APLIKASI MANAJEMEN RISIKO

21
APLIKASI MANAJEMEN RISIKO DALAM PERBANKAN KELOMPOK 5 ANGGOTA : 1. DICKY SETIADY (1112000915) 2. TAUFIQ HASBULLAH (1112000886) 4. REZA HAMADAH HAIBI (1112000263) 3. YODY FAJAR DWIPUTRA (1112001105) DOSEN : RIMI GUSLIANA,SE,M.Si MATA KULIAH : AKUNTANSI PERBANKAN SEKOLAH TINGGI EKONOMI INDONESIA

description

aplikasi manajemen resiko

Transcript of APLIKASI MANAJEMEN RISIKO

Page 1: APLIKASI MANAJEMEN RISIKO

APLIKASI MANAJEMEN RISIKO

DALAM PERBANKAN

KELOMPOK 5

ANGGOTA : 1. DICKY SETIADY (1112000915)

2. TAUFIQ HASBULLAH (1112000886)

4. REZA HAMADAH HAIBI (1112000263)

3. YODY FAJAR DWIPUTRA (1112001105)

DOSEN : RIMI GUSLIANA,SE,M.Si

MATA KULIAH : AKUNTANSI PERBANKAN

SEKOLAH TINGGI EKONOMI INDONESIA

Jalan Kayu Jati Raya No. 11A, Rawamangun

Page 2: APLIKASI MANAJEMEN RISIKO

I. SISTEM PENGENDALIAN RISIKO AKUNTANSI PERBANKAN

Banyak jenis risiko yang dihadapi dalam kegiatan sehari-hari. Boston Conculting Group

(BCG) merekomendasikan pengelompokkan risiko menjadi 3, yaitu risiko kredit, risiko

pasar, dan risiko operasional.

Risiko kredit merupakan kerugian yang diakibatkan oleh kegagalan debitor yang tidak dapat

memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian kredit.

Risiko pasar merupakan risiko kerugian dalam nilai portofolio yang diakibatkan oleh

fluktuasi tingkat suku bunga, fluktuasi nilai tukar, fluktuasi harga komoditi, dan fluktuasi

harga saham.

Risiko operasional merupakan risiko kerugian yang langsung maupun tidak langsung

diakibatkan oleh kegagalan atas proses-proses operasional yang kurang memadai. Bentuk

risiko operasional antara lain adalah risiko humand fraud, risiko teknologi informasi, dan

risiko operasional kredit. Risiko operasional sebagian besar diakibatkan oleh kegagalan

internal perusahaan dalam menerapkan sistem pengendalian internalnya.

Dalam beberapa tahun terakhir ini tingkat risiko operasional dalam bisnis perbankan terus

meningkat dan menjadi perhatian para tokoh penting dunia perbankan internasional. Dalam

kerangka yang memadai. Pada bagian ini hanya akan dibahas mengenai sistem pengendalian

risiko di bidang akuntansi. Sistem manajemen risiko di bidang akuntansi dilakukan dengan

menerapkan pengendalian internal secara berlapis-lapis, antara lain :

- Pengendalian internal melalui sistem

- Pengendalian internal melalui prosedur

- Pengendalian internal melalui struktur organisasi

Page 3: APLIKASI MANAJEMEN RISIKO

I. 1 Pengendalian Internal Melalui Sistem

Pengendalian risiko melalui sistem dilakukan, baik melalui sistem operasional

perbankan maupun melalui sistem aplikasi komputer perbankan. Keduanya dilakukan

dengan banyak cara, antara lain :

a. Komputer yang dapat digunakan untuk melakukan transaksi jasa perbankan harus

didaftarkan terlebih dahulu ke dalam sistem komputer sentral (bost), sehingga hanya

komputer yang sudah terdaftar saja yang hanya dapat digunakan untuk melakukan

transaksi jasa perbankan.

