Aplikasi model CAP

25
Laporan PraktikumPerawatan Pasien Dengan Kebutuhan Khusus PSIK Universitas Jember 2015 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap individu merupakan makhluk sosial, sehingga setiap individu di tuntut untuk dapat berpartisipasi aktif, kreatif dan berdaya guna dalam lingkungannya. Sebagai makhluksosial, individu selalu memenuhi tuntutannya secara alamiah yang diwujudkan dalam berkebutuhan khusus terutama sekali anak tunagrahita secara hakiki mereka merupakan makhluk sosial, sejak dilahirkan ia membutuhkan hubungan sosial dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologisnya seperti makan dan minum, salah satunya anak tunagrahita. Dalam kehidupan sehari-hari anak dengan tuna grahita juga merupakan bagian dari anggota masyarakat dan selalu dituntut dapat berprilaku sesuai dengan norma- norma yang berlaku dilingkungannya.Pada kenyataannya anak tunagrahita sulit berprilaku sosial yang baik dengan lingkungannya.Selain itu karena memiliki tingkat kecerdasan di bawah kecerdasan anak normal, kecenderungan masyarakat menganggap aneh dengan prilaku anak tunagrahita tersebut. Hasil survey yang dilakukan oleh Hallahan pada tahun 1988, didapatkan bahwa jumlah penyandang tunagrahita adalah 2,3%. Di Swedia diperkirakan 0,3% anak yang berusia 5-16 tahun merupakan penyandang retardasi mental yang berat dan 0,4% retardasi mental ringan. Data Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2006, dari 222 juta penduduk Indonesia, sebanyak 0,7% atau 2,8 juta jiwa adalah penyandang cacat. Sedangkan populasi anak tunagrahita menempati angka paling besar dibanding dengan jumlah anak dengan keterbatasan lainnya. Prevalensi tunagrahita di Indonesia saat ini diperkirakan 1-3% dari penduduk Indonesia, sekitar 6,6 juta jiwa. Anak tunagrahita ini memperoleh pendidikan formal di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri dan SLB swasta. Jumlah anak-anak tunagrahita diperkirakan 2,5- 1

description

Penerapan model CAP

Transcript of Aplikasi model CAP

Page 1: Aplikasi model CAP

Laporan PraktikumPerawatan Pasien Dengan Kebutuhan Khusus PSIK Universitas Jember

2015

BAB I. PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Setiap individu merupakan makhluk sosial, sehingga setiap individu di tuntut untuk dapat berpartisipasi aktif, kreatif dan berdaya guna dalam lingkungannya. Sebagai makhluksosial, individu selalu memenuhi tuntutannya secara alamiah yang diwujudkan dalam berkebutuhan khusus terutama sekali anak tunagrahita secara hakiki mereka merupakan makhluk sosial, sejak dilahirkan ia membutuhkan hubungan sosial dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologisnya seperti makan dan minum, salah satunya anak tunagrahita. Dalam kehidupan sehari-hari anak dengan tuna grahita juga merupakan bagian dari anggota masyarakat dan selalu dituntut dapat berprilaku sesuai dengan norma- norma yang berlaku dilingkungannya.Pada kenyataannya anak tunagrahita sulit berprilaku sosial yang baik dengan lingkungannya.Selain itu karena memiliki tingkat kecerdasan di bawah kecerdasan anak normal, kecenderungan masyarakat menganggap aneh dengan prilaku anak tunagrahita tersebut.

Hasil survey yang dilakukan oleh Hallahan pada tahun 1988, didapatkan bahwa jumlah penyandang tunagrahita adalah 2,3%. Di Swedia diperkirakan 0,3% anak yang berusia 5-16 tahun merupakan penyandang retardasi mental yang berat dan 0,4% retardasi mental ringan. Data Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2006, dari 222 juta penduduk Indonesia, sebanyak 0,7% atau 2,8 juta jiwa adalah penyandang cacat. Sedangkan populasi anak tunagrahita menempati angka paling besar dibanding dengan jumlah anak dengan keterbatasan lainnya. Prevalensi tunagrahita di Indonesia saat ini diperkirakan 1-3% dari penduduk Indonesia, sekitar 6,6 juta jiwa. Anak tunagrahita ini memperoleh pendidikan formal di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri dan SLB swasta. Jumlah anak-anak tunagrahita diperkirakan 2,5-3% dari jumlah populasi umumnya. Sesuai dengan karakteristiknya, kira-kira 85% anak-anak yang termasuk tunagrahita ringan dari populasi tunagrahita yang ada.Jumlah tunagrahita sedang (moderate mental retardation) diperkirakan 10% dari jumlah populasi tunagrahita yang ada.Selanjutnya tunagrahita berat (severe mental retardation) diperkirakan berjumlah 3-4% dari populasi tunagrahita yang ada.Pada jenis tunagrahita sangat berat (profound mental retardation) jumlahnya diperkirakan hanya 1-2% dari populasi tunagrahita yang ada (Suharmini, 2007: 70).

