Analytic hierarchy process

13
Yuca Siahaan ANALISIS HIRARCHY PROCESS (AHP)PENDAHULUAN Dalam menjalani kehidupan, manusia dihadapkan pada berbagai masalah dan pilihan. Masalah tentunya memerlukan solusi atau jawaban. Sementara pilihan akan memerlukan skala prioritas. Pada saat seseorang merumuskan solusi atas masalah yang dihadapi, maka ia memerlukan berbagai kriteria/indikator/pertimbangan. Dalam menentukan indikator tersebut seseorang mengacu pada berbagai informasi atau pemikiran yang logis. Diharapkan adanya solusi atas masalah dan prioritas atas pilihan pada informasi yang benar dan tepat serta pemikiran yang logis. Dasar-dasar tersebut akan mengarahkan seseorang untuk menentukan keputusan yang rasional dan konsisten. Hal penting yang tidak dapat dipisahkan dari keputusan tersebut adalah bahwa setiap orang adalah layak dan ahli pada bidangnya masing- masing (keputusan ahli). Namun, keputusan tersebut tidak terlepas dari adanya subyektivitas. Keputusan yang rasional dan konsisten tersebut apabila dibuat dalam suatu diagram atau sketsa akan membentuk suatu hierarki. Proses pengambilan keputusan yang rasional dan konsisten dalam bentuk hierarki tersebut akan mengarahkan pada sebuah metode pengambilan keputusan yang dikenal dengan AHP (Analytic Hierarchy Process). Penjelasan tentang Metode AHP tersebut akan dijabarkan pada bab ini.

description

 

Transcript of Analytic hierarchy process

Page 1: Analytic hierarchy process

Yuca Siahaan

“ANALISIS HIRARCHY PROCESS (AHP)”

PENDAHULUAN

Dalam menjalani kehidupan, manusia dihadapkan pada berbagai masalah dan pilihan.

Masalah tentunya memerlukan solusi atau jawaban. Sementara pilihan akan memerlukan

skala prioritas. Pada saat seseorang merumuskan solusi atas masalah yang dihadapi, maka ia

memerlukan berbagai kriteria/indikator/pertimbangan. Dalam menentukan indikator tersebut

seseorang mengacu pada berbagai informasi atau pemikiran yang logis. Diharapkan adanya

solusi atas masalah dan prioritas atas pilihan pada informasi yang benar dan tepat serta

pemikiran yang logis. Dasar-dasar tersebut akan mengarahkan seseorang untuk menentukan

keputusan yang rasional dan konsisten. Hal penting yang tidak dapat dipisahkan dari

keputusan tersebut adalah bahwa setiap orang adalah layak dan ahli pada bidangnya masing-

masing (keputusan ahli). Namun, keputusan tersebut tidak terlepas dari adanya subyektivitas.

Keputusan yang rasional dan konsisten tersebut apabila dibuat dalam suatu diagram atau

sketsa akan membentuk suatu hierarki.

Proses pengambilan keputusan yang rasional dan konsisten dalam bentuk hierarki

tersebut akan mengarahkan pada sebuah metode pengambilan keputusan yang dikenal dengan

AHP (Analytic Hierarchy Process). Penjelasan tentang Metode AHP tersebut akan dijabarkan

pada bab ini.

Page 2: Analytic hierarchy process

Yuca Siahaan

PEMBAHASAN

A. Konsistensi dan Priotitas

Skala Persepsi Manusia

Sebelum manusia menggunakan satuan ukur dalam menentukan besaran semua

sumberdaya yang ada di alam ini, sebenarnya dengan kemampuan inderanya manusia sudah

mampu membedakan mana sumberdaya yang mempunyai ukuran yang sangat kecil sampai

yang sangat besar. Kemampuan manusia dalam membedakan ukuran sumberdaya tersebut

dapat dilakukan dengan pendekatan ilmiah.

Penentuan pembedaan ukuran atau sebut saja skala dengan pendekatan ilmiah akan

membantu seseorang untuk menentukan preferensinya dalam membuat keputusan secara

lebih valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Hal inilah yang menjadi salah satu bagian

penting dalam pendekatan/metode AHP. Dalam metode AHP skala yang digunakan untuk

membantu seseorang dalam menentukan preferensinya atas suatu

sumberdaya/keputusan/prioritas adalah angka 1 sampai 9.

