Andreas-jurnal Kualitas Pendidikan Di Indonesia

20
i JURNAL KUALITAS PENDIDIKAN DI INDONESIA DISUSUN OLEH: NAMA: ANDREAS JULISKAR (5133122001) PENDIDIKAN TEKNIK OTOMOTIF FAKULTAS TEKNIK UNIVERITAS NEGERI MEDAN 2014

description

Kualitas pendidikan, menurut saya di Indonesia saat ini kualitaspendidikannya tergolong rendah, dibuktikan dengan adanya data dari UNNESCOdan Balitbang. Hal ini terjadi disebabkan karena rendahnya sarana fisik,rendahnya kualitas guru, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya prestasi siswa,rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan, dan mahalnya biaya pendidikan.Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia mempengaruhi berbagai sisikehidupan di Indonesia, seperti Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia sangattertinggal dari bangsa lain. Ciri pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia yaitupengembangan pikiran dilakukan dengan cara pemecahan soal-soal, pemecahanberbagai masalah, menganalisis sesuatu serta menyimpulkannya melalui bidangstudi yang telah dipelajari. Ada 2 solusi dalam pemecahan masalah ini yaitu:solusi sistematik dan solusi teknis. Upaya pemerintah dalam mengatasi masalahtersebut adalah dengan meningkatkan akses terhadap masyarakat untuk bisamenikmati pendidikan Indonesia, menghilangkan ketidak merataan dalam aksespendidikan, meningkatkan anggaran pendidikan, penggunaan teknologi informasidalam aplikasi pendidikan

Transcript of Andreas-jurnal Kualitas Pendidikan Di Indonesia

  • i

    JURNAL

    KUALITAS PENDIDIKAN DI

    INDONESIA

    DISUSUN OLEH:

    NAMA: ANDREAS JULISKAR (5133122001)

    PENDIDIKAN TEKNIK OTOMOTIF

    FAKULTAS TEKNIK

    UNIVERITAS NEGERI MEDAN

    2014

  • i

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur atas kehadirat Tuhan yang maha Esa, karena berkat

    limpahan Rahmat dan Karunia nya sehingga saya dapat menyusun jurnal ini.

    Jurnal ini membahas tentang keadaan kualitas pendidikan di Indonesia pada saat

    ini.

    Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan mendasar pada

    jurnal ini.. Oleh karena itu, saya mengajak para pembaca untuk memberi kritik

    dan saran yang membangun untuk perbaikan jurnal yang saya buat ini.

    Medan November 2014

    Andreas Juliskar

  • ii

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i

    DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

    ABSTRAK ......................................................................................................................... 1

    PENDAHULUAN ............................................................................................................. 2

    PEMBAHASAN ................................................................................................................ 5

    A. Masalah Mendasar Pendidikan di Indonesia ..................................................... 5

    B. Kualitas Pendidikan di Indonesia ........................................................................ 7

    1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik ................................................................... 7

    2. Rendahnya Kualitas Guru ............................................................................... 7

    3. Rendahnya Kesejahteraan Guru ..................................................................... 8

    4. Rendahnya Prestasi Siswa ................................................................................ 9

    5. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan ....................................... 10

    6. Rendahnya Relevansi Pendidikan dengan Kebutuhan ............................... 10

    7. Mahalnya Biaya Pendidikan .......................................................................... 11

    C. Upaya Pemerintah dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan di Indonesia 13

    KESIMPULAN ............................................................................................................... 15

  • 1

    ABSTRAK

    Kualitas pendidikan, menurut saya di Indonesia saat ini kualitas

    pendidikannya tergolong rendah, dibuktikan dengan adanya data dari UNNESCO

    dan Balitbang. Hal ini terjadi disebabkan karena rendahnya sarana fisik,

    rendahnya kualitas guru, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya prestasi siswa,

    rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan, dan mahalnya biaya pendidikan.

    Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia mempengaruhi berbagai sisi

    kehidupan di Indonesia, seperti Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia sangat

    tertinggal dari bangsa lain. Ciri pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia yaitu

    pengembangan pikiran dilakukan dengan cara pemecahan soal-soal, pemecahan

    berbagai masalah, menganalisis sesuatu serta menyimpulkannya melalui bidang

    studi yang telah dipelajari. Ada 2 solusi dalam pemecahan masalah ini yaitu:

    solusi sistematik dan solusi teknis. Upaya pemerintah dalam mengatasi masalah

    tersebut adalah dengan meningkatkan akses terhadap masyarakat untuk bisa

    menikmati pendidikan Indonesia, menghilangkan ketidak merataan dalam akses

    pendidikan, meningkatkan anggaran pendidikan, penggunaan teknologi informasi

    dalam aplikasi pendidikan

    Kata kunci: rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia

  • 2

    PENDAHULUAN

    Dictionary of Education menyatakan bahwa pendidikan adalah proses

    seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku

    lainnya didalam masyarakat tempat ia hidup, proses sosial yakni orang

    dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya

    yang dating dari sekolah), sehingga dapat memperoleh atau mengalami

    perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimal.

    Sedangkan tujuan dari pendidikan nasional itu, seperti yang tercantum dalam

    Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 bab II pasal 3 tentang

    sistem pendidikan nasional dijelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi

    mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang

    bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

    berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

    bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

    kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung

    jawab. Mencerdaskan kehidupan bangsa itu mempunyai 3 komponen yang

    mempunyai arti yang sangat penting yaitu cerdas, hidup, dan bangsa.

    Namun tujuan pendidikan diatas yang mempunyai arti sangat penting

    bagi kelangsungan pendidikan di Indonesia belum tercapai secara optimal atau

    sepenuhnya, sehingga kualitas pendidikan di Indonesia saat ini dalam kategori

    rendah, hal ini dibuktikan berdasarkan data dari UNESCO (2000) tentang

    peringkat indeks pengembangan manusia yaitu komposisi dari peringkat

    pencapaian pendidikan, kesehatan dan penghasilan per kepala yang menunjukan

    bahwa indeks pengembangan masyarakat Indonesia mengalami penurunan. Pada

    tahun 1996 Indonesia menempati peringkat ke-102, pengembangan masyarakat

    Indonesia mengalami kenaikan menjadi peringkat ke-99 pada tahun 1997, namun

    pada tahun 1998-1999 pengembangan masyarakat Indonesia mengalami

    penurunan hingga menjadi peringkat ke-105 dan ke-109.

    Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia bukan hanya dibuktikan

    berdasarkan data dari UNESCO (2000) saja, tetapi dibuktikan pula berdasarkan

    data dari balitbang yang menyatakan bahwa dari 146.052 Sekolah Dasar (SD)

    yang ada di Indonesia hanya 8 sekolah saja yang memperoleh pengakuan dari

  • 3

    dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP), ditingkat Sekolah

    Menengah Pertama (SMP) hanya 8 sekolah yang memperoleh pengakuan dari

    dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dari 20.918 Sekolah

    Menengah Pertama (SMP) yang ada di Indonesia, sedangkan ditingkat Sekolah

    Menengah Atas (SMA) hanya 7 sekolah yang memperoleh pengakuan dari dunia

    dalam kategori The Diploma Program (DP) dari 8.036 Sekolah Menengah Atas

    yang ada di Indonesia.

    Memasuki abad ke-21 bangsa Indonesia mulai sadar akan bahaya

    keterbelakangan atau ketertinggalan dalam kualitas pendidikan. Salah satunya

    adalah adanya gelombang globalisasi yang dirasakan semakin kuat dan terbuka

    serta kemajuan teknologi yang semakin pesat dan canggih itu memberikan

    kesadaran baru kepada bangsa Indonesia bahwa bangsa Indonesia itu berada

    ditengah-tengah dunia yang baru yaitu dunia yang lebih terbuka sehingga setiap

    orang bebas membandingkan kehidupan bangsa Indonesia dengan negara lain,

    dimana perkembangan teknologi dan kualitas pendidikan di negara lain lebih maju

    dibandingkan dengan Indonesia. Setelah kita membandingkan kualitas pendidikan

    Indonesia dengan negara lain yang kita rasakan sekarang adalah adanya

    keterbelakangan atau ketertinggalan didalam mutu pendidikan di negara kita ini,

    baik dalam pendidikan formal maupun non formal.

