Anemia Pada Penyakit Kronis

14

Click here to load reader

description

anemia pada penyakit kronis

Transcript of Anemia Pada Penyakit Kronis

PENUGASANBLOK 11: HEMATOPOETIK DAN LIMFORETIKULERANEMIA PADA PENYAKIT KRONIS

OLEH :YAUMIL AGISNA SARIH1A 012 063

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAMNUSA TENGGARA BARAT2015

ANEMIA PADA PENYAKIT KRONIS

PENDAHULUANLemah badan, penurunan berat badan, pucat merupakan tanda-tanda dari penyakit kronis. Baru kemudian diketahui bahwa pada pasien tuberculosis, misalnya timbul keluhan seperti lemah,penurunan berat badan,pucat dan ternyata disebabkan oleh anemia pada infeksi. Cartwright dan Wintrobe menyebutkan bahwa peneliti-peneliti di Prancis tahun 1842 membuktikan bahwa pasien tifoid dan cacar mengandung massa eritrosit yang lebih rendah dibandingkan orang normal. Belakangan diketahui bahwa penyakit infeksi seperti pneumonia,syphilis, HIV-AIDS dan juga pada penyakit lain seperti arthritis rheumatoid, limfoma Hodgkin, kanker, sering di sertai anemia, dan diintroduksi sebagai anemia penyakit kronik.1Alasan untuk mengatakan bahwa anemia yang ditemukan pada berbagai kelainan klinis kronis berhubungan, karena mereka mempunyai banyak macam gambaran klinis, yakni: Kadar Hb berkisar 7-11 g/dL Kadar Fe serum menurun disertai TIBC yang rendah Cadangan Fe jaringan tinggi Produksi sel darah merah berkurang.1

DEFINISIAnemia adalah keadaan dimana nilai hemoglobin di bawah 13 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita, dan merupakan gejala dan tanda dari penyakit-penyakit tertentu yang harus dicari penyebabnya.2Anemia penyakit kronis merupakan bentuk anemia derajat ringan sampai sedang yang terjadi akibat: infeksi kronis, peradangan, trauma dan penyakit neoplastik yang telah berlangsung 12 bulan dan tidak disertai penyakit hati, ginjal dan endokrin.2

ETIOLOGITerdapat dua pendekatan untuk menentukan penyebab anemia :21. Pendekatan kineticPendekatan ini didasarkan pada mekanisme yang berperan dalam turunnya hemoglobin.2. Pendekatan morfologiPendekatan ini mengkategorikan anemia berdasarkan perubahan ukuran eritrosit (Mean corpuscular volume/MCV)dan res-pons retikulosit.Laporan/data penyakit tuberkulosis, abses paru, endokarditis bakteri subakut, osteomielitis dan infeksi jamur kronis serta HIV membuktikan bahwa hampir semua infeksi supuratif kronis berkaitan dengan anemia. Derajat anemia sebanding dengan berat ringannya gejala, seperti demam, penurunan berat badan dan debilitas umum. Untuk terjadinya anemia memerlukan waktu 1-2 bulan setelah infeksi terjadi dan menetap, setelah terjadi keseimbangan antara produksi dan penghancuran eritrosit dan Hb menjadi stabil.1Anemia pada inflamasi kronis secara fungsional sama seperti pada infeksi kronis, tetapi lebih sulit karena terapi yang efektif lebih sedikit. Penyakit kolagen dan artritis reumatoid merupakan penyebab terbanyak. Enteritis regional, kolitis ulseratif serta sindrom inflamasi lainnya juga dapat disertai anemia pada penyakit kronis.1,3Penyakit lain yang sering disertai anemia adalah kanker, walaupun masih dalam stadium dini dan asimtomatik, seperti pada sarkoma dan limfoma. Anemia ini biasanya disebut dengan anemia pada kanker.1

PATOGENESISPemendekan Masa Hidup EritrositAnemia pada penyakit kronis diduga merupakan suatu sindrom stres hematologik, yang terjadi karena diproduksinya sitokin secara berlebihan. Sitokin yang berlebihan ini yang akan menyebabkan sekuestrasi makrofag. Produksi sitokin yang berlebihan terjadi karena kerusakan jaringan akibat infeksi, inflamasi, atau kanker. Sindrom stres hematologik ini terdiri dari peningkatan destruksi eritrosit di limpa, peningkatan ambilan besi oleh makrofag yang tersekuestrasi, penurunanan produksi eritropoietin di ginjal, dan penurunan respon eritropoiesis di sumsum tulang. Selain menyebabkan sekuestrasi makrofag, sitokin yang berlebihan juga akan menyebabkan peningkatan aktivitas fagositosis makrofag dan sebagai bagian dari filter limpa menjadi kurang toleran terhadap kerusakan minor eritrosit. Pada keadaan malnutrisi, terjadi penurunan transformasi T4menjadi T3yang mengakibatkan terjadinya hipotiroid fungsional. Hipotiroid fungsional menyebabkan penurunan kebutuhan terhadap hemoglobin yang mengangkut besi sehingga produksi eritropoietin berkurang.1

