TERAPI BERMAIN 2

31
TERAPI BERMAIN PADA ANAK USIA SEKOLAH USIA 6 - 12 TAHUN DENGAN MENYUSUN PUZZLE DI RUANG KASWARI RSUD WANGAYA KOTA DENPASAR OLEH KELOMPOK II PROGRAM NONREGULER B4 DENPASAR 1. OKTARINA 13. 901. 0282 2. NI NYOMAN RUPINI 13. 901. 0288 3. NI KADEK ANGRAWATI 13. 901. 0286 4. I WAYAN GDE SUDIARTA 13. 901. 0294 5. PANDE PUTU KRISNA YANTI 13. 901. 0287 6. MOCH. NASRULLAH 13. 901. 0305 7. NI LUH PUTU OKA PRTHIWI S. 13. 901. 0281 8. I KOMANG ADI NURJAYANA 13. 901. 0269 9. NI KADEK YULIATI 13. 901. 0304

Transcript of TERAPI BERMAIN 2

Page 1: TERAPI BERMAIN 2

TERAPI BERMAIN

PADA ANAK USIA SEKOLAH USIA 6 - 12 TAHUN

DENGAN MENYUSUN PUZZLE

DI RUANG KASWARI RSUD WANGAYA KOTA DENPASAR

OLEH

KELOMPOK II

PROGRAM NONREGULER B4 DENPASAR

1. OKTARINA 13. 901. 0282

2. NI NYOMAN RUPINI 13. 901. 0288

3. NI KADEK ANGRAWATI 13. 901. 0286

4. I WAYAN GDE SUDIARTA 13. 901. 0294

5. PANDE PUTU KRISNA YANTI 13. 901. 0287

6. MOCH. NASRULLAH 13. 901. 0305

7. NI LUH PUTU OKA PRTHIWI S. 13. 901. 0281

8. I KOMANG ADI NURJAYANA 13. 901. 0269

9. NI KADEK YULIATI 13. 901. 0304

PROGRAM STUDI NERS (PROFESI)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI

DENPASAR

Page 2: TERAPI BERMAIN 2

2013

Page 3: TERAPI BERMAIN 2

BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Hospitalisasi merupakan keadaan dimana orang sakit berada pada

lingkungan rumah sakit untukm mendapatkan pertolongan dalam peawatan atau

pengobatan dalam perawatan atau pengobatan sehingga dapat mengatasi atau

meringankan penyakitnya. Tetapi pada umumnya hospitalisasi dapat

menimbulkan ketegangan dan ketakutan serta dapat menimbulkan ketegangan dan

ketakutan serta dapat menimbulkan gangguan emos atau tingkah laku yang

mempengaruhi kesembuhan dan perjalanan penyakit anak selama dirawat dirumah

sakit. Hospitalisasi pada anak akan memberikan dampak negatif seperti trauma,

cemas dan ketakutan.

Bermain adalah bagian integral dari masa kanak-kanak, media yang unik

untuk memfasilitasi perkembangan ekspresi bahasa, ketrampilan komunikasi,

perkembangan emosi, ketrampilan sosial, ketrampilan pengambilan keputusan,

dan perkembangan kognitif pada anak-anak (Landreth, 2001). Bermain juga

dikatakan sebagai media untuk eksplorasi dan penemuan hubungan interpersonal,

eksperimen dalam peran orang dewasa, dan memahami perasaannya sendiri.

Bermain adalah bentuk ekspresi diri yang paling lengkap yang pernah

dikembangkan manusia. Erikson (Landreth, 2001) mendefinisikan bermain

sebagai suatu situasi dimana ego dapat bertransaksi dengan pengalaman dengan

menciptakan situasi model dan juga dapat menguasai realitas melalui percobaan

dan perencanaan.