    Pada masa orde baru kehidupan bangsa indonesia berkembang pesat

    sehingga bangsa indonesia digolongkan sebagai salah satu dari Miracle Asia

    dengan pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat. Dalam erea tersebut Garis-Garis

    Besar Haluan Negara (GBHN) memprioritaskan pada perekembangan ekonomi,

    menjadikan sektor pendidikan sebagai penunjang bagi perkembangan ekonomi

    dan stabilitas keamanan. Dengan demikian pendidikan nasional mementingkan

    kepada pemerataan agar semakin banyak rakyat indonesia yang memperoleh

    pendidikan.

    Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia dapat menimbulkan

    dampak yang mempengaruhi berbagai sisi kehidupan di Indonesia, misalnya :

    kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia sangat tertinggal. Hal ini

    dapat dilihat dari hasil riset ciputra yang menyatakan bahwa Indonesia hanya

    mempunyai 0,18 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Karena jumlah

  • 4

    pengusaha di Indonesia rendah maka jumlah pendapatan negara yang diperoleh

    dari pajak para pengusaha juga rendah. Pendapatan negara juga akan

    mempengaruhi kualitas pendidikan, misalnya : adanya Bantuan Operasional

    Sekolah (BOS) yang diberikan oleh pemerintah untuk sekolah-sekolah yang

    dananya berasal dari pendapatan negara yang diperoleh dari pajak.

  • 5

    PEMBAHASAN

    A. Masalah Mendasar Pendidikan di Indonesia

    Bagi orang-orang yang berkompeten terhadap bidang pendidikan akan

    menyadari bahwa dunia pendidikan kita sampai saat ini masih mengalami sakit.

    Dunia pendidikan yang sakit ini disebabkan karena pendidikan yang seharusnya

    membuat manusia menjadi manusia, tetapi dalam kenyataannya seringkali tidak

    begitu. Seringkali pendidikan tidak memanusiakan manusia. Kepribadian manusia

    cenderung direduksi oleh sistem pendidikan yang ada.

    Masalah pertama adalah bahwa pendidikan, khususnya di Indonesia,

    menghasilkan manusia robot. Kami katakan demikian karena pendidikan yang

    diberikan ternyata berat sebelah, dengan kata lain tidak seimbang. Pendidikan

    ternyata mengorbankan keutuhan, kurang seimbang antara belajar yang berpikir

    (kognitif) dan perilaku belajar yang merasa (afektif). Jadi unsur integrasi

    cenderung semakin hilang, yang terjadi adalah disintegrasi. Padahal belajar tidak

    hanya berfikir. Sebab ketika orang sedang belajar, maka orang yang sedang

    belajar tersebut melakukan berbagai macam kegiatan, seperti mengamati,

    membandingkan, meragukan, menyukai, semangat dan sebagainya. Hal yang

    sering disinyalir ialah pendidikan seringkali dipraktekkan sebagai sederetan

    instruksi dari guru kepada murid. Apalagi dengan istilah yang sekarang sering

    digembar-gemborkan sebagai pendidikan yang menciptakan manusia siap pakai.

    Dan siap pakai di sini berarti menghasilkan tenaga-tenaga yang dibutuhkan

    dalam pengembangan dan persaingan bidang industri dan teknologi.

    Memperhatikan secara kritis hal tersebut, akan nampak bahwa dalam hal ini

    manusia dipandang sama seperti bahan atau komponen pendukung industri. Itu

    berarti, lembaga pendidikan diharapkan mampu menjadi lembaga produksi

    sebagai penghasil bahan atau komponen dengan kualitas tertentu yang dituntut

    pasar. Kenyataan ini nampaknya justru disambut dengan antusias oleh banyak

    lembaga pendidikan.

    Masalah kedua adalah sistem pendidikan yang top-down (dari atas ke

    bawah) atau kalau menggunakan istilah Paulo Freire (seorang tokoh pendidik dari

    Amerika Latin) adalah pendidikan gaya bank. Sistem pendidikan ini sangat tidak

  • 6

    membebaskan karena para peserta didik (murid) dianggap manusia-manusia yang

    tidak tahu apa-apa. Guru sebagai pemberi mengarahkan kepada murid-murid

    untuk menghafal secara mekanis apa isi pelajaran yang diceritakan. Guru sebagai

    pengisi dan murid sebagai yang diisi. Otak murid dipandang sebagai safe deposit

    box, dimana pengetahuan dari guru ditransfer kedalam otak murid dan bila

    sewaktu-waktu diperlukan, pengetahuan tersebut tinggal diambil saja. Murid

    hanya menampung apa saja yang disampaikan guru.

