Antipsikotika

30
Antipsikotika Sekilas tentang antipsikotika Antipsikotika adalah obat obat yang dapat menekan fungsi-fungsi psikis tertentu tanpa mempengaruhi fungsi-fungsi umum (berpikir dan kelakuan normal). Antipsikotika dapat meredam agresi maupun emosi serta dapat pula menghilangkan atau mengurangi gangguan jiwa, seperti impian dan pikiran khayal serta menormalkan perilaku tidak normal. Oleh karena itu umumnya antipsikotika digunakan pada psikosis (penyakit jiwa yang hebat yang sulit sembuh pada pasien) misalnya seperti pada penyakit schizophrenia dan psikosis mania-depresif. Obat-obatan antipsikosis yang dapat meredakan gejala-gejala schizophrenia adalah chlorpromazine (thorazine) dan fluphenazine decanoate (prolixin). Antipsikotika juga dikenal dengan sebutan neuroleptika atau major tranquillizers. Gangguan-gangguan Jiwa Sebelum melangkah ke pengertian selanjutnya dibawah ini ada sedikit ringkasan beberapa gangguan jiwa terpenting yang berkaitan dengan psikose (seperti yang kami kutip dari sumber buku Obat-Obat Penting dari Drs. Tan Hoan Tjay & Drs. Kirana Rahardja dan sumber lain padahttp://ikasatyani.blogspot.com/2008_09_01_archive.html) diantaranya: 1. Psikose: Sebagai gangguan jiwa yang sangat merusak akal budi dan pengertian (insight),

Transcript of Antipsikotika

Page 1: Antipsikotika

Antipsikotika

Sekilas tentang antipsikotika

Antipsikotika adalah obat obat yang dapat menekan fungsi-fungsi psikis tertentu tanpa mempengaruhi fungsi-fungsi umum

(berpikir dan kelakuan normal).

Antipsikotika dapat meredam agresi maupun emosi serta dapat pula menghilangkan atau mengurangi gangguan jiwa, seperti impian

dan pikiran khayal serta menormalkan perilaku tidak normal.

Oleh karena itu umumnya antipsikotika digunakan pada psikosis (penyakit jiwa yang hebat yang sulit sembuh pada pasien)

misalnya seperti pada penyakit schizophrenia dan psikosis mania-depresif.

Obat-obatan antipsikosis yang dapat meredakan gejala-gejala schizophrenia adalah chlorpromazine (thorazine) dan fluphenazine

decanoate (prolixin).

Antipsikotika juga dikenal dengan sebutan neuroleptika atau major tranquillizers.

Gangguan-gangguan Jiwa

Sebelum melangkah ke pengertian selanjutnya dibawah ini ada sedikit ringkasan beberapa gangguan jiwa terpenting yang berkaitan

dengan psikose (seperti yang kami kutip dari sumber buku Obat-Obat Penting dari Drs. Tan Hoan Tjay & Drs. Kirana Rahardja dan

sumber lain padahttp://ikasatyani.blogspot.com/2008_09_01_archive.html) diantaranya:

1. Psikose: Sebagai gangguan jiwa yang sangat merusak akal budi dan pengertian (insight), timbulnya pandangan tidak realities atau

bizar (aneh), mempengaruhi kepribadian dan mengurangi berfungsinya si penderita. Gejala psikotis yang muncul mencakup waham/

pikiran khayal, halusinasi dan gangguan berpikir formil/ tak dapat berpikir riil. Ini seringkali disebabkan oleh schizophrenia dan dapat

diobati dengan antipsikotika.

2. Neurose: ini termasuk gangguan jiwa tanpa gejla psikotis. Kepribadian pasien relatif kurang dirusak dan kontak dengan realitas

tidak terganggu. Gejalanya dapat disebut kegelisahan, cemas, murung, mudah tersinggung, dan berbagai perasaan tidak enak di

Page 2: Antipsikotika

tubuh. Penyakit ini dapat diatasidengan tranquillizers.

3. Sindrome Borderline (BPD): dimana gejalanya terletak diperbatasan antara neurose dan psikose. Gejalanya banyak sekali yang

utama antara lain: impulsivitas, instabilitas emosional dengan perubahan suasana jiwa secara mendadak, percobaan bunuh diri,

kesulitan membuat kontak karena segala sesuatu dianggap sebagai hitam putih. Pengobatan dilakukan poliklinis dengan kombinasi

dari suatu bentuk kombinasi psikoterapi khusus dan psikofarmaka (antipsikotika, antidepresiva, atau obat-obat yang meregulasi

suasana, seperti litium).

4. Mania: kecenderungan patologis untuk suatu aktifitas tertentu, yang tidak dapat dikendalikan, misalnya mengutil (kleptomania).

Penanganan mania dapat dilakukan dengan antipsikotika, khususnya klorporazin, haloperidol, dan pimozida.

5. Scizofrenia: merupakan gangguan jiwa yang pada kebanyakan kasus bersifat sangat serius, berkelanjutan, dan dapat

menyebabkan kendala sosial, emosional dan kognitif. Akan tetapi banyak varian lain yang kurang serius. Scizofrenia adalah

penyebab terpenting gangguan psikotis, dimana periode psikotis diselingi periode normalsaat pasien bisa berfungsi baik. Mulainya

penyakit sering kali secara menyelinap. Pada pria biasanya timbul antara usia 15-25 tahun, jarang diatas 30 tahun, sedangkan pada

wanita antara 25-35 tahun. Catatan lain dari scizofrenia merupakan gangguan mental klasifikasi berat dan kronik (psikotik) yang

menjadi beban utama pelayanan kesehatan jiwa di Indonesia sejak jaman pemerintahan Hindia Belanda sampai sekarang. Obat-

obatan antipsikosis yang dapat meredakan gejala-gejala schizophrenia adalah chlorpromazine (thorazine) dan fluphenazine

decanoate (prolixin). Kedua obat tersebut termasuk kelompok obat phenothiazines, reserpine (serpasil), dan haloperidol (haldol).

