Antara Realisme Dan

8
RayaKultura.Net., All Rights Reserved - Pendidikan (http://www.rayakultura.net) Antara REALISME SOSIALIS dan PETA IDEOLOGI DUNIA Yang Berubah - 17 Agustus 2005 - 04:22 (Diposting oleh: redaksi ) Oleh Sides Sudyarto DS Sebagai seorang anggota Lekra, Magusig O Bungai (JJ Kusni - Kusni Sulang) tentunya paham dengan doktrin Realisme Sosialis. Doktrin Realisme Sosialis, biasanya diklaim berasal dari Marx-Engels. Tetapi menurut Terry Eagleton pencetus ide tersebut (DRS) adalah para kritikus demokratis - revolusioner Rusia Abad ke-XIX, seperti Belinsky, Chernysevsky, dan Dobrolyubov. (Eeagleton, 2002:52). Di lain pihak, Raman Selden bilang, "Doktrin-doktrin yang diuraikan oleh Persatuan Penulis Soviet (1932- 1934) adalah sebuah kodifikasi pernyataan-pernyataan Lenin sebelum revolusi sebagai ditafsirkan dalam tahun 1920-an. Teori itu membicarakan masalah-masalah utama tertentu tentang evolusi kesusasteraan, cerminan hubungan-hubungan kelasnya, dan fungsinya dalam masyarakat." (Selden, 1991:24). Jika kedua sumber itu (Eagleton dan Selden) benar, maka, dengan kata lain, doktrin realisme sosialis

description

makalah pemikaran

Transcript of Antara Realisme Dan

Page 1: Antara Realisme Dan

RayaKultura.Net., All Rights Reserved - Pendidikan (http://www.rayakultura.net)

Antara REALISME SOSIALIS dan PETA

IDEOLOGI DUNIA Yang Berubah - 17 Agustus 2005

- 04:22   (Diposting oleh: redaksi)

Oleh Sides Sudyarto DS

Sebagai seorang anggota Lekra, Magusig O Bungai (JJ

Kusni - Kusni Sulang) tentunya paham dengan doktrin

Realisme Sosialis. Doktrin Realisme Sosialis, biasanya diklaim berasal dari

Marx-Engels.

Tetapi menurut Terry Eagleton pencetus ide tersebut (DRS) adalah para

kritikus demokratis - revolusioner Rusia Abad ke-XIX, seperti Belinsky,

Chernysevsky, dan Dobrolyubov. (Eeagleton, 2002:52).

Di lain pihak, Raman Selden bilang, "Doktrin-doktrin yang diuraikan oleh

Persatuan Penulis Soviet (1932-1934) adalah sebuah kodifikasi pernyataan-

pernyataan Lenin sebelum revolusi sebagai ditafsirkan dalam tahun 1920-an.

Teori itu membicarakan masalah-masalah utama tertentu tentang evolusi

kesusasteraan, cerminan hubungan-hubungan kelasnya, dan fungsinya dalam

masyarakat." (Selden, 1991:24).

Jika kedua sumber itu (Eagleton dan Selden) benar, maka, dengan kata lain,

doktrin realisme sosialis adalah tergolong aliran Marxian (Marxis). Pada

Kongres Pertama Pengarang Soviet (1934), Realisme Sosialis diterima sebagai

prinsip penuntun dalam kreasi sastra. Dalam Statuta Perhimpunan Pengarang,

dijelaskan sebagai berikut:

Realisme Sosialis, metode dasar kesusasteraan dan kritik sastra Soviet ,

menuntut pengarang untuk memberikan penggambaran kenyataan yang penuh

kebenaran dan konkret secara histories dalam perkembangan revolusinya.

