SKRIPSIrepository.ub.ac.id/7612/1/Kartika Anggraeni Dan Antung... · 2020. 8. 13. · IDENTITAS TIM...
Transcript of SKRIPSIrepository.ub.ac.id/7612/1/Kartika Anggraeni Dan Antung... · 2020. 8. 13. · IDENTITAS TIM...
PENYISIHAN ION KALSIUM MENGGUNAKAN KARBON AKTIF
DARI TEMPURUNG KELAPA DENGAN AKTIVASI H3PO4 DAN
KARBON AKTIF KOMERSIAL
SKRIPSI
Ditujukan untuk memenuhi persyaratan
Memperoleh gelar Sarjana Teknik
KARTIKA ANGGRAENI
NIM. 115061107111010
ANTUNG DWI NUGRAHA PUTRA
NIM. 135061107111006
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
MALANG
2017
IDENTITAS TIM PENGUJI
JUDUL SKRIPSI :
Penyisihan Ion Kalsium Menggunakan Karbon Aktif Dari Tempurung Kelapa dengan
Aktivasi H3PO4 Dan Karbon Aktif Komersial
Nama Mahasiswa/ NIM : Kartika Anggraeni /115061107111010
Antung Dwi Nugraha Putra/135061107111006
Program Studi S1 : Teknik Kimia
TIM DOSEN PENGUJI
Dosen Penguji I : Ir. Bambang Ismuyanto, MS
Dosen Penguji II : Ir. Bambang Poerwadi, MS
Dosen Penguji III : Rama Oktavian, S.T, M.T
Tanggal Ujian : Rabu, 29 November 2017
SK Penguji : 1590/UN10.F07/SK/2017
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Kartika Anggraeni, Jakarta, 9 mei 1993 anak dari Baapak Zulkarnain dan Ibu
Risye Rustiati, SD sampai SMP di cilegon dan SMA di kota serang lulus SMA tahun
2011. Pengalaman menjadi bagian dalam kegiatan acara I-Challenge Teknik Kimia
Universitas Brawijaya tahun 2014 dan sebagai On The Job Training di PT Asahimas
Chemical Cilegon Banten tahun 2015.
Malang, 14 Juli 2017
Penulis
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Antung Dwi Nugraha Putra, Balikpapan 16 April 1995 anak dari Zulkifli Kori
dan Umi Kalsum, lulus dari SD Patra Dharma 3, SMP Patra Dharma 2 Balikpapan,
SMAN 2 Balikpapan, lulus program sarjana Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya tahun 2017. Pengalaman kerja sebagai Panitia I-Challange
Program Studi Teknik Kimia periode semester Genap 2014/2015, Praktek Kerja
Lapang di PT. Pertamina UP V,Balikpapan. PKM K Dikti tahun pelaksanaan 2013
dengan judul SOTEHU (Bakso Tempe Tahu).
Malang, 14 Juli 2017
Penulis
Terima kasih ya Allah SWT Engkau telah menitipkan hamba kepada orangtua yang luar biasa,
Dimana kedua orang tua hamba mulai menua. Kepada Engkau hamba meminta,
Semoga sisa umur hamba cukup untuk memberikan kebahagiaan dan kebanggaan bagi kedua orang tua hamba.
Amin
Ungkapan Hati Sebagai Rasa Terima Kasihku Kepada :
Allah, Rasul-Nya, Ayahanda dan Ibunda, serta Keluarga Tercinta
RINGKASAN
Kartika Anggraeni dan Antung Dwi, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
Universitas Brawijaya, Oktober 2017, Penyisihan Ion Kalsium Menggunakan Karbon Aktif
dari Tempurung Kelapa dengan Aktivasi H3PO4 dan Karbon Aktif Komersial, Dosen
Pembimbing: Bambang Ismuyanto dan A. S. Dwi Saptati N. H.
Air tanah banyak digunakan untuk kehidupan sehari-hari. Kalsium dan magnesium
merupakan substansi kimiawi yang dominan terdapat di air tanah. Kualitas air tanah di Jawa
Timur khususnya daerah Gresik memiliki kadar kalsium yang masih berada pada angka 400
ppm, sedangkan baku mutu yang sudah ditentukan untuk kadar kalsium pada air minum
adalah sebesar 200 ppm. Dampak kadar kalsium yang tinggi, yaitu menyebabkan
terbentuknya kerak pada boiler dan pipa, serta mempengaruhi kesehatan ginjal. Kadar ion
kalsium dalam air dapat diturunkan dengan cara adsorpsi menggunakan karbon aktif. Karbon
aktif merupakan material berpori yang dapat dibuat dari material berkarbon, seperti
tempurung kelapa komersial kota Malang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
karakteristik dari karbon aktif komersial dan karbon aktif dari tempurung kelapa serta untuk
mengetahui kemampuan karbon aktif tempurung kelapa dengan aktivator H3PO4 dan karbon
aktif komersial dalam penyisihan ion kalsium. Proses adsorpsi menggunakan adsorben
karbon aktif komersial dan karbon aktif tempurung kelapa yang diaktivasi menggunakan
H3PO4 3M dengan variasi waktu aktivasi 2, 4, dan 6 jam dan massa karbon 0,05 gr; 0,1 gr;
0,15 gr; 0,2 gr.
Hasil adsorpsi ion kalsium menunjukkan penurunan konsentrasi ion kalsium terbesar
pada massa karbon tempurung kelapa sebesar 0,15 gram dengan aktivasi H3PO4 selama 4
jam, dimana konsentrasi awal sebesar 408 ppm menjadi 312 ppm pada menit ke-150 dengan
presentase penyisihan sebesar 22%. Untuk persentase penyisihan ion kalsium dengan karbon
komersial dengan waktu 4 jam pada massa 0,15 gram selama waktu aktivasi 2 jam dan 6 jam
berturut-turut menghasilkan nilai sebesar 8,67%;18,67%;dan 17,56%. Karakterisasi
berdasarkan uji BET untuk luas permukaan dan diameter pori terbesar terdapat pada karbon
aktivasi H3PO4 4 jam sebesar 335,075 m2/gr dan 19,668 Å sedangkan volume pori terbesar
yaitu karbon aktif komersial sebesar 0,102 cc/gr.
Kata Kunci : Adsorpsi, ion kalsium, karbon aktif, tempurung kelapa
SUMMARY
Kartika Anggraeni dan Antung Dwi, Chemical Engineering Department,
Engineering Faculty, Universitas Brawijaya, May 2017, Calcium Ion Removal Using
Activated Carbon from Coconut Shell with H3PO4 Activation and Commercial Activated
Carbon, Supervisor: Bambang Ismuyanto and A. S. Dwi Saptati N. H.
Ground water is widely used for everyday life. Calcium and magnesium are the dominant
chemical substances found in ground water. Groundwater quality in East Java, especially in
Gresik region, has calcium levels that are still at 400 ppm, whereas the predetermined quality
standard for calcium content in drinking water is 200 ppm. The impact of high levels of
calcium are the formation of scale on boilers and pipes, and affect the health of the kidneys.
The levels of calcium ions in water can be derived by adsorption using activated carbon.
Activated carbon is a porous material that can be made from carbonaceous material, such as
commercial coconut shell in Malang. The Objective of this study was to determine the
characteristics of commercial activated carbon and activated carbon from coconut shell and
to identify the ability of coconut shell activated carbon with H3PO4 activator and commercial
activated carbon in calcium ion removal. The adsorption process used commercial activated
carbon adsorbent and activated coconut shell activated carbon using H3PO4 3M with
variation of activation time 2, 4, and 6 hours and carbon mass 0,05 gr; 0,1 gr; 0,15 gr; 0,2
gr.
The adsorption showed the largest decrease of calcium ion concentration in coconut
shell carbon mass of 0,15 gram with H3PO4 activation for 4 h, where the initial concentration
was 408 ppm to 312 ppm at 150 min with removal percentage was 22%. For the percentage
of removal of calcium ion with commercial carbon in 4 hours at mass of 0,15 gram during
activation time 2 hours and 6 hours respectively resulted value equal to 8,67%; 18,67% and
17,56%. Characterization based on the BET test for the largest surface area and pore
diameter was found in 4 hours H3PO4 activation carbon of 335,075 m2/g and 19,668 Å while
the largest pore volume of commercial activated carbon was 0,102 cc/g.
Key words: Adsorption, calsium ion, active carbon, coconut shell
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia dan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagai salah satu prasyarat untuk
menyelesaikan studi di Jurusan Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas
Brawijaya. Judul yang penulis ajukan adalah “Penyisihan Ion Kalsium Menggunakan
Karbon Aktif dari Tempurung Kelapa dengan Aktivasi H3PO4 dan Karbon Aktif Komersial”
dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan dan dorongan dari semua pihak. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih atas segala bimbingan dan
bantuan kepada:
1. Ir. Bambang Poerwadi, M.S., selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
Universitas Brawijaya.
2. Ir. Bambang Ismuyanto, M.S., selaku Dosen Pembimbing I mata kuliah Skripsi
Rekayasa Lingkungan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas
Brawijaya.
3. A.S. Dwi Saptati N.H., S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing II mata kuliah Skripsi
Rekayasa Lingkungan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas
Brawijaya.
4. Agustina Rahayu, A.Md selaku PLP Laboratorium Sains Jurusan Teknik Kimia,
Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya.
5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya
yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.
6. Seluruh staf Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya serta
semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi.
7. Orang tua, saudara-saudara Kami, atas doa, bimbingan, perhatian, serta kasih sayang
yang selalu tercurah selama ini.
8. Teman-teman Teknik Kimia angkatan 2011 dan 2013 yang selalu mendukung kami.
Penulis mengharapkan saran dari semua pihak demi kebaikan penelitian ini.
Demikian laporan ini dibuat, semoga dapat bermanfaat bagi semua pihak dan penulis sendiri.
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.
