Anlok 2012_dwi Puspita Y_3609100045_penentuan Lokasi Industri Dan Pergudangan Di an Surabaya...

20
2012 PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER S U R A B A Y A ANALISA LOKASI DAN KERUANGAN PENENTUAN LOKASI INDUSTRI DAN PERGUDANGAN DI KAWASAN PERBATASAN SURABAYA BARAT-GRESIK Oleh : Dwi Puspita Y. 3609100045

Transcript of Anlok 2012_dwi Puspita Y_3609100045_penentuan Lokasi Industri Dan Pergudangan Di an Surabaya...

Page 1: Anlok 2012_dwi Puspita Y_3609100045_penentuan Lokasi Industri Dan Pergudangan Di an Surabaya Barat_gresik

2012

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

S U R A B A Y A

ANALISA

LOKASI DAN

KERUANGAN PENENTUAN LOKASI INDUSTRI DAN PERGUDANGAN

DI KAWASAN PERBATASAN SURABAYA BARAT-GRESIK

Oleh :

Dwi Puspita Y. 3609100045

Page 2: Anlok 2012_dwi Puspita Y_3609100045_penentuan Lokasi Industri Dan Pergudangan Di an Surabaya Barat_gresik

Analisa Lokasi dan Keruangan Dwi Puspita Y. 3609100045

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan suatu wilayah secara tidak langsung selalu berkaitan dengan

pertumbuhan ekonomi wilayahnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa perekonomian suatu

wilayah dalam lingkup terkecil sebuah kota di Indonesia, mayoritas didukung oleh adanya

industri. Makna industri sendiri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah

atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk

mendapatkan keuntungan (Wikipedia,2012). Lokasi pendirian industri secara umum adalah

di kota besar (City Location), pinggir kota (Sub Urban Location), dan luar kota (Country

Location) yang sangat dipengaruhi oleh teori lokasi.

Dalam Tarigan, 2006, teori lokasi didefinisikan sebagai ilmu yang menyelidiki tata

ruang (spatial order) kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari

sumber-sumber yang potensial, serta hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap

keberadaan berbagai macam usaha/kegiatan lain baik ekonomi maupun sosial. Secara

umum, beberapa faktor penentu lokasi adalah faktor teknologi yang terkait dengan

penyediaan infrastruktur (jalan raya, pelabuhan, bandara, irigasi, dll); faktor ekonomi dan

geografi yang berupa kenyamanan lingkungan, kemampuan membayar (willingness to pay),

akses terhadap pasar, dll; faktor politis yaitu terkait kewenangan pemerintah, zoning,

kemudahan fiskal, dll; serta faktor sosial yang terkait perilaku masyarakat, sosial-budaya,

privasi, dll (presentasi Pengertian Dasar Teori Lokasi ,2012).

Sebagai salah satu kota besar di Indonesia, Surabaya merupakan lokasi strategis

untuk pengembangan industri. Menurut RTRW Kota Surabaya Tahun 2013, pembangunan

industri di Kota Surabaya diarahkan pada industri non polutif yang dapat menghasilkan

keunggulan kompetitif serta ditujukan untuk memperkokoh struktur ekonomi kota dengan

keterkaitan yang kuat terhadap sektor unggulan lainnya, memperluas kesempatan kerja dan

kesempatan berusaha dan sekaligus mendorong berkembangnya kegiatan di berbagai

sektor pembangunan lainnya. Pembangunan industri ini dikembangkan secara bertahap,

terencana dan terpadu melalui peningkatan keterkaitan baik antar sektor industri dengan

sektor ekonomi lainnya , dan penyebaran pembangunan industri sesuai dengan rencana tata

ruang kota.

Di dalam RTRW Kota Surabaya, kawasan industri yang dimaksud terdiri dari

Industrial Estate dan Komplek Industri. Salah satu kawasan industri akan dikembangkan di

Kota Surabaya seluas 2,960,39 Ha, diarahkan di wilayah Surabaya Barat, yaitu di

Kecamatan Tandes, Benowo, dan Asemrowo (perbatasan Surabaya Barat dan Gresik) yang

Page 3: Anlok 2012_dwi Puspita Y_3609100045_penentuan Lokasi Industri Dan Pergudangan Di an Surabaya Barat_gresik

Analisa Lokasi dan Keruangan Dwi Puspita Y. 3609100045

2

sekaligus memiliki fungsi sebagai pergudangan. Penentuan tersebut tentunya telah

didasarkan pada teori lokasi karena memiliki banyak pertimbangan yang berkaitan dengan

dampak terhadap perkembangan ekonomi di wilayah sekitarnya. Penentuan lokasi tersebut

penting untuk dipahami karena akan menjadi penentu arah pertumbuhan ekonomi suatu

wilayah yang ditetapkan sebagai lokasi industri dan pergudangan.