Obat ini disebut obet penenang utama. Obat tersebut dapat menimbulkan rasa kantuk dan kelesuan, tetapi tidak mengakibatkan

tidur yang lelap, sekalipun dalam dosis yang sangat tinggi (orang tersebut dapat dengan mudah terbangun). Obat ini tampaknya

mengakibatkan sikap acuh pada stimulus. luar. Obat ini cukup tepat bagi penderita schizophrenia yang tampaknya tidak dapat

menyaring stimulus yang tidak relevan). Bukti menunjukkan bahwa obat antipsikotik ini bekerja pada bagian batang otak, yaitu

sistem retikulernya, yang selalu mengendalikan masukan berita dari alat indera pada cortex cerebral.

Page 3: Antipsikotika

Penggolongan Antipsikotika

Antipsikotika dibagi dalam dua kelompok besar yaitu:

1. Antipsikotika klasik/ typis, ini efektif mengatasi simtom positif. Dan dibagi dalam dua kelompok kimiawi sebagai berikut:

• Derivat fonotiazin: klorpromazin, levomepromazin dan triflupromazin (siquil)-thioridazin dan periciazin-dan flufenazin-perazin

(taxilan), trifluoperazin (stemetil), dan thietilperazin (torecan)

• Derivat thioxanthen: klorprotixen (truxal) dan zuklopentixol (cisordinol).

• Derivat butirofenon: haloperidol, bromperidol, pipamperon, dan droperidol.

• Derivat butilpiperadin: pimozida, fluspirilen, dan penfluridol.

Senyawa fenotiazin dan tioksanten maupun butirofenon, difenilbutilpiperadin mewakili secara khas neuroleptika. Yang bekerja

meredam di daerah afektif, tanpa merugikan secara nyawa kesadaran (walter schunack, klaus mayer, manfred haake: Senyawa

Obat)

2. Antipsikotika Atypis: obat-obat atypis ini Sulprida, klozapin, risperidon, olanzapin, dan quietiapin (seroquel)bekerja efektif

melawan simtom-simtom negatif, yang praktis kebal terhadap obat-obat klasik. Dan ini efek sampingnya lebih ringan, khususnya

gangguan ekstrapiramidal dan dyskinesia tarda.

Sulpirid merupakanpsikofarmakon pertama dari golongan obat sulfamoilbenzami, yang digunakan dalam terapi. Senyawa ini

memperlihatkan sifat neuroleptik lama dengan komponen kerja antidepresan yang nyata.

Dosis rendah antipsikotik atipikal tertentu seperti quetiapine, olanzapine dan risperidone juga diresepkan untuk efek penenang

mereka, tapi bahaya neurologis dan efek samping kognitif membuat obat-obatan ini merupakan pilihan yang buruk untuk mengobati

insomnia.

Dan, dosis yang lebih tinggi diambil (300 mg – 900 mg) untuk digunakan sebagai antipsikotik, sedangkan dosis yang lebih rendah (25

Page 4: Antipsikotika

mg – 200 mg) yang ditandai memiliki efek penenang, misalnya jika seorang pasien membutuhkan 300 mg, ia akan lebih diuntungkan

dari efek antipsikotik obat, tetapi jika dosis diturunkan ke 100 mg, akan membuat pasien merasa lebih terbius daripada 300 mg,

karena bekerja sebagai obat penenang terutama pada dosis rendah http://en.wikipedia.org/wiki/Insomnia.

Indikasi Fisiologi dan penggunaan

Antipsikotika memiliki beberapa indikasi fisiologis diantaranya:

Antipsikotis: obat-obat ini digunakan untuk gangguan jiwa dengan gejala psikotis. Seperti scizofrenia, mania, depresi psikotis dan

depresipsikotis. Selain itu untuk menangani gangguan perilaku seriuspada pasien demensia dan gangguan rohani, juga untuk

keaadan gelisah akut dan penyakit lata.

Aaxiolitis: meniadakan rasa bimbang, takut, kegelisahan dan agresi yang hebat. Oleh karena itu kadang obat ini digunakan dalam

dosis rendah sebagi minor transquillizers pada kasus-kasus besar dimana benzodiazepin (pimozida, thioridazin) kurang efektif.

Berhubung efek sampingnya penggunaan antipsikotika dalam dosis rendah sebagai axiolitika tidak dianjurkan.

Antiemetis: sering digunakan untuk melawan mual dan muntah yang hebat, seperti pada terapi sitostatika, sedangkan pada mabuk

jalan tidak efektif. Obat ini adalah proklorperazin dan thietilperazin. Obat yang lain adalah klorpromazin, perfenazin, triflupromazin,

flufenazin, haloperidol (dalam dosis rendah), metoklopramida.

Analgetis: ini diantaranya, levomepromazin, haloperidol, dan droperidol. Kecuali droperidol obat tersebut jarang digunaka sebagai

antinyeri, mengapa? Karena dapat memperkuat efek analgetika dengan jalan meningkatkan ambang nyeri.

Mekanisme Kerja

Psikofarmaka pada umumnya yang bekerja secara selektif pada susunan saraf pusat (SSP) dan mempunyai efek efek utama

terhadap aktifitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik.