b. Pencatatan ke dalam sistem komputer sentral, tidak hanya mencakup komputer yang

digunakan, akan tetapi juga petugas-petugas yang diperkenankan menggunakan

komputer transaksi jasa perbankan (users). Petugas-petugas yang diperkenankan

melakukan transaksi jasa perbankan (users) identitasnya telah dicatatkan ke dalam

sentral komputer (bost), sehingga hanya petugas yang diberikan wewenang saja yang

dapat menggunakan komputer untuk melakukan transaksi jasa perbankan.

c. Selanjutnya petugas yang diperkenankan melakukan transaksi jasa perbankan, tidak

dapat sembarangan menggunakan aplikasi jasa perbankan. Petugas-petugas yang

diberi kewenangan menggunakan komputer untuk melakukan transaksi jasa

perbankan (users), masing-masing diberi menu aplikasi jasa perbankan yang berbeda

menurut jenis pekerjannya (tugas dan tannggung jawabnya). Sehingga secara umum

menu aplikasi perbankan dibedakan menjadi aplikasi yang berhubungan dengan

transaksi keuangan dan aplikasi transaksi nonkeuangan. Aplikasi transaksi keuangan

inilah yang memberikan kewenangan kepada seorang petugas bank untuk melakukan

pencatatan pembukan langsung dari aplikasi perbankan. Misalnya apabila nasabah

melakukan penyetoran secara tunai, maka petugas bank akan menggunakan menu

aplikasi setoran tunai produk tabungan, maka secara otomatis pembukuan setoran

tersebut langsung akan dicatat dalam siklus akuntansinya. Petugas yang diberikan

kewenangan ini antara lain adalah teller disuatu kantor cabang. Sedangkan petugas

yang diberikan kewenangan menggunakan aplikasi transaksi nontunai, hanya dapat

menggunakan aplikasi tersebut untuk melakukan kegiatan nontransaksi keuangan

seperti pembukuan rekening, melihat saldo simpanan, pencetakan saldo ke dalam

buku tabungan, dan sebagainya.

d. Petugas yang diberikan kewenangan melakukan transaksi pembukuan keuangan

tersebut diberikan kewenangan secara terbatas sesuai dengan pengalaman,

Page 4: APLIKASI MANAJEMEN RISIKO

kemampuan dan integritasnya kepada perusahaan. Artinya bahwa pemberian

kewenangan melakukan transaksi pembukuan tersebut dalam jumlah/nilai yang sudah

ditentukan oleh atasannya. Misalnya seorang teller junior diberikan kewenangan

melakukan persetujuan pembayaran (approval) sebesar Rp 10.000.000 maka setiap

pengeluaran kas sampai dengan jumlah Rp 10.000.000 dapat langsung dilakukan oleh

teller yang bersangkutan. Sedangkan apabila pembayaran lebih dari Rp 10.000.000

harus meminta persetujuan kepada pejabat yang lebih tinggi (supervisor). Dalam hal

ini sistem akan memblokir kewenangan teller sampai jumlah yang telah ditetapkan.

I. 2 Pengendalian Internal melalui Prosedur

Sistem pengendalian internal melalui prosedur diterapkan antara lain dengan

menerapkan konsep maker, checker, dan signer (MCS) dalam setiap transaksi

keuangan; pemisahan tugas (separation of duty); dan pengawasan ganda (dual-

control).

a. Konsep maker, checker, signer (MSC) menjamin bahwa pemrosesan

transaksi keuangan dilakukan dengan saksama dapat diselesaikan secara

benar dan tepat. Maker adalah petugas yang menyiapkan dokumen keuangan,

checker adalah petugas yang melakukan pengecekan atas kebenaran isi

dokumen keuangan, dan signer adalah petugas yang memberikan persetujuan

(approval) atas dokumen keuangan tersebut. Mungkin saja fungsi checker dan

signer dilakukan oleh petugas yang sama kfrena jumlah nilai transaksinya

relatif kecil. Hal ini ditetapkan dalam surat keputuan pemberian wewenang

kepada petugas-petugas tertentu yang dilakukan secara tertulis. Sedangkan

maker dan checker tidak boleh dirangkap oleh petugas yang sama, karena

kalau ini dilakukan tujuan pengawasan menjadi tidak tercapai. Dengan

demikian dalam konsep MCS setiap transaksi harus melibatkan minimal 2

orang, baik itu nasabah dengan petugas bank, maupun seluruh petugas bank.

