ARANG KOMPOS BIOAKTIF (ARKOBA); TEKNOLOGI INOVATIF PEMANFAATAN LIMBAH DAN REDUKSI PEMANASAN GLOBAL
-
Upload
gsmlina-r-panyalai -
Category
Documents
-
view
142 -
download
1
description
Transcript of ARANG KOMPOS BIOAKTIF (ARKOBA); TEKNOLOGI INOVATIF PEMANFAATAN LIMBAH DAN REDUKSI PEMANASAN GLOBAL
ARANG KOMPOS BIOAKTIF (ARKOBA); TEKNOLOGI INOVATIF PEMANFAATAN LIMBAH DAN REDUKSI PEMANASAN GLOBAL
Oleh: GUSMAILINA
Staf peneliti pada Pusat Litbang Hasil Hutan, BogorBADAN LITBANG KEHUTANAN
Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor Telp./Fax.8633378/8633413
I. PENDAHULUAN
Arang kompos bioaktif (Arkoba) adalah gabungan arang dan kompos yang dihasilkan
melalui teknologi pengomposan dengan bantuan mikroba lignoselulotik yang tetap hidup di
dalam kompos. Apabila diberikan ke tanah mikroba tersebut berperan sebagai biofungisida
untuk melindungi tanaman dari serangan penyakit akar, sehingga disebut bioaktif.
Keunggulan Arkoba adalah karena keberadaan arang yang menyatu dalam kompos, hingga
pada tanah ikut andil dan berperan sebagai agent pembangun kesuburan tanah. Awalnya
produk ini dibuat dengan tujuan untuk mengoptimalkan pemanfaatan limbah di sektor
kehutanan dimana selama ini menjadi sumber polutan terutama serbuk gergaji dari industri
penggergajian dan limbah pada saat pemanenan hutan. Namun belakangan aplikasi Arkoba
juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai jenis limbah lainnya, seperti limbah organik rumah
tangga, pertanian, perkebunan atau bahkan sampah kota.
Beberapa uji coba menunjukkan bahwa pemberian Arkoba pada tanah selain dapat
menambah ketersediaan unsur hara tanah, memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologis tanah,
dan dapat meningkatkan pH dan nilai kapasitas tukar kation (KTK) tanah, sehingga cocok
digunakan untuk rehabilitasi/reklamasi lahan-lahan kritis dan masam di Indonesia. Aplikasi
Arkoba pada tanaman meningkat hingga 2-3 kali lipat dibanding dengan yang tanpa Arkoba
(kontrol). Aplikasi teknologi Arkoba di Ciloto (KPH Cianjur), pada tanaman pak choi,
brokoli, dan wortel di bawah tegakan Pinus meningkat 1,5 kwintal (150 kg), dibandingkan
dengan pupuk yang yang biasa digunakan oleh petani, selain itu juga mengurangi
penggunaan pupuk kimia sebesar 40 %. Sehingga teknologi Arang kompos bioaktif sangat
cocok digunakan untuk mendukung budidaya organik dengan memanfaatkan limbah organik
yang sumberdayanya sangat melimpah.
II. MENGENAL ARANG KOMPOS BIO AKTIF (ARKOBA)
Arang kompos bioaktif adalah salah satu produk lanjutan dari arang. Merupakan gabungan
antara arang dan kompos yang dihasilkan melalui proses pengomposan. Inovasi produk
ARKOBA dilatar belakangi oleh perbandingan dari beberapa hasil uji coba pengamatan
pertumbuhan tanaman yang ditanam pada beberapa jenis media arang serbuk gergaji. Hasil
evaluasi menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pertumbuhan tanaman yang ditanam pada
media campuran arang serbuk gergaji dan kompos, sehingga sejak tahun 1999 kelompok
peneliti PKEHH (Pengolahan Kimia dan Energi hasil Hutan) Puslitbang Teknologi Hasil Hutan
mulai mengembangkan produk arang kompos dengan bahan baku utama arang adalah serbuk
gergaji, sedangkan bahan baku kompos dapat berasal dari limbah organik pertanian, serasah
mangium, serasah tusam, dan serasah campuran dari beberapa jenis pohon.
Tujuan penambahan arang pada proses pengomposan adalah selain meningkatkan
kualitas dari kompos tersebut, juga diharapkan dengan adanya arang pada pengomposan akan
menambah jumlah dan aktivitas mikroorganisme yang berperan, sehingga proses dekomposisi
dapat berlangsung lebih cepat. Arang bersifat sebagai soil conditioner di dalam tanah. Dari
beberapa sumber mengemukakan bahwa dengan hanya penambahan arang pada media tumbuh
tanaman, dapat meningkatkan perkembangan mikroorganisme positif di dalam tanah, sehingga
pertumbuhan tanaman jadi terpacu. Diantaranya adalah: endo dan ektomikoriza pada tanaman
kehutanan, rhizobium pada tanaman pertanian. Hal ini terjadi akibat kondisi optimal yang
tercipta bagi perkembangan mikro-organisme di dalam tanah.
Beberapa tahun terakhir Badan Litbang Kehutanan bekerja sama dengan JICA, telah
melakukan penanaman hutan di beberapa lokasi di Jawa Barat dengan menambahkan arang di
setiap lobang tanam. Hasil yang ditunjukkan cukup memuaskan, dan baik untuk diterapkan,
serta sangat positif mendukung program Dephut dalam pencapaian target rehabilitasi, atau
penghijauan/penanaman kembali hutan yang telah rusak. Sehingga perlu didukung oleh
instrumen kebijakan Departemen.
