ANESTESI LOKAL.doc

19
OBAT-OBAT ANESTETIK LOKAL A.Husni Tanra Bagian Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Anestetik lokal adalah obat yang mampu memblok secara reversibel transmisi suatu impuls saraf perifer. Semua obat- obat anestetik lokal memiliki struktur molekul yang mirip dengan cara kerja yang sama. Telah banyak obat-obat anestetik lokal yang tersedia dipasaran dan dibedakan satu dengan yang lainnya atas dasar : 1. Potensiasinya. (Potency). 2. Mula kerjanya (latency, onset time). 3. Masa kerjanya (duration of effect). 4. Toksisitas (Toxicity). Oleh karena itu pemilihan obat sangat ditentukan oleh kebutuhan individual penderita. Tidak seperti obat lain, anestetik lokal diberikan atau harus disuntikkan pada daerah tempat kerjanya, yaitu dekat dengan saraf yang akan diblok. Akibatnya, setelah diabsorpsi konsentrasi lokalnya akan tetap lebih besar daripada konsentrasi dalam plasma. Hal ini menyebabkan obat ini cukup aman penggunaannya, kecuali jika secara tidak sengaja disuntikkan langsung ke dalam vena (IV) atau dosis yang digunakan melampaui dosis maksimal. 1

Transcript of ANESTESI LOKAL.doc

Page 1: ANESTESI LOKAL.doc

OBAT-OBAT ANESTETIK LOKAL

A. Husni Tanra

Bagian Anestesiologi Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin

Anestetik lokal adalah obat yang mampu memblok secara reversibel transmisi suatu

impuls saraf perifer. Semua obat-obat anestetik lokal memiliki struktur molekul yang mirip

dengan cara kerja yang sama. Telah banyak obat-obat anestetik lokal yang tersedia dipasaran

dan dibedakan satu dengan yang lainnya atas dasar :

1. Potensiasinya. (Potency).

2. Mula kerjanya (latency, onset time).

3. Masa kerjanya (duration of effect).

4. Toksisitas (Toxicity).

Oleh karena itu pemilihan obat sangat ditentukan oleh kebutuhan individual penderita.

Tidak seperti obat lain, anestetik lokal diberikan atau harus disuntikkan pada daerah

tempat kerjanya, yaitu dekat dengan saraf yang akan diblok. Akibatnya, setelah diabsorpsi

konsentrasi lokalnya akan tetap lebih besar daripada konsentrasi dalam plasma. Hal ini

menyebabkan obat ini cukup aman penggunaannya, kecuali jika secara tidak sengaja

disuntikkan langsung ke dalam vena (IV) atau dosis yang digunakan melampaui dosis

maksimal.

STRUKTUR KIMIA

Semua anestetik lokal yang biasa digunakan mempunyai struktur yang terdiri dari tiga

bagian yaitu :

Cincin aromatik – rantai intermediate – gugusan amino.

Rantai intermediate ini dapat mengandung salah satu dari ikatan ester atau amide,

maka struktur anestetik lokal dapat dibagi menjadi 2 golongan yakni golongan ester dan

amide.

Golongan Ester - COO -

Ikatan ester relatif tidak stabil dan anestetik lokal ester dipecah secara hidrolisis dalam

larutan dan di dalam plasma oleh pseudokolinesterase setelah penyuntikan. Oleh karena itu

larutan tersebut memiliki masa kerja (shelf-life) yang relatif pendek dan sulit disterilisasi

1

Page 2: ANESTESI LOKAL.doc

karena tidak bisa dipanaskan. Karena dipecahkan di dalam plasma, maka secara relatif non-

toksik jika proses ini terjadi dengan cepat, seperti pada prokain dan kloroprokain, tapi pada

kasus seperti ini, masa kerjanya menjadi pendek.

Golongan Amide - NHCO -

Ikatan amide lebih stabil daripada ester, obat-obat ini dalam larutan tahan terhadap

sterilisasi panas dan perubahan pH (yang diperlukan pada saat penambahan epinefrin).