Misalnya : seorang nasabah tabungan mengambil tabungannya sebesar Rp

1.000.000 maka nasabah mengisi kuitansi pengambilan (dalam hal ini nasabah

bertindak sebagai maker), petugas bank (teller) bertindak sebagai sebagai

checker. Apabila jumlah pengambilan tersebut masih dalam batas kewenangan

teller, maka teller sekaligus bertindak sebagai checker dan signer. Apabila

jumlah pengambilan tersebut melebihi kewenangan teller (misalnya

Page 5: APLIKASI MANAJEMEN RISIKO

pengambilan Rp100juta), maka yang bertindak sebagai signer adalah pejabat

atasannya (Supervisor).

b. Pemisahan tugas (separation of duty) adalah pengawasan yang dilakukan

untuk menjamin proses yang benar tidak akan dikorbankan karena adanya

kepentingan pribadi. Ada dua jenis pemisahan tugas, yaitu penilaian tugas

dalam satu bagian atau satu seksi dan pemisahan tugas antarbagian atau

antarseksi yang berlainan. Singkatnya penerapan pemisahan tugas dilakukan

dengan cara bahwa petugas yang mengelola uang kas tidak diperkenankan

membuat bukti-bukti pengeluaran uang kas, dan sebaliknya pihak yang

berwenang membuat bukti pembukuan tidak diperkenankan mengelola uang

kas. Misalnya : bagian rumah tangga membeli BBM untuk kendaraan dinas,

maka petugas yang membuat kuitansi untuk pembayaran BBM adalah petugas

rumah tangga. Selanjutnya checker dan signer dilakukan oleh atasan dari

petugas pembuat kuitansi dibagian rumah tangga. Kuitansi yang telah

disetujui tersebut dibawa ke teller untuk mendapatkan pembayaran. Dengan

demikian terjadi pemisahan tugas antara bagian rumah tangga dan teller.

c. Pengawasan ganda adalah pengawasan yang dilakukan dengan dua jenis

pengawasan, yaitu pembuatan dua dokumen yang berbeda dari sumber yang

sama selanjutnya kedua dokumen tersebut dicocokkan satu sama lain, dan

penjagaan ganda yang dilakukan dengan menunjuk dua orang untuk dapat

melakukan pengawasan. Pembuatan dua dokumen yang berbeda dari sumber

yang samaantara lain diterapkan pada transaksi-transaksi untuk keperluan

internal bank. Misalnya : transaksi pengambilan uang kas untuk keperluan

internal bank menggunakan kuitansi ganda, satu lembar untuk kepentingan

unit kerja yang melakukan pengambilan uang kas untuk bahan

pertanggungjawaban kepada atasannya dan satu lembar digunakan oleh teller

untuk bukti pertanggungjawaban pengeluaran kas kepada atasannya pada hari

tersebut. Keduanya akan dicocokkan kembali oleh pejabat yang lebih tinggi.

Selanjutnya penjagaan ganda dilakukan oleh dua orang yang diberikan tugas

untuk pengawasan, yaitu atasan langsung dari petugas yang melakukan

transaksi (verifikasi awal) dan petugas verifikasi (verifikasi akhir). Verifikasi

Page 6: APLIKASI MANAJEMEN RISIKO

awal dilakukan pada saat proses transaksi tersebut berlangsung, sedangkan

verifikasi akhir dilakukan setelah seluruh transaksi keuangan hari tersebut

selesai dilakukan. Petugas verifikasi akhir akan melakukan verifikasi asas

transaksi yang dilakukan pada hari tersebut yang dicocokkan dengan bukti

pembukuan dan transaksi pembukuan.