Page 5: Antipsikotika

Semua psikofarmaka bersifat lipofil dan mudah masuk ke dalam cairan cerebrospinal. Walaupun mekanisme kerjanya pada tarf

biokimiawi belum diketahui dengan pasti, tetapi setidaknya ada petunjuk kuat bahwa mekanisme ini behubungan erat dengan kadar

neurotransmitter di otak atau antar keseimbanganya (Obat-Obat Penting, Tan Hoan Tjay & Kirana H, hal:424)

Antipsikotika bekerja menghambat agak kuat reseptor dopamin (D2) di sistem limbis otak dan disamping itu juga menghambat

reseptor D1/D4, α1 (dan α2)-adrenerg, serotonin, muskarin, dan histamin. Tetapi pada pasien yang kebal terhadap obat-obat klasik

ditemukan pula blokade tuntas dari reseptor D2 tersebut. Sebenarnya blokade-D2 saja tidak cukup, perlu mempengaruhi

neurohormon lainnya seperti serotonin (5HT2), glutamat, dan gamma-butyric acid.

Saat awal kerjanya blokade-D2 cepat, begitu pula efeknya pada keadaan gelisah. Sebalinya kerjanya terhadap gejala psikose lain

(waham, halusinasi, gangguan pikiran) baru terlihat setelah beberapa minggu. Mungkin masa latensi ini menyebabkan sistem

reseptor-dopamin menjadi kurang peka.

Antipsikotika atypis memiliki afinitas lebih besar untuk reseptor-D1 dan D2 sehingga lebih efektif daripada obat-obat klasik untuk

melawan simtom negatif, serta antipsikotika atypis lebih jarang menimbulkan gejala ekstrapiramidal dan dyskinesia tarda.

Obat antipsikotik yang beredar dipasaran dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu antipsikotik generasi pertama (APG I)/

Antipsikotik Klasik/ Typis dan antipsikotik generasi ke dua (APG ll)/ Serotonin Dopamin Antagonis (SDA)/ Antipsikotik Atipikal. APG I

bekerja dengan memblok reseptor D2 di mesolimbik, mesokortikal, nigostriatal dan tuberoinfundibular sehingga dengan cepat

menurunkan gejala positif tetapi pemakaian lama dapat memberikan efek samping berupa: gangguan ekstrapiramidal, tardive

dyskinesia, peningkatan kadar prolaktin yang akan menyebabkan disfungsi seksual / peningkatan berat badan dan memperberat

gejala negatif maupun kognitif. Selain itu APG I menimbulkan efek samping antikolinergik seperti mulut kering pandangan kabur

gangguaniniksi, defekasi dan hipotensi. APG I dapat dibagi lagi menjadi potensi tinggi bila dosis yang digunakan kurang atau sama

dengan 10 mg diantaranya adalah trifluoperazine, fluphenazine, haloperidol dan pimozide. Obat-obat ini digunakan untuk

Page 6: Antipsikotika

mengatasi sindrom psikosis dengan gejala dominan apatis, menarik diri, hipoaktif, waham dan halusinasi. Potensi rendah bila

dosisnya lebih dan 50 mg diantaranya adalah Chlorpromazine dan thiondazine digunakan pada penderita dengan gejala dominan

gaduh gelisah, hiperaktif dan sulit tidur. APG II sering disebut sebagai serotonin dopamin antagonis (SDA) atau antipsikotik atipikal.

Bekerja melalui interaksi serotonin dan dopamin pada ke empat jalur dopamin di otak yang menyebabkan rendahnya efek

samping extrapiramidal dan sangat efektif mengatasi gejala negatif. Obat yang tersedia untuk golongan ini adalah clozapine,

olanzapine, quetiapine dan rispendon.

Dosis rendah antipsikotik atipikal tertentu seperti quetiapine, olanzapine dan risperidone juga diresepkan untuk efek penenang

mereka, tapi bahaya neurologis dan efek samping kognitif membuat obat-obatan ini merupakan pilihan yang buruk untuk mengobati

insomnia..

Efek Samping Psikotika

Efek samping pada sistem saraf (extrapyramidal side efect/EPSE)

1). Parkinsonisme

Efek samping ini muncul setelah 1 - 3 minggu pemberian obat. Terdapat trias gejala parkonsonisme:

Tremor: paling jelas pada saat istirahat

Bradikinesia: muka seperti topeng, berkurang gerakan reiprokal pada saat berjalan

Rigiditas: gangguan tonus otot (kaku)

2). Reaksi distonia: kontraksi otot singkat atau bisa juga lama

Tanda-tanda: muka menyeringai, gerakan tubuh dan anggota tubuh tidak terkontrol

3). Akathisia

Ditandai oleh perasaan subyektif dan obyektif dari kegelisahan, seperti adanya perasaan cemas, tidak mampu santai, gugup,

langkah bolak-balik dan gerakan mengguncang pada saat duduk.

Page 7: Antipsikotika

Ketiga efek samping di atas bersifat akur dan bersifat reversible (bisa ilang/kembali normal).

4). Tardive dyskinesia

Merupakan efek samping yang timbulnya lambat, terjadi setelah pengobatan jangka panjang bersifat irreversible (susah

hilang/menetap), berupa gerakan involunter yang berulang pada lidah, wajah,mulut/rahang, anggota gerak seperti jari dan ibu

jari, dan gerakan tersebut hilang pada waktu tidur.

b. Efek samping pada sistem saraf perifer atau anti cholinergic side efect

Terjadi karena penghambatan pada reseptor asetilkolin. Yang termasuk efek samping anti kolinergik adalah:

• Mulut kering

• Konstipasi

• Pandangan kabur: akibat midriasis pupil dan sikloplegia (pariese otot-otot siliaris) menyebabkan presbiopia

• Hipotensi orthostatik, akibat penghambatan reseptor adrenergic

• Kongesti/sumbatan nasal

Interaksi

Obat anti-psikotik rata2 mempunyai lama kerja efektif yang pendek (1-2 hari), kecuali yang memang dibuat dengan extended

duration . Hal ini merupakan masalah karena perlu pemberian kronis.

