud (1950), ia mengenal beberapa naluri (instinct) mialnya

Naluri Ego, yaitu nafsu untuk mempertahankan dirinya sendiri. Naluri Agresi bertujuan

untuk menghancurkan dan bersumber pada otot-otot kerangka (skeletal). Naluri hidup

dan mati diperkirakan mendasari instinct seksual dan agresi. Insting mati adalah

Page 5: Aresivitas Dan Emosi Manusia Dalam Olahraga

kecendrungan semua organisme agar menjadi benda yang tidak bernyawa. Insting hidup

sebaliknya, ialah kecendrungan untuk bersatu, untuk mengikat satu sama lain menjadi

satu kesatuan yang lebih besar, seperti pada reproduksi seksual. Tindakan agresif

dipandang sebagai dorongan yang dibawa sejak lahir seperti halnya dorongan seksual dan

rasa lapar. Menurut teori ini, agresif adalah tindakan yang tidak dapat dihindari, tapi

dorongannya dapat dikendalikan. Sedangkan Lorenz (1966), berpendapat bahwa manusia

memiliki naluri agresif seperti halnya binatang dan naluri tersebut dmibutuhkan untuk

mempertahankan dan memperjuangkan kehidupannya. Dalam kaitannya dengan olahraga

Marcoen (1999) mengilustrasikan bahwa tindakan agresif adalah dorongan naluriah,

dapat disalurkan dalam seting social seperti dalam olahraga dan latihan. Olahraga dalam

konteks ini dijadikan media pembebasan dorongan agresif. Ini disebut pembebasan

katarsis (Cathartic Discharge).

- Teori Agresi-Frustasi (Frustation-Aggresion Theory). Dikembangkan oleh Dollard,

Miller, Doob, Mourer & Sears (1939) tim peneliti dari Yale University. Teori ini

mengatakan bahwa frustasi merupakan penyebab tindakan agresif dan sebaiknya

keagresifan selalu disebabkan oleh frustasi. Menurutnya, agresifitas merupakan

kensekuensi lebih lanjut dari frustasi. Namun pendapat tersebut akhirnya banyak

mendapat tentangan.

- Teori Belajar Social (Social-Learning Theory). Menurut Bandura (1989), ia

berpandangan bahwa tindakan agresif adalah sebuah respon atau perilaku yang dapat

dipelajari, bukan karena adanya dorongan naluriah dan frustasi. Selanjutnya ia

menyebutkan bahwa tindakan agresif menunjukkan “Circular Effects” yang artinya

bahwa tindakan agresif akan mendorong tindakan-tindakan agresif lainnya. Perilaku

agresif itu dipelajari dari lingkungan individu berada. Proses belajar ini diperoleh dari

mengamati orang lain, orang tua, dan dari teman-teman..

- Rekomondasi pengendalian Agresifitas. Beberapa rekomondasi sebagai upaya untuk

mengendalikan agresifitas antara lain: a.) teknik time out, b.) memberikan pemahaman

dan contoh perilaku non agresif sebagai metode konstruktif untuk memecahkan masalah,

c.) menciptakan atau mendisain lingkungan belajar/latihan yang kondusif, d.)

memberikan latihan empati. Lorenz mengatakan cara yang terbaik dalam pemecahan

agresif adalah dengan memperluas kesempatan untuk menurunkan dorongan agresifitas

Page 6: Aresivitas Dan Emosi Manusia Dalam Olahraga

melalui peran serta dalam olahraga dan aktivitas kompetitif yang tidak menimbulkan

kerugian lainnya.

Untuk mengatasi konflik yang terjadi, Raven & Rubin (1976) mengajukan saran-saran

sebagai berikut :

1. Meningkatkan saluran komunikasi antara kelompok-kelompok yang terlibat dalam

konflik

2. Memanfaatkan juru bicara untuk menjadi fasilitator dalam membina komunikasi antar

kelompok yang terlibat dalam konflik

3. Mengajukan kelompok netral

4. memisahkanj masalah besar dalam konflik dalam masalah kecil yang mudah diatur dan

dilaksanakan.

Sudah barang tentu aspek-aspek psikologis individual juga perlu diperhatikan dalam

mengatasi konflik tersebut.

f. Hubungan Agresifitas dan Prestasi Olahraga Pengendalian Agresifitas dalam

Olahraga.