Itulah beberapa sistem pengendalian internal yang dilakukan perbankan

melalui penerapan prosedur pembukuan yang dimaksudkan untuk

mengeleminir terjadinya risiko di bidang akuntansi keuangan.

I. 3 Pengendalian Internal Melalui Sistem Organisasi

Semakin besar suatu organisasi bank semakin besar trannsaksi keuangan yang

dilakukan. Untuk membantu mengatasi transaksi keuangan yang berjumlah

besar pada umumnya bank menggunakan teknologi komputer dalam aplikasi

pembukuannya. Bahkan dapat dikatakan tidak ada satu bank pun saat ini yang

tidak menggunakan teknologi komputer dalam pembukuan keuangannya.

Bahkan dalam rangka mempercepat proses penerbitan laporan keuangan,

bank-bank mulai menerapkan sistem pembukuan yang terpusat (contralized).

Konsekuensi dari sistem pembukuan yang terpusat dan penggunaan teknologi

komputer adalah sistem pengawasan atas transaksi pembukuan tersebut.

Semakin banyak petugas bank yang terlibat dalam pembukuan transaksi

keuangan akan semakin rumit sistem pengawasannya. Walaupun sistem sudah

didesain secara canggih, namun potensi kecurangan akan selalu ada. Oleh

karena itu, untuk mengeleminir terjadinya kecurangan dalam sistem akuntansi,

maka bank menerapkan pembatasan terhadap pengguna akuntansi keuangan

bank. Pada umumnya bank membagi kewenangan petugas dalam aplikasi

komputer bank menjadi dua kelompok, yaitu kelompok user untuk aplikasi

transaksi keuangan dan kelompok user untuk aplikasi transaksi nonkeuangan

seperti aplikasi pembukuan rekening simpanan, pembukuan rekening

pinjaman, dan sebagainya. Kewenangan penggunaan aplikasi nonkeuangan

pada umunya diberikan kepada petugas pelayanan nasabah (customer service)

untuk keperluan pelayanan dengan pihak ekstern/nasabah. Sedangkan untuk

keperluan internal bank, seperti pembukuan rekening titipan, pembukuan

Page 7: APLIKASI MANAJEMEN RISIKO

rekening persekot, dan sebagainya dilakukan oleh petugas bank/seksi

akuntansi di unit kerja yang bersangkutan.

Sedangkan aplikasi transaksi keuangan diberikan kepada teller. Teller ini

diberikan kewenangan untuk melakukan transaksi tunai dan nontunai

(pemindahbukuan/overbooking). Teller ini melayani baik untuk keperluan

eksternal/nasabah maupun untuk keperluan internal bank. Dalam praktiknya

kewenangan teller untuk melakukan persetujuan (approval) suatu transaksi

dibatasi kewenangannya. Misalnya transaksi pembayaran tunai sampai Rp

10.000.000 dapat langsung dilakukan oleh teller, di atas jumlah tersebut harus

meminta persetujuan atasan. Begitu juga dalam penerimaan setoran tunai

dibatasi misalnya sampaui Rp 500.000.000, di atas jumlah tersebut perlu

merndapat persetujuan atasan.

Pembatasan kewenangan melakukan transaksi keuangan tersebut dalam

sebuah bank sangat penting, hal ini disebabkan bank dalam melakukan

transaksi dalam jumlah dan frekuensi yang banyak, sehingga pengawasan

menjadi semakin sulit dilakukan. Untuk meminimalisir risiko dari tindakan

yang tidak bertanggung jawab, bank membatasai kewenangan membukukan

pada petugas tertentu saja yang jumlahnya sangat sedikit dalam suatu bank.

Page 8: APLIKASI MANAJEMEN RISIKO

II. KARAKTER MANAJEMEN RISIKO DALAM BANK ISLAM

Manajemen risiko dalam bank Islam mempunyai karakter yang berbeda dengan bank

konvensional, terutama karena adanya jenis-jenis resiko yang khas melekat pada bank-bank

yang beroperasi secara syariah.