Malang, Oktober 2017
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................... vi
RINGKASAN .................................................................................................................... viii
SUMMARY ......................................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah ..................................................................................................... 2
1.3 Batasan masalah ....................................................................................................... 2
1.4 Tujuan penelitian ...................................................................................................... 2
1.5 Manfaat penelitian .................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 5
2.1 Tanaman kelapa ........................................................................................................ 5
2.2 Morfologi dan Kandungan Kelapa ........................................................................... 5
2.2.1 Bagian Buah kelapa .......................................................................................... 5
2.2.2 Tempurung kelapa ............................................................................................ 6
2.2.3 Lignin ................................................................................................................ 7
2.2.4 Selulosa ............................................................................................................. 7
2.2.5 Hemiselulosa ..................................................................................................... 7
2.3 Adsorben .................................................................................................................. 8
2.4 Karbon Aktif ............................................................................................................. 9
2.4.1 Preparasi Karbon Aktif ........................................................................................ 10
2.5 Adsorpsi .................................................................................................................. 11
2.5.1 Definisi ........................................................................................................... 11
2.5.2 Kinetika adsorpsi ............................................................................................ 12
2.5.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adsorpsi ................................................ 13
2.5.4 Perhitungan Persentase Reduksi ..................................................................... 14
2.6 Kesadahan air ......................................................................................................... 14
2.7 Penelitian terdahulu ................................................................................................ 17
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................ 19
3.1 Metode Penelitian ................................................................................................... 19
3.2 Tempat Penelitian ................................................................................................... 19
3.3 Variabel Penelitian ................................................................................................. 19
3.4 Alat dan Bahan Penelitian ...................................................................................... 19
3.4.1 Alat penelitian ................................................................................................. 19
3.4.2 Bahan Penelitian ............................................................................................. 20
3.4.3 Rangkaian Alat ............................................................................................... 20
iii
3.5 Prosedur penelitian ................................................................................................. 22
3.5.1 Persiapan tempurung kelapa ........................................................................... 22
3.5.2 Karbonisasi tempurung kelapa ....................................................................... 22
3.5.3 Proses Aktivasi Karbon dari Tempurung Kelapa dengan Asam Fosfat ......... 23
3.5.4 Pembuatan Sampel Sintetik Ion Kalsium ....................................................... 24
3.5.5 Proses Adsorpsi Ion Kalsium .......................................................................... 25
3.5.6 Pengukuran dengan Titrimetri EDTA (Etilen Diamin Tetra Asetat) .............. 25
3.6 Pengujian Yang Dilakukan ..................................................................................... 27
3.6.1 Kadar Abu ....................................................................................................... 27
3.6.2 Yield Hasil Karbonisasi .................................................................................. 28
3.6.3 BET (Brunauer-Emmet-Teller)....................................................................... 29
3.6.4 FT-IR (Fourier Transform Infrared) ............................................................... 29
3.7 Diagram Alir penelitian .......................................................................................... 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 31
4.1 Yield Hasil Karbonisasi .......................................................................................... 31
4.2 Kadar Abu .............................................................................................................. 31
4.3 Hasil Uji Fourier Transfrom Infrered Spectroscopy (FT-IR) ................................. 32
4.4 Hasil Uji Brunauer-Emmet-Teller (BET) ............................................................... 34
4.5 Pengaruh Massa Adsorben Terhadap Penurunan Ion kalsium ............................... 36
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 41
5.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 41
5.2 Saran ....................................................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 43
LAMPIRAN ....................................................................................................................... 47
iv
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
Tabel 2.1 Bagian buah kelapa ............................................................................................. 5
Tabel 2.2 Komposisi kimia tempurung kelapa ................................................................... 6
Tabel 2.3 Klasifikasi pori berdasarkan ukuran diameter .................................................... 9
Tabel 2.4 Derajat kesadahan air berdasarkan kandungan kalsium karbonat .................... 15
Tabel 2.5 Penelitian terdahulu........................................................................................... 17
Tabel 4.1 Hasil Karbonisasi Tempurung Kelapa .............................................................. 31
Tabel 4.2 Hasil Uji Kadar Abu ......................................................................................... 32
Tabel 4.3 Gugus aktif yang terdapat pada karbon tempurung kelapa, karbon aktif
temprung kelapa, dan karbon aktif komersial .................................................. 33
Tabel 4 4 Hasil Pengujian Menggunakan Metode BET .................................................... 35
Tabel A.1 Data Hasil Karbonisasi ..................................................................................... 49
Tabel A.2 Hasil Pengujian Kadar Abu .............................................................................. 51
Tabel B.2 Hasil Adsorpsi ion kalsium dengan Karbon Aktif Komersial .......................... 55
Tabel B.3 Hasil Penyisihan ion kalsium dengan Karbon Aktif Komersial ...................... 55
Tabel B.4 Hasil Adsorpsi ion kalsium dengan Karbon Tempurung Kelapa Aktivasi
H3PO4 2 jam ...................................................................................................... 56
Tabel B.5 Hasil Penyisihan ion kalsium dengan Karbon Tempurung Kelapa Aktivasi
H3PO4 2 jam ...................................................................................................... 56
Tabel B.6 Hasil Adsorpsi ion kalsium dengan Karbon Tempurung Kelapa Aktivasi
H3PO4 4 jam ...................................................................................................... 57
Tabel B.7 Hasil Penyisihan ion kalsium dengan Karbon Tempurung Kelapa Aktivasi
H3PO4 4 jam ...................................................................................................... 57
Tabel B.8 Hasil Adsorpsi ion kalsium dengan Karbon Tempurung Kelapa Aktivasi
H3PO4 6 jam ...................................................................................................... 58
Tabel B.9 Hasil Penyisihan ion kalsium dengan Karbon Tempurung Kelapa Aktivasi
H3PO4 6 jam ...................................................................................................... 58
v
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
Gambar 2.1 Penampang membujur buah kelapa ................................................................. 6
Gambar 2.2 Struktur selulosa. Anhdroglucose adalah monomernya, cellobiose adalah
dimernya. ........................................................................................................ 7
Gambar 2.3 Struktur utama tipe hemiselulosa kayu lunak, galactoglucomannan, dan tipe
hemiselulosa kayu keras, 4-O-methyln glucoronxylan .................................. 8
Gambar 2.4 Struktur grafit dan b Struktur karbon aktif ..................................................... 10
Gambar 3.1 Rangkaian Alat Proses Karbonisasi ............................................................... 20
Gambar 3.2 Rangkaian Alat Proses Aktivasi Karbon dari Tempurung Kelapa ................ 21
Gambar 3.3 Diagram alir persiapan tempurung kelapa ..................................................... 22
Gambar 3.4 Diagram alir proses karbonisasi tempurung kelapa ....................................... 23
Gambar 3.5 Diagram alir proses aktivasi karbon............................................................... 24
Gambar 3.6 Alir pembuatan Larutan Induk Kalsium 1000 ppm ....................................... 24
Gambar 3.7 Diagram alir proses adsorpsi .......................................................................... 25
Gambar 3.8 Diagram Alir Proses Pembuatan Larutan Na2EDTA ..................................... 26
Gambar 3.9 Diagram Alir Proses Pembuatan Larutan NaOH ........................................... 26
Gambar 3.10 Diagram Alir Proses Pengujian Kadar Abu ................................................... 28
Gambar 3.11 Diagram Alir Pengujian BET ......................................................................... 29
Gambar 3.12 Diagram Alir Proses Analisa FT-IR............................................................... 30
Gambar 3.13 Diagram Alir Penelitian ................................................................................. 30
Gambar 4.1 Penyisihan ion kalsium pada berbagai variasi massa adsorben dengan
karbon aktif komersial .................................................................................. 36
Gambar 4.2 Penyisihan ion kalsium pada berbagai variasi massa adsorben dengan
karbon aktivasi H3PO4 2 jam ........................................................................ 36
Gambar 4.3 Penyisihan ion kalsium pada berbagai variasi massa adsorben dengan
karbon aktivasi H3PO4 4 jam ........................................................................ 37
Gambar 4.4 Penyisihan ion kalsium pada berbagai variasi massa adsorben dengan
karbon aktivasi H3PO4 6 jam ........................................................................ 37
Gambar B.1 Penyisihan ion kalsium pada berbagai variasi massa adsorben dengan
karbon aktif komersial .................................................................................. 59
Gambar B.2 Penyisihan ion kalsium pada berbagai variasi massa adsorben dengan
karbon aktifasi H3PO4 2 jam ........................................................................ 59
Gambar B.3 Penyisihan ion kalsium pada berbagai variasi massa adsorben dengan
karbon aktifasi H3PO4 4 jam ........................................................................ 60
Gambar B.4 Penyisihan ion kalsium pada berbagai variasi massa adsorben dengan
karbon aktifasi H3PO4 6 jam ........................................................................ 60
vi
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
Lampiran A. Data dan Perhitungan ................................................................................... 49
Lampiran B. Data Hasil Adsorpsi Ion Kalsium ................................................................. 55
Lampiran C. Dokumentasi Kegiatan.................................................................................. 61
Lampiran D. Hasil Pengujian FTIR ................................................................................... 65
Lampiran E. Hasil Pengujian BET..................................................................................... 69
Lampiran F. Riwayat Hidup .............................................................................................. 99
vii
DAFTAR SIMBOL
Besaran Dasar Satuan Simbol
Diameter pori
Energi
Keasaman
Kecepatan rotasi
Konsentrasi
Konsentrasi mula-mula
Konsentrasi kesetimbangan
Luas permukaan rata-rata
Massa
Panjang gelombang
Suhu
Volume
Waktu
Amstrong (Å)
kilo Joule per mol (kJ/mol)
pH
rotasi per menit (rpm)
mol per liter
part per million (ppm)
part per million (ppm)
meter persegi per gram (m2/g)
gram (g) dan miligram (mg)
nanometer (nm)
Celcius (oC)
liter (L) atau mililiter (mL)
menit (min)
L
E
pH
ω
M
C0
Ce
S
m
λ
T
V
T
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan air yang bersih sangat penting untuk keperluan hidup sehari-hari,
khususnya untuk berbagai kegitan industri, sanitasi kota, pertanian dan sebagainya. Sumber
air bersih, umumnya berasal dari air permukaan, air hujan dan air tanah. Air tanah merupakan
sumber air yang umumnya digunakan keperluan konsumsi manusia. Air tanah biasanya
mengandung ion-ion yang dapat menyebabkan kesadahan, contohnya kalsium dan
magnesium (Davis, 2010). Kandungan ion-ion divalen ini menjadi salah satu penyebab
terbentuknya kerak dalam boiler dan pipa pada dunia industri (Seo, 2010). Selain itu, air
sadah dapat menyebabkan masalah kesehatan. Kelebihan konsumsi kalsium dapat
menyebabkan penyakit batu ginjal, sedangkan jika kelebihan magnesium akan
mengakibatkan penyakit diare. Menurut World Health Organization (2010), baku mutu air
minum harus memiliki angka kadar kalsium di bawah 200 mg/L. Menurut Qorry Nugrahayu
(2013), kualitas air tanah di Jawa Timur khususnya daerah Gersik dengan kadar kalsium
yang sebesar 400 mg/L.
Banyak metode yang digunakan dalam melunakkan air sadah, yaitu dengan cara
mereduksi kandungan ion-ion divalen (Ca2+ dan Mg2+) melalui berbagai proses seperti
elektrokimia, reaksi berkatalis enzim, nanofiltrasi, elektrodialisis. Namun, penggunaan
metode-metode tersebut memerlukan instalasi yang relatif kurang ekonomis (Rolence,
2014). Kadar ion kalsium di dalam larutan dapat diturunkan dengan cara adsorpsi
menggunakan karbon aktif. Beberapa kelebihan dari adsorpsi, yaitu operasi yang lebih
sederhana, ekonomis, dan penyisihan yang relatif tinggi.
Karbon aktif merupakan senyawa karbon amorf yang dapat dihasilkan dari bahan-
bahan yang mengandung karbon dengan diperlakukan secara khusus untuk mendapatkan
permukaan yang luas. Tahapan proses pembuatan karbon aktif dapat di lakukan melalui tiga
tahap yaitu dengan dehidrasi, karbonisasi, dan aktivasi. Dehidrasi merupakan proses
pemanasan bahan baku yang tujuan untuk menguapkan seluruh kandungan air dan
menurunkan kelembapan pada bahan baku sedangkan karbonisasi merupakan proses
pengarangan dalam ruangan tanpa adanya oksigen dan bahan kimia lainnya. Untuk
memperbesar struktur pori dan luas permukaannya yaitu dengan cara aktivasi secara fisika
2
menggunakan uap air, CO2, NH3 atau secara kimia dengan mencampurkan aktivator seperti
alkali, klorida, sulfat, fosfat, dan asam-asam anorganik (H2SO4 dan H3PO4). (Lillo, 2004)
Menurut Badan Pusat Statistik (2017), produksi perkebunan buah kelapa di Indonesia
semakin meningkat setiap tahun. Namun, pemanfaatan buah kelapa ini tidak diimbangi
dengan pengelolaan limbah berupa serabut dan tempurung kelapa secara optimal.
Tempurung kelapa merupakan material yang dapat dimanfaatan sebagai karbon aktif karena
mengandung kadar karbon yang tinggi, kadar abu mineral yang rendah, dan mempunyai daya
adsorpsi yang tinggi terhadap suatu komponen yang berada pada fase larutan atau uap
(Sunaryo, 2012)
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh penambahan aktivator
H3PO4 terhadap karbon aktif dari tempurung kelapa yang akan diaplikasikan pada proses
adsorpsi limbah sintetis yang mengandung ion kalsium.
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana karakteristik dari karbon aktif komersial dan karbon aktif dari tempurung
kelapa.
2. Bagaimana kemampuan adsorpsi ion kalsium oleh karbon aktif komersial dan karbon
aktif dari tempurung kelapa.
3. Bagaimana pengaruh variasi waktu aktivasi karbon aktif tempurung kelapa
menggunakan H3PO4 terhadap adsorpsi ion kalsium.
1.3 Batasan masalah
1. Tempurung kelapa berasal dari penyuplai tempurung kelapa dari Comboran Malang,
Jawa Timur.
2. Karbon aktif komersial merupakan karbon aktif PT. Kimia Farma yang digunakan di
Sains
3. Temperatur karbonisasi 600oC.
4. Aktivasi adsorben karbon aktif mengguakan H3PO4 3 M dengan temperatur 80oC
5. Larutan sintetis CaCl2 400 ppm
1.4 Tujuan penelitian
1. Mengetahui karakteristik dari karbon aktif komersial dan karbon aktif dari
tempurung kelapa
2. Mengetahui kemampuan karbon aktif tempurung kelapa dengan aktivator H3PO4 dan
karbon aktif komersial dalam penyisihan ion kalsium
3
1.5 Manfaat penelitian
1. Mengurangi limbah tempurung kelapa.
2. Mengurangi kandungan ion kalsium.
3. Menghasilkan karbon aktif tempurung kelapa yang dapat menyisihkan ion kalsium.
4. Mengetahui perbandingan karakteristik karbon aktif komersial dan karbon aktif
tempurung kelapa dalam penyisihan ion kalsium.
Halaman ini sengaja dikosongkan
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman kelapa
Kelapa adalah tumbuhan asli daerah tropis khususnya terdapat di indonesia dimana
dapat ditemukan di daerah pantai yang datar (dataran rendah) hingga ke daerah dataran
tinggi. Dalam kehidupan sehari-hari kelapa banyak dimanfaatkan tidak hanya di beberapa
bagian, tetapi semua bagian yang terdapat pada kelapa mulai dari akar, batang, sampai ke
pucuk tanaman dapat dimanfaatkan, sehingga pohon kelapa dapat disebut sebagai pohon
kehidupan (tree of life). Tanaman kelapa termasuk spesies Cocos nucifera L dan memilki
famili (Arecaceae) yang sama dengan sagu (Metroxylon sp), salak (Salaca edulis), dan aren
(Arenga pinata). (Warisno, 2003)
2.2 Morfologi dan Kandungan Kelapa
2.2.1 Bagian Buah kelapa
Tanaman kelapa dapat berbuah dari hasil perkawinan bunga betina dengan bunga
jantan, buah kelapa terdiri dari beberapa bagian, yaitu epicarp, mesocarp, endocarp, dan
endosperm :
Tabel 2. 1 Bagian buah kelapa
Epicarp Mesocarp Endocrap Endosperm
Yaitu kulit bagian luar
yang permukaannya
licin agak keras dan
tebalnya ± 1 7⁄ mm
Yaitu kulit
bagian tengah
yang disebut
sabut.
