ANESTESI LOKAL.doc
-
Upload
chrisye-leena -
Category
Documents
-
view
223 -
download
0
Transcript of ANESTESI LOKAL.doc
OBAT-OBAT ANESTETIK LOKAL
A. Husni Tanra
Bagian Anestesiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
Anestetik lokal adalah obat yang mampu memblok secara reversibel transmisi suatu
impuls saraf perifer. Semua obat-obat anestetik lokal memiliki struktur molekul yang mirip
dengan cara kerja yang sama. Telah banyak obat-obat anestetik lokal yang tersedia dipasaran
dan dibedakan satu dengan yang lainnya atas dasar :
1. Potensiasinya. (Potency).
2. Mula kerjanya (latency, onset time).
3. Masa kerjanya (duration of effect).
4. Toksisitas (Toxicity).
Oleh karena itu pemilihan obat sangat ditentukan oleh kebutuhan individual penderita.
Tidak seperti obat lain, anestetik lokal diberikan atau harus disuntikkan pada daerah
tempat kerjanya, yaitu dekat dengan saraf yang akan diblok. Akibatnya, setelah diabsorpsi
konsentrasi lokalnya akan tetap lebih besar daripada konsentrasi dalam plasma. Hal ini
menyebabkan obat ini cukup aman penggunaannya, kecuali jika secara tidak sengaja
disuntikkan langsung ke dalam vena (IV) atau dosis yang digunakan melampaui dosis
maksimal.
STRUKTUR KIMIA
Semua anestetik lokal yang biasa digunakan mempunyai struktur yang terdiri dari tiga
bagian yaitu :
Cincin aromatik – rantai intermediate – gugusan amino.
Rantai intermediate ini dapat mengandung salah satu dari ikatan ester atau amide,
maka struktur anestetik lokal dapat dibagi menjadi 2 golongan yakni golongan ester dan
amide.
Golongan Ester - COO -
Ikatan ester relatif tidak stabil dan anestetik lokal ester dipecah secara hidrolisis dalam
larutan dan di dalam plasma oleh pseudokolinesterase setelah penyuntikan. Oleh karena itu
larutan tersebut memiliki masa kerja (shelf-life) yang relatif pendek dan sulit disterilisasi
1
karena tidak bisa dipanaskan. Karena dipecahkan di dalam plasma, maka secara relatif non-
toksik jika proses ini terjadi dengan cepat, seperti pada prokain dan kloroprokain, tapi pada
kasus seperti ini, masa kerjanya menjadi pendek.
Golongan Amide - NHCO -
Ikatan amide lebih stabil daripada ester, obat-obat ini dalam larutan tahan terhadap
sterilisasi panas dan perubahan pH (yang diperlukan pada saat penambahan epinefrin).
Golongan ini tidak dipecahkan di dalam plasma dan dimetabolisme di hati, sangat sedikit atau
bahkan tidak ada obat yang diekskresikan tanpa diubah.
Tabel 1Sifat-sifat Fisikokimia dari Anestetik Lokal
SIFAT-SIFAT FISIKOKIMIAWI
Anestetik lokal bervariasi tergantung pada rasio kelarutan lemak/air, pKa dan derajat
ikatannya dengan protein (tabel 1).
Kelarutan dalam lemak merupakan faktor yang paling menentukan potensi suatu obat :
makin tinggi partition coefficient lemak/air, maka makin poten obat tersebut.
Ikatan protein menentukan masa kerja, karena makin tinggi ikatan obat maka makin
lama obat tersebut tinggal dalam lipoprotein membran saraf.
pKa menentukan berapa banyak yang diionisasi dan berapa banyak yang tidak
diionisasi ketika disuntikkan ke dalam tubuh. Oleh karena makin tinggi pKa, maka makin
kurang bentuk basa yang tidak terionisasi. Karena hanya obat yang tidak terionisasi yang
dapat penetrasi ke dalam membran saraf, maka pKa akan mempengaruhi mula kerja dari
obat : makin rendah pKa, makin cepat mula kerjanya (tabel 2).
