ANDAL 4

download ANDAL 4

of 117

description

andal

Transcript of ANDAL 4

  • 17

    4. RONA LINGKUNGAN AWAL

    4.1 Komponen Geofisika dan Kimia

    4.1.1 Iklim dan Meteorologi

    4.1.1.1 Iklim

    Lokasi daerah studi berada pada iklim tropis basah yang bercirikan dua pertukaran angin seperti umumnya yang terjadi di wilayah Indonesia. Lokasi yang relatif dekat dengan garis Khatulistiwa menyebabkan fluktuasi yang terjadi sepanjang tahun relatif kecil. Sehingga tidak terdapat perbedaan yang cukup ekstrem antara musim hujan dan musim kemarau seperti halnya di Pulau Jawa. Kondisi yang mempengaruhi iklim dan meteorologi setempat adalah topografi dan keadaan vegetasi (hutan hujan tropis) di sekitar daerah studi.

    Untuk mengetahui gambaran dan menganalisa kondisi iklim dan meteorologi di daerah studi maka digunakan data sekunder dari Stasiun Meteorologi Pertanian Khusus (SMPK) Pleihari, Kabupaten Tanah Laut dan Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Pengukuran sesaat juga dilakukan pada saat pengambilan sampel kualitas udara.

    4.1.1.2 Temperatur Udara

    Temperatur udara di daerah studi relatif tinggi dengan variasi suhu sepanjang tahun relatif kecil. Berdasarkan data dari SMPK Pleihari tahun 19881999, temperatur udara maksimum sepanjang tahun berkisar antara 31 33 OC, sedangkan temperatur rata rata berkisar antara 26 27 OC, dan temperatur minimum berkisar antara 22 23 OC. Berdasarkan data tersebut, maka dapat dilihat bahwa temperatur maksimum tertinggi terjadi pada bulan Oktober yaitu 32,6 OC. Temperatur minimum tertinggi terjadi pada bulan September yaitu 27,3 0C dan temperatur minimum terendah terjadi pada bulan Januari sebesar 22,9 OC. Temperatur rata-rata bulanan dan tahunan di daerah studi dapat dilihat pada Gambar 4-1.

  • 17

    Gambar 4-1Kondisi Temperatur di Daerah Studi

  • 17

    4.1.1.3 Kelembaban Relatif

    Kelembaban udara relatif berfluktuasi antara 77 84 % (SMPK Pleihari, 1995 1999). Kelembaban udara relatif tertinggi terjadi pada bulan Desember sebesar 83,5 % dan terendah terjadi pada bulan September yaitu 77,8 %. Berdasarkan data rata rata tahunan, kelembaban udara relatif mengalami penurunan dan paling rendah terjadi pada tahun 1999 yaitu 74,2 % dan tertinggi pada tahun 1998 yaitu 82,9 % (lihat Gambar 4-2).

    4.1.1.4 Curah Hujan

    Berdasarkan data curah hujan di SMPK Pelihari dari tahun 1988 1999 menunjukkan bahwa curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember yaitu 478,2 mm dan terendah terjadi pada bulan Agustus yaitu 92,6 mm. Data curah hujan tahunan yang lengkap hanya dari tahun 1995 s/d tahun 1999. Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa curah hujan tahunan mengalami penurunan. Curah hujan tertinggi pada tahun 1995 sebesar 3720 mm dan curah hujan terendah pada tahun 1997 sebesar 1512 mm. Gambaran kondisi curah hujan di daerah studi dapat dilihat pada Gambar 4-3.

    4.1.1.5 Arah dan Kecepatan Angin

    Sumber data kondisi meteorologi daerah studi diambil dari stasiun meteorologi Banjar Baru yang berjarak sekitar 100 km ke arah barat dari daerah studi. Hal ini dilakukan karena pada stasiun meteorologi pertanian khusus di Pleihari, ibukota Tanah Laut tidak diperoleh hasil pengukuran arah dan kecepatan angin. Sehingga untuk memperoleh gambaran tersebut digunakan data dari stasiun yang berjarak lebih jauh. Berdasarkan data dari stasiun meteorologi Banjar Baru, untuk periode pengukuran tahun 1988 1999, arah angin didominasi dari arah timur laut dan timur. Arah angin dominan pada musim kemarau yaitu arah timur laut (21,7 %) dengan kecepatan ratarata < 2 m/dt. Sedangkan pada musim hujan, arah angin dominan dari timur (37,52 %) dengan kecepatan dominan < 2 m/dt. Kondisi angin dapat dilihat pada Tabel 4-1 dan 4-2 serta Gambar 4-7 dan 4-8.

  • 17

    Gambar 4.2Kondisi Kelembaban Udara di Daerah Studi

  • 17

    Gambar 4.3Kondisi curah Hujan di Daerah Studi

  • 17

    Tabel 4-1Persentase Arah dan kecepatan Angin Musim Kemarau

    No Arah Kecepatan ( Knots )< 2 2 - 3 3 - 5 5 - 6 > 6 Total

    1 Utara ( N ) 5.95 3.87 2.21 0.00 0.00 12.032 Timur Laut ( NE ) 9.41 7.61 4.70 0.00 0.00 21.723 Timur ( E ) 5.39 4.15 6.50 0.83 0.97 17.844 Tenggara (SE) 2.07 0.83 2.21 0.28 0.41 5.815 Selatan (S) 3.46 1.94 3.46 0.55 0.00 9.416 Barat Daya (SW) 4.43 3.32 5.81 0.41 0.14 14.117 Barat (W) 2.49 1.66 2.77 0.41 0.14 7.478 Barat Laut (NW) 4.01 1.52 1.80 0.00 0.28 7.619 Calm 4.01 0.00 0.00 0.00 0.00 4.01

    Total 41.22 24.90 29.46 2.49 1.94 100.00Sumber: Stasiun Klimatologi Banjar Baru, 1998-1999

    Tabel 4-2Persentase Arah dan Kecepatan Angin Musim Hujan

    No Arah Kecepatan ( Knots ) < 2 2 - 3 3 - 5 5 - 6 > 6 Total

    1 Utara ( N ) 3.38 0.39 0.68 0.00 0.00 4.452 Timur Laut ( NE ) 6.77 3.00 5.03 0.10 0.10 14.993 Timur ( E ) 12.57 7.45 13.83 2.42 1.26 37.524 Tenggara (SE) 5.42 2.03 3.87 0.77 0.48 12.575 Selatan (S) 6.87 1.84 2.32 0.58 0.10 11.706 Barat Daya (SW) 3.00 2.61 4.06 0.19 0.10 9.967 Barat (W) 2.51 0.97 2.13 0.10 0.19 5.908 Barat Laut (NW) 1.35 0.39 0.58 0.00 0.00 2.329 Calm 0.58 0.00 0.00 0.00 0.00 0.58

    Total 42.46 18.67 32.50 4.16 2.22 100.00Sumber: Stasiun Klimatologi Banjar Baru, 1998-1999

  • 17

    Gambar 4-2Windrose Musim Hujan dan Musim Kemarau Tahun 1988-1999

  • 17

    4.1.2 Kualitas Udara dan Kebisingan

    4.1.2.1 Kualitas Udara

    Parameter kualitas udara yang diteliti di dalam Studi Amdal ini adalah : Debu, Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Oksida (NOx), Karbon Monoksida (CO) dan Hidrokarbon (HC). Pengambilan sampel kualitas udara dilakukan di 6 lokasi yaitu:

    1. Dermaga Pelabuhan Batubara2. Simpang Empat Sumpol3. Kampung Pabilahan ( Desa disepanjang jalan angkut )4. Pit Arjuna 5. Pit Bima ( Daerah Rencana Penambangan di Kintap )6. Pit Gatutkaca ( Daerah Rencana Penambangan di Bukit Baru )

    4.1.2.1.1 Debu

    Berdasarkan hasil pengukuran debu menujukkan bahwa konsentrasi rata rata harian (24 jam) tertinggi didapatkan di lokasi 4 (Pit Arjuna) yaitu sebesar 192,65 ug/m3 (baku mutu udara ambien yaitu 230 ug/m3/24 jam) dan diidentifikasi debu tersebut bersumber dari aktifitas penambangan yang berada di sekitar lokasi pengukuran. Sedangkan konsentrasi terendah terukur di lokasi 5 (Pit Bima/Rencana Penambangan di daerah Kintap) sebesar 33,39 ug/m3.

    Hasil pengukuran tertinggi sesaat terukur di lokasi 4 (Pit Arjuna) pada waktu pengukuran dini hari (Pukul 02.00 s/d 08.00) telah melebihi baku mutu yaitu sebesar 463 ug/m3. Hasil pengukuran di lokasi ini menunjukkan adanya peningkatan konsentrasi seiring dengan waktu yaitu pada pagi hari rendah dan terus meningkat hingga dini hari. Hal ini disebabkan oleh penurunan frekuensi penyiraman jalan sehingga debu yang terangkat pada saat kendaraan melewati jalan tersebut menjadi meningkat.

    Konsentrasi debu sesaat yang cukup tinggi juga terukur di lokasi Simpang Empat Sumpol pada periode pengukuran pagi hari sebesar 306,5 ug/m3 yang disebabkan adanya peningkatan frekuensi kendaraan yang melewati lokasi tersebut. Hasil survei lalu lintas menunjukkan frekuensi penggunaaan jalan pada periode pagi hari 08.00 14.00 cukup tinggi dan tidak hanya kendaraan perusahaan saja yang melewati jalan tersebut tetapi juga kendaraan lainnya. Pengukuran sesaat lainnya yang melebih baku mutu terukur di lokasi (Dermaga Pelabuhan Batubara) pada periode pengukuran pagi hari (08.00 14.00) yaitu sebesar 296,30 ug/m3 (lihat Tabel 4-3 dan Gambar 4-5.

  • 17

    4.1.2.1.2 Sulfur Dioksida

    Dari 6 lokasi pengamatan, konsentrasi SO2 terukur (24 jam) terdapat satu lokasi yang melebihi baku mutu ambien (360 ug/m3) yaitu di lokasi 6 (Rencana Penambangan Bukit Baru) sebesar 379,73 ug/m3. Sedangkan lokasi lainnya masih dibawah baku mutu.

    Hasil pengukuran sesaat yang melebihi baku mutu terukur di lokasi 3 (Kampung Pabilahan/Desa di sepanjang jalan angkut) pada periode pengukuran dini hari yaitu sebesar 553,8 ug/m3 (lihat Tabel 4-3 dan Gambar 4-5).

    4.1.2.1.3 Nitrogen Oksida

    Hasil pengukuran NOx, di seluruh lokasi menunjukkan bahwa konsentrasi rata rata ambien 24 jam sudah melebih baku mutu sebesar 150 ug/m3. Konsentrasi rata rata geometrik 24 jam tertinggi terukur di lokasi 2 (Simpang empat sumpol) yaitu sebesar 1121,22 ug/m3 yang sudah sangat jauh melebih baku mutu ambien. Sumber NOX diidentifikasikan berasal dari pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor yang melewati jalan di dekat lokasi pengukuran. Kontribusi emisi berasal dari kendaraan PT. Arutmin dan kendaraan lain yang melewati jalan tersebut. Pembakaran yang kurang sempurna menyebabkan besarnya emisi NOx. Lokasi pengukuran yang cukup dekat dengan jalan raya menyebabkan konsentrasi terukur lebih menggambarkan kondisi ambien di pinggir jalan.

    Sedangkan konsentrasi sesaat tertinggi terukur di lokasi 6 (Rencana Penambangan Bukit Baru) pada periode pengukuran pagi hari (08.00 14.00) yaitu sebesar 2005,4 ug/m3 dan konsentrasi sesaat terendah yang terukur adalah di lokasi 5 (Pit Bima) sebesar 192,4 ug/3 dan sudah melebihi baku mutu ambien. Hasil pengukuran NOx di daerah studi dapat dilihat pada Tabel 4-3 dan Gambar 4-6.

    4.1.2.1.4 Karbon Monoksida

    Hasil pengukuran konsentrasi Karbon Monoksida (CO) yang dilakukan secara sesaat menunjukkan bahwa secara umum konsentrasi masih di bawah baku mutu ambien pengukuran sesaat sebesar 30000 ug/m3/jam. Namun di lokasi pengukuran 4 (pit Arjuna) pada periode pengukuran pagi hari ( 08.00 14.00) konsentrasi sesaat sudah melebih baku mutu yaitu sebesar 33335 ug/m3. Diidentifikasikan sumber berasal dari kontribusi kendaraan tambang yang melewati jalan didekat lokasi pengukuran yang frekuensinya cukup tinggi hasil pengukuran karbon Monokinda dapat Tabel 4-3 dan Gambar 4-6.

  • 17

    Gambar 4-3Konsentrasi Debu dan SO2 di Ambien

  • 17

    Gambar 4-4Konsentrasi NOX dan CO di Ambien

  • 17

    4.1.2.1.5 Hidrokarbon

    Hasil pengukuran sesaat di semua lokasi pengamatan terdapat dua lokasi yang melebih baku mutu yaitu di lokasi 1 (dermaga batubara) dan 4 (Pit Arjuna). Konsentrasi terukur tertinggi di lokasi Pit Arjuna sebesar 2480,67 ug/m3 yang jauh melebihi baku mutu sebesar 160 ug/m3. Konsentrasi terendah terukur di lokasi 6 (rencana daerah penambangan bukit baru) sebesar 28 ug/m3. Sumber diidentifikasikan dari kendaraan tambang yang banyak melewati jalan di sekitar lokasi pengukuran konsentrasi hidrokarbon dilokasi pengamatan dapat dilihat pada Tabel 4-3.

    4.1.2.2 Kebisingan

    Pengukuran kebisingan dilakukan di 8 lokasi yaitu:

    1. Dermaga Batubara2. Simpang Empat Sumpol3. Desa Pabilahan4. Pit Arjuna5. Pit Bima (Rencana Penambangan Kintap )6. Pit Gatutkaca (Rencana Penambangan Bukit Baru )7. Simpang Tiga Tanduy8. Pasir Putih

    Dari delapan lokasi tersebut terdapat empat lokasi yang melebih baku mutu kebisingan (Kep No-48/MENLH/1996 yaitu lokasi 2, 3, dan 6. Sedangkan lokasi 7 dan 8 masih berada dalam batasan toleransi yaitu baku mutu untuk ruang terbuka hijau 50 (+/-) 3 dB.

