April 2015.doc

download April 2015.doc

of 8

Transcript of April 2015.doc

Generalate and Motherhouse, Rome

SEBAGAI SUSTER-SUSTER NOTRE DAME

KITA MEWARTAKAN KEBAIKAN TUHAN

DAN PENYELENGGARAAN ILAHINYA,

DISATUKAN DALAM:

SATU HATI, SATU HARAPAN, SATU PERUTUSAN

. . . BERKOMITMEN UNTUK TRANFORMASI GLOBAL

Nyanyian Pembuka: MB No. 448 (boleh diganti)Pengantar

Banyak orang mengartikan kebahagiaan sebagai suatu perasaan yang meluap-luap, karena keinginannya terpenuhi. Misalnya para siswa lulus ujian, menang dalam lomba dsb. Itu semua datangnya hanya dari luar. Keinginan yang lain akan timbul lagi yang menimbulkan kecemasan, cepat atau lambat akan menimbulkan perasaan tidak senang. Lalu merasa tidak bahagia.Para murid Yesus kecewa, marah, malu, takut dan diliputi perasaan tidak enak ketika andalannya digantung di kayu salib. Keinginannya untuk memiliki seorang raja yang bisa membuat sejahtera secara duniawi tidak terjadi. Keinginannya untuk pupiler karena menjadi murid Sang Mesias duniawi tidak terpenuhi. Mereka membangun kebahagiaan dari keinginan-keinginannya sendiri. Peristiwa kebangkitan mengajak kita untuk menikmati kebahagiaan tidak berdasarkan keinginan kita sendiri tetapi berdasarkan kenyataan bahwa Allah mencintai kita, tanpa batas dan tanpa syarat. Dosa manusia dan dosa pribadi tidak menghalangi cinta Allah pada kita bahkan kematian pun tidak mampu membatalkan kasih itu. Ini sebuah anugerah yang luar biasa tak terpahami oleh pikiran manusia, namun sangat indah untuk dinikmati.Semoga Yesus melepaskan kita dari keinginan-keinginan yang lebih sering mencemaskan dari pada membahagiakan. Semoga Yesus mengubah keinginan kita menjadi keterbukaan hati untuk menikmati kasih-Nya.TAHAP PERTAMA: Lihatlah Manusia itu!

Sebelum kita merenungkan kebangkitan kita akan merenungkan kesengsaraan Yesus. Karena tidak ada kebangkitan kalau tidak ada kematian. Sebelum Yesus wafat, Yesus mengalami penderitaan yang luar biasa. Yesus sungguh-sungguh mencintai kita, apa pun yang terjadi Yesus tetap pada komitmen-Nya.Bila manusia hidup hanya termasuk pada tingkat label saja, maka akan menjadi rapuh. Kekayaan, gengsi, kedudukan, prestasi, adalah label-label hidup. Sifat label tidak pernah tetap, tetapi hanya sementara. Orang-orang Parisi, Kayafas, Pilatus dan bahkan rakyat banyak hidup dalam label-label. Lawan label adalah jati diri, kenyataan. Tuhan Yesus hidup dalam kebenaran. Dia menyuarakan dan mewujudkan kebenaran. Mereka merasa tidak aman, iri hati karena murid Yesus makin banyak dan takut tersaing. Ketakutan adalah sumber agresivitas. Mereka membutuhkan pelampiasan atau kambing hitam, korban untuk menyelamatkan dirinya. Yesus menjadi sasarannya.Dalam upacara Jumat Agung tidak ada perayaan Ekaristi. Fokus hari ini adalah ECCE HOMO lihatlah manusia itu. Wajah yang berlumuran darah. Kepala dilingkari mahkota duri dengan luka yang mengalirkan darah. Jubah compang camping bagai pesakitan. Tapi ECCE HOMO ini menjadi sumber inspirasi yang tidak pernah habis. Menimbulkan perasaan yang tidak mampu dikalimatkan. Menampakkan kesetiaan dan cinta yang tiada syarat bahkan kemuliaan Allah yang mentakjubkan Mereka memandang mereka yang mereka tikam. Bagi kita memandang Dia adalah mengkontemplasikan Dia. Menjadikan cara hidup-Nya, menjadi cara hidup kita. Ini berarti kita diajak Yesus untuk melepaskan label-label kita, yang selama ini mungkin kita bangga-banggakan, menjadi andalam hidup. Beranikah kita hanya mengandalkan pada Yesus saja?Lalu Pilatus mengambil Yesus dan menyuruh orang menyesah Dia. Prajurit-prajurit menganyam sebuah mahkota duri dan menaruhnya di atas kepala-Nya. Mereka memakaikan Dia jubah ungu, dan sambil maju ke depan mereka berkata: Salam hai Raja orang Yahudi. Lalu mereka menampar muka-Nya. Pilatus keluar lagi dan berkata kepada mereka: Lihatlah aku membawa Dia keluar kepada kamu, supaya kamu tahu, bahwa aku tidak mendapati kesalahan apapun pada-Nya. Lalu Yesus keluar dan bermahkota duri dan berjubah ungu. Maka kata Pilatus kepada mereka. Lihatlah manusia itu! Ketika imam-imam kepala itu melihat Dia, berteriaklah mereka. Salibkanlah Dia, salibkanlah Dia! Kata Pilatus kepada mereka: Ambil Dia dan salibkanlah Dia; sebab aku tidak mendapati kesalahan apapun pada-Nya. Jawab orang-orang Yahudi itu kepadanya: Kami mempunyai hukum dan menurut hukum itu Ia harus mati, sebab Ia menganggap diri-Nya sebagai anak Allah. (Yo. 19: 1- 7)

