Angulasi Molar Ketiga Selama Dan Setaleh Perawatan Pasien Orthodontic Remaja

20
Angulasi Molar Ketiga Selama dan Setelah Perawatan Pasien Orthodontik Remaja Jon Årtun*, Lukman Thalib** and Robert M. Little*** Departments of *Developmental and Preventive Sciences and **Community Medicine (Biostatistics), Faculty of Medicine, Kuwait University, Kuwait, ***Department of Orthodontics, Faculty of Dentistry, University of Washington, Seattle, USA Ringkasan : tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengauh terapi ekstraksi premolar pada angulasi molar ketiga selama perawatan aktif, dan untuk menguji signifikansi perubahan tersebut pada impaksi selanjutnya dari molar ketiga. Sefalogram lateral dibuat sebelum (T1) dan setelah (T2) perawatan dan pada follow up jangka panjang (T3)dari 157 pasien yang dirawat dengan non-ekstraksi (non- exo) atau dengan ekstraksi empat premolar (exo), semua didiagnosis dengan akurat untuk impaksi vibandingkan dengan erupsi paling sedikit satu molar ketiga pada penilaian T3. Model regresi linear menunjukkan bahwa molar ketiga rahang atas yang ditegakkan lebih banyak dari T1 sampai T2 (P<0.05) dan kurang miring ke distal pada T2 (P<0.01) pada pasien exo dari pada pasien non-exo. Tidak ada perbedaan yang dideteksi pada mandibula ( P>0.05). model regresi juga menunjukkan penegakan molar ketiga rahang atas dan rahang bawah yang samadari T1 sampai T2 dan angulasi yang sama dari molar ketiga rahang atas pada T2 pasien dengan erupsi dan impaksi (P>0.05), tetapi molar ketiga rahang bawah lebih miring ke mesial pada T2 dari pasien yang impaksi (P<0.01). uji chi-square menunjukkan frekuensi yang lebih tinggi dari 1

Transcript of Angulasi Molar Ketiga Selama Dan Setaleh Perawatan Pasien Orthodontic Remaja

Page 1: Angulasi Molar Ketiga Selama Dan Setaleh Perawatan Pasien Orthodontic Remaja

Angulasi Molar Ketiga Selama dan Setelah Perawatan

Pasien Orthodontik Remaja

Jon Årtun*, Lukman Thalib** and Robert M. Little***Departments of *Developmental and Preventive Sciences and **Community Medicine (Biostatistics), Facultyof Medicine, Kuwait University, Kuwait, ***Department of Orthodontics, Faculty of Dentistry, University ofWashington, Seattle, USA

Ringkasan : tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengauh terapi ekstraksi

premolar pada angulasi molar ketiga selama perawatan aktif, dan untuk menguji signifikansi

perubahan tersebut pada impaksi selanjutnya dari molar ketiga. Sefalogram lateral dibuat

sebelum (T1) dan setelah (T2) perawatan dan pada follow up jangka panjang (T3)dari 157

pasien yang dirawat dengan non-ekstraksi (non-exo) atau dengan ekstraksi empat premolar

(exo), semua didiagnosis dengan akurat untuk impaksi vibandingkan dengan erupsi paling

sedikit satu molar ketiga pada penilaian T3.

Model regresi linear menunjukkan bahwa molar ketiga rahang atas yang ditegakkan

lebih banyak dari T1 sampai T2 (P<0.05) dan kurang miring ke distal pada T2 (P<0.01) pada

pasien exo dari pada pasien non-exo. Tidak ada perbedaan yang dideteksi pada mandibula

( P>0.05). model regresi juga menunjukkan penegakan molar ketiga rahang atas dan rahang

bawah yang samadari T1 sampai T2 dan angulasi yang sama dari molar ketiga rahang atas

pada T2 pasien dengan erupsi dan impaksi (P>0.05), tetapi molar ketiga rahang bawah lebih

miring ke mesial pada T2 dari pasien yang impaksi (P<0.01). uji chi-square menunjukkan

frekuensi yang lebih tinggi dari angulasi distal yang lebih besar dari 30 derajat, juga sejumlah

angulasi mesial dari molar ketiga rahang bawah pada T2 (P<0.01) pada pasien dengan

impaksi dari pada pasien dengan erupsi.