    Untuk lokasi 2 dan 3 yang berada di dekat jalan raya, baku mutu untuk pemukiman telah dilampaui. Hasil pengukuran di lokasi 2 menunjukkan bahwa tidak terjadi fluktuasi hasil pengukuran yang cukup mencolok selama 24 jam, berbeda dengan lokasi 3 dan 6. Kondisi ini diidentifikasikan karena aktifitas kendaraan tambang yang melewati jalan di dekat lokasi pengukuran berlangsung terus selama 24 jam.

  • 17

    Tabel 4-3Kualitas Udara Ambien di Daerah Studi

    No Keterangan Konsentrasi Hasil Pengukuran ( ug/Nm3)1 2 3 4 5 6

    Baku Mutu

    1 DebuPagi 296.30 306.5 65.5 57.5 87.1 153.3Siang 85.50 153.3 88.9 85.5Malam 181.40 185.2 79.4 386.5Dinihari 82.30 79.4 92.6 463 92.6Rata - rata geometrik 24 Jam 124.87 110.48 75.60 192.65 33.39 47.57 230

    2 Sulfur Dioksida ( SO2)Pagi 189.8 182 187.2 124.8 221 228.8Siang 163.8 52 280.8 197.6 171.6 197.6Malam 197.6 234 267.8 210.6 252.2 790.4Dinihari 218.4 244.4 553.8 226.2 275.6 746.2Rata - rata geometrik 24 Jam 148.88 137.81 249.47 146.86 178.05 379.73 360

    3 Oksida Nitrogen ( NO x )Pagi 1008.25 1339.4 802.9 432.9 512.45 2005.4Siang 1008.25 1531.8 851 865.8 760.35 299.7Malam 412.55 1448.55 1263.55 518 327.45 451.4Dinihari 1261.7 1476.3 1306.1 958.3 192.4 556.85Rata - rata geometrik 24 Jam 713.96 1121.22 817.03 536.81 346.78 640.95 150

    4 Karbon Monoksida ( CO )Pagi 715.67 33335 7062.5Siang 13936.67 1506.67 13936.67Malam 2260 10923.33Dinihari 2260 6780 1506.67Rata - rata geometrik 24 Jam 4362.16 3206.04 5974.89 13771.39 8452.28 5464.84 30000

    5 Hidrokarbon ( HC )Pagi 1406 130.67 114.67 2480.67 34 28 160

    Sumber : Hasil Pengukuran, 1999* lihat lokasi pengukuran, item 4.1.2.1

    Tabel 4-4Intensitas Kebisingan di Daerah Studi

    No Waktu Pengukuran

    Hasil Pengukuran Kebisingan ( dBA )1 2 3 4 5 6 7 8

    1 07.00 - 09.00 67.1 62.5 68 61.3 51.8 62.4 46.2 56.72 09.00 - 14.00 67.4 64.7 64.7 63 52.8 54.3 52.4 523 14.00 - 19.00 66.5 64.6 62 59.8 52.6 56.2 58.8 55.94 19.00 - 22.00 67.8 68.5 63.1 49.3 43.6 47.5 46.3 585 22.00 - 24.00 68.2 66.2 42.1 60.3 42.1 45.2 42.2 62.96 24.00 - 03.00 71 68.8 42.2 66 42.2 45 42 61.37 03.00 - 06.00 62.8 66.3 42.1 66.8 42.1 42.4 43 53.8

    L Siang 67.2 65.7 65.1 60.4 51.3 57.9 54.1 56.1L Malam 68.5 67.3 42.1 64.7 42.1 44.4 42.4 60.7L Siang Malam 66 64.6 62.7 60.1 49 55.5 51.7 56Baku Mutu 70 55 55 70 50 50 50 55

    Sumber: Hasil Pengukuran, 1999* lihat lokasi pengukuran, item 4.1.2.2

  • 17

    Gambar 4-5Hasil Pengukuran Intensitas Kebisingan

  • 17

    4.1.3 Vibrasi

    Sebagaimana diuraikan pada bab metodologi studi bahwa getaran yang akan dibahas dalam studi ANDAL ini khususnya adalah getaran kejut yang ditimbulkan akibat proses peledakan (blasting) batuan penutup. Hasil perhitungan matematis untuk berbagai parameter getaran dan jumlah lubang ledakan per delay ditunjukkan pada tabel berikut ini.

    Tabel 4-5Parameter Proses Peledakan

    Jumlah lubang per

    delay

    Berat peledak per delay (kg)

    Kecepatan rambat

    gelombang (m/detik)

    Perpindahan partikel (mm)

    Kecepatan partikel

    (mm/detik)

    Percepatan partikel (g)

    Frekuensi (hz)

    1 205,8 15002500

    0,780,52

    20,5820,58

    0,100,15

    4,2 7,06,5 11,0

    5 1029,0 15002000

    2,421,62

    44,5644,56

    0,150,23

    3,0-5,54,5-8,2

    10 2058,0 15002000

    3,932,62

    62,1562,15

    0,180,28

    2,5-4,53,8-7,0

    17 3498,6 15002000

    5,693,91

    80,1880,18

    0,210,23

    2,3-4,03,4-6,0

    Sumber: Hasil Perhitungan, 2000

    Perbandingan baku tingkat getaran tersebut menunjukkan bahwa hasil perhitungan tersebut di atas:

    Berdasarkan baku mutu tingkat getaran untuk kenyamanan dan kesehatan sebagaimana tercantum dalam KEP-49/MENLH/11/1996 Lampiran I, maka data pada tabel tersebut di atas khususnya untuk rentang frekuensi yang berkisar antara 2,311,0 hz dan perpindahan partikel yang berkisar antara 0,78 5,69 mm masih termasuk dalam kategori masih diijinkan untuk kenyamanan dan kesehatan.

    Berdasarkan baku mutu tingkat getaran kejut sebagaimana tercantum dalam KEP-49/MENLH/11/1996, Lampiran IV, maka kecepatan partikel (kecepatan getaran) yang terukut termasuk dalam kategori kelas 4 yaitu getaran maksimum untuk bangunan yang strukturnya kuat dan terbuat dari beton atau baja.

    Sehubungan dengan adanya kegiatan peledakan sebagaimana diuraikan dalam kegiatan pertambangan, jarak minimum gedung/perumahan untuk jumlah titik ledakan dan berat bahan peledak tertentu per delay diperhitungan dengan menggunakan kriteria Scaled Distance. Agar gedung/perumahan tidak terganggu maka digunakan nilai Scaled Distance maksimum yaitu 50, sehingga dengan jumlah lubang per delay (dan berat bahan peledak berkisar dari 1 (205,8 kg) hingga 17 (3498,6 kg) jarak minimum dari titik peledakan ke gedung/perumahan berkisar antara 327 hingga 1349 meter.

  • 17

    4.1.4 Geologi dan Geokimia

    Geologi

    Secara regional, kondisi geologi daerah studi merupakan bagian dari rangkaian pegunungan Meratus yang membujur dengan arah timurlaut-baratdaya. Baberapa penelitian geologi yang dilakukan di sekitar daerah ini, umumnya dilaksanakan dalam rangka eksplorasi bahan tambang, seperti Macke (1925) dan Gollner (1925) masing-masing mengadakan penelitian di Tanah Bumbu dan pegunungan Sabatung, untuk mengidentifikasi lebih dalam mengenai kandungan batubara di daerah ini. Koolhoven (1931-1933) mengadakan penelitian dalam kaitan dengan penemuan intan di daerah aluvial Martapura, Tanah Bumbu dan Pelaihari. Supriatna (1989) melaporkan data geologi pegunungan Meratus berkaitan dengan pelaksanaan pemetaan geologi bersistem, yang umumnya dibedakan atas batuan berumur Jura (yang tertua) hingga Kuarter (yang termuda). Terakhir, Sikumbang & Heryanto (1994) melaporkan mengenai geologi daerah ini yang dituangkan dalam peta geologi lembar Banjarmasin.

    Struktur geologi yang terdapat adalah antiklin, sinklin, sesar naik, sesar mendatar dan sesar turun. Sumbu lipatan umumnya berarah timurlaut-baratdaya dan sejajar dengan arah sesar normal.

    Kegiatan tektonik daerah ini diduga telah berlangsung sejak jaman Jura dan telah menyebabkan bercampurnya batuan ultramafik dan batuan malihan. Pada jaman Kapur Awal atau sebelumnya terjadi penerobosan granit dan diorit yang menerobos batuan ultramafik dan batuan malihan. Pada akhir Kapur Awal terbentuk Kelompok Alino yang terdiri dari Formasi Paniungan, Formasi Pudak, Formasi Keramaian dan Formasi Manunggul, yang sebagian merupakan olistostrom, diselingi dengan kegiatan gunung api Kelompok Pitanak yang terdiri dari Formasi Pitanak dan Formasi Paau. Pada awal Kapur Akhir kegiatan tektonik menyebabkan tersesarkannya batuan ultramafik dan batuan malihan keatas Kelompok Alino. Kegiatan tektonik yang terjadi pada Kala Paleosen menyebabkan terangkatnya batuan berumur Jura dan Kapur, disertai penerobosan batuan andesit porfir. Formasi Tanjung yang terdiri dari batupasir kuarsa dengan sisipan batulempung dan batubara serta tempat lensa batugamping, terendapkan pada Eosen Awal dalam lingkungan paralas. Pada Kala Oligosen terjadi genanglaut yang membentuk Formasi Berai, yang disusul kemudian dengan terjadinya susutlaut pada Kala Miosen yang membentuk Formasi Warukin.

    Gerakan tektonik yang terakhir terjadi pada Kala Miosen akhir, menyebabkan batuan yang tua terangkat, membentuk Tinggian Meratus, dan melipat kuat batuan Tersier dan pra-Tersier. Sejalan dengan itu terjadi pensesaran naik dan pensesaran geser yang diikuti oleh sesar turun dan pembentukan Formasi Dahor pada Kala Pliosen.

    Cadangan batubara di daerah tambang Satui termasuk dalam Formasi Tanjung yang berumur Eosen yang mempunyai ketebalan lebih kurang 750 m dan terendapkan pada lingkungan paralas-neritik. Formasi Tanjung terdiri dari batupasir kuarsa berbutir halus sampai kasar dengan tebal perlapisan 50-150 cm, berstruktur sedimen perarian halus dan perlapisan silang siur; sisipan batulempung kelabu yang setempat menyerpih, ketebalan perlapisan 30-150 cm, dijumpai pada

  • 17

    baian atas formasi; sisipan batubara berwarna hitam, mengkilat, pejal, dijumpai pada bagian bawah formasi dengan tebal lapisan 50-150 cm. Setempat dijumpai lensa batugamping kelabu kecoklatan. Penyebaran Formasi Tanjung umumnya memanjang berarah timurlaut-baratdaya.

    PT. Arutmin Indonesia sendiri juga telah melakukan penelitian geologi yang dituangkan dalam Geologi Blok 6, Kalimantan Selatan (1990), dimana di dalamnya tercakup plageologi daerah studi, seperti terlihat pada Gambar 4-8.

    Geokimia

    PT. Arutmin Indonesia telah melakukan pengujian untuk mengetahui potensi pembentukan asam dari batuan penutup. Data yang diperoleh dari hasil analisa menunjukkan konsentrasi sulfur total bervariasi dari

  • 17

    Tabel 4-6Klasifikasi Tanah di Daerah studi

    Ordo Tanah Sub Ordo Grup Besar Sub Grup1. Inceptisols Tropepts Dystropepts Typic Dystropepts

    Petroferric Dystropepts

    Oxic DystropeptsAquepts Tropaquepts Typic Tropaquepts

    2. Ultisols Udults Hapludults Typic Hapludults Kandiudults Typic KandiudultsKanhapludults Typic KanhapludultsRhodudults Typic RhodudultsPlaeudults Typic Plaeudults

    Sumber: Hasil Pengamatan tahun 1997 dan 1999

    4.1.5.3 Karakteristik Tanah

    Hasil analisa laboratorium terhadap sifat-sifat tanah disajikan pada Tabel 47.

    4.1.5.3.1 Sifat Fisik Tanah

    Sifat fisik tanah memiliki peran penting terutama terhadap penetrasi akar ke dalam tanah, aerasi, drainasi dan nutrisi tanaman. Sifat fisik tanah juga mempengaruhi sifat kimia tanah, mikrobiologi tanah dan reaksi tanah terhadap pupuk. Tekstur dan permeabilitas tanah merupakan sifat-sifat fisik yang akan dibahas berikut ini.

  • 17

    Gambar 4-6Kondisi Geologi Daerah Studi

  • 17

    Tabel 4-7Hasil Analisa Contoh Tanah

  • 17

    Tekstur Tanah

    Istilah tekstur berkaitan dengan proporsi kandungan pasir, debu dan liat dalam lapisan tanah atau horison. Fraksi liat dan debu secara tidak langsung menggambarkan hubungan antara kondisi tanah dan suplai hara, sedangkan fraksi pasir menyediakan cadangan mineral tanah untuk suplai hara saat terjadinya proses pelapukan. Secara umum tekstur tanah di daerah tambang berupa liat berdebu, lempung berpasir, lempung, lempung liat berdebu dan lempung berliat di permukaan tanah serta liat di horison tanah di bawahnya.

    Permeabilitas Tanah

    Permeabilitas tanah berkaitan dengan pergerakan air di dalam tanah pada saat kondisi jenuh. Dari hasil analisa laboratorium, permeabilitas tanah umumnya sangat lambat hingga sedang (0,21 11,62 cm/jam).

    4.1.5.3.2 Sifat Kimia Tanah

    Kesuburan tanah menggambarkan suatu kondisi tanah yang memiliki keseimbangan antara air, udara dan hara tanah dan elemen tersebut dalam keadaan tersedia untuk kebutuhan tanaman. Faktor-faktor yang berperan dalam mempengaruhi kesuburan tanah diuraikan sebagai berikut.