1.2 Rumusan Masalah

Penentuan lokasi industri dan pergudangan di perbatasan Surabaya Barat-Gresik

tentunya melalui beberapa faktor. Hal-hal tersebut akan dibahas dalam makalah ini

dengan rumusan sebagai berikut :

1. Apa saja yang menjadi dasar-dasar penentu lokasi industri dan pergudangan?

2. Apa saja faktor yang menjadi criteria penentuan lokasi suatu industri dan

pergudangan?

3. Bagaimanakah implikasi teori lokasi industri terhadap penentuan lokasi industri dan

pergudangan di perbatasan Surabaya Barat-Gresik (Kecamatan Benowo, Kecamatan

Tandes, dan Kecamatan Asemrowo)?

1.3 Tujuan dan Sasaran Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat, maka tujuan penulisan makalah

adalah untuk memaparkan penelitian tentang teori lokasi yang menjadi acuan untuk

menentukan lokasi industri dan pergudangan di perbatasan Surabaya Barat-Gresik.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka sasaran yang ingin dicapai adalah sebagai

berikut :

1. Penjelasan mengenai berbagai teori yang menentukan lokasi industri dan

pergudangan

2. Identifikasi faktor-faktor penentu pertimbangan lokasi industri dan pergudangan

3. Identifikasi faktor-faktor penentu pertimbangan lokasi dalam implikasinya terhadap

industri dan pergudangan di perbatasan Surabaya Barat-Gresik

1.4 Ruang Lingkup

1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah

Ruang lingkup wilayah dalam penulisan makalah ini adalah di Kota

Surabaya, Jawa Timur, khususnya Kecamatan Benowo, Kecamatan Tandes, dan

Kecamatan Asemrowo yang secara administratif masuk bagian Surabaya Barat

yang berbatasan langsung dengan Gresik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

Peta 1.1

Page 4: Anlok 2012_dwi Puspita Y_3609100045_penentuan Lokasi Industri Dan Pergudangan Di an Surabaya Barat_gresik

Analisa Lokasi dan Keruangan Dwi Puspita Y. 3609100045

3

1.4.2 Ruang Lingkup Pembahasan

Ruang lingkup pembahasan dalam penulisan makalah ini adalah teori-teori

penentuan lokasi industri dan pergudangan serta implikasi teori tersebut terhadap

lokasi industri dan pergudangan di perbatasan Surabaya Barat-Gresik (Kecamatan

Benowo, Kecamatan Tandes, dan Kecamatan Asemrowo).

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan

Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran yang ingin dicapai

dalam penulisan makalah ini, ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup pembahasan,

serta sistematika penulisan.

BAB II Konsep Dasar Teori Penentuan Lokasi

Bab ini menjelaskan teori-teori lokasi yang berkaitan dengan teori lokasi industri yang

nantinya digunakan sebagai dasar penentu dari lokasi suatu industri dan pergudangan.

BAB III Pembahasan

Bab ini memuat hasil analisa dan pembahasan data eksisting lokasi atau informasi teori

lokasi yang telah diperoleh. Analisa yang telah dilakukan tersebut akan digunakan untuk

memaparkan kondisi eksisting kawasan industri dan pergudangan di perbatasan

Surabaya Barat-Gresik, mulai dari alasan pemilihan lokasi, faktor-faktor penentu lokasi,

serta implikasinya terhadap wilayah studi.

BAB IV Penutup

Bab ini berisi kesimpulan serta pembelajaran oleh penulis yang dapat diambil dari

keseluruhan isi makalah, mulai dari pemaparan teori-teori lokasi sampai dengan implikasi

teori lokasi yang relevan terhadap penentuan lokasi industri dan pergudangan di

perbatasan Surabaya Barat-Gresik.

Page 5: Anlok 2012_dwi Puspita Y_3609100045_penentuan Lokasi Industri Dan Pergudangan Di an Surabaya Barat_gresik

Analisa Lokasi dan Keruangan Dwi Puspita Y. 3609100045

4

Peta 1.1

Ruang Lingkup Wilayah Studi

U

KETERANGAN

Batas Administratif

Surabaya Barat

Wilayah Studi

Page 6: Anlok 2012_dwi Puspita Y_3609100045_penentuan Lokasi Industri Dan Pergudangan Di an Surabaya Barat_gresik

Analisa Lokasi dan Keruangan Dwi Puspita Y. 3609100045

5

BAB II

KONSEP DASAR PENENTUAN LOKASI

Makna industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau

barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk

mendapatkan keuntungan (Wikipedia,2012). Warehouse atau pergudangan berfungsi

menyimpan barang untuk produksi atau hasil produksi dalam jumlah dan rentang waktu

tertentu yang kemudian didistribusikan ke lokasi yang dituju berdasarkan permintaan

(Wikipedia,2012).

Teori lokasi didefinisikan sebagai ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order)

kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang

potensial, serta hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap keberadaan berbagai

macam usaha/kegiatan lain baik ekonomi maupun sosial (Tarigan,2006). Menurut salah satu

presentasi Pengertian Dasar Teori Lokasi, 2012, secara umum, beberapa faktor penentu

lokasi adalah sebagai berikut :

faktor teknologi, terkait dengan penyediaan infrastruktur (jalan raya, pelabuhan,

bandara, irigasi, dll)

faktor ekonomi dan geografi, terkait kenyamanan lingkungan, kemampuan membayar

(willingness to pay), akses terhadap pasar, dll.

faktor politis, terkait kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, zoning,

kemudahan fiskal, dll.

faktor sosial, terkait perilaku masyarakat, sosial-budaya, privasi, dll.