Pendahuluan

Cusp molar ketiga miring ke mesial pada mandibula dan ke distal pada maksilla pada waktu

kalsifikasi (Sicher;1965). Sekitar 43 persen dari impaksi molar ketiga dapat diklasifikasikan

sebagai mesial dalam mandibula, sementara sekitar 25 persen mungkin diklasifikansikan

sebagai distal dalam maksilla (Peterson;1998). Penegakan yang tidak memuaskan selama

akhir pembetukan akar oleh karenanya dapat menjadi penyebab umum impaksi molar ketiga

dan terjadi lebih sering pada mandibula daripada maksilla. Peningkatan tipping dapat juga

lebih sering pada mandibula karena impaksi horizontal terjadi sekitar 3 persen dari kasus

1

Page 2: Angulasi Molar Ketiga Selama Dan Setaleh Perawatan Pasien Orthodontic Remaja

mandibula tetapi sangat jarang pada maksila (Peterson;1998). Perkembangan over-uprighting

di sisi lain dapat menjadi lebih sering pada maksila dengan sekitar 12 persen impaksi maksila

diklasifikasikan sebgai mesial, sementara hanya 6 persen impaksi mandibula yang

diklasifikasikan sebagai distal (Peterson;1998).

Penilaian longitudinal menunjukkan bahwa rata-rata subjek tanpa riwayat perawatan

orthodontik mengalami penegakan molar ketiga rahang bawah selama awal masa remaja

(Richardson, 1973; Richardson dkk., 1984). Akan tetapi, variasi perubahan individu mungkin

beasar, dan sedikit molar ketiga yang dapat mengalami peningkatan angulasi mesial selama

awal(Richardson, 1973) dan akhir (Richardson dkk., 1984) masa remaja, kadang-kadang

bahkan menunjukkan tanda awal penegakan sebelum berubah ke posisi yang lebih miring

antara usia 14 dan 17 tahun (richardson dkk., 1984). Perubahan dalam angulasi molar ketiga

rahang bawah dapat juga diamati setelah usia 18 tahun, khususnya dalam bentuk

pengurangan tipping mesial (shiller, 1979; sewerin dan von Wowern, 1990; Richardson,

1992; hattab, 1997; kruger dkk., 2001), yang kadang-kadang dapat ditampilkan sebagai

perubahan dati angulasi mesial menjadi distal (sewerin dan von Wowern, 1990). Akan tetapi,

kesempatan erupsi dapat menjadi terbatas jika tipping melebihi 30 derajat pada usia 18 tahun

(shiller, 1979; hattab, 1997). Walaupun informasi pada perubahan angulasi molar ketiga

rahang atas sebelum dan selama masa remaja sangat terbatas, perubahan setelah usia 18

tahun muncul sebagai variable dalam maksila seperti pada mandibula (kruger dkk., 2001).

Ruangan di bawah molar ketiga ditemukan secara signifikan kurang miring pada

anak-anak pre remaja dengan migrasi mesial dari molar pertama karena kehilangan dini mlar

sulung, yang menyatakan bahwa migrasi mesial meningkatkan orientasi ruangan molar ketiga

dengan membuat mereka mampu berkembang lebih jauh ke depan (Tait, 1982). Penemuan

bahwa molar ketiga cenderung tegak pada maksila (whitney dan Sinclair, 1987; Staggers,

1990; Orton-gibbs dkk., 2001) dan pada mandibula (Staggers, 1990; Orton-gibbs dkk., 2001)

selama perawatan orthodontik dengan ekstraksi molar kedua dapat diinterpretasikan sebagai

dukungan untuk terapi ini. Akan tetapi, variasi individu dalam perubahan sangat besar, dan

sebuah penelitian menemukan bahwa rata-rata pasien menunjukkan peningkatan yang kecil

dalam tipping cusp molar ketiga rahang bawah ralatif terhadap dataran oklusal (whitney dan

Sinclair, 1987). Sebagai tambahan lagi, perubahan tersebut dapat menjadi nilai prediktif

terbatas untuk erupsi selanjutnya, karena impaksi molar ketiga setelah ekstraksi molar kedua

sangat jarang (Gooris dkk., 1990; Orton-gibbs dkk., 2001). Sangat sedikit usaha yang telah

2

Page 3: Angulasi Molar Ketiga Selama Dan Setaleh Perawatan Pasien Orthodontic Remaja

dilakukan untuk mengevaluasi nilai prediktif dari derajat angulasi molar ketiga yang berbeda

selama tahap perkembangan yang berbeda untuk erupsi selanjutnya. Akan tetapi, Richardson

(1977) melaporkan bahwa molar ketiga rahang bawah yang impaksi lebih miring ke mesial

pada usia 10 sampai 11 tahun dari pada yang telah erupsi.

Penutupan dengan orthodontik dari lokasi ekstraksi premolar telah dihubungkan

dengan penegakan yang signifikan dari molar keriga rahang bawah (Elsey dan Rock, 2000).