Golongan ini tidak dipecahkan di dalam plasma dan dimetabolisme di hati, sangat sedikit atau

bahkan tidak ada obat yang diekskresikan tanpa diubah.

Tabel 1Sifat-sifat Fisikokimia dari Anestetik Lokal

SIFAT-SIFAT FISIKOKIMIAWI

Anestetik lokal bervariasi tergantung pada rasio kelarutan lemak/air, pKa dan derajat

ikatannya dengan protein (tabel 1).

Kelarutan dalam lemak merupakan faktor yang paling menentukan potensi suatu obat :

makin tinggi partition coefficient lemak/air, maka makin poten obat tersebut.

Ikatan protein menentukan masa kerja, karena makin tinggi ikatan obat maka makin

lama obat tersebut tinggal dalam lipoprotein membran saraf.

pKa menentukan berapa banyak yang diionisasi dan berapa banyak yang tidak

diionisasi ketika disuntikkan ke dalam tubuh. Oleh karena makin tinggi pKa, maka makin

kurang bentuk basa yang tidak terionisasi. Karena hanya obat yang tidak terionisasi yang

dapat penetrasi ke dalam membran saraf, maka pKa akan mempengaruhi mula kerja dari

obat : makin rendah pKa, makin cepat mula kerjanya (tabel 2).

Tabel 2.Hubungan antara pKa dengan Persentase Bentuk Basa dan Waktu Untuk 50 Blok Konduksi

pada Saraf yang DiisolasiObat pKa % basa pada pH 7,4 Mula kerja (menit)

PrilokainLidokainEtidokainBupivakainTetrakainProkainRopivakain

7.77.77.78.18.68.98,1

3535352052

2-42-42-45-8

10-1514-1810-20

2

Page 3: ANESTESI LOKAL.doc

CARA KERJA (MODE OF ACTION)

Anestetik lokal menyebabkan blok yang reversibel terhadap konduksi impuls

sepanjang serabut saraf. Saraf yang menyebarkan impuls melibatkan gelombang depolarisasi,

yang diikuti oleh repolarisasi, yang berjalan sepanjang serabut saraf. Pada keadaan istirahat,

serabut saraf dalam keadaan terpolarisasi dengan konsentrasi ion-ion natrium yang lebih

tinggi di luar sel daripada di dalam sel, dan kebalikannya untuk ion-ion Kalium (gambar 1).

Depolarisasi disebabkan oleh aliran ion-ion Natrium yang melewati sodium channels

pada membran saraf, dari luar ke dalam serabut saraf (gambar 2).

Repolarisasi terjadi aliran ion-ion Kalium dengan arah sebaliknya. (gambar 3).

3

Page 4: ANESTESI LOKAL.doc

Akibat ketidakseimbangan ion-ion ini (terlalu banyak Na di dalam dan terlalu banyak

K di luar) dikoreksi oleh ionic pumps setelah repolarisasi. (gambar 4).

Electrical spike yang disebabkan oleh depolarisasi memicu membran yang berdekatan,

sehingga sodium channels pada bagian serabut itu pada gilirannya membuka channel,

memungkinkan terjadinya aliran ion-ion sodium dan depolarisasi. Demikianlah masing-

masing depolarisasi/repolarisasi yang muncul memicu proses yang sama pada membran di

dekatnya dan berjalan sepanjang saraf dari ujung yang satu ke ujung yang lainnya.

Anestetik lokal menyebabkan perubahan pada membran saraf yang mencegah

terjadinya depolarisasi dan dengan demikian memblok penyebaran saraf, proses ini disebut

“stabilisasi membran”. Keadaan ini dicapai dengan mencegah pembukaan sodium channels,

sehingga mempertahankan keadaan terpolarisasi penuh (gambar 5).

