Aplikasi Metode Matrix Cascade Pada Perhitungan Koefisien ... · Pada contoh kasus simulasi...

18
1 Aplikasi Metode Matrix Cascade Pada Perhitungan Koefisien Pantul Gelombang Suara Bawah Air Untuk Dasar Laut Miring Danny Friyadi 1 dan Irsan Soemantri Brodjonegoro 2 1 Program Studi Teknik Kelautan, Institut Teknologi Bandung (Email : [email protected]) 2 Program Studi Teknik Kelautan, Institut Teknologi Bandung (Email : [email protected]) Abstrak. Koefisien pantul gelombang akustik bawah air dapat diprediksi dengan metode matrik besar berdasarkan prinsip kontinuitas tekanan dan kecepatan partikel akustik pada suatu batas fluida (atau sedimen). Walaupun demikian dalam kasus propagasi melalui n lapis (tiga lapis atau lebih), metode matrik besar tidak efisien karena melibatkan invers matrik dengan dimensi yang besar yaitu 2n-2 x 2n-2. Makalah ini menyajikan sebuah metode alternatif yaitu sistem matrik cascade untuk memprediksi koefisien pantul gelombang akustik yang berpropagasi melalui n lapis media. Metode ini lebih sederhana dibandingkan dengan metode matrik besar karena melibatkan perkalian matrik transfer dengan dimensi (2 x 2) sebanyak n-2. Hasil simulasi menunjukkan bahwa perbedaan koefisien pantul antara metode matrik cascade dengan metode matrik besar sangat kecil yaitu kurang dari 10 -4 % untuk contoh kasus propagasi gelombang suara pada tiga,enam, dan sepuluh lapis media. Karena error sangat kecil maka pemodelan koefisien pantul dengan metode matrik cascade layak digunakan sebagai metode alternatif dalam perhitungan koefisien pantul gelombang akustik untuk multi-lapis media. Aplikasi metode matrik cascade untuk perhitungan koefisien pantul dapat dimanfaatkan untuk menghitung kehilangan energi transmisi akibat pantulan dasar. Pada contoh kasus simulasi kehilangan energi transmisi pada propagasi akustik bawah air dengan sumber di lokasi stasiun Geob10048-1 menuju GeoB10044-1, kedalaman sumber 100 m, dua lapis sedimen, dan sudut awal -5 o s.d. 5 o , tingkat intensitas sumber suara adalah 169.59 dB re 1 μPa dan tingkat intensitas suara berturut-turut untuk sudut sumber -5 o ,-2.5 o , 0 o , +2.5 o dan +5 o menjadi 70.31, 74.03, 74.46, 73.12, dan 72.12 dB re 1 μPa dengan jarak lintasan ray 110 km. Kata kunci: gelombang akustik bawah air; koefisien pantul; matrik besar; matrik cascade; n lapis; propagasi; sedimen.

Transcript of Aplikasi Metode Matrix Cascade Pada Perhitungan Koefisien ... · Pada contoh kasus simulasi...

1

Aplikasi Metode Matrix Cascade Pada Perhitungan Koefisien Pantul

Gelombang Suara Bawah Air Untuk Dasar Laut Miring

Danny Friyadi1 dan Irsan Soemantri Brodjonegoro2

1Program Studi Teknik Kelautan, Institut Teknologi Bandung

(Email : [email protected]) 2Program Studi Teknik Kelautan, Institut Teknologi Bandung

(Email : [email protected])

Abstrak. Koefisien pantul gelombang akustik bawah air dapat diprediksi dengan metode

matrik besar berdasarkan prinsip kontinuitas tekanan dan kecepatan partikel akustik pada

suatu batas fluida (atau sedimen). Walaupun demikian dalam kasus propagasi melalui n lapis

(tiga lapis atau lebih), metode matrik besar tidak efisien karena melibatkan invers matrik

dengan dimensi yang besar yaitu 2n-2 x 2n-2. Makalah ini menyajikan sebuah metode

alternatif yaitu sistem matrik cascade untuk memprediksi koefisien pantul gelombang akustik

yang berpropagasi melalui n lapis media. Metode ini lebih sederhana dibandingkan dengan

metode matrik besar karena melibatkan perkalian matrik transfer dengan dimensi (2 x 2)

sebanyak n-2. Hasil simulasi menunjukkan bahwa perbedaan koefisien pantul antara metode

matrik cascade dengan metode matrik besar sangat kecil yaitu kurang dari 10-4 % untuk

contoh kasus propagasi gelombang suara pada tiga,enam, dan sepuluh lapis media. Karena

error sangat kecil maka pemodelan koefisien pantul dengan metode matrik cascade layak

digunakan sebagai metode alternatif dalam perhitungan koefisien pantul gelombang akustik

untuk multi-lapis media. Aplikasi metode matrik cascade untuk perhitungan koefisien pantul

dapat dimanfaatkan untuk menghitung kehilangan energi transmisi akibat pantulan dasar.

