“TRADISI BAPUKUNG PADA MASYARAKAT SUKUrepository.uinjambi.ac.id/2808/1/AS.150493_KHAIRUL...

86
“TRADISI BAPUKUNG PADA MASYARAKAT SUKU BANJAR DI DESA PENJURU KECAMATAN KATEMAN KABUPATEN INDRAGIRI HILIR, RIAU” SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Syarat Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Dalam Ilmu Sejarah Peradaban Islam Pada Fakultas Adab dan Humaniora Oleh KHAIRUL AZMI NIM. AS.150493 JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UIN SULTAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 2019

Transcript of “TRADISI BAPUKUNG PADA MASYARAKAT SUKUrepository.uinjambi.ac.id/2808/1/AS.150493_KHAIRUL...

  • “TRADISI BAPUKUNG PADA MASYARAKAT SUKU

    BANJAR DI DESA PENJURU KECAMATAN KATEMAN

    KABUPATEN INDRAGIRI HILIR, RIAU”

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Melengkapi Syarat – Syarat Guna

    Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Dalam Ilmu

    Sejarah Peradaban Islam Pada

    Fakultas Adab dan Humaniora

    Oleh

    KHAIRUL AZMI

    NIM. AS.150493

    JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM

    FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

    UIN SULTAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

    2019

  • i

  • ii

  • iii

  • iv

    MOTTO

    : ٢٢} لقمان}

    Artinya: “Dan barang siapa berserah diri kepada Allah, sedang dia orang

    yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada

    buhul (tali) yang kokoh. Hanya kepada Allah kesudahan segala urusan.”

    (QS. Luqman: Ayat 22)1

    1Kementrian Agama RI Al-Qur‟an Terjemah & Tajwid, (Bandung: Sy9ma Creative

    Media Corp 2014). Hlm. 413

  • v

    PERSEMBAHAN

    ِحيمِ ِ الََّرْحمِه الرَّ بِْسِم ّللاه

    Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT atas kasih sayang dan

    karunia-Nya yang telah memberikanku kekuatan serta membekaliku dengan ilmu

    pengetahuan sehingga diberikan kemudahan dalam penyusunan skripsi ini.

    Sholawat dan salam selalu terlimpahkan dan tercurah atas keharibaan

    Rasulullah Muhammad SAW semoga yaumil akhir kelak mendapat syafaat

    beliau. Aamiin ya rabbal’alamin.

    Teristimewa karya kecil ini kupersembahkan kepada orang yang sangat

    aku sayangi Ayahanda (Abdul Hamid) dan Ibunda (Nurmah) tercinta, terkasih,

    dan tersayang yang telah mendidik dan mengajariku arti sebuah perjuangan,

    yang rela membanting tulang membiayai hidup dan pendidikanku selama ini demi

    masa depanku yang lebih cerah. Hanya karya kecil ini yang bisa aku

    persembahkan semoga Ibunda dan Ayahanda tercinta berbahagia atas

    terselesaikannya tugas akhir ini.

    Seluruh keluarga besarku tercinta, untuk kakakku tercinta (Samsul

    Bahri, Herman, Eliyana, Yanto, Heri, Amrullah, Salehuddin, Hazlina, dan Adi

    Saputra) terima kasih atas do’a, cinta, kasih sayang dan bantuan kalian selama

    ini. Serta keponakan-keponakanku tersayang terima kasih untuk senyum dan

    tawanya. Hanya karya kecil ini yang dapat kupersembahkan, semoga dapat

    menjadi kebanggaan kalian semua. Teruntuk Abang angkatku tercinta (Edy

    Kurniawan SH., M. Kn) beserta keluarga, kuucapkan terimakasih yang tak

    terhingga atas dukungan moril maupun materil serta nasehat dan motivasinya

    sehingga skripsi ini dapat terselesaikan, hanya karya kecil ini yang dapat

    kupersembahkan semoga menjadi tawa bahagia untuk abang dan keluarga

    tercinta. Serta sahabat, kawan-kawan sehidup, dan seperjuangan, terimakasih

    untuk do’a, nasehat, hiburan dan kerjasamanya semoga Allah limpahkan

    rahmat_Nya kepada kita semua. Aamiin

  • vi

    KATA PENGANTAR

    ِ ِحيمِ بِْسِم ّللاه َرْحمِه الرَّ الَّ

    Assalamualaikum Wr Wb

    Alhamdulillah, puji dan syukur tak henti-hentinya penulis ucapkan

    kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan anugrah kepada penulis sehingga

    penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Tradisi Bapukung Pada

    Masyarakat Suku Banjar di Desa Penjuru Kecamatan Kateman Kabupaten

    Indragiri Hilir, Riau”.

    Shalawat dan salam penulis hadiahkan kepada junjungan alam, yakni

    Rasulullah Muhammad SAW, karena berkat perjuangan beliau ummatnya

    terbebas dari alam kegelapan dan dapat menikmati indahnya islam dan manisnya

    ilmu pengetahuan seperti yang dirasakan saat sekarang ini.

    Pada kesempatan ini tak lupa penulis menghaturkan rasa terima kasih yang

    dalam kepada kedua orangtua serta keluarga besar penulis yang telah memberikan

    motivasi dan dorongan serta do‟a yang tiada hentinya agar dapat segera

    menyelesaikan skripsi ini. Kepada Pembimbing I: Bapak Samsul Huda, S.Ag,

    M.Ag dan Pembimbing II: Bapak Hendra Gunawan, M.Hum yang telah

    meluangkan waktu, membimbing, mengajarkan, dan menasehati penulis sehingga

    skripsi ini bisa terselesaikan. Selanjutnya penulis mengucapkan terimakasih yang

    sebesar-besarnya kepada:

    1. Yth. Bapak Dr. H. Hadri Hasan, MA selaku Rektor UIN Sulthan Thaha

    Saifuddin Jambi.

    2. Yth. Bapak Prof. Dr. H. Sua‟idi Asyari, MA., Ph.D, Yth. Bapak Dr. H.

    Hidayat, M.Pd, Yth. Ibu Dr. Hj. Fadhilah.M.Pd selaku Wakil Rektor I, II, dan

    III UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

    3. Yth. Ibu Prof. Dr. Hj. Maisah, M.Pd.I selaku Dekan Fakultas Adab dan

    Humaniora, UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

    4. Yth. Bapak Dr. Alfian,S.Pd., M.Ed , Yth. Bapak Dr. H. Muhammad Fadhil,

    M.Ag, Yth. Ibu Dr. Roudhoh, S.Ag, SS., M.Pd.I selaku Wakil Dekan I, II, dan

    III Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

  • vii

    5. Yth. Bapak Aliyas, S.Th.I., M.Fil.I selaku ketua Jurusan Sejarah Peradaban

    Islam UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

    6. Yth. Bapak Aminuddin, S.Ag, M.Fil.I selaku sekretaris Jurusan Sejarah

    Peradaban Islam UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

    7. Yth. Ibu Mailinar, S. Sos, M. Ud selaku Dosen Pembimbing Akademik.

    8. Yth. Seluruh Dosen dan karyawan/ti di lingkungan Fakultas Adab dan

    Humaniora UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

    9. Sahabat-sahabati SPI‟15 yang sama-sama berjuang di Fakultas Adab dan

    Humaniora UIN STS Jambi. Khususnya lokal SPI/A yang telah menjadi

    partner diskusi yang baik bagi penulis.

    10. Kepada para informan yang tidak dapat disebut namanya satu persatu yang

    telah membantu, mengajarka, dan memberikan informasi terkait penelitian

    penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

    Penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

    semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan skripsi ini, semoga Allah

    SWT memberikan keberkahan kepada kita semua. Akhir kata penulis sangat

    berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

    Wassalamu’alaikum Wr. Wb

    Jambi, 16 April 2019

    Penulis

  • viii

    ABSTRACT

    Azmi, Khairul. 2019. Bapukung Ttradition of Banjar Tribe Community in Penjuru

    Village, Kateman District, Indragiri Hilir Regency, Riau. History of Islamic

    Civilization Department, Adab and Humanities Faculty, State Islamic University

    Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Supervisor I: Samsul Huda, S.Ag, M.Ag and

    supervisor II: Hendra Gunawan, M. Hum.

    This research started with the presence of the Bapukung tradition in the changing

    of era that are progressing and developing than the general society assumes that an

    old tradition is irrelevant to use in increasingly advance and developing era. The

    aims of this research is to find out the Bapukung tradition of Banjar Tribe

    Community in Penjuru Village, Kateman District, Indragiri Hilir Regency, Riau.

    To know the reasons of Banjar Tribe Community in Penjuru Village, Kateman

    District, Indragiri Hilir Regency, Riau in maintaining the Bapukung tradition. And

    to know the ways are carried out by Banjar Tribe Community in Penjuru Village,

    Kateman District, Indragiri Hilir Regency, Riau in maintaining the Bapukung

    tradition. This research is an ethnographic research, qualitative descriptive method

    with emic approach. The data were taken from the results of participant

    observations, depth interviews, and documentations. In this research the writer

    uses functional theory by Malinowski to answer the problems studied. The results

    of this research show that Bapukung is a tradition that carried out by Banjar Tribe

    Community in Penjuru Village to lulling the child with a sitting position in a

    swing. The Bapukung tradition that carried out by Banjar Tribe Community in

    Penjuru Village is not only because of ancestral heritage that should be safe and

    preserve, furthermore this tradition is carried out because it has positive values

    such as the identity of Banjar tribe community and it has a health function that

    can develop the brain, strengthen the spine, and strengthen the neck. In addition,

    Bapukung can provide the convenience and make the child fall asleep quickly,

    avoid colds, mosquito bites, and keep the child from falling off the swing. The

    ways of Banjar Tribe Community in Penjuru Village Riau do in maintaining the

    Bapukung tradition is through family education both verbally and practically,

    such as giving advice about Bapukung tradition, instilling love for tradition,

    educate and practice to their families, children and grandchildren in the tradition

    of Bapukung through parents and traditional attendants.

    Keywords: Bapukung, Culture, Banjar Tribe Community.

  • ix

    ABSTRAK

    Azmi, Khairul. 2019. Tradisi Bapukung Pada Masyarakat Suku Banjar di Desa

    Penjuru Kecamatan Kateman Kabupaten Indragiri Hilir, Riau. Jurusan Sejarah

    Peradaban Islam, Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Sultan

    Thaha Saifuddin Jambi. Pembimbing I: Samsul Huda, S.Ag, M.Ag dan

    Pembimbing II: Hendra Gunawan, M. Hum.

    Penelitian ini berawal dari hadirnya tradisi Bapukung ditengah perubahan zaman

    yang kian maju dan berkembang sehingga masyarakat pada umumnya berasumsi

    bahwa suatu tradisi lama tidak relevan lagi dipakai di era yang semakin maju dan

    berkembang saat ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa yang

    dimaksud dengan tradisi Bapukung pada masyarakat Suku Banjar di Desa Penjuru

    Kecamatan Kateman Kabupaten Indragiri Hilir, Riau. Mengetahui alasan-alasan

    masyarakat Suku Banjar di Desa Penjuru Kecamatan Kateman Kabupaten

    Indragiri Hilir, Riau dalam mempertahankan tradisi Bapukung. Dan mengetahui

    cara apa saja yang dilakukan oleh masyarakat Suku Banjar di Desa Penjuru

    Kecamatan Kateman Kabupaten Indragiri Hilir, Riau dalam mempertahankan

    tradisi Bapukung. Penelitian ini merupakan penelitian etnografi, metode deskriptif

    kualitatif dengan pendekatan emik. Data diperoleh dari hasil observasi partisipan,

    wawancara mendalam dan dokumentasi. Dalam penelitian ini penulis

    menggunakan teori fungsional ala Malinowski dalam menjawab permasalahan

    yang diteliti. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan

    Bapukung adalah suatu tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Suku Banjar di

    Desa Penjuru dalam menidurkan sang anak dengan posisi duduk didalam ayunan.