Sementara Landreth (2001) mendefinisikan terapi bermain sebagai

hubungan interpersonal yang dinamis antara anak dengan terapis yang terlatih

dalam prosedur terapi bermain yang menyediakan materi permainan yang dipilih

dan memfasilitasi perkembangan suatu hubungan yang aman bagi anak untuk

sepenuhnya mengekspresikan dan eksplorasi dirinya (perasaan, pikiran,

pengalaman, dan perilakunya) melalui media bermain. International Association

for Play Therapy (APT), sebuah asosiasi terapi bermain yang berpusat di

Amerika, dalam situsnya di internet mendefinisikan terapi bermain sebagai

Page 4: TERAPI BERMAIN 2

penggunaan secara sistematik dari model teoritis untuk memantapkan proses

interpersonal dimana terapis bermain menggunakan kekuatan terapiutik

permainan untuk membantu klien mencegah atau menyelesaikan kesulitan-

kesulitan psikososial dan mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang

optimal. Beberapa definisi terapi bermain tersebut mengarah pada beberapa hal

penting, yaitu: (a) tipe dan jumlah permainan yang digunakan; (b) konteks

permainan; (c) partisipan yang terlibat; (d) urutan permainan; (e) ruang yang

digunakan; (f) gaya bermain; (g) tingkat usaha yang dicurahkan dalam permainan.

Terapi bermain adalah pemanfaatan permainan sebagai media yang efektif oleh

terapis, untuk membantu klien mencegah atau menyelesaikan kesulitan

psikososial dan mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, melalui

kebebasan eksplorasi dan ekspresi diri.

Melihat pentingnya bermain bagi seorang anak terutama anak yang

mengalami hospitalisasi, maka kelompok akan mengadakan terapi bermain

dengan sasaran usia sekolah ( 6 tahun sampai 12 tahun) yang berada diruang rawat

inap anak RSUP Sanglah. Kelompok berharap dengan diadakannya terapi bermain

ini, anak yang dirawat tetap dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai

tahap tumbuh kembangnya.

B.  Tujuan

a.   Tujuan umum

Anak diharapkan dapat melanjutkan tumbuh kembangnya, mengem-

bangkan aktifitas dan kreatifitas melalui pengalaman bermain dan beradaptasi

efektif terhadap stress karena penyakit dan dirawat.

b.   Tujuan Khusus

1. Meningkatkan kemampuan, kreatifitas, keterampilan anak

2. Gerakan motorik halusnya lebih terarah

3. Mengembangkan kognitifnya

4. Mampu bersosialisasi dan berkomunikasi dengan teman yang dirawat di

ruang yang sama

5. Mampu mengurangi kejenuhan selama dirawat di RS

Page 5: TERAPI BERMAIN 2

6. Mampu beradaptasi secara efektif terhadap stress karena sakit dan dirawat

dirumah sakit

BAB II

TINJAUAN TEORI

A.  Konsep Dasar Bermain

a.    Pengertian

Bermain merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional,

dan social dan bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan

bermain, anak-anak akan berkata-kata (berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri

dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukannya, dan mengenal

waktu, jarak serta suara (Wong, 2000).

Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa

mempergunakan alat yang menghasilkan atau memberikan informasi, memberi

kesenangan maupun mengembangkan imajinasi anak (Anggani Sudono, 2000).

Bermain sama dengan bekerja pada orang dewasa, dan merupakan aspek

terpenting dalam kehidupan anak serta merupakan satu cara yang paling efektif

untuk menurunkan stress pada anak, dan penting untuk kesejahteraan mental dan

emosional anak (Champbell dan Glaser, 1995).

Bermain tidak sekedar mengisi waktu tetapi merupakan kebutuhan anak

seperti halnya makanan, perawatan dan cinta kasih. Dengan bermain anak akan

menemukan kekuatan serta kelemahannya sendiri, minatnya, cara menyelesaikan

tugas-tugas dalam bermain (Soetjiningsih, 1995).

Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa bermain

merupakan aspek penting dalam kehidupan anak yang mencerminkan kemampuan

fisik, intelektual, emosional, dan social anak tersebut. Walaupun tanpa memper-

gunakan alat yang menghasilkan atau memberikan informasi, memberi

kesenangan maupun mengembangkan imajinasi anak, dalam bermain anak akan

menemukan kekuatan serta kelemahannya sendiri, minatnya, serta cara

menyelesaikan tugas-tugas dalam bermain.

