ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

176
ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN ALUTSISTA SEBAGAI UPAYA REVITALISASI INDUSTRI PERTAHANAN NASIONAL TESIS Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum Dalam Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara ALIF FADILLAH OEMRY 157005044/HK PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2020 Universitas Sumatera Utara

Transcript of ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

Page 1: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN

ALUTSISTA SEBAGAI UPAYA REVITALISASI INDUSTRI

PERTAHANAN NASIONAL

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum Dalam Program Studi

Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara

ALIF FADILLAH OEMRY

157005044/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020

Universitas Sumatera Utara

Page 2: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN

ALUTSISTA SEBAGAI UPAYA REVITALISASI INDUSTRI

PERTAHANAN NASIONAL

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister

Hukum dalam Program Studi Magister Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

OLEH

ALIF FADILLAH OEMRY

157005044/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020

Universitas Sumatera Utara

Page 3: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

Universitas Sumatera Utara

Page 4: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

i

ABSTRAK

Industri pertahanan merupakan industri strategis yang punya kaitan dengan

kepentingan pertahanan serta keamanan negara. Industri pertahanan Indonesia

perlu di revitalisasi untuk mendukung kepentingan pertahanan dan keamanan

dalam negeri serta mendorong perekonomian negara. Salah satu usaha pemerintah

dalam merevitalisasi industri pertahanan adalah dengan alih teknologi alutsista

melalui pengadaan alat pertahanan dan keamanan dari negara lain. Alih teknologi

di perlukan untuk mempercepat proses pembangunan sehingga tidak di perlukan

waktu yang lama dalam riset dan penelitian teknologi pertahanan dalam

menghasilkan inovasi produk alutsista.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif yang di

dukung data primer. Penelitian ini akan mengkaji dan menganalisis pentingnya alih

teknologi terutama dalam bentuk regulasi hukum dalam proses revitalisasi industri

pertahanan nasional, upaya pemerintah terkait hukum dalam membangun industri

pertahanan untuk mewujudkan kemandirian pengadaan alutsista dan untuk

mengetahui dan menganalisis efektivitas peraturan perundang-undangan di

Indonesia dalam mendukung revitalisasi industri pertahanan nasional melalui alih

teknologi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa regulasi hukum alih teknologi sangat

penting untuk melindungi hak kekayaan intelektual dari pemilik teknologi agar

pemilik teknologi tersebut mengizinkan terjadinya alih teknologi, pemerintah

menggunakan konsep tiga pilar pelaku industri pertahanan dalam melakukan upaya

membangun industri pertahanan nasional dan peraturan perundang-undangan yang

digunakan dalam upaya revitalisasi dan industri pertahanan sudah cukup efektif

untuk mewujudkan tujuan dari revitalisasi industri pertahanan walaupun masih

belum maksimal.

Kata Kunci : Alih teknologi, alutsista, revitalisasi, industri pertahanan

Universitas Sumatera Utara

Page 5: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

ii

ABSTRACT

The defense industry is a strategic industry that has links with the interests

of national defense and security. Indonesia's defense industry needs to be

revitalized to support domestic defense and security interests and boost the

country's economy. One of the government's efforts to revitalize the defense

industry is the transfer of defense equipment technology through the procurement

of defense and security equipment from another country. Technology transfer is

needed to accelerate the development process so that it does not require a long time

in research and defense technology research in producing innovative defense

equipment products.

This research uses normative legal research supported by primary data.

This research will study and analyze the importance of technology transfer,

especially in the form of legal regulations in the process of revitalizing the national

defense industry, government efforts related to law in developing the defense

industry to realize the independence of defense equipment procurement and to find

out and analyze the effectiveness of legislation in Indonesia in supporting industrial

revitalization national defense through technology transfer.

The results of research showed that the legal regulation of technology

transfer is very important to protect the intellectual property rights of the

technology owner so that the technology owner allows technology transfer, The

government uses the concept of the three pillars of the defense industry players in

making efforts to develop the national defense industry and the laws and

regulations used in the revitalization effort and the defense industry is effective

enough to realize the objectives of the revitalization of the defense industry even

though it is still not optimal.

Keywords: Technology transfer, defense equipment, revitalization, defense

industry

Universitas Sumatera Utara

Page 6: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

iii

RIWAYAT HIDUP

Alif Fadillah Oemry, dilahirkan di Kota Medan pada tanggal 21 Februari

1991 dari ayahanda Syahrial Iqbal Oemry dan ibunda Neneng Rosnaeni, penulis

merupakan anak pertama dari empat bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh adalah TK Swasta Yayasan

Pendidikan Al-azhar Medan lulus pada tahun 1997, SD Swasta Yayasan

Pendidikan Al-azhar Medan lulus pada tahun 2003, SMP Swasta Yayasan

Pendidikan Al-azhar Medan lulus pada tahun 2006, SMA Swasta Yayasan

Pendidikam Harapan Medan lulus pada tahun 2009 dan tahun 2014 penulis lulus

Sarjana dari Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara.

Semasa mahasiswa penulis ikut aktif dalam beberapa organisasi

kemahasiswaan seperti Kobakum dan ILSA. Setelah tamat sarjana, penulis sempat

magang di Pengadilan Negeri Medan selama 6 bulan, bekerja di perusahaan PT.

XL Axiata selama satu tahun dan kemudian melanjutkan studi magister nya.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

iv

KATA PENGANTAR

Bismillahirohmannirrohhim, Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Tiada kata pembuka yang pantas di sampaikan selain kata Puji dan Syukur

Kehadirat Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa, Maha Adil, Maha Pengasih lagi

Maha Penyayang. Karena atas berkat dan anugrahNya Penulis dapat menyelesaikan

tesis yang berjudul “ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM

PENGADAAN ALUTSISTA SEBAGAI UPAYA REVITALISASI

INDUSTRI PERTAHANAN NASIONAL”.

Penulis menyadari bahwa, uraian yang terdapat dalam tesis ini belumlah

merupakan hasil pemikiran yang bersifat final dan menyeluruh, tetap disadari

bahwa masih mengandung kekurangan, kelemahan dan ketidak sempurnaan, baik

dalam untaian kata dan kalimatnya maupun substansi yang menjadi topik

pembahasan. Oleh karena itu diharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif

dari semua pihak sehingga segala kekurangan dan ketidaksempurnaan yang

dimaksud diatas dan diminimalisir. Atas sumbangsih kritik dan saran yang

membangun tersebut penulis mengucapkan terima kasih.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua

pihak yang berperan secara langsung maupun tidak langsung terhadap keberhasilan

penulis menyelesaikan tesis dan studi pada Program Studi Magister Ilmu Hukum

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini Penulis Menyampaikan Ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya Kepada :

Universitas Sumatera Utara

Page 8: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

v

1. Bapak prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum, selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara, atas kesempatan menjadi mahasiswa pada Program Studi

Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Budiman Ginting, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai Ketua Komisi

Pembimbing yang telah banyak memberikan petunjuk, perhatian dan

banyak meluangkan waktu untuk membimbing penulis serta memberikan

kesempatan untuk menyelesaikan pendidikan program Studi Magister Ilmu

Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, SH., M.Hum, selaku Ketua Program Studi Magister

Ilmu Hukum FH USU yang telah memberikan kesempatan, arahan dan izin

bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan Magister Ilmu Hukum.

4. Bapak Prof. Dr. OK Saidin, SH., M.Hum, selaku Komisi Pembimbing yang

telah banyak memberikan arahan dan perhatian serta banyak meluangkan

waktu untuk memberikan izin bagi Penulis untuk menyelesaikan studi.

5. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH., M.Hum, selaku Komisi Pembimbing

yang telah memberikan perhatian penuh, mendorong dan membekali

Penulis dengan literature-literatur hukum yang bermanfaat untuk

menyelesaikan studi.

6. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum dan Ibu Dr. Detania Sukarja., SH.

LL.M, terima kasih Penulis sampaikan atas masukan dan sarannya guna

perbaikan tesis ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

vi

7. Seluruh Guru Besar dan Dosen Program Studi Magister Ilmu Hukum

Universitas Sumatera Utara Pada Umumnya yang telah ikhlas memberikan

ilmu pengetahuan dan membuka wawasan Penulis.

8. Secara Khusus ananda sampaikan ucapan terima kasih untuk ayahanda Ir.

Syahrial Oemry, M.Sci dan Ibunda Neneng Rosnaeni atas kesabaran,

nasehat, dukungan moril dan spiritual yang diberikan pada penulis

walaupun banyak kendala dan masalah yang terjadi dalam studi ini.

Ananda akan selalu mengingat cinta dan kasih sayang yang tiada henti-

hentinya bagi penulis sehingga penulis berhasil menyelesaikan studi

9. Secara Khusus menyampaikan terima kasih pada saudara-saudara dari

penulis, Abdul Aziz Alfitra Oemry, Ahmad Fiqri Oemry, dan adik terkecil

penulis Abdul Razaq Al Fachri Oemry. Walaupun tidak selalu

menunjukkan kasih sayang secara langsung tapi wajah dan dukungan

kalian selalu menjadi penguat penulis untuk menyelesaikan studi.

10. Seluruh Staf Tata usaha dan Security di Lingkungan Program Studi

Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

11. Ucapan terima Kasih kepada teman-teman sekelas Magister Ilmu Hukum

angkatan 2015 khususnya pada Rudi Hartanto, Liantha Adam Nasution,

Aida Nurhasanah dan Fatimah Islamy Nasution yang penuh rasa

persaudaraan dan kebersamaan dalam masa studi baik di dalam dan di luar

kampus.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

vii

Akhir kata, penulis menyadari uraian yang terdapat dalam tesis ini belumlah

sempurna merupakan hasil pemikiran yang bersifat final dan menyeluruh. Oleh

karena hal tersebut penulis mengharapkan kritik dan saran atas segala kekurangan

penelitian ini, serta penulis ucapkan banyak terima kasih.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Medan, Mei 2020

Penulis,

(Alif Fadillah Oemry)

Universitas Sumatera Utara

Page 11: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

viii

DAFTAR ISI

ABSTRAK .......................................................................................................... i

ABSTRAC .......................................................................................................... ii

RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ iii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv

DAFTAR ISI.......................................................................................................viii

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xi

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................... 12

C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 12

D. Manfaat Penelitian ................................................................................... 13

E. Keaslian Penelitian................................................................................... 14

F. Kerangka Teori dan Konsep .................................................................... 16

1. Kerangka Teori ............................................................................ 16

2. Kerangka Konsep ......................................................................... 28

G. Metode Penelitian .................................................................................... 30

1. Jenis Penelitian............................................................................. 32

2. Sumber Data Penelitian................................................................ 33

3. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 34

4. Analisa Data ................................................................................. 35

BAB II : DASAR KEBIJAKAN ALIH TEKNOLOGI ALUTSISTA

TERHADAP PROSES PEMBANGUNAN INDUSTRI

PERTAHANAN NASIONAL

A. Hak Kekayaan Intelektual Dalam Kaitannya Dengan Alih Teknologi .... 37

B. Pengaturan Alih Teknologi di Indonesia ................................................. 41

1. Pengertian Alih Teknologi ........................................................... 41

2. Peraturan Yang Berkaitan Dengan Alih Teknologi ..................... 42

Universitas Sumatera Utara

Page 12: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

ix

C. Alih Teknologi Bagi Industri Pertahanan Dalam Negeri ......................... 45

1. Tantangan dan Peluang Alih Teknologi Industri Pertahanan ...... 47

2. Pengaturan Alih Teknologi Industri Dalam Perjanjian Trade

Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs) ............ 50

3. Penguasaan Teknologi Pertahanan Melalui Lisensi

Alih Teknologi ............................................................................. 54

D. Analisis Pentingnya Kebijakan Hukum Alih Teknologi Alutsista

Dalam Proses Revitalisasi Industri Pertahanan Nasional ........................ 62

BAB III : KAJIAN YURIDIS PENGEMBANGAN DAN PEMANFAATAN

INDUSTRI STRATEGIS UNTUK PERTAHANAN

A. Perkembangan Industri Pertahanan Dalam Negeri Sebagai Bagian

Dari Industri Strategis Indonesia ............................................................. 77

B. Pentingnya Pembangunan Industri Pertahanan ........................................ 82

1. Ketergantungan Pertahanan dan Keamanan Negara

Terhadap Produk Alutsista Dari Luar Negeri .............................. 82

2. Bisnis Pertahanan Untuk Mendukung Pembangunan

Perekonomian .............................................................................. 83

3. Pembangunan Industri Pertahanan Nasional Untuk

Mewujudkan Kemandirian Produksi Alutsista Buatan Dalam

Negeri ........................................................................................... 86

C. Peranan Hukum Dalam Upaya Pembangunan Industri Pertahanan

Dalam Negeri ........................................................................................... 91

1. Peranan Hukum Dalam Upaya Pembangunan Perekonomian

Suatu Negara ................................................................................ 93

2. Landasan Hukum Pembangunan Industri Pertahanan Dalam

Negeri ........................................................................................... 99

3. Peranan Hukum Dalam Pembangunan Industri Pertahanan ........102

D. Upaya Pemerintah Terkait Hukum Dalam Membangun Industri Pertahanan

Untuk Mewujudkan Kemandirian Pengadaan Alutsista ..........................104

Universitas Sumatera Utara

Page 13: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

x

BAB IV : KESIAPAN REGULASI DALAM UPAYA MENDUKUNG

KEMANDIRIAN ALIH TEKNOLOGI MELALUI

PENGADAAN ALUTSISTA

A. Pembentukan Komite Kebijakan Industri Pertahanan

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2010

Sebagai Upaya Merumuskan dan Mengevaluasi

Kebijakan Mengenai Pengembangan dan Pemanfaatan Industri

Pertahanan ................................................................................................113

B. Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang

Industri Pertahanan Sebagai Landasan Kebijakan Revitalisasi

Industri Pertahanan ..................................................................................120

C. Regulasi Ofset Untuk Memperoleh Alih Teknologi Alutsista Dari

Luar Negeri Dalam Kaitannya Dengan Proses Pembangunan

Industri Pertahanan Nasional ..................................................................125

1. Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2014 Tentang

Mekanisme Imbal Dagang Dalam Pengadaan Alat Pertahanan

dan Keamanan Dari Luar negeri ..................................................125

2. Peranan Pemerintah terhadap Riset dan Pengembangan

Teknologi Industri Pertahanan .....................................................133

D. Analisis Efektifitas Regulasi Revitalisasi Industri Pertahanan

Nasional Melalui Alih Teknologi Pengadaan Alutsista Dari Luar

Negeri .......................................................................................................139

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ..............................................................................................149

B. Saran ........................................................................................................151

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................153

Universitas Sumatera Utara

Page 14: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Peringkat dan Nominal Pendapatan (dalam satuan milyar dollar

Amerika Serikat) Pemasok Produk Pertahanan di Dunia Sepanjang

Tiga Tahun Terakhir ............................................................................. 46

Tabel 2. Kebijakan Hukum Pemerintah Indonesia Atas Alih Teknologi

Dalam Pengadaan Alutsista .................................................................. 75

Tabel 3. Produk Perusahaan-Perusahaan Pertahanan Hasil Dari Alih

Teknologi ..............................................................................................146

Tabel 4. Indikator Efektivitas Perundang-undangan...........................................148

Universitas Sumatera Utara

Page 15: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (selanjutnya disingkat UUD

1945) telah menyatakan tujuan nasional, yakni: “melindungi segenap bangsa

Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Dengan

demikian, segala potensi bangsa dan negara diarahkan demi mewujudkan tujuan

tersebut. Pembangunan dan potensi pertahanan keamanan merupakan salah satu

pilar terdepan demi mengamankan kepentingan dan tujuan nasional. Sehingga,

urusan bidang pertahanan dan keamanan negara yang diatur dalam UUD 1945 yang

merupakan salah satu kewenangan pemerintah pusat. Maksudnya, ketentuan

tersebut secara jelas menggariskan bahwa segala aspek yang menyangkut sistem

pertahanan dan keamanan negara termasuk industri pertahanan nasional juga

menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.

Sektor industri memegang peranan yang sangat penting bagi perekonomian

nasional, terutama dalam peranannya sebagai sumber ekonomi nasional khususnya

dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. lebih khusus lagi, sektor industri mampu

memberikan kontribusi yang sangat besar dalam menyediakan lapangan kerja bagi

masyarakat dan dalam perolehan devisa negara melalui kegiatan ekspor berbagai

produk hasil industri. Dari sekian banyak cabang industri, ada sejumlah industri

yang karena karakteristik industrinya memiliki fungsi yang strategis bagi bangsa

dan negara Indonesia. Industri pertahanan nasional merupakan salah satu industri

yang dikategorikan sebagai industri strategis, berdasarkan Undang-Undang Nomor

3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, yang dimaksud industri strategis terdiri atas

Universitas Sumatera Utara

Page 16: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

2

industri yang memenuhi kebutuhan yang penting bagi kesejahteraan rakyat atau

menguasai hajat hidup orang banyak, meningkatkan atau menghasilkan nilai

tambah sumber daya alam strategis dan mempunyai kaitan dengan kepentingan

pertahanan serta keamanan negara.1 Berdasarkan pemahaman ruang lingkup

industri strategis yang diatur oleh undang-undang perindustrian, maka industri

pertahanan dikategorikan sebagai industri strategis.

Sepanjang tahun 1980-an, pola manajemen industri strategis yang lebih

terintegrasi mulai dibangun pemerintah. Awal tahun 1980-an, dibentuklah TPIH

(Tim Pengkajian Industri Hankam), dilanjutkan dengan TPPIS (Tim Pelaksana

Pengkajian Industri Strategis). Pada tahun 1989 (Keputusan Presiden No. 59 tahun

1989) telah dibentuk Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) Badan

Pengelola Industri Strategis (BPIS) yang ditugaskan untuk membina, mengelola

dan mengembangkan sepuluh industri strategis, yaitu PT Dirgantara Indonesia

(industri pesawat terbang nasional); PT PAL Indonesia (pabrik kapal indonesia);

PT Pindad (industri senjata/pertahanan); PT Dahana (industri bahan peledak); PT

Krakatau Steel (industri baja); PT Barata Indonesia (industri alat berat); PT Boma

Bisma Indra (industri permesinan/diesel); PT Industri Kereta Api (industri kereta

api); PT Industri Telekomunikasi Indonesia (industri telekomunikasi); PT LEN

Industri (industri elektronika dan komponen). Pembentukan LPND-BPIS ini

merupakan kelanjutan dari dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 56 Tahun 1989

tentang Pembentukan Dewan Pembina Industri Strategis (DPIS) yang merupakan

lembaga pembina BPIS (Badan Pembina Industri Strategis).2

1 Pasal 84 ayat (2) Undang-Undang No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.

2Ahmad Dirwan, ‘’Laporan Akhir Tim Pengkajian Hukum Tentang Pengembangan dan

Pemanfaatan Industri Strategis Untuk Pertahanan’’, Kementerian Hukum dan HAM, 2011, hlm. 5.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

3

Industri pertahanan nasional mengalami kemunduran terutama setelah

tejadinya krisis moneter pada tahun 1997. Dampak khusus krisis moneter terhadap

industri pertahanan yaitu mengakibatkan teknologi di bidang pertahanan dan

kemananan tidak berkembang, Permasalahan ini kemudian makin dipersulit dengan

kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang melakukan embargo militer berupa

larangan penjualan senjata dan suku cadang bagi militer Indonesia` dalam

memenuhi kebutuhan alat utama sistem pertahanan (alutsista) padahal Indonesia

sangat tergantung dengan produk militer Amerika Serikat. Ketergantungan

industtri pertahanan nasional dengan negara lain ini disebabkan industri pertahanan

belum mempunyai kemampuan teknologi mandiri untuk menghasilkan produk

buatan dalam negeri. Kondisi industri pertahanan yang mengalami kemunduran

membuat pemerintah berusaha mewujudkan kemandirian bangsa dalam bidang

pertahanan dan keamanan.

Perkembangan dan pembangunan pertahanan saat ini menunjukkan ada

tiga model utama: kemandirian, produksi ceruk dan model rantai logistik global.

Model kemandirian diterapkan oleh suatu negara yang berambisi 'mendapatkan

kemandirian pertahanan. Kemandirian pertahanan ini diukur dari kapasitas negara

untuk menguasai teknologi militer yang dibutuhkan untuk membuat sistem senjata,

kapasitas finansial nasional untuk membiayai produksi sistem senjata, dan

kapasitas industri nasional untuk memproduksi sistem senjata di dalam negeri.

Model ini akan tercapai jika suatu negara mampu memiliki minimal 70 persen

kapasitas teknologi, finansial, dan produksi sistem senjata.Untuk mencapai

kemandirian pertahanan, suatu negara harus mengembangkan rencana strategis

pertahanan jangka panjang. Komitmen jangka panjang tersebut, misalnya, tampak

dari rencana China untuk memproyeksikan diri menjadi kekuatan hegemonik pada

tahun 2050. Model kedua adalah model produksi ceruk yang cenderung diterapkan

Universitas Sumatera Utara

Page 18: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

4

oleh negara yang berupaya mengurangi 'ketergantungan senjata terhadap produsen

luar negeri. Caranya dengan mengembangkan kapasitas nasional untuk menguasai

teknologi militer utama. Penguasaan teknologi militer ini terutama diarahkan untuk

membantu negara tersebut mengembangkan delapan sistem senjata konvensional.

Model rantai produksi global merupakan model ketiga, yang cenderung dilakukan

oleh Negara-negara dengan basis militer yang mapan tapi tidak memiliki akses

besar terhadap pasar senjata internasional yang menyebabkan negara-negara

tersebut melakukan proses rasionalisasi produksi alutsista dengan cara

mengintegrasi produksi senjatanya ke suatu konsorium industri pertahanan global.3

Berdasarkan model pembangunan pertahanan dan keamanan diatas maka

model kemandirian yang di jadikan pilihan utama pemerintah Indonesia dalam

membangun industri pertahanan. Beberapa langkah yang dilakukan untuk

mencapai model kemandirian adalah merumuskan rencana strategis jangka

panjang, membentuk komitmen kebijakan politik dan hukum anggaran jangka

panjang disertai perumusan kontrak pengadaan, konsolidasi industri pertahanan

berupa pembiayaan dalam mendukung revitalisasi industri pertahanan serta

menjalin kerja sama militer dengan Negara lain agar mendapatkan akses pasar

regional dan global.

Pelaksanaan alih teknologi dalam upaya mendukung pembangunan industri

pertahanan hendaknya diperkuat dengan regulasi hukum yang dikeluarkan oleh

pemerintah agar tercapainya tujuan dari revitalisasi industri. Peranan hukum dalam

pembangunan adalah untuk menjamin bahwa perubahan itu terjadi dengan cara

yang teratur. Perubahan yang teratur melalui prosedur hukum berwujud perundang-

undangan atau keputusan badan-badan peradilan lebih baik dari pada perubahan

3 Widjajanto, “Kemandirian Industri pertahanan” (Kompas, 26 april, 2012), hal. 1.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

5

yang tidak teratur, karena ketidak teraturan hanya akan menciptakan kerusakan.

Baik perubahan maupun ketertiban (atau keteraturan) merupakan tujuan kembar

dari masyarakat yang sedang membangun, hukum menjadi suatu alat yang tidak

dapat diabaikan dalam proses pembangunan.4 Akan tetapi regulasi yang secara

khusus mengatur alih teknologi alutsista masih belum ada.

Sebenarnya alih teknologi dalam perdagangan sudah dilakukan oleh

pemerintah Indonesia sebelum adanya kebijakan revitalisasi industri pertahanan

dalam negeri. sejak kelahiran World Trade Organization (selanjutnya disebut

WTO), salah satu perangkat lunak dari kesepakatan WTO adalah yang termuat

dalam Lampiran 1C Agreement Establishing The World Trade Organization yaitu

Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan

mengenai aspek-aspek dagang yang terkait dengan hak kekayaan intelektual yang

kemudian disebut dengan TRIPs) dalam perjanjian tersebut masalah alih teknologi

juga menjadi perhatian pokok. Pada ketentuan Pasal 7 TRIPs secara tegas dikatakan

pentingnya alih teknologi untuk meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomis dari

negara peserta TRIPS, dalam ketentuan Pasal 8 TRIPs, menekankan pada perlunya

perlindungan pada kesejahteraan masyarakat untuk menggalakkan sektor-sektor

yang vital untuk kepentingan public yang dilaksanakan dalam rangka

pengembangan alih teknologi dan sosio ekonomis dari anggota TRIPs. Masing-

masing negara diberikan hak untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan

untuk menunjang pengalihan teknologi yang diharapkan. Dalam Background

Reading Material on Intellectual Property yang diterbitkan WTO, ada tiga format

hukum dasar yang dapat ditempuh untuk melaksanakan alih teknologi yaitu dalam

4 Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan, (Bandung:

Alumni, 2006), hal. 20.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

6

bentuk penjualan atau pengalihan teknologi, melalui pemberian lisensi dan know-

how agreements.5

Bagi negara Indonesia teknologi dibutuhkan dalam mendukung

keberhasilan pembangunan nasional. Keterbatasan sumber daya manusia, anggaran

pendidikan, penelitian dan pengembangan serta kapasitas penguasaan teknologi

yang relatif rendah membuat Indonesia pada awalnya merasa tidak harus

menemukan invensi teknologi sendiri, tetapi akan lebih efesien bila melakukan alih

teknologi dari negara lain.6 Di dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001

tentang Paten disebutkan ada dua saluran untuk terjadinya alih teknologi yaitu

melalui kontrak lisensi yang diatur dalam Pasal 69-103, dan pelaksanaan paten oleh

pemerintah terkait kepentingan pertahanan dan keamanan dalam Pasal 99 dan Pasal

100 dan ketentuan lebih lanjut diatur dalam peraturan pemerintah. Kemudian

meskipun tujuan dari TRIPs adalah memudahkan penyebaran teknologi dan alih

teknologi di dunia tapi anehnya walaupun Indonesia mengesahkan Peraturan

pemerintah Nomor 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual

Serta Hasil Penelitian dan Pengembangan. Peraturan pemerintah ini dibuat bukan

dalam rangka mendukung hak kekayaan intelektual khususnya paten. Akan tetapi

di buat untuk melaksanakan undang-undang sistem nasional penelitian dan

pengembangan yang berlaku bagi kekayaan intelektual yang dihasilkan oleh

perguruan tinggi. Padahal kebutuhan Indonesia adalah alih teknologi kekayaan

intelektual yang dimiliki oleh pihak asing. Di dalam Undang-Undang Nomor 25

Tahun 2007 tentang Penanaman Modal pun aturan alih teknologi hanya terdapat

dalam Pasal 10 ayat (4) yang menyatakan bahwa perusahaan penanam modal yang

5 Gunawan Widjaja, “Seri Hukum Bisnis : Lisensi“. (Jakarta : PT. Radja Grafindo, 2001),

hal. 98.

6 Mochtar, Dewi Astuty, “Perjanjian Lisensi Alih Teknologi Dalam Pengembangan

Teknologi Indonesia”,(Bandung : PT. Alumni, 2001), hal. 2.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

7

pekerjakan tenaga kerja asing diwajibkan melaksanakan pelatihan dan melakukan

alih teknologi kepada tenaga kerja Indonesia. Undang-undang penanaman modal

ini jelas tidak dapat dipergunakan dalam pelaksanaan alih teknologi pertahanan

dalam kondisi penting dan mendesak. Walaupun begitu berdasarkan ketentuan

TRIPs dan undang-undang paten pelaksanaan alih teknologi alutsista tetap

dilakukan oleh pemerintah Indonesia melalui pembelian lisensi paten secara

langsung untuk di produksi oleh perusahaan pertahanan milik negara seperti PT.

Pindad. Salah satu produk PT. Pindad hasil dari pembelian lisensi paten langsung

adalah senapan serbu SS-1 yang merupakan blue print senapan serbu FN dari

negara belgia.7 Maka pembelian lisensi secara langsung dianggap sebagai cara yang

sangat efektif dalam penyelenggaraan alih teknologi alutsista untuk kepentingan

pertahanan dan keamanan. Akan tetapi dalam perkembangannya lisensi secara

langsung sulit dilakukan dikarenakan keterbatasan biaya yang dimiliki Indonesia

dalam membeli blue print produk alutsista asing, apalagi bila alutsista yang ingin

di alihkan memiliki teknologi yang tinggi seperti teknologi tank, pesawat tempur,

kapal perang, rudal dank kapal selam. Hal inilah yang menyebabkan perusahaan-

perusahaan pertahanan dalam negeri pada awalnya hanya bisa melakukan alih

teknologi alutsista yang hanya memiliki teknologi sedang.

Kenyataan sulitnya mendapatkan alih teknologi tinggi melalui lisensi paten

secara langsung ini yang menyebabkan dalam revitalisasi industri pertahanan

nasional, pemerintah membuat ketentuan kewajiban alih teknologi alutsista dalam

setiap pengadaan alutsista dari luar negeri. Selanjutnya ketentuan tersebut diatur

dalam undang-undang nomor 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan yang

7 https://pindad.com/ss1-v1-cal-556-mm, Diakses pada 16 Mei 2020.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

8

menyatakan pengadaan alat peralatan pertahanan dan keamanan produk luar negeri

harus memenuhi syarat berikut8:

a. Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan belum atau tidak bisa dibuat di

dalam negeri.

b. Mengikutsertakan partisipasi Industri Pertahanan.

c. Kewajiban alih teknologi.

d. Jaminan tidak adanya potensi embargo, kondisionalitas politik dan

hambatan penggunaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan dalam

upaya mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari

ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan Negara.

e. Adanya imbal dagang, kandungan lokal dan/atau ofset paling rendah 35%

(delapan puluh lima persen).

f. Kandungan lokal dan/atau ofset sebagaimana dimaksud pada huruf e paling

rendah 35% (tiga puluh lima persen) dengan peningkatan 10% (sepuluh

persen) setiap 5 (lima) tahun.

g. Pemberlakuan ofset paling lama 18 (delapan belas) bulan sejak Undang-

Undang ini diundangkan.

Kewajiban adanya alih teknologi dalam undang-undang industri pertahanan

diatas dapat dipahami bahwa pembangunan industri pertahanan memaksakan

pentingnya alih teknologi dikarenakan :9

1. Kemampuan penguasaan teknologi yang digunakan secara efektif akan

mencapai perluasan produksi barang dan jasa yang dibutuhkan oleh

masyarakat atau aparatur negara.

2. Dengan teknologi akan ditemukan produk-produk baru yang mempunyai

arti ekonomi yang cukup tinggi, sehingga menghasilkan produk eksport

yang dapat bersaing diluar negeri dalam rangka pengembangan eksport

nonmigas yang menghasilkan devisa.

8 Pasal 43 ayat (5) Undang-Undang No. 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.

9 Etty susilowaty, ‘’Pendayagunaan Hukum Pada Proses Alih Teknologi Melalui Kontrak

Lisensi Paten’’, Semarang, Jurnal Undip No 3 Volume X, 2011, hal. 339.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

9

3. Kemampuan pembangunan industri di Indonesia sangat di pengaruhi dari

kemampuan pemilihan teknologi untuk menciptakan teknologi yang tepat

guna bagi bangsa Indonesia.

Alih teknologi alutsista dilakukan melalui pengadaan alat peralatan

pertahanan dan keamanan (Alpalhankam) dari luar negeri melalui mekanisme

imbal dagang, kandungan lokal dan ofset10 yang dilaksanakan dengan prinsip

memiliki nilai tambah, akuntabel, serta efektif dan efesien.11 Pelaksanaan

mekanisme imbal dagang dan ofset diatur dalam Peraturan Pemerintah No.76

Tahun 2014 tentang Mekanisme Imbal Dagang Dalam Pengadaan Alat Peralatan

Pertahanan dan Keamanan Dari Luar Negeri. Peraturan Pemerintah ini mengatur

mengenai penyelenggaraan pengadaan Alpalhankam dari luar negeri, pelaksanaan

Imbal Dagang, Kandungan Lokal, dan atau Ofset yang meliputi kewajiban besaran

Kandungan Lokal, Imbal Dagang, dan Ofset melalui penetapan jenis produk,

perhitungan penentuan nilai komponen dan faktor pengali, dan penentuan prioritas

pelaksana, serta adanya verifikasi, baik yang dilakukan secara mandiri oleh masing-

masing kementerian atau lembaga yang melakukan pengadaan Alpalhankam

maupun oleh lembaga verifikasi independen. Peraturan Pemerintah ini merupakan

dasar hukum dalam penyelenggaraan pengadaan Alpalhankam melalui kewajiban

imbal dagang, kandungan lokal, dan atau Ofset, yang pada akhirnya diharapkan

mampu mewujudkan kemandirian Industri Pertahanan serta meningkatkan

perekonomian nasional12. ofset merupakan salah satu bagian dari countertrade.

Pengertian ofset pada dasarnya mengacu pada pembelian atau investasi timbal balik

10 Menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 76 Tahun 2014, ofset adalah pengaturan

antara pemerintah dan pemasok senjata dari luar negeri untuk mengembalikan sebagaian nilai

kontrak kepada negara pembeli, dalam hal ini negara Indonesia sebagai salah satu syarat jual beli.

11 Peraturan Pemerintah No. 76 tahun 2014 tentang Mekanisme Imbal Dagang Dalam

Pengadaan Alat Peralatan Pertahanan Dan Keamanan Dari Luar Negeri, hal. 10.

12 Ibid, hal 10.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

10

yang disepakati oleh pemasok senjata sebagai imbalan dari kesepakatan yang

dilakukan. Mekanisme ofset pertahanan adalah sebuah kondisi kapasitas produksi

dari negara produsen persenjataan berlebih, sehingga pola yang dibangun untuk

menjual produksinya adalah alih teknologi dalam bentuk kerja sama yang saling

menguntungkan antara negara atau perusahaan produsen persenjataan dengan

negara konsumen persenjataan.13

Presiden dalam pelaksanaan kebijakan-kebijakan terkait pembangunan

industri pertahanan, membentuk komite kebijakan industri pertahanan (KKIP) yang

bertugas untuk merumuskan dan mengevaluasi kebijakan mengenai pengembangan

serta pemanfaatan industri pertahanan. Komite kebijakan industri pertahanan

berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2013 terdiri atas Presiden sebagai

ketua, Menteri pertahanan, Menteri Badan Usaha Milik Negara Menteri luar negeri,

Panglima TNI dan Kapolri.

Dalam rencana pengembangan postur alutsista dan industri teknologi

pertahanan, pemerintah mengaitkan rencana pengembangan postur alutsista dengan

program pencapaian kemandirian industri pertahanan. Selama tahun 2010-2014,

tahap stabilisasi dan optimalisasi industri pertahanan, penyiapan regulasi industri

pertahanan, serta penyiapan alutsista baru di masa depan sengaja diarahkan untuk

mendukung postur sesuai dengan program Minimum Essential Force (MEF),

sedangkan dalam fase kedua 2015-2019, pengembangan industri pertahanan

sengaja diarahkan untuk memiliki kemampuan kerja sama produksi dan

pengembangan produk baru, seperti medium tank, roket, dan kapal selam, guna

mendukung pencapaian MEF dan meraih postur kekuatan yang ideal dan pada

akhirnya pada fase 2020-2024 industri pertahanan nasional dapat mendukung

13 Jerry indrawan dan Bayu Widiyanto,”Kebijakan Ofset Dalam Membangun Kemandirian

Pertahanan negara” Jurnal Pertahanan, Edisi 6, Agustus 2016, hal.29.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

11

postur militer yang ideal, industri harus mampu secara signifikan dan mampu

memproduksi alutsista berteknologi canggih lewat kerja sama internasional.14

Pengesahan undang-undang industri pertahanan beserta beberapa peraturan

tambahan lainnya diharapkan kedepannya dapat mendukung proses revitalisasi

industri pertahanan. Akan tetapi timbul pertanyaan apakah undang-undang tersebut

telah benar-benar mendukung proses alih teknologi dan sejauh mana upaya

pemerintah melaksanakan kebijakan tersebut. Hal ini patut dipertanyakan karena

alih teknologi alutsista bukanlah perkara mudah karena faktor kerahasiaannya.

Secara khusus alih teknologi alutsista dari luar negeri mengalami beberapa

hambatan internal yaitu15:

1) Masalah alih teknologi asing sangat bergantung dengan jumlah alutsista

yang dibeli oleh pemerintah Indonesia.

2) Infrastruktur untuk menunjang alih teknologi masih sangat lemah. Seperti

lembaga-lembaga penelitian dalam negeri dan lembaga pendidikan inovasi

alih teknologi di kalangan pelajar.

3) Diperlukan waktu yang cukup lama (bertahun-tahun) untuk mempersiapkan

sumber daya manusia untuk melakukan penguasaan teknologi yang tinggi.

4) Rasa percaya diri masyarakat terutama kalangan militer Indonesia untuk

menggunakan produk dalam negeri yang masih perlu dibangkitkan lagi.

5) Perhatian pemerintah terhadap penelitian dan pengembangan teknologi

militer yang belum kuat.

Dengan demikian penelitian ini penting untuk dilakukan di karenakan

pemerintah Indonesia sedang dalam proses revitalisasi industri pertahanan sehingga

penting untuk di bahas kebijakan-kebijakan terkait hal tersebut di atas.