    Reaksi Tanah (pH)

    Tingkat keasaman/kebasaan tanah digambarkan oleh unit pH. Reaksi tanah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Hasil analisa menunjukkan bahwa reaksi tanah di daerah tambang bervariasi dari sangat masam hingga mendekati masam (3,7 4,9).

    Kandungan Nitrogen dan Bahan Organik

    Bahan organik memegang peran penting dalam kesuburan tanah, yang juga berpengaruh terhadap jumlah unsur hara seperti nitrogen, pospor, kalsium dan sulfur yang tersedia untuk pertumbuhan tanaman. Secara umum, tanah-tanah di daerah studi mengandung bahan organik sangat rendah hingga sedang (0,27 % hingga 2,60%).

    Nitrogen merupakan unsur hara tanah yang diperlukan untuk pertumbuhan efektif tanaman. Berdasarkan hasil analisa laboratorium, kadar N tanah di daerah studi bervariasi dari sangat rendah hingga sedang (0,03 % - 0,26 %).

  • 17

    Pospor dan Kalium

    Pospor merupakan unsur hara makro yang esensial untuk pertumbuhan tanaman. Hasil analisa menunjukkan bahwa kadar P tersedia di dalam tanah bervariasi dari sangat rendah (1,3 ppm) hingga sangat tinggi (49,3 ppm).

    Unsur kalium merupakan elemen lain yang penting dibutuhkan tanaman dan dapat mempengaruhi produktivitas tanaman. Kadar K tersedia di dalam tanah bervariasi dari 2 mg/100 gr hingga 17 mg/100 gr, yang berarti sangat rendah hingga rendah.

    Kapasitas Tukar Kation (KTK)

    KTK tanah digambarkan sebagai kapasitas koloid tanah untuk menyerap dan mempertukarkan kation. Hasil analisa menunjukkan KTK tanah di daerah studi bervariasi antara sangat rendah hingga rendah (1,14 me/100 gr 11,57 me/100 gr).

    Kation-kation yang dapat dipertukarkan

    Kadar kalsium yang dapat dipertukarkan di daerah tambang termasuk sangat rendah (0,20 me/100 gr) hingga rendah (2,66 me/100 gr), demikian pula kadar magnesium berkisar antara sangat rendah hingga rendah (0,13 me/100 g 0,07 me/100 gr. Kadar kalium juga bervariasi dari sangat rendah hingga rendah (0,02 me/100 gr 0,33 me/100 gr) dan kadar natrium juga sangat rendah.

    4.1.5.4 Erosi Tanah

    Hilang atau terkikisnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat yang diangkut oleh air atau angin ke tempat lain yang disebut erosi sangat dipengaruhi oleh kombinasi beberapa faktor seperti iklim, topografi, tumbuh-tumbuhan dan manusia.

    Besarnya erosi tanah (A) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan USLE, yaitu menghitung parameter-parameter indeks erosivitas hujan (R), indeks erodibilitas tanah (K), indeks topografi (LS), indeks vegetasi (C) dan indeks konservasi (P).

    Indeks erosivitas hujan diperoleh dari data curah hujan di stasiun terdekat yaitu SMPK Pelaihari. Dari perhitungan yang dilakukan, didapat besarnya indeks erosivitas hujan setahun adalah 1622,7.

    Indeks erodibilitas tanah dihitung berdasarkan contoh tanah untuk analisis dari lima tempat di daerah studi yang dianggap mewakili. Dari perhitungan, diperoleh nilai indeks erodibilitas tanah berkisar antara 0,14 hingga 0,53 dengan nilai rata-rata 0,33.

    Indeks topografi (LS)

    Kisaran nilai indeks topografi (LS) di daerah tambang antara 0,25 hingga 1,20.

  • 17

    Indeks Vegetasi dan Konservasi Tanah (CP)

    Hasil pengamatan ditemukan bahwa daerah tambang memiliki beberapa jenis penggunaan lahan seperti semak belukar dan hutan sekunder, yang nilai indeks vegetasinya (C) antara 0,001 dan 0,3. Karena pada daerah tersebut tidak terdapat tindakan konservasi, maka nilai indeks konservasi tanah (P) adalah 1, dengan demikian nilai indeks (P) berkisar antara 0,001 dan 0,3. Dengan demikian maka kisaran dan rata-rata besarnya erosi tanah di daerah tambang sebagai berikut.

    Tabel 4-8Perhitungan Besar Erosi Tanah

    Jenis Penggunaan LahanErosi Tanah (ton/ha/th)

    Minimum Maksimum Rata-rataSemak belukar 16,79 309,6 116,47Hutan Sekunder 0,07 1,03 0,39Sumber: Hasil Perhitungan, 2000

    Berdasarkan klasifikasi tingkat erosi tanah yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan (1980), maka tingkat erosi tanah pada hutan sekunder termasuk kelas sangat rendah (

  • 17

    4.1.6.1.1 Karakteristik Umum DAS di Daerah Studi

    Pola aliran sungai di dalam semua DAS mengikuti suatu aturan yaitu bahwa aliran sungai dihubungkan oleh suatu jaringan satu arah dimana cabang dan anak sungai mengalir ke dalam sungai induk yang lebih besar dan membentuk pola. DAS Satui maupun DAS Kintap secara umum keduanya hampir memiliki pola yang sama, yaitu antara pola Trellis dan Dendritik. Bentuk daerah pengalirannya memanjang dan berbentuk seperti bulu burung dengan anak-anak sungai langsung masuk ke induk sungai. DAS Kintap lebih banyak mempunyai cabang dan anak-anak sungai dibandingkan DAS Satui, sehingga secara umum DAS Kintap berbentuk lebih melebar. Bentuk yang demikian secara alamiah akan menyebabkan debit banjirnya relatif kecil, karena perjalanan banjir dari anak-anak sungainya berbeda waktu satu sama lain. Sedangkan DAS Satui dengan anak-anak sungainya mengalir memanjang dari utara ke selatan atau dari timur laut ke barat daya sebelum bertemu sungai induknya, menyebabkan bentuknya terlihat lebih memanjang. Pola alur sungai berbelok-belok baik di bagian hulu, tengah maupun hilir menjadikan DAS ini rentan terhadap erosi dan bahaya banjir pada daerah tertentu terutama pada musim hujan sesuai karakteristik sungai pada umumnya di Kalimantan selatan yang melimpah pada musim hujan tetapi relatif kering pada musim kemarau.

    a. DAS Kintap

    Anak-anak sungai yang utama di DAS Kintap dimulai dari arah hulu adalah sungai Langsat, sungai Murungpudak dan sungai Keladan. Sungai Langsat bermuara di sungai Marungpudak kemudian bertemu dengan sungai Keladan di sebelah selatan daerah tambang Karuh. Kedua sungai ini berpotensi terkena dampak kegiatan pertambangan di daerah Karuh, terutama sungai Keladan yang melewati area pertambangan ini. Pertemuan aliran kedua sungai di daerah pertambangan Kintap tersebut mengalir menjadi sungai Kintap dan melalui daerah tambang Kintap. Anak sungai Kintap lainnya yaitu sungai Haruan bergabung dengan induk sungainya di sebelah selatan pertambangan Kintap. Makin ke hilir, sungai Penjalinan sebagai anak sungai Kintap lainnya bermuara pula ke sungai Kintap. Setelah melewati Desa Kintapura, sungai tersebut bergabung lagi dengan sungai Kintap Kecil hingga terus bermuara ke Laut Jawa.

    Panjang keseluruhan sungai Kintap dari hulu hingga ke muara diperkirakan sekitar 61 km, dengan daerah tangkapan diperkirakan sekitar 721 km2. Lebar sungai Keladan sebagai hulu sungai Kintap berkisar antara 15-25 m dan hanya dapat dilalui perahu kelotok hingga Riam Adungan. Sedangkan anak-anak sungai yang lain rata-rata memiliki dimensi lebih sempit dan dangkal hanya dapat dilalui oleh perahu-perahu tempel dan perahu dayung. Sub DAS yang cukup besar adalah sub DAS Kintap Kecil dengan daerah tangkapan meliputi area seluas 135 km2 dan panjang sungai kecil 22 km.

    Gabungan anak-anak sungai tersebut menjadikan lebar sungai Kintap semakin besar dari hulu ke hilirnya dengan lebar sekitar 25-50 meter dan bertambah dalam hingga ke muara, sehingga dapat dilayari oleh perahu-perahu layar dan penangkap ikan.

  • 17

    Arah aliran sungai Kintap mengarah ke selatan yaitu ke Laut Jawa. Pada bagian hulu aliran sungai relatif lurus. Pada daerah-daerah tertentu diantara dua lokasi dengan perbedaan ketinggian dari muka laut yang relatif besar, potensi terjadinya erosi cukup besar pula. Hal ini disebabkan kecepatan aliran sungai menjadi lebih besar dibandingkan bagian lebih hilirnya yang lebih berbelok-belok (meander), terutama di sekitar Desa Kuranji. Pada bagian ini, tahap transisi terjadi. Erosi masih terjadi khususnya pada bagian luar belokan sungai, sedangkan pada bagian dalamnya potensial terjadi endapan. Pada bagian hilir mendekati muara, sungai menjadi sangat berbelok-belok menyebabkan aliran air sungai melambat dan memberikan kesempatan besar untuk terjadinya pengendapan.

    b. DAS Satui

    Anak-anak sungai yang utama di Daerah Aliran Sungai Satui dimulai dari arah hulu adalah sungai Mewi yang membentuk aliran sungai Satui di bagian hilirnya. Sebelum memasuki daerah rencana tambang Bukit Baru, sungai Satui bertemu dengan sungai Jalamu yang dikontribusi alirannya dari anak sungai Tandui dan Aritan. Sungai Satui mengalir ke selatan melintasi daerah pertambangan Bukit Baru sebelum kemudian di sebelah selatan kampung Log Padi bertemu dengan sungai Baruna yang mendapat aliran airnya dari sungai Pituy dan Paringbaluy dari arah barat laut. Sungai Baru yang bagian hulunya berasal pula dari daerah rencana tambang Bukit Baru, mengalir menuju daerah di dekat Kamp HTI PT. Fass Forest dan kemudian bersatu dengan induk sungainya. Di sebelah selatan Desa Jombang, sungai Pabilahan yang berhulu dari daerah tambang Satui dan bermuara ke sungai Satui.

    Sebuah sub DAS Satui yang cukup besar bermuara pula ke sungai Satui yaitu sub DAS Batulaki yang memiliki aliran sungai dari hulu hingga pertemuan dengan sungai Satui kurang lebih sepanjang 42 Km, meliputi daerah tangkapan seluas 193 km2. Sebelum bermuara ke Laut Jawa di dekat lokasi dermaga muat batubara Muara satui, beberapa sungai kecil dan pendek bermuara di sekitar lokasi PT. Sumpol Log Pond. Panjang keseluruhan sungai Satui dari hulu hingga ke muara sekitar 63 km, dengan daerah tangkapan sekitar 724 km2.

    Anak-anak sungai Satui di sebelah utara daerah tambang Satui dan Bukit Baru relatif sempit, baru kemudian melebar di sebelah selatan daeran rencana tambang Bukit Baru. Aliran sungai yang semula lurus, mulai berbelok-belok di daerah ini sejalan dengan makin landainya DAS Satui. Di daerah ini terjadi transisi antara erosi sungai dan pengendapan sedimen. Setelah desa Jombang, pola sungai Satui yang berkelok-kelok lebih jelas terlihat. Kelokan-kelokan tajam semakin jelas terlihat setelah sungai melewati PT. Sumpol Log Pond sampai ke muara. Pada daerah berkelok tajam ini, potensi pendangkalan sungai akibat pengendapan menjadi semakin besar. Arah aliran sungai Kintap mengarah dari utara ke selatan yaitu ke Laut Jawa.

  • 17

    4.1.6.1.2 Karakteristik Erosi

    Kegiatan pengupasan tanah penutup dan batuan penutup di daerah tambang Satui yang sudah beroperasi mengakibatkan tanah menjadi lepas. Bila hujan turun, kondisi ini akan sangat potensial untuk mennyebabkan terjadinya erosi. Laju erosi dan pengikisan yang terjadi di daerah tambang Satui dibahas pada rona lingkungan awal sub bab tanah.

    Selain itu terjadi pula erosi akibat pengikisan tebing sungai oleh aliran air sungai. Secara umum sungai Kintap dan sungai Satui memiliki kemiringan aliran yang relatif kecil atau kurang lebih 1 0/00. Di daerah perbukitan, arus air sungai tenang, erosi berkembang secara lateral dan terjadi penorehan tebing sungai yang menyebabkan runtuhan dinding sungai. Di daerah dataran terjadi kelokan-kelokan tajam, makin dekat ke muara, kelokan berkembang menjadi meander yang memberikan kesempatan besar untuk terjadinya pengendapan.

    a. Sungai Kintap

    Pada saat studi ini dilakukan daerah tambang Karuh dan Kintap yang berpengaruh besar terhadap DAS Kintap belum dimulai, sehingga tidak terjadi erosi tanah oleh kegiatan penambangan PT. Arutmin Indonesia. Bila dilihat dari kadar TSS yang diukur di DAS Kintap (lihat Tabel 4-9), kecilnya kadar TSS pada lokasi tersebut menunjukkan bahwa kegiatan penambangan tidak menyebabkan terjadinya pengendapan sedimen di sungai Kintap.

