Aplikasi Metode Matrix Cascade Pada Perhitungan Koefisien ... · Pada contoh kasus simulasi...
-
Upload
vuongkhuong -
Category
Documents
-
view
311 -
download
0
Transcript of Aplikasi Metode Matrix Cascade Pada Perhitungan Koefisien ... · Pada contoh kasus simulasi...
1
Aplikasi Metode Matrix Cascade Pada Perhitungan Koefisien Pantul
Gelombang Suara Bawah Air Untuk Dasar Laut Miring
Danny Friyadi1 dan Irsan Soemantri Brodjonegoro2
1Program Studi Teknik Kelautan, Institut Teknologi Bandung
(Email : [email protected]) 2Program Studi Teknik Kelautan, Institut Teknologi Bandung
(Email : [email protected])
Abstrak. Koefisien pantul gelombang akustik bawah air dapat diprediksi dengan metode
matrik besar berdasarkan prinsip kontinuitas tekanan dan kecepatan partikel akustik pada
suatu batas fluida (atau sedimen). Walaupun demikian dalam kasus propagasi melalui n lapis
(tiga lapis atau lebih), metode matrik besar tidak efisien karena melibatkan invers matrik
dengan dimensi yang besar yaitu 2n-2 x 2n-2. Makalah ini menyajikan sebuah metode
alternatif yaitu sistem matrik cascade untuk memprediksi koefisien pantul gelombang akustik
yang berpropagasi melalui n lapis media. Metode ini lebih sederhana dibandingkan dengan
metode matrik besar karena melibatkan perkalian matrik transfer dengan dimensi (2 x 2)
sebanyak n-2. Hasil simulasi menunjukkan bahwa perbedaan koefisien pantul antara metode
matrik cascade dengan metode matrik besar sangat kecil yaitu kurang dari 10-4 % untuk
contoh kasus propagasi gelombang suara pada tiga,enam, dan sepuluh lapis media. Karena
error sangat kecil maka pemodelan koefisien pantul dengan metode matrik cascade layak
digunakan sebagai metode alternatif dalam perhitungan koefisien pantul gelombang akustik
untuk multi-lapis media. Aplikasi metode matrik cascade untuk perhitungan koefisien pantul
dapat dimanfaatkan untuk menghitung kehilangan energi transmisi akibat pantulan dasar.
Pada contoh kasus simulasi kehilangan energi transmisi pada propagasi akustik bawah air
dengan sumber di lokasi stasiun Geob10048-1 menuju GeoB10044-1, kedalaman sumber 100
m, dua lapis sedimen, dan sudut awal -5o s.d. 5o, tingkat intensitas sumber suara adalah
169.59 dB re 1 μPa dan tingkat intensitas suara berturut-turut untuk sudut sumber -5o,-2.5o,
0o, +2.5o dan +5o menjadi 70.31, 74.03, 74.46, 73.12, dan 72.12 dB re 1 μPa dengan jarak
lintasan ray 110 km.
Kata kunci: gelombang akustik bawah air; koefisien pantul; matrik besar; matrik cascade;
n lapis; propagasi; sedimen.
2
Abstract. Reflection coefficient on underwater acoustics wave can be predicted by full
matrix method based on continuity of pressure and particle velocity at an interface boundary.
However in n-layered cases (three layers or more), full matrix method has complex form
because it involves inverse matrix in large dimension 2n-2 x 2n-2. This paper presents an
alternative method i.e. cascade matrix system to predict reflection coefficient on n-layers.
This method is simpler than full matrix method because it only involves transfer matrix
multiplication in total n-2 with dimension 2 x 2. Simulation result showed that difference
obtained by reflection coefficient between cascade matrix system and full matrix method is
less than 10-4 % for three, six, and ten layers. Application of reflection coefficient obtained
by cascade matrix can be used to calculate bottom loss. Simulation showed that on
underwater acoustic source located at Geob10048-1 travelling to GeoB10044-1, at depth of
100 m, two sediment layers, and source angles -5o to 5o, underwater acoustics intensity of
source is 169.59 dB re 1 μPa and remaining underwater acoustic intensity after propagating at
distance 110 km are 70.31, 74.03, 74.46, 73.12, and 72.12 dB re 1 μPa for source angle ray -
5o,-2.5o, 0o, +2.5o and +5o.