14 Silmy Karim, Membangun Kemandirian Industri Pertahanan Indonesia, (Jakarta:

Kepustakaan Populer Gramedia,2014), hal. 217-219.

15 Tubagus Hassanudin, “Pemenuhan Alutsista dan Kemandirian Industri Pertahanan”,

edisi 2, april 2018, hal. 15.

Universitas Sumatera Utara

Page 26: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

12

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasi

beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini, yaitu :

1. Mengapa kebijakan alih teknologi alutsista terutama dalam bentuk regulasi

hukum sangat penting dalam proses revitalisasi industri pertahanan

nasional?

2. Bagaimana upaya pemerintah terkait hukum dalam membangun industri

pertahanan untuk mewujudkan kemandirian pengadaan alutsista?

3. Apakah peraturan perundang-undangan di Indonesia sudah cukup efektif

untuk mendukung revitalisasi industri pertahanan nasional melalui alih

teknologi alutsista?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang, rumusan masalah dan telaah kepustakaan

dapat dirumuskan beberapa tujuan dalam penelitian, yaitu :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pentingnya kebijakan alih teknologi

alutsista terutama dalam bentuk regulasi hukum terkait proses revitalisasi

industri pertahanan nasional.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis upaya hukum yang dilakukan

pemerintah dalam membangun industri pertahanan untuk mewujudkan

kemandirian pengadaan alutsista.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis efektivitas peraturan perundang-

undangan di Indonesia dalam mendukung revitalisasi industri pertahanan

nasional melalui alih teknologi.

Universitas Sumatera Utara

Page 27: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

13

D. Manfaat Penelitian

Penelitian tesis ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik secara

teoritis kepada disiplin ilmu hukum yang ditekuni oleh peneliti maupun secara

praktis kepada praktisi hukum. Maka disini akan dijelaskan manfaat secara teoritis

dan praktis baik, yaitu:

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran yang dapat dijadikan sebagai bahan dan data informasi di bidang

ilmu hukum bagi akademisis dan masyarakat mengenai pentingnya

kebijakan ofset alih teknologi dalam pembangunan dan pengembangan

industri pertahanan nasional, bagaimana strategi dan usaha pemerintah

dalam mewujudkan kemandirian pengadaan alutsista industri pertahanan

dalam negeri, kemudian sejauh mana kesiapan peraturan perundang-

undangan yang dibuat pemerintah dalam upaya alih teknologi pengadaan

alutsista untuk revitalisasi industri pertahanan nasional.. Dalam penelitian

ini juga diharapkan dapat menambah khasanah ilmu hukum, terutama

hukum bisnis dan hukum ekonomi khususnya alih teknologi dalam

kaitannya dengan upaya pembangunan industri strategis di bidang

pertahanan.

2. Secara praktis, diharapkan menjadi bahan rujukan yang bermanfaat bagi

praktisi hukum dan rekan-rekan mahasiswa yang berhubungan dengan

proses pengadaan alutsista yang disertai alih teknologi untuk

pembangunan industri strategis dalam negeri khususnya industri

pertahanan, mengetahui mengapa alih teknologi itu penting, sejauh mana

usaha-usaha pemerintah dalam mendukung proses alih teknologi dan

apakah regulasi-regulasi pembangunan industri pertahanan telah

memberikan dampak positif bagi industri strategis tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Page 28: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

14

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan terhadap penelitian ataupun

karya ilmiah di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara khususnya Sekolah

Pasca Sarjana Magister Ilmu Hukum dan penelusuran melalui media internet yang

menganalisis tentang penelitian yang sedang diteliti oleh penulis, dengan judul

“Analisis Yuridis Alih Teknologi Dalam Pengadaan Alutsista Sebagai Upaya

Revitalisasi Industri Pertahanan Nasional” ternyata menunjukkan bahwa belum

pernah ada dilakukan penelitian terhadap judul maupun pokok permasalahan yang

sama, dan objek yang dikaji dalam penelitian ini juga belum pernah dianalisis pada

suatu karya ilmiah. Penelitian ini secara khusus akan diteliti sebagaimana judulnya.

Sejauh yang diketahui belum banyak dan masih sangat kurang di lingkungan

akademik yang melakukan penelitian terhadap pelaksanaan alih teknologi alutsista

militer yang dikaitkan dengan konteks keberlakuan Undang-Undang No 16 Tahun

2012 tentang Industri Pertahanan beserta peraturan pelaksananya. Dengan kata lain,

belum terdapat penelitian yang diarahkan pada materi alih teknologi industri

pertahanan di Indonesia khususnya dari sisi hukum.

Adapun judul penelitian dibawah ini, yang materi pembahasannya

menyangkut permasalahan revitalisasi industri, namun topik ataupun pokok

permasalahan secara keseluruhan berbeda dengan tesis ini, diantaranya sebagai

berikut :

1. Elysa Sinaga,(2013) melalui penelitian dalam tesis Universitas Gadjah

Mada (UGM) Yogyakarta: “Perlindungan Hukum Bagi Penerima Lisensi

Terhadap Pelaksanaan Perjanjian Alih Teknologi di Indonesia”, penelitian

ini mengkaji analisis perlindungan hukum bagi penerima lisensi terhadap

pelaksanaan perjanjian alih teknologi dan untuk mengetahui dan

Universitas Sumatera Utara

Page 29: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

15

menganalisis hambatan dalam pelaksanaan perjanjian alih teknologi dan

upaya menanggulanginya.

2. Alexander Bramantio, (2017) melalui penelitian dalam tesis Universitas

Katolik Parahyangan (UNPAR) Bandung: Kontribusi Transfer Teknologi

Militer Dari Korea Selatan Kepada Indonesia Melalui Penandatanganan

The Joint Declaration On Strategic Partnership”, penelitian ini mengkaji

bagaimana kontribusi transfer teknologi militer terhadap peningkatan

kekuatan pertahanan Indonesia.

3. Nahdah Ayu Utami, (2019) melalui penelitian dalam skripsi Universitas

Pasundan (UNPAS) Bandung: “Peranan Kerjasama Indonesia-Korea

Selatan Bagi Pembangunan Industri Pertahanan Di Indonesia”, penelitian

ini mengkaji implementasi aktivitas program kerjasama pertahanan

Indonesia-Korea Selatan terhadap pembangunan industri pertahanan di

Indonesia, bagaimana menciptakan kompetensi dalam pembangunan

industri pertahanan Indonesia melalui kerjasama pertahanan serta untuk

mengetahui mengapa dukungan logistik merupakan prasarat bagi

pembangunan industri pertahanan Indonesia.

Dengan demikian berdasarkan pemaparan beberapa judul penelitian diatas

dapat dinyatakan bahwa terhadap pokok permasalahan dan objek penelitian yang

dilakukan dalam tesis ini secara jujur dan dapat dipertanggung jawabkan bahwa

sebelumnya tidak pernah dilakukan analisis maupun penelitian pada suatu karya

ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ilmiah yang penulis angkat

dalam tesis ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 30: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

16

F. Kerangka Teori dan Konsep

1. Kerangka Teori

Kata teori berasal dari kata theoria yang berarti pandangan atau wawasan.

Kata teori mempunyai berbagai arti. Pada umumnya, teori diartikan sebagai

pengetahuan yang hanya ada dalam alam pikiran tanpa dihubungkan dengan

kegiatan-kegiatan yang bersifat praktis untuk melakukan sesuatu.16 Selanjutnya

menurut Sudikno Mertokusumo teori hukum bukanlah ilmu hukum, ilmu hukum

juga bukan teori hukum, sehingga apabila kita berbicara tentang teori hukum kita

berbicara tentang hukum, tapi teori hukum tidak sama dengan hukum.17

Teori hukum adalah teori didalam bidang hukum yaitu berfungsi

memberikan argumentasi yang meyakinkan bahwa hal-hal yang dijelaskan itu

adalah ilmiah, atau paling tidak memberikan gambaran bahwa hal-hal yang

dijelaskan itu memenuhi standart teoritis18. Untuk itu sebagai pisau analisis

penelitian dalam memberikan argumentasi yang bersifat ilmiah, teori yang akan

digunakan yaitu teori peran hukum dalam pembangunan ekonomi dan teori

efektivitas hukum.

Teori Peran Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi19

Globalisasi yang terjadi pada masa kini menuntut setiap negara untuk

melakukan pembangunan dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya. Untuk

menjadi negara maju yang sejahtera perlu menempuh pembangunan melalui tiga

tingkatan yaitu unifikasi, industrialisasi, dan negara kesejahteraan. Pada tingkat

16 Sudikno Mertokusumo, Teori Hukum, Cetakan Keenam, (Yogyakarta: Cahaya Atma

Pustaka, 2012), hal.4.

17 Ibid, hal. 2.

18 Juhaya S. Praja, Teori Hukum dan Aplikasinya, (Bandung: C.V. Pustaka Setia, 2011),

hal. 53.

19 Nyhart, “The Role of Law in Economic Development”. (Paper Presented at Massachusetts

Institute of Technology, Massachussets, 1964), hal. 1.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

17

pertama yang menjadi masalah berat adalah bagaimana mencapai integrasi politik

untuk menciptakan persatuan dan kesaman nasional, Tingkat kedua, perjuangan

untuk ekonomi dan modernisasi politik. Akhimya dalam tingkat ketiga, tugas

negara yang terutama adalah melindungi rakyat dari sisi negatif industrialisasi,

membetulkan kesalahan pada tahap sebelumnya, dengan menekankan

kesejahteraan masyarakat. Tingkat-tingkat tersebut harus dilalui secara berurutan

(consecutive) dan memakan waktu yang relatif lama.20

Adam Smith (1723-1790), Guru Besar dalam bidang filosofi moral dari

Glasgow University pada tahun 1750, sekaligus pula sebagai ahli teori hukum

mengatakan bahwa antara ekonomi dan politik mempunyai hubungan yang erat,

yang pada gilirannya dikenal dengan istilah ekonomi-politik (political economy).21

Salah satu tujuan ekonomi-politik menurut Adam Smith adalah menyediakan

sejumlah daya bagi negara atau pemerintah agar mampu menjalankan berbagai

tugas atau fungsinya dengan baik, dimana ekonomi-politik berusaha untuk

merumuskan bagaimana memakmurkan rakyat dan pemerintah sekaligus.22

Teori hukum sebagai dasar dalam pembangunan dan peranan hukum dalam

pembangunan ekonomi perlu dikaji kembali karena pendekatan satu sisi telah

mengakibatkan kebijakan ekonomi tidak yang terkontrol. Akan tetapi pentingnya

hukum dalam pembangunan kurang direspon oleh berbagai negara yang sedang

berkembang, karena menurut pengamatan Gunnar Myrdal, negara-negara

berkembang cenderung memodernisasikan masyarakat dengan segera tetapi

20 Erman Rajagukguk, “Peranan Hukum Dalam Pembangunan Pada Era Globalisasi dan

Implikasinya Bagi Pendidikan Hukum di Indonesia” (Pidato Pengukuhan Guru Besar Universitas

Indonesia, Jakarta, 1997), hal.1.

21 Adam Smith, An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealt of Nation, (London:

Penguin Book, 1979), hal. 397.

22 Jan-Erik Lane dan Svante Ersson, dalam Yunus Husein, Rahasia Bank Privasi Versus

Kepentingan Bank, (Jakarta: Fakultas Hukum Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003),

hal. 65.

Universitas Sumatera Utara

Page 32: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

18

landasan yang dipakai adalah perundang-undangan yang main sikat (sweeping

legislation). Perlu dipahami bahwa pembuatan hukum yang tergesa-gesa akan

dapat mengakibatkan hukum menjadi tidak efektif yang pada pada akhirnya

membuat tujuan dari hukum tidak tercapai. Apabila dikaitkan dengan kondisi di

Indonesia maka landasan hukum yang dipergunakan dalam pembangunan ekonomi

perlu dikaji kembali. Sebab hukum Indonesia yang melandasi pembangunan

ekonomi masih ada yang bersifat formalis dan sweeping legislation.23 Dalam upaya

menempatkan hukum sebagai sebuah instrument yang berwibawa untuk

mendukung pembangunan ekonomi, maka perlu diketahui peran apa yang

dibutuhkan oleh bidang ekonomi dari keberadaan hukum di masyarakat. Ahli

ekonomi mengharapkan agar pembangunan perekonomian harus diarahkan untuk

menampung dinamika kegiatan ekonomi dengan cara menciptakan suatu kegiatan

yang produktif dan efesien serta mengandung daya prediktibilitas.24 Peranan

hukum yang sangat penting dalam kehidupan ekonomi adalah kemampuannya

untuk mempengaruhi tingkat kepastian dalam hubungan antar manusia di dalam

masyarakat. Nyhart mengemukakan adanya lima konsep dalam ilmu hukum yang

mempunyai pengaruh dalam pengembangan ekonomi, yaitu sebagai berikut25:

1. Prediktabilitas, maksudnya adalah hukum harus mempunyai kemampuan

untuk memberikan gambaran pasti di masa depan mengenai keadaan atau

23 Bismar Nasution, “Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi”

(Pidato Pengukuhan Guru Besar Universitas Sumatera Utara, Medan, 2004), hal.3..

24 Menurut hernando de soto, hukum yang baik adalah hukum yang dapat menjamin bahwa

kegiatan ekonomi dan sosial yang diaturnya dapat berjalan dengan efesien, sedangkan hukum yang

buruk adalah hukum yang mengacaukan atau justru menghalangi kegiatan usaha sehingga menjadi

tidak efesien. Lihat Hernando de Soto, Masih Ada Jalan Lain, Revolusi Tersembunyi di Negara

Ketiga, terjemahan oleh Masri Maris, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1991.

25 J.D Nyhart, “The Role Of Law and Economic Development” (Paper Presented at

Massachusetts Institute of Technology, Massachussets, 1964), hal. 12.

Universitas Sumatera Utara

Page 33: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

19

hubungan-hubungan atau hubungan-hubungan yang dilakukan pada masa

sekarang.

2. Kemampuan prosedural, merupakan kemampuan prosedur yang diciptakan

oleh suatu sistem hukum dalam menyelesaikan permasalahan yang dibawa

kepadanya. misalnya prosedur penyelesian yang disetujui oleh pihak-pihak

yang bersangketa seperti bentuk-bentuk arbitrasi, konsiliasi dan lain

sebagainya. Kesemua lembaga tersebut hendaknya bekerja dengan efesien

apabila diperlukan.

3. Kodefikasi dari tujuan-tujuan, dipahami bahwa hukum dibuat untuk

ditujukan bagi pembangunan negara dan kepentingan orang banyak.

Perundang-undangan di buat sebagai suatu kodefikasi tujuan serta maksud

sebagaimana yang dikehendaki oleh negara. Dibidang ekonomi misalnya

perumusan perundang-undangan industri pertahanan secara langsung

maupun tidak langsung mempunyai pengaruh terhadap bidang

perekonomian.

4. Keseimbangan, maksudnya sistem hukum itu harus berperan menciptakan

kekuatan yang memberikan keseimbangan di antara nilai-nilai yang

bertentangan di dalam masyarakat. sistem hukum memberikan kesadaran

dan keseimbangan dalam usaha-usaha negara melakukan pembangunan

ekonomi.

5. Akomodasi, perubahan-perubahan yang terjadi pada hakekatnya akan

menyebabkan terganggunya keseimbangan yang lama, baik dalam

hubungan antar individu maupun kelompok tertentu. Keadaan ini dengan

sendirinya menghendaki dipulihkannya keseimbangan tersebut. Sehingga

pembangunan suatu sistem hukum hendaknya mengatur hubungan anatar

individu baik secara material maupun formal memberikan kesempatan pada

keseimbangan yang tergangu untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan

baru sebagai akibat perubahan tersebut. Sistem hukum harus mampu

memberikan pegangan kepentingan kepada para pihak dengan adil melalui

perumusan-perumusan yang jelas dan defenitif.

6. Defenisi dan status yang jelas, jadi fungsi hukum juga harus memberikan

ketegasan mengenai status orang dan barang di masyarakat. kepastian

hukum juga dibutuhkan untuk memperhitungkan dan mengantisipasi

resiko, bahkan bagi suatu negara kepastian hukum merupakan salah satu

faktor yang sangat menunjang daya tahan pereknomomian suatu negara.

Universitas Sumatera Utara

Page 34: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

20

Berdasarkan pemahaman singkat teori peranan hukum dalam pembangunan

ekonomi tersebut, pembangunan Industri strategis khususnya industri pertahanan

penting dilakukan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Industri pertahanan

memiliki kemampuan ataupun potensi yang dapat dikembangkan untuk

menghasilkan produk berupa sistem senjata, peralatan dan perlengkapan serta

dukungan logistik bagi kepentingan penyelenggaraan pertahanan negara,

kemudian industri pertahanan di masa globalisasi saat ini punya peranan penting

dalam persaingan perdagangan untuk kemajuan perekonomian suatu negara.

Sebagai negara berkembang, Indonesia juga memiliki industri pertahanan akan

tetapi industri pertahanan dalam negeri masih berusaha mewujudkan kemandirian

untuk memproduksi alutsista tanpa bergantung pada teknologi dari luar negeri, oleh

karena itu Indonesia harus bisa terlepas dari pengaruh negara maju. Menurut Solly

lubis terdapat dua faktor yang menyebabkan negara berkembang tidak bisa terlepas

dari pengaruh negara maju, yaitu26:

a) Keterbelakangan dalam struktur ekonomi yang berada dalam posisi

ketergantungan kepada negara maju.

b) Keterbelakangan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sehingga

dalam banyak hal terpojok dalam posisi konsumen, bukan produsen

teknologi.

Berdasarkan faktor-faktor diatas, agar pembangunan industri pertahanan di

Indonesia terlepas dari pengaruh negara maju maka pemerintah Indonesia

melakukan kebijakan revitalisasi melalui jalan membenahi landasan peraturan

perundang-undangan untuk mendukung proses tersebut. Regulasi hukum bagi

industri pertahanan dilakukan agar undang-undang dapat mendukung kesiapan

26 Solly Lubis, Serba-serbi Politik dan Hukum, (Jakarta: P.T. Sofmedia, 2011), hal. 11.

Universitas Sumatera Utara

Page 35: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

21

revitalisasi industri pertahanan nasional kemudian pengaturan alih teknologi

penting dilakukan untuk mendukung proses pembangunan industri pertahanan.

Pembentukan suatu sistem hukum untuk menunjang ekonomi khususnya

dalam pembangunan industri pertahanan hendaknya mengikuti konsep pengaruh

ilmu hukum terhadap pembangunan ekonomi yang dikemukakan oleh J.D Nyhart.

Jadi peraturan-peraturan terkait alih teknologi dan industri pertahanan harus punya

kemampuan prediktibilitas untuk dapat memberikan gambaran-gambaran dimasa

depan. prosedural agar dapat menyelesaikan permasalahan yang ada dalam proses

pembangunan. Kodefikasi tujuan dari pembangunan melalui perumusan-

perumusan agar suatu peraturan tidak melenceng dari kehendak pemerintah untuk

merevitalisasi industri pertahanan. Kemudian peraturan terkait juga harus memiliki

fungsi keseimbangan agar pembangunan tersebut tidak memberikan dampak buruk,

melalui perumusan-perumusan yang defenitif dan terakhir kepastian hukum

diperlukan untuk memperhitungkan dan mengantisipasi resiko dari revitalisasi

industri pertahanan.

Teori Efektivitas Hukum

Istilah teori efektivitas hukum berasal dari terjemahan bahasa inggris, yaitu

effectiviness of the legal theory, bahasa Belanda disebut dengan effectiviteit van de

jurisdische theorie, bahasa jermannya, yaitu wirksamkeit der rechtlichen theorie.

Ada tiga suku kata yang terkandung dalam teori efektivitas hukum, yaitu teori,

efektivitas, dan hukum. Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ada dua istilah

yang berkaitan dengan efektivitas, yaitu efektif dan keefektifan. Efektif artinya (1)

ada efek nya (akibatnya, pengaruhnya,kesannya), (2) manjur atau mujarab, (3)

dapat membawa hasil, (4) mulai berlaku (tentang undang-undang, peraturan).

Keefektifan artinya (1) keadaan berpengaruh, hal terkesan, (2) kemanjuran,

Universitas Sumatera Utara

Page 36: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

22

kemujaraban, (3) keberhasilan (usaha, tindakan), dan (4) hal mulai berlakunya

(undang-undang, peraturan)27.

Sebelum mengkaji konsep dari suatu teori hukum, maka perlu dipahami

pengertiannya. Maka teori efektivitas hukum maknanya adalah teori yang mengkaji

dan menganalisis tentang keberhasilan, kegagalan, dan faktor-faktor yang

memengaruhi dalam pelaksanaan dan penerapan hukum. Ada tiga fokus kajian teori

efektivitas hukum, yang meliputi28 :

1) Keberhasilan dalam pelaksanaan hukum.

2) Kegagalan dalam pelaksanaannya, dan.

3) Faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Keberhasilan di dalam pelaksanan hukum adalah bahwa hukum yang dibuat

itu telah tercapai maksudnya. Maksud dari norma hukum adalah mengatur

kepentingan manusia. Apabila norma hukum tersebut ditaati dan dilaksanakan oleh

masyarakat maupun penegak hukum, maka pelaksanaan hukum itu dikatakan

efektif atau berhasil di dalam implementasinya. Kegagalan didalam pelaksanaan

hukum adalah bahwa ketentuan-ketentuan hukum yang telah ditetapkan tidak

mencapai maksudnya atau tidak berhasil di dalam implementasinya. Faktor-faktor

yang mempengaruhi adalah hal-hal yang ikut menyebabkan atau berpengaruh di

dalam pelaksanaan dan penerapan hukum tersebut. Faktor-faktor yang berpengaruh

tersebut dapat dikaji dari (1) aspek keberhasilannya dan (2) aspek kegagalannya.29

27 Salim HS dan Erlies Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan

Disertasi, (Jakarta: Raja Grafindo, 2013), hal. 301.

28 Ibid, hlm. 303.

29 Ibid, hlm. 304

Universitas Sumatera Utara

Page 37: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

23

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan itu , meliputi substansi

hukum, struktur, kultur, dan fasilitasnya. Norma hukum dikatakan berhasil atau

efektif apabila norma itu ditaati dan dilaksanakan oleh masyarakat maupun aparatur

penegak hukum itu sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan di dalam

pelaksanaan hukum adalah karena norma hukum yang kabur atau tidak jelas,

aparatur hukum yang korup, atau masyarakat yang tidak sadar atau taat pada hukum

atau fasilitas yang tersedia untuk mendukung pelaksanaan hukum itu sangat

minim.30

Lawrance M. Friedman mengemukakan tiga unsur yang harus diperhatikan

dalam penegakan hukum. Ketiga unsur itu, meliputi struktur, substansi, dan budaya

hukum. Struktur sistem hukum terdiri dari31 :

1) Unsur-unsur jumlah dan ukuran pengadilan, yurisdiksinya.

2) Cara naik banding dari suatu pengadilan ke pengadilan lainnya.

3) Bagaimana badan legislatif ditata, apa yang boleh dan tidak boleh

dilakukan, prosedur yang harus diikuti.

Pengertian substansi, meliputi :32

1) Aturan, norma, dan perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem

hukum.

2) Produk yang dihasilkan oleh orang yang berada di dalam sistem hukum itu,

keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun.

30 Ibid

31 Lawrence M Friedman, Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial ( A Legal System A Social

Science Perspective). Terjemahan M. Khozim, (Bandung: Nusa Media, 2009), hlm. 7.

32 Salim HS dan Erlies Nurbani,Op.cit., hal..306.

Universitas Sumatera Utara

Page 38: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

24

Budaya hukum sebagai sikap-sikap dan nilai-nilai yang ada hubungan

dengan hukum dan sistem hukum, berikut sikap-sikap dan nilai-nilai yang

memberikan pengaruh baik positif maupun negatif kepada tingkah laku yang

berkaitan dengan hukum.

Budaya hukum dibedakan menjadi dua macam, yaitu :33

1) Kultur hukum eksternal, dan

2) Kultur hukum internal.

Kultur hukum eksternal adalah kultur hukum yang ada pada populasi

umum. Kultur hukum internal adalah kultur hukum para anggota masyarakat yang

menjalankan tugas-tugas hukum yang tersepesialisasi. Semua masyarakat memiliki

kultur hukum, tetapi hanya masyarakat dengan para spesialisasi hukum yang

memiliki suatu kultur hukum internal. Budaya hukum merupakan kunci untuk

memahami perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam sistem hukum yang lain.

Penerapan suatu sistem hukum yang tidak berasal atau tumbuh dari kandungan

masyarakat dapat menjadi masalah, khususnya negara-negara yang sedang berubah

karena terjadi ketidak cocokan antara nilai-nilai yang menjadi pendukung sistem

hukum dari negara lain dengan nilai yang dihayati oleh anggota masyarakat itu

sendiri.34

Terkait tiga unsur dalam penegakan hukum menururt Lawrence friedman,

alih teknologi melalui pengadaan alutsista bagi pembangunan industri pertahanan

dalam negeri menggunakan pendekatan budaya untuk memberikan konsep

teknologi yang dinamis dengan cara menghubungkan tahap-tahap pembangunan

33 Ibid.

34 Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 39: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

25

dalam konteks budaya masyarakat di mana teknologi akan diterapkan. Konsep ini

memberikan gambaran teknologi mana yang tepat dan sesuai untuk di alihkan.35

Kemudian Soerjono Soekanto mengemukakan lima faktor yang harus

diperhatikan dalam penegakan hukum. Penegakan hukum merupakan kegiatan

menyerasikan hubungan dari nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah

yang mantap dan mengejewantahkan dan sikap tindak sebagi rangkaian penjabaran

nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian

dalam masyarakat. Kelima faktor tersebut meliputi :36

1) Faktor hukum atau undang-undang.

2) Faktor penegak hukum.

3) Faktor sarana atau fasilitas.

4) Faktor masyarakat.

5) Faktor kebudayaan.

Berdasarkan pemahaman teori efektivitas diatas maka dapat dipahami

bahwa untuk mengetahui sejauh mana efektivitas dari kesiapan peraturan yang

mengatur alih teknologi dalam pengadaan alutsista harus diukur dari sejauh mana

aturan hukum itu ditaati atau tidak ditaati. Ketaatan terhadap undang-undang yang

merupakan produk hukum menjadi tolak ukur apakah peraturan alih teknologi itu

efektif atau tidak.

35 Sri Wartini, Aspek-Aspek Hukum Alih Teknologi dalam Meningkatkan Daya Saing

Produksi Teknologi Pertambangan di Indonesia. Jurnal Hukum, Vol.9, No. 20. Juni, 2002. Hal.125.

36 Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Memengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta: Raja

Grafindo, 2008), hal. 8.

Universitas Sumatera Utara

Page 40: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

26

Jika mengkaji faktor-faktor apa yang mempengaruhi ketaatan terhadap

hukum secara umum, maka berdasarkan pendapat C.G Howar dan R.S Mummers

dalam Law : Its Nature and Limits, disebutkan :37

a. Relevansi aturan hukum secara umun, dengan kebutuhan hukum dari orang-

orang atau badan hukum yang menjadi target aturan hukum secara umum.

Oleh karena itu, jika aturan hukum yang dimaksud berbentuk undang-

undang, mak pembuat undang-undang dituntut untuk mempu memahami

kebutuhan hukum dari target pemberlakuan undang-undang tersebut.

b. Kejelasan rumusan dari substansi aturan hukum, sehingga mudah dipahami

oleh target diberlakukannya aturan hukum. Jadi perumusan substansi aturan

itu harus dirancang dengan baik, jika aturannya tertulis harus ditulis dengan

jelas dan mampu dipahami secara pasti. Meskipun nantinya tetap

membutuhkan interpretasi dari penegak hukum yang akan menerapkannya.

c. Sosialiasi yang optimal kepada seluruh target aturan hukum itu. Kita tidak

boleh meyakini fiksi hukum yang menentukan bahwa semua penduduk

yang ada dalam wilayah suatu negara, dianggap mengetahui seluruh aturan

hukum yang berlaku di negaranya. Tidak mungkin penduduk atau warga

masyarakat secara umum, mampu mengetahui keberadaan suatu aturan

hukum dan substansinya, jika aturan hukum tersebut tidak disosialisasikan

secara optimal.

d. Jika hukum yang dimaksud adalah perundang-undangan, maka seyogianya

aturannya bersifat melarang, dan jangan bersifat mengharuskan, sebab

hukum yang bersifat melarang (prohibituri) lebih mudah dilaksanakan

ketimbang hukum yang bersifat mengatur (mandatur).

37 Achmad Ali, Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan Termasuk Interpretasi

Undang-Undang, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm.302.

Universitas Sumatera Utara

Page 41: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

27

e. Sanksi yang diancamkan oleh aturan hukum itu, harus dipadankan dengan

sifat aturan hukum yang dilanggar tersebut. Suatu sanksi yang dapat kita

katakan tepat untuk suatu tujuan tertentu, belum tentu tepat untuk tujuan

lain.

f. Berat ringannya sanksi yang diancamkan dalam aturan hukum, hatus

proporsional dan memungkinkan untuk dilaksanakan.

g. Kemungkinan bagi penegak hukum untuk memproses jika terjadi

pelanggaran terhadap aturan hukum tersebut adalah memang

memungkinkan karena tindakan yang diatur dan diancamkan sanksi

memang tidak konkret, dapat dilihat, diamati.

h. Efektif atau tidak efektifnya suatu aturan hukum secara umum juga

tergantung pada optimal dan profesional tidaknya aparat penegak hukum

untuk menegakkan berlakunya aturan hukum tersebut.

i. Efektif atau tidaknya suatu aturan hukum secara umum, juga mensyaratkan

adanya pada standar hidup sosioekonomi yang minimal didalam

masyarakat. Dan sebelumnya ketertiban umum sedikit atau banyak harus

terjaga karena tidak mungkin efektivitas hukum akan terwujud secara

optimal jika masyarakat dalam keadaan chaos.

Apabila yang akan dikaji dalam hal ini adalah efektivitas perundang-

undangan, maka kita dapat mengatakan bahwa tentang efektifnya suatu perundang-

undangan banyak tergantung pada beberapa faktor, antara lain38 :

a. Pengetahuan tentang substansi (isi) perundang-undangan.

b. Cara-cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut.

38 Ibid, hlm. 304.

Universitas Sumatera Utara

Page 42: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

28

c. Institusi yang terkait dengan ruang lingkup perundang-undangan di dalam

masyarakat Indonesia.

d. Bagaimana proses lahirnya suatu perundang-undangan, yang tidak boleh

dilahirkan secara tergesa-gesa untuk kepentingan unstan, yang diistilahkan

sebagai sweep legislation (undang-undang sapu) yang memiliki kualitas

buruk dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pada umumnya faktor yang banyak

mempengaruhi efektivitas suatu perundang-undangan dalam hal ini perundang-

undangan yang berkaitan dengan industri pertahanan dan alih teknologi alutsista

adalah profesionalitas dan optimalnya pelaksanaan peran, wewenang dan fungsi

dari para penegak hukum serta instansi yang terkait dalam menjalankan perannya

masing-masing. Jadi hal yang membuat subjek hukum menaati perundang-

undangan adalah karena terpenuhinya suatu kepentingan oleh perundang-undangan

tersebut.

2. Kerangka Konsep

Menurut Soerjono Soekanto sejalan dengan landasan dari teori tersebut,

maka dalam penulisan hukum diperlukan kerangka konsep, kerangka konsep

merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep

khusus yang ingin atau akan diteliti. Konsep bukan merupakan gejala yang akan

diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala itu sendiri

dinamakan fakta, sedangkan konsep merupakan suatu uraian mengenai hubungan-

hubungan dalam fakta tersebut.39

Maka kerangka konsep tidak dapat berdiri sendiri atau terlahir tanpa adanya

suatu teori yang mendasarinya. Dengan berpedoman kepada asas-asas, teori dan

39 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 132.

Universitas Sumatera Utara

Page 43: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

29

pemahaman terhadap hubungan antara makna yang terdapat dalam suatu penelitian

hukum, sehingga dapatlah dibuat suatu kerangka konsep yang sistematis. Tujuan

dari kerangka konsep yang sistematis adalah agar memudahkan dalam penyusunan

maupun pemahaman suatu penelitian ilmiah.

Kerangka konsep dalam penelitian hukum diperoleh dari peraturan undang-

undang atau melalui usaha untuk merumuskan atau membentuk pengertian-

pengertian hukum. Apabila kerangka konspe tersebut diambil dari peraturan

perundang-undangan tertentu, maka biasanya kerangka konsep tersebut juga

merumuskan defenisi-defenisi tertentu, yang dapat dijadikan pedoman dalam

proses pengumpulan, analisa, pengolahan dan konstruksi kata.

Untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian tesis ini dan secara

operasional dapat dibatasi ruang lingkupnya, maka perlu didefenisikan beberapa

konsep dasar untuk menyamakan persepsi. Beberapa istilah yang digunakan dalam

penelitian ini, adalah sebagai berikut :

a. Alih teknologi adalah proses mentransfer keterampilan, pengetahuan,

teknologi, metode manufaktur, sampel manufaktur dan fasilitas antara

pembeli/pengguna dan penjual serta antar lembaga lain untuk memastikan

bahwa perkembangan ilmiah dan teknologi dapat diakses dengan jangkauan

yang lebih luas dari pengguna yang kemudian dapat lebih mengembangkan

dan memanfaatkan teknologi menjadi produk baru, proses, aplikasi, bahan

atau jasa.40

b. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan

baku dan memanfaatkan sumber daya indiustri sehingga menghasilkan

40 Pasal 1 Undang-Undang No 17 Tahun 2014 tentang Pengadaan Alat Utama Sistem

Senjata Di lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

Page 44: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

30

barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi, termasuk

jasa industri.41

c. Revitalisasi adalah suatu proses atau cara dan perbuatan untuk

menghidupkan kembali suatu hal yang sebelumnya terberdaya kemudian

menjadikannya sebagai suatu yang vital (sangat penting).42

d. Industri Pertahanan adalah industri nasional yang terdiri atas Badan Usaha

Milik Negara dan Badan Usaha Milik Swasta baik secara sendiri maupun

berkelompok yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk sebagian atau

seluruhnya menghasilkan alat peralatan pertahanan dan keama nan yang

selanjutnya disebut Alpalhankam, jasa pemeliharaan untuk memenuhi

kepentingan strategis di bidang pertahanan dan keamanan yang berlokasi di

wilayah Kesatuan Negara Republik Indonesia.43

e. Alat Utama Sistem Senjata yang selanjutnya disebut Alutsista adalah alat

peralatan utama beserta pendukungnya yang merupakan suatu sistem

senjata yang memiliki kemampuan untuk pelaksanaan tugas pokok tentara

nasional Indonesia.44

G. Metode Penelitian

Istilah metode penelitian terdiri dari dua kata, yakni kata ‘’metode’’ dan

kata ‘’penelitian’’. Kata metode menurut etimologinya (asal kata) merupakan

gabungan dari dua kata, yaitu ‘’meta’’ yang berarti menuju, melalui, mengikuti,

sesudah dan ‘’hodos’’ yang berarti jalan, cara dan arah sehingga pengertian dari

41 Pasal 1 Undang-Undang No 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.

42 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Keempat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

2008).

43 Pasal 1 Peraturan Menteri Pertahanan No 23 Tahun 2016 tentang Pembinaan Industri

Pertahanan.

44 Pasal 1 Undang-Undang No 17 Tahun 2014 tentang Pengadaan Alat Utama Sistem

Senjata Di lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

Page 45: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

31

metode secara etimologi adalah jalan menuju. Jadi pengertian metode adalah

kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan suatu cara kerja (sistematis) untuk

memahami suatu subjek atau objek penelitian, sebagai upaya untuk menemukan

jawaban yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah termasuk

keabsahannya.45

Sedangkan kata ‘’penelitian’’ berasal dari bahasa inggris, yakni research,

re yang berarti kembali dan search berarti mencari. Jadi pengertian penelitian

menurut etimologi adalah pencarian kembali. Menurut Tuckman, penelitian adalah

suatu usaha sistematis untuk menemukan jawaban ilmiah terhadap suatu masalah.

Sistematis artinya mengikuti prosedur atau langkah-langkah tertentu. Jawaban

ilmiha adalah rumusan pengetahuan, generalisasi baik berupa teori, prinsip baik

yang bersifat abstrak maupun konkret yang dirumuskan melalui alat primernya,

yaitu empiris dan analisis. Penelitian itu sendiri bekerja atas dasar asumsi, teknik

dan metode.46 Oleh karena itu metode penelitian adalah rangkaian langkah

sistematis untuk memecahkan suatu rangkaian sebab dan akibat dan menentukan

jawaban ilmiah terhadap suatu permasalahan.

Dengan demikian, setiap penelitian (research) itu berangkat dari

ketidaktahuan berakhir pada keraguan dan tahap selanjutnya berangkat dari

keraguan berakhir pada suatu hipotesis (jawaban sementara yang dianggap benar

sebelum dibuktikan sebaliknya).47

45 Rosdy ruslan, Metode Penelitian Publik, (Surabaya: PT. Raja Grafindo Persada, 2003),

hal. 24.