Sifat agresif hanyalah merupakan salah satu dari sifat individu. Kecendrungan sifat

agresif pada pemain menjadi tingkahlaku yang positif dan diperlukan untuk memenangkan

sebuah pertandingan atau sebaiknya menjadi tindakan destruktif. Sifat agresif yang dimiliki

pemain yang juga memiliki kestabilan emosional, disiplin, rasa tanggungjawab yang besar, tidak

akan menjadi masalah dalam pengarahannya. Pelatih dapat menyiapkannya untuk bermain

agresif, dengan tidak khawatir ia akan bertindak destruktif dan merugikan lawannya.

Oleh karena itu, pelatih hendaknya memberikan:

1. anjuran untuk bermain agresif harus terarh, kapan, dan bagaimana cara yang tetap

agar tidak menimbulkan hal negatif dan melukai lawan.

2. bermain agresif harus disertai dengan peningkatan penguasaan diri, agar dapat

mengkontrol diri sendiri.

3. bermain agresif harus disertai dengan disiplin dan rasa tanggungjawab, yaitu selalu

mematuhi peraturan dan tunduk pada keputusan wasit serta dapat

mempertanggungjawabkan tindakannya.

Page 7: Aresivitas Dan Emosi Manusia Dalam Olahraga

4. perlu ada penghargaan bagi nmereka yang bertindak agresif tetapi tidak melukai

lawan, memelihara sportivitas, dan sebaliknya memberi hukuman apabila berusaha

melukai lawan atau tindakan tercela dan melanggar peraturan.

Dalam upaya pengendalian tindak kekerasan dan agresifitas yang menyimpang, R.H. Cox

mengungkapkan :

1. atlet-atlet muda harus diberi pengetahuan tentang contoh tingkah laku non agresif,

penguasaan diri, dan penampilan yang benar.

2. atlet yang terlibat dalam tindakan agresif harus dihukum. Harus disadarkan bahwa

tindakan agresif dapat membahayakan lawan atau tindakan yang tidak dibenarkan.

3. pelatih yang memberi kemungkinan para atlet terlibat agresif dengan kekerasan harus

diteliti dan harus dipecat dari tugasnya.

4. pengaruh dari luar yang memungkinkan terjadinya tindakan agresif dengan kekerasan

dilapangan harus dihindarkan.

5. para pelatih dan wasit didorong atau dianjurkan untuk menghadiri lokakarta yang

membahas tentang tindakan agresif dan kekerasan

6. disamping hukuman terhadap tindakan agresif dengan kekerasan atlet harus didorong

secara positif meningkatkan kemampuan untuk bertindak tenang terhadap situasi

emosional.

7. penguasaan emosi menghadapi tindakan agresif dengan kekerasan harus dilatih secara

praktis antara lain melalui latihan mental.

2. EMOSI

a. Definisi emosi

Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti

kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi.

Menurut Daniel Goleman (2002 : 411) emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang

khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak.

Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi

terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu.

Page 8: Aresivitas Dan Emosi Manusia Dalam Olahraga

Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga

secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis. Emosi

berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu

aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan motivator perilaku

dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia.

(Prawitasari,1995)

Beberapa tokoh mengemukakan tentang macam-macam emosi, antara lain Descrates.

Menurut Descrates, emosi terbagi atas : Desire (hasrat), hate (benci), Sorrow (sedih/duka),

Wonder (heran), Love (cinta) dan Joy (kegembiraan). Sedangkan JB Watson mengemukakan

tiga macam emosi, yaitu : fear (ketakutan), Rage(kemarahan), Love (cinta). Daniel Goleman

(2002 : 411) mengemukakan beberapa macam emosi yang tidak berbeda jauh dengan kedua

tokoh di atas, yaitu :

a. Amarah : beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati

b. Kesedihan : pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri, putus asa

c. Rasa takut : cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, waspada, tidak

tenang.