Keywords: Underwater acoustic wave; reflection coefficient; full matrix, cascade matrix
system; n-layered; propagation; sediment;
1 Pendahuluan
Metode matrik besar sudah digunakan dalam penelitian sebelumnya untuk memodelkan
koefisien pantul pada akustik bawah air yang berpropagasi melalui n lapis media [1] dengan
prinsip kontinuitas tekanan dan kecepatan partikel akustik pada suatu batas fluida (atau
sedimen). Metode ini mampu memprediksikan koefisien pantul dan koefisien transmisi untuk
setiap lapis media dalam sebuah perhitungan. Namun perhitungan ini melibatkan invers
matrik yang kompleks dan berdimensi besar (2n-2 x 2n-2). Sehingga metode ini beresiko
tidak akan memiliki invers apabila elemen matrik menghasilkan matrik singular. Lebih lanjut,
perhitungan matrik diatas akan membutuhkan waktu relatif lama karena melibatkan matrik
persegi yang besar sebagai contoh apabila gelombang suara berpropagasi melalui 10 lapis
media maka perhitungan akan melibatkan invers matrik dengan dimensi 18 x 18. Metode
matrik cascade merupakan metode alternatif untuk memprediksi koefisien pantul dari
3
gelombang akustik bawah air yang berpropagasi melalui n lapis media. Metode ini lebih
sederhana dari pada metode matrik besar karena metode matrik cascade hanya melibatkan
perkalian matrik transfer dengan dimensi 2 x 2 sebanyak n-2 [1;2;3]. Makalah ini akan
membahas aplikasi matrik cascade untuk memprediksi koefisien pantul gelombang akustik
bawah laut dengan dasar laut datar dan miring.
2 Metode Penelitian
2.1 Dasar Laut Datar Tahapan pekerjaan dalam penelitian ini dimulai dengan menyusun matrik cascade
(persamaan [1]) yaitu perkalian matrik transfer sebanyak n-2 untuk propagasi gelombang
akustik bawah air melalui n lapis media pada kondisi dasar laut datar. Matrik pada ruas
kanan persamaan (2) merupakan perkalian matrik transfer untuk setiap lapisan sedimen.
Matrik transfer merupakan matrik yang menghubungkan tekanan dan kecepatan partikel
pada setiap sisi dari suatu lapisan sedimen. Indek atas (superscript) pada matrik transfer
menunjukkan jenis lapis sedimen, sedangkan indek bawah (subscript) menunjukkan
elemen matrik dari matrik transfer. Selanjutnya menghitung impedansi gelombang dan
terakhir menghitung koefisien pantul dengan menggunakan persamaan koefisien refleksi
Rayleigh [4]. Apabila perbedaan koefisien pantul antara matrik besar dan matrik cascade
sangat kecil (misalkan dibawah 1 %), maka persamaan koefisien pantul dari metode
matrik cascade untuk dasar datar dapat diterima. Dengan manipulasi aljabar dan
trigonometri akan didapatkan elemen matrik transfer seperti ditunjukkan oleh persamaan
(3).
20 2221
1211
−==⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡=⎥
⎦
⎤⎢⎣
⎡
nzztt
tt
zz up
up
αααα
(1)
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡=⎥
⎦
⎤⎢⎣
⎡−−
−−
222
221
212
211
322
321
312
311
222
221
212
211
122
121
112
111
2221
1211nn
nn
tt
tt
αααα
αααα
αααα
αααα
αααα
L (2)
4
( )[ ]{ }( )( )[ ]{ }( )
( )[ ]{ }( )
( )[ ]{ }( )212
22
211
221
2112
12
212
11
cos
sinˆ
sinˆ
cos
−−−
−−−
−
−−−−
−−−
=
=
=
=
nnzn
nnzn
n
nnznn
nnzn
hk
hkr
j
hkrj
hk
α
α
α
α
(3)
dimana kz(n-1) adalah k(n-1) cos θ(n-1) , θ(n-1) adalah sudut yang dibentuk oleh gelombang
datang/pantul dengan garis normal pada lapis ke-(n-1), ( )αθρ−
=−
−−−
1
1.11 cos
ˆn
nnn
cr , c adalah
kecepatan suara, ρ adalah kerapatan, dan hn-2 adalah tebal sedimen ke - n-2.