2
Gambar 1. Arang berperan sebagai pembangun kesuburan tanah (soil conditioning)
Berdasarkan sifat serta fungsi arang, maka sejak tahun 1999, Puslitbang Hasil Hutan
mulai mengembangkan pemanfaatan arang pada teknologi komposting. Hal ini juga didasari
oleh penelitian-penelitian yang menyimpulkan bahwa arang baik dicampurkan pada saat proses
komposting, atau jika terdapat kendala, maka arang diberikan pada saat proses komposting
selesai, maka pada awalnya dinamai Arang Kompos. Selanjutnya hasil dari beberapa
pengamatan, menunjukkan bahwa setelah arang kompos diaplikasikan, mikroorganisme yang
digunakan sebagai aktivator yang masih tersimpan pada arang kompos, berfungsi sebagi
fungisida hayati (biofungisida) untuk mencegah penyakit busuk akar pada tanaman, sehingga
selanjutnya diberinama Arang Kompos Bio Aktif (ARKOBA).
Manfaat arang kompos bioaktif (ARKOBA)
o Arang kompos dapat ditingkatkan menjadi pupuk organik melalui pengkayaan unsur
hara dengan bahan-bahan organik alam.
o Memacu perkembangan mikroorganisme tanah, meningkatkan nilai kadar tukar kation
(KTK) tanah, pH tanah pada tingkat yang lebih sesuai bagi pertumbuhan tanaman,
sehingga cocok untuk reklamasi lahan yang mempunyai tingkat kesuburan dan
keasaman tanah yang rendah.
o Arang kompos mempunyai sifat yang lebih baik dari kompos karena keberadaan arang
3
yang menyatu dalam kompos. Morfologi arang yang mempunyai pori sangat efektif
untuk mengikat dan menyimpan hara. Hara tersebut dilepaskan secara perlahan sesuai
dengan konsumsi dan kebutuhan tanaman (efek slow release). Karena hara tersebut
tidak mudah tercuci, lahan akan selalu berada dalam kondisi siap pakai.
o Penggunaan arang kompos merupakan upaya untuk menjaga stabilitas bahan organik
tanah agar kelestarian produktivitas tanaman terjaga. Baik diterapkan untuk mencapai
keberhasilan pembangunan hutan tanaman serta mendukung kesinambungan dan
kelestarian hutan, sekaligus program GERHAN.
Bahan baku yang dapat dibuat arang sebagai pencampur arang kompos antara lain:
serbuk gergaji sekam padi, kulit kayu, limbah pertanian dan perkebunan seperti tongkol
jagung, tempurung kelapa/kelapa sawit. Bahan yang dapat dibuat untuk kompos antara lain:
Serbuk gergaji, serasah tumbuhan hutan/dedaunan seperti, serasah tusam, serasah mangium,
atau campuran limbah organik pertanian seperti, limbah sayuran, jerami, kulit atau tongkol
jagung, sampah organik pasar, atau kotoran hewan.
III. DISEMINASI DAN SOSIALISASI TEKNOLOGI ARKOBA
Sejak tahun 2000 Pusat Litbang Hasil Hutan, teknologi Arkoba telah disosialisasikan
/diseminasi sekaligus peragaan pembuatan arang kompos di beberapa daerah di Jawa dan
Sumatera yang dikemas dalam bentuk acara Gelar Teknologi dan Temu Lapang antara lain di
Kabupaten Serang; Ciamis; Tasikmalaya; Garut; Pandeglang; Cianjur, Tasikmalaya, Ciamis,
Leuwiliang; Ciloto (KPH Cianjur); KRPH Jembolo Utara, Kota Semarang; dan Kabupaten
Muaro Jambi, Propinsi Jambi. Kegiatan Di Jambi sebagian besar dana ditunjang dari dana
Kerjasama P3HH dengan JIFPRO (Jepang). Kerjasama ini dimulai sejak tahun 2000 hingga
tahun 2003/2004, sedang sebagai dana pendamping adalah dana pemerintah Indonesia
melalui P3HH (DIK-S DPL).
A. Evaluasi Dan Pemantauan Kegiatan Penggunaan Arang Kompos Bioaktif Di Kabupaten Garut
Kabupaten Garut merupakan salah satu daerah yang telah menerapkan teknologi pembuatan
arang kompos bioaktif, berawal dari kegiatan Gelar Teknologi pada tahun 2003 oleh Pusat
Litbang Hasil Hutan Bogor, bekerja sama dengan Dinas Kehutanan Kabupaten Garut. Sampai
4
sekarang kegiatan pembuatan arang kompos bioaktif masih berlangsung untuk menunjang
program gerhan dan budidaya organik sayuran. Dalam upaya pengembangan produksi arang
kompos bioaktif serta untuk menjaga mutu produk, maka pada Desember 2007 telah dilakukan
pelatihan peningkatan mutu produksi arang kompos bioaktif di Kabupaten Garut selama dua
hari sesuai dengan petunjuk teknis yang benar. Perkembangan kondisi terakhir menunjukkan
bahwa terdapat 12 kelompok tani binaan Dinas Kehutanan yang terlibat dalam kegiatan
produksi arang kompos bioaktif, namun baru 7 kelompok yang aktif sebagai produsen yang
dikoordinasi oleh LSM Gepak, merupakan LSM yang bertugas sebagai pendamping pada
pelaksanaan gerhan sejak tahun 2004.