Ada beberapa argumentasi perlunya dirumuskan skala (standar pengukuran) tersebut

adalah (Permadi, 1992):

a. Perbedaan hal-hal yang bersifat/berbentuk kualitatif akan mempunyai arti dan dapat

dijamin keakuratannya apabila dibandingkan dengan besaran yang sama dan jelas.

b. Secara umum seseorang dapat menyatakan perbedaan hal-hal kualitatif dalam lima

istilah seperti sama, lemah, kuat, sangat kuat dan absolut.

c. Penelitian yang dilakukan oleh Miller pada tahun 1956 yang menyebutkan bahwa

manusia tidak dapat membandingkan lebih dari tujuh (tambah atau kurang dua) obyek

secara simultan.

Konsistensi

Salah satu asumsi yang membedakan antara metode AHP dengan metode lainnya

dalam pengambilan keputusan adalah adanya faktor konsistensi yang tidak harus mutlak

(Permadi, 1992). Jika hal ini mengacu pada konsep transitivitas, maka apabila seseorang

menganggap suatu barang (A) lebih disukai dibandingkan B, dan B lebih disukai

dibandingkan C, maka A dan B pasti lebih disukai dibandingkan dengan C.

Dalam kenyataanya (empiris) subyektivitas seseorang kadang tidak mampu

menunjukkan keputusan yang konsisten secara mutlak (100%) atas berbagai pilihan yang

Page 3: Analytic hierarchy process

Yuca Siahaan

dibuatnya. Dengan demikian, metode AHP yang menjadikan manusia sebagai pelaku utama

akan memunculkan keputusan yang subyektif sehingga bisa jadi akan menghasilkan tingkat

konsistensi kurang dari 100% (tidak mutlak). Konsistensi yang ada dalam metode AHP

melibatkan dua tahap konsistensi, yaitu: konsistensi setiap matriks dan konsistensi

keseluruhan hierarkhi (logical consistency). Toleransi yang digunakan dalam memutuskan

untuk menerima atau tidak tingkat konsistensi yang terjadi secara umum adalah diatas atau

sama dengan 90%. Artinya tingkat inkonsistensi yang dapat diterima adalah kurang dari atau

sama dengan 10%. Apabila tingkat inkonsistensi lebih dari 10% dikhawatirkan keputusan

yang diambil kurang valid (terjadi kesalahan).

Prioritas

Bagian yang akan menunjukkan penggunaan metode ini dalam pengambilan

keputusan secara berurutan adalah prioritas. Prioritas ini mengarahkan pada semua pihak

untuk memahami bahwa setiap keputusan yang dirumuskan secara konsisten akan dibuat

prioritasnya. Konteks ini mengacu pada konsep hierarki yang ada dalam metode AHP.

Dengan kemampuan untuk membuat prioritas atau hierarki keputusan/kebijakan tersebut,

maka metode ini akan memberikan informasi penting bagi manusia untuk melakukan sesuatu

secara bertahap.

Pentahapan dalam melakukan suatu keputusan yang didukung dengan tingkat

konsistensi yang cukup tinggi diharapkan dapat memberikan arah yang jelas bagi manusia

untuk menyelesaikan setiap permasalahan/memenuhi kebutuhan hidup secara tepat dan logis.

Ini dimaksudkan untuk membentuk keputusan berdasarkan kerangka logika dan ilmiah yang

dapat dipertanggungjawabkan dan valid dalam pengukurannya.

B. Multifactor Evaluation Process (MEFP)

Dalam menentukan suatu keputusan, banyak masalah pengambilan keputusan yang

berkaitan dengan faktor-faktor yang harus diperhitungkan. Dalam hal ini, individu-individu

secara subjektif dan intuitif memperhitungkan faktor-faktor di dalam pengambilan keputusan.

Faktor-faktor tersebut dapat dikuantifikasi dengan menggunakan suatu bobot, disesuaikan

dengan kondisi yang ada. Proses kuantifikasi tersebut akan melibatkan berbagai alternatif.

Masing-masing alternatif dapat dievaluasi keterkaitannya dengan faktor-faktor yang telah

ditentukan/dirumuskan. Pendekatan ini disebut proses evaluasi multifaktor (Multifactor

Evaluation Process, MFEP).