    Kegiatan penambangan tanpa ijin (PETI) terlihat memberikan kontribusi terhadap peningkatan laju pengendapan sedimen, meskipun demikian dilihat dari kadar TSS terukur di sekitar kegiatan PETI di DAS Kintap diprakirakan sedimentasi yang terjadi sangat kecil.

    b. Sungai Satui

    Tambang Satui telah dioperasikan seluas 587,6 ha. Dari bukaan tanah seluas itu, terjadi erosi tanah yang meningkatkan laju pengendapan sedimen. Bila dilihat dari kadar TSS yang diukur di DAS Satui (lihat Tabel 4-12), hanya pada lokasi-lokasi dekat tambang Satui yang memiliki kadar TSS relatif tinggi, khususnya di sungai Pabilahan. Lokasi A3 yang terletak di hulu daerah tambang Satui memiliki kadar TSS kecil (79 mg/l). Tetapi pada titik pengukuran B8 di daerah tambang Satui, kadar TSS sudah cukup tinggi (641 mg/l), sedangkan pada lokasi pengamatan B6 di hilir daerah tambang Satui, kadar TSS sudah sangat tinggi (1973 mg/l). Ketiga lokasi tersebut diambil percontoh air sungainya dengan kondisi yang sama yaitu setelah hujan turun.

    Dari angka tersebut dapat dilihat bahwa kegiatan tambang Satui berdampak terhadap peningkatan laju pegendapan sedimen di sungai Pabilahan. Hal ini dapat dijelaskan dengan besarnya laju erosi di daerah tambang Satui rata-rata sebesar 116,47 ton/ha/tahun untuk semak belukar dan 0,39 ton/ha/tahun untuk hutan sekunder. Dampak negatif ini diperbesar dengan adanya kegiatan PETI di sebelah selatan daerah tambang Satui atau sebelah hilir sungai Pabilahan. Bahkan kegiatan PETI

  • 17

    memberikan kontribusi lebih besar terhadap peningkatan laju pengendapan sedimen dibandingkan dengan dari tambang Satui.

    4.1.6.2 Hidrogeologi

    Informasi kondisi hidrogeologi daerah studi diketahui berdasarkan penelitian terhadap sumur-sumur penduduk (Desember 1999) yang dilakukan oleh PT. Dames & Moore Indonesia (PTDMI) bersama dengan tim dari Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Lambung Mangkurat (PPLH UNLAM).

    4.1.6.2.1 Muka Air Tanah Dangkal

    Informasi yang didapat meliputi data kedalaman di beberapa lokasi sumur penduduk (lihat Tabel 4-15 dan Tabel 4-17). Lokasi tersebut adalah kampung Pabilahan, Kampung Log Padi, kampung Tandui dan Desa Salaman. Kampung Pabilahan, dan kampung Tandui berada di DAS Satui, sedangkan Desa Riam Andung, Kampung Kuranja dan Kampung Salaman berada di DAS Kintap.

    Kampung Pabilahan. Kondisi hidrogeologi di kampung Pabilahan yang diketahui dari pengamatan sumur penduduk menunjukkan bahwa muka air tanah dangkal berkisar antara 0,5 1,5 meter di bawah muka tanah. Penelitian dilakukan pada sumur dengan kedalaman dasar berkisar antara 3,5 6,5 meter.

    Kampung Log Padi. Sedangkan di Kampung Log Padi, muka air tanah dangkal berkisar antara 0,5 - 3 meter di bawah muka tanah dengan kedalaman dasar sumur berkisar antara 2,5 5 meter.

    Kampung Tandui. Sumur penduduk di Kampung Tandui memiliki muka air tanah dangkal berkisar antara 1,5 meter di bawah muka tanah dengan kedalaman dasar berkisar 2 - 3 meter.

    Kampung Salaman. Sumur penduduk di Kampung Salaman memiliki muka air tanah dangkal berkisar antara 0,5 - 2 meter di bawah muka tanah dengan kedalaman dasar berkisar 3 - 5 meter.

    4.1.6.2.2 Pola Aliran Akuifer

    Tinggi rata-rata muka air sumur penduduk (air tanah dangkal) dan tinggi dasar sumur saat kondisi normal pada musim hujan (tidak terjadi banjir) relatif lebih tinggi dibandingkan tinggi muka air permukaan sungai serta dasar sungainya. Kondisi demikian menyebabkan terbentuknya pola pengaliran akuifer yang efluen (pola sungai efluen) yaitu sungai mendapat sumber air dari air tanah. Muka air tanah akan selalu berada di atas muka air permukaan atau dapat dikategorikan aliran sungai permanen (perenial) yang mengalir sepanjang tahun. Pengecualian kondisi di atas saat terjadi banjir, muka air permukaan akan lebih tinggi dari air tanah.

  • 17

    4.1.7 Kualitas Air

    Kualitas air yang dipelajari dalam studi ANDAL ini meliputi kualitas air permukaan dan air tanah.

    4.1.7.1 Air Permukaan

    Data yang representatif untuk dijadikan data rona lingkungan awal adalah data yang diambil oleh tim berikut ini:

    PT. Bita Bina Semesta, September 1998 meliputi DAS Satui

    PPLH UNLAM, Juni 1999 meliputi DAS Kintap dan DAS Satui

    Pemantauan triwulan II PT. Arutmin Indonesia, Juni 1999 meliputi DAS Satui

    Tim PT. Dames & Moore Indonesia dan PPLH UNLAM, Desember 1999 meliputi DAS Kintap dan DAS Satui

    Hasil analisis pengambilan sampel kualitas air permukaan dari 4 sumber di atas diuraikan secara terpisah pada sub bab berikut. Hasil analisa terhadap parameter fisika, kimia dan mikrobiologi untuk kualitas air permukaan dibandingkan dengan baku mutu SK Gubernur Kalimantan Selatan No.28/1994 tentang penggolongan baku mutu dan peruntukan air di Kalimantan Selatan. Berdasarkan SK tersebut, sungai-sungai di DAS Kintap dan DAS Satui termasuk dalam golongan B yaitu air sungainya dapat digunakan sebagai air baku untuk diolah menjadi air minum dan keperluan rumah tangga lainnya.

  • 17

    4.1.7.1.1 DAS Kintap

    a. PPLH UNLAM

    Pengambilan sampel air di 7 lokasi masing-masing terletak di Sungai Keladan, Kanan, Murung Pudak, Siwa, Karuh, Wauran dan Penjalinan. Lokasi pengambilan sampel terlihat pada Gambar 2-3.

    Hasil analisis untuk parameter fisik, yaitu Suhu, Total Padatan Tersuspensi (TSS) dan Total Padatan Terlarut (TDS), menunjukkan angka di bawah Nilai Ambang Batas (NAB). Untuk paramater NH3-N; logam berat seperti Cadmium, Timbal dan Chromium serta Fenol terukur melebihi NAB di beberapa lokasi pengambilan sampel, sedangkan parameter kimia lainnya terukur masih berada di bawah NAB. Ringkasan hasil analisis kualitas air dari DAS Kintap terlihat dalam Tabel 4-9.

    Suhu air berkisar antara 24,5 - 27,9 OC sebelum hujan dan antara 25,0 - 25,9 OC setelah hujan. TSS terukur berkisar antara 2 - 72 mg/l sebelum hujan dan antara 11 - 104 mg/l sesudah hujan. NAB parameter TSS tidak ditetapkan dalam SK Gubernur No.28/1994, tetapi dalam perimbangan ekologis perairan umum sebaiknya TSS tidak melebihi 200 mg/l. Parameter TDS berkisar antara 42,9 75,4 mg/l sebelum hujan dan antara 60,6 75,9 mg/l sesudah hujan.

    Derajat keasaman yang ditunjukkan oleh pH, H2S, SO42- dan Fe2+ menunjukkan parameter-parameter tersebut masih berada di bawah NAB baik pada pengambilan sampel sebelum maupun sesudah hujan. Derajat keasaman menunjukkan adanya peningkatan antara sampel sebelum hujan dengan sampel setelah hujan. Kandungan hidrogen sulfida (H2S) dalam air bersumber dari hasil perombakan secara anaerob bahan organik yang mengendap di dasar perairan. Selain itu dapat pula berasal dari pencucian senyawa pyrite (FeS2) yang terdapat di sekitar sungai atau terbawa dari daratan. Oksidasi pyrite akan menghasilkan ion Fe2+, SO42- dan H+ yang menyebabkan peningkatan derajat keasaman perairan. Peningkatan ion H+ menyebabkan peningkatan derajat keasaman (pH) yaitu dari sekitar 6,12 - 6,93 sebelum hujan menjadi sekitar 5,81 - 6,89 sesudah hujan. Kandungan H2S yang terdeteksi di semua lokasi berkisar antara 0,00 - 0,02 mg/l sebelum hujan dan 0,00 - 0,06 mg/l sesudah hujan. Peningkatan kadar besi (Fe2+) dari antara 0,03 - 1,26 mg/l sebelum hujan menjadi antara 0,05 - 1,35 mg/l sesudah hujan mengindikasikan adanya pencucian pyrite oleh aliran permukaan, yang kemudian terurai menjadi besi dan SO24 sehingga kandungan SO42-

    meningkat dari antara 7 - 18 mg/l sebelum hujan menjadi antara 9 - 38 mg/l sesudah hujan.

    Amoniak bebas (NH3-N) merupakan salah satu bentuk senyawa nitrogen tereduksi yang dapat ditemukan dalam air. Amoniak bebas di dalam air sungai dapat bersumber dari hasil perombakan bahan-bahan organik oleh mikroba melalui proses mineralisasi. Bahan organik tersebut juga dapat berasal dari feces binatang dan protein dalam binatang dan tumbuhan yang telah mati. Di 6 lokasi amoniak terdeteksi masih berada di bawah NAB, yaitu berkisar antara 0,12 - 0,33 mg/l sebelum hujan dan antara 0,06 - 0,29 mg/l sesudah hujan (NAB = 0,5mg/l). Pada stasiun pengukuran di Sungai Karuh, di lingkungan sekitar PETI yang diambil setelah hujan tercatat nilai NH3-N

  • 17

    melebihi NAB yaitu sebesar 1,00 mg/l. Tingginya konsentrasi setelah hujan tersebut diduga berkaitan dengan pengadukan dasar perairan akibat aliran air deras selama hujan.

    Keberadaan logam berat dalam badan perairan dapat berasal dari sumber-sumber alamiah; yakni dari pengikisan batuan mineral yang terdapat di sekitar badan perairan, dan dapat pula berasal dari limbah industri dan limbah rumah tangga. Konsentrasi ion Cr+6 berkisar antara 0,00 - 0,09 mg/l sebelum hujan dan antara 0,01 - 0,11 mg/l sesudah hujan. Pada umumnya konsentrasi Cr6+

    meningkat setelah hujan, hal ini dimungkinkan dengan adanya pencucian batuan oleh aliran permukaan. Tiga lokasi pengukuran menunjukkan adanya konsentrasi Cr6+ yang melebihi NAB (0,05 mg/l), yaitu di lokasi pengukuran di Sungai Karuh, sekitar lingkungan PETI sebesar 0,11 mg/l sesudah hujan, percabangan Sungai Kintap dan Sungai Wauran sebesar 0,07 mg/l sesudah hujan, dan di Sungai Kintap di sekitar Desa Kuranji sebesar 0,09 mg/l sebelum hujan.

    Konsentrasi timbal (Pb) berkisar antara 0,01 - 0,08 mg/l sebelum hujan dan antara 0,02 - 0,09 sesudah hujan. Seperti halnya kromium, konsentrasi timbal juga pada umumnya meningkat setelah hujan. Lokasi pengukuran di Sungai Wauran terukur konsentrasi timbal yang melampaui NAB yaitu sebesar 0,1 mg/l. Konsentrasi Cadmium di setiap lokasi pengukuran baik di bagian hulu maupun hilir pertambangan juga telah melampaui NAB (0,01 mg/l), yaitu berkisar antara 0,038 - 0,077 mg/l sebelum hujan dan meningkat lagi menjadi 0,029 - 0,057 mg/l sesudah hujan.

    Konsentrasi fenol berkisar antara 0,00 - 0,01 mg/l sebelum hujan dan antara 0,01 - 0,08 mg/l sesudah hujan, artinya, pada pengambilan sampel sesudah hujan, seluruh lokasi pengukuran terdeteksi berada di atas NAB (0,002 mg/l).

    Berdasarkan sampel yang diambil oleh tim PPLH UNLAM dan dianalisis di laboratorium PPLH UNLAM, dapat disimpulkan bahwa rona awal lingkungan baik di dalam ataupun di sekitar (bagian hulu dan hilir) daerah tambang menunjukkan adanya indikasi pencemaran. Indikasi ini didasarkan atas tingginya konsentrasi logam berat (Cr+6, Cd+ dan Pb+) dan konsentrasi organik yang terukur dalam parameter fenol

    b. Tim Konsultan

    Pengukuran kualitas air dilakukan kembali oleh tim dari PT DMI dan PPLH UNLAM di DAS Kintap meliputi Sungai Kintap di bagian hulu dan hilir daerah rencana tambang Kintap serta Sungai Keladan di bagian hulu dan hilir daerah rencana tambang Karuh.