Pada contoh kasus simulasi kehilangan energi transmisi pada propagasi akustik bawah air

dengan sumber di lokasi stasiun Geob10048-1 menuju GeoB10044-1, kedalaman sumber 100

m, dua lapis sedimen, dan sudut awal -5o s.d. 5o, tingkat intensitas sumber suara adalah

169.59 dB re 1 μPa dan tingkat intensitas suara berturut-turut untuk sudut sumber -5o,-2.5o,

0o, +2.5o dan +5o menjadi 70.31, 74.03, 74.46, 73.12, dan 72.12 dB re 1 μPa dengan jarak

lintasan ray 110 km.

Kata kunci: gelombang akustik bawah air; koefisien pantul; matrik besar; matrik cascade;

n lapis; propagasi; sedimen.

2

Abstract. Reflection coefficient on underwater acoustics wave can be predicted by full

matrix method based on continuity of pressure and particle velocity at an interface boundary.

However in n-layered cases (three layers or more), full matrix method has complex form

because it involves inverse matrix in large dimension 2n-2 x 2n-2. This paper presents an

alternative method i.e. cascade matrix system to predict reflection coefficient on n-layers.

This method is simpler than full matrix method because it only involves transfer matrix

multiplication in total n-2 with dimension 2 x 2. Simulation result showed that difference

obtained by reflection coefficient between cascade matrix system and full matrix method is

less than 10-4 % for three, six, and ten layers. Application of reflection coefficient obtained

by cascade matrix can be used to calculate bottom loss. Simulation showed that on

underwater acoustic source located at Geob10048-1 travelling to GeoB10044-1, at depth of

100 m, two sediment layers, and source angles -5o to 5o, underwater acoustics intensity of

source is 169.59 dB re 1 μPa and remaining underwater acoustic intensity after propagating at

distance 110 km are 70.31, 74.03, 74.46, 73.12, and 72.12 dB re 1 μPa for source angle ray -

5o,-2.5o, 0o, +2.5o and +5o.

Keywords: Underwater acoustic wave; reflection coefficient; full matrix, cascade matrix

system; n-layered; propagation; sediment;

1 Pendahuluan

Metode matrik besar sudah digunakan dalam penelitian sebelumnya untuk memodelkan

koefisien pantul pada akustik bawah air yang berpropagasi melalui n lapis media [1] dengan

prinsip kontinuitas tekanan dan kecepatan partikel akustik pada suatu batas fluida (atau

sedimen). Metode ini mampu memprediksikan koefisien pantul dan koefisien transmisi untuk

setiap lapis media dalam sebuah perhitungan. Namun perhitungan ini melibatkan invers

matrik yang kompleks dan berdimensi besar (2n-2 x 2n-2). Sehingga metode ini beresiko

tidak akan memiliki invers apabila elemen matrik menghasilkan matrik singular. Lebih lanjut,

perhitungan matrik diatas akan membutuhkan waktu relatif lama karena melibatkan matrik

persegi yang besar sebagai contoh apabila gelombang suara berpropagasi melalui 10 lapis

media maka perhitungan akan melibatkan invers matrik dengan dimensi 18 x 18. Metode

matrik cascade merupakan metode alternatif untuk memprediksi koefisien pantul dari

3

gelombang akustik bawah air yang berpropagasi melalui n lapis media. Metode ini lebih

sederhana dari pada metode matrik besar karena metode matrik cascade hanya melibatkan

perkalian matrik transfer dengan dimensi 2 x 2 sebanyak n-2 [1;2;3]. Makalah ini akan

membahas aplikasi matrik cascade untuk memprediksi koefisien pantul gelombang akustik

bawah laut dengan dasar laut datar dan miring.