2.2 Dasar Laut Miring
Gambar 1 Kondisi lingkungan laut terdiri dari n-lapis media
h1
α Dasar laut
Sedimen 1
Sedimen 2
Permukaan laut
Sedimen n-3
h2
hn-3
hn-2
r1 = c1 . ρ1
Sedimen n-2
r2 = c2 . ρ2
r3 = c3 . ρ3
rn-2 = cn-2 . ρn-2
rn-1 = cn-1 . ρn-1
rn = cn . ρn Sedimen n-1
z’=z’0=0
z’=z’1
z’=z’2
z’=z’n-3
z’=z’n-2
5
Gelombang akustik bawah air laut berpropagasi melalui n lapis media (Gambar 1) dengan
dasar laut miring (α≠0o) akan memiliki transfer matrik sebagai berikut :
( )[ ]{ }( )( )[ ]{ }( )
( )[ ]{ }( )
( )[ ]{ }( )212
22
211
221
2112
12
212
11
'cos
'sinˆ
'sinˆ
'cos
−−−
−−−
−
−−−−
−−−
=
=
=
=
nnzn
nnzn
n
nnznn
nnzn
hk
hkr
j
hkrj
hk
α
α
α
α
(4)
Hubungan antara kx dan kz dengan kx’ dan kz’ dapat dihitung dengan meninjau Gambar 2
berikut ini :
Gambar 2 Hubungan antara kz dengan kz’ dan kx dengan kx’
αααα
cossinsincos
''
''
zxz
zxx
kkkkkk+−=+=
(5)
kx
kz
z = z1 = 0 x α
pi
pa
θ1
r1 = c1 ρ1 Fluida 1
r2 = c2 ρ2 Fluida 2
θ1-α
Ray 1
Ray 2 θ2-α
θ2
O
kx’
kz’
z’
x’
z
α
α kx’ cos α
kx’ sin α
kz’ sin α
kz’ cos α
6
Persamaan (5) dapat dinyatakan dalam bentuk matrik :
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−
=⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡
'
'
cossinsincos
z
x
z
x
kk
kk
αααα
sehingga
αααααα
αααα
αα
sincossincos
sincos
cossinsincos
cossin
22' zxzxz
x
x kkkkk
k
k −=+−
=
−
= (6)
αααααα
αααα
αα
cossinsincos
sincos
cossinsincos
sincos
22' zxxzz
x
z kkkkk
k
k +=++
=
−
−= (7)
kxn adalah kn sin(θn) dimana kn adalah bilangan gelombang pada lapis media ke-n dan α adalah
sudut dari dasar laut ke garis datar (bernilai positif bila dasar laut semakin dangkal searah
jalannya gelombang).
Koefisien pantul (R) dengan metode matrik besar untuk kondisi dasar laut miring
menggunakan persamaan (8) berikut ini :
⎪⎪⎪⎪⎪⎪⎪
⎭
⎪⎪⎪⎪⎪⎪⎪
⎬
⎫
⎪⎪⎪⎪⎪⎪⎪
⎩
⎪⎪⎪⎪⎪⎪⎪
⎨
⎧
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
−−−
−−−−
−−
=
⎪⎪⎪⎪⎪⎪⎪
⎭
⎪⎪⎪⎪⎪⎪⎪
⎬
⎫
⎪⎪⎪⎪⎪⎪⎪
⎩
⎪⎪⎪⎪⎪⎪⎪
⎨
⎧−
−−
−−
−−
−−
−
00
0011
0000000000
0000000000000100000111 1
33
22
2
13333
3333
M
M
M
M
LL
LL
MMMMMMMMMM
MMMMMMMMMM
MMMMMMMMMM
MMMMMMMMMM
LL
LL
LL
LL
M
M
M
M
nnn
nnn
Dn
CC
DCC
DDCC
DDCC
n
eEeeeee
eEeEeeeeee
EE
TB
ABAR
(8)
dimana An-2 dan Bn-2 merupakan amplitudo gelombang datang dan gelombang pantul pada
lapisan media n-1, T adalah amplitudo gelombang transmisi pada lapisan media n,
7
[ ]( ) ( ){ }211 'cos −−− −= nnnn hkjC αθ , [ ]( ) ( ){ }2'cos −−= nnnn hkjD αθ , ( )
( )αθαθ
−−
=−
−
1
1
coscos
nn
nnn r
rE , dan
∑−
=− =
2
12'
n
iin hh .