  • 17

    Tabel 4-9Hasil Analisis Parameter Fisik Kimia Air DAS Kintap

    (PPLH UNLAM 1999)

    No. Parameter SatuanLokasi Titik Sampling*

    A1b B1a B1b A2a A2b B2a B2b C1a C1b B3a B3b C2a C2bBaku Mutu Gol. B

    FISIKA1. Suhu Air C 24,9 25,9 25,5 24,5 25,7 26,0 25,7 25,8 25,2 25,6 25,9 25,9 25,0 Normal2. TSS mg/l 72 37 72 2 12 13 104 21 41 2 11 30 40 -3. TDS mg/l 70,6 75,4 60,6 67,6 63,7 70,7 63,3 57,7 75,9 65,9 68,4 59,1 72,8 1000

    KIMIA1. PH mg/l 6,82 6,91 6,28 6,93 6,89 6,93 6,45 6,38 6,30 6,12 5,81 6,33 6,16 5-92. Amoniak Bebas mg/l 0,33 0,27 0,29 0,12 0,09 0,27 1,00+ 0,12 0,25 0,22 0,06 0,16 0,28 0,53. Barium mg/l 0,000 0,032 00,14 0,000 0,002 0,024 0,054 0,016 0,056 0,000 0,014 0,020 0,036 14. Besi mg/l 0,68 1,26 1,30 0,62 0,07 1,04 1,24 1,02 1,28 0,03 0,05 1,02 1,35 55. Flourida mg/l 0,05 0,09 0,08 0,00 0,06 0,01 0,10 0,07 0,03 0,00 0,02 0,05 0,05 1,56. Kadmium mg/l 0,029+ 0,047+ 0,045+ 0,046+ 0,040+ 0,038+ 0,035+ 0,046+ 0,041+ 0,051+ 0,057+ 0,077+ 0,050+ 0,017. Khlorida mg/l 5,55 6,70 2,32 3,67 2,35 5,55 2,35 2,22 6,85 3,50 5,80 5,53 6,66 5008. Kromium (+6) mg/l 0,01 0,02 0,03 0,00 0,01 0,01 0,11+ 0,09+ 0,04 0,00 0,03 0,02 0,07+ 0,059 Mangan mg/l 0,01 0,05 0,04 0,00 tt 0,03 0,08 0,12 0,11 0,01 tt 0,01 0,05 0,310. Seng mg/l 0,088 0,076 0,081 0,083 0,090 0,074 0080 0,079 0,082 0072 0,078 0,049 0,079 511. Sulfat mg/l 18 13 19 7 10 9 38 12 15 8 9 12 14 40012. Sulfida (H2S) mg/l 0,02 0,01 0,02 0,00 0,00 0,00 0,06 0,02 0,01 0,00 0,01 0,02 0,01 0,113. Tembaga mg/l 0,026 0,033 0,013 tt tt 0,028 0,030 0,063 0,071 tt tt 0,012 0,052 114. Timbal mg/l 0,02 0,06 0,04 0,01 0,02 0,04 0,03 0,04 0,07 0,10+ 0,09 0,08 0,06 0,115. Fenol mg/l 0,06+ 0,05+ 0,06+ 0,00 0,01+ 0,01+ 0,08+ 0,01+ 0,06+ 0,00 0,01+ 0,01+ 0,05+ 0,002

    Sumber: Lab. PPLH Unlam Banjarbaru; kecuali Cd, Pb, dan Zn: Lab. Dasar MIPA Unlam Banjarbaru

    *Keterangan:A1. S. Keladan (KM 37) C1. S. Kintap (Desa Kuranji) A. Sebelah hulu kegiatan penambanganA2. S. Murung Pudak / S. Kiwa C2. Percabangan S. Kintap S. Wauran B. Outfall intake kegiatan penambanganB1. S. Keladan / S. Kanan (lingkungan PETI) a. tidak hujan (sebelum hujan) C. Sebaran dampak pencemaran air oleh penambanganB2. S. Karuh (lingkungan PETI) b. sesudah hujan (banjir) tt. Tidak terdeteksiB3. S. Wauran + Tidak sesuai atau melampaui NAB baku mutu air Golongan B

  • 17

    Pengambilan sampel ini dimaksudkan untuk mengklarifikasi hasil analisis studi lapangan yang dilakukan oleh UNLAM pada bulan Juni 1999, khusus untuk parameter yang melebihi NAB seperti cadmium, chromium, timbal dan fenol, serta parameter tambahan seperti arsen, tembaga, besi dan air raksa. Hasil analisis kualitas air dapat dilihat pada Tabel 4-10.

    Hasil pengamatan insitu (suhu, pH, salinitas, daya hantar listrik, kekeruhan, dan DO) menunjukan bahwa konsentrasi parameter di seluruh lokasi masih berada di bawah NAB. Seluruh lokasi pengamatan menunjukkan kondisi suhu air permukaan masih berada pada kisaran normal, demikian pula dengan derajat keasaman (pH) masih berada pada kisaran kriteria yang diperbolehkan.

    Tabel 4-10Kualitas Air Permukaan

    No. Parameter Satuan SKLU SKLD SKTU SKTD Baku Mutu Gol. B1. Suhu C 26,8 27,1 27,1 27,22. pH 6,87 6,65 7,07 7,093. Salinitas ppm 0,00 0 0 04. Daya Hantar Listrik mhos/cm 163 160 165 1635. Kekeruhan NTU 11 11 10 266. DO ppm 5,42 5,59 6,29 6,677. Debit l/dt 285,57 - 3383,84

    Organik8. Phenol mg/l 0.002

  • 17

    Debit air sungai di lokasi pengamatan diukur pada saat muka air dalam kondisi normal (tidak ada banjir). Debit air di Sungai Keladan di hilir lokasi tambang tidak terukur karena kondisi medan yang tidak memungkinkan.

    Hasil analisis laboratorium menunjukkan konsentrasi fenol berkisar antara

  • 17

    Tabel 4-11Kualitas Air Permukaan(PT. Bita Bina Semesta)

    No. Parameter SatuanLokasi Titik Sampling*

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11Baku Mutu**)

    Gol.BA. Fisika

    1. Temperatur Air (TA) C 27,2 24,5 24,7 24,6 25,4 24,6 25,4 25,6 26,6 25,2 25,4 Normal2. Bau - - - - - - - - - - - - -3. Warna Unit Pt.Co 28 40 26 30 150 342 20 22 26 12 14 -4. Kekeruhan Skala NTU 16 28 14 18 102 224 10 12 14 8 8 -5. Zat Padat Terlarut (TDS) mg/l 82,2 68,8 42 76,2 54 55,2 48,4 56,4 58 52 54 1.0006. Zat Padat Tersuspensi (TSS) mg/l 10 34 12 16,4 80,6 140,6 8 10 12 8,4 9,2 -7. Total Zat Padat (TS) mg/l 92,8 102,8 54 92,6 134,6 195,8 56,4 66,4 70 60,4 63,2 -8. Daya Hantar Listrik (DHL)/

    Conductivitymhos/cm 120 100 60 110 78 80 70 82 84 74 76 -

    B. Kimia1. PH 6,68 6,95 5,68 6,11 6,32 6,32 7,00 7,07 7,27 7,33 7,02 5 92. Ammonia (NH3-N) mg/l 0,008 0,007 tt 0,004 0,004 0,003 0,012 0,011 0,024 0,003 0,004 0,53. Nitrat (NO3-N) mg/l 0,345 0,441 0,284 0,532 0,672 0,832 0,284 0,288 0,345 0,233 0,284 104. Nitrit (NO2-N) mg/l 0,012 0,008 0,024 0,004 0,018 0,028 tt tt 0,009 0,004 0,004 1,05. Klorin bebas (Cl2) mg/l tt tt tt tt tt tt tt tt tt tt tt -6. Klorida (Cl) mg/l 6,24 5,34 3,24 5,28 3,52 3,60 3,40 3,70 4,21 3,32 3,28 5007. Sulfat (SO4) mg/l 20,25 22,50 40,50 24,25 28,50 28,25 20,25 18,50 18,50 16,25 16,25 4008. Fluorida (F) mg/l 0,03 0,04 0,02 0,05 0,07 0,09 0,02 0,04 0,06 0,02 0,03 1,59. Oksigen Terlarut (DO) mg/l 7,2 6,8 7,4 6,9 6,8 4,8 a). 7,2 6,4 62 72 74 610. Kobalt (Co) mg/l tt tt tt tt tt tt tt tt tt tt tt -11. Besi (Fe) mg/l 0,89 0,53 0,78 0,68 0,94 0,91 0,91 0,78 0,80 0,59 0,89 5,012. Tembaga (Cu) mg/l tt 0,005 0,003 0,004 0,010 0,008 0,005 0,003 0,005 0,004 0,006 1,013. Timbal (Pb) mg/l 0,020 0,005 0,010 0,026 0,030 0,030 0,016 0,018 0,030 0,001 tt 0,114. Kadmium (Cd) mg/l 0,001 0,002 0,001 0,003 0,002 0,005 0,001 0,003 0,004 0,004 0,006 0.0115. Seng (Zn) mg/l 0,014 0,016 0,015 0,015 0,010 0,013 0,018 0,016 0,016 0,013 0,015 5,016. Mangan (Mn) mg/l 0,04 0,06 0,15 0,03 0,04 0,31 0,06 0,03 0,05 0,02 0,08 0,317. Boron (B) mg/l tt 0,002 tt 0,002 0,002 0,003 tt 0,002 0,002 0,001 0,002 -18. Kesadahan (mgCaCO3) mg/l 28,34 30,44 20,34 28,44 35,42 40,24 20,43 20,43 28,32 30,44 30,44 -19. Air Raksa/Merkuri (Hg) mg/l tt tt tt tt tt tt tt tt tt tt tt 0,00120. Alumunium (Al) mg/l tt tt tt tt tt tt tt tt tt tt tt -21. Arsen (As) mg/l tt 0,02 tt tt tt tt 0,01 tt 0,01 tt tt 0,0522. Barium (Ba) mg/l 0,052 0,052 0,024 0,022 0,024 0,028 tt tt 0,031 0,024 0,024 -23. Kromium (Cr-6) mg/l 0,01 0,01 0,01 tt 0,02 0,03 0,01 0,01 0,02 0,02 0,03 0,0524. Natrium (Na) mg/l 3,422 2,894 0,452 3,042 1,924 2,021 1,832 2,111 2,124 1,932 1,944 -

  • 17

    No. Parameter SatuanLokasi Titik Sampling*

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11Baku Mutu**)

    Gol.BA. Fisika

    25. Perak (Ag) mg/l tt tt tt tt tt tt tt tt tt tt tt -26. Nikel (Ni) mg/l 0,008 0,012 0,027 0,036 0,007 0,038 0,023 0,020 0,030 0,026 0,040 -27. Selenium (Se) mg/l tt 0,004 tt 0,001 0,002 0,005 tt 0,009 0,001 0,002 0,005 0,0128. Sianida (CN) mg/l tt tt tt tt tt tt tt tt tt tt tt 0,0529. Sulfida (sebagai H2S) mg/l 0,001 0,009 0,002 0,002 0,001 0,002 0,002 0,002 0,001 0,001 0,001 0,130. Fenol mg/l tt tt tt tt tt tt tt tt tt tt tt 0,00231. Deterjen (Surfaktan) mg/l 0,024 0,038 0,008 0,063 0,078 0,080 0,002 0,008 0,012 0,002 0,002 0,532. Minyak & Lemak mg/l tt tt tt tt tt tt tt tt tt tt tt Nihil33. Zat organik (KMnO) mg/l 30,452 40,344 28,341 42,341 60,521 64,521 30,421 28,341 38,341 28,452 28,342 -34. BOD5 (20C) mg/l 8,40 10,60 6,20 12,60 16,40 20,20 8,60 6,80 10,20 4,40 6,20 -35. COD mg/l 19,452 22,341 16,45 24,511 30,452 38,341 19,342 18,342 20,341 11,452 13,422 -36. Ortofosfat (PO) mg/l 0,282 0,294 0,132 0,442 0,532 0,645 0,282 0,132 0,161 0,124 0,128 -37. P Total mg/l 0,345 0,322 0,184 0,522 0,632 0,745 0,304 0,188 0,194 0,158 0,170 -38. N Total mg/l 0,532 0,638 0,355 0,724 0,942 1,342 0,455 0,374 0,432 0,388 0,324 -

    C. Biologi1. Koliform Tinja MPN/100ml 930 4.600 a). 230 11.000 a). 90.000 a). 23.000 a). 230 930 4.300 a). 64 230 2.0002. Total Koliform MPN/100ml 2,400 11.000 a). 430 24.000 a). 110.000 a). 43.000 a). 430 2.400 9.000 93 430 10.000

    Sumber: Hasil analisis laboratorium, September 1998 (Lampiran B)Keterangan:a) Diatas Nilai Ambang Batas (NAB)*) Lokasi Sampling*):1. Sungai Baruna di bagian hulu dari rencana area pertambangan batubara.2. Sungai Baruna di dalam rencana area pertambangan batubara.3. Sungai Jelamu di bagian hulu dari rencana area pertambangan batubara.4. Sungai Satui, pada titik pertemuan antara Sungai Jelamu dan Sungai Satui.5. Sungai Satui, setelah titik pertemuan antara Sungai Baruna dengan Sungai Satui.6. Sungai Satui, setelah titik pertemuan antara Sungai Satui dengan Sungai Baru.7. Sungai Meluang di bagian hulu dari rencana area pertambangan batubara.8. Sungai Baru di bagian hulu dari rencana area pertambangan batubara.9. Sungai Baru, setelah titik pertemuan dengan Sungai Meluang.10. Sungai Kapayang (anak S. Batulaki) di bagian hulu rencana area pertambangan batubara.11. Sungai Kapayang di bagian hilir rencana area pertambangan batubara.**) SK gubernur Kalimantan Selatan No. 28/1994

  • Derajat keasaman yang ditunjukkan oleh nilai pH menunjukkan kualitas air tergolong cukup asam di lokasi 1 6 (pH = 5,68 6,95) dan bersifat cenderung netral hingga basa di lokasi 7 11 dengan pH antara 7,00 7,33. pH air yang cenderung rendah dipengaruhi oleh keasaman tanah yang berkorelasi dengan keasaman air permukaan. Secara alami kondisi perairan sungai di hutan-hutan dataran rendah Pulau Kalimantan cenderung bersifat asam karena adanya pencucian dari lapisan tanah pucuk yang banyak mengandung humus (zat organik) dan tanin yang bersifat asam (Mac Kinnon, 1996).