Tahap Kedua: Ia Melihatnya Dan PercayaPerasaan galau, cemas, dan tak menentu menguasai para murid, khususnya Maria Magdalena. Dia mengalami pengalaman yang indah dan mendalam dengan Yesus sebelum Yesus disalibkan. Sentuhan kasih Yesus telah membebaskan dia dari bermacam-macam belenggu dosa dan sejarah masa lalu. Kita tahu kehidupan apa yang dilakukan Maria Magdalena pada masa lalu. Dia pasti ingin sekali dibersihkan dari segala dosanya itu. Maka peristiwa Yesus wafat di salib menggoncangkan jiwanya. Tetapi ia masih punya harapan yang besar, yaitu dapat mengunjungi makam-Nya. Di sana dia dapat berbicara dengan Yesus dan menangis sepuas-puasnya dan mengadu tentang hidupnya. Alangkah kecewanya ketika sampai di makam ia melihat makam-Nya telah terbuka dan kosong.Dia telah lupa akan ajaran Yesus tentang kebangkitan-Nya. Maka dia sangat sedih dan berpikir pasti ada orang yang mencuri jenazah-Nya. Tuhan diambil orang. Tuhan tidak menjadi miliknya lagi. Ini manakutkan dan mencemaskan. Inilah proses pemurnian imannya. Bagi murid yang percaya, makam kosong adalah tanda bahwa apa yang disabdakan dalam Kitab Suci telah digenapi, yaitu Yesus bangkit. Cinta-Nya tidak dibatasi oleh kematian-Nya.Pengalaman akan Allah adalah pengalaman hati tersentuh oleh Allah yang berkenan mewahyukan diri. Pengalaman ini khusus merupakan anugerah Allah bukan buatan menusia dan pengalaman ini mengubah hidup seseorang. Manusia hanya bisa menerimanya, tetapi tidak bisa menciptakan atau menguasainya. Kita juga seperti Magdalena tatkala kita mengalami kesedihan justru menghadapi kekosongan seolah-olah bukan sentuhan kasih-Nya. Semoga Tuhan menguatkan iman kita bila kita menghadapi kekosongan dan kekeringan hidup.