Kebanyakan anestetik lokal secara relatif larut dalam air dan tersedia dalam bentuk

Garam HCl yang terlarut. Pada saat disuntikkan akan terionisasi menjadi kation bermuatan

positif dari anestetik lokal dan ion klorida bermuatan negatif, yaitu

LA HCl LAH + + Cl –

Bentuk kation ini akan mengalami disosiasi pada pH tubuh, sehingga terjadi reaksi sebagai

berikut :

LAH + LA + H +

Kation basa

Jadi setelah penyuntikan garam hidroklorida maka baik bentuk yang bermuatan kation

maupun bentuk basa yang tidak bermuatan muncul dengan cepat. Proporsi dari bentuk

4

Page 5: ANESTESI LOKAL.doc

bermuatan/tidak bermuatan tergantung pada pKa obat. Anestetik lokal yang memiliki pKa

diatas 7,4 makin banyak pula jumlah bentuk yang tidak bermuatan (bentuk basa).

Hanya bentuk basa yang larut dalam lemak yang dapat penetrasi ke dalam epineurium

dan membran saraf. Membran terbuat dari lapisan lemak (lipid bilayer) dan molekul protein

yang mengandung sodium channels (gambar 6). Walaupun demikian, axoplasma adalah

lingkungan cair (watery milieu), sehingga bentuk basa yang tidak bermuatan tadi dapat

mengalami disosiasi kembali membentuk muatan kation dan tidak bermuatan (gambar 7).

Bentuk kationik yang bermuatan dari anestetik lokal memperoleh akses ke cincin sodium

channels dan menjadikan sodium tidak mampu melewati membran. Dengan demikian saat

impuls pada saraf tidak dapat dibangkitkan terjadilah blok saraf. Jika saraf mengalami blok

berarti tidak dapat terjadi depolarisasi.

MEMILIH OBAT ANESTETIK LOKAL

Dalam memilih obat anestetik lokal dengan konsentrasi yang sesuai, faktor-faktor

yang harus diperhatikan adalah :

Saraf spesifik yang akan diblok.

Saraf-saraf kecil secara umum lebih mudah diblok daripada yang besar. Karena itu

ujung saraf dan saraf-saraf kutaneus yang kecil lebih mudah dan lebih cepat diblok oleh obat

konsentrasi rendah yang diberi secara infiltrasi. Saraf-saraf besar dengan perineurium yang

tebal lebih susah dan membutuhkan konsentrasi yang tinggi. Walaupun demikian, saraf-saraf

spinal besar di dalam ruang subarachnoid karena tidak memiliki perineurium maka mudah

diblok.

5

Page 6: ANESTESI LOKAL.doc

Pada dasarnya serabut motorik yang paling susah diblok, kemudian diikuti oleh

serabut somatosensorik dan otonom. Namun, ada bukti bahwa serabut C kecil, dapat secara

relatif resisten terhadap anestetik lokal.

Mula kerja atau latency

Obat dengan mula kerja yang cepat umumnya diperlukan, pada operasi darurat atau

untuk meringankan nyeri akut. Pada kasus-kasus seperti ini obat dengan mula kerja cepat

dapat digunakan atau prosedur alternatif dapat dilakukan seperti lebih baik memilih blok

spinal daripada blok epidural. Penambahan epinefrin dapat mempercepat mula kerja suatu

obat anestetik lokal.

Masa kerja (durasi) yang dibutuhkan.

Masa kerja dari obat anestetik lokal bervariasi dari 30 menit sampai 180 menit atau

lebih lama. Masa kerja suatu anestetik lokal sangat tergantung dari dosisnya, dengan

meningkatkan dosis masa kerja akan meningkat pula. Durasi kerja obat harus lebih lama dari

operasi, oleh karena itu durasi optimal tergantung pada analgesia yang diinginkan serta

kebutuhan pengembalian fungsi normal tubuh pascabedah.

Durasi dapat ditingkatkan dengan menambah epinefrin pada anestetik lokal (vide

infra). Jika dibutuhkan anestesia yang sangat lama, dapat digunakan kateter plastik

(indwelling plastic catheter), dan pemberikan berulang anestetik lokal sesuai kebutuhan.