Setelah nilai R dari matrik besar dan matrik cascade diperoleh, lalu dihitung perbedaan relatif
dari kedua metode tersebut dengan persamaan berikut :
%10011
xRp
RqRpN
errorN
i i
ii∑=
−= (9)
Rpi adalah koefisien pantul dari hasil metode matrik besar, Rqi adalah koefisien pantul dari
hasil metode matrik cascade, dan N adalah banyaknya jumlah data.
Untuk menguji apakah persamaan matrik besar (8) merupakan matrik non-singular, maka
perlu uji condition number (k(A)), yaitu didefinisikan sebagai berikut [9] :
1)( −= AAAk ⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛= ∑∑
=
−=
==
n
ijinj
n
ijinj AxA
1,
1,...1
1,,...1 maxmax
(10)
Jika invers A=A-1 tidak ada, maka condition number matrik A adalah infinity (bernilai besar).
Sehingga jika matrik A singular (atau menuju singular), maka k(A) bernilai besar (infinity).
Dalam matlab, sintaks condition number matrik A adalah cond(A).
3 Hasil dan Diskusi
Untuk keperluan perhitungan error dan simulasi dalam penelitian ini dilakukan tiga contoh
kasus (skenario simulasi). Contoh kasus pertama menggunakan masukkan program sebagai
berikut : media 3 lapis (air laut, sedimen 1 dan sedimen 2) dengan dasar laut datar (α=0o),
kecepatan suara pada air laut, sedimen 1 dan sedimen 2 berturut-turut adalah 1500 m/s, 1470
m/s, dan 1600 m/s, kerapatan lapisan berturut-turut 1025 kg/m3, 1350 kg/m3,dan 1700 kg/m3
dan ketebalan sedimen 4 m. Untuk keperluan simulasi koefisien pantul, data kecepatan suara
dan kerapatan sedimen serta hubungan antar keduanya menggunakan grafik hubungan
kecepatan suara dan kerapatan sedimen yang terdapat dalam referensi [5].
8
Hasil simulasi untuk contoh kasus pertama ditunjukkan oleh Gambar 3 dimana yang (a)
hasil dari matrik besar dan (b) hasil dari dari matrik cascade. Perbedaan atau error diantara
kedua metode tersebut adalah 2.981 x 10-5 %. Lingkungan laut pada contoh kasus ini
memiliki impedansi akustik yaitu kecepatan suara dikalikan dengan kerapatan semakin
membesar. Nilai |R| untuk sudut datang θi dibawah 71o berkisar antara 0 sampai 0.65.
Sedangkan untuk θi diatas 71o, frekuensi tidak memberi pengaruh yang berarti karena
koefisien refleksi |R| mempunyai harga konstan yaitu 1. Sudut datang θi = 71o merupakan
sudut kritis yaitu sudut minimal yang menyebabkan gelombang akustik mengalami pantulan
total sehingga tekanan gelombang pantul sama dengan gelombang datang.