Pada MFEP, langkah pertama yang dilakukan adalah membuat daftar faktor-faktor

dan tingkat kepentingannya dalam skala 0 sampai 1. Untuk memahami metode ini dapat

Page 4: Analytic hierarchy process

Yuca Siahaan

mencermati ilustrasi yang telah dibuat oleh Donna (2008). Seorang Perencana Pembangunan

akan menentukan suatu kebijakan bagi masyarakatnya. Perencana Pembangunan tersebut

telah menentukan tiga faktor yang penting bagi masyarakat, yaitu: pertumbuhan, kesempatan

kerja, dan pemerataan pembangunan. Perencana Pembangunan melihat bahwa kesempatan

kerja merupakan hal yang paling penting dan diberikan bobot sebesar 0,6. Kemudian, diikuti

pertumbuhan dengan bobot 0,3 dan pemerataan pembangunan dengan bobot 0,1. Tabel 5.1

menunjukkan bobot masing-masing faktor tersebut.

Tabel 1. Bobot Faktor

FAKTOR

KEPENTINGAN

(Bobot)

Pertumbuhan 0,3

Kesempatan Kerja 0,6

Pemerataan Pembangunan 0,1

Pada saat itu, Perencana Pembangunan tersebut memiliki 3 kemungkinan kebijakan,

yaitu: Kebijakan A, B dan C. Untuk masing-masing kebijakan, Perencana Pembangunan

mengevaluasi (menilai) faktor-faktor tersebut dalam skala 0 dan 1, seperti pada Tabel 5.2.

Kebijakan A memiliki evaluasi pertumbuhan sebesar 0,7; kesempatan kerja 0,9; dan

pemerataan pendapatan 0,6. Kebijakan B memiliki evaluasi pertumbuhan yaitu sebesar 0,8;

kesempatan kerja 0,7; dan pemerataan pendapatan 0,8. Sementara Kebijakan C memiliki

evaluasi pertumbuhan sebesar 0,9; kesempatan kerja 0,6; dan pemerataan pedapatan 0,9.

Tabel 2. Evaluasi Faktor

FAKTOR A B C

Pertumbuhan 0,7 0,8 0,9

Kesempatan Kerja 0,9 0,7 0,6

Pemerataan Pembangunan 0,6 0,8 0,9

Perencana Pembangunan dapat menentukan evaluasi bobot total dari masing-masing

alternatif kebijakan dengan cara menjumlahkan hasil perkalian antara bobot faktor dan

evaluasi faktor.

Tabel 3. Evaluasi Kebijakan

Kebijakan A:

FAKTOR KEPENTINGAN

(bobot)

EVALUASI

FAKTOR

Evaluasi

Tertimban

g

Pertumbuhan 0,3 x 0,7 = 0,21

Kesempatan Kerja 0,6 x 0,9 = 0,54

Pemerataan Pembangunan 0,1 x 0,6 = 0,06

Page 5: Analytic hierarchy process

Yuca Siahaan

0,81

Kebijakan B:

FAKTOR KEPENTINGAN

(bobot)

EVALUASI

FAKTOR

Evaluasi

Tertimban

g

Pertumbuhan 0,3 x 0,8 = 0,24

Kesempatan Kerja 0,6 x 0,7 = 0,42

Pemerataan Pembangunan 0,1 x 0,8 = 0,08

0,74

Kebijakan C:

FAKTOR KEPENTINGAN

(bobot)

EVALUASI

FAKTOR

Evaluasi

Tertimb

ang

Pertumbuhan 0,3 x 0,9 = 0,27

Kesempatan Kerja 0,6 x 0,6 = 0,36

Pemerataan Pembangunan 0,1 x 0,9 = 0,09

0,72

Perencana Pembangunan memilih nilai evaluasi tertimbang total yang terbesar, yaitu

Kebijakan A.

C. Penyusunan Model AHP

Aksioma

AHP dikembangkan oleh Thomas L Saaty dan dipublikasikan dalam bukunya yang berjudul

The Analytic Hierarchy Process pada tahun 1980. AHP merupakan salah satu alat analitis

atau metodologi yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Metodologi ini

memasukkan faktor-faktor rasional dan intuitif untuk menentukan pilihan terbaik dari

beberapa alternatif. Pilihan atau alternatif ini ditentukan berdasarkan kriteria-kriteria yang

dipertimbangkan dan dikelompokkan menurut suatu hirarki.