 

b.    Fungsi Bermain

Page 6: TERAPI BERMAIN 2

Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-

motorik, perkembangan intelektual, perkembangan social, perkembangan

kreativitas, perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral dan bermain

sebagai terapi.

1.    Perkembangan Sensoris – Motorik

Pada saat melakukan permainan, aktivitas sensoris-motorik merupakan

komponen terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting

untuk perkembangan fungsi otot. Misalnya, alat permainan yang digunakan

untuk bayi yang mengembangkan kemampuan sensoris-motorik dan alat

permainan untuk anak usia toddler dan prasekolah yang banyak membantu

perkembangan aktivitas motorik baik kasar maupun halus.

2.    Perkembangan Intelektual

Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap

segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna,

bentuk, ukuran, tekstur dan membedakan objek. Pada saat bermain pula anak

akan melatih diri untuk memecahkan masalah. Pada saat anak bermain mobil-

mobilan, kemudian bannya terlepas dan anak dapat memperbaikinya maka ia

telah belajar memecahkan masalahnya melalui eksplorasi alat mainannya dan

untuk mencapai kemampuan ini, anak menggunakan daya pikir dan

imajinasinya semaksimal mungkin. Semakin sering anak melakukan

eksplorasi seperti ini akan semakin terlatih kemampuan intelektualnya.

3.    Perkembangan Social

Perkembangan social ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan

lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan

menerima. Bermain dengan orang lain akan membantu anak untuk

mengembangkan hubungan social dan belajar memecahkan masalah dari

hubungan tersebut. Pada saat melakukan aktivitas bermain, anak belajar

berinteraksi dengan teman, memahami bahasa lawan bicara, dan belajar

tentang nilai social yang ada pada kelompoknya. Hal ini terjadi terutama

pada anak usia sekolah dan remaja. Meskipun demikian, anak usia toddler

Page 7: TERAPI BERMAIN 2

dan prasekolah adalah tahapan awal bagi anak untuk meluaskan aktivitas

sosialnya dilingkungan keluarga.

 4.   Perkembangan Kreativitas

Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan

mewujudkannya kedalam bentuk objek dan/atau kegiatan yang dilakukannya.

Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar dan mencoba untuk

merealisasikan ide-idenya. Misalnya, dengan membongkar dan memasang

satu alat permainan akan merangsang kreativitasnya untuk semakin

berkembang.

5.    Perkembangan Kesadaran Diri

Melalui bermain, anak mengembangkan kemampuannya dalam mengatur

mengatur tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal kemampuannya dan

membandingkannya dengan orang lain dan menguji kemampuannya dengan

mencoba peran-peran baru dan mengetahui dampak tingkah lakunya terhadap

orang lain. Misalnya, jika anak mengambil mainan temannya sehingga

temannya menangis, anak akan belajar mengembangkan diri bahwa

perilakunya menyakiti teman. Dalam hal ini penting peran orang tua untuk

menanamkan nilai moral dan etika, terutama dalam kaitannya dengan

kemampuan untuk memahami dampak positif dan negatif dari perilakunya

terhadap orang lain

6.    Perkembangan Moral

Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama dari

orang tua dan guru. Dengan melakukan aktivitas bermain, anak akan

mendapatkan kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga

dapat diterima di lingkungannya dan dapat menyesuaikan diri dengan aturan-

aturan kelompok yang ada dalam lingkungannya. Melalui kegiatan bermain

anak juga akan belajar nilai moral dan etika, belajar membedakan mana yang

benar dan mana yang salah, serta belajar bertanggung-jawab atas segala

tindakan yang telah dilakukannya. Misalnya, merebut mainan teman

Page 8: TERAPI BERMAIN 2

merupakan perbuatan yang tidak baik dan membereskan alat permainan

sesudah bermain adalah membelajarkan anak untuk bertanggung-jawab

terhadap tindakan serta barang yang dimilikinya. Sesuai dengan kemampuan

kognitifnya, bagi anak usia toddler dan prasekolah, permainan adalah media

yang efektif untuk mengembangkan nilai moral dibandingkan dengan

memberikan nasihat. Oleh karena itu, penting peran orang tua untuk

mengawasi anak saat anak melakukan aktivitas bermain dan mengajarkan

nilai moral, seperti baik/buruk atau benar/salah.