Tabel 2.Hubungan antara pKa dengan Persentase Bentuk Basa dan Waktu Untuk 50 Blok Konduksi
pada Saraf yang DiisolasiObat pKa % basa pada pH 7,4 Mula kerja (menit)
PrilokainLidokainEtidokainBupivakainTetrakainProkainRopivakain
7.77.77.78.18.68.98,1
3535352052
2-42-42-45-8
10-1514-1810-20
2
CARA KERJA (MODE OF ACTION)
Anestetik lokal menyebabkan blok yang reversibel terhadap konduksi impuls
sepanjang serabut saraf. Saraf yang menyebarkan impuls melibatkan gelombang depolarisasi,
yang diikuti oleh repolarisasi, yang berjalan sepanjang serabut saraf. Pada keadaan istirahat,
serabut saraf dalam keadaan terpolarisasi dengan konsentrasi ion-ion natrium yang lebih
tinggi di luar sel daripada di dalam sel, dan kebalikannya untuk ion-ion Kalium (gambar 1).
Depolarisasi disebabkan oleh aliran ion-ion Natrium yang melewati sodium channels
pada membran saraf, dari luar ke dalam serabut saraf (gambar 2).
Repolarisasi terjadi aliran ion-ion Kalium dengan arah sebaliknya. (gambar 3).
3
Akibat ketidakseimbangan ion-ion ini (terlalu banyak Na di dalam dan terlalu banyak
K di luar) dikoreksi oleh ionic pumps setelah repolarisasi. (gambar 4).
Electrical spike yang disebabkan oleh depolarisasi memicu membran yang berdekatan,
sehingga sodium channels pada bagian serabut itu pada gilirannya membuka channel,
memungkinkan terjadinya aliran ion-ion sodium dan depolarisasi. Demikianlah masing-
masing depolarisasi/repolarisasi yang muncul memicu proses yang sama pada membran di
dekatnya dan berjalan sepanjang saraf dari ujung yang satu ke ujung yang lainnya.
Anestetik lokal menyebabkan perubahan pada membran saraf yang mencegah
terjadinya depolarisasi dan dengan demikian memblok penyebaran saraf, proses ini disebut
“stabilisasi membran”. Keadaan ini dicapai dengan mencegah pembukaan sodium channels,
sehingga mempertahankan keadaan terpolarisasi penuh (gambar 5).
Kebanyakan anestetik lokal secara relatif larut dalam air dan tersedia dalam bentuk
Garam HCl yang terlarut. Pada saat disuntikkan akan terionisasi menjadi kation bermuatan
positif dari anestetik lokal dan ion klorida bermuatan negatif, yaitu
LA HCl LAH + + Cl –
Bentuk kation ini akan mengalami disosiasi pada pH tubuh, sehingga terjadi reaksi sebagai
berikut :
LAH + LA + H +
Kation basa
Jadi setelah penyuntikan garam hidroklorida maka baik bentuk yang bermuatan kation
maupun bentuk basa yang tidak bermuatan muncul dengan cepat. Proporsi dari bentuk
4
bermuatan/tidak bermuatan tergantung pada pKa obat. Anestetik lokal yang memiliki pKa
diatas 7,4 makin banyak pula jumlah bentuk yang tidak bermuatan (bentuk basa).
Hanya bentuk basa yang larut dalam lemak yang dapat penetrasi ke dalam epineurium
dan membran saraf. Membran terbuat dari lapisan lemak (lipid bilayer) dan molekul protein
yang mengandung sodium channels (gambar 6). Walaupun demikian, axoplasma adalah
lingkungan cair (watery milieu), sehingga bentuk basa yang tidak bermuatan tadi dapat
mengalami disosiasi kembali membentuk muatan kation dan tidak bermuatan (gambar 7).
Bentuk kationik yang bermuatan dari anestetik lokal memperoleh akses ke cincin sodium
channels dan menjadikan sodium tidak mampu melewati membran. Dengan demikian saat
impuls pada saraf tidak dapat dibangkitkan terjadilah blok saraf. Jika saraf mengalami blok
berarti tidak dapat terjadi depolarisasi.
MEMILIH OBAT ANESTETIK LOKAL
Dalam memilih obat anestetik lokal dengan konsentrasi yang sesuai, faktor-faktor
yang harus diperhatikan adalah :
Saraf spesifik yang akan diblok.