Akan tetapi, kurangnha perbandingan dengan kelompok perwakilan dari pasien non-ekstraksi

menghalangi kesimpulan mengenai perbedaan antara kategori dua pasien. Dokumentasi

peningkatan relative dalam penegakan molar ketiga rahang atas dn rahang bawah pada pasien

ekstraksi selama perawatan aktif mungkin menjadi salah satu dari mekanisme potensial yang

menjelaskan pengurangan yang baik dalam jumlah impaksi pada pasien orthodontik remaja

yang dirawat dengan, dibandingkan dengan tanpa ekstraksi premolar (kim dkk., 2003). Salah

satu dari usaha yang sangat sedikit dalam menggali masalah ini tidak berhasil dalam

menegakkan hipotesis (Staggers dkk., 1992). Akan tetapi, sample ektraksi dan non-ekstraksi

relative kecil, dan efek apapun dari perbedaan besar antar kelompok dalam usia pra

perawatan pada angulasi mlar ketiga awal tidak dikontrol, mengurangi kesempatan

mendeteksi adanya perbedaan dalam perubahan perawatan. Sebagai tambahan lagi,

perbedaan dalam angulasi post perawatan tidak dinilai, dan status impaksi akhir tidak dicatat

(Staggers dkk., 1992).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh terapi ekstraksi

premolar pada angulasi molar ketiga selama perawatan aktif, dan untuk menguji signifikansi

dari perubahan tersebut pada impaksi selanjutnya dari molar ketiga.

Bahan dan Metode

Sampel

Sefalogram lateral, radiografi panoramik dan/atau periapikal, dan model studi dari sebelum

(T1) dan setelah (T2) perawatan dan minimal 10 tahun post-retensi (T3) dari semua pasien

tanpa deformitas dentofasial, asimetris wajah yang parah, atau gigi yang hilang selain empat

premolar, dan yang pernah dirawatn secara non-ekstraksi (non-exo; n=242) atau dengan

ekstraksi (exo) dari empat premolar (n=315) oleh mahasiswa kedokteran gigi dan/atau

mahasiswa lulusan di Department of Orthodontiks di University of Washington, diperiksa.

Total 389 pasien memiliki bukti radiografik adanya satu atau lebih molar ketiga yang sedang

3

Page 4: Angulasi Molar Ketiga Selama Dan Setaleh Perawatan Pasien Orthodontic Remaja

berkembang pada T1 dan/atau T2. Pasien dengan pencabutan semua molar ketiga sebelum

penutupan apical akar, atau tanpa identifikasi radiografik dari ujung akar molar ketiga yang

tersis, dihilangkan. Sampel akhir terdiri dari 157 pasien, dengan rata-rata 12,3 tahun (SD 1.8)

pada T1, 15.3 tahun (SD 1.9) pada T2, dan 30,2 tahun (SD 4.4) pada T3, dimana 132 pasien

dapat dinilai pada maksila dan 134 mandibula. Perawatan non-ex dilakukan pada 51pasien

dan perawatan ex pada 106 pasien. Maloklusi angle klas I,II, dan III muncul pada 63, 85, dan

9 pasien pada sampel, secara berturut-turut. Uji t independent menunjukkan tidak ada

perbedaan yang signifikan dalam usia (P>0.05), dan uji Chi square menunjukkan tidak ada

perbedaan yang signifikan dalam distribusi klas angle (P>0.05) antara pasien yang dipilih dan

dikeluarkan. Akan tetapi, wanita diwakili dalam 56 dan 67 persen, dan kasus ex pada 66 dan

56 persen pasien yang dipilih dan dikeluarkan, secara berturut-turut (P<0.05, Chi square).

Impaksi dan erupsi

Impaksi molar ketiga didefinisikan sebagai erupsi yang tidak sempurna dari T2 dan T3

karena posisi yang relative miring terhadap molar kedua atau ramus ascendens, kurangnya

ruangan, dengan bukti radiografik adanya penutupan apical. Erupsi molar ketiga ini

didefinisikan sebagai adanya oklusi penuh pada T2 dan T3.

Angulasi molar ketiga

Angulasi molar ketiga rahang atas diukur pada sefalogram lateral sebagai sudut antara

permukaan oklusal dan dataran oklusal (U8/OP) juga sudut antara permukaan oklusal dan

dataran palatal (U8/PP) pada T1, T2, dan T3. Angulasi distal dicatat positif dan angulasi

mesial negative (Gambar 1). Dengan demikian, angulasi molar ketiga rahang bawah diukur

terhadap dataran mandibula (L8/MP) dan oklusal (L8/OP) pada tiga periode waktu, dengan

angulasi mesial yang diukur sebagai positif dan distal negative (gambar 1). Pada sedikit

subjek dengan asimetris, molar ketiga yang paling parah angulasinya diukur.