    Jadi hubungannya adalah guru sebagai subyek dan murid sebagai

    obyek. Model pendidikan ini tidak membebaskan karena sangat menindas para

    murid. Freire mengatakan bahwa dalam pendidikan gaya bank pengetahuan

    merupakan sebuah anugerah yang dihibahkan oleh mereka yang menganggap

    dirinya berpengetahuan kepada mereka yang dianggap tidak mempunyai

    pengetahuan apa-apa.

    Yang ketiga, dari model pendidikan yang demikian maka manusia

    yang dihasilkan pendidikan ini hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan

    bukannya bersikap kritis terhadap zamannya. Manusia sebagai objek (yang adalah

    wujud dari dehumanisasi) merupakan fenomena yang justru bertolak belakang

    dengan visi humanisasi, menyebabkan manusia tercerabut dari akar-akar

    budayanya (seperti di dunia Timur/Asia). Bukankah kita telah sama-sama melihat

    bagaimana kaum muda zaman ini begitu gandrung dengan hal-hal yang berbau

    Barat? Oleh karena itu strategi pendidikan di Indonesia harus terlebur dalam

    strategi kebudayaan Asia, sebab Asia kini telah berkembang sebagai salah satu

    kawasan penentu yang strategis dalam bidang ekonomi, sosial, budaya bahkan

    politik internasional. Bukan bermaksud anti-Barat kalau hal ini saya kemukakan.

    Melainkan justru hendak mengajak kita semua untuk melihat kenyataan ini

    sebagai sebuah tantangan bagi dunia pendidikan kita. Mampukah kita menjadikan

    lembaga pendidikan sebagai sarana interaksi kultural untuk membentuk manusia

    yang sadar akan tradisi dan kebudayaan serta keberadaan masyarakatnya sekaligus

    juga mampu menerima dan menghargai keberadaan tradisi, budaya dan situasi

    masyarakat lain? Dalam hal ini, makna pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara

    menjadi sangat relevan untuk direnungkan.

  • 7

    B. Kualitas Pendidikan di Indonesia

    Kualitas pendidikan di Indonesia dewasa ini tergolong rendah,

    dibuktikan dengan adanya data dari UNNESCO dan Balitbang. Hal ini terjadi

    disebabkan karena rendahnya sarana fisik, rendahnya kualitas guru, rendahnya

    kesejahteraan guru, rendahnya prestasi siswa, rendahnya kesempatan pemerataan

    pendidikan, dan mahalnya biaya pendidikan

    1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik

    Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan

    tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar

    rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar,

    pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih

    banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan,

    tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.

    2. Rendahnya Kualitas Guru

    Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan

    guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya

    sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan

    pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,

    melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan

    melakukan pengabdian masyarakat.

    Kendati secara kuantitas jumlah guru di Indonesia cukup memadai,

    namun secara kualitas mutu guru di negara ini, pada umumnya masih rendah.

    Secara umum, para guru di Indonesia kurang bisa memerankan fungsinya dengan

    optimal, karena pemerintah masih kurang memperhatikan mereka, khususnya

    dalam upaya meningkatkan profesionalismenya. Secara kuantitatif, sebenarnya

    jumlah guru di Indonesia relatif tidak terlalu buruk. Apabila dilihat ratio guru

    dengan siswa, angka-angkanya cukup bagus yakni di SD 1:22, SLTP 1:16, dan

    SMU/SMK 1:12. Meskipun demikian, dalam hal distribusi guru ternyata banyak

    mengandung kelemahan yakni pada satu sisi ada daerah atau sekolah yang

    kelebihan jumlah guru, dan di sisi lain ada daerah atau sekolah yang kekurangan

  • 8

    guru. Dalam banyak kasus, ada SD yang jumlah gurunya hanya tiga hingga empat

    orang, sehingga mereka harus mengajar kelas secara paralel dan simultan.

