APLIKASI TINDAKAN PEMBERIAN TERAPI BERMAIN … · i aplikasi tindakan pemberian terapi bermain...
Transcript of APLIKASI TINDAKAN PEMBERIAN TERAPI BERMAIN … · i aplikasi tindakan pemberian terapi bermain...
APLIKASI TINDAKAN PEMBERIAN TERAPI BERMAIN
LILIN ANAK PRA SEKOLAH TERHADAP PENURUNAN
TINGKAT KECEMASAN HOSPITALISASI PADA
ASUHAN KEPERAWATAN An. D DENGAN DHF
DIRUANG MELATI 2 RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
DISUSUN OLEH :
ARLITA YUNGKI MEIDA
NIM: P12 008
PROGAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
i
APLIKASI TINDAKAN PEMBERIAN TERAPI BERMAIN
LILIN ANAK PRA SEKOLAH TERHADAP PENURUNAN
TINGKAT KECEMASAN HOSPITALISASI PADA
ASUHAN KEPERAWATAN An. D DENGAN DHF
DIRUANG MELATI 2 RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH :
ARLITA YUNGKI MEIDA
NIM: P12 008
PROGAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Arlita Yungki Meida
Nim : P.12008
Program Studi : DIII Keperawatan
Judul Karya Tulis : Aplikasi Tindakan Pemberian Terapi Bermain Lilin Anak
Prasekolah Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan
Hospitalisasi Pada Asuhan Keperawatan An. D Dengan
Diagnosa Dhf Diruang Melati 2 Rsud Dr. Moewardi
Surakarta
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilanalihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut
dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta, 21 februari 2015
Yang membuat pernyataan
Arlita Yungki Meida
P.12008
iii
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh :
Nama : Arlita Yungki Meida
NIM : P.12008
Program Studi : DIII Keperawatan
Judul KTI : Aplikasi Tindakan Pemberian Terapi Bermain Lilin Anak
Prasekolah Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan
Hospitalisasi Pada Asuhan Keperawatan An. D Dengan
Diagnosa Dhf Diruang Melati 2 Rsud Dr. Moewardi Surakarta
Telah disetujui untuk dujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di : Surakarta
Hari/ tanggal : Sabtu, 23 Mei 2015
Pembimbing : Noor Fitriyani, S.Kep.,Ns ( ...................... )
NIK : 201187805
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh :
Nama : Arlita Yungki Meida
NIM : P.12008
Program Studi : DIII Keperawatan
Judul : Aplikasi Tindakan Pemberian Terapi Bermain Lilin Anak Pra
Sekolah Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Hospitalisasi
Pada Asuhan Keperawatan An. D dengan Diagnosa DHF di
Ruang Melati RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di : Surakarta
Hari/ tanggal : Senin, 15 Juni 2015
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Noor Fitriyani, S.Kep.,Ns ( ........................ )
NIK : 201187805
Penguji I : Meri Oktariani, S. Kep.,Ns.,M.Kep ( ........................ )
NIK : 200981037
Penguji II : Siti Mardiyah, S. Kep.,Ns ( .........................)
NIK : 201183063
Mengetahui,
Ketua Program Studi D III Keperawatan
Stikes Kusuma Husada Surakarta
Atiek Murharyati, S.Kep. Ns., M.Kep
NIK. 200680021
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah yang berjudul : ”Pemberian Terapi Bermain Lilin Anak Pra Sekolah
Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Hospitalisasi Pada Asuhan
Keperawatan An. D Dengan Diagnosa DHF Diruang Melati 2 RSUD Dr.
Moewardi Surakarta”. Karya Tulis Ilmiah ini disusun dengan maksud untuk
memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat kelulusan dari Program Studi D
III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat :
1. Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku Ketua Program studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba
ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta.
2. Meri Oktariani, S. Kep.,Ns.,M.Kep. selaku Sekretaris Program Studi DIII
keperawatan dan selaku penguji 1 yang telah memberikan kesempatan
untuk dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta dan
membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
karya tulis ilmiah ini.
vi
3. Noor Fitriyani, S.Kep.,Ns, selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
Karya Tulis Ilmiah ini.
4. Siti Mardiyah, S. Kep.,Ns, selaku dosen penguji yang telah membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan
nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya karya
tulis ilmiah ini.
5. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.
6. Kedua orang tuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan
semangat untuk menyelesaikan pendidikan.
7. Teman-teman mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan Stikes
Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat
disebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan
spiritual.
Surakarta, Mei 2015
Arlita Yungki Meida
P.12008
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ...................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................. v
DAFTAR ISI ................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan ................................................................... 4
C. Manfaat Penulisan ................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori ....................................................................... 7
1. Dengue Haemorrhagic Fever ............................................ 7
2. Konsep Asuhan Keperawatan .......................................... 18
3. Kecemasan ........................................................................ 30
4. Terapi bermain .................................................................. 36
B. Kerangka Teori ....................................................................... 41
C. Kerangka Konsep ................................................................... 41
BAB III METODE APLIKASI RISET
A. Subyek Aplikasi Riset .................................................................... 42
B. Tempat dan Waktu ......................................................................... 42
C. Media dan Alat yang digunakan .................................................... 42
D. Prosedur Tindakan ........................................................................ 42
E. Alat Ukur Evaluasi Tindakan Aplikasi Riset ................................. 43
viii
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Pengkajian .............................................................................. 47
B. Diagnosa Keperawatan ........................................................... 53
C. Perumusan masalah Keperawatan ......................................... 54
D. Intervensi Keperawatan ......................................................... 54
E. Implementasi Keperawatan .................................................... 57
F. Evaluasi Keperawatan ........................................................... 60
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian .............................................................................. 63
B. Perumusan Masalah Keperawatan .......................................... 68
C. Intervensi Keperawatan ......................................................... 72
D. Implementasi Keperawatan .................................................... 75
E. Evaluasi Keperawatan ............................................................ 80
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................ 82
B. Saran ...................................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 : Alat ukur kecemasan ................................................................... 44
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori ...................................................................... 41
Gambar 2.2 Kerangka Konsep .................................................................. 41
Gambar 4.1 Genogram .............................................................................. 49
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2. Surat Pernyataan
Lampiran 3. Usulan Judul Aplikasi
Lampiran 4. Lembar Konsultasi
Lampiran 5. Lembar Observasi
Lampiran 6. Jurnal
Lampiran 7. ASKEP
Lampiran 8. Loog Book
Lampiran 9. Surat Pendelegasian
Lampiran 10. SAP Terapi Bermain
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) merupakan penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue yang termauk golongan arbovirus melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti betina. Penyakit ini lebih dikenal dengan
sebutan Demam Berdarah Dengue (DBD) (Hidayat, 2012). Penyakit ini dapat
menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada
anak, serta sering menimbulkan kejadian luar biasa atau wabah
(Susilaningrum, dkk, 2013)
Menurut World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia
sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara (Umar, dkk,
2010: 1). Demam berdarah dengue (DBD) pertama kali muncul pada tahun
1970-an. Saat itu, penyakit ini muncul secara besar-besaran dan serempak di
wilayah Asia, Afrika, serta Amerika Utara. Kemudian, sekitar tahun 1975-
1995. DBD terdeteksi keberadaanya di 102 negara dari lima wilayah WHO,
yakni 20 negara di Afrika, 42 negara di Amerika, 7 negara di Asia Tenggara,
4 negara di Mediterania Timur dan 29 negara di Pasifik Barat (Sentot,
2009:27). Kasus DBD dilaporkan terjadi pada tahun 1953 di Filipina
kemudian disusul negara Thailand dan Vietnam. Pada dekade enam puluhan,
penyakit ini mulai menyebar ke negara-negara Asia Tenggara antara lain
Singapura, Malaysia, Srilanka, dan Indonesia. Pada dekade tujuh puluhan,
2
penyakit ini menyerang kawasan pasifik termasuk kepulauan Polinesia
(Amah, dkk, 2010: 32).
Demam berdarah dengue (DBD) Di Indonesia telah menjadi masalah
kesehatan masyarakat selama 41 tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi
peningkatan persebaran jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang endemis
DBD dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%) dan 382 (77%)
kabupaten/kota pada tahun 2009.Provinsi Maluku, dari tahun 2002 sampai
tahun 2009 tidak ada laporan kasus DBD. Selain itu terjadi juga peningkatan
jumlah kasus DBD pada tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus
pada tahun 2009 (Umar, dkk, 2010: 1). Jawa tengah dari tahun 2006 hingga
tahun 2008 masuk dalam daerah risiko tinggi kejadian DBD. Angka Insiden
di jawa tengah selama tahun 2006 hingga tahun 2008 selalu melebihi 55 per
100.000 penduduk (Umar dkk, 2010: 5). Berdasarkan data dari rekam medis
angka kejadian DHF di RSUD Dr. moewardi Surakarta tahun 2013 sampai
2014 mengalami penurunan angka kejadian pada pasien penderita DHF
sebanyak 501 orang menjadi 264 orang. Penyakit DHF jika tidak mendapat
perawatan yang memadai dapat mengalami perdarahan yang hebat, syok, dan
dapat mengakibatkan kematian. Penyakit DHF dapat menyerang mulai anak-
anak, dewasa, dan orang tua, tetapi anak-anak yang paling rentan terhadap
serangan DHF.
Aktifitas anak yang meningkat namun kondisi daya tahan tubuh lemah
menjadikan anak rentang terserang penyakit, sehingga anak perlu menjalani
hospitalisasi. Hospitalisasi ini merupakan salah satu penyebab kecemasan.
3
Kecemasan pada anak merupakan hal yang harus segera diatasi karena sangat
menganggu pertumbuhan dan perkembangan, salah satu intervensi yang dapat
dilakukan adalah terapi bermain. Permainan akan membuat anak terlepas dari
ketegangan dan stres yang dialami. Selain itu dengan melakukan permainan
anak dapat mengalihkan rasa sakit melalui kesenangannya melakukan
permainan (Supartini, 2012).
Jenis permainan pada anak usia prasekolah adalah skill play yaitu
dengan menggunakan kemampuan motorik salah satunya pemberian terapi
bermain lilin. Terapi bermain dengan menggunakan lilin sangat tepat karena
lilin tidak membutuhkan energi yang besar untuk bermain, permainan ini juga
dapat dilakukan di atas tempat tidur anak, sehingga tidak mengganggu dalam
proses pemulihan kesehatan anak (Ngastiyah, 2005).
Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan Fradianto, Parjo
& Dewi (2014) tentang pengaruh terapi bermain lilin terhadap penurunan
tingkat kecemasan pada anak prasekolah yang mengalami hospitalisasi
dengan hasil tingkat kecemasan anak prasekolah sebelum dilakukan terapi
bermain lilin nilai tertinggi pada tingkat kecemasan sangat berat yaitu dengan
jumlah 18 responden dengan presentase 90%, tingkat kecemasan anak
prasekolah setelah diberikan terapi bermain lilin nilai tertinggi pada tingkat
kecemasan sedang yaitu dengan jumlah 7 responden dengan presentase 35%.
Hasil pengkajian yang dilakukan penulis pada tanggal 16 Maret 2015 jam
08.00 WIB pada An.D dengan DHF di ruang melati II RSUD Dr. Moewardi
Surakarta ibu mengatakan anaknya demam hasil pengkajian An.D nadi 90
4
kali permenit, suhu 38,40C, pernafasan 30 kali permenit dan akral teraba
panas. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik mengaplikasikan terapi
bermain lilin untuk menurunkan tingkat kecemasan hospitalisasi pada
pengelolaan asuhan keperawatan anak dengan diagnosa Dengue
Haemorrhagic Fever (DHF) Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mengaplikasikan tindakan pemberian terapi bermain lilin terhadap
penurunan tingkat kecemasan hospitalisasi pada An.D dengan Dengue
haemoragic fever di RS Dr Moewardi Surakarta.
2. Tujuan khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian keperawatan pada An.D
dengan Dengue haemorrhagic fever.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada An.D
dengan Dengue haemorrhagic fever.
c. Penulis mampu menyusun intervensi keperawatan pada An.D
dengan Dengue haemorrhagic fever
d. Penulis mampu melakukan implementasi keperawatan pada An.D
dengan Dengue haemorrhagic fever.
e. Penulis mampu melakukan evaluasi keperawatan pada An.D dengan
Dengue haemorrhagic fever
5
f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian terapi bermain lilin
terhadap penurunan tingkat kecemasan hospitalisasi pada An.D
dengan Dengue haemorrhagic fever
.
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Rumah Sakit
Hasil Karya Tulis Ilmiah dalam bentuk aplikasi riset ini diharapkan dapat
memberikan tambahan informasi bagi rumah sakit sebagai pemberi
layanan kesehatan masyarakat dalam menentukan kebijakan terkait
dengan pemberian terapi bermain lilin terhadap penurunan kecemasan
hospitalisasi pada anak prasekolah. Aplikasi implementasi keperawatan
diharapkan benar-benar bisa dilaksanakan.
2. Bagi Instansi Akademik
Sebagai bahan masukan dalam kegiatan proses belajar mengajar tentang
asuhan keperawatan terapi bermain lilin pada Anak dengan Dengue
haemorrhagic fever, untuk mengurangi kecemasan hospitalisasi selama
menjalani perawatan dirumah sakit.
3. Bagi Perawat
Mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif kepada
pasien anak dengan Dengue haemorrhagic fever dan Melatih berfikir
dalam melakukan asuhan keperawatan khususnya pada pasien dengan
Dengue haemorrhagic fever.
6
4. Bagi Penulis
Sebagai sarana dan alat dalam memperoleh pengetahuan dan pengalaman
yang lebih khususnya dibidang keperawatan pada pasien anak dengan
terapi bermain pada pasien Dengue haemorrhagic fever.
5. Bagi Pembaca
Meningkatkan pengetahuan kepada pembaca tentang pengaruh terapi
bermain lilin terhadap tingkat kooperatifan anak.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)
a. Pengertian
Dengue haemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus
dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes
aegypty (Nursalam, dkk. 2008). Dengue haemorhagic fever (DHF)
adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue
(arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk
aedes aegypty (Suriadi dan yuliani 2010)
b. Etiologi
Dengue haemorrhagic Fever (DHF) disebabkan oleh arbovirus
(Arthopodborn Virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
Aegepthy. Virus Nyamuk aedes aegypti berbentuk batang, stabil
pada suhu 37o C. Adapun ciri-ciri nyamuk penyebar demam berdarah
menurut (Nursalam,2008) adalah :
1) Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih
2) Hidup didalam dan sekitar rumah
3) Menggigit dan menghisap darah pada waktu siang hari
4) Senang hinggap pada pakaian yang bergantung didalam kamar
8
5) Bersarang dan bertelur digenangan air jernih didalam dan sekitar
rumah seperti bak mandi, tempayan vas bunga.
c. Manifestasi Klinis
Menurut Ridha (2014) tanda dan gejala DHF adalah :
1) Demam tinggi selama 5-7 hari
2) Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit
3) Epitaksis, hematemesis, melena, hematuri
4) Mual, muntah, tindak nafsu makan
5) Nyeri otot, tulang sendi, abdomen, ulu hati
6) Sakit kepala
7) Pembengkakan sekitar mata
8) Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening
9) Tanda-tanda renjatan ( sianosis, kulit lembab dan dingin, gelsah,
nadi cepat dan lemah)
d. Klasifikasi Demam Berdarah Dengue
Menurut Suriadi dan Yuliani (2010) klasifikasi DHF antara lain :
1) Derajat I : Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan
spontan, uji turmiket positif, trombositopenia dan
hemokonsentrasi
2) Derajat II : Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan
atau perdarahan lain
3) Derajat III : Kegagalan sirkulasi : nadi cepat dan lemah,
hipotensi, kulit dingin lembab, gelisah
9
4) Derajat IV : Renjatan berat, denyut nadi dan tekanan darah
tidak dapat diukur
e. Patofisiologi
Menurut Suriadi dan Yuliani (2010) patofisiologinya adalah
Virus dengue akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk
aedes aegypti dan kemudian bereaksi dengan antibodi dan
terbentuklah komplek virus antibodi, dalam sirkulasi akan
mengaktivasi sistem komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan
dilepas C3a dan C5a, dua peptida yang berdaya untuk melepaskan
histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma
mealui endotel dinding itu. Terjadinya trombositopenia, menurunnya
fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagalasi (protambin,
faktor V, VII, IX, X dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab
terjadinya perdarahan hebat, teutama perdarahan saluran
gastrointestinal pada DHF.