Gangguan Produksi Eritrosit1. Gangguan metabolisme besi.Pada anemia jenis ini cadangan besi normal tetapi kadar besi rendah. Jadi, anemia disebabkan oleh penurunan kemampuan Fe dalam sintesis Hb. Pada umumnya terdapat gangguan absorpsi Fe walaupun ringan. Ambilan Fe oleh sel sel usus dan pengikatan apoferitin intrasel masih normal sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa defek yang terjadi pada anemia ini yaitu gangguan pembebasan Fe dari makrofag dan sel- sel hepar pada pasien.12. Gangguan fungsi sumsum tulang.Yaitu respon eritropoietin terhadap anemia yang inadekuat. Hal ini terkait dengan sitokin- sitokin yang dikeluarkan oleh sel yang cedera yaitu IL-1, TNF-, dan IFN-gamma. Kadar IFN- gamma berhubungan langsung dengan beratnya anemia. TNF yang dihasilkan oleh makrofag aktif akan menekan eritropoiesis pada pembentukan BFU-E dan CFU-E. IL-1 akan menekan CFU-E pada kultur sumsum tulang manusia.1

DIAGNOSISDiagnosa anemia penyakit kronik Diagnosis anemia penyakit kronik dapat ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan, antara lain dari: 4,51. Tanda dan gejala klinis anemia yang mungkin dapat dijumpai, misalnya muka pucat, konjungtiva pucat, cepat lelah, lemah, dan lainlain. 2. Pemeriksaan laboratorium, antara lain: a. Anemianya ringan sampai dengan sedang, dimana hemoglobinnya sekitar 711 gr/dL.b. Gambaran morfologi darah tepi: biasanya normositik-normokromik atau mikrositik ringan. Gambaran mikrositik ringan dapat dijumpai pada sepertiga pasien anemia penyakit kronik. c. Volume korpuskuler ratarata (MCV: Mean Corpuscular Volume): normal atau menurun sedikit ( 80 fl). d. Besi serum (Serum Iron): menurun (< 60 mug / dL). Keadaan ini timbul segera setelah onset suatu infeksi atau inflamasi dan mendahului terjadinya anemia. Konsentrasi protein pengikat Fe (transferin) menurun menyebabkan saturasi Fe yang lebih tinggi daripada anemia defisiensi besi. Proteksi saturasi Fe ini relatif mungkin mencukupi dengan meningkatkan transfer Fe dari suatu persediaan yang kurang dari Fe dalam sirkulasi kepada sel eritroid imatur.e. Mampu ikat besi (MIB = TIBC: Total Iron Binding Capacity): menurun (< 250 mug / dL). f. Jenuh transferin (Saturasi transferin): menurun (< 20%). g. Feritin serum: normal atau meninggi (> 100 ng/mL). Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan sumsum tulang dan konsentrasi protoporfirin eritrosit bebas (FEP: Free Erytrocyte Protophorphyrin), namun pemeriksaannya jarang dilakukan. Menginterpretasi hasil pemeriksaan sumsum tulang kemungkinannya sulit, oleh karena bentuk dan struktur selsel sumsum tulang dipengaruhi oleh penyakit dasarnya. Sedangkan konsentrasi protoporfirin eritrosit bebas memang cenderung meninggi pada pasien anemia penyakit kronik tetapi peninggiannya berjalan lambat dan tidak setinggi pada pasien anemia defisiensi besi. Peninggiannya juga sejalan dengan bertambah beratnya anemia. Oleh karena itu pemeriksaan konsentrasi protoporfirin eritrosit bebas lebih sering dilakukan pada pasien pasien anemia defisiensi besi.4,5,6

Tabel 1. Klasifikasi anemia berdasarkan MCV dan RDW2

Diagnosis BandingBanyak pasien dengan infeksi kronik, inflamasi, dan keganasan mengalami anemia, tetapi anemia yang terjadi pada pasien tersebut dapat disebut sebagai anemia pada penyakit kronis jika memenuhi ciri- ciri sebagai berikut: anemia sedang, selularitas sumsum tulang normal, kadar Fe serum dan TIBC rendah, kadar Fe dalam makrofag yang terdapat dalam sumsum tulang normal atau meningkat, serta feritin serum yang meningkat.Beberapa penyebab anemia berikut ini merupakan diagnosis banding atau mengaburkan diagnosis anemia pada penyakit kronis: anemia dilusional,drug-induced marrow suppressionataudrug induced hemolysis, perdarahan kronis, thalasemia minor, gangguan ginjal, metastasis pada sumsum tulang.1,2