2.1 Teori Lokasi Industri

Teori lokasi industri pertama diformulasikan oleh Alfred Weber pada tahun 1909

yang didasarkan pada minimalisasi biaya. Inti dari formulasinya adalah lokasi setiap industri

tergantung dari total biaya tenaga kerja dan transportasi yang minimum dimana tingkat

keuntungan diasumsikan maksimum. Weber menetapkan tiga faktor penting yang

mempengaruhi lokasi industri, yaitu biaya transportasi, upah tenaga kerja, dan kekuatan

aglomerasi atau deaglomerasi.

Konsep ini dijelaskan dengan menggunakan Segitiga Lokasional, dimana lokasi

optimum (P) adalah keseimbangan antara kekuatan yang ditimbulkan oleh sumber bahan

baku (input 1 dan input 2) dan titik pasar (market). Untuk mengetahui apakah lokasi optimum

lebih dekat ke sumber input atau pasar, digunakan Indeks Bahan, yaitu perbandingan berat

input bahan lokal dengan berat produk akhir.

Page 7: Anlok 2012_dwi Puspita Y_3609100045_penentuan Lokasi Industri Dan Pergudangan Di an Surabaya Barat_gresik

Analisa Lokasi dan Keruangan Dwi Puspita Y. 3609100045

6

Gambar 2.1 Segitiga Lokasional Weber

Sumber : presentasi Analisa Lokasi Keruangan-Teori Weber:Industrial Location Theory, 2012

IB = Bobot Bahan Baku Lokal / Bobot Produk Akhir

Apabila IB > 1, maka industri akan berlokasi dekat dengan bahan baku, dan apabila

IB < 1, maka industri akan berlokasi dekat ke pasar.

2.3 Teori Tempat Pusat

Teori ini dikemukakan oleh Walter Christaller pada tahun 1933 dalam buku yang

berjudul Central Places In Southern Germany. Menurut teori ini, suatu pusat aktivitas yang

melayani berbagai kebutuhan penduduk harus terletak pada suatu lokasi yang sentral, yaitu

suatu tempat/ wilayah/ kawasan yang memungkinkan partisipasi manusia dalam jumlah yang

maksimum, baik yang terlibat dalam aktivitas pelayanan ataupun yang menjadi konsumen.

Tempat sentral tersebut merupakan suatu titik simpul dari suatu bentuk heksagonal.

Wilayah yang terletak dalam segi enam itu merupakan daerah yang penduduknya mampu

terlayani oleh tempat sentral tersebut. Teori ini mampu menjelaskan dengan baik bentuk

spasial dari suatu kota dengan prinsip ekonomi dan hirarki kota, yaitu hubungan antara

tempat sentral dengan kawasan yang lebih besar serta wilayah yang mengitarinya “the

relationship between a central place--higher order place--and its tributary areas—lower order

places”, serta mampu menjelaskan dengan baik lokasi perdagangan dan jasa.

Gambar 2.2 Konsep Tempat Pusat

Sumber : presentasi Central Place Theory, 2012

Page 8: Anlok 2012_dwi Puspita Y_3609100045_penentuan Lokasi Industri Dan Pergudangan Di an Surabaya Barat_gresik

Analisa Lokasi dan Keruangan Dwi Puspita Y. 3609100045

7

Konsep ini menunjukkan pemenuhan kebutuhan penduduk membentuk hierarki

pelayanan, dengan sebuah pusat utama yang didukung oleh beberapa pusat pelayanan

dengan skala yang lebih rendah. Tempat sentral dan daerah yang dipengaruhinya

(komplementer), pada dasarnya dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :

a. Tempat sentral yang berhirarki 3 (K=3), merupakan pusat pelayanan berupa pasar yang

selalu menyediakan bagi daerah sekitarnya, sering disebut kasus pasar optimal.

Wilayah ini selain mempengaruhi wilayahnya sendiri, juga mempengaruhi sepertiga

bagian dari masing-masing wilayah tetangganya.

Gambar 2.3 Tempat Central Hirarki 3

Sumber : presentasi Central Place Theory, 2012

b. Tempat sentral yang berhirarki 4 (K=4), dimana wilayah ini dan daerah sekitarnya yang

terpengaruh memberikan kemungkinan jalur lalu lintas yang paling efisien. Tempat

sentral ini disebut pula situasi lalu-lintas yang optimum, yang memiliki pengaruh

setengah bagian di masing-masing wilayah tetangganya.