Karena itu ritme diurnal harus diperhitungkan, apakah harus diberi pagi atau malam hari. Pengalaman menunjukkan bahwa bila obat

yg menimbulkan ngantuk/sedasi diberi pagi hari maka penderita tidur terus sewaktu siang hari, yang akan dianggap merupakan

bagian integral dari penyakitnya sendiri oleh dokter (dan pasien TENANG/ tidak gaduh). Hal ini sering terlihat; dan justru dianggap

‘berhasil’ pengobatannya. Bila terdapat tipe manik-depresi, sebaiknya obat seperti haloperidol dan sertraline, yang mempunyai efek

sedasi kuat sekali diberikan malam hari saja. Pada pagi harinya dapat diberikan obat lain yang tidak sedatif seperti sulpiride (bila

Page 8: Antipsikotika

diperlukan). Dengan tindakan sederhana ini keadaan penderita akan jauh lebih baik

Contoh Obat-Obat Antipsikotika dan Antidepresi

1. ANTIDEPRESI

NO CONTOH OBAT GOLONGAN ANTIDEPRESI NAMA PATEN KOMPOSISI

1 Klomipramin Hidroklorida Anafranil Klomipramin Hidroklorida

2 Fluoksetin Hidroklorida Andep Fluoksetin Hidroklorida

3 Amoksapin Asendin Amoksapin

4 Sertralin Antipres Sertralin

5 Fluoksetin Hidroklorida Antiprestin Fluoksetin Hidroklorida

6 Moklobemida p-kloroN Benzamid Aurorik Moklobemida p-kloroN Benzamid

7 Fluoksetin Courage Fluoksetin

8 Buspiron Hidroklorida Buspar Buspiron Hidroklorida

9 Setralin Hidroklorida Deptral Setralin Hidroklorida

10 Sulpirida Dogmatil Sulpirida

11 Fluoksitin HCl Elizac 20 Fluoksitin HCl

12 Fluoksitin Hidroklorida Foransi Fluoksitin Hidroklorida

13 Sertralin Hidroklorida Fridep Sertralin Hidroklorida

14 Litium Karbonat Frimania Litium Karbonat

15 Serttraline Hidroklorida Iglodep Serttraline Hidroklorida

16 Fluoksitin Hidroklorida Kalxetin Fluoksitin Hidroklorida

Page 9: Antipsikotika

17 Baklofen Liorezal Baklofen

18 Flukosetin Lodep Flukosetin

19 Maprotilin Hidroklorida Ludiomil Maprotilin Hidroklorida

20 Maprotilin Hidroklorida Ludios Maprotilin Hidroklorida

21 Fluvoksamin Maleat Luvox Fluvoksamin Maleat

22 Perphenazine Mutabon-D Perphenazine

23 Fluoxetine Nopres Fluoxetine

24 Levomepromaszin Nozinan Levomepromaszin

25 Sertralin Nudep Sertralin

26 Fluoksitin Hidroklorida Oxipres Fluoksitin Hidroklorida

27 Fluoksitin Hidroklorida Prestin Fluoksitin Hidroklorida

28 Fluoksitin Hidroklorida Prozac Fluoksitin Hidroklorida

29 Mirtazapin Remeron Mirtazapin

30 Maprotilin Hidroklorida Sandepril Maprotilin Hidroklorida

31 Sertraline Hidroklorida Serlof Sertraline Hidroklorida

32 Paroksetin Hidroklorida Seroxat Paroksetin Hidroklorida

33 Amineptin Hidroklorida Survector Amineptin Hidroklorida

34 Maprotilin Hidroklorida Tilsan Maprotilin Hidroklorida

35 Imipramin Hidroklorida Tofranil Imipramin Hidroklorida

36 Mianserin Hidroklorida Tolvon Mianserin Hidroklorida

37 Buspiron Hidroklorida Tran-Q Buspiron Hidroklorida

Page 10: Antipsikotika

38 Trazodon Hidroklorida Trazone Trazodon Hidroklorida

39 Amitiptilin Hidroklorida Trilin Amitiptilin Hidroklorida

40 Buspiron Xiety Buspiron

41 Fluoxetine Zac Fluoxetine

42 Fluoxetine Hidroklorida Zactin Fluoxetine Hidroklorida

43 Sertralin Zerlin Sertralin

44 Sertralin Zoloft Sertralin

2. ANTIPSIKOSIS

NO CONTOH OBAT GOLONGAN ANTIPSIKOSIS NAMA PATEN KOMPOSISI

1 Flufenazin Hidroklorida Anatensol Flufenazin Hidroklorida

2 Klorpromazin Hidroklorida Cepezet Klorpromazin Hidroklorida

3 Klozapin Clorilex Klozapin

4 Klozapin Clozaril Klozapin

5 Haloperidol Dores Haloperidol

6 Haloperidol Govotil Haloperidol

7 Klorpromazin Hidroklorida Largactil Klorpromazin Hidroklorida

8 Haloperidol Lodomer Haloperidol

9 Zotepine Lodopin Zotepine

10 Tioridazin Hidroklorida Mellerril Tioridazin Hidroklorida

11 Klorpromazin Hidroklorida Meprosetil Klorpromazin Hidroklorida

12 Flufenazin Dekanoat Modecate Flufenazin Dekanoat

Page 11: Antipsikotika

13 Flufenazin Hidroklorida Motival Flufenazin Hidroklorida

14 Perphenazine Mutabon-M Perphenazine

15 Risperidon Neripros Risperidon

16 Risperidon Noprenia Risperidon

17 Pimozide Orap forte Pimozide

18 Risperidon Persidal Risperidon

19 Klorpromazin Hidroklorida Promactil Klorpromazin Hidroklorida

20 Risperidone Risperdal Risperidone

21 Risperidone Risperdal Const Risperidone

22 Risperidone Rizodal Risperidone