4

Page 5: Angulasi Molar Ketiga Selama Dan Setaleh Perawatan Pasien Orthodontic Remaja

Gambar 1. Sudut yang digunakan untuk menentukan angulasi dari molar ketiga rahang atas terhadap dataran oklusal (U8/OP) dan palatal (U8/PP), dan dari molar ketiga rahang bawah terhadap dataran oklusal (L8/OP) dan mandibula (L8/MP).

Kesalahan metode

Reprodusibilitas dari pengukuran dinilai dengan menganalisis secara statistic perbedaan

antara pengukuran double yang diambil sedikitnya seminggu terpisah dari 10 radiografi yang

dipilih secara acak. Kesalahan dihitung dari persamaan :

Dimana D adalah perbedaan antara pengukuran pangkat dua dan N adalah jumlah pngukuran

double (Dahlberg, 1940). Kesalahannya adalah 0.58, 0.57, dan 0.44 untuk U8/PP pada T1,

T2, dan T3; 0.56, 0.48, dan 0.42 untuk U8/OP pada T1, T2, dan T3; 0.61, 0,60, dan 0,43

untuk L8/MP pada T1, T2, dan T3; dan 0.55, 0.53, dan 0.38 utnuk L8/OP pada T1, T2, dan

T3.

Analisa Data

Impaksi rahang atas dan rahang bawah dinilai sebagai ‘ada’ jika salah satu atau kedua molar

ketiga tersebut didiagnosis impaksi. Pada rahang atas, angulasi pada T2 seperti juga impaksi

pada T3 dari molar ketiga dinilai sebagai mesial dalam keadaan dengan U8/OP<0, sebagai

vertical dengan 10≤U8/OP≤0, dan sebagai distal dengan U8/OP>10. Dengan demikian,

angulasi dan impaksi dari molar ketiga rahang bawah dinilai sebagai mesial dengan

5

Page 6: Angulasi Molar Ketiga Selama Dan Setaleh Perawatan Pasien Orthodontic Remaja

L8/OP>10, sebagai vertical dengan 0≤L8/OP≤10, dan sebagai distal dengan L8/OP<0 pada

T2 dan T3, secara berturut-turut. Jumlah dan persentase subjek dengan inklinasi mesial,

vertical dan distal pada T2 dan impaksi pada T3 dalam setiap rahang dihitung. Juga, jumalah

dan persentase subjek yang sesuai dengan impaksi mesial, vertical, dan distal pada T3 dalam

masing-masing tiga kategori angulasi ini pada T2 dihitung pada setiap rahang. Perubahan

perawatan pada angulasi molar ketiga rahang atas dan rahang bawah dihitung dengan

mengurangi T2 U8/PP dan T2 L8/MP dari U1 U8/PP dan T1 L8/MP, secara berturut-turut.

Model regresi linear digunakan untuk menguji perbedaan dalam perubahan pasien ex dan

non-ex juga antara mereka dengan impaksi dan erupsi dengan menyesuaikan variasi karena

perbedaan antar kelompok dalam usia T2, jenis kelamin, dan klasifikasi Angel. Model regresi

yang sama juga dipakai untuk menguji perbedaan dalam T2 U8/OP dan T2 L8/OP antara

pasien ex dan non-ex juga antara mereka dengan impaksi dan erupsi, menyesuaikan terhadap

pengaruh apapun dari perancu seperti di atas. Uji Chi square digunakan untuk menentukan

perbedaan dalam bagian pasien dengan perubahan yang parah dalam angulasi dari T1 ke T2

dan angulasi yang parah pada T2 antara pasien ex dan non-ex juga

Hasil

Perawatan ex versus non-ex

Sementara pengurangan dalam sudut U8/PP dari T1 ke T2 lebih besar pada pasien ex dari

pada non-ex (P<0.05, table 1), peningkatan dalam sudut ini terjadi dengan frekuensi yang

sama (P>0.05) pada pasien ex (14/69) dan non-ex (10/28). Pasien non-ex menunjukkan sudut

T2 U8/OP yang lebig besar daripada pasien ex (P<0.05, table 1), dan bagian pasien dengan

T2 U8/OP>30 derajat lebih tinggi (P<0.05) pada subjek non-ex (14/37) daripada subjek ex

(17/3). Akan tetapi, frekuensi sudut negatif T2 U8/OP adalah sama (P>0.05) pada pasien ex

(6/83) dan non-ex (1/37).