    Tradisi Bapukung yang dilakukan oleh masyarakat Suku Banjar di Desa Penjuru

    bukan semata-mata karena peninggalan leluhur yang patut dijaga dan dilestarikan,

    lebih jauh lagi tradisi ini dilakukan karena memiliki nilai positif diantaranya

    sebagai identitas diri bagi masyarakat Suku Banjar dan memiliki fungsi kesehatan

    yang dapat mencerdaskan otak, meluruskan dan menguat tulang belakang,

    meluruskan dan menguatkan leher. Selain itu Bapukung dapat memberikan

    kenyamanan dan membuat sang anak cepat terlelap, terhindar dari masuk angin,

    gigitan nyamuk dan menjaga sang anak agar tidak terjatuh dari ayunan. Adapun

    cara yang dilakukan masyarakat Suku Banjar di Desa Penjuru dalam

    mempertahankan tradisi Bapukung yakni melalui edukasi kekeluargaan baik

    secara lisan maupun praktek seperti, memberikan nasehat terkait tradisi

    Bapukung, menanamkan rasa cinta terhadap tradisi, mengajarkan dan

    mempraktekkan kepada keluarga, anak dan cucu mereka terkait tradisi Bapukung

    melalui orangtua dan dukun beranak.

    Kata Kunci: Bapukung, Budaya, Masyarakat Suku Banjar.

  • x

    DAFTAR ISI

    NOTA DINAS ................................................................................................. i

    PENGESAHAN .............................................................................................. ii

    SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................. iii

    MOTTO .......................................................................................................... iv

    PERSEMBAHAN ........................................................................................... v

    KATA PENGANTAR .................................................................................... vi

    ABSTRAK ...................................................................................................... viii

    DAFTAR ISI ................................................................................................... x

    DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii

    DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1

    B. Rumusan Masalah ........................................................................... 4

    C. Batasan Masalah .............................................................................. 4

    D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ....................................... 4

    E. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 6

    BAB II KAJIAN TEORI

    A. Kerangka Teori ................................................................................ 8

    1. Kebudayaan ............................................................................... 8

    2. Tradisi ........................................................................................ 9

    3. Teori Difusi Kebudayaan........................................................... 10

    4. Teori Fungsional ........................................................................ 11

    BAB III METODE PENELITIAN

    A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ...................................................... 13

    B. Lokasi Penelitian ............................................................................. 13

    C. Jenis dan Sumber Data .................................................................... 14

    1. Jenis Data.................................................................................. 14

  • xi

    2. Sumber Data ............................................................................. 15

    3. Penentuan Sampel dan Informan .............................................. 15

    D. Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 16

    1. Observasi/Pengamatan ............................................................. 16

    2. Wawancara ............................................................................... 17

    3. Dokumentasi ............................................................................. 19

    E. Teknik Analisis Data ....................................................................... 19

    1. Analisis Domain ....................................................................... 20

    2. Analisis Taksonomi .................................................................. 20

    3. Analisis Komponensial ............................................................. 21

    4. Analisis Tema Budaya .............................................................. 22

    F. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ............................................. 23

    G. Jadwal Penelitian ............................................................................. 24

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian................................................ 26

    1. Sejarah Desa Penjuru ................................................................ 26

    2. Letak Geografis Desa Penjuru .................................................. 29

    3. Mata Pencaharian ..................................................................... 30

    4. Budaya ...................................................................................... 31

    B. Hasil dan Pembahasan/Analisa ..................................................... 33

    1. Pengertian Bapukung................................................................ 33

    2. Sejarah Tradisi Bapukung ........................................................ 35

    3. Proses Bapukung ..................................................................... 37

    4. Alasan Masyarakat Suku Banjar Masih Memertahankan

    Tradisis Bapukung .................................................................... 45

    5. Cara Masyarakat Suku Banjar Mempertahankan Tradisi

    Bapukung .................................................................................. 54

  • xii

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan ...................................................................................... 56

    B. Saran ............................................................................................... 58

    C. Kata Penutup ................................................................................... 60

    DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….. 61

    LAMPIRAN I GAMBAR …………………………………………………... 63

    LAMPIRAN II INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA ……………….. 69

    LAMPIRAN III KARTU KONSULTASI ………………………………… 71

    LAMPIRAN IV DAFTAR RIWAYAT HIDUP ………………………….. 73

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Indonesia merupakan Negara yang kaya akan keanekaragaman suku,

    bangsa, bahasa, budaya, ras, agama, kepercayaan, tradisi, dan masih banyak

    keanekaragaman yang lainnya. Dimana setiap daerah atau masyarakat Indonesia

    mempunyai banyak sekali corak dan kebudayaannya masing-masing, mulai dari

    sabang sampai merauke, kebudayaan yang berbeda-beda ini merupakan corak

    kehidupan bangsa Indonesia namun demikian tidak jadi penghalang masyarakat

    untuk bersatu dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang

    bersemboyankan “Bhinneka Tunggal Ika” berbeda-beda namun tetap satu jua,

    itulah Indonesia.

    Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya

    manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan

    belajar.2 Kebudayaan yang dimiliki sekelompok manusia akan membentuk ciri

    dan menjadi pembeda dengan kelompok lain.3 Dari sebuah kebudayaanakan

    tampak suatu ide, tindakan, dan benda hasil karya manusia yang kita kenal

    sebagai wujud dari kebudayaan tersebut. Dengan demikian J.J Honigmann dalam

    bukunya The World of Man membagi budaya dalam tiga wujud, yaitu: ideas,

    activities, and artifact.4Sejalan dengan pendapat ahli tersebut Koentjaraningrat

    mengemukakan bahwa wujud sebuah kebudayaan itu dapat dibagi menjadi tiga:

    Pertama, wujud kebudayaan sebagai kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai,

    norma-norma, peraturan, dan sebagainya. Kedua, wujud kebudayaan sebagai

    suatu kompleks aktifitas serta tindakan berpola dari manusia dalam

    masyarakat.Ketiga, wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.5

    2Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009). Hlm. 144

    3Herimanto dan Winarno, Ilmu Sosial & Budaya Dasar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011).

    Hlm. 33 4Elly M. Setiadi Dkk, Ilmu Sosial Budaya Dasar, (Jakarta: Kencana, 2006). Hlm. 29

    5 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009). Hlm. 150

  • 2

    Tindakan berinteraksi menurut pola-pola yang dilakukan oleh manusia

    secara turun-temurun disebut dengan tradisi.6Tradisi termasuk kedalam wujud

    kebudayaan yang kedua dimana tradisi merupakan suatu tindakan atau perilaku

    manusia yang dilakukan secara terpola dan berulang-ulang sehingga menjadi

    sebuah kebiasaan turun-temurun yang dilakukan terus menerus dari zaman nenek

    moyang hingga sekarang.Tradisi dapat pula bermakna sebagai adanya suatu

    informasi yang diteruskan generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan yang

    merupakan gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah berproses dalam

    waktu yang lama dan dilaksanakan turun temurun dari nenek moyang, lalu tradisi

    tersebut dipengaruhi oleh kecenderungan untuk berbuat sesuatu dan mengulang

    sesuatu itu hingga menjadi kebiasaan.7

    Di Indonesia banyak sekali tradisi unik yang masih dipertahankan

    masyarakat hingga sekarang, salah satunya yaitu tradisi Bapukung pada

    masyarakat Suku Banjar di Desa Penjuru Kecamatan Kateman Kabupaten

    Indragiri Hilir, Riau.Tradisi Bapukung adalah salah satu budaya yang

    dipertahankan oleh masyarakat Suku Banjar yang merupakan masyarakat

    terbanyak setelah Suku Melayu.8Bapukung merupakan hasil dari kebudayaan

    migrasi orang-orang banjar yang berpindah dari Kalimantan Selatan ke berbagai

    daerah di Indonesia termasuk Desa Penjuru yang membawa unsur-unsur budaya

    lokal masyarakat Suku Banjar Kalimantan Selatan yang kita kenal dengan istilah

    difusi kebudayaan. Difusi kebudayaan bermakna sebagai penyebaran unsur-unsur

    kebudayaan dari satu tempat ke tempat lain di muka bumi oleh kelompok manusia

    yang bermigrasi.9

    Tradisi Bapukung merupakan variasi atau jenis lain dari cara menidurkan

    anak balita khas masyarakat Suku Banjar yang tidak kalah uniknya dengan cara

    6Siti Karomah, “Tradisi Muyyi Dalam Interaksi Antar Kerabat di Desa Bukit Talang Mas

    Kecamatan Singkut Kabupaten Sarolangun”. Skripsi. Fakultas Adab dan Humaniora, Institut

    Agama Islam Negeri Sultan Thaha Safuddin Jambi, 2016. Hlm. 2 7Nova Pertiwi, “Tradisi Anak Hilang Pada Acara Pernikahan di Desa Limbur Merangin

    Kecamatan Pamenang Barat Kabupaten Merangin”. Skripsi. Fakultas Adab dan Humaniora,

    Institut Agama Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin Jambi, 2014. Hlm. 19 8Dokumen Desa Penjuru Tahun 2017

    9Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009). Hlm.199

  • 3

    diayun. Antara diayun dan dipukung (Bapukung), keduanya sama-sama

    menggunakan peralatan yang kurang lebih sama dan cara buaiannya juga sama-

    sama diayun. Adapun perbedaannya yakni, pada Bapukung posisi bayi adalah

    duduk dengan posisi lutut ditekuk hampir menyentuh dada, tangan bersedekap

    atau lurus, kemudian mulai dari leher diikat dengan menggunakan kain panjang

    hingga mengenai punggung, belakang, sampai kepinggang.10

    Sedangkan cara

    diayun biasa posisi bayi berbaring atau telentang layaknya bayi tidur seperti

    biasanya tanpa diikat.

    Tradisi Bapukung yang hadir sejak tahun 1980 di Desa Penjuru hingga

    sekarang telah menjadi perbincangan oleh masyarakat pada umumnya yang

    budayanya sendiri mulai tergerus akibat perubahan dan kemajuan zaman saat ini

    dimana masyarakat yang dulunya sangat memegang erat budaya dan tradisi lokal

    yang ada, sekarang mulai hilang dan sirna karena pengaruh zaman yang kian tak

    terelakkan. Melalui informasi dan teknologi yang mudah diakses seperti totonan

    ditelevisi maupun penggunaan internet melalui hp atau komputer memudahkan

    budaya luar masuk merasuki jiwa masyarakat terutama kalangan pemuda,

    sehingga muncullah pandangan bahwa budaya atau tradisi yang masih mengikuti

    cara-cara lama merupakan sesuatu yang kuno, ketinggalan zaman, dan tidak

    relevan lagi dipakai atau digunakan pada zaman sekarang yang telah maju dan

    berkembang.11

    Kendati demikian masyarakat Suku Banjar yang juga ikut dalam

    perubaha zaman saat ini tidak memperdulikan hal itu, mereka tetap

    mempertahankan tradisi Bapukung yang dianggap sebagai suatu ciri khas identitas

    bagi masyarakat Suku Banjar di Desa Penjuru. Bagi mereka Bapukung adalah

    Bapukung yang tidak akan pernah berubah bahkan hilang karena kemajuan

    zaman, sebab ini adalah tradisi peninggalan nenek moyang yang mesti dijaga dan

    dipertahankan keberadaannya.