Bagan 1. Perbedaan anemia defisiensi Fe dan anemia penyakit kronis2

PENATALAKSANAANTerapi utama pada anemia penyakit kronis adalah mengobati penyakit dasarnya. Terdapat beberapa pilihan dalam mengobati anemia jenis ini, antara lain:1,2,3

1. Transfusi. Merupakan pilihan pada kasus-kasus yang disertai gangguan hemodinamik. Tidak ada batasan yang pasti pada kadar hemoglobin berapa kita harus memberi transfusi. Beberapa literatur disebutkan bahwa pasien anemi penyakit kronik yang terkena infark miokard, transfusi dapat menurunkan angka kematian secara bermakna. Demikian juga pada pasien anemia akibat kanker, sebaiknya kadar Hb dipertahankan 10-11 g/dL.2. Preparat Besi.Pemberian preparat besi pada anemia penyakit kronik masih terus dalam perdebatan. Sebagian pakar masih memberikan preparat besi dengan alasan besi dapat mencegah pembentukan TNF-. Alasan lain, pada penyakit inflamasi usus dan gagal ginjal, preparat besi terbukti dapat meningkatkan kadar hemoglobin. Terlepas dari adanya pro dan kontra, sampai saat ini pemberian preparat besi masih belum direkomendasikan untuk diberikan pada anemia pada penyakit kronis.3. Eritropoietin. Data penelitan menunjukkan bahwa pemberian eritropoietin bermanfaat dan sudah disepakati untuk diberikan pada pasien anemia akibat kanker, gagal ginjal, mieloma multipel, artritis reumatoid dan pasien HIV. Selain dapat menghindari transfusi beserta efek sampingnya, pemberian eritropoietin mempunyai beberapa keuntungan, yakni mempunyai efek anti inflamasi dengan cara menekan produksi TNF- dan IFN-. Dilain pihak, pemberian eritropoietin akan menambah proliferasi sel-sel kanker ginjal serta meningkatkan rekurensi pada kanker kepala dan leher.Saat ini terdapat 3 jenis eritropoietin, yakni eritropoietin alfa, beta dan darbopoietin. Masing-masing berbeda struktur kimiawi, afinitas terhadap reseptor dan waktu paruhnya sehingga memungkinkan kita memilih mana yang lebih tepat untuk suatu kasus.Dengan demikian mekanisme terjadinya anemia pada penyakit kronis merupakan hal yang harus dipahami oleh setiap dokter sebelum memberikan transfusi, preparat besi maupun eritropoietin.

PENUTUPAnemia penyakit kronis merupakan bentuk anemia derajat ringan sampai sedang yang terjadi akibat: infeksi kronis, peradangan, trauma dan penyakit neoplastik yang telah berlangsung 12 bulan dan tidak disertai penyakit hati, ginjal dan endokrin. Penyakit kronis sebagai penyebab anemia sangat bervariasi. Penyakit kolagen dan artritis reumatoid merupakan penyebab terbanyak. Enteritis regional, kolitis ulseratif, serta kanker juga dapat disertai anemia. Diagnosa anemia penyakit kronis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis anemia dan pemeriksaan penunjang. Kemajuan dalam pemahaman kita tentang patofisiologi anemia penyakit kronis telah memungkinkan munculnya strategi terapi baru. Terapi ini termasuk pengobatan terhadap penyakit yang mendasari dengan penggunaan agen erythropoietic, besi, atau transfusi darah.

DAFTAR PUSTAKA1. Supandiman I, Fadjari H, Sukrisman L. Anemia Pada Penyakit Kronis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi kelima. Jakarta: Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam, 2009; hal.1138.2. Oehadian, Amaylia. Pendekatan Klinis dan Diagnosis Anemia. CDK-194. Vol. 39 no. 6, 2012. Tersedia di: http://www.kalbemed.com/portals/6/04_194cme-pendekatan%20klinis%20dan%20diagnosis%20anemia.pdf [diakses pada 10 April 2015].3. Kumar, Cotran, Robbins. Sistem Hematopoietik dan Limfoid. Buku Ajar Patologi. Edisi kedua. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2007; hal.463.4. BitShawish H, Mosley JE. Anemia of Chronic Disease. Dalam: Anemia in The Elderly. Tersedia di: Anemia in The Elderly, www. Cyberounds.com [diakses pada 10 April 2015].5. Leonardo Sa, Papelbaum M. Anemia of Chronic Disease. Tersedia di : Hematology http : // www. medstudents.com [diakses pada 10 April 2015]. 6. Kumar P, Clark M. Anaemia of Chronic Disease. Dalam: Clinical Medicine. Third ed. ELBS. 1994; Hal. 303. 8