46 Sarwono Jonathan, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, (Yogyakarta: Graha

Ilmu, 2006), hal. 15.

47 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali

Pers, 2013), hal. 19.

Universitas Sumatera Utara

Page 46: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

32

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ilmiah ini adalah

penelitian hukum normatif yang di dukung dengan data primer. Berdasarkan istilah

yang dikemukakan oleh Ronald Dworkin, penelitian hukum normatif disebut juga

dengan istilah penelitian doktrinal, yaitu penelitian yang menganalisis hukum, baik

yang tertulis didalam buku (law as it i written in the book)48, maupun hukum yang

diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan ( law as it decided by the judge

through judicial process ).49 Sedangkan menurut Soejono Soekanto dan Sri

Mamuji, penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan adalah

penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan

hukum sekunder belaka. Pengertian ini difokuskan pada bahan yang digunakan di

dalam penelitiannya. Bahan yang diteliti di dalam penelitian hukum normatif

adalah bahan pustaka atau data sekunder. Bahan pustaka merupakan bahan yang

berasal dari sumber primer dan sumber sekunder.50 Mukti Fajar ND dan Yulianto

Ahmad menyajikan pengertian penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum

yang meletakkan hukum sebagai sistem norma. Sistem norma yang dimaksud

adalah asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundang-undangan, putusan

pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran).51

Penelitian hukum yang dikemukakan Mukti Fajar ND dan Yulianto Ahmad

difokuskan pada objek kajiannya. Objek kajian penelitian hukum normatif adalah

pada hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah. Norma yang menjadi

48 Ronald Dworkin, Legal Research, (Spring : Daedalus, 1973), hal. 250.

49 Bismar Nasution, ‘’Metode penelitian hukum normatif dan perbandingan hukum,

Medan”(Makalah disampaikan pada dialog interaktif tentang penelitian hukum dan hasil penelitian

hukum pada Majelis Akreditasi, Fakultas Hukum USU, 2003), hal. 1.

50 Salim HS dan Erlies Nurbani,Op.cit, hal. 12.

51 Mukti Fajar ND dan Yulianto Ahmad, Dualisme Penelitian Hukum normatif dan Hukum

Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal. 34.

Universitas Sumatera Utara

Page 47: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

33

objek kajiannya, meliputi undang-undang, peraturan pemerintah dan lain-lain. Pada

hakikatnya penelitian hukum normatif merupakan peneilitian yang mengkaji dan

menganalisis tentang norma-norma hukum yang telah ditetapkan oleh pejabat yang

berwenang.

2. Sumber Data Penelitian

Data yang digunakan sebagai bahan analisis dalam penelitian tesis ini

adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh

langsung dari lokasi penelitian berupa dokumen yang berkaitan dengan

permasalahan dan hasil dari wawancara terhadap narasumber.

Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh dari

penelitian kepustakaan ,52 data sekunder berupa :

a. Bahan Hukum primer, yaitu Undang-Undang Dasar 1945, peraturan

perundang-undangan berupa Undang-Undang No 12 Tahun 2012 tentang

Industri Pertahanan, Undang-undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang

Perindustrian, Undang-undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem

Nasional, Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan

Teknologi, Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2010 tentang Komite

Kebijakan Industri Pertahanan, Peraturan Pemerintah No 59 Tahun 2013

tentang Organisasi, Tata kerja, dan Sekretariat Komite Kebijakan Industri

Pertahanan, Peraturan Pemerintah Nomer 76 Tahun 2014 tentang

Mekanisme Imbal Dagang Dalam Pengadaan ALPALHANKAM Dari

Luar Negeri, Peraturan Pemerintah No 141 Tahun 2015 tentang

Pengelolaan Industri Pertahanan, dan Peraturan Menteri Pertahanan

52 Bambang Waluyo, Penelitian Normatif Data Sekunder Sebagai Sumber/Bahan

Informasi Dapat Merupakan Bahan Bukum Primer, Bahan Hukum Sekunder dan Bahan Hukum

Tersier. (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), hal. 14.

Universitas Sumatera Utara

Page 48: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

34

Nomor 30 Tahun 2015 tentang Imbal Dagang, Kandungan Lokal, Dan

Ofset Dalam Pengadaan Alat Peralatan Pertahanan Dan Keamanan Dari

Luar Negeri.

b. Bahan Hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian, hasil karya

dari para pakar hukum, dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan dengan

tranfer teknologi dalam pengadaan alutsista untuk revitalisasi industri

pertahanan.

c. Bahan Hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberikan

petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder, seperti kamus umum, majalah/jurnal atau surat kabar sepanjang

memuat informasi yang berkaitan dengan penelitian.53

3. Teknik Pengumpulan Data

Bahan atau data yang diperlukan dalam pengkajian penelitian ini

menggunakan dua metode teknik pengumpulan data, yakni studi kepustakaan

(library research) dan studi lapangan (Field Research). Studi pustaka yang

dikumpulkan dengan mempelajari ketentuan perundang-undangan yang berkaitan

dengan pembangunan industri pertahanan nasional serta peraturan-peraturan yang

berkaitan dengan kebijakan alih teknologi alutsista melalui sistem ofset. Kemudian

dengan studi pengumpulan data lapangan ke kementerian pertahanan terkait usaha-

usaha yang dilakukan pemerintah dalam mencapai kemandirian pengadaan

alutsista.

Alat pengumpulan data dilakukan melalui studi dokumen berupa dokumen

pemerintah, makalah, memo, laporan penelitian, arsip-arsip dan data website

53 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op.Cit, hal. 23.

Universitas Sumatera Utara

Page 49: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

35

resmi. Selanjutnya pengumpulan data dilakukan melalui wawancara yang

dilakukan terhadap Sekretaris Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan, Brigadir

Jenderal Aribowo Teguh Santoso, S.T, M.Sc dari Kementerian Pertahanan

Republik Indonesia dengan membuat daftar pertanyaan berupa kebijakan, strategi,

sumber daya, masalah dan prospek industri pertahanan di instansi kementerian

pertahanan dengan cara tanya jawab antara pewawancara dan narasumber yang

berkaitan dengan usaha-usaha yang dilakukan pemerintah untuk mewujudkan

kemandirian pengadaan alutsista oleh industri pertahanan nasional. Dalam

penelitian ini pedoman wawancara tidak terstruktur, yaitu pedoman wawancara

yang hanya memuat garis besar yang akan ditanyakan.

4. Analisa Data

Apabila bahan hukum yang terdiri dari bahan-bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder sudah diperoleh kemudian penulis akan melakukan analisis

data secara kualitatif. Analisis kualitatif merupakan analaisis data yang tidak

menggunakan angka, melainkan memberikan gambaran-gambaran (deskripsi)

dengan melakukan analisis secara eksploratif terhadap kebijakan peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan alih teknologi. Bahan-

bahan itu akan dianalisis untuk menghubungkannya dengan pendapat-pendapat

para ahli, azas-azas hukum serta informasi hasil wawancara terkait dengan regulasi-

regulasi dan usaha-usaha apa yang dilakukan pemerintah dalam proses revitalisasi

industri pertahanan nasional.

Kemudian mencoba merumuskan dalam bentuk uraian untuk mendapatkan

suatu kesimpulan yang dilakukan dengan menggunakan logika berfikir deduktif-

induktif yaitu dilakukan dengan teori yang dijadikan sebagai titik tolak untuk

melakukan penelitian.

Universitas Sumatera Utara

Page 50: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

36

Dengan demikian teori digunakan sebagai alat, ukuran dan bahan

instrumen untuk membangun hipotesis, sehingga pada akhirnya menggunakan teori

sebagai suatu pisau analisis dalam memahami proses alih teknologi dalam

pengadaan alutsista untuk mendukung revitalisasi industri pertahanan nasional.

Universitas Sumatera Utara

Page 51: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

37

BAB II

DASAR KEBIJAKAN ALIH TEKNOLOGI ALUTSISTA TERHADAP

PROSES PEMBANGUNAN INDUSTRI PERTAHANAN NASIONAL

A. Hak Kekayaan Intelektual Dalam Kaitannya Dengan Alih Teknologi

Hak kekayaan intelektual merupakan suatu sistem yang tidak dapat

dipisahkan dalam perkembangan kehidupan modern. Pada awal abad ke-21 telah

tercapai kesepakatan antara negara-negara di dunia untuk mengangkat konsep hak

kekayaan intelektual kearah kesepakatan bersama dalam dalam wujud Agreement

Establishing The World Trade Organization (WTO Agreement) dan semua

perjanjian internasional yang menjadi lampirannya, termasuk yang berkaitan

dengan hak kekayaan intelektual. Hak kekayaan intelektual merupakan suatu

konsep yang mengatur tentang pemberian dan perlindungan hak kepada seseorang

atas karyanya. Menurut Lbently dan Sherman, hak itu atas permintaan pemohon,

diberikan oleh negara untuk jangka waktu tertentu atas karya yang merupakan hasil

dari pemikirannya yang berguna bagi masyarakat banyak. Hak kekayaan intelektual

merupakan aset dan oleh karena itu dapat dialihkan.54

Masuknya konsep hak kekayaan intelektual dalam kesepakatan antar negara

ini disebabkan hak kekayaan intelektual dapat memainkan peranan penting bagi

peningkatan dan pengembangan ekonomi bagi suatu negara melalui bisnis

perdagangan internasional. Untuk memahami besarnya pengaruh hak kekayaan

intelektual dalam perdagangan internasional dapat dilihat dari terus meningkatnya

nilai transaksi kekayaan intelektual yang pada tahun 1990 sebesar 10 miliar dolar

menjadi 200 miliar dolar di tahun 2007. Kemudian bersamaan dengan

pengembangan konsep hak kekayaan intelektual ini dunia kemudian

54 Achmad Zen, Perjanjian TRIPs dan Beberapa Isu Strategis. (Jakarta: PT.Alumni, 2011),

hal. 43.

Universitas Sumatera Utara

Page 52: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

38

mengembangkan konsep ekonomi baru yang berunsurkan ilmu pengetahuan yang

kemudian populer dengan sebutan knowledge based economy (KBE) atau

information based economy.55

Secara sederhana kekayaan intelektual dapat dideskripsikan sebagai hak

atas kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.

Karya-karya intelektual yang dimaksud di bidang ilmu pengetahuan, seni, sastra

ataupun teknologi, dilahirkan dengan pengorbanan tenaga, waktu dan bahkan

biaya. Adanya pengorbanan tersebut menjadikan karya yang dihasilkan menjadi

memiliki nilai. Apabila ditambah dengan manfaat ekonomi yang dapat dinikmati,

maka nilai ekonomi yang melekat menumbuhkan konsepsi kekayaan (Property)

terhadap karya-karya intelektual. Bagi dunia usaha, karya-karya itu dikatakan

sebagai aset dari perusahaan.

Kekayaan atau aset berupa karya-karya yang dihasilkan dari pemikiran atau

kecerdasan manusia mempunyai nilai atau manfaat ekonomi bagi kehidupan

manusia sehingga dapat dianggap juga sebagai aset komersial. Karya-karya yang

dilahirkan atau dihasilkan atas kemampuan intelektual manusia baik melalui

curahan tenaga, pikiran dan daya cipta, rasa serta karsanya sudah sewajarnya

diamankan dengan menumbuhkembangkan sistem perlindungan hukum atas

kekayaan tersebut yang dikenal sebagai sistem Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

HKI merupakan cara melindungi kekayaan intelektual dengan menggunakan

instrumen-instrumen hukum yang ada, yakni Hak Cipta, Paten, Merek dan Indikasi

Geografis, Rahasia Dagang, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu,

dan Perlindungan Varietas Tanaman. Hak kekayaan intelektual merupakan hak

privat (private rights) bagi seseorang yang menghasilkan suatu karya intelektual.

55 Ibid, hal. 10.

Universitas Sumatera Utara

Page 53: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

39

Di sinilah ciri khas HKI, seseorang bebas untuk mengajukan permohonan atau

mendaftarkan karya intelektualnya atau tidak. Hak ekslusif yang diberikan negara

kepada individu pelaku HKI (inventor, pencipta, pendesain dan sebagainya)

dimaksudkan sebagai penghargaan atas hasil karya (kreativitas)nya dan agar orang

lain terangsang untuk dapat lebih lanjut mengembangkannya lagi, sehingga dengan

sistem hak kekayaan intelektual tersebut kepentingan masyarakat ditentukan

melalui mekanisme pasar. Di samping itu, sistem hak kekayaan intelektual

menunjang diadakannya sistem dokumentasi yang baik atas segala bentuk

kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkannya teknologi atau hasil

karya lainnya yang sama dapat dihindarkan atau dicegah. Dengan dukungan

dokumentasi yang baik tersebut, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya

dengan maksimal untuk keperluan hidupnya atau mengembangkannya lebih lanjut

untuk memberikan nilai tambah yang lebih tinggi lagi.

Pembahasan hak kekayaan intelektual merupakan permasalahan yang terus

berkembang dan hal tersebut sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi (IPTEK). Hak kekayaan intelektual telah menjadi bagian penting bagi

suatu negara untuk menjaga keunggulan industri dan perkembangan sistem

teknologi di Indonesia. Menurut Munaf (2001), peran HKI pada saat ini sangat

penting, antara lain:

a. Sebagai alat persaingan.

b. Alat pendorong kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan inovasi-

inovasi baru yang dapat diindustrikan, dan

c. Alat peningkatan kesejahteraan perekonomian masyarakat, khususnya para

peneliti yang mempunyai temuan yang diindustrikan dengan cara

mendapatkan imbalan berupa royalti.

Universitas Sumatera Utara

Page 54: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

40

Pembangunan ekonomi di dunia sekarang ini tidak akan terlepas dari sistem

HKI, dalam kehidupan sehari-hari, telah disadari bagaimana besarnya dampak

intelektualitas manusia. Hasil dari kejeniusan manusia dengan karya intelektual

yang dihasilkannya telah memberi banyak hal yang dibutuhkan untuk menjalani

kehidupan dengan cara yang lebih baik. Hal tersebut dapat dilihat dari sekeliling

atau dari rumah tempat kita tinggal, berbagai peralatan rumah, pakaian, elektronika,

komunikasi, transportasi, peralatan kantor dan lain-lain merupakan hasil karya

intelektual manusia yang sangat membantu kehidupan manusia dalam menjalankan

aktivitasnya. Oleh karena itu, untuk mendorong kreasi yang berguna lebih lanjut,

sangat penting untuk memberikan suatu insentif kepada pihak-pihak yang

menciptakan atau menanamkan modal dalam pembuatan karya intelektual. Negara-

negara maju sudah berabad-abad mengenal kebutuhan akan insentif dengan

membangun suatu sistem yang membuat karya intelektual yang baru atau asli

diperlakukan sebagai suatu kekayaan, yang dikenal sebagai kekayaan intelektual.

Kekayaan intelektual dalam perkembangannya telah memperlancar roda

pembangunan ekonomi suatu bangsa, dengan terciptanya perlindungan kekayaan

intelektual bagi mereka yang menciptakan atau menanamkan modal pada

penciptaan karya-karya intelektual tidak hanya akan mendorong kualitas kekayaan

intelektual tetapi juga alih teknologi dan pengetahuan. Alih teknologi dan hak

kekayaan intelektual memiliki hubungan khusus sebagaimana dijelaskan dalam

Pasal 7 ayat 1 Trips Agreement56 :

“The protection and enforcement of intellectual property rights should

contribute to the promotion of technological innovation and to the transfer

and dissemination of technology, to the mutual advantage of producers and

users of technological knowledge and in a manner conducive to social and

economic welfare, and to a balance of rights and obligations.”

56 Bab I, Pasal 7, Agreement on Trade-Related Aspect of Intellectual Property Right.

Universitas Sumatera Utara

Page 55: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

41

Berdasarkan pasal diatas dapat diartikan bahwa hak kekayaan intelektual

diharapkan akan terjadinya alih teknologi dengan tujuan pengembangan inovasi

teknologi serta penyebaran teknologi untuk kepentingan bersama antara produser

dan pengguna pengetahuan teknologi, serta dalam situasi kondusif bagi

kesejahteraan social dan ekonomi juga keseimbangan antara hak dan kewajiban.

B. Pengaturan Alih Teknologi Di Indonesia

1. Pengertian Alih Teknologi

Teknologi adalah komposisi cara yang terdiri atas keterampilan merancang

dan melaksanakannya, terutama yang menggunakan panca indra dan keterampilan

yang terencana seperti pengetahuan dan informasi.57 Teknologi merupakan teknik

know-how yang berkaitan dengan produksi barang dan jasa. Pengertiian teknik

know-how maksudnya adalah sebagai teknik untuk mengetahui rahasia dari barang

dan jasa tersebut, dan alih teknologi dengan cara yang benar. Sedangkan alih

teknologi berasal dari kata transfer of technology yang artinya adalah proses untuk

mengalihkan teknologi dari suatu unit produksi ke unit lainnya dengan persyaratan

pengetahuan.58 Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019

tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, alih teknologi adalah

pengalihan kemampuan memanfaatkan dan menguasai ilmu pengetahuan dan

teknologi antar lembaga, badan, atau orang, baik yang berada dalam lingkungan

dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri ke dalam negeri atau

sebaliknya.59 Jadi dapat disimpulkan bahwa alih teknologi merupakan suatu cara

57 Amir Pamuntjak, Sistem Paten:Pedoman praktik dan alih teknologi, (Jakarta:

Djambatan, 1994), hal.7.

58 Ok.Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intelectual Property Rights),

(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 305.

59 Pasal 1 Ayat 15 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu

Pengetahuan dan Teknologi.

Universitas Sumatera Utara

Page 56: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

42

untuk mengalihkan hak-hak kekayaan teknologi dari satu negara ke negara lainnya

ataupun antar lembaga maupun perorangan yang bertujuan untuk mempergunakan

teknologi yang dialihkan tersebut, menguasai teknologi yang dimaksud disini

adalah untuk memproduksi maupun melakukan penelitian dan pengembangan agar

memperolehj inovasi baru dari teknologi yang sebelumnya.

2. Peraturan Yang Berkaitan Dengan Alih Teknologi

Pada saat ini Indonesia telah memiliki perangkat peraturan perundang-

undangan di bidang hak kekayaan intelektual yang berkaitan dengan alih teknologi

dan tidak bertentangan dengan ketentuan sebagaimana yang dipersyaratkan dalam

kesepakatan TRIPS. Peraturan perundang-undangan tersebut antara lain:

1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu

Pengetahuan dan Teknologi perubahan atas Undang-Undang Nomor 18

Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan

Penerapan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi di gantikan dengan . Jadi

dalam peraturan ini mewajibkan pemerintah untuk memperhatikan upaya

penguatan dan penguasaan ilmu-ilmu dasar, ilmu pengetahuan dan

teknologi strategis serta peningkatan kapasitas dari penelitian dan

pengembangan lembaga-lembaga penelitian teknologi di Indonesia.

Penguatan pertumbuhan industri yang harus berbasis teknologi untuk

meningkatkan kemampuan perekayasaan, inovasi dan difusi teknologi.

Serta penguatan tarikan pasar bagi hasil kegiatan penelitian dan

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal tersebut berdasarkan

pemahaman dari Pasal 16 ayat (1) yaitu: Peguruan tinggi dan lembaga

penelitian dan pengembangan (litbang) wajib untuk mengusahakan alih

teknologi hak kekayaan intelektual serta hasil kegiatan penelitian dan

pengembangan yang dibiayai oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah

Universitas Sumatera Utara

Page 57: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

43

kepada badan usaha, pemerintah, atau masyarakat, sejauh tidak

bertentangan dengan ketertiban umum dan peraturan perundang-

undangan.60

2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, tujuan dari

pembentukan undang-undang desain industri ini yaitu untuk melindungi

penampakan luar suatu produk karena karya desain dianggap sebagai

kekayaan intelektual yang merupakan buah pikiran dan kreatifitas dari

pendesainnya. Ketentuan alih teknologi terdapat dalam pasal 31 tentang

ketentuan pengalihan hak dan lisensi, yaitu :61

1) Hak desain industri dapat beralih atau dialihkan dengan cara

pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab-sebab lain

yang dibenarkan oleh undang-undang.

2) pengalihan hak desain industri sebagaimana yang dimaksud dalam

ayat (1) disertai dengan dokumen-dokumen pengalihan hak.

3) Segala bentuk pengalihan Hak Desain Industri sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) wajib dicatat dalam Daftar Umum Desain

Industri pada Direktorat Jenderal dengan membayar biaya

sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.

4) Pengalihan hak desain industri yang tidak dicatat dalam daftar

umum desain industri tidak berakibat hukum pada pihak ketiga.

5) Pengalihan hak desain industri sebagaimana dimaksud dalam ayat

(3) diumumkan dalam berita resmi desain industri.

3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten. Pengaturan alih

teknologi dalam undang-undang paten ini terdapat dalam pasal 74 ayat (1)

Hak atas Paten dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun

sebagian karena: a. pewarisan; b. hibah; c. wasiat; d. wakaf; e. perjanjian

60 Pasal 16 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu

Pengetahuan dan Teknologi.

61 Pasal 31 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri.

Universitas Sumatera Utara

Page 58: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

44

tertulis; atau f. sebab lain yang dibenarkan berdasarkan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Kemudian ayat (2) Pengalihan hak atas Paten

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus disertai dokumen asli Paten

berikut hak lain yang berkaitan dengan Paten.62 Kemudian ketentuan khusus

alih teknologi dibidang paten yang sebelumnya telah diatur dalam Undang-

Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten merupakan wujud komitmen

Indonesia karena telah meratifikasi perjanjian TRIPs. Dimana alih

teknologi adalah bagian yang diataur di dalam ketentuan TRIPs Agrement

pada Pasal 7 a.1. : Perlindungan hak kekayaan intelektual harus memberi

sumbangan pada usaha pendorong penemuan teknologi dan alih teknologi,

berdasarkan keuntungan timbal balik antara pemilik dan pengetahuan

teknologi dan dalam situasi yang kondusif bagi kesejahteraan sosial dan

ekonomis, serta keseimbangan antara hak dan kewajiban.

4) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam

undang-undang ini penanaman modal asing terkait alih teknologi hanya

diatur secara singkat pada Pasal 10 Ayat (4) yang menyatakan bahwa

perusahaan penanaman modal yang mempekerjakan tenaga kerja dari luar

negeri wajib untuk melaksanakan pelatihan dan melakukan alih teknologi

kepada tenaga kerja Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-

undangan yang berlaku.63 Jadi alih teknologinya hanya berlaku secara

perorangan terkait tenaga kerja saja bukan mewajibkan secara institusional

kepada perusahaan pemodal asing dan juga bukan merupakan kewajiban

hukum bagi investor serta tidak ada sanksi tegas apabila tidak

62 Pasal 74 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten.

63 Pasal 18 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Universitas Sumatera Utara

Page 59: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

45

dilaksanakan.64 Kemudian dalam Pasal 45 Ayat (2) undang-undang

ketenaga kerjaan jo Pasal 21 Ayat (1) Peraturan Menteri Nomor

Per.2/Men/III/2008. Di dalam undang-undang tersebut juga belum ada

ketentuan khusus yang mengatur mengenai pengalihan teknologi dalam

bentuk nyata kecuali hanya berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan

tenaga kerja.65

Berdasarkan pasal tersebut undang-undang penanaman modal

memang punya kaitan dengan alih teknologi, tetapi pengaturannya belum

mengatur dengan jelas tata cara pelaksanaan alih teknologi yang harus

dilakukan oleh penanam modal dari luar negeri dan sifatnya hanya

perorangan serta tidak ada ketentuan khusus dan kewajiban pelaksanaan.

C. Alih Teknologi Bagi Industri Pertahanan Dalam negeri

Perkembangannya industri pertahanan pada masa kini telah mengambil

peranan penting dalam menjaga pertahanan dan keamanan suatu negara bahkan di

era modern ini industri pertahanan punya peran penting lain, yaitu menjadi salah

satu sumber bisnis bagi pemasukan devisa negara. Banyak negara-negara maju

maupun berkembang memiliki perusahaan pertahanan untuk memenuhi kebutuhan

alutsista dalam negeri bahkan beberapa dari perusahaan pertahanan mempunyai

peranan memenuhi kebutuhan alat pertahanan dan keamanan negara lain. Situasi

konflik di beberapa daerah di dunia hinggga aksi-aksi terorisme yang terjadi di

berbagai negara pun mendorong setiap negara untuk memperkuat alat peralatan

pertahanan dan keamanan dalam negeri masing-masing. Akibat dari situasi tersebut

64 Candra Irawan, Aturan alih teknologi dari perusahaan Swasta Asing Kepada

Perusahaan Nasional Pada Kegiatan Penanaman Modal Untuk Percepatan Penguasaan Teknologi

Maju di Indonesia. https://www.unisbank.ac.id. Diakses pada 15 Mei 2020.

65 Alam, Deden Purnama, Kajian Terhadap Pengaturan Alih Teknologi Dalam Kegiatan

Penanaman Modal, http://Repository.Unila.Ac.Id:8180/Dspace/Handle/123456789/2524. Di akses

pada 15 Mei 2020.

Universitas Sumatera Utara

Page 60: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

46

mempengaruhi sumber pemasukan beberapa negara dari ekspor alat pertahanan dan

keamanan menjadi besar.

Tabel. 1

peringkat dan nominal pendapatan (dalam satuan milyar Dolar Amerika) pemasok

produk pertahanan di dunia tiga tahun terakhir

Rank Pemasok 2016 2017 2018 total

1 Amerika Serikat 9955 12485 10508 32948

2 Rusia 6685 5741 6409 18835

3 Prancis 2218 2302 1768 6288

4 Jerman 2518 1980 1277 5776

5 China 2360 1227 1040 4627

6 Israel 1441 1254 707 3402

7 Inggris 1367 1235 741 3342

8 Spanyol 471 820 1188 2479

9 Korea Selatan 479 751 1083 2313

10 Italia 619 802 611 2032

25 Indonesia 86 94 15 196

(Sumber : Diolah dari armstrade.sipri.org)

Kemudian didapat data total pendapatan kotor dari lima puluh negara yang

memiliki industri pertahanan selama tiga tahun terakhir (2016-2018) mencapai

US$90.922 miliar.66 Indonesia sebagai sebuah bangsa yang besar dengan wilayah

teritorial yang cukup luas dan jumlah penduduk yang cukup besar, juga memiliki

industri pertahanan untuk kepentingan pertahanan dalam negeri dan juga ikut

memasok alat pertahanan di pasar internasional. Akan tetapi Indonesia masih

memiliki keterbatasan memproduksi produk pertahanan, salah satu penyebabnya

adalah keterbatasan kepemilikan teknologi tinggi dalam produk pertahanan dalam

negeri, bahkan Indonesia masih mengimpor banyak alutsista dari luar negeri karena

belum mampu memproduksinya. Oleh karena hal tersebut maka pemerintah

Indonesia berusaha melakukan alih teknologi dari negara-negara yang memiliki

66 https://www.sipri.org/databases/armstransfers, diakses pada hari senin, 7 November

2019.

Universitas Sumatera Utara

Page 61: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

47

teknologi tinggi dalam bidang militer untuk mencapai kemandirian produksi

alutsista industri pertahanan dalam negeri.

1. Tantangan dan Peluang Alih Teknologi Industri Pertahanan

Indonesia sebagai sebuah negara memiliki tujuan untuk melindungi

kedaulatannya dari berbagai macam ancaman baik dari dalam maupun dari luar

negeri serta berupaya memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya. Maka dalam

beberapa tahun ini pemerintah sebagai penyelenggara negara telah menunjukkan

tekadnya untuk membangun industri pertahanan dalam negeri agar industri

pertahanan memberikan kontribusi besar dalam mendukung keamanan dan

kemakmuran ekonomi rakyat. Realitas terkait dengan industri pertahanan yang

dimiliki oleh Indonesia saat ini adalah masih belum optimalnya sistem pertahanan

Indonesia, khususnya menyangkut alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang

dimiliki. Tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan alutsista dalam konteks

pertahanan modern menjadi ujung tombak dalam upaya mempertahankan

kedaulatan wilayah dan mendukung kesejahteraan rakyatnya. Namun, seperti yang

telah disebutkan sebelumnya, salah satu permasalahan yang ada di Indonesia adalah

belum memadainya kemampuan pengadaan alutsista yang dimiliki baik dari

kuantitas, kualitas maupun kemandirian untuk memaksimalkan potensi Tentara

Nasional Indonesia (TNI) dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Dalam

konteks global saat ini ancaman terhadap kedaulatan negara telah berkembang

sejalan dengan perkembangan teknologi. Teknologi pertahanan selalu dianggap

mewakili perkembangan zaman pertahanan masa kini karena senantiasa didorong

oleh kemampuan penangkalan untuk dapat menjawab tuntutan dan merespon

ancaman yang selalu berubah. Oleh karena itu, produk pertahanan selalu menjadi

state of the art. Dalam konteks tersebut, suatu negara yang memiliki industri

Universitas Sumatera Utara

Page 62: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

48

pertahanan yang mapan dianggap memiliki sebuah keuntungan strategis dalam

tatanan global.67

Kemajuan teknologi dan industri pertahanan di masa kini semakin

berkembang pasca perang dingin terkait dengan semakin kompetitifnya pasar yang

membuat industri-industri pertahanan berusaha untuk mendapatkan konsumen bagi

produk mereka. Kondisi ini tidak dapat dilepaskan dari dua hal. Pertama,

liberalisasi yang dilakukan terhadap industri pertahanan, khususnya di negara-

negara Barat. Kedua, munculnya perubahan besar dalam ruang lingkup peperangan

yang membawa pengaplikasian dari penemuan teknologi yang dikombinasikan

dengan perubahan secara mendasar dalam doktrin, operasional dan konsep

organisasi militer, yang secara mendasar terkait dengan karakter dan cara

melakukan operasi militer. Perubahan ini secara umum dikenal dengan Revolution

in Military Affairs (RMA). Oleh karena itu, negara-negara besar berupaya untuk

mengembangkan persenjataan sebagai produk industri pertahanan mereka dengan

mengedepankan aplikasi teknologi canggih.68

Dua kondisi diatas membuat munculnya berbagai persenjataan canggih

yang diproduksi dan digunakan oleh berbagai negara, khususnya negara-negara

maju. Berbagai teknologi canggih diaplikasikan untuk memenuhi tuntutan

konsumen yang menginginkan persenjataan yang dapat mengatasi munculnya

ancaman-ancaman baru terhadap negara mereka. Saat ini, teknologi persenjataan

dengan kemampuan siluman (stealth) dan persenjataan tanpa awak seperti

Unmaned Aerial Vehicle (UAV) menjadi produk-produk andalan industri

67 Ansari Bukhari, “Tonggak Bangkitnya Industri Pertahanan Lokal”,Majalah KINA, 2012,

hal.6.

68 Angga Rachmat, “Tantangan dan peluang Perkembangan Teknologi Pertahanan Global

Bagi pembangunan Kekuatan Pertahanan Indonesia”,Transformasi Global, Volume 1, edisi 2, 2014,

hal. 201.

Universitas Sumatera Utara

Page 63: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

49

pertahanan negara-negara maju. Keamanan nasional yang terkait erat dengan

kemampuan teknologi dan industri pertahanan menjadi subjek dari kontrol politik

ekonomi yang berpengaruh terhadap hubungan dengan pihak asing serta ekspor dan

alih teknologi, yang dalam hal ini berhubungan dengan persenjataan untuk

kepentingan pertahanan.69

Industri pertahanan dalam negeri menjadi salah satu industri yang sangat

penting bagi sebuah negara dalam menjalankan usahanya untuk mengembangkan

sistem pertahanan secara mandiri. Hal ini terkait dengan terpenuhinya kebutuhan

baik dalam konteks penyediaan kualitas maupun kuantitas alutsista yang sesuai

dengan karakteristik kewilayahan serta menghilangkan ketergantungan secara

politik dan ekonomi terhadap negara lain. Pembinaan industri pertahanan domestik

telah terbukti dapat menjadi tulang punggung bagi pembangunan sistem pertahanan

dan modernisasi alutsista China dan India yang saat ini tumbuh menjadi kekuatan

militer besar di Asia. Apalagi sektor pertahanan merupakan peluang bisnis karena

kebijakan pertahanan sangat bergantung pada sumber daya yang dialokasikan

terhadap anggaran pertahanan. Pengeluaran pertahanan memberikan kehidupan dan

bahkan keuntungan bagi berbagai pihak, termasuk didalamnya industri (baik

industri strategis pertahanan maupun industri lainnya).70

Berkaca kepada hal tersebut, Indonesia yang saat ini tengah mengakselerasi

program untuk memenuhi kebutuhan minimum kekuatan militernya telah

mengeluarkan dasar hukum bagi pengembangan industri pertahanan dalam negeri

melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.

Kemudian perlu dipahami bahwa dana yang dikeluarkan untuk pembangunan

69 Ibid.

70 Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 64: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

50

industri pertahanan bukan hanya sekedar pengeluaran bagi pertahanan negara tapi

juga merupakan peluang investasi masa depan bagi perkembangan ekonomi rakyat.

Jadi pengaturan alih teknologi alutsista juga merupakan salah satu cara untuk

menganalisis pentingnya pelaksanaan alih teknologi keuntungan dari investasi

jangka panjang di bidang pertahanan.

2. Pengaturan Alih Teknologi Industri Dalam Perjanjian Trade Related

Aspects Of Intellectual Property Rights (TRIPs)

Trade Related aspects of Intellectual Property Rights (selanjutnya di sebut

dengan TRIPs) merupakan perjanjian internasional di bidang hak kekayaan

intelektual terkait dengan perdagangan. Perjanjian ini merupakan bagian dari

Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO Agreement) yang

bertujuan menyeragamkan sistem hak kekayaan intelektual di seluruh negara

angggota WTO. WTO Agreement memiliki tiga materi, yaitu perdagangan barang,

jasa dan hak kekayaan intelektual. TRIPs mulai berlaku sejak 1995.71 Ruang

lingkup mengenai hak kekayaan intelektual dalam TRIPs termuat dalam Bab II

berupa hak cipta, merek dagang, indikasi geografis, desain industri, paten, desain

tata letak sirkuit terpadu, perlindungan atas informasi yang dirahasiakan dan

pengawasan praktek anti persaingan dalam lisensi kontrak72.

Strategi memasukkan hak kekayaan intelektual beserta dengan aspek

penegakan hukum sebagai unsur perdagangan internasional dan dibuat satu paket

dengan WTO merupakan sikap jeli agar negera-negara menjadi terikat dengan

kepentingan di bidang perdagangan secara umum. Selanjutnya, satu dewan dalam

71 Bab I Trade Related aspects of Intellectual Property Rights.

72 Ibid, Bab II.

Universitas Sumatera Utara

Page 65: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

51

WTO yang disebut Council for TRIPs73 yang akan memonitor pelaksanaan

ketentuan dari TRIPs, walaupun banyak juga yang menganggap Council for TRIPS

di dominasi oleh kepentingan Amerika Serikat dan negara-negara Uni Eropa.74

Bagian pembukaan TRIPs menyatakan bahwa negara-negara anggota

TRIPs mengakui adanya satu kebutuhan kerangka multilateral yang memuat

berbagai prinsip ketentuan dan disiplin untuk menangani perdagangan-barang palsu

dan illegal.75 Dalam perspektif nasional negara-negara mengakui perlunya tujuan

kebijakan publik dalam sistem nasional masing-masing negara untuk

perlindaungan kekayaan intelektual termasuk tujuan-tujuan pengembangan dan

teknologi. Oleh karena itu pengelolaan hak kekayaan intelektual dalam kesepakatan

bersama anggota TRIPs mengandung tiga tujuan pokok, yaitu promosi inovasi

teknologi dan pengalihan serta penyemaian teknologi, pemanfaatan bersama

(produsen dan pengguna) pengetahuan teknis dan pelaksanaan dengan cara yang

kondusif bagi kesejahteraan social ekonomi, serta keseimbangan antara hak dan

kewajiban.76

Terkait dengan pengaturan mendasar objek dari alih teknologi oleh TRIPs,

dijelaskan dalam Pasal 8 tentang Principles bahwa ditetapkan prinsip kebebasan

bagi negara-negara angggota WTO, dalam melaksanakan TRIPs dalam undang-

undang nasional negara mereka masing-masing dengan mengambil langkah yang

penting untuk melindungi sektor-sektor yang diangggap vital bagi perekonomian

73 Selain Council for TRIPs terdapat pula Council for Trade in Goods dan Council for

Trade in Services, WTO Agreeement Art. IV.5.

74 Achmad Zein, Op.Cit. hal. 7.

75 Terkait dengan persenjataan, dalam perdagangan alutsista juga terdapat barang barang

palsu terutama senjata ringan yang di rakit oleh beberapa kelompok tertentu. Senjata-senjata illegal

ini didapat dari Black Market dan biasanya diseludupkan ke negara-negara yang sedang terjadi

peperangan.