Metode ini didasarkan pada beberapa aksioma, yaitu (Permadi, 1992):

a. Reciprocal comparison

Pengambil keputusan harus mampu membuat perbandingan dan menentukan

preferensinya.

b. Homogeneity

Preferensi seseorang harus dapat dinyatakan dalam skala terbatas atau elemen-

elemennya dapat diperbandingkan satu sama lain.

c. Independence

Page 6: Analytic hierarchy process

Yuca Siahaan

Preferensi dinyatakan dengan mengasumsikan bahwa kriteria tidak dipengaruhi oleh

alternatif-alternatif yang ada melainkan oleh objektif secara keseluruhan.

d. Expectations

Untuk tujuan pengambilan keputusan, struktur hirarki diasumsikan lengkap.

Pembuatan Hirarki

Dalam penyusunan model dan penggunaan metode AHP penting untuk dilakukan/dibuat

struktur pola pikir dalam bentuk hirarki. Hirarki ini akan mengarahkan para pengambil

keputusan untuk memahami kerangka logis penyelesaian masalah atau proses pengambilan

keputusan secara keseluruhan. Adapun penyusunan hirarki dalam metode AHP sebagaimana

tercermin dalam Gambar 1.

Gambar 1. Penyusunan Hirarki dalam AHP

Tahapan-tahapan dalam AHP

Untuk memahami tahapan dalam penggunaan metode AHP dapat mencermati hasil simulasi

yang telah dibuat oleh Donna (2008). Seorang Perencana Pembangunan akan menentukan

kebijakan pembangunan akan dilakukan dengan tujuan menyejahterakan masyarakat. Setelah

melalui penjaringan aspirasi masyarakat (dengan responden seperti tokoh masyarakat,

akademisi LSM dan lainnya), Perencana Pembangunan tersebut telah menentukan bahwa

hanya terdapat tiga faktor yang penting bagi masyarakat yaitu Pertumbuhan, Kesempatan

Kerja dan Pemerataan Pendapatan. Jumlah alternatif kegiatan tersebut ada 3 yaitu A, B

dan C.

Sumber: Permadi (1992)

Identifikasi level dan elemen

Definisi konsep

Formulasi pertanyaan

Pengisian persepsi dan

prioritas

Sintesa prioritas

Konsistensi

Page 7: Analytic hierarchy process

Yuca Siahaan

Hirarki dari faktor dan alternatif ditunjukkan oleh Gambar 2. berikut ini:

Gambar 2. Hirarki Keputusan

Hirarki keputusan untuk pemilihan kegiatan di atas memiliki 3 tingkatan. Tingkatan

tertinggi menunjukkan keputusan keseluruhan: pemilihan kegiatan terbaik. Tingkatan tengah

(kedua) menunjukkan faktor-faktor yang diperhitungkan: ekonomi, kesehatan dan

pendidikan. Tingkatan paling rendah (ketiga) menunjukkan alternatif.

Unsur terpenting dalam AHP adalah perbandingan berpasangan (pairwise comparison).

Perencana Pembangunan (pengambil keputusan) perlu membandingkan 2 alternatif yang

berbeda dengan menggunakan skala ‘sama-sama disukai’ sampai ‘istimewa lebih disukai’,

sebagai contoh:

1. Sama-sama disukai

2. Sama sampai lumayan lebih disukai

3. Lumayan lebih disukai

4. Lumayan sampai Sangat lebih disukai

5. Sangat lebih disukai

6. Sangat sampai Terlalu Sangat lebih disukai

7. Terlalu Sangat disukai sampai intimewa lebih disukai

8. Istimewa lebih disukai

Tahap pertama adalah menentukan perbandingan berpasangan (pairwise comparison).

Misalkan Tabel 4 menunjukkan perbandingan berpasangan ketiga proyek tersebut. Angka 3

dalam tabel tersebut menunjukkan bahwa kebijakan A ‘lumayan lebih disukai’ dibanding

kebijakan B. Angka 9 menunjukkan bahwa kebijakan A ‘istimewa lebih disukai’ dibanding

Z. Dan angka 6 menunjukkan bahwa kebijakan B ‘sangat sampai terlalu sangat lebih disukai’

dibanding kebijakan B. Tentu saja diagonal utama isinya angka 1, sebab membandingkan

satu kegiatan dengan kegiatan itu sendiri. Angka-angka tersebut bisa didapatkan dari hasil

Kebijakan Terbaik

Pertumbuhan

Kebijakan A Kebijakan B Kebijakan C

Kesempatan Kerja

Kebijkan A Kebijakan B Kebijakan C

Pemerataan Pendapatan

Kebijakan A Kebijakan B Kebijakan C

Page 8: Analytic hierarchy process

Yuca Siahaan

survei lapangan dengan kuisioner atau wawancara terhadap responden. Kemudian, dari data-

data tersebut dihitung rata-rata respon responden tersebut.