 7.   Bermain Sebagai Terapi

Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan

yang sangat tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih, dan

nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami

anak karena menghadapi beberapa stressor yang ada dilingkungan rumah

sakit. Untuk itu, dengan melakukan permainan anak akan terlepas dari

ketegangan dan stress yang dialaminya karena dengan melakukan permainan

anak akan depat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya (distraksi)

dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan permainan. Dengan

demikian, permainan adalah media komunikasi antar anak dengan orang lain,

termasuk dengan perawat atau petugas kesehatan dirumah sakit. Perawat

dapat mengkaji perasaan dan pikiran anak melalui ekspresi nonverbal yang

ditunjukkan selama melakukan permainan atau melalui interaksi yang

ditunjukkan anak dengan orang tua dan teman kelompok bermainnya.

c.    Klasifikasi Bermain

1. Berdasarkan Isi Permainan

Social affective play

Inti permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal yang

menyenangkan antara anak dan orang lain. Misalnya, bayi akan mendapatkan

kesenangan dan kepuasan dari hubungan yang menyenangkan dengan orang

tuanya atau orang lain. Permainan yang biasa dilakukan adalah “Cilukba”,

berbicara sambil tersenyum dan tertawa, atau sekadar memberikan tangan

Page 9: TERAPI BERMAIN 2

pada bayi untuk menggenggamnya, tetapi dengan diiringi berbicara sambil

tersenyum dan tertawa. Bayi akan mencoba berespons terhadap tingkah laku

orang tuanya misalnya dengan tersenyum, tertawa, dan mengoceh.

Sense of pleasure play

Permainan ini menggunakan alat yang dapat menimbulkan rasa senang

pada anak dan biasanya mengasyikkan. Misalnya, dengan menggunakan

pasir, anak akan membuat gunung-gunungan atau benda-benda apa saja yang

dapat dibentuknya dengan pasir . Bisa juga dengan menggunakan air anak

akan melakukan macam-macam permainan, misalnya memindah-mindahkan

air ke botol, bak, atau tempat lain. Ciri khas permainan ini adalah anak akan

semakin asyik bersentuhan dengan alat permainan ini dan dengan permainan

yang dilakukannya sehingga susah dihentikan.

Skill play

Sesuai dengan sebutannya, permainan ini akan meningkatkan ketrampilan

anak, khususnya motorik kasar dan halus. Misalnya, bayi akan terampil

memegang benda-benda kecil, memindahkan benda dari satu tempat ke

tempat yang lain, dan anak akan terampil naik sepeda. Jadi, keterampilan

tersebut diperoleh melalui pengulangan kegiatan permainan yang di lakukan.

Semakin sering melakukan latihan, anak akan semakin terampil.

Games atau permainan

Games atau permainan adalah jenis permainan yang menggunakan alat

tertentu yang menggunakan perhitungan atau skor. Permainan ini bisa

dilakukan oleh anak sendiri atau dengan temannya. Banyak sekali jenis

permainan ini mulai dari yang sifatnya tradisional maupun yang

modern.misalnya, ular tangga, congklak, puzzle, dan lain-lain.

Unoccupied behaviour

Pada saat tertentu, anak sering terlihat mondar-mandir, tersenyum, tertawa,

jinjit-jinjit, bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja, atau apa saja yang ada

Page 10: TERAPI BERMAIN 2

di sekelilingnya. Jadi, sebenarnya anak tidak memainkan alat permainan

tertentu, dan situasi atau obyek yang ada di sekelilingnya yang di gunakannya

sebagai alat permainan. Anak tampak senang, gembira, dan asyik dengan

situasi serta lingkungannya tersebut.