76 Achmad Zein, Op.Cit. hal. 106.

Universitas Sumatera Utara

Page 66: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

52

dan pembangunan teknologi mereka sendiri.77 Jadi dapat dipahami bahwa dalam

pelaksanaan alih teknologi, negara-negara pemilik alih teknologi yang akan

dialihkan jelas memperhitungkan untung rugi bagi kepentingan mereka.

Ketentuan TRIPs pada Pasal 40 ayat (1) kemudian menyatakan bahwa

pengalihan teknologi dilakukan melalui cara lisensi dan pelaksanaan lisensi

berdasarkan kesepakatan bersama negara-negara yang melakukan alih teknologi,

oleh karena itu disepakati bahwa perjanjian TRIPs sama sekali tidak menghalangi

negara-negara anggotanya untuk mengatur dalam legislasi mereka. Dikarenakan

praktik atau kondisi perizinan yang mungkin dalam kasus tertentu merupakan

penyalahgunaan hak kekayaan intelektual yang berdampak buruk pada persaingan

dipasar terkait. Lebih jauh menurut Pasal 40 ayat 2, pengaturan oleh negara anggota

itu dapat memuat ketentuan seperti pengembalian dana eksklusif, lisensi paket

paksaan (pemaksaan lisensi teknologi) dan lain-lain.78 Jadi Pasal 40 ini lahir

dikarenakan negara-negara berkembang khawatir akibat dari praktek kontraktual

tertentu yang mana mereka tidak mempu untuk menghadapinya dalam negoisasi.

Kemudian menurut Prof achmad zen umar, Pasal 40 dari TRIPs ini

berkaitan dengan fakta bahwa hak kekayaan intelektual secara esensial merupakan

monopoli, tetapi pemberian lisensi yang dilakukan juga jangan sampai

mengganggu hal-hal lainnya, misalnya alih teknologi. Pasal 40 tidak memberikan

defenisi langkah-langkah yang bisa diambil, kecuali memberikan contoh-contoh

yang kalau dilacak merupakan larangan yang tercantum dalam rancangan alih

teknologi.79 Pada undang-undang paten yang dikeluarkan Indonesia tahun 2001 hal

tersebut belum diatur, akan tetapi pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016

77 Pasal 8 ayat (1) Trade Related aspects of Intellectual Property Rights.

78 Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) Trade Related aspects of Intellectual Property Rights.

79 Achmad Zen, Op cit. hal 108.

Universitas Sumatera Utara

Page 67: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

53

tentang Paten, Ketentuan larangan dalam lisensi paten telah diatur salah satunya

terdapat dalam Pasal 113 yang menyatakan80”Paten yang menggangu atau

bertentangan dengan kepentingan pertahanan dan keamanan negara hanya dapat

dilaksanakan oleh pemerintah”.

Pasal 113 dari undang-undang paten terbaru itu juga menegaskan bahwa

lisensi yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara hanya dapat

dilakukan oleh pemerintah. Undang-undang paten terbaru ini juga sudah mengatur

mengenai lisensi paten bagi kebutuhan pertahanan dan keamanan negara.

Perjanjian TRIPs memang mengatur mengenai ketentuan alih teknologi hak

kekayaan intelektual, akan tetapi perjanjian tersebut tidak secara khusus mengatur

alih teknologi bagi industri pertahanan. Kemudian berdasarkan penjelasan

beberapa pasal TRIPs diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa pengaturan

hukum alih teknologi industri pertahanan didasarkan kepada kebijakan hukum

masing-masing negara (akan tetapi tidak boleh bertentangan dengan pasal-pasal

TRIPs yang telah disepakati). Maka dalam hal alih teknologi pertahanan di

Indonesia memiliki landasan hukum dari Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia 1945, yaitu:

a. Pasal 28C Ayat (1) yang berbunyi: “setiap orang berhak mengembangkan

diri melalui pemenuhan kubutuhan dasarnya, berhak mendapatkan

pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi,

seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnyadan demi

kesejahteraan manusia”.

b. Pasal 31 ayat (5) yang berbunyi “ pemerintah berkewajiban memajukan

ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung nilai-nilai agama dan

persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan manusia”.

80 Pasal 113 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten.

Universitas Sumatera Utara

Page 68: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

54

3. Penguasaan Teknologi Pertahanan Melalui Lisensi Alih teknologi

Sebelum memasuki pembahasan penguasaan alih teknologi pertahanan

melalui lisensi paten, hendaknya perlu dipahami pemilik teknologi dari luar negeri

tidak akan mau melakukan alih teknologi apabila negara akan melakukan alih

teknologi tidak memiliki perlindungan terhadap kepemilikan paten asing. Oleh

karena itu dalam hal perlindungan atas paten asing, pemilik teknologi terlebih

dahulu harus mendaftarkan paten di Ditjen Hak Kekayan Intelektual agar

memperoleh hak atas paten. Pendaftaran paten mengakibatkan pemilik teknologi

mendapatkan hak eksklusifnya di Indonesia sebagaimana disebutkan dalam Pasal

19 Ayat 1 huruf (a) dan (b), yaitu :81

a. Dalam hal Paten-produk: membuat, menggunakan, menjual, mengimpor,

menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau disewakan

atau diserahkan produk yang diberi paten.

b. dalam hal Paten-proses: menggunakan proses produksi yang diberi Paten

untuk membuat barang atau tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam

huruf a.

Dengan terdaftarnya paten dari pemilik teknologi maka akan memperoleh

perlindungan sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 160 undang-undang paten

menyatakan setiap orang dilarang untuk melaksanakan hak ekslusif dari pemilik

paten seperti yang tertera dalam Pasal 19, tanpa adanya izin dari pemilik paten.

Apabila dilanggar maka undang-undang paten mengatur ketentuan pidananya

sebagaimana di atur dalam Pasal 161 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016

tentang Paten, yaitu “Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan

perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 untuk Paten, dipidana dengan

81 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten.

Universitas Sumatera Utara

Page 69: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

55

pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp

1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.82

Upaya pencapaian perwujudan kemampuan dan keterampilan profesional,

maupun struktur kekuatan TNI yang memiliki ciri pada teknologi, memerlukan alat

utama sistem persenjataan (alutsista) yang mumpuni. Alutsista yang mumpuni bagi

kebutuhan pertahanan dan keamanan mensyaratkan tingkat teknologi tertentu yang

dibutuhkan dan perlu dikuasasi, serta mampu dikembangkan untuk lima sampai

sepuluh tahun ke depan, agar dapat menyesuaikan dengan tuntutan kebutuhan

operasional. Berdasarkan sasaran tingkat kualitas kemampuan dan struktur kekuatan

operasional Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang dikonsepsikan untuk lima sampai

sepuluh tahun ke depan, tampak bahwa setiap unsur selalu terkait dengan peranan

teknologi di semua sasaran, baik sasaran kekuatan maupun sasaran kemampuan.

Sasaran-sasaran ini akan terus meningkat sejalan dengan kemajuan dan perkembangan

teknologi yang ada. Menghadapi tantangan tugas TNI ke depan, wujud nyata dominasi

teknologi yang sangat menentukan dalam sistem TNI terutama adalah dalam bentuk

sistem persenjataan yang digunakan meliputi peralatan utama dengan seluruh

pendukungnya, serta kemampuan dan keterampilan prajurit TNI secara profesional.83

Kebutuhan mendapatkan alutsista dengan tingkat teknologi tinggi tertentu itu

tentunya membutuhkan kesiapan teknologi industri pertahanan nasional yang kuat

dan mandiri.

Apabila melihat perkembangan teknologi pertahanan negara maju pada

abad ke-21 ini menunjukkan percepatan yang sangat tinggi. Hal ini dapat diketahui

dengan perlombaan senjata rudal dan anti-rudal yang sedang dikembangkan.

Didalamnya, teknologi elektronika menjadi sangat dominan untuk sistem kendali,

82 Ibid, Pasal 161.

83 Indria Samego, Sistem Pertahanan–Keamanan Negara: Analisis Potensi dan Problem,

(Jakarta: The Habibie Center, 2001), hal. 221.

Universitas Sumatera Utara

Page 70: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

56

maupun komunikasi. Menurut Brigjen TNI Aribowo Teguh Santoso, untuk

mencapai tingkat pemenuhan kebutuhan terhadap teknologi modern masih ada

beberapa hambatan yang mempengaruhinya, mulai dari ketersediaan dana yang

terbatas hingga tahap kesiapan penelitian dan pengembangan (litbang).

Berkaitan dengan penelitian dan pengembangan maka lahirnya suatu

teknologi modern harus diawali dengan penelitian dan pengembangan untuk

mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah dikaji secara mendalam dan

terencana. Keberadaan litbang hendaknya mendapatkan perhatian khusus untuk

mengejar ketertinggalan Indonesia pada teknologi militer yang begitu pesat

perkembangannya. Peran litbang menghadapi beberapa permasalahan untuk

meningkatkan kemampuan meraih teknologi pertahanan, antara lain persoalan

kualitas dan kuantitas sumber daya manusia.84 Kemudian harus diakui bahwa

sumber daya manusia Indonesia saat ini masih terbatas, baik dari segi kualitas

maupun kuantitas. Sumber daya manusia merupakan komponen utama dalam

menentukan keberhasilan kerja litbang. Keterbatasan kualitas dan kuantitas pakar

teknologi hanya akan membelenggu fungsi litbang. Litbang merupakan suatu

jembatan yang menghubungkan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan

kepentingan manusia. Oleh karena itu, badan litbang harus didukung pakar-pakar

teknologi yang berkualitas dan dalam jumlah yang cukup. Harus dilakukan segala

daya dan upaya untuk memperbanyak tenaga ahli teknologi yang bersifat umum,

atau militer, sesuai dengan tuntutan disiplin ilmu yang dibutuhkan.85

Ketersediaan sarana dan prasarana litbang juga elemen penting dalam

pengembangan teknologi pertahanan. Sarana dan prasarana litbang merupakan

84 Ibid, hal.227.

85 Ibid, hal.228.

Universitas Sumatera Utara

Page 71: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

57

perangkat keras yang harus disediakan untuk mencapai sasaran litbang yang

diharapkan. Kondisi peralatan laboratorium yang ada saat ini bisa dibilang kurang

memenuhi syarat. Banyak prasarana laboratorium merupakan produk lama dan

kualitas hasil uji yang rendah. Padahal, hasil produk litbang dengan standar militer

memerlukan ketepatan dan ketelitian yang sangat tinggi. Hal ini merupakan

tantangan bagi litbang untuk melengkapi dan memperbaharui sarana dan prasarana

litbang yang memadai.86 Kemudian dalam rencana pengembangan postur alutsista

dan industri teknologi pertahanan, pemerintah mengaitkan rencana pengembangan

postur alutsista dengan program pencapaian kemandirian industri pertahanan.

Selama tahun 2010 hingga tahun 2014, tahapan stabilisasi dan optimalisasi industri

pertahanan, penyiapan regulasi industri pertahanan, serta penyiapan alutsista baru

di masa depan sengaja diarahkan untuk mendukung postur sesuai dengan Minimum

Essential Force (MEF). Sedangkan dalam fase kedua 2015-2019, pengembangan

industri pertahanan sengaja diarahkan untuk memiliki kemampuan kerja sama

produksi dan pengembangan produk baru, seperti medium tank, roket, dan kapal

selam, guna mendukung pencapaian MEF dan meraih postur kekuatan pertahanan

yang ideal. Terakhir, fase 2020-2024, untuk mendukung postur militer yang ideal,

industri harus mampu secara signifikan dan mampu memproduksi alutsista

berteknologi canggih lewat kerja sama internasional.87Berdasarkan program

Minimum Essensial Force, pemerintah Indonesia telah melewati fase pertama dari

program tersebut. Pemerintah berusaha merumuskan regulasi serta penyiapan

kebutuhan alutsista melalui pengadaan dari luar negeri disertai dengan pelaksanaan

86 Ibid, hal.228.

87 Silmy Karim, Membangun Kemandirian Industri Pertahanan Indonesia, (Jakarta:

Kepustakaan Populer Gramedia, 2014), hal. 217-219.

Universitas Sumatera Utara

Page 72: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

58

alih teknologi, yang diharapkan dapat mempercepat kemandirian industri

pertahanan untuk menghasilkan produk alutsista bagi kebutuhan dalam negeri.

Penguasaan teknologi asing untuk mendukung pembangunan industri

pertahanan bisa didapatkan dengan berbagai cara salah satunya melalui lisensi

paten. Paten merupakan hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor

atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu

melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak

lain untuk melaksanakannya.88 Sedangkan pengertian lisensi adalah izin yang

diberikan oleh pemegang paten, baik yang bersifat eksklusif maupun non-eksklusif

kepada penerima lisensi berdasarkan perjanjian tertulis untuk menggunakan Paten

yang masih dilindungi dalam jangka waktu dan syarat tertentu.89 Maka dapat

pahami bahwa Lisensi merupakan salah satu sarana untuk mendapatkan izin

melakukan alih teknologi oleh karena itu penguasaan teknologi pertahanan

dilakukan melalui perjanjian pemberian lisensi paten yang merupakan salah satu

jenis perjanjian lisensi industrial dan pada umumnya diatur dalam Hukum Perdata.

Dengan demikian perjanjian lisensi paten tidak berbeda dengan perjanjian

perorangan lainnya. Hak-hak untuk menikmati dan menegakkan ketentuan-

ketentuan lisensi bergantung pada sifat kontraktual dari lisensi itu. Di Indonesia

ketentuan-ketentuan umum mengenai perjanjian diatur dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Buku III, Pasal 1233 hingga Pasal 1864.

Hukum perjanjian di Indonesia ini mengikuti sistem terbuka yang

dimaksudkan bahwa setiap orang bebas untuk membuat segala jenis kontrak.

Kebebasan untuk mengadakan perjanjian dengan jenis apapun didasarkan kepada

88 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten.

89 Ibid, Pasal 1 ayat (11).

Universitas Sumatera Utara

Page 73: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

59

Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang

secara sah diadakan harus berlaku sebagai hukum bagi para pihak yang telah

menyetujuinya. Akan tetapi perjanjian tersebut dapat menjadi tidak sah apabila

tidak memenuhi ketentuan atau persyaratan dari Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu :90

a. Kesepakatan kehendak para pihak.

b. Kecakapan berbuat menurut hukum.

c. Suatu obyek atau perihal tertentu.

d. Suatu sebab (kausa) yang diperbolehkan (legal).

Berkenaan dengan perjanjian lisensi paten, ketentuan pemberian lisensi

dalam Pasal 76 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang paten menyatakan

bahwa91 :

1) Pemegang paten berhak memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan

perjanjian lisensi baik eksklusif maupun non-eksklusif untuk melaksanakan

perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19.

2) Perjanjian lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mencakup

semua atau sebagian perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19.

3) Perjanjian lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku selama

jangka waktu lisensi diberikan dan berlaku di dalam wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

Secara umum ada sejumlah kewajiban minimum pemberi lisensi dalam

perjanjian lisensi paten yaitu untuk membuat atau memberikan hak yang

dilisensikan tersedia bagi penerima lisensi dan untuk memberikan hak yang di

lisensikan tersedia bagi penerima lisensi dan untuk memelihara hak tersebut dalam

keadaan baik kemudian un tuk memberikan jaminan-jaminan lain. Rinciannya

90 Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

91 Op.cit. Pasal 76.

Universitas Sumatera Utara

Page 74: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

60

bergantung dari para pihak yang bersepakat. Akan tetapi perlu diketahui bahwa

perjanjian lisensi paten berbeda dengan perjanjian umum lainnya karena pemilik

paten atau pemegang paten hanya memberikan lisensi kepada penerima lisensi dan

hak patennya masih tetap menjadi milik pemilik paten bukan menjadi pemilik dari

penerima lisensi. Dalam perjanjian lisensi biasanya penerima lisensi hanya

diberikan kewenangan untuk membuat, menjual, menyewakan, mengalihkan,

menggunakan atau menyediakan untuk dijual atau disewakan. Kemudian

kewajiban utama pemberi lisensi adalah bahwa pemberi harus menjamin bahwa

penggunaan paten itu dapat dinikmati secara damai, pribadi, utuh dan sinambung.

Apabila lisensi tersebut merupakan lisensi eksklusif, pemberi lisensi harus

menjamin monopoli atau hak khusus penggunaan paten di dalam batas wilayah

yang dicakup dalam lisensi tersebut.92

Penerima lisensi sebagai pihak yang mendapatkan izin memanfaatkan

teknologi yang dialihkan pun memiliki kewajiban bergantung dari pada isi

perjanjian yang telah disepakati, akan tetapi ada beberapa macam kewajiban yang

biasanya ada dalam perjanjian yaitu :93

1) Kewajiban yang biasanya diatur dalam undang-undang.

2) Kewajiban yang diatur oleh kesepakatan para pihak, dan

3) Kewajiban yang disetujui berdasarkan kepercayaan.

Pertama, kewajiban yang diatur dalam undang-undang, misalnya penerima

lisensi harus membayar royalti atau penerima lisensi tidak dapat mengadakan

perjanjian sub-lisensi dengan pihak ketiga tanpa izin dari pemberi lisensi. Dan lain

lain. Kedua dan ketiga, yaitu berapa jumlah royalti yang harus dibayar biasanya

92 Insan Maulana, Lisensi Paten, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 18.

93 Ibid, hal. 19.

Universitas Sumatera Utara

Page 75: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

61

tidak diatur dalam undang-undang karena ini termasuk dalam kebebasan para pihak

untuk menentukannya. Dalam hal ini penerima lisensi berkewajiban untuk

memenuhi kewajiban tersebut. Kemudian biasanya penerima lisensi berkewajiban

mendaftarkan perjanjian lisensi pada kantor paten jika pemberi lisensi adalah orang

asing dalam hal perjanjian itu merupakan perjanjian lisensi internasional.

Alasannya adalah agar lebih efesien dalam memanfaatkan lisensi serta melindungi

penerima lisensi.94

Kewajiban lain bagi penerima lisensi adalah untuk menjaga kendali mutu

atas barang yang di produksi atau menggunakan proses yang di patenkan. Kendali

mutu dapat dilakukan oleh pemberi lisensi. Karena kadang-kadang, pemberi lisensi

tidak memberikan tata cara dan pengetahuan teknik (know-how) untuk menjaga

kendali mutu dari barang-barang yang menggunakan hasil produksi atau proses

yang dipatenkan. Dengan demikian penerima lisensi harus berhati-hati dalam

membuat klausula ini.95

Apabila perjanjian lisensi paten dipadukan dengan perjanjian lisensi

pengetahuan teknik (know-how license agreement), biasanya pemberi lisensi akan

mewajibkan penerima lisensi untuk tidak mengungkapkan (non-disclosure) kepada

pihak ketiga atau pihak-pihak tertentu yang ditentukan oleh pemberi lisensi.

Bahkan terkadang pemberi lisensi mensyaratkan agar penerima lisensi tidak ikut

bersaing dalam pasar yang sama dengan pemberi lisensi. Sehingga dalam perjanjian

lisensi yang memberikan persyaratan tersebut memuat kesepakatan wilayah mana

saja yang boleh dan tidak boleh penerima lisensi ikuti.

94 Ibid, hal.23.

95 Ibid. hal. 25.

Universitas Sumatera Utara

Page 76: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

62

Pada prakteknya lisensi alih teknologi memiliki beberapa kendala umum.

Terkait hal ini menurut Sesditjen Pothan Brigjen TNI Aribowo Teguh Santoso

mengatakan secara khusus lisensi alih teknologi dalam pengadaan alutsista dari luar

negeri memiliki 5 hambatan utama, yaitu :96

1) Masalah alih teknologi sangat bergantung pada alutsista yang dibeli.

2) Infrastruktur yang dimiliki untuk menunjang alih teknologi masih belum

cukup kuat.

3) Diperlukan waktu yang cukup lama (beberapa tahun) untuk mempersiapkan

sumber daya manusia untuk penguasaan teknologi tinggi.

4) Rasa percaya diri menggunakan produk dalam negeri yang masih perlu

ditingkatkan lagi.

5) Perhatian terhadap penelitian dan pengembangan teknologi tinggi masih

cukup lemah.

Hambatan-hambatan yang disebutkan diatas merupakan tantangan yang

harus dicari jalan keluarnya. Karena penguasaan teknologi alutsista modern

diperlukan dalam upaya pembangunan kemandirian industri pertahanan dalam

negeri. Maka menganalisis kebijakan-kebijakan alih teknologi pemerintah

diperlukan untuk memahami seberapa penting peran regulasi hukum yang

berkaitan dengan alih teknologi alutsista dalam proses revitalisasi industri

pertahanan.

D. Analisis Pentingnya Kebijakan Hukum Alih Teknologi Alutsista

Dalam Proses Revitalisasi Industri Pertahanan Nasional

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya sebagai sebuah negara, Indonesia

harus mampu menjadi sebuah kekuatan regional yang disegani sehingga dapat

96 Wawancara dengan Sekretaris Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan,kementerian

Pertahanan, Bapak Brigjen TNI Aribowo Teguh Santoso, S.T, M.Sc. Pada tanggal 15 oktober 2019

Universitas Sumatera Utara

Page 77: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

63

menjaga kedaulatan wilayahnya. Hal tersebut dapat diwujudkan salah satunya

dengan cara memperkuat alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang modern,

sejalan dengan perkembangan teknologi dan harus dapat memperkuat industri

pertahanan di dalam negeri. oleh sebab itu langkah pertama yang harus dilakukan

adalah dengan membuat kebijakan alih teknologi alutsista dalam rangka

mendukung pengembangan dan pembangunan industri alat pertahanan dalam

negeri.

Alih teknologi alutsista diperlukan dalam upaya mempercepat

pembangunan industri pertahanan dikarenakan urgensi kebutuhan alat pertahanan

dalam mengamankan wilayah negara Indonesia. Akan tetapi dalam pelaksanaan

alih teknologi membutuhkan perumusan kebijakan-kebijakan untuk mengatasi

permasalahan-permasalahan yang timbul akibat proses tersebut. Dalam usaha

memperoleh teknologi modern dari negara-negara maju, Indonesia beserta negara-

negara yang sedang berkembang mendasarkannya pada konsep teknologi sebagai

warisan bersama dari umat manusia (The Common Heritage of Humankind).

Pandangan konsep tersebut didukung oleh United Nations of Educational,

Scientific and Cultural Organization (UNESCO) melalui publikasinya tahun 1976

yang berjudul The World Tomorrow yang antara lain menyatakan bahwa teknologi

dan budaya merupakan warisan bersama dari umat manusia. Negara-negara maju

pada umumnya menolak konsep teknologi merupakan warisan bersama umat

manusia. Bagi negara maju yang banyak menguasai teknologi modern, teknologi

harus dipandang sebagai milik atau kekayaan pribadi karena teknologi selalu

diperoleh melalui riset, kerja keras dan biaya yang mahal97. Oleh karena itu negara-

negara maju menginginkan agar hukum yang melindungi kepemilikan atas

97 Triyana Yohanes, “Peran Hukum Dalam Alih teknologi dan Implementasinya di

Indonesia”, Jurnal Pertahanan Vol. 24 No.01, 2004, hal. 73.

Universitas Sumatera Utara

Page 78: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

64

teknologi diperkuat. Perbedaan konsep pandangan terhadap kepemilikan teknologi

inilah yang menjadi dasar terjadinya hambatan-hambatan alih teknologi dari negara

maju ke negara berkembang.

Hukum internasional dan hukum nasional negara-negara pada saat ini

umumnya sudah mengakui dan memberi perlindungan terhadap kepemilikan atas

teknologi. Melalui berbagai macam hak seperti paten, kepemilikan atas teknologi

dijamin dari setiap penggunaan yang melanggar hukum. Pada umumnya pemilik

dari suatu teknologi tertentu berhak secara eksklusif dalam penggunaan teknologi

miliknya dalam memproduksi suatu produk. Akan tetapi perlindungan teknologi

yang sangat eksklusif oleh suatu negara dapat menghambat alih teknologi

dikarenakan pemilik teknologi berusaha melakukan monopoli manfaat dari

teknologi dan menjaga keunggulan teknologi yang dimilikinya98. Hal ini sesuai

dengan pernyataan dari peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

(LIPI), Achiar Oemry, yaitu :

“Pemilik teknologi tidak akan dengan mudah memberikan rahasia

teknologinya walaupum sudah terikat dengan perjanjian kerjasama alih

teknologi, terkadang negara pemilik suatu teknologi akan memberikan

kualitas teknologi yang kurang baik atau setingkat dibawah teknologi yang

mereka miliki dengan cara memaparkan teknik pembuatan yang kurang

tepat. Maka dibutuhkan peraturan hukum yang ketat apabila negara ingin

melakukan alih teknologi dari luar negeri agar teknologi yang didapatkan

sesuai dengan kualitas yang diperjanjikan”.99

Pernyataan peneliti senior LIPI tersebut dapat disimpulkan bahwa peraturan

hukum juga penting dibuat agar dalam proses alih teknologi, pemerintah harus

memiliki aturan standar atau batasan dari pada tingkat kualitas teknologi yang akan

98 Insan Maulana,Op.cit. hal. 56

99 http://lipi.go.id/, Diakses pada 11 Mei 2020.

Universitas Sumatera Utara

Page 79: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

65

diperoleh dalam rangka memenuhi kebutuhan pengembangan industri pertahanan.

Terkait aturan standar atau batasan dari tingkat kualitas teknologi yang diperoleh

dalam proses alih teknologi melalui pengadaan alutsista dari luar negeri, telah

diatur dalam Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 35 tahun 2015 tentang

Penyelenggaraan Perencanaan Kebutuhan Alat Utama Sistem Senjata Tentara

Nasional Indonesia Di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional

Indonesia. Pada Pasal 9 Ayat 1 huruf b, dinyatakan “fungsi perencanaan kebutuhan

alutsista TNI untuk menerjemahkan kebutuhan postur pertahanan negara, baik

dalam rangka pengembangan, penggunaan maupun pemeliharaannya kedalam item

kebutuhan yang memiliki kejelasan dalam hal: jumlah, jenis, kualitas, spektek dan

karakteristik yang dibutuhkan”.100 Peraturan ini bertujuan agar proses

penganggaran, pengadaan, pembiayaan dan pengawasan dalam rangka

pengembangan, penggunaan, maupun pemeliharaan Alutsista TNI dapat

dilaksanakan dengan mudah dan akuntabel.101 Kemudian terkait dengan alih

teknologi dari luar negeri juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun

2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual Serta Hasil Penelitian dan

Pengembangan Oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan

Pengembangan. Terdapat dalam Pasal 15, yaitu :102

Alih teknologi kekayaan intelektual serta hasil kegiatan penelitian dan

pengembangan yang dilakukan secara non komersial diarahkan untuk :

a. mendorong penguasaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi

yang sangat diperlukan oleh masyarakat, daerah, dan negara.

100 Pasal 9 Ayat 1, huruf (b) Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 35 tahun 2015 tentang

Penyelenggaraan Perencanaan Kebutuhan Alat Utama Sistem Senjata Tentara Nasional Indonesia

Di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia.

101 Ibid, Ayat 2.

102 Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan

Intelektual Serta Hasil Penelitian dan Pengembangan Oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga

Penelitian dan Pengembangan.

Universitas Sumatera Utara

Page 80: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

66

b. mendorong terciptanya temuan-temuan ilmu pengetahuan dan teknologi

yang berguna bagi masyarakat, daerah, dan negara.

c. mendorong perkembangan badan usaha kecil dan menengah.

Undang-undang yang dijelaskan diatas dalam pelaksanaan alih teknologi

memiliki fungsi penting untuk memberikan batasan atau standar dari teknologi

militer yang benar-benar dibutuhkan oleh pemerintah dalam upaya pembangunan

industri pertahananan dalam negeri. oleh karena itu pengadaan alutsista dari luar

negeri yang disertai alih teknologi membutuhkan aturan-aturan hukum agar

pelaksanaannya sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan industri dalam negeri.

Berdasarkan penjelasan terkait alih teknologi, maka dapat dipahami bahwa

proses alih teknologi merupakan salah satu kunci dari negara-negara maju untuk

meningkatkan kemakmuran masyarakat. Akan tetapi masih belum dapat ditiru

secara maksimal oleh bangsa Indonesia. Karena yang terpenting dalam alih

teknologi adalah know how atau bagaimana sebuah teknologi itu bisa dikuasai oleh

pengguna itu sendiri. Dalam konteks Indonesia prinsip alih teknologi harus dicapai

melaui paten, maka paten dari suatu alih teknologi harus didaftarkan terlebih dahulu

untuk melindungi teknologi tersebut. Lisensi merupakan izin yang diberikan oleh

pemegang paten kepada penerima paten berdasarkan perjanjian untuk mendapatkan

keuntungan dalam jangka waktu tertentu. Ada juga yang mengatakan alih teknologi

merupakan proses memindahkan atau mengalihkan teknologi sedemikian rupa dari

pemilik teknologi, sehingga penerima teknologi dapat mengabsorsi dan

mengadaptasi atau menyesuaikan teknologi tersebut dengan kebutuhan teknologi

suatu negara. Disini alih teknologi mau tidak mau amat dibutuhkan oleh negara

berkembang dalam upaya mengembangkan industrinya.103 Yang menjadi masalah

awal dari alih teknologi adalah persoalan bagaimana cara untuk mendapatkannya.

103 Daud Silalahi, Rencana Undang-Undang Alih Teknologi Perbandingan Perspektif,

(Jakarta: Prisma, 1997), hal. 40.

Universitas Sumatera Utara

Page 81: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

67

Hal ini disebabkan karena hampir seluruh hak cipta teknologi alutsista modern

dimiliki oleh negara maju dan teknologi bagi mereka bukan barang murah karena

membutuhkan dana dan riset hingga bertahun-tahun sehingga negara-negara maju

tidak mau dengan mudah memberikan kepada negara lain tenpa

mempertimbangkan faktor untung rugi.

Teknologi yang dimiliki oleh negara maju, menurut mereka dapat diperjual

belikan dan dipandang sebagai komoditi yang berusia pendek dan mahal. Oleh

karena itu negara yang menginginkannya harus menyediakan dana yang mahal juga

agar dapat menyerap teknologi dari negara maju, disamping itu diperlukan pula

tenaga terampil yang dapat menyerap teknologi tersebut.104 Dana yang terbatas

untuk pelaksanaan alih teknologi ini disebabkan oleh pemerintah Indonesia belum

serius dalam memberikan dana alih teknologi. Di Indonesia belum terdapat

Peraturan-perundang undangan yang mengatur berapa persen dari Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara yang di sediakan untuk kepentingan alih teknologi

alutsista. dengan kondisi kebutuhan teknologi yang tidak dapat ditunda maka salah

satu alternatif adalah dengan mengadakan kerja sama yang didahului dengan

pembelian alutsista dari luar negeri kemudian melakukan inovasi berdasarkan

teknologi yang didapat dari luar negeri dan yang terakhir adalah pendanaan

Pembelian alutsista dari luar negeri yang disertai alih teknologi diatur dalam

Pasal 43 ayat 5 huruf (c) Undang-Undang No 16 Tahun 2012 tentang industri

pertahanan, yang isi nya yaitu “Pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan

Keamanan produk luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus

memenuhi persyaratan (c) Kewajiban Alih Teknologi”. Kemudian pelaksanaan

pengadaan alutsista dari luar negeri untuk kebutuhan dalam negeri diatur secara

104 Ibid, hal.41.

Universitas Sumatera Utara

Page 82: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

68

khusus dalam Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 17 Tahun 2014 tentang

Pelaksanaan Pengadaan Alat Utama Sistem Persenjataan di Lingkungan

Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia. Di dalam undang-undang

industri pertahanan dan peraturan menteri pertahanan tentang pelaksanaan

pengadaan alutsista, keduanya memberikan persyaratan pengadaan alutsista dari

luar negeri dilakukan karena Alutsista TNI belum atau tidak bisa dibuat di dalam

negeri, mengikut sertakan partisipasi industri pertahanan dalam negeri, jaminan

tidak adanya potensi embargo, kondisionalitas politik dan hambatan penggunaan

Alutsista TNI dalam upaya mempertahankan kedaulatan negara dan kandungan

lokal dan/atau offset paling rendah 35% (tiga puluh lima persen). Jadi peraturan ini

tidak hanya memberikan syarat wajib alih teknologi dalam pengadaan alutsista dari

luar negeri tapi juga memberikan persyaratan umum bagi alutsista asing yang akan

dilakukan alih teknologinya. Syarat-syarat tersebut sangat penting agar nantinya

dalam proses alih teknologi alutsista asing dapat berjalan dengan lancar tanpa

adanya embargo maupun intervensi politik dari luar negeri.

Persyaratan kewajiban melakukan alih teknologi alutsista asing yang diatur

oleh Indonesia menyebabkan negara penjual harus melakukan transfer teknologi

militernya kepada Indonesia. Namun seperti yang sudah dibahas sebelumnya,

negara pemilik teknologi tidak serta merta dengan mudah akan memberikan izin

pengalihan teknologinya ke negara pembeli. Teknologi adalah komoditas mahal

oleh karena itu harus memberikan keuntungan juga bagi pemilik teknologi.

Terutama dalam hal perlindungan hak kekayaan intelektual dari teknologi yang

negara penjual miliki. Oleh karena itu, biasanya negara pemilik teknologi melihat

bagaimana pengaturan hukum terkait hak kekayaan intelektual dari negara

pembeli. Negara pemilik teknologi tentunya tidak mau dirugikan dengan

pengaturan hukum perlindungan kekayaan intelektual dari negara pembeli. Oleh

Universitas Sumatera Utara

Page 83: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

69

karena itu terkait alih teknologi alutsista asing, Indonesia harus memiliki aturan

hukum hak kekayaan intelektual yang dapat memastikan proses alih teknologi tidak

menyalahi aturan dari Trade Related Aspects Intellectual Property Rights (TRIPs).

Terkait dengan alih teknologi dalam perjanjian TRIPs, Indonesia sudah memiliki

undang-undang hak cipta, perlindungan varietas tanaman, rahasia dagang, desain

industri, desain tata letak sirkuit terpadu, paten dan merek. Dalam alih teknologi

melalui pengadaan alutsista dari luar negeri , salah satunya dilakukan melalui

lisensi paten.pengaturan lisensi dalam undang-undang paten diatur dalam Pasal 69

hingga Pasal 73 Bagian Kedua Bab V tentang Lisensi, dan Pasal 74 sampai Pasal

87 Bagian Ketiga Bab V tentang Lisensi Wajib. Rumusan yang diberikan dalam

Pasal 69, menyatakan bahwa :

1. Pemegang Paten berhak memberikan lisensi kepada orang lain berdasarkan

surat perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 16.

2. Kecuali jika diperjanjikan lain, maka lingkup lisensi sebagaimana dimaksud

dalam ayat 1 meliputi semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

16, berlangsung selama jangka waktu lisensi diberikan dan berlaku untuk

seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.

Ini berarti lisensi paten memberikan hak kepada pemegang lisensi untuk:105

a. Dalam hal paten produk: membuat, menggunakan, menjual, mengimpor,

menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau disewakan

atau diserahkan produk yang diberi paten.

b. Dalam hal proses: menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk

membuat barang dan tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf

(a).

105 Gunawan Widjaja, Seri Hukum bisnis:Lisensi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2001), hal.

57.

Universitas Sumatera Utara

Page 84: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

70

c. Dalam hal paten proses: melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya

melakukan impor produk yang semata-mata dihasilkan dari penggunaan

Paten-proses.

Pemberian lisensi oleh pemberi lisensi kepada penerima lisensi, tidak secara

hukum melarang pemberi lisensi, sebagai pemegang Paten untuk tetap

melaksanakan sendiri Paten yang dimiliki olehnya, termasuk juga untuk

memberikan lisensi lebih lanjut kepada pihak ketiga lainnya untuk melaksanakan

hak Paten sebagaimana disebutkan dalam Pasal 16 undang-undang Paten

sebagaimana disebutkan di atas, yaitu untuk:106

a. Membuat, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, memakai,

menyediakan untuk dijual atau disewakan ataudiserahkan hasil produksi

yang diberi Paten.

b. Menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk membuat barang

dan tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

c. Mengimpor dan melarang pihak lain untuk mengimpor produk yang

semata-mata dihasilkan dari penggunaan paten proses.

Undang-undang Lisensi Paten juga mewajibkan perjanjian lisensi untuk

dicatat pada kantor paten dan dimulai dalam Daftar Umum Paten. Hal ini dilakukan

dengan tujuan agar perjanjian lisensi tersebut memiliki akibat hukum terhadap

pihak ketiga. Kemudian rumusan Pasal 73 Undang-undang Paten yang menyatakan

bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian lisensi diatur dengan Peraturan

Pemerintah. Maka dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2018

tentang Pencatatan Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual. Dalam Pasal 6

disebutkan bahwa :107

106 Ibid.

107 Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2018 tentang Pencatatan Perjanjian Lisensi

Kekayaan Intelektual.