Penentu beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas
dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya
hipotensi, trombositopenia dan diatesis hemoragik.Renjatan terjadi
secara akut.
Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya
plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan
10
hilangnya plasma klien mengalami hypovolemik. Apabila tidak
diatasi bisa terjadi anoksia jangan asidosis dan kematian.
f. Komplikasi
Adapun komplikasi dari penyakit Dengue Hemorrhagic Fever
menurut (Hidayat Alimul, 2008) diantaranya:.
1) Ensepalopati Sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan
dengan perdarahan dan kemungkinan dapat disebabkan oleh
thrombosis pembuluh darah ke otak.
2) Syok (renjatan) Karena ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
sehingga dapat terjadi syok hipovolemik.
3) Efusi Pleura Adanya edema paru akibat pemberian cairan yang
berlebihan dengan tanda pasien akan mengalami distress
pernafasan.
4) Perdarahan intravaskuler menyeluruh
g. Fase Perjalanan Penyakit Demam Berdarah
Terdapat tiga fase perjalanan penyakit demam berdarah yang
akan dijelaskan sebagai berikut :
1) Fase Demam
Fase demam berlangsung 2-7 hari suhu tubuh saat demam
berkisar 390
C sampai 400
C, kemudian pada fase akut biasanya
disertai dengan warna kemerahan pada wajah; eritema pada
kulit; rasa nyeri pada seluruh tubuh dan sakit kepala, adapun
beberapa pasien juga mengeluh kesulitan menelan, nyeri faring,
11
dan nyeri konjungtiva, selain itu gejala yang dirasakan oleh
pasien yaitu, sering mengeluh tidak nafsu makan; mual; dan
muntah, untuk fase demam diperlukan pengobatan untuk
menghilangkan gejala yang timbul, karena selama fase awal
demam sulit dibedakan antara demam dengue dengan DHF
perbedaannya yaitu, pada pasien dengan demam dengue setelah
terbebas dari demam 24 jam tanpa penurun panas makanpasien
akan memasuki fase penyembuhan, sedangkan pada DHF
setelah fase demam selesai maka akan memasuki fase kritis
(WHO, 2009 dalam Setiawati, 2011).
Pada fase demam pasien masih memungkinkan untuk di
rawat di rumah dengan pengawasan khusus dengan cara
pengawasan tanda-tanda vital, keluhan mual dan muntah, nyeri
abdomen, terjadi akumulasi cairan pada rongga tubuh, adanya
peleburan > 2 cm, dan perdarahan yang timbul; kemudian
pemberian cairan yang sesuai dengan kebutuhan pasien sangat
diperlukan untuk mencegah terjadinya kekurangan cairan, selain
itu pemeriksaan laboratorium darah terutama pemeriksaan
trombosit dan hematokrit diperlukan untuk mengontrol kondisi
kesehatan penderita (Anggraeni, 2010 dalam Setiawati, 2011).
2) Fase Kritis
Suhu tubuh pada fase kritis menurun sekitar 37,50
C
sampai 380
C atau justru berada dibawahnya, umunya terjadi
12
pada hari ketiga samapai kelima demam, kemudian pada fase
kritis terjadi peningkatan permeabilitas kapiler yang
menyebabkan kebocoran plasma, karena fase kritis berlangsung
antara 24 jam sampai 48 jam, apabila tidak terjadi kebocoran
plasma, maka kondisi pasien akan membaik, namun jika terjadi
kebocoran plasma maka kondisi pasien memburuk, sedangkan
kondisi kebocoran plasma yang berkepanjangan dan
keterlambatan penanganan dapat menyebabkan pasien
mengalami syok (WHO, 2009 dalam Setiawati, 2011).
Pasien harus dirawat di rumah sakit pada saat fase kritis
karena memerlukan pengawasan khusus yang lebih intensif
yaitu, pengawasan khusus seperti : tingkat kesadaran, tanda-
tanda vital, intake dan output cairan, nyeri abdomen, terjadi
akumulasi cairan pada rongga tubuh, adanya peleburan hati > 2
cm, dan perderahan yang timbul, kemudian ada fase ini dapat
terjadi efusi pleura dan asites, selain itu pemeriksaan darah
dilakukan secara berkala meliputi hematokrit, trombosit,
hemoglobin, dan leukosit, adapun pemeriksaan rontgen dan
pemeriksaan Ultra Sonografi (USG) yang dapat dilakukan pada
fas kritis (WHO, 2009 dalam Setiawati, 2011).
3) Fase Penyembuhan
Pasien yang telah melewati fase kritis, terjadi proses
penyerapan kembali cairan yang berlebih pada rongga tubuh
13
dalam waktu 2 samapi 3 hari dan secara bertahap kondisi pasien
secara keseluruhan akan membaik (WHO, 2009 dalam
Setiawati, 2011).
Fase penyembuhan berlangsung antara 2-7 hari, umunya
penderita demam berdarah yang telah berhasil melewati fase
kritis akan sembuh tanpa komplikasi dalam waktu kurang lebih
24 – 8 jam setelah syok, kemudian fase penyembuhan ditandai
dengan kondisi umum penderita yang mulai membaik, nafsu
makan yang mulai meningkat, dan tanda-tanda vital yang stabil,
selain itu pada fase ini pemberian cairan infuse biasanya mulai
dihentikan, kemudian diganti dengan pemberian nutrisi secara
oral (Anggraeni, 2010 dalam Setiawati, 2011).
h. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Suriadi dan Yuliani (2010), pemeriksaan diagnostik sebagai
berikut:
1) Darah lengkap : hemokonsentrasi (hematokrit meningkat 20 %
atau lebih), trombositopenia (100.000/mm3atau kurang)
2) Serologi : uji HI (hemoagutination inhibition test)
3) Rontgen thoraks : effusi pleura
i. Penatalaksanaan
Menurut Ridha (2014) didapatkan penatalaksanaan Demam
Haemorrhagic Fever yaitu :
14
1) DHF tanpa rejatan :
a) Tirah baring
b) Makanan lunak dan diberi minum 1,5-2liter dalam 24 jam
c) Untuk hiperpireksia dapat diberkan kompres
d) Berikan antibiotik bila terdapat kemungkinan terjadi infeksi.
2) Pada pasien dengan tanda renjatan dilakukan :
a) Pemasangan infus RL/Asering dan dipertahankan selama
12-48 jam setelah renjatan diatasi.
b) Observasi keadaan umum (Tanda-tanda Vital)
Menurut Sitorus (2008 : 127), penatalaksanaan pasien dengan
demam berdarah dibedakan menjadi tiga yaitu :
1) Penatalaksanaan Pasien Tersangka DBD
Pada pasien yang diduga menderita demam berdarah
(memenuhi kriteria diagnosis DBD, WHO 1986), ditentukan
adanya kedaruratan atau tidak, maksud dari kedaruratan adalah
tanda-tanda pre-shoch atau shoch (renjatan), muntah secara
terus-menerus, kejang, kesadaran menurun, muntah darah, dan
buang air besar berdarah, kemudian untuk suhu dijumpai
kedaruratan maka pasien harus segera dirujuk ke dokter untuk
diberikan perawatan yang intensif.
Jika tanda-tanda kedaruratan tidak ada maka harus
dilakukan tes Rumple Lencar (Tes Torniket) untuk menegetahui
kadar haemoglobin, hematokrit, dan hitung trobosit (termasuk
15
hitung leukosit dan hitung jenis), kemudian tes torniket
menunjukkan positif atau negatif dan trombosit rendah (kurang
dari 150.000/iu), sebaiknya pasien dirawat di rumah sakit.
Pada pasien dengan trombosit normal dan hasil tes torniket
negatif, pasien boleh pulang, tetapi dianjurkan melakukan
kontrol setiap hari untuk pemeriksaan haemoglobin, hematokrit,
dan trombosit berkala sampai demamnya turun, tetapi jika
hematokrit cenderung meningkat dan sebaliknya trombosit
cenderung menurun segera rujuk pasien ke rumah sakit terdekat.
2) Penatalaksanaan Pasien DBD Tanpa Renjatan
Pasien DBD derajat-1 dan derajat-2 tergolong DBD tanpa
renjatan, tetapi perlu diingat bahwa perasaan haus dan keadaan
dehidrasi sebagai akibat demam tinggi, anoreksia, dan muntah
merupakan alasan pemberian cairan per oral sebanyak-
banyaknya dan semampu anak kurang lebih 1,5 liter sampai 2
liter per 24 jam dengan berbagai jenis cairan dapat diberikan,
tetapi lebih disukai cairan yang mengandung elektrolit (lautan
oralit) atau sari buah dari pada air putih.
Kejang badan demam dapat terjadi pada demam tinggi,
maka pemberian antipiretik (parasetamol). Jika terdapat tanda
kedaruratan seperti anak secara terus-menerus muntah sampai
keadaan tidak memungkinkan untuk diberikan makan dan
minum peroral, maka perlu dipertimbangkan untuk pemberian
16
cairan intravena tetesan rumatan, kemudian jika kadar
hematokrit pada pemeriksaan berkala cenderung meningkat,
dianjurkan pemberian intravena dengan jumlah cairan yang
dibutuhkan sesuai dengan pemberian cairan untuk mengatasi
penderita gastroenteritis yang dehidrasinya sedang (kebutuhan
cairan rumatan +7,5%).
3) Penatalaksanaan DBD Disertai Renjatan
Renjatan merupakan keadaan gawat sehingga memerlukan
perawatan di rumah sakit, maka tatalaksana DBD yang disertai
renjatan terdiri atas hal-hal berikut :
a) Penggantian Volume Plasma (Volume Replacement)
Pada renjatan hipovelemik, pemberian cairan
merupakan kunci pengobatan, karena penggantian cairan
plasma secara intravena harus segera diberikan supaya
renjatan pada anak dapat berlangsung dalam kurun waktu
48 jam, dan pada saat itu dianjurkan monitor dengan ketat
selama 24 jam.
Jenis cairan yang dianjurkan adalah laktat ringer 20
ml/kg BB per jam, diberikan dengan tetesan cepat atau
disiramkan (klem infuse dibuka) sampai renjatan teratasi.
Bahkan dipasang dua jalur infus secara bersamaan. Pada
keadaan renjatan yang berlangsung lama, pembuluh darah
mengalami kolaps, maka cairan sebanyak 100-200 ml dapat
17
diberikan dengan menggunakan semprit kemudian setelah
itu, dilanjutkan dengan tetesan.
b) Pilihan Terapi Cairan
Pemakaian cairan laktat ringer sangat dianjurkan
mengingatkan pada DBD pada umumnya disertai dengan
hiponatremi dan asidosis. Cairan laktat ringer mengandung
Natrium 130 mEq/l, chloride 109 mEq/l, kalium 4 mEq/l,
dan Korektor basa dalam bentuk Natrium laktat 28 mEq/l
WHO, 1986 menganjurkan di samping laktat ringer dapat
pula dipakai jenis cairan lain yaitu :
(1) Cairan glukosa 5 % dalam NaCl 0,9 %
(2) Cairan glukosa 5 % dalam NaCl 0,45 %
(3) Cairan glukosa 5% dalam ½ laktat ringer, atau cairan
glukosa 5 % dalam NaCl 0,3 %
c) Koreksi Asidosis dan Gangguan Elektrolit
Hiponatremi dan asidosis metabolik terjadi pada
DBD, oleh karena itu pada kasus DBD berat dilakukan
pemeriksaan analisa gas darah dan elektrolit secara peiodik.
d) Terapi Oksigen
Mengingat bahwa renjatan hipovolemik
mengakibatkan terjadinya kegagalan perfusi oksigen di
seluruh jaringan, maka oksigen harus selalu diberikan pada
semua pasien DBD disertai renjatan. Oksigen diberikan 2-6
18
liter/menit dan intranasal diberikan sampai tanda vital
stabil.
e) Pemberian Tranfusi Darah
Indikasi tranfusi darah adalah perdarahan yang jelas
terlisat secara klinis, yaitu perdarahan intra-abdominal yang
ditandai dengan semakin tegang disertai penurunan kadar
haemoglobin.
2. Konsep Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan pada DHF meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.
a. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan
yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang
klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah,
kebutuhan kesehatan, dan keperawatan klien baik fisik, mental,
sosial, dan lingkungan (Dermawan, 2012).
Menurut Utami (2013: 161) pengkajian pada DHF dapat dilihat dari:
1) Identitas pasien
Nama, umur ( pada DHF tersering menyerang anak-anak dengan
usia kurang 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama
orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua.
19
2) Keluhan utama
Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang
kerumah sakit adalah panas tinggi anak lemah.
3) Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak disertai menggigil,
saat demam kesadaran komposmentis. Panas menurun terjadi
antara hari ke-3 dan ke-7, sementara anak semakin lemah.
Kadang-kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual,
muntah anoreksia, diare/ konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan
persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal,
serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III,
IV), melena atau hematemesis.
4) Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF, anak bisa
mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus yang lain.
5) Riwayat imunisasi
Bila anak mempunyai kekebalan yang baik, kemungkinan
timbul komplikasi dapat dihindarkan.
6) Riwayat gizi
Status gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi. Semua
anak dengan status gizi baik, maupun buruk dapat beresiko
apabila terdapat faktor predisposisinya. Pada anak yang
menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah dan
20
nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut, dan tidak
disertai dengan pemenuhan nutrisi yang adekuat anak dapat
mengalami penurunan berat badan, sehingga status gizinya
menjadi kurang.
7) Kondisi lingkungan
Sering terjadi pada daerah yang padat penduduknya, lingkungan
yang kurang kebersihannya (air yang menggenang) dan
gantungan baju dikamar.
8) Pola kebiasaan
a) Nutrisi dan metabolisme, yaitu frekuensi, jenis, pantangan,
nafsu makan berkurang/menurun.
b) Eliminasi alvi (buang air besar) kadang-kadang anak
mengalami diare/konstipasi. DHF pada grade III-IV bisa
terjadi melena.
c) Eliminasi urine (buang air kecil) perlu dikaji apakah sering
kencing, sedikit/banyak, sakit/tidak. Pada DHF grade IV
sering terjadi hematuria.
d) Tidur dan istirahat. Anak sering mengalami kurang tidur
karena sakit/nyeri otot dan persendian, sehingga kuantitas
dan kualitas tidur, serta istirahat kurang.
e) Kebersihan. Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri
dan lingkungan cenderung kurang terutama tempat sarang
nyamuk aedes aegypti.
21
9) Pemeriksaan fisik berdasarkan tingkatan (grade) DHF, keadaan
fisik anak sebagai berikut :
a) Grade I : kesadaran kompos mentis, keadaan lemah, tanda-
tanda vital nadi lemah
b) Grade II : kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah,
adanya perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan
telinga, nadi lemah, kecil, tidak teratur.
c) Grade III : kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum
lemah, nadi lemah, kecil, tidak teratur, tensi menurun.
d) Grade IV : kesadaran koma, nadi tidak teraba, tensi tidak
terukur, pernapasan tidak teratur, ekstermitas dingin,
berkeringat dan kulit nampak biru.