    Bila diukur dari persyaratan akademis, baik menyangkut pendidikan

    minimal maupun kesesuaian bidang studi dengan pelajaran yang harus diberikan

    kepada anak didik, ternyata banyak guru yang tidak memenuhi kualitas mengajar

    (under quality).

    Hal itu dapat dibuktikan dengan masih banyaknya guru yang belum

    sarjana, namun mengajar di SMU/SMK, serta banyak guru yang mengajar tidak

    sesuai dengan disiplin ilmu yang mereka miliki. Keadaan seperti ini menimpa

    lebih dari separoh guru di Indonesia, baik di SD, SLTP dan SMU/SMK. Artinya

    lebih dari 50 persen guru SD, SLTP dan SMU/SMK di Indonesia sebenarnya

    tidak memenuhi kelayakan mengajar. Dengan kondisi dan situasi seperti itu,

    diharapkan pendidikan yang berlangsung di sekolah harus secara seimbang dapat

    mencerdaskan kehidupan anak dan harus menanamkan budi pekerti kepada anak

    didik. Sangat kurang tepat bila sekolah hanya mengembangkan kecerdasan anak

    didik, namun mengabaikan penanaman budi pekerti kepada para siswanya.

    Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu

    keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan

    kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat

    besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru

    dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat

    kesejahteraan guru.

    3. Rendahnya Kesejahteraan Guru

    Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat

    rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Dengan pendapatan yang rendah, terang

    saja banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar

    lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang

    mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya.

    Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru

    dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan

    kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat

  • 9

    penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan

    yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta

    penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang diangkat

    pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas rumah dinas.

    Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi

    masalah lain yang muncul. Di lingkungan pendidikan swasta, masalah

    kesejahteraan masih sulit mencapai taraf ideal. Diberitakan Pikiran Rakyat 9

    Januari 2006, sebanyak 70 persen dari 403 PTS di Jawa Barat dan Banten tidak

    sanggup untuk menyesuaikan kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat UU

    Guru dan Dosen

    .

    4. Rendahnya Prestasi Siswa

    Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas

    guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak

    memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa

    Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic

    and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya berada di

    ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37

    dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di

    bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat.

    Dalam hal prestasi, 15 September 2004 lalu United Nations for

    Development Programme (UNDP) juga telah mengumumkan hasil studi tentang

    kualitas manusia secara serentak di seluruh dunia melalui laporannya yang

    berjudul Human Development Report 2004. Di dalam laporan tahunan ini

    Indonesia hanya menduduki posisi ke-111 dari 177 negara. Apabila dibanding

    dengan negara-negara tetangga saja, posisi Indonesia berada jauh di bawahnya.

    Dalam skala internasional, menurut Laporan Bank Dunia

    (Greaney,1992), studi IEA (Internasional Association for the Evaluation of

    Educational Achievement) di Asia Timur menunjukan bahwa keterampilan

    membaca siswa kelas IV SD berada pada peringkat terendah. Rata-rata skor tes

    membaca untuk siswa SD: 75,5 (Hongkong), 74,0 (Singapura), 65,1 (Thailand),

    52,6 (Filipina), dan 51,7 (Indonesia).

  • 10

    Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari

    materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk

    uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat

    terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.

    Selain itu, hasil studi The Third International Mathematic and Science

    Study-Repeat-TIMSS-R, 1999 (IEA, 1999) memperlihatkan bahwa, diantara 38

    negara peserta, prestasi siswa SLTP kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke-32

    untuk IPA, ke-34 untuk Matematika. Dalam dunia pendidikan tinggi menurut

    majalah Asia Week dari 77 universitas yang disurvai di asia pasifik ternyata 4

    universitas terbaik di Indonesia hanya mampu menempati peringkat ke-61, ke-68,

    ke-73 dan ke-75.

    5. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan

    Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat

    Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat

    Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi

    Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta

    siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni

    Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu

    layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam

    usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia

    secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan

    pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.

    6. Rendahnya Relevansi Pendidikan dengan Kebutuhan

    Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur.

    Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka

    pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%,

    Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang

    sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat

    pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas

    1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki

  • 11

    keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri.

    Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini

    disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan

    yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.

    7. Mahalnya Biaya Pendidikan

    Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk

    menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk

    mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-

    Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak

    memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.

    Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000,

    sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk

    SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.

    Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari

    kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah).

    MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan

    mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan

    organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.

    Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas.

    Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu

    berkedok, sesuai keputusan Komite Sekolah. Namun, pada tingkat

    implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan

    anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah.

    Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah,

    dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara

    terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.

    Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan

    Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik

    ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat

    besar. Dengan perubahan status itu Pemerintah secara mudah dapat melemparkan

    tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang

  • 12

    sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan

    Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa

    contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada

    melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.

    Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor

    pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan

    pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN

    setiap tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya,

    sektor yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban. Dana

    pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005).

    Dari APBN 2005 hanya 5,82% yang dialokasikan untuk pendidikan.

    Bandingkan dengan dana untuk membayar hutang yang menguras 25% belanja

    dalam APBN (www.kau.or.id). Rencana Pemerintah memprivatisasi pendidikan

    dilegitimasi melalui sejumlah peraturan, seperti Undang-Undang Sistem

    Pendidikan Nasional, RUU Badan Hukum Pendidikan, Rancangan Peraturan

    Pemerintah (RPP) tentang Pendidikan Dasar dan Menengah, dan RPP tentang

    Wajib Belajar. Penguatan pada privatisasi pendidikan itu, misalnya, terlihat dalam

    Pasal 53 (1) UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

    Dalam pasal itu disebutkan, penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal

    yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum

    pendidikan.

    Seperti halnya perusahaan, sekolah dibebaskan mencari modal untuk

    diinvestasikan dalam operasional pendidikan. Koordinator LSM Education

    Network for Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa

    dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi

    komersialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan

    pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk

    menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan

    mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan

    mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan

    berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan

    status sosial, antara yang kaya dan miskin.

  • 13

    Hal senada dituturkan pengamat ekonomi Revrisond Bawsir. Menurut

    dia, privatisasi pendidikan merupakan agenda Kapitalisme global yang telah

    dirancang sejak lama oleh negara-negara donor lewat Bank Dunia. Melalui

    Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP), Pemerintah

    berencana memprivatisasi pendidikan. Semua satuan pendidikan kelak akan

    menjadi badan hukum pendidikan (BHP) yang wajib mencari sumber dananya

    sendiri. Hal ini berlaku untuk seluruh sekolah negeri, dari SD hingga perguruan

    tinggi.

    Bagi masyarakat tertentu, beberapa PTN yang sekarang berubah status

    menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) itu menjadi momok. Jika

    alasannya bahwa pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya

    berlaku di Indonesia. Di Jerman, Prancis, Belanda, dan di beberapa negara

    berkembang lainnya, banyak perguruan tinggi yang bermutu namun biaya

    pendidikannya rendah. Bahkan beberapa negara ada yang menggratiskan biaya

    pendidikan.

    Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya,

    tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya

    membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin

    setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah

    untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah

    justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat

    dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk cuci tangan

    C. Upaya Pemerintah dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan di

    Indonesia

    Ada beberapa langkah yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam

    rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia yaitu :

    1. Meningkatkan akses terhadap masyarakat untuk dapat menikmati

    pendidikan Indonesia

    2. Menghilangkan ketidakmerataan dalam akses pendidikan

  • 14

    3. Meningkatkan mutu pendidikan dengan meningkatkan kualifikasi guru

    dan dosen

    4. Menambah jumlah jenis pendidikan dibidang kompetensi

    5. Pemerintah berencana membangun infrastruktur seperti : menambah

    jumlah komputer dan perpustakaan disekolah

    6. Meningkatkan anggaran pendidikan

    7. Penggunaan teknologi informasi dalam aplikasi pendidikan.

    Selain upaya dari pemerintah dalam mengatasi rendahnya kualitas

    pendidikan di Indonesia, ada 2 solusi dalam mengatasi masalah pendidikan di

    Indonesia yaitu :

    Pertama, solusi sistemik yaitu solusi dengan mengubah sistem-sistem

    sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Contohnya untuk mengatasi

    rendahnya sarana fisik, kesejahteraan guru dan mahalnya biaya pendidikan.