Penurunan dalam sudut L8/MP sama pada dua kelompok dari T1 sampai T2 (P>0.05,

table 1), tanpa perbedaan dalam frekuensi peningkatan antara pasien ex (17/53) dan non-ex

(2/16)(P>0.05). tidak ada perbedaan yang dideteksi pada T2 L8/OP antara kelompok (P>0.05,

table 1), dan bagian pasien dengan sudut T2 L8/OP>40 derajat sama pada subjek non-ex

(4/31) dan ex (17/89)(P>0.05). Tidak ada pasien non-ex dan hanya satu pasien ex yang

memiliki sudut T2 L8/OP negative (-1.0 derajat).

6

Page 7: Angulasi Molar Ketiga Selama Dan Setaleh Perawatan Pasien Orthodontic Remaja

Tabel 1. Perubahan (derajat) dalam angulasi molar ketiga rahang atas (T1 U8/PP-T2 U8/PP) dan rahang bawah (T1 L8/MP-T2 L8 MP) dari sebelum (T1) samapai setelah (T2) perawatan akhir juga sebagai angulasi (derajat) molar ketiga rahang atas (T2 U8/OP) dan rahang bawah (T2 L8/OP) pada T2 pada pasien orthodontik remaja yang dirawat dengan dan tanpa ekstraksi empat molar.

impaksi versus erupsi

Penurunan dalam sudut U8/PP dari T1 dan T2 sama ketika membandingkan pasien dengan

erupsi selanjutnya dan impaksi dari molar ketiga (P>0.05, table 2). Akan tetapi, peningkatan

dalam sudut U8/PP (gambar 2) lebih sering (P<0.01) pada mereka dengan impaksi (11/24)

daripada erupsi (P>0.05, table 2), frekuensi T2 U8/OP>30 derajat (Gambar 2) lebih tinggi

(P<0.01) pada mereka dengan impaksi (15/34) daripada mereka dengan erupsi (16/86). Juga,

sudut negatif T2 U8/OP ditemukan hanya pada 1 dari 86 pasien dengan erupsi, bertentangan

dengan 6 dari 34 pasien dengan impaksi (P<0.05).

Penurunan dalam sudut L8/MP dari T1 sampai T2 sama pada kedua kelompok pasien

(P>0.05, table 2), dan peningkatan dalam sudut L8/MP terjadi dengan frekuensi yang sama

(P>0.05) pada pasien dengan impaksi selanjutnya (5/15) dan erupsi (14/54) dari molar ketiga

rahang bawah. T2L8/OP lebih besar pada mereka dengan impaksi daripada mereka dengan

erupsi (P<0.01, table 2), dan T2L8/OP>40 derajat lebih sering (P<0.01) pada impaksi (14/35,

Gambar 3) daripada pasien erupsi (7/85). Molar ketiga pada pasien dengan sudut T2L8/MP

telah erupsi.

7

Page 8: Angulasi Molar Ketiga Selama Dan Setaleh Perawatan Pasien Orthodontic Remaja

Table 2. Perubahan (derajat) dalam angulasi molar ketiga rahang atas (T1 U8/PP-T2 U8/PP) dan rahang bawah (T1 L8/MP-T2 L8 MP) dari sebelum (T1) samapai setelah (T2) perawatan aktif seperti juga angulasi (derajat) molar ketiga rahang atas (T2 U8/OP) dan rahang bawah (T2 L8/OP) pada T2 pada pasien orthodontik remaja dengan erupsi selanjutnya dan impaksi molar ketiga pada follow up.

Gambar 2. Sefalogram sebelum (T1) dan setelah (T2) perawatan non-ekstraksi pada usia 12.7 dan 16.2 tahun, juga post-retensi jangka panjang (T3) pada usia 27.2 tahun dari pasien yang mengizinkan diagnosis yang akurat dari kedua molar ketiga rahang atas dan satu molar ketiga rahang bawah pada T3. Perhatikan tipping distal 4.0 derajat dari molar ketiga rahang atas dari T1 sampai T2 relatif terhadap dataran palatal dan impaksi mesial 1 derajat pada T3 relatif terhadap dataran oklusal. Juga perhatikan penegakan 7.5 derajat dari molar ketiga rahang bawah dari T1 samapai T2 relatif terhadap dataran mandibula dan impaksi distal sebesar 3.5 derajat pada T3 relatif terhadap dataran oklusal.