10) Sistem integumen dapat disebutkan sebagai berikut :
a) Kulit adanya petekia, turgor kulit menurun, keringat dingin,
lembab.
b) Kuku cyanosis/tidak
c) Kepala dan leher
Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan pada muka
karena demam, mata anemis, hidung kadang mengalami
mimisan (grade II,III,IV). Pada mulut didapatkan mukosa
mulut kering, perdarahan gusi, kotor, dan nyeri telan.
Tenggorokan mengalami hiperemiafaring, terjadi
perdarahan telinga (grade II, III, IV).
22
d) Dada
Bentuk simetris, kadang-kadang sesak, pada foto thoraks
terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah
kanan (efusi pleeura), rales, ronchi biasanya pada grade III,
IV.
e) Pada abdomen terdapat nyeri tekan, pembesaran hati
(hepatomegali), dan asites.
f) Ekstermitas, yaitu akral dingin, nyeri otot, dan sendi serta
tulang.
b. Masalah Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik mengenai
respon individu, keluarga, dan komunitas terhadap masalah
kesehatan / proses kehidupan yang aktual/ potensial yang merupakan
dasar untuk memilih intervensi keperawatan untuk mencapai hasil
yang merupakan tanggung jawab perawat (Dermawan, 2012).
Menurut Utami (2013) masalah yang dapat ditemukan pada
anak dengan DHF antara lain :
1) Peningkatan suhu tubuh (hipertermia)
2) Nyeri
3) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan.
4) Potensial terjadinya perdarahan intra abdominal,
5) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,
23
6) Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, dan
perawatan pasien DHF.
c. Rencana keperawatan
Rencana keperawatan adalah suatu proses didalam pemecahan
masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu yang akan
dilakukan, bagaimana dilakukan, siapa yang melakukan dari semua
tindakan keperawatan (Dermawan, 2012)
Pedoman penulisan tujuan dan kriteria hasil berdasarkan
SMART. Spesific (tujuan tidak menimbulkan arti ganda).
Measureable (tujuan dapat diukur, dapat dilihat, dirasakan dan
dibau). Achieveble (tujuan harus dapat dicapai). Reasonable atau
realistic (tujuan harus dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah).
Time ( batasan waktu atau tujuan keperawatan).
Menurut Utami (2013) perencanaan keperawatan pada DHF
sebagai berikut :
1) Hipertermia (Suhu tubuh naik diatas rentang normal)
a) Kaji saat timbul demam
b) Observasi TTV setiap tiga jam
c) Berikan penjelasan tentang penyebab demam
d) Anjurkan pasien untuk banyak minum
e) Berikan kompres dingin pada aksilla
f) Anjurkan untuk tidak memakai pakaian tebal
24
g) Kolaborasi pemberian terapi cairan intravena dan obat-
obatan.
2) Gangguan rasa nyaman nyeri
a) Kaji skala nyeri
b) Beri posisi nyaman
c) Ajarkan relaksasi
d) Kolaborasi pemberian analgetik
3) Gangguan pemenuhunan nutrisi
a) Kaji keluhan mual, muntah, sulit menelan
b) Berikan makanan yang mudah ditelan
c) Anjurkan makan sedikit tapi sering
d) Catat jumlah porsi makanan yang dihabiskan
4) Potensial terjadinya perdarahan sehubungan dengan
trombositopenia
a) Monitor tanda penurunan trombosit
b) Monitor jumlah trombosit setiap hari
c) Berikan penjelasan tentang pengaruh trombosit
d) Anjurkan pasien untuk banyak istirahat.
3. Hospitalisasi
a. Pengertian
Hospitalisasi adalah suatu proses karena suatu alasan darurat
atau berencana mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit
25
menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali ke
rumah (Jovans, 2008).
b. Dampak Hospitalisasi Terhadap Anak
Reaksi anak terhadap sakit dan hospitalisasi dipengaruhi oleh
tingkat perkembangan atau usia, pengalaman sebelumnya, support
sistem dalam keluarga, keterampilan koping, dan berat ringannya
penyakit.
Menurut Jovan (2007), menguraikan reaksi anak dan orang tua
terhadap hospitalisasi sebagai berikut :
1) Reaksi anak pada hospitalisasi
a) Masa bayi (0-1 th), dampak perpisahan berpengaruh pada
rasa percaya diri dan kasih sayang. Anak usia lebih dari 6
bln akan terjadi stanger anxiety atau cemas dengan respon
menangis keras, pergerakan tubuh yang banyak, ekspresi
wajah yang tak menyenangkan.
b) Masa todler (2-3 th), sumber stres yang utama adalah cemas
akibat perpisahan. Respon perilaku anak menurut
tahapannya adalah: a) tahap protes, responnya berupa
menangis, menjerit, menolak perhatian orang lain, b) tahap
putus asa, respon anak adalah menangis berkurang, anak
tidak aktif, kurang menunjukkan minatbermain, sedih,
apatis, c) tahap pengingkaran (denial), anak mulai
26
menerima perpisahan, membina hubungan secara dangkal,
anak mulai menyukai lingkungannya.
c) Masa prasekolah (3 sampai 6 tahun). Reaksi yang sering
muncul antara lain: menolak makan, sering bertanya,
menangis pelan, tidak kooperatif terhadap petugas
kesehatan atau perawatan di rumah sakit kehilangan
kontrol, dan pembatasan aktivitas. Sering kali dipersepsikan
anak sekolah sebagai hukuman. Sehingga ada perasaan
malu, takut dan menimbulkan reaksi agresif, marah,
berontak, tidak mau bekerja sama dengan perawat.
d) Masa sekolah (6 sampai 12 tahun). Perawatan di rumah
sakit memaksakan meninggalkan lingkungan yang dicintai,
keluarga, kelompok sosial sehingga menimbulkan
kecemasan. Kehilangan kontrol berdampak pada perubahan
peran dalam keluarga, kehilangan kelompok sosial,
perasaan takut akan kematian, dan kelemahan fisik. Reaksi
nyeri bisa digambarkan secara verbal dan non verbal.
e) Masa remaja (12 sampai 18 tahun) anak remaja begitu
percaya dan terpengaruh oleh kelompok sebayanya. Saat
masuk rumah sakit anak akan timbul rasa cemas karena
perpisahan, sehingga terjadi pembatasan aktifitas.
Kehilangan kontrol akan muncul reaksi anak untuk menolak
perawatan atau tindakan yang dilakukan, tidak kooperatif
27
dengan petugas, Perasaan sakit akibat
perlukaanmenimbulkan respon anak banyak bertanya,
menarik diri, menolak kehadiran orang lain.
c. Faktor yang Mempengaruhi Hospitalisasi
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan stress ketika anak
menjalani hospitalisasi sangat bervariasi mulai dari faktor
lingkungan rumah sakit dapat menjadi suatu tempat yang
menakutkan dilihat dari sudut pandang anak-anak. Suasana rumah
sakit yang tidak familiar, wajah-wajah yang asing, berbagai macam
bunyi dari mesin yang digunakan, dan bau yang khas, dapat
menimbulkan kecemasan dan ketakutan baik bagi anak atau orang
tua (Norton-Westwood, 2012 dalam Utami 2014).
Faktor berpisah dengan orang yang sangat berarti karena
berpisah dengan suasana rumah sendiri, benda-benda yang familiar
digunakan sehari-hari, juga Rutinitas yang biasa dilakukan dan juga
berpisah dengan anggota keluarga lainnya (Pelander dan Leini-Klipi,
2010 dalam Utami 2014).
Faktor kurangnya Informasi yang didapat anak dan orang
tuanya ketika akan menjalani hospitalisasi. Hal ini dimungkinkan
mengingat proses hospitalisasi merupakan hal yang tidak umum di
alami oleh semua orang. Proses ketika menjalani hospitalisasi juga
merupakan hal yang rumit dengan berbagai prosedur yang dilakukan
(Gordon dkk, 2010 dalam Utami 2014).
28
Faktor kehilangan kebebasan dan kemandiriran aturan ataupun
Rutinitas rumah sakit, prosedur medis yang dijalani seperti tirah
baring, pemasangan infuse dan lain sebagainya sangan mengganggu
kebebasan dan kemandirian anak yang sedang dalam taraf
perkembangan (Price dan Gwin, 2005 dalam Utami, 2014).
Faktor pengalaman yang berkaitan dengan pelayanan
kesehatan semakin sering seorang anak berhubungan dengan rumah
sakit, maka semakin kecil bentuk kecemasan atau malah sebaliknya
(Pelander dan Leino-Kilpi, 2010 dalam Utami, 2014).
Faktor perilaku atau interaksi dengan petugas rumah sakit
khususnya perawat mengingat anak masih memiliki keterbatasan
dalam perkembangan kognitif, bahasa dan komunikasi, kemudian
perawat juga merasakan ketika berkomunikasi, berinteraksi dengan
pasien anak yang menjadi sebuah tantangan, dan dibutuhkan
sensitifitas yang tinggi serta lebih kompleks dibandingkan dengan
pasien dewasa. Selain berkomunikasi dengan dengan anak juga
sangan dipengaruhi oleh usia anak, kemampuan kognitif, tingkah
laku, kondisi fisik dan psikologis tahapan penyakit dan respon
pengobatan (Pena dan Juan, 2011 dalam Utami, 2014).
d. Mengatasi Dampak Hospitalisasi pada Anak
Fokus intervensi keperawatan dalam mengatasi dampak
hospitalisasi diuraikan oleh Jovan (2007), Hockenberry dan Wilson
(2007), sebagai berikut:
29
1) Meminimalkan stressor
Upaya yang dilakukan untuk meminimalkan stressor
adalah dengan mencegah atau mengurangi dampak perpisahan
dengan cara melibatkan orang tua berperan aktif dalam
perawatan anak, melakukan modifikasi ruang perawatan,
mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah, dan bertemu
teman sekolah. Untuk mencegah perasaan kehilangan kontrol
dapat dilakukan dengan cara menghindari pembatasan fisik jika
anak dapat kooperatif, bila anak diisolasi lakukan modifikasi
lingkungan, membuat jadwal untuk prosedur terapi, latihan, dan
bermain, memberi kesempatan anak mengambil keputusan dan
melibatkan orang tua dalam perencanaan kegiatan.
Untuk mengurangi atau meminimalkan rasa takut terhadap
perlukaan tubuh dan rasa nyeri, hal ini dilakukan dengan cara
mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk tindakan
prosedur yang menimbulkan rasa nyeri, melakukan permainan
sebelum melakukan persiapan fisik anak, menghadirkan orang
tua bila memungkinkan, menunjukkan sikap empati. Pada
tindakan elektif bila memungkinkan menceritakan tindakan
yang dilakukan melalui cerita, gambar dan perlu dilakukan
pengkajian tentang kemampuan psikologis anak menerima
informasi ini dengan terbuka.
30
2) Memaksimalkan manfaat hospitalisasi
Untuk memaksimalkan manfaat hospitalisasi diupayakan
dengan cara membantu perkembangan anak dengan memberi
kesempatan orang tua untuk belajar, memberi kesempatan pada
orang tua untuk belajar tentang penyakit anak, meningkatkan
kemampuan kontrol diri, memberi kesempatan untuk sosialisasi,
dan memberi support kepada anggota keluarga.
3) Mempersiapkan anak sebelum masuk rumah sakit
Mempersiapkan anak untuk mendapat perawatan di rumah
sakit dilakukan dengan cara mempersiapkan ruang rawat sesuai
dengan tahapan usia anak dan mengorientasikan situasi rumah
sakit. Pada hari pertama melakukan tindakan sebaiknya petugas
di ruangan memperkenalkan perawat dan dokter yang
merawatnya, memperkenalkan anak pada pasien yang lain,
memberikan label identitas pada anak, menjelaskan aturan
rumah sakit, melaksanakan pengkajian, dan melakukan
pemeriksaan fisik.
4. Kecemasan
a. Pengertian
Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai
dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan
berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai kenyataan,
31
kepribadian masih tetap utuh atau tidak mengalami keretakan
kepribaadian normal (Hawari, 2008).
Kecemasan adalah keadaan dimana individu atau kelompok
mengalami perasaan gelisah dan aktivasi sistem saraf autonom
dalam merespon ancaman yang tidak jelas. Kecemasan akibat
terpejan pada peristiwa traumatik yang dialami individu yang
mengalami, menyaksikan atau menghadapi satu atau beberapa
peristiwa yang melibatkan kematian aktual atau ancaman kematian
atau cidera serius atau ancaman fisik diri sendiri (Doenges, 2006).
b. Penyebab kecemasan pada anak
Menurut Ramiah (2003) dalam Triana dan toganing (2009)
Beberapa penyebab dari gangguan kecemasan adalah :
1) Traumalitas
2) Stres yang berkepanjangan/depresi.
3) konflik-konflik
4) Ketidakseimbangan kimia dalam tubuh
5) Perubahan struktur otak
6) Stres/trauma/phobia lingkungan.
c. Tanda kecemasan pada anak
Menurut Ramiah (2003) dalam Triana dan Toganing, (2009),
gejala kecemasan paling sering adalah kejangkelan umum seperti:
rasa gugup, jengkel, tegang, dan rasa panik, kemudian sakit kepala
seperti: ketegangan otot khususnya kepala di daerah lengkuk dan
32
tulang punggung menyebabkan sakit kepala, adapun gejala lain yang
di rasakan individu saat mengalami kecemasan, yaitu gemetaran
pada seluruh tubuh khususnya lengan dan tangan.
Menurut Hawari (2001) dalam Triana dan Toganing, (2009),
tanda dan gejala pada individu yang mengalami kecemasan sebagai
berikut :
1) Cemas
2) Khawatir
3) Bimbang
4) firasat buruk
5) takut akan pikirannya sendiri
6) mudah tersinggung seperti, merasa tegang, tidak tenang, gelisah,
gerakan sering serba salah
7) mudah terkejut seperti, takut sendirian, takaut keramaian dan
takut banyak orang
8) mengalami gangguan pola tidur
9) mimpi-mimpi yang menegangkan seperti: gangguan konsentrasi
dan daya ingat
10) keluhan somatic seperti : rasa sakit pada otot dan tulang,
pendengaran berdengung (tinnitus), berdebar-debar, sesak nafas,
gangguan pencernaan, sakit kepala.
33
d. Klasifikasi Tingkat Kecemasan
Menurut Stuart (2006) dalam jurnal muafifah, dkk (2013), Ada
empat tingkat kecemasan, yaitu ringan, sedang, berat dan panik
yaitu:
1) Kecemasan ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam
kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi
waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan
ringan dapat memotivasibelajar dan menghasilkan pertumbuhan
dan kreatifitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah
kelelahan, iritabel, lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi,
mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku
sesuai situasi.
2) Kecemasan sedang
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada
masalah yangpenting dan mengesampingkan yang lain sehingga
seseorang mengalamiperhatian yang selektif, namun dapat
melakukan sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi pada
tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung
dan pernapasan meningkat, ketegangan ototmeningkat, bicara
cepat dengan volume tinggi, lahan persepsi menyempit,mampu
untuk belajar namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi
menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang
34
tidak menambah ansietas, mudah tersinggung, tidak sabar,
mudah lupa, marah dan menangis.
3) Kecemasan berat
Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang
dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada
sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir
tentang hal lain. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan
untuk dapat memusatkan pada suatu area yang lain. Manifestasi
yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit
kepala, nausea, tidak dapat tidur (insomnia), sering kencing,
diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit, tidak mau belajar
secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan keinginan untuk
menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak berdaya,
bingung, disorientasi.
4) Panik
Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan
teror karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang sedang
panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan
pengarahan. Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan ini
adalah susah bernapas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat,
diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat berespon
terhadap perintah yang sederhana, berteriak, menjerit,
mengalami halusinasi dan delus.