Universitas Sumatera Utara

Page 85: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

71

Pencatatan Lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat :

a. Merugikan perekonomian Indonesia dan kepentingan nasional Indonesia.

b. Memuat pembatasan yang menghambat kemampuanbangsa Indonesia

dalam melakukan pengalihan penguasaan, dan pengembangan teknologi.

c. Mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat, dan/atau

d. Bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan, nilai-nilai

agama, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Kemudian mengenai investasi berupa penanaman modal asing yang

dikaitkan dengan Pasal 20 undang-undang paten. Dimana dalam Pasal 12 Ayat (2)

huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang

menyatakan “ bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal asing adalah

produk senjata, mesiu, alat peledak dan peralatan perang".108 Pasal ini sesuai

dengan Pasal 52 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri

Pertahanan, juga menyebutkan “kepemilikan modal atas industri alat utama

seluruhnya di miliki oleh negara” akan tetapi untuk industri komponen utama dan

bahan baku penunjang industri pertahanan memperbolehkan penanaman modal

asing dengan syarat negara memiliki modal paling rendah 51% dari saham.109 Hal

inilah yang melatar belakangi mengapa alih teknologi alutsista terkait revitalisasi

industri pertahanan diatur dengan undang-undang industri pertahanan. Karena

dalam peraturan tersebut tidak mengenal alih teknologi melalui investasi asing yang

mana dilarang dilakukan dalam undang-undang penanaman modal. Makanya

dalam alih teknologi alutsista, pemerintah lebih banyak memilih melakukan metode

ofset imbal dagang atau menggunakan lisensi alutsista asing.

108 Pasal 12 Ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2007 tenntang Penanaman

Modal.

109 Pasal 52 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 16 tahun 2012 tentang Industri

Pertahanan.

Universitas Sumatera Utara

Page 86: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

72

Kebijakan-kebijakan pemerintah berdasarkan peraturan-peraturan lisensi

yang telah disebutkan diatas menjadi point penting agar pemilik teknologi mau

mempertimbangkan pengalihan teknologi kepada Indonesia. Peraturan-peraturan

ini pun tidak bertentangan dengan ketentuan dari TRIPs dimana WTO mengizinkan

negara-negara anggotanya melakukan alih teknologi berdasarkan kesepakatan

bersama asalkan tidak bertentangan dengan pasal-pasal dari TRIPs. Hal ini juga

diatur dalam undang-undang paten pada Pasal 76 Ayat (1) yang menyatakan

“pemegang paten berhak memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan

perjanjian lisensi baik eksklusif maupun non-eksklusif untuk melaksanakan

perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9”. Hal ini yang membuat pemilik

teknologi dari luar negeri mendapatkan kepastian perlindungan hukum dalam

proses alih teknologi. Kemudian bagi Indonesia, dengan adanya undang-undang

paten maka negara menjadi memiliki batasan teknologi mana yang boleh dan tidak

boleh dilakukan alih teknologi agar tidak merugikan perekonomian Indonesia dan

dapat mendukung alih teknologi alutsista.

Setelah alih teknologi alutsista asing dapat dilakukan maka hal penting

terakhir yang perlu dipikirkan adalah bagaimana cara masyarakat Indonesia dapat

memanfaatkan, menguasai dan memajukan teknologi baru tersebut untuk

kebutuhan revitalisasi industri pertahanan dalam negeri. Oleh karena itu dibutuhkan

keterlibatan lembaga penelitian dan perguruan tinggi, maka pemerintah membuat

kebijakan untuk mengikut sertakan lembaga penelitian dan perguruan tinggi yang

ada di Indonesia melalui beberapa peraturan. Pada tahun 2002 telah terlebih dahulu

dibuat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian,

Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (selanjutnya

disebut dengan Sisnas Iptek). Yang dapat dijadikan landasan tentang keberadaan

Sentra Hak Kekayaan Intelektual di Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan

Universitas Sumatera Utara

Page 87: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

73

Pengembangan (Litbang). Hal ini tertuang di dalam Pasal 13 di dalam UU tersebut,

yaitu110 :

1. Pemerintah mendorong kerja sama antara semua unsur kelembagaan ilmu

pengetahuan dan teknologi dalam pengembangan jaringan informasi ilmu

pengetahuan dan teknologi.

2. Perguruan tinggi dan lembaga litbang wajib mengusahakan penyebaran

informasi hasil-hasil kegiatan penelitian dan pengembangan serta kekayaan

intelektual yang dimiliki selama tidak mengurangi kepentingan

perlindungan kekayaan intelektual.

3. Dalam meningkatkan pengelolaan kekayaan intelektual, perguruan tinggi

dan lembaga litbang wajib mengusahakan pembentukan sentra HKI sesuai

dengan kapasitas dan kemampuannya.

4. Setiap kekayaan intelektual dan hasil kegiatan penelitian, pengembangan,

perekayasaan, dan inovasi yang dibiayai pemerintah dan/atau pemerintah

daerah wajib dikelola dan dimanfaatkan dengan baik oleh perguruan tinggi,

lembaga litbang, dan badan usaha yang melaksanakannya.

Selanjutnya di dalam Bab Penjelasan pasal tersebut dinyatakan bahwa :

Sentra HKI adalah unit kerja yang berfungsi mengelola dan

mendayagunakan kekayaan intelektual, sekaligus sebagai pusat informasi

dan pelayanan HKI. Dengan kewajiban ini perguruan tinggi dan lembaga

litbang dapat terdorong untuk mengembangkan unit organisasi dan prosedur

untuk mengelola semua kekayaan intelektual dan informasi ilmu

pengetahuan dan teknologi yang dimilikinya.

Pemerintah Indonesia kemudian melakukan perubahan Undang-undang

Nomor 18 Tahun 2002 dikarenakan kurang memberikan kontribusi bagi

pembangunan nasional. Sehingga dikeluarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Sebagai

110 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian,

Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Universitas Sumatera Utara

Page 88: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

74

penyempurnaan terhadap undang-undang sebelumnya, pokok-pokok pengaturan

undang-undang ini yang berkaitan dengan alih teknologi antara lain adalah sebagai

berikut:

1. Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang dijadikan sebagai

landasan dalam perumusan kebijakan pembangunan agar mampu

memperkuat daya dukung Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam rangka

mencapai tujuan negara, serta meningkatkan daya saing dan kemandirian

bangsa.

2. Rencana induk pemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang dijadikan

sebagai acuan dari rencana pembangunan jangka panjang nasional dan

menjadi dasar dalam penyusunan rencana pembangunan jangka menengah

nasional.

3. Kliring Teknologi, Audit Teknologi, dan Alih Teknologi dalam Penelitian,

Pengembangan, dan Pengkajian terhadap Teknologi yang bersifat strategis

dan/atau yang sumber pendanaannya berasal dari Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah.

4. Penegasan mengenai penyelenggaraan Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan

dan Teknologi melalui pendekatan proses yang mencakup Penelitian,

Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan, serta pendekatan produk yang

mencakup Invensi dan Inovasi.

5. Wajib serah dan wajib simpan data primer dan keluaran hasil Penelitian,

Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan bagi penyandang dana, sumber

daya manusia Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, dan Kelembagaan Ilmu

Pengetahuan dan Teknologi.

6. Kelembagaan, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, pendanaan,

serta jaringan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sebagai bagian penting

dalam penyelenggaraan Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

7. Pembinaan dan pengawasan, serta tanggung jawab dan peran masyarakat

dalam Penyelenggaraan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi guna menjamin

Universitas Sumatera Utara

Page 89: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

75

kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara serta keseimbangan tata

kehidupan manusia dengan kelestarian fungsi lingkungan.

8. Kemitraan dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan luar negeri

dilakukan dengan berpedoman pada politik luar negeri bebas aktif.

Berdasarkan pembahasan diatas dapat dipahami bahwa keberadaan

kebijakan hukum untuk alih teknologi melalui pengadaan alutsista dari luar negeri

sangat penting, hal tersebut dirangkum dan di inventarisasi menjadi sebuah table

yang di paparkan sebagai berikut :

Tabel. 2.

Kebijakan Hukum Pemerintah Indonesia atas Alih Teknologi dalam Pengadaan

Alutsista

No. Peraturan

Perundang-

Undangan

Ketentuan tentang

alih teknologi

Pasal

Keterangan

1. Undang-

Undang No 16

tahun 2012

tentang industtri

pertahanan

Kewajiban pengadaan

alat pertahanana dan

keamanan produk luar

negeri yang disertai

alih teknologi.

Pasal 43

Ayat 5

huruf (c)

Untuk

mewujudkan

kemandirian

ketersediaan

alpahankam

oleh industri

pertahanan.

2. Undang-

Undang Nomor

11 Tahun 2019

tentang Sistem

Nasional Ilmu

Pengetahuan

dan Teknologi

Pengembangan

penyelenggaraan

penelitian, pendidikan

dan penerapan dapat

dilakukan melalui alih

teknologi secara

komersial dan

nonkomersial

dilaksanakan melalui

lisensi dan kerja sama

Pasal 28

dan Pasal

29

Untuk

mewujudkan

kemajuan

ilmu

pengetahauan

dan teknologi

dalam

pembangunan

nasional

3. Undang-

Undang Nomor

13 Tahun 2016

tentang Paten

Pemegang paten wajib

lakukan alih teknologi

, paten dapat dialihkan

karena Perjanjian

Tertulis. Pemerintah

melaksanakan sendiri

Pasal 20,

Pasal 74,

Pasal 109

Paten

berperan

strategis

dalam

mendukung

pembangunan

Universitas Sumatera Utara

Page 90: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

76

paten yang berkaitan

dengan Pertahanan dan

Keamanan meliputi

senjata api, amunisi

,peralatan pertahanan

dan Pasal

110

serta untuk

perlindungan

pemilik

teknologi

4. Undang-

Undang Nomor

31 Tahun 2000

tentang Desain

Industri

Hak desain industri

dapat beralih/dialihkan

dengan perjanjian

tertulis. Pemegang hak

desain industri berhak

memberikan lisensi

yang diatur dalam

perjanjian tertulis.

Pasal 31

hingga

Pasal 36

Indonesia

telah

ratifikasi

TRIPs dan

perlu diatur

dalam

undang-

undang.

(Sumber : Diolah dari berbagai peraturan perundang-undangan terkait)

Universitas Sumatera Utara

Page 91: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

77

BAB III

KAJIAN YURIDIS PENGEMBANGAN DAN PEMANFAATAN INDUSTRI

STRATEGIS UNTUK PERTAHANAN

A. Perkembangan Industri Pertahanan Dalam Negeri Sebagai Bagian

Dari Industri Strategis Indonesia

Industri strategis merupakan industri yang penting bagi negara yang

menguasai hajat hidup orang banyak, dapat meningkatkan atau menghasilkan nilai

tambah sumber daya alam strategis, dan mempunyai kaitan dengan kepentingan

pertahanan serta keamanan negara dalam rangka pemenuhan tugas pemerintah

negara. Beberapa tujuan dari penyelengaraan perindustrian yaitu untuk

mewujudkan industri nasional sebagai pilar dan penggerak perekonomian,

mewujudkan industri yang mandiri, berdaya saing, dan maju serta mewujudkan

pemerataan pembangunan industri ke seluruh wilayah Indonesia guna memperkuat

dan memperkukuh ketahanan nasional.111

Berdasarkan undang-undang perindustrian, industri pertahanan adalah

bagian dari industri startegis. Industri pertahanan terdiri atas badan usaha milik

negara dan badan usaha milik swasta baik secara sendiri maupun berkelompok yang

ditetapkan oleh pemerintah untuk sebagian atau seluruhnya menghasilkan alat

peralatan pertahanan dan keamanan, jasa pemeliharaan untuk memenuhi

kepentingan strategis di bidang pertahanan dan keamanan.112 Defenisi industri

pertahanan tersebut memiliki dua elemen fungsional, yaitu113 :

1. Pada aspek teknologi, industri pertahanan mencakup laboratorium

penelitian milik pemerintah, komersil maupun universitas, fasilitas

111 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian

112 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.

113 Jurnal pertahanan September 2012, vol 2, nomor 3, hal 43

Universitas Sumatera Utara

Page 92: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

78

penelitian, pusat penelitian dan lain-lain. Dalam aspek teknologi inilah

lembaga penelitian dipandang sebagai bagian dari industri pertahanan

mengingat fungsinya dalam penelitian dan pengembangan teknologi militer

yang digunakan dalam pengadaan persenjataan.

2. Pada aspek produksi dan pemeliharaan, teerdapat dua jenis industri

pertahanan yakni industri pertahanan milik negara maupun yang bersifat

komersial. Walaupun industri pertahanan yang komersil (swasta) dapat

memproduksi persenjataan, izin pembuatan dan kegiatan jual beli

persenjataan tetap diawasi dan harus mendapatkan izin dari pemerintah.

Dari defenisi diatas dapat diambil pemahaman bahwa industri pertahanan

memiliki karakteristik yang unik apabila dibandingkan dengan industri komersil,

yaitu114 :

1. Industri pertahanan terkait erat dengan ranah keamanan nasional dimana

kedaulatan atau kepemilikan menjadi suatu hal yang sangat penting.

2. Beberapa kegiatan industri pertahanan seperti kegiatan penelitian dan

pembangunan (research and development) bersinggungan dengan sektor

rahasia negara.

3. Kemandirian industri pertahanan bertumpu kepada level teknologi yang

dimiliki.

4. Perbedaan sifat pasar dalam industri pertahanan dengan industri sipil

lainnya. Jecques Gansler mengatakan bahwa perbedaan antara pasar

persenjataan dan pasar bebas dapat diidentifikasi melalui kacamata

prosusen dan konsumen. Pada pasar bebas jumlah penjual dan pembeli yang

banyak berdampak pada persaingan ketat dan bebas., sementara pasar

114 Ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 93: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

79

persenjataan memiliki karakteristik jumlah pembeli yang terbatas pada

faktor keamanan dan beberapa penjual besar. Dengan demikian, pasar

persenjataan cenderung diwarnai dengan sifat pasar yang monopoli dan

monopsoni115. Lebih jauh lagi, produksi pada pasar bebas dilaksanakan

untuk penyimpanan sebelum terjadinya proses pembelian, sementara

produksi pada pasar persenjataan dilaksanakan setelah terjadinya perjanjian

pembelian.

Semenjak awal pendiriannya perkembangan industri pertahanan Indonesia

telah mengalami pasang dan surut. Setelah krisis 1998, industri pertahanan yang

juga terkena dampak mulai berbenah, terlebih lagi setelah Amerika Serikat

menjatuhkan embergo militer kapada Indonesia yang membuat pemerintah tersadar

bahwa pertahanan negara terlalu tergantung pada produk alutsista asing. Oleh

karena itu melalui penyusunan buku putih pertahanan dan keamanan sebagai suatu

rumusan pernyataan dan kebijakan pertahanan sebagai pedoman bagi

penyelenggaraan fungsi pertahanan, Pemerintah menyimpulkan bahwa paradigma

pembangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia harus bergeser dari paradigma

yang berbasis sumber daya alam menuju pembangunan berbasis sumber daya

masyarakat berpengetahuan (knowledge based society). Pergeseran ini berimplikasi

pada berbagai bidang, termasuk pembangunan teknologi pertahanan dan keamanan.

Perumusan teknologi pertahanan dan keamanan negara dipengaruhi oleh

filosofi dan visi negara sebagaimana tertuang dalam Amandemen IV UUD 1945

Bab.XII Pertahanan dan Keamanan pasal 30 ayat (2),(3) dan (4), Undang-Undang

115 monopsoni merupakan keadaan di mana satu pelaku usaha menguasai penerimaan

pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan jasa dalam suatu pasar komoditas. Biasanya

pasar monopsony terjadi dikarenakan tidak ada pembeli yang antusias terhadap suatu komoditas di

pasar dan biaya operasional yang tinggi. Dalam industri pertahanan, monopsoni dapat terjadi apabila

pasar persenjataan hamya didominasi oleh pemerintah tanpa mengikut sertakan atau memberikan

hak yang adil bagi pihak swasta untuk ikut andil dalam pasar.

Universitas Sumatera Utara

Page 94: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

80

Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta UU No.

3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Visi negara Indonesia dalam pertahanan

dan keamanan negara mengharuskan adanya kemandirian dalam bidang pertahanan

dan keamanan negara yang dipengaruhi oleh kondisi geografis, kondisi peralatan

pertahanan dan keamanan yang dimiliki, dan peraturan perundang-undangan.

Pembangunan teknologi pertahanan dan keamanan harus didasarkan pada aspek

demografi dan kondisi geografis. yang mencakup artikulasi negara nusantara

(sesuai dengan konsepsi wawasan nusantara), dan negara kepulauan (sesuai dengan

UNCLOS 1982, United Nations Convention on Law On the Seas116).117

Fakta menunjukkan bahwa alutsista untuk mendukung kemampuan

pertahanan dan keamanan negara masih dihadapkan kepada ketergantungan luar

negeri. Pemerintah juga relatif masih kesulitan mengontrol proses, produksi dan

pemasaran hasil industri pertahanan dan keamanan, khususnya setelah adanya

kebijakan swastanisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Beberapa kendala

spesifik terkait dengan pengelolaan industri strategis adalah :118

1. In-efesiensi pengelolaan.

2. Dukungan finansial dari pemerintah maupun perbankan nasional yang

masih belum maksimal.

3. Masih adanya Mis-manajemen dalam pengelolaan.

4. Struktur, instrumen dan kultur yang masih kurang mendukung.

116 UNCLOS 1982, merupakan Konvensi Hukum Laut Internasional atau Hukum

Perjanjian Laut yang dihasilkan dari konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang hukum laut.

Konvensi ini mendefenisikan hak dan tanggung jawab negara dalam penggunaan lautan didunia

serta menetapkan pedoman untuk bisnis, lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam laut.

Diberlakukan pada tahun 1994 dan sudah diratifikasi oleh 158 negara.

117 Kusmayanto Kadiman, et all, Buku Putih Penelitian, Pengembangan dan Penerapan

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bidang Pertahanan dan Keamanan, (Jakarta : Kementerian

Pertahanan, 2006), hal. 2-3.

118 Achamd Dirwan, Op.Cit, hal. 12.

Universitas Sumatera Utara

Page 95: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

81

5. Daya beli TNI sebagai end user untuk menyerap berbagai produksi industri

strategis yang masih minim.

6. Bahan baku baja yang masih bergantung pada produk impor yang mahal

dan kurang terdukung produksi baja nasional.

Berangkat dari permasalahan tersebut pemerintah Indonesia sudah mulai

melakukan pembangunan dan pembenahan terhadap Industri pertahanan dalam

negeri karena industri ini menjadi salah satu ujung tombak upaya sebuah negara

dalam mengembangkan sistem pertahanan secara mandiri. Hal ini terkait dengan

terpenuhinya kebutuhan baik dalam konteks penyediaan kualitas maupun kuantitas

alutsista yang sesuai dengan karakteristik kewilayahan serta menghilangkan

ketergantungan secara politis terhadap negara lain. Pembinaan industri pertahanan

domestik telah terbukti dapat menjadi tulang punggung bagi pembangunan sistem

pertahanan dan modernisasi alutsista China dan India yang saat ini tumbuh menjadi

kekuatan militer besar di Asia. Berkaca kepada hal tersebut, Indonesia yang saat ini

tengah mengakselerasi program untuk memenuhi kebutuhan minimum kekuatan

militernya mengeluarkan dasar hukum bagi pengembangan industri pertahanan

dalam negeri melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri

Pertahanan.

Walaupun pemerintah sudah melakukan pembenahan industri pertahanan

sejak di sahkannya undang-undang industri pertahanan pada tahun 2012, dan

mendorong industri pertahanan dalam negeri untuk memproduksi beberapa produk

pertahanan seperti kendaraan tempur, rompi anti peluru, kapal patrol, pesawat dan

drone. Menurut Ketua Harian Persatuan Industri Pertahanan Swasta Nasional, Jan

Pieter Ate mengatakan Penguasan teknologi masih jadi tantangan bagi industri

pertahanan nasional agar mampu bersaing dengan produk dari negara lain. Insinyur

yang mampu untuk menghasilkan teknologi tinggi di dalam negeri juga masih

Universitas Sumatera Utara

Page 96: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

82

terbatas. Lingkup penelitian dan pengembangan (Research and Development) nya

juga masih kecil untuk bisa menjangkau kebutuhan teknologi yang utuh. Hal ini

juga dikarenakan biaya penelitian dan pengembangan teknologi sangat tinggi. Oleh

karena itu pemerintah pada saat ini masih fokus mengarahkan industri pertahanan

nasional ke teknologi yang lebih terjangkau dan lebih cepat dikuasai industri.119

B. Pentingnya Pembangunan Industri Pertahanan

1. Ketergantungan Pertahanan dan Keamanan Negara Terhadap

Produk Alutsista Dari Luar Negeri

Semenjak awal kemerdekaan, Indonesia sudah melakukan impor produk

alutsista dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan pertahanan dan keamanan

dalam negeri. walaupun pada saat itu Indonesia sudah memiliki industri pertahanan

yang merupakan warisan dari zaman belanda akan tetapi kemampuan produksinya

masih sangat minim dan terbatas pada produksi amunisi saja. Oleh sebab itu pada

masa orde lama, pemerintah Indonesia lebih banyak membeli produk alutsista asing

dari pada membangun industri pertahanan. Bisa dilihat dari semua peralatan militer

Indonesia merupakan hasil dari pembelian dari luar negeri. Memasuki awal

pemerintahan orde baru pun Indonesia masih sangat tergantung pada alutsista asing

terutama alutsista dari blok barat (Amerika Serikat dan Sekutunya) selanjutnya

pada awal tahun 80 an pemerintah telah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor

59 tahun 1983 tentang Pembentukan Dewan Pembina dan Pengelolaan Industri-

Industri Strategis dan Industri Pertahanan Keamanan sebagai langkah awal dari

kebangkitkan industri pertahanan nasional. Pemerintah mewadahi Badan Usaha

Milik Negara Industri Strategis (BUMNIS) dibidang industri pertahanan utama,

seperti PT. Dirgantara Indonesia (Industri Kedirgantaraan), PT. PAL (Industri

119 Annisa Sulistyo,’’Industri Pertahanan Indonesia Semakin Berkembang”,

https://ekonomi.bisnis.com/read/20190724/257/1128082/industri-pertahanan-indonesia-makin-berkembang, diakses pada 3 Maret 2020

Universitas Sumatera Utara

Page 97: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

83

Maritim), PT. Pindad (Industri Persenjataan) dan PT. Dahana (Industri Bahan

Peledak). Agar bisa beroperasi, maka industri pertahanan tersebut harus didukung

oleh industri strategis lainnya seperti PT. Krakatau Steel (baja), PT. Inka (Kereta

Api), PT. Inti (Telekomunikasi), PT. Barata (Mesin Diesel), PT. LEN (Elektronik)

dan lain-lain.120

Upaya pemerintahan orde baru ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan

alat peralatan pertahanan dan keamanan (Alpahankam) dalam negeri walaupun

memang belum sempurna akan tetapi indoensia sudah mulai bisa memproduksi

beragam produk kebutuhan pertahanan dan keamanan. akan tetapi dikarenakan

krisis moneter yang dimulai pada tahun 1997 telah mempengaruhi kemampuan

produksi industri pertahanan dalam negeri. hal ini mengakibatkan semakin

meningkatnya ketergantungan Indonesia terhadap produk pertahanan dari luar

negeri. dan semakin rentannya pertahanan negara ketika mengalami embargo

militer. Banyak alutsista yang tidak bisa dioperasikan karena kekurangan suku

cadang bahkan banyak pula yang rusak akibat kurang perawatan sehingga pada

masa awal tahun 2000 an banyak terjadi konflik wilayah dengan negara-negara

tetangga yang mulai berani mengusik kedaulatan negara Indonesia hal ini salah

satunya diakibatkan karena minimnya kemampuan alutsista Tentara Nasioanal

Indonesia (TNI).

2. Bisnis Pertahanan Untuk Mendukung Pembangunan Perekonomian

Keamanan nasional sangat bergantung pada berbagai faktor. Akan tetapi

faktor penting yang paling berpengaruh adalah ekonomi. Beberapa ahli

menekankan pentingnya faktor ekonomi berkaitan dengan kekuatan ekonomi

nasional yang berkaitan dengan kekuatan militer. Sebagai contoh, kemenangan

120 Byt Yundarwin, Tesis: “Pemberdayaan Industri Pertahanan Nasional Untuk Mencapai

Kemandirian Produksi (Studi Kemampuan Komponen PT. Dahana)”. (Jakarta: UI, 2019), hal.53.

Universitas Sumatera Utara

Page 98: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

84

Amerika Serikat dalam perang dunia I dan II, lebih disebabkan karena kekuatan

ekonomi nasionalnya. Ahli lain menggunakan konsep ekonomi pada bidang lebih

sempit, berkaitan dengan ketidakleluasaan penggunaan anggaran dalam kekuatan

militer yang dihambat oleh ketiadaan atau kelangkaan anggaran yang membatasi

kebutuhan anggaran. Profesor Kissinger membedakan pengaruh

“doctrinal”,”Technological, dan “fiscal” terhadap strategi militer Amerika Serikat

menyimpulkan bahwa pengaruh “fiscal” sangat berpengaruh terhadap

pengembangan doktrin militer, demikian pula pengaruh terhadap yang bersifat

teknologi. Dikatakan pula bahwa pembiayaan merupakan faktor yang sangat

menentukan dalam membentuk pertahanan yang handal dalam logika militer.121

Jadi apabila berbicara kebijakan keamanan nasional, strategi militer, operasional

taktik sekalipun, pasti akan dipengaruhi oleh faktor ekonomi yaitu mendiskusikan

permasalahan ekonomi sebagai alat, seperti bagaimana meningkatkan efesiensi

penggunaan seluruh sumber daya yang tersedia dalam rangka meningkatkan

keamanan nasional.

Ekonomi pertahanan, untuk beberapa pihak bisa menjadi menguntungkan

seperti penjelasan Harvey Sapolsky, yaitu :122

it is impossible to understand the politic of defense without understanding

the political economy of defense. Defense policy defends on the resources

allocated to defense budget, and variouscategories of defense spending give

life (and profits) to a set interests, notably including industry

Apabila diterjemahkan maka dapat kita pahami bahwa benar sesuatu yang

tidak mungkin, untuk memahami politik pertahanan tanpa memahami politik

ekonomi. Kebijakan pertahanan sangat tergantung pada sumber daya yang

121 Makmur Supriyanto. Tentang Ilmu Pertahanan, (Pustaka Obor: Jakarta, 2014), hal. 227.

122 Harvey Sapolsky, Eugene Gholz dan Caitlin Talmadge, US Defense Policy :The Origins

Of Security Policy, (Routledge: New York, 2009), hal. 61.

Universitas Sumatera Utara

Page 99: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

85

dialokasikan terhadap anggaran pertahanan. Disebutkan pula bahwa pengeluaran

pertahanan memberikan kehidupan dan bahkan keuntungan kepada berbagai pihak,

termasuk di dalamnya industri (baik industri pertahanan maupun industri lainnya).

Apabila anggaran telah dialokasikan kepada pertahanan dan akan menjadi

pengeluaran atau belanja, maka pengeluaran atau pembelanjaan itu akan

memberikan keuntungan kepada industri atau pemasok barang atau jasa, baik

alutsista maupun non-alutsista. Bidang pertahanan hanyalah pengeluaran atau

belanja, sedangkan hasilnya tidak dapat dirasakan seketika dan hanya dapat

dirasakan apabila kepentingan nasional tidak diganggu oleh pihak luar. Tapi di sisi

lain, bidang pertahanan juga menghidupi dan memberi keuntungan kepada industri

dan bidang perekonomian lainnya.123

Pada akhirnya pembangunan industri pertahanan berkaitan erat dengan

keuntungan ekonomi sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 4 huruf (c)

Undang-undang Industri Pertahanan, penyelenggaraan industri pertahanan

berfungsi untuk “meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga

kerja”. Kemudian dalam Pasal 11 juga disebutkan124 “Industri alat utama

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a merupakan badan usaha

milik negara yang ditetapkan oleh Pemerintah sebagai pemadu utama (lead

integrator) yang menghasilkan alat utama sistem senjata dan/atau

mengintegrasikan semua komponen utama, komponen, dan bahan baku menjadi

alat utama”.

Industri pertahanan merupakan bagian dari badan usaha milik negara

(BUMN) dan pendirian badan usaha milik negara memiliki tujuan untuk

123 Makmur Supriyanto, Op.Cit, hal. 231.

124 Pasal 4 huruf (c) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.

Universitas Sumatera Utara

Page 100: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

86

memperoleh keuntungan ekonomi sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 2

Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik

Negara, maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah yaitu :125

a. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional

pada umumnya dan penerimaan negara pada khususunya.

b. Mengejar keuntungan.

c. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan

atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup

orang banyak.

d. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat

dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi.

e. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha

golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat.

Apabila dipahami, industri pertahanan merupakan bisnis pertahanan

dikarenakan kedudukannya sebagai badan usaha milik negara. Sebagaimana yang

diketahui tujuan dari badan usaha milik negara adalah memperoleh keuntungan

sehingga penyelenggaraannya dapat mendukung pembangunan perekonomian

negara. Maka revitalisasi industri pertahanan sama halnya dengan membangun

perekonomian masyarakat. Memberikan lowongan kerja dan membantu

masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

3. Pembangunan Industri Pertahanan Nasional Untuk Mewujudkan

Kemandirian Produksi Alutsista Buatan Dalam Negeri

Kemandirian industri pertahanan yang sepenuhnya merupakan hal yang

sulit dicapai bahkan oleh negara-negara maju sekalipun. Penyebaran bahan baku,

teknologi, dan efesiensi produksi di beberapa negara membuat sebagian pelaku

125 Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik

Negara.

Universitas Sumatera Utara

Page 101: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

87

industri pertahanan saling mendukung. Kesulitan negara-negara berkembang untuk

mencapai kemandirian industri pertahanan yang sepenuhnya bahkan lebih besar

akibat keterbatasan sumber daya, termasuk keuangan, teknologi, dan infrastruktur.

Namun dalam alat peralatan pertahanan dan keamanan (Alpalhankam), tingkat

kemandirian paling tinggi adalah memproduksi. Akan tetapi dalam rangka

memenuhi kebutuhannya, tidak semua negara mempunyai kemampuan

memproduksi alpalhankamnya. Sebagian besar negara di dunia termasuk

Indonesia, harus melewati jalan awal berupa membeli alutsista dalam rangka

memperkuat pertahanannya. Selain soal membeli, masalah penggunaan dan

perawatan pun menjadi bagian penting.126 Sebenarnya dalam konsepsi mengenai

kemandirian alpalhankam seharusnya tidak hanya diartikan sebagai kemandirian

dalam memproduksi alutsista. Dalam pengertian lebih luas, kemandirian juga

diartikan sebagai kemandirian dalam membeli, menggunakan, merawat dan

membuat alat-alat pertahanan. Akan tetapi dalam konteks pembangunan industri

pertahanan saat ini konteksnya terbatas pada kemandirian dalam membuat dan

memproduksi alutsista.

Mewujudkan kemandirian produksi alutsista buatan dalam negeri kiranya

perlu terlebih dahulu adanya kesamaan pemahaman tentang “kemandirian”.

Kemandirian dapat diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan sendiri dari

segala sesuatu yang dikehendaki atau diinginkan dan dari yang seharusnya mampu

dilakukan sendiri dan tidak bergantung kepada pihak-pihak lain untuk mewujudkan

keinginan tersebut. Sehingga untuk mencapai kemadirian alutsista, perlu terlebih

dahulu memiliki kesamaan kehendak dan komitmen bangsa. Seberapa besar

keinginan bangsa itu sendiri yang harus diperbuat untuk pencapaiannya, yang

126 Silmy Karim, Op.Cit, hal. 72.

Universitas Sumatera Utara

Page 102: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

88

dituangkan dalam rencana pembangunan strategis nasionalnya, dituangkan dalam

aturan atau regulasi untuk operasionalnya sampai ke teknis pelaksanaan atau

prosedurnya. Maka untuk dapat mandiri dalam memproduksi alutsista, langkah

awalnya adalah pembangunan industri pertahanan harus sesuai dengan tujuan dari

penyelenggaraan industri pertahanan yang terdapat dalam Pasal 3 Undang-undang

Industri Pertahanan : 127

a) mewujudkan Industri Pertahanan yang profesional, efektif, efisien,

terintegrasi, dan inovatif;

b) mewujudkan kemandirian pemenuhan Alat Peralatan Pertahanan dan

Keamanan; dan

c) meningkatkan kemampuan memproduksi Alat Peralatan Pertahanan

dan Keamanan, jasa pemeliharaan yang akan digunakan dalam rangka

membangun kekuatan pertahanan dan keamanan yang andal.

Pengembangan industri pertahanan berdampak langsung pada pendekatan

infrastruktur dan konektifitas maritim dalam konsep kebijakan PMD, khususnya

pembangunan industri perkapalan. Namun secara tidak langsung akan memperkuat

pilar poros maritim lainnya melalui pendekatan budaya, ekonomi, diplomasi, dan

pertahanan maritim. Pengembangan teknologi industri pertahanan diarahkan untuk

membangun kemampuan untuk menghasilkan Alpalhankam yang memenuhi

persyaratan operasional, yaitu memiliki kualitas tinggi, tahan cuaca, ketelitian–

akurasi, daya gempur dan kecepatan tinggi, sulit dideteksi dan keunggulan lainnya.

Kemudian perlu dipahami bahwa pengembangan industri pertahanan merupakan

serangkaian kegiatan terhadap penguasaan teknologi guna mendukung

terwujudnya sistem pertahanan negara yang tangguh, berdaya tangkal, modern, dan

127 Pasal 3 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.

Universitas Sumatera Utara

Page 103: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

89

dinamis. Penguasaan teknologi industri pertahanan akan mengangkat posisi tawar

dalam penguasaan teknologi pertahanan.128

Mandiri dalam membuat merupakan bentuk kemandirian yang paling

penting. Dari sisi politik, sebagai negara netral yang tidak memiliki konflik serius

dengan negara lain dan tidak mengalami tekanan internasional, Indonesia

mempunyai keleluasan untuk mewujudkan kemandirian dalam membuat peralatan

pertahanan. Sebenarnya kemandirian ini sudah lama ada dan dimanfaatkan

Indonesia. Berbagai pelaku industri pertahanan di Indonesia terus memproduksi

berbagai produk pertahanan hingga kini, terutama dikarenakan adanya kerja sama

dengan beberapa industri asing seperti dengan Airbus dengan PT. Dirgantara

Indonesia dan PT. Pindad dengan FNSS Turki. Selama ini industri pertahanan

Indonesia sudah diberikan beberapa lisensi alutsista dan kontrak untuk

memproduksi bagian-bagian dari alutsista milik industri pertahanan asing.

Dalam membuat peralatan pertahanan harus terus dimanfaatkan dan

dikembangkan. Saat ini yang diperlukan dalam pembangunan industri pertahanan

adalah memperbanyak kemampuan untuk membuat sendiri alat-alat pertahanan,

maka Indonesia akan mendapatkan berbagai keuntungan, dari keuntungan ekonomi

berupa munculnya kelompok-kelompok industri pertahanan yang saling terikat

dalam melakukan hubungan bisnis yang akan membantu ekonomi, menyediakan

lapangan kerja dan meningkatkan kemampuan teknologi, hingga keuntungan

kekuatan pertahanan Indonesia.

Kemandirian dalam membuat alutsista sendiri adalah tujuan besar yang

hendak dicapai bangsa Indonesia. Meski kemandirian total (menyeluruh) sulit

dicapai, langkah menuju kemandirian industri pertahanan tidak boleh terhenti.

128 Ryamizard Ryacudu, Op.Cit, hal. 63.

Universitas Sumatera Utara

Page 104: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

90

Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri

Pertahanan menyatakan bahwa pembangunan industri pertahanan yang mandiri

harus memperhatikan faktor-faktor berikut :

1. Pembangunan Industri Pertahanan mengutamakan penggunaan

komponen dan peralatan produksi dalam negeri.

2. Dalam hal pembangunan Industri Pertahanan membutuhkan komponen

dan peralatan produksi yang belum dapat dipenuhi di dalam negeri,

Pemerintah dapat memberikan insentif fiskal termasuk pembebasan bea

masuk dan pajak terhadap komponen dan peralatan produksi yang

diimpor.

3. Ketentuan lebih lanjut mengenai insentif fiskal termasuk pembebasan

bea masuk dan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan

Peraturan Pemerintah.

Dalam hal penggunaan komponen dan peralatan produksi dalam negeri

pemangku kepentingan atau kebijakan industri pertahanan (Pemerintah, Industri

Pertahanan dan Pengguna dalam hal ini adalah TNI dan POLRI) telah menentukan

prioritas penguasaan teknologi. Dengan penentuan prioritas ini maka industri

pertahanan diharapkan akan menjadi fokus dalam pengelolaan sumber daya

nasional. Kriteria program prioritas adalah: teknologi tinggi, berjangka panjang

dilaksanakan secara bertahap lintas tahun anggaran, lintas pemerintahan, adanya

jaminan kesinambungan pelaksanaan program antar era pemerintahan, lintas K/L,

bernilai strategis bagi kepentingan nasional, aspek kelayakan ekonomi sebagai

penopang perkembangan dan pertumbuhan ekonomi nasional, dan alih teknologi

untuk mengisi kesenjangan teknologi dalam menuju kemandirian. Beberapa

program prioritas kemandirian industri pertahanan yaitu: Pembangunan Kapal

Selam dan Industri Propelan, serta Pengembangan Roket, Rudal, Radar Nasional,

Medium Tank, dan Pesawat Tempur. Arah pembangunan industri pertahanan

Universitas Sumatera Utara

Page 105: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

91

dalam rangka mencapai industri pertahanan yang kuat, mandiri, dan berdaya saing.