23 Haloperidol Seradol Haloperidol

24 Haloperidol Serenace Haloperidol

Kuetiapin Fumarat Seroquel Kuetiapin Fumarat

25 Klozapin Sizoril Klozapin

26 Trifluoperazin Stelazine Trifluoperazin

27 Prokloperazin Stemetil Prokloperazin

28 Trifluoperazin Trizine Trifluoperazin

29 Risperidol Zofredal Risperidol

30 Olanzapine Zyprexa Olanzapine

Page 12: Antipsikotika

Contoh Obat Antipsikotik

RISPERIDONE 1 mg (http://www.dexa-medica.com/ourproducts/prescriptionproducts/)

Tiap tablet salut selaput mengandung:

Risperidone 1 mg

RISPERIDONE 2 mg

Tiap tablet salut selaput mengandung:

Risperidone 2 mg

RISPERIDONE 3 mg

Tiap tablet salut selaput mengandung:

Risperidone 3 mg

FARMAKOLOGI

Cara kerja obat

Risperidone termasuk antipsikotik turunan benzisoxazole. Risperidone merupakan antagonis monoaminergik selektif dengan

afinitas tinggi terhadap reseptor serotonergik 5-HT2 dan dopaminergik D2. Risperidone berikatan dengan reseptor α1-adrenergik.

Risperione tidak memiliki afinitas terhadap reseptor kolinergik.

Meskipun risperidone merupakan antagonis D2 kuat, dimana dapat memperbaiki gejala positif skizofrenia, hal tersebut

menyebabkan berkurangnya depresi aktivitas motorik dan induksi katalepsi dibanding neuroleptik klasik. Antagonisme serotonin

dan dopamin sentral yang seimbang dapat mengurangi kecenderungan timbulnya efek samping ekstrapiramidal, dia memperluas

aktivitas terapeutik terhadap gejala negatif dan afektif dari skizofrenia.

Page 13: Antipsikotika

Farmakokinetik

Risperidone diabsorpsi sempurna setelah pemberian oral, konsentrasi plasma puncak dicapai setelah 1-2 jam. Absorpsi risperidone

tidak dipengaruhi oleh makanan. Hidroksilasi merupakan jalur metabolisme terpenting yang mengubah risperidone menjadi 9-

hidroxyl-risperidone yang aktif.

Waktu paruh (T½) eliminasi dari fraksi antipsikotik yang aktif adalah 24 jam. Studi risperidone dosis tunggal menunjukkan

konsentrasi zat aktif dalam plasma yang lebih tinggi dan eliminasi yang lebih lambat pada lanjut usia dan pada pasien dengan

gangguan ginjal. Konsentrasi plasma tetap normal pada pasien dengan gangguan fungsi hati.

INDIKASI

Terapi pada skizofrenia akut dan kronik serta pada kondisi psikosis yang lain, dengan gejala-gejala tambahan (seperti; halusinasi,

delusi, gangguan pola pikir, kecurigaan dan rasa permusuhan) dan atau dengan gejala-gejala negatif yang terlihat nyata (seperti;

blunted affect, menarik diri dari lingkungan sosial dan emosional, sulit berbicara). Juga mengurangi gejala afektif (seperti; depresi,

perasaan bersalah dan cemas) yang berhubungan dengan skizofrenia.

KONTRAINDIKASI

• Hipersensitif terhadap risperidone.

DOSIS

Dosis umum

Hari ke-1 : 2 mg/hari, 1-2 x sehari

Hari ke-2 : 4 mg/hari, 1-2 x sehari (titrasi lebih rendah dilakukan pada beberapa pasien)

Page 14: Antipsikotika

Hari ke-3 : 6 mg/hari, 1-2 x sehari

Dosis umum 4-8 mg per hari

Dosis di atas 10 mg/hari tidak lebih efektif dari dosis yang lebih rendah dan bahkan mungkin dapat meningkatkan gejala

ekstrapiramidal. Dosis di atas 10 mg/hari dapat digunakan hanya pada pasien tertentu dimana manfaat yang diperoleh lebih besar

dibanding dengan risikonya. Dosis di atas 16 mg/hari belum dievaluasi keamanannya sehingga tidak boleh digunakan.

Penggunaan pada penderita geriatrik, juga penderita gangguan fungsi ginjal dan hati:

Dosis awal: 0,5 mg, 2 x sehari

Dosis dapat disesuaikan secara individual dengan penambahan 0,5 mg, 2 x sehari (hingga mencapai 1-2 mg, 2 x sehari)

Penggunaan pada anak:

Pengalaman penggunaan pada anak-anak usia di bawah 15 tahun belum cukup.

PERINGATAN DAN PERHATIAN

• Anak-anak usia < 15 tahun tidak dianjurkan.

• Dapat menyebabkan hipotensi ortostatik, terutama pada pemberian awal. Risperidone diberikan secara hati-hati pada penderita

kardiovaskular. Pengurangan dosis harus dipertimbangkan bila terjadi hipotensi.

• Penggunaan dosis di atas 5 mg, 2x sehari tidak lebih efektif dari dosis yang lebih rendah dan bahkan mungkin dapat meningkatkan

gejala ekstrapiramidal. Jangan melebihi dosis yang dianjurkan. Bila diperlukan efek sedasi yang lebih, pemberian obat seperti

benzodiazepin lebih baik dibanding menaikkan dosis risperidone.