Pada bulan Maret 2008 terdapat 12 kelompok tani binaan Dinas Kehutanan yang terlibat
dalam kegiatan produksi arang kompos bioaktif, namun baru tujuh kelompok yang aktif
sebagai produsen. Kelompok tersebut dikoordinasikan oleh LSM Gepak sebagai pendamping
pada pelaksanaan Gerhan sejak tahun 2004. LSM Gepak bekerjasama dengan Dinas
Kehutanan, telah melakukan pelatihan pembuatan arang kompos bioaktif dengan peserta 23
Danramil dan Babinsa wilayah Kabupaten Garut.
Menurut Kepala Dinas Kehutanan di Kabupaten Garut Tahun 2007 terdapat sekitar 7500
ha yang disediakan untuk lahan Gerhan. Lahan Gerhan yang sudah menggunakan arang
kompos bioaktif seluas 50 % sebanyak 1.000 ton sesuai kemampuan produksi saat ini. Pada
Tahun 2008 arang kompos bioaktif akan ditingkatkan produksinya menjadi 10.000 ton
sehingga dapat mensuplai seluruh lahan Gerhan. Teknologi arang kompos sangat dirasakan
manfaatnya dalam Gerhan dan dipromosikan untuk digunakan dalam rehabilitasi lahan
Pertamina. Arang kompos bioaktif dilanjutkan menjadi trademark Kabupaten. Garut dengan
mewajibkan semua budidaya tanaman pertanian, perkebunan dan kehutanan menggunakannya.
5
Gambar 2. Penggunaan arang kompos bioaktif pada lahan Gerhan di Kabupaten Garut.
1. Penggunaan Arang Kompos Bioaktif Pada Tanaman
Menurut Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Garut penggunaan arang kompos bioaktif
di persemaian dan di lapangan nyata hasilnya yang ditunjukkan oleh pertumbuhan tinggi dan
diameter tanaman. Bukti lain pada tanaman hias di lingkungan kantor di mana pertumbuhan
bougenville menjadi lebih baik setelah menggunakan arang kompos bioaktif. Hasil peninjauan
ke lapangan menunjukkan bahwa penggunaan arang kompos bioaktif pada tanaman kol di
Cibeureum sangat baik. Ini ditunjukkan oleh kol yang lebih besar dan padat dengan kisaran
berat 3-5 kg/buah (Gambar2), biasanya tanpa arang kompos hanya 2 kg/buah.
Gambar 3. Penggunaan arang kompos bioaktif pada tanaman kol di Garut
6
Pada tanaman hias (bunga ros/mawar dan algebra) juga sangat bagus (Gambar 3). Efek
yang ditunjukkan adalah warna bunga dan daun lebih cerah, tajam dan tidak mudah gugur.
Jika dibiarkan kering kelopak bunga tidak rontok.
Gambar 4. Penggunaan arang kompos bioaktif pada tanaman bunga, warna bunga lebih cerah, tajam dan tidak mudah rontok
Kelompok Baru Rangga pada Tahun 2004 menanam suren dengan menggunakan arang
kompos bioaktif hasilnya menunjukkan bahwa tinggi rata-rata tanaman suren dengan arang
kompos bioaktif mencapai 6 m dengan diameter 15-20 cm, sedangkan yang tidak memakai
arang kompos bioaktif hanya 3 m. Pola tanam yang digunakan tumpang sari dengan tanaman
pepaya di pinggir, di tengah jagung, kopi, pisang, dengan konsep penghasilan bulanan dan
tahunan.
Pada tembakau yang menggunakan arang kompos bioaktif menurut salah seorang
anggota kelompok produsen arang kompos bioaktif, dari tiga pohon menghasilkan daun
rajangan seberat 7,5 ons, sedangkan yang tidak menggunakan arang kompos bioaktif hanya
seberat 3 ons. Pada Tabel 1 dapat dilihat perbandingan penggunaan arang kompos bioaktif dan
tanpa penggunaan arang kompos bioaktif pada tanaman tembakau. Pada Tabel 1 dapat
diketahui bahwa penggunaan pupuk dengan arang kompos bioaktif lebih efisien, hanya 24
karung. Sedangkan tembakau yg ditanam memakai pupuk yang bukan arang kompos bioaktif
lebih banyak yaitu 40 karung.
7
Tabel 1. Perbandingan penggunaan arang kompos bioaktif dan tanpa arang kompos bioaktif pada tanaman tembakau
No Parameter Pakai arang kompos bioaktif Tanpa arang kompos bioaktif1 Lebar daun 60 x 80 cm 20 – 30 cm2 Berat daun rajangan 7,5 ons/3 pohon 3 ons/3 pohon3 Pengeringan daun 3-4 hari Sampai 30 hari4 Aroma daun Lebih tajam Biasa/kurang tajam5 Penggunaan pupuk 24 karung 40 karung pakai pupuk biasa
2. Mutu Arang Kompos Bioaktif Produksi Garut.
Mutu arang kompos bioaktif yang diproduksi oleh beberapa kelompok yang
dikoordinasikan LSM Gepak dan perbandingannya tercantum dalam Tabel 2. Hasil analisis
menunjukkan bahwa kandungannya bervariasi tergantung kepada bahan baku yang digunakan.
Bahan baku yang sering digunakan berupa serbuk gergaji, arang serbuk gergaji, kotoran ternak,
limbah sayuran/pertanian, dengan perbandingan yang bervariasi. Produk yang dihasilkan 80 %
diserap oleh kegiatan Gerhan Tahun 2008. Sisanya dipakai sendiri oleh anggota kelompok
untuk budidaya, dijual ke pedagang atau pemesan khusus dari Bekasi, Lampung, Bogor dan
Cianjur. Hasil analisis unsur hara makro yang dikandungnya berupa C organik = 30-35 %, N
total = 1,4 – 1,8 %, P total = 0,3 – 1,2 %, K = 0,5 – 1,0 5, Ca = 1,0 – 1,2 %, dan Mg = 0,4 – 1
% (Gambar 4).