    10

    Hasil wawancara dengan Bapak Asol sebagai tokoh masyarakat yang mengetahui

    tentang tradisi Bapukung (11 Februari 2019. Pukul: 08.00 WIB) 11

    Hasil wawancara dengan Bapak H. Sabri sebagai tetua masyarakat Suku Banjar di Desa

    Penjuru yang mengetahui tentang tradisi Bapukung (13 Februari 2019. Pukul: 17.05 WIB)

  • 4

    Berangkat dari permasalahan ini penulis sangat tertarik untuk melakukan

    penelitian lebih lanjut dan mendalam dengan judul “TRADISI BAPUKUNG

    PADA MASYARAKAT SUKU BANJAR DI DESA PENJURU KECAMATAN

    KATEMAN KABUPATEN INDRAGIRI HILIR, RIAU.”

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan

    permasalahan sebagai berikut:

    1. Apa yang dimaksud dengan tradisi Bapukung pada masyarakat Suku Banjar di

    Desa Penjuru Kecamatan Kateman Kabupaten Indragiri Hilir, Riau?

    2. Mengapa masyarakat Suku Banjar di Desa Penjuru Kecamatan Kateman

    Kabupaten Indragiri Hilir, Riau masih mempertahankan tradisi Bapukung?

    3. Bagaimana masyarakat Suku Banjar di Desa Penjuru Kecamatan Kateman

    Kabupaten Indragiri Hilir, Riau mempertahankan tradisi Bapukung?

    C. Batasan Masalah

    Supaya pembahasan tidak melebar apalagi menyimpang dari tujuan

    penelitian yang hendak dicapai, maka sangat diperlukan batasan permasalahan

    yang hendak dijawab agar penelitian ini lebih fokus dan terarah. Adapun batasan

    dalam penelitian ini yaitu hanya terfokus pada maksud dari tradisi Bapukung

    menurut masyarakat Suku Banjar yang ada di Desa Penjuru, mengetahui alasan

    masyarakat Suku Banjar di Desa Penjuru mempertahankan tradisi Bapukung, dan

    untuk mengetahui cara-cara apa saja yang dilakukan masyarakat Suku Banjar di

    Desa Penjuru dalam mempertahankan tradisi Bapukung ditengah zaman yang kian

    maju saat ini.

    D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan

    tradisi Bapukung pada masyarakat Suku Banjar di Desa Penjuru, mengetahui

    alasan-alasan masyarakat masih mempertahankan tradisi Bapukung, dan

    mengetahui cara apa saja yang dilakukan masyarakat Suku Banjar dalam

  • 5

    mempertahankan tradisi Bapukung. Selanjutnya tujuan dari penelitian iniingin

    memberikan pemahaman analitis etnografis terhadap tradisi Bapukung di era yang

    telah maju ini masih dilakukan oleh masyarakat Suku Banjar yang ada di Desa

    Penjuru Kecamatan Kateman Kabupaten Indragiri Hilir, Riau.Dengan pemahaman

    semacam ini diharapkan tidak lagi terjadi kesalahpahaman terhadap masyarakat

    umum yang menilai tradisi Bapukung sebagai sesuatu yang tidak relevan lagi

    dengan kemajuan zaman saat ini.

    Lebih jauh lagi melalui pengungkapan fungsi Bapukung dalam

    kehidupan masyarakat Suku Banjar di Desa Penjuru, diharapkan agar masyarakat

    Desa Penjuru pada umumnya mengakui bahwa ada fungsi tertentu dibalik tradisi

    Bapukung yang dilakukan oleh masyarakat Suku Banjar sehingga dengan

    mengetahui fungsi-fungsi itulah tradisi ini menjadi patut dilestarikan untuk

    mewariskan tradisi leluhur yang amat berharga.

    Adapun manfaat yang penulis harapkan dari penelitian ini adalah:Secara

    teoritis, penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan analisis bagi

    perkembangan dunia ilmu antropologi budaya khususnya tentang pemahaman

    teori fungsional. Dari sini akan diperoleh gambaran secara fungsional dari tradisi

    Bapukung yang dianggap sebagai tradisi yang ketinggalan zaman dan tidak tepat

    dilakukan di era yang telah maju saat ini. Dengan kata lain, bagi siapa saja yang

    menilai tradisi ini sebagai keterbelakangan akan semakin yakin bahwa tradisi

    Bapukung mempunyai fungsi tertentu bagi kehidupan masyarakat masih bisa

    digunakan mesti zaman telah maju.

    Secara praktis, membuka wawasan kepada penulis khususnya dan kepada

    pembaca dan masyarakat pada umumnya bahwa meskipun kita hidup di era yang

    semakin maju saat ini, tidak harus menolak, mencemooh, atau meninggalkan

    tradisi yang telah ada sejak lama sebagai aset budaya masyarakat

    Indonesia.Bahkan, pada gilirannya hal itu juga dapat diteladani oleh masyarakat

    lain diluar Desa Penjuru yang masih ingin mempertahankan budaya-budaya

    mereka ditengah-tengah kemajuan zaman saat ini. Lebih jauh lagi melalui tradisi

  • 6

    Bapukung diharapkan masyarakat dan pemerintah terkait akan terus berupaya

    melestarikan budaya-budaya lokal yang mulai tergerus dan hilang akibat

    kemajuan zaman.

    E. Tinjauan Pustaka

    Mengenai tulisan ini, belum ada dibuat dalam tulisan ilmiah yang

    dilakukan oleh Mahasiswa UIN STS JAMBI bahkan belum ada peneliti yang

    mengkaji tentang tradisi Bapukung pada masyarakat Suku Banjar di Desa Penjuru

    Kecamatan Kateman Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, namun penelitian yang

    berkaitan dengan tradisi seperti ini banyak diantaranya:

    1. Jurnal yang ditulis oleh Suaibah dan Hesti Asriwandari, “Tradisi Ayun Budak

    Pada Masyarakat Bangun Purba di Kabupaten Rokan Hulu”, dimana tulisan

    ini menjelaskan bahwa tradisi Ayun Budak merupakan suatu bentuk upacara

    yang dilakukan ibu-ibu ketika akan menidurkan anaknya dalam sebuah ayunan

    disertai lagu-lagu berisi nasehat, petuah dan doa. Pelaksanaan upacara Ayun

    Budak secara umum diperuntukkan pada anak yang berusia kurang dari satu

    tahun, oleh karena pelaksanaan ini ada yang berupa niat dan nazar maka

    pelaksanaan Ayun Budak ini harus dilakukan, tidak tergantung kepada waktu,

    tetapi tergantung kesempatan dan kemampuan orangtua. Pada dasarnya

    penelitian ini lebih terfokus kepada aspek pencarian makna yang terdapat

    didalamnya sebagai sebuah ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas lahirnya

    putera-puteri dengan selamat dan sehat sebagai keluarga baru, Ayun Budak

    menjadi media penyampaian nasehat kepada sang anak maupun hadirin, Ayun

    Budak berisi pinta dan doa kepada Sang Khalik dan ayun budak dapat

    memupuk silaturrahmi sesama warga masyarakat. Fokus penelitian demikian,

    jelas berbeda dengan penelitian penulis yang lebih menekankan kepada aspek

    fungsional dimana suatu kebudayaan dipertahankan karena ia memiliki fungsi,

    dalam hal ini tradisi Bapukung dapat mencerdaskan otak dan membuat tulang

    belakang menjadi kuat dan lurus. Mesti media yang digunakan sama dalam

    pelaksanaannya yakni menggunakan ayunan namun interpretasinya berbeda

  • 7

    dimana tradisi Ayun Budak melihat dari sisi makna, sedangkan tradisi

    Bapukung melihatnya dari segi fungsi dari sebuah kebudayaan itu.

    2. Jurnal oleh Zulfa Jamali, “Akulturasi dan Kearifan Lokal Dalam Tradisi

    Baayun Maulid Pada Masyarakat Banjar”, Tradisi Baayun Maulid merupakan

    kegiatan mengayun anak secara bersama-sama dalam masyarakat Banjar yang

    dilaksanakan bertepatan pada kelahiran Nabi SAW 12 Rabiul Awal di Masjid

    al Mukarramah Banua Halat. Tradisi ini pada prinsipnya adalah upacara

    keagamaan yang merupakan tradisi lokal yang bernafaskan atau mengandung

    unsur-unsur dakwah Islam. Penelitian ini lebih jauh mengkaji akulturasi dan

    transformasi nilai dalam tradisi Baayun Maulid masyarakat Banjar dengan

    pendekatan antropologis keagamaan sebagai upaya memahami makna

    mendalam dari objek penelitian, ia melihat dimana tradisi lokal yang telah

    berakulturasi dengan agama Islam yang menjadi sebuah media dakwah dalam

    menyampaikan nilai-nilai agama Islam dalam kehidupan. Sedangkan penelitian

    penulis lebih jauh melihat dimana tradisi Bapukung sebagai tradisi lama yang

    hidup ditengah-tengah perubahan kemajuan zaman, walau demikian tradisi ini

    tetap ada dan dipakai hingga sekarang. Penelitian ini menggunakan pendekatan

    etnografi dimana penulis melihat secara mendalam, menggambarkan secara

    detail dan apa adanya tentang tradisi Bapukung yang ada pada masyarakat

    Suku Banjar di Desa Penjuru Kecamatan Kateman Kabupaten Indragiri Hilir,

    Riau.

  • 8

    BAB II

    KERANGKA TEORI

    Untuk mempermudah penulis dalam memberikan pengertian yang

    terdapat dalam penelitian ini, maka perlu dilakukan landasan berpikir untuk

    menganalisa, mengkaji dan menjabarkan permasalahan yang sedang diteliti sesuai

    dengan judul masalah diatas.

    A. Kebudayaan

    Sebagaimana diketahui bahwa kebudayaan merupakan bagian yang tidak

    terpisahkan dari kehidupan umat manusia, yang hadir beriring dengan kehadiran

    kehidupan manusia.12

    Menurut Koentjaraningrat kebudayaan adalah keseluruhan

    sisitem gagasan, tindakan, hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang

    dijadikan milik manusia dengan belajar.13

    Menurut Edward B. Taylor kebudayaan

    adalah kesatuan yang menyeluruh dan terdiri dari pengetahuan, kepercayaan,

    kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan semua kemampuan serta kebiasaan

    lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.14

    Koentjaraningrat

    membagi kebudayaan menjadi tiga wujud yakni: Pertama, wujud kebudayaan

    sebagai suatu kompleks dari ide, gagasan, nilai, norma, peraturan dan sebagainya.