Menurut Reiss dalam Suharmini (2007) anak tunagrahita adalah anak yang mempunyai gangguan dalam intelektual sehingga menyebabkan kesulitan untuk melakukan adaptasi dengan lingkungannya. Perilaku yang diperlihatkan anak tersebut, tentu akan berakibat tidak baik dalam lingkungan sosial anak dengan tunagrahita. Hal ini perlu untuk diatasi, jika tidak anak dengan tuna grahita akan mendapatkan perlakuan kurang wajar dari masyarakat dan teman-temannya. Penyesuaian diri anak-anak tunagrahita di sekolah sangatlah kurang bahkan hampir tidak dapat menempatkan diri ketika pelajaran berlangsung, yaitu ada anak yang hanya duduk diam menyendiri menundukkan kepalanya sambil bermain pensil ketika guru menerangkan, tidak tertarik pada pelajaran yang disampaikan,

1

Page 2: Aplikasi model CAP

Laporan PraktikumPerawatan Pasien Dengan Kebutuhan Khusus PSIK Universitas Jember

2015

ada pula anak yang asik bercanda sendiri dengan teman dan berbicara dengan suara yang keras. Anak tunagrahita tidak mengetahui bagaimana cara yang benar bergaul dengan teman-temannya, misalnya melakukan aktivitas untuk menjahili temannya, mereka merasa senang bila menggangu orang lain termasuk gurunya, berbicara pada guru dengan bahasa yang tidak sopan, suka menggertak baik ucapan maupun perbuatan, bersikap menyerang dan merusak fasilitas sekolah dengan menendang kursi dan tidak menaati peraturan sekolah (Gadis, 2012).Sehingga, anak dengan tunagrahita perlu untuk melakukan penyesuaia diri terhadap lingkungan disekitarnya.Penyesuaian diri merupakan variasi dalam kegiatan organisme untuk mengatasi suatu hambatan dan memuaskan kebutuhan-kebutuhan serta menegaskan hubungan yang harmonis dengan lingkungan fisik dan sosial (Chaplin, 2006: 11).

Dalam hal ini hambatan-hambatan yang dialami oleh anak tunagrahita perlu adanya penanganan pendidikan khusus, seperti contohnya Sekolah Luar Biasa (SLB C) untuk melatih anak-anak yang memiliki keterbatasan seperti tunagrahita ini.Sekolah Luar Biasa biasanya dalam pendidikan, metode yang diberikan dalam pembelajaran lebih ditekankan pada perkembangan akademik anak.Untuk itu, harus ada perubahan dalam sistem pengajaran pada Sekolah Luar Biasa yang lebih ditekankan pada pengembangan aspek non akademis.Dalam hal ini adalah kemampuan anak dalam menyesuaikan diri.Salah satunya adalah dengan melalui permainan. Jenis permainan yang dapat dikembangkan untuk memenuhi tuntutan tersebut adalah jenis permainan yang membuat anak senang dan dapat bekerja sama dengan teman yang lainnya (permainan kooperatif) yang dilakukan dalam luar ruangan atau alam terbuka (outbound). Outbound merupakan suatu program pembelajaran (pelatihan) untuk anak-anak yang dilakukan di alam terbuka dengan mendasarkan pada prinsip “experimental learning” (belajar melalui pengalaman langsung) yang disajikan dalam bentuk permainan, simulasi, diskusi, dan petualangan sebagai media penyampaian materi (Muksin, 2009:2).

1.2 Tujuan Mengetahui aplikasi model konsep Community as Partnerpada klien dengan tunagrahita

2

Page 3: Aplikasi model CAP

Laporan PraktikumPerawatan Pasien Dengan Kebutuhan Khusus PSIK Universitas Jember

2015

BAB II. TINJAUAN KONSEP

2.1 Pendahuluan tentang Konsep Community as Partner ModelModel konseptual adalah sintesis seperangkat konsep dan pernyataan yang

mengintegrasikan konsep-konsep tersebut menjadi suatu kesatuan. Model  keperawatan dapat didefinisikan sebagai kerangka pikir, sebagai satu cara melihat keperawatan, atau satu gambaran tentang lingkup keperawatan. Model ini sebagai panduan proses keperawatan dalam pengkajian komunitas; analisa dan diagnosa; perencanaan; implementasi komunitas yang terdiri dari tiga tingkatan pencegahan; primer, sekunder, dan tersier, dan program evaluasi (Hitchcock, Schubert, Thomas, 1999).

Konsep Community as Partner diperkenalkan Anderson dan McFarlane.Model ini merupakan pengembangan dari model Neuman yang menggunakan pendekatan totalitas manusia untuk menggambarkan status kesehatan klien.Neuman memandang klien sebagai sistem terbuka dimana klien dan lingkungannya berada dalam interaksi yang dinamis. Menurut Neuman, untuk melindungi klien dari berbagai stressor yang dapat mengganggu keseimbangan, klien memiliki tiga garis pertahanan, yaitu fleksible line of defense, normal line of defense, dan resistance defense.

Anderson dan McFarlane (2000) mengatakan bahwa dengan menggunakan modelcommunity as partner terdapat dua komponen utama yaitu roda pengkajiankomunitas dan proses keperawatan. Roda pengkajian komunitas terdiri dari duabagian utama yaitu inti dan delapan subsistem yang mengelilingi inti yangmerupakan bagian dari pengkajian keperawatan, sedangkan proses keperawatanterdiri dari beberapa tahap mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan,implementasi, dan evaluasi.