SIFAT-SIFAT OBAT

Lidokain HCl

Obat dengan onset cepat, durasi sedang, 0,5-2% untuk injeksi, 4-10% untuk

penggunakan topikal. Digunakan pada semua bentuk anestesi regional. Juga digunakan untuk

penanganan aritmia ventrikular. Lama kerjanya berkisar 1,5 – 2 jam.

Prilokain HCl

Obat dengan onset cepat, durasi sedang. Secara bermakna lebih kurang toksik daripada

lidokain. Menyebabkan methemoglobinemia pada dosis di atas 600 mg; sehingga tidak cocok

untuk analgesia kontinu. 0,5-1% untuk injeksi. Diindikasikan secara khusus untuk teknik

dosis tinggi (seperti blok pleksus brakialis) dan untuk anestesia regional IV (blok Bier).

6

Page 7: ANESTESI LOKAL.doc

Mepivakain HCl

Obat dengan onset cepat, durasi sedang. Lebih kurang toksik dari lidokain. 0,5-2%

untuk injeksi. Lama kerjanya juga sekitar 1,5 – 2 jam.

Bupivakain HCl

Onsetnya lama tetapi durasinya panjang. 0,125-0,75% untuk injeksi (0,75%

mempunyai onset yang cepat). Kurang menyebabkan blok motorik dari pada anestetik lokal

yang lain pada konsentrasi 0,5% atau kurang; oleh karena itu dapat digunakan untuk analgesia

yang lama. Bersifat kardiotoksik yang irreversibel sehingga sulit memulihkannya dengan

resusitasi kardiopulmonar.

Kloroprokain HCl

Onsetnya cepat dengan masa kerja yang singkat pula. Kurang toksik karena

dihidrolisis dengan cepat dalam palsma. 1-3% untuk injeksi. Komplikasi neuropati pernah

dilaporkan, tetapi ini mungkin karena penambahan metabisulfit dari formula ini, kini formula

ini telah diganti. 3% memberi onset cepat pada sectio caesarea dengan blok epidural.

Prokain HCl

Onsetnya lama dengan durasi yang singkat. Kini sudah jarang digunakan akibat sering

menimbulkan reaksi alergis. Berguna pada anestesia spinal dengan durasi singkat.

Tetrakain HCl

Onsetnya lama tapi durasinya panjang. Terutama dipakai pada anestesia spinal dan

untuk penggunaan topikal. Agak toksik jika digunakan untuk blok saraf..

Ropivacaine HCl (Naropin®)

Merupakan suatu anesteti lokal yang baru yang dikembangkan dalam suatu riset oleh Astra

Pain Control AB di Swedia. Anestetik lokal ini lebih aman dan memiliki kisaran dosis yang

lebih luas dalam pemakaian klinik dibandingkan dengan bupivakain. Dengan dosis yang

rendah Ropivakain merupakan analgesik yang efektif dalam mengurangi nyeri akut dengan

blok motorik yang minimal dan tidak progresif setelah pemberian secara Epidural.

Keunggulan obat ini selain onsetnya cepat, masa kerjanya lama juga tidak toksis

terhadap otak dan jantung. Hal inilah yang membuat Ropivacaine lebih populer dibandingkan

dengan Bupivacaine. Tersedia dalam konsentrasi 0.5, 0.75 dan 1 %. Dosis maksimal

7

Page 8: ANESTESI LOKAL.doc

Ropivacaine adalah 200 – 250 mg, hal ini akan memberi efek maksimal yang sama dengan

dosis maksimal Bupivacaine (150 mg).