    Kandungan senyawa nitrogen yang dianalisis meliputi ammonia (NH3-N), nitrit (NO3-N) dan nitrogen total. Ammonia terdeteksi di bawah NAB untuk setiap lokasi pengukuran yaitu berkisar antara 0,003 0,024 mg/l, demikian pula dengan nitrit berkisar antara 0,004 0,028 mg/l, masih berada di bawah NAB (1,0 mg/l). Nitrat dan fosfat sebagai unsur hara (nutrient) yang sangat dibutuhkan untuk perkembangan dan pertumbuhan hidup organisma perairan; terutama fitoplankton dan mikrofia merupakan indikator tingkat kesuburan suatu ekosistem perairan. Walaupun jauh berada di bawah NAB, kandungan nitrat yang berkisar antara 0,2333 0,832 mg/l (NAB = 10 mg/l) dan kandungan fosfat-total yang berkisar antara 0,158 0,745 mg/l (NAB tidak di tetapkan) mengindikasikan tingkat kesuburan air sungai tersebut tergolong sedang (mesotrofik) sampai tinggi (eutrofik). Suatu perairan dinyatakan tergolong mesotrofik hingga eutrofik jika mengandung nitrat antara 0,2 0,65 mg/l dan fosfat antara 0,005 0,030 mg/l (Vollenweider R.A., 1968). Tingginya tingkat kesuburan ini (terutamana di lokasi 1 6) selain disebabkan karena faktor alami, juga karena adanya infiltrasi limbah cair domestik yang berasal dari aktivitas penduduk di sekitar sungai yaitu Kampung Tandui, Kampung Km 29, Kampung Log Padi Desa Bukit Baru dan Camp HTI PT. Fass Forest Development. Penduduk yang bermukim di perkampungan ini selain memanfaatkan air untuk air minum, juga menjadikan sungai sebagai sarana MCK (Mandi Cuci Kakus) sehingga menambah konsentrasi nitrat dan fosfat di badan air tersebut.

    Konsentrasi oksigen terlarut terukur cukup rendah di Sungai Satui setelah titik pertemuan dengan Sungai Baru (lokasi 6) yaitu sebesar 4,8 mg/l (NAB = 6 mg/l). Keberadaan senyawa organik; baik yang ditunjukkan oleh parameter COD maupun BOD; menunjukkan angka tertinggi ditemukan di lokasi 6 (COD antara 11,452 - 38,341 mg/l, BOD antara 4,4 20 mg/l). Dari hasil analisis tersebut terlihat bahwa kadar oksigen terlarut yang rendah di lokasi 6 disebabkan karena konsumsi oksigen yang tinggi oleh senyawa organik. Dari seluruh lokasi pengukuran, lokasi 6 merupakan lokasi yang paling tercemar karena merupakan lokasi paling hilir yang mungkin menerima beban pencemar yang lebih banyak dibandingkan daerah hulu.

    Parameter logam berat yang terukur di seluruh lokasi pengukuran berada di bawah NAB, kecuali untuk parameter Mangan (Mn). Parameter Mangan di lokasi 6 terukur sebesar 0,31 mg/l melebihi NAB (0,30 mg/l). Keberadaan logam-logam dalam badan perairan dapat berasal dari sumber-sumber alamiah yang berasal dari pengikisan batuan yang terdapat di sekitar perairan. Disamping itu, partikel-partikel logam yang ada di udara dapat terbawa turun oleh hujan dan masuk ke badan air.

  • Parameter kimia yang tidak terdeteksi di seluruh lokasi pengukuran adalah fenol, sianida (CN), minyak dan lemak. Hal ini dimungkinkan karena tidak adanya sumber alami maupun sumber pencemar dari aktivitas manusia yang masuk ke perairan sungai atau konsentrasinya sangat kecil sehingga berada di bawah batas deteksi.

    Kualitas air secara biologis sangat erat kaitannya dengan kehadiran mikroba pathogen penyebab penyakit, mikroba pencemar (bakteri koliform) dan bakteri penghasil toksin. Kandungan koliform tinja yang terdeteksi berkisar antara 64 90.000 MPN (Most Probable Number) per 100 ml contoh air sungai (NAB 2.000 MPN/100 ml). Sedangkan kandungan total koliform yang terdeteksi berkisar antara 93 110.000 MPN per 100 ml contoh air sungai (NAB = 10.000 MPN/100 ml contoh air). Pengukuran di lokasi 2,4,5,6 dan 9 menunjukkan populasi koliform tinja sudah melampaui NAB, yaitu berkisar antara 4300 90.000 MPN/100 ml. Sedangkan kandungan total koliform yang terdeteksi melebihi NAB ditemukan pada stasiun 2,4,5 dan 6 yaitu berkisar antara 11.000 110.000 MPN per 100 ml. Hal ini menunjukkan bahwa perairan sungai-sungai tersebut sudah tercemar oleh bakteri fekal yaitu bakteri yang berada dalam kotoran manusia (faeces). Aktivitas penduduk terutama yang berada di sekitar Sungai Baruna, Jelamu dan Satui (lokasi 2,4,5 dan 6) merupakan penyebab tingginya kedua parameter tersebut.

    Berdasarkan hasil studi oleh PT. Bita Bina Semesta dapat disimpulkan bahwa kualitas air permukaan di DAS Satui cukup baik, kecuali untuk kandungan mikroba pencemar yang terdeteksi tinggi di beberapa lokasi pengukuran.

    b. PPLH UNLAM

    Pengambilan sampel air diambil dari 9 lokasi pengukuran di Sungai Pabilahan Hulu, Jalamu Hulu (Desa Bukit Baru), Pabilahan (di lingkungan tambang PT. Arutmin Indonesia, di pemukiman kecil dan di sekitar lokasi PETI), Sungai Satui (Kampung Log Padi, Desa Jombang, Desa Sungai Danau) dan pertemuan antara Sungai Satui dan Sungai Pabilahan yang tergambar pada Peta 2-3.

    Hasil analisis parameter fisik, yaitu Suhu, TSS dan TDS menunjukkan pada umumnya semua parameter terukur berada di bawah NAB golongan B, kecuali TSS terukur di atas NAB di lokasi Sungai Pabilahan. Untuk parameter kimia, seperti halnya di DAS Kintap, paramater NH3-N; logam berat seperti Cadmium, Timbal dan Chromium serta fenol terdeteksi melebihi NAB di beberapa lokasi pengambilan sampel, sedangkan parameter lainnya terukur masih berada di bawah NAB (lihat Tabel 4-12).

    Konsentrasi TSS yang cukup tinggi ditemukan di sepanjang S. Pabilahan tertinggi terdeteksi di sekitar pemukiman kecil (lokasi B6b) yaitu 1973 mg/l, diatas konsentrasi maksimal untuk kehidupan biota perairan yang baik (200 mg/l). Kandungan TSS yang tinggi menunjukkan indikasi erosi tanah dari daerah sekitar Sungai Pabilahan, dimana jarang ditemukan vegetasi pada bantaran kedua sungai tersebut disamping tingginya aktivitas penambangan batubara.

  • Seperti halnya di DAS Kintap, derajat keasaman di DAS Satui umumnya meningkat setelah hujan, pH dari antara 5,72 - 6,57 mg/l sebelum hujan menjadi antara 5,57 - 6,45 mg/l sesudah hujan. H2S terdeteksi melampaui NAB golongan B (0,1 mg/l) di dua lokasi di S. Pabilahan yaitu di lingkungan tambang PT. Arutmin Indonesia (0,11 mg/l) dan di lingkungan PETI (0,26 mg/l). Konsentrasi SO4 berkisar antara 11 - 42 mg/l sebelum hujan dan antara 8 - 46 mg/l sesudah hujan (NAB golongan B - 400 mg/l), demikian pula untuk kandungan Besi (Fe2+) seluruh lokasi pengukuran menunjukkan angka di bawah NAB, yakni berkisar antara 0,17 - 1,23 mg/l sebelum hujan dan 0,02 - 1,25 mg/l sesudah hujan (NAB golongan B = 5 mg/l).

    Keberadaan zat organik yang terukur oleh NH3-N menunjukkan adanya konsentrasi yang melebihi NAB (0,5 mg/l), yang ditemukan di empat lokasi pengukuran, yakni di sepanjang S. Pabilahan; di daerah pemukiman kecil (1,58 mg/l), di sekitar daerah tambang PT. Arutmin Indonesia (1,02 mg/l), lingkungan PETI (0,55 mg/l) serta di S. Satui sekitar Desa Jombang (1,19 mg/l).

    Konsentrasi kromium berkisar antara 0,01 - 0,16 mg/l sebelum hujan dan antara 0,01 - 0,1 mg/l sesudah hujan. Konsentrasi yang melebihi NAB (0,05 mg/l) terdeteksi di empat lokasi, yaitu di S. Pabilahan di pemukiman kecil (0,1 mg/l sesudah hujan), S. Satui di Desa Lok Padi ( 0,12 mg/l) dan Desa Jombang (0,08 mg/l sesudah hujan) serta di percabangan antara S. Satui dan S. Pabilahan (0,015 sebelum hujan).

    Konsentrasi timbal berkisar antara 0,12 - 0,19 mg/l sebelum hujan dan antara 0,13 - 0,20 mg/l sesudah hujan. Delapan dari sembilan lokasi pengukuran menunjukkan konsentrasi timbal yang sudah melampaui NAB (0,1 mg/l), yaitu di stasiun pengukuran di S. Satui dan S. Pabilahan. Stasiun yang tidak melebihi NAB yaitu S. Pabilahan Hulu (0,04 mg/l). Timbulnya timbal dapat berasal dari emisi kendaraan atau aktifitas lainnya dalam bentuk yang terlepas ke udara, dan kemudian terbawa oleh hujan.

  • Tabel 4-12Hasil Analisis Parameter Fisik Kimia Air DAS Satui

    (PPLH UNLAM 1999)

    No. Parameter SatuanLokasi Titik Sampling*

    A3b B5a B6a B6b B7a B7b B8b C6a C7a C7b C8a C8b C9bBaku Mutu Gol. B

    FISIKA1. Suhu Air C 25,5 25,5 25,4 25,3 25,3 25,1 25,2 25,0 26,3 23,5 26,2 23,5 26,7 Normal2. TSS mg/l 79 137 94 1973 35 16 641 22 13 41 38 55 12 -3. TDS mg/l 48,3 52,8 90,0 86,8 53,8 53,7 77,2 63,1 71,9 54,7 67,2 71,0 63,0 1000

    KIMIA1. PH mg/l 5,57 5,57 6,05 5,45 6,60 6,38 6,16 6,57 6,27 5,97 6,57 6,45 5,85 5-92. Amoniak Bebas mg/l 0,23 0,55 0,25 1,58 0,18 0,10 1,02 0,04 0,18 1,19 0,15 0,20 0,10 0,53. Barium mg/l 0,011 0,011 0,018 0,042 0,002 0,000 0,020 0,060 0,051 0,024 0,050 0,017 0,042 14. Besi mg/l 1,08 1,23 1,13 1,22 0,17 0,02 1,02 1,05 1,00 1,25 1,22 1,00 0,88 55. Flourida mg/l 0,02 0,09 0,02 0,10 0,02 0,00 0,01 0,04 0,04 0,08 0,03 0,06 0,02 1,56. Kadmium mg/l 0,036+ 0,107+ 0,079+ 0,089+ 0,104+ 0,090+ 0,100+ 0,091+ 0,080+ 0,084+ 0,081+ 0,101+ 0,096+ 0,017. Khlorida mg/l 0,00 2,25 8,27 7,10 0,00 3,55 3,55 3,55 5,56 3,55 3,55 3,55 3,55 5008. Kromium +6 mg/l 0,02 0,01 0,07+ 0,10+ 0,01 0,01 0,02 0,12+ 0,09+ 0,08+ 0,15+ 0,05+ 0,02 0,059 Mangan mg/l 0,01 tt 0,05 0,06 0,01 0,01 0,03 0,02 0,02 0,03 0,03 0,03 0,00 0,310. Seng mg/l 0,074 0,044 0,065 0,050 0,055 0,063 0,033 0,064 0,059 0,067 0,059 0,061 0,050 511. Sulfat mg/l 24 42 24 46 13 8 30 14 11 18 16 20 11 40012. Sulfida (H2S) mg/l 0,04 0,01 0,06 0,26+ 0,03 0,00 0,11+ 0,01 0,01 0,03 0,03 0,03 0,00 0,113. Tembaga mg/l 0,011 0,022 0,028 0,082 0,012 0,010 0,052 0,099 0,005 0,044 0,014 0,071 0,006 114. Timbal mg/l 0,04 0,19+ 0,12 0,13+ 0,17+ 0,17+ 0,20+ 0,13+ 0,16+ 0,14+ 0,18+ 0,16+ 0,20+ 0,115. Fenol mg/l 0,04+ 0,09+ 0,03 0,09+ 0,01+ 0,00 0,07+ 0,00 0,00 0,04+ 0,01+ 0,01+ 0,00 0,002Sumber: Lab. PPLH Unlam Banjarbaru; kecuali Cd, Pb, dan Zn: Lab. Dasar MIPA Unlam Banjarbaru

    *Keterangan:A3. S. Pabilahan Hulu C6. S. Satui (Desa Lok Padi) A. Sebelah hulu kegiatan penambanganB5. S. Pabilahan (PETI) C7. S. Satui (Desa Jombang) B. Outfall intake kegiatan penambanganB6. S. Pabilahan (pemukiman kecil) C8. Percabangan S. Satui S. Pabilahan C. Sebaran dampak pencemaran air oleh penambanganB7. S. Jalamu Hulu (Desa Bukit Baru) C9. S. Satui (Desa Sei Danau) tt. Tidak terdeteksiB8. S. Pabilahan (lingk. Tambang PT. Arutmin Indonesia) a. tidak hujan (sebelum hujan) + Melampaui NAB baku mutu air Golongan B

    b. sesudah hujan (banjir)

  • 17

    Seperti halnya di sungai-sungai DAS Kintap, konsentrasi cadmium di seluruh lokasi pengukuran DAS Satui sudah melampaui NAB (0,01 mg/l), yaitu antara 0,079 - 0,0107 mg/l sebelum hujan dan meningkat menjadi 0,036 - 0,101 mg/l sesudah hujan.

    Konsentrasi fenol sebelum dan sesudah hujan berkisar antara 0,00 - 0,09 mg/l di 7 lokasi pengukuran terdeteksi konsentrasi fenol melebihi NAB golongan B (0,002 mg/l), yaitu selain di Sungai Satui Dusun Lok Padi dan Desa Sungai Danau.