Gambar 2.4 Tempat Central Hirarki 4

Sumber : presentasi Central Place Theory, 2012

Page 9: Anlok 2012_dwi Puspita Y_3609100045_penentuan Lokasi Industri Dan Pergudangan Di an Surabaya Barat_gresik

Analisa Lokasi dan Keruangan Dwi Puspita Y. 3609100045

8

c. Tempat sentral yang berhirarki 7 (K=7), dimana wilayah ini selain mempengaruhi

wilayahnya sendiri, juga mempengaruhi seluruh bagian (satu bagian) masing-masing

wilayah tetangganya. Wilayah ini disebut juga situasi administratif yang optimum,

yaitu dapat berupa kota pusat pemerintahan.

Gambar 2.5 Tempat Central Hirarki 7

Sumber : presentasi Central Place Theory, 2012

2.3 Teori Keseimbangan Spasial

Teori keseimbangan spasial yang diungkapkan oleh August Losch (1954) melalui

bukunya yang berjudul Economics of Location, merupakan perluasan dari teori Christaller

(1933). Losch adalah orang pertama yang mengembangkan teori lokasi dengan

memperhatikan segi permintaan sebagai variabel utama serta kemudahan akses yang

didapatkan pembeli dalam memperoleh barang hasil produksi.

Pemikiran Lösch adalah untuk mencari lokasi yang memaksimasi keuntungan,

dimana total pendapatan melebihi total biaya pada jumlah produksi yang terbesar Aplikasi

konsepnya dicontohkan pada produksi pertanian yang memungkinkan adanya perdagangan

jika terdapat surplus produksi komoditas dengan asumsi lokasi yang homogen dengan

distribusi material dan harga transportasi yang sama. Inti konsep Losch adalah sebagai

berikut :

1. Memperkenalkan potensi permintaan (demand) sebagai faktor penting dalam lokasi

industri.

2. Mengemukakan bagaimana economic landscape terjadi yang merupakan keseimbangan

(equilibrium) antara supply dan demand.

3. Lokasi produsen berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang dapat dijaringnya.

4. Makin jauh dari pasar, konsumen enggan membeli karena biaya transportasi (semakin

jauh tempat penjualan) semakin mahal.

Page 10: Anlok 2012_dwi Puspita Y_3609100045_penentuan Lokasi Industri Dan Pergudangan Di an Surabaya Barat_gresik

Analisa Lokasi dan Keruangan Dwi Puspita Y. 3609100045

9

5. Produsen harus memilih lokasi yang menghasilkan penjualan terbesar.

6. Losch menyarankan lokasi produksi ditempatkan di dekat pasar (Center Business

District).

Teori Losch menguraikan prinsip–prinsip dasar analisis spasial dan

menginterpretasikan ekonomi spasial dalam persaingan monopolistik (presentasi Central

Place Theory, 2012).

1. Tidak terdapat variasi dalam biaya dan tidak ada perbedaan–perbedaan spasial dalam

sumberdaya, termasuk tenaga kerja dan modal di seluruh wilayah (wilayah dianggap

homogen). Berdasar anggapan ini, maka perusahaan dapat ditempatkan di mana saja.

2. Penduduk tersebar merata, kepadatan dianggap uniform, selera konstan, dan

perbedaan pendapatan diabaikan. Berdasarkan asumsi ini dapat dijelaskan bahwa

permintaan mempunyai korelasi negatif terhadap jarak secara langsung, semakin jauh

dari lokasi pabrik maka jumlah permintaan semakin berkurang.

3. Wilayah pasar dan permintaan terhadap barang–barang hasil suatu perusahaan tidak

dipengaruhi oleh lokasi perusahaan–perusahaan saingannya.

Gambar 2.6 Pola Roda Bergerigi yang Melingkari Kota Sentral Menurut Losch

Sumber : http://auliaardhian.blogspot.com/2010/10/teori-lokasi-august-losch.html

2.4 Teori Eksternalitas Dinamis

Teori-teori eksternalitas dinamis percaya bahwa kedekatan geografis memudahkan

transmisi ide, maka transfer teknologi merupakan hal penting bagi kota (Glaeser, et.al. dalam

Situmorang, 2008). Teori eksternalitas dinamis didasarkan pada teori yang dikemukakan

oleh Marshall-Arrow-Romer (MAR), Porter dan Jacob. Teori-teori ini mencoba menjelaskan

secara simultan bagaimana membentuk kota dan mengapa kota tumbuh dari industrial distrik

dan juga cluster dengan cara knowledge spillovers.

Menurut Situmorang (2008), eksternalitas MAR menekankan pada transfer

pengetahuan antarperusahaan dalam suatu industri. Menurut MAR monopoli lokal

merupakan hal yang lebih baik dibandingkan dengan kompetisi lokal sebab lokal monopoli

Page 11: Anlok 2012_dwi Puspita Y_3609100045_penentuan Lokasi Industri Dan Pergudangan Di an Surabaya Barat_gresik

Analisa Lokasi dan Keruangan Dwi Puspita Y. 3609100045

10

menghambat aliran ide dari industri lain dan eksternalitas diinternalisasi oleh inovator.