35
e. Pengukuran Kecemasan pada Anak
Menurut Fahmy (2007) dalam Apriliawati (2011), alat ukur
untuk kecemasan adaah Hamilton Anxiety Scale (HAS) disebut juga
dengan Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) yang teridiri dari 14
item pertanyaan untuk mengukur tanda adanya kecemasan pada anak
orsng dewasa, karena HARS telah distandarkan untuk mengevaluasi
tanda kecemasan pada individu yang sudah menjalani pengobatan
terapi, setelah mendapatkan obat antidepresan.
Menurut Fahmy (2007) dalam Apriliawati (2011), Hamilton
Anxiety Scale (HAS) pertama kali dikembangkan oleh Max
Hamilton pada tahun 1956, kemudian Hamilton Anxiety Rating Scale
(HARS) digunakan untuk mengukur semua tanda kecemasan baik
kecemasan psikis (agistasi dan distress psikologis) maupun
kecemasan somatic (keluhan fisik yang berhubungan dengan
kecemasan) dan telah dikembangkan lebih lanjut untuk mengukur
tingkat depresi dalam Hamilton Depression Scale (HDS).
HARS terdiri 14 pertanyaan dengan jawaban dalam 5 skala
dari nilai 0-4, kemudian nilai 0 berarati tidak terdapat kecemasan;
nilai 1 berarti kecemasan ringan; nilai 2 berarti kecemasan sedang;
nilai 3 berarti kecemasan berat; dan nilai 4 berarti kecemasan sangat
berat (Fahmy, 2007 dalam Apriliawati, 2011).
Total Score < dari 14 artinya tidak ada kecemasan, total score
< dari 20 artinya kecemasan ringan, total score < dari 27 artinya
36
kecemasan sedang, total score < dari 41 artinya kecemasan berat,
total score < dari 56 artinya kecemasan berat sekali (Fahmy, 2007
dalam Apriliawati,2011).
5. Terapi Bermain
a. Pengertian
Terapi bermain adalah usaha mengubah tingkah laku
bermasalah, dengan menempatkan anak dalam situasi bermain
(Adriana, 2013). Terapi bermain adalah salah satu cara untuk
mengurangi kecemasan dan meningkatkan kooperatifan anak selama
menjalani perawatan dirumah sakit (Handayani, 2008)
b. Fungsi Bermain
Menurut Ridha (2014), fungsi bermain sebagai berikut :
1) Perkembangan sensoris-motorik : membantu perkembangan
gerak halus dan pergerakkan kasar anak dengan cara memainkan
suatu obyek yang sekitarnya anak merasa senang.
2) Perkembangan kognitif : membantu anak untuk mengenal benda
yang ada disekitarnya.
3) Kreatifitas : mengembangkan kreatifitas anak dalam bermain
sendiri atau secara bersama.
4) Perkembangan sosial : belajar berinteraksi dengan orang lain,
mempelajari peran dalam kelompok.
37
5) Kesadaran diri (self awareness) : dengan bermain anak sadar
akan kemampuannya sendiri, kelemahannya dan tingkah laku
terhadap orang lain.
6) Perkembangan moral : dapat diperoleh dari orang tua, orang lain
yang ada disekitar anak.
7) Komunikasi : bermain merupakan alat komunikasi terutama
pada anak yang masih belum dapat menyatakan perasaannya
secara verbal.
c. Keuntungan Bermain
Menurut Adriana (2013) keuntungan dari bermain adalah :
1) Membuang energi extra
2) Mengoptimalkan pertumbuhan seluruh bagian tubuh
3) Aktivitas yang dilakukan dapat meningkatkan nasfsu makan
anak
4) Anak belajar mengontrol diri
5) Meningkatkan daya kreativitas
6) Cara untuk mengatasi kemarahan. Kekhawatiran, iri hati, dan
kedukaan
7) Kesempatan untuk belajar bergaul dengan orang atau anak
lainnya.
8) Kesempatan untuk belajar mengikuti aturan
9) Dapat mengembangkan kemampuan intelektualnya.
38
d. Jenis terapi bermain berdasarkan usia
Menurut Jovans (2008) Dalam bermain pada anak tidaklah
sama dalam setiap usia tumbuh kembang melainkan berbeda, hal ini
dikarenakan setiap tahap usia tumbuh kembang anak selalu
mempunyai tugas-tugas perkembangan yang berbeda sehingga
dalam penggunaan alat selalu memperhatikan tugas masing-masing
umur tumbuh kembang. Adapun karakteristik dalam setiap tahap
usia tumbuh kembang anak:
1) Usia 0-1 tahun
Pada usia ini perkembangan anak mulai dapat dilatih
dengan adanya reflex, melatih kerja sama antara mata dan
tangan, mata dan telinga dalam berkoordinasi, melatih mencari
objek yang ada tetapi tidak kelihatan, melatih mengenal asal
suara, kepekaan perabaan, keterampilan dengan gerakan yang
berulang, sehingga fungsi bermain pada usia ini sudah dapat
memperbaiki pertumbuhan dan perkembangan.
Jenis permainan ini permainan yang dianjurkan pada usia
ini antara lain: benda (permainan) aman yang dapat dimasukkan
kedalam mulut, gambar bentuk muka, boneka orang dan
binatang, alat permaianan yang dapat digoyang dan
menimbulkan suara, alat permaian berupa selimut, boneka, dan
lain-lain.
39
2) Usia 1-2 tahun
Jenis permainan yang dapat digunakan pada usia ini pada
dasarya bertujuan untuk melatih anak melakukan gerakan
mendorong atau menarik, melatih melakukan imajinasi, melatih
anak melakukan kegiatan sehari-hari dan memperkenalkan
beberapa bunyi dan mampu membedakannya. Jenis permainan
ini seperti semua alat permainan yang dapat didorong dan di
tarik, berupa alat rumah tangga, balok-balok, buku bergambar,
kertas, pensil berwarna, dan lain-lain.
3) Usia 3-6 tahun
Pada usia 3-6 tahun anak sudah mulai mampu
mengembangkan kreativitasnya dan sosialisasi sehingga sangat
diperlukan permainan yang dapat mengembangkan kemampuan
menyamakan dan membedakan, kemampuan berbahasa,
mengembangkan kecerdasan, menumbuhkan sportifitas,
mengembangkan koordinasi motorik, menegembangkan dan
mengontrol emosi, motorik kasar dan halus, memperkenalkan
pengertian yang bersifat ilmu pengetahuan dan memperkenalkan
suasana kompetensi serta gotong royong. Sehingga jenis
permainan yang dapat dighunakamn pada anak usia ini seperti
benda-benda sekitar rumah, buku gambar, majalah anak-anak,
alat gambar, kertas untuk belajar melipat, gunting, dan air.
40
e. Prinsip Bermain di Rumah Sakit
Menurut Ridha (2014), prinsip bermain di rumah sakit adalah :
1) Tidak membutuhkan banyak energi
2) Waktunya singkat
3) Mudah dilakukan
4) Aman
5) Kelompok umur yang sama/sebaya
6) Tidak bertentangan dengan terapi
7) Melibatkan keluarga.
41
B. Kerangka Teori
Virus
Nyamuk aedes agypty
Inkubasi Virus
Sistem sistem Sistem Sistem Sistem Sistem
Gastrointestinal eliminasi Integumen Kardiovaskuler Respirasi muskuluskeletal
Hepatomegali Perdarahan infeksi virus penurunan zat perpindahan viremia
lambung dengue anafilatoksin cairan dari intra
vaskuler ke extra nyeri otot dan
menekan Melena temoregulasi Peningkatan vaskuler sendi
diafragma permeabilitas
vaskuler gangguan rasa
Mual,muntah Hb Demam masuk pleura nyaman
menurun kebocoran nyeri
Anoreksia Hipertermi plasma timbunan cairan
Lemah pada pleura
Nafsu makan
Menurun Efusi Pleura
Intoleransi
aktivitas gangguan pola
nafas
(Ridha, 2014)
Gambar 2.1. Kerangka Teori
C. Kerangka Konsep
Gambar 2.2. Kerangka Konsep
Aplikasi
Tindakan :
Terapi bermain
Akibat:
Penurunan tingkat
kecemasan
Nutrisi
kuranga dari
kebutuhan
Resiko perdarahan
Cemas Tindakan untuk
menurunkan
kecemasan
- Terapi musik
- Terapi bermain
Terjadi kecemasan
hospitalisasi
42
BAB III
METODE PENYUSUNAN KARYA TULIS ILMIAH APLIKASI RISET
A. Subyek Aplikasi Riset
Subyek dari aplikasi riset ini adalah anak pra sekolah usia 3 tahun An.D
dengan DHF yang mengalami kecemasan akibat hospitalisasi
B. Tempat dan Waktu
Aplikasi riset ini dilaksanakan di Ruang perawatan anak di Rsud Dr.
Moewardi Surakarta selama 3 hari dari tanggal 16-18 maret 2015 dalam
durasi waktu ±30 menit.
C. Media dan Alat yang digunakan
Pada penelitian ini alat-alat yang digunakan selama bermain adalah
mainan lilin berwarna-warni, air cuci tangan, sabun pembersih tangan (Hand
wash), handuk pengering tangan, wadah bermain.
D. Prosedur tindakan
Langkah-langkah aktivitas terapi bermain lilin :
1. Mencari dan memilih calon responden sesuai dengan kriteria inklusi.
2. Penulis memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud serta tujuan
tindakan.
43
3. Menjelaskan langkah prosedur, manfaat serta resikonya bahwa yang
dilakukan tidak membahayakan anak.
4. Memberikan informed consent pada orang tua anak.
5. Mengisi data kuisioner dari keluarga calon responden.
6. Mempersiapkan alat : mainan lilin berwarna-warni, air cuci tangan, sabun
pembersih tangan (Hand wash), handuk pengering tangan, wadah
bermain. Sedangkan alat ukur dalam penelitian ini berupa lembar
observasi tingkat cemas akibat hospitalisasi yang diambil dari preschool
anxiety scale.
7. Menjelaskan prosedur pada responden.
8. Melakukan pengukuran awal terhadap tingkat kecemasan anak.
9. Memberikan contoh cara bermain mainan lilin.
10. Memberikan kesempatan pada kilen untuk mencoba cara yang telah
diajarkan.
11. Mengatur posisi yang nyaman.
12. Mendampingi dan memotivasi klien sambil selama terapi bermain.
13. Melakukan pengukuran kedua terhadap tingkat kecemasan anak setelah
dilakukan intervensi.
14. Memberikan pujian pada klien dan keluarga.
E. Alat ukur Evaluasi Tindakan
Menurut Hawari (2008), untuk mengetahui sejauh mana derajat
kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat atau berat sekali
44
digunakan alat ukur yang dikenal dengan nama Hamilton Rating Scale For
Anxiety (HRS-A). Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing-
masing kelompok dirinci lagi dengan gejala-gejala yang lebih spesifik.
Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score) antara 0-4,
yang artinya nilai 0 berarti tidak ada gejala, nilai 1 gejala ringan, nilai 2 gejala
sedang, nilai 3 gejala berat, dan nilai 4 gejala berat sekali. Masing-masing
nilai angka (score) dari ke-14 kelompok gejala tersebut dijumlahkan dan dari
hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang yaitu
Total nilai (score) < 14 tidak ada kecemasan, nilai 14-20 kecemasan ringan,
nilai 21-27 kecemasan sedang, nilai 28-41 kecemasan berat dan nilai 42-56
kecemasan berat.
Tabel 3.1
Alat ukur kecemasan
No Gejala Kecemasan Nilai Angka (Score)
1. Perasaan Cemas 0 1 2 3 4
a. Cemas
b. Firasat buruk
c. Takut akan pikiran sendiri
d. Mudah tersinggung
2. Ketegangan 0 1 2 3 4
a. Merasa tegang
b. Lesu
c. Tidak bisa istirahat tenamg
d. Mudah terkejut
e. Mudah menangis
f. Gemetar
g. Gelisah
3. Ketakutan 0 1 2 3 4
a. Pada gelap
b. Pada orang asing
c. Ditinggal sendiri
45
No Gejala Kecemasan Nilai Angka (Score)
4. Gangguan Tidur 0 1 2 3 4
a. Sukar tidur
b. Terbangun malam hari
c. Tidur tidak nyenyak
d. Bangun dengan lesu
e. Banyak Mimpi-mimpi ( Mimpi
buruk)
5. Gangguan Kecerdasan 0 1 2 3 4
a. Sukar konsentrasi
b. Daya ingat menurun
c. Daya ingat buruk
6. Perasaan Depresi ( murung ) 0 1 2 3 4
a. Hilangnya minat
b. Sedih
c. Bangun dini hari
d. Perasaan berubah-rubah
7. Gejala Somatik/Fisik Otot 0 1 2 3 4
a. Sakit dan nyeri otot
b. Kaku
c. Kedutan otot
d. Gigi gemerutuk
e. Suara tidak stabil
8. Gejala Somatik/Fisik (sensori) 0 1 2 3 4
a. Titinus (telinga berdenging)
b. Penglihatan kabur
c. Muka merah atau pucat
d. Merasa lemas
9. Gejala Kardiovaskuler (jantung
dan pembuluh darah)
0 1 2 3 4
a. Takikardi (denyut jantung)
b. Berdebar-debar
c. Nyeri di dada
d. Denyut nadi mengeras
e. Rasa lesu/lemas seperti mau
pingsan
10. Gejala Respiratori (pernafasan) 0 1 2 3 4
a. Rasa tertekan atau sempit di
dada
b. Rasa tercekik
c. Sering menarik nafas
d. Nafas pendek/sesak
46
No Gejala Kecemasan Nilai Angka (Score)
11. Gejala Gastrointestinal
(pencernaan)
0 1 2 3 4
a. Sulit menelan
b. Perut melilit
c. Gangguan pencernaan
d. Nyeri sebelu atau sesudah
makan
e. Rasa penuh dan kembang
f. Mual atau muntah
g. Buang air besar lembek atau
konstipasi
12. Gangguan Urogenital
(perkemihan)
0 1 2 3 4
a. Sering buang air kecil
b. Tidak dapat menahan air seni
13. Gejala Autonom 0 1 2 3 4
a. Mulut kering
b. Muka merah
c. Mudah berkeringat
d. Kepala terasa berat
14. Tingkah Laku 0 1 2 3 4
a. Gelisah
b. Tidak tenang
c. Jari gemetar
d. Kerut kening
e. Muka tegang
f. Otot tegang/mengeras
Keterangan :
Nilai 0 = Tidak ada gejala,
Nilai 1 = Gejala ringan,
Nilai 2 = Gejala sedang,
Nilai 3 = Gejala berat,
Nilai 4 = Gejala berat sekali.
47
BAB IV
LAPORAN KASUS
Bab ini penulis menjelaskan tentang laporan Asuhan Keperawatan pada An.
D dengan DHF di Ruang Melati 2 RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang
dilaksanakan pada tanggal 16 Maret 2015. Asuhan keperawatan ini dilaksanakan
mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan yang menjadi prioritas, intervensi,
implementasi dan evaluasi. Kasus ini diperoleh dengan menggunakan metode
Autoanamnesa dan Alloanamnesa, pengamatan, observasi langsung, pemeriksaan
fisik, serta menelaah catatan medis dan catatan perawat.
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Klien bernama An. D umur 3 tahun, tanggal lahir 17 februari 2012.
Penanggung jawab adalah Ny. P, usia 34 tahun, pekerjaan swasta,
pendidikan SMA, alamat Gemolong dan hubungan dengan klien adalah
ibu.
2. Riwayat Kesehatan Pasien
Keluhan utama yang dirasakan adalah ibu klien mengatakan An. D
demam. Riwayat penyakit sekarang ibu klien mengatakan klien demam
sejak 3 hari yang lalu dan nafsu makan menurun namun tidak muntah,
kemudian klien dibawa ke IGD Rs. Dr. Moewardi Surakarta pada tanggal
12 maret 2015 diperiksa oleh dokter dilakukan pengkajian pemeriksaan
fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran composmentis, nadi 100
48
kali permenit, pernafasan 30 kali permenit, suhu 38,8 0C. Selanjutnya
oleh dokter disarankan untuk menjalani rawat inap dan setelah kedua
orang tua setuju An. D dipindah ke bangsal melati 2 untuk mendapatkan
perawatan.