Gambar 3 Hasil simulasi koefisien pantul R untuk (a) contoh kasus 1 metode matrik besar,
(b) contoh kasus 1 metode cascade, (c) contoh kasus 2 metode matrik besar, (d) contoh kasus 2 metode cascade, (e) contoh kasus 3 metode matrik besar, (f) contoh kasus 3 metode cascade
(a)
(f)
(b)
(c) (d)
(e)
9
Pada frekuensi rendah, nilai |R| cenderung konstan lalu meningkat ketika sudut datang
mendekati sudut kritis (71o) sedangkan pada frekuensi tinggi, nilai |R| fluktuatif . Grafik |R|
sebagai fungsi sudut datang pada frekuensi rendah (10 Hz), sedang (4138 Hz), dan tinggi
(8966 Hz) ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4 Nilai koefisien refleksi (|R|) sebagai fungsi sudut datang untuk frekuensi 10 Hz, 4138 Hz dan 8966 Hz
Hubungan antara |R|, frekuensi (f) dan sudut datang (θ1) dapat dijelaskan dengan
menggunakan persamaan berikut :
1
11
1
11
cosˆ
cosˆ
θρθ
ρ
cr
crR
+
−= (11)
di mana :
1223
121
1123
111
ˆ.ˆ.ˆ
araara
r+
+=
10
( )( )
( )
( )hk
hkrj
hkrj
hk
z
z
z
z
cos
sinˆ
sinˆ
cos
122
2
121
21
12
111
=
=
=
=
α
α
α
α
222
3
333
2
222
22
2cos
ˆ
cosˆ
cos
cf
ck
cr
cr
kkz
πωθρθρ
θ
==
=
=
=
Berdasarkan Gambar 4, nilai |R| mendekati nol untuk beberapa sudut datang yaitu 0o, 3.1o,
24.82o untuk 4138 Hz dan 6.20o, 21.72o untuk 8966 Hz. Jika sudut datang θ1 = 24.82o (untuk
4138 Hz) dan θ1 = 21.72o (untuk 8966 Hz) maka dapat dihitung sudut transmisi θ2 dengan
menggunakan persamaan Snell (2.74), yaitu
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛= −
11
212 sinsin θθ
cc
sehingga
untuk θ1 = 24.82o maka 0011
1
212 29.2482.24sin
15001470sinsinsin =⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛=⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛= −− θθ
cc
untuk θ1 = 21.72o maka 0011
1
212 26.2172.21sin
15001470sinsinsin =⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛=⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛= −− θθ
cc
11
Nilai cos kzh untuk frekuensi 4138 Hz dan 8966 Hz adalah
• ( ) [ ] [ ]
( ) 0077.02
41cos48.64cos
429.24cos1470
41382coscos2coscos 02
24138
≅−=⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛⎥⎦⎤
⎢⎣⎡=
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛=⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=
=
π
πθπ hc
fhkfz
• ( ) [ ] [ ]
( ) 0082.02
91cos86.142cos
426.21cos1470
89662coscos2coscos 02
28966
≅−=⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛⎥⎦⎤
⎢⎣⎡=
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛=⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=
=
π
πθπ hc
fhkfz
Karena cos (kzh) 0≅ pada frekuensi 4138 Hz dan 8966 Hz maka
( )
( )
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
=
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
=
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
=
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
=
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
==
−
=
11
21
2
2
2
22
22
,....3,2,1
sinsincos4
12cos4
122
12cos22
12cos
212,...
25,
23,
2
θ
θ
πθπ
πθ
ππππ
cc
ch
nf
ch
nf
nhc
f
nhk
nhkn
z
(12)
untuk n=21, θ1 = 24.82o dan menggunakan persamaan (12) maka
( )[ ] 72.413282.24sin
15001470sincos
147044
1212
1
=
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛⎥⎦⎤
⎢⎣⎡
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
=−x
f Hz (mendekati 4138 Hz)
Sedangkan untuk n=46, θ1 = 21.72o dan menggunakan persamaan (3.3) maka
( )[ ] 16.897172.21sin
15001470sincos
147044
1462
1
=
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛⎥⎦⎤
⎢⎣⎡
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
=−x
f Hz (mendekati 8966 Hz)
12
Sehingga persamaan (12) menghubungkan antara nilai frekuensi (f) sedang dan tinggi dengan
nilai sudut intromisi yaitu sudut datang θ1 ketika nilai koefisien refleksi |R|=0. Sedangkan
untuk frekuensi rendah tidak dapat menggunakan persamaan (12) karena nilai |R| ≠ 0.