Dramatic play

Sesuai dengan sebutannya, pada permainan ini anak memainkan peran

sebagai orang lain melalui permainannya. Anak berceloteh sambil berpakaian

meniru orang dewasa, misalnya ibu guru, ibunya, ayahnya, kakaknya, dan

sebagainya yang ingin ia tiru. Apabila anak bermain dengan temannya, akan

terjadi percakapan di antara mereka tentang peran orang yang mereka tiru.

Permainan ini penting untuk proses identifikasi anak terhadap peran tertentu .

2. Berdasarkan Karakter Social

Onlooker play

Pada jenis permainan ini, anak hanya mengamati temannya yang sedang

bermain, tanpa ada inisiatif untuk ikut berpartisipasi dalam permainan. Jadi,

anak tersebut bersifat pasif, tetapi ada proses pengamatan terhadap permainan

yang sedang dilakukan temannya.

Solitary play

Pada permainan ini, anak tampak berada dalam kelompok permainan,

tetapi anak bermain sendiri dengan alat permainan yang dimilikinya, dan alat

permainan tersebut berbeda dengan alat permainan yang digunakan

temannya, tidak ada kerja sama, ataupun komunikasi dengan teman

sepermainannya.

Parallel play

Pada permainan ini, anak dapat menggunakan alat permainan yang sama,

tetapi antara satu anak dengan anak lainnya tidak terjadi kontak satu sama

lain sehingga antara anak satu dengan anak lain tidak ada sosialisasi satu

sama lain. Biasanya permainan ini dilakukan oleh anak usia toddler.

Page 11: TERAPI BERMAIN 2

Associative play

Pada permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu anak dengan anak

lain, tetapi tidak terorganisasi, tidak ada pemimpin atau yang memimpin

permainan, dan tujuan permainan tidak jelas. Contoh permainan jenis ini

adalah bermain boneka, bermain hujan-hujanan dan bermain masak-masakan.

Cooperative play

Aturan permainan dalam kelompok tampak lebih jelas pada permainan

jenis ini, juga tujuan dan pemimpin permainan. Anak yang memimpin

permainan mengatur dan mengarahkan anggotanya untuk bertindak dalam

permainan sesuai dengan tujuan yang diharapkan dalam permainan tersebut.

Misalnya, pada permainan sepak bola, ada anak yang memimpin permainan,

aturan main harus dijalankan oleh anak dan mereka harus dapat mencapai

tujuan bersama, yaitu memenangkan permainan dengan memasukkan bola ke

gawang lawan mainnya.

B. Konsep Dasar Anak usia Sekolah

a.   Anak usia sekolah ( 6 – 12 tahun)

Kemampuan social anak usia sekolah semakin meningkat. Mereka lebih

mampu bekerja sama dengan teman sepermainannya. Seringkali pergaulan

dengan teman menjadi tempat belajar mengenal norma baik atau buruk.

Dengan demikian, permainan pada anak usia sekolah tidak hanya bermanfaat

untuk meningkatkan ketrampilan fisik atau intelektualnya, tetapi juga dapat

mengembangkan sensitivitasnya untuk terlibat dalam kelompok dan bekerja

sama dengan sesamanya. Mereka belajar norma kelompok sehingga dapat

diterima dalam kelompoknya. Sisi lain manfaat bermain bagi anak usia

sekolah adalah mengembangkan kemampuannya untuk bersaing secara sehat.

Bagaimana anak dapat menerima kelebihan orang lain melalui permainan

yang ditunjukkannya.

Karakteristik permainan untuk anak usia sekolah dibedakan menurut

jenis kelaminnya. Anak laki-laki lebih tepat jika diberikan mainan jenis

Page 12: TERAPI BERMAIN 2

mekanik yang akan menstimulasi kemampuan kreativitasnya dalam berkreasi

sebagai seorang laki-laki, misalnya mobil-mobilan. Anak perempuan lebih

tepat diberikan permainan yang dapat menstimulasinya untuk

mengembangkan perasaan, pemikiran dan sikapnya dalam menjalankan peran

sebagai seorang perempuan, misalnya alat untuk memasak dan boneka.

b.   Reaksi Hospitalisasi

Sering bertanya, menangis perlahan, tidak kooperatif terhadap petugas

kesehatan, kehilangan control, dan pembatasan aktivitas

Page 13: TERAPI BERMAIN 2

BAB III

KEGIATAN BERMAIN

A. Rancangan bermain

Pada kegiatan ini anak diajak bermain puzzle, dimana setiap anak akan

menyusun potongan-potongan gamba sesuai dengan gambar yang tersedia,

kemudian puzzle yang telah selesai disusun akan di bawa oleh peserta untuk di

evaluasi hasil kegiatan serta contoh mengembangkan keterampilan.