d.Kenikmatan : bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang, terhibur, bangga

e. Cinta : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti,

hormat, kemesraan, kasih

f. Terkejut : terkesiap, terkejut

g. Jengkel : hina, jijik, muak, mual, tidak suka

h. malu : malu hati, kesal

Seperti yang telah diuraikan diatas, bahwa semua emosi menurut Goleman pada dasarnya

adalah dorongan untuk bertindak. Jadi berbagai macam emosi itu mendorong individu untuk

memberikan respon atau bertingkah laku terhadap stimulus yang ada. Dalam the Nicomachea

Ethics pembahasan Aristoteles secara filsafat tentang kebajikan, karakter dan hidup yang benar,

tantangannya adalah menguasai kehidupan emosional kita dengan kecerdasan. Nafsu, apabila

dilatih dengan baik akan memiliki kebijaksanaan; nafsu membimbing pemikiran, nilai, dan

kelangsungan hidup kita. Tetapi, nafsu dapat dengan mudah menjadi tak terkendalikan, dan hal

itu seringkali terjadi.

Page 9: Aresivitas Dan Emosi Manusia Dalam Olahraga

Menurut Aristoteles, masalahnya bukanlah mengenai emosionalitas, melainkan mengenai

keselarasan antara emosi dan cara mengekspresikan (Goleman, 2002 : xvi). Menurut Mayer

(Goleman, 2002 : 65) orang cenderung menganut gaya-gaya khas dalam menangani dan

mengatasi emosi mereka, yaitu : sadar diri, tenggelam dalam permasalahan, dan pasrah.

Dengan melihat keadaan itu maka penting bagi setiap individu memiliki kecerdasan

emosional agar menjadikan hidup lebih bermakna dan tidak menjadikan hidup yang di jalani

menjadi sia-sia. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu

perasaan (afek) yang mendorong individu untuk merespon atau bertingkah laku terhadap

stimulus, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar dirinya.

b. Pengaruh-pengaruh negatif dari emosi dalam kegiatan olahraga

Pengaruh-pengaruh negatif dari emosi dalam kegiatan olahraga, antara lain :

1.Gelisah

Gelisah adalah gejala takut atau dapat pula dikatakan taraf takut yang masih

ringan.Biasanya rasa gelisah ini terjadi pada saat menjelang pertanndingan akan dimulai. Rasa

gelisah akan timbul apabila seseorang itu belum mengalami sendiri apa yang akan dilakukan

ataupun adanya persaan sentimen, kebingngan atau ketidak pastian. Rasa gelisah akan dapat

berubah menggembirakan manakala penyebab datanngnya rasa gelisah (pertandingan akan

dimulai) tertunda pelaksanaanya.

Cara yang baik untuk menghindari atau mengurangi timbulnya kegelisahan adalah

dengan jalan merasionalisasikan emosi, yaitu segala hal yang negatif dianggap positif. Hal-hal

demikian dapat dilatih, yaitu dengan membiasakan untuk:

1. Merumuskan persoalan-persoalan yang sebenarnya merupakan sebab timbulnya

kegelisahan secara jelas.

2. Memperhitungkan segala kemungkinan akibat yang terjadi dari yang paling ringan

sampai yang terburuk.

3. Membuat persiapan untuk menghapadapi setiap kemungkinan yang biasanya terjadi

dengan segala rumus pemecahannya yang dapat dilakukan baik oleh diri sendiri

maupun dengan bantuan orang lain.

4. Dengan cara –cara tersebut dapat diharapkan kegelisahan yang menjangkiti para

olahragawan sedikit demi sedikit dapat dikurangi atau bahkan dapat dihindarkan.

Page 10: Aresivitas Dan Emosi Manusia Dalam Olahraga

2.Takut

Hampir semua orang mempunyai pengalaman-penaglaman yang menakutkan . Takut

biasanya berakar pada pengalaman sebelumnya atau pada masa-masa lampau yang pengaruhnya

terhadap tingkah laku dan kepribadian seseorang akan berbekas sepanjang hidup.Takut banyak

macamnya, misalnya takut pada binatang, takut sendirian, takut jika berada di depan orang

banyak, takut akan timbulnya cidera dan sebagainya.