Saraf-saraf kecil secara umum lebih mudah diblok daripada yang besar. Karena itu
ujung saraf dan saraf-saraf kutaneus yang kecil lebih mudah dan lebih cepat diblok oleh obat
konsentrasi rendah yang diberi secara infiltrasi. Saraf-saraf besar dengan perineurium yang
tebal lebih susah dan membutuhkan konsentrasi yang tinggi. Walaupun demikian, saraf-saraf
spinal besar di dalam ruang subarachnoid karena tidak memiliki perineurium maka mudah
diblok.
5
Pada dasarnya serabut motorik yang paling susah diblok, kemudian diikuti oleh
serabut somatosensorik dan otonom. Namun, ada bukti bahwa serabut C kecil, dapat secara
relatif resisten terhadap anestetik lokal.
Mula kerja atau latency
Obat dengan mula kerja yang cepat umumnya diperlukan, pada operasi darurat atau
untuk meringankan nyeri akut. Pada kasus-kasus seperti ini obat dengan mula kerja cepat
dapat digunakan atau prosedur alternatif dapat dilakukan seperti lebih baik memilih blok
spinal daripada blok epidural. Penambahan epinefrin dapat mempercepat mula kerja suatu
obat anestetik lokal.
Masa kerja (durasi) yang dibutuhkan.
Masa kerja dari obat anestetik lokal bervariasi dari 30 menit sampai 180 menit atau
lebih lama. Masa kerja suatu anestetik lokal sangat tergantung dari dosisnya, dengan
meningkatkan dosis masa kerja akan meningkat pula. Durasi kerja obat harus lebih lama dari
operasi, oleh karena itu durasi optimal tergantung pada analgesia yang diinginkan serta
kebutuhan pengembalian fungsi normal tubuh pascabedah.
Durasi dapat ditingkatkan dengan menambah epinefrin pada anestetik lokal (vide
infra). Jika dibutuhkan anestesia yang sangat lama, dapat digunakan kateter plastik
(indwelling plastic catheter), dan pemberikan berulang anestetik lokal sesuai kebutuhan.
SIFAT-SIFAT OBAT
Lidokain HCl
Obat dengan onset cepat, durasi sedang, 0,5-2% untuk injeksi, 4-10% untuk
penggunakan topikal. Digunakan pada semua bentuk anestesi regional. Juga digunakan untuk
penanganan aritmia ventrikular. Lama kerjanya berkisar 1,5 – 2 jam.
Prilokain HCl
Obat dengan onset cepat, durasi sedang. Secara bermakna lebih kurang toksik daripada
lidokain. Menyebabkan methemoglobinemia pada dosis di atas 600 mg; sehingga tidak cocok
untuk analgesia kontinu. 0,5-1% untuk injeksi. Diindikasikan secara khusus untuk teknik
dosis tinggi (seperti blok pleksus brakialis) dan untuk anestesia regional IV (blok Bier).
6
Mepivakain HCl
Obat dengan onset cepat, durasi sedang. Lebih kurang toksik dari lidokain. 0,5-2%
untuk injeksi. Lama kerjanya juga sekitar 1,5 – 2 jam.
Bupivakain HCl
Onsetnya lama tetapi durasinya panjang. 0,125-0,75% untuk injeksi (0,75%
mempunyai onset yang cepat). Kurang menyebabkan blok motorik dari pada anestetik lokal
yang lain pada konsentrasi 0,5% atau kurang; oleh karena itu dapat digunakan untuk analgesia
yang lama. Bersifat kardiotoksik yang irreversibel sehingga sulit memulihkannya dengan
resusitasi kardiopulmonar.
Kloroprokain HCl
Onsetnya cepat dengan masa kerja yang singkat pula. Kurang toksik karena
dihidrolisis dengan cepat dalam palsma. 1-3% untuk injeksi. Komplikasi neuropati pernah
dilaporkan, tetapi ini mungkin karena penambahan metabisulfit dari formula ini, kini formula
ini telah diganti. 3% memberi onset cepat pada sectio caesarea dengan blok epidural.
Prokain HCl
Onsetnya lama dengan durasi yang singkat. Kini sudah jarang digunakan akibat sering
menimbulkan reaksi alergis. Berguna pada anestesia spinal dengan durasi singkat.
Tetrakain HCl
Onsetnya lama tapi durasinya panjang. Terutama dipakai pada anestesia spinal dan
untuk penggunaan topikal. Agak toksik jika digunakan untuk blok saraf..