Pada Tabel 2, dapat dilihat bahwa mutu arang kompos bioaktif produksi Garut
termasuk sedang sampai tinggi dibandingkan dengan pedoman pengharkatan hara kompos,
serta memenuhi persyaratan SNI 19-7030-2004 (Anonim, 2004). Produk ini layak
dikembangkan dan dipasarkan secara nasional, namun sebelum menembus pasar resmi
sebaiknya didaftarkan terlebih dahulu ke Departemen Pertanian agar produk diakui secara
resmi.
8
Tabel 2. Perbandingan kualitas arang kompos bioaktif Garut dengan standar yang diakui
ParameterHasil analisis arang kompos produksi Garut
PPHK * SNI **
rendah sedang tinggi Min Max
pH (1 : 1)Moisture content, %C organik, %N total, %C/N ratioP2O5 total, %CaO total, %MgO total, %K2O total, %
7.25 – 7,3029,98
30 - 351,4 – 1,8
19 - 200,3 – 1,2 1,0 – 1,2
0,4 - 10,5 – 1,05
6.6024.9014.500.60<100.302.700.300.20
7.3035.9019.601.10
10~200.904.900.700.60
8.2052.6027.102.10>201.806.201.601.40
6.8-
9.80.4100.1
--
0.20
7.495032
-20
---*
Keterangan : *) PPHK (Anonim, 2000); **) Anonim (2004)
Gambar 5. Arang kompos bioaktif produksi Garut memenuhi persyaratan SNI, layak dikembangkan dan dipasarkan secara nasional
Hasil evaluasi perkembangan produksi dan aplikasi arang kompos bioaktif di
Kabupaten Garut, yang dikoordinir oleh LSM Gepak di bawah binaan Dinas Kehutanan,
menunjukkan bahwa teknologi Arkoba telah berhasil dan sukses di adopsi oleh masyarakat.
Hal ini ditunjukkan oleh LSM Gepak bekerjasama dengan Dinas Kehutanan, telah
melakukan pelatihan pembuatan Arang Kompos Bio Aktif dengan peserta 23 DANRAMIL
dan Babinsa wil Kab Garut pd tahun 2008. Sehingga keberhasilan Kab. Garut dalam
menyerap dan menerapkan teknologi Arkoba dapat dijadikan tolok ukur dan contoh untuk
diterapkan pada daerah-daerah lainnya.
Aplikasi arang kompos bioaktif yang telah dilakukan selain di Kabupaten Garut adalah
di Ciloto (KPH Cianjur), pada tanaman pak choi, brokoli, dan wortel. Hasil yang diperoleh
9
dalam satuan luas 400 m persegi, produksi meningkat 1, 5 kwintal, jika dibandingkan dengan
pupuk yang yang biasa digunakan oleh petani seperti bokasi, selain itu juga mengurangi
penggunaan pupuk kimia sebesar 40 %.
Gambar 6. Aplikasi Arang Kompos Bioaktif pada tanaman pertanian (brokoli,pak choi, wortel, dll) di ciloto, kab Bogor.
B. Penerapan Teknologi Arang Kompos Bioaktif Sampah Kota Di Tempat Pembuangan
Sampah Akhir : Suatu Alternatif Reduksi Gas Rumah Kaca Dan Pemanasan Global
1. TPA Pandeglang
Pada th 2004 dengan dana SKO-R dilakukan kegiatan pembuatan Arkoba langsung di
TPA Pandeglang dengan judul kegiatan Pengembangan Pembuatan Arang Kompos Dalam
Rangka Menunjang Gerhan (Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan Dan Lahan) Di
Pandeglang, Propinsi Banten. Kegiatan ini terselenggara atas kerja sama Dinas Kehutanan
dan Dinas Kebersihan setempat serta dukungan penuh oleh Paguyuban Kelompok Tani
Hutan Alam Lestari, Pandeglang sebagai pelaksana lapangan. Kelompok ini sampai
sekarang masih melakukan aktivitas pembuatan atau aplikasi Arkoba, sehingga pada tahun
2007 Paguyuban Kelompok Tani Hutan Alam Lestari ini termasuk salah satu kelompok
penerima penghargaan ke dua tingkat Nasional dan diundang ke Istana Presiden dalam
rangka peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus th 2007.
10
2. TPA. Palembang
Pemanasan global (global warming) adalah terjadinya proses peningkatan suhu rata-
rata atmosfir, laut, dan daratan yang akhir-akhir ini merupakan isu yang telah menjadi
kenyataan serta semakin mengkhawatirkan. Suhu rata-rata global pada permukaan bumi telah
meningkat 0,74±0,18°C (1,33±0,32°F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel
on Climate Change (IPCC) dalam Houghton, et.al., (1990) menyimpulkan bahwa, sebagian
besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 disebabkan oleh
meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca (GRK) akibat aktivitas manusia. Selain itu
pertambahan populasi penduduk dan pesatnya pertumbuhan teknologi dan industri ternyata
juga memberikan kontribusi besar pada pertambahan GRK.
Di Indonesia, GRK yang berasal dari aktivitas manusia dapat dibedakan atas beberapa
hal. Pada Tabel 1 dapat dilihat sumber penghasil GRK tersebut dari beberapa aktivitas antara
lain (1) kerusakan hutan termasuk perubahan tata guna lahan, (2) pemanfaatan energi fosil, (3)
pertanian dan peternakan, serta (4) sampah. Pertanian, peternakan serta sampah berperan
sebagai penyumbang GRK berupa gas metana (CH4) yang memiliki potensi pemanasan global
21 kali lebih besar dari pada gas karbondioksida/CO2 (Suprihatin, dkk., 2003). Ini disebabkan
CH4 merupakan gas mudah terbakar (teroksidasi) dimana dihasilkan antara lain CO2 dan
energi panas. Ke dua materi tersebut yang berakibat pemanasan global secara nyata.