Adapun karakter manajemen risiko pada bank Islam, adalah :

1.  Identifikasi Risiko

Identifikasi risiko yang dilakukan dalam bank Islam tidak hanya mencakup berbagai risiko

yang ada pada bank pada umumnya, melainkan juga meliputi risiko yang khas hanya ada

pada bank-bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah.

2.      Antisipasi Risiko

Antisipasi risiko dalam bank islam bertujuan untuk :

·  Preventive. Dalam hal ini, bank islam memerlukan persetujuan DPS untuk mencegah

kekeliruan proses dan transaksi dari aspek syariah. Disamping itu, bank islam juga

memerlukan opini bahwa fatwa DSN bila bank Indonesia memandang persetujuan DPS

belum memadai atau berada diluar wewenang.

·         Detective. Pengawasan dalam bank islam meliputi dua aspek, yaitu aspek perbankan oleh

bank Indonesia dan aspek syariah oleh DPS.

·         Recovery. Koreksi atau suatu permasalahan dapat melibatkan bank Indonesia untuk aspek

perbankan dan DSN untuk aspek syariah.

3.      Monitoring Risiko

Aktivitas dalam bank islam tidak hanya meliputi manajemen bank islam, tetapi juga

melibatkan Dewan Pengawas Syariah.

Page 9: APLIKASI MANAJEMEN RISIKO

III. JENIS-JENIS RISIKO

Bank Indonesia sebagai bank sentral pengatur kebijakan peraturan perbankan di-

Indonesia juga memikirkan pentingnya suatu pengelolalan risiko bagi bank umum syariah

(BUS) dan unit usaha syariah (UUS) yang beroperasi di Indonesia. Untuk itu Bank Indonesia

mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/29/PBI/2009 Tentang Penerapan

Manajemen Risiko Bank Umum Syariah dan Unit Syariah.

Tujuan Peraturan Bank Indonesia ini untuk mengakomodasi karakteristik kegiatan usaha

Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) yang tidak sepenuhnya sama

dengan perbankan konvensioanal dan dalam rangka memenuhi amanah pasal 38 UU No. 21

Tahun 2008 tentang perbankan syariah.

Penerapan manajemen risiko pada Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah

disesuaikan dengan tujuan, kebijakan usaha, serta kemampuan bank umum syariah dan unit

usaha syariah.

Agar dapat menerapkan manajemen risiko diperbankan syariah maka perlu diketahui

jenis-jenis risiko yang dihadapi oleh perbankan. Adapun jenis resiko yang dikelola oleh bank

adalah :

1.      Risiko kredit atau pembiayaan

Resiko kredit diartikan sebagai resiko yang timbul akibat kegagalan pihak lawan

(counterparty) memenuhi kewajibannya atau risiko kerugian yang berhubungan dengan

kemungkinan bahwa suatu counterparty akan gagal untuk memenuhi kewajiban-

kewajibannya ketika jatuh tempo.

Resiko kredit dapat bersumber dari berbagai aktifitas fungsional bank seperti

pengkreditan (penyedia dana), investasi, dan pembiayaan perdagangan.

2.      Risiko Pasar (market risk)

Risiko yang muncul disebabkan oleh adanya pergerakan variabel pasar (adverse

movement) dari portofolio yang dimiliki yang dapat merugikan bank.Variabel pasar dalam hal

ini adalah suku bunga dan nilai tukar.

Risiko pasar antara lain terdapat pada aktifitas bank, seperti kegiatan treasury dan

investasi dalam bentuk surat berharga dan pasar uang maupun penyertaan pada lembaga

keungan lainnya, penyediaan dana (pinjaman dan bentuk sejenis), dan kegiatan pendanaan

dan penerbitan surat utang, serta kegiatan pembiayaan perdagangan.