Berdasarkan hasil pemodelan pada studi kasus satu dapat dihitung error koefisien pantul (|R|)
dari metode matrik cascade terhadap matrik besar pada studi kasus satu dengan menggunakan
persamaan (9) yaitu 2.981 x 10-5 %.
Contoh kasus kedua menggunakan kecepatan suara di air laut, sedimen satu dan sedimen dua
adalah 1500 m/s, 1600 m/s, dan 1700 m/s, kerapatan lapisan berturut-turut 1025 kg/m3, 1200
kg/m3,dan 1400 kg/m3 dan ketebalan sedimen 4 m kondisi dasar laut miring (α=5o). Hasil
simulasi untuk contoh kasus kedua ditunjukkan oleh Gambar 3 dimana yang (c) hasil dari
matrik besar dan (d) hasil dari dari matrik cascade. Perbedaan atau error diantara kedua
metode tersebut adalah 3.413 x 10-5 %. Lingkungan laut pada contoh kasus ini memiliki
impedansi akustik yaitu kecepatan suara dikalikan dengan kerapatan semakin membesar.
Nilai koefisien pantul |R| untuk sudut datang θi dibawah 68.28o, diperoleh |R| berkisar antara
0 sampai 0.7. Sedangkan untuk θi diatas 68.28o, frekuensi tidak memberi pengaruh yang
berarti karena koefisien refleksi |R| mempunyai harga konstan yaitu 1. Sudut datang θi =
68.28o merupakan sudut kritis yaitu sudut minimal yang menyebabkan gelombang akustik
mengalami pantulan total sehingga tekanan gelombang pantul sama dengan gelombang
datang. Pada frekuensi rendah, nilai |R| cenderung konstan lalu meningkat drastis setelah
mendekati sudut kritis (θi = 68.28o). Sedangkan pada frekuensi tinggi, nilai |R| fluktuatif.
Contoh kasus ketiga menggunakan masukkan program sebagai berikut : media 10 lapis (air
laut dan 9 lapis sedimen) dengan dasar laut miring (α=5o), kecepatan suara pada kesepuluh
lapisan berturut-turut adalah 1500, 1600, 1700, 1800, 1820, 1830, 1850, 1860, 1870, dan
1890 m/s, kerapatan lapisan berturut-turut 1025, 1200, 1400,1600, 1650, 1680, 1700, 1750,
1770, dan 1800 kg/m3 dan ketebalan sedimen berturut-turut 2, 2, 1.5, 1, 2, 2.5, 1.5, dan 1.5 m.
Hasil simulasi untuk contoh kasus ketiga ditunjukkan oleh Gambar 3 dimana yang (e) hasil
dari matrik besar dan (f) hasil dari dari matrik cascade. Perbedaan atau error diantara kedua
metode tersebut adalah 3.866 x 10-5 %. Nilai koefisien pantul R untuk sudut datang θi
dibawah 58.96o, diperoleh |R| berkisar antara 0 sampai 0.75. Sedangkan untuk θi diatas
58.96o, frekuensi tidak memberi pengaruh yang berarti karena koefisien refleksi |R|
mempunyai harga konstan yaitu 1. Sudut datang θi = 58.96o merupakan sudut kritis yaitu
sudut minimal yang menyebabkan gelombang akustik mengalami pantulan total sehingga
13
tekanan gelombang pantul sama dengan gelombang datang. Pada frekuensi rendah, nilai |R|
cenderung konstan lalu meningkat drastis setelah mendekati sudut kritis (θi = 58.96o).
Sedangkan pada frekuensi tinggi, nilai |R| fluktuatif. Perhitungan menunjukkan bahwa untuk
matrik besar A (yaitu matrik pada persamaan [8]), nilai condition number [k(A)] adalah 29.25
Karena nilai k(A) ada dan tidak infinity, maka matrik besar pada persamaan (8) non-singular
(mempunyai invers matrik).