2.2 Kerangka Konsep Community as Partner Model

3

Page 4: Aplikasi model CAP

Laporan PraktikumPerawatan Pasien Dengan Kebutuhan Khusus PSIK Universitas Jember

2015

Gambar 2.1. Model Konseptual Community As Partner

Agregat klien dalam model Community as Partner ini meliputi intrasistem dan ekstrasistem. Intrasistem terkait adalah sekelompok orang-orang yang memiliki satu atau lebih karakteristik (Stanhope & Lancaster, 2004).Agregat ekstrasistem meliputi delapan subsistem yaitu komunikasi, transportasi dan keselamatan, ekonomi, pendidikan, politik dan pemerintahan, layanan kesehatan dan sosial, lingkungan fisik dan rekreasi (Helvie, 1998; Anderson & McFarlane, 2000; Ervin, 2002; Hitchcock, Schubert, Thomas, 1999; Stanhope & Lancaster, 2004; Allender & Spradley, 2005).

Delapan subsistem dipisahkan dengan garis putus-putus artinya sistem satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi. Di dalam komunitas ada lines of resistance, merupakan mekanisme internal untuk bertahan dari stressor. Rasa kebersamaan dalam komunitas untuk bertanggung jawab terhadap kesehatan contoh dari line of resistance. Anderson dan McFarlane (2000) mengatakan bahwa dengan menggunakan model Community as Partner terdapat dua komponen  utama yaitu roda pengkajian komunitas dan proses keperawatan. Roda pengkajian komunitas terdiri dari dua bagian utama yaitu inti dan delapan subsistem yang mengelilingi inti yang merupakan bagian dari pengkajian keperawatan, sedangkan proses keperawatan terdiri dari beberapa tahap mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.Komunitas sebagai klien/partner berarti kelompok masyarakat tersebut turut berperan serta secara aktif meningkatkan kesehatan, mencegah dan mengatasi masalah kesehatannya.1. Pengkajian

Pengkajian adalah upaya pengumpulan data secara lengkap dan sistematis terhadap masyarakat untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat baik individu, keluarga atau kelompok yang menyangkut permasalahan pada fisiologis, psikologis dan sosial ekonomi maupun spiritual dapat ditentukan.

Pengkajian keperawatan komunitas merupakan suatu proses tindakan untuk mengenal komunitas.  Mengidentifikasi faktor positif dan negatif yang berbenturan dengan masalah kesehatan dari masyarakat hingga sumber daya yang dimiliki komunitas dengan tujuan merancang strategi promosi kesehatan. Dalam tahap pengkajian ini terdapat lima kegiatan, yaitu :

a. Pengumpulan dataTujuan pengumpulan data dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai masalah kesehatan pada masyarakat sehingga dapat ditentukam tindakan yang harus diambil untuk mengatasi masalah tersebut yang menyangkut aspek fisik, psikologis, sosial ekonomi dan spiritual serta faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Kegiatan pengkajian yang dilakukan dalam pengumpulan data meliputi :1) Data Inti

a) Riwayat atau Sejarah Perkembangan Komunitas

4

Page 5: Aplikasi model CAP

Laporan PraktikumPerawatan Pasien Dengan Kebutuhan Khusus PSIK Universitas Jember

2015

Riwayat terbentuknya sebuah komunitas (lama/baru).tanyakan pada orang-orang yang kompeten atau yang mengetahui sejarah area atau daerah itu.

b) Data DemografiKarakteristik orang-orang yang ada di area atau daerah tersebut, distribusi (jenis kelamin, usia, status perkawinan, etnis), jumlah penduduk,

c) Vital StatistikMeliputi kelahiran, kematian, kesakitan dan penyebab utama kematian atau kesakitan.

d) Nilai Dan KepercayaanNilai yang dianut oleh masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan, kepercayaan-kepercayaan yang diyakini yang berkaitan dengan kesehatan, kegiatan keagamaan di masyarakat, kegiatan-kegiatan masyarakat yang mencerminkan nilai-nilai kesehatan.

2) Subsistem a) Lingkungan Fisik

Catat lingkungan tentang mutu air, flora, perumahan, ruang, area hijau, binatang, orang-orang, bangunan buatan manusia, keindahan alam, air, dan iklim.

b) Pelayanan Kesehatan Dan SosialCatat apakah terdapat klinik, rumah sakit, profesi kesehatan yang praktek, layanan kesehatan publik, pusat emergency, rumah perawatan atau panti werda, fasilitas layanan sosial, layanan kesehatan mental, dukun tradisional/pengobatan alternatif.

c) EkonomiCatat apakah perkembangan ekonomi di wilayah komunitas tersebut maju dengan pesat, industri, toko, dan tempat-tempat untuk pekerjaan, adakah pemberian bantuan sosial (makanan), seberapa besar tingkat pengangguran, rata-rata pendapatan keluarga, karakteristik pekerjaan.