Disamping itu oksidasi gas CH4 akan mengkonsumsi oksigen (O2) dalam jumlah besar yaitu
sekitar 4 ton O2 untuk setiap 1 ton CH4. Ini sangat berbahaya, sebab O2 sangat diperlukan
untuk kehidupan manusia dan makhluk lain di bumi (sistim pernafasan). Emisi CH4 dari
sampah berasal dari proses dekomposisi bahan organik sampah secara alami di lokasi tempat
pembuangan sampah akhir (TPA). Salah satu alternatif yang diharapkan efektif
mengendalikan emisi gas metana dari TPA adalah melalui proses pengomposan sampah dan
bahan organik di TPA tersebut.
Tabel 3. Gas rumah kaca penting, sumber dan kontribusinya terhadap peningkatan efek rumah kaca
SenyawaSumber
Kontribusi relative terhadap efek gas rumah kaca, %
Hanks (1996) Porteus (1992)CO2 Pembakaran bahan bakar fosil, penebangan hutan 60 50CH4 Peternakan. dekomposisi sampah, lahan 15 20
11
persawahan, gambut, dan lain-lainNOx Industri pupuk 5 5 (mencakup
uap air)CFC AC, refrigerator, busa aerosol 12 15O3 Konversi polutan otomobil oleh sinar matahari 8 10
Sumber Suprihatin, dkk., (2003)
Terkait dengan segala uraian tersebut Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan
pada tahun 2004 telah melakukan kegiatan pembuatan arang kompos bioaktif (arkoba) di 2
TPA yaitu TPA Bangkonol, Pandeglang dan TPA1 Palembang. Arkoba yang dihasilkan
selanjutnya diaplikasikan di beberapa lokasi lahan Gerhan (Gerakan Nasional Rehabilitasi
Hutan dan Lahan). Ternyata arkoba tersebut mampu meningkatkan kesuburan lahan dan
memperbaiki kondisinya sehubungan dengan usaha penghijauan nasional.
A. TPA Sebagai Emitter GRK, Salah Satu Pemicu Pemanasan Global
Di Indonesia saat ini terdapat sekitar 450 TPA yang berpotensi sebagai sumber emisi
gas metana. Sebagai contoh, sampah sebanyak 1000 ton, dengan kandungan sampah organik
56 persen akan menghasilkan gas metana (CH4) 21.000 ton setiap tahunnya atau setara dengan
CO2 486.500 ton (Yusrizal, 2000). Masyarakat Eropa sepakat bahwa pada tahun 2005 tidak
membuang sampah organiknya langsung ke TPA. Sampah organik diolah terlebih dahulu agar
gas tidak diproduksi dalam jumlah besar. Pengolahan dapat berupa insinerasi, pengomposan,
dan produksi biogas. Pengomposan adalah proses yang dipilih oleh Global Environment
Facility karena dianggap sesuai untuk diterapkan di Indonesia untuk mereduksi produksi GRK
sekaligus untuk membantu perbaikan sistem pengelolaan sampah di Indonesia.
Pada tahun 2008 produksi sampah di Indonesia diperkirakan mencapai 167 ribu ton/hari
yang dihasilkan dari 220 juta jiwa jumlah penduduk Indonesia atau sama dengan 800
gram/hari/orang (Laksono, 2008). Dari volume sampah tersebut diperkirakan akan
menghasilkan gas metana sebanyak 8.800 ton/hari. Volume tersebut dapat meningkatkan
konsentrasi gas rumah kaca sebesar 745,2Gg (giga gram). Jika produksi rata-rata gas metana
adalah 235 liter per kg sampah, dimana 80 persen sampah ditimbun di TPA, maka sebanyak
0,5 juta ton metana (setara 12,8 juta ton CO2) dihasilkan dari TPA. Namun angka tersebut
masih kecil bila dibandingkan dengan sektor lain seperti perubahan penggunaan lahan
12
kehutanan (42,5 % dari total emisi GRK), energi (40, 9 % dari total emisi GRK), transportasi dan
pertanian yang mencapai 16,6 % dari total emisi GRK. Akan tetapi meskipun konstribusinya
terhitung kecil, daya rusak gas metana terhadap lapisan ozon (O3) 21 kali lebih kuat
dibandingkan dengan karbondioksida/CO2 (Houghton, et al.,1990 dan Irmansyah, 2004).
Berdasarkan data dari Kementrian Lingkungan Hidup (KLH), pada tahun 2008 sampah
yang diolah menjadi kompos hanya sekitar 5 persen atau 12.800 ton/hari. Apabila dikelola
dengan baik maka sampah akan bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat dan Negara
(Laksono, 2008)
IV. REDUKSI CH4 DARI PEMBUATAN ARANG KOMPOS BIOAKTIF DI TPA
BANGKONOL, PANDEGLANG
Pembuatan arang kompos bioaktif di TPA Bangkonol, Pandeglang menggunakan
sampah organik pasar. Hampir 60 persen terdiri dari bahan-bahan organik seperti sampah
sayuran, buah, pangkasan pohon lindung dari penghijauan kota. Volume sampah per hari rata-
rata mencapai 5-10 ton. Dalam proses pengomposan volume penyusutan mencapai 50 %,
karena sebagian besar bahan yang digunakan terdiri dari sampah dengan kadar air yang tinggi.