Berdasarkan hasil simulasi dari ketiga contoh kasus sebelumnya, karena error yang dihasilkan
sangat kecil (kurang dari 1 %) maka pemodelan koefisien pantul dengan metode matrik
cascade memiliki tingkat validitas yang tinggi sehingga layak digunakan sebagai metode
alternatif dalam perhitungan koefisien pantul gelombang akustik untuk multi-lapis media
propagasi.
Aplikasi matrik cascade pada perhitungan koefisien pantul dapat digunakan untuk
menghitung kehilangan energi (TL) akibat pantulan dasar. Persamaan berikut menyatakan
hubungan koefisien refleksi (R) dengan kehilangan energi transmisi akibat pantulan dasar laut
(BL) [6] :
2log10 RBL = (13)
Selain akibat pantulan dasar, kehilangan energi transmisi juga diakibatkan oleh propagasi,
absorpsi, dan pantulan permukaan [6]. Pemodelan kehilangan energi transmisi pada metode
ray tracing sudah dimodelkan untuk perairan selatan Pulau Jawa sudah pernah dilakukan [7;
8]. Contoh kasus berikut merupakan simulasi kehilangan energi transmisi dengan data
masukkan sebagai berikut : sumber suara dari Stasiun GeoB10048-1 (108.15o BT ; 7.902o
LS) menuju stasiun GeoB10044-1 (109.014o BT ; 8.5o LS) [Gambar 5], kedalaman sumber
suara pada 100 m, sudut awal sumber suara yaitu sudut yang dibentuk antara ray gelombang
dengan garis datar adalah -5o s.d. 5o (positif jika searah jarum jam dari garis datar), jumlah
ray 5 buah, frekuensi 10 kHz, tegangan sumber 220 volt, asumsi permukaan laut pada kondisi
sea-state 0, tebal sedimen adalah 3 m, kecepatan suara pada sedimen satu dan dua adalah
1550 m/s dan 1510 m/s (Gambar 6), dan program dijalankan sampai dengan jarak 110 km.
Diagram ray hasil pemodelan ditunjukkan oleh Gambar 7.
14
Tingkat intensitas suara sepanjang lintasan ray untuk sudut awal ray -5o,-2.5o, 0o, +2.5o dan
+5o ditunjukkan oleh Gambar 8. Kehilangan energi transmisi untuk semua ray ini ditentukan
oleh penjalaran ray, absorpsi, dan pantulan dasar laut. Besar kehilangan energi transmisi
untuk sudut sumber -5o,-2.5o, 0o, +2.5o dan +5o karena penjalaran adalah -90.83 dB re 1 μPa
(untuk semua ray), karena absorpsi adalah -2.45, -1.56, -2.72, -1.87, dan -0.28 dB re 1 μPa ,
dan karena pantulan dasar adalah -5.99, -3.15, -1.57, -3.77, dan -6.34 dB re 1 μPa. Tingkat
intensitas sumber suara adalah 169.59 dB re 1 μPa dan tingkat intensitas suara untuk sudut
sumber -5o,-2.5o, 0o, +2.5o dan +5o menjadi 70.312, 74.03, 74.46, 73.11, dan 72.12 dB re 1
μPa dengan jarak lintasan ray 110 km.
Gambar 5 Lokasi stasiun GeoB10048-1 dan GeoB10044-1
15
Gambar 6 Skenario kondisi lingkungan laut dari Stasiun GeoB10048-1 ke GeoB10044-1
Gambar 7 Propagasi akustik dengan sumber di lokasi stasiun Geob10048-1 menuju
GeoB10044-1, kedalaman sumber 100 m, dan sudut awal sumber suara -5o s.d.
5o.
Permukaan laut
ρ1 = 1025 kg/m3
Dasar laut
Sedimen 1 c2 = 1550 m/s ρ2 = 1400 m/s
h = 3 m
Sedimen 1 c3 = 1510 m/s ρ3 = 1500 m/s
16
Gambar 8 Tingkat intensitas suara dengan sumber di lokasi stasiun sumber Geob10048-1
menuju stasiun sumber Geob10044-1.