Tabel 4.Dosis Maksimum untuk Epidural, Toksisitas, Kecepatan Mula kerja dan Masa Kerja

dari Anestetik Lokal yang Umum

Obat Dosis maksimum untuk epidural

Dosis toksis pada pemberian IV

Mula kerja untuk analgesia bedah (menit)

Masa kerja

(menit)Lidokain 2% Lidokain 2%dengan epinefrin

Prilokain 2% Prilokain 2%dengan epinefrin

Mepivakain 2% Mepivakain 2%dengan epinefrin

Bupivakain 0.5% Bupivakain 0.5%dengan epinefrin

Bupivakain 0.75% Bupivakain 0.75%dengan epinefrin

Ropivacaine

20 ml (400 mg)

25 ml (500 mg)

25 ml (500 mg)

30 ml (600 mg)

25 ml (400 mg)

30 ml (600 mg)

20 ml (100 mg)

25 ml (125 mg)

20 ml (150 mg)

25 ml (182.5 mg)

12.5 ml (250 mg)

12.5 m1 (250 mg)

17.5 ml (350 mg)

17.5 ml (350 mg)

17.5 ml (350 mg)

17.5 m1 (350 mg)

16.0 ml (80 mg)

16.0 ml (80 mg)

11.0 ml (80 mg)

11.0 ml (80 mg)

10-20

7-15

10-20

7-15

10-20

7-15

20-40

15-30

15-30

10-20

90-120

120-180

90-120

120-180

90-120

120-180

180-240

200-300

250-400

250-450

TOKSISITAS OBAT-OBAT ANESTETIK LOKAL

Tidak ada perbedaan besar dalam toksisitas antara dosis equipoten dari kebanyakan

anestetik lokal tetapi paling baik menggunakan obat dengan toksisitas rendah jika dibutuhkan

dosis besar (seperti untuk blok pleksus brakialis) atau jika digunakan anestesi regional IV.

Toksisitas sistemik dari obat-obat anestetik lokal

Obat-obat anestetik lokal bekerja pada sodium channels di membran saraf, sehingga

bila terjadi efek toksik, maka organ yang memiliki membran eksitasi tinggi yang akan terkena

yakni otak dan jantung. Oleh karena itu siapapun yang menggunakan obat anestetik lokal

harus senantiasa sadar kemungkinan terjadinya efek toksik (intoksikasi). Selain itu yang

8

Page 9: ANESTESI LOKAL.doc

terpenting bahwa sipemakai mengenal gejala intoksikasi dan segera dapat mengobatinya.

Intoksikasi anestetik lokal merupakan “life threatening” yang jika tidak diatasi dengan cepat

dan tepat dapat mengundang kematian.

Intoksisikasi obat-obat anestetik lokal tergantung pada bebrapa hal :

1. Dosis, makin tinggi dosis yang digunakan, kemungkinan terjadinya intoksikasi makin

tinggi.

2. Tempat penyuntikan

Daerah vaskular yang tinggi menyebabkan absorpsi yang cepat. Karena itu

penyuntikan interkostal atau intrapleural dapat meningkatkan konsentrasi dalam

plasma dengan cepat dibandingkan dengan penyuntikan subkutan. Secara umum

penyuntikan IV secara tidak sengaja yang paling sering menyebabkan intoksikasi.

3. Jenis obat yang digunakan

Obat-obat dengan toksisitas yang paling rendah adalah prilokain, mepivakain,

kloroprokain, dan prokain dibandingkan dengan obat-obat lainnya.

4. Kecepatan penyuntikan

Hal ini sangat penting jika pemberikan obat secara IV, karena penyuntikan yang cepat

akan segera mencapai konsentrasi plasma yang lebih tinggi daripada penyuntikan yang

lambat. Penyuntikan secara perlahan-lahan, selama beberapa menit akan mengurangi

toksisitas jika dibutuhkan dosis tinggi, seperti dalam blok epidural, interkostal atau

pleksus besar.

5. Penambahan epinefrin

Penambahan epinefrin menyebabkan vasokonstriksi lokal, sehingga absorpsinya

lambat. Hal ini akan lebih efektif pada pemberian secara subkutan atau infiltrasi.