Sementara itu, kebenaran dan kekonkretan histories suatu pelukisan kenyataan

artistic harus dikombinasikan dengan tuga pendidikan dan pemulihan ideology

Page 2: Antara Realisme Dan

pekerja dengan semangat sosialisme . (Fokema 1998: 23)

Pramudya Ananta Toer ketika memaparkan masalah "Realisme Sosialis

Sebagai Bagian Dari Perjuangan Politik," menulis begini:

"Istilah ini timbul pertama-tama dan dengan sendirinya di bumi yang untuk

pertama kli memenagkan sosialisme, di bumi yang telah menegakkan

sosialisme, yakni Uni Soviet. Tokoh utamanya yang biasanya mendapatkan

kehormatan sebagai pelopornya adalah pujangga besar Sovyet, Maxim Gorky,

terutama dengan karyatamanya, Ibunda." (Ananta Toer, 1980:4)

Berkaitan dengan itulah kemudian Pramudya mengutip rumusan pemimpin

revolusi Rusia, V.I. Lenin, sebagai berikut:

Kegiatan sastra harus jadi bagian daripada kepentingan umum kaum

proletariat, menjadi 'roda dan sekerup' kesatuan besar mekanisme sosial-

demokratik, yang digerakkan oleh seluruh barisan depan kelas pekerja yang

mempunyai kesadaran politik. Kegiatan sastra harus menjadi unsur daripada

garapan partai gabungan sosial-demokratik yang terorganisasi dan

berencana." (Ananta Toer, 1980:5)

Marxisme, juga Marxisme-Leninisme, adalah sebuah ideologi, yang berhadap-

hadapan dengan Kapitalisme/Kolonialisme/Imperalisme. Setelah lebih dari

tujuh dasawarsa Marxisme-Leninisme menjadi ideo;ogi resmi banyak negara

(Uni Sovet, dan negara-negara satelitnya di Eropa Timur, Jerman Timur, RRC,

Cuba, Vietnam, Laos, dll), peta ideologi dunia berubah secara tajam.

Emperium Uni Soviet bubar, pecah belah menyisakan negara-negara bagian

bekas anggotanya. Kekuasaan yang berorientasi sosialis/komunis di Eropa

Yimur, berguguran. Partai Komunis Cina (PKC) masih tetap resmi berhaluan

komunis/sosialis, tetapi sudah menerapkan ekonomi pasar (kapitalis).

Perubahan luas dan drastis itulah yang kemudian mendorong birokrat AS

berdarah Jepang, Francis Fukuyama, menulis bukunya yang mashur, The End

of History and the Last Man (1989). Bahkan jauh-jauh hari sebelumnya,

Page 3: Antara Realisme Dan

sosiolog dari negeri kapitalis, Daniel Bell, telah menulis buku The End of

Ideology, yang antara lain mnyatakan bahwa, "penyelesaian menyeluruh

terhadap problem kemanusiaan yang dilakukan oleh ideologi-ideologi besar

tidaklah valid lagi."

Dengan berani, Daniel Bell menyatakan dalam tulisannya itu,

"Dekade terakhir ini, kita telah menyaksikan habisnya ideologi-ideologi abad

ke-19, khususnya Marxisme,sebagai sebuah sistem intelektual yang telah

mengklaim 'kebenaran' atas pandangannya tentang dunia." (Nuswantoro,

2001:VIII).

Namun demikian, Samuel P. Huntington dari Harvard University dan Kepala

Harvard Academy for International and Area Studies, memiliki pendapat yang

sangat patut dipertimbangkan:

"The collapse of this ideology in the Soviet Union and its substantial

adaptation in China and Vietnam does not, however, necessarily mean that

these societies will import the other Western ideology of liberal democracy.

Westerners who assume that it does likely to be surprised by the creativity,

resilence, and individuality of n0n-Western cultures." (Huntington, 1996:53)

Tidak berubah

Tahun ini, (Jul 2005), JJ Kusni menrbitkan kembali kumpulan sanjaknya, yang

berjudul Sansana Anak Naga Dan Tahun-tahun Pembunuhan (Penerbit Ombak,

Yogyakarta, 2005). Berisi 33 judul karya-karya puisinya. W.E. Wertheim

dalam kalimat pentup sambutannya mengatakanbuku Kusni itu sebagai

"kumpulan sanjak yang bersemangat".