2 Metode Penelitian

2.1 Dasar Laut Datar Tahapan pekerjaan dalam penelitian ini dimulai dengan menyusun matrik cascade

(persamaan [1]) yaitu perkalian matrik transfer sebanyak n-2 untuk propagasi gelombang

akustik bawah air melalui n lapis media pada kondisi dasar laut datar. Matrik pada ruas

kanan persamaan (2) merupakan perkalian matrik transfer untuk setiap lapisan sedimen.

Matrik transfer merupakan matrik yang menghubungkan tekanan dan kecepatan partikel

pada setiap sisi dari suatu lapisan sedimen. Indek atas (superscript) pada matrik transfer

menunjukkan jenis lapis sedimen, sedangkan indek bawah (subscript) menunjukkan

elemen matrik dari matrik transfer. Selanjutnya menghitung impedansi gelombang dan

terakhir menghitung koefisien pantul dengan menggunakan persamaan koefisien refleksi

Rayleigh [4]. Apabila perbedaan koefisien pantul antara matrik besar dan matrik cascade

sangat kecil (misalkan dibawah 1 %), maka persamaan koefisien pantul dari metode

matrik cascade untuk dasar datar dapat diterima. Dengan manipulasi aljabar dan

trigonometri akan didapatkan elemen matrik transfer seperti ditunjukkan oleh persamaan

(3).

20 2221

1211

−==⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡=⎥

⎤⎢⎣

nzztt

tt

zz up

up

αααα

(1)

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡=⎥

⎤⎢⎣

⎡−−

−−

222

221

212

211

322

321

312

311

222

221

212

211

122

121

112

111

2221

1211nn

nn

tt

tt

αααα

αααα

αααα

αααα

αααα

L (2)

4

( )[ ]{ }( )( )[ ]{ }( )

( )[ ]{ }( )

( )[ ]{ }( )212

22

211

221

2112

12

212

11

cos

sinˆ

sinˆ

cos

−−−

−−−

−−−−

−−−

=

=

=

=

nnzn

nnzn

n

nnznn

nnzn

hk

hkr

j

hkrj

hk

α

α

α

α

(3)

dimana kz(n-1) adalah k(n-1) cos θ(n-1) , θ(n-1) adalah sudut yang dibentuk oleh gelombang

datang/pantul dengan garis normal pada lapis ke-(n-1), ( )αθρ−

=−

−−−

1

1.11 cos

ˆn

nnn

cr , c adalah

kecepatan suara, ρ adalah kerapatan, dan hn-2 adalah tebal sedimen ke - n-2.

2.2 Dasar Laut Miring

Gambar 1 Kondisi lingkungan laut terdiri dari n-lapis media

h1

α Dasar laut

Sedimen 1

Sedimen 2

Permukaan laut

Sedimen n-3

h2

hn-3

hn-2

r1 = c1 . ρ1

Sedimen n-2

r2 = c2 . ρ2

r3 = c3 . ρ3

rn-2 = cn-2 . ρn-2

rn-1 = cn-1 . ρn-1

rn = cn . ρn Sedimen n-1

z’=z’0=0

z’=z’1

z’=z’2

z’=z’n-3

z’=z’n-2

5

Gelombang akustik bawah air laut berpropagasi melalui n lapis media (Gambar 1) dengan

dasar laut miring (α≠0o) akan memiliki transfer matrik sebagai berikut :

( )[ ]{ }( )( )[ ]{ }( )

( )[ ]{ }( )

( )[ ]{ }( )212

22

211

221

2112

12

212

11

'cos

'sinˆ

'sinˆ

'cos

−−−

−−−

−−−−

−−−

=

=

=

=

nnzn

nnzn

n

nnznn

nnzn

hk

hkr

j

hkrj

hk

α

α

α

α

(4)

Hubungan antara kx dan kz dengan kx’ dan kz’ dapat dihitung dengan meninjau Gambar 2

berikut ini :

Gambar 2 Hubungan antara kz dengan kz’ dan kx dengan kx’

αααα

cossinsincos

''

''

zxz

zxx

kkkkkk+−=+=

(5)

kx

kz

z = z1 = 0 x α

pi

pa

θ1

r1 = c1 ρ1 Fluida 1

r2 = c2 ρ2 Fluida 2

θ1-α

Ray 1

Ray 2 θ2-α

θ2

O

kx’

kz’

z’

x’

z

α

α kx’ cos α

kx’ sin α

kz’ sin α

kz’ cos α

6

Persamaan (5) dapat dinyatakan dalam bentuk matrik :

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡−

=⎥⎦

⎤⎢⎣

'

'

cossinsincos

z

x

z

x

kk

kk

αααα

sehingga

αααααα

αααα

αα

sincossincos

sincos

cossinsincos

cossin

22' zxzxz

x

x kkkkk

k

k −=+−

=

= (6)

αααααα

αααα

αα

cossinsincos

sincos

cossinsincos

sincos

22' zxxzz

x

z kkkkk

k

k +=++

=

−= (7)

kxn adalah kn sin(θn) dimana kn adalah bilangan gelombang pada lapis media ke-n dan α adalah

sudut dari dasar laut ke garis datar (bernilai positif bila dasar laut semakin dangkal searah

jalannya gelombang).