Ropivacaine HCl (Naropin®)
Merupakan suatu anesteti lokal yang baru yang dikembangkan dalam suatu riset oleh Astra
Pain Control AB di Swedia. Anestetik lokal ini lebih aman dan memiliki kisaran dosis yang
lebih luas dalam pemakaian klinik dibandingkan dengan bupivakain. Dengan dosis yang
rendah Ropivakain merupakan analgesik yang efektif dalam mengurangi nyeri akut dengan
blok motorik yang minimal dan tidak progresif setelah pemberian secara Epidural.
Keunggulan obat ini selain onsetnya cepat, masa kerjanya lama juga tidak toksis
terhadap otak dan jantung. Hal inilah yang membuat Ropivacaine lebih populer dibandingkan
dengan Bupivacaine. Tersedia dalam konsentrasi 0.5, 0.75 dan 1 %. Dosis maksimal
7
Ropivacaine adalah 200 – 250 mg, hal ini akan memberi efek maksimal yang sama dengan
dosis maksimal Bupivacaine (150 mg).
Tabel 4.Dosis Maksimum untuk Epidural, Toksisitas, Kecepatan Mula kerja dan Masa Kerja
dari Anestetik Lokal yang Umum
Obat Dosis maksimum untuk epidural
Dosis toksis pada pemberian IV
Mula kerja untuk analgesia bedah (menit)
Masa kerja
(menit)Lidokain 2% Lidokain 2%dengan epinefrin
Prilokain 2% Prilokain 2%dengan epinefrin
Mepivakain 2% Mepivakain 2%dengan epinefrin
Bupivakain 0.5% Bupivakain 0.5%dengan epinefrin
Bupivakain 0.75% Bupivakain 0.75%dengan epinefrin
Ropivacaine
20 ml (400 mg)
25 ml (500 mg)
25 ml (500 mg)
30 ml (600 mg)
25 ml (400 mg)
30 ml (600 mg)
20 ml (100 mg)
25 ml (125 mg)
20 ml (150 mg)
25 ml (182.5 mg)
12.5 ml (250 mg)
12.5 m1 (250 mg)
17.5 ml (350 mg)
17.5 ml (350 mg)
17.5 ml (350 mg)
17.5 m1 (350 mg)
16.0 ml (80 mg)
16.0 ml (80 mg)
11.0 ml (80 mg)
11.0 ml (80 mg)
10-20
7-15
10-20
7-15
10-20
7-15
20-40
15-30
15-30
10-20
90-120
120-180
90-120
120-180
90-120
120-180
180-240
200-300
250-400
250-450
TOKSISITAS OBAT-OBAT ANESTETIK LOKAL
Tidak ada perbedaan besar dalam toksisitas antara dosis equipoten dari kebanyakan
anestetik lokal tetapi paling baik menggunakan obat dengan toksisitas rendah jika dibutuhkan
dosis besar (seperti untuk blok pleksus brakialis) atau jika digunakan anestesi regional IV.
Toksisitas sistemik dari obat-obat anestetik lokal
Obat-obat anestetik lokal bekerja pada sodium channels di membran saraf, sehingga
bila terjadi efek toksik, maka organ yang memiliki membran eksitasi tinggi yang akan terkena
yakni otak dan jantung. Oleh karena itu siapapun yang menggunakan obat anestetik lokal
harus senantiasa sadar kemungkinan terjadinya efek toksik (intoksikasi). Selain itu yang
8
terpenting bahwa sipemakai mengenal gejala intoksikasi dan segera dapat mengobatinya.
Intoksikasi anestetik lokal merupakan “life threatening” yang jika tidak diatasi dengan cepat
dan tepat dapat mengundang kematian.
Intoksisikasi obat-obat anestetik lokal tergantung pada bebrapa hal :
1. Dosis, makin tinggi dosis yang digunakan, kemungkinan terjadinya intoksikasi makin
tinggi.
2. Tempat penyuntikan
Daerah vaskular yang tinggi menyebabkan absorpsi yang cepat. Karena itu
penyuntikan interkostal atau intrapleural dapat meningkatkan konsentrasi dalam
plasma dengan cepat dibandingkan dengan penyuntikan subkutan. Secara umum
penyuntikan IV secara tidak sengaja yang paling sering menyebabkan intoksikasi.