    Kedua, wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan

    berpola dari manusia dalam masyarakat.Ketiga, wujud kebudayaan sebagai benda-

    benda hasil karya manusia.15

    Dari penjelasan diatas maka posisi kebudayaan yang penulis teliti

    termasuk kedalam wujud kebudayaan yang kedua yakni suatu kompleks aktivitas

    serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat atau yang sering kita sebut

    dengan tradisi.Dalam hal ini Bapukung merupakan warisan budaya dari nenek

    moyang secara turun-temurun dari generasi ke generasi dan dipertahankan hingga

    12

    Nur Syam, Mazhab-mazhab Antropologi, (Yogyakarta: PT. LKIS Pelangi Aksara,

    2007). Hlm. 29 13

    Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009). Hlm.

    144 14

    Roger M. Keesing, Antropologi Budaya, (Jakarta: Erlangga, 1989). Hlm. 68 15

    Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009). Hlm.

    150

  • 9

    sekarang.Jika tradisi Bapukung hilang maka hilang pulalah wujud kebudayaan

    masyarakat Suku Banjar yang terdapat di Desa Penjuru Kecamatan Kateman

    Kabupaten Indragiri Hilir, Riau.Karena tradisi Bapukung merupakan tradisi

    peninggalan nenek moyang sejak dahulu.Dengan demikian segala hasil kegiatan

    budaya yang diakui sebagai milik bersama oleh suatu bangsa atau suku bangsa,

    yang demikian itu seringkali didudukkan sebagai salah satu penanda bagi jati diri

    bangsa atau suku bangsa yang bersangkutan.16

    Seperti halnya budaya yang dimiliki

    Suku Banjar yakni tradisi Bapukung.

    B. Tadisi

    Tradisi dapat diartikan sebagai suatu kebiasaan yang telah dilakukan

    sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan kelompok suatu masyarakat,

    biasanya dari suatu Negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama, namun

    hal yang paling mendasar dari suatu tradisi yakni adanya suatu informasi yang

    diteruskan dari generasi baik secara tertulis maupun lisan.17

    Sejalan dengan hal itu

    C. A. Van Peursen menegaskan bahwa tradisi dapat diterjemahkan dengan

    pewarisan atau penerusan norma-norma, adat istiadat, kaidah-kaidah, harta-

    harta.Tetapi tradisi tersebut bukanlah sesuatu yang tidak dapat diubah, tradisi

    justru diperpadukan dengan aneka ragam perbuatan manusia dan diangkat dalam

    keseluruhannya. Manusialah yang membuat sesuatu dengan tradisi itu, ia

    menerimanya, menolaknya, atau mengubahnya.18

    Begitu pula dengan Kebudayaan Bapukung yang merupakan bagian dari

    tradisi atau kebiasaan turun temurun yang dilakukan oleh masyarakat Suku Banjar

    yang diwariskan secara turun-temurun dan diterima dengan baik oleh pemiliknya

    dari generasi ke generasi dari zaman nenek moyang hingga sekarang.Tradisi

    Bapukung inilah yang menjadi suatu ciri dari kebudayaan masyarakat Suku

    Banjar di Desa Penjuru Kecamatan Kateman Kabupaten Indragiri Hilir, Riau.

    16

    Edi Sedyawati, Kebudayaan di Nusantara dari Keris, Tor-tor, sampai Industri Budaya,

    (Depok: Komunitas Bambu, 2014). Hlm. 17 17

    Anton dan Marwati, Ungkapan Tradisional Dalam Upacara Adat Perkawinan

    Masyarakat Bajo di Pulau Balu Kabupaten Muna Barat. Jurnal Humanika 2015, Vol. 13. Hlm. 3 18

    C. A. Van Peursen, Strategi Kebudayaan, (Yogyakarta: Kanisius, 1998). Hlm. 11

  • 10

    C. Teori Difusi Kebudayaan

    Difusi adalah persebaran kebudayaan yang disebabkan adanya migrasi

    manusia. Perpindahan dari satu tempat ke tempat lain, akan menularkan budaya

    tertentu. Apalagi jika perpindahan manusia itu secara kelompok atau besar-

    besaran, jelas akan menimbulkan difusi budaya yang luar biasa. Setiap ada

    persebaran kebudayaan, disitulah terjadi penggabungan dua kebudayaan atau

    lebih.19

    Sering kita temui banyak pendatang dari luar daerah yang membawa

    unsur-unsur budaya mereka sendiri yang pada akhirnya nanti terjadi perpaduan

    atau perlawanan antara budaya masyarakat setempat dengan budaya masyarakaat

    pendatang sehingga saling tarik-menarik diantara keduanya yang mengakibatkan

    tergesernya salah satu dari kedua budaya tersebut atau sama-sama bertahan dalam

    satu atap dengan mempertahankan unsur budayanya masing-masing.

    Begitu pula halnya dengan tradisi Bapukung yang mengalami suatu

    difusi kebudayaan dimana tradisi Bapukung dibawa oleh individu-individu yang

    bermigrasi dari Kalimantan Selatan menuju Desa Penjuru Kecamatan Kateman

    Kabupaten Indragiri Hilir, Riau yang kian hari semakin banyak jumlah penduduk

    yang berdatangan sehingga unsur-unsur budaya lokal masyarakat Kalimantan

    Selatan berpindah ke Desa Penjuru. Perpindahan unsur-unsur budaya tersebut

    tidak mempengaruhi nilai-nilai budaya lokal yang telah ada sejak lama, kedua

    budaya ini hidup berdampingan dalam satu atap dengan tidak mempengaruhi

    bahkan tidak menghilangkan salah satu budaya yang ada.

    19

    Swardi Endraswara, Metodologi Penelitian Kebudayaan, (Yogyakarta: Gadjah Mada

    University Press, 2006). Hlm. 97

  • 11

    D. Teori Fungsional

    Fungsi kebudayaan adalah untuk mengatur manusia agar dapat mengerti

    bagaimana seharusnya bertindak dan berbuat untuk menentukan sikap kalau akan

    berhubungan dengan orang lain dalam menjalankan hidupnya, kebudayaan

    memiliki berbagai macam fungsi dalam kehidupan manusia diantaranya:

    1. Suatu hubungan pedoman antar manusia atau kelompok

    2. Wadah untuk menyalurkan perasaan-perasaan dan kehidupan lainnya

    3. Pembimbing kehidupan manusia

    4. Pembeda antar manusia dan binatang.20

    Menurut Malinowski fenomena budaya sekecil apapun pasti ada makna

    dan fungsinya bagi pendukung budaya tersebut, dalam kaitannya dengan analisis

    fungsional tentang budaya Malinowski cukup tajam memberikan rambu-rambu

    sebagai berikut: Pertama, ia menggambarkan fenomena yang ada di Trobiand

    tempat ia melakukan penelitian terkait dongeng suci yang disebut liliu. Dongeng

    ini bukan dongeng biasa, melainkan tergolong kategori khusus, bahkan dianggap

    sebagai pedoman upacara suci.Ini berarti dongeng memiliki fungsi spiritual yang

    tinggi.Fungsi dongeng suci menjadi wahana religius pemilik dengan Sang

    Khalik.Kedua, masalah tentang magis juga menarik perhatian

    Malinowski.Menurutnya, magis memiliki fungsi mengurangi kecemasan

    menghadapi hal-hal yang tidak dipahami, dia seolah-olah mampu menjelaskan

    alasan kehadiran dan kelestarian magis dalam budaya Trobriand.21

    Jika dikaitkan dengan teori Malinowski mengenai fungsionalisme

    kebudayaan seperti yang diterangkannya diatas melalui fenomena-fenomena yang

    terjadi pada masyarakat Trobriand maka dapat dilihat bahwa masyarakat Suku

    Banjar di Desa Penjuru sampai saat ini masih mempertahankan tradisi Bapukung

    dengan alasan bahwa Bapukung memiliki fungsi kesehatan diantaranya dapat

    mencerdaskan otak, membuat tulang belakang menjadi kuat dan lurus, dan lain-

    20

    Pdf. Repository.unpas.ac.id (Diunduh Pada: 04 April 2019) 21

    Swardi Endraswara, Metodologi Penelitian Kebudayaan, (Yogyakarta: Gadjah Mada

    University Press, 2006). Hlm. 104

  • 12

    lain. Menggunakan Bapukung adalah suatu identitas dan merupakan tradisi turun-

    temurun yang telah diwariskan oleh nenek moyang didalam kehidupan

    masyarakat Suku Banjar di Desa Penjuru. Selain memiliki fungsi kesehatan

    Bapukung juga memberikan kepuasan naluri bagi masyarakat pendukungnya

    dimana dengan Bapukung masyarakat merasa nyaman dan puas karena dapat

    meringankan beban orangtua dalam menjaga sang anak, dan telah melaksanakan

    anjuran nenek moyang mereka untuk menjaga dan mempertahankan tradisi yang

    telah ada sejak lama. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Malinowski

    bahwa kebudayaan mempunyai fungsi sebagai sebuah pendirian bahwa aktivitas

    suatu kebudayaan itu sebenarnya bermaksud untuk memuaskan suatu rangkaian

    dari sejumlah kebutuhan naluri makhluk manusia yang berhubungan dengan

    seluruh kehidupannya.22

    22

    Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi. (Jakarta: UI-Press, 1987). Hlm. 171

  • 13

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

    Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan emik

    dengan metode deskriptif kualitatif.Adapun jenis penelitian ini merupakan

    penelitian etnografi yaitu sebuah kajian tentang mendeskripsikan kebudayaan

    sebagaimana adanya.23

    Etnografi merupakan model penelitian budaya yang khas,

    yang memandang budaya bukan semata-mata sebagai produk melainkan proses.24

    Begitu pula dengan penelitian ini penulisakan mendeskripsikan tradisi Bapukung

    secara detil dan mendalam melihat Bapukung bukan hanya sebagai produk

    melainkan juga sebagai sebuah proses dari tradisi itu sendiri. Instrumen

    pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara,

    observasi, dan dokumentasi.

    B. Lokasi Penelitian

    Penelitian ini dilakukan di Desa Penjuru Kecamatan Kateman Kabupaten

    Indragiri Hilir, Riau yang merupakan tempat terjadinya tradisi

    Bapukung.Pemilihan terhadap lokasi penelitian dilakukan secara purposive yakni

    memilih secara sengaja dengan maksud mendapatkan sebuah lokasi yang

    dianggap relevan dengan tujuan dan manfaat penelitian.Adapun alasan pemilihan

    lokasi penelitian adalah:

    1. Adanya masalah penelitian yang menarik bagi penulis untuk dipecahkan.

    2. Lokasi penelitian merupakan wilayah tempat tinggal penulis sendiri sehingga

    memudahkan penulis untuk mendapatkan data dan informasi terkait tradisi

    Bapukung yang penulis teliti.

    23

    Swardi Endraswara, Metode Teori Teknik Penelitian Kebudayaan, (Yogyakarta :

    Pustaka Widyatama, 2006). Hlm. 207 24

    Ibid. Hlm. 209

  • 14

    3. Penulis tidak perlu lagi mempelajari bahasa lokal untuk mempermudah

    penelitian sehingga penulis lebih intensif masuk ke wilayah penelitian untuk

    mendapatkan data-data yang dibutuhkan.