Koefisien pantul (R) dengan metode matrik besar untuk kondisi dasar laut miring

menggunakan persamaan (8) berikut ini :

⎪⎪⎪⎪⎪⎪⎪

⎪⎪⎪⎪⎪⎪⎪

⎪⎪⎪⎪⎪⎪⎪

⎪⎪⎪⎪⎪⎪⎪

⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥

⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢

−−−

−−−−

−−

=

⎪⎪⎪⎪⎪⎪⎪

⎪⎪⎪⎪⎪⎪⎪

⎪⎪⎪⎪⎪⎪⎪

⎪⎪⎪⎪⎪⎪⎪

⎧−

−−

−−

−−

−−

00

0011

0000000000

0000000000000100000111 1

33

22

2

13333

3333

M

M

M

M

LL

LL

MMMMMMMMMM

MMMMMMMMMM

MMMMMMMMMM

MMMMMMMMMM

LL

LL

LL

LL

M

M

M

M

nnn

nnn

Dn

CC

DCC

DDCC

DDCC

n

eEeeeee

eEeEeeeeee

EE

TB

ABAR

(8)

dimana An-2 dan Bn-2 merupakan amplitudo gelombang datang dan gelombang pantul pada

lapisan media n-1, T adalah amplitudo gelombang transmisi pada lapisan media n,

7

[ ]( ) ( ){ }211 'cos −−− −= nnnn hkjC αθ , [ ]( ) ( ){ }2'cos −−= nnnn hkjD αθ , ( )

( )αθαθ

−−

=−

1

1

coscos

nn

nnn r

rE , dan

∑−

=− =

2

12'

n

iin hh .

Setelah nilai R dari matrik besar dan matrik cascade diperoleh, lalu dihitung perbedaan relatif

dari kedua metode tersebut dengan persamaan berikut :

%10011

xRp

RqRpN

errorN

i i

ii∑=

−= (9)

Rpi adalah koefisien pantul dari hasil metode matrik besar, Rqi adalah koefisien pantul dari

hasil metode matrik cascade, dan N adalah banyaknya jumlah data.

Untuk menguji apakah persamaan matrik besar (8) merupakan matrik non-singular, maka

perlu uji condition number (k(A)), yaitu didefinisikan sebagai berikut [9] :

1)( −= AAAk ⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛⎟⎠

⎞⎜⎝

⎛= ∑∑

=

−=

==

n

ijinj

n

ijinj AxA

1,

1,...1

1,,...1 maxmax

(10)

Jika invers A=A-1 tidak ada, maka condition number matrik A adalah infinity (bernilai besar).

Sehingga jika matrik A singular (atau menuju singular), maka k(A) bernilai besar (infinity).

Dalam matlab, sintaks condition number matrik A adalah cond(A).

3 Hasil dan Diskusi

Untuk keperluan perhitungan error dan simulasi dalam penelitian ini dilakukan tiga contoh

kasus (skenario simulasi). Contoh kasus pertama menggunakan masukkan program sebagai

berikut : media 3 lapis (air laut, sedimen 1 dan sedimen 2) dengan dasar laut datar (α=0o),

kecepatan suara pada air laut, sedimen 1 dan sedimen 2 berturut-turut adalah 1500 m/s, 1470

m/s, dan 1600 m/s, kerapatan lapisan berturut-turut 1025 kg/m3, 1350 kg/m3,dan 1700 kg/m3

dan ketebalan sedimen 4 m. Untuk keperluan simulasi koefisien pantul, data kecepatan suara

dan kerapatan sedimen serta hubungan antar keduanya menggunakan grafik hubungan

kecepatan suara dan kerapatan sedimen yang terdapat dalam referensi [5].