3. Jenis obat yang digunakan
Obat-obat dengan toksisitas yang paling rendah adalah prilokain, mepivakain,
kloroprokain, dan prokain dibandingkan dengan obat-obat lainnya.
4. Kecepatan penyuntikan
Hal ini sangat penting jika pemberikan obat secara IV, karena penyuntikan yang cepat
akan segera mencapai konsentrasi plasma yang lebih tinggi daripada penyuntikan yang
lambat. Penyuntikan secara perlahan-lahan, selama beberapa menit akan mengurangi
toksisitas jika dibutuhkan dosis tinggi, seperti dalam blok epidural, interkostal atau
pleksus besar.
5. Penambahan epinefrin
Penambahan epinefrin menyebabkan vasokonstriksi lokal, sehingga absorpsinya
lambat. Hal ini akan lebih efektif pada pemberian secara subkutan atau infiltrasi.
Namun demikian, dengan penambahan epinefrin maka puncak konsentrasi dapat
diturunkan 20% - 50% jika disuntikkan ditempat lain. Penambahan epinefrin selain
akan mengurangi insiden intoksikasi, juga dapat memperpanjang masa kerja serta
lapangan operasi bersih (jika diberi secara infiltrasi) guna memudahkan tindakan
operasi.
Tanda-tanda dan Gejala-gejala Toksisitas
Anestetik lokal memiliki efek toksisitas utama pada otak dan jantung. Otak lebih peka
daripada jantung, oleh karena itu gejala awal dari suatu intoksikasi anestetik lokal adalah
gejala SSP (CNS), sedang gangguan jantung (miokard) akan muncul kemudian setelah
konsentrasi dalam plasma semakin meningkat.
9
Gejala intoksikasi SSP
Gejala intoksikasi SSP dapat bervariasi luas, mulai dari gejala yang ringan sampai
berat. Gejala-gejala tersebut dapat berupa :
1. Numbness of the mouth and tongue.
2. Lightheadedness.
3. Tinnitus
4. Visual disturbance.
5. Irrational behavior and speech.
6. Muscle twitching.
7. Unconsciousness.
8. Generalized convulsion.
9. Coma.
10. Apnoea.
Intoksikasi SSP ini akan diperberat oleh keadaan asidosis dan hipoksia, dimana
keduanya dapat muncul dengan sangat cepat jika terjadi kejang-kejang, pernapasan
berhenti serta aktivitas otot yang berlebihan yang menghabiskan persediaan oksigen.
Intoksikasi kardiovaskular.
Intoksikasi kardiovaskular menyebabkan lambatnya konduksi otot jantung,
melemahnya otot jantung dan vasodilatasi perifer. Gejala ini biasanya timbul jika dosis yang
digunakan 2-4 kali dosis yang dapat menimbulkan konvulsi (dosis sangat tinggi). Hipotensi,
bradikardi dan kemudian henti jantung dapat segera terjadi. Berbeda dengan Bupivacaine,
gangguan konduksi miokard sudah dapat terjadi walaupun konsentrasi dalam plasma masih
relatif rendah. Gejala ventrikular fibrilasi secara tiba-tiba telah dilaporkan setelah pemberian
Bupivacaine secara IV dan celakanya biasanya resisten terhadap RKP.
Pencegahan Terhadap Toksisitas
Intoksikasi anestetik lokal umumnya dapat dihindari jika pedoman sederhana dibawah
ini dapat diikuti :
1. Gunakan dosis anjuran (hafal dosis maksimal).
2. Aspirasi berulang-ulang setiap obat disuntikkan.
3. Gunakan test dose yang mengandung epinefrin, jika jarum masuk dalam vena, maka
test dose akan menghasilkan peningkatan denyut jantung yang akut 30-45 kali setelah
10
penyuntikan. Durasi dari takikardi umumnya singkat dan sementara, oleh karena itu
sebaiknya tetap menggunakan manitor EKG.
4. Jika dibutuhkan obat dalam dosis besar atau jika obat diberikan secara IV, (misalnya
untuk anestesi regional IV) gunakan obat dengan toksisitas rendah, dan berikan secara
bertahap dan gunakan waktu yang lebih lama sampai mencapai dosis total.