8

Page 9: Angulasi Molar Ketiga Selama Dan Setaleh Perawatan Pasien Orthodontic Remaja

Gambar 3. Sefalogram sebelum (T1) dan setelah (T2) perawatan ekstraksi empat premolar pada usia 14.2 dan 16.7 tahun, juga post-retensi jangka panjang (T3) pada usia 29 tahun dari pasien yang mengizinkan diagnosis yang akurat dari keseluruhan empat molar ketiga pada T3. Perhatikan posisi molar ketiga rahang bawah yang asimetris dengan tipping mesial sebesar 8.5 derajat dari molar ketiga rahang bawah yang paling parah kemiringannya dari T1 ke T2 relatif terhadap dataran mandibula. Pada T3 relatif terhadap dataran oklusal. Juga perhatikan penegakan 7.5 derajat dari molar ketiga rahang bawah dari T1 samapai T2 relatif erupsi dari molar ketiga rahang atas ke posisi miring ke distal relatif terhadap dataran oklusal.

Angulasi pada T2 versus T3

Sebagian besar dari impaksi molar ketiga berada di distal pada rahang atas (table 3), dimana

hanya satu yang dapat diklasifikasikan sebagai horizontal (gambar 4). Tidak ada pasien

dengan molar ketiga rahang atas yang miring ke mesial pada T2 yang mengalami impaksi

distal, sementara 4.8 persen dari mereka dengan inklinasi distal pada T2 mengalami impaksi

mesial (table 3, gambar 2). Untuk 95 subjek dengan erupsi, rata-rata nilai sudut T3 U8/OP

adalah 5.09 derajat (SD 7.15), berkisar dari -5.5 sampai ±31.5 derajat, dan hanya 45 yang

memiliki T3 U8/OP dalam kisaran -2.0≤±2.0 derajat.

Sebagian besar impaksi berada mesial pada mandibula (table 4), dua dari ini

dklasifikasikan sebagai horizontal. Hanya dua molar ketiga rahang bawah yang dinilai

sebagai vertical dan satu sebagai distal pada T2 dan keduanya telah erupsi. Dari mereka yang

miring ke mesial pada T2 8.5 persen mengalami impaksi distal (Tabel 4, Gambar 3 dan 4).

Untuk 92 subjek dengan erupsi, rata-rata nilai sudut T3 L8/OP adalah 5.84 derajat (SD 7.15)

yang berkisar dari -7.0 sampai ±30.0 derajat, dan hanya 36 yang memiliki T3 L8/OP dalam

kisaran -2.0 ≤±2.0 derajat.

9

Page 10: Angulasi Molar Ketiga Selama Dan Setaleh Perawatan Pasien Orthodontic Remaja

Table 3. Jumlah Subjek dengan Erupsi Seperti juga pada Impaksi Mesial, Vertikal, dan Distal dari Molar Ketiga Rahang Atas pada Follow up (T3) di Antara Subjek dengan Angulasi Mesial, Vertikal, dan Distal dari Molar Ketiga Rahang Atas pada Akhir Perawatan Aktif.

Gambar 4. Sefalogram sebelum (T1) dan setelah (T2) perawatan ekstraksi empat premolar pada usia 13.2 dan 15.6 tahun, juga post-retensi jangka panjang (T3) pada usia 30.1 tahun dari pasien yang mengizinkan diagnosis yang akurat dari keempat molar ketiga. Perhatikan penegakan molar ketiga rahang atas sebesar 12 derajat dari T1 sampai T2 relatif terhadap dataran palatal dan impaksi distal sebesar 40.5 derajat pada salah satunya, dan impaksi horizontal dari yang lainnya, Pada T3 relatif terhadap dataran oklusal. Juga perhatikan penegakan molar ketiga rahang bawah sebesar 4.0 derajat dari T1 sampai T2 terhadap dataran mandibula dan impaksi distal sebesar 12.0 derajat pada T3 relatif terhadap dataran oklusal.

10

Page 11: Angulasi Molar Ketiga Selama Dan Setaleh Perawatan Pasien Orthodontic Remaja

Table 4. Jumlah Subjek dengan Erupsi Seperti juga pada Impaksi Mesial, Vertikal, dan Distal dari Molar Ketiga Rahang Bawah pada Follow up (T3) di Antara Subjek dengan Angulasi Mesial, Vertikal, dan Distal dari Molar Ketiga Rahang Bawah pada Akhir Perawatan Aktif.