Namun demikian, dengan penambahan epinefrin maka puncak konsentrasi dapat

diturunkan 20% - 50% jika disuntikkan ditempat lain. Penambahan epinefrin selain

akan mengurangi insiden intoksikasi, juga dapat memperpanjang masa kerja serta

lapangan operasi bersih (jika diberi secara infiltrasi) guna memudahkan tindakan

operasi.

Tanda-tanda dan Gejala-gejala Toksisitas

Anestetik lokal memiliki efek toksisitas utama pada otak dan jantung. Otak lebih peka

daripada jantung, oleh karena itu gejala awal dari suatu intoksikasi anestetik lokal adalah

gejala SSP (CNS), sedang gangguan jantung (miokard) akan muncul kemudian setelah

konsentrasi dalam plasma semakin meningkat.

9

Page 10: ANESTESI LOKAL.doc

Gejala intoksikasi SSP

Gejala intoksikasi SSP dapat bervariasi luas, mulai dari gejala yang ringan sampai

berat. Gejala-gejala tersebut dapat berupa :

1. Numbness of the mouth and tongue.

2. Lightheadedness.

3. Tinnitus

4. Visual disturbance.

5. Irrational behavior and speech.

6. Muscle twitching.

7. Unconsciousness.

8. Generalized convulsion.

9. Coma.

10. Apnoea.

Intoksikasi SSP ini akan diperberat oleh keadaan asidosis dan hipoksia, dimana

keduanya dapat muncul dengan sangat cepat jika terjadi kejang-kejang, pernapasan

berhenti serta aktivitas otot yang berlebihan yang menghabiskan persediaan oksigen.

Intoksikasi kardiovaskular.

Intoksikasi kardiovaskular menyebabkan lambatnya konduksi otot jantung,

melemahnya otot jantung dan vasodilatasi perifer. Gejala ini biasanya timbul jika dosis yang

digunakan 2-4 kali dosis yang dapat menimbulkan konvulsi (dosis sangat tinggi). Hipotensi,

bradikardi dan kemudian henti jantung dapat segera terjadi. Berbeda dengan Bupivacaine,

gangguan konduksi miokard sudah dapat terjadi walaupun konsentrasi dalam plasma masih

relatif rendah. Gejala ventrikular fibrilasi secara tiba-tiba telah dilaporkan setelah pemberian

Bupivacaine secara IV dan celakanya biasanya resisten terhadap RKP.

Pencegahan Terhadap Toksisitas

Intoksikasi anestetik lokal umumnya dapat dihindari jika pedoman sederhana dibawah

ini dapat diikuti :

1. Gunakan dosis anjuran (hafal dosis maksimal).

2. Aspirasi berulang-ulang setiap obat disuntikkan.

3. Gunakan test dose yang mengandung epinefrin, jika jarum masuk dalam vena, maka

test dose akan menghasilkan peningkatan denyut jantung yang akut 30-45 kali setelah

10

Page 11: ANESTESI LOKAL.doc

penyuntikan. Durasi dari takikardi umumnya singkat dan sementara, oleh karena itu

sebaiknya tetap menggunakan manitor EKG.

4. Jika dibutuhkan obat dalam dosis besar atau jika obat diberikan secara IV, (misalnya

untuk anestesi regional IV) gunakan obat dengan toksisitas rendah, dan berikan secara

bertahap dan gunakan waktu yang lebih lama sampai mencapai dosis total.

5. Obat harus selalu disuntikkan secara perlahan-lahan (jangan lebih cepat dari 10

ml/menit) dan pertahankan kontak verbal dengan pasien, yang dapat melaporkan

gejala-gejala ringan sebelum seluruh dosis yang harus diberikan masuk. Hati-hati

terhadap pasien yang mulai bicara dan bertingkah irrasional. Hal ini mungkin

merupakan gejala awal dari intoksikasi SSP, namun hal ini kadang dikelirukan pada

penderita histeria.

Pengobatan intoksikasi.