Dari 12 ton sampah yang dikomposkan volume akhir menjadi sekitar 6 ton kompos/bulan
(mulai proses awal). Selanjutnya arang kompos dikemas dalam karung sebanyak 110 karung
dengan bobot masing-masing karung berkisar antara 50 – 55 kg (Gusmailina, dkk., 2005). Jika
menggunakan persamaan dan estimasi menurut Anonim (1989), maka dari 6 ton arang kompos
yang dihasilkan di TPA Pandeglang, telah mencegah emisi CH4 dari TPA sebesar 6 x 0,3 ton =
1,8 ton CH4, atau setara dengan 30 – 42 ton CO2 atau seharga dengan US $ 150 – 210/bulan
(harga minimal), karena pada Protokol Kyoto 1997 salah satunya adalah mengatur kerangka
kerja konvensi pada perubahan iklim global, dimana emisi gas rumah kaca dapat
diperdagangkan, meskipun reduksi emisi gas rumah kaca memerlukan verifikasi dan
sertifikasi. Harga reduksi emisi tersebut berkisar US$ 5 to 20 per ton CO2 (Soemarwoto, 2001).
Jika di TPA Bangkonol, Pandeglang kontinyu menghasilkan minimal kompos 6 ton per
bulan, maka akan dihasilkan kompos 72 ton kompos per tahun. Berarti dari TPA, Bangkonol
Pandeglang dapat mencegah emisi metana sebesar 21,6 ton CH4, atau setara dengan 108 –
13
151,2 ton CO2. Maka volume ini dapat menghasilkan nilai ER (Emissions Reduction) minimal
per tahun sebesar US $ 540 – 756. Nilai ER ini kemudian dapat digunakan sebagai sumber
dana untuk menjamin kesinambungan pengelolaan sampah yang baik (sustainable municipal
solids waste management).
V Sosialisasi Arkoba di desa karyasari, Kabupaten Bogor.
Pada tahun 2006 kegiatan ini juga dilakukan di desa Karyasari, Kabupaten Bogor. Produksi
Arkoba difokuskan untuk memacu produktivitas daun murbei untuk budidaya ulat sutera.
Selain itu juga diaplikasikan pada budidaya nilam, pepaya, dan tanaman Melaleuca
bracteata. Hasil yang diperoleh sangat meyakinkan, karena hanya dengan memberi Arkoba
0,5 kg/rumpun pada tanaman murbei yang berumur sekitar 10 bulan, meningkatkan jumlah
daun murbei sebesar lima kali lipat (menurut Ketua Kelompok), selain itu juga meningkatkan
kualitas benang sutera yang dihasilkan.
Gambar 7. Transfer teknologi Arang Kompos Bioaktif kepada Kelompok Tani Rimba Sejahtera di Desa Karyasari, Lw. Liang, Kab Bogor, serta aplikasi pada tanaman palawija, nilam dan tan. Kehutanan.
VI. TEKNIK PEMBUATAN ARANG KOMPOS BIO AKTIF (ARKOBA)
1. Pembuatan Arang : pembuatan arang biasanya dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
menggunakan tungku drum dan tungku semi kontinyu. Tungku drum digunakan untuk
membuat arang tempurung kelapa, atau potongan-potongan kayu limbah. Sedangkan
14
untuk membuat arang serbuk gergaji lebih cocok menggunakan tungku semi kontinyu
(Gusmailina, dkk., 2002). Arang serbuk gergaji juga dapat digunakan langsung sebagai
campuran pada media tumbuh tanaman, baik di dalam polybag maupun pada tanah.
Arang serbuk gergaji yang dicampur dengan kotoran ternak (pupuk kandang) akan
memberikan hasil yang lebih baik lagi dibanding jika hanya menggunakan arang saja.
2. Pembuatan arang Kompos :
a. Bahan arang : serbuk gergaji, sekam padi, kulit kayu, limbah pertanian/perkebunan
(tongkol jagung, tempurung kelapa/kelapa sawit)
b. Bahan kompos : serbuk gergaji, serasah tumbuhan hutan/dedaunan seperti serasah
tusam, serasah mangium, atau serasah campuran, limbah organik pertanian, limbah
sayuran, jerami, kulit/tongkol jagung, sampah organic pasar dan kotoran hewan
Jika bahan baku yang akan dikomposkan berukuran besar sebaiknya digiling/dicacah
dahulu dengan alat giling (chopper), golok atau parang sampai mencapai ukuran 2-3 cm
c. Aktivator : Berguna untuk mempercepat proses pengomposan dengan bahan aktif
mikroorganisme. Jenis activator yang digunakan disesuaikan dengan jenis bahan baku
yang akan dikomposkan. Untuk limbah yang sulit hancur disarankan menggunakan
activator yang mengandung bahan aktif khusus mikroorganisme pengurai lignoselulosa
diantaranya yang mengandung mikroorganisme Trichoderma dan Cytophaga sp.
d. Peralatan pengomposan : Proses pengomposan dapat berlangsung pada beberapa
macam tempat seperti : kotak kayu dengan ukuran 1m x 1m x 1m, bak semen
permanent, kombinasi bak semen dengan penutup kayu, dan kantong plastic jumbo.