Yaitu bagian tempurung
yang sangat keras.
Tebalnya 3-6 mm.
Bagian dalam melekat
pada kulit luar dari
endosperm yang
tebalnya 8 – 0 mm.
Buah kelapa yang
telah tua bobotnya
terdiri dari 35 %
sabut, 12%
tempurung, 28%
endosperm dan 25%
air.
Sumber : Setyamidjaja, 1984
6
Komponen-komponen penyusun buah kelapa pada gambar berikut ini :
2.2.2 Tempurung kelapa
Tempurung kelapa berfungsi sebagai pelindung daging buah setelah bagian serabut
yang memiliki ketebalan 3-76 mm dan sebagian besar tersusun dari lignin, selulosa serta
hemiselulosa. Tempurung kelapa dikategorikan sebagai kayu keras, tetapi memiliki
kandungan lignin yang lebih tinggi dan kandungan selulosa rendah daripada kayu pohon.
(Pranata, 2010; Taer, 2015)
Tabel 2. 2 Komposisi kimia tempurung kelapa
Komponen Persentase (%berat)
Selulosa
Hemiselulosa
Lignin
Abu
Protein
Fat
Nitrogen
34
21
27
0,6
2
5
0,1
Sumber : Bledzki, 2010
Keterangan Gambar :
1. Kulit Luar (epicarp)
2. Sabut (mesocarp)
3. Tempurung (endocarp)
4. Daging buah (endosperm)
5. Air kelapa
Gambar 2. 1 Penampang membujur buah kelapa (Setyamidjaja, 1984)
7
2.2.3 Lignin
Lignin merupakan salah satu zat dalam kayu dimana berfungsi seperti lem atau
semen yang mengikat sel-sel alin sehingga menambah kekuatan kayu (mechanical strength)
dan membantu agar kayu dapat terlihat kokoh dan dapat berdiri tegak. Lignin memiliki
Derajat polimerisasi yang tinggi dengan bentuk strktur kimia polimer tiga dimensi dan
bercabang-cabang dan molekul dasarnya yaitu fenil propan. (Kuhad, 2007)
2.2.4 Selulosa
Selulosa merupakan struktur komponen utama dinding sel. Struktur molekul selulosa
berupa homopolimer linear tersususn dari 1,4-β-glucopyranose yang tersusun dari monomer
selulosa (anhdroglucose). Selulosa berkaitan dengan zat seperti lignin pada matrik dinding
sel tumbuhan. (Kalia, 2011)
Gambar 2. 2 Struktur selulosa. Anhdroglucose adalah monomernya, cellobiose adalah
dimernya. (Chen, 2014)
2.2.5 Hemiselulosa
Hemiselulosa yang merupakan heteropolimer polisakarida dan terbanyak kedua
setelah selulosa. Hemiselulosa merupakan kelompok polisakarida heterogen dengan berat
molekul rendah yang jumlahnya sekitar 15-30% dari berat kering lignoselulosa.
Hemiselulosa terdiri dari pentosa (β-d-xylose, α –L-arabinose), hexoses (β-d-glukosa, β-d-
mannose) man-nose, α-d-galaktosa, α-L-rhamnose dan α-L-fucose). Hemiselulosa menuju
ke arah selulosa melalui ikatan oksigen-hidrogen dan gaya van der wall. (Chen, 2015). Tipe
hemiselulosa predominan pada kayu lunak adalah galactoglucomannan (GGM) sedangkan
pada kayu keras, hemiselulosa predominan adalah 4-O-methyln glucoronxylan (Kjellin &
Johansson, 2010)
8
Gambar 2. 3 Struktur utama tipe hemiselulosa kayu lunak, galactoglucomannan, dan tipe
hemiselulosa kayu keras, 4-O-methyln glucoronxylan (Kjellin & Johansson, 2010).
2.3 Adsorben
Adsorben adalah zat padat yang dapat menyerap suatu komponen melalui suatu
fluida. Secara komersial Adsorben yang digunakan dikelompokkan menjadi dua yaitu polar
dan nonpolar, adsorben polar disebut hydrophilic dan adsorben non polar disebut
hydrophobic. Dapat juga dibedakan berdasarkan jenis porinya sebagai berikut:
a. Adsorben tidak berpori (non-porous sorbents)
Preparasi adsorben non-porous yaitu dengan mendeposit senyawa kristalin dimana
luas permukaan spesifik adsorben kecil, tidak lebih dari 10 m2/g dan umumnya antara
0,1 s/d 1 m2/g. Beberapa aplikasi adsorben non-porous yaitu seperti filter karet dan
karbin hitam bergrafit dengan perlakuan khusus hingga luas permukaannya mencapai
ratusan m2/g (Harry, 2007).
b. Adsorben berpori (porous sorbents)
Adsorben porous memiliki luas permukaan spesifik brekisar antara 100 s/d 1000 m2/g,
yang di aplikasikan sebagai penyangga katalis, dehidrator, dan penyeleksi komponen
dan pada umumnya berbentuk granular (Harry, 2007).
Karakteristik adsorben yang dibutuhkan untuk adsorpsi :
1. luas permukaan besar.
2. memiliki aktivitas terhadap komponen yang diserap.
3. memiliki gaya tahan guncang yang baik.
4. tidak ada perubahan volume selama proses adsorpsi
9
Menurut IUPAC (International Union Of Pure and Applied Chemical) ada beberapa
klasifikasi pori yaitu :
Tabel 2. 3 Klasifikasi pori berdasarkan ukuran diameter
Jenis Pori Diameter
Mikropori < 2 nm
Mesopori 2 – 50 nm
Makropori > 50 nm
Sumber: Chowdhury, 2013
2.4 Karbon Aktif
Karbon aktif merupakan senyawa berbentuk amorf yang dapat dihasilkan dari bahan-
bahan yang mengandung karbon atau dari arang yang diperlakukan dengan cara khusus
untuk mendapatkan luas permukaan dari karbon atau arang. Luas permukaan arang aktif
antara 300 m2/g - 3500 m2/g daya serap arang aktif yang sangat besar yaitu 25% - 1000 %
terhadap berat karbon aktif (Anggun, 2014).
Permukaan karbon aktif umumnya tersusun atas oksigen kompleks. Kompleks ini
dihasilkan oleh bahan baku pembuatan karbon serta dari proses chemisorption oksigen pada
saat aktivasi. Oksigen kompleks pada permukaan karbon aktif tampak dalam bentuk empat
asam oksida permukaan yang berbeda-beda, yaitu gugus karboksilat kuat, karboksilat lemah,
fenolik, dan karbonil. Aktivasi pada suhu yang sangat tinggi menyebabkan terbentuknya
permukaan yang terdiri atas gugus basa, seperti eter siklis. Sementara itu, adanya permukaan
oksida dapat menambah kepolaran pada karbon aktif. Perlakuan secara termal pada karbon
hasil karbonisasi pada kondisi atmosfer inert atau vakum dapat menyisihkan gugus oksida
pada permukaan karbon (Cecen dan Ozgur, 2011).
Struktur karbon aktif menyerupai struktur grafit mempunyai susunan seperti pelat-
pelat yang sebagian besar terbentuk dari atom karbon yang berbentuk heksagonal. Jarak
antara atom karbon dalam masing-masing lapisan 1,42 A. Gambar 2.7a struktur grafit dan
gambar 2.7b struktur umum karbon aktif.
10
Gambar 2. 4 Struktur grafit dan b Struktur karbon aktif (Cecen dan Ozgur, 2011)
Aplikasi karbon aktif dalam pengolahan air yaitu menghilangkan poluta seperti seng,
kuprum, krom, besi, timbal, dan uap ammonia. Sedangkan pada pemurnian gas dengan cara
desulfurisasi dan penyerap gas beracun serta bau busuk. (Junior, 2009; Lienden, 2010).
2.4.1 Preparasi Karbon Aktif
Secara umum terdapat 3 tahapan proses pembuatan karbon aktif yaitu dehidrasi,
karbonisasi, dan aktivasi.
A. Dehidrasi
Dehidrasi suatu proses pengurangan kandungan air dalam suatu bahan baku
(karbon aktif) yang bertujuan menyempurnakan proses karbonisasi. Dehidrasi
dilakukan dengan cara menjemur bahan baku dibawah sinar matahari langsung atau
dipanaskan dalam oven. (Maria,2012)
B. Karbonisasi
Karbonisasi merupakan proses pengarangan dalam ruangan tanpa adanya
oksigen dan bahan kimia lainnya. Karbonisasi akan menyebabkan dekomposisi
material organik pada bahan baku dan pengeluaran pengotor. Dimana material
berkarbon dipirolisis dan dikarbonisasi pada temperatur 400-600oC. Pada kondisi ini,
terjadi penghilangan fraksi senyawa volatil sekaligus menyebabkan material
mengalami proses aktivasi. Aktivasi dapat dilakukan secara termal (fisika) dengan
menggunakan gas, seperti steam, dengan suhu di atas 800oC atau dengan karbon
dioksida pada suhu yang lebih tinggi daripada steam. Pembatasan suhu diperlukan
karena suhu yang terlalu tinggi mengakibatkan banyaknya abu yang terbentuk
sehingga luas permukaan berkurang serta daya adsorpsinya menurun karena
menutupnya pori-pori. (Chowdhury, 2013)
11
C. Aktivasi
Proses aktivasi dilakukan untuk meningkatkan luas permukaan, memperbesar struktur
pori dan daya adsorpsi (karbon aktif), dimana ketika proses karbonisasi masih terdapat
residu yang menutupi daerah permukaan pori sehingga daya adsorpsi pada karbon aktif
masih tergolong rendah. Proses aktivasi terjadi pelepasan hidrokarbon, tar, dan
senyawa organik yang melekat pada karbon. Proses aktivasi terdiri dari 2 jenis yaitu:
1. Aktivasi Fisika
Karbon dapat diaktivasi secara fisika dengan cara dipanaskan pada suhu 800-
1000oC dengan mengalirkan gas seperti uap air, CO2 sebagai pengoksidasi. Ketika
gas berupa uap air dimana karbon bereaksi dengan uap air sehingga melepas karbon
monoksida dan hidrogen. Aktivasi ini juga akan melepas Senyawa produk samping
sehingga akan memperluas pori dan meningkatkan daya adsorsi (Cecen dan Ozgur,
2011).
2. Aktivasi kimia
Pada aktivasi secara kimiawi, agen pengaktivasi (aktivator) yang digunakan
umumnya berupa material yang mengandung logam alkali atau alkali tanah dan
beberapa asam, seperti larutan KOH, NaOH, ZnCl2, H3PO4 dan H2SO4. Aktivator
bekerja sebagai agen dehidrasi sehingga mempengaruhi terjadinya dekomposisi
pirolitik yang menghambat pembentukan tar sehingga meningkatkan yield karbon.
Aktivator juga akan mengoksidasi karbon dengan merusak permukaan bagian
dalam karbon sehingga akan terbentuk pori dan meningkatkan daya adsorpsi.
(Viswanathan dkk., 2009)
2.5 Adsorpsi
2.5.1 Definisi
Proses adsorpsi merupakan penyerapan oleh suatu padatan tertentu terhadap zat
tertentu yang terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik antar atom atau
molekul pada permukaan zat padat. Pada proses adsorpsi satu atau lebih komponen gas atau
cairan akan terserap pada permukaan padatan adsorben yang kemudian akan terjadi proses
pemisahan. Prinsip dasar dari proses adsorpsi yaitu terjadi penyerapan pada setiap permukan
padatan dengan fluida. Contohnya aplikasi dari adsorpsi gas yaitu penghilangan air dari gas
hidrokarbon, komponen sulfur dari natural gas dan penghilangan bau dari udara. Contoh
12
aplikasi adsorpsi cairan yaitu penghilangan komponen organik dari air atau larutan organik,
pengotor warna dari larutan organik menggunakan karbon aktif (Geankoplis, 1997).