Tabel 4. Perbandingan Berpasangan

P A B C

A 1 3 9

B 1/3 1 6

C 1/9 1/6 1

PP A B C

A 1 1 6

B 1 1 3

C 1/6 1/3 1

Tahap kedua adalah melakukan evaluasi untuk masing-masing faktor, yaitu pertumbuhan,

kesempatan kerja, dan pemerataan pembangunan. Di sini akan dibahas untuk pertumbuhan

saja. Analisis untuk kesehatan dan pendidikan dilakukan dengan langkah yang sama.

Evaluasi terhadap pertumbuhan diawali dengan mengitung total kolom. Kemudian mengitung

masing-masing elemen dengan total kolom. Untuk menentukan prioritas dari ekonomi dari 3

kegitan-kegiatan tersebut, secara sederhana kita bisa melihat dari rata-rata masing-masing

baris.

Tabel 5. Evaluasi Pertumbuhan

P A B C

A 1,000 3,000 9,000

B 0,333 1,000 6,000

C 0,111 0,167 1,000

Jumlah 1,444 4,167 16,000

P A B C

A 0,692 0,720 0,563

B 0,231 0,240 0,375

C 0,077 0,040 0,063

P Rata-rata Baris

A 0,658 = (0,692 + 0,720 + 0,563)/3

B 0,282 = (0,231 + 0,240 + 0,375)/3

KK A B C

A 1 1/2 1/8

B 2 1 1/5

C 8 5 1

Page 9: Analytic hierarchy process

Yuca Siahaan

C 0,060 = (0,077 + 0,040 + 0,063)/3

Tahap ketiga, menghitung rasio konsistensi. Yang juga perlu diuji adalah apakah respon kita

konsisten. Kekonsistenan ini dilihat dengan rasio konsistensi (consistency ratio). Untuk

menghitung rasio ini, kita harus mengitung terlebih dahulu vektor perjumlahan terbobot yaitu

merupakan perkalian evaluasi faktor di atas dengan baris pertama matrix perbandingan

berpasangan (pairwise comparison matrix). Begitu juga dengan kolom kedua dan ketiga.

Vektor penjumlahan terbobot:

(0,658) (1) + (0,282)(3) + (0,060)(9) = 2,042

(0,658)

(0,333)

+ (0,282)(1) + (0,060)(6) = 0,860

(0,658)

(0,111)

+ (0,282)(0,167) + (0,060)(1) = 1,799

Selanjutnya dapat dihitung vektor kekonsistensi yang didefinsikan sebagai pembagian vektor

penjumlahan terbobot dengan evaluasi faktor. Vektor kekonsitenan:

2,042 / 0,658 = 3,103

Vektor

konsistensi

= 0,860 / 0,282 = 3,051

1,799 / 0,060 = 3,009

Berikutnya dihitung Lambda dan indeks konsistensi. Lambda (λ) merupakan rata-rata vektor

konsistensi:

λ = (3,103 + 3,051 + 3,009)/3 = 3,054

Indeks konsistensi (CI):

CI = (λ-n)/(n-1) dimana n adalah jumlah alternatif

CI = (3,054 – 3)/(3 – 1)

CI = 0,027

Terakhir dihitung rasio konsistensi (consistency ratio) yang merupakan pembagian indeks

konsistensi dengan indeks acak (random index, RI).

Tabel 6. Indeks Acak

N RI

2 0,00

3 0,58

4 0,90

5 1,12

Page 10: Analytic hierarchy process

Yuca Siahaan

6 1,24

7 1,32

8 1,41

Secara umum, CR dirumuskan:

CR = CI / RI

CR = 0,0270 / 0,58 = 0,0466

Rasio konsistensi menunjukkan bagaimana konsistensi terhadap jawaban dapat terwujud.

Semakin tinggi CR berarti kita semakin tidak konsisten, sebaliknya semakin rendah CR

berarti kita semakin konsisten. Secara umum, jika CR kurang dari 0,10; pengambil

kebupusan dikatakan relatif konsisten. Jika CR di atas 0,10, pengambil keputusan seharusnya

memperhitungkan kembali pairwise comparison. Langkah 1,2 dan 3 di atas dilakukan untuk

alternatif yang lain: kesehatan dan pendidikan.