    Berdasarkan hasil analisis tim PPLH UNLAM di atas, terlihat bahwa daya dukung lingkungan untuk kualitas air di sekitar DAS Satui baik di hulu, di dalam dan di hilir lokasi tambang adalah kurang baik. Konsentrasi Cr+6, Cd+, Pb, H2S dan fenol terdeteksi melebihi NAB di beberapa lokasi pengukuran.

    c. Hasil Pemantauan PT. Arutmin Indonesia

    Lokasi pemantauan kualitas air terbagi atas dua bagian yaitu di sekitar daerah tambang Bukit Baru dan muara dengan 5 contoh di Sungai Pabilahan dan 1 contoh di sekitar muara. Hasil analisis kualitas air terlihat dalam Tabel 4-13. Pemantauan tidak dilakukan pada semua parameter, tetapi terbatas pada data kekeruhan, pH, DO, BOD, COD dan Besi. Data ini digunakan sebagai penunjang untuk mendukung data dari sumber-sumber tersebut di atas.

    Hasil analisis menunjukkan kekeruhan berkisar antara 19 35 mg/l. Derajat keasaman yang dinyatakan dalam pH menunjukkan kualitas air berada dalam kondisi yang cukup netral, yaitu berkisar antara 6,9 7,3. Oksigen terlarut juga memenuhi ketentuan minimal (6 mg/l), yaitu berkisar antara 7,2 7,6 mg/l. BOD berkisar antara 12,6 19,7 mg/l dan COD berkisar antara 29,9-34 mg/l. Tidak ada NAB untuk parameter kekeruhan, BOD dan COD pada SK Gubernur No. 28/1994. Konsentrasi besi terukur berkisar antara 0,03 0,12 mg/l (NAB - 5 mg/l).

    Berdasarkan data pemantauan PT. Arutmin Indonesia untuk parameter-parameter di atas, rona awal lingkungan untuk kualitas air relatif cukup baik.

    a. Tim Konsultan

    Lokasi stasiun pengukuran yang diklarifikasi kembali oleh tim dari PT DMI dan PPLH UNLAM di DAS Satui meliputi Sungai Baru bagian hulu dan hilir serta Sungai Batulaki hilir.

    Pengambilan sampel ini dimaksudkan untuk mengklarifikasi hasil analisis studi lapangan yang dilakukan oleh UNLAM pada bulan Juni 1999, khusus untuk parameter yang melebihi NAB seperti fenol, cadmium, chromium, dan timbal.

  • 17

    Tabel 4-13Hasil Analisa Kualitas Air Sungai

    ParameterLokasi Pemantauan

    NAB SAS-2 SAS-3 SAS-4 SAS-5 SAS-6 SAS-7Kekeruhan (mg/l) - 19 42 39 28 30 35pH 5-9 7.1 7.2 6.9 7.3 7.1 6.9DO (mg/l) >6 7.2 7.6 7.3 7.5 7.5 7.2BOD5 (mg/l) - 13.1 19.7 15.3 12.6 13.5 18.4COD (mg/l) - 28.1 34.0 26.5 22.9 24.7 27.9H2S (mg/l) 0,1 - - - - - -Fe (mg/l) 5 0.04 0.12 0.06 0.03 0.07 0.05Minyak (mg/l) Nihil - - - - - -Sumber : PT. Arutmin Indonesia, 1999Keterangan:SAS-2 : Sungai Pabilahan (lingkungan tambang Pit Sajuna)SAS-3 : Pertemuan Sungai Satui dan Sungai PabilahanSAS-4 : Sungai Satui (Desa Sungai Danau)SAS-5 : Sungai Satui (di hulu pelabuhan muara Satui)SAS-6 : S. Satui (di hilir pelabuhan muara Satui)SAS-7 : S. Pabilahan (di hilir pit Sungai Arjuna)

    Hasil analisis kualitas air tersebut dapat dilihat pada Tabel 4-14. Hasil pengamatan insitu terlihat bahwa suhu air permukaan di seluruh lokasi pengamatan menunjukkan kisaran yang relatif normal, demikian pula dengan derajat keasaman (pH). Kadar Salinitas pada hasil pengukuran seluruh lokasi pengamatan memberikan nilai yang menunjukkan bahwa air tersebut merupakan air tawar yang bebas dari pengaruh pasang laut. Nilai DHL masih menunjukkan kisaran yang jauh di bawah ambang maksimum yang dianjurkan bagi air minum sebesar 400 mhos/cm.

    Tingkat kekeruhan di lokasi pengamatan di Sungai Bukit Baru Hulu yaitu 105 NTU (di atas lokasi rencana tambang) ternyata justru menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengamatan di Sungai Bukit Baru Hilir yaitu sebesar 15 NTU (NAB - 25 NTU). Fenomena ini menunjukkan bahwa ternyata di bagian hulu sungai terdapat aktivitas yang berkontribusi besar terhadap peningkatan kekeruhan pada badan air sungai tersebut. Mengingat bahwa letak lokasi pengambilan sampel air terhadap daerah penambangan batubara PT. Arutmin Indonesia, maka peluang aktivitas tersebut dapat berasal dari adanya penebangan hutan, kegiatan penambangan liar di bagian hulu atau kondisi alamiah daerah aliran sungai bagian hulu yang rentan erosi. Menurunnya tingkat kekeruhan pada bagian hilir disebabkan oleh proses pengendapan padatan tersuspensi di badan air selama perjalanan massa air dari bagian hulu ke hilir.

  • 17

    Tabel 4-14Kualitas Air Permukaan

    No. Parameter Satuan SBRD SBLD SBRU Baku Mutu Gol.B

    1. Temperatur C 27,6 26,6-32,1 26,6-27,62. pH 6,21 6,87 6,923. Salinitas ppm 0,00 0,00 0,004. DHL mhos/cm 102 154 1815. Kekeruhan NTU 105 15 86. DO ppm 5,13 5,09 4,727. Debit l/dt - - 9

    Organik8. Fenol mg/l

  • 17

    4.1.7.2 Air Tanah

    Pengambilan contoh kualitas air tanah juga dilakukan di perkampungan sekitar DAS Kintap dan DAS Satui pada bulan Desember 1999

    4.1.7.2.1 DAS Kintap

    Lokasi pengambilan sampel yaitu Desa Riam Adungan, Desa Kuranji dan Desa Salaman dan daerah di Sungai Kayu (sebagai keluaran dari mata air di Desa Kuranji). Pengambilan sampel dilakukan dari sumur-sumur penduduk, kecuali di daerah di Sungai Kayu dari mata air yang telah menjadi sungai (karena tidak ditemukan adanya sumur), dan sungai tersebut dijadikan sebagai sumber air minum penduduk sekitarnya. Pada Tabel 4-15 terlihat hasil pengukuran insitu dan hasil analisis laboratorium beberapa parameter di Kampung Salaman dan Sungai Kayu yang dapat mewakili kondisi sumur-sumur lainnya. Hasil analisis air tanah di laboratorium disajikan pada Tabel 4-16. Hasil analisis air tanah baik in situ ataupun laboratorium dibandingkan dengan baku mutu Keputusan Menteri Kesehatan No. 416/1990 (Golongan B).

    Tabel 4-15Hasil Pengukuran Sumur Penduduk dan Keluaran Sumber Air

    di wilayah DAS Kintap (in situ)

    No Lokasi/Pemilik Sumur

    Kedalaman (m) hingga

    Dasar Sumur

    Muka Air

    Kedalaman Air

    Parameter Air

    Suhu pH Sal DHL Kekeruhan DO Keterangan

    1

    2

    3

    Kampung Riam Adungan

    Kampung Kuranji

    Kampung Salaman3.1. Mugeni3.2. Bejo3.3. Ayib3.4. Ipul3.5. Kusasi3.6. Romansyah3.7. Nuriah3.8. Sungai Kayu

    (anak Sungai Kuranji)

    -

    -

    3,54,044,103,134,924,563,91

    -

    -

    0.931,890,720,60

    -0,730,94

    -

    -

    2,572,153,382,53

    -3,832,97

    -

    -

    27,026,727,327,2

    -26,927,1

    26,7

    -

    -

    5,804,844,654,84

    -5,175,336,67

    -

    -

    0000-000

    -

    -

    31473431-

    1540392

    -

    -

    10828-

    1034

    -

    -

    2,453,382,432,44

    -3,933,255,20

    Masyarakat tidak meng-gunakan air dangkal (sumur) tapi air sungai

    Sumur kering

    Sumber : Data Primer, Des 1999

  • 17

    Tabel 4-16Hasil Analisa Kualitas Air Tanah DAS Kintap

    Parameter Satuan GSL GKJ Baku Mutu*Fisik

    Total Kesadahan calc 4 182 500Total Padat terlarut mg/l 18 263 1000Kekeruhan NTU 5.3 8.2 5

    Anion TerlarutKlorida Cl mg/l 2.7 111 250Florida F mg/l

  • 17

    Hasil analisis menunjukkan bahwa parameter suhu air tanah dangkal secara umum masih berada dalam kisaran normal. Demikian pula dengan kekeruhan air dari air tanah dangkal sumur penduduk tingkat kekeruhannya berkisar 2 10 NTU memenuhi kelayakan air bersih yang dapat diminum setelah dimasak (NAB=25 NTU).

    Derajat keasaman (pH) menunjukkan adanya sebagian air tanah dangkal penduduk di Desa Salaman yang berada di bawah NAB yaitu 5 - 9, meskipun tidak berada pada nilai yang ekstrim. Rendahnya pH ini merupakan kondisi alamiah akuifer setempat, yang sangat berpeluang disebabkan oleh banyaknya daerah-daerah resapan air berupa situ atau perairan tergenang di wilayah tersebut. Terkait pula dengan ketinggian daerah dari permukaan laut yang relatif rendah, sehingga daerah ini sering tergenang banjir pada musim hujan. Derajat keasaman pada keluaran sumber air di Kuranji (Sungai Kayu) menunjukkan nilai yang masih berada pada kriteria bagi golongan B. Salinitas pada seluruh sumur menunjukkan angka nol, yang berarti tidak ada pengaruh dari pasang air laut ke daerah ini.

    Nilai DHL pada kisaran 15 47 mhos/cm, berada jauh di bawah ambang nilai maksimum yang dianjurkan (400 mhos/cm). Namun nilai DHL pada keluaran sumber air di Sungai Kayu sangat tinggi yaitu sebesar 392 mhos/cm (hampir mencapai ambang maksimum yang dibolehkan). Hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa di kawasan tersebut terdapat kegiatan penambangan liar, sehingga tingginya DHL tersebut dapat berasal dari kontribusi akibat aktivitas tersebut. Oksigen terlarut (DO) berada pada kisaran 2,44 3,93 mg/l, yang berarti berada pada kondisi di bawah normal (NAB = 6 mg/l).

    Konsentrasi anion terlarut seperti klorida, flourida, sulfat dan sulfida baik di Desa Salaman (sumur Bapak Ipul) ataupun di Sungai Kayu berada di bawah NAB. Walaupun masih berada di bawah NAB, konsentrasi klorida yang cukup tinggi terukur di Sungai Kayu, yakni 111 mg/l. Konsentrasi yang tinggi ini dimungkinkan berasal dari limbah dari kegiatan penduduk sekitar.

    Konsentrasi nitrat di Desa Salaman berkonsentrasi 0,065 dan di Sungai Kayu sebesar 0,493 mg/l dan masih jauh berada di bawah NAB (10 mg/l), demikian pula dengan konsentrasi nitrit, masih berada dibawah NAB (1 mg/l), yakni masing-masing sebesar 0,001 dan 0,008 mg/l. Total sianida juga masih berada di bawah NAB (0,1 mg/l), yaitu terdeteksi < 0,005 untuk setiap sampel sumur. COD terukur di setiap sumur menunjukkan konsentrasi di bawah 10 mg/l. Tidak ada NAB untuk konsentrasi COD pada Keputusan Menteri Kesehatan No. 416/1990.

    Untuk parameter aluminium, boron, tembaga, perak dan natrium, tidak ada NAB untuk golongan B, sehingga diambil angka NAB untuk golongan A. Total logam yang diukur menunjukkan semua parameter masih berada di bawah NAB, kecuali untuk parameter mangan terukur melebihi NAB di Kampung Salaman yaitu sebesar 0,70 (NAB = 0,5 mg/l). Tingginya konsentrasi mangan tersebut dimungkinkan dengan kondisi kekeruhan yang cukup tinggi (5,3 mg/l) dan oksigen terlarut yang cukup rendah (2,44 mg/l). Mangan pada umumnya berada bersamaan dengan tanah dan mineral dan dalam kondisi anaerob (oksigen terlarut yang rendah) memungkinkan mangan berada dalam bentuk mangan bikarbonat yang larut dalam air.

  • 17

    Dengan demikian, secara keseluruhan kondisi air tanah dangkal/sumur penduduk setempat masih perlu mendapat perhatian khususnya parameter oksigen terlarut dan pH. Hal ini cenderung diakibatkan oleh fenomena alamiah daerah setempat yang relatif tinggi curah hujannya serta sering mengalami banjir dan masuknya limpasan air permukaan yang kaya bahan organik ke dalam sumur penduduk. Dengan kondisi bibir sumur-penduduk tidak berdinding akan mempermudah masuknya limpasan air permukaan. Kondisi kualitas air tanah dangkal yang relatif baik teramati pada sumur penduduk yang berada pada dataran yang relatif tinggi.

    Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa di Desa Kuranji tidak ditemukan adanya air tanah dangkal/sumur penduduk. Umumnya masyarakat/penduduk setempat mengambil air untuk keperluan sehari-hari (minum, masak, mencuci dan lain sebagainya) langsung dari air sungai. Pengamatan di Desa Salaman ditemukan bahwa di daerah tersebut banyak ditemukan situ semi tertutup, yang diakibatkan oleh sering terjadinya banjir yang melanda kampung tersebut pada musim hujan tiap tahun (banjir musiman) karena letak daerah yang relatif rendah.

    4.1.7.2.2 DAS Satui

    Lokasi pengamatan air tanah dalam lingkup DAS Satui adalah Kampung Tandui, Kampung Log Padi dan Kampung Pabilahan. Hasil pengukuran secara in situ di beberapa sumur penduduk (lihat Tabel 4-17). Pengukuran parameter lain seperti parameter kesadahan, total padatan terlarut, anion terlarut, nutrien, sianida, organik dan total logam dilakukan di tiga lokasi pengukuran, yaitu di sumur Bapak Tamrin (Kampung Tandui), sumur Bapak Uuf (Dusun Log Padi) dan sumur di Mesjid Babussalam (Kampung Pabilahan). Hasil analisis laboratorium kualitas air tanah dapat dilihat pada Tabel 4-17.