Terdapat 2 jenis mekanisme penyerapan pada proses adsorpsi, yaitu penyerapan
fisika dan penyerapan kimia :
1. Adsorpsi Fisika
Pada adsorpsi fisika, molekul yang melekat pada permukaan padat adsorben
merupakan hasil dari adanya gaya intermolekular (interaksi van der Walls). Adsorpsi
fisika biasanya sebanding dengan jumlah luas permukaan adsorben, dimana adsorbat
dapat diadsorpsi secara monolayer atau multilayer dengan laju yang umumnya
berlangsung cepat. Adsorbat tidak terikat kuat pada permukaan adsorben (gaya tarik
relatif lemah) sehingga Adsorpsi terjadi tidak spesifik, reversibel dan bergerak dari suatu
bagian permukaan ke bagian permukaan lainnya. (Fletcher, 2008; Mahato, 2011)
2. Adsorpsi Kimia
Adsorpsi kimia dipengaruhi oleh pertukaran elektron antara permukaan adsorben
dengan molekul zat terlarut dan dipengaruhi oleh adanya reaksi kimia antara adsorbat
dengan adsorben. Molekul yang diadsorpsi terikat oleh gugus aktif pada permukaan
adsorben membentuk ikatan kovalen. Umumnya, adsorpsi kimia berlangsung secara
irreversible, dimana apabila dilakukan proses desorpsi akan menghasilkan adsorbat yang
berbeda dari kondisi awalnya. Proses adsorpsi kimia berlangsung lebih baik pada
temperatur tinggi karena reaksi kimia akan berlangsung dengan cepat. Pada adsorpsi
kimia hanya membentuk lapisan monolayer. (Seader, 2011; Vasanth, 2017)
2.5.2 Kinetika adsorpsi
Proses adsorpsi bergantung pada sifat zat padat yang mengadsorpsi, sifat
atom/molekul yang diserap, konsentrasi, temperatur dan lain-lain. Tahapan proses pada
adsorpsi terbagi menjadi 6 tahap, yaitu :
1. Transfer molekul-molekul zat terlarut yang teradsorb menuju lapisan film yang
mengelilingi adsorben.
2. Difusi zat terlarut yang teradsorb melalui lapisan film (film diffusion process).
3. Difusi zat terlarut yang teradsorb melalui pori dalam adsorben (pore diffusion
process).
4. Adsorpsi zat terlarut pada dinding pori atau permukaan adsorben.
13
5. Desorpsi zat terlarut dari dinding pori atau permukaan adsorben menuju kapiler/pori
dalam adsorben.
6. Difusi zat terlarut dari kapiler/pori dalam adsorben menuju lapisan film (film
diffusion process) selanjutnya zat terlarut mengalami transfer molekul menuju
lingkungan.
(Atkins, 2010)
2.5.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adsorpsi
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi adalah sebagai berikut:
A. Luas permukaan
Adsorpsi sangat dipengaruhi oleh luas permukaan spesifik adsorben. Luas
permukaan spesifik sebanding dengan total luas permukaan yang terdapat pada
adsorben. Semakin halus dan semakin berpori suatu adsorben diharapkan
menghasilkan yield adsorpsi per satuan berat adsorben yang lebih banyak (Cecen dan
Ozgur, 2011).
B. Jenis adsorbat
Peningkatan polarisabilitas adsorbat akan meningkatkan kemampuan adsorpsi
molekul yang mempunyai polarisabilitas yang tinggi (polar) memiliki kemampuan
tarik menarik terhadap molekul lain dibandingkan molekul yang tidak dapat
membentuk dipol (non polar). Peningkatan berat molekul adsorbat dapat
meningkatkan kemampuan adsorpsi. Adsorbat dengan rantai yang bercabang
biasanya lebih mudah diadsorpsi dibandingkan rantai yang lurus. (Cecen dan Ozgur,
2011).
C. Waktu kontak dan Pengadukan
Waktu kontak yang cukup diperlukan untuk mencapai kesetimbangan adsorpsi. Jika
fase cair yang berisi adsorben dalam keadaan diam, maka difusi adsorbat melalui
permukaan adsorben akan lambat, maka perlu dilakukan pengadukan untuk
mempercepat tercapainya kesetimbangan adsorpsi (Tang, 2009)
D. Temperatur
Pemanasan atau pengaktifan adsorben akan meningkatkan daya serap adsorben
terhadap adsorbat menyebabkan pori-pori adsorben lebih terbuka, pemanasan yang
terlalu tinggi menyebabkan rusaknya adsorben sehingga kemampuan penyerapannya
menurun. (Cecen dan Ozgur, 2011).
14
E. Konsentrasi Adsorbat
Adsorpsi akan meningkat dengan kenaikan konsentrasi adsorbat. Semakin besar
konsentrasi adsorbat dalam larutan maka semakin banyak jumlah substansi yang
terkumpul pada permukaan adsorben. (Fletcher, 2008)
F. pH
pH larutan mempengaruhi kelarutan ion logam, aktivitas gugus fungsi pada
biosorben dan kompetisi ion logam dalam proses adsorpsi. ketika pH tinggi, derajat
disosiasi menurun dan membentuk molekul yang digunakan untuk adsorpsi.
Sedangkan ketika pH rendah, maka jumlah alkaline dalam larutan sedikit dan
membentuk garam organik sehingga adsorpsi memiliki kelarutan yang tinggi.
(Fletcher, 2008)
2.5.4 Perhitungan Persentase Reduksi
Untuk mengetahui persentase penyisihan konsentrasi ion kalsium digunakan
persamaan 2.1 sebagai berikut (Suprihatin, 2010):
𝜼 =𝒄𝟎 −𝒄
𝒄𝟎𝒙 𝟏𝟎𝟎% (2.1)
Keterangan :
𝜂 = merupakan persentase reduksi atau pengurangan solute yang diserap (%)
c0= merupakan konsentrasi mula-mula (mg/L),
c = merupakan konsentrasi akhir (mg/L).
2.6 Kesadahan air
Salah satu persyaratan kualitas air adalah jumlah kandungan unsur Ca2+ dan Mg2+
dalam air, yang keberadaannya biasa disebut dengan kesadahan air. Kesadahan dalam air
sangat tidak dikehendaki baik untuk penggunaan rumah tangga maupun untuk penggunaan
industri. Bagi air rumah tangga tingkat kesadahan yang tinggi mengakibatkan konsumsi
sabun lebih banyak karena sabun menjadi kurang efektif akibat salah satu bagian dari
molekul sabun diikat oleh unsur kalsium/magnesium. Bagi air industri unsur kalsium dapat
menyebabkan kerak pada dinding peralatan sistem pemanasan sehingga dapat menyebabkan
kerusakan pada peralatan industri, selain itu dapat menghambat proses pemanasan. Masalah
ini dapat mengakibatkan penurunan kinerja pada industri dan dapat menyebabkan kerugian.
Oleh karena itu persyaratan kesadahan pada air industri sangat diperhatikan. Pada umumnya
15
jumlah kesadahan dalam air industri harus nol, berarti unsur kalsium dan magnesium
dihilangkan seluruhnya (Marsidi, 2011).
Kesadahan air dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kesadahan sementara
(temporer) dan kesadahan tetap (permanen). Kesadahan sementara disebabkan oleh garam-
garam karbonat (CO3-) dan bikarbonat (HCO3
-) dari kalsium (Ca) dan magnesium (Mg).
Garam karbonat merupakan garam yang tidak larut, sedangkan garam bikarbonat merupakan
garam yang larut. Garam karbonat dengan adanya air dan kabon dioksida di udara akan
membentuk garam bikarbonat yang larut, oleh karena itu semakin tinggi kadar CO2 di udara
semakin tinggi kelarutannya. Reaksinya adalah sebagai berikut :
CaCO3 + CO2 + H2O Ca(HCO3)2
Kesadahan air ini bersifat sementara karena dapat dihilangkan dengan cara pemanasan, di
mana terbentuk garam kalsium karbonat yang tidak larut dan mengendap sehingga dapat
mudah dihilangkan.
Kesadahan tetap disebabkan oleh adanya garam-garam klorida (Cl-) dan sulfat (SO4)x
dari kalsium (Ca) dan magnesium (Mg). Kesadahan karena garam-garam tersebut bersifat
tetap dan sangat sukar dihilangkan. Berdasarkan tingkat kesadahannya, air dapat dibedakan
atas beberapa macam yaitu air lunak, air agak sadah, air sadah, dan air sangat sadah.
Nilai kesadahan air diperlukan dalam penilaian kelayakan perairan untuk
kepentingan domestik maupun industri. Menurut Tebbut (1999), nilai kesadahan tidak
memiliki implikasi langsung terhadap kesehatan manusia. Kesadahan yang tinggi dapat
menghambat sifat toksik dari logam berat karena kation-kation penyusun kesadahan
(kalsium dan magnesium) membentuk senyawa kompleks dengan logam berat tersebut.
Misalnya, toksisitas 1 mg/liter timbal pada perairan dengan kesadahan rendah (soft waters)
dapat mematikan ikan. Akan tetapi, toksisitas 1 mg/liter timbal pada perairan dengan
kesadahan 150 mg/liter CaCO3 terbukti tidak berbahaya bagi ikan. Nilai kesadahan juga
digunakan sebagai dasar bagi pemilihan metode yang diterapkan dalam proses pelunakan
(softening) air.
Tabel 2. 4 Derajat kesadahan air berdasarkan kandungan kalsium karbonat
Derajat
Kesadahan
CaCO3 (ppm)
Lunak < 50
16
Agak sadah
Sadah
Sangat sadah
50 – 100
100 – 200
> 200
Sumber: Tebbut, 1999
Air permukaan biasanya memiliki nilai kesadahan yang lebih kecil dibandingkan
dengan air tanah. Perairan dengan nilai kesadahan kurang dari 120 mg/liter CaCO3 dan lebih
dari 500 mg/liter CaCO3 dianggap kurang baik bagi peruntukan domestik, pertanian, dan
industri. Namun, organisme lebih menyukai air sadah daripada air lunak.
17
2.7 Penelitian terdahulu
Penelitian ini dilakukan berdasarkan beberapa penelitian yang terkait dengan pembuatan karbon aktif, adsorpsi ion kalsium dan penggunaan
aktivator H3PO4. Adapun penelitian terdahulu ditunjukkan pada Tabel 2.5
Tabel 2. 5 Penelitian Terdahulu
Nama
(tahun penelitian) Metode Penelitian Hasil
Kurniawan, S. Dan Nalita
W.R (2016)
2,5 gr ampas tebu dikarbonisasi dalam reaktor
fixed bed pada temperatur karbonisasi
500,550,600,650 dan 700oC selama 2 jam
menghasilkan biochar. Proses aktivasi dilakukan
dengan merendam dan memanaskan 0,5 gr
biochar dalam 75ml H2SO4 6 M pada temperatur
80oC selama 4 jam. Digunakan dalam aplikasinya
penyerapan ion Ca2+
Luas permukaan biochar pada temperatur 500oC dan 700oC
adalah sebesar 19,369 m2/g, dan 58,63 m2/g. Semakin tinggi
temperatur karbonisasi dapat menurunkan yield biochar dan
meningkatkan kadar abu. Setelah diaktivasi dengan H2SO4,
terjadi peningkatan luas permukaan karbon aktif hasil
aktivasi biochar 400oC dan 600oC hingga 81,37 m2/g dan
100,662 m2/g, peningkatan volume pori dan penurunan kadar
abu.
Pangestu, D. L Dan
Setiawan, Calvin.A.B
(2016)
Bahan baku sekam padi di karbonisasi pada
berbagai variasi temperatur yaitu 500, 550, 600,
650, dan 700oC, kemudian proses aktivasi biochar
hasil karbonisasi dilakukan dengan perendaman
biochar pada variasi larutan NaOH 1M dan 2M.
karbon aktif diaplikasikan sebagai adsorben ion
kalsium.
Karbon aktif pada temperatur karbonisasi 700oC serta
diaktivasi dengan NaOH 2M memiliki luas permukan
spesifik paling tinggi yaitu 21 m2/g, dengan tipe mesopori.
Karbon aktif tersebut dapat diaplikasikan sebagai adsorben
larutan CaCl2 dengan konsentrasi Ca2+ 650 ppm dan
mempunyai kapasitas adsorpsi ion kalsium mencapai 78 mg/g
serta persen penyisihan ion kalsium sebesar 24%.
18
Nama
(tahun penelitian) Metode Penelitian Hasil
Riski Kurniawan,
Musthofa Lutfi,
Wahyunanto A. N.
(2014)
Bahan baku tempurung kelapa 60 mesh di
karbonisasi pada temperatur 400oC, dengan
variasi konsentrasi H3PO4 2.5 M, 2.75 M, 3 M,
3.25 M dan 3.5 M. Dan direndam selama 7 jam
Aktivasi karbon aktif dengan konsentrasi H3PO4 3M
mendapatkan perolehan bilangan iod 219 mg/g. Dan untuk
nilai luas permukaan karbon aktif (BET) angka pada tandan
kosong sawit sebesar 131,27 m2/g, dan untuk tempurung
kelapa sebesar 386,44 m2/g. Luas permukaan karbon aktif
(BET) terbaik yaitu pada tempurung kelapa dengan H3PO4
3M yaitu sebesar 386.4470513 m2/g.
