Anatomi dan Fisiologi Rambut dan Kulit Kepala

32
PENDAHULUAN Rambut memiliki peranan yang sangat penting bagi manusia dan hewan (mamalia). Salah satu fungsi utama rambut adalah mempertahankan panas tubuh dan juga memberikan pertahanan terhadap masuknya zat – zat asing ke dalam tubuh. Pada manusia rambut tidak hanya bersifat sebagai pelindung tetapi lebih kepada keserasian yang mengarah pada estetika. Jenis rambut, warna, ataupun ketebalan rambut pada manusia berbeda – beda. Hal ini dipengaruhi oleh suhu lingkungan, hormon dan faktor usia. Dewasa ini, berbagai jenis penyakit yang menyebabkan kelainan pada rambut banyak terjadi. Salah satu kelainan yang banyak dialami manusia adalah kebotakan atau pertumbuhan rambut yang tidak normal. Kebotakan ini biasanya disebabkan oleh gangguan hormonal, efek samping obat, makanan yang dikonsumsi, dan stres. Sejak dahulu sampai sekarang, manusia selalu berusaha untuk mencari cara agar rambutnya terlihat sehat dan indah. Penggunaan produk – produk perawatan rambut modern banyak menimbulkan efek yang merugikan bagi rambut itu sendiri, sehingga penggunaan bahan tradisional untuk merawat rambut sudah mulai diminati lagi. Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati, sejak dulu nenek moyang kita sudah mengenal cara perawatan rambut dengan menggunakan tumbuhan. Menurut informasi, secara tradisional kucai (Allium

description

Anatomi dan Fisiologi Rambut dan Kulit Kepala

Transcript of Anatomi dan Fisiologi Rambut dan Kulit Kepala

PENDAHULUAN

Rambut memiliki peranan yang sangat penting bagi manusia dan hewan (mamalia). Salah

satu fungsi utama rambut adalah mempertahankan panas tubuh dan juga memberikan

pertahanan terhadap masuknya zat – zat asing ke dalam tubuh. Pada manusia rambut tidak

hanya bersifat sebagai pelindung tetapi lebih kepada keserasian yang mengarah pada

estetika. Jenis rambut, warna, ataupun ketebalan rambut pada manusia berbeda – beda. Hal

ini dipengaruhi oleh suhu lingkungan, hormon dan faktor usia.

Dewasa ini, berbagai jenis penyakit yang menyebabkan kelainan pada rambut banyak

terjadi. Salah satu kelainan yang banyak dialami manusia adalah kebotakan atau

pertumbuhan rambut yang tidak normal. Kebotakan ini biasanya disebabkan oleh gangguan

hormonal, efek samping obat, makanan yang dikonsumsi, dan stres.

Sejak dahulu sampai sekarang, manusia selalu berusaha untuk mencari cara agar

rambutnya terlihat sehat dan indah. Penggunaan produk – produk perawatan rambut

modern banyak menimbulkan efek yang merugikan bagi rambut itu sendiri, sehingga

penggunaan bahan tradisional untuk merawat rambut sudah mulai diminati lagi. Indonesia

merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati, sejak dulu nenek moyang kita

sudah mengenal cara perawatan rambut dengan menggunakan tumbuhan.

Menurut informasi, secara tradisional kucai (Allium shoenoprasum L.) digunakan sebagai

penyubur rambut dan menurut penelitian sebelumnya daun kucai berkhasiat sebagai

penyubur rambut (Rini Marliani, 2001). Tujuan penelitian ini adalah membuat sediaan

larutan yang mengandung ekstrak air daun kucai (Allium shoenoprasum L.) dan menguji

efeknya terhadap pertumbuhan dan kelebatan rambut serta melakukan uji iritasi kulit dan

mata sediaan tersebut.

Pengujian dilakukan pada kelinci albino galur New Zealand dengan cara mengukur

panjang rambut dan jumlah rambut. Panjang rambut dapat digunakan sebagai parameter

kecepatan pertumbuhan rambut sedangkan jumlah rambut dapat digunakan sebagai

parameter kelebatan rambut.

1

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Tinjauan tentang Rambut

Ilmu tentang rambut (trikogi) membagi rambut manusia menjadi dua jenis, yaitu rambut

terminal yang umumnya kasar, bermedula dan terpigmentasi, seperti pada rambut kepala,

alis, ketiak, dan kelamin, serta rambut vellus yang berupa rambut halus, tidak bermedula,

biasanya tidak mengandung pigmen, seperti pada pipi, kulit lengan, dan punggung.

Adakalanya rambut vellus bisa menjadi rambut terminal, misalnya pada pria dewasa

rambut vellus diatas bibir dan dagu menjadi kumis dan jenggot yang kasar. Sebaliknya,

rambut terminal bisa menjadi rambut vellus, misalnya pada orang yang kepalanya botak

yang semula rambut kepalanya panjang dan kasar lalu berganti dengan rambut – rambut

halus yang pendek (Ditjen POM, 1985).

1.1.1 Anatomi Rambut

Rambut tumbuh pada bagian epidermis kulit, terdistribusi merata pada tubuh. Komponen

rambut terdiri dari keratin, asam nukleat, karbohidrat, sistin dan sistein, lemak, arginin dan

sistrulin, dan enzim (Rook and Dawber, 1991).