    4. Lokasi penelitian merupakan salah satu Desa yang mayoritas penduduknya

    bersuku Banjar setelah Suku Melayu.

    5. Keterjangkauan penulis baik dari segi dana, waktu, dan pengalaman penulis

    terhadap wilayah yang menjadi lokasi penelitian.

    C. Jenis dan Sumber Data

    Data adalah keterangan yang dapat dijadikan dasar penelitian atau segala

    hal yang dapat digunakan sebagai bahan penyusunan informasi dan penulisan

    sebuah penelitian.

    1. Jenis Data

    Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data

    sekunder.

    b. Data Primer

    Data primer, yaitu data yang dikumpulkan, diolah, dan disajikan

    oleh peneliti dari sumber pertama atau utama.25

    Menurut Lofland bahwa

    sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan,

    selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Kata-kata

    dan tindakan yang dimaksud adalah kata-kata dan tindakan orang-orang

    yang diamati atau diwawancarai yang dicatat melalui catatan tertulis atau

    melalui perekaman video/audio tapes, pengambilan foto atau film.26

    Data primer tersebut adalah data utama hasil pengamatan,

    wawancara, dan dokumentasi yang dilakukan oleh penulis berkaitan dengan

    tradisi Bapukung pada masyarakat Suku Banjar di Desa Penjuru.Penulis

    menggunakan data ini untuk mendapatkan informasi langsung dari

    masyarakat setempat mengenai tradisi Bapukung.

    25

    Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Proposal dan Skripsi Fakultas Adab dan

    Humaniora, (Jambi: UIN STS Jambi, 2018). Hlm. 45 26

    Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosda

    Karya, 2014). Hlm. 157

  • 15

    c. Data Sekunder

    Data sekunder yaitu data yang dikumpulkan, diolah, dan disajikan

    oleh pihak lain, yang biasanya dalam bentuk-bentuk publikasi atau

    jurnal.27

    Jadi data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung

    dari sumbernya.Data sekunder yang dimaksud adalah data yang diperoleh

    dari data yang sudah terdokumentasi dan mempunyai hubungan dengan

    permasalahan yang diteliti.Adapun data sekunder dalam penelitian ini

    adalah buku-buku, jurnal, pdf, skripsi, dan dokumen.

    2. Sumber Data

    Sumber data adalah sumber dimana data dapat diperoleh, sedangkan

    sumber data dalam penelitian ini antara lain:

    a. Informan. Seperti: Tetua masyarakat yang memahami betul tentang tradisi

    Bapukung, dukun beranak dari Suku Banjar yang lebih mengetahui tentang

    tradisi Bapukung, tokoh masyarakat Desa Penjuru, masyarakat Suku Banjar

    serta pelaku tradisi yang juga memahami tentang tradisi Bapukung.

    b. Dokumentasi yang diambil dari penelitian ini yakni dari lapangan/lokasi

    penelitian seperti rekaman suara, foto, dan video.

    c. Buku, jurnal, pdf, skripsi, dan dokumen Desa Penjuru tahun 2017 terkait

    penelitian penulis.

    3. Penentuan Sampel dan Informan

    Sampel adalah sumber informasi data itu sendiri, sampel dapat berupa

    peristiwa, manusia, situasi, dan sebagainya.28

    Teknik pengambilan sampel

    menggunakan model purposive (purposive sampling), sampel ditetapkan secara

    sengaja oleh penulis.Sampel model purposive sampling artinya sampel yang

    bertujuan.Penyampelan dilakukan dengan menyesuaikan gagasan, asumsi,

    sasaran, tujuan, manfaat yang hendak dicapai oleh peneliti.29

    27

    Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Proposal dan Skripsi Fakultas Adab dan

    Humaniora, (Jambi: UIN STS Jambi, 2018). Hlm. 45 28

    Swardi Endraswara, Metodologi Penelitian Kebudayaan, (Yogyakarta: Gadjah Mada

    University Press, 2006). Hlm. 206 29

    Swardi Endraswara, Metode Teori Teknik Penelitian Kebudayaan, (Yogyakarta :

    Pustaka Widyatama, 2006). Hlm. 115

  • 16

    Menurut Webster’s New Collegiate Dictionary, seorang informan

    adalah seorang pembicara asli yang berbicara dengan mengulang kata-kata,

    frasa, dan kalimat dalam bahasa atau dialeknya sebagai model imitasi dan

    sumber informasi.30

    Sedangkan penentuan informan dilakukan dengan

    menggunakan jaringan, yakni berdasarkan informasi yang diperoleh dari Ketua

    RW, Ketua RT, dan tokoh agama Islam yang ada di Desa Penjuru Kecamatan

    Kateman Kabupaten Indragiri Hilir, Riau.

    Dalam penentuan informan penulis membagi menjadi dua yakni,

    informan kunci dan informan biasa. Informan kunci adalah seseorang yang

    memiliki informasi relatif lengkap terhadap budaya yang diteliti, dengan

    pertimbangan bahwa orang yang bersangkutan memiliki pengalaman pribadi

    sesusai dengan permasalahan yang diteliti, usia yang bersangkutan telah

    dewasa, orang yang bersangkutan sehat jasmani dan rohani, merupakan

    tokoh/masyarakat, memiliki pengetahuan yang luas mengenai masalah yang

    diteliti, dan lain-lain.31

    Adapun yang menjadi informan kunci dari penelitian ini

    adalah Bapak Syafi‟I, Bapak H. Sabri, Nenek Hajimah sebagai tetua

    masyarakat. Nenek Arne‟ dan Nenek Lisa‟ sebagai dukun beranak. Sedangkan

    informan biasa adalah penikmat atau pendukung seperti Bapak Asol, Bapak

    Saini sebagai tokoh masyarakat, Bapak Sudi‟, Ibu Hasnah, Ibu Nurfateha,

    sebagai pelaku tradisi dan seluruh warga masyarakat Desa Penjuru.

    D. Teknik Pengumpulan Data

    Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini

    menggunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi, sebagaimana yang

    dijelaskan sebagai berikut:

    1. Observasi/Pengamatan

    Observasi adalah suatu penyelidikan secara sistematis menggunakan

    kemampuan indera manusia.Pengamatan a powerfull tool indeed.Pengamatan

    dilakukan pada saat terjadi aktivitas budaya dan wawancara secara

    30

    James P. Spradley, Metode Etnografi, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2007). Hlm. 39 31

    Swardi Endraswara, Metode Teori Teknik Penelitian Kebudayaan, (Yogyakarta :

    Pustaka Widyatama, 2006). Hlm. 119

  • 17

    mendalam.32

    Observasi atau pengamatan bisa dilakukan terhadap sesuatu

    benda, keadaan, kondisi, situasi, kegiatan, proses, atau penampilan tingkah

    laku seseorang.33

    Untuk mendapatkan hasil maksimal, penulis menggunakan

    teknik observasi atau pengamatan yaitu teknik pengumpulan data yang

    mengharuskan peneliti untuk turun langsung kelapangan mengamati hal-hal

    yang terkait dengan tradisi Bapukung.

    Observasi atau pengamatan yang penulis lakukan adalah observasi

    partisipan.34

    Dimana penulis terlibat langsung dengan aktivitas yang sedang

    diteliti, penulis ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan tradisi Bapukung yang

    sedang penulis teiliti. Dengan melakukan teknik observasi, peneliti akan

    mengetahui dan merasakan apa yang dirasakan oleh subjek penelitian atau

    ketika lagi wawancara peneliti bisa mendeskripsikan pengalaman informan.

    Teknik observasi atau pengamatan ini digunakan untuk mendapatkan

    pengetahuan dari penelitian yang berkaitan dengan tradisi Bapukung pada

    masyarakat Suku Banjar di Desa Penjuru Kecamatan Kateman Kabupaten

    Indragiri Hilir, Riau..

    2. Wawancara

    Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.Percakapan itu

    dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan

    pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas

    pertanyaan.35

    Demi lancarnya wawancara dan mendapatkan informasi yang

    akurat, maka dalam proses wawancara dilakukan dengan santai, tidak tergesa-

    gesa, tenang, nyaman, artinya tidak ada yang tertekan antara pewawancara dan

    terwawancara.

    Wawancara yang digunakan penulis merupakan wawancara mendalam

    (indeptinterview).Sejalan dengan jenis wawancara tidak terstruktur, dimana

    32

    Swardi Endraswara, Metodologi Penelitian Kebudayaan, (Yogyakarta: Gadjah Mada

    University Press, 2006). Hlm. 208 33

    Sanapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,

    2007). Hlm. 135 34

    Swardi Endraswara, Metode Teori Teknik Penelitian Kebudayaan, (Yogyakarta :

    Pustaka Widyatama, 2006). Hlm. 140 35

    Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosda

    Karya, 2014). Hlm. 168

  • 18

    penulis maupun subyek penelitian lebih bebas mengemukakan pendapatnya

    tentang budaya yang dilakukan.Penulis juga lebih bebas dalam mengatur kata-

    kata, tidak terkekang, dan terkesan resmi, walaupun demikian penulis juga

    tetap menyiapkan rambu-rambu pertanyaan awal lalu ketika wawancara

    dikembangkan seperlunya.36

    Selain itu, jenis wawancara yang penulis gunakan

    dalam penelitian ini adalah wawancara terbuka, artinya penulis dan yang

    diteliti sama-sama tahu dan tujuan wawancara pun diberitahukan.37

    Dalam wawancara penulis menggunakan bahasa Indonesia, bahasa

    Banjar, dan bahasa Melayu, Riau.Dengan tujuan mempermudah komunikasi

    antara narasumber dan informan dalam mendapatkan informasi. Oleh karena

    itu, ada hal-hal atau ungkapan-ungkapan tertentu yang yang harus diungkapkan

    dalam bahasa Banjar dan bahasa Melayu, Riau nantinya dialihbahasakan

    kedalam bahasa Indonesia untuk memudahkan analisis. Dalam hal ini penulis

    mewawancarai tetua masyarakat Suku Banjar, dukun beranak dari masyarakat

    Suku Banjar, tokoh masyarakat, masyarakat Suku Banjar serta pelaku tradisi

    yang memahami tentang tradisi Bapukung.

    Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam proses wawancara

    yaitu:

    a. Penulis menentukan siapa orang pertama yang akan diwawancarai terlebih

    dahulu.

    b. Setelah itu penulis melanjutkan kepada informan yang lain untuk

    diwawancarai sehingga informasi yang didapat utuh dan jelas.

    c. Penulis tidak mengadakan perjanjian waktu, hari, tanggal, dan tempat

    dengan informan yang akan diwawancarai tetapi langsung datang kerumah

    informan untuk melakukan wawancara.

    d. Proses wawancara dilakukan secara terbuka tanpa ada paksaan atau tekanan

    antara pewawancara dan yang diwawancarai.

    e. Pertanyaan yang diajukan oleh pewawancara tidak terstruktur melainkan

    hanya pertanyaan-pertanyaan yang bersifat umum.