Cecilia Rolence,
Revocatus Lazaro, Karoli
N. N. (2014)
Kabon aktif tempurung kelapa dari KWHB
company China.
Variasi dosis adsorben (0.06-0.3 g/cm3),
konsentrasi awal kesadahan (552-936 mg/L),
lama waktu kontak (3-15 jam), pH (2-12) and
temperatur (303-333 K).
Persentase penyisihan saat pH 6.3 pada larutan sintetik dan
sampel air tanah sebesar 60% dan 55%.
Persentase penyisihan meningkat dari 40% dan 29% at 303 K
menjadi 47% and 38% at 333 K pada kedua sampel.
Persentase penyisihan meningkat dengan meningkatnya waktu
kontak dan banyaknya dosis adsorben yaitu 15 jam dan
0.24g/cm3.
19
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian secara komparatif yaitu
membandingan antara karbon aktif komersial dan karbon aktif berbahan dasar tempurung
kelapa dengan aktivasi H3PO4 untuk mengetahui hasil yang diperoleh dalam penyisihan ion
kalsium.
3.2 Tempat Penelitian
Pada penelitian pembuatan karbon aktif berbahan dasar tempurung kelapa menggunakan
aktivasi H3PO4 untuk mengadsorpsi ion kalsium serta perhitungan kadar abu akan
dilaksanakan di Laboraturium Sains Progam Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
Universitas Brawijaya. Analisa FT-IR (Fourier Transform Infrared) dilaksanakan di
Laboraturium Sentral (Lab. Mineral dan Material Maju), Jurusan Kimia Fakultas MIPA,
Universitas Negeri Malang. Analisa BET (Brunauer Emmet Teller) dilaksanakan di UPT.
Lab Terpadu Universitas Diponegoro.
3.3 Variabel Penelitian
a. Variasi massa adsorben 0,05 gr; 0,1 gr; 0,15 gr; 0,2 gr
b. Variasi waktu aktivasi 2 jam,4 jam, 6 jam
3.4 Alat dan Bahan Penelitian
3.4.1 Alat penelitian
Penelitian ini menggunakan alat sebagai berikut :
a. Alat karbonisasi (Gambar 3.1): Tabung gas nitrogen, furnace, reaktor karbonisasi;
b. Alat aktivasi karbon (Gambar 3.2): Termometer, labu leher tiga alas datar, pompa,
kondensor alilihn, Hot plate dan magnetic stirrer, selang;
c. Alat penelitian lainnya: Oven, Desikator, Beaker glass, Cawan porselen, Neraca
analitik, Pengayak 60 mesh, Shaker, pH meter, Crucible tang, Stopwatch, Lemari
asam, serta peralatan gelas.
20
3.4.2 Bahan Penelitian
• Tempurung kelapa komersial kota Malang
• Karbon aktif komersial
• H3PO4 p.a. (85 wt% dalam H2O)
• CaCl2 (anhidrat) p.a.
• Aquades water
• Kertas saring
• Na2EDTA (anhidrat) p.a.
• Indikator EBT
• Gas Nitrogen
• NaOH p.a.
3.4.3 Rangkaian Alat
Keterangan:
1. Ember berisi air
2. Reaktor karbonisasi
3. Controller
4. Power supply
5. Supply gas nitrogen
Gambar 3. 1 Rangkaian Alat Proses Karbonisasi
21
Gambar 3. 2 Rangkaian Alat Proses Aktivasi Karbon dari Tempurung Kelapa
Keterangan:
1. Hotplate
2. Labu alas datar
leher 3
3. Temometer
4. kondensor Alilihn
5. Aliran masuk air
6. Aliran keluar air
7. Ember berisi air
8. Pompa Air
22
3.5 Prosedur penelitian
3.5.1 Persiapan tempurung kelapa
Tempurung kelapa dikeringkan sinar matahari langsung selama 3 hari,
kemudian diseragamkan ukurannya dengan proses pengayakan menggunakan
ukuran 60 mesh. Serbuk tempurung kelapa ditimbang setelah itu dikeringkan
menggunakan oven pada suhu 105oC selama 30 menit hingga mendapatkan massa
konstan. Diagram alir proses persiapan tempurung kelapa dapat dilihat pada gambar
3.1
Tempurung kelapa
Pengeringan
Pengeringan serbuk tempurung kelapa menggunakan oven ,
T=105oC t = 30 menit
Pengayakan
Serbuk tempurung kelapa
Pengecilan ukuran tempurung kelapa
Serbuk tempurung kelapa60 mesh
Massa konstan
Tidak
Ya
Penimbangan
Gambar 3. 3 Diagram alir persiapan tempurung kelapa
3.5.2 Karbonisasi tempurung kelapa
Proses karbonisasi tempurung kelapa bertujuan untuk memperoleh karbon
dari bahan dasar tempurung kelapa. Tempurung kelapa dimasukkan kedalam reaktor
karbonisasi dengan temperatur 600oC selama 2 jam, didinginkan hingga temperatur
23
ruang dan ditimbang. Diagram alir proses karbonisasi tempurung kelapa dapat dilihat
pada gambar 3.2
Tempurung Kelapa
KarbonisasiT = 600oC , t = 2 jam
Gas Nitrogen
Pendinginan
T = Suhu Ruang
Penimbangan
Karbon
Massa Karbon
Gambar 3. 4 Diagram alir proses karbonisasi tempurung kelapa
3.5.3 Proses Aktivasi Karbon dari Tempurung Kelapa dengan Asam Fosfat
Karbon yang dihasilkan dari proses karbonisasi akan diaktivasi dengan
menggunakan larutan H3PO4 3M. Proses aktivasi dilakukan dengan cara merefluks
karbon sebanyak 10 gr ditambah larutan 100 mL H3PO4 3M, dengan variasi waktu
aktivasi selama 2 jam, 4 jam dan 6 jam pada suhu 80oC. Karbon aktif dicuci
menggunakan aquades hingga didapatkan pH netral, kemudian dikeringkan dalam
oven pada suhu 105oC selama 30 menit dan ditimbang hingga didapat massa konstan
dari karbon aktif tempurung kelapa. Diagram alir proses aktivasi karbon dapat dilihat
pada gambar 3.3
24
Karbon 10 gr
Aktivasi T=80 oCt = 2 jam, 4 jam, dan 6 jam
Larutan H3PO4 3MV= 100ml
Pencucian
Pengeringan (oven), T= 105oC; t = 30 menit
Karbon aktif
Filtrat
Filtrat
Aquades
Filtrasi
pH filtrat = pH aquades
Tidak
Ya
Filtrasi
Massa konstanTidak
Ya
Penimbangan
Gambar 3. 5 Diagram alir proses aktivasi karbon
3.5.4 Pembuatan Sampel Sintetik Ion Kalsium
Sampel sintetik yang digunakan adalah sampel ion kalsium dengan
konsentrasi 1000 ppm sebagai larutan induk. Larutan induk dibuat dari CaCl2
anhidrat sebanyak 2,775 gr yang digunakan untuk adsorpsi ion kalsium.
CaCl2
m = 2,775 gr
PelarutanAquades
Larutan induk kalsium 1000 ppm
Gambar 3. 6 Alir pembuatan Larutan Induk Kalsium 1000 ppm
25
3.5.5 Proses Adsorpsi Ion Kalsium
Proses adsorpsi limbah sintetik ion kalsium menggunakan karbon aktif
komersial dan karbon aktif berbahan dasar tempurung kelapa pengujian dilakukan
dengan menimbang adsorben pada masing-masing pengujian dengan massa 0,05;
0,1; 0,15; dan 0,2 gr, kemudian ditambahkan ke dalam larutan kerja 400 ppm
sebanyak 50 ml. Selanjutnya dilakukan proses adsorpsi dengan menggunakan shaker
dengan kecepatan putar 160 rpm selama 180 menit dan pada temperatur ruang.
Kemudian filtrat disaring. Diagram alir proses adsorpsi dapat dilihat pada gambar
3.5.
Arang tempurung kelapa, karbon aktif komersial m=0,05; 0,1; 0,15; 0,2 gr
larutan Ca 400 ppm
Adsorpsi (shaker), t=180 menit, v= 160rpm
Karbon aktif
Larutan setelah adsorpsi
Filtrasi
Gambar 3. 7 Diagram alir proses adsorpsi
3.5.6 Pengukuran dengan Titrimetri EDTA (Etilen Diamin Tetra Asetat)
Pembuatan larutan Na2EDTA 0,01 M
Setelah proses adsorpsi dilakukan titrasi menggunakan larutan Na2EDTA.
Sebelum dititrasi, filtrate ditambahkan dengan indikator EBT (Eriochrome Black T)
dan larutan NaOH 1N. Titrasi akhir ditentukan dimana filtrat pertama kali mengalami
perubahan warna menjadi berwana biru keunguan sesuai dengan ketentuan SNI 06-
6989.13-2004.
26
Na2EDTA
m = 3,723 gr
Pelarutan dalam labu ukur 1000 ml
Aquades
Larutan Na2EDTA 0,01 M
Gambar 3. 8 Diagram Alir Proses Pembuatan Larutan Na2EDTA
Pembuatan Larutan NaOH
Pembuatan larutan NaOH dilakukan dengan mencampur NaOH sebanyak
40gr kemudian dilarutkan hingga 1 liter dengan aquades.
NaOH m = 40gr
Larutan NaOH 1N
PelarutanAquades
Gambar 3. 9 Diagram Alir Proses Pembuatan Larutan NaOH
Pengukuran Kadar Ion Kalsium
Proses adsorpsi ion kalsium dilakukan dengan sampel sintesis yang dibuat
dari CaCl2 anhydrous yang dilarutkan pada demineralized water. Konsentrasi Ca2+
yang digunakan sebesar 408 ppm. Pengukuran nilai ion kalsium dilakukan dengan
mengacu pada SNI 06-6989.12-2004. Proses adsorpsi dan pengukuran ion kalsium
ditunjukkan pada Gambar 3.10
Konsentrasi ion kalsium dihitung dengan rumus berikut :
Kadar Kalsium (mg/L)= 1000
𝑉𝐶𝑈 × 𝑉𝐸𝐷𝑇𝐴 × 𝑀𝐸𝐷𝑇𝐴 × 40
Keterangan :
VCU = volume larutan uji (mL)
VEDTA =volume rata-rata larutan baku Na2EDTA untuk titrasi (mL)
MEDTA = molaritas larutan baku Na2EDTA untuk titrasi (mmol/mL)
27
0,05 gram karbon aktif
Dishaker
t=180 menit
V=160 rpm
30 ml larutan Ca2+
400 ppm
Di filtrasi Karbon Aktif
filtrat
Dititrasi
Larutan Berwarna Biru
(titik akhir titrasi)
Data hasil
pengamatan
7 tetes NaOH 1N ph 10
4 tetes indikator EBT
Larutan Na2EDTA 0,01 M
Gambar 3. 10 Pengukuran Ion Kalsium
3.6 Pengujian Yang Dilakukan
3.6.1 Kadar Abu
Jumlah total sennyawa organik dalam karbon aktif, menurut CEFIC Test
Methods For Activated Carbon 2003. Merupakan metode yang digunakan untuk
penentuan kadar abu.
Perhitungan kadar abu dalam karbon aktif tempurung kelapa dilakukan
dengan proses pengabuan menggunakan crucible. Crucible kosong ditimbang massa
(m1). Karbon aktif tempurung kelapa ditimbang sebesar 1 gram dan ditambahkan ke
dalam cawan porselin (m2). Crucible berisi karbon aktif di bakar ke dalam furnace
dengan temperatur 600oC selama 3 jam. Crucible yang berisi abu dimasukkan
kedalam desikator setelah itu didinginkan hingga suhu ruang kemudian ditimbang
(m3), dimana prosedur ini dilakukan 3 kali dengan beda berat penimbangan
maksimal 0,2 mg. Diagram alir Proses pengujian kadar abu ditujukkan pada gambar
3.8
28
Karbon aktif, m=1 gr
Pendinginan hingga suhu ruang
PenimbanganData hasil
penimbangan
Pengabuan, T = 600oC, t = 3 jam
Abu
Gambar 3. 11 Diagram Alir Proses Pengujian Kadar Abu
Dilakukan Prosedur yang sama untuk menghitung kadar abu pada arang
tempurung kelapa (arang tempurung kelapa yang diaktivasi dengan H3PO4). Kadar
abu dalam % dihitung dengan rumus berikut (CEFIC, 2003) :
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑢 (%) = ( 𝑚3 − 𝑚1
𝑚2 − 𝑚1 ) 𝑥 100 (3.1)
Dimana :
m1 = Massa crucible kosong dalam gram
m2 = Massa crucible dan sampel sebelum pemanasan
m3 = Massa crucible dan abu
3.6.2 Yield Hasil Karbonisasi
Rasio dari massa tempurung kelapa merupakan hasil Yield dari proses
karbonisasi terhadap masa awal tempurung kelapa pada dry basis, dapat dihitung
dengan rumus :
𝑌𝑖𝑒𝑙𝑑(%) =𝑊1
𝑊0𝑥100% (3.2)
Dimana Wo adalah massa awal bahan baku dalam dry basis, dan W1 adalah
massa karbon setelah dilakukan proses karbonisasi, pencucian dan pengeringan.
