Aplikasi Petrografi Untuk Klasifikasi Batuan Karbonat
Transcript of Aplikasi Petrografi Untuk Klasifikasi Batuan Karbonat
Aplikasi Petrografi Untuk Klasifikasi Batuan Karbonat
Oleh :
Rizqi M. Mahbub, Rizki Reynaldi, Fajri Nikmata, Arya Pratama Putra, Yuyus Brahman
SARI
Analisis petrografi bisa digunakan untuk menentukan komposisi dan kondisi material padat, dalam hal ini batuan karbonat. Batuan karbonat merupakan batuan yang penyusun utamanya adalah mineral karbonat. Secara umum, batuan karbonat dikenal sebagai batugamping, walaupun sebenarnya terdapat jenis yang lain yaitu dolostone. Batuan karbonat dapat terbentuk di berbagai lingkungan pengendapan. Namun umumnya batuan ini terbentuk pada lingkungan laut, terutama laut dangkal. Hal tersebut dikarenakan batuan karbonat dibentuk oleh zat organik yang umumnya subur di daerah yang masih mendapat sinar matahari, kaya akan nutrisi, dll. Laut dangkal di mana batuan karbonat terbentuk disebut sebagai paparan karbonat (carbonate platform).
Karena faktor yang mempengaruhi pembentukan batuan karbonat bermacam-macam menyebabkan bentang alam yang dibentuk oleh batuan karbonat juga beraneka ragam. Dengan ini kami memaparkan metode klasifikasi batuan karbonat oleh Dunham (1962).
PENDAHULUAN
Pada umumnya batuan dibumi kita
ini beragam jenis atau komposisi
mineral/kimianya. Untuk mempermudah kita
mengamatinya, batuan tersebut harus
dikelompokkan berdasarkan jenis
batuannya antara lain batuan beku, batuan
sedimen, dan batuan malihan (metamorfik).
Untuk dapat mengelompokkan suatu batuan
kedalam kelompok atau jenisnya kita harus
dapat mengetahui komposisi mineral
pembentuk batuan beserta teksturnya.
Salah satu metoda untuk
mengetahui komposisi atau jenis mineral
dalam batuan beserta teksturnya adalah
dengan cara melakukan analisis petrografi
(petro=batuan, grafi=tulisan hasil analisis).
Dalam tahapan analisis petrografi, perconto
batuan tersebut dibuat menjadi sayatan tipis
batuan ("thin section") dengan standar
pembuatan sayatan tipis yang
baku/internasional. Sayatan tipis adalah
preparat yang terbuat dari sayatan material
yang dipasang ke bidang kaca dengan
ketebalan sekitar 0,0008 sampai 0,0012
inci. Apabila sayatan tipis batuan telah
diperoleh maka dilakukan pendeskripsian
batuan atau analisis petrografi untuk
menentukan komposisi mineral dan tekstur
batuannya dengan menggunakan alat bantu
mikroskop polarisasi. Hasil deskripsi batuan
kemudian ditabelkan dan untuk visualisasi
dibuat foto mikroskopik sayatan tipis
batuan. Data tersebut diatas diinterpretasi
untuk menentukan kelompok/jenis batuan
atau klasifikasi batuannya.
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi batuan karbonat menurut
Dunham (1962) adalah dengan
berdasarkan kepada tekstur
pengendapannya. Faktor penting yang
menjadi dasar pembagian karbonat menurut
Dunham adalah :
Butiran didukung oleh lumpur (mud
supported)
Butiran saling menyangga (grain
supported)
Sebagian butiran didukung oleh
lumpur dan sebagian saling
menyangga.
Dengan berdasar atas faktor
tersebut, maka Dunham (1962)
mengklasifikasikan batuan karbonat
sebagai berikut :
Gambar 1. Klasifikasi Batuan Karbonat
menurut Dunham (1962)
Contoh penggunaan dari klasifikasi yang
diusulkan Dunham adalah :
Butiran didukung lumpur butiran <
10% Mudstone
Butiran didukung lumpur butiran >
10% Wackestone
Butiran saling menyangga
dengan matriks Packstone
Butiran saling menyangga
sedikit/tanpa matriks Grainstone
Komponen yang saling terikat, dan
ada struktur tumbuh Boundstone
Tekstur pengendapan yang tidak
teramati dengan jelas Kristalin
HASIL
Klasifikasi Karbonat berdasarkan rongga
pori antarpartikel yang dikembangkan oleh
Lucia menggunakan klasifikasi pori untuk
memperkirakan permeabilitas pada
karbonat.
Gambar 2. Klasifikasi karbonat berdasarkan
interpretasi rongga pori
Persebaran ukuran pori pada batuan
karbonat dideskripsikan berdasarkan
ukuran partikel, pemilahan, dan porositas
antarpartikel. Pendekatan yang digunakan
adalah Klasifikasi Dunham (1962). Dunham
memfokuskan pada tekstur deposisional,
termasuk proses diagenetik.