Tabel 7. Evaluasi Faktor

Faktor A B C

Pertumbuhan 0,658 0,282 0,060

Kesempatan Kerja 0,087 0,162 0,750

Pemerataan Pendapatan 0,497 0,397 0,107

Tahap keempat menentukan ranking secara keseluruhan. Setelah bobot faktor ditentukan

(sama langkahnya dengan MFEP) dengan membandingkan antara ekonomi-kesehatan-

pendidikan. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa angka –angka pada Tabel 5.8 dapat juga

diperoleh dengan proses AHP (seperti yang dijelaskan pada sesi ini). Misalkan bobot

pertumbuhan, bobot kesempatan kerja, dan bobot pemerataan pendapatan ditunjukkan oleh

tabel berikut ini:

Tabel 8. Bobot Faktor

Faktor

Bobot

Faktor

Pertumbuhan 0,0820

Kesempatan Kerja 0,6816

Pemerataan Pendapatan 0,2364

Ranking total keseluruhan ditentukan dengan mengalikan evaluasi faktor dengan bobot

faktor:

Kebijakan Evaluasi Tertimbang Total

A (0,658)x(0,0820)+(0,087)x(0,6816)+(0,0497)x(0,2364) = 0,231

B (0,282)x(0,0820)+(0,162)x(0,6816)+(0,397)x(0,2364) = 0,227

Page 11: Analytic hierarchy process

Yuca Siahaan

C (0,060)x(0,0820)+(0,750)x(0,6816)+(0,107)x(0,2364) = 0,542

D. Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan ini didasarkan pada beberapa tahap yang telah dilakukan

berdasarkan metode AHP (lihat ilustrasi pada contoh diatas). Dengan telah diperolehnya hasil

pengisian preferensi oleh responden (dalam hal ini adalah responden ahli/kompeten dalam

bidangnya), maka akan diperoleh berbagai faktor/elemen/indikator/variable yang tersusun

dalam suatu hirarki/prioritas beserta dengan nilai bobotnya masing-masing.

Hasil hirarki/prioritas tersebut akan menjadi dasar bagi para pengambil kebijakan

untuk membuat keputusan yang tepat dan valid. Pengambilan keputusan yang tepat dan valid

tersebut akan memberikan manfaat yang cukup besar baik bagi pengambil kebijakan maupun

para pemangku kepentingan yang menjadi sasaran kebijakan tersebut. Dalam hal ini AHP

akan dapat memberikan informasi yang cukup karena proses pengambilan keputusan akhir

yang ada dalam tahapan AHP mengakomodir preferensi para responden dan akan dilakukan

evaluasi terhadap preferensi tersebut apabila ada kecenderungan tingkat inkonsistensi yang

cukup tinggi (diatas 10%). Selain itu, proses pengambilan keputusan dengan metode AHP

dilakukan tidak hanya satu kali. Ini mengingat bahwa kemampuan otak manusia untuk

membandingkan dan merumuskan prioritas atas berbagai elemen yang ada cukup terbatas.

Page 12: Analytic hierarchy process

Yuca Siahaan

KESIMPULAN

1. Analisis Hierarchy Process adalah metode pengambilan keputusan yang rasional dan

konsisten dalam bentuk hierarki

2. Yang menjadi ciri khas aksioma metode AHP dibanding metode lainnya dalam

pengambilan keputusan adalah adanya faktor konsistensi yang tidak harus mutlak

3. Metode AHP ini didasarkan pada beberapa aksioma, yaitu: Reciprocal comparison,

Homogeneity, Independence, dan Expectations.

4. Dalam pembuatan dan penggunaan metode AHP perlu disusun struktur pola pikir

dalam bentuk hirearkhi. Adapun urutan penyusunannya yaitu: identifikasi elemen dan

level, definisi konsep, formulasi pertanyaan, pengisian persepsi dan prioritas, sintesa

prioritas, konsistensi.

5. Adapun langkah metode AHP adalah menentukan perbandingan berpasangan

(pairwise comparison), melakukan evaluasi untuk masing-masing faktor, menghitung

rasio konsistensi, dan terakhir menentukan ranking secara keseluruhan.

Page 13: Analytic hierarchy process

Yuca Siahaan

Referensi

Donna, Duddy Roesmara. 2008. Analytic Hierarchy Process (AHP) sebagai Metode

Pengambilan Kebijakan dan Pengembangan Ekonomi Daerah. INSPECT. Jogjakarta.

Permadi, Bambang. 1992. AHP. PAU-EK-UI. Jakarta.