Page 10: APLIKASI MANAJEMEN RISIKO

3.      Risiko Oprasional

Risiko yang antara lain disebabkan oleh adanya ketidak cukupan dan atau tidak

berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya problem

yang mempengaruhi operasional bank. Risiko operasional melekat pada setiap aktivitas

fungsional bank, seperti kegiatan pengkreditan, treasry dan investasi, operasional dan jasa,

pembiayaan perdagangan, pendanaan dan instrumen utang, teknologi sistem informasi dan

sistem informasi manajemen dan pengelolaan sumber daya manusia

4.      Risiko Hukum (legal risk)

Risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis. Kelemahan ini antara lain

disebabkan oleh adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang

mendukung atau kelemahan perikatan, seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak dan

pengikatan agunan yang tak sempurna.

5.      Risiko Reputasi (reputation risk)

Risiko yang disebabkan oleh adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan

usaha bank atau persepsi negatif dari masyarakat terhadap bank.

6.      Risiko Strategik (strategic risk)

Risiko yang disebabkan adanya penetapan dan pelaksanaan strategi bank yang tidak

tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang responsifnya bank terhadap

perubahan eksternal.

7.      Risiko Kepatuhan (compliance risk)

Risiko yang disebabkan karena tidak mematuhi atau tidak melaksanakan perturan

perundang-undangan atau ketetapan lain yang berlaku. Didalam prakteknya risiko kepatuhan

melakat pada risiko bank yang terkait dengan peraturan perundang-undangan.

8.      Risiko Modal (capital risk)

Unsur lain yang berhubungan dengan perbankan adalah risiko modal. Salah satu fungsi

modal adalah melindungi para penyimpan dana terhadap kerugian yang terjadi pada bank.

Jumlah modal yang dibutuhkan untuk melindungi para penyimpan dana berhubungan dengan

kualitas dan resiko dari aset bank.

Resiko modal berkaitan dengan kualitas aset. Bank yang menggunakan sebagian besar

dananya untuk mendanai aset yang berisiko perlu memiliki modal penyangga yang besar

untuk sandaran bila kinerja aset-aset itu tidak baik, tingkat modal juga penting untuk

menyangga rasio likuiditas.

Page 11: APLIKASI MANAJEMEN RISIKO

Sumber-sumber risiko yang berkaitan dengan perbankan juga dapat dijumpai akibat

kehilangan karena pencurian, perampokan, penipuan dan kecurangan.Sehubungan dengan

manajemen harus mengasuransikan beberapa jenis resiko tertentu guna menerapkan sistem

pengawasan untuk melindungi kerugian-kerugian tersebut.

IV. PROSES MANAJEMEN RISIKO

Untuk dapat menerapkan proses manajemen risiko, pada tahap awal bank syariah harus

secara tepat mengenal, memahami serta mengidentifikasi seluruh risiko, baik yang sudah ada

maupun yang mungkin timbul dari suatu bisnis baru bank. Selanjutnya, secara berturut-turut

bank syariah perlu melakukan pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko. Proses ini

terus berkesinambugan sehingga menjadi sebuah lifecycle.

Dalam pelaksanaannya, proses ini melalui langkah-langkah berikut :

·         Identifikasi risiko, dilaksanakan dengan melakukan analisis terhadap karakteristik risiko

yang melekat pada aktivitas fungsional, risiko terhadap produk dan kegiatan usaha.

·         Pengukuran risiko, dilaksanakan dengan melakukan evaluasi secara berkala terhadap

kesesuaian asumsi, sumber data dan prosedur yang digunakan untuk mengukur risiko.

Penyempurnaan terhadap system pengukuran risiko dilakukan apabila terdapat perubahan

kegiatan usaha, produk, transaksi dan factor risiko yang bersifat material.

·         Pemantau risiko, dilaksanakan dengan melakukan evaluasi terhadap risiko.

Penyempurnaan proses pelaporan terhadap perubahan kegiatan usaha, produk, transaksi,

faktor risiko, teknologi informasi dan sistem informasi manajemen yang berifat material.