Pengkajian riwayat penyakit dahulu ibu pasien mengatakan An. D
sebelumnya belum pernah dirawat di rumah sakit. Sebelumnya An.D
pernah mengalami sakit demam biasa, batuk, pilek, pada saat usia 1,5
tahun. An. D juga tidak mempunyai riwayat alergi obat maupun
makanan, ibu pasien mengatakan anaknya sudah mendapatkan imunisasi
dasar lengkap.
Pengkajian riwayat keluarga ibu pasien megatakan An. D
merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Keluarga pasien tidak ada
yang mempunyai penyakit turunan seperti hipertensi, diabetes militus,
dan penyakit menular seperti TB paru, asma
49
Genogram
An. D
Gambar 4.1. Genogram
Keterangan :
Pertumbuhan dan perkembangan pasien didapatkan data
antropometri sebagai berikut berat badan 13 kg, tinggi badan 91 cm,
lingkar kepala 34 cm, lingkar dada 48 cm dan lingkar lengan 15 cm.
: Perempuan : Tinggal serumah
: Laki - laki
: Meninggal
: Pasien
50
Proses hospitalisasi sebelum sakit ibu pasien mengatakan sebelum
dirawat anaknya mudah berinteraksi dengan orang lain, selama sakit ibu
pasien mengatakan selama dirawat anaknya rewel dan menangis minta
pulang karena takut disuntik dengan perawat.
Status nutrisi dan metabolik sebelum sakit ibu pasien mengatakan
frekuensi makan anaknya 3x sehari dengan jenis nasi, sayur, lauk makan
habis 1 porsi tidak ada keluhan dan minum susu, air putih satu hari 7-8
gelas belimbing jumlahnya kurang lebih 1600-1900 cc. Selama sakit ibu
pasien mengatakan selama dirawat anaknya makan 3x sehari dengan
nasi, sayur, lauk makan habis ½ porsi keluhan tidak nafsu makan dan
minum susu, air putih satu hari 7-8 gelas belimbing jumlahnya kurang
lebih 1600-1900 cc.
Pola eliminasi sebelum sakit ibu An. D mengatakan anaknya BAB
1 kali sehari dengan konsistensi lunak, warna kuning, bau khas, dan BAK
6-8 kali sehari dengan warna kuning jernih, bau khas jumlah 1200-1600
cc perhari. Selama sakit ibu An. D mengatakan anaknya BAB 1 kali
perhari dengan konsistensi lembek, warna kuning kecoklatan, bau khas,
dan BAK 6-8 kali sehari warna kuning pekat, berbau khas jumlah 1200-
1600 cc.
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada An. D keadaan kesadaran composmentis
dengan skor Glasgow Coma Scale (GCS) E4 V5 M6. Pemeriksaan tanda-
tanda vital didapatkan hasil suhu 38,40C, nadi 90 kali permenit irama
51
kuat teratur, pernafasan 30 kali permenit irama teratur. Kepala bentuk
mesocepal, simetris, tidak ada luka, rambut hitam dan kulit kepala bersih.
Mata kanan dan kiri simetris, sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak
anemis, pupil bereaksi terhadap rangsang cahaya, penglihatan normal
tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Telinga kanan dan kiri
simetris, tidak ada serumen, refleks pendengaran baik, tidak
menggunakan alat bantu pendengaran. Hidung kanan dan kiri simetris,
bersih tidak ada sekret, tidak ada cuping hidung. Mulut bersih tidak ada
stomatitis, mukosa kering. Leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroid,
nadi karotis teraba kuat, reflek menelan baik.
Pada pemeriksan fisik paru, inspeksi bentuk dada kanan dan kiri
simetris, tidak ada luka. Palpasi vocal fremitus kanan dan kiri sama,
ekspansi paru kanan dan kiri sama, pengembangan dada kanan dan kiri
sama. Perkusi terdengar suara sonor pada seluruh lapang paru. Auskultasi
tidak ada suara tambahan, suara lapang paru vesikuler. Pada pemeriksaan
fisik jantung. Inspeksi ictus cordis tidak tampak. Palpasi ictus cordis
teraba di sela intracosta kelima. Perkusi suara pekak. Auskultasi bunyi
jantung I, II murni lub dan dib, tidak ada suara tambahan. Pada
pemeriksaan fisik abdomen, inspeksi tidak ada jejas, umbilicus bersih
tidak ada penonjolan. Auskultasi peristaltik usus 20 kali permenit.
Perkusi kuadaran I redup, kuadaran II III IV tympani. Palpasi tidak ada
nyeri tekan, tidak ada pembesaran hepar.
52
Pada pemeriksaan genetalia bersih, tidak terpasang selang kateter.
Anus bersih dan tidak ada kelainan. Pada pemeriksaan ektermitas atas
dan bawah kekuatan otot dengan skor lima penuh. Pemeriksaan
integumen bersih tidak ada jejas, kulit kemerahan, pemeriksaan uji
torniquet positif, akral panas, capilary refille kurang dari 2 detik.
4. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 16 maret 2015
didapatkan hasil Patologi: Hemoglobin 9,5 g/dl (11,5-12,5); Hematokrit
29% (34-40); Leukosit 10,5 ribu/ul (5,5-17,05); Trombosit 31 ribu/ul
(150-450); Eritrosit 4,16 juta/ul (3,90-5,30). Index : MCV 69,8 fl (80,0-
95,0); MCH 27,5 Pg (22-34); MCHC 35,2 g/dl (22-35); RDW 13,2 %
(18,1-521); HDW 10,3 g/dl MPV 11,4 fl. Hitung jenis : Eosinofil 1-40
% (1,20-2,00); Basofil 0-80% (0,00-1,00); Netrofil 7-40% (6,00-66,0);
Monosit 27-20% (29,00-72,00); LUC/AMC 4,20% (0,00-66,00).
5. Terapi
Terapi yang didapat pasien pada tanggal 16 maret 2015 antara lain
terapi intravena infus Ringer Laktat 20 tetes permenitberfungsi
mengembalikan keseimbangan elektrolit pada dehidras. Obat yang
diberikan ondansentron 4mg/12jam berfungsi untuk pencegahan mual,
muntah, cefotaxim 500mg/8jam untuk infeksi saluran nafas, saluran
kemih, ginekologi kulit tulang dan rawan sendiri, saluran pencernaan,
Ranitidine 12,5mg/12jam untuk mencegah mual dan lambung tidak
kering.obat oral paracetamol 3x5mg berfungsi menurunkan demam.
53
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian tanggal 16 maret 2015 secara wawancara
dan observasi kepada pasien, penulis menemukan masalah antara lain :
Masalah utama yang dikeluhkan oleh pasien dan menjadi diagnosa
keperawatan paling utama yaitu Hipertermi berhubungan dengan proses
penyakit (virus). Ditandai dengan data subyektif ibu An.D mengatakan
anaknya demam sejak 3 hari yang lalu sebelum dibawa kerumah sakit, data
obyektif didapatkan hasil remple leed positif, akral teraba panas, suhu 38,4oC,
nadi 90 kali permenit, pernafasan 30 kali permenit, trombosit 31 10^3/ul.
Masalah keperawatan yang kedua yakni Ansietas berhubungan dengan
perubahan lingkungan (hospitalisasi). Ditandai dengan data subyektif ibu
An.D mengatakan selama dirawat anaknya menjadi rewel karena lingkungan
rumah sakit, anaknya selalu minta pulang karena takut disuntik, data obyektif
didapatkan pasien tampak menghindar bila didekati, gelisah, menangis saat
akan diberi tindakan keperawatan, skor kecemasan 22 tingkat kecemasan
sedang.
Masalah keperawatan yang ketiga yaitu ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Ditandai dengan data subyektif ibu An.D mengatakan nafsu makan anaknya
menurun, sedangkan data obyektif didapatkan An. D tampak lemas
Antropometri : BB sebelum sakit 13 kg selama sakit 11 kg, biochemical :
hemoglobin 9,5 g/dl hematokrit 29%, clinical: mukosa bibir lembab, diit:
54
pasien makan 3 kali sehari dengan nasi, sayur, lauk, buah minum air putih
dan susu makan habis ½ porsi saja.
Masalah keperawatan yang keempat yaitu Resiko tinggi perdarahan
berhubungan dengan trombositopenia. Ditandai dengan data subyektif ibu
An.D mengatakan ditubuh anaknya timbul bintik merah, sedangkan data
obyektif didapatkan An.D pemerikasaan remple leed positif, trombosit 31
ribu/ul, hemoglobin 9,5 g/dl.
C. Prioritas Diagnosa keperawatan
Berdasarkan rumusan diagnosa keperawatan diatas dapat diprioritaskan
diagnosa keperawatan utama Hipertermi berhubungan dengan proses
penyakit. Diagnosa keperawatan kedua Ansietas berhubungan dengan
perubahan lingkungan (hospitalisasi). Diagnosa keperawatan ketiga
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungandengan
intake yang tidak adekuat. Diagnosa keperawatan keempat resiko tinggi
terjadi perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.
D. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan yang dapat dilakukan berdasarkan diagnosa
keperawatan yang muncul untuk diagnosa keperawatan utama adalah
Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (virus). Tujuannya adalah
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 kali 24 jam diharapkan
55
masalah keperawatan hipertermi teratasi dengan kriteria hasil suhu tubuh
normal (36,5-37,50C), tanda-tanda vital normal, mukosa bibir lembab.
Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan pada An.D
observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital untuk mengetahui suhu tubuh,
beri kompres hangat untuk membantu menurunkan suhu tubuh, anjurkan ibu
untuk memakaikan pakaian tipis atau tidak memakai selimut tebal untuk
mengurangi panas dalam tubuh, kolaborasi pemberian terapi antipiretik untuk
menurunkan suhu tubuh.
Perencanaan keperawatan yang dapat dilakukan berdasarkan diagnosa
keperawatan yang muncul untuk diagnosa keperawatan kedua adalah
Ansietas berhubungan dengan perubahan lingkungan (hospitalisasi).
Tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 kali 24
jam diharapkan kecemasan berkurang dengan kriteria hasil skor kecemasan
menjadi tidak cemas, tidak gelisah, tidak takut, anak kooperatif.
Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan pada An. D
kaji tingkat kecemasan untuk mengetahui tingkat kecemasan, beri kesempatan
pasien mengungkapkan rasa cemas untuk membantu menenangkan perasaan
pasien, jaga hubungan saling percaya untuk menjalin hubungan saling
percaya, berikan terapi bermain lilin untuk menurunkan tingkat kecemasan.
Perencanaan keperawatan yang dapat dilakukan berdasarkan diagnosa
keperawatan yang muncul untuk diagnosa keperawatan ketiga adalah
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat. Tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan
56
keperawatan selama 2 kali 24 jam diharapkan intake pada anak adekuat
dengan kriteria hasil nafsu makan anak meningkat, berat badan naik 1 kg.
Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan pada An.D
pantau intake nutrisi pada anak untuk mengetahui intake nutrisi, beri
makanan yang disukai anak untuk menngkatkan nafsu makan, anjurkan ibu
pasien untuk memberikan anaknya makan sedikit-sedikit tapi sering untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi, kolaborasi pemberian diit untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi.
Perencanaan keperawatan yang dapat dilakukan berdasarkan diagnosa
keperawatan yang muncul untuk diagnosa keperawatan keempat adalah
Resiko tinggi terjadi perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.
Tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 kali 24
jam diharapkan tidak ada resiko perdarahan dengan kriteria hasil bebas dari
tanda dan gejala perdarahan seperti bintik merah atau mimisan, mampu
mencegah timbulnya resiko perdarahan, tanda-tanda vital dalam batas normal,
hasil laboratorium normal.
Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan pada An.D
observasi keadaan umum pasien, monitor tanda-tanda vital pasien, monitor
tanda-tanda perdarahan, anjurkan pasien untuk minum yang cukup, anjurkan
pasien untuk banyak istirahat, berikan informasi kepada keluarga pasien
segera melaporkan jika ada tanda-tanda perdarahan, kolaborasi dengan dokter
pemberian obat mencegah perdarahan.
57
E. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan yang dilakukan tanggal 16 maret 2015 yaitu
diagnosa yang pertama pada jam 08.00 WIB mengobservasi keadaan umum
dan tanda-tanda vital dengan respon subyektif ibu pasien mengatakan
anaknya demam, selalu rewel ingin cepat pulang, takut jika didekati perawat,
nafsu makan anak menurun, respon obyektif yaitu akral teraba panas, makan
habis ½ porsi suhu 38,4oC, nadi 90 kali permenit, pernafasan 30 kali
permenit. Jam 08.30 WIB memberi kompres hangat dengan respon subyektif
ibu pasien mengatakan bersedia anaknya diberi kompres hangat, respon
obyektif pasien tampak tenang. Jam 08.45 WIB menganjurkan ibu untuk
memakaikan pakaian tipis dengan respon subyektif ibu paseien mengatakan
bersedia memakaikan pakaian tipis, respon obyektif ibu pasien tampak
kooperatif. Jam 09.00 WIB memberikan obat oral paracetamol 3mg dengan
respon subyektif pasien mengatakan mau diberi obat, respon obyektif obat
sudah diminum.
Pada diagnosa yang kedua pada jam 09.30 WIB memberikan
kesempatan anak untuk mengungkapkan dan membina hubungan saling
percaya dengan respon subyektif pasien mengatakan takut dengan perawat
karena suka menyuntik, respon obyektif pasien tampak menceritakan
kecemasaanya. Jam 11.00 WIB memberikan terapi bermain lilin dengan
respon subyektif ibu pasien mengatakan bersedia anaknya diberikan terapi
bermain lilin, respon obyektif pasien tampak bingung masih ragu-ragu
mengikuti permainan.
58
Pada diagnosa ketiga pada jam 12.00 WIB menganjurkan ibu pasien
untuk memberikan makan sedikit tapi sering dengan respon subyektif ibu
pasien mengatakan bersedia, respon obyektif ibu pasien tampak kooperatif.
Pada diagnosa keempat pada Jam 12.30 WIB menganjurkan pasien untuk
istirahat yang cukup dengan respon subyektif ibu pasien mengatakan anaknya
mau tidur jika digendong dulu, respon obyektif pasien tampak digendong
ibunya. Jam 13.15 WIB menganjurkan pasien untuk minum yang banyak.
Tindakan keperawatan pada hari kedua tanggal 17 maret 2015 jam pada
diagnosa pertama jam 08.00 WIB mengobservasi keadaan umum dan tanda-
tanda vital dengan respon subyektif ibu pasien mengatakan nafsu makan
anaknya mulai meningkat, anak sudah mau berjalan, respon obyektif akral
teraba hangat, terkadang masih menangis jika didekati perawat , makan habis
1 porsi, suhu 37,8oC, nadi 92 kali permenit, pernafasan 24 kali permenit. Jam
08.30 WIB memberikan kompres hangat dengan respon subyektif pasien
mengatakan mau dikompres hangat respon subyektif pasien mengatakan mau
dikompres hangat, respon obyektif pasien tampak kooperatif. Jam 08.45
WIB mengajurkan pasien untuk memakai pakaian tipis respon subyektif
pasien mengatakan mau memakai pakaian tipis, respon obyektif pasien
tampak kooperatif.
Pada diagnosa kedua jam 10.15 WIB memberikan terapi bermain lilin
respon subyektifpasien mengatakan mau diberikan terapi bermain lilin,
respon obyektif pasien sudah menunjukan kooperatifnya namun masih ragu-
ragu. Pada diagnosa ketiga jam 11.30 WIB menganjurkan pasien untuk
59
makan sedikit tapi sering respon subyektifnya ibu pasien mengatakan nafsu
makan anaknya mulai meningkat, respon obyektif pasien makan habis 1
porsi.