Pada hari pertama minggu itu, pagi-pagi benar ketika hari masih gelap, pergilah Maria Magdalena ke kubur itu, dan ia melihat bahwa batu telah diambil dari kubur. Ia berlari-lari mendapatkan Simon Petrus dan murid yang lain yang dikasihi Yesus, dan berkata kepada mereka: Tuhan telah diambil orang dari kubur-Nya dan kami tidak tahu di mana Ia diletakkan.Maka berangkatlah Petrus dan murid yang lain itu ke kubur. Keduanya berlari bersama-sama tetapi murid yang lain itu berlari lebih cepat dari pada Petrus sehingga lebih dahulu sampai di kubur. Ia menjenguk ke dalam, dan melihat kain kapan terletak di tanah; sedang kain peluh yang tadinya ada di kepala Yesus tidak terletak dekat kain kapan itu, tetapi agak di samping ditempat yang lain dan sudah tergulung. Maka masuklah murid yang lain, yang lebih dahulu sampai di kubur itu dan ia melihatnya dan percaya. Sebab selama itu mereka belum mengerti isi Kitab Suci yang mengatakan, baha Ia harus bangkit dari antara orang mati. (Yo. 20: 1-9)Tahap Ketiga: Melihat Untuk BerubahPengalaman akan Tuhan itu dapat mengubah hidup seseorang. Yang dapat mengubah seseorang bukan kita tetapi Tuhan sendiri. Bagaimana kita sebagai individu-individu mengubah sikap dan nilai-nilai sehingga dapat lebih baik? Sikap dan nilai-nilai itu dipengaruhi oleh ras, kebangsaan, budaya, social, dan politik serta keagamaan yang saling terkait. Bagaimana hal itu dapat diubah? Tentu hal itu akan membuat kita tak berdaya dan putus asa. Tuhan sendiri yang dapat mengubahnya.Bila kita dapat mempengaruhi mereka agar dapat saling mengasihi saja, sudah luar biasa, jempol. Hanya cintalah yang dapat mengubah segala-galanya, melalui segala macam adat istiadat manusia. Tetapi itu hampir tidak mungkin tanpa campur tangan Tuhan sendiri, karena kita sangat dipengaruhi untuk menyimpang dari nilai-nilai Kristiani oleh alam, sosial, politik, budaya dan keagamaan tempat kita hidup, bergerak dan ada. Pengalaman akan kebangkitan Tuhan dapat mengubah nilai-nilai dan sikap hidup kita. Tuhan Yesus tegas berkata: Jangan takut. Pergilah dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku supaya mereka pergi ke Galilea dan di sanalah mereka akan melihat Aku. Galilea adalah tempat Yesus tertemu dan memanggil murid-murid-Nya yang sedang menjala ikan, mmencari nafkah. Ini hidup mereka yang biasa, Tuhan Yesus mengatakan bahwa dalam hidup yang biasa itu mereka akan melihat Dia yang bangkit. Ini sebuah kenyataan yang tidak dapat diganti oleh uang suap. Kita melihat sama dengan memandang. Kata itu mempunyai makna mendalam, yaitu kontemplasi. Dalam suasana tenang, tidak dikuasai oleh rasa takut kita dapat mengkontemplasikan, merasakan dan menghayati kehadiran Yesus yang bangkit dalam hidup kita sehari-hari.Mereka segera pergi dari kubur itu, dengan tidak takut dan dengan sukacita yang besar dan berlari cepat-cepat untuk memberitahukannya kepada Murid-murid Yesus. Tiba-tiba Yesus berjumpa dengan mereka dan berkata: Salam bagimu. Mereka mendekati-Nya dan memeluk kaki-Nya serta menyembah-Nya. Maka kata Yesus kepada mereka: Jangan takut. Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku supaya mereka pergi ke Galilia, dan di sanalah mereka akan melihat Aku. (Mat. 28: 8-10 )Nyanyian Penutup: MB. 377 (boleh diganti)

Bahan refleksi juga dapat digunakan sebagai bahan sharing komunitas:1. Bagaimana aku dapat menghilangkan label-labelku agar aku dapat sungguh-sungguh mencintai Yesus?

2. Bagaimanakah aku dapat merasakan pengalaman akan Tuhan, sehingga aku dapat mengubah diriku lebih dekat dengan Tuhan?

3. Bagaimanakah pengalamanku dalam karya dalam hal mengubah diri untuk memajukan karyaku?

Selamat RekoleksiSelamat PaskahSelamat Pesta Pelindung Provinsi26 April 2015

PAGE Rekoleksi April 2015Page 7