    Seperti yang kita ketahui bahwa sistem pendidikan berkaitan dengan sistem

    ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan Indonesia saat ini, menerapkan

    sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang mempunyai prinsip

    meminimalkan peran dan tanggungjawab negara dalam urusan publik, termasuk

    pendanaan pendidikan.

    Kedua, solusi teknis yaitu solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang

    berkaitan langsung dengan pendidikan. Contohnya untuk menyelesaikan masalah

    kualitas guru dan prestasi siswa. Masalah teknis dikembalikan kepada upaya-

    upaya praktis yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Solusi

    dalam mengatasi rendahnya kualitas guru dapat dilakukan dengan cara

    peningkatan kesejahteraan, dan pemberian pelatihan untuk meningkatkan kualitas

    guru. Sedangkan solusi dalam mengatasi prestasi siswa dapat dilakukan dengan

    cara meningkatkan kuantitas dan kualitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat

    peraga dan sarana-sarana pendidikan

  • 15

    KESIMPULAN

    Berdasarkan analisis yang telah dipaparkan diatas banyak sekali factor

    yang menjadikan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Factor-faktor yang

    bersifat teknis diantaranya adalah rendahnya kualitas guru, rendahnya sarana fisik,

    mahalnya biaya pendidikan, rendahnya prestasi siswa, rendahnya kesejahteraan

    guru, rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan, kurangnya pemerataan

    kesempatan pendidikan. Namun sebenarnya yang menjadi masalah mendasar dari

    pendidikan di Indonesia adalah sistem pendidikan di Indonesia itu sendiri yang

    menjadikan siswa sebagai objek, sehingga manusia yang dihasilkan dari sistem ini

    adalah manusia yang hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya

    bersikap kritis terhadap zamannya. Maka disinilah dibutuhkan kerja sama antara

    pemerintah dan mesyarakat untuk mengatasi segala permasalahan pendidikan di

    Indonesia.

    betapa tertinggalnya kualitas pendidikan di Indonesia dibandingkan

    dengan negara lain yang pendidikannya lebih maju. Hal tersebut dibuktikan oleh

    beberapa data hasil penelitian dari UNESCO dan Balitbang. Kesadaran bangsa

    Indonesia akan bahaya keterbelakangan atau ketertinggalan dalam kualitas

    pendidikan mulai dirasakan pada saat memasuki abad ke-21. Rendahnya kualitas

    pendidikan di Indonesia disebabkan oleh rendahnya sarana fisik, rendahnya

    kualitas guru, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya prestasi siswa, rendahnya

    kesempatan pemerataan pendidikan, dan mahalnya biaya pendidikan.

    Profil pendidikan nasional di Indonesia menunjukan profil yang

    beragam, hal itu disebabkan karena adanya perbedaan yang mencolok antar

    daerah seperti perbedaan antar pulau, perbedaan antar kota dan desa, dan

    perbedaan antar daerah maju dengan daerah terpencil. Ada tiga komponen besar

    untuk menetukan standar pendidikan menurut teori perencanaan pendidikan yaitu

    komponen standar kurikulum, standarisasi performance dan kesempatan belajar.

    Dalam mengatasi masalah pendidikan di Indonesia upaya yang akan

    dilakukan oleh pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia

    adalah dengan meningkatkan akses terhadap masyarakat untuk dapat menikmati

    pendidikan Indonesia, menghilangkan ketidakmerataan dalam akses pendidikan,

    menambah jumlah jenis pendidikan dibidang kompetensi, menambah jumlah

  • 16

    komputer dan perpustakaan seekolah, meningkatkan anggaran pendidikan serta

    penggunaan teknologi informasi dalam aplikasi pendidikan. Semoga kita bisa

    bekerja sama untuk membangun kualitas pendidikan agar Indonesia dapat bangkit

    dari keterpurukannya, sehingga dapat menciptakan generasi-generasi baru yang

    berSDM tinggi, berkepribadian pancasila dan bermartabat.

  • 17

    DAFTAR PUSTAKA

    https://www.google.com

    https://www. van88.wordpress.com/permasalahan-pendidikan-di-indonesia/

    https://www.mutu pendidikan