Rambut terdiri dari dua bagian yaitu akar rambut dan batang rambut (Gambar 1.1). Batang

rambut terdiri dari 3 bagian utama. Bagian yang terdalam disebut medula, bagian tengah

disebut korteks, dan bagian luar disebut kutikula. Pada bagian medula tersusun dari sel

polihedral berjajar yang berisi keratotialin, butiran lemak dan udara. Bagian korteks

membentuk bagian utama pada batang rambut, terdiri dari sel yang terelongasi yang berisi

granul pigmen khususnya pada rambut warna gelap, tetapi pada rambut warna terang

sebagian besar berisi udara. Bagian kutikula berisi lapisan tunggal sel tipis datar yang

sebagian besar terkeratinisasi. Kutikula berfungsi sebagai pelindung terhadap kekeringan

dan penetrasi benda asing (Tortora and Anagnostakos, 1990).

Akar rambut merupakan bagian yang berada di bawah permukaan kulit hingga ke lapisan

subkutan. Akar rambut tersusun dari 3 lapisan yaitu medula, korteks dan kutikula. Akar

rambut dibungkus oleh kantung yang disebut folikel rambut. Dasar folikel rambut

2

3

berbentuk seperti bawang dan disebut bulb. Bagian dasar bulb yang berupa lekukan ke

dalam bulb disebut papila dermal yang kaya akan pembuluh darah yang membawa

makanan untuk pertumbuhan rambut dan serabut syaraf. Bagian atas papila dermal

dikelilingi oleh sel matriks yang pembelahannya sangat cepat. Selain itu rambut berasosiasi

dengan otot polos yang disebut arektor pili dan kelenjar sebaseus yang mensekresikan

sebum. Arektor pili dipersyarafi oleh saraf simpatikus dan akan berkontraksi bila ada

rangsang berupa emosi atau dingin menyebabkan rambut menjadi tegak. Kontraksi arektor

pili dapat menekan kelenjar sebasea dan mendorong sekresi sebum ke folikel rambut dan

ke permukaan kulit (Martini, 2001).

Gambar 1.1 Anatomi rambut (Martini, 2001)

1.1.2 Kulit Kepala

Seperti halnya kulit pada umumnya, kulit kepala memiliki berbagai fungsi antara lain,

mengatur kelembaban kulit, mengatur suhu tubuh, membentuk mantel asam dan

pernapasan kulit. Pada kulit kepala terdapat sangat banyak kelenjar minyak yang tersebar

di seluruh permukaan kulit kepala. Jika rambut disisir, minyak akan terekskresikan dan

menyebar ke seluruh tangkai rambut, menyebabkan rambut tampak kemilau. Keratin kulit

dapat memiliki daya tahan terhadap benturan mekanik dan zat kimia. Permukaan kulit

diselubungi oleh mantel asam yang berupa cairan pH 4 – 6. Fungsi mantel asam ini

terutama untuk menghambat pertumbuhan bakteri atau jamur (Ditjen POM, 1985).

4

Kulit memiliki permeabilitas air yang sangat terbatas. Kandungan air dari dan yang masuk

ke tubuh menyebabkan perubahan kelembapan yang tidak segera nampak pada permukaan

kulit, tetapi terjadi dibawah lapisan korneum yang disebut barier rein. Jaringan dibawah

selaput ini dihubungkan dengan kapiler darah kulit, dengan aliran darah normal dan

kelembapan antara 70–80% (Ditjen POM, 1985).

Kesehatan kulit kepala erat kaitannya dengan kesehatan rambut. Penyebab gangguan pada

kulit kepala antara lain, infeksi pada daerah kepala, infeksi sistemik yang parah seperti

hepatitis, benturan mekanik, iritasi zat kimia, iritasi fisika dan keabnormalan sistem imun.

Kerusakan karena benturan mekanik meliputi luka gores atau terparut oleh partikulat tajam,

luka potong karena benda tajam, tertusuk, atau tergencet benda keras. Kerusakan karena

iritasi zat kimia terutama disebabkan oleh keaktifan sifat fisikokimia zat kimia tertentu,

seperti sifat kaustik, oksidasi, dan sitolitik. Faktor iritasi fisika dapat meliputi kondisi iklim

ekstrim, terbakar, emisi sinar X, sinar UV, sinar inframerah, atau radioaktif termasuk juga

sengatan listrik. Keabnormalan sistem imun dapat menyebabkan kulit individu menjadi

peka terhadap sentuhan zat kimia tertentu yang biasa disebut alergi (Ditjen POM, 1985).

1.1.3 Siklus Pertumbuhan Rambut

Pada folikel yang tidak mengalami kerusakan, rambut baru membutuhkan waktu 3 minggu

untuk mencapai permukaan kulit kepala. Kecepatan pertumbuhan rambut yang bergenerasi

mencapai 2,8 mm perminggu pada masa aktif pertumbuhan. Pertumbuhan dan pergantian

rambut mengikuti suatu siklus. Setiap folikel rambut mengalami siklus pertumbuhan yang

berulang – ulang. Faktor yang mempengaruhi siklus pertumbuhan rambut tidak diketahui

dengan jelas (Sagarin, 1957). Siklus pertumbuhan rambut seseorang terjadi pada 3 tahap,

yaitu :

a. Fase Anagen

Fase anagen merupakan awal pertumbuhan aktif, rambut yang terdapat pada fase ini pada

kulit kepala normal dengan rambut sehat mencapai usia antara 2 – 6 tahun. Lebih kurang

85% keseluruhan rambut pada kulit kepala pada suatu saat akan terdapat pada fase ini

(Ditjen POM, 1985).