• Obat antagonis reseptor dopamin berhubungan dengan induksi tardive dyskinesia, ditandai dengan pergerakan berulang yang

tidak terkendali, terutama pada lidah dan/atau wajah. Dilaporkan bahwa munculnya gejala ekstrapiramidal merupakan faktor risiko

terjadinya tardive dyskinesia. Jika tanda dan gejala tardive dyskinesia muncul, pertimbangkan untuk menghentikan penggunaan

Page 15: Antipsikotika

semua obat antipsikotik.

• Pemberian risperidone pada pasien Parkinson secara teori dapat menyebabkan penyakit memburuk.

• Hati-hati penggunaan pada pasien epilepsi.

• Pasien diberitahu bahwa berat badannya dapat meningkat.

• Risperidone dapat mengganggu aktivitas yang memerlukan konsentrasi mental, pasien disarankan tidak menyetir atau

menjalankan mesin hingga diketahui kerentanan individualnya.

• Pemberian pada wanita hamil dan menyusui jika keuntungannya lebih besar dari risiko.

• Penggunaan risperidone dapat menimbulkan Neuroleptic Malignant Syndrome (NMS) yang manifestasi klinisnya adalah:

Hiperpireksia, rigiditas otot, perubahan status mental dan gangguan denyut nadi, tekanan darah, aritmia, takikardia dan diaforesis.

Manifestasi lainnya dapat berupa: peningkatan kreatinin fosfatase, mioglobinemia, serta gagal ginjal akut. Bila timbul gejala NMS,

hentikan segera penggunaan.

• Penggunaan risperidone juga dapat menimbulkan hiperprolaktinemia (karena risperidone dapat meningkatkan kadar prolaktin

sehingga kemungkinan efek karsinogenitasnya meningkat).

• Penggunaan risperidone pada penderita geriatrik serta penderita gangguan fungsi hati dan ginjal: Dosis awal dan dosis tambahan

perlu dikurangi sampai separuh dosis normal.

EFEK SAMPING

• Yang umum terjadi: insomnia, agitasi, rasa cemas, sakit kepala.

• Efek samping lain: somnolen, kelelahan, pusing, konsentrasi terganggu, konstipasi, dispepsia, mual/muntah, nyeri abdominal,

gangguan penglihatan, priapismus, disfungsi ereksi, disfungsi ejakulasi, disfungsi orgasme, inkontinensia urin, rinitis, ruam dan reaksi

alergi lain.

Page 16: Antipsikotika

• Beberapa kasus gejala ekstrapiramidal mungkin terjadi (namun insiden dan keparahannya jauh lebih ringan bila dibandingkan

dengan haloperidol), seperti: tremor, rigiditas, hipersalivasi, bradikinesia, akathisia, distonia akut. Jika bersifat akut, gejala ini

biasanya ringan dan akan hilang dengan pengurangan dosis dan/atau dengan pemberian obat antiparkinson bila diperlukan.

• Seperti neuroleptik lainnya, dapat terjadi neuroleptic malignant syndrome (namun jarang), ditandai dengan hipertermia, rigiditas

otot, ketidakstabilan otonom, kesadaran berubah dan kenaikan kadar CPK, dilaporkan pernah terjadi. Bila hal ini terjadi, penggunaan

obat antipsikotik termasuk risperidone harus dihentikan.

• Kadang-kadang terjadi orthostatic dizziness, hipotensi termasuk ortostatik, takikardia termasuk takikardia reflek dan hipertensi.

• Risperidone dapat menyebabkan kenaikan konsentrasi prolaktin plasma yang bersifat dose-dependent, dapat berupa

galactorrhoea, gynaecomastia, gangguan siklus menstruasi dan amenorrhoea.

• Kenaikan berat badan, edema dan peningkatan kadar enzim hati kadang-kadang terjadi.

• Sedikit penurunan jumlah neutrofil dan trombosit pernah terjadi.

• Pernah dilaporkan namun jarang terjadi, pada pasien skizofrenik: intoksikasi air dengan hiponatraemia, disebabkan oleh polidipsia

atau sindrom gangguan sekresi hormon antidiuretik (ADH); tardive dyskinesia, tidak teraturnya suhu tubuh dan terjadinya serangan.

INTERAKSI OBAT

• Hati-hati pada penggunaan kombinasi dengan obat-obat yang bekerja pada SSP dan alkohol.

• Risperidone mempunyai efek antagonis dengan levodopa atau agonis dopamin lainnya.

• Karbamazepin dapat menurunkan kadar plasma risperidone.

• Clozapine dapat menurunkan bersihan risperidone.

• Fluoksetin dapat meningkatkan konsentrasi plasma dari fraksi antipsikotik (risperidone dan 9-hydroxy-risperidone) dengan

meningkatkan konsentrasi risperidone.