B. Media dan Alat

1. Puzzle

C. Sasaran

a. Kelompok usia    : sekolah ( 6 tahun sampai 12 tahun)

b. Jumlah anak        : 5 orang

c. Kriteria anak       :

1. Anak usia Preschool (6 tahun sampai 12 tahun)

2. Anak yang tidak memiliki masalah intoleransi aktivitas

3. Sedang tidak ada tindakan keperawatan / pengobatan

D.  Waktu Pelaksanaan

a. Hari / Tanggal : Sabtu, 23 November 2013

b.  Waktu               : Pukul 11.00 s/d 11.40 Wita

c.  Tempat             : Ruang Kaswari RSUD Wangaya

Waktu yang dipilih untuk memberikan permainan ini pada anak, yaitu

pada saat anak tersebut sedang santai, atau tidak pada waktu makan dan tidur,

misalnya pada pagi hari sekitar pukul 10.00. Durasi atau lamanya bermain adalah

sekitar 40 menit untuk menghindari anak merasa bosan dengan permainan

tersebut.

E.   Pengorganisasian

1.  Leader       : Pande Putu Krisna Yanti

2. Co Leader : Ni Luh Putu Oka Prthiwi S.

Page 14: TERAPI BERMAIN 2

3.  Observer : Moch. Nasrullah

4.  Fasilitator  : Oktarina

Ni Nyoman Rupini

Ni Made Angrawati

I Komang Adi Nurjayana

   I Wayan Gde Sudiarta

Ni Kadek Yuliati

F.   Pembagian Tugas

1. Leader

Peran Leader

a. Katalisator, yaitu mempermudah komunikasi dan interaksi dengan jalan

menciptakan situasi dan suasana yang memungkinkan klien termotivasi

untuk mengekspresikan perasaannya

b. Auxilery Ego, sebagai penopang bagi anggota yang terlalu lemah atau

mendominasi

c. Koordinator, yaitu mengarahkan proses kegiatan kearah pencapaian

tujuan dengan cara memberi motivasi kepada anggota untuk terlibat

dalam kegiatan

2. Co Leader

Peran Co Leader

a. Mengidentifikasi issue penting dalam proses

b. Mengidentifikasi strategi yang digunakan Leader

c. Mencatat modifikasi strategi untuk kelompok pada sesion atau

kelompok yang akan dating

d. Memprediksi respon anggota kelompok pada sesion berikutnya

3.  Fasilitator

Peran Fasilitator

a. Mempertahankan kehadiran peserta

b. Mempertahankan dan meningkatkan motivasi peserta

Page 15: TERAPI BERMAIN 2

c. Mencegah gangguan atau hambatan terhadap kelompok baik dari luar

maupun dari dalam kelompok

4.  Observer

Peran Observer

a. Mengamati keamanan jalannya kegiatan play therapy

b. Memperhatikan tingkah laku peserta selama kegiatan

c. Memperhatikan ketepatan waktu jalannya kegiatan play therapy

d. Menilai performa dari setiap tim terapis dalam memberikan terapi

G. Desain Bermain

No Terapis Waktu Subjek terapi

1 Persiapan

a. Menyiapkan ruangan bermain

b. Menyetting tempat : duduk melingkar

berdampingan dengan anak-anak

c. Menyiapkan alat-alat : Puzzle

d. Menyiapkan anak

10 menit Ruangan, tempat,

alat, anak

2 Proses :

a. Membuka proses terapi bermain

dengan mengucapkan salam,

memperkenalkan diri untuk menarik

perhatian anak (leader)

b. Menjelaskan pada anak tentang tujuan

dan manfaat bermain, menjelaskan cara

permainan.(leader)

c. Membagi alat permainan (Pemandu,

Fasilitator)

2 menit

2 menit 

1 menit

Menjawab salam,

Memperkenalkan

diri,

Memperhatikan

setiap anak

menerima alat dan

bahan yang

dibutuhkan

Page 16: TERAPI BERMAIN 2

d. Mengajak anak bermain (anak mulai

menyusun puzzle gambar)

(Pemandu, Fasilitator)

e. Menentukan anak yang mampu

menyusun puzzle dengan tepat sesuai

dengan waktu yang ditentukan.