8

Hasil simulasi untuk contoh kasus pertama ditunjukkan oleh Gambar 3 dimana yang (a)

hasil dari matrik besar dan (b) hasil dari dari matrik cascade. Perbedaan atau error diantara

kedua metode tersebut adalah 2.981 x 10-5 %. Lingkungan laut pada contoh kasus ini

memiliki impedansi akustik yaitu kecepatan suara dikalikan dengan kerapatan semakin

membesar. Nilai |R| untuk sudut datang θi dibawah 71o berkisar antara 0 sampai 0.65.

Sedangkan untuk θi diatas 71o, frekuensi tidak memberi pengaruh yang berarti karena

koefisien refleksi |R| mempunyai harga konstan yaitu 1. Sudut datang θi = 71o merupakan

sudut kritis yaitu sudut minimal yang menyebabkan gelombang akustik mengalami pantulan

total sehingga tekanan gelombang pantul sama dengan gelombang datang.

Gambar 3 Hasil simulasi koefisien pantul R untuk (a) contoh kasus 1 metode matrik besar,

(b) contoh kasus 1 metode cascade, (c) contoh kasus 2 metode matrik besar, (d) contoh kasus 2 metode cascade, (e) contoh kasus 3 metode matrik besar, (f) contoh kasus 3 metode cascade

(a)

(f)

(b)

(c) (d)

(e)

9

Pada frekuensi rendah, nilai |R| cenderung konstan lalu meningkat ketika sudut datang

mendekati sudut kritis (71o) sedangkan pada frekuensi tinggi, nilai |R| fluktuatif . Grafik |R|

sebagai fungsi sudut datang pada frekuensi rendah (10 Hz), sedang (4138 Hz), dan tinggi

(8966 Hz) ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4 Nilai koefisien refleksi (|R|) sebagai fungsi sudut datang untuk frekuensi 10 Hz, 4138 Hz dan 8966 Hz

Hubungan antara |R|, frekuensi (f) dan sudut datang (θ1) dapat dijelaskan dengan

menggunakan persamaan berikut :

1

11

1

11

cosˆ

cosˆ

θρθ

ρ

cr

crR

+

−= (11)

di mana :

1223

121

1123

111

ˆ.ˆ.ˆ

araara

r+

+=

10

( )( )

( )

( )hk

hkrj

hkrj

hk

z

z

z

z

cos

sinˆ

sinˆ

cos

122

2

121

21

12

111

=

=

=

=

α

α

α

α

222

3

333

2

222

22

2cos

ˆ

cosˆ

cos

cf

ck

cr

cr

kkz

πωθρθρ

θ

==

=

=

=

Berdasarkan Gambar 4, nilai |R| mendekati nol untuk beberapa sudut datang yaitu 0o, 3.1o,

24.82o untuk 4138 Hz dan 6.20o, 21.72o untuk 8966 Hz. Jika sudut datang θ1 = 24.82o (untuk

4138 Hz) dan θ1 = 21.72o (untuk 8966 Hz) maka dapat dihitung sudut transmisi θ2 dengan

menggunakan persamaan Snell (2.74), yaitu

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛= −

11

212 sinsin θθ

cc

sehingga

untuk θ1 = 24.82o maka 0011

1

212 29.2482.24sin

15001470sinsinsin =⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛=⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛= −− θθ

cc

untuk θ1 = 21.72o maka 0011

1

212 26.2172.21sin

15001470sinsinsin =⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛=⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛= −− θθ

cc

11

Nilai cos kzh untuk frekuensi 4138 Hz dan 8966 Hz adalah

• ( ) [ ] [ ]

( ) 0077.02

41cos48.64cos

429.24cos1470

41382coscos2coscos 02

24138

≅−=⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛⎥⎦⎤

⎢⎣⎡=

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛=⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛=

=

π

πθπ hc

fhkfz

• ( ) [ ] [ ]

( ) 0082.02

91cos86.142cos

426.21cos1470

89662coscos2coscos 02

28966

≅−=⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛⎥⎦⎤

⎢⎣⎡=

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛=⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛=

=

π

πθπ hc

fhkfz

Karena cos (kzh) 0≅ pada frekuensi 4138 Hz dan 8966 Hz maka

( )

( )

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

=

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

=

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

=

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

=

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

==

=

11

21

2

2

2

22

22

,....3,2,1

sinsincos4

12cos4

122

12cos22

12cos

212,...