Seperti halnya MAR, Porter mengatakan bahwa dengan transfer pengetahuan tertentu,

konsentrasi industri secara geografis akan mendorong pertumbuhan. Berbeda dengan MAR,

Porter menyatakan bahwa kompetisi lokal lebih penting untuk mempercepat adopsi inovasi.

Tidak seperti MAR dan Porter, Jacob percaya bahwa transfer pengetahuan paling

penting adalah berasal datang dari industri-industri inti. Variasi dan keberagaman industri

yang berdekatan secara geografis akan mendukung inovasi dan pertumbuhan dibandingkan

dengan spesialisasi secara geografis.

Page 12: Anlok 2012_dwi Puspita Y_3609100045_penentuan Lokasi Industri Dan Pergudangan Di an Surabaya Barat_gresik

Analisa Lokasi dan Keruangan Dwi Puspita Y. 3609100045

11

BAB III

PEMBAHASAN

Wilayah studi yang dibahas dalam makalah ini terletak di Surabaya Barat, meiputi

Kecamatan Benowo, Tandes, dan Asemrowo yang menjadi satu Unit Pengembangan IX,

yang dapat dilihat pada gambar 3.1. Terlihat bahwa dari kondisi eksisting tahun 2001

mengalami perluasan kawasan industri dan pergudangan sampai 2013. Menurut RTRW

2013, struktur kegiatan utama sebagai kota industri, selain kawasan industri di Rungkut

Industri tetap dipertahankan, kawasan industri baru diarahkan ke Barat dan Utara di

sepanjang jalan Gresik (di Benowo, Tandes, Krembangan, dan Osowilangun). Arahan untuk

industri non kawasan tergantung pada masing-masing karakter jenis industrinya. Jenis

industri yang menimbulkan polutan akan diarahkan ke Barat atau Utara Kota Surabaya,

berdekatan dengan lokasi kawasan industri.

Dalam arahan RTRW, UP IX diklasifikasikan sebagai UP pinggiran dengan fungsi

kegiatan untuk permukiman, industri, pergudangan, dan konservasi, serta memiliki titik

pertumbuhan di terminal dan industri pergudangan pada kawasan terminal. Jenis industri

yang diperbolehkan untuk masuk adalah industri kecil berbentuk sentra industri dengan

pemantapan Kecamatan Asemrowo (Greges, Asemrowo) dengan kegiatan industri kecil

garam dan kompor dengan tidak ada lagi penambahan sentra industri kecil baru di dalam

kota. Untuk kawasan industri sedang dan besar, pemantapan di tiga kecamatan tersebut

untuk dipertahankan keberadaannya, dan diarahkan untuk lebih berkembang ke arah

Kecamatan Benowo, Tandes, Krembangan, dan Osowilangun.

Berikut ini adalah batas wilayah studi yang meliputi :

Sebelah Utara : Teluk Lamong

Sebelah Selatan :Kecamatan Pakal, Kecamatan Sambikerep, Kecamatan

Sukomanunggal

Sebelah Barat : Kabupaten Gresik

Sebelah Timur : Kecamatan Krembangan. Kecamatan Bubutan, Kecamatan Sawahan

Page 13: Anlok 2012_dwi Puspita Y_3609100045_penentuan Lokasi Industri Dan Pergudangan Di an Surabaya Barat_gresik

Analisa Lokasi dan Keruangan Dwi Puspita Y. 3609100045

12

Gambar 3.1 Land Use Wilayah Studi Tahun 2000 dan 2013

KETERANGAN

Batas Wilayah Studi

Penggunaan Lahan

untuk Industri dan

Pergudangan

Sumber : olahan RTRW Kota Surabaya 2013

Page 14: Anlok 2012_dwi Puspita Y_3609100045_penentuan Lokasi Industri Dan Pergudangan Di an Surabaya Barat_gresik

Analisa Lokasi dan Keruangan Dwi Puspita Y. 3609100045

13

3.1 Alasan Pemilihan Lokasi

Surabaya sebagai ibukota Propinsi Jawa Timur memiliki potensi yang besar dalam

menarik investor asing. Hal itu dikarenakan infrastruktur yang paling memadai dan modern

dibandingkan dengan kabupaten ataupun kota yang lainnya di Jawa Timur. Jawa Timur

sendiri dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir mengalami kemajuan yang cukup

signifikan di bidang ekonominya. Banyak kota yang mengalami modernisasi setelah

munculnya otonomi daerah. Kesempatan Surabaya menjadi mega city pun tidak dapat

terhindarkan. Hal ini dapat terlihat dari semakin terintegrasinya Kabupaten Sidoarjo, Gresik,

Pasuruan dan juga Mojokerto dengan Kota Surabaya.