Page 17: Antipsikotika

KEMASAN

RISPERIDONE 1 mg : Kotak, 5 blister @ 10 tablet salut selaput,

No. Reg: GKL0505038917A1

RISPERIDONE 2 mg : Kotak, 5 blister @ 10 tablet salut selaput,

No. Reg: GKL0505038917B1

RISPERIDONE 3 mg : Kotak, 5 blister @ 10 tablet salut selaput,

No. Reg: GKL0505038917C1

Daftar Pustaka

• http://en.wikipedia.org/wiki/

• http://ikasatyani.blogspot.com/2008_09_01_archive.html)

• www.kalbe.co.id/?mn=news&tipe;=detail&detail;=19783

• Schunack,walter; mayer, Klaus; Hake, Manfred, Senyawa Obat, Gadjah Mada University Press, 1990

• Tan Hoan, Tjay & Rahardja, Kirana, OBAT-OBAT PENTING, Gramedi, Jakarta, 2002

• MIMS ed 2007

• http://www.dexa-medica.com/ourproducts/prescriptionproducts/detail.php?id=46&idc%3B=8

View Original Post · Share

DEFINISI

Hipotensi Ortostatik (Orthostatic Hypotension) adalah penurunan tekanan darah yang berlebihan ketika seseorang sedang berdiri,

Page 18: Antipsikotika

yang menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak dan pingsan. GEJALA

Sebagian besar penderita mengalami:

- pingsan

- kepala terasa melayang/berputar

- pusing

- bingung/linglung

- penglihatan kabur (pada saat bangkit dari tempat tidur secara tiba-tiba atau ketika berdiri setelah duduk dalam waktu yang lama).

Kelelahan, latihan, alkohol atau makanan berat bisa memperburuk gejala. Penurunan aliran darah ke otak juga dapat menyebabkan

penderita jatuh pingsan dan bahkan kejang.

Perilaku motorik (konasi) merupakan aspek psikis yang mencakup impuls, motivasi, keinginan, dorongan, insting, dan hasrat yang

ditunjukkan melalui aktivitas motorik atau perilaku seseorang. , Gejala dan tanda motorik dapat disebabkan oleh gangguan

neurologis yang menyebabkan sindroma organik otak, seperti rigiditas dalam penyakit Parkinson, atau mungkin berhubungan

dengan kondisi emosional seperti gelisah atau tremor dalam kecemasan . Namun, ada satu kelompok lebih lanjut dari gejala yang

sering terjadi pada psikosis fungsional. Gejala-gejala ini tidak tegas pada neurologis atau psikogenik dan disebut gangguan motilitas.

Asal gejala motilitas mungkin menjadi kelainan ganglia basal fungsional(bukan morfologis).

Sebuah klasifikasi lebih lanjut dari gangguan motilitas membedakan psikomotorik hiperfenomena (misalnya gangguan tik),

hipofenomena (misalnya pingsan), dan parafenomena (misalnya manerisme). Gangguan tik adalah gerakan cepat tidak teratur

melibatkan kelompok otot-otot wajah atau anggota badan. Stupor adalah keadaan di mana pasien tidak berkomunikasi, yaitu tidak

Page 19: Antipsikotika

berbicara (mutisme) atau bergerak (akinesia), meskipun ia waspada. Mutisme yaitu bisu tanpa abnormalitas struktural.2

Akinesia yaitu tidak adanya gerakan fisik, seperti yang terdapat pada imobilitas ekstrim pada penderita skizofrenia katatonik; juga

dapat terjadi akibat efek simpang ekstrapiramidal dari pengobatan antipsikotik. Sedangkan diskinesia merupakan kesulitan

melakukan gerakan volunter, seperti pada gangguan ekstrapiramidal. Bedanya dengan hipoaktivitas (hipokinesis) adalah berupa

penurunan aktivitas motorik dan kognitif, seperti pada retardasi psikomotor; perlambatan secara nyata pada proses pikir, bicara,

dan gerakan. Manerisme, walaupun jarang, adalah ekspresi mencolok dengan isyarat, ucapan, atau objek (misalnya pakaian) yang

tampaknya memiliki makna tertentu, sebagian besar delusi.1 Manerisme merupakan gerakan involunter yang menjadi kebiasaan

dan mendarah daging.2

Sebuah gangguan yang ditandai dengan motilitas terganggu disebut katatonia.1 Hal ini terjadi paling sering pada skizofrenia, dan

jarang pada kondisi medis umum dan depresi berat. Beberapa kondisi, seperti tumor otak, ensefalitis, dan gangguan endokrin dan

metabolisme, dapat menimbulkan gejala-gejala katatonik.1,

Katatonia dapat berbentuk hipomobilitas atau imobilitas, dan dalam kasus yang ekstrim mengarah ke stupor katatonik. 1 Stupor

katatonik yaitu aktivitas motorik yang melambat secara nyata, seringkali hingga mencapai suatu titik imobilitas dan tampak tak sadar

akan sekitar.2 Atau mungkin mucul sebagai aktivitas motorik yang berlebihan (eksitasi katatonik), sebuah keadaan ekstrim yang

mungkin berbahaya bagi pasien dan orang lain.1 Eksitasi katatonik adalah aktivitas motorik yang tak bertujuan dan teragitasi, tidak

dipengaruhi oleh stimulus eksternal.2

Sebuah gejala penting dari katatonia adalah katalepsia, di mana postur tidak nyaman dan aneh dipertahankan melawan gravitasi

atau gaya lainnya. Katalepsi merupakan istilah umum untuk posisi tidak bergerak yang dipertahankan secara konstan. Katatonia dan

abnormalitas postur ditemukan pada skizofrenia katatonik dan beberapa kasus penyakit otak, seperti ensefalitis. Seorang pemeriksa

mencoba untuk memindahkan secara pasif tubuh dgn katalepsia akan terlihat ‘fleksibilitas lilin’, yang sangat berbeda dari kekakuan

(rigiditas katatonik) atau kekejangan. Fleksibilitas serea (fleksibilitas lilin) adalah keadaan sese-orang yang dapat dibentuk menjadi

Page 20: Antipsikotika

posisi tertentu kemudian dipertahankan; ketika pemeriksa menggerakkan anggota gerak orang tersebut, anggota gerak itu terasa

seperti terbuat dari lilin.