d) Keamanan Dan TransportasiApa jenis transportasi publik dan pribadi yang tersedia di wilayah komunitas, catat bagaimana orang-orang bepergian, apakah terdapat trotoar atau jalur sepeda, apakah ada transportasi yang memungkinkan untuk orang cacat. jenis layanan perlindungan apa yang ada di komunitas (misalnya: pemadam kebakaran, polisi, dan lain-lain), apakah mutu udara di monitor, apa saja jenis kegiatan yang sering terjadi, apakah orang-orang merasa aman.

e) Politik Dan PemerintahanCatat apakah ada tanda aktivitas politik, apakah ada pengaruh partai yang menonjol, bagaimana peraturan pemerintah terdapat komunitas (misalnya: pemilihan kepala desa, walikota, dewan kota), apakah orang-orang terlibat dalam pembuatan keputusan dalam unit pemerintahan lokal mereka.

f) Komunikasi

5

Page 6: Aplikasi model CAP

Laporan PraktikumPerawatan Pasien Dengan Kebutuhan Khusus PSIK Universitas Jember

2015

Catat apakah oaring-orang memiliki tv dan radio, apa saja sarana komunikasi formal dan informal yang terdapat di wilayah komunitas, apakah terdapat surat kabar yang terlihat di stan atau kios, apakah ada tempat yang biasanya digunakan untuk berkumpul.

g) PendidikanCatat apa saja sekolah-sekolah dalam area beserta kondisi, pendidikan lokal, reputasi, tingkat drop-out, aktifitas-aktifitas ekstrakurikuler, layanan kesehatan sekolah, dan tingkat pendidikan masyarakat.

h) RekreasiCatat dimana anak-anak bermain, apa saja bentuk rekreasi utama, siapa yang berpartisipasi, fasilitas untuk rekreasi dan kebiasaan masyarakat menggunakan waktu senggang.

b. Jenis DataJenis data secara umum dapat diperoleh dari1. Data subjektif

Data yang diperoleh dari keluhan atau masalah yang dirasakan oleh individu, keluarga, kelompok dan komunitas, yang diungkapkan secara langsung melalui lisan.

2. Data objektifData yang diperoleh melalui suatu pemeriksaan, pengamatan dan pengukuran.

c. Sumber Data1. Data primer

Data yang dikumpulakn oleh pengkaji dalam hal ini mahasiswa atau perawat kesehatan masyarakat dari individu, keluarga, kelompok dan komunitas berdasarkan hasil pemeriksaan atau pengkajian.

2. Data sekunderData yang diperoleh dari sumber lain yang dapat dipercaya, misalnya : kelurahan, catatan riwayat kesejatan pasien atau medical record. (wahit, 2005)

d. Cara Pengumpulan Data1. Wawancara atatu anamnesa2.  Pengamatan3. Pemeriksaan fisik

e. Pengolahan Data1. Klasifikasi data atau kategorisasi data2. Perhitungan presentase cakupan dengan menggunakan tally3. Tabulasi data

f. Interpretasi Data Analisis DataTujuan analisis data :1. Menetapkan kebutuhan komunitas;2. Menetapkan kekuatan;3. Mengidentifikasi pola respon komuniti;4. Mengidentifikasi kecenderungan penggunaan pelayanan kesehatan.

g. Penentuan Masalah atau Perumusan Masalah Kesehatan

6

Page 7: Aplikasi model CAP

Laporan PraktikumPerawatan Pasien Dengan Kebutuhan Khusus PSIK Universitas Jember

2015

h. Prioritas MasalahPrioritas masalah kesehatan masyarakat dan keperawatan perlu mempertimbangkan berbagai faktor sebagai kriteria:1. Perhatian masyarakat;2. Prevalensi kejadian;3. Berat ringannya masalah;4. Kemungkinan masalah untuk diatasi;5. Tersedianya sumber daya masyarakat;6. Aspek politis.

2. Diagnosa KeperawatanDiagnosis keperawatan adalah respon individu pada masalah kesehatan baik

yang aktual maupun potensial.Masalah aktual adalah masalah yang diperoleh pada saat pengkajian, sedangkan masalah potensial adalah masalah yang mungkin timbul kemudian.American Nurses Of Association (ANA). Dengan demikian diagnosis keperawatan adalah suatu pernyataan yang jelas, padat dan pasti tentang status dan masalah kesehatan pasien yang dapat diatasi dengan tindakan keperawatan.3. Perencanaan

a. Tahapan pengembangan masyarakatPersiapan, penentuan prioritas daerah, pengorganisasian, pembentukan pokjakes (kelompok kerja kesehatan)

b. Tahap diklatc. Tahap kepemimpinan

Koordinasi intersektoral, akhir, supervisi atau kunjungan bertahap.4. Pelaksanaan/Implementasi

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter & Perry, 2005).Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari.