Pada fase ini terjadi beberapa tahap proses perkembangan. Tahap I-V disebut tahap

pronagen dan tahap VI disebut tahap metanagen. Pada tahap I, sel – sel dermal papila

bertambah besar dan menunjukkan peningkatan sintesis RNA; secara stimulan sel – sel

5

germinal pada dasar kantung menunjukkan aktivitas mitosis yang tinggi. Pada tahap II,

bagian folikel berkembang ke bawah menutupi dermal papila. Pada tahap III, ketika folikel

mencapai panjang maksimum, perkembangan sel – sel matriks berakibat pada naiknya

contong selubung akar internal. Pada tahap IV, melanosit yang melewati papila

meningkatkan jumlah dendrit dan mulai membentuk melanin; pada fase ini rambut sudah

terbentuk tetapi belum disertai contong selubung akar internal. Pada tahap V, ujung rambut

telah muncul dari selubung akar internal. Tahap VI dimulai segera setelah rambut muncul

pada permukaan kulit dan berlangsung hingga mencapai fase katagen. Kecepatan tumbuh

dan lamanya fase ini menentukan panjang maksimum rambut. Berdasarkan variasi kedua

ciri ini rambut seseorang dapat tumbuh lebih lebat atau lebih panjang dibandingkan dengan

yang lain. Di samping itu fase ini tidak dipengaruhi oleh pemotongan rambut (Rook and

Dawber, 1991).

Gambar 1.2 Pertumbuhan Rambut pada Fase Anagen (Rook and Dawber, 1991)

b. Fase Katagen

Fase katagen merupakan fase perkembangan rambut yang kedua. Lebih kurang 1%

keseluruhan rambut pada kulit kepala pada suatu saat akan terdapat dalam fase ini, yang

merupakan fase transisi (Ditjen POM, 1985). Fase katagen diawali dengan berkurangnya

mitosis pada matriks hingga berhenti yang terjadi dalam beberapa hari. Sejak proses

mitosis berhenti, bagian yang terletak lebih rendah dari folikel memendek dan selubung

jaringan penghubung terutama membran vitreous menjadi menebal dan mengerut.

Selubung akar yang lebih dalam akan hancur dan menghilang. Sel – sel pada selubung akar

eksternal membentuk kantung pada dasar akar rambut yang berfungsi sebagai tempat sel –

sel benih folikel. Folikel sekarang memasuki fase telogen. Masih tidak diketahui dengan

6

jelas faktor – faktor yang menginisiasi terjadinya fase katagen secara spontan (Rook and

Dawber, 1991).

Gambar 1.3 Pertumbuhan Rambut pada Fase Katagen (Rook and Dawber, 1991)

c. Fase Telogen

Fase telogen merupakan fase istirahat pada siklus rambut. Folikel rambut akan mengkerut

dan rambut yang terbentuk akan tertahan di tempat oleh massa seperti tongkat hingga fase

metanagen dibangun dengan baik pada siklus selanjutnya. Fase telogen berlangsung

singkat atau lama tergantung pada kesehatan seseorang. Fase telogen dapat diinduksi untuk

bekerja secara prematur sekali jika rambut bentuk batang yang beristirahat dicabut. Setelah

periode istirahat pada fase ini, folikel rambut akan kembali tumbuh lagi ke bawah yang

akhirnya mencapai panjang sebelumnya dan mendorong melintas melalui rambut yang tua

(Rook and Dawber, 1991).

Gambar 1.4 Pertumbuhan Rambut pada Fase Telogen (Rook and Dawber, 1991)

7

1.1.4 Faktor – faktor yang Berperan pada Pertumbuhan Rambut

Faktor yang sangat berperan pada pertumbuhan rambut antara lain:

a. Faktor intrinsik

Faktor-faktor intrinsik meliputi sirkulasi darah ke folikel dan hormon. Rambut tidak akan

tumbuh tanpa adanya suplai darah yang cukup untuk mengisi folikel rambut dengan

metabolit yang diperlukan. Folikel rambut yang berukuran besar akan lebih tervaskularisasi

daripada folikel yang berukuran kecil, dan rambut yang terletak pada folikel yang lebih

tervaskularisasi umumnya lebih tebal dan panjang. Banyak percobaan yang telah dilakukan

untuk menstimulasi pertumbuhan rambut pada kulit kepala yang mengalami alopesia

dengan cara meningkatkan aliran darah pada folikel dengan metode pemijatan. Metode ini

biasanya disertai dengan penggunaan vasodilator topikal (Rook and Dawber, 1991).