Rigiditas katatonik adalah keadaan mempertahankan suatu postur rigid secara volunter, meski telah dilakukan semua usaha untuk

menggerakkannya. Sedangkan Postur katatonik: mempertahankan suatu postur aneh dan tidak pada tempatnya secara volunter,

biasanya dipertahankan dalam jangka waktu lama. Ekofenomena dapat terjadi ketika pasien berinteraksi dengan orang lain dan

muncul sebagai ekolalia (imitasi pembicaraan orang lain) atau ekopraxia (imitasi tindakan orang lain). Ekopraksia adalah peniruan

gerakan seseorang oleh orang lain secara patologis.

Sedangkan istilah lainnya1,2 yang merupakan tanda dan gejala psikomotor adalah:

1. Kejang: serangan atau awitan gejala tertentu yang mendadak, contohnya konvulsi, hilang kesadaran, serta gangguan psikis atau

sensorik; ditemui pada epilepsi dan dapat diinduksi oleh zat.

a. Kejang tonik-klonik menyeluruh: awitan gerakan tonik-klonik pada ekstremitas yang menyeluruh, menggigit lidah, dan

inkontinensia dan diikuti oleh pemulihan kesadaran dan kognisi secara lambat bertahap; disebut juga kejang grand mal dan kejang

psikomotor.

b. Kejang parsial sederhana: awitan kejang iktal tanpa gangguan kesadaran.

c. Kejang parsial kompleks: awitan kejang iktal dengan gangguan kesadaran.

2. Overaktivitas.

a. Agitasi psikomotor: overaktivitas motorik dan kognitif yang berlebihan, biasanya bersifat nonproduktif dan merupakan respons

terhadap ketegangan dari dalam.

b. Hiperaktivitas (hiperkinesis): aktivitas yang merusak, agresif, dan gelisah, sering disebabkan oleh sejumlah patologi otak yang

mendasari.

c. Tik: gerakan motorik spasmodik yang involunter.

Page 21: Antipsikotika

d. Berjalan dalam tidur (somnabulisme): aktivitas motorik saat tidur.

e. Akatisia: perasaan subjektif berupa rasa tegang pada otot sekunder akibat antipsikotika atau obat lain, yang dapat mengakibatkan

kegelisahan, berjalan mondar-mandir, duduk-berdiri berulang kali; dapat disalahartikan sebagai agitasi psikotik.

f. Kompulsi: impuls tak terkendali untuk melakukan suatu tindakan secara repetitif.

i. Dipsomania: kompulsi untuk minum alkohol.

ii. Kleptomania: kompulsi untuk mencuri.

iii. Nimfomania: keinginan kompulsif dan berlebih untuk melakukan koitus pada wanita.

iv. Satiriasis: keinginan kompulsif dan berlebih untuk melakukan koitus pada pria.

v. Trikotilomania: kompulsi untuk menarik rambut.

vi. Ritual: aktivitas otomatis, bersifat kompulsif, bertujuan untuk mengurangi ansietas.

g. Ataksia: kegagalan koordinasi otot; iregularitas kerja otot.

h. Polifagia: makan berlebihan yang patologis.

i. Tremor: perubahan gerakan secara ritmis, biasanya lebih cepat dari satu ketukan per detik; biasanya, tremor berkurang selama

periode relaksasi dan tidur serta meningkat pada periode kemarahan dan peningkatan ketegangan.

j. Floksilasi: gerakan mencabuti yang tidak bertujuan, biasanya pakaian atau seprai, sering terlihat pada delirium.

3. Katapleksi: hilangnya tonus otot dan kelemahan sementara yang dipicu oleh berbagai keadaan emosional.

4. Rigiditas otot: keadaan ketika otot tetap tak dapat digerakkan; ditemui pada skizofrenia.

5. Bradikinesia: kelambanan aktivitas motorik disertai penurunan gerakan spontan normal.

6. Khorea: gerakan acak, menyentak, cepat, involunter dan tak bertujuan.

7. Konvulsi: kontraksi atau spasme otot yang hebat dan involunter.

a. Konvulsi klonik: konvulsi berupa otot yang berkontraksi dan berelaksasi secara bergantian.

Page 22: Antipsikotika

b. Konvulsi tonik: konvulsi berupa kontraksi otot yang tertahan.

8. Distonia: kontraksi badan atau ekstremitas yang lambat dan tertahan; dapat ditemui pada distonia akibat obat

9. Stereotipi: pola tindakan fisik atau berbicara yang tetap dan berulang.

10. Negativisme: tahanan tanpa motif terhadap semua usaha untuk menggerakkan atau terhadap semua instruksi.

11. Otomatisme: tindakan dilakukan secara otomatis yang biasanya melambangkan aktivitas simbolik bawah sadar.

12. Otomatisme perintah: secara otomatis mengikuti saran (juga disebut kepatuhan otomatis).

13. Mimikri: aktivitas motorik imitatif sederhana pada masa kanak-kanak.

14. Agresi: tindakan penuh tenaga dan bertujuan yang dapat bersifat verbal maupun fisik; lawan motorik dari afek gusar, marah atau

benci.

15. Abulia: penurunan rangsang untuk bertindak dan berpikir, akibat sikap tidak peduli akan konsekuensi dari tindakannya; akibat

defisit neurologis.

16. Anergia: tidak berenergi (anergi).

17. Astasia abasia: ketidakmampuan untuk berdiri atau berjalan secara normal, meski gerakan tungkai normal dapat dilakukan pada

posisi duduk atau berbaring. Cara berjalannya aneh dan tidak mengarah ke suatu lesi organik spesifik; terdapat pada gangguan

konversi.

18. Aminia: ketidakmampuan untuk membuat gerakan isyarat atau memahami gerakan isyarat yang dilakukan oleh orang lain.