(Leader, Pemandu)

f. Memberikan reward pada anak yang

sudah menyelesaikan permainan

dengan cepat dan tepat (Leader)

g. Mengevaluasi respon anak (Pemandu)

15 menit

3 menit

2 menit

2 menit

Bermain bersama

dengan antusias dan

mengungkapkan

perasaannya

Terpilihnya salah

satu peserta yang

dapat menempel

benang dengan cepat

dan tepat

Peserta tampak

gembira

Peserta tampak

senang

3 Penutup

Menyimpulkan, mengucapkan salam

(leader)

3 menit Memperhatikan dan

menjawab salam

H. Evaluasi

a. Evaluasi Struktur

Laporan terapi bermain sudah dibuat

Media sudah disiapkan dan tersedia.

Kontrak dengan keluarga sudah dilakukan

b. Evaluasi Proses

Proses terapi bermain dapat berlangsung dengan lancar dan peserta

terapi bermain dapat mengikuti aturan permainan yang diberikan.

Peserta terapi antusias dan tenang dalam mengikuti terapi bermain ini.

Page 17: TERAPI BERMAIN 2

Tidak ada anak yang meninggalkan tempat dilaksanakan terapi bermain

selama kegiatan berlangsung.

c. Evaluasi Hasil

Peserta bermain mampu mewarnai gambaran dengan benang yang telah

disediakan dengan baik

I.  Hambatan

Hambatan yang mungkin ditemui dalam permainan ini, antara lain :

a. Anak tidak mau bermain karena sakit yang dia rasakan

b. Anak kurang mau berinteraksi dengan orang lain selain orang tuanya

c. Anak merasa bosan dengan permainan yang diberikan

Page 18: TERAPI BERMAIN 2

BAB IV

PENUTUP

A.  Kesimpulan

Bermain merupakan aspek penting dalam kehidupan anak yang

mencerminkan kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan social anak tersebut,

tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan atau memberikan informasi,

memberi kesenangan maupun mengembangkan imajinasi anak, dimana dalam

bermain anak akan menemukan kekuatan serta kelemahannya sendiri, minatnya,

serta cara menyelesaikan tugas-tugas dalam bermain. Bermain bagi anak adalah

suatu kebutuhan selayaknya bekerja pada orang dewasa, oleh sebab itu bermain di

rumah sangat diperlukan guna untuk mengatasi adanya dampak hospitalisasi yang

diasakan oleh anak. Dengan bermain, anak tetap dapat melanjutkan tumbuh

kembangnya tanpa terhambat oleh adanya dampak hospitalisasi tersebut.

B.  Saran

1.   Orang tua

Sebaiknya orang tua lebih selektif dalam memilih permainan bagi anak agar

anak dapat tumbuh dengan optimal. Pemilihan permainan yang tepat dapat

menjadi poin penting dari stimulus yang akan didapat dari permainan

tersebut. Faktor keamanan dari permainan yang dipilih juga harus tetap

diperhatikan.

2.   Rumah Sakit

Sebagai tempat pelayanan kesehatan, sebaiknya rumah sakit dapat

meminimalkan trauma yang akan anak dapatkan dari hospitalisasi dengan

menyediakan ruangan khusus untuk melakukan tindakan.

3.   Mahasiswa

Mahasiswa diharapkan dapat tetap membantu anak untuk mengurangi

dampak hospitalisasi dengan terapi bermain yang sesuai dengan tahap tumbuh

kembang anak. Karena dengan terapi bermain yang tepat, maka anak dapat

terus melanjutkan tumbuh kembang anak walaupun dirumah sakit.