Tapi, ada beberapa hal yang perlu diubah
untuk melakukan klasifikasi secara
petrografi. Kemas dibedakan menjadi
kemas didominasi grain dan yang
didominasi mud. Pada kemas yang
didominasi grain, terdapat ruang terbuka
antarporositas kemasnya. Sedangkan pada
kemas yang didominasi mud, ruang
antargrainnya diisi oleh mud sebagai
penunjang framework.
Kemas grainstone didominasi oleh butiran,
tapi packstone menurut Dunham
merupakan batas antara grainstone yang
memiliki rongga antarpartikel yang besar
dengan wackestone yang memiliki rongga
antarbutir kecil. Beberapa packstone
memiliki rongga antarbutir yang kosong dan
ada juga yang memiliki rongga antarbutir
yang berisi mud (lumpur).
Grainstone
Dolomitisiasi dapat mengubah kemas
batuan. Pada batugamping, kemas
biasanya tersamarkan. Jika batuannya
belum terdolomitisasi, inklusi kristal dolomit
seringkali mengaburkan kemas
batugampingnya. Kemas pada dolostone
yang berkristal baik masih dapat dikenali
dengan mudah. Semakin besar ukuran
kristal, semakin sulit menentukan
kemasnya. Grainstone dan packstone yang
didominasi grain biasanya mengandung
butiran lebih besar daripada ukuran kristal
dolomite. Sehingga grainstone lebih mudah
diidentifikasi.
Kristal dolomit (dinyatakan sebagai partikel
dalam klasifikasi ini) umumnya berukuran
dari beberapa mikro hingga lebih besar dari
200 mikro. Partikel micrite biasanya
berukuran kurang dari 20 mikro. Meskipun
begitu, dolomitisasi pada mud yang
didominasi kemas karbonat dapat
menghasilkan ukuran butir yang lebih besar
dari <20 mikro hingga >200 mikro, dan
diikuti oleh meningkatnya permeabilitas
kristal dolomit.
Gambar 3. Morfologi rongga pori.
(A). Amcana Anderson No. 1-2 (2-14N-3W):
6081.5 ft--Oversized pore space (OPS)
terbentuk sebagai hasil dari disolusi detrital
quartz (Q) dan siliceous matrix, (SM).
(B). Federal Wolleson No. 1 (22-21N-2W):
5097.5 ft--Intercrystalline porositas
sekunder (blue) pada facies sandy-
dolomite; plane-polarized light.
(C). Sun Mt. Killcrease No. 1 (36-5N-7E):
3881 ft—porositas primer (tanda panah)
dan porositas antarbutir yang diperbesar
dan oversized pore space (EPS) pada
quartzose sandstone yang mengandung
glauconite (G), phosphate (P), dan
scattered chert (C) dan dolomite (D); plane-
polarized light.
(D). Monsanto Shrewsbury No. 1 (36-27N-
8W)): 5862 ft—Penggantian Silica pada
nodul anhidrit dan hasil porositas sekunder
(tanda panah) karena disolusi kristal
anhidrit; plane-polarized light.
Gambar 4. gambar SEM porositas primer
dan sekunder.
(A). Porositas primer diindikasikan oleh pori
yang menyudut. Bagian kuarsa yang
tumbuh secara tidak sempurna menutup
detrital matriks dengan porositas mikro.
(B). Disolusi matriks detrital menghasilkan
formasi porositas sekunder. Beberapa
porositas primer hadir di antara butir-butir
kuarsa.
(C). Dolomite rhomb showing dissolution;
primary and secondary porosity.
KESIMPULAN
Persebaran ukuran pori pada batuan
karbonat dideskripsikan berdasarkan
ukuran partikel, pemilahan, dan porositas
antarpartikel. Pendekatan yang digunakan
adalah Klasifikasi Dunham (1962).
Kemas dibedakan menjadi kemas
didominasi grain dan yang didominasi mud.
Pada kemas yang didominasi grain,
terdapat ruang terbuka antarporositas
kemasnya. Sedangkan pada kemas yang
didominasi mud, ruang antargrainnya diisi
oleh mud sebagai penunjang framework.
Kemas grainstone didominasi oleh butiran,
tapi packstone menurut Dunham
merupakan batas antara grainstone yang
memiliki rongga antarpartikel yang besar
dengan wackestone yang memiliki rongga
antarbutir kecil.
Semakin besar ukuran kristal, semakin sulit
menentukan kemasnya. Grainstone dan
packstone yang didominasi grain biasanya
mengandung butiran lebih
besar daripada ukuran kristal dolomite.
Sehingga grainstone lebih mudah
diidentifikasi.
DAFTAR PUSTAKA
www.carbonates.us/petrography
www.searchanddiscovery.net