Menurut Craven dan Hirnle (2000) secara garis besar terdapat tiga kategori dari implementasi keperawatan, antara lain:

a. Cognitive implementationsMeliputi pengajaran atau pendidikan, menghubungkan tingkat pengetahuan klien dengan kegiatan hidup sehari-hari, membuat strategi untuk klien dengan disfungsi komunikasi, memberikan umpan balik, mengawasi tim keperawatan, mengawasi penampilan klien dan keluarga, serta menciptakan lingkungan sesuai kebutuhan, dan lain lain.

b. Interpersonal implementationsMeliputi koordinasi kegiatan-kegiatan, meningkatkan pelayanan, menciptakan komunikasi terapeutik, menetapkan jadwal personal, pengungkapan perasaan, memberikan dukungan spiritual, bertindak sebagai advokasi klien, role model, dan lain lain.

c. Technical implementations

7

Page 8: Aplikasi model CAP

Laporan PraktikumPerawatan Pasien Dengan Kebutuhan Khusus PSIK Universitas Jember

2015

Meliputi pemberian perawatan kebersihan kulit, melakukan aktivitas rutin keperawatan, menemukan perubahan dari data dasar klien, mengorganisir respon klien yang abnormal, melakukan tindakan keperawatan mandiri, kolaborasi, dan rujukan, dan lain-lain.

5. Evaluasi atau penilaianMenurut Ziegler, Voughan – Wrobel, & Erlen (1986) dalam Craven & Hirnle

(2000), evaluasi terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:a. Evaluasi struktur

Evaluasi struktur difokuskan pada kelengkapan tata cara atau keadaan sekeliling tempat pelayanan keperawatan diberikan. Aspek lingkungan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi dalam pemberian pelayanan.Persediaan perlengkapan, fasilitas fisik, rasio perawat-klien, dukungan administrasi, pemeliharaan dan pengembangan kompetensi staf keperawatan dalam area yang diinginkan.

b. Evaluasi prosesEvaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat dan apakah perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan merasa cocok, tanpa tekanan, dan sesuai wewenang. Area yang menjadi perhatian pada evaluasi proses mencakup jenis informasi yang didapat pada saat wawancara dan pemeriksaan fisik, validasi dari perumusan diagnosa keperawatan, dan kemampuan tehnikal perawat.

c. Evaluasi hasilEvaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi klien. Respons prilaku klien merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan dan akan terlihat pada pencapaian tujuan dan kriteria hasil.

8

Page 9: Aplikasi model CAP

Laporan PraktikumPerawatan Pasien Dengan Kebutuhan Khusus PSIK Universitas Jember

2015

BAB III. PEMBAHASAN

3.1 Aplikasi Konsep Community as Partner Model pada Kasus3.1.1 ContohKasus

Berdasarkan jurnal yang ditulis oleh Sofinar (2012) dengan judul “Perilaku Sosial Anak Tunagrahita Sedang” diketahui bahwa anak dengan tunagrahita sedang di kelas D.III/C1 SLB YAPPAT Lubuk Sikaping.Pada penelitian diketahui bahwa anak tunagrahita menunjukkan prilaku kurang baik dalam pergaulannya terutama dengan teman sekelas. Salah satu contoh penulis dapat mengemukakan sebagai berikut: anak suka mengambil peralatan sekolah teman, suka meminta uang kepada orang lain yang tidak dikenalnya, suka melarikan diri dari sekolah, dan sering mengganggu teman serta senang berbuat sesuka hati, sehingga menimbulkan keributan di antara mereka. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan orangtuanya, ternyata anak ini di rumah juga menunjukkan perilaku yang sama. Orang tua sepertinya tidak begitu peduli terhadap perilaku anak, mereka hanya beranggapan bahwa perilaku tersebut merupakan akibat dari kekurangan (tunagrahita) dari anak.Ucapan teguran, larangan ada dilontarkan serta pukulan pernah diberikan orangtua pada anak, tetapi hanya sekedar menyakiti anak saja.Kaarena hasilnya anakpun tidak ada berubah.Anak dalam kesehariannya selalu menimbulkan kegaduhan pada temantemannya.Contoh Kasus 2Berdasarkan jurnal yang ditulis oleh Wati (2012) yang berjudul “Outbound Management Training Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Anak Tunagrahita” diketahui bahwa anak tunagrahita adalah anak yang mempunyai gangguan dalam intelektual sehingga menyebabkan kesulitan untuk melakukan adaptasi dengan lingkungannya. Penyesuaian diri anak-ana tunagrahita di SLB Negeri Rembang sangatlah kurang bahkan hampir tidak dapat menempatkan diri ketika pelajaran berlangsung, yaitu ada anak yang hanya duduk diam menyendiri meunundukkan kepalanya sambil bermain pensil ketika guru menerangkan, tidak tertarik pada pelajaran yang disampaikan, ada pula anak yang asik bercanda sendiri dengan teman dan berbicara ngawur dengan suara yang keras. Anak tunagrahita tidak mengetahui bagaimana cara yang benar bergaul dengan teman-temannya, misalnya melakukan aktivitas untuk menjahili temannya, mereka merasa senang bila mengganggu orang lain termasuk gurunya, berbicara tidak sopan dengan bahasa yang tidak sopan, suka menggertak baik ucapan maupun perbuatan, bersikap menyerang dan merusak fasilitas sekolah (dengan menendang kursi dan tidak menaati peraturan sekolah).