25,

23,

2

θ

θ

πθπ

πθ

ππππ

cc

ch

nf

ch

nf

nhc

f

nhk

nhkn

z

(12)

untuk n=21, θ1 = 24.82o dan menggunakan persamaan (12) maka

( )[ ] 72.413282.24sin

15001470sincos

147044

1212

1

=

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛⎥⎦⎤

⎢⎣⎡

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

=−x

f Hz (mendekati 4138 Hz)

Sedangkan untuk n=46, θ1 = 21.72o dan menggunakan persamaan (3.3) maka

( )[ ] 16.897172.21sin

15001470sincos

147044

1462

1

=

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛⎥⎦⎤

⎢⎣⎡

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

=−x

f Hz (mendekati 8966 Hz)

12

Sehingga persamaan (12) menghubungkan antara nilai frekuensi (f) sedang dan tinggi dengan

nilai sudut intromisi yaitu sudut datang θ1 ketika nilai koefisien refleksi |R|=0. Sedangkan

untuk frekuensi rendah tidak dapat menggunakan persamaan (12) karena nilai |R| ≠ 0.

Berdasarkan hasil pemodelan pada studi kasus satu dapat dihitung error koefisien pantul (|R|)

dari metode matrik cascade terhadap matrik besar pada studi kasus satu dengan menggunakan

persamaan (9) yaitu 2.981 x 10-5 %.

Contoh kasus kedua menggunakan kecepatan suara di air laut, sedimen satu dan sedimen dua

adalah 1500 m/s, 1600 m/s, dan 1700 m/s, kerapatan lapisan berturut-turut 1025 kg/m3, 1200

kg/m3,dan 1400 kg/m3 dan ketebalan sedimen 4 m kondisi dasar laut miring (α=5o). Hasil

simulasi untuk contoh kasus kedua ditunjukkan oleh Gambar 3 dimana yang (c) hasil dari

matrik besar dan (d) hasil dari dari matrik cascade. Perbedaan atau error diantara kedua

metode tersebut adalah 3.413 x 10-5 %. Lingkungan laut pada contoh kasus ini memiliki

impedansi akustik yaitu kecepatan suara dikalikan dengan kerapatan semakin membesar.

Nilai koefisien pantul |R| untuk sudut datang θi dibawah 68.28o, diperoleh |R| berkisar antara

0 sampai 0.7. Sedangkan untuk θi diatas 68.28o, frekuensi tidak memberi pengaruh yang

berarti karena koefisien refleksi |R| mempunyai harga konstan yaitu 1. Sudut datang θi =

68.28o merupakan sudut kritis yaitu sudut minimal yang menyebabkan gelombang akustik

mengalami pantulan total sehingga tekanan gelombang pantul sama dengan gelombang

datang. Pada frekuensi rendah, nilai |R| cenderung konstan lalu meningkat drastis setelah

mendekati sudut kritis (θi = 68.28o). Sedangkan pada frekuensi tinggi, nilai |R| fluktuatif.

Contoh kasus ketiga menggunakan masukkan program sebagai berikut : media 10 lapis (air

laut dan 9 lapis sedimen) dengan dasar laut miring (α=5o), kecepatan suara pada kesepuluh

lapisan berturut-turut adalah 1500, 1600, 1700, 1800, 1820, 1830, 1850, 1860, 1870, dan

1890 m/s, kerapatan lapisan berturut-turut 1025, 1200, 1400,1600, 1650, 1680, 1700, 1750,

1770, dan 1800 kg/m3 dan ketebalan sedimen berturut-turut 2, 2, 1.5, 1, 2, 2.5, 1.5, dan 1.5 m.

Hasil simulasi untuk contoh kasus ketiga ditunjukkan oleh Gambar 3 dimana yang (e) hasil

dari matrik besar dan (f) hasil dari dari matrik cascade. Perbedaan atau error diantara kedua

metode tersebut adalah 3.866 x 10-5 %. Nilai koefisien pantul R untuk sudut datang θi

dibawah 58.96o, diperoleh |R| berkisar antara 0 sampai 0.75. Sedangkan untuk θi diatas

58.96o, frekuensi tidak memberi pengaruh yang berarti karena koefisien refleksi |R|

mempunyai harga konstan yaitu 1. Sudut datang θi = 58.96o merupakan sudut kritis yaitu

sudut minimal yang menyebabkan gelombang akustik mengalami pantulan total sehingga

13

tekanan gelombang pantul sama dengan gelombang datang. Pada frekuensi rendah, nilai |R|

cenderung konstan lalu meningkat drastis setelah mendekati sudut kritis (θi = 58.96o).