Page 12: APLIKASI MANAJEMEN RISIKO

V. PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA BANK SYARIAH

Secara historis penerapan manajemen risiko pada bank syariah, dalam hal ini BI sendiri

baru mulai menerapkan aturan perhitungan capital adequacy ratio (CAR) pada bank sejak

1992. Sementra itu, bank dengan prinsip syariah lahir pertama kali di-Indonesia pada tahun

yang sama. Jadi jika dilihat dari usia system perbankan syariah, hal ini merupakan tantangan

yang berat.

Bank syariah pun akan sangat sulit mengikuti konsep yang telah dijalankan perbankan

konvensional dalam hal manajemen risiko, mengingat perbankan konvensional membutuhkan

waktu yang panjang untuk membangun system dan mengembangkan teknik manajemen

risiko.

Dilain pihak, operasi bank syariah memiliki karakteristik dan perbedaan yang sangat

mendasar jika dibandingkan dengan bank konvensional, sementara manajemen risiko juga

harus diimplementasikan oleh bank syariah agar tidak hancur dihantam risiko.

Maka cara yang paling cepat dan efektif adalah mengadopsi system manajemen risiko

bank konvensional yang disesuaikan dengan karakteristik perbankan syariah, inilah yang

dilakukan BI sebagai regulator perbankan nasional yang akan menerapkan juga bagi bank

syariah.

Secara umum risiko yang dihadapi perbankan syariah bisa diklasifikasikan menjadi dua

bagian besar, yakni risiko yang sama dengan yang dihadapi oleh perbankan konvensional dan

risiko yang memiliki keunikan tersendiri karena harus mengikuti prinsip-prinsip syariah.

Resiko kredit, risiko pasar, risiko oprasional, risiko likuiditas, dan risiko hukum harus

dihadapi bank syariah tetapi, karena harus mematuhi aturan, risiko-risiko yang dihadapi bank

syariah pun menjadi berbeda.

Bank syariah juga harus menghadapi risiko-risiko lain yang unik (khas). Risiko unik ini

muncul karena isi neraca bank syariah yang berbeda dengan bank konvensional. Dalam hal

ini pola bagi hasil (profit and loss sharing) yang dilakukan bank syariah menambah

kemungkinan munculnya risiko-risiko lain.

Seperti withdrawal risk, fiduciary risk, dan displaced commercial risk merupakan contoh

risiko unik yang harus dihadapi bank syariah.Karakteristik ini bersama-sama dengan variasi

modal pembiayaan dan kepatuhan pada prinsip-prinsip syariah.

Withdrawal risk, adalah risiko penarikan dana yang disebabkan oleh deposan bila

keuntungan yang mereka terima lebih rendah dari tingkat return. Fiduciary risk sebagai

risiko yang secara hukumbertanggung jawab atas pelanggaran kontrak investasi baik

ketidaksesuaiannya dengan dengan ketentuan syariah atau salah kelola (mismanagement)

Page 13: APLIKASI MANAJEMEN RISIKO

terhadap dana investor. Displaced commercial risk adalah transfer risiko yang berhubungan

dengan simpanan kepada pemegang ekuitas.Risiko ini bisa muncul ketika bank berada

dibawah tekanan untuk mendapatkan profit, namun bank justru harus memberikan sebagian

profitnya kepada deposan akibat rendahnya tingkat return.

Dalam pengembangannya kedepan, perbankan syariah menghadapi tantangan yang tidak

ringan sehubungan dengan penerapan manajemen risiko ini, seperti pemilihan instrument

finansial yang sesuai dengan prinsip syariah, termasuk juga instrument pasar uang yang bisa

digunakan untuk melakukan hedging (lindung nilai) terhadap risiko.

Page 14: APLIKASI MANAJEMEN RISIKO

DAFTAR PERTANYAAN

NAMA NPK PERTANYAAN

1

2

3

4

5

6

7

8