Tidak dapat dipungkiri, hal yang memicu semakin terintegrasinya Kota Surabaya dan

sekitarnya adalah industri. Industri ini memancing perluasan wilayah Surabaya karena

memancing tenaga kerja untuk masuk sehingga sektor-sektor perekonomian yang lainnya

ikut tumbuh dan berkembang. Industri di Surabaya sendiri yang sudah berkembang dan

cukup terkenal adalah kawasan SIER. Semakin terbatasnya lahan di Kota Surabaya pada

akhirnya memaksa perencana untuk mencari alternatif lokasi yang tetap memiliki nilai

investasi tinggi dan mampu bersaing dengan kawasan industri lainnya. Hal ini dapat terlihat

pada arahan pengembangan industri di wilayah studi dalam makalah ini, yaitu Kecamatan

Benowo, Tandes, dan Asemrowo.

Potensi sektor utama dari ketiga kecamatan tersebut merupakan industri, dengan

rincian Kecamatan Benowo memiliki sektor basis Tanaman pangan, perikanan, pertanian

lainnya; Kecamatan Tandes memiliki sektor basis industri pengolahan, dan Kecamatan

Asemrowo memiliki sektor basis perikanan. Kegiatan industri dan gudang diperkirakan

kebutuhan lahannya mencapai 4.067,39 Ha, di mana pengembangan industri baru

diarahkan pada kawasan yang telah ada seperti di Kecamatan Benowo, Tandes,

Krembangan, dan Osowilangun.

Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa wilayah studi

memiliki potensi besar menjadi suatu lokasi industri dan pergudangan baru yang ke

depannya dapat menjadi kawasan industri unggulan di Surabaya dan mampu bersaing

dengan kawasan industri yang sudah ada. Berangkat dari hal tersebut, maka timbul suatu

ketertarikan untuk meneliti faktor-faktor penentu lokasi industri di perbatasan Surabaya

Barat-Gresik tersebut dengan menggunakan pendekatan teori-teori para pakar terkait

penentuan suatu lokasi industri.

Page 15: Anlok 2012_dwi Puspita Y_3609100045_penentuan Lokasi Industri Dan Pergudangan Di an Surabaya Barat_gresik

Analisa Lokasi dan Keruangan Dwi Puspita Y. 3609100045

14

3.2 Faktor-faktor Lokasi

Banyak faktor yang dapat menjadi pertimbangan untuk menentukan lokasi industri

yang tepat. Dari teori Weber, dijabarkan faktor lokasi dari sisi makro dengan rincian sebagai

berikut :

1. Transportasi

Jarak terhadap pemasok, konsumen

Ketersediaan komunikasi (pos, bank, Telkom, dll)

Posisi terhadap jaringan jalan (arteri, kolektor, tol)

Posisi terhadap jaringan kereta api dan terminal container

Posisi terhadap kanal, angkutan sungai dan penyeberangan.

Posisi terhadap bandara, pelabuhan

2. Tenaga Kerja

Ketersediaan tenaga kerja

Kemampuan/ketrampilan (profesional, tukang,buruh)

Upah tenaga kerja

Tempat pelatihan tenaga kerja (BLK)

Kondisi sosial budaya masyarakat setempat

3. Iklim (temperatur, kelembagaan, curah hujan, dll)

4. Pajak, retribusi, pungutan, insentif

Untuk faktor lokasi dari sisi mikro, Weber merincikannya sebagai berikut :

1. Lahan

2. Layanan transportasi

3. Penyediaan energi

Kelistrikan (tegangan, kinerja, gardu induk, biaya SAMB)

Gas (jenis pelayanan, jaringan distribusi, harga, biaya, SAMB)

Batubara

4. Penyediaan air bersih

Layanan jaringan PDAM (sambungan, kinerja, sumber air, harga jual)

Penggunaan air tanah (kualitas, kuantitas)

5. Pengolahan limbah cair

6. Pengelolaan limbah padat

7. Kegiatan usaha yang berdekatan

Page 16: Anlok 2012_dwi Puspita Y_3609100045_penentuan Lokasi Industri Dan Pergudangan Di an Surabaya Barat_gresik

Analisa Lokasi dan Keruangan Dwi Puspita Y. 3609100045

15

Selain dari perincian Weber, terdapat pula faktor-faktor yang mempengaruhi lokasi

industri menurut Djojodipuro (1992), yaitu :

1. Faktor Endowment

Tersedianya faktor produksi secara kualitatif dan kuantitatif di suatu daerah berupa

tanah (topografi, struktur tanah, cuaca, harga tanah), tenaga dan manajemen (fringe

benefit, labour turn over, absenteeism, techno-structure), dan modal (industrial inertia,

industrial nursery).

2. Pasar dan Harga

Suatu daerah yang berpenduduk banyak secara potensial perlu diperhatikan. Bila

daerah ini disertai pendapatan per kapita yang tinggi, maka pasar tersebut akan menjadi

efektif dan semakin meningkat bila disertai dengan distribusi pendapatan yang merata.

Luas pasar ditentukan oleh jumlah penduduk, pendapatan per kapita, dan distribusi

pendapatan. Pasar mempengaruhi lokasi melalui ciri pasar, biaya distribusi, dan harga

yang terdapat di pasar yang bersangkutan. Harga ditentukan oleh biaya produksi dan

permintaan.