Kegelisahan yang  menjangkiti para atlet dapat berubah menjadi ketakutan apabila tidak

mendapat penyelesaian yang sebaik-baiknya.Rasa takut dapat memberi pengaruh yang negatif

atau yang positif terhadap perkembanagan kepribadian seseorang. Dalam batas-batas yang

normal rasa takut akan memberi pengaruh yang positif, karena dengan rasa takut tadi, orang akan

lebih berhati-hati terahadap apa yang mereka takuti,misalnya saja dia jadi lebih siap atau

sebaliknya mungkin dia lebih menghindari.

Rasa takut lebih baik jangan dimatikan sama sekali,tetapi dikendalaikan. Misalnya

seorang atlit yang tidak memiliki ketakuatan terhadap kekalahan dalam pertandingan yang akan

diikuti.Ia akan berbuat apa yang dikehendakinya, akhirnya ia akan terseret oleh perasaan ” kalah

ya biar”. Usaha yang kira-kira dirasa terlalu berat untuk meraih keunggulan nilai,cenderung

untuk tidak dilaksanakan , karena dianggap terlalu menghabiskan tenaga di samping juga sikap

berhati-hati menjadi berkurang. Konsentrasi menjadi buyar dan usaha-usaha untuk mencari

kelemahan-kelemahan lawan tidak ada lagi.

Rasa takut juga tidak boleh ditanamkan sehingga menyebabkan orang sama sekali tidak

berani mengambil resiko, akhirnya orang tersebut terlalu banyak perhitungan yang kadang-

kadang tidak diperlukan.Akibatnya orang tersebut tidak pernah mau mencoba dan berusaha

untuk mengatasi ketakutan yang timbul.

Pada kehidupan sehari-hari, rasa takut ini banyak ditimbulkan oleh orang-orang yang

justru lebih dewasa, menakut-nakuti anaknya supaya tunduk kepada kehendak oerang yang

sudah dewasa tersebut.Kadang-kadang orang tua yang tidak mau sulit-sulit lebih cenderung

untuk menakut-nakuti anaknya.Karena anak yang takut lebih mudah dikuasai sesuai dengan

tujuan orang yang menakut-nakuti tersebut.Meskipun pada mulanya menakut-nakuti itu hanya

bertujuan agar si anak tunduk kepada perintah orang tua saja,tetapi kalau terlanjur sulit untuk

disembuhkan, sehingga perkembangan si anak itu sendiri akan terganggu.

Page 11: Aresivitas Dan Emosi Manusia Dalam Olahraga

Yang paling baik adalah kalau takut itu dikendalikan, artinya tidak ditanamkan , tetapi

juga tidak dihilangkan sama sekali. Hal ini memang sulit sampai berapa jauh takut itu harus

dikendalikan, karena kalau salah akan menjadi hoby. Dalam dunia olahraga,rasa takut kalah di

dalam batas-batas normal adalah baik, karena dengan demikian seseorang akan mempersiapkan

diri untuk menghindari kekalahan.

Melatih diri, berusaha mencari kelemahan-kelemahan lawan, penghematan

tenaga/penghematan penghamburan tenaga yang tidak perlu dan sebagainya.Jadi jangan sekali-

kali mengartikan pengendalian rasa takut sama dengan menanamkan rasa takut.

Menurut beberapa pendapat yang dikumpulkan oleh Reuben B.Frost dari Springfield College

mengenai bagaimana harus menangani masalah takut ini, antara lain diajukan beberapa pendapat

sebagai berikut: Mencoba menemukan dan memahami sebab-sebab terjadinya rasa takut.

Mendekati dan mengenali situasi yang ditakuti secara sedikit demi sedikit.

Mempersiapkan diri untuk menghadapi apa yang ditakuti dengan membuat perencanaan yang

pasti dan taktik yang tepat guna. Menguji dan menganalisis alasan-alasan menngapa sampai

terjadi ketakutan-ketakutan. Menolong mencarikan sebab-sebab timbulnya kesulitan-kesulitan

yanng ditakuti (adakah pengaruh kecelakaan yang dulu atau memang belum mengenal

problemnya).

Menanamkan keakraban antar anggota group dan rasa saling percaya antar anggota

(berdiskusi secara bersama-sama). Memberikan sugesti bahwa orang-orang yang banyak

pengalaman selalu memberikan pertolongan kepada yang muda-muda. Meningkatkan kekuatan

dan keterampilan (skill). Kerjakan sesuatu yang dapat menghilangkan rasa takut. Kebanyakan

rasa takut akan lenyap pada waktu kegiatan-kegiatan yang ditakutkan itu telah dilakukan.