Sedangkan pada frekuensi tinggi, nilai |R| fluktuatif. Perhitungan menunjukkan bahwa untuk

matrik besar A (yaitu matrik pada persamaan [8]), nilai condition number [k(A)] adalah 29.25

Karena nilai k(A) ada dan tidak infinity, maka matrik besar pada persamaan (8) non-singular

(mempunyai invers matrik).

Berdasarkan hasil simulasi dari ketiga contoh kasus sebelumnya, karena error yang dihasilkan

sangat kecil (kurang dari 1 %) maka pemodelan koefisien pantul dengan metode matrik

cascade memiliki tingkat validitas yang tinggi sehingga layak digunakan sebagai metode

alternatif dalam perhitungan koefisien pantul gelombang akustik untuk multi-lapis media

propagasi.

Aplikasi matrik cascade pada perhitungan koefisien pantul dapat digunakan untuk

menghitung kehilangan energi (TL) akibat pantulan dasar. Persamaan berikut menyatakan

hubungan koefisien refleksi (R) dengan kehilangan energi transmisi akibat pantulan dasar laut

(BL) [6] :

2log10 RBL = (13)

Selain akibat pantulan dasar, kehilangan energi transmisi juga diakibatkan oleh propagasi,

absorpsi, dan pantulan permukaan [6]. Pemodelan kehilangan energi transmisi pada metode

ray tracing sudah dimodelkan untuk perairan selatan Pulau Jawa sudah pernah dilakukan [7;

8]. Contoh kasus berikut merupakan simulasi kehilangan energi transmisi dengan data

masukkan sebagai berikut : sumber suara dari Stasiun GeoB10048-1 (108.15o BT ; 7.902o

LS) menuju stasiun GeoB10044-1 (109.014o BT ; 8.5o LS) [Gambar 5], kedalaman sumber

suara pada 100 m, sudut awal sumber suara yaitu sudut yang dibentuk antara ray gelombang

dengan garis datar adalah -5o s.d. 5o (positif jika searah jarum jam dari garis datar), jumlah

ray 5 buah, frekuensi 10 kHz, tegangan sumber 220 volt, asumsi permukaan laut pada kondisi

sea-state 0, tebal sedimen adalah 3 m, kecepatan suara pada sedimen satu dan dua adalah

1550 m/s dan 1510 m/s (Gambar 6), dan program dijalankan sampai dengan jarak 110 km.

Diagram ray hasil pemodelan ditunjukkan oleh Gambar 7.

14

Tingkat intensitas suara sepanjang lintasan ray untuk sudut awal ray -5o,-2.5o, 0o, +2.5o dan

+5o ditunjukkan oleh Gambar 8. Kehilangan energi transmisi untuk semua ray ini ditentukan

oleh penjalaran ray, absorpsi, dan pantulan dasar laut. Besar kehilangan energi transmisi

untuk sudut sumber -5o,-2.5o, 0o, +2.5o dan +5o karena penjalaran adalah -90.83 dB re 1 μPa

(untuk semua ray), karena absorpsi adalah -2.45, -1.56, -2.72, -1.87, dan -0.28 dB re 1 μPa ,

dan karena pantulan dasar adalah -5.99, -3.15, -1.57, -3.77, dan -6.34 dB re 1 μPa. Tingkat

intensitas sumber suara adalah 169.59 dB re 1 μPa dan tingkat intensitas suara untuk sudut

sumber -5o,-2.5o, 0o, +2.5o dan +5o menjadi 70.312, 74.03, 74.46, 73.11, dan 72.12 dB re 1

μPa dengan jarak lintasan ray 110 km.

Gambar 5 Lokasi stasiun GeoB10048-1 dan GeoB10044-1

15

Gambar 6 Skenario kondisi lingkungan laut dari Stasiun GeoB10048-1 ke GeoB10044-1

Gambar 7 Propagasi akustik dengan sumber di lokasi stasiun Geob10048-1 menuju

GeoB10044-1, kedalaman sumber 100 m, dan sudut awal sumber suara -5o s.d.

5o.

Permukaan laut

ρ1 = 1025 kg/m3

Dasar laut

Sedimen 1 c2 = 1550 m/s ρ2 = 1400 m/s

h = 3 m

Sedimen 1 c3 = 1510 m/s ρ3 = 1500 m/s

16

Gambar 8 Tingkat intensitas suara dengan sumber di lokasi stasiun sumber Geob10048-1

menuju stasiun sumber Geob10044-1.