Page 19: TERAPI BERMAIN 2

STRATEGI PELAKSANAAN

A. Implementasi

1. Persiapan

Membuat kontrak dengan klien yang sesuai dengan indikasi

Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

2. Orientasi

Salam terapeutik

Salam dari terapis kepada klien

Evaluasi/validasi

Menanyakan perasaan klien saat ini

Kontrak

Terapis menjelaskan waktu/durasi, tempat, serta tujuan kegiatan

3. Tahap kerja

Bermain peran

Menyusun puzzle.

4. Tahap terminasi

Evaluasi

- Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti Play therapy

- Terapis memberikan pujian atas keberhasilan anak

B.  Strategi Komunikasi

1.  Persiapan

a. Membuat kontrak dengan klien yang ada

b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

2. Orientasi

a. Salam terapeutik

“Selamat pagi adik-adik! Perkenalkan..kami adalah kakak-kakak

mahasiswa/i STIKes Wira Medika PPNI Bali yang sedang praktek di

ruangan ini. Perkenalkan nama kakak Krisna Yanti. Adik-adik boleh

panggil kakak dengan kak Krisna sebelah kanan kakak adalah kak Okta,

Page 20: TERAPI BERMAIN 2

ibu Rupini, kak Angra, kak Gde, kak Nasrul dan kak Oka, Kak Yuli, Kak

Adi”

b.  Evaluasi/validasi

“Bagaimana kabarnya sore ini?”

“Bagaimana tadi sudah tidur siang? nyenyak atau tidak?”

c.  Kontrak

“Adik-adik, sesuai dengan janji kita kemarin bahwa hari ini kita akan

bermain menyusun puzzle gambar yang sudah kakak siapkan kemudian

nanti kalau adik berhasil menyusun puzzlenya ada hadiah yang menarik

untuk adik. Kita akan melakukannya di ruangan bermain ruang kaswari ini

selama ± 40 menit. Tujuan dari permainan ini adalah agar adik-adik cepat

sembuh.  Apakah adik-adik setuju?”

3. Tahap Kerja :

“Sekarang kita akan mulai. Kakak – kakak akan membagikan puzzlenya

kepada adik-adik sekalian. Dan nanti kalau ada kesulitan adik-adik akan

dibantu oleh kakak-kakak. Siapa yang pertama kali selesai, akan

mendapatkan hadiah dari kakak – kakak. Siap ???? Di mulai dari sekarang!!!”

4.   Tahap Terminasi

“Nah sekarang , bagaimana perasaan adik-adik setelah melakukan permainan

ini? apakah semuanya senang ?”

 “Baiklah. kalian semua sangat hebat karena bisa menyususn puzzle sesuai

dengan gambar sampai selesai..”

“Tepuk tangan buat semuanya…”

2. Kontrak yang akan datang.

“Baiklah adik-adik sampai disini permainan kita kali ini, sekarang kakak-

kakak disini mau keruangan perawat dulu ya..selamat beristirahat

semuanya..besok kita ketemu lagi. Selamat Siang.”

Page 21: TERAPI BERMAIN 2

DAFTAR PUSTAKA

Stuart, Gail and Laraia, Michele. (1998). Principles and practice of psychiatric

nursing. St. Louis: Mosby.

Internet. http://klinis.wordpress.com/2007/08/30/penerapan-terapi-bermain-bagi-

penyandang-autisme-1/. Downloaded on Wednesday, 14th April 2010 at

04.00 p.m.

Internet. http://konsultanmainan.multiply.com/journal/item/5/Terapi_Bermain.

Downloaded on Wednesday, 14th April 2010 at 03.30 p.m.

Internet. http://id.shvoong.com/medicine-and-health/pathology/1916947-terapi-

bermain/ Downloaded on Wednesday, 14th April 2010 at 03.45 p.m.

Supartini, Yupi. (2004). Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.

Wong, Donna L. (2003). Clinical Manual of Pediatric Nursing. USA: Mosby.

Page 22: TERAPI BERMAIN 2