3. Marah

Marah dapat dikatakan sebagai reaksi kuat atas sesuatu yang tidak menyenangkan dan

mengganggu pada seseorang. Ragamnya mulai dari kejengkelan yang ringan sampai angkara

murka dan mengamuk.Ketika itu terjadi maka detak debar jantung semakin cepat, tekanan darah

dan aliran adrenalin juga meningkat. Kalau sudah begini bisa-bisa perubahan psikologis akan

menyebabkan timbulnya reaksi agresif dan pelakuan kasar dari sang pemarah.

Walau bersifat alami dan normal namun marah tidak timbul dengan sendirinya Ia merupakan

respon dari seseorang ketika mendapat ancaman, hal yang membahayakan, kekerasan verbal,

perlakuan tidak adil, kebohongan dan manipulasi oleh orang lain.

Page 12: Aresivitas Dan Emosi Manusia Dalam Olahraga

Dengan kata lain marah timbul karena batas-batas emosi yang dimiliki telah terganggu

atau terancam. Secara internal, marah bisa terjadi ketika menghadapi masalah-masalah pribasi,

mengingat peristiwa yang sangat mengganggu pikiran, kekecewaan pada situasi lingkungan,

kurang percaya diri,dsb. Sementara secara eksternal, marah bisa timbul karena,hak-hak

pribadinya diperlakukan tidak adil dan mendapat ancaman.

Karena sifat marah memerlukan spontanitasdan ditujukan dalam bentuk-bentuk

agresifitas,maka jalan paling baik kalau atlit-atlit tersebut dapat menghambat spontanitas dan

mengurangi bentuk-bentuk agresifitasnya, artinya menaggapi kemarahan itu dengan usaha-usaha

yang positif.Kalau olahraga yang dapat time-out lebih baik diambil time out dulu agar

spontanitas kemarahan itu tertunda pelaksanaannya.Meskipun hanya beberapa detik,biasanya

sudah cukup untuk mengurangi derajat kemarahan.

Kadang-kadang seseorang yang marah dapat mengurangi kemarahannyadengan

mengambil nafas dalam-dalam-dalam beberapa kali dengan menghitung sampai beberapa puluh

atau menghadapi kemarahan itu dengan senyuman,dan masih banyak lagi jalan yang ditempuh

untuk mengurangi kemarahan tersebut.

Dalam pertandingan –pertandingan adalah sukar untuk dapat menghilangkan sumber dari

kemarahan, sebab dalam dunia olahraga memancing kemarahan lawan adalah disengaja dengan

harapan kalau lawan itu sudah tidak sadar lagi akibatnya dia ingin tetap bermain keras yang

dapat mengakibatkan banyaknya energi yang dikeluarkan sehingga pada suatu saat dia akan

kehabisan tenaga dan akan mudah dikalahkan.Hal-hal seperti tersebut di atas harus

disadari,dimengerti dan dikenali oleh para olahragawan, jangan sampai dia terpancing oleh siasat

lawan untuk menjadi marah.

Ingat marah memang dapat menimbulkan tenaga yang luar biasa,tetapi jangan sampai

mengakibatkan hilangnya pertimbangan akal dalam menyalurkan timbulnya tenaga

tersebut.Memanfaatkan tenaga tambahan itu, untuk usaha-usaha yang produktif. Untuk

mengurangi akibat-akibat negatif yang dapat ditimbulkan oleh kemarahan perlu dicari bagaimana

cara merendahkan kemarahan yang terjadi. Hal ini dapat diusahakan dengan cara:

Menghambat spontannitas tindak kemarahan

Mengurangi agresifitas tindakan

Menanggapi kemaran dengan usaha-usaha yang positif.

Melupakan atau menghilangkan / menghindari sumber kemarahan

Page 13: Aresivitas Dan Emosi Manusia Dalam Olahraga

d. Pengendalian Emosi Kunci Meraih Prestasi

Anthony Dio Martin penulis buku Emotional Quality Managament (2003) dan Audio

Book Emotional Power (2004), mengungkapkan bahwa kesuksesan itu ditentukan oleh visi,

imajinasi, aksi dan emosi. Emosi berperan penting, karena manusia saling berhubungan satu

dengan yang lain.