29
3.6.3 BET (Brunauer-Emmet-Teller)
Luas permukaan karbon aktif dan arang tempurung kelapa dapat diukur
dengan metode BET (Brunauer-Emmet-Teller), yang melibatkan adsorpsi nitrogen
pada tekanan yang berbeda pada kondisi temperatur nitrogen cair (77 K). Penentuan
luas area adsorben ditentukan berdasarkan luas permukaan molekul nitrogen,
bilangan avogadro, dan kapasitas monolayer spesifik dari nitrogen. Penentuan
ukuran dari volume pori yang umum digunakan yaitu dengan menggunakan data
isoterm adsorpsi nitrogen. Berdasarkan jumlah nitrogen yang teradsorpsi oleh
karbon, dan volume mikropori pada isoterm adsorpsi nitrogen dihitung berdasarkan
persaman Dubini-Radushkevich. Sampel pengujian yang digunakan adalah karbon
aktif komersial dengan temperatur 600oC, serta arang tempurung kelapa 600oC
teraktivasi H3PO4. Diagram alir proses pengujian BET dapat diliat pada gambar 3.10
Karbon aktif teraktivasi dan karbon aktif komersil, 60 mesh
Analisa BET
Karbon aktif teraktivasi dan karbon aktif komersil
Data luas permukaan, volume pori dan jari-jari rerata karbon
aktif komersial dan arang karbon aktif tempurung kelapa
Gambar 3. 12 Diagram Alir Pengujian BET
3.6.4 FT-IR (Fourier Transform Infrared)
Dalam teknik ini, digunakan untuk identifikasi struktur dan jenis-jenis gugus
fungsi yang dapat mengindikasikan komposisi kimia. FTIR menggunakan
interferometer yang biasanya adalah Michelson interferometer yang diletakkan
dalam monokromator.
Spektroskopi FTIR (fourier Transform Infrared) merupakan spektroskopi
inframerah yang dilengkapi dengan transformasi fourier untuk mendeteksi dan
menganalisis hasil spektrumnya. Spektrum inframerah tersebut dihasilkan dari
pentransmisian cahaya yang melewati sampel, pengukuran intensitas cahaya dengan
detektor dan dibandingkan dengan intensitas tanpa sampel sebagai fungsi panjang
gelombang. Spektrum inframerah yang diperoleh kemudian diplot sebagai intensitas
fungsi energi, panjang gelombang (cm) atau bilangan gelombang (cm-1) (Anam,
2007:79-85).
30
Analisa FTIR yang dilakukan pada penelitian ini yaitu pada sampel arang
tempurung kelapa sebelum dan sesudah di aktivasi dengan aktivator H3PO4,dan
karbon aktif komersial.
Karbon aktif dan arang tempurung kelapa, 60 mesh
Analisa FT-IR
Karbon aktif komersial dan arang tempurung kelapa
Data hasil analisis
Gambar 3. 13 Diagram Alir Proses Analisa FT-IR
3.7 Diagram Alir penelitian
Persiapan tempurung kelapa dan karbon aktif
Uji adsorpsi kalsium
Uji BET,FT-IR,kadar abu, dan Yield
Aktivasi arang tempurung kelapa
Karbonisasi tempurung kelapa
Gambar 3. 14 Diagram Alir Penelitian
31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Yield Hasil Karbonisasi
Pada proses karbonisasi terjadi penguraian bahan-bahan organik yang terkandung di
dalam tempurung kelapa. Proses karbonisasi dilakukan pada suhu 600oC selama 2 jam yang
bertujuan untuk menghilangkan komponen volatile dan menghasilkan karbon tempurung
kelapa. Dari hasil karbonisasi, penelitian ini menghasilkan yield rata-rata sebesar 28,6%.
Hasil tersebut mendekati penelitian Yuliusman (2016), dimana yield rata-rata yang
dihasilkan pada proses karbonisasi tempurung kelapa dengan suhu 600oC yaitu sebesar
21,48%. Hasil karbonisasi dapat dilihat pada Tabel 4.1
Tabel 4.1 Hasil Karbonisasi Tempurung Kelapa
Karbonisasi
ke-
Massa (gr)
Yield (%)
Tempurung kelapa (W0) Karbon (W1)
1 150 56,28 28,14
2 150 58,12 29,06
Rata-rata 57,2 28,6
Hasil Karbonisasi Tempurung Kelapa mengindikasikan pada proses karbonisasi,
hampir seluruh air dan material volatile telah teruapkan sehingga terjadi pengurangan massa
karbon. Pengurangan massa karbon dapat dipengaruhi oleh bahan baku serta suhu
karbonisasi. Hal tersebut dikarenakan pada suhu tertentu terjadi penghilangan komponen
volatile, dimana kandungan air dapat menguap pada suhu 1000C-1500C, karbonisasi
hemiselulosa terjadi pada suhu 2000C-2500C, karbonisasi selulosa terjadi pada suhu 2800C-
3200C, serta karbonisasi lignin yang terjadi pada suhu 4000C (Yuliusman, 2016).
4.2 Kadar Abu
Uji kadar abu dilakukan untuk mengetahui jumlah residu anorganik dari proses
pembakaran. Dimana jumlah pengotor atau komponen anorganik pada karbon dan karbon
aktif yang tertinggal sebagai residu setelah proses pembakaran sempurna disebut abu.
Tingginya kadar abu pada karbon aktif dapat mempengaruhi daya adsorpsi. Abu
yang terbentuk disebabkan karena bahan memiliki unsur mineral seperti kalsium, kalium,
32
natrium, dan magnesium. Kandungan tersebut menyebar dalam sisi karbon aktif sehingga
menutup pori karbon aktif (Pari, 1999). Hasil pengujian kadar abu ditunjukkan pada Tabel
4.2.
Tabel 4.2 Hasil Uji Kadar Abu
Sampel Kadar Abu (%) Kadar Abu (SNI)
06-3730-1995
Karbon Aktivasi H3PO4 2 jam 0,58 Maks. 10%
Karbon Aktivasi H3PO4 4 jam 0,67 Maks. 10%
Karbon Aktivasi H3PO4 6 jam 0,81 Maks. 10%
Karbon Tempurung Kelapa 1,62 Maks. 10%
Karbon Aktif Komersial 2,35 Maks. 10%
Kadar abu terendah diperoleh pada karbon dengan aktivasi H3PO4 selama 2 jam yaitu
sebesar 0,58% dan kandungan abu tertinggi diperoleh pada karbon aktif komersial yaitu
sebesar 2,35%. Kadar abu meningkat seiring dengan lamanya waktu aktivasi pada karbon
teraktivasi H3PO4. Hal ini disebabkan karena masih terdapat senyawa anorganik berupa
asam fosfat pada permukaan karbon tempurung kelapa teraktivasi H3PO4. Penyebab lain
yaitu masih terdapatnya senyawa SiO2, Al2O3, dan MgO yang merupakan senyawa penyusun
abu terbesar yang tidak larut oleh H3PO4 (Tabel 4.2). Menurut sudrajat (2002), kadar abu
yang tinggi disebabkan oleh keberadaan garam-garam karbonat, fosfat, silikat, dan sulfat
pada suhu tinggi dapat menyebabkan deposit atau endapan unsur anorganik yang lebih
banyak menempel pada bahan.
Senyawa anorganik yang terdapat pada karbon aktif komersial, karbon dan karbon
aktif dapat mempengaruhi volume pori karena senyawa anorganik tersebut dapat menutupi
pori serta mempengaruhi luas permukaan. Berdasarkan hasil uji kadar abu yang dilakukan,
semua sampel memenuhi standar karbon aktif dimana menurut SNI 06-3730-1995 syarat
maksimal kadar abu untuk karbon aktif serbuk sebesar 10%.
4.3 Hasil Uji Fourier Transfrom Infrered Spectroscopy (FT-IR)
Analisa FT-IR digunakan untuk menunjukkan gugus fungsi yang terbentuk akibat
interaksi larutan dengan permukaan karbon yang telah aktif. Uji FT-IR ini dilakukan pada
karbon aktif tempurung kelapa, karbon tempurung kelapa dan karbon aktif komersial.
Dalam hal ini FT-IR bertujuan untuk mengetahui perbedaan gugus fungsi aktif yang
dimiliki oleh karbon tempurung kelapa, karbon aktif tempurung kelapa, dan karbon aktif
komersial yang ditunjukkan pada Tabel 4.3
33
Tabel 4.3 Gugus aktif yang terdapat pada karbon tempurung kelapa, karbon aktif temprung
kelapa, dan karbon aktif komersial
No Gugus
Panjang
Gelombang
(cm-1)
Nama Sampel
Karbon
Karbon
Aktivasi
H3PO4
2 jam
Karbon
Aktivasi
H3PO4
4 jam
Karbon
Aktivasi
H3PO4
6 jam
Karbon
Aktif
Komer
sial
1 C-H Alkena 675-995 &
3010-3095
2 C-H
Aromatic
690-900 &
3010-3100
3 C-O Alkohol/
Eter/ Ester/
Asam
Karboksilat
1050-1300 -
4 C=O Asam
Karboksilat/
aldehid/
keton/ ester
1690-1760
5 C-N Amina /
Amida 1180-1360 -
6 C=C
Aromatic 1500-1600 -
7 O-H Alkohol
hidrogen /
fenol
3200-3650
Berdasarkan hasil pembacaan spektrum FT-IR pada Tabel 4.3 menunjukkan
terdeteksinya gugus fungsi aktif yang dihasilkan bermacam-macam pada sampel karbon,
karbon aktif dan karbon aktif komersial.
Dilihat pada Tabel 4.3, semua sampel memiliki kesamaan gugus fungsi. Hasil yang
berbeda hanya ditunjukkan oleh sampel karbon tempurung kelapa dimana pada panjang
gelombang 1050-1360 tidak terdeteksi adanya ikatan C-O (Alkohol/ Eter/ Ester/ Asam
Karboksilat) dan ikatan C-N (Amina/ Amida). Pada panjang gelombang yang sama, karbon
yang telah diaktivasi H3PO4 terdapat ikatan C-O (Alkohol/ Eter/ Ester/ Asam Karboksilat)
dan ikatan C-N (Amina/ Amida). Sedangkan pada panjang gelombang 1500-1600, untuk
karbon aktif komersial tidak terdeteksi adanya ikatan C=C (Aromatik).
Dalam proses adsorpsi ion, gugus fungsi hidrosil dan karboksil berperan sebagai
gugus fungsi aktif. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dewi (2017), yang menyatakan bahwa
senyawa pada permukaan adsorben yang kaya akan gugus fungsi hidroksil, karbonil,
karboksil, dan amina dapat berfungsi sebagai gugus fungsi aktif untuk proses adsorpsi ion.
34
Pada Tabel 4.3 mengidentifikasi munculnya gugus O-H dan C-O yang menunjukkan
bahwa karbon aktif yang cenderung polar. Hal ini sesuai menurut Santiyo Wibowo (2011),
gugus O-H dapat berasal dari senyawa bebas pada permukaan karbon yang diaktivasi,
dimana ikatan O-H dan C-O menunjukkan bahwa karbon aktif yang dihasilkan cenderung
bersifat lebih polar. Sehingga karbon aktif yang dihasilkan dapat digunakan sebagai
adsorben dalam proses penjernihan air. Pengujian FT-IR pada karbon teraktivasi H3PO4
menunjukkan munculnya gugus C-O (Alkohol/ Eter/ Ester/ Asam Karboksilat) dan C-H
(Alkena). Adanya gugus alkena pada permukaan karbon disebabkan oleh gugus alkohol
yang tereliminasi sebagian membentuk alkena pada saat aktivasi menggunakan asam fosfat.
Gugus C-O dihisailkan dari reaksi hidrolisis antara ester dengan air. Gugus C-N diduga
hasilkan dari reaksi antara ester dengan amonia. Menurut Carey (2000) gugus alkohol akan
mengalami reaksi dehidrasi dengan H3PO4 menghasilkan alkena dan air (pers. 4-1). Gugus
ester akan mengalami reaksi hidrolisis dengan air menghasilkan asam karboksilat dan
alkohol (pers. 4-2). Gugus ester akan mengalami reaksi dengan amonia menghasilkan amida
dan alkohol (pers. 4-3)
(4-1)
(4-2)
(4-3)
4.4 Hasil Uji Brunauer-Emmet-Teller (BET)
Metode Brunauer-Emmet-Teller (BET) digunakan unutk menentukan luas
permukaan, rerata diameter pori dan volume pori dari karbon aktif. Hasil pengujian
menggunakan metode BET ditunjukan pada Tabel 4.4.