Hormon seksual mempunyai peran penting pada pertumbuhan, distribusi dan pigmentasi

rambut manusia terutama masa pubertas hormon seksual memicu pertumbuhan rambut

sekunder. Androgen dapat meningkatkan kecepatan pertumbuhan rambut dan juga ukuran

diameter rambut. Akan tetapi pada kulit kepala yang mengalami alopesia androgenetik,

androgen justru menurunkan diameter batang rambut, kecepatan pertumbuhan rambut, dan

durasi fase anagen. Perubahan testosteron menjadi bentuk yang lebih aktif yaitu

dihidrotestosteron (DHT), bergantung pada keberadaan enzim 5-α-reduktase tipe II. DHT

bergabung dengan reseptor sitosol untuk membentuk kompleks yang masuk pada inti, dan

bergabung dengan kromatin untuk menginisiasi sintesis protein. Metabolisme androgen

pada sel dapat dirusak oleh penurunan perubahan testosteron menjadi DHT atau

ketidakmampuan sel untuk mengakumulasi DHT karena hilangnya protein sitosol-reseptor.

Walaupun DHT diperlukan untuk pertumbuhan rambut pada bagian tumbuh tertentu,

kelebihan DHT menyebabkan kerontokan pada rambut kepala. DHT yang disekresi oleh

kelenjar minyak akan masuk ke folikel rambut saat rambut gugur, kemudian terjadi reaksi

kimia di dalam folikel tersebut, akibatnya akar rambut dan folikel mengecil. Rambut yang

gugur mengalami pertumbuhan lagi, dan pada saat gugur DHT akan mengisi folikel

kembali. Peritiwa ini berlangsung terus menerus sehingga ukuran akar rambut dan folikel

menjadi tidak normal dan pertumbuhan rambut terganggu hingga terjadi kebotakan.

Estrogen memperlambat pertumbuhan rambut selama fase anagen, tetapi memperpanjang

durasi fase anagen. Sedangkan tirosin mempercepat aktivitas anagen, dan kortison justru

memperlambat aktifitas anagen (Rook and Dawber, 1991).

8

b. Faktor ekstrinsik

Faktor ekstrinsik meliputi kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi kulit kepala.

Faktor lingkungan tersebut meliputi perubahan cuaca yang ekstrim, paparan ultraviolet,

sinar-X, radioaktif, iritasi zat kimia atau penutupan dan penekanan rambut serta kulit

kepala. Apabila faktor lingkungan ini terjadi terus menerus, maka kulit kepala dapat

mengalami degenerasi kronik pada sel-sel epidermis yang menyebabkan kulit kepala

menjadi kasar, terjadi depigmentasi, gangguan keratinisasi dan kerontokan rambut (Ditjen

POM, 1985).

1.1.5 Abnormalitas pada Pertumbuhan Rambut

Abnormalitas yang terjadi pada rambut disebabkan antara lain oleh genetik, gangguan

hormon, perubahan pola makan, penggunaan obat tertentu dan lain sebagainya. Kerontokan

rambut yang terjadi sekitar 50 - 100 helai perhari dapat dikatakan normal. Kelainan yang

terjadi pada rambut antara lain:

a. Alopesia

Alopesia areata (AA) merupakan gangguan pertumbuhan rambut atau hilangnya rambut

pada daerah tertentu yang mengakibatkan kebotakan dengan pola tertentu, biasanya

berbentuk sirkular. Kadang – kadang disertai dengan pemerahan pada kulit kepala yang

mengalami kebotakan. Beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya alopesia areata

adalah faktor genetik, penyakit atropik, Down’s syndrome, autoimunitas, hormon dan stres

emosional. Alopesia areata yang diturunkan secara genetik antara lain disebabkan oleh

abnormalitas folikel rambut sehingga pertumbuhan rambut terhambat. Pada penderita

Down’s syndrome yang disertai dengan AA, antibodi anti-tiroid muncul lebih banyak

dibandingkan penderita Down’s syndrome tanpa AA. Namun pengaruh Down’s syndrome

terhadap AA belum diteliti lebih lanjut. AA juga merupakan penyakit autoimunitas organ

khusus. Berdasarkan studi antibodi monoklonal, pada penderita AA terakumulasi sel T

disekitar folikel rambut. Sel T tersebut mengakibatkan penutupan dan kadang – kadang

terjadi juga penghancuran folikel rambut (Burton, 1979).

Alopesia totalis adalah gangguan pada pertumbuhan rambut yang menyebabkan kebotakan

pada seluruh bagian kulit kepala. Gangguan ini juga disebabkan oleh adanya gangguan

pada folikel rambut seperti pada AA (Burton, 1979).

9

Alopesia universal adalah gangguan pada pertumbuhan rambut yang menyebabkan

kehilangan rambut pada keseluruhan bagian tubuh yang dapat terjadi secara tiba – tiba atau

setelah mengalami kebotakan yang berkepanjangan (Burton, 1979).

Alopesia androgenetik adalah alopesia pola laki – laki (“male-pattern baldness”) yang bisa

mengenai laki – laki ataupun wanita, tetapi pada wanita jarang terjadi. Gejala ini terlihat

pada umur akhir dua puluhan atau awal tiga puluhan dengan kehilangan rambut secara

bertahap, terutama pada verteks dan frontal. Folikel rambut membentuk rambut yang

semakin halus dan semakin pucat. Faktor – faktor yang dapat memicu penyakit ini antara

lain, peningkatan usia (terjadi pada wanita setelah masa monopose), sejarah kebotakan

keluarga, stress emosional dan faktor endokrin (Burton, 1979).