Pada diagnosa keempat Jam 09.15 WIB menganjurkan untuk minum air
puth yang banyak respon subyektif pasien mengatakan mau minum air putih
yang banyak, respon obyektif pasien tampak kooperatif. Jam 13.00 WIB
menganjurkan pasien untuk istirahat yang cukup dengan respon subyektif
pasien mengatakan mau tidur, respon obyektif pasien tampak kooperatif.
Tindakan keperawatan pada hari ketiga tanggal 18 maret 2015 jam
08.30 WIB mengobservasi keadaan umum pasien, tanda-tanda vital dengan
respon subyektif pasien mengatakan sudah tidak takut lagi dengan perawat,
respon obyektif pasien tampak tenang dan kooperatif, akral teraba hangat
suhu 36,8oC, nadi 87 kali permenit, pernafasan 28 kali permenit.
Pada diagnosa kedua Jam 09.00 WIB memberi kesempatan anak untuk
mengungkapkan perasaannya respon subyektif pasien mengatakan sudah
tidak takut lagi dengan perawat, respon obyektif pasien tampak lebih rileks.
Jam 10.30 WIB memberikan terapi bermain lilin respon subyektif pasien
mengatakan mau diajak melakukan terapi bermain lilin, respon obyektif
pasien tampak mengikuti permainan. Pada diagnosa keempat Jam 12.00 WIB
menganjrkan pasien untuk minum yang cukup dengan respon subyektif
pasien mengatakan mau minum air putih, respon obyektif pasien tampak
kooperatif. Jam 13.00 WIB menganjurkan pasien untuk tidur yang cukup
60
dengan respon subyektif pasien mengatakan mau tidur, respon obyektif
pasien tampak tertidur.
F. Evaluasi Keperawatan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, maka dapat dilakukan evaluasi
keperawatan dengan metode SOAP pada hari senin, 16 maret 2015 jam 14.00
WIB pada diagnosa pertama diperoleh hasil sebagai berikut subyektif ibu
pasien mengatakan anaknya masih demam, obyektif akral teraba panas, suhu
38,4oC , nadi 90 kali permenit, pernafasan 30 kali permenit. Analisa masalah
belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi kaji keadaan umum pasien,
observasi ttv pasien, beri obat penurun panas, beri kompres hangat.
Pada diagnosa keperawatan kedua jam 14.10 WIB dengan respon
subyektif ibu pasien mengatakan anak rewel dan minta pulang terus, takut
dengan perawat, obyektif skor kecemasan 22 sedang, tampak gelisah. Analisa
masalah belum teratasi. Planning intervensi dilanjutkan kaji tingkat
kecemasan dan ukur tingkat kecemasan, beri kesempatan klien
mengungkapkan perasaan, berikan terapi bermain lilin.
Pada diagnosa ketiga jam 14.20 WIB respon subyektif ibu pasien
mengatakan nafsu makan anaknya menurun, obyektif pasien makan habis ½
porsi. Analisa masalah belum teratasi. Planning intervensi dilanjutkan
anjurkan makan sedikit demi sedikit, anjurkan orang tua memberikan
makanan yang disukai. Pada diagnosa keempat respon subyektif ibu pasien
mengatakan selama dirawat anak tidak mimisan, obyektif tromobosit 31
61
ribu/ul. Analisa masalah belum teratasi. Planning monitor tanda-tanda vital,
kolaborasi dengan dokter pemberian terapi.
Evaluasi pada hari selasa 17 maret 2015 jam 14.00 WIB respon
subyektif ibu pasien mengatakan demam anaknya mulai menurun, obyektif
akral teraba hangat, suhu 37,8oC, nadi 92 kali permenit, pernafasan 24 kali
permenit. Analisa masalah teratasi sebagian. Planning intervensi dilanjutkan
observasi ttv, beri kompres hangat.
Pada diagnosa kedua jam 14.10 WIB respon subyektif ibu pasien
mengatakan anaknya sudah mau berinteraksi tapi terkadang masih takut,
obyektif pasien tampak tenang. Analisa masalah teratasi sebagian. Planning
intervensi dilanjutkan observasi tingkat kecemasan, beri terapi bermain lilin.
Pada diagnosa ketiga jam 14.20 WIB respon subyektif ibu pasien
mengatakan nafsu makan anaknya meningkat, obyektif pasien makan habis 1
porsi. Analisa masalah sudah teratasi. Planning pertahankan intervensi. Pada
diagnosa keempat jam 14.30 WIB respon subyektif ibu pasien mengatakan
bintik-bintik merah pada badan anaknya sedikit menghilang, obyektif pasien
tampak lebih tenang. Analisa masalah belum teratasi. Planning intervensi
dilanjutkan anjurkan pasien untuk minum air putih yang cukup, anjurkan
pasien untuk istirahat yng cukup.
Evaluasi pada hari rabu 18 maret 2015 jam 14.00 WIB respon subyektif
ibu pasien mengatakan badan anaknya sudah tidak demam, obyektif akral
teraba hangat, suhu 36,8oC, nadi 87 kali permenit, pernafasan 28 kali
permenit. Analisa masalah teratasi. Planning intervensi dipertahankan.
62
Pada diagnosa kedua jam 14.10 WIB respon subyektif ibu pasien
mengatakan anaknya sudah tidak rewel, obyektif pasien tampak tenang dan
rileks, sangat kooperatif mengikuti permainan dan sudah mau berinteraksi.
Analisa masalah teratasi. Planning pertahankan intervensi.
Pada diagnosa keempat jam 14.20 WIB respon subyektif pasien
mengatakan badannya sudah tidak sakit dan mau minum air putih yang
banyak, obyektif pasien tampak lebih kooperatif. Analisa masalah teratasi.
Planning intervensi dipertahankan.
63
BAB V
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang ” Aplikasi tindakan pemberian
terapi bermain lilin terhadap tingkat kecemasan hospitalisasi pada asuhan
keperawatan An. D dengan DHF di Ruang Melati 2 RSUD Dr. Moewardi
Surakarta”. Asuhan keperawatan yang dilakukan melalui tahap : pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. Penulis dalam bab
ini membahas tentang adanya kesesuaian maupun kesenjangan antara teori dan
hasil aplikasi pada kasus.
A. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan, dan
keperawatan klien baik fisik, mental, sosial, dan lingkungan (Deden, 2012).
metode pengkajian yang digunakan yaitu Autoanamnesa dan alloanamnesa.
Autoanamnesa yaitu anamnesa yang dilakukan langsung kepada pasien,
karena pasien kuasa atau mampu melakukan tanya jawab. Sedangkan
Alloanamnesa yaitu anamnesa yang dilakukan terhadap keluarga atau relasi
terdekat atau yang membawa pasien tersebut ke rumah sakit (Sugiyono,
2008).
Keluhan utama yang dirasakan adalah ibu klien mengatakan An. D
demam. Riwayat penyakit sekarang ibu klien mengatakan klien demam sejak
64
3 hari yang lalu dan nafsu makan menurun namun tidak muntah. Berdasarkan
riwayat penyakit, klien memasuki fase demam. Fase demam tersebut akan
memasuki fase kritis yang umumnya terjadi pada hari ke 3-5 demam,
kemudian pada fase kritis terjadi peningkatan permeabilitas kapiler yang
menyebabkan kebocoran plasma, suhu tubuhpada fase kritis akan menurun
sekitar 37,5 0C atau justru dibawahnya (WHO, 2009 dalam Setiawati, 2011).
Pada An. D demam hari ke 4 saat dilakukan pengkajian dengan pemeriksaan
suhu tubuh 38,40C, artinya An. D memasuki fase kritis yang harus diwaspadai
apabila terjadi penurunan suhu tubuh. Terjadinya kenaikan suhu tubuh pada
anak dengan DHF ini disebabkan adanya viremia, viremia merupakan
masuknya virus dalam aliran darah (Hidayat, 2012). Dengue haemorhagic
fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue
(arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes
aegypty (Suriadi dan Rita yuliani 2010). Dari data pengkajian pemeriksaan
tanda-tanda vital diatas mengalami kenaikan suhu tubuh diatas normal 36,5-
37,5 0C senada dengan teori yang didapatkan.
Saat dilakukan pemeriksaan di IGD Rs. Dr. Moewardi surakarta pada
tanggal 12 maret 2015 diperiksa oleh dokter dilakukan pengkajian
pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran composmentis,
nadi 100 kali permenit, pernafasan 30 kali permenit, suhu 38,80C, uji
torniquet positif. Menurut penelitian Retno (2008) pengkajian data subyektif
yang biasa muncul adalah panas/demam, anoreksia, mual dan data obyektif
yang sering dijumpai suhu tubuh tinggi, tampak bintik merah pada kulit
65
(petekie), uji torniquet positif. Dari data yang sudah didapatkan sesuai dengan
teori diatas terdapat bintik merah.
Penderita Dengue haemorhagic fever (DHF) biasanya menunjukan
gejala seperti demam tinggi selama 2-7 hari, perdarahan terutama perdarahan
bawah kulit, epitaksis, hematemesis, melena, hematuri, mual, muntah, tidak
nafsu makan, nyeri otot, tulang sendi, abdomen, ulu hati, sakit kepala,
pembengkakan sekitar mata, pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah
bening, tanda-tanda renjatan seperti sianosis, kulit lembab dan dingin, gelsah,
nadi cepat dan lemah (Ridha, 2014).
Pemeriksaan fisik pada An. D keadaan kesadaran composmentis dengan
skor Glasgow Coma Scale (GCS) E4 V5 M6. Pemeriksaan tanda-tanda vital
didapatkan hasil suhu 38,40C, nadi 90 kali permenit irama teratur, pernafasan
30 kali permenit irama teratur. Pada data yang didapatkan nadi teratur tidak
terdapat tanda renjatan seperti nadi cepat dan lemah Ridha (2014). Karena
pada pasien tersebut belum mengalami kegagalan dalam sistem sirkulasi
seperti pada grade III.
Pada pemeriksaan fisik kepala didapatkan kepala berbentuk mesocepal,
simetris, tidak ada luka, rambut hitam dan kulit kepala bersih. Mata kanan
dan kiri simetris, sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, pupil bereaksi
terhadap rangsang cahaya, penglihatan normal tidak menggunakan alat bantu
penglihatan. Telinga kanan dan kiri simetris, tidak ada serumen, refleks
pendengaran baik, tidak menggunakan alat bantu pendengaran. Hidung kanan
dan kiri simetris, bersih tidak ada sekret, tidak ada cuping hidung tidak
66
mimisan. Mulut bersih tidak ada stomatitis, mukosa kering. Leher tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid, nadi karotis teraba kuat, reflek menelan baik.
Menurut teori Utami (2013) pemeriksaan kepala terasa nyeri, muka tampak
kemerahan pada muka karena demam, mata anemis, hidung kadang mimisan
pada grade III, IV. Pada mulut mukosa kering, perdarahan pada gusi, nyeri
telan. Pada tenggorokan mengalami hiperemiafiaring, terjadi perdarahan
telinga biasa terjadi digrade III, IV. Terjadi kesenjangan dari data yang
didapatkan dengan teori diatas karena masih termasuk dalam grade II.
Pada pemeriksan fisik paru, inspeksi bentuk dada kanan dan kiri
simetris, tidak ada luka. Palpasi vocal fremitus kanan dan kiri sama, ekspansi
paru kanan dan kiri sama, pengembangan dada kanan dan kiri sama. Perkusi
terdengar suara sonor pada seluruh lapang paru. Auskultasi tidak ada suara
tambahan, suara lapang paru vesikuler. Pada pemeriksaan dada menurut
Utami (2013) bentuk dada simetris, kadang-kadang sesak, pada foto thoraks
terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi pleura),
rales, ronchi biasanya terjadi pada grade III, IV, terjadi kesenjangan pada
teori dengan hasil pengkajian karena pasien belum termasuk dalam grade III
dan IV.
Pada pemeriksaan fisik abdomen, pada saat dilakukan Palpasi tidak ada
nyeri tekan, tidak ada pembesaran hepar. Pada data tersebut terjadi
kesenjangan menurut utami (2013) pada pemeriksaan palpasi teraba adanya
pembesaran hati dan limpa, sedangkan data yang didapatkan tidak terjadi
pembesaran hati karena pada pasien belum mengalami syok atau renjatan.
67
Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 16 maret 2015 didapatkan
hasil Patologi: Hemoglobin 9,5 g/dl (11,5-12,5); Hematokrit 29% (34-40);
Leukosit 10,5 ribu/ul (5,5-17,05); Trombosit 31 ribu/ul (150-450). Dari data
diatas hasil trombosit menurun dari batas normal (150-450 ribu/ul),
trombositopeni hebat, gangguan fungsi trombosit, dan kelainan fungsi
koagulasi merupakan penyebab utama perdarahan (Susilaningrum, dkk,
2013). Terjadi kesenjangan pada pemeriksaan hematokrit menurut penelitian
Retno (2008) biasa terjadi peningkatan hematokrit >20%, sedangkan pada
penelitian terjadi penurunan hematokrit.
Terapi yang didapat pasien pada tanggal 16 maret 2015 antara lain
terapi intravena infus Ringer Laktat 20 tetes permenitberfungsi
mengembalikan keseimbangan elektrolit pada dehidrasi. Terjadi kebocoran
plasma sehingga perlu diberikan terapi cairan RL untuk mengganti plasma
yang hilang.Senada dengan teori menurut Tuchinda (2006) dalam Cahyani
(2008), bahwa pada kasus DHF pemberian cairan sangat penting, yaitu terkait
untuk penggantian cairan plasma yang disebabkan oleh kebocoran plasma ke
daerah ekstravaskuler melalui kapiler yang rusak, kemudian dapat
menurunkan volume plasma sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan
hematokrit. Obat yang diberikan ondansentron 4mg/12jam berfungsi untuk
pencegahan mual, muntah, cefotaxim 500mg/8jam untuk infeksi saluran
nafas, saluran kemih, ginekologi kulit tulang dan rawan sendiri, saluran
pencernaan. Obat oral paracetamol 3x5mg berfungsi menurunkan demam
diberikan pada pasien DHF mengalami peningkatan suhu (ISO, 2012-1013).
68
B. Perumusan Masalah Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah sebuah label singkatan menggambarkan
kondisi pasien yang diobservasi di lapangan, kondisi ini dapat berupa
masalah-masalah yang aktual dan potensial (Wilkinson, 2007).
Penulis merumuskan diagnosa keperawatan pertama adalah hipertermi
berhubungan dengan proses penyakit, karena pada saat pengkajian didapatkan
data subyektif yaitu ibu klien mengatakan anaknya demam. Data obyektif
didapatkan hasil An. D tampak lemah, akral teraba hangat, suhu 38,4 0C, nadi
90 kali permenit. Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh diatas rentang
normal (36,5-37,5 0C). Batasan karateristik untuk diagnosa ini adalah
peningkatan suhu tubuh diatas batas normal, kulit merah, kejang, takikardi,
kulit teraba hangat, takipnea (Wilkinson, 2011)
Diagnosa keperawatan kedua adalah ansietas berhubungan dengan
perubahan lingkungan (hospitalisasi). Ditandai dengan data subyektif ibu
An.D mengatakan selama dirawat anaknya menjadi rewel karena lingkungan
rumah sakit, anaknya selalu minta pulang karena takut disuntik, data obyektif
didapatkan pasien tampak menghindar bila didekati, gelisah, menangis saat
akan diberi tindakan keperawatan, skor kecemasan 22 tingkat kecemasan
sedang. Batasan karakteristik kecemasan yaitu dengan menilai perilaku yang
gelisah dan kontak mata yang buruk, fisiologis pada wajah yang tegang,
simpatik dengan menunjukan anoreksia, mulut kering serta lemah,
parasimpatik dengan merasakan mul dan serta kognitif klien dengan
menunjukan ketakutan (Herdman, 2009-2011)
69
Kecemasan anak terhadap tindakan medis dan keperawatan dapat dikaji
dengan HARS-SCORE dengan jumlah score 22, termasuk dalam kecemaan
ringan, perasaan cemas, ketegangan, ketakutan, gangguan tidur, gangguan
kecerdasan, perasaan depresi, gejala somatik/ fisik (otot), gejala
kardiovaskuler, gejala respiratori, gejala gastrointestinal, gejala urogenital,
gejala autonom, tingkah laku.