Pembuatan arang kompos prinsipnya sama dengan pengomposan biasa yaitu melalui proses
fermentasi, langkah-langkah pembuatan arang kompos adalah sbb:
o Pada bahan baku yang sudah dicacah ditambah arang serbuk sebanyak 10-30 % dari
berat volume bahan yang akan dikomposkan;
o Tambahkan aktivator sebanyak 0,5-10 % tergantung jenis bahan yang akan
dikomposkan,
o Aduk campuran hingga rata; tambahkan air hingga kondisi kadar air campuran bahan
berkisar antara 20%-30 %;
o Masukkan ke dalam wadah pengomposan
15
o Khusus untuk bahan yang sulit hancur seperti limbah kehutanan, sebaiknya pada
minggu ke dua, ke tiga dan ke empat dibalik kemudian di aduk ulang, tambahkan air
bila kondisi agak kering;
o Pengukuran suhu dilakukan guna mengetahui apakah proses berjalan dengan sempurna.
Proses berjalan dengan sempurna apabila pada minggu pertama dan ke dua suhu
meningkat hingga mencapai 55 oC - 60 oC, lalu menurun pada minggu-minggu
berikutnya. Apabila kondisi suhu sudah stabil berarti proses pengomposan sudah selesai
dan kompos dapat dibongkar;
o Proses pengomposan berlangsung antara 2 sampai 10 minggu tergantung bahan baku
yang digunakan, untuk limbah sayuran/dedaunan segar pengomposan berlangsung
selama 2 minggu, pengomposan serasah dedaunan kering berlangsung selama 1 bulan,
sedangkan serbuk gergaji selama 2-3 bulan;
o Secara visual kompos yang sudah matang akan mengalami perubahan warna,
sedangkan indikator kompos yang siap pakai yaitu mempunyai nisbah C/N di bawah
atau sama dengan 20;
o Untuk menambah daya tarik penampilan, kompos digiling hingga halus kemudian
dikemas lalu disimpan ditempat yang kering dan teduh;
o Arang kompos siap digunakan atau dipasarkan.
16
Pembuatan arang kompos juga dapat dilakukan di areal tegakan hutan. Bahan baku yang
dapat digunakan berupa limbah pemanenan hutan. Ranting dan cabang yang tertinggal
dijadikan arang kemudian sebagai bahan untuk kompos adalah dedaunan segar atau
serasah. Proses pengomposan dapat dilakukan dengan jalan membuat lobang persegi atau
lobang sepanjang larikan sedalam 0,5 m. Lobang ini sebelumnya dialas dengan plastik
agar proses pengomposan tidak ada kontak langsung dengan tanah, kemudian semua bahan
yang akan dikomposkan dimasukkan ke dalam lobang lalu ditutup lagi dengan plastik,
kemudian biarkan sampai kompos terbentuk. Kompos yang terbentuk kemudian dapat
dibongkar lalu dipindahkan, atau dibiarkan sebagai pengganti pupuk pada penanaman
berikutnya.
LIMBAH ORGANIKLIMBAH ORGANIK
CACAH (ukuran 1-3 cm)CACAH (ukuran 1-3 cm)
LIMBAH KEHUTANAN(KULIT KAYU, SERBUK
GERGAJI)
LIMBAH KEHUTANAN(KULIT KAYU, SERBUK
GERGAJI)
ARANGARANG
BIOACTIVATOR (0,5-10%)BIOACTIVATOR (0,5-10%)
KOMPOSTINGKOMPOSTING
ARANG KOMPOSBIOAKTIF
ARANG KOMPOSBIOAKTIF
APLIKASIAPLIKASI
analisis unsur hara makro
(C,N,P,K, Ca, Mg)
analisis unsur hara makro
(C,N,P,K, Ca, Mg)
KILN/TUNGKUKILN/TUNGKU
DIKEMASDIKEMAS DIJUALDIJUAL
SKEMA PEMBUATAN ARANG KOMPOS BIO AKTIFSKEMA PEMBUATAN ARANG KOMPOS BIO AKTIF
5-30%5-30%
Termofilik(55-65oC)Termofilik(55-65oC)
C/N </= 20C/N </= 20
Dipakai Dipakai
Disimpan Disimpan
17
Gambar 8. Serasah mangium sebagai bahan baku Arang Kompos bioaktif yang dapat di proses di antara tegakan.
VII. PENGEMBANGAN, EFISIENSI APLIKASI ARANG KOMPOS BIOAKTIF
Aspek teknis yang terpenting pada pertanian maupun kehutanan yang berkelanjutan
diantaranya adalah peningkatan efisiensi pupuk. Maksudnya untuk mengurangi volume
pemakaian pupuk serta biaya produksi tanpa mempengaruhi produksi. Namun kebutuhan
bahan organik maupun pupuk organik untuk mendukung budidaya organik jauh lebih besar
dibanding jika menggunakan pupuk kimia, biasanya berkisar antara 2 – 20 ton per hektar.
Sehingga menimbulkan masalah bagi petani karena biaya produksi jadi meningkat. Oleh sebab
itu pengolahan lanjutan dari bahan/pupuk organik perlu dilakukan agar volume menjadi sedikit
serta mudah dalam transportasi tetapi tetap memiliki efek yang sama. Bahan organik seperti
kompos, arang kompos, pupuk kandang atau pupuk organik yang berbentuk serbuk, perlu
dirobah bentuknya sehingga menjadi lebih padat dengan cara cetak dan press. Pupuk terutama
pupuk organik akan lebih efisien jika bentuknya dipadatkan, karena akan lebih mengurangi
resiko tercuci/hilang dalam aplikasinya. Selain itu volume akan lebih sedikit jika
menggunakan pupuk yang telah dipadatkan, tetapi tidak mengurangi kualitas dari pupuk
tersebut, sehingga dalam aplikasi juga tetap akan memberikan respon yang sama.