    36

    Swardi Endraswara, Metode Teori Teknik Penelitian Kebudayaan, (Yogyakarta :

    Pustaka Widyatama, 2006). Hlm. 166 37

    Ibid. Hlm. 167

  • 19

    f. Dalam proses wawancara penulis menggunakan bahasa Banjar dan bahasa

    Melayu. Adapun bahasa Indonesia digunakan dalam waktu-waktu tertentu

    saja jika memungkinkan untuk dipakai untuk mendapatkan informasi

    mengenai trdisi Bapukung.

    g. Lamanya waktu wawancara tidak ditentukan, jika informasi sudah tidak ada

    lagi dari informan maka wawancara dianggap selesai.

    h. Untuk mendokumentasikan hasil wawancara penulis menggunakan HP

    sebagai alat perekam dan kamera (foto).

    i. Pencatatan data wawancara (tanggal wawancara, nama informan, data

    informan), pertanyaan dan jawaban informan menggunakan alat perekam

    dan catatan tersendiri oleh penulis untuk keperluan analisis data.

    3. Dokumentasi

    Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah

    berlalu.Dokumen biasanya berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya

    monumental dari seseorang.38

    Dokumentasi ini adalah tekhnik terakhir yang

    digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini.Agar penelitian ini

    dapat di dokumentasikan dengan baik.Maka diperlukan alat/instrument seperti

    kamera atau handycam guna untuk mengambil gambar/foto, film/video yang

    sesuai dengan kebutuhan peneliti.Dengan menggunakan alat-alat dokumentasi

    diatas diharapkan mempermudah dalam pelaksanaan penelitian sehingga data-

    data yang telah didapat bisa disimpan, dilihat, dan diulang kembali untuk

    memudahkan penulisan.Adapun alat/instrument utama yang peneliti gunakan

    dalam pengambilan dokumentasi yakni menggunakan HP.

    E. Teknik Analisis Data

    Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data

    yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan

    cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit,

    melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan

    yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh

    38

    Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2017). Hlm. 124

  • 20

    diri sendiri maupun orang lain.39

    Analisis data dalam penelitian ini penulis

    menggunakan analisis model Spradley yang dilakukan dengan tekhnik sebagai

    berikut:

    1. Analisis Domain

    Analisis domain merupakan langkah pertama dalam penelitian

    kualitatif yang pada umumnya dilakukan untuk memperoleh gambaran yang

    umum dan menyeluruh tentang situasi sosial yang diteliti atau obyek

    penelitian.Data-data diperoleh dari grand tour dan minitour question.Hasilnya

    berupa gambaran umum tentang obyek yang diteliti, yang sebelumnya belum

    pernah diketahui.Dalam analisis ini informasi yang diperoleh belum mendalam,

    masih dipermukaan, namun sudah menemukan domain-domain atau kategori

    dari situasi sosial yang diteli.40

    Analisis domain merupakan analisis luaran

    (surface analysis) dan bukan merupakan sesuatu yang bersifat mendalam (in-

    depth analysis). Analisis ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara

    holistic keadaan suatu budaya selintas dari informan.41

    Analisis domain ini digunakan untuk menganalisis data yang

    diperoleh dari tempat penelitian secara garis besarnya yaitu mengenai tradisi

    Bapukung pada masyarakat Suku Banjar di Desa Penjuru Kecamatan Kateman

    Kabupaten Indragiri Hilir, Riau sehingga penulis dapat mengetahui data-data

    yang didapat tersebut masuk ke ranah mana saja untuk dapat menjawab dari

    fokus penelitian penulis.

    2. Analisis Taksonomi

    Setelah peneliti melakukan analisis domain, sehingga ditemukan

    domain-domain atau kategori dari situasi sosial tertentu, maka selanjutnya

    domain yang dipilih oleh peneliti dan selanjutnya ditetapkan sebagai fokus

    penelitian, perlu diperdalam lagi melalui pengumpulan data

    dilapangan.Pengumpulan data dilakukan secara terus menerus melalui

    pengamatan, wawancara mendalam dan dokumentasi sehingga data terkumpul

    39

    Ibid. hlm. 131 40

    Sugiono, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2017). Hlm. 147 41

    Swardi Endraswara, Metode Teori Teknik Penelitian Kebudayaan, (Yogyakarta :

    Pustaka Widyatama, 2006). Hlm. 176

  • 21

    menjadi banyak.Oleh karena itu pada tahap ini diperlukan analisis lagi yang

    disebut dengan analisis taksonomi.Jadi analisis taksonomi adalah analisis

    terhadap keseluruhan data yang terkumpul berdasarkan domain yang telah

    ditetapkan. Dengan demikian domain yang telah ditetapkan menjadi cover term

    oleh peneliti dapat diurai secara lebih rinci dan mendalam melalui analisis

    taksonomi ini.42

    Analisis taksonomi menunjukkan sub-bagian symbol atau term

    bagaimana hubungannya ranah secara keseluruhan.43

    Pada tahap analisis taksonomi, penulis berupaya memahami domain-

    domain tertentu dari tradisi Bapukung yang sedang penulis teliti.Masing-

    masing domain dari tradisi Bapukung tadi mulai dipahami secara mendalam

    dan membaginya menjadi sub-domain, dari sub-domain dirinci lagi menjadi

    bagian-bagian yang lebih khusus lagi sampai tidak tersisa.Pada tahap ini sub-

    domain dari tradisi Bapukung Pada Masyarakat Suku Banjar di Desa Penjuru

    Kecamatan Kateman Kabupaten Indragiri Hilir, Riau dapat diketahui mana saja

    data-data yang bisa diambil dan digunakan untuk kebutuhan penulisan

    nantinya.

    3. Analisis Komponensial

    Analisis komponen merupakan suatu pencarian sistematik berbagai

    atribut (komponen makna) yang berhubungan dengan simbol-simbol

    budaya.Apabila peneliti menemukan berbagai kontras diantara nggota sebuah

    kategori, maka kontras ini yang paling baik jika dianggap atribut komponen

    makna suatu istilah.44

    Dalam analisis taksonomi, yang diuraikan adalah domain

    yang telah ditetapkan menjadi fokus.Melalui analisis taksonomi, setiap domain

    dicari elemen yang serupa atau serumpun, ini diperoleh melalui observasi,

    wawancara, dan dokumentasi yang terfokus.Pada analisis komponensial, yang

    dicari untuk diorganisasikan dalam domain bukanlah keserupaan dalam

    domain, tetapi justru yang memiliki perbedaan atau yang kontras.Lebih jelas

    bahwa analisis ini berupaya mencari perbedaan dan pertentangan diantara

    42

    Sugiono, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2017). Hlm. 154 43

    Swardi Endraswara, Metode Teori Teknik Penelitian Kebudayaan, (Yogyakarta :

    Pustaka Widyatama, 2006). Hlm. 177 44

    James P. Spradley, Metode Etnografi, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006). Hlm. 247

  • 22

    dalam analisis taksonomi, pencarian perbedaan ini dalam rangka mencari

    makna simbol.45

    Data ini dicari melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi

    yang terseleksi. Dengan tekhnik pengumpulan data yang bersifat triangulasi

    tersebut, sejumlah dimensi yang spesifik dan berbeda pada setiap elemen akan

    dapat ditemukan.46

    Pada tahap ini penulis tidak lagi mencari persamaan dari data-data

    yang diperoleh seperti yang dijelaskan pada tahap analisis taksonomi tetapi

    pada tahap ini penulis mencari perbedaan dan pertentangan yang terjadi pada

    tahap analisis taksonomi sehingga pada akhirnya nanti penulis menemukan

    pengertian menyeluruh dan mendalam serta rinci dari permasalahan yang

    diteliti terkait tradisi Bapukung yang penulis amati.

    4. Analisis Tema Budaya

    Analisis tema budaya, yaitu dengan cara mencari tema konseptual

    yang dipelajari oleh anggota masyarakat dan hubungan antar ranah, konsep

    tema jauh berakar pada ide, dan tidak sekedar potongan tingkah laku atau term,

    atau kebiasaan, atau kumpulan potongan-potongan tersebut, tema budaya

    merupakan sesuatu yang kompleks, merupakan sebuah postulat baik yang

    dinyatakan secara eksplisit maupun implisit, tema budaya merupakan prinsip

    kognitif yang berulang muncul dalam ranah dan berfungsi sebagai penghubung

    diantara sub sistem kultural dan tema budaya merupakan tingkat generalisasi

    yang tinggi.47

    Analisis tema budaya sesungguhnya merupakan upaya mencari

    “benang merah” yang mengintegrasikan lintas domain yang ada. Dengan

    ditemukannya benang merah dari hasil analisis domain, taksonomi, dan

    komponensial tersebut, maka selanjutnya akan dapat tersusun suatu “konstruksi

    bangunan” situasi sosial atau obyek penelitian yang sebelumnya masih gelap

    45

    Swardi Endraswara, Metode Teori Teknik Penelitian Kebudayaan, (Yogyakarta :

    Pustaka Widyatama, 2006). Hlm. 177 46

    Sugiono, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2017). Hlm. 157 47

    Swardi Endraswara, Metode Teori Teknik Penelitian Kebudayaan, (Yogyakarta :

    Pustaka Widyatama, 2006). Hlm. 177

  • 23

    atau remang-remang, dan setelah dilakukan penelitian, maka menjadi lebih

    terang dan jelas.48

    Pada intinya tahap analisis tema budaya ini penulis gunakan untuk

    mencari jawaban atau hasil dari analisis analisis sebelumnya sehingga dengan

    ditemukannya benang merah dari lintas domain yang diamati maka penulis

    dapat menyimpulkan dan menulis hasil dari penelitian terkait tradisi Bapukung

    Pada Masyarakat Suku Banjar di Desa Penjuru Kecamatan Kateman

    Kabupaten Indragiri Hilir, Riau.

    F. Teknik Pemeriksaan keabsahan Data

    Dalam proses pemeriksaan keabsahan data, penulis menggunakan

    metode triangulasi data, yang merupakan teknik pemeriksaan data yang

    memanfaankan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau

    sebagai pembanding terhadap data itu.49

    Denzin membedakan empat macam

    triangulasi sebagai tekhnik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber,

    metode, penyidik, dan teori. Dalam penelitian ini penulis menggunakan

    triangulasi data dengan sumber, yakni membandingkan dan mengecek balik

    derajat kepercayaan suatu informasi dengan cara membandingkan data hasil

    pengamatan dengan data hasil wawancara, membandingkan apa yang dikatakan

    orang didepan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi,

    membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian

    dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu, membandingkan keadaan dan

    perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti

    rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang

    pemerintahan, dan membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen

    yang berkaitan.50

    Triangulasi data ini bertujuan untuk memeriksa kembali

    kebenaran dan keabsahan data-data yang diperoleh dilapangan tentang tradisi

    48

    Sugiono, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2017). Hlm. 158 49

    Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosda

    Karya, 2014). Hlm. 330 50

    Ibid. Hlm. 331

  • 24

    Bapukung pada masyarakat Suku Banjar di Desa Penjuru Kecamatan Kateman

    Kabupaten Indragiri Hilir, Riau.

    G. Jadwal Penelitian

    Penelitian inidilakukan selama 7 bulan, mulai dari pembuatan judul,

    proposal hingga penulisan laporan (skripsi). Penelitian ini dilakukan diawali

    dengan konsultasi judul dengan pihak program studi, dilanjutkan penunjukan

    dosen pembimbing dan perbaikan proposal. Kemudian seminar proposal,

    perbaikan hasil seminar dan turun kelapangan untuk mengumpulkan data-data

    penelitian di lapangan, setelah dilakukan teknik analisis data dan

    sebagainya,selanjutnya di munaqasahkan.