Memang, semnagat JJ Kusni tidak tetap menyala, tidak berubah, mekipun peta

dunia ideologi telah berubah, dan Daniel Bell bilang, ideologi sudah mati serta

Fukuyama bilang bahwa sejarah sudah berakhir dengan menangnya

kapitalisme dan kalahnya komunisme/sosialisme.

Page 4: Antara Realisme Dan

Marilah kita baca di sini, secara acak sanjak-sanjak JJ Kusni, dari awal, tengah

dan bagian akhirnya:

Puisi pertama: Yang Tak Mau Jadi Budak, Ayo Bangkit memberontak!

………………………………………………..

ada pun kami anak-anak negeri ini tak punya banyak pilihan

karakanlah apalagi yang bisa ditempuh membangun harapan

padahal cinta tak berakhir di kata-kata, apa lagi cona?!

maka yang tak mau jadi budak, ayo, bangkit memberontak!

-----------------------------------------------------------------

Puisi Tengah: Apakah Benar Kau Aanak Budak Sebenggol?

----------------------------------------------------------------

pembangunan memang sudah melahirkan keajaiban- keajaiban

di mana jurang-jurang kian lebar menganga

suku-suku jadi asing di kampung kelahiran

bersih kingkungan, larangan kerja, masakre dianggap budaya

-----------------------------------------------------------------

Puisi akhir: Zalaman Laca

-----------------------------------------------------------------

republik

bukankah juga milik dayak?

dayak juga

bukankah Indonesia?

entah kalau Indonesia berdusta

entah kalau republik itu perangkap

hanya dusta dan perangkap

------------------------------------------------------------------

Tentang pemberontakan itu? Albert Camus bilang, “Pemberontakan itu

Page 5: Antara Realisme Dan

kreatif.” Dan seandainya kita mebanding antara isi (ideology) dengan bentuk

(estetika) dalam karya-karya Kusni?

Kalangan Demokratik Revolusioner, seperti Chernyshevsky dkk, berpendirian

serempak dan kompak. Mereka melihat sastra sebagai kritik social dan analisis,

sedangkan seniman sebagai pembawa pencerahan. Sastra hendaknya

mengabaikan rumitnya tknik-teknik estetik dan menjadi alat perkembangan

social. (Eagleton, 2002:52) Marilah kita akhiri makalah ini dengan mengutip

ucapan sastrawan genius Nietzsche, yang dikutip novelis eksistesialis Albert

Camus: "Tidak seorang pun seniman dapat menerima kenyataan." Dan

komentar Alber Camus: "Ini benar, tetapi juga tidak seorang pun seniman

dapat hidup di luar kenyataan."

Literatur

Pramudya Ananta Toer, Realisme Sosialis dan Sastra Indonesia, Jakarta,

1963

Terry Eagleton, Marxisme dan Kritik Sastra, Penerbit Sumbu, Yogyakarta,

2002

Albert Camus, dkk, Seni, Politik, Pemberontakan, Bentang Budaya,

Yogyakarta, 1998

D.W. Fokema, et al., Teori Sastra Abad Kedua Puluh, Gramedia, 1998 Raman

Selden, Panduan Teori Sastra Masa Kini, Gajah Mada University Press, 1991

Nuswantoro, Daniel Bell, Matinya Ideologi, Indonesia Tera, Magelang, 2001

Samuel Huntington, The Clash of Civilizations and The Remaking of The

World Order, Simon & Schuster, New York, 1996 JJ Kusni, Sasana Anak Naga

dan Tahun-Tahun Pembunuhan, Yogyakarta, 2005

Jakarta, 10 Agustus, 2005  

[RayaKultura.Net., All Rights Reserved]

Kembali

Page 6: Antara Realisme Dan