Pembahasan

Penemuan ini bertentangan dengan Staggers dkk (1992), dan berpendapat bahwa

terapi ekstraksi premolar memiliki pengaruh yang baik pada angulasi molar ketiga rahang

atas pada rata-rata pasien orthodontik remaja (Tabel 1). Mekanismenya mungkin bahwa

pergerakan mesial dari molar berhubungan dengan penutupan lokasi ekstraksi (Kim dkk,

2003). Akan tetapi, peningkatan yang relative ini dalam penegakan pada pasie ex versus

pasien non-ex tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam impaksi molar ketiga rahang atas

yang telah dicatat antara dua kelompok pasien (Kim dkk, 2003), karena analisis regresi

mengusulkan jumlah penegakan yang sama selama perawatan aktif dan angulasi yang sama

pada akhir perawatan aktif dalam rata-rata pasien dengan impaksi selanjutnya dan erupsi

(Tabel 2).

Elsey dan Rock (2000) menyimpulkan bahwa penutupan lokasi ekstraksi premolar

rahang bawah sering mengizinkan peningkatan dalam posisi molar ketiga yang belum erupsi.

Akan tetapi, kesimpulan ini berdasarkan rata-rata penegakan hanya sekitar 7 derajat pada

pasien ekstraksi, tanpa perbandingan dengan kelompok yang mewakili pasien non-ekstraksi.

Penemuan dalam penelitian ini mengusulkan perubahan yang sama dalam angulasi molar

ketiga rahang bawah selama perawatan aktif pada pasien yang dirawat dengan dan tanpa

ekstraksi premolar (Tabel 1). Hipotesis yang ditetapkan oleh Tait (1982) bahwa pergerakan

mesial dari molar rahang bawah setelah ekstraksi meningkatkan orientasi ruangan molar

11

Page 12: Angulasi Molar Ketiga Selama Dan Setaleh Perawatan Pasien Orthodontic Remaja

ketiga dengan membuat mereka mampu untuk berkembang lebih jauh ke depan masih

dipertanyakan. Analisis regresi juga menyatakan bahwa jumlah penegakan selama perawatan

adalah nilai prediktif minimal untuk impaksi. Akan tetapi, molar ketiga rahang bawah yang

impaksi muncul lebih miring ke mesial pada akhir perawatan aktif daripada yang erupsi

(Tabel 2).

Sejalan dengan penelitian sebelumnya (Whitney dan Sinclair, 1987; Staggers, 1990;

Staggers dkk, 1992) variasi yang luas dalam perubahan angulasi molar ketiga rahang bawah

selama perawatan aktif ditemukan pada pasien ex seperti pada pasien non-ex (Tabel 1),

dengan beberapa pasien yang menunjukkan peningkatan dalam jumlah angulasi distal

(Gambar 2). Analisis chi square mengindikasikan bahwa tipping distal dari cups molar ketiga

rahang atas selama perawatan aktif seperti juga angulasi distal yang parah relative terhadap

dataran oklusal lebih dari 30 derajat pada akhir perawatan dapat menjadi factor resiko untuk

impaksi. Walaupun penegakan dari molar ketiga rahang atas selama perawatan dapat

dianggap baik, penemuan ini mengindikasikan bahwa over-uprighting sampai perluasan yang

dibentuk oleh angulasi mesial relative terhadap dataran oklusal pada akhir perawatan, dapat

menjadi factor resiko untuk impaksi (Tabel 3).

Penemuan sebelumnya (Whitney dan Sinclair, 1987; Staggers, 1990; Staggers dkk,

1992) tentang variasi yang luas dalam perubahan angulasi molar ketiga rahang bawah selama

perawatan didukung. Variasi tampak sama pada pasien ex dan non-ex, dengan frekuensi yang

sama dari subjek yang menunjukkan tipping mesial. Akan tetapi, over-uprighting sampai

angulasi distal dari molar ketiga rahang bawah sebelum akhir perawatan aktif mungkin sangat

jarang (Tabel 4). Sementara analisis chi square berpendapat bahwa tipping mesial dari molar

ketiga rahang bawah selama perawatan adalah nilai prediktif minimal untuk impaksi, angulasi

mesial yang parah lebih dari 40 derajat pada akhir perawatan dapat menjadi factor resiko

(Gambar 3).

Sejalan dengan penelitian sebelumnya (Shiller, 1979; Serewin dan von Wowern,

1990; Richardson, 1992; Hattab, 1997; Kruger dkk, 2001) penemuan ini mengemukakan

bahwa perubahan dalam angulasi molar ketiga dari satu arah terhadap yang lainnya menjadi

lazim pada kedua rahang selama tahap akhir perkembangan akar (Tabel 3 dan 4, Gambar 2, 3,

dan 4). Molar ketiga rahang atas yang miring ke distal dan molar rahang bawah yang miring

ke mesial pada akhir perawatan dapat erupsi, juga menjadi impaksi ke mesial, vertical, atau

distal. Penemuan baru-baru ini mengusulkan bahwa kurang dari persen molar ketiga yang

12

Page 13: Angulasi Molar Ketiga Selama Dan Setaleh Perawatan Pasien Orthodontic Remaja

erupsi mengalami angulasi yang ideal dalam lengkung gigi. Kesimpulan yang sama telah

dibuat mengenai molar ketiga rahang bawah yang erupsi setelah ekstraksi molar kedua

(Gooris dkk, 1990).