Puerperal alopecia adalah kebotakan yang terjadi akibat demam yang diderita setelah

melahirkan. Gangguan ini terjadi setelah 3 bulan melahirkan. Pada gangguan ini tidak

diperlukan pengobatan karena rambut akan tumbuh normal kembali (Burton, 1979).

Scarred Alopecia merupakan kerusakan pada folikel rambut dapat disebabkan oleh luka

pada kulit kepala. Kerusakan tersebut megakibatkan terjadinya kebotakan. Luka yang dapat

menyebabkan gangguan pertumbuhan rambut, antara lain luka bakar, luka akibat benturan,

luka akibat infeksi pirogenik, dan radiasi (Burton, 1979).

b. Perubahan morfologi rambut

Pada kelainan ini, pertumbuhan rambut tetap berlangsung namun secara morfologi

berbeda. Kelainan ini dapat menyebabkan kebotakan karena rambut yang tumbuh sangat

pendek dan tipis. Hal ini dapat terjadi karena gangguan produksi hormon dan efek

penggunaan kosmetik rambut yang kurang tepat.

c. Gangguan kreatinisasi

Gangguan kreatinisasi ditandai dengan pertumbuhan rambut yang kasar, mudah patah, dan

pertumbuhan yang jarang. Gangguan kreatinisasi terjadi akibat kekurangan beberapa

protein pembentuk rambut sehingga komposisi kimia pada rambut berubah. Biasanya

disebabkan perubahan pola makan sehingga nutrisi yang dibutuhkan oleh rambut

berkurang.

10

d. Atropi folikel

Atropi folikel disebabkan oleh sel papila dermal pada dasar folikel rambut yang secara

normal menginisiasi pertumbuhan rambut hilang. Atropi folikel dapat menyebabkan

kebotakan yang irreversibel. Atropi folikel dapat terjadi akibat penggunaan sinar X dalam

dosis besar atau radiasi atom.

e. Hirsutisme

Hirsutisme atau hipertrikosis menunjukkan pertumbuhan berlebihan rambut yang

abnormal. Hirsutisme biasanya terdapat pada bibir atas, daerah janggut, dan sisi rahang.

Umumnya hirsutisme terjadi pada wanita yang merupakan salah satu tanda virilisme yang

meliputi pembesaran klitoris, pola rambut laki – laki pada kulit kepala dan pubes, akne,

suara menjadi kasar, dan atropi payudara.

1.1.6 Pengobatan Alopesia

Berbagai macam obat untuk pengobatan alopesia telah diteliti. Obat modern terbagi atas

beberapa kelompok berdasarkan perbedaan mekanisme kerja, walupun pada umumnya

mekanisme karja obat untuk alopesia belum diketahui secara pasti. Beberapa obat untuk

alopesia tersedia dalam bentuk topikal dan sebagian dapat dikonsumsi secara oral.

a. Minoxidil

Minoxidil adalah derivat piperidinopirimidin yang merupakan vasodilator untuk

pengobatan hipertensi. Minoxidil digunakan secara topikal untuk mengembalikan

pertumbuhan rambut pada alopesia areata, alopesia totalis, alopesia universal, dan alopesia

androgenetik. Terapi topikal minoxidil efektif untuk menstimulasi pertumbuhan kembali

rambut pada bagian verteks kepala. Mekanisme kerjanya belum diketahui, namun diduga

dapat memperbaiki ukuran diameter dan proliferasi folikel rambut, memperpanjang durasi

fase anagen, vasodilator untuk meningkatkan aliran darah ke folikel rambut, dan juga

menurunkan produksi sel T, sehingga pertumbuhan rambut dapat kembali normal.

Minoxidil dapat digunakan baik oleh pria maupun wanita. Dosis topikal yang digunakan

adalah larutan 5% atau 2% setiap hari selama dua sampai empat bulan. Bila penggunaan

dihentikan, maka rambut yang baru tumbuh akan gugur kembali. Efek samping yang

ditimbulkan akibat penggunaan minoxidil secara topikal adalah alergi pada kulit, sakit

kepala, vertigo, lemas, dan edema (McEvoy, 1999).

11

b. Finasterid

Finasterid digunakan secara oral untuk menstimulasi pertumbuhan rambut pada pria yang

mengalami alopecia androgenetik. Mekanisme kerjanya menekan kerja enzim 5α-reduktase

tipe II yang mengubah testosteron menjadi bentuk aktifnya dihidrotestosteron (DHT).

Produksi DHT yang berlebih dapat menyebabkan kebotakan. Dosis oral yang digunakan

adalah 1 mg/hari selama 3 bulan atau lebih tergantung kebutuhan pemakaian. Finasterid

hanya efektif digunakan oleh penderita alopesia androgenetik yang disebabkan oleh

gangguan sistem hormonal. Finasterid tidak boleh digunakan pada wanita dan anak – anak,

karena dapat menyebabkan keracunan pada wanita selain itu juga pada wanita hamil dapat

menyebabkan abnormalitas pada organ genital eksternal janin laki – laki yang dikandung

(McEvoy, 1999).

c. Iritan non spesifik

Senyawa iritan yang telah diuji secara klinis untuk pengobatan AA adalah ditranol.