5. Obat harus selalu disuntikkan secara perlahan-lahan (jangan lebih cepat dari 10
ml/menit) dan pertahankan kontak verbal dengan pasien, yang dapat melaporkan
gejala-gejala ringan sebelum seluruh dosis yang harus diberikan masuk. Hati-hati
terhadap pasien yang mulai bicara dan bertingkah irrasional. Hal ini mungkin
merupakan gejala awal dari intoksikasi SSP, namun hal ini kadang dikelirukan pada
penderita histeria.
Pengobatan intoksikasi.
Begitu gejala intoksikasi ditemukan, maka segera lakukan pengobatan tanpa menunda.
Semua peralatan dan obat yang diperlukan harus sudah tersedia sebelum menyuntikkan
anestetik lokal. Ada dua aturan utama yaitu :
1. Berikan oksigen, jika perlu dengan pernapasan buatan menggunakan bag dan mask
2. Hentikan konvulsi jika berlanjut sampai 15-20 detik. Berikan antikonvulsan IV,
misalnya thiopental 100-150 mg atau diazepam 5-20 mg. Thiopental merupakan
pilihan utama karena efeknya lebih cepat, oleh karena itu seyogyanya sudah tersedia
sebelum penggunaan anestetik lokal. Beberapa ahli lebih suka memberikan
suksinilkolin 50-100 mg, yang akan dengan cepat menghentikan konvulsi tetapi akan
membutuhkan intubasi dan ventilasi buatan sampai efeknya habis.
Gejala intoksikasi dapat hilang secepat munculnya, dan keputusan harus dibuat apakah
menunda pembedahan, mengulangi blok saraf, menggunakan teknik yang berbeda (misalnya
memberikan blok spinal sebagai ganti blok apidural) atau menggunakan anestesi umum.
Jika hipotensi dan tanda-tanda depresi miokard muncul, maka vasopressor dengan
aktivitas - dan - adrenergik harus diberikan, misalnya efedrin 15-30 mg IV. Jika henti
jantung terjadi, harus ditangani dengan energetic cardiopulmonary resuscitation termasuk
epinefrin 1 mg dan atropin 0,6 mg IV atau intrakardial. Pemberian epinefrin IV atau
intrakardial dapat mengundang fibrilasi ventrikel. Jika ini terjadi, harus ditangani dengan high
energy DC conversion ditambah bretylium 80 mg sebagai anti-aritmia.
11
Reaksi alergis atau sensitifitas terhadap anestetik lokal.
Sensitivitas atau alergis terhadap anestetik lokal sangat jarang pada golongan amine,
tetapi terkadang pada golongan ester. Pada umumnya reaksi alergis tidak disebabkan oleh
anestetik lokalnya tapi zat preservasinya misalnya methylparaben yang struktur kimianya
mirip dengan struktur kimia PABA.
Pasien dapat mengatakan bahwa dia sensitif terhadap suatu anestetik lokal, biasanya
sebagai akibat dari pengalaman yang tidak menyenangkan dalam rangkaian pengobatan gigi.
Kebanyakan pasien pusing atau merasa pusing akibat penyuntikan anestetik lokal di sekitar
gigi karena takut (stress) atau karena mengandung epinefrin.
Jika ada keraguan, pasien harus diberi skin test yang mana, jika negatif, tetap harus
berhati-hati dengan dosis penuh. Hal ini hanya boleh dilakukan pada tempat yang sudah
diperlengkapi dengan perlengkapan dan obat-obat emergensi. Sehingga jika alergi muncul,
dapat ditangani dengan cepat dan tepat. Sebaliknya dengan skin test yang negatif tidak
menjamin pemberian dosis penuh tidak terjadi reaksi.
Kesimpulan.
1. Penggunaan anestetik lokal untuk pembedahan cukup aman dan menguntungkan
sepanjang diberikan secara legeartis, sebab selain aman, mudah dilakukan (infiltrasi)
juga biasanya mudah serta nyeri pascabedah minimal.
2. Pemilihan suatu enestetik lokal senantiasa didasarkan atas jenis pembedahan, potensi
obat, mula kerja dan lama kerjanya serta tingkat toksisitasnya.
3. Diperlukan keterampilan resusitasi kardiopulmonar serta ketersediaan peralatan dan
obat resusitasi yang memadai sebelum tindakan, guna mencegah masalah medikolegal
yang telah banyak disorot oleh masyarakat dewasa ini.
12