Seringkali kita menganggap bahwa emosi adalah hal yang begitu saja terjadi dalam hidup

kita. Kita menganggap bahwa perasaan marah, takut, sedih, senang, benci, cinta, antusias, bosan,

dan sebagainya adalah akibat dari atau hanya sekedar respon kita terhadap berbagai peristiwa

yang terjadi pada kita.

Daniel Goleman dalam bukunya, Emotional Intelligence, mendivinisikan emosi merujuk

pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan

serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Sedangkan Anthony Robbins dalam Awaken the

Giant Within menunjuk emosi sebagai sinyal untuk melakukan suatu tindakan.

Di sini ia melihat bahwa emosi bukan akibat atau sekadar respon, tetapi justru sinyal

untuk kita melakukan sesuatu. Jadi dalam hal ini ada unsur proaktif, yaitu kita melakukan

tindakan atas dorongan emosi yang kita miliki. Bukannya kita bereaksi atau merasakan perasaan

hati atau emosi karena kejadian yang terjadi pada kita. Padahal sesungguhnya kemampuan kita

dalam mengendalikan dan mengelola emosi kita merupakan faktor penentu penting keberhasilan

atau kesuksesan dalam berbagai aspek kehidupan kita.

Sejak diperkenalkan Kecerdasan Emosi (Emotional Intelligence - EQ) oleh Daniel

Goleman pada 1995 tersebut, perhatian masyarakat mulai beralih dari kecerdasan intelektual (IQ)

semata kepada kecerdasan emosional. Dan tahukah anda bahwa kesuksesan seseorang itu 80%

ditentukan oleh EQ ketimbang IQ.

Emosinya merupakan sumber kekuatan yang sangat dahsyat maka sebenarnya

kelemahannya merupakan kekuatannya, tentu dengan catatan jika dia dapat mengelolanya

dengan baik. Lantas timbul satu pertanyaan, bagaimana mengelola emosi? Dr. Patricia Patton

dalam bukunya Emotional Quotient mengungkapkan bahwa untuk mampu mengatur emosi

adalah dengan cara belajar.

Page 14: Aresivitas Dan Emosi Manusia Dalam Olahraga

1.Belajar mengidentifikasikan apa saja yang bisa memicu emosi kita dan respon apa yang

biasa kita berikan.

2.Belajar dari kesalahan, belajar membedakan segala hal di sekitar kita yang dapat

memberikan pengaruh dan yang tak dapat memberikan pengaruh pada diri kita.

3.Belajar selalu bertanggung jawab pada setiap tindakan kita.

4.Belajar mencari kebenaran, belajar memanfaatkan waktu secara maksimal untuk

menyelesaikan masalah.

5.Belajar menggunakan kekuatan sekaligus kerendahan hati.

Kelima hal inilah yang apabila kita pelajari akan memudahkan diri kita dalam menjalin

hubungan dengan orang lain. Dengan kelima hal inilah maka dengan mudah kita mampu

mengendalikan emosi itu. Kita mampu mengelola emosi itu sehingga bisa kita endapkan dalam

hati. Jika kita mampu mengelolanya maka jadilah emosi itu sebagai energi untuk memajukan

diri. Contohnya, seorang Peter Gade yang mampu mengelola emosinya, menggunakan semangat

dari kemarahan karena sering disepelekan karena usianya yang sudah tua) menjadi pemicunya

dalam mengejar prestasi sehingga dia bisa membuktikan kalau dia bukan si pecundang tua yang

dapat disepelekan dalam TUC kemarin.

Tetapi yang tak boleh dilupakan, sebagai makhluk sosial, manusia tak bisa

menghindarkan diri untuk berinteraksi dengan manusia yang lain, dalam hal ini dengan

kemampuan menggunakan emosi sebagai pembawa informasi, kita bisa melihat sisi, kadar

intensitas emosi orang lain yang muncul dari komunikasi non-formalnya, berupa ekspresi,

tekanan nada suara, gerakan ataupun bahasa tubuh yang dipakainya. Jika kita mampu membaca

bahasa-bahasa itu maka bisa diupayakan tindakan kontra reaksi dari emosi orang tersebut.