Ditranol merupakan senyawa antron yang mempunyai efek terhadap psoriasis. Mekanisme

kerja ditranol terhadap pengobatan AA belum diketahui, namun berdasarkan penelitian

ditranol memberikan respon positif pada 25% penderita AA.

d. Inhibitor sistem imunitas

Salah satu penyebab timbulnya AA adalah diproduksinya sistem imun yang berlebihan,

sehingga menyebabkan terjadinya autoimunitas yang memicu terjadinya kerontokan

rambut. Kortikosteroid merupakan obat imunosupresor dengan mekanisme kerja

menghambat produksi interleukin 1, interleukin 2, dan interferon tipe gamma. Terdapat

tiga jenis kortikosteroid untuk pengobatan AA yaitu kortikosteroid sistemik, topikal dan

intra-lesional. Kortikosteroid sistemik akan mengembalikan pertumbuhan rambut secara

normal pada berbagai kasus AA. Kortikosteroid sistemik yang biasa digunakan adalah

kortison. Rambut akan mengalami repigmentasi dan penebalan batang rambut. Untuk

mengurangi efek yang berbahaya dari penggunaan kortikosteroid sistemik, maka

digunakan kombinasi dengan kortikosteroid topikal dan intra-lesional. Kortikosteroid

topikal yang digunakan adalah fluosinolon dan halsinonid. Kortikosteroid intra-lesional

telah terbukti lebih efektif dalam meningkatkan pertumbuhan rambut pada penderita AA

dan juga dapat meningkatkan pertumbuhan rambut alis bagi penderita alopecia totalis.

Atropi merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penggunaan kortikosteroid intra-

lesional dan biasanya terjadi pada daerah injeksi (Rook and Dawber, 1991).

12

1.2 Uji Iritasi

Iritasi kulit adalah inflamasi lokal yang tidak dimediasi oleh limfosit dan antibodi atau

proses yang tidak melibatkan sistem imun. Penggunaan sediaan pada kulit dapat merusak

jaringan secara langsung dan menghasilkan kerusakan kulit termasuk nekrosis pada tempat

dimana sediaan digunakan. Oleh karena itu, sediaan sebelum digunakan pada kulit harus

ditentukan terlebih dahulu keamanannya pada kulit dengan melakukan uji iritasi. Uji iritasi

merupakan salah satu bagian dari uji toksisitas zat. Faktor – faktor yang mempengaruhi

toksisitas zat meliputi sifat fisikokimia zat, jumlah zat yang diberikan atau jumlah zat yang

diserap, rute pemberian zat, frekuensi pemberian zat yaitu dosis tunggal atau dosis

berulang, dan waktu yang dibutuhkan untuk menimbulkan kerusakan. Uji iritasi meliputi 3

aspek, antara lain penetapan indeks iritasi primer, penetapan iritasi okular, dan uji agresi

pada permukaan kulit dengan pemberian berulang (Ditjen POM, 1986).

Penetapan indeks iritasi primer dilakukan untuk menentukan kemampuan iritasi dari suatu

bahan setelah pemberian hanya satu kali. Penetapan iritasi okular digunakan untuk

menentukan secara objektif derajat iritasi okular yang disebabkan oleh zat, bahan atau

sediaan bila zat, bahan, atau sediaan tersebut ditempatkan di mata. Uji agregasi pada

permukaan kulit dengan pemberian berulang digunakan untuk menentukan efek terhadap

kulit setelah pemberian zat, bahan, atau sediaan setiap hari selama 90 hari (Ditjen POM,

1986).

Iritan adalah bahan yang menyebabkan radang atau iritasi. Iritan diklasifikasikan menjadi

iritan primer dan iritan sekunder. Iritan primer adalah zat atau bahan yang dapat

menimbulkan reaksi kulit segera setelah bahan kontak dengan kulit sedangkan iritan

sekunder adalah zat atau bahan yang baru dapat menimbulkan reaksi kulit beberapa jam

setelah bahan kontak dengan kulit. Iritasi kulit merupakan gejala awal dari triple respone

yaitu dilatasi pembuluh vena yang menyebabkan pemerahan kulit (eritema),

pembengkakan (edema) dan dilatasi pembuluh arteri yang menyebabkan inflamasi (Harry,

1957).

1.3 Tinjauan Botani Allium Schoenoprasum L.

Allium schoenoprasum L. mempunyai sinonim Allium tenuifolium Salibs. Di Indonesia

dikenal dengan nama kucai sedangkan nama daerahnya di Palembang dikenal dengan nama

13

ganda isi, di Jawa Tengah dikenal dengan nama langkio atau lokio, di Sunda dikenal

dengan nama longkio. Tumbuhan ini secara tradisional daunnya digunakan sebagai

penyubur rambut. Daun kucai juga memiliki aktivitas sebagai antioksidan1. Cara

penggunaan sebagai penyubur rambut yaitu dengan menumbuknya dengan air sampai

lembut, kemudian dioleskan pada kepala. Daun kucai mengandung vitamin C, karoten,

klorofil A dan B, sulfur, nitrat, dan nitrit (Kasahara, 1995). Ada 2 konstituen sulfur yang

terkandung dalam daun kucai yaitu metil pentil disulfida dan pentil hidrodisulfida (Hiromu

Kameoka et al.,1983).