    Hasil pengukuran terhadap kualitas air sumur menunjukkan bahwa suhu air tanah dangkal di wilayah DAS Satui menunjukkan nilai yang masih berada dalam kisaran normal yang memenuhi kriteria kualitas air golongan B. Derajat keasaman sebesar 5-9 menunjukkan air tanah dangkal penduduk di wilayah DAS Satui secara keseluruhan berada pada kisaran kriteria kualitas air golongan B yang dianjurkan. Salinitas nol, menunjukkan tidak adanya pengaruh pasang air laut ke wilayah ini karena letaknya yang relatif jauh di bagian hulu DAS.

    Nilai DHL pada kisaran 30 193 masih memenuhi kriteria bagi air minum karena berada jauh di bawah ambang nilai maksimum (400 mhos/cm). Nilai kualitas kekeruhan air tanah dangkal yang teramati (pada kisaran 0 23 NTU) menunjukkan kualitas air sumur penduduk masih memenuhi kelayakan sebagai air minum karena berada di bawah kriteria baku mutu maksimum untuk air bersih (25 NTU). Oksigen terlarut berada pada kisaran 2,44 3,93 ppm, yang berarti berada pada kondisi di bawah normal (NAB=6 ppm).

    Konsentrasi anion terlarut seperti klorida, flourida, sulfat dan sulfida baik di Kampung Tandui (sumur Bapak Tamrin), Kampung Log Padi (sumur Bapak Uuf) ataupun Kampung Pabilahan

  • 17

    (mesjid Babussalam) berada di bawah NAB. Konsentrasi klorida berkisar antara 0,9 1,6 mg/l (NAB = 600 mg/l), flourida berkisar antara 0,02 0,04 mg/l (NAB = 1,5 mg/l), sulfat berkisar antara 2,3 3,6 mg/l (NAB = 400 mg/l) dan sulfida terdeteksi sebesar 0,02 pada ketiga sumur pengukuran (NAB golongan A = 0,05 mg/l).

    Konsentrasi nitrat berkisar antara 0,324 0,607 mg/l, jauh berada di bawah NAB (10 mg/l), demikian pula dengan konsentrasi nitrit berkisar antara 0,001-0,004 mg/l, masih berada di bawah NAB (1 mg/l). Total sianida terdeteksi di bawah NAB (0,1 mg/l), yaitu < 0,005 untuk setiap sampel sumur. COD terukur di bawah 10 mg/l disetiap sumur.

    Untuk parameter aluminium, boron, tembaga, perak dan natrium, tidak ada NAB untuk golongan B, sehingga diambil angka NAB untuk golongan A. Total logam yang diukur menunjukkan semua parameter masih berada di bawah NAB. Hasil analisis yang lebih lengkap tersaji dalam Tabel 4-18.

    Tabel 4-17Hasil Pengukuran Sumur Penduduk di wilayah DAS Satui (in situ)

    No Pemilik SumurKedalaman *

    Dasar Sumur

    Muka Air

    Ke-dalaman

    Air

    Parameter AirSuhu pH Sal CND Turb DO Keterangan

    1

    2

    Kampung Tandui1.1. Tamrin

    Kampung Log Padi2.1 Kebun

    Penduduk2.2. Uuf2.3. Minah/H.

    Syafii2.4. Udin2.5. Husein2.6. Udin

    Kampung Pabilahan2.7. Itor2.8. Ponidi2.9. Mesjid Babus-

    salam2.10. Hartumi2.11. M.Yunani

    2,33

    3,104,533,56

    4,824,852,79

    6,324,494,64

    3,644,95

    1,55

    0,490,771,69

    2,973,140,71

    1,300,900,94

    1,471,00

    0,78

    2,613,761,87

    1,851,712,08

    5,023,593,70

    2,173,95

    27,9

    27,127,726,8

    26,526,627,4

    26,826,227,4

    26,626,0

    5,27

    5,565,575,57

    5,395,265,02

    5,216,355,07

    5,255,15

    0

    000

    000

    000

    00

    92

    1523230

    12710856

    6319332

    5132

    18

    13105

    8216

    906

    230

    3,23

    2,963,823,37

    1,332,013,15

    3,532,322,44

    2,723,25

    Cerah tak ada hujan

    Pkl. 08.30Pkl. 09.30

    Sumber: Data Primer, 1999Keterangan: * dari permukaan tanah

  • 17

    Tabel 4-18Hasil Analisa Kualitas Air Tanah DAS Satui

    Parameter Satuan GPB GTN GLP Baku Mutu*

    Fisik Total Kesadahan calc 7 31 9 500Total Padat terlarut mg/l 18 62 20 1000Kekeruhan NTU 3.3 1.2 2.9 5

    Anion TerlarutKlorida Cl mg/l 1.6 1.0 0.9 250Florida F mg/l

  • 17

    4.1.8 Tata Ruang dan Tata Guna Lahan

    4.1.8.1 Kebijakan Tata Ruang

    Kebijakan tata ruang regional di daerah studi mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 tahun 1992 dan pada Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) Kalimantan Selatan, 1998. Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) yang mencakup Kabupaten Dati II Tanah Laut dan Kabupaten Dati II Kotabaru dapat dilihat pada Gambar 49.

    Dari Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) didapatkan bahwa Kabupaten Data II Tanah Laut termasuk dalam Wilayah Pengembangan (WP) I Kayu Tangi, sedangkan Kabupaten Dat II Kotabaru termasuk dalam WP II Tanah Bumbu. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) untuk daerah studi yaitu Kecamatan Satui, Kabupaten Kotabaru termasuk dalam Sub WP II Kusam bersama dengan Kecamatan Batulicin, Kusam Hilir, dan Hampang yang berpotensi untuk pengembangan pertanian, perikanan, industri dan pariwisata. Sedangkan Kecamatan Kintap, Kabupaten Tanah laut merupakan bagian dari WP I yang berpotensi untuk pengembangan pertanian, perikanan dan industri.

    4.1.8.1.1 Tata Guna Lahan

    Tata guna lahan di satuan wilayah tambang Satui, Kintap dan Karuh dan sekitarnya dapat dilihat pada Gambar 3-5. Berdasarkan peta tata guna lahan tersebut, pembagian kawasan di daerah studi dan sekitarnya adalah sebagai berikut:

    Kawasan Lindung dan Kawasan Cagar Alam

    Kawasan Hutan Produksi Tetap

    Kawasan Hutan Produksi Tetap

    Kawasan Budidaya Tanaman Tahun/Industri

    Kawasan Pertanian dan Lahan Kering

    Kawasan Pemukiman.

    Lokasi daerah pertambangan PT. Arutmin Indonesia di satuan wilayah tambang Satui, Kintap dan Karuh merupakan lahan pinjam pakai antara Departemen Kehutanan, dan Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Propinsi Kalimantan Selatan berdasarkan surat perjanjian No. 04891/KWI-6/1998 dan 559/sec.adm/PT.AI-BB/IX/1996 tertanggal 23 Maret 1998. Luas lahan pinjam pakai ini meliputi area 6.811,75 ha yang merupakan hutan produksi tetap dan hutan produksi terbatas. Tata guna lahan disatuan wilayah pertambangan PT. Arutmin Indonesia dapat dilihat di Tabel 4-19.

  • 17

    Gambar 4-7Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) Kalimantan Selatan

  • 17

    Tabel 4-19Kondisi Umum pengembangan peruntukan Kawasan hutan dan potensi penggunaan lahan

    di wilayah PKP2B berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Kalimantan Selatan.No Peruntukan Kawasan Kabupaten Tanah Laut Kabupaten Satui

    Kintap (ha) Karuh(ha) Satui(ha) Bukit BaruLuas (ha)

    1. Lindung ---- 99.490 99.4902. Cagar Alam 9.375 12.863 22.238

    Jumlah 9.375 112.353 121.7283. Hutan Produksi Tetap ----- 1.039,11 173,48 2.005,77 3.218,364. Hutan Produksi Terbatas ----- 52,31 ------ 83,55 135,865. Budidaya Tanaman

    Tahunan1.926,1 947,14 440,70 0,24 3.314,18

    Jumlah 1.926,1 2.005,32 614,18 2.089,56 6.635,16Sumber : Rekapitulasi hasil tumpang susun Peta Penggunaan Lahan Lokasi PKP2B Jaringan Jalan dan Rencana Tata Ruang Prop Kalimantan Selatan, 1998 (studi rona awal lingkungan PT. Arutmin Indonesia, 1999)

    Selain pemanfaatan lahan di daerah studi dan sekitarnya seperti yang dijabarkan tersebut diatas, ditemukan juga pemanfaatan lahan untuk kegiatan penambangan batubara baik yang sedang dilakukan oleh PT. Arutmin Indonesia maupun oleh PETI yang tersebar diberbagai tempat dalam daerah studi termasuk sebagian besar di dalam satuan wilayah tambang PT. Arutmin Indonesia. Lokasi PETI dapat dilihat di Tabel 3-10 dan Gambar 3-5.

    4.2 Komponen Biologi

    4.2.1 Biota Darat

    Berdasarkan Undang-undang Nomor 5, 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan ekosistemnya, Pemerintah Indonesia telah menetapkan kerangka kerja untuk perlindungan jenis-jenis dilindung. Bab 2, Pasal 7, perlindungan kawasan bertujuan untuk memelihara proses-proses ekologis yang mendukung kelangsungan hidup berbagai organisme untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.

    Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 54/Kpts/Um/2/1972, menyebutkan dua kategori vegetasi yang dilindungi : A dan B. Kategori A adalah jenis-ienis tumbuhan yang mutlak dilindungi, sedangkan Kategori B adalah jenis-jenis tumbuhan yang dilindungi dan boleh ditebang menurut peraturan yang telah ditetapkan. Tumbuhan yang termasuk Kategori B umumnya mempunyai nilai ekonomi dan penghasil getah, damar, buah-buahan, kulit kayu, zat warna dan kayu. Tumbuhan Kategori A adalah yang memenuhi salah satu atau lebih kondisi berikut ini:

    Jenis-jenis yang dilindungi berdasarkan Ordonantie Perlindungan Alam tahun 1941 Stbl.1941 Nomor 167.

    Jenis-jenis yang menjadi sarang lebah dan merupakan sumber penghidupan bagi rakyat setempat

    Pohon-pohon induk

  • 17

    Pohon-pohon yang tumbuh di atas daerah/tempat yang dinyatakan keramat/suci

    Pohon-pohon yang tumbuh dalam radius sedikitnya 50 meter dari sumber air/tepi sungai.

    Jenis-jenis satwa liar dilindungi berdasarkan SK Menteri Pertanian tentang Peraturan Jenis-jenis Satwa Dilindungi tahun 1931, 1970, 1978, 1979 dan 1980 dan SK Menteri Kehutanan tahun 1991. Jenis-jenis satwa liar yang statusnya dilindungi di Indonesia, bila memenuhi salah satu atau lebih kriteria berikut ini: Endemik

    Terancam punah

    Langka

    Dengan kriteria yang sama, seperti tersebut di atas, IUCN telah memasukkan beberapa jenis tumbuhan dan satwa liar Kalimantan yang hidup di daerah studi dalam daftar the IUCN Red Data Book dan the IUCN Red List of Threatened Animals (IUCN, 1990).

    Pemerintah Indonesia telah mempunyai pedoman khusus untuk perlindungan jenis-jenis satwa yang berkaitan dengan hutan atau tata guna lahan. Oleh karena itu, di dalam Peta Rencana Pemanfaatan ruang yang merupakan evaluasi dan revisi RTRW Kabupaten Daerah Tingkat II Tanah Laut tahun 1998, ditetapkan daerah Pelaihari-Martapura sebagai suaka margasatwa. Daerah tersebut berbatasan dengan Hutan Kintap di sebelah selatan, Kabupaten Tanah Laut di sebelah barat dan areal HPH PT. Sumpol Timber di sebelah timur. Berdasarkan batas areal tersebut, letak areal Suaka Margasatwa Pelaihari-Martapura tidak jauh dari lokasi rencana kegiatan (lihat Gambar 3-5). Suaka Margasatwa ini merupakan areal konservasi bagi beberapa jenis satwa liar dilindungi, antara lain: jenis owa (Hylobatidae), rusa (Cervus unicolor), kijang (Muntiacus muntjak), dan Burung Kuwau Raja (Argusianus arugus).

    4.2.1.1 Flora

    Berdasarkan tipe vegetasi, ekosistem darat di daerah studi dibedakan menjadi hutan hujan tropis dataran rendah, tegalan/ladang, kebun dan pekarangan. Ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah hampir mendominasi daerah tambang, sedangkan ekosistem ladang, kebun dan pekarangan banyak terdapat di desa/daerah permukiman sekitar lokasi tambang dan rencana perluasannya.

    Hutan Hujan Tropis Dataran Rendah. Berdasarkan letak geografis dan jenis vegetasi penyusunnya, hutan yang terdapat di daerah studi digolongkan ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah. Menurut analisis vegetasi di daerah tersebut, diketahui bahwa hutan tersebut didominasi struktur vegetasi semai, pancang dan tiang; sangat jarang ditemukan struktur vegetasi pohon (diameter > 35 cm). Vegetasi hutan hujan dataran rendah terdiri dari pohon-pohon besar, dan memiliki keanekaragaman tumbuhan merambat yang tinggi. Secara umum daun-daun pohon tipis dan memiliki panjang 8 sampai 24 cm. Daun-daun pada cabang yang lebih rendah biasanya berukuran

  • 17

    lebih lebar. Hal ini disebabkan kemampuan fotosintesis yang lebih besar pada cahaya tingkat yang lebih rendah. Tumbuhan tingkat bawah didominasi oleh pandan, paku-pakuan dan rotan. Pada Tabel 4-20 to 4-21 disajikan jenis tumbuhan yang diidentifikasi. Keanekaragaman jenis vegetasi di masing-masing d