3. Bahan Baku dan Energi

Proses produksi merupakan usaha untuk mentransformasikan bahan baku ke dalam

hasil akhir yang memiliki nilai lebih tinggi. Jarak antara lokasi pabrik dengan

ketersediaan bahan baku mempengaruhi biaya pengangkutan. Beberapa industri karena

sifat dan keadaan dari proses pengolahannya mengharuskan untuk menempatkan

pabriknya berdekatan dengan sumber bahan baku.

4. Aglomerasi, Keterkaitan Antarindustri, dan Penghematan Ekstern

Aglomerasi adalah pengelompokan beberapa industri dalam suatu daerah atau wilayah

sehingga membentuk daerah khusus industri. Beberapa sebab yang memicu terjadinya

aglomerasi antara lain :

Tenaga kerja tersedia banyak dan memiliki keahlian yang lebih baik disbanding di

luar daerah tersebut.

Suatu perusahaan menjadi daya tarik bagi perusahaan lain.

Berkembangnya suatu perusahaan dari kecil menjadi besar sehingga menimbulkan

perusahaan lain untuk menunjang perusahaan yang membesar tersebut.

Perpindahan suatu kegiatan produksi dari suatu tempat ke beberapa tempat lain

5. Kebijakan Pemerintah

Kebijakan pemerintah terkait dengan kawasan industri, kawasan berikat, kawasan

ekonomi khusus (KEK), kawasan perdagangan bebas (FTZ)

Page 17: Anlok 2012_dwi Puspita Y_3609100045_penentuan Lokasi Industri Dan Pergudangan Di an Surabaya Barat_gresik

Analisa Lokasi dan Keruangan Dwi Puspita Y. 3609100045

16

3.3 Implikasi Teori Lokasi Industri Terhadap Penentuan Lokasi Industri dan

Pergudangan Perbatasan Surabaya Barat-Gresik

Berdasarkan penjabaran konsep dasar teori lokasi industri oleh beberapa pakar

terdahulu dan faktor-faktor yang mempengaruhi peletakan lokasi industri, maka teori yang

sesuai adalah teori yang dikemukakan oleh Weber (1909), bahwa :

“Lokasi setiap industri tergantung pada total biaya transportasi dan tenaga kerja dimana penjumlahan keduanya harus minimum. Tempat dimana total biaya transportasi dan tenaga kerja yang minimum adalah identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum.”

Dalam studi kasus kawasan industri dan pergudangan di perbatasan Surabaya Barat-

Gresik, terlihat bahwa faktor utama yang menjadi pendorong adalah aksesibilitas kawasan

yang tinggi sebagai jalan masuknya bahan baku yang mayoritas berasal dari Gresik melalui

arteri primer Jl. Raya Benowo dan dari pesisir utara Surabaya sendiri (untuk perikanan),

serta juga kedekatannya dengan pelabuhan Teluk Lamong sehingga dapat meminimumkan

biaya pengangkutan. Untuk lokasi pergudangan, kawasan ini sangat strategis karena

aksesibilitas itu pula. Aglomerasi yang dibentuk yaitu tiga kecamatan yang merupakan satu

kawasan dapat membantu memajukan ekonomi kawasan. Barang produksi yang dikirim dari

luar daerah akan dengan mudah disimpan di kawasan tersebut sebelum didistribusikan ke

seluruh wilayah Surabaya. Hal itu dapat menjadi potensi untuk menarik investor.

Pemilihan lokasi di pinggir kota (Sub Urban Location) juga menguntungkan karena

semi-sklilled atau female labour mudah diperoleh, pajak tidak seberat ketika berada di pusat

kota, tenaga kerja dapat tinggal berdekatan dengan lokasi industri, harga tanah yang relatif

tidak semahal di pusat kota, serta populasi yang tidak begitu besar sehingga masalah

lingkungan tidak banyak timbul.

Untuk faktor-faktor yang mempengaruhi peletakan lokasi industri, teori-teori yang

dikemukakan oleh beberapa pakar mungkin telah menjadi landasan dalam penentuan

kebijakan yang telah dibuat pemerintah. Penjabaran mengenai implikasi teori faktor-faktor

lokasi dapat dilihat dalam tabel berikut.

Page 18: Anlok 2012_dwi Puspita Y_3609100045_penentuan Lokasi Industri Dan Pergudangan Di an Surabaya Barat_gresik

Analisa Lokasi dan Keruangan Dwi Puspita Y. 3609100045

17

Tabel 3.1

Matrikulasi Faktor Penentu Lokasi Berdasarkan Teori

Terhadap Implikasi Lokasi Industri di Perbatasan Surabaya Barat-Gresik

Faktor

Pakar

Bahan Baku Tenaga Kerja Transportasi (Aksesibilitas) Pasar Infrastruktur Aglomerasi Kebijakan Sosi-Bud

Weber

Christaller

Losch

MAR-

Porter,

Jacob

Djojodipuro

Sumber : Hasil Analisa, 2012

Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi peletakan lokasi industri dan pergudangan di perbatasan

Surabaya Barat-Gresik lebih cenderung mengarah pada teori Weber dan juga Djojodipuro. Pada teori Weber memang mengutamakan upah

minimum tenaga kerja dan transportasi serta aglomerasi. Akan tetapi setelah penjabaran makro dan mikro faktor-faktor lokasi, dapat diketahui

bahwa faktor infrastruktur, kebijakan kawasan (pajak,retribusi, pungutan, insentif) juga berpengaruh.