3.1.2 Pengkajian1) Data Inti (Core)

9

Page 10: Aplikasi model CAP

Laporan PraktikumPerawatan Pasien Dengan Kebutuhan Khusus PSIK Universitas Jember

2015

a. Data DemografiAnak tunagrahita sedang kelas D.III/C1 SLB YAPPAT Lubuk Sikaping yang berjumlah 20 siswa, terdiri dari kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, yang masing-maging kelompok berjumlah 10 siswa dan SLB Negeri Rembang yang berjumlah 20 siswa, terdiri dari kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, yang masing-masing kelompok berjumlah 10 siswa.

b.Vital StatistikHasil survey yang dilakukan oleh Hallahan pada tahun 1988, didapatkan bahwa jumlah penyandang tunagrahita adalah 2,3%. Di Swedia diperkirakan 0,3% anak yang berusia 5-16 tahun merupakan penyandang retardasi mental yang berat dan 0,4% retardasi mental ringan. Data Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2006, dari 222 juta penduduk Indonesia, sebanyak 0,7% atau 2,8 juta jiwa adalah penyandang cacat. Sedangkan populasi anak tunagrahita menempati angka paling besar dibanding dengan jumlah anak dengan keterbatasan lainnya. Prevalensi tunagrahita di Indonesia saat ini diperkirakan 1-3% dari penduduk Indonesia, sekitar 6,6 juta jiwa. Anak tunagrahita ini memperoleh pendidikan formal di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri dan SLB swasta

c. Nilai dan KepercayaanOrang tua anak dengan tunagrahita kurang sekali mempedulikan anak terutama saat di rumah.Mereka percaya bahwa perilaku anak tersebut memang bawaan dari kekurangannya (tunagrahita). Ucapan teguran, larangan ada dilontarkan serta pukulan pernah diberikan orangtua pada anak, tetapi hanya sekedar menyakiti anak saja

d.Riwayat atau Sejarah Perkembangan Komunitas

2) Subsistema. Lingkungan Fisik

Penelitian dilakukan kepada anak tunagrahita sedang di sebuah SLB Negeri Rembang yang berjumlah 20 siswa, terdiri dari kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, yang masing-masing kelompok berjumlah 10 siswa.Anak tunagrahita sedang kelas D.III/C1 SLB YAPPAT Lubuk Sikaping yang berjumlah 20 siswa, terdiri dari kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, yang masing-maging kelompok berjumlah 10 siswa

b. Pelayanan Sosial dan KesehatanSLB Negeri Rembang danSLB YAPPAT Lubuk Sikapingmerupakan salah satu fasilitas pada pelayanan sosial untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Khususnya ada anak tunagrahita. Banyak kegiatan yang diberikan kepada anak tunagrahita yang difasilitasi oleh guru-guru. Kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri anak tunagrahita sedang. Penelitian yang dilakukan di SLB Negeri Rembang, peneliti mengadakan kegiatan bermain dalam bentuk Outbound Management Training (OMT).

10

Page 11: Aplikasi model CAP

Laporan PraktikumPerawatan Pasien Dengan Kebutuhan Khusus PSIK Universitas Jember

2015

Permainan model ini membuat anak-anak tunagrahita terlibat langsung secara kognitif, afektif dan psikomotorik.

c. Ekonomi-

d. Transportasi dan KeamananPeniliti memberikan kegiatan untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri anak tunagrahita sedang dengan kegiatan bermain dalam bentuk Outbound Management Trainin (OMT). Seluruh kegiatan dilaksanakan di area SLB Negeri Rembang baik di dalam ruang maupun dluar ruangan.

e. Politik dan PemerintahPemerintah khususnya dinas pendidikan telah berupaya untuk memfasilitasi pendidikan anak-anak tunagrahita dengan adanya Sekolah Luar Biasa Rembang ini. Selain aspek akademik, aspek non akademis juga perlu diperhatikan untuk anak-anak tunagrahita.

f. KomunikasiBerdasarkan penelitian dalam jurnal menyebutkan bahwa anak tunagrahita tidak mengetahui bagaimana cara yang benar bergaul dengan teman-temannya, misalnya melakukan aktivitas untuk menjahili teman-temanya, mereka merasa senang bila mengganggu orang lain termasuk gurunya, berbicara pada guru dengan bahasa yang tidak sopan, suka menggertak baik ucapan maupun perbuatan.

g. PendidikanAnak-anak dengan kebutuhan khusus mengalami hambatan-hambatan dalam pendidikan. SLB Negeri Rembang merupakan salah satu fasilitas pendidikan khusus yang didirikan oleh pemerintah. Metode pendidikan di SLB dalam pembelajaran lebih ditekankan pada perkembangan akademik anak. Perlu adanya perubahan dalam sistem pengajaran pada SLB yang lebih ditekankan pada pengembangan aspek non akademis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, anak-anak tunagrahita sedang di SLB Negeri Rembang mengalami kurangnya penyesuaian diri. Mereka kurang bahkan tidak dapat menempatkan diri ketika pelajaran berlangsung, yaitu ada anak yang hanya duduk diam menyendiri menundukkan kepalanya sambil bermain pensil ketika guru menerangkan, tidak tertarik pada pelajaran yang disampaikan. Hal yang sama dikemukakan dalam jurnal pertama di SLB YAPPAT Lubuk Sikaping, anak tunagrahita menunjukkan bahwa anak tunagrahita menunjukkan prilaku kurang baik dalam pergaulannya terutama dengan teman sekelas. Salah satu contoh penulis dapat mengemukakan sebagai berikut: anak suka mengambil peralatan sekolah teman, suka meminta uang kepada orang lain yang tidak dikenalnya, suka melarikan diri dari sekolah, dan sering mengganggu teman serta senang berbuat sesuka hati, sehingga menimbulkan keributan di antara mereka.