35
Tabel 4 4 Hasil Pengujian Menggunakan Metode BET
Karakteristik
Karbon
Aktivasi
H3PO4 2 jam
Karbon
Aktivasi
H3PO4 4 jam
Karbon
Aktivasi
H3PO4 6 jam
Karbon
Aktif
Komersial
Luas permukaan
spesifik (m2/gr) 236,872 335,075 122,964 27,562
Volume pori (cc/gr) 0,029 0,049 0,047 0,102
Rerata Diameter
Pori (Å) 15,658 19,668 17,310 15,476
Dari hasil uji BET pada Tabel 4.4, didapatkan luas permukaan spesifik untuk karbon
teraktivasi H3PO4 selama 2 jam, 4 jam, dan 6 jam berturut-turut sebesar 236,87; 335,07; dan
122,964 m2/gram adsorben. Dari hasil tersebut didapatkan bahwa semakin lama waktu
aktivasi dengan H3PO4 maka luas permukaan relatif semakin besar. Selain itu, meningkatnya
waktu aktivasi dapat menyebabkan pori yang terbentuk semakin banyak karena aktivasi
dengan H3PO4 dapat melarutkan komponen anorganik dan pengotor yang sebelumnya
menutupi pori. Pada Tabel 4.4 juga didapatkan bahwa luas permukaan spesifik untuk karbon
aktif komersial yaitu sebesar 27,562 m2/gram adsorben, dimana merupakan luas permukaan
spesifik yang lebih kecil dibandingkan karbon teraktivasi H3PO4. Menurut Cecen dan Ozgur
(2012:18), proses adsorpsi secara umum mempertimbangkan luas permukaan spesifik
adsorben. Luas permukaan spesifik merupakan bagian luas permukaan total yang digunakan
untuk adsorpsi. Adsorben yang memiliki ukuran sangat halus dan memiliki pori yang banyak
akan meningkatkan yield adsorpsi.
Pada tabel 4.4 juga menunjukan volume pori untuk karbon yang teraktivasi H3PO4
selama 2 jam, 4 jam dan 6 jam secara berturut-turut sebesar 0,029; 0,049; dan 0,047 cc/gram
adsorben. Dimana volume pori karbon teraktivasi H3PO4 relatif meningkat dengan lamaya
waktu aktivasi. Pada karbon aktif komersial didapatkan volume pori sebesar 0,102 cc/gram
adsorben.
Selain itu, didapatkan juga diameter rata-rata pori untuk karbon aktivasi H3PO4
selama 2 jam, 4 jam, dan 6 jam secara berturut-turut yaitu sebesar 15,65; 19,66; dan 17,310
Å sedangkan pada karbon aktif komersial sebesar 15,47 Å. Menurut McDOUGAL pori
dengan diameter tersebut tergolong dalam mikropori (8–100 Å). Adsorbat yang diserap
adsorben merupakan ion Ca2+. Ukuran ion Ca2+ sebesar 1,8 Å (Endrias, 2013). Ukuran ion
Ca2+ lebih kecil dibandingkan dengan ukuran diameter pori adsorben (biochar dan karbon
aktif) sehingga ion tersebut dapat berdifusi dan berinteraksi di permukaan adsorben sehingga
terjadi proses adsorpsi.
36
1.5 Pengaruh Massa Adsorben Terhadap Penurunan Ion kalsium
Untuk mengetahui pengaruh massa adsorben terhadap penurunan ion kalsium,
dilakukan uji adsorpsi menggunakan larutan sintetis yang mengandung ion kalsium sebesar
400 ppm. Hasil penyisihan ion kalsium menggunakan adsorben karbon aktif tempurung
kelapa dan karbon aktif komersial dapat dilihat pada gambar 4.1 hingga 4.4 sebagai berikut:
Gambar 4.1 Penyisihan ion kalsium pada berbagai variasi massa adsorben dengan
karbon aktif komersial
Berdasarkan Gambar 4.1, diketahui bahwa adanya peningkatan massa karbon aktif
komersial, konsentrasi ion kalsium (ppm) semakin menurun. Pada penggunaan massa
adsorben 0,05 gram, setelah dilakukan adsorpsi selama 180 menit didapatkan nilai
konsentrasi ion kalsium (ppm) yaitu 383,1 ppm. Sementara itu, pada massa karbon aktif
komersial 0,1 gr; 0,15 gr; dan 2 gr, diperoleh konsentrasi ion kalsium (ppm) yaitu 374,2;
365,3; dan 369,7 ppm.
Gambar 4.2 Penyisihan ion kalsium pada berbagai variasi massa adsorben dengan
karbon aktivasi H3PO4 2 jam
0
2
4
6
8
10
12
0 30 60 90 120 150 180
Pen
yis
ihan
(%
)
t (menit)
Karbon Aktif Komersial,
massa 0,05 gram
Karbon Aktif Komersial,
massa 0,1 gram
Karbon Aktif Komersial,
massa 0,15 gram
Karbon Aktif Komersial,
massa 0,2 gram
0
5
10
15
20
25
0 30 60 90 120 150 180
Pem
yis
ihan
(%
)
t (menit)
Karbon aktivasi 2 jam,
massa 0,05 gram
Karbon aktivasi 2 jam,
massa 0,1 gram
Karbon aktivasi 2 jam,
massa 0,15 gram
Karbon aktivasi 2 jam,
massa 0,2 gram
37
Gambar 4.3 Penyisihan ion kalsium pada berbagai variasi massa adsorben dengan
karbon aktivasi H3PO4 4 jam
Gambar 4.4 Penyisihan ion kalsium pada berbagai variasi massa adsorben dengan karbon
aktivasi H3PO4 6 jam
Berdasarkan gambar 4.2 hingga 4.4 dapat terlihat bahwa adsorpsi dengan
menggunakan karbon tempurung kelapa aktivasi H3PO4 juga dapat meningkatkan penyisihan
ion kalsium. Besarnya nilai penyisihan ion kalsium tersebut seiring dengan bertambahnya
waktu adsorpsi dan massa adsorben yang digunakan. Pada variabel dengan perbedaan massa
adsorben, peningkatan penyisihan ion kalsium pada mulai terjadi pada menit ke-30.
Penyisihan ion kalsium terbesar terjadi pada karbon tempurung kelapa aktivasi H3PO4
selama 4 jam (Gambar 4.3) dengan menggunakan massa adsorben 0,15 gram yaitu sebesar
22%, dimana konsentrasi awal larutan yaitu 408 ppm dan turun hingga mencapai 312 ppm
(pada menit ke-150). Dalam hal ini, semakin lama waktu adsorpsi menyebabkan ion kalsium
lebih banyak terserap pada permukaan adsorben. Hal ini sesuai dengan penyataan Gultom
dan Lubis (2014), yaitu semakin lama waktu adsorpsi, ion kalsium yang terserap semakin
banyak karena semakin banyak kesempatan partikel karbon aktif yang bersinggungan
dengan ion kalsium. Sehingga, hal ini menyebabkan banyak ion kalsium yang diduga terikat
dalam pori-pori karbon aktif.
0
5
10
15
20
25
0 30 60 90 120 150 180
Pen
yis
ihan
(%
)
t (menit)
Karbon aktivasi 4 jam,
massa 0,05 gram
Karbon aktivasi 4 jam,
massa 0,1 gram
Karbon aktivasi 4 jam,
massa 0,15 gram
Karbon aktivasi 4 jam,
massa 0,2 gram
0
5
10
15
20
25
0 30 60 90 120 150 180
Pen
yis
ihan
(%
)
t (menit)
Karbon aktivasi 6 jam,
massa 0,05 gram
Karbon aktivasi 6 jam,
massa 0,1 gram
Karbon aktivasi 6 jam,
massa 0,15 gram
Karbon aktivasi 6 jam,
massa 0,2 gram
38
Dibandingkan dengan karbon aktif yang dilakukan aktivasi menggunakan H3PO4,
karbon aktif komersial menghasilkan penyisihan ion kalsium yang lebih kecil. Pada massa
adsorben 0,15 gram di menit ke-150, didapatkan penyisihan ion kalsium sebesar 8,7%
dimana penurunan konsentrasi ion kalsium sebesar 365,1 ppm dari konsentrasi awal sebesar
408 ppm (Gambar 4.1). Pada Gambar 4.6 dan 4.8, dimana dengan menggunakan karbon 0,15
gram yang teraktivasi H3PO4 selama 2 dan 6 jam dihasilkan presentase secara berturut-turut
yaitu sebesar 18,67% dan 17,56% (pada menit ke-150). Dengan demikian karbon aktif
teraktivasi dengan H3PO4 nilai penyisihan yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan
karbon aktif komersial. Hal tersebut disebabkan adanya aktivasi dengan H3PO4 yang dapat
melarutkan komponen anorganik dan pengotor yang menutupi pori sehingga menyebabkan
pori yang terbentuk semakin banyak. Sedangkan berdasarkan penelitian Kannan (2014),
Dalam Adsorpsi ion kalsium menggunakan massa 5 g/l karbon aktif tempurung kelapa
menghasilkan penurunan konsentrasi sebesar 26,05 ppm dimana konsentrasi awal larutan
sebesar 92,17 ppm.
Secara umum, adsorpsi terjadi secara setimbang pada menit ke-180. Pada gambar 4.1
dapat dilihat bahwa adsorpsi untuk setiap variabel massa adsorben dengan menggunakan
karbon aktif komersial, telah mencapai kesetimbangan pada menit ke-60 hingga ke-120. Hal
ini ditunjukan dengan profil grafik yang cenderung sejajar terhadap sumbu x. Menurut
Bhattachar dan Gupta (2008), kesetimbangan adsorpsi adalah suatu keadaan dimana tidak
terjadi lagi perubahahan konsentrasi adsorbat dalam fasa cair maupun di adsorben atau laju
adsorpsi sama dengan laju desorpsi. Keadaan yang sama terjadi pada karbon tempurung
kelapa teraktivasi H3PO4 selama 2 jam yang dapat dilihat pada Gambar 4.2 serta karbon
tempurung kelapa aktivasi H3PO4 selama 6 jam (Gambar 4.4). Selain itu, hasil pengamatan
terhadap karbon tempurung kelapa teraktivasi H3PO4 selama 4 jam (Gambar 4.3),
kesetimbangan pada massa adsorben 0,05 gr dan 1 gr terjadi pada menit ke-60 hingga ke-
90, namun keadaan sebaliknya terjadi pada massa adsorben 0,15 gr dan 0,2 gr dimana
kesetimbangan mulai terjadi pada menit ke-60 dan ke-120. Berdasarkan penelitian Cecilia
(2014), dalam adsorpsi ion kalsium menggunakan karbon aktif tempurung kelapa pada 0,16
gram terjadi kesetimbangan pada jam ke-12 dimana konsentrasi awal sebesar 864 mg/L.
Perbedaan waktu setimbang dapat terjadi akibat perbedaan konsentrasi pada larutan limbah
sintetis yang lebih besar jika dibandingkan dengan kemampuan adsorben untuk menyerap
larutan.
Seiring bertambahnya waktu adsorpsi, terjadi penurunan konsentrasi ion kalsium
pada karbon aktif komersial maupun karbon aktivasi H3PO4 pada setiap massa. Keadaan
39
yang berbeda terjadi pada menit ke-180, dimana pada karbon aktif komersial maupun karbon
aktivasi H3PO4, konsentrasi ion kalsium meningkat hingga mendekati konsentrasi awal.
Keadaan tersebut sesuai dengan pernyataan Eckhard (2012) bahwa peningkatan konsentrasi
terjadi akibat telah tertutupnya seluruh permukaan sisi aktif adsorben saat proses adsorpsi
sehingga mengakibatkan potensial adsorpsi dari adsorben dengan molekul ion kalsium
mengecil dan diikuti mengecilnya konsentrasi ion kalsium di larutan lingkungan (bulk)
sehingga mengakibatkan adsorbat terdifusi kembali ke larutan lingkungannya.
Halaman ini sengaja dikosongkan
41
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Dari hasil penelitian karakteristik karbon aktif diketahui bahwa kadar abu karbon aktif
komersial, karbon tempurung kelapa dan karbon Aktivasi H3PO4 2 jam, 4 jam dan 6
jam berturut-turut 2,35%; 1,62%; 0,58%; 0,67% dan 0,81%. Karakterisasi berdasarkan
uji BET untuk luas permukaan dan diameter pori terbesar terdapat pada karbon aktivasi
H3PO4 4 jam sebesar 335,075 m2/gr dan 19,668 Å sedangkan volume pori terbesar
yaitu karbon aktif komersial sebesar 0,102 cc/gr.