4 Kesimpulan Dan Saran
Hasil simulasi menunjukkan bahwa perbedaan/error koefisien pantul antara metode matrik
cascade dengan metode matrik besar sangat kecil yaitu 2.981 x 10-5 % untuk contoh kasus
pertama (tiga lapis media dengan dasar datar) , 3.413 x 10-5 % untuk contoh kasus kedua (tiga
lapis media dengan dasar miring α=5o), dan 3.866 x 10-5 % untuk contoh kasus ketiga
(sepuluh lapis media dengan dasar miring α=5o). Karena error sangat kecil maka pemodelan
koefisien pantul dengan metode matrik cascade memiliki tingkat validitas yang tinggi
sehingga layak digunakan sebagai metode alternatif dalam perhitungan koefisien pantul
gelombang akustik untuk multi-lapis media propagasi. Perlu diperhatikan bahwa metode
matrik cascade dalam makalah ini dapat diterapkan pada kondisi dasar laut miring dengan
ketebalan yang seragam.
Aplikasi metode matrik cascade untuk perhitungan koefisien pantul dapat dimanfaatkan
untuk menghitung kehilangan energi transmisi akibat pantulan dasar. Pada contoh kasus
simulasi kehilangan energi transmisi, tingkat intensitas sumber suara ketika diemisikan
adalah 169.59 dB re 1 μPa dan tingkat intensitas suara berturut-turut untuk sudut sumber -5o,-
17
2.5o, 0o, +2.5o dan +5o menjadi 70.312, 74.03, 74.46, 73.11, dan 72.12 dB re 1 μPa dengan
jarak lintasan ray 110 km.
Agar pemodelan kehilangan energi transmisi di Selatan Pulau Jawa lebih realistis maka
memerlukan data-data yang lebih lengkap. Data yang perlu dilengkapi untuk simulasi ini
adalah data propertis fisik dasar laut (kerapatan dan kecepatan sedimen). Selain itu agar
mendapatkan pemodelan kehilangan energi transmisi yang lebih handal diperlukan metode
lain (seperti metode mode theory atau bahkan hasil eksperimen dilapangan) sebagai
pembanding.
5 Daftar Pustaka
[1] Hastuti, Y. “ Analisis Pantul Dan Transmisi Gelombang Suara Di Dasar Laut Dengan
Menggunakan Metode Matrik”, Tugas Akhir Program Sarjana Teknik Kelautan, Institut
Teknologi Bandung, 2002 .
[2] Mihai Bugaru dan Ovidiu Vasile, “Transfer Matrix Method For A Single-Chamber
Mufflers”,
Proceedings of the 11th WSEAS International Conference on APPLIED
MATHEMATICS, Dallas, Texas, USA, March 22-24, 2007
[3] Z. Tao, B. Zhang, D. W. Herrin dan A. F. Seybert, “Prediction of Sound-Absorbing
Performance of Micro-Perforated Panels using the Transfer Matrix Method”, University of
Kentucky dan Society of Automotive Engineers, 2005.
[4] Kinsler, L. E., and A. R. Frey, “Fundamental of Acoustics”, 2nd, New York : John Wiley
& Sons, inc., 1962.
[5] Defence Research Agency, “Acoustic Classification and Mapping of the Seabed”, an
Underwater Acoustics Group Conference held at the University of Bath, 14th - 16th April
1993
[6] Urick, R.J. “ Principles of Underwater Sound”, McGraw-Hill, New York, 1983.
[7] Friyadi, D, “Aplikasi Pengurangan Energi Transmisi Pada Propagasi Akustik Bawah Air
Pada Metode Ray Tracing Di Perairan Indonesia”, Tugas akhir Program Sarjana Teknik
Kelautan, Institut Teknologi Bandung, 2006.
18
[8] Ondara, K, “Pemodelan Numerik Kehilangan Energi Transmisi Gelombang Suara Di
Dasar Laut dan Di Permukaan Laut Pada Propagasi Akustik Bawah Air”, Tugas akhir
Program Magister Teknik Kelautan, Institut Teknologi Bandung, 2011.
[9] Sussman, M (1995) : Math2071 : LAB #2 : Norms, Errors and Condition Numbers,
diunduh pada 17 Juni 2012 dari
http://www.math.pitt.edu/~sussmanm/2071Spring09/lab05/index.html