Dari tabel tersebut juga dapat dilihat bahwa ada faktor baru yang jarang digunakan yaitu sosial-budaya yang berupa knowledge spillover

atau pelimpahan pengetahuan kepada tenaga kerja dengan cara pelatihan. Hal ini dikarenakan karakteristik penduduk di perbatasan Surabaya

Barat-Gresik (calon tenaga kerja) yang masih sangat kental dengan ciri gotong royong atau sosialisasi. Hal ini jug adapt meminimumkan

transaction cost (dana CSR). Terlihat pula faktor transportasi atau aksesibilitas dimiliki oleh semua pakar yang berarti industri yang dibuat

aglomerasi akan meminimumkan biaya transportasi.

Page 19: Anlok 2012_dwi Puspita Y_3609100045_penentuan Lokasi Industri Dan Pergudangan Di an Surabaya Barat_gresik

Analisa Lokasi dan Keruangan Dwi Puspita Y. 3609100045

18

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penulisan makalah ini antara lain :

a. Teori yang dapat digunakan untuk menentukan lokasi industri antara lain oleh Alfred

Weber (Teori Lokasi Industri), Walter Christaller (Teori Tempat Pusat), August Losch

(Teori Keseimbangan Spasial), serta Marshall-Arrow-Romer (MAR), Porter dan Jacob

(Teori Eksternalitas Dinamis).

b. Kawasan industri dan pergudangan di perbatasan Surabaya Barat-Gresik merupakan

kawasan potensial yang telah diarahkan oleh pemerintah untuk mengatasi

keterbatasan lahan di Surabaya dewasa ini. Kawasan ini meliputi UP IX (UP

pinggiran) yang terdiri dari Kecamatan Benowo, Kecamatan Tandes, dan Kecamatan

Asemrowo.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi peletakan lokasi industri dan pergudangan adalah

faktor aksesibilitas yang meliputi transportasi dan infrastruktur pendukungnya;

aglomerasi yang meliputi industrial distrik dan cluster; kebijakan yang meliputi

rencana, pajak, retribusi, insentif; tenaga kerja, pasar, dan sosial-budaya untuk

menekan transaction cost.

d. Teori yang paling tepat untuk mendasari peletakan industri dan pergudangan di

perbatasan Surabaya Barat-Gresik adalah teori lokasi industri yang dikemukakan

oleh Alfred Weber serta Djojodipuro.

4.2 Lesson Learned

Pembelajaran yang dapat diambil dari pembahasan makalah ini adalah seiring

berkembangnya suatu kota yang menyebabkan perubahan struktur ekonomi kota dan juga

meningkatkan keterbatasan lahan perkotaan, maka dibutuhkan suatu inovasi dalam

penentuan lokasi industri yang masih dapat diintegrasikan dengan kebijakan setempat yang

telah ada dan juga kondisi sosial-budaya masyarakat sekitar karena hal tersebut yang juga

dapat menekan pengeluaran perusahaan.

Pemilihan lokasi industri dan pergudangan di perbatasan Surabaya Barat-Gresik

tersebut diharapkan dapat mengatasi masalah perekonomian masyarakat di kawasan

tersebut sehingga dapat memajukan kawasan tersebut sama seperti bagian Surabaya yang

lainnya. Pengembangan kawasan tersebut juga tentunya nanti akan berdampak terhadap

makin meluasnya Kota Surabaya sebagai mega city dan semakin tidak ada batasan antara

Kota Surabaya dengan kawasan sekitarnya. Hal ini akan membutuhkan kebijakan baru.

Page 20: Anlok 2012_dwi Puspita Y_3609100045_penentuan Lokasi Industri Dan Pergudangan Di an Surabaya Barat_gresik

Analisa Lokasi dan Keruangan Dwi Puspita Y. 3609100045

19

DAFTAR PUSTAKA

Ardhian, Aulia. 2010. Teori Lokasi August Losch. Diunduh dari

http://auliaardhian.blogspot.com/2010/10/teori-lokasi-august-losch.html pada

tanggal 10 April 2012 Pukul 10.00 WIB

Djojodipuro, Marsudi. 1992. Teori Lokasi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.

Robinson, Tarigan. 2005. Ekonomi Regional. Teori dan Aplikasi. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

RTRW Kota Surabaya 2013. Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang.

Surabaya.

Situmorang, Yosua Partogi Monang. 2008. Analisis Arah Transformasi Struktural Pada

Sektor Primer, Sekunder, dan Tersier. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Jakarta. Diunduh dari http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/123315-6134-

Analisis%20arah-Literatur.pdf pada tanggal 10 April 2012 Pukul 10.00 WIB