  • 25

    Tabel 3.1 Jadwal Penelitian

    No Kegiatan

    2018/2019

    November Desember Januari Februari Maret April Mei

    1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

    1 Pengajuan judul

    x

    2

    Pengajuan dosen

    pembimbing x

    3

    Bimbingan, perbaikan

    proposal dan izin seminar x x x

    4 Seminar proposal

    x

    5

    Revisihasil seminar dan

    surat izin riset x x x x x x

    6 Pengumpulan data

    x x x x x

    7 Pengolahan data

    x x x x

    8 Penulisan skripsi

    x x x x x

    9 Bimbingan dan perbaikan

    x x x x

    10 Agenda dan ujian skripsi

    X x

    11 Perbaikan dan penjilidan

    x x

  • 26

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

    1. Sejarah Desa Penjuru

    Desa Penjuru merupakan sebuah desa yang diapit oleh dua lautan

    yakni Laut Tanjung Jungkir dan Laut Tanjung Datuk yang terletak di kawasan

    Kecamatan Kateman Kabupaten Indragiri Hilir, Riau. Desa Penjuru berada

    tidak jauh dari pusat Kecamatan namun sangat jauh menuju ibu kota

    Kabupaten. Untuk menempuh perjalanan keberbagai daerah, masyarakat

    menggunakan transportasi air sebagai alat transportasi seperti: Perahu,

    pompong, speedboad, dan kapal. Sebelum menjadi Desa Penjuru pada

    awalnya desa ini disebut dengan Selat Pedada karena menurut cerita orangtua

    zaman dulu alur sungai Selat Pedada ini dibuat dengan dada buaya, buaya

    tersebut dinamakan dengan buaya dangdendang yang lari dari sungai Kateman

    menuju Laut Tanjung Datuk. Selaras dengan penuturan tokoh masyarakat di

    Des Penjuru yang bernama Bapak Murianto:

    “Dulu ni bukan Desa Penjuru namanye tapiSelat Pedada karna

    sejarah orangtue dulu yang membikin alur sungai ni dari dada

    buaya itu, die kan lari dari jaman Jepang. Name buayanye buaya

    dangdendang, waktu itu dari Simpang Kateman buaya itukan

    menunggu apabile ade yang lewat make tak ada yang bise begerak

    lagi lalu disedotnya dengan mulutnya abis masuk dalam perutnya jadi

    ade satu orangtue die punye akal die rakitnya kayu teros dikasihlah

    minyak tanah pade kayu yang dirkitnye tadi teros dinyalekanlah api

    dihanyutnya depan buaya itu jadi buaya tu nyedot kepanasan lari dia,

    larinye tu kesini (Desa Penjuru) bikin langsung jadi alur sungai

    sampai nembus kelautan sane (Laut Tanjung datuk). Jadi sejarahnye

    kenape name penjuru, didepan bahagia tu kan ade sungai

    penyambung nah itu namenye Sungai Senjuru asalnye tu, dari Parit

    Baru sampai ke Parit 11 BRS tu kan itu namenye sungai penjuru tu,

    makanye name Desa kite tu diambil dari name Sungai Penjuru make

    jadilah name Desa Penjuru”.51

    51

    Hasil Wawancara dengan Bapak Murianto (10 Februari 2019. Pukul: 10. 26 WIB)

  • 27

    Terjemahannya:

    “Dahulu Desa Penjuru ini bernama Selat Pedada karena menurut

    cerita orangtua terdahulu bahwa yang membuat alur sungai ini adalah

    dari dada buaya yang lari sejak zaman Jepang.Nama buaya tersebut

    adalah buaya dangdendang, pada waktu itu buaya dangdendang selalu

    menunggu apabila ada yang lewat maka orang-orang tidak bisa

    bergerak lalu disedotnya masuk kedalam perut buaya. Kemudian ada

    satu orangtua yang punya ide maka dirakitnyalah kayu dan

    ditumpahlah kayu tersebut dengan minyak tanah lalu dibakar kayu

    yang telah dirakit tersebut kemudian dihanyutkan didepan buaya

    dangdendang lalu buaya tersebut melahapnya hingga kepanasan,

    setelah itu buaya dangdendang lari menuju Laut Tanjung Datuk

    melalui Desa Penjuru dan langsung membuat alur sungai dengan

    dadanya. Adapun sejarahnya mengapa dinamakan Desa Penjuru

    didepan Bahagia (nama kampung) ada sebuah sungai penyambung, itu

    dinamakan Sungai Penjuru mulai dari Bahagia, Parit Baru (nama

    kampung), sampai ke Parit 11 BRS (nama Kampung). Makanya nama

    Desa itu awalnya diambil dari nama sungai yaitu Sungai Penjuru,

    maka dijadikanlah nama Desa Penjuru”.

    Mula-mula pada tahun 1980 orang-orang Banjar dari Kalimantan

    Selatan banyak yang menetap dan bertempat tinggal di Sungai Guntung

    sekarang menjadi ibukota Kecamatan Kateman. Ditahun yang sama

    masyarakat Suku Banjar mulai mulai berpindah mencari tempat tinggal baru

    sebagai tempat tinggal permanen bagi mereka. Tepatnya di selat pedada (Desa

    Penjuru saat ini), dibukalah satu perkampungan yang dinamakan dengan parit

    Kalimantan, penamaan kampung ini dikarenakan orang pertama yang

    membuka kampung ini berasal dari Kalimantan Selatan yaitu Bapak

    Imuk.Sejak Bapak Imuk membuka perkampungan ini maka seiring itu pula

    sanak keluarganya berdatangan menempati parit Kalimantan tersebut diikuti

    dengan masyarakat Suku Banjar lainnya yang berasal dari Kalimantan Selatan

  • 28

    juga.52

    Sejalan dengan pernyataan diatas Bapak Asol sebagai tokoh masyarakat

    Desa Penjuru menyampaikan bahwa:

    “Bahari tu kaini kisahnya tahun 1980, Penjuru ni kan asalnya Abah

    Imuk tu nang mambukanya iya diparit Kalimantan ni bahari, lagi

    masih padang rerapukan, padang hutan sidin tu lawan keluargaannya

    nang mambuka maulah kampung, imbah talah nabangi kayu iya

    dibangun rumah uleh sidin tu, sejak ituam diangkutinya

    keluargaannya dari Kalimantan Selatan sana tu dibawa begene disini

    sampai wahini. Mulai dari sidin tu lah urang banyak pindahan ke

    parit Kalimantan nih sampai jadi Desa jua akhirnya”

    Terjemahannya:

    “Dahulu ceritanya tahun 1980, Penjuru ini dibuka oleh Bapak Imuk

    tepatnya diparit Kalimantan nama kampungnya, sejak itu masih hutan

    belantara beliau dan keluarga yang membuka dan membuat satu

    perkampungan.Setelah menebang pohon maka dibangunlah satu

    rumah sebagai tempat tinggal, sejak saat itu juga dibawanya sanak dan

    keluarganya untuk pindah dan tinggal bersama dipenjuru sampai

    sekarang. Bermula dari Bapak Imuklah orang-orang berpindah ke

    parit Kalimantan ini sampai menjadi sebuah Desa”

    Dari penjelasan diatas Bapak Asol menceritakan bahwa Desa Penjuru

    pada awalnya dibuka oleh warga masyarakat Kalimantan Selatan yaitu Bapak

    Imuk sebagai orang pertama perintis awal terbukanya sebuah kampung

    sehingga menjadi sebuah Desa yang disebut Desa Penjuru hingga sekarang.

    Selanjutnya pada tahun 1999 ada kegiatan dari Kabupaten Indragiri Hilir, Riau

    untuk pemecahan kelurahan dan pemekaran desa maka termasuklah lima desa

    dan satu keluarahan antaralain: Desa Sungai Perepat, Desa Simpang Kateman,

    Desa Penjuru, Desa Kualat Selat, Desa Simbar, dan Kelurahan Tagaraja.

    Semua desa tersebut dinamakan sebagai desa persiapan yang diuji coba dalam

    jangka dua tahun yakni sejak tahun 1999 hingga tahun 2001 untuk menentukan

    layak atau tidak dijadikan sebuah desa. Selama dua tahun persiapan lima desa

    tersebut layak dijadikan sebuah desa dan di SK kan langsun oleh pemerintah

    52

    Hasil Wawancara dengan Bapak Saini (10 Februari 2019. Pukul: 13.05 WIB)

  • 29

    Kabupaten Indragiri Hilir, Riau.53

    Kemudian pada tahun 2002 maka

    diresmikanlah Desa Penjuru sebagai salah satu desa yang termasuk dalam

    wilayah pemerintahan Kecamatan Kateman, dengan Bapak Murianto sebagai

    Kepala Desa pertama pada tahun 2002-2007, dilanjutkan Bapak Hurianto dari

    tahun 2009-2015, dan Bapak Abdul Rahmat pada tahun 2018 hingga sekarang.

    2. Letak Geografis Desa Penjuru

    Desa Penjuru termasuk salah satu desa yang ada di Kecamatan

    Kateman Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau dengan luas wilayah 76 Km2.

    Adapun batas-batas wilayah Desa Penjuru yaitu sebagai berikut:

    a. Sebelah Utara : Desa Sungai Teritip

    b. Sebelah Selatan : Kecamatan Mandah

    c. Sebelah Barat : Kelurahan Amal Bakti

    d. Sebelah Timur : Desa Kuala Selat

    Sedangkan jarak Desa Penjuru dengan pusat pemerintahan:

    a. Jarak dari Pusat Pemerintahan Kecamatan : 17 Km

    b. Jarak dari Kota/Ibukota Kabupaten : > 75 Km

    c. Jarak dari Ibukota Provinsi : > 650 Km

    Desa Penjuru merupakan daerah pesisir yang dikelilingi oleh lautan

    dan sungai-sungai, tidak ada terdapat pegunungan atau perbukitan dengan

    keadaan tanah yang begitu lembut.54

    Keadaan iklim Desa Penjuru termasuk

    kategori beriklim sedang, dikatakan demikian karena pada siang harinya tidak

    terlalu panas dan pada malam harinya tidak terlalu dingin. Sementara itu tidak

    jauh berbeda dengan daerah tropis lainnya maka keadaan musim di Desa

    Penjuru hampir sama yaitu musim panas dan musim hujan.Melihat letak

    geografis Desa Penjuru seperti demikian memungkinkan tardisi Bapukung

    masuk melalui migrasinya orang-orang Kalimantan Selatan melalui jalur

    perairan dengan menggunakan kapal-kapal menuju Desa Penjuru.

    53

    Hasil Wawancara dengan Bapak Murianto (10 Februari 2019. Pukul: 10. 26 WIB) 54

    Dokumen Desa Penjuru Tahun 2017

  • 30

    3. Mata Pencarian

    Pertumbuhan penduduk merupakan salah satu faktor yang terpenting

    dalam masalah ekonomi pada umumnya dan masalah penduduk khususnya.

    Karena disamping berpengaruh terhadap jumlah dan komposisi penduduk juga

    akan berpengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi suatu daerah. Pertumbuhan

    ekonomi masyarakat Desa Penjuru secara umum mengalami pasang surut

    karena mata pencaharian utama masyarakat adalah sebagai petani kelapa.