h. Rekreasi

11

Page 12: Aplikasi model CAP

Laporan PraktikumPerawatan Pasien Dengan Kebutuhan Khusus PSIK Universitas Jember

2015

Menurut peneliti pengembangan aspek non akademis dalam hal ini adalah kemampuan anak dalam menyesuaikan diri dengan permainan dapat membuat anak senang dan dapat bekerja sama dengan teman lainnya (permainan kooperatif) yang dilakukan dalam luar ruangan atau alam terbuka (outbound). Kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri anak tunagrahita sedang. Peneliti mengadakan kegiatan bermain dalam bentuk Outbound Management Trainin (OMT). Permainan-permainan tersebut antara lain, pena ajaib, jari keseimbangan, Akulah Si, Cermin Saya, Memindah Bom, Memasukkan Pensil Kelompok, Gelas Bocor, Gambar Kreasi, Berpindah Pulau, Truk Gandeng, Awas Ranjau dan Film Akhlak.

3.1.3 Analisa Dataa. Jenis Data

1. Data subjektif, meliputi: sejarah perkembangan komunitas, ekonomi, pendidikan, komunikasi dan transportasi serta rekreasi.

2. Data objektif, meliputi: demografi, vital statistic, pelayanan social, lingkungan fisik, politik dan pemerintahan.

b. Sumber Data1. Data primer: data primer tentang kondisi masyarakat yang tedapat

klien dengan tungrahita dapat diperoleh dari pernyataan masyarakat langsung ataupun dari hasil pemeriksaan terhadap klien dengan tunagrahita

2. Data sekunder: data sekunder tentang demografi dan vital statistic dapat diperoleh dari kelurahan

c. cara pengumpulan data1. wawancara atau anamnesa:2. Pengamatan3. pemeriksaan fisik

d. pengolahan data1. klasifikasi data atau kategorisasi data2. perhitungan presentase cakupan dengan menggunakan tally3. tabulasi data

e. interpretasi data analisis dataTujuan analisis data :1. menetapkan kebutuhan komunitas tentang perawatan pasien tunadaksa

dan pencegahan resiko terjadinya tunadaksa;2. menetapkan kekuatan masyarakat dalam menghadapi kejadian

tunadaksa;3. mengidentifikasi pola respon komunitas terhadap kejadian tunadaksa.

f. Perumusan masalah kesehatan: 1. Kesiapan meningkatkan koping komunitas;2. Koping komunitas inefektif

3.1.4 Diagnosa Keperawatan

12

Page 13: Aplikasi model CAP

Laporan PraktikumPerawatan Pasien Dengan Kebutuhan Khusus PSIK Universitas Jember

2015

1. Koping komunitas tidak efektif berhubungan dengan kurangnya penyesuaian diri anak-anak tunagrahita di SLB Negeri Rembang yang ditandai dengan aktivitas menjahili teman, berbicara yang tidak sopan, bersikap menyerang dan tidak menaati peraturan sekolah.

2. Kesiapan meningkatkan koping komunitas berhubungan dengan sudah adanya pendidikan akademik untuk anak-anak tunagrahita.

3.1.5 PerencanaanNo. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Keperawatan1. Ketidakefektifan koping

komunitasSetelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan koping komunitas menjadi efektif dengan kriteria hasil:

1. Siswa tunagrahita memiliki kesopanan.

2. Siswa tunagrahita mematuhi peraturan sekolah yang ada.

3. Sekolah luar biasa memiliki pendidikan non-akademik yang membantu siswa dalam berperilaku.

1. Kaji faktor penyebab dan faktor risiko yang mempengaruhi komunitas dalam melakukan koping efektif.

2. Tentukan ketersediaan sumber informasi dan tingkat penggunaannya.

3. Lakukan penyuluhan kepada guru SLB tentang pentingnya pendidikan non-akademik bagi siswa tunagrahita.

4. Lakukan kerjasama dengan guru SLB terkait pemberian pendidikan non-akademik.

5. Anjurkan siswa untuk berpartisipasi aktif dalam asuhan keperawatan.

2. Kesiapan meningkatkan koping komunitas

Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan mampu memperlihatkan kompetensi komunitas dengan kriteria hasil:

1. Kaji sumber internal dan eksternal SLB yang dapat digunakan.

13

Page 14: Aplikasi model CAP

Laporan PraktikumPerawatan Pasien Dengan Kebutuhan Khusus PSIK Universitas Jember