Pemberdayaan industri pertahanan memerlukan kerja sama antarpemangku

kepentingan, yaitu pemerintah sebagai regulator, pengguna sebagai konsumen dan

industri pertahanan sebagai produsen serta Komite Kebijakan Industri Pertahanan

(KKIP) sebagai penyelenggara fungsi merumuskan dan mengevaluasi kebijakan-

kebijakan mengenai pengembangan maupun pemanfaatan industri pertahanan.129

C. Peranan Hukum Dalam Upaya Pembangunan Industri Pertahanan

Dalam Negeri.

Sebelum membahas peranan hukum dalam upaya pembangunan industri

pertahanan, perlu dipahami terlebih dahulu arti hukum menurut pendapat ahli dan

arti hukum dari segi etimologi.130 Secara etimologi kata hukum berasal dari bahasa

Arab dan merupakan bentuk tunggal. Kata jamaknya adalah “Alkas”, yang

selanjutnya diambil alih dalam bahasa Indonesia menjadi “Hukum” dari pengertian

hukum terkandung pengertian bertalian erat dengan pengertian yang dapat

melakukan paksaan. Sedangkan dalam bahasa belanda, hukum adalah recht yang

berasal dari “Rectum” (bahasa latin) yang mempunyai arti bimbingan atau tuntutan,

atau pemerintahan. Berkaitan dengan rectum dikenal kata “Rex” yaitu orang yang

pekerjaannya memberikan bimbingan atau memerintah. Rex juga dapat diartikan

“Raja” yang mempunyai regimen yang artinya kerajaan. Kata rectum juga dapat

dihubungkan dengan kata “Directum” artinya orang yang mempunyai pekerjaan

membimbing atau mengarahkan. Kata recht atau bimbingan atau pemerintahan

selalu didukung oleh kewibawaan. Seseorang membimbing, memerintah harus

129 Ibid, hal. 65.

130 Etimologi adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari asal-usul suatu kata.

Etimologi dalam bahasa Indonesia diserap dari bahasa Belanda etymologie yang berakar dari bahasa

Yunani; etymos (arti sebenarnya adalah sebuah kata) dan logos (ilmu). Pendeknya, kata etimologi

itu sendiri dating dari bahasa yunani.

Universitas Sumatera Utara

Page 106: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

92

mempunyai kewibawaan. Kewibawaan mempunyai hubungan erat dengan

ketaatan, sehingga orang yang mempunyai kewibawaan akan ditaati oleh orang

lain. Dari kata recht tersebut timbul istilah “Gerechtigdheid” yang artinya adalah

keadilan, sehingga hukum juga mempunyai hubungan erat dengan keadilan. Jadi

dengan demikian recht dapat diartikan hukum mempunyai dua unsur penting yaitu

“kewibawaan dan keadilan”.131

Sedangkan menurut Utrecht di dalam bukunya yang berjudul “Pengantar

dalam Hukum Indonesia”, sarjana hukum ini berpendapat bahwa untuk

memberikan defenisi tentang hukum yang lengkap memang sulit namun demikian,

menurut Utrecht perlu adanya suatu pedoman untuk dipakai sebagai pegangan

tentang apakah hukum itu. Pedoman yang dipakai sebagai pegangan yaitu hukum

adalah himpunan petunjuk-petunjuk hidup tata tertib suatu masyarakat dan

seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan

menurut Suardi Tasrief, menyatakan bahwa anggapan yang menyatakan bahwa

hukum hanya sekedar norma-norma/kaidah-kaidah untuk mengatur hubungan antar

manusia, sudah lama ditinggalkan oleh manusia. Hukum dalam arti seluas-luasnya

adalah “The Legal machinery in action”. Pendapat ini menghubungkan arti hukum

dengan pembangunan bangsa dan negara saat ini, hukum tidak hanya dihubungkan

dengan masalah-masalah hubungan manusia di dalam negeri saja, akan tetapi

dikaitkan juga dengan orang di dalam negeri sendiri. Kemudian daya mengikat dan

memaksa dari hukum dapat digunakan atau didayagunakan untuk menggerakkan

pembangunan. Di sini hukum dijadikan alat untuk membawa masyarakat kearah

yang lebih maju.132

131 Soeroso, “ Pengantar Ilmu Hukum”, (Sinar Grafika: Jakarta, 2005), hal. 24.

132 Ibid, hal.55.

Universitas Sumatera Utara

Page 107: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

93

1. Peranan Hukum Dalam Upaya Pembangunan Perekonomian Suatu

Bangsa

Peranan hukum dalam pembangunan erat kaitannya dengan ekonomi

pembangunan. Sehubungan dengan ekonomi pembangunan maka pertama-tama

perhatian di arahkan kepada Paul A Samuelson, peraih Nobel pada 1970.

Sejarahwan ekonomi Randall E. Parker menyebutnya sebagai Bapak Ekonomi

Modern. Sementara itu The New York Times memandangnya sebagai the foremost

academic economist of the 20th. oleh karena itu tidak terlalu berlebihan apabila

pandangan-pandangannya juga menjadi acuan. Pandangannya mengenai ekonomi

pembangunan seringkali pula dijadikan acuan oleh para ekonom dan dituangkan

dalam berbagai esai. Salah satu esai yang dimaksud adalah yang dikemas dengan

tajuk Paul Samuelson and Development Economics: A Missed Opportunity. Esai

ini ditulis oleh Jane S. Shaw2 dari Political Economy Research Center. Jane Shaw

mengemukakan pada pokoknya bahwa ekonomi pembangunan itu tumbuh secara

hampir berbarengan dengan berkembangnya perhatian para ekonom terhadap

kondisi Negara-negara yang baru merdeka secara politik, akan tetapi

perekonomiannya masih tertinggal. Jadi ekonomi pembangunan itu merupakan

suatu studi ekonomi yang bertujuan mempercepat kemajuan perekonomian yang

tertinggal. M. Akbar yang mengutip Michael Todao pada pokoknya

mengemukakan bahwa ekonomi pembangunan merupakan kumpulan analisa dan

masalah-masalah yang dihadapi oleh Negara sedang berkembang, serta menjawab

cara penyelesaian masalah tersebut agar pembangunan ekonomi di Negara tersebut

dapat berjalan dengan lebih baik dan lebih cepat.133

133 Putu Sumadi, Peranan Hukum dalam Pembangunan Ekonomi, (Paramita : Surabaya,

2018), hal. 3.

Universitas Sumatera Utara

Page 108: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

94

Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang mengubah

perekonomian nasional yang pada awalnya bercorak sederhana dengan

masyarakatnya yang berpenghasilan rendah menjadi suatu teritori dengan ekonomi

industri yang modern. Transformasi masyarakat sederhana menjadi modern

dilakukan dengan pembangunan ekonomi. Pada intinya pembangunan ekonomi itu

merupakan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi penerapan teknologi baru dan

berbagai metode pengukuran kualitatif yang berhubungan dengan teknologi

tersebut. Pembangunan ekonomi berperan dalam rangka mengalihkan ekonomi

yang berbasis pertanian menuju ekonomi industri. Di samping itu pembangunan

ekonomi bertujuan untuk menciptakan peningkatan secara umum berbagai standar

dalam kehidupan. Proyek besar itu nantinya akan menjadi salah satu tugas hukum

disamping tugas-tugas konvensional yang sesungguhnya tidak kalah besar dan

beratnya. Belum lagi apabila transformasi yang dimaksudkan itu bersentuhan

dengan antisipasi kemunculan masyarakat ekonomi pasca-industri (post industrial).

Dengan konsep ini peranan hukum tentunya akan lebih besar dan kompleks lagi.134

Salah satu ciri masyarakat ekonomi pasca-industri adalah kemampuan

penciptaan teknologi intelektual baru dan control terhadap nilai teknologi. Dalam

bukunya yang berjudul The Republic of Technology, Reflection on Our Future

Community , Daniel J. Boorstein mengemukakan : 135

technology, a synonym for experiment, is a name for the applications of

science, which transcend political boundaries, language, religion, and local

tradition

Teknologi itu tampak seperti kebal dan independen serta berlaku secara umum

terhadap siapa, dimana dan kapan pun. Sekadar sebagai suatu upaya dalam rangka

134 Ibid, hal. 6.

135 Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 109: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

95

dukungan (endorsement), Besar kemungkinannya hanya hukum yang dapat

membatasi teknologi. Kemunculan republik yang berbasis teknologi akan

mengubah segala aspek kehidupan. Berbagai akses menuju relasi-relasi baru ke

seluruh dunia berkembang secara hampir tak terbatas. Namun demikian

kemunculan berbagai teknologi baru tidaklah berarti sebagai penghancuran

terhadap teknologi lama. Berbagai hasil karya teknologi arsitektur legendaris masih

tetap dipertahankan hingga sekarang dan di masa depan justru dilakukan dengan

mempekerjakan berbagai teknologi baru. Boorstein menyebut fenomena tersebut

dengan konsep The New Obsolescence. Dalam era negara berbasis teknologi setiap

orang tanpa memandang apakah yang bersangkutan miskin, kaya, hina, terhormat,

berasal dari negara maju atau sebaliknya, mendapati diri masing-masing berada

dalam kesetaraan dalam segala hal. Apa yang dilakukan oleh orang yang satu, itu

pula yang ingin dilakukan oleh yang lainnya. Semua ini dapat diwujudkan berkat

jasa dari yang dinamakan dengan teknologi. Ringkasnya teknologi telah

menimbulkan revolusi yang terus bergulir tanpa ada yang dapat memprakirakan

kapan berhentinya.136

Pada tahap ekonomi industrialis boleh jadi peranan hukum akan berkisar

pada upaya-upaya bagaimana mengalihkan teknologi (transfer of technology) dari

suatu negara ke negara yang lain. Sementara itu pada tahap paska industri, hukum

itu sudah harus mampu mendorong masyarakat untuk menciptakan teknologi

sendiri dan bersaing dengan pencipta-pencipta teknologi yang lain.

Dalam menjelaskan peranan hukum berkaitan dengan pembangunan

terdapat sebuah kajian yang mengetengahkan tentang kemampuan atau tepatnya

harapan yang didambakan agar hukum dapat melakukan fungsi prediction yang

136 Ibid, hal.7.

Universitas Sumatera Utara

Page 110: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

96

intinya merupakan keberharapan hukum melakukan pengolahan. Adapun kajian

yang dimaksudkan itu adalah studi Burg. Studi tersebut mengetengahkan pada

pokoknya bahwa hukum yang kondusif bagi pembangunan ekonomi paling sedikit

harus mengandung kualitas ; stability, predictability, fairness, education, dan the

special abilities of the lawyers. Untuk menjelaskan fungsi yang pertama (stability),

hendaknya dimulai dengan pengamatan bahwa kehidupan bermasyarakat,

bernegara terlebih-lebih lagi dalam berekonomi itu penuh dengan berbagai

kepentingan. Antara kepentingan yang satu dengan yang lainnya dalam satu

rangkaian saja misalnya dalam kehidupan berekonomi seringkali tidak selaras.

Apabila ini yang terjadi maka hukum harus dapat memenuhi harapan akan

peranannya sebagai penjaga keseimbangan agar tidak sampai terdistorsi oleh

ketidakselarasan.137

Fungsi kedua yaitu prediksi atau prediktabilitas (predictability). Dapat

dipahami melalui langkah pengamatan terhadap kemampuan hukum berkenaan

dengan hasil dari suatu kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah-negara atau

orang perseorangan baik warga domestik maupun warga Negara asing atau badan

hukum baik domestik maupun asing. Apa yang dapat dilakukan oleh hukum setelah

dilakukannnya suatu kebijakan, tindakan dan perbuatan hukum. Inilah yang kurang

lebih dimaksudkan dengan kegiatan prediksi atau meramal dari hukum.

Fungsi ketiga yaitu keadilan (fairness). Menurut Leonard J. Theberge

secara jelas telah mengemukakan bahwa fungsi yang ketiga dari hukum dalam

pembangunan ekonomi itu adalah economic fairness. Terma ini tidak dengan begitu

saja dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, terlebih-lebih lagi apabila

dipadankan dengan “keadilan ekonomi” yang padanannya dalam bahasa Inggris

137 Ibid, hal.12

Universitas Sumatera Utara

Page 111: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

97

adalah economic justice.138 Menurut Adam Smith sebagai bapak ekonomi modern

yang juga seorang ahli teori hukum mengemukakan ajaran mengenai keadilan

(Justice), mengatakan bahwa tujuan dari keadilan adalah untuk menghindari dari

kerugian. Jadi keadilan dalam pembangunan ekonomi adalah bagaimana sikap

pemerintah dalam menciptakan keadilan antara pihak-pihak yang bersaing dalam

pembangunan ekonomi agar tidak merugikan salah satu pihak.

Fungsi yang keempat adalah Pendidikan (education). Setelah pada fungsi-

fungsi sebelumnya banyak menyinggung tentang ekonomi termasuk pula

pandangan para ekonom, maka pada bagian ini konteks uraian mulai bersentuhan

dengan aspek pendidikan. Ada pun makna yang terkandung pada fungsi ini kiranya

sistem hukum dalam kaitannya dengan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan

kegiatan ekonomi, hendaknya pula dapat menampilkan serta memberikan

pendidikan. Boleh jadi pendidikan dalam kaitan ini bermakna sebagai pembinaan

terhadap para pelaku ekonomi dan warga masyarakat pada umumnya. Disimak dari

maksud yang terkadung, kewajiban hukum memberikan pendidikan sesungguhnya

tidak merupakan hal baru. Tujuan yang mulia itu sudah terkandung sejak hukum

itu memiliki tendensi menyadarkan dalam rangka memberikan kebahagiaan kepada

subyek hukum. Dalam hubungan ini terdapat pemahaman yang tinggi bahwa salah

satu cara mewujudkan kebahagiaan adalah melalui pendidikan. Kewajiban bagi

pembuat undang-undang untuk mengundangkan (mengumumkan) setiap undang-

undang yang dibuatnya agar setiap orang mengetahuinya, pada dasarnya dapat

dipandang sebagai suatu kebijakan yang mengarah pada pendidikan hukum.

Dengan demikian dapatlah dikemukakan, memberikan pendidikan merupakan

fungsi hukum dalam pembangunan ekonomi yang sangat penting. Hal ini dilandasi

138 Ibid, hal. 17.

Universitas Sumatera Utara

Page 112: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

98

pertimbangan, pertama, output dari pendidikan adalah pengetahuan dan

pemahaman. Kedua, output dari pengetahuan dan pemahaman mengarahkan

lahirnya tindakan pencegahan serta kepatuhan hukum. Ketiga, pendidikan hukum

juga dapat mengarahkan pada semakin kokohnya budaya hukum dan

pengembangannya. Oleh karena itu memberikan pengetahuan dan pemahaman

hukum melalui berbagai sarana pendidikan hukum merupakan kebijakan yang

bersifat strategis.139

Fungsi kelima yaitu the special abilities of the lawyers. Pada bagian ini di

samping mengetengahkan beberapa peranan ahli hukum, juga diimbangi dengan

yang menyangkut kualitas-kualitas yang dibutuhkan dalam menunjang peranan

hukum dalam pembangunan ekonomi. Kualitas-kualitas tersebut terutama

ditujukan tidak terbatas kepada para ahli hukum baik yang berstatus sebagai

akademisi, praktioner penegak hukum maupun birokrat, melainkan juga para

politisi yang turut dan banyak berkiprah dalam pembentukan undang-undang.

Friedman mengawali tulisannya Peranan Hukum Dan Fungsi Ahli Hukum Di

Negara Berkembang mengemukakan, fungsi hukum dan peranan ahli hukum

biasanya berhubungan erat satu sama lain.140 Friedmann juga mengemukakan,

pada masyarakat yang agraris, para ahli hukum selain menjalankan dengan setia

fungsi konservatif yang secara tradisional lebih bertindak sebagai pembela

kepentingan-kepentingan yang sudah mapan daripada sebagai seorang pembaru,

peranan ahli hukum cenderung ditekan, statusnya rendah dan fungisnya terbatas.

Sebaliknya pada masyarakat modern dan demokratis, peranan ahli hukum sangat

penting, bahkan pada beberapa negara seperti Amerika Serikat peranannya sangat

139 Ibid, hal. 29-30.

140 Wolfgang G. Friedman, Peranan Hukum Dan Fungsi Ahli Hukum Di Negara

Berkembang. Dalam : Peranan Hukum Dalam Perekonomian Di Negara Berkembang.(Yayasan

Obor Indonesia, Jakarta, 1986) hal. 1.

Universitas Sumatera Utara

Page 113: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

99

menonjol. Penyebabnya sebagian besar karena suatu konstitusi dan tertib hukum

yang demokratis, yaitu konstitusi yang didasarkan pada keseimbangan antara

fungsi dan kemampuan. Hal ini menjadikan pentingnya peranan ahli hukum

sebagai orang yang terlatih dalam menjaga keseimbangan tersebut.

2. Landasan Hukum Pembangunan Industri Pertahanan dalam

Negeri

Landasan Hukum merupakan pertimbangan atau alasan yang

menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk atau kebijakan yang dibuat untuk

mengatasi permasalahan hukum dan mengisi kekosongan hukum dengan

mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan

dicabut guna menjamin kepastian hukum. Landasan hukum menyangkut persoalan

hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu

dibentuk peraturan perundang-undangan yang baru. Dalam hal pembangunan

industri pertahanan pun dibutuhkan dasar hukum atau aturan yang manjadikannya

sebagai landasan pelaksanaan kebijakan tersebut.

Pelaksanaan pembangunan industri pertahanan dalam negeri memiliki

beberapa landasan hukum. Pertama adalah Pasal 30 Ayat (2),(3),(5) dan Pasal 31

Ayat 5 Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan :141

Pasal 30 :

(2) Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem

pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional

Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai

kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.

(3) Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan

Laut, dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas

mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan

kedaulatan negara.

141 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Universitas Sumatera Utara

Page 114: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

100

(5) Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian

Negara Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional

Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam

menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga negara

dalam usaha pertahanan dan keamanan negara, serta hal-hal yang

terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-

undang.

Pasal 31 :

(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan

menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk

kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Pembangunan industri pertahanan diperlukan untuk mendukung Tentara

Nasional Indonesia dan kepolisian dalam rangka melakukan usaha pertahanan,

melindungi, dan memelihara keamanan negara. Kemandirian untuk memproduksi

alutsista buatan dalam negeri juga merupakan upaya untuk memajukan ilmu

pengetahuan untuk kemajuan negara.

Kedua, revitalisasi industri strategis nasional telah diamanatkan oleh aturan

perundang-undangan, di antaranya Pasal 2 huruf (d) Undang-Undang Nomor 3

Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. yang menyatakan bahwa jati diri

TNI adalah Tentara Profesional, yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi

secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis (berlanjut). Kemudian, UU No

3/2002 tentang Pertahanan Negara, Pasal 16 Ayat 6 yang mengamanatkan menteri

menetapkan kebijakan pembinaan teknologi dan industri pertahanan, serta Pasal 23

Ayat 2 yang mengamanatkan menteri mendorong dan memajukan pertumbuhan

industri pertahanan.

Ketiga, Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2004 –

2009. RPJMN 2004 – 2009 mengagendakan kebijakan pembangunan pertahanan

negara yang mengarah pada peningkatan profesionalisme Tentara Nasional

Indonesia (TNI) yang dilaksanakan melalui perawatan dan pemeliharaan alat utama

Universitas Sumatera Utara

Page 115: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

101

sistem senjata (alutsista), penggantian dan pengembangan alutsista, peningkatan

kesejahteraan prajurit, pengembangan secara bertahap dukungan pertahanan, serta

peningkatan peran industri pertahanan nasional dalam memenuhi kebutuhan

alutsista TNI.

Keempat, Pasal 3 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri

Pertahanan, yang menyebutkan Tujuan dari pembangunan industri pertahanan

adalah142 :

a. mewujudkan Industri Pertahanan yang profesional, efektif, efisien,

terintegrasi, dan inovatif.

b. mewujudkan kemandirian pemenuhan Alat Peralatan Pertahanan dan

Keamanan, dan

c. meningkatkan kemampuan memproduksi Alat Peralatan Pertahanan

dan Keamanan, jasa pemeliharaan yang akan digunakan dalam rangka

membangun kekuatan pertahanan dan keamanan yang andal.

Undang-Undang Industri Peratahanan ini menjadi landasan utama dari

proses revitalisasi industri pertahanan dalam negeri dan pengaturan khususnya

diatur dalam peraturan pemerintah atau peraturan menteri pertahanan. Jadi tiga

undang-undang yang telah disebutkan diataslah yang menjadi landasan hukum

dalam proses pembangunan industri pertahanan Indonesia.

Kelima, Pasal 3 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang

Perindustrian menyebutkan, tujuan dari perindustrian adalah :143

a. mewujudkan Industri nasional sebagai pilar dan penggerak

perekonomian nasional.

b. mewujudkan kedalaman dan kekuatan struktur Industri.

c. mewujudkan Industri yang mandiri, berdaya saing, dan maju, serta

Industri Hijau.

142 Op.Cit, Pasal 3

143 Pasal 3 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.

Universitas Sumatera Utara

Page 116: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

102

d. mewujudkan kepastian berusaha, persaingan yang sehat, serta

mencegah pemusatan atau penguasaan Industri oleh satu kelompok atau

perseorangan yang merugikan masyarakat.

e. membuka kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja;

f. mewujudkan pemerataan pembangunan Industri ke seluruh wilayah

Indonesia guna memperkuat dan memperkukuh ketahanan nasional, dan

g. meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara

berkeadilan

Industri pertahanan merupakan industri strategis oleh karena itu tujuan dari

penyelenggaraan dan pembangunan industri pertahanan pun harus berlandaskan

dari Undang-Undang Perindustrian. Dengan melakukan pembangunan industri

pertahanan maka secara tidak langsung pemerintah juga sedang melakukan

perbaikan perekonomian negara. Kemandirian industri pertahanan akan membuka

peluang kesempatan kerja bagi masyarakat dan menjadi salah satu pilar penggerak

perekonomian.

3. Peranan Hukum Dalam Pembangunan Industri Pertahanan

Nasional

Sebagai dasar penentu arah pembangunan, hukum harus mempunyai daya

antisipasi dan bersifat dinamis, sehingga dapat menampung dinamika perubahan

dan perkembangan dunia usaha dalam masyarakat dengan selalu menyelaraskannya

pada tujuan pembangunan nasional. Di samping itu, hukum berperan juga sebagai

alat legitimasi terhadap pembangunan dan hasilnya (dalam hal ini adalah

pembangunan industri pertahanan). Maksudnya, bahwa hukum dipandang sebagai

perangkat pembangun secara keseluruhan. Dengan demikian, hukum tumbuh

sesuai dengan kebutuhan nyata saja sehingga kurang mempunyai daya antisifatif

dan cenderung mudah ketinggalan. Hukum juga berperan untuk atau sebagai alat

kontrol dan pengendali penyimpangan perilaku baikbagi anggota masyarakat

maupun penguasa yang terlibat dalam proses pembangunan. Setiap penyimpangan

Universitas Sumatera Utara

Page 117: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

103

harus dapat diatasi dan dikembalikan ke keadaan atau jalur semula. Jadi hukum

dapat memberikan arah sekaligus mengontrol pelaksanaan pembangunan..144

Terkait dengan pembangunan industri pertahanan dalam negeri hukum

memiliki fungsi mengatur (antara lain meliputi kata kerja mengendalikan dan

mengarahkan agar obyek yang diatur sesuai dengan hukum). Dalam melaksanakan

fungsi mengatur dibutuhkan legal device sebagai wadah dan dasar serta pedoman.

Persoalannya bidang hukum apa saja yang diperlukan dalam rangka mencapai

target pembangunan ekonomi yang telah dicanangkan itu.145

Peranan hukum dalam pembangunan industri pertahanan yaitu agar hukum

menjadi landasan dari pelaksanaan pembangunan. Hal ini sejalan dengan apa yang

tertulis dalam Pasal 1 Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 yaitu Negara Indonesia

Adalah Negara Hukum Bukan Negara Kekuasaan. Dengan demikian, hukum

mengarahkan segala potensi pembangunan industri untuk mewujudkan keadilan

social dengan pemahaman bahwa kedaulatan atas ekonomi berada di tangan rakyat.

Kemudian peranan hukum terhadap pembangunan secara umum mempunyai dua

peran utama, yaitu :

1. Law as a Social Control ( sebagai kontrol social)

2. Law as a tool of social engineering (sebagai alat rekayasa social)

Hukum sebagai kontrol sosial apabila dikaitkan dengan pembangunan

industri adalah agar hukum dapat menjaga ketertiban masyarakat agar setiap orang

menjalankan perannya sebagaimana yang telah ditentukan. Sehingga fungsi hukum

disini adalah statis. Peranan hukum akan berfungsi dengan baik hanya jika

masyarakat dan pemerintah menjalankan perannya dengan baik. Kemudian hukum

144 Janus Sidabolak, “Pengantar Hukum Ekonomi”,(Bina Media : Medan, 2000), hal. 38-

39.

145 Putu Sumadi, Op.Cit. hal. 51.

Universitas Sumatera Utara

Page 118: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

104

sebagai alat rekayasa sosial dikaitkan dengan pembangunan industri pertahanan,

hukum mempunyai peranan menjalankan fungsinya secara dinamis, bukan hanya

meneguhkan pola-pola yang telah ada melainkan juga berfungsi untuk menciptakan

hubungan-hubungan atau hal-hal yang baru bahkan hukum diarahkan untuk

menciptakan perubahan yang di inginkan dalam pembangunan industri pertahanan.

D. Upaya Pemerintah Terkait Hukum Dalam Membangun Industri

Pertahanan Untuk Mewujudkan Kemandirian Pengadaan Alutsista

Berdasarkan teori peran hukum dalam pembangunan ekonomi, max webber

mengatakan pembangunan perekonomian harus berlandaskan hukum yang

rasional. Dengan adanya hukum rasional atau modern maka dapat dilakukan

pengorganisasian pembangunan. Sebab salah satu dari ciri hukum modern adalah

penggunaan hukum secara aktif dan sadar untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.

Industrialisasi merupakan salah satu tahap dalam pembangunan, maka revitalisasi

industri pertahanan yang merupakan bagian dari industri strategis adalah salah satu

langkah dalam pembangunan ekonomi. Pertumbuhan industri strategis yang

berbasis pertahanan dapat mendorong peningkatan perekonomian dan kapabilitas

militer suatu negara. Pemanfaatan industri strategis bagi Tentara Nasional

Indonesia (TNI) merupakan modal yang sangat penting menuju kemandirian di

bidang pertahanan negara. Kemandirian dalam teknologi dapat tercapai dengan

rekayasa, merancang bangun, dan transfer of technology, maka kemampuan

pertahanan negara akan semakin kuat dan dapat meningkatkan posisi tawar

(bargaining position) dengan negara lain.

Salah satu penyebab lambatnya perkembangan industri strategis di

Indonesia adalah terbatasnya dukungan modal, karena pada perjalanannya

mengalami krisis moneter pada tahun 1998. Pada awalnya pemerintah berusaha

agar industri strategis nasional dilebur dalam holding company PT Bahana Pakarya

Universitas Sumatera Utara

Page 119: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

105

Industri Strategis melalui Keppres No 64/1998. Tujuannya adalah untuk

mengkonsolidasikan orientasi bisnis dan koorporasi industri strategis. Kemudian

pemerintah mencanangkan perubahan kebijakan nasional dari sektor pertanian ke

sektor industri. Sekaligus fokus perhatian ditujukan kepada sepuluh Badan Usaha

Milik Negara Industri Strategis (BUMNIS) dengan berbagai harapan. BUMNIS

tersebut diharapkan mampu memacu proses industrialisasi dan mendorong

percepatan pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, yang terjadi sebaliknya, hal ini

tidak tertangani dengan baik, sesuai harapan yang diinginkan dan terjadi

pemborosan (Higth Cost). Produk-produknya umumnya tidak mempunyai

keunggulan komparatif dan kompetitif dibandingkan dengan produk-produk

sejenis dari negara-negara lain, sehingga sulit memperoleh pasar di luar negeri.

Biaya produksi sangat tinggi, sehingga harga jualnya tidak kompetitif. Kondisi ini

disebabkan oleh beberapa hal, antara lain sebagian besar komponen bermuatan

teknologi canggih, dan bahan baku masih tergantung dari negara lain, pengelolaan

cenderung kurang efektif dan tidak efisien.146

Kemandirian bukan hanya menjadi satu tujuan dan cita-cita bangsa di

seluruh dunia, namun lebih sebagai kebutuhan setiap bangsa, sebagaimana bangsa

Indonesia. Kemandirian bidang pertahanan negara merupakan hal yang sangat

esensial bagi bangsa Indonesia dalam mempertahankam NKRI, sekaligus bertindak

sebagai instrumen yang efektif untuk meningkatkan “bargaining position” dalam

hubungan antar negara. Menyikapi perkembangan global serta spektrum ancaman

yang mungkin dihadapi, telah menuntut pemerintah untuk melakukan

pemberdayaan segenap sumber daya nasional dalam mendukung penyelenggaraan

pertahanan negara, antara lain melakukan optimalisasi Industri Nasional (selain

146 Achmad Dirwan, Op.Cit. hal. 47.

Universitas Sumatera Utara

Page 120: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

106

industri pertahanan) sebagai komponen pendukung. Untuk itu pemerintah

memaksa industri untuk dituntut memiliki kemampuan khusus serta dapat

menjamin ketersediaan produk yang dibutuhkan bagi industri pertahanan. Oleh

karena itu pemerintah mengeluarkan kebijakan rencana induk pembangunan

nasional yang termuat dalam Bab III Rencana Induk Industri Pertahanan Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian. Dimana pelaksanaannya

berdasarkan asas keterikatan antar industri untuk mendukung satu sama lainnya dan

memberikan kestabilan pelaksanaan pembangunan industri yang tersirat dalam

tujuan dari penyelenggaraan industri.

Upaya pengembangan industri pertahanan harus dilandasi prinsip bahwa

kita tidak menyiapkan diri untuk menyusun pertahanan yang menghadapi perang

atau agresi negara lain. Melainkan yang seyogianya dilakukan adalah penyusunan

pertahanan menghadapi kemungkinan masa depan dengan kata lain memprediksi

akan apa yang terjadi. Menyikapi hal tersebut, pengembangan industri pertahanan

tentunya merupakan kepentingan seluruh Stake Holders yang melibatkan berbagai

unsur pengguna, pemproduksi, perancang, penguji, peneliti yang kompeten serta

dengan perencanaan bisnis yang matang, yang dikenal dengan konsep tiga pilar

pelaku industri pertahanan. Upaya menyinergikan industri pertahanan nasional

merupakan salah satu hal penting dilakukan dalam pengembangan teknologi atau

industri strategis bidang pertahanan dan keamanan. Pelaku revitalisasi industri

pertahanan terdiri atas pemerintah, pengguna, dan produsen, Ketiganya sebagai

pilar utama yang saling terkait untuk itu diintegrasikan di dalam sistim revitalisasi

industri pertahanan, yaitu pemerintah (Kementerian), produsen (Industri Strategis)

dan pengguna (TNI dan Polri).

Pembangunan dan potensi pertahanan dan keamanan merupakan salah satu

pilar terdepan demi mengamankan kepentingan dan tujuan nasional. Dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 121: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

107

demikian, urusan bidang pertahanan dan keamanan negara yang diatur dalam

Undang-Undang Dasar 1945 dan menjadi kewenangan pemerintah pusat. Dalam

artian, ketentuan tersebut secara jelas menggariskan bahwa segala aspek yang

menyangkut Sistem Pertahanan dan Keamanan Negara (Sishamkamneg) termasuk

manajemen dan operasional pertahanan, pengembangan institusi dan personil,

aspek pembiayaan dan anggaran adalah urusan, tanggung jawab dan wewenang

pemerintah pusat. Pemerintah sebagai pemegang otoritas kebijakan terdiri atas

kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian yang antara lain :147

a. Kementerian Pertahanan berperan sebagai lembaga utama dalam prakarsa

dan pengembangan industri strategis pertahanan.

b. Kementerian Keuangan berperan untuk memberikan masukan dan

mengalokasikan anggaran agar pemberdayaan industri pertahanan dapat

terdukung oleh pendanaan yang memadai, tidak bertentangan dan

dilindungi oleh aturan yang sesuai.

c. Kementerian perhubungan, berperan untuk memberikan masukan dan

bertanggungjawab agar pemanfaatan hasil produksi dapat digunakgn

melalui kebijakan bidang transportasi pada umumnya dan mempunyai

dampak positif bagi perkembangan industri nasional.

d. Kementerian Pendidikan Nasional, berperan untuk mengembangkan,

mentransfer ilmu pengetahuan dan teknoiogi pertahanan dan menyiapkan

SDM sehingga pemberdayaan industri pertahanan dapat berjalan dengan

efektif, berlanjut, berkesinambungan, meningkat dan berkembang sesuai

tuntutan dan perkembangan lingkungan.

147 Ibid, hal. 53.

Universitas Sumatera Utara

Page 122: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

108

e. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), berperan untuk

memberikan arahan dan alokasi anggaran agar pemberdayaan industri

pertahanan selaras dan sesuai dengan pembangunan nasional dan terhindar

dari penyimpangan serta mendukung tercapainya tujuan nasional Indonesia.

f. Badan kordinasi penanaman modal, berperan untuk memberikan masukan

dalam rangka penanaman modal dalam negeri.

g. Kementerian Perdagangan berperan dalam memasarkan produk industri

pertahanan.

h. Kementerian Energi & Sumber Daya Nasional mendukung penyediaan

bahan energi dan mineral dalam rangka pengembangan industri pertahanan.

i. Kementerian Riset dan Teknologi, berperan dalam perumusan kebijakan

nasional dan pengkoordinasian iptek hankam yang mendukung peningkatan

teknologi industri hankam.

Pemerintah melalui Kementerian Pertahanan juga mengupayakan untuk

melakukan sinergi antar produsen industri pertahanan agar mendorong industri

senjata terus berkembang hingga mampu meningkatkan ekspor. Kuncinya adalah

sinergi antara perusahaan pertahanan berbentuk Badan Usaha Milik Negara

(BUMN) seperti PT. Pindad, PT. PAL, PT. DI dengan perusahaan pertahanan

berbentuk Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) seperti PT. Lundin, PT. Sari Bahari,

PT. Bogar Artha Satria dan lain-lain. Kemudian menggunakan dua strategi untuk

meningkatkan kapasitas dan kompetensi ekspor alutsista ke mancanegara berupa

strategi keunggulan komperatif, yakni mengutamakan kapasitas produk-produk

yang mampu bersaing dengan kualitas yang sama dengan harga yang lebih murah

dan strategi keunggulan kompetitif, yakni mengutamakan kapasitas produk-produk

Universitas Sumatera Utara

Page 123: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

109

yang memang hanya diproduksi oleh pabrik alutsista di Indonesia seperti helikopter

NBell versi maritim.148

Pemerintah kemudian berusaha membuat agar terjadinya kerja sama antar

industri strategis. Karena pada industri modern, suatu perusahaan tidak sepenuhnya

dapat membuat produk dengan komponen dan proses pembuatannya secara

mandiri. Sebagai contoh, Boeing bekerjasama dengan PT DI, yaitu memberi

kesempatan membuat bagian tertentu dari pesawat Boeing. Samsung bekerjasama

dengan Macintosh dalam produksi telepon selular pintar (smart phone), ini

menandakan bahwa kerjasama antar industri strategis adalah sebuah keharusan.149

Industri strategis nasional dalam rangka mendukung pertahanan negara belum

sepenuhnya terintegrasi dan masih menghasilkan produk yang sektoral. Misalnya

dalam pembuatan senjata, PT Pindad sebagai produsen senjata harus didukung oleh

industri pengolahan bahan setengah jadi (metal) berkualitas agar dihasilkan senjata

yang baik. Pemerintah hendaknya perlu memberikan perhatian terhadap kerjasama

tersebut untuk meningkatkan kerjasama antar industri strategis. Sebagai langkah

awal, Presiden RI telah memberikan arahan di PT DI pada tanggal 26 Oktober 2011

dalam rangka modernisasi Alutsista TNI. Arahan tersebut ditetapkan sebagai

pedoman kebijakan dasar dalam pengadaan Alutsista TNI yang isinya adalah :150

1. Alutsista yang dapat diproduksi di dalam negeri oleh Industri Pertahanan,

wajib hukumnya untuk membeli dari industri dalam negeri.

2. Alutsista yang belum dapat diproduksi sendiri, maka dibeli dari industri-

industri negara sahabat. Komite kebijakan industri pertahanan

menambahkan kebijakan berupa imbangan pembelian (offset) maupun

trade off.