Tablet, maupun briket media yang dibuat dari arang kompos dan pupuk organik diharapkan
dapat menunjang kegiatan GERHAN yang pelaksanaannya hingga tahun 2009. Aplikasi tablet
arang kompos dan pupuk organik, diharapkan lebih efisien dan ekonomis jika dibandingkan
18
apabila aplikasinya secara konvensional tanpa dicetak. Aplikasi tablet dan briket media, akan
memudahkan penanaman terutama untuk areal target yang sulit dijangkau, sehingga
operasionalnya dapat menggunakan alat sistem kabel layang. Briket media yang berisi bibit
tanaman dapat disebar secara otomatis yang diatur penempatannya sesuai dengan jarak tanam
yang diinginkan, selain itu produk ini juga diperuntukkan untuk media tanaman anggrek.
Gambar 9. Pengembangan dalam rangka efisiensi Arang Kompos Bioaktif
19
Gambar 10. Briket Media Arang Kompos Bioaktif
VIII. KESIMPULAN
1. Dari beberapa uji coba yang telah dilakukan, baik skala laboratorium, maupun oleh
kelompok masyarakat, menunjukkan bahwa teknologi Arkoba adalah teknologi inovatif
yang perlu disebar luaskan dan jika perlu diperkuat oleh kebijakan dari Departemen
Kehutanan.
2. Teknologi arkoba telah di adopsi oleh kelompok masyarakat, dikembangkan serta telah
diaplikasikan pada budidaya berbagai jenis tanaman, dengan hasil yang memuaskan.
3. Penerapan teknologi arkoba di TPA mampu menekan pelepasan emisi gas rumah kaca
CH4
4. Teknologi arkoba dapat menambah pendapatan keluarga dengan memanfaatkan limbah organik rumah tangga, serta limbah organik lainya yang terdapat disekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA
20
Anonim. 1990. Organic farming. Principles of organic farming. Stated by international federation of organic Agriculture movements. USA.
Away, Yufnal, 2003. Uji coba penggunaan bioaktivator “orgadec plus” pada sampah kota di TPA Bantar Gebang. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. Bogor
Gusmailina, S.Komarayati dan T. Nurhayati. 1990. Pemanfaatan residu fermentasi padat sebagai kompos pada pertumbuhan anakan Eucalyptus urophylla, Jurnal Penelitian Hasil Hutan. (4):157-163
Gusmailina, G. Pari., and S. Komarayati. 1999. Teknologi penggunaan arang dan arang aktif sebagai soil conditioning pada tanaman. Laporan Proyek.Pusat Penelitian dan Pengembangan hasil Hutan. Bogor
Gusmailina, G. Pari dan S.Komarayati. 1999. Teknologi penggunaan arang dan arang aktif sebagai soil conditioning pada tanaman kehutanan. Laporan proyek. Pusat Penelitian Hasil Hutan, Bogor (Bahan publikasi).
Gusmailina, G. Pari, dan S. Komarayati. 2001. Teknik penggunaan arang sebagai soil conditioning pada tanaman. Laporan hasil penelitian (tidak diterbitkan)
Gusmailina, G. Pari, dan S. Komarayati. 2001. Laporan kerjasama penelitian P3THH – JIPFRO. Bogor (tidak diterbitkan)
Gusmailina, G. Pari, dan S. Komarayati. 2002. Laporan kerjasama penelitian P3THH – JIPFRO. Bogor
Gusmailina, G. Pari., and S. Komarayati. 2002. Implementation study of compos and charcoal compost production. Laporan Kerjasama Puslitbang Teknologi hasil Hutan dengan JIFPRO, Jepang . Tahun ke 3. Bogor (Tidak dipublikasi).
Gusmailina, Gustan Pari dan Sri Komarayati. 2002. Pedoman Pembuatan Arang Kompos. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi hasil Hutan. Badan Penelitiandan dan pengembangan Kehutanan. Bogor. ISBN: 979-3132-27
Gusmailina, Sri Komarayati dan G. Pari. Pengembangan Teknologi Arang Kompos Bioaktif di TPA (tempat Pembuanagan Akhir) Dalam Rangka Pengurangan Dampak Pemanasan Global. Makalah pada seminar MAPEKI. Fakultas Kehutanan, Universitas tanjung
Gusmailina. 2007. Mengeliminasi Kemungkinan Kegagalan GERHAN Melalui Teknologi dan Aplikasi Arang Kompos Bioaktif. Buku panduan dalam rangka Pelatihan Peningkatan Kualitas arang Kompos Bioaktif di Kabupaten Garut. Kerjasama Dinas kehutanan Kab
Gusmailina. 2007. Pembuatan arang dan arang kompos dari limbah PLTB. Makalah pada Acara Gelar Teknologi PLTB (Penyiapan Lahan Tanpa Bakar). Kerjasama. Puslitbang Hutan Tanaman dan Balai Penelitian Kehutanan Palembang. Nopember 2007
Sri Komarayati, Gusmailina dan G. Pari. 2002. Pembuatan kompos dan arang kompos dari serasah dan kulit kayu tusam. Buletin Penelitian Hasil Hutan. Vol. 20 No. 3. Halaman 231 – 242. Bogor
21
LAMPIRAN FOTO KEGIATAN SOSIALISASI
22
23
24
Tpa. Bangkonol, Pandeglang
PEMBUATAN KOMPOS SKALA LAPANGAN
TPA SUKAJADI, PALEMBANG (Januari 2005)TPA SUKAJADI, PALEMBANG (Januari 2005)
Charcoal compost from Municipal organic wasteCharcoal compost from Municipal organic waste
demonstration of charcoal and charcoal compost process
demonstration of charcoal and charcoal compost process
25