Allium Schoenoprasum L. merupakan herba dengan tinggi 15–50 cm. Umbinya kecil, bulat

telur hingga lonjong, berwarna putih diselimuti oleh kulit membran, umbi berimpit dalam

jumlah banyak, panjang 1-3 cm, diameter 0,5-1,5 cm. Daunnya seperti rumput berwarna

hijau, berlubang (berongga) dengan bentuk silindris atau semisilindris, mengkilap, panjang

10-40 cm, tebal 0,1-0,15 cm. Di daerah Jawa tanaman ini tidak pernah berbunga. Kucai

termasuk ke dalam divisi Spermatophyta, anak divisi Angiospermae, kelas

Monocotyledonae, anak kelas Liliidae, bangsa Liliales, suku Liliaceae, marga Allium, dan

jenis Allium Schoenoprasum L.

1.4 Tonik Rambut (Hair Tonic)

Sediaan perangsang pertumbuhan rambut (hair tonic) adalah sediaan kosmetik yang

digunakan untuk melebatkan pertumbuhan rambut atau merangsang pertumbuhan rambut

pada kebotakan dan rambut rontok (Ditjen POM, 1985). Efek terapeutik dari tonik rambut

meliputi pengobatan terhadap alopesia areata, alopesia androgenetik, menghilangkan

ketombe, jamur dan bakteri yang tumbuh. Tonik ideal harus mempunyai komponen iritan

untuk meningkatkan suplai darah ke papila dermal dan menstimulasi mekanisme suplai ke

kulit kepala, vitamin atau asam amino yang dibutuhkan untuk biosintesis keratin,

antiseptikum untuk mengontrol mikroorganisme dan kondisi lainnya yang dapat

mengganggu pertumbuhan rambut (Harry, 1957).

Bahan utama yang terdapat dalam sediaan tonik rambut ada dua, yaitu zat pelarut dan zat

khasiat. Zat pelarut yang umum digunakan untuk sediaan bentuk larutan adalah air, alkohol

dan gliserin. Kadar alkohol yang digunakan hendaknya serendah mungkin karena kadar

1 http://direct.bl.uk/ (9 Agustus 2007)

14

alkohol yang tinggi dapat melarutkan kompleks protein-asam lemak rambut, sehingga

dapat menyebabkan terputusnya struktur protein (Ditjen POM, 1985).

Zat khasiat yang digunakan untuk sediaan tonik rambut mempunyai efek antara lain,

membersihkan, menghilangkan atau mencegah ketombe, memperbaiki sirkulasi darah kulit

kepala, memperbaiki dan memulihkan sekresi kelenjar sebum, dan merangsang

pertumbuhan rambut (Ditjen POM, 1985). Berdasarkan efeknya, zat khasiat

diklasifikasikan menjadi :

a. Kounteriritan

Penggunaan kounteriritan dalam sediaan perangsang pertumbuhan rambut didasarkan atas

azas bahwa, tubuh akan selalu berupaya dalam perlindungan dirinya untuk menghilangkan

iritasi yang ditimbulkan oleh keaktifan kounteriritan dengan meningkatkan aktivitas

faalnya pada jaringan yang teriritasi. Akibatnya sirkulasi darah pada daerah tersebut lancar,

metabolisme menjadi lebih aktif, dan pembelahan sel dipercepat. Keaktifan kounteriritan

yang diharapkan pada sediaan perangsang pertumbuhan rambut adalah keaktifan ringan,

terutama dibatasi hingga efek hipertermia dan hiperplasia, hanya melecetkan sel epidermis.

Kounteriritan yang lazim digunakan meliputi asam format, asam salisilat, histamin,

kapsikum (tingtur cabe), kinina HCl, pirogalol dan resorsin.

b. Vasodilator

Vasodilator dapat melebarkan pembuluh darah, sehingga aliran darah meningkat dan faal

tubuh menjadi lebih aktif, metabolisme meningkat dan pembelahan sel dapat dipercepat.

Azas ini diharapkan akan terjadi jika vasodilator digunakan topikal pada kulit kepala,

sehingga merangsang pertumbuhan rambut. Sediaan yang mengandung vasodilator tidak

termasuk sediaan kosmetika. Vasodilator yang umum digunakan adalah pilokarpina.

c. Stimulan kelenjar sebum

Zat alam maupun zat sintetik, dengan aneka jenis dan efek farmakologi dalam kosmetika

dinyatakan sebagai zat yang dapat mempengaruhi sekresi kelenjar sebum, dapat digunakan

untuk merangsang pertumbuhan rambut. Kelompok zat ini meliputi asam salisilat,

belerang, etanol, garam kinina, garam pilokarpina, kolesterol, lesitin, metil linoleat,

resorsin, resorsin asetat, tingtur jaborandus, dan tingtur kina.