2015

1. Peningkatan kualitas SLB dan siswanya.

2. Keadekuatan SLB dan siswanya dalam menyelesaikan sebuah masalah.

2. Buat program penyuluhan untuk siswa SLB yang berisiko.

3. Dukung dan fasilitasi program SLB yang berguna untuk peningkatan kualitas sekolah dan siswa tunagrahita.

4. Berikan pendidikan non-akademik kepada siswa tunagrahita.

5. Kolaborasikan dengan tokoh agama maupun guru untuk memberikan pendidikan non-akademik pada siswa tunagrahita.

14

Page 15: Aplikasi model CAP

Laporan PraktikumPerawatan Pasien Dengan Kebutuhan Khusus PSIK Universitas Jember

2015

BAB III. PENUTUP

3.1 KesimpulanDelapan subsistem dipisahkan dengan garis putus-putus artinya sistem satu

dengan yang lainnya saling mempengaruhi. Di dalam komunitas ada lines of resistance, merupakan mekanisme internal untuk bertahan dari stressor. Rasa kebersamaan dalam komunitas untuk bertanggung jawab terhadap kesehatan contoh dari line of resistance. Anderson dan McFarlane (2000) mengatakan bahwa dengan menggunakan model Community as Partner terdapat dua komponen  utama yaitu roda pengkajian komunitas dan proses keperawatan. Roda pengkajian komunitas terdiri dari dua bagian utama yaitu inti dan delapan subsistem yang mengelilingi inti yang merupakan bagian dari pengkajian keperawatan, sedangkan proses keperawatan terdiri dari beberapa tahap mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Komunitas sebagai klien/partner berarti kelompok masyarakat tersebut turut berperan serta secara aktif meningkatkan kesehatan, mencegah dan mengatasi masalah kesehatannya.

Pada penelitian diketahui bahwa anak tunagrahita menunjukkan prilaku kurang baik dalam pergaulannya terutama dengan teman sekelas. Salah satu contoh penulis dapat mengemukakan sebagai berikut: anak suka mengambil peralatan sekolah teman, suka meminta uang kepada orang lain yang tidak dikenalnya, suka melarikan diri dari sekolah, dan sering mengganggu teman serta senang berbuat sesuka hati, sehingga menimbulkan keributan di antara mereka.anak tunagrahita adalah anak yang mempunyai gangguan dalam intelektual sehingga menyebabkan kesulitan untuk melakukan adaptasi dengan lingkungannya. Penyesuaian diri anak-ana tunagrahita di SLB Negeri Rembang sangatlah kurang bahkan hampir tidak dapat menempatkan diri ketika pelajaran berlangsung, yaitu ada anak yang hanya duduk diam menyendiri meunundukkan kepalanya sambil bermain pensil ketika guru menerangkan, tidak tertarik pada pelajaran yang disampaikan, ada pula anak yang asik bercanda sendiri dengan teman dan berbicara ngawur dengan suara yang keras.

3.2 Saran3.2.1 Bagi Perawat

Sebagai tenaga kesehatan yang peduli, kita dapat menyadarkan masyarakat sekitar tentang keberadaan dan kesamaan hak yang dimiliki oleh penyandang tuna grahita.selain itu, sebagai tenaga kesehatan dapat menerapkan aplikasi model Community as Pathner di masyarakat sekitar terutama yang menyandang tuna grahita.

15

Page 16: Aplikasi model CAP

Laporan PraktikumPerawatan Pasien Dengan Kebutuhan Khusus PSIK Universitas Jember

2015

3.2.2 Bagi PemerintahUntuk menjamin kesejahteraan dan hak-hak penyandang tuna grahita diperlukan peran pemerintah daerah untuk membuat kebijakan maupun program-program yang dapat bermakna bagi penyandang disabilitas.Program tersebut hendaknya dapat melibatkan masyarakat, ditunjang dengan sarana dan prasarana yang perlu dibenahi lagi untuk penyandang disabilitas.

16

Page 17: Aplikasi model CAP

Laporan PraktikumPerawatan Pasien Dengan Kebutuhan Khusus PSIK Universitas Jember

2015

DAFTAR PUSTAKA

Allender, J.A., and Spradley, B.W. 2001. Community health nursing : Concepts and practice, 4th.ed, Philadelpia: Lippincott.

Anderson, E.T., and McFarlane, J. 2000. Community as partner: Theory and practice in nursing, 3rd.ed. Philadelpia: Lippincott

Barid, Barrarah. et all. 2011. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC.

Bulecheck, M. Gloria. Et all. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC) 6th edition. United State: Elsevier Mosby

Craven, R. F dan Hirnle, C. J. 2000.Fundamental of Nursing: Human, Health and function. Edisi 3. Phiadelphia: lippincott

Memmott, Bott, Duke. 2000. Use of the Neuman System Model for interdisciplinary teams. Journal of Rural Nursing and Health Care, 1(2), 35-43.

Moorhead, Su. Et all. Nursing Outcome Classification (NOC) 5th edition.United State: Elsevier Mosby.

Sofinar. 2012. Perilaku Sosial Anak Tunagrahita Sedang. Junal Ilmiah Pendidikan Khusus. Volume 1 Nomor 1 Januari 2012

Wati, Gadis Mulia. 2012. Outbound Management Training Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Anak Tunagrahita. Educational Psychology Journal 1 (1) 2012

17