4 Kesimpulan Dan Saran

Hasil simulasi menunjukkan bahwa perbedaan/error koefisien pantul antara metode matrik

cascade dengan metode matrik besar sangat kecil yaitu 2.981 x 10-5 % untuk contoh kasus

pertama (tiga lapis media dengan dasar datar) , 3.413 x 10-5 % untuk contoh kasus kedua (tiga

lapis media dengan dasar miring α=5o), dan 3.866 x 10-5 % untuk contoh kasus ketiga

(sepuluh lapis media dengan dasar miring α=5o). Karena error sangat kecil maka pemodelan

koefisien pantul dengan metode matrik cascade memiliki tingkat validitas yang tinggi

sehingga layak digunakan sebagai metode alternatif dalam perhitungan koefisien pantul

gelombang akustik untuk multi-lapis media propagasi. Perlu diperhatikan bahwa metode

matrik cascade dalam makalah ini dapat diterapkan pada kondisi dasar laut miring dengan

ketebalan yang seragam.

Aplikasi metode matrik cascade untuk perhitungan koefisien pantul dapat dimanfaatkan

untuk menghitung kehilangan energi transmisi akibat pantulan dasar. Pada contoh kasus

simulasi kehilangan energi transmisi, tingkat intensitas sumber suara ketika diemisikan

adalah 169.59 dB re 1 μPa dan tingkat intensitas suara berturut-turut untuk sudut sumber -5o,-

17

2.5o, 0o, +2.5o dan +5o menjadi 70.312, 74.03, 74.46, 73.11, dan 72.12 dB re 1 μPa dengan

jarak lintasan ray 110 km.

Agar pemodelan kehilangan energi transmisi di Selatan Pulau Jawa lebih realistis maka

memerlukan data-data yang lebih lengkap. Data yang perlu dilengkapi untuk simulasi ini

adalah data propertis fisik dasar laut (kerapatan dan kecepatan sedimen). Selain itu agar

mendapatkan pemodelan kehilangan energi transmisi yang lebih handal diperlukan metode

lain (seperti metode mode theory atau bahkan hasil eksperimen dilapangan) sebagai

pembanding.

5 Daftar Pustaka

[1] Hastuti, Y. “ Analisis Pantul Dan Transmisi Gelombang Suara Di Dasar Laut Dengan

Menggunakan Metode Matrik”, Tugas Akhir Program Sarjana Teknik Kelautan, Institut

Teknologi Bandung, 2002 .

[2] Mihai Bugaru dan Ovidiu Vasile, “Transfer Matrix Method For A Single-Chamber

Mufflers”,

Proceedings of the 11th WSEAS International Conference on APPLIED

MATHEMATICS, Dallas, Texas, USA, March 22-24, 2007

[3] Z. Tao, B. Zhang, D. W. Herrin dan A. F. Seybert, “Prediction of Sound-Absorbing

Performance of Micro-Perforated Panels using the Transfer Matrix Method”, University of

Kentucky dan Society of Automotive Engineers, 2005.

[4] Kinsler, L. E., and A. R. Frey, “Fundamental of Acoustics”, 2nd, New York : John Wiley

& Sons, inc., 1962.

[5] Defence Research Agency, “Acoustic Classification and Mapping of the Seabed”, an

Underwater Acoustics Group Conference held at the University of Bath, 14th - 16th April

1993

[6] Urick, R.J. “ Principles of Underwater Sound”, McGraw-Hill, New York, 1983.

[7] Friyadi, D, “Aplikasi Pengurangan Energi Transmisi Pada Propagasi Akustik Bawah Air

Pada Metode Ray Tracing Di Perairan Indonesia”, Tugas akhir Program Sarjana Teknik

Kelautan, Institut Teknologi Bandung, 2006.

18

[8] Ondara, K, “Pemodelan Numerik Kehilangan Energi Transmisi Gelombang Suara Di

Dasar Laut dan Di Permukaan Laut Pada Propagasi Akustik Bawah Air”, Tugas akhir

Program Magister Teknik Kelautan, Institut Teknologi Bandung, 2011.

[9] Sussman, M (1995) : Math2071 : LAB #2 : Norms, Errors and Condition Numbers,

diunduh pada 17 Juni 2012 dari

http://www.math.pitt.edu/~sussmanm/2071Spring09/lab05/index.html