15

d. Zat kondisioner rambut

Manfaat zat ini untuk memperbaiki kondisi rambut, merangsang pertumbuhan rambut, dan

mencegah kerontokan rambut. Kelompok zat ini meliputi alantoin, asam pantotenat,

azulen, biotin, kamomil, konfrei, minyak cambah, pantotenol, polipeptida, vitamin E, dan

vitamin F. Vitamin F adalah campuran berbagai jenis asam poli tak jenuh, terutama asam

linoleat, asam linolenat, dan asam arakidonat.

e. Hormon

Hormon kelamin dapat mempengaruhi aktivitas kelenjar sebum dan keratinisasi. Hormon

pria akan merangsang kreatinisasi dan aktivitas kelenjar sebum, sedangkan hormon wanita

(estrogen) menunjukkan efek menghambat. Hormon yang digunakan dalam sediaan

perangsang pertumbuhan rambut, antara lain estradiol, stilbestrol, dan heksestrol. Namun

di Indonesia penggunaan hormon dalam sediaan kosmetik dilarang.

f. Antiseptik

Antiseptik yang lazim digunakan dalam sediaan perangsang rambut adalah derivat fenol

dan senyawa amonium kuarterner. Fenol sendiri tidak pernah digunakan karena terlalu

toksik dan iritasi. Derivat fenol yang lazim digunakan meliputi p-amil fenol, asam salisilat,

o-fenil fenol, o-kloro-o-fenil fenol, p-kloro-m-kresol, p-kloro-m-ksilenol, dan klorotimol.

Senyawa amonium kuartener umumnya lebih baik dibandingkan derivat fenol, karena

spektrum aktivitasnya lebih luas meliputi bakteri dan jamur. Senyawa amonium kuartener

yang lazim digunakan meliputi alkildimetilbenzilamonium klorida, laurilisokuinolinium

bromida, setilpiridinium klorida, setiltrimetilamonium bromida. Umumnya, antiseptik

digunakan dengan batas kadar maksimum kurang dari 1%.

1.3.1 Preformulasi Bahan Pembantu

Bahan pembantu pembuatan tonik rambut antara lain etanol, gliserin, propilenglikol, dan

klorokresol.

a. Etanol (C 2H5OH)

Etanol memiliki nama lain etil alkohol atau etil hidroksida. Merupakan cairan bening yang

mudah menguap pada suhu rendah, jernih, memiliki bau yang khas, menyebabkan rasa

terbakar pada lidah, dan mudah terbakar. Etanol dapat bercampur dengan gliserin dan air.

Etanol dapat digunakan sebagai pelarut, antimikroba pada konsentrasi ≥ 10%, desinfektan

pada konsentrasi 60-90% dan peningkat penetrasi. Larutan etanol inkompatibel dengan

16

wadah aluminium dan dapat berinteraksi dengan beberapa obat. Pada suasana asam, larutan

etanol dapat bereaksi dengan zat pengoksidasi. Sediaan topikal yang menggunakan etanol

lebih dari 50% dapat menimbulkan iritasi pada kulit. Penyimpanan sebaiknya pada wadah

kedap udara, di tempat yang sejuk, dan jauh dari nyala api (Wade, 2003).

b. Gliserin

Gliserin memiliki nama lain gliserol atau gliserolum, merupakan cairan jernih kental, tak

berbau dengan rasa manis 0,6 kali sukrosa dan dapat menyerap air. Gliserin dapat

bercampur dengan etanol dan air, dan tidak larut dalam minyak. Gliserin biasa digunakan

sebagai pengawet antimikroba pada konsentrasi ≤ 20%, pelembut ( konsentrasi 2–5%),

humektan, pemanis, dan pelarut. Gliserin bersifat higroskopis, dapat mengalami

dekomposisi dengan pemanasan. Campuran gliserin dengan air, etanol dan propilenglikol

stabil secara kimiawi. Dapat terjadi diskolorisasi hitam dengan adanya cahaya dan kontak

dengan seng oksida serta bismut nitrat. Sebaiknya disimpan di wadah kedap udara dan

pada tempat sejuk (Wade, 2003).

c. Propilenglikol

Propilen glikol memiliki nama lain propilenglikolum, merupakan cairan jernih kental, tidak

berwarna dan memiliki rasa manis. Propilenglikol dapat bercampur dengan aseton, etanol,

gliserin dan air. Propilenglikol biasa digunakan sebagai pelarut (pada konsentrasi 5-80 %

untuk sediaan topikal), humektan dan pengawet pada konsentrasi 15-30 %. Propilenglikol

bersifat higroskopis, dan sebaiknya disimpan pada tempat tertutup, sejuk, dan terlindung

dari cahaya. Pada temperatur yang tinggi dan dalam keadaan terbuka, propilenglikol dapat

teroksidasi.

d. Klorokresol

Klorokresol merupakan kristal tidak berwarna. Klorokresol biasa digunakan sebagai

antimikroba dalam sediaan kosmetik dan sediaan farmasi. Konsentrasi klorokresol yang

dianjurkan digunakan dalam sediaan kosmetik adalah 0,1–0,2%. Klorokresol efektif

melawan bakteri gram positif, bakteri gram negatif, spora, jamur dan ragi. Aktivitas

klorokresol lebih aktif pada pH asam dan tidak aktif pada pH diatas 9. Klorokresol akan

terdekomposisi jika terjadi kontak dengan basa kuat. Pada konsentrasi yang tinggi

klorokresol dapat berfungsi sebagai desinfektan.