Stres dan kecemasan anak saat menjalani hospitalisasi dipengaruhi oleh
karakteristik personal anak, yang meliputi umur, jenis kelamin, budaya,
pengalaman hospitalisasi dan pengalaman medis sebelumnya (Mahat &
Slocoveno dalam Tsai, 2007). Cemas merupakan perasaan tidak nyaman atau
kekhawatiran yang samar disertai respon autonom (sumber sering kali tidak
spesifik atau tidak diketahui oleh individu), perasaan takut yang disebabkan
oleh antisipasi terhadap bahaya (Herdman, 2009-2011 : 281).
Diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat,
karena saat dilakukan pengkajian didapatkan data subjektif ibu klien
mengatakan anaknya susah makan dan nafsu makan menurun, data obyektif
didapatkan An. D tampak lemas, A : 0,11 m dengan BB sebelum sakit : 13kg
dan selama sakit : 11kg. B : hemoglobin 11,3 g/dl dan hematokrit 46 %. C
:mukosa bibir lembab. D : klien makan 3 kali sehari dengan nasi, sayur, lauk,
buah dan minum air putih serta susu, makan habis ½ porsi saja.
Kondisitersebut akan menyebabkan An. D mengalami ketidakseimbangan
70
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang disebabkan oleh intake yang tidak
adekuat akibat mual, muntah atau anoreksia (Riyadi, 2010).
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah asupan
nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik. Batasan
karakteristiknya adalah kram abdomen, menghindari makan, kerapuhan
kapiler, diare, kehilangan rambut berlebih, kurang makanan, kurang
informasi, kurang minat pada makanan, penurunan berat badan dengan
asupan makanan adekuat, membran mukosa pucat, ketidakmampuan
memakan makanan, mengeluh asupan makanan kurang dari RDA
(recomended daily allowance), sariawan dirongga mulut, kelemahan otot
pengunyah, staetorea (Herdman, 2012).
Diagnosa keperawatan yang keempat yaitu Resiko tinggi perdarahan
berhubungan dengan trombositopenia. Ditandai dengan data subyektif ibu
An.D mengatakan ditubuh anaknya timbul bintik merah, sedangkan data
obyektif didapatkan An.D pemerikasaan trombosit 31 ribu/ul, hemoglobin 9,5
g/dl. Risiko perdarahan adalah risiko menurunya volume darah yang mungkin
mempengaruhi status kesehatan (Herdman 2009/2011 :159).
Etiologi dari problem (masalah keperawatan) risiko terjadinya
perdarahan adalah trombositopenia (Herdman, 2009/2011 : 159).
Trombositopenia merupakan pertanda penting untuk melakukan diagnosis
maupun untuk meramalkan perjalanan penyakit (Sitorus, 2008 : 122).
Menurut WHO (2009) dalam Setiawati (2011), virus berkembang biak dalam
retikuloendotel sel (sel-sel mesenkim dengan daya fagosit) sehingga tubuh
71
mengalami viremia (darah mengandung virus) yang menyebabkan
terbentuknya komplek virus antibody dan menyebabkan agregasi trombosit
yang berdampak terjadinya trombositopenia.
Uji tourniquet positif, memar atau dapat juga berupa perdarahan
spontan mulai dari petechie (muncul pada hari-hari pertama demam dan
berlangsung selama 3-6 hari) pada ektermitas, tubuh, muka sampai epistaksis,
dan perdarahan gusi, sedangkan perdarahan gastrointestinal massive lebih
jarang terjadi dan biasanya dapat terjadi pada kasus dengan syok yang
berkepanjangan san setelah syok yang tidak dapat teratasi. Perdarahan lain
seperti perdarahan subkonjungtiva terkadang ditemukan (Susilaningrum,
2013).
Perumusan prioritas diagnosa keperawatan sesuai dengan Hirarki
Maslow yaitu dengan membagi kebutuhan manusia dalam lima tahap yaitu :
pertama kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan paling dasar seperti
oksigen, cairan, nutrisi, keseimbangan suhu tubuh, eliminasi, tempat tinggal,
istirahat tidur, serta kebutuhan seksual; kedua kebutuhan rasa aman dan
perlindungan dibagi menjadi perlindungan fisik dan perlindungan psikologis;
ketiga kebutuhan rasa cinta serta rasa memiliki dan dimiliki; keempat
kebutuhan akan harga diri maupu perasaan dihargai oleh orang lain; kelima
kebutuhan aktualisasi diri merupakan kebutuhan paling tinggi dalam Hirarki
Maslow (Hidayat, 2012 : 7-8). Untuk memprioritaskan diagnosa keperawatan
pada An.D, penulis menggunakan prioritas kebutuhan dasar maslow.
Diagnosa utama adalah kecemasan berhubungan dengan perubahan
72
lingkungan. Diagnosa kedua yaitu hipertermi berhubungan dengan proses
penyakit. Diagnosa ketiga ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat. Diagnosa keempat
resiko tinggi perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.
Penulis hanya mengangkat dua diagnosa yang sesuai teori Utami (2013)
yaitu hipertermia dan gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, karena yang muncul saat pengkajian hanya ada data yang
mendukung tentang diagnosa hipertermi dan gangguan pemenuhan nutrisi,
sedangkan penulis mengangkat diagnosa kecemasan dan resiko tinggi
perdarahan karena pada saat pengkajian ada data yang mendukung diagnosa
tersebut.
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi atau perencanaan keperawatan adalah pengembangan strategi
desain untuk mencegah, mengurangi dan mengatasi masalah-masalah yang
telah diidentifikasi dalam diagnosis keperawatan. Desain perencanaan
menggambarkan sejauh mana perawat mampu menetapkan cara
menyelesaikan perawat mampu menetapkan cara menyelesaikan masalah
dengan efektif dan efisien (Rohmah & Walid, 2012). Rencana keperawatan
ini disesuaikan dengan kondisi klien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana
tindakan keperawatan dapat dilaksanakan dengan prinsip ONEC, observasi
(rencana tindakan untuk mengkaji atau melakukan observasi terhadap
kemajuan klien untuk memantau secara langsung yang dilakukan secara
73
terus-menerus), nursing treatment (rencana tindakan yang dilakukan untuk
mengurangi dan mencegah perluasan masalah), education (rencana tindakan
yang berbentuk pendidikan kesehatan), colaboratif (tindakan medis yang
dilimpahkan pada perawat) (Sholeh, 2012).
Dalam referensi intervensi dituliskan sesuai dengan kriteria intervensi
NIC (Nursing Intervension clasification) dan NOC (Nursing Outcome
Clasification) dan diselesaikan secara SMART yaitu Spesifik (jelas atau
khusus), Measurable (dapat diukur), Achievable (dapat diterima), Rasional
dan Time (ada kriteria waktu) (Sholeh, 2012).
Berdasarkan diagnosa pertama penulis menyusun intervensi yaitu
lakukan pengkajian saat timbulnya demam untuk mengidentifikasi pola
demam pasien, observasi tanda-tanda vital untuk menggetahui suhu tubuh,
berikan kompres hangat untuk membantu menurunkan suhu tubuh, anjurkan
ibu untuk memakaikan pakaian yang tipis dan tidak memakai selimut tebal
untuk mengurangi peningkatan suhu tubuh, kolaborasi pemberian terapi
antipiretik untuk menggurangi demam (Retno, 2008).
Intervensi yang dibuat penulis sudah sesuai NIC. Berdasarkan diagnosa
kedua penulis menyusun intervensi yaitu lakukan pengkajian karakteristik
kecemasan.kaji tingkat kecemasan untuk mengetahui sekor tingkat
kecemasan klien, beri kesempatan pasien menggungkapkan rasa cemasnya
untuk membantu menenangkan perasaan pasieen, jaga hubunggan saling
percaya untuk menjalin kepercayaan, berikan terapi bermain lilin untuk
menurunkan tingkat kecemasan (Herdman, 2013).
74
Intervensi yang dibuat penulis sudah sesuai NIC. Berdasarkan diagnosa
ketiga penulis menyusun intervensi yaitu lakukan pengkajian karakteristik
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat. Pantau intake nutrisi pada anak rasional untuk
mengetahui masukan/intake nutrisi pada klien, berikan penjelasan pada
keluarga tentang pentingnya nutrisi pada anak rasional agar keluarga
mengetahui nutrisi apa saja yang dibutuhkan klien, anjurkan pada keluarga
untuk memberikan makan yang disukai anak sedikit dan sajikan selagi hangat
rasional tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun napsu makan
mungkin lambat untuk kembali, kolaborasi dengan ahli gizi untuk
memberikan diit yang tepat untuk klien rasional agar klien mendapatkan diit
yang tepat untuk memenuhi nutrisinya (Nurarif, 2013).
Intervensi yang dibuat penulis sudah sesuai NIC. Berdasarkan diagnosa
keempat penulis menyusun intervensi yaitu observasi keadaan umum pasien,
monitor tanda-tanda vital pasien, monitor tanda perdarahan, anjurkan pasien
untuk minum yang cukup, anjurkan pasien untuk banyak istirahat, berikan
informasi kepada keluarga jika ada tanda perdarahan untuk segera
melaporkan, kolaborasi dengan dokter pemberian obat mencegah perdarahan
(Retno, 2008)
75
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan
yang dihadapi status kesehatanyang lebih baik yang menggambarkan kriteria
hasil yang diharapkan (Dermawan, 2012). Pada diagnosa yang pertama
penulis melakukan tindakan keperawatan pada masalah hipertermi,
memonitor suhu 38,4 0C. Memberikan kompres hangat suhu turun 37,8
menjadi 36,8 0C. Menganjurkan pemberian selimut atau pakaian yang tipis
suhu tubuh turun 36,8 0C. Memberikan terapi obat paracetamol untuk
membantu menurunkan suhu tubuh.
Hipertermi merupakan suatu keadaan dimana suhu tubuh lebih tinggi
dari biasanya, dan merupakan gejala dari suatu penyakit. Menurunkan atau
tepatnya mengendalikan dan mengontrol demam pada anak dapat dilakukan
dengan berbagai cara, terdapat mekanisme tubuh terhadap kompres hangat
dalam upaya menurunkan suhu tubuh yaitu dengan pemberian kompres
hangat pada daerah tubuh akan memberikan sinyal ke hipotalamus melalui
sumsum tulang belakang. Ketika reseptor yang peka terhadap panas
dilakukan adalah tindakan kompres hangat merupakan tindakan yang cukup
efektif dalam menurunkan demam. Oleh karena itu, sebaiknya penggunaan
antipiretik tidak diberikan secara otomatis pada setiap keadaan demam
dengan cara kompres hangat (Nurwahyuni dalam Mohamad, 2010)
Pengawasan perlu dilakukan karena pada fase kritis berlangsung
anatara 24 sampai 48 jam (WHO, 2009 dalam Setiawati 2011). Pengukuran
76
suhu tubuh dapat dilakukan setiap 3 jam sekali atau lebih sering lagi
(Nursalam dkk, 2008 : 166). Pada hari kedua dengan suhu tubuh 36,80C dan
hari ketiga dengan suhu tubuh 370C pasien berada pada fase penyembuhan,
karena masuk pada demam hari keenam dan ketujuh. Selain itu pasien
menunujukkan kondisi bisa melewati fase kritis ditandai dalam waktu kurang
24 – 48 jam pasien tidak mengalami syok dan suhu tubuh stabil (Anggraeni,
2010 dalam Setiawati 2011).
Implementasi yang dilakukan sudah sesuai dengan diagnosa yang
kedua kecemasan. Hasil dari implementasi yang dilakukan didapatkan hasil
dari respon melakukan pendekatan yang menenangkan, pasien tampak rileks
dan nyaman, memberikan terapi bermain lilin, melibatkan keluarga untuk
mendampingi pasien score kecemasan menjadi 18 (tidak cemas). Hal itu
sesuai dengan teori Glaser (2000) dalam Wibowo (2011), bahwa perawat
memberikan informed consent pada tindakan yang akan dilakukan, selain itu
seorang perawat juga harus membina hubungan saling percaya dengan anak
dan orang tua akan terapi yang akan diberikan. Senada dengan teori
Susilaningrum dkk (2013 : 23), bahwa peran perawat sangat penting dalam
meminimalkan kecemasan anak akibat hospitalisasi. Perawat perlu
memahami konsep stress hospitalisasi dan prinsip-prinsip asuhan
keperawatan melalui pendekatan proses keperawatan.
Penulis menggunakan teknik terapi bermain lilin. Terapi bermain
adalah salah satu cara untuk mengurangi kecemasan dan meningkatkan
kooperatifan anak selama menjalani perawatan dirumah sakit. Bermain dapat
77
mengurangi tekanan atau stres dari lingkungan. Dengan bermain anak dapat
mengekspresikan emosi dan ketidakpuasan akan sesuatu atas situasi sosial
serta rasa takutnya yang tidak dapat diekspresikan di dunia nyata (Nursalam,
dkk , 2008).
Menurut Adriana (2011) manfaat terapi bermain adalah melatih
konsep-konsep dasar, mengenalkan warna dan bentuk, melatih kemampuan
motorik. Fungsi terapi bermain perkembangan sensorimotor, perkembangan
intelektual, kreativitas dan sosialisasi. Terapi bermain dengan menggunakan
lilin sangat tepat karena lilin tidak membutuhkan energi yang banyak untuk
bermain, permainan ini juga dapat dilakukan diatas tempat tidur anak,
sehingga tidak menganggu dalam proses pemulihan kesehatan anak
(Ngastiyah, 2005).
Tindakan keperawatan terapi bermain lilin diberikan pada An. D ini
sangat berpengaruh setelah dilakukan pengukuran tingkat kecemasan terjadi
penurunan tingkat kecemasan, yang semula skore 22 termasuk tingkat
kecemasan sedang turun menjadi 18 tingkat kecemasan ringan. Hal ini
sepadan oleh penelitian yang dilakukan Fradianto, Parjo & Dewi (2014)
bahwa tindakan pemberian terapi bermain lilin tersebut efektif untuk
penurunan tingkat kecemasan.
Implementasi yang dilakukan sudah sesuai dengan diagnosa yang
ketiga ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat. Untuk mengatasi masalah
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh penulis melakukan
78
pemantauanintake nutrisi. Berguna dalam mendefinisikan keseimbangan
antara input dan output dan juga derajat/luasnya masalah dan pilihan
intervensi yang tepat (Potter & Perry, 2006).
Memberikan memberikan penjelasan pada keluarga tentang
pentingnya nutrisi pada anak agar keluaga mengerti tentang pentingnya
pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak dan dapat memberikan nutrisi yang
mengandung protein tinggi untuk meminimalkan kelemahan dan
mempercepat penyembuhan (Nurarif, 2013). Tindakan lain yang dilakukan
adalah menganjurkan pada keluarga untuk memberikan makan yang disukai
anak sedikit dan sajikan selagi hangat. Makan porsi kecil tapi frekuensi sering
dapat memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak
perlu/kebutuhan energi dari makan makanan banyak (Safitri, 2011). Tindakan
terakhir yaitu berkolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan diit yang
tepat untuk klien, agar tim gizi dapat memberikan diit yang sesuai untuk
memenuhi kebutuhan klien (Nurarif, 2013).