Pengukuran angulasi molar ketiga pada sefalogram lateral, seperti dalam penelitian ini

dan sebelumnya (Richardson dkk, 1984; Whitney dan Sinclair, 1987), dapat menjadi bias

karena perbedaan angulasi antara gambaran kontralateral yang berbayang ke atas. Masalah

yang sama muncul dalam penelitian sefalometrik pada perubahan dalam posisi gigi posterior,

dan hanya dapat diatasi jika pengukuran dilakukan pada headfilm 60 derajat dari sisi kanan

dan kiri. Prevalensi dan keparahan dari perbedaan bilateral pada angulasi molar ketiga tidak

dicatat dalam penelitian yang menilai catatan tersebut (Richardson, 1973, 1977, 1992; Tait

1982). Asimetris minor yang tidak terdeteksi tidak mungkin mempengaruhi hasil statistic dari

penelitian ini, karena kisaran yang relatif luas dari pengukuran individual ini (Tabel 1 dan 2),

dan asimetris parah (Gambar 3 dan 4) jarang diamati. Juga dapat dikritik bahwa perhitungan

perubahan dalam angulasi molar ketiga relative terhadap dataran mandibula dan palatal pada

setiap periode waktu dapat salah diinterpretasikan dalam kejadian perubahan remodeling dari

prossesus palatal dan tepi mandibula seiring dengan waktu. Akan tetapi, perubahan tersebut

kemungkinannya kecil selama periode waktu perawatan yang relative singkat dari subjek

dalam penelitian ini.

Dari 157 subjek dalam sampel, 132 dapat dinilai pada rahang atas dan 134 pada

rahang bawah, yang mewakili setiap kasus dari kumpulan besar pasien yang mengizinkan

diagnosis impaksi yang akurat versus erupsi dari molar ketiga. Sebagai tambahan, mereka

semua dalam kisaran usia yang cukup pada follow up untuk menyingkirkan kecenderungan

selanjutnya dari gigi yang didiagnosis seperti pada impaksi. Uji statistic juga menjamin

bahwa kasus yang dipilih sama dengan mereka yang dikeluarkan karena ketidakcukupan

catatan mengenai ini. Akhirnya, pasien dalam kumpulan latar belakang yang besar dipilih

secara acak. Oleh karenanya, sampel dapat menjadi perwakilan dari populasi umum dari

pasien remaja ekstraksi dan non-ekstraksi. Akan tetapi, angulasi molar ketiga sebelum

perawatan dapat diukur pada rahang atas hanya pada 97 pasien dan pada rahang bawah hanya

pada 69 pasien, yang mengurangi kekuatan untuk mendeteksi perbedaan dalam angulasi

molar ketiga selama perawatan aktif, khususnya pada rahang bawah. Sebagai tambahan,

beberapa subkelompok lebih kecil ketika melakukan beberapa uji chi square.

13

Page 14: Angulasi Molar Ketiga Selama Dan Setaleh Perawatan Pasien Orthodontic Remaja

Kesimpulan

Penemuan dari penelitian ini mengusulkan bahwa terapi ekstraksi premolar memiliki

pengaruh yang baik pada angulasi molar ketiga, sementara perubahan dalam angulasi molar

ketiga rahang bawah selama perawatan mungkin sama pada pasien yang dirawat dengan dan

tanpa ekstraksi premolar. Penemuan ini juga mengindikasikan bahwa tipping distal dari molar

ketiga rahang atas selama perawatan aktif, lebih dari 30 derajat angulasi distal, dan angulasi

mesial relative terhadap dataran oklusal pada akhir perawatan, adalah factor resiko untuk

impaksi selanjutnya. Sebagai tambahan, molar ketiga rahang bawah yang miring lebih dari 40

derajat ke mesial relative terhadap dataran oklusal pada akhir perawatan mungkin menjadi

resiko peningkatan impaksi. Perubahan dalam angulasi molar ketiga dari satu arah terhadap

arah lainnya umum pada kedua rahang selama tahap akhir perkembangan akar, dan kurang

dari 50% molar ketiga yang erupsi mengalami angulasi yang ideal dalam lengkung gigi.

14