    Kelapa bagi masyarakat Desa Penjuru merupakan merupakan tolak ukur

    sejahteranya masyarakat karena ketika harga kelapa stabil maka masyarakat

    akan tenang dan nyaman sebaliknya, jika harga kelapa anjlok maka

    masyarakat akan menjerit. Indragiri Hilir sebagai penghasil kelapa terbesar di

    Provinsi Riau bahkan Indonesia, tentu akan sangat berdampak serius jika harga

    kelapa tidak stabil didaerah-daerah kawasan Indragiri Hilir terutama Desa

    Penjuru yang penghasilan utama masyarakatnya.55

    Jadi dapat disimpulkan bahwa perekonomian utama masyarakat Desa

    Penjuru bergantung pada pertanian kelapa, hal ini dapat dilihat dengan

    banyaknya kapal-kapal asing dan luar daerah seperti Malaysia, Singapore, dan

    Batam yang datang dan berlabuh di Desa Penjuru sebagai penampung kelapa

    masyarakat sehingga untuk penjualan tidak perlu lagi terlalu jauh mengantar

    keperusahaan-perusahaan kelapa yang berada diwilayah Kecamatan Kateman.

    Selain itu mata pencarian dibidang lain juga ada seperti:nelayan, pedagang,

    pengusaha, guru, dan lain-lain.56

    Dilihat dari segi perekonomian memungkinkan

    banyaknya masyarakat Suku Banjar dari berbagai daerah terutama Kalimantan

    Selatan untuk berpindah ke Desa Penjuru mencari pekerjaan dan mendapatkan

    pekerjaan dengan mudah terutama dibidang perkebunan kelapa.

    55

    Dokumen Desa Penjuru Tahun 2017 56

    Hasil Wawancara Bapak Abdul Rahmat, Kepala Desa Penjuru (11 Februari 2019.

    Pukul: 14.25 WIB)

  • 31

    Tabel. 4.2. Mata Pencarian Penduduk Desa Penjuru57

    NO Mata Pencarian Keterangan

    (Orang)

    1 Petani 1.537

    2 Nelayan 15

    3 Buruh Tani/Buruh Nelayan 816

    4 PNS 3

    5 Pegawai Swasta 8

    6 Wiraswasta/Pedagang 430

    7 Lainnya 67

    4. Budaya

    Pada bidang kebudayaan, masyarakat Desa Penjuru terdapat berbagai

    suku seperti: Suku Melayu, Suku Bugis, Suku Jawa dan Suku Banjar, yang

    hidup berdampingan dan saling tolong menolong antara satu dengan yang

    lainnya karena masyarakat sangat menjunjung tinggi prinsip “Bhinneka

    Tunggal Ika” berbeda-beda tapi tetap satu jua. Adapun mayoritas penduduk

    Desa Penjuru adalah bersuku Melayu.58

    Sebab memang tanah ini merupakan

    tanah melayu sedangkan suku-suku yang lain hanyalah pendatang dan menetap

    di Desa Penjuru.59

    Hal ini selaras dengan penyampaian Bapak Murianto

    sebagai tokoh masyarakat (mantan Kepala Desa) bahwa:

    “Desa Penjuru ni memang betol luas sangat tapi masyarakat die

    aman semue, saling tolong menolong dalam hidop, walaupon bede-

    bede suku bahase tapi tak masalah. Ade yang Suku Banja, ade Suku

    Buges, ade Melayu, Jawe, ade juge orang cine tapi kami hidop rukon,

    aman dan damai tak ade hal lah dengan semua tu. Tapi kalau nak

    dilihat siape yang banyak ye tentu masyarakat Suku Melayu

    57

    Dokumen Desa Penjuru 2017 58

    Dokumen Desa Penjuru 2017 59

    Hasil Wawancara dengan Uwak Maspar sebagai tetua masyarakat Desa Penjuru (11

    Februari 2019. Pukul: 17.15 WIB)

  • 32

    merupakan masyarakat tebanyak di Desa Penjuru boleh dibilang

    masyarakat mayoritaslah sebab ape, sebab die memang orang asli

    kelahiran sini kelahiran Riau ni, wajar tanah ni dikate tanah Melayu.

    Ade pun suku-suku yang lelain tu hanye pendatang aje kayak Banja,

    Jawe, Bugis, dan Cine. Namun dari suku-suku yang ade nih Suku

    Banja pulak yang banyak orangnye sebab die orang memang ramai

    datang untuk mencari keje ke Desa Penjuru dari dulu sampailah

    sekarang dan yang pertame membuka kampung ni pun temasuklah

    orang Banja yaitu Bapak Imuk tu ha yang berasal dari Kalimantan

    Selatan, Banjar Masin”.60

    Terjemahannya:

    “Desa Penjuru memanglah luas tetapi masyarakatnya aman saling

    tolong menolong dalam hidup walaupun berbeda-beda suku dan

    bahasa tetapi tidak masalah. Ada Suku Banjar, ada Suku Bugis, ada

    Melayu, ada Jawa, dan ada juga orang cina tetapi kami hidup rukun,

    aman, dan damai tetapi tidak ada masalah dengan itu semua. Tetapi

    jika ingin dilihat siapa yang banyak tentulah masyarakat Suku Melayu

    merupakan masyarakat terbanyak di Desa Penjuru boleh dikatakan

    masyarakat mayoritas sebab mereka merupakan kelahiran Riau, jadi

    hal yang wajar jika tanah ini disebut tanah Melayu. Adapun suku-suku

    yang lain itu hanya pendatang seperti Banjar, Bugis, Jawa, dan Cina.

    Dari suku-suku pendatang yang ada Suku Banjar lah yang terbanyak

    orangnya setelah Suku Melayu.61

    Karena mereka memang banyak

    yang datang untuk mencari pekerjaan dari dahulu hingga

    sekarang.Dan pembuka pertama kampung ini pun termasuklah orang

    Banjar yaitu Bapak Imuk dari Banjar Masin, Kalimantan Selatan”.

    Dari penjelasan diatas dapat penulis simpulkan bahwa secara kuantitas

    jumlah warga masyarakat Suku Melayu adalah yang terbanyak atau mayoritas

    disbanding suku-suku yang lainnya namun setelahnya yakni Suku Banjar

    menempati urutan kedua terbanyak setelah Melayu, selebihnya Suku Bugis,

    Jawa dan cina berada diurutan bawah. Hal tersebut menunjukkan bahwa

    60

    Hasil Wawancara dengan Bapak Murianto (10 Februari 2019. Pukul: 10. 26 WIB) 61

    Dokumen Desa Penjuru Tahun 2017

  • 33

    memang wajar jika tradisi Bapukung dipertahanka hingga sekarang, dari segi

    jumlah memang orang-orang Banjar cukup banyak sehingga dengan jumlah

    yang tidak sedikit ini mampu memberikan warna dan menunjukkan eksistensi

    kebudayaan mereka dengan memperlihatkan tradisi Bapukung sebagai suatu

    identitas bagi masyarakat Suku Banjar.

    B. Hasil dan Pembahasan/analisa

    1. Pengertian Bapukung

    Secara bahasa kata Bapukung berasal dari bahasa Banjar dengan kata

    dasar “Pukung” yang berarti membuai atau mengayun. Apabila kata “Pukung”

    ditambah dengan awalan “ba” maka menjadi kata Bapukung yang dalam

    bahasa Banjarnya berfungsi sebagai kata keterangan, yaitu menerangkan

    keadaan anak atau bayi yang sedang dipukung. Apabila ditambah dengan

    awalan “di” maka kata pukung akan berubah menjadi “dipukung” yang

    menjelaskan sebagai kata perintah. Sedangkan kata dasar “pukung” apabila

    dimbahkan lagi dengan awalan “ma” maka kata pukung akan berubah lagi

    menjadi “mamukung” yang berfungsi sebagai kata kerja yakni mamukung anak

    atau bayi.62

    Adapun secara istilah Bapukung merupakan suatu tradisi yang

    dilkukan oleh masyarakat Suku Banjar di Desa Penjuru Kecamatan Kateman

    Kabupaten Indragiri Hilir, Riau dalam menidurkan sang anak dalam posisi

    duduk tegap, punggung serta tulang belakang lurus, lutut kaki ditekuk hampir

    menyentuh dada, tangan bersedekap hingga mengenai dada atau perut layaknya

    posisi bayi dalam kandungan, kemudian dari leher, punggung dan bagian

    belakang sampai kepinggang diikat dengan menggunakan kain panjang dengan

    ikatan yang tidak terlalu kuat dan tidak pula terlalu kendor agar bayi atau anak

    yang dipukung masih bisa bernafas seperti biasanya tanpa dipukung serta

    membuatnya nyaman.

    62

    Hasil Wawancara dengan Nenek Arne‟ sebagai Dukun Beranak dari masyarakat Suku

    Banjar (13 Februari 2019. Pukul: 09.38 WIB)

  • 34

    Selaras dengan penuturan yang disampaikan oleh Bapak Syafi‟i sebagai tetua

    masyarakat Suku Banjar di Desa Penjuru:

    “Bapukung tu cara mangguringakan anak dalam ayunan yang

    baumur 2 bulan sampai 1.5 tahun tapi anak tu didudukakan, duduk

    lurus mun kada lurus kada mau inya kina kaluku sakit belekangnyak.

    Ni nih punggung awan tulang belekang nih harus lurus kamay handak

    bisa jua mamukungnya kada mau semberangan, imbah tu lintuhut nih

    dilipat parak kadada tapi kada kana dada belum cuman hamper jua

    pang, amun pusisi tangan kekanak tu inya begempit lawan parut

    amun kada tu digempitakan lawan dada supaya inya kada kawa

    bagarak imbah tu hanyar pulang dililit lawan tapih bahalay baukuran

    1.8 meter atau kain panjangkah berangai yang penting kawa diikat,

    diikatnya tu mulai dari atas dari gulu’ lilit begemet sampai

    kabalakang amun tapihnya cukup sampaiyakan kapinggang. Nah

    lilitannya tu pulang jangan talalu kancang kada jua talalu kandur

    yang sadang-sadang hajak supaya kekanak tu kawa banafas nyaman

    inyak amun talalu kancang kina kaluku sakit kasian inyak, kada bulih

    jua talalu kandur lilitannya kina kaluku lapas pulang mun inya

    bagarak-garak pukoknya ulah inya senyaman-nyamannyak imbah tu

    hanyar diayun bagamat ulah inya nyaman sambil nyanyiakan lagu-

    lagu islam kada katinggalan lagu Bapukungnya jua”.63

    Terjemahannya:

    “Bapukung merupakan cara menidurkan anak yang berusia 2 bulan

    sampai 1.5 tahun dalam ayunan dengan posisi duduk, punggung dan

    tulang belakang mesti lurus dan yang memukungnya hendaklah

    pandai dan telaten, tidak bisa sembarangan sebab jika sembarangan

    dalam mamukung anak takut sang anak sakit dan terjadi hal yang

    tidak diinginkan, kemudian posisi lutut dilipat hampir menyentuh

    dada, serta posisi tangan anak menyentuh dada atau perut.Kemudian

    mulai dari leher hingga belakang diikat dengan menggunakan kain

    panjang berukuran 1.8 meter jika mencukupi