2. Penurunan konsentrasi ion kalsium terbesar didapatkan pada karbon aktif teraktivasi
H3PO4 selama 4 jam dengan massa 0,15 gram yaitu sebesar 312 ppm, sedangkan pada
karbon aktif komersial 0,15 gram didapatkan hasil sebesar 365,1 ppm. Waktu adsorpsi
optimal berada di menit ke-150 dengan nilai persentase penyisihan untuk karbon
teraktivasi H3PO4 selama 4 jam pada massa 0,15 gram sebesar 22%, sedangkan pada
karbon aktif komersial, karbon aktivasi selama 2 jam dan 6 jam berturut-turut
dihasilkan nilai sebesar 8,67%; 18,67% dan 17,56%
5.2 Saran
1. Perlunya penelitian lebih lanjut menggunakan proses karbonisasi dengan aliran gas
nitrogen secara kontinyu.
2. Diharapkan untuk dilakukannya penelitian lebih lanjut yang membahas pengaruh ph,
suhu, konsentrasi awal larutan ion kalsium terhadap penyisihan ion kalsium
menggunakan karbon aktif tempurung kelapa dengan H3PO4.
Halaman ini sengaja dikosongkan
43
DAFTAR PUSTAKA
Atkins. 2010. Physical Chemistry 9th Edition. New York : W. H. Freeman and Company
Badan Pusat Statistik. 2017. Produksi Tanaman Perkebunan Menurut Propinsi dan Jenis
Tanaman Indonesia. (Online) https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1672
(diakses tanggal 10 September 2017).
Bhattacharyya, KG and Gupta, S.S. 2008. Immobilization of Pb(II), Cd(II) and Ni(II) Ions
on Kaolinite and Montmorillonite Surfaces from Aqueous. Journal of Enviromental
management Vol. 87: 45-58.
Bledzki Andrzej K., Abdullah A.Mamun, Jürgen Volk. 2010. Barley husk and coconut shell
reinforced polypropylene composites: The effect of fibre physical, chemical and
surface property. Composites Science and Technology, Vol. 70: 840-846
Carey, Francis A. 2000. Organic Chemistry 4th edition. USA: McGraw-Hill Company
ÇeÇen, Ferhan dan Ӧzgϋr Aktaş. 2012. Activated Carbon for Water and Wastewater
Treatment : Integration of Adsorption and Biological Treatment. Jerman : Wiley –
VCH Verlag & Co. KgaA.
Cecilia Rolence, Revocatus Lazaro Machunda, Karoli Nicholas Njau. 2014. Water Hardness
Removal by Coconut Shell Activated Carbon. International Journal of Science,
Technology and Society. Vol. 2(5): 97-102
Cefic. 2003. Test Methods for Activated Carbon. European Council Chemical
Manufacturers’ Frederatio.
Chen H. 2014. Biotechnology of Lignocellulose: Theory and Practice. Beijing: Springer
Science
Chen.h. 2015. Lignocellulose Biorefinery Engineering. USA: Elsevier ltd.
Chowdhury, Zack. 2013. Activated Carbon: Solutions for improving water quality. USA:
American Water Works Association.
Kannan D., N. Mani. 2014. Removal of Hardness (Ca2+, Mg2+) and Alkalinity from Ground
Water by Low Cost Adsorbent using Phyllanthus emblica Wood. International
Journal Of Chemical And Pharmaceutical Analysis. Vol.5: 119-131
Davis, M.L. (2010). Water and Wastewater Engineering. McGraw-Hill Companies Inc. New
York
44
Dewi Citra Rakhmania, Indah Khaeronnisa, Bambang Ismuyanto, Juliananda, Dan Nurul
Faiqotul Himma. 2017. Adsorpsi Ion Kalsium Menggunakan Biomassa Eceng
Gondok (Eichhornia Crassipes) Diregenerasi Hcl. Jurnal Rekayasa Bahan Alam
dan Energi Berkelanjutan. Vol.1: 16-24
Eckhard. 2012. Adsorption Technology in Water Treatment Fundamentals, Processes and
Modeling. Berlin: Walter de Gruyter GmbH & Co. KG. World Coal Institute.
Endrias, Hepy., Kasmui & Agung Triprasetia. 2013. Pengaruh Rasio Si/Al, Kation dan
Tamplete organik terhadap ukuran Rongga zeolit ZSM-5. Indonesian Jurnal of
Chemical science. Vol:II (1) : 13-17.
Fletcher, Asleigh, 2017. “Porosity and Sorption Behaviour”,
www.staff.ncl.ac.uk/a.j.fletcher/adsorption.htm. (diakses 13 Februari 2017)
Geankoplis, C.J. 1997. Transport Process and Unit Operation. 3rd Edition. New Delhi:
Prentice-Hall of India.
Gultom Erika Mulyana, M. Turmuzi Lubis. 2014. Aplikasi Karbon Aktif Dari Cangkang
Kelapa Sawit Dengan Aktivator H3PO4 Untuk Penyerapan Logam Berat Cd Dan
Pb. Medan: Jurnal Teknik Kimia USU. Vol 3: 5-10
Harry Marsh and Francisco Rodríguez-Reinoso. 2007. Activated Carbon. USA: Elsevier
ltd.
Hendra, Djeni. dan Gustan Pari. 1999. Pembuatan Arang Aktif dari Tandan Kosong Kelapa
Sawit. Buletin Penelitian Hasil Hutan. Vol.17: 113-122
Junior, O. K, Gurgel, L. V. A. Rossimiriam Pereirade .F, Laurent Frédéric Gil. 2009.
Adsorption Of Cu(II), Cd(II), And Pb(II) From Aqueos Single Metal Solutions By
Mercerized Cellilose With EDTA Dianhydride (EDTAD). Brazil: Elsevier Ltd.
Vol.77: 643-650.
Kalia, Susheel, Kaith, B. S., Kaur. 2011. Cellulose Fibers: Bio- and Nano-Polymer
Composites. Berlin: pringer-Verlag
Kjellin, M & Johannson, I. 2010. Surfactants from Renewable Resources. John Wiley &
Sons, Ltd
Kuhad, R.C., Singh, A. 2007. Lignocellulose biotechnology future prospects. New Delhi:
I.K.International Publishing House Pvt.Ltd
Kurniawan, S. Dan Nalita W.R. 2016. Pembuatan Karbon Aktif Dari Ampas Tebu Dengan
Aktivator Asam Sulfat. Skripsi. Malang: Universitas Brawijaya
Lau, John. H. 1991. Solder Joint Reliability. New York : Springer Science and Business
Media
45
Lienden Christopher Van, Lin Shan, Shweta Rao, Ezio Ranieri, Young Thomas M. 2010.
Metals Removal From Stormwater By Commercial And Non–Commercial
Granular Activated Carbons. California: Water Environment Research
Lillo-Ródenas, M.A., Juan-Juan, J., Cazorla-Amorós, D. dan Linares-Solano, A. (2004).
About reactions occurring during chemical activation with hydroxides. Elsevier
Carbon. Vol.42 (7): 1371-1375.
Mahato, Ram I, and Ajit S. Narang. 2011. Pharmaceutical Dosage Forms and Drug
Delivery. London : CRC Press
Maria S. Melania. 2012. Produksi Karbon Aktif dari Bambu dengan Aktivasi Menggunakan
Kalium Hidroksida Skripsi. Depok: Universitas Indnesia
Marsidi, R. 2011. Zeolit Untuk Mengurangi Kesadahan Air. Jurnal Teknologi Lingkungan.
Vol.2: 1-10
Mc Dougall, G.J. 1991. The Physical Nature and Manufacture of Activated Carbon. Jurnal
S.Afr.Inst. Min. Metal. Vol.90 (4): 109-120.
Met Calf & Eddy. 2003. Wastewater Engineering : Treatment, Disposal and Reuse, 4th ed.,
McGraw Hill Book Co., New York.
P.B Madakson, D.S.Yawas and A. Apasi. 2012. Characterization of Coconut Shell Ash for
Potential Utilization in Metal Matrix Composites for Automotive Applications.
Nigeria: Department of Mechanical Engineering. Vol. 4: 1190-1198
Pangestu, D. L Dan Setiawan, Calvin.A.B. 2016. Pembuatan Karbon aktif sekam padi
dengan aktivasi NaOH sebagai adsorben ion kalsium. Skripsi. Malang: Universitas
Brawijaya
Pranata, J. 2007. Pemanfaatan Sabut dan Tempurung Kelapa serta Cangkang Sawit. Skripsi.
Teknik Kimia: Malikussaleh Lhokseumawe
Qorry Nugrahayu, Alfan Purnomo, 2013. Penurunan Kandungan Zat Kapur Dalam Air
Tanah Dengan Menggunakan Filter Media Zeolit Alam Dan Pasir Aktif Menjadi
Air Bersih. Surabaya: Jurnal Teknik Pomits. Vol.2 : 1-3
Riski Kurniawan, Musthofa Lutfi, Wahyunanto A. N. 2014. Karakterisasi Luas Permukaan
Bet (Braunanear, Emmelt dan Teller) Karbon Aktif dari Tempurung Kelapa dan
Tandan Kosong Kelapa Sawit dengan Aktivasi Asam Fosfat (H3PO4). Jurnal
Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosiste. Vol.14 (1) : 15-20.
Rolence, C., Machunda, R.L., Njau, K.N. (2014). Potentials of agric wastes activated
carbons for water softening. Research Journal in Engineering and Applied
Sciences. Vol.3 (3): 199-207.
46
Sahara Emmy, Wahyu Dwijani, I Putu Adi. 2017. Pembuatan Dan Karakterisasi Arang Aktif
Dari Batang Tanaman Gumitir (Tagetes Erecta) Yang Diaktivasi Dengan H3PO4.
Junal Kimia. Vol.(11) 2017: 1-9.
Santiyo Wibowo, Wasrin Syafi, dan Gustan P. 2011. Karakterisasi Permukaan Arang Aktif
Tempurung Biji Nyamplung. Journal Teknologi. Vol.15: 17-24
Seader,J.D., Henley,E.J, 2011, “Separation Process Principles Ed.3”, New York, John
Wiley & Sons, Inc.
Seo, S.J., Jeon, H., Lee, L.K., Kim, G.Y., Park, D., Nojima, H., Lee, J., Hyeon, S. (2010).
Investigation on removal of hardness ions by capacitive deionization (CDI) for
water softening applications. Water Research. Vol.44: 2267-2275.
Setyamidjaja, D. 1982. Kelapa Hibrida. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
SNI 06-3730-1995. Arang aktif teknis.
SNI 06-6989.12-2004. Air dan air limbah – Bagian 12: Cara uji kesadahantotal kalsium
(Ca) dan magnesium (Mg) dengan metode titrimetrik.
Subadra, I. Setiaji, B., Tahir, I. 2005. Activated Carbon Production From Coconut Shell
With (NH4)HCO3 Activator As An Adsorbent In Virgin Coconut Oil Purification.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Vol.50: 1-8
Sunaryo, Esmar Budi, Hadi Nasbey, Setia Budi, Erfan Handoko, Puji Suharmanto, Ranggi
Sinansari. 2012. Kajian Pembentukan Karbon Aktif Berbahan Arang Tempurung
Kelapa. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,Universitas
Negeri Jakarta.
Suprihatin, Nastiti Siswi I. 2010. Penyisihan Logam Berat Dari Limbah Cair Laboratorium
Dengan Metode Presipitasi Dan Adsorpsi. Journal Sains. Vol.14: 44-50.
Taer E., S. Aiman, Sugianto, R.Taslim. 2015. Variasi Ukuran Karbon Tempurung Kelapa
Sebagai Alat Kontrol Kelembaban. Pekanbaru: Prosiding Seminar Nasional
Fisika. Vol.4:89-92
Tang Yulin, Xiaohong Guan, JianminWang. 2009. Fluoride adsorption onto granular ferric
hydroxide: Effects of ionic strength, pH,surface loading, and major co-existing
anions. China: Elsevier ltd. Vol.171:774-779
Tebbut, T.H.Y. 1999. Principles of Water Quality Control, Fifth edition. Pergamon Press,
Oxford.
Vasanth Kumar, K. Subanandam, V. Ramamurthi and S. Sivanesan, 2017, “Solid Liquid
Adsorption for Wastewater Treatment : Principle Design and Operation”,
http://www.greenpages.htm. (diakses 13 Februari 2017)
47
Viswanathan, B., P. Indra Neel, dan T. K. Varadarajan. 2009. Methods of Activation and
Specific Application of Carbon Materials. Madras: Chennai.
Warisno. 2003. Budi Daya Kelapa Genjah, Kanisius. Yogyakarta : Kanisius IKAPI.
WHO. (2011). Hardness in Drinking-water Background Document for Development of
WHO: Guidelines for Drinking-water Quality. WHO Press.
Yuliusman. 2016. Pembuatan Karbon Aktif Dari Tempurung Kelapa Melalui Aktifasi Kimia
Dengan KOH Dan Fisika Dengan CO2. Depok: Departemen Universitas Indonesia.
Vol.1:1-6
Halaman ini sengaja dikosongkan