148 Luhut pandjaitan, “menciptakan stabilitas pertahanan melalui pemerataan ekonomi”,

(Makalah seminar di Universitas Indonesia , Jakarta, 2016). hal. 13.

149 Ibid, hal. 18.

150 Ibid,

Universitas Sumatera Utara

Page 124: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

110

3. Apabila kita melakukan pengadaan Alutsista dari luar negeri, maka

dibangun kerjasama yang baik.

Beberapa kerjasama antar industri strategis dalam mendukung penyediaan

Alutsista sebagai berikut :151

1. Kerjasama PT Krakatau Steel dan PT Pindad yaitu:

a) Penyediaan material baja anti peluru (KSW 500) untuk Ranpur Anoa dan

Komodo.

b) Pembuatan chasis Rantis Garda.

c) Riset bahan laras senjata ringan SS1/SS2.

2. Kerjasama PT Krakatau Steel dengan PT PAL dan Palindo Marine dalam

pembuatan kapal patrol dan kapal cepat KCR 40.

3. Joint Operation PT Pindad dengan PT Dahana dalam rangka produksi Non

Elektrik Detonator.

4. Kerjasama PT Dahana dengan LAPAN dalam pengadaan mesin produksi

propellant komposit.

5. Kerjasama PT Dahana dengan PT DI, LAPAN, dan PT Krakatau Steel

dalam pembuatan nozzle roket Rhan 122 dan nozzle rocket RX 550.

Kerjasama industri strategis belum cukup terintegrasi, mengakibatkan

produksi masih bersifat sektoral. Produk yang dihasilkan bukan merupakan produk

terbaik dari yang sebenarnya dapat diciptakan. Kelemahan kerjasama antar industri

strategis akan menyebabkan inefisiensi sehingga akan memberatkan keuangan

negara. Teknologi Alutsista Indonesia tetap akan tertinggal dari negara-negara lain,

terlebih jika anggaran pertahanan Indonesia tidak ditingkatkan. Oleh karena itu

pembentukan Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) berdasarkan

Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2010 tentang Komite Kebijakan Industri

151 Ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 125: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

111

Pertahanan merupakan salah satu langkah kebijakan mengakomodir kerjasama

antar industri strategis untuk revitalisasi industri pertahanan. KKIP bertugas

mengkoordinasikan kebijakan nasional dalam perencanaan, perumusan,

pelaksanaan, pengendalian, sinkronisasi, dan evaluasi industri pertahanan, yang

melibatkan stakeholder terkait. Tugas, peran dan fungsi KKIP akan mendorong

pengembangan teknologi sehingga terwujud secara efektif, efisien, terintegrasi dan

inovatif. Jadi dengan adanya KKIP diharapkan kerjasama antar industri strategis

menjadi wadah untuk menyampaikan aspirasi dan masukan yang mewakili

kebutuhan industri masing-masing sehingga dapat tercapainya fungsi keadilan

dalam pelaksanaan pembangunan industrin nasional. Kegiatan ini dapat dilakukan

melalui forum dialog yang diselenggarakan pemerintah untuk sosialisasi dan

evaluasi, sehingga pemerintah dapat mendukung industri strategis.152

Komitmen pemerintah dalam mewujudkan kemandirian Alutsista dari sisi

regulasi sudah cukup baik namun belum bisa dioperasionalkan. Regulasi yang tidak

diikuti dengan tataran implementasinya akan melahirkan ketidakpercayaan

masyarakat. Komitmen pemerintah terhadap kebijakan yang berpihak kepada

industri strategis untuk meningkatkan daya saing akan memberi efek berlebih (spill

over effect) terhadap penguatan ekonomi nasional. Tumbuhnya industri strategis

yang sehat akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia dan meningkatkan

pendapatan negara. Pernyataan Presiden pada bulan November 2014 di Indo

Defence Expo, jika pertumbuhan ekonomi dapat didorong di atas 7%, maka

152 Wawancara dengan Brigjen TNI Aribowo Teguh Santoso, tanggal 15 oktober 2019 di

Kementerian Pertahanan.

Universitas Sumatera Utara

Page 126: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

112

penerimaan negara akan melonjak naik. Dengan demikian, anggaran pertahanan

dapat dinaikkan hingga tiga kali lipat dari yang direncanakan.153

Terkait dengan penguasaan teknologi alutsista dilakukan dengan cara

melaksanakan fungsi pendidikan melalui penelitian, pengembangan dan rekayasa

atau biasa di sebut dengan litbangyasa melaui kerja sama antara kementerian

perindustrian dengan tentara nasional Indonesia serta melibatkan perguruan-

perguruan tinggi di Indonesia. Kerja sama difokuskan untuk mendukung

pengembangan industri substitusi impor dalam rangka mengurangi impor bahan

baku dan barang serta mendukung akselerasi hilirisasi industri kemudian kita juga

bekerja sama dengan Kemenristek untuk mewujudkan aktivitas litbang yang

terintergrasi dan pemakaian bersama fasilitas yang ada di masing-masing lembaga

litbang juga pemberdayaan sumber daya penelitian.154 Kemudian Penguasaan

teknologi modern oleh sumber daya manusia Indonesia sudah dilakukan dan secara

umum sudah cukup memadai. Oleh karena itu alih teknologi dari pengadaan produk

asing akan melibatkan masyarakat melalui penelitian dan riset yang dilakukan di

perguruan tinggi nasional. Keterlibatan perguruan tinggi dan para sarjananya ini

dapat di lihat sebagai usaha untuk melibatkan fungsi pendidikan agar nantinya suatu

teknologi dapat terus dikembangkan dan diajarkan diperguruan tinggi dan

diharapkan akan menghasilkan inovasi teknologi yang baru. Oleh karena itu

pemerintah Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mengeluarkan

Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Nomor 20 Tahun 2018

tentang Penelitian. Peraturan ini menyatakan pelaksanaan penelitian sebagaimana

153http://analisismiliter.com/artikel/part/74/Modernisasi_Militer_dan_Pemerintah_Baru_I

ndonesia_2015-2019, diakses pada 10 Maret 2020.

154 Wawancara dengan Brigjen TNI Aribowo Teguh Santoso, tanggal 15 oktober 2019 di

Kementerian Pertahanan.

Universitas Sumatera Utara

Page 127: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

113

dimaksud pada ayat (1) huruf b “meliputi : individu, perguruan tinggi, organisasi

kemasyarakatan dan atau badan usaha”.155

Pemanfaatan teknologi oleh lembaga-lembaga untuk keperluan pertahanan

juga masih belum optimal dan mengalami keterlambatan. Keterlambatan tersebut

menyebabkan tidak ada alternatif lain sehingga TNI terpaksa membeli teknologi

dari luar negeri dengan dana yang besar. Keadaan ini disebabkan masih rendahnya

nasionalisme dari kalangan akademisi dan praktisi industri nasional untuk

mengembangkan Alutsista TNI. Permasalahan lainnya adalah belum terjalinnya

komunikasi antara lembaga Litbang karena adanya perbedaan orientasi Litbang

TNI dengan industri strategis. munculnya hambatan dalam pendekatan

pengembangan alutsista karena setiap institusi memiliki litbang (lembaga

penelitian dan pengembangan)nya masing-masing dan masih belum terintegrasi

dengan baik, pun hal ini disebabkan oleh belum adanya undang-undang yang

mengatur agar lembaga-lembaga litbang tersebut berada dalam kendali

Kementerian Pertahanan. Akan tetapi pemerintah baru saja mengeluarkan Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan

Teknologi dimana salah satu tujuannya adalah meningkatkan intensitas dan kualitas

interaksi, kemitraan, sinergi antar unsur Pemangku Kepentingan Ilmu Pengetahuan

dan T'eknologi156, sehingga diharapkan kedepannya kebijakan pemerintah terhadap

lembaga-lembaga penelitian dan pengetahuan di Indonesia kedepannya dapat

terintegrasi dengan baik.

155 Pasal 3 Ayat (1) huruf b Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Nomor 20

Tahun 2018 tentang Penelitian.

156 Pasal 3 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu

Pengetahuan dan Teknologi

Universitas Sumatera Utara

Page 128: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

114

BAB IV

KESIAPAN REGULASI DALAM UPAYA MENDUKUNG

KEMANDIRIAN ALIH TEKNOLOGI MELALUI PENGADAAN

ALUTSISTA

A. Pembentukan Komite Kebijakan Industri Pertahanan Berdasarkan

Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2010 Sebagai Upaya

Merumuskan dan Mengevaluasi Kebijakan Mengenai Pengembangan

dan Pemanfaatan Industri Pertahanan

Pembentukan Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) berawal dari

keinginan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar Indonesia

dapat mandiri dalam memproduksi alat-alat pertahanan. Kemudian berdasarkan

Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2010 tentang Komite Kebijakan Industri

Pertahanan maka secara resmi KKIP terbentuk. Pada awalnya KKIP dibentuk untuk

membahas pembuatan Rancangan Undang-Undang (RUU) Revitalisasi Industri

Pertahanan. Sidang pertama KKIP dilaksanakan pada tahun 2010 yang membahas

empat hal yaitu pertama,grand strategi KKIP. Kedua, alat kelengkapan KKIP.

Ketiga, membahas informasi awal tentang rencana pembuatan RUU Revitalisasi

Industri Strategis dan keempat, membahas peningkatan produksi alutsista.157

Strategi umum Komite Kebijakan Industri Pertahanan mempunyai visi dan

misi. Visinya adalah agar terwujudnya industri pertahanan yang maju, mandiri dan

berdaya saing. Misinya adalah untuk merevitalisasikan industri pertahanan nasional

termasuk upaya peningkatan dan pengembangannya. Esensi dari strategi umum

KKIP berupa perumusan formulasi kebijakan yang berpihak kepada industri

pertahanan dalam negeri dan agar adanya pentahapan yang disusun secara

sistematis dalam mewujudkan kemandirian produk unggulan strategis dengan

157 https://nasional.kompas.com/read/2010/04/16/21580988/Pemerintah.Bentuk.KKIP,

diakses pada 15 Maret 2020.

Universitas Sumatera Utara

Page 129: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

115

terwujudnya kemampuan desain dan produksi. Dalam sidang ini juga dirumuskan

tugas dan weenang dari KKIP, yaitu :158

1. Merumuskan kebijakan nasional yang bersifat strategis di bidang industri

pertahanan.

2. Mengkordinasikan pelaksanaan dan pengendalian kebijakan nasional

industri pertahanan.

3. Mengkordinasikan kerja sama luar negeri dalam rangka memajukan dan

mengembangkan industri pertahanan.

4. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan industri

pertahanan.

5. Merumuskan kebijakan pendanaan dan atau pembiayaan industri

pertahanan.

6. Merumuskan mekanisme penjualan dan pembelian alutsista hasil industri

pertahanan ked an dari luar negeri.

7. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan industri

pertahanan.

8. Menetapkan kebijakan pemenuhan kebutuhan alat peralatan pertahanan dan

keamanan.

Pasal 3 ayat (2) Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2010 menyatakan:

“Perumusan kebijakan nasional yang bersifat strategis di bidang industri

pertahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi kebijakan

dalam penelitian, pengembangan dan perekayasaan, pendanaan, strategi

pemasaran, pembinaan, pemberdayaan, peningkatan sumber daya manusia

dan kerja sama luar negeri dalam industri pertahanan”.159

158 Sidang Komite Kebijakan Industri Pertahanan 2010,

https://slidepalayer.info/slide/12376712. Diakses pada 15 Maret 2020.

159 Pasal 3 Ayat (2) Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2010 tentang Komite Kebijakan

Industri pertahanan.

Universitas Sumatera Utara

Page 130: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

116

Terkait dengan struktur kepemimpinan berdasarkan Pasal 4 menyatakan

KKIP diketuai oleh Menteri Pertahanan Republik Indonesia diwakili oleh Menteri

Badan Usaha Milik Negara dan anggotanya terdiri dari Menteri Perindustrian,

Menteri Riset dan Teknologi, Panglima Tentara nasional Indonesia dan Kepala

Kepolisian Republik Indonesia.160

Komite Kebijakan Industri Pertahanan juga melakukan rapat koordinasi

secara berkala secara berkala sekurang-kurangnya satu kali dalam tiga bulan atau

sewaktu-waktu apabila diperlukan.161 Kemudian ketua Komite Kebijakan Industri

Pertahanan wajib melaporkan kepada Presiden setiap perkembangan dan

permasalahan yang ada dalam penyelenggaraan industri pertahanan agar dapat

diambil keputusan untuk upaya peningkatan serta penyelesaian

masalah.162kemudian untuk pembiayaan pelaksanaan tugas dan wewenang dari

KKIP di bebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(APBN).163Setelah pendiriannya, KKIP juga telah merumuskan164 :

1. Pengelompokan industri pertahanan.

2. Kebijakan dasar pengadaan alutsista.

3. Verifikasi kemampuan industri pertahanan.

4. Revitalisasi manajemen industri pertahanan Badan Usaha Milik Negara

(BUMN), dan

5. Progres Rancangan Undang Undang Industri Pertahanan.

160 Pasal 4 Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2010 tentang Komite Kebijakan Industri

Pertahanan.

161Ibid, Pasal 7.

162 Ibid, Pasal 9.

163 Ibid, Pasal 10.

164Penjelasan Sekretaris Komite Kebijakan Industri Pertahanan tentang Sidang Industri

Pertahanan. https://slidepalayer.info/slide/12376712. Diakses pada 15 Maret 2020.

Universitas Sumatera Utara

Page 131: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

117

ad.1) Pengelompokan Industri pertahanan. terdiri atas165 :

a. Industri Alat Utama, yang berperan sebagai lead integrator untuk

memproduksi alutsista sebagai pabrikan/produsen/manufaktur (BUMNIP)

b. Industri Komponen Utama, yang memproduksi bagian-bagian besar dan

penting dari Alutsista (Industri Pendukung)

c. Industri Komponen Suku Cadang dan atau Nonalutsista, yang berfungsi

sebagai industri penunjang.

d. Industri Bahan Baku, yang memproduksi bahan baku untuk digunakan di

industri alat utama, industri komponen utama dan industri komponen suku

cadang.

ad.2) Kebijakan dasar pengadaan alutsista. Sesuai dengan arahan Presiden dalam

rangka modernisasi alutsista TNI dan Polri, yaitu166 :

a. Mengoptimalkan produk dalam negeri

b. Apabila industri dalam negeri belum mampu, maka pengadan dari luar

negeri dapat dilaksanakan, namun harus diikuti dengan program kerja sama

yang memanfaatkan/memberdayakan industri dalam negeri melalui Joint

Production. Berupa :

a) Produksi atau desain bersama dalam negeri atau luar negeri.

b) Membuat sebagaiannya di luar negeri dan sebagiannya lagi di dalam

negeri.

c) Alih teknologi

c. Disamping Joint production, pengadaan dari luar negeri juga dilaksanakan

dengan mempertimbangkan kemampuan industri pertahanan sampai

dengan tahun 2025 yang ingin dicapai dalam program offset

165 Ibid, hal. 3.

166 Ibid, hal. 11.

Universitas Sumatera Utara

Page 132: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

118

d. Pengadaan luar negeri (produksi atau desain seratus persen dari luar negeri),

semaksimal mungkin menghindari pembelian lepas dengan meminta

kompensasipembelian dibidang non pertahanan.

ad.3) Verifikasi kemampuan industri pertahanan. Bertujuan untuk memperoleh

gambaran jelas tentang kapasitas produksi dari industri pertahanan dalam

rangka pemenuhan kebutuhan alutsista TNI. Kemudian sasaran yang ingin

dicapai adalah untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang kapasitas

manajemen produksi. Kemudian KKIPN mengirimkan tim verifikasi

kapabilitas industri pertahanan untuk melaksanakan penilaian tentang167 :

a) Fasilitas dan kapasitas kemampuan produksi.

b) Kesiapan teknologi dan kompetensi sumber daya manusia.

c) Kinerja keuangan.

d) Prosedur dan metode untuk proses produksi dan pencapaian kualitas

produksi.

ad.4) Revitalisasi manajemen Industri pertahanan Badan Usaha Milik Negara

Industri Pertahanan. Bertujuan untuk meningkatkan kinerja manajemen

industri pertahanan yang sehat dan professional dalam rangka kompetensi

dan kemampuan usaha atau bisnis intinya mampu memenuhi pesanan

alutsista TNI dan Polri. Sasaran yang ingin dicapai adalah terwujudnya

industri pertahanan yang kuat dan berdaya saing. Revitalisasi manajemen

ini dilakukan dengan upaya168 :

a) Tim direksi dan jajarannya dituntut memiliki kepemimpinan yang

mampu mengelola seluruh sumber daya untuk mencapai sasaran,

moral integritas serta professional, memiliki inovasi kreativitas serta

167 Ibid, hal.13.

168 Ibid, hal.17.

Universitas Sumatera Utara

Page 133: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

119

visi kedepan, kinerja yang dapat dipertanggung jawabkan dan

dedikasi serta loyalitas kepada organisasi atau industri.

b) Perubahan pengelolaan yang difokuskan pada peningkatan

profesionalisme sumber daya manusia, modernisasi fasilitas

produksi, restrukturisasi manajemen, penyempurnaan proses serta

metode produksi, ketersediaan bahan baku serta jaminan kualitas

hasil produksi dan penguatan sumber pendanaan.

Ad.5) Progres Rancangan Undang-Undang Industri Pertahanan. KKIP juga

menerangkan progress dari undang-undang industri pertahanan untuk

mengirimkan saran dan tanggapan konstruktif untuk konsep Rancangan

Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kementerian

Pertahanan juga memberikan saran berupa konsep Rancangan Undang-

Undang Industri Pertahanan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

dan mempersiapkan tim pengawal untuk pendampingan DPR menyusun

Rancangan Undang Undang serta menyusun daftar inventarisasi masalah

(DIM) sebagai langkah antisipasi penyusunan DIM bersama anggota

Dewab Perwakilan Rakyat.169

Setelah berlakunya undang-undang Industri pertahanan, selanjutnya

Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) mempunyai peranan penting untuk

mengawasi, melaksanakan dan merumuskan kebijakan atau peraturan yang

berkaitan dengan revitalisasi industri pertahanan dalam negeri. mengenai struktur

organisasi KKIP pun akan mengalami perubahan karena Menteri Pertahanan akan

menjadi Ketua Harian KKIP dan Ketua Umumnya adalah Presiden selaku pimpinan

tertinggi dalam program pembangunan industri pertahanan, serta pengangkatan

169 Ibid, hal.33.

Universitas Sumatera Utara

Page 134: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

120

sekretaris KKIP untuk membantu ketua KKIP dalam menjalankan tugas dan

wewenangnya.170

B. Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri

Pertahanan Sebagai Landasan Kebijakan Revitalisasi Industri

Pertahanan

Pendirian dan pelaksanaan kebijakan pembangunan industri pertahanan

oleh Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) pada akhirnya telah melahirkan

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan yang

menegaskan komitmen politik legal pemerintah dan para pelaku industri

pertahanan dalam rangka menuju kemandirian dalam pemenuhan kebutuhan

alutsista modern, berteknologi tinggi dan efesien. Secara legal, undang-undang ini

memberikan kepastian hukum tentang pengembangan industri pertahanan dan

seluruh proses penyelenggaraan serta pihak-pihak yang terlibat didalamnya.

Pemikiran dasar dari undang-undang ini menempatkan industri pertahanan

sebagai industri strategis yang harus dilindungi oleh negara karena industri ini

menempati ranah salah satu pilar utama kedaulatan negara untuk memenuhi

kebutuhan alutsista (weapon system). Kemandirian pemenuhan kebutuhan alutsista

dilihat mempunuyai makna strategis untuk mengurangi ketergantungan pasokan

alutsista yang sering berimplikasi negatif terhadap kemampuan dan kesiapan

operasional Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam menjalankan tugas pokok

pertahanan negara serta dalam independensi Indonesia dalam menyikapi masalah-

masalah politik dalam negeri maupun luar negeri.171 hal ini terkandung dalam

makna pasal 3 Undang-undang Industri Pertahanan.

170 Pasal 5 Ayat (1) dan Pasal 6 Ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2013 tentang

Organisasi, Tata kerja, Sekretariat Komite Kebijakan Industri Pertahanan.

171 Andi Widjajanto, Edy Prasetyono dan Makmur keliat, Dinamika Persenjataan dan

Revitalisasi Industri Pertahanan, (Jakarta : UI Pers, 2012), hal. 47.

Universitas Sumatera Utara

Page 135: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

121

Industri pertahanan juga strategis karena memberikan efek tangkal

(deterrence effect) bagi Indonesia dalam interaksi strategis dengan negara-negatra

lain. Oleh karena itu industri pertahanan menjadi unsur penting kekuatan nasional

terutama kekuatan militer. Secara operasional, kemampuan untuk membuat

alutsista kemampuan membuat alutsista menjadikan Indonesia mempunyai

kekuatan yang secara terus menerus dapat menopang kemampuan operasional

militer. Akan tetapi yang penting adalah bagaimana Indonesia dapat menghasilkan

alutsista yang mempunyai keunggulan-keunggulan khusus. Hal ini tentunya

menuntut kapasitas teknologi yang inovatif dan kemapuan membaca

kecenderungan persaingan strategis dimasa yang akan datang. Dengan demikian

pembangunan industri pertahanan Indonesia harus berbasis teknologi tinggi dengan

penekanan pada keunggulan inovatif. sistem persenjatan yang dapat dipenuhi atau

tersedia secara terbuka melalui mekanisme pasar internasional atau kerja sama

dengan negara lain tidak akan memberikan keuntungan deterrence (pencegahan)

bagi Indonesia. Karena kemapuan ini sudah diketahui oleh negara lain dan secara

ekonomi tidak efesien bagi Indonesia dalam memproduksi alutsista tersebut karena

sudah tersedia di pasar.172 Peningkatan kemampuan penelitian, pengembangan dan

perekayasaan teknolgi ini terkandung dalam Pasal 28 dan Pasal 29 Undang-undang

Industri Pertahanan.

Makna ekonomi industri pertahanan juga dilihat dari kemampuannya untuk

meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.173

Pembangunan industri pertahanan diharapkan dapat memacu industri industri

strategis dan pendukung lainnya dalam meningkatkan kapasitas produk bahan baku

172 Ibid, hal. 48.

173 Pasal 4 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.

Universitas Sumatera Utara

Page 136: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

122

yang dibutuhkan industri pertahanan sehingga menghasilkan roda perputaran

ekonomi dan peningkatan penyerapan kebutuhan pekerja yang berdampak pada

pembukaan lowongan kerja bagi masyarakat Indonesia. Kemandirian produksi

alutsista juga akan menguntungkan secara ekonomi karena perputaran uang akan

bertahan didalam negeri. Pada akhirnya makna strategis industri pertahanan akan

meningkatkan posisi tawar (bargaining power) Indonesia. Karena terjadinya

pengurangan atau ketergantungan pasokan produk dari luar negeri, maka Indonesia

mempunyai keleluasaan dalam menyikapi berbagai masalah internasional yang

terkait dengan kepentingan negara.174

Ketiga makna strategis dari peraturan industri pertahanan tersebut

mensyaratkan adanya perlindungan negara terhadap industri pertahanan yang

dikembangkan oleh Indonesia. Urgensi perlindungan negara menjadi lebih kuat

karena sebagian besar industri pertahanan Indonesia pada awal disahkannya

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri pertahanan ini masih

berada dalam taraf Infant Industry (bayi industri) yang memerlukan berbagai

macam perlakuan khusus untuk bisa tumbuh berkembang dan bersaing dengan

industri pertahanan negara-negara lain. Argumentasi ini memberi arah agar regulasi

tentang industri pertahanan menekankan kepada kewajiban negara memberikan

perlindungan yang mencakup finansial, pembiayaan penelitian, perlindungan pasar,

serta konsistensi kebijakan pemerintah dan implementasinya dalam

mengembangan industri pertahanan.175

Pengaturan fasilitas finansial perlu ditegaskan dalam peraturan industri

pertahanan yang dalam implementasinya bisa dalam berbagai bentuk mekanisme

174 Andi Widjajanto, Edy Prasetyono dan Makmur keliat, Op.Cit. hal. 50.

175 Ibid, hal. 49.

Universitas Sumatera Utara

Page 137: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

123

pendanaan. Salah satunya adalah penyertaan modal pemerintah, penjaminan

perbankan dan lain-lain. Penyertaan modal pemerintah ini sudah diatur dalam Pasal

51 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, yaitu176 :

1) Pemerintah melakukan penyertaan modal untuk pembangunan dan

peningkatan kapasitas produksi Industri Pertahanan.

2) Penyertaan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan

kepada Industri Pertahanan milik negara.

3) Penyertaan modal Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilaksanakan sesuai dengan kebijakan Pemerintah sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 24 huruf a, huruf b, dan huruf g.

4) Penyertaan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Untuk penjaminan perbankan dari pemerintah juga sudah diatur dalam

Pasal 62 Undang-undang Industri Pertahanan, yaitu177 :

1) Pemerintah memberikan jaminan kepada perbankan dan lembaga

keuangan lain yang mendukung pembiayaan pengembangan dan

pemanfaatan Industri Pertahanan.

2) Pemerintah memberikan preferensi harga terhadap biaya kemahalan

atas produk yang dihasilkan Industri Pertahanan dalam rangka

mewujudkan kemandirian Industri Pertahanan.

3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penjaminan dan preferensi harga oleh

Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur

dengan Peraturan Presiden.

Fasilitas finansial ini juga harus diarahkan untuk memberikan dana untuk

pembiayaan penelitian untuk pengembangan industri pertahanan, baik penelitian

dasar (basic research) maupun penelitian terapan (applied research). Terkait

176 Pasal 51 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan

177 Ibid. Pasal 62.

Universitas Sumatera Utara

Page 138: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

124

dukungan dan pembiayaan penelitian ini juga diatur dalam Pasal 31 peraturan

industri pertahanan, yaitu178

Dalam rangka penelitian dan pengembangan serta perekayasaan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), Pemerintah:

a. membangun fasilitas khusus pendukung Industri Pertahanan.

b. menyediakan fasilitas program pendidikan dan pelatihan khusus

peningkatan mutu sumber daya manusia Industri Pertahanan; dan/atau

c. menyediakan anggaran untuk penelitian dan perekayasaan.

Bentuk perlindungan lain yang diberikan negara yang diatur dalam undang-

undang industri pertahanan adalah perlindungan pasar. Undnag-undang industri

pertahanan mengatur secara tegas bahwa jaminan produk dari industri pertahanan

akan dipakai untuk penggunaan dalam negeri. hal ini terdapat dalam Pasal 53

undang-undang industri pertahanan, yaitu179 :

1) Pemasaran Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan dilaksanakan

bersama-sama oleh Industri Pertahanan dan Pemerintah.

2) Pemasaran produk Industri Pertahanan diutamakan untuk memenuhi

kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan dalam negeri

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a.

Oleh karena itu sejak awal pengguna dari produk alutsista juga dilibatkan

dalam pembangunan industri pertahanan. Pengguna (TNI dan Polri) di ikutkan

dalam setiap uji coba produk baru dari industri pertahanan terutama terkait dengan

spesifikasi yang dibutuhkan. Proses ini bertujuan agar tidak ada alasan untuk tidak

menggunakan alutsista produk dari industri pertahanan dalam negeri.180

Industri pertahanan yang berbasis teknologi tinggi mensyaratkan adanya

perlindungan bagi sumber daya manusia yang unggul dan inovatif. terutama yang

178 Ibid. pasal 31.

179 Ibid. Pasal 53.

180 Andi Widjajanto, Edy Prasetyono dan Makmur keliat, Op.Cit. hal. 50.

Universitas Sumatera Utara

Page 139: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

125

sifatnya penting untuk memajukan industri pertahanan dalam negeri. perlindungan

bagi sumber daya manusia yang inovatif dapat berupa memberikan insentif bagi

tenaga-tenaga ahli dan juga berbagai kemudahan. Hal ini dilakukan agar mereka

tidak keluar dari program pembangunan industri pertahanan.181 Insentif terhadap

sumber daya manusia yang terkait dalam pembangunan industri pertahanan juga

sudah diatur secara umum dalam Pasal 32 Ayat 2 undang-undang industri

pertahanan, yang berbunyi “Penyiapan sumber daya manusia sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) meliputi rekrutmen, pendidikan, pelatihan, magang, dan

imbalan”.182

Salah satu kunci pengembangan industri pertahanan adalah konsistensi dari

peran dan tanggung jawab negara dalam perumusan, perencanaan, pelaksanaan,

pengendalian, sinkronisasi dan evaluasi industri pertahanan sesuai dengan

ketentuan yang berlaku. Hal ini menegaskan bahwa industri pertahanan yang saat

ini sedang dikembangkan mensyaratkan adanya peran dan komitmen besar dari

negara. Semua peran dan komitmen dari negara ini diwujudkan dalam bentuk

Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) yang sebelumnya sudah berdiri

terlebih dahulu.

C. Regulasi Ofset Untuk Memperoleh Alih Teknologi Alutsista Dari Luar

Negeri Dalam Kaitannya Dengan Proses Pembangunan Industri

Pertahanan Nasional

1. Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2014 Tentang Mekanisme

Imbal Dagang Dalam Pengadaan Alat Pertahanan Dan Keamanan

Dari Luar Negeri

Undang-Undang Industri Pertahanan mengedepankan untuk

mengutamakan penggunaan produk industri pertahanan dalam negeri dan

181 Ibid. hal. 51.

182 Pasal 32 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.

Universitas Sumatera Utara

Page 140: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

126

menjabarkan kebijakan untuk industri pertahanan. Akan tetapi undang-undang

industri pertahanan juga memperbolehkan pengadaan produk alutsista dari luar

negeri sesuai dengan Pasal 43 Ayat 3 peraturan industri pertahanan, yaitu “Dalam

hal Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan dalam negeri sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) belum dapat dipenuhi oleh Industri Pertahanan, Pengguna dan Industri

Pertahanan dapat mengusulkan kepada KKIP untuk menggunakan produk luar

negeri dengan pengadaan melalui proses langsung antarpemerintah atau kepada

pabrikan”Kemudian pengadaan alat peralatan pertahanan dan kamanan produk luar

negeri sebagaimana dimaksud pada ayat diatas harus memenuhi beberapa

persyaratan, salah satunya dalam Pasal 43 Ayat 5 huruf (e), yaitu “adanya imbal

dagang, kandungan lokal dan/atau ofset paling rendah 85% (delapan puluh lima

persen)”.

Pengaturan imbal dagang dan ofset diatur dalam peraturan pemerintah.

Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2014 tentang Mekanisme Imbal Dagang

dalam Pengadaan Alat Pertahanan dan Keamanan menjabarkan kerangka imbal

dagang dan pelaksanaan ofset pertahanan (defence offset). Ofset merupakan suatu

pengaturan dimana sebagian dari nilai kontrak pembelian alpalhankam tersebut

dikembalikan kepada pembeli/ pemerintah Indonesia.183 Alpalhankam184 adalah

segala alat perlengkapan TNI dan Polri untuk mendukung pertahanan negara serta

keamanan dan ketertiban masyarakat, dimana untuk peralatan utama TNI sering

disebut sebagai alat utama sistem senjata (alutsista). Peraturan Menteri Pertahanan

Nomor 17 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Pengadaan Alat Utama Sistem Senjata

di Lingkungan Kementerian Pertahanan / Tentara Nasional Indonesia mengatur

183 Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2014 tentang Mekanisme Imbal Dagang

dalam Pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan Dari Luar Negeri.

184 Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan

Universitas Sumatera Utara

Page 141: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

127

pelaksanaan pengadaan serta tugas pokok dan fungsi organisasi pengadaan

alutsista. Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2014, Pasal 14 menyebutkan:

1) Pengadaan Alpalhankam dari luar negeri harus memenuhi besaran ofset

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2).185

2) Ofset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dalam

bentuk:

a. Kegiatan yang berkaitan langsung dengan alpalhankam yang dibeli.

b. Kegiatan yang tidak berkaitan langsung dengan alpalhankam yang

dibeli.

Pasal 15 ayat (2) memaparkan ketentuan komponen ofset meliputi sebagai

berikut:

1. Perawatan dan pemeliharaan.

2. Overhaul, refurbishment, dan modifikasi.

3. Retrofit dan upgrade.

4. Produksi berdasarkan lisensi.

5. Saham patungan.

6. Beli kembali.

7. Produksi bersama.

8. Subkontrak.

9. Pengembangan kompetensi pada penelitian dan pengembangan.

10. Pengembangan bersama.

11. Alih teknologi.

185 Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2014 Pasal 5 ayat (1) berbunyi: Besaran

Kewajiban Imbal Dagang, Kandungan Lokal, dan/atau Ofset paling rendah 85% (delapan puluh

lima persen) dari nilai kontrak. (2) berbunyi: Besaran kewajiban Kandungan Lokal dan/atau Ofset

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling rendah 35% (tiga puluh lima persen) dari nilai kontrak

dengan peningkatan 10% (sepuluh persen) setiap 5 (lima) tahun.

Universitas Sumatera Utara

Page 142: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

128

12. Alih kompetensi melalui penelitian dan pendidikan.

13. Pengembangan pemasaran produk industri pertahanan.

14. Investasi untuk industri manufaktur.

Pengadaan alpalhankam dari luar negeri harus memenuhi besaran ofset

(pengembalian nilai kontrak), yang dapat diberikan dalam bentuk kegiatan yang

berkaitan langsung ataupun yang tidak berkaitan langsung dengan pembelian

tersebut. Termasuk dalam komponen ofset adalah “saham patungan”, dan

“investasi industri manufaktur,” dimana penanaman modal dari luar negeri

diharapkan dapat mengembalikan sebagian nilai kontrak dalam bentuk industri,

baik industri pertahanan maupun industri manufaktur lainnya di dalam negeri,

kepada Pemerintah yang diterima oleh pemodal dalam negeri, baik BUMN, swasta,

maupun BUMN dan swasta sebagai mitra usaha pemodal asing dalam JV.

Kepastian hukum tentang adanya manfaat ekonomi dari ofset dan ketaatan pada

komitmen dalam proses ofset ini menjadi hal yang menarik bagi pabrikan luar dan

dalam negeri untuk berinvestasi di industri pertahanan.186

Dalam kaitannya dengan kerangka imbal dagang tersebut, dapat diberikan

ilustrasi sebagai berikut: Pemerintah dengan mempertimbangkan kemampuan

teknologi dan kapasitas galangan komersial di dalam negeri merencanakan untuk

membangun kapal induk melalui mekanisme akuisisi pertahanan (defence

acquisition).187 Kementerian Pertahanan sebagai wakil pemerintah dalam kaitan ini

bertugas mengundang beberapa galangan asing yang berpengalaman untuk

186 Hendrik Untung, Hukum Investasi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010) hal.48.

187 Sylvia, “Ofset Pertahanan dalam Kerangka Pasal 1320 KUH Perdata: Analisa

Implementasi Pasal 43 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012”, Tesis pada Program Magister

Hukum, Universitas Gadjah Mada, 2014. Hal. 85.

Universitas Sumatera Utara

Page 143: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

129

memberikan proposal penawaran kapal induk dengan komponen ofset berupa

investasi. Dalam proposal tersebut, galangan asing menawarkan kapal induk dan

akan mengalokasikan sebagian nilai kontrak yang akan dikembalikan kepada

pemerintah berupa komitmen investasi, baik dalam bentuk saham patungan,

investasi industri pertahanan, maupun investasi industri manufaktur. Kementerian

Pertahanan melakukan evaluasi proposal sesuai peraturan pengadaan barang dan

jasa pemerintah, memilih proposal terbaik, dan membuat kontrak pengadaan

dengan galangan asing tersebut. Pola ofset pertahanan telah banyak dipakai, seperti

di Brazil, Turki, Korea Selatan, Afrika selatan, dan lain-lain188, dan dapat

dilaksanakan dengan tata kelola industri yang baik. Indonesia diharapkan kelak

akan dapat memiliki industri pertahanan yang maju dengan penerapan ofset

pertahanan sejenis.