Umpamanya, jika kita lihat ada gejala mitra atau lawan bicara kita kurang suka, maka

kita antisipasi dengan dengan berbicara yang bersifat menetralkan perasaan orang tersebut.

Setelah kita pahami masalah emosi diri maupun emosi orang lain, maka secara mudah kita

menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain. Sehingga diharapkan muncul pribadi yang

menyenangkan. Seseorang yang memiliki kecerdasan emosi yang baik akan peka terhadap situasi

apapun yang sedang terjadi, serhingga dengan mudah menyiapkan strategi kontra situasi

terhadap suatu konflik yang ada.

Page 15: Aresivitas Dan Emosi Manusia Dalam Olahraga

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN

Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan

reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira

mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi

sedih mendorong seseorang berperilaku menangis.

Pengaruh-pengaruh negatif dari emosi dalam kegiatan olahraga, antara lain :

a.Gelisah

b.Takut

c.Marah

Anthony Dio Martin penulis buku Emotional Quality Managament (2003) dan Audio

Book Emotional Power (2004), mengungkapkan bahwa kesuksesan itu ditentukan oleh visi,

imajinasi, aksi dan emosi. Emosi berperan penting, karena manusia saling berhubungan satu

dengan yang lain.

Sejak diperkenalkan Kecerdasan Emosi (Emotional Intelligence - EQ) oleh Daniel

Goleman pada 1995 tersebut, perhatian masyarakat mulai beralih dari kecerdasan intelektual (IQ)

semata kepada kecerdasan emosional. Dan tahukah anda bahwa kesuksesan seseorang itu 80%

ditentukan oleh EQ ketimbang IQ.

Emosinya merupakan sumber kekuatan yang sangat dahsyat maka sebenarnya

kelemahannya merupakan kekuatannya, tentu dengan catatan jika dia dapat mengelolanya

dengan baik. Lantas timbul satu pertanyaan, bagaimana mengelola emosi? Dr. Patricia Patton

dalam bukunya Emotional Quotient mengungkapkan bahwa untuk mampu mengatur emosi

adalah dengan cara belajar.

Dari pembahasan diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa dalam kadar yang sesuai,

perilaku agresif sangat diperlukan dalam memenangkan sebuah pertandingan. Cabang olahraga

seperti tinju, karate, tae kwondo, dll sikap agresif sangat diperlukan. Namun, dalam tingkat yang

berlebihan dan tidak terkendali, sikap agresif akan sangat merugikan dan akan menjurus pada

tindakan merusak atau yang merugikan baik diri sendiri, lawan atau lingkungan.

Page 16: Aresivitas Dan Emosi Manusia Dalam Olahraga

Dalam olahraga, sikap agresifitas yang ditunjukkan oleh pemain yang mengikuti olahraga

body contact memiliki tingkat kestabilan emosi yang lebih baik ketimbang orang yang mengikuti

olahraga non body contact. Hal ini dikarenakan, bagi mereka yang mengikuti olahraga body

contact yang biasanya berupa olahraga beladiri, contact badan merupakan hal yang sudah biasa

mereka terima selama kadarnya masih ringan diterima atau biasa.

Page 17: Aresivitas Dan Emosi Manusia Dalam Olahraga

DAFTAR PUSTAKA

file:///H:/Psikologi%20olahraga/emosi.htm

file:///H:/Psikologi/psikologi...htm

file:///H:/Psikologi%20olahraga/dampak%20emosi%20dalam%20kegiatan%20olahraga

%20%C2%AB%20Vhariss%27s%20Blog.htm

http://www.koni.or.id/files/documents/journal/4.%20Etika%20dan%20Moral%20dalam

%20Pendidikan%20Jasmani%20Menuju%20Olahraga%20Prestasi%20Oleh%20DR.

%20Johansyah%20Lubis,%20M.Pd.pdf

http://formula.indonesiafile.com/index.php?view=article&catid=8%3Ajurnal-merah-

putih&id=24%3Apsikologi-olahraga&format=pdf&option=com_content&Itemid=15