Implementasi yang dilakukan pada diagnosa keempat Mengobservasi
keadaan umum pasien, memonitor tanda–tanda perdarahan, menganjurkan
pasien untuk minum yang cukup, menganjurkan pasien untuk banyak
istirahat, memberikan informasi kepada keluarga pasien segera melaporkan
jika ada tanda–tanda perdarahan, mengkolaborasi dengan dokter pemberian
obat untuk mencegah perdarahan. Data yang didapatkan selama dirawat
dirumah sakit An.D tidak pernah mengalami mimisan. Memonitor hasil
Trombosit perlu dilakukan karena pasien masuk pada fase kritis. Sesuai
79
dengan teori menurut Nelson (1999) dalam Cahyani (2008), menyebutkan
bahwa kadar trombosit dalam darah kurang dari batas normal (<100.000/ul)
disebut trombositopenia yang terjadi pada fase kritis, yaitu nilai trombosit
akan menurun dan kembali meningkat pada fase penyembuhan.
Selain hasil Trombosit memonitor hasil hematokrit perlu terus
menerus dimonitor untuk mengetahui adanya perdarahan sehingga bisa
mengancam terjadinya syok (Hendrawan, 2007 : 7). Perdarahan perlu
dimonitor dengan ketat karena perdarahan dapat timbul pada beberapa
tempat, selain kulit juga dapat timbul pada mukosa eksternal maupun internal.
Perdarahan umumnya terjadi pada hari kelima sampai kedelapan (Garna,
2012 : 315). Menurut Sitorus, 2008 : 122, hematokirt diketahui mengalami
peningkatan sekitar > 20% atau lebih dari kadar hematokrit awal (sebelum
sakit atau sama dengan saat penyembuhan).
Memberikan edukasi kepada keluarga untuk segera melaporkan jika
ada tanda-tanda perdarahan pada pasien. Perdarahan yang ditandai dengan uji
tourniquet positif, petekie (bintik merah akibat perdarahan dalam kulit),
ekimosis (perubahan warna kulit menjadi merah lembayung karena
perdarahan), purpura (bercak-bercak perdarahan dalam kulit atau selaput
lender), perdarahan mukosa, epistaksis (mimisen/perdrahan dari hidung),
perdarahan gusi, hematemesis (muntah darah), dan melena (tinja berwarna
hitam karena perdarahan) (WHO, 2009 dalam Setiawati, 2011)
80
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah membandingkan suatu hasil/perbuatan dengan standar
untuk tujuan pengambilan keputusan yang tepat sejauh mana tujuan tercapai
(Dermawan, 2012).
Hasil evaluasi pada diagnosa keperawatan pertama, setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 kali 24 jam masalah keperawatan hipertermi
dapat teratasi suhu tubuh dalam batas normal 36,8 0C, maka intervensi
dihentikan. Pada diagnosa keperawatan kedua, setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 kali 24 jam masalah keperawatan kecemasan dapat
teratasi dengan dilakukan tindakan keperawatan terapi bermain lilin score
kecemasan menjadi 18, anak sudah tidak cemas lagi mau berinteraksi dengan
yang lain. Pada diagnosa keperawatan ketiga, setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 kali 24 jam masalah keperawatan ketidakseimbangan
nutrisi teratasi dengan kriteria hasil diantaranya nafsu makan anak meningkat,
makan habis 1 porsi (Wilkinson, 2007).
Pada diagnosa keperawatan keempat, setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 kali 24 jam masalah keperawatan resiko perdarahan
dapat teratasi pasien sudah tampak lebih ceria tidak tampak tanda-tanda
perdarahan seperti mimisan. Evaluasi yang dilakukan penulis pada masalah
keperawatan risiko terjadinya perdarahan didapatkan hasil pada hari pertama
masalah teratasi sebagian, karena An. D selama di rumah sakit tidak
mengalami mimisan dan tidak ada tanda-tanda perdarahan, tetapi terapi tetap
dilanjutkan sampai hari ketiga untuk mencegah perdarahan dan memonitor
81
hasil laboratorium. Karena Hematokrit perlu terus menerus dimonitor untuk
mengetahui adanya perdarahan sehingga bisa mengancam terjadinya syok
(Hendrawan, 2007 : 7). Selain Hematrokit yang perlu dimonitor adalah nilai
Trombosit karena nilai trombosit mulai menurun pada fase kritis dan kembali
naik pada fase penyembuhan (Nelson, 1999 dalam Cahyani 2008).
82
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Setelah peulis melakukan pengkajian, penentuan diagnosa perencanaan,
implementasi dan evaluasi tentang pemberian terapi bermain terhadap
penurunan kecemasan selama menjalani perawatan pada asuhan keperawatan
An.D dengan DHF diruang Melati II RSUD dr. Moewardi Surakarta maka
dapat ditarik kesimpulan :
1. Pengkajian
Ibu An.D mengatakan badan anaknya panas didapatkan suhu 38,4
derajat celcius, nadi 90 kali permenit, penapasan 24 kali permenit,
trombosit 31 kali 103 ul.
Ibu pasien mengatakan selama dirawat anaknya menjadi rewel dan
selalu meminta pulang karena takut disuntik sedangkan data obyektif
didapatkan pasien tampak menghindar bila didekati, gelisah, menanggis
saat akan diberi tindakan keperawatan.
Ibu pasien mengatakan nafsu makan anak nya menurun sedangkan
data obyektif anak tampak lemas, beerat badan sebelum sakit 13kg, berat
badan selama sakit menjadi 11kg. Pemeriksaan hemoglobin 9,5 g/dl,
hematokrit 29%, mukosa bibir lembab, klien makan 3 kali sehari berupa
nasi, sayur, lauk, buah, minum dengan air putih dan susu, makan habis ½
porsi.
83
Ibu pasien mengatakan ditubuh anaknya timbul bintik merah
didapatkan data obyektif pemeriksaan trombosit 31 ribu/ul, hemoglobin
9,5 g/dl, hematokrit 29%.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa yang muncul pada klien dan bedasarkan prioritas
pertama adalah Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus.
Prioritas yang kedua adalah ansietas berhubungn dengan lingkungan
hospitalisasi. Prioritas yang ke tiga adalah ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebtuhan tubuh berhubungan dengan intage yang tidak
adkuat. Prioritas yang ke empat adalah resiko tinngi terjadi perdarahan
berhubungan dengan trombositopenia.
3. Intervensi keperawatan
Pada diagnosa pertama intervesi yang dilakukan adalah observasi
keaadaan umum dan tanda-tanda vital untuk menggetahui suhu tubuh,
berikan kompres hanggat untuk membantu menurunkan suhu tubuh,
anjurkan ibu untuk memakaikan pakaian yang tipis dan tidak memakai
selimut tebal untuk menggurangi peniningkatan suhu tubuh, kolaborasi
pemberian terapi antipiretik untuk menggurangi demam.
Pada diagnosa kedua intervensi yang dilakukan adalah kaji
tingkat kecemasan untuk mengetahui sekor tingkat kecemasan klien, beri
kesempatan pasien menggungkapkan rasa cemasnya untuk membantu
menenangkan perasaan pasieen, jaga hubunggan saling percaya untuk
84
menjalin kepercayaan, berikan terapi bermain lilin untuk menurunkan
tingkat kecemasan.
Pada diagnosa ketiga intervensi yang dilakukan adalah observasi
pola makan pada anak untuk menggetahui intek nutrisi, beri makanan
yang disukai pasien untuk meningkatkan nafsu makan, anjurkan ibu
pasien untuk memberikan makanan sedikit tapi sering untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi, kolaborasi pemberian diit untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi
Pada diagnosa keempat intervensi yang dilakukan adalah
observasi keadaan umum pasien, monitor tanda-tanda vital pasien,
monitor tanda-tanda perdarahan, anjurkan pasien untuk minum yang
cukup, anjurkan pasien untuk banyak istirahat, berikan informasi kepada
keluarga pasien segera melaporkan jika ada tanda-tanda perdarahan,
kolaborasi dengan dokter pemberian obat mencegah perdarahan
4. Implementasi Keperawatan
Pada diagnosa pertama implementasi yang dilakukan adalah
Mengobservarsi keadaan umum dan tanda-tanda vital untuk mengetahui
suhu tubuh, memberi kompres hangat untuk menurun kan suhu tubuh,
menganjurkan ibu untuk memakaikan pakaian atau tidak memakai
selimut tebal untuk mengurangi panas dalam tubuh mengkolaborasi
antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh.
Pada diagnosa kedua implementasi yang dilakukan adalah
Mengkaji tingkat kecemasan untuk mengetahui tingkat kecemasan,
85
memberi kesempatan pasien mengungkapkan rasa cemasnya untuk
membantu menenangkan perasaan pasien, menjaga hubungan saling
percaya untuk menjalin hubungan saling percaya, memberikan terapi
bermain lilin untuk menurunkan tingkat kecemasan.
Pada diagnosa ketiga implementasi yang dilakukan adalah
Memantau intake nutrisi pada anak untuk mengetahui intake nutrisi,
memberi makanan yang disukai pasien untuk meningkatkan nafsu
makan, menganjurkan ibu pasien untuk memberikan anaknya makan
sedikit demi sedikit untuk memenuhi kebutuhan nutrisi, mengkolaborasi
pemberian diit untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
Pada diagnosa keempat implementasi yang dilakukan adalah
Mengobservasi keadaan umum pasien, memonitor tanda-tanda
perdarahan, menganjurkan pasien untuk minum yang cukup,
menganjurkan pasien untuk banyak istirahat, memberikan informasi
kepada keluarga pasien segera melaporkan jika ada tanda-tanda
perdarahan, mengkolaborasi dengan dokter pemberian obat untuk
mencegah perdarahan.
5. Evaluasi Keperawatan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan evaluasi diagnosa
keperawatan pertama masalah dapat teratasi, ibu pasien mengatakan
An.D sudah tidak demam suhu 36,80C. Diagnosa kedua masalah teratasi
Ibu pasien mengatakan anaknya sudah tidak rewel pasien tampa krileks,
score kecemasan 18 (tidak cemas), maka intervesi dihentikan.
86
Diagnosa yang ketiga masalah kebutuhan nutrisi teratasi, ibu
pasien mengatakan anaknya sudah mau makan, makan habis 1 porsi,
maka intervensi dihentikan.
Diagnosa keempat masalah sudah teratasi, ibu pasien mengatakan
badan anaknya sudah mendingan, pasien tampak lebih ceria, maka
intervensi dihentikan.
6. Analisa
Pemberian terapi bermain lilin pada anak dengan DHF sangat
efektif terhadap penurunan kecemasan dari tingkat kecemasan sedang
dengan score 22 ke ringan dengan score 18 pada anak saat mengalami
perawatan di rumah sakit.
B. SARAN
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan dengan DHF, penulis
memberikan usulan dan masukan positif pada bidang kesehatan antara lain :
1. Bagi Penulis
Setelah melakukan tindakan keperawatan pada pasien Dengue
Haemorrhagic Fever (DHF) diharapkan penulis dapat lebih mengetahui
dan menambah wawasan tentang cara penanganan DHF.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan institusi menyediakan perpustakaan yang lengkap demi
pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan.
87
3. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan asuhan keperawatan pada anak saat dilakukan
perawatan di rumah sakit, tetap memperhatikan aspek psikosocial anak
dengan memberikan ruang khusus untuk bermain anak.
4. Bagi Pasien dan Keluarga
Pasien dan keluarga diharap dapat melaksanakan terapi bermain
lilin dengan baik dan benar untuk mengurangi kecemasan.
DAFTAR PUSTAKA
Adriana Dian. 2013. Tumbuh kembang dan Terapi Bermain pada Anak. Jakarta:
Salemba Medika
Anggraeini. 2014. Thesis Hubungan Antara Kecemasan dalam Menghadapi Mata
Pelajaran Matematika dengan Prestasi Akademik Matematika pada
Remaja, NPM : 10505235. Program Pasca Sarjana. Fakultas Psikologi
Universitas Guna Darma.
Apriliawati, A. 2011. Pengaruh Bliblioterapi terhadap Tingkat Kecemasan Anak
Usia Sekolah yang Menjalani Hospitalisasi di Rumah Sakit Islam Jakarta.
Program Magister Ilmu Keperawatan Peminat Keperawatan Anak.
Falkutas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia NPM.
Dermawan, D. 2012. Proses Keperawatan Penerapan Konsep dan kerangka
Kerja. Yogyakarta: Gosyen Publishing
Doenges dkk, 2006. Nursing Care Plans: Guidelines For Individualizing Client
Care Across The Life Span. Publisher: Davis Company, F. A. USA.
Hadinegoro, S.R.H dan Satari, H.I. 2002. Buku Naskah Lengkap Pelatih Dokter
Spesialis Anak dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Tatalaksanaan Kasus
DBD. Balai Penerbit. FKUI. Jakarta.
Handayani, Puspitasari. 2008. Jurnal kesehatan Surya Medika
Yogyakarta.http://www.Skripsistikes.wordpres.com.
Hawari, Dadang. 2008. Manajaemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.
Herdman, T. Heater. 2012. Diagnosa Keperawatan:Definisi dan klasifikasi 2012-
2014. EGC : Jakarta.
Hidayat, 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan.
Jakarta : Salemba Medika.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Salemba
Medika. Jakarta.
Hockenberry, M. E., Wilson, D., Winkelstein, M. L. & Schwartz, P. (2009). Buku
ajar keperawatan pediatrik. (Edisi 6). Volume 1 & 2. Alih bahasa
Hartono,A., Kurnianingsih, S. & Setiawan. Jakarta : EGC.
Jovan. 2007. Hospitalisasi. http://jovandc.multiply.com.
Katinawati. 2011. Pengaruh Terapi Bermain Dalam Menurunkan Kecemasan
Pada Anak Usia Pra Sekolah (3-5 tahun) yang Mengalami Hospitalisasi di
Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo semarang.
http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id/ejournal/index.php/ilmukeperawatan/a
rticle/view/92. diakses pada 23 oktober 2013.
Mardaningsih, Siska. 2011. Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan
Kecemasan Pada Anak Usia Toddler yang Sedang di Rawat Inap di IRNA
RSD Dr. Soehadi Kabupaten jember. Skripsi. Jember: Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Jember.
Mubarak, W.I & Chayatin, N. (2007). Kebutuhan dasar manusia. Jakarta : EGC.
NANDA Internasional, 2009/2011. Buku Diagnosa Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi. Jakarta:EGC.
Ngastiyah. (2005). Perawatan anak sakit. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Nursalam, Susilaningrum M., Utami M., (2008). Proses Dan Dokumentasi
Keperawatan Konsep Dan Praktik. Jakarta : Salemba Medika.
Nurarif, A. M., dan Kusuma, H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA, NIC, NOC. Jilid 1.
Yogyakarta: Media Action Publishing.
Pudiastuti, Ratna D. (2011). Waspada Penyakit pada Anak. Jakarta : Permata
Putri Media.
Potter P.A & Perry A.G. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik Edisi 4 Volume 2. Jakarta: EGC.
Ridha, H Nabiel. 2014. Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Setiadi. 2012. Konsep dan Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Stuart, G.W & Sunden, S.J. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa Ed. 3. Jakarta:
EGC
Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung :
ALTABETA
Supartini Yupi. 2004. Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.
Suriadi dan Yuliani Rita. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: CV.
Sagung Seto.
Suyono, soetjiningsih, IG. N.Gede Ranuh. 2012. Tumbuh kembang Anak . Edisi 2.
Buku kedokteran EGC, Jakarta.
Utama, Yuli. 2014. Dampak Hospitalisasi Terhadap Perkembangan Anak. Jurnal
Ilmiah WIDYA Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Binawan. Vol : 2, No, 2.
WHO. 2009. Buku saku: Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. Jakarta :
WHO 2008.
Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran.
Jakarta: EGC