Begitu gejala intoksikasi ditemukan, maka segera lakukan pengobatan tanpa menunda.

Semua peralatan dan obat yang diperlukan harus sudah tersedia sebelum menyuntikkan

anestetik lokal. Ada dua aturan utama yaitu :

1. Berikan oksigen, jika perlu dengan pernapasan buatan menggunakan bag dan mask

2. Hentikan konvulsi jika berlanjut sampai 15-20 detik. Berikan antikonvulsan IV,

misalnya thiopental 100-150 mg atau diazepam 5-20 mg. Thiopental merupakan

pilihan utama karena efeknya lebih cepat, oleh karena itu seyogyanya sudah tersedia

sebelum penggunaan anestetik lokal. Beberapa ahli lebih suka memberikan

suksinilkolin 50-100 mg, yang akan dengan cepat menghentikan konvulsi tetapi akan

membutuhkan intubasi dan ventilasi buatan sampai efeknya habis.

Gejala intoksikasi dapat hilang secepat munculnya, dan keputusan harus dibuat apakah

menunda pembedahan, mengulangi blok saraf, menggunakan teknik yang berbeda (misalnya

memberikan blok spinal sebagai ganti blok apidural) atau menggunakan anestesi umum.

Jika hipotensi dan tanda-tanda depresi miokard muncul, maka vasopressor dengan

aktivitas - dan - adrenergik harus diberikan, misalnya efedrin 15-30 mg IV. Jika henti

jantung terjadi, harus ditangani dengan energetic cardiopulmonary resuscitation termasuk

epinefrin 1 mg dan atropin 0,6 mg IV atau intrakardial. Pemberian epinefrin IV atau

intrakardial dapat mengundang fibrilasi ventrikel. Jika ini terjadi, harus ditangani dengan high

energy DC conversion ditambah bretylium 80 mg sebagai anti-aritmia.

11

Page 12: ANESTESI LOKAL.doc

Reaksi alergis atau sensitifitas terhadap anestetik lokal.

Sensitivitas atau alergis terhadap anestetik lokal sangat jarang pada golongan amine,

tetapi terkadang pada golongan ester. Pada umumnya reaksi alergis tidak disebabkan oleh

anestetik lokalnya tapi zat preservasinya misalnya methylparaben yang struktur kimianya

mirip dengan struktur kimia PABA.

Pasien dapat mengatakan bahwa dia sensitif terhadap suatu anestetik lokal, biasanya

sebagai akibat dari pengalaman yang tidak menyenangkan dalam rangkaian pengobatan gigi.

Kebanyakan pasien pusing atau merasa pusing akibat penyuntikan anestetik lokal di sekitar

gigi karena takut (stress) atau karena mengandung epinefrin.

Jika ada keraguan, pasien harus diberi skin test yang mana, jika negatif, tetap harus

berhati-hati dengan dosis penuh. Hal ini hanya boleh dilakukan pada tempat yang sudah

diperlengkapi dengan perlengkapan dan obat-obat emergensi. Sehingga jika alergi muncul,

dapat ditangani dengan cepat dan tepat. Sebaliknya dengan skin test yang negatif tidak

menjamin pemberian dosis penuh tidak terjadi reaksi.

Kesimpulan.

1. Penggunaan anestetik lokal untuk pembedahan cukup aman dan menguntungkan

sepanjang diberikan secara legeartis, sebab selain aman, mudah dilakukan (infiltrasi)

juga biasanya mudah serta nyeri pascabedah minimal.

2. Pemilihan suatu enestetik lokal senantiasa didasarkan atas jenis pembedahan, potensi

obat, mula kerja dan lama kerjanya serta tingkat toksisitasnya.

3. Diperlukan keterampilan resusitasi kardiopulmonar serta ketersediaan peralatan dan

obat resusitasi yang memadai sebelum tindakan, guna mencegah masalah medikolegal

yang telah banyak disorot oleh masyarakat dewasa ini.

12