Perlu diketahui bahwa terdapat dua jenis ofset yakni: ofset langsung atau

direct offset dan ofset tidak langsung atau indirect offset. Ofset langsung diartikan

sebagai barang barang atau jasa yang langsung terkait dengan peralatan militer yang

dijual. Direct offset ini ada tiga jenis yakni: Pertama, pembelian lisensi produksi

(licensed production), dimana pengertiannya adalah penjual persenjataan setuju

untuk mentransfer tekhnologi yang dimilikinya kepada negara pembeli. Sehingga,

keseluruhan atau sebagian barang yang dipesannya dapat diproduksi di negara

pembeli. Kedua, produksi bersama (co-production), pengertian dari produksi

bersama ini adalah bahwa pembeli dan penjual tidak hanya mengupayakan

pengadaan barangbarang militer saja, melainkan juga penjual bersama-sama

pembeli berupaya membuat barang-barang dan jasa peralatan militer, dan

memasarkannya bersama-sama dengan memperhatikan berbagai kesepakatan dari

188 Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 144: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

130

perjanjian tersebut. Dengan bahasa lain, negara pembeli merupakan mitra dari

negara penjual, dan dalam hal ini tidak ada keharusan dari negara penjual untuk

melakukan transfer tekhnologi kepada negara penjual. Ketiga, pengembangan

bersama (co-development). Dalam pengembangan bersama, negara produsen

peralatan persenjataan dengan negara pembeli berupaya mengembangkan berbagai

peralatan pertahanan yang telah diproduksi oleh negara penjual, dengan harapan

akan didapat produk yang lebih baik dari produk terdahulu. Keuntungan dari co-

development adalah negara pembeli secara aktif mengadopsi serta menstranfer

berbagai tekhnologi persenjataan secara langsung maupun tidak langsung, sehingga

secara bertahap peningkatan kemampuan sumber daya manusia di negara pembeli

dapat terukur dengan baik.189

Sementara itu indirect offset diartikan sebagai barang dan jasa yang tidak

secara langsung terkait dengan pembelian-pembelian produk militer,namun

dilekatkan sebagai kesepakatan dalam proses jual beli peralatan militer dan

pertahanan. Setidaknya ada empat jenis offset tidak langsung, yakni: pertama,

barter (barter), yakni suatu proses jual-beli yang dilakukan dua negara atau

produsen dan konsumen persenjataan, yang diiringi dengan perjanjian bahwa

penjual perlatan pertahanan tersebut bersedia dibayar dengan produk nonmiliter

negara pembeli dengan nominal setara dengan harga peralatan pertahanan. Kedua,

imbal beli (counter-purchase), yakni pemasok persenjataan setuju membeli produk

non-militer atau menemukan pembeli produk non-militer tersebut dengan nominal

yang disepakati dari harga persenjataan yang dipasok. Ketiga, imbal investasi

(counter-investment), yakni pemasok persenjataan setuju untuk terlibat atau

189 Andi Widjajanto dan Makmur Keliat, Research: Indonesia’s Defense Economy Reform,

(Jakarta: UI Pers, 2006),hal. 49.

Universitas Sumatera Utara

Page 145: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

131

menemukan pihak ketiga yang mau menanamkan modal langsung di negara

pembeli dengan nilai tertentu dari proses jual-beli tersebut. Bentuk imbal investasi

dapat berbentuk pendirian pabrik, transfer tekhnologi non-militer, dan lain

sebagainya. Keempat, imbal beli (buy back), yakni prosesnya agak mirip dengan

imbal investasi, hanya yang membedakan pada pemasok persenjataan setuju

membeli kembali atau menemukan pihak ketiga untuk membeli produk militer

yang jualnya dengan jangka waktu tertentu.190

Pemerintah Indonesia dalam pengadaan alutsista asing yang disertai alih

teknologi dalam prakteknya mempergunakan kedua jenis ofset diatas (direct offset

dan indirect offset) akan tetapi ofset secara langsung yang banyak dipergunakan

oleh pemerintah dan memberikan dampak besar pada revitalisasi industri

pertahanan dalam negeri. banyak contoh produk ofset secara langsung yang

dilakukan dan dihasilkan oleh pemerintah seperti kendaraan taktis APS-3 Anoa

(Angkut Personel Sedang), Medium Tank Harimau, Kapal Selam Chengbodo,

Pesawat CN-235, Senapan Serbu SS1, dan lain-lain.dalam melakukan ofset secara

langsung pemerintah juga sudah menetapkan besar nya kandungan lokal yang harus

bisa dipenuhi dalam proses alih teknologi, yaitu191 :

1) Besaran kewajiban Imbal Dagang, Kandungan Lokal, dan/atau Ofset

paling rendah 85% (delapan puluh lima persen) dari nilai kontrak.

2) Besaran kewajiban Kandungan Lokal dan/atau Ofset sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) paling rendah 35% (tiga puluh lima persen) dari

nilai kontrak dengan peningkatan 10% (sepuluh persen) setiap 5 (lima)

tahun.

190 Ibid,hal. 50.

191 Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2014 tentang Mekanisme Imbal Dagang

dalam Pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan Dari Luar Negeri.

Universitas Sumatera Utara

Page 146: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

132

Perlu diketahui bahwa kandungan lokal merupakan bahan atau produk yang

dimiliki perseorangan atau perusahaan milik dalam negeri. jadi berdasarkan

ketentuan peraturan pemerintah, harus dipahami bahwa alih teknologi melibatkan

produk atau bahan baku yang berasal dari dalam negeri dan setiap lima tahun harus

ada peningkatan kadar kandungan lokal dalam komponen-komponen produksi

alutsista hasil dari alih teknologi asing. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan

kemandirian dari industri dalam negeri secara bertahap. Kandungan lokal dalam

produk alutsista terdiri dari berbagai macam, Pasal 12 Ayat (2) membaginya

menjadi beberapa jenis yaitu192:

a. Rancang bangun

b. Perekayasaan

c. hak atas kekayaan intelektual

d. bahan baku

e. biaya sarana dan prasarana

f. pendidikan dan pelatihan

g. biaya tenaga kerja, dan/atau

h. pelayanan purna jual.

Kemudian dalam menentukan besarnya nilai kandungan lokal yang

dipenuhi dalam setiap produk alih teknologi juga sudah ditentukan Pasal 18 ayat

(2),yaitu berdasarkan193:

a. arah kemandirian dan daya saing Industri Pertahanan

b. kemampuan Industri Pertahanan

c. kebutuhan Alpalhankam

d. kemampuan teknologi, rancang bangun, dan rekayasa

e. kemampuan sumber daya manusia

f. ketersediaan sarana dan prasarana

192 Pasal 12 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2014 tentang Mekanisme

Imbal Dagang dalam Pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan Dari Luar Negeri.

193 Ibid,Pasal 18 Ayat 2.

Universitas Sumatera Utara

Page 147: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

133

g. pengembangan pemasaran, dan/atau

h. dampak terhadap perekonomian nasional.

Skema ofset yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun

2014 tentang Mekanisme Imbal Dagang dalam Pengadaan Alat Peralatan

Pertahanan dan Keamanan Dari Luar Negeri. dengan adanya peraturan tersebut

diharapkan memberikan manfaat untuk meningkatkan peluang alih teknologi,

memberikan arah yang jelas dalam bentuk program nasional yang terstruktur dan

peningkatan kapasitas industri dalam pengembangan industri pertahanan.

2. Peranan Pemerintah Terhadap Riset Dan Pengembangan Teknologi

Industri Pertahanan

Berbeda dengan sektor industri yang lain, peran pemerintah dalam sektor

industri pertahanan tidak dapat dipandang sebelah mata. Hal ini dikarenakan

pemerintah perlu menetapkan model pembangunan industri yang berorientasi pada

pemenuhan kebutuhan pertahanan dalam negeri serta memiliki pusat pengetahuan

yang berpijak dan berorientasi pada kemampuan nasional.. dengan kata lain

kemandirian industri pertahanan hanya mungkin tercapai jika suatu negara juga

memobilisasi sumber daya nasional yang dimilikinya, dari bahan mentah bernilai

tinggi hingga tenaga kerja yang terdidik untuk membangun pusat riset dan

pengembangan teknologi nasional.

Pemerintah juga sudah menyadari bahwa peningkatan kemampuan dan

penguasaan teknologi industri pertahanan harus dilakukan melalui aktivitas

penelitian dan pengembangan (Research and Development/ R&D) serta

perekayasaan. Aktivitas penelitian dan pengembangan juga menjadi syarat mutlak

menuju kemandirian pertahanan serta kemampuan merspon perkembangan

teknologi pertahanan dan keamanan. Namun ada yang patut ditekankan dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 148: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

134

menetapkan pemerintah sebagai pihak penting dalam pembangunan pusat riset dan

pengembangan teknologi untuk kebutuhan industri pertahanan.

Pemerintah pada dasarnya bukanlah pihak yang secara terpusat dapat

menerepkan metode atas-bawah (Top-Down) dalam mengarahkan bentuk dari

model pembangunan pusat riset tersebut. Riset dan pengembangan teknologi adalah

sistem yang ditopang oleh banyak subsistem. Masing-masing subsistem tersebut

memiliki kompetensi inti dan mesti dikelola berdasarkan fungsi instrumental dan

strategis subsistem tersebut bagi produksi peralatan militer. Sebuah sistem integrasi

yang baik sudah seharusnya memiliki mekanisme untuk hadirnya proses dialog,

klarifikasi, bahkan koreksi dua arah antar-subsistem mengenai proyek yang sedang

atau akan dikerjakan. Dalam konteks pengelolaan sistem terintegrasi tersebut, aktor

industri pertahanan dapat diklasifikasikan berdasarkan peran strategisnya yaitu

pemerintah dan swasta. Akan tetapi dalam konteks ini hanya akan diterangkan

peran strategis pemerintah saja. Pemerintah dalam pengertian luas, yaitu mencakup

lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Pemerintah adalah suatu sistem yang

memiliki mekanisme kerja serta koordinasi tersendiri berbeda dengan aktor privat.

Lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif merupakan pranata pemerintahan yang

memiliki legitimasi politik dan hukum untuk menetapkan arah kebijakan negara,

baik pada arah nasional maupun internasional.194Secara normatif, diantara ketiga

lembaga negara itu berlangsung proses pembagian kekuasaan dan saling koreksi.

Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial yang memberikan

wewenang kepada Presiden untuk menentapkan dan melaksanakan kebijakan

pertahanan negara. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan

Negara menyatakan bahwa Presiden memiliki wewenang dan tanggung jawab

194 Silmy Karim, Op.Cit. hal.323.

Universitas Sumatera Utara

Page 149: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

135

untuk mengelola sistem pertahanan negara, yaitu menetapkan kebijakan umum

pertahanan negara sebagai acuan bagi perencanaan, penyelenggaraan, dan

pengawasan sistem pertahanan negara.195

Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 3 tahun 2002 menyatakan presiden

dibantu oleh Menteri Pertahanan dalam merumuskan kebijakan umum pertahanan

negara. Yakni Menteri “menetapkan kebijakan penganggaran, pengadaan,

perekrutan, pengelolaan sumber daya nasional, serta pembinaan teknologi dan

industri pertahanan yang diperlukan oleh Tentara Nasional Indonesia dan

komponen pertahanan lainnya”.196Sehingga dalam melaksanakan tugasnya

tersebut, menteri pertahanan diberikan amanat untuk “bekerja sama dengan

pimpinan departemen dan instansi pemerintah lainnya serta menyusun dan

melaksanakan perencanaan strategis pengelolaan sumber daya nasional untuk

kepentingan pertahanan”.197 Dengan jelas, Undang-Undang Pertahanan Negara

memberikan pedoman bagi pemerintah bahwa penelitian dan pengembangan

industri dan teknologi di bidang pertahanan merupakan syarat penting bagi

peningkatan kemampuan pertahanan negara.198 Dalam prakteknya upaya

pemenuhan syarat tersebut mesti tampak pada kegiatan Menteri Pertahanan dalam

mendorong serta memajukan pertumbuhan industri pertahanan dalam negeri, baik

melalui kegiatan promosi maupun pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi.199

195 Pasal 13 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan

Negara.

196 Ibid. Pasal 16 ayat 6.

197 Ibid. Ayat 2.

198 Ibid, Pasal 23 ayat 1.

199 Ibid, Ayat 2 dan Penjelasan.

Universitas Sumatera Utara

Page 150: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

136

Mempertegas apa yang telah tertera dalam Undang-Undang Pertahanan

Negara, dalam Undang-Undang Nomo 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional

Indonesia menyatakan bahwa Kementerian Pertahanan memegang kendali atas

“segala sesuatu yang berkaitan dengan perencanaan strategis yang meliputi aspek

pengelolaan pertahanan negara, kebijakan penganggaran, pengadaan, perekkrutan,

pengelolaan sumber daya nasional, serta pembinaan teknologi industri pertahanan

yang diperlukan oleh TNI dan komponen pertahanan lainnya”.200 Berdasarkan

Undang-Undang Pertahanan Negara dan Undang-Undang TNI , tampak bahwa

Kementerian Pertahanan adalah pusat dari penentuan pengelolaan sistem

pertahanan negara secara umum, termasuk mengenai riset dan pengembangan

industri serta teknologi pertahanan. Dalam strukturnya, Kementerian Pertahanan

memiliki Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang), yang secara normatif

memiliki empat fungsi:201

1. Penyusunan kebijakan teknis,rencana dan program di bidang penelitian

dan pengembangan pertahanan.

2. Pelaksanaan tugas di bidang penelitian dan pengembangan pertahanan

yang meliputi strategi,sumber daya,ilmu pengetahuan dan teknologi,

dan alat peralatan negara.

3. Pemantauan ,evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas di bidang

penelitian dan pengembangan pertahanan.

4. Pelaksanaan administrasi Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertahanan.

200 Pasal 3 Ayat 2 dan Penjelasan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara

Nasional Indonesia.

201 Pasal 781 Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 16 Tahun 2010 tentanhg Organisasi dan

Tata Kerja Kementerian Pertahanan.

Universitas Sumatera Utara

Page 151: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

137

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan juga

mengatur bahwa industri pertahanan diminta untuk menyediakan paling rendah lima persen

dari laba bersih untuk kepentingan penelitian dan pengembangan di bidang pertahanan.

Anggaran penelitian dan pengembangan ini dapat dapat dibebankan sebagai komponen

biaya oleh industri pertahanan. Tapi ini bukan berarti beban utama untuk menggenjot

aktivitas penelitian dan pengembangan terletak dipundak industri pertahanan. Undang-

undang juga menegaskan pelaksanaan penelitian dan pengembangan serta perekayasaan

dilakukan juga oleh perguruan tinggi, institusi penelitian dan pengembangan, baik

lembaga pemerintahmaupun swasta nasional, TNI/Polri serta lembaga negara lainnya

sebagai pengguna, dan industri pertahanan sendiri. Untuk itu diperlukan langkah

menyinergikan aktivitas dan pendanaan untuk lembaga lainnya.202

Untuk mencapai kemandirian dan kemajuan riset, balitbang Kementerian

Pertahanan harus bekerja sama denganBalitbang Angkatan Darat, Angkatan Laut dan

Angkatan Udara, Universitas, serta kalangan bisnis professional atau industri. Sesuai

dengan Peraturan Menteri Pertahanan, Balitbang Kementerian Pertahanan dapat menjadi

coordinator bagi aktor lain dalam menetapkan pedoman umum dan sasaran strategis dari

kegiatan riset dan pengembangan teknologi. Balitbang angkatan memberikan saran dan

masukan tentang produk dan teknologi yang dibutuhkan personel di lapangan serta

proyeksi atas kebutuhan di masa depan. Selanjutnya kelangan universitas menerjemahkan

pedoman, sasaran strategis dan permintaan tersebut dalam kegiatan penelitian yang jelas,

terukur, serta konkret. Hasil penelitian tersebut kemudian ditindak lanjuti dengan membuat

rancang bangun awal atau prototipe.203

Lembaga negara lain yang tidak dapat di kesampingkan dalam konteks riset

teknologi pertahanan adalah Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP). Komite ini

bertugas merumuskan dan mengoordinasi pelaksanaan, pengendalian, pemantauan dan

202 Pasal 28 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.

203 Silmy Karim. Op.Cit, hal. 329.

Universitas Sumatera Utara

Page 152: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

138

evaluasi atas kebijakan nasional di bidang industri pertahanan, serta mengoordinasikan

kerja sama luar negeri. Komite industri pertahanan juga merumuskan kebijakan nasional

industri pertahanan dalam bidang penelitian, pengembangan, perekayasaan, pendanaan,

strategi pemasaran, pembinaan, pemberdayaan, peningkatan sumber daya menusia dan

kerja sama luar negeri.204 Posisi Komite Kebijakan Industri Pertahanan juga semakin kuat

dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan

dan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2013 tentang Organisasi, Tata kerja, dan

Sekretariat Komite Kebijakan Industri Pertahanan. Selanjutnya , pemerintah juga

bertanggung jawab dalam membangun fasilitas khusus pendukung industri pertahanan,

menyediakan fasilitas program pendidikan dan pelatihan khusus untuk peningkatan mutu

sumber daya manusia di industri pertahanan, serta menyediakan anggaran untuk penelitian

dan perekayasaan.205

Tampak jelas bahwa pemerintah menyadari pentingnya pembangunan kapasitas

riset nasional dalam teknologi pertahanan. Kesadaran itu harus ditindak lanjuti dengan

kebijakan yang konkret, hasil yang terukur, serta kerja sama strategis bersama komponen

nasional lain. Komitmen untuk mengalokasikan lima persen dari profit perusahaan

pertahanan bagi kerja riset serta pengembangan teknologi harus selalu dijaga. Karena riset

dan pengembangan merupakan investasi jangka panjang. Kemudian selain membuat dan

memiliki teknologi sendiri, Indonesia pun dapat menempatkan diri dalam persaingan dunia

industri pertahanan global , bukan hanya sebagai konsumen tetapi dapat menjadi produsen

utama. Dengan mendapatkan posisi tersebut maka akan meningkatkan status Indonesia

dalam industri pertahanan global yang akan berkolerasi dengan pertumbuhan ekonomi

nasional.

204 Pasal 3 Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2010 tentang Komite Kebijakan Industri

Pertahanan.

205 Ibid, Pasal 31.

Universitas Sumatera Utara

Page 153: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

139

D. Analisis Efektifitas Regulasi Revitalisasi Industri Pertahanan Nasional

Melalui Alih Teknologi Pengadaan Alutsista Dari Luar Negeri negeri

Menentukan efektifitas dari suatu regulasi memiliki keanekaragaman dalam

hal indikator206 penilaian tingkat efektifitas, sehingga hal ini terkadang mempersulit

penelaahan terhadap suatu penelitian. Akan tetapi secara umum efektifitas suatu hal

dapat dipahami sebagai keberhasilan dalam pencapaian target atau tujuan yang

ditetapkan. Mengutip dari Soerjono Soekanto, efektivitas hukum adalah efektif atau

tidaknya suatu hukum yang ditentukan oleh lima faktor yaitu hukum, penegak

hukum, sarana, masyarakat dan kebudayaan.207 Dalam pembangunan industri

pertahanan dalam negeri, faktor yang dijadikan landasan efektifitas hukumnya

adalah peraturan perundang-undangan yang terkait dengan alih teknologi alutsista.

Berangkat dari pemahaman umum tersebut efektifitas dari suatu hal adalah

pencapaian target dan tujuan. Maka efektifitas dari peraturan perundang-undangan

diukur dari tujuan dan pencapaian yang ingin di dapatkan dari pembentukan

undang-undang yang menjadi landasan dilakukannya revitalisasi industri

pertahanan melalui alih teknologi alutsista, yaitu tujuan dari Undang-Undang

Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Di mana tujuan dari peraturan

tersebut terdapat dalam Pasal 3, yaitu :

a. mewujudkan Industri Pertahanan yang profesional, efektif, efisien,

terintegrasi, dan inovatif;

b. mewujudkan kemandirian pemenuhan Alat Peralatan Pertahanan dan

Keamanan; dan

206 Menurut Lawrence Green (1992), indikator adalah variable-variabel yang bisa

menunjukkan ataupun mengindikasikan kepada penggunanya mengenai sesuatu kondisi tertentu,

sehingga bisa dipakai untuk mengukur perubahan yang terjadi.

207 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum (Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 8.

Universitas Sumatera Utara

Page 154: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

140

c. meningkatkan kemampuan memproduksi Alat Peralatan Pertahanan dan

Keamanan, dalam rangka membangun kekuatan pertahanan dan keamanan

yang andal.

Oleh karena itu tujuan dari undang-undang industri pertahanan dijadikan

indikator efektif atau tidaknya suatu perundang-undangan dalam alih teknologi

alutsista.

Indikator pertama, mewujudkan industri pertahanan yang efektif,

terintegrasi dan inovatif.208 Alih teknologi yang dilakukan oleh pemerintah dalam

pengadaan alutsista dari luar negeri di maksudkan untuk menciptakan percepatan

inovasi teknologi produk industri pertahanan dalam negeri. oleh karena itu

pemerintah Indonesia turut serta menjadi aktor utama dalam mendukung

pengembangan riset dan teknologi alutsista. Berbicara tentang peranan negara

dalam riset dan teknologi akan lebih tajam pisau analisisnya jika dilihat dari

seberapa besar dana dan juga perhatian dari pemerintah. Respon penyelenggara

negara ini bisa di lihat dari perspektif lintas sektor yang ada dalam berbagai

lembaga negara atau pada khususnya untuk pengembangan industri pertahanan

semata. Peneliti industri pertahanan, Renelle Guichard dalam makalahnya “Dual-

Use Policies in The French and European Perspectives”, mengemukakan hal

menarik terkait dengan riset dan teknologi industri pertahanan di suatu negara, yaitu

“besaran belanja negara untuk kegiatan riset dan teknologi militer merefleksikan

pilihan kebijakan pertahanan dan aliansi yang akan dibangun. Pilihan ini juga

mempengaruhi kebijakan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

nasional”.209 Ulasan dari Guichard tersebut menunjukkan pesan penting dari posisi

kunci riset dan teknologi untuk suatu negara. Pada konteks kemandirian industri

209 Silmy Karim, Op.Cit. hal. 359.

Universitas Sumatera Utara

Page 155: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

141

pertahanan, pokok pikiran tersebut bisa juga diterjemahkan sebagai fokus perhatian

pemerintah agar pengembangan riset dan teknologi pertahanannya dapat dilakukan

secara optimal. Optimal di sini merujuk pada komitmen yang lahir dari pemerintah

sebagai penyelenggara negara untuk membiayai kegiatan pengembangan riset dan

pengembangan teknologi dalam pembangunan industri pertahanan.

Besaran dana pembiayaan riset dan pengembangan Indonesia bila

dibandingkan ke produk domestik bruto (R&D Compare to GDP) menurut

UNESCO210 pada tahun 2009, Indonesia hanya menduduki peringkat ke 107

dengan nilai 0,08 % dari produk domestik bruto (PDB) kemudian setelah Undang-

Undang Nomor 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan disahkan, melalui Pasal

31 huruf c yang menyatakan pemerintah “menyediakan anggaran penelitian dan

perekayasaan”. Pemerintah Indonesia mulai meningkatkan pendanaan riset dan

pengembangan teknologi dalam negeri. hingga pada akhirnya nilai perbandingan

dana riset dan pengembangan terhadap produk domestik bruto Indonesia meningkat

menjadi 0,27% di tahun 2018.211 Hal ini menunjukkan pemerintah punya komitmen

untuk mendukung pengembangan riset dan pengembangan teknologi pertahanan.

Walaupun peningkatannya tidak terlalu signifikan apalagi bila dibandingkan

dengan negara tetangga seperti Singapura yang menjadi saingan industri

pertahanan Indonesia di wilayah asia tenggara nilainya mencapai 2,17 %.212

Apabila dilihat dari data peningkatan persentase dana diatas maka dapat

dilihat bahwa riset dan pengembangan peralatan pertahanan dan keamanan mulai

210 United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization atau disingkat

UNESCO merupakan badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bertujuan mendukung

perdamaian dan keamanan dengan mempromosikan kerja sama antar negara melalui pendidikan,

ilmu pengetahuan dan budaya.

211https://data.worldbank.org/indicator/GB.XPD.RSDV.GD.ZS?locations=ID-SG, diakses

pada kamis, 9 April 2020.

212Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 156: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

142

menjadi perhatian pemerintah dan terus ditingkatkan semenjak dikeluarkannya

undang-undang industri pertahanan. Dalam beberapa tahun setelah undang-undang

industri pertahanan berlaku, kegiatan riset diarahkan untuk penguasaan teknologi

peralatan di bidang pertahanan dan keamanan yang mencakup riset rudal, kapal

perang, radar, dan kendaraan tempur. Kemudian kegiatan pengembangan dilakukan

melalui empat fase, yaitu concept technology design, prototype production and

testing, production and procurement, dan serial production. Concept technology

design merupakan penguasaan teknologi tahap awal yaitu tahapan technology

development phase (TDP), dengan tingkat kesiapan teknologi. Prototype

production and testing merupakan tahapan pembuatan prototipe dan pengujian,

yaitu merupakan tahapan Engineering Manufacturing Development (EMD).

Production and procurement merupakan tahapan awal produksi dan pengadaan

yaitu Production Phase (PP), di tingkat kesiapan teknologi. Terakhir serial

production merupakan produksi massal.213

Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, Indonesia sebenarnya telah

memiliki pranata untuk membangun sistem riset dan pengembangan teknologi yang

terintegrasi. dari aspek regulasi, pada tahun 2002 pemerintah dan Dewan

Perwakilan Rakyat telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002

tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu

Pengetahuan dan Teknologi kemudian digantikan dengan Undang-Undang Nomor

11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Peraturan ini berfungsi untuk membentuk pola hubungan yang saling memperkuat

antar unsur penguasaan, pemanfaatan dan pemajuan ilmu pengetahuan dan

213 Silmy Karim, Op.Cit, hal. 360.h_p://rirn.ristekdikti.go.i

Universitas Sumatera Utara

Page 157: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

143

teknologi dalam satu kesatuan yang terintegrasi.214 Undang-undang ini

mengamanatkan adanya integrasi dan sinergi antar unsur kelembagaan, sumber

daya dan jaringan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jadi secara legal, upaya

integrasi riset dan pengembangan teknologi di Indonesia memberikan ruang yang

besar bagi pemangku kepentingan untuk duduk bersama dan berdiskusi untuk

menentukan agenda program yang harus dikerjakan. Dalam prakteknya selain ada

komite kebijakan industri pertahanan (KKIP) telah melakukan pertemuan dan

diskusi dengan Dewan Riset Nasional selaku pendukung Menteri Riset dan

Teknologi dalam menentukan arah, prioritas utama dan kerangka kebijakan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang berkaitan dengan pertahanan Indonesia. Dan

kemudian menentukan tujuh program prioritas nasional dalam bidang pertahanan,

yaitu kapal selam, pesawat tempur, tank medium, propelan, radar, roket dan

rudal.215Kemudian komite kebijakan industri pertahanan membentuk Design

Centre Indonesia (DCI) dalam alur produksi jet tempur KF-X/IF-X kerja sama

Indonesia dan Korea Selatan yang merupakan contohnyata dari aktualisasi atas

kapabilitas pranata riset dan pengembangan teknologi Indonesia di masa kini. Pusat

desain berfungsi sebagai kolam pengetahuan yang menampung, menyimpan,

mengevaluasi dan memodifikasi teknologi yang diperoleh ataupun dibangun

peneliti dalam negeri bersama negara lain. Pusat desain Indonesia merupakan

inisiatif dari pemerintah agar Indonesia dapat memetakan serta mengembangkan

kompetensi tenaga ahli Indonesia yang terbentuk pada fase pertama pembangunan

pesawat tempur KF-X/IF-X216, yaitu technology development phase (TDP). Ada

214 Pasal 6 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu

Pengetahuan dan Teknologi.

215 www.drn.go.id. Diakses pada 7 april 2020.

216 KFX adalah Korean fighter xperiment untuk militer Indonesia, dan IF-X adalah

Indonesian fighter xperiment untuk militer Korea Selatan.

Universitas Sumatera Utara

Page 158: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

144

tiga puluh tujuh insinyur Indonesia yang dikirim ke Korea Selatan untuk

berkolaborasi membuat rancangan jet tempur.217 Walaupun program ini terganjal

dengan teknologi sistem radar yang tidak diberikan oleh Amerika Serikat akan

tetapi dalam jangka panjang pusat desain Indonesia telah menjadi sumber informasi

dan inovasi pada tataran teknologi dan manajerial bagi pelaku industri pertahanan.

Hal ini dibuktikan dengan berhasilnya Indonesia dalam menghasilkan inovasi

prototipe tank medium hasil kerja sama alih teknologi dengan perusahaan FNSS

dari negara Turki. Dan tank medium ini sedang masuk dalam fase produksi

massal,218 Perusahaan pertahanan Indonesia juga berhasil membuat inovasi dan

memproduksi bom P 100L, P250L dan P500L buatan perusahaan PT. Dahana akan

tetapi untuk propelan (bahan baku mesiu) masih harus impor dari luar negeri219 dan

terakhir Indonesia juga sudah menghasilkan inovasi Len S- 200 radar 2D yang

dibuat oleh PT. Len Industri.220

Indikator kedua, kemandirian pemenuhan alat peralatan pertahanan dan

keamanan.Umumnya para pengambil kebijakan industri pertahanan memahami

bahwa kemandirian industri pertahanan membutuhkan proses yang panjang. Oleh

karena itu pembangunan industri pertahanan dilakukan secara bertahap. Hingga

saat ini pemerintah menetapkan prioritas untuk beberapa pengadaan alutsista yang

diproduksi oleh industri pertahanan nasional secara mandiri ataupun bekerja sama

dengan negara lain, yaitu kapal selam, pesawat tempur, medium tank, radar, freegat,

217 Silmy Karim, Op.Cit, hal. 350

218 https://www.pindad.com/pt-pindad-siap-produksi-massal-medium-tank. Diakses pada

15 Mei 2020.

219https://www.merdeka.com/uang/tekan-impor-bahan-baku-peluru-dahana-bangun-

pabrik-rp-23-t-di-subang.html. Diakses pada 16 mei 2020.

220 https://kumparan.com/kumparanbisnis/bumn-ini-jualan-radar-militer-canggih-bisa-

deteksi-musuh-jarak-200-km-1541658601514831102. Diakses pada 16 mei 2020.

Universitas Sumatera Utara

Page 159: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

145

rudal, satelit pertahanan dan lain-lain. Kemudian timbul pertanyaan kemandirian

yang bagaimana yang ingin dicapai oleh pemerintah. Dalam Pasal 38 Ayat 2

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 menyebutkan “Dalam kegiatan produksi

Industri Pertahanan wajib mengutamakan penggunaan bahan mentah, bahan baku,

dan komponen dalam negeri”. Kemudian Pasal 43 ayat 5 huruf (f) menyatakan

“kandungan lokal dan/atau ofset sebagaimana dimaksud pada huruf e paling rendah

35% (tiga puluh lima persen) dengan peningkatan 10% (sepuluh persen) setiap 5

(lima) tahun”. Perlu diketahui sebelumnya setiap produk alutsista terdiri dari

beberapa komponen khusus seperti bahan mentah, bahan baku, elektronik, mesin,

dan lain-lain. Jadi seberapa besar tingkat kemandirian industri pertahanan dalam

negeri diukur dari seberapa besar persentase kandungan lokal yang terdapat dalam

komponen-komponen setiap produk alutsista dalam negeri. undang-undang industri

pertahanan sudah menetapkan batas minimal kandungan lokal yang terkandung

dalam setiap produk alutsista dalam negeri yaitu minimal sebesar 35%. Maka

komponen-komponen dari suatu alutsista harus dapat diproduksi atau berasal dari

dalam negeri, paling tidak sebesar 35%. Seperti yang sudah disebutkan

sebelumnya, perusahaan-perusahaan industri pertahanan nasional sudah mempu

membuat produk alutsista hasil dari riset dan pengembangan dalam negeri. akan

tetapi dalam hal kemandirian produksi alutsista, industri pertahanan nasional belum

benar-benar mandiri. Sebagai contoh produk medium tank harimau buatan PT.

Pindad, kandungan lokalnya masih sebesar 70%. Yang menjadi masalah umum

dalam kebijakan kandungan lokal adalah komponen perakitan atau hardware

(komponen keras) seperti mesin dan plat lapis baja yang belum dapat diproduksi

oleh industri hulu untuk mendukung material komponen alutsista dalam negeri.221

221 https://oto.detik.com/mobil/d-4671560/komponen-lokal-kendaraan-tempur-pindad-tembus-70. Diakses pada 10 April 2020.

Universitas Sumatera Utara

Page 160: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

146

Oleh karena itu sebagaian kebutuhan komponen produk alutsista di impor dari

negara lain. Dalam hal impor komponen alutsista pun pemerintah juga sudah

melakukan amanat Pasal 50 ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang

Industri Pertahanan, yaitu “Dalam hal pembangunan Industri Pertahanan

membutuhkan komponen dan peralatan produksi yang belum dapat dipenuhi di

dalam negeri, Pemerintah dapat memberikan insentif fiskal termasuk pembebasan

bea masuk dan pajak terhadap komponen dan peralatan produksi yang diimpor”.222

pasal tersebut sangat berguna untuk menekan biaya impor komponen pembuatan

produk alutsista dalam negeri. akan tetapi lebih baik menggunakan komponen

industri dari dalam negeri.

Walaupun dalam hal penyediaan komponen dan bahan baku produk dalam

negeri masih belum mandiri, akan tetapi perusahaan-perusahaan pertahanan

Indonesia sudah mampu secara mandiri memenuhi kebutuhan pengadaaan alutsista

dalam untuk kebutuhan pertahanan dan keamanan negara, seperti yang di tunjuk

dalam tabel berikut :

Tabel. 3

Produk Perusahaan-Perusahaan Pertahanan Hasil Dari Alih Teknologi

No Nama Perusahaan Produk Hasil Alih Teknologi

1. PT. Pindad (BUMN) G-2, SS-2, SS-3, SPR-4, komodo 4x4, Anoa 6x6 APC,

Badak 6x6, Tank Medium Harimau, dll

2. PT. PAL Indonesia

(BUMN)

Patrol Vessel - 60 M, Patrol Vessel - 90 M, KCR - 60

M, LPD -143 M, MSS-163 M, SSV - 123 M, dll

3. PT.Dirgantara Indonesia

(BUMN)

CN-235 Series, N-219, NC-212, H-215 Helicopter

Series, Roket NDL - 40, RD - 702, Torpedo SUT,dll

(Sumber : www. kkip.go.id)

222 Pasal 50 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.

Universitas Sumatera Utara

Page 161: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

147

Indikator ketiga, meningkatkan kemampuan produksi alat Peralatan

pertahanan dan keamanan. peningkatan produksi alat pertahanan dan keamanan

berkaitan dengan kemampuan dari alat produksi perusahaan-perusahaan

pertahanan, kebanyakan alat produksi alutsista sudah tua sehingga mempengaruhi

jumlah produksi. oleh karena itu Komite Kebijakan Industri Pertahanan berperan

untuk membuat pedoman umum perencanaan produksi yang merupakan panduan

dalam proses menjalankan perencanaan produksi industri pertahanan.223

Kemudian pemerintah melalui Penyertaan Modal Negara (PMN)

menyuntikkan dana kepada perusahaan pertahanan seperti Pindad (suntikan dana

sbesar 700 Milyar) untuk bisa mengembangkan kapasitas poduksi dengan

perluasan pabrik munisi caliber kecil (MKK) yang mana pada awalnya kemampuan

pindad memproduksi peluru di kisaran 165 juta butir pertahun menjadi 275 jutaan

pertahun.224 Jadi pemerintah Indonesia telah melakukan kucuran dana dalam

bentuk penyertaan modal negara untuk meningkat kemampuan produksi

perusahaan pertahanan. Dana yang diberikan pemerintah juga digunakan untuk

membeli mesin-mesin produksi baru untuk menggantikan mesin produksi alutsista

yang lama225, dengan pembelian mesin produksi alat peralatan pertahanan dan

keamanan yang baru maka pindad dapat memenuhi dan menerima pembelian

produk alutsista dalam jumlah yang jauh lebih besar. akan tetapi tidak semua mesin

produksi yang sudah tua dapat diganti dengan yang lebih modern.

223 Pasal 37 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012

224 http://www.bumn.go.id/pindad/berita/1-Peletakan-Batu-Pertama-Perluasan-Pabrik-MKK-Dan-Peresmian-SPR-4. Diakses pada 16 mei 2020.

225 https://klikanggaran.com/bisnis/pt-pindad-enjiniring-indonesia-pei-investasi-

pembelian-11-mesin-untuk-pembuatan-senjata.html. Diakses pada 16 mei 2020.

Universitas Sumatera Utara

Page 162: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

148

Dengan demikian berdasarkan 3 indikator yang telah di sampaikan diatas

maka dapat dibuat tabel agar mempermudah memahami efektifitas dari undang-

undang industri pertahanan dalam revitalisasi industri pertahanan nasional :

Tabel. 4

No Indikator Efektivitas Pelaksanaan Keterangan

1. Industri Pertahanan yang

efektif, efisien, terintegrasi, dan

inovatif;

Pemeintah sudah

melakukan

integrasi antar

lembaga litbang di

Indonesia dan

menajalankan

program tujuh

perioritas industri

pertahanan yang

menghasilkan

inovasi produk

alutsista.

Dalam

menjalankan

tujuh program

prioritas

pertahanan dan

keamanan. Hanya

1 program yang

belum berhasil

menghasilkan

inovasi produk

pertahanan, yaitu

program jet

tempur KFX

2. kemandirian pemenuhan alat

peralatan pertahanan dan

keamanan

Perusahaan-

perusahan

pertahanan dalam

negeri sudah

mempu

memenuhi

kebutuhan

pemenuhan

pertahanan dan

keamanan negara

dengan

banyaknya pilihan

produk alutsista

yang di hasilkan

Akan tetapi dalam

hal penyediaan

komponen dan

bahan baku untuk

membuat produk

alutsista,

Indonesia masih

belum bisa

mandiri karena

masih tergantung

dengan impor.

3. meningkatkan kemampuan

memproduksi Alat Peralatan

Pertahanan dan Keamanan

Pemerintah

berperan

memberikan

Penanaman

Modal Negara

kepada

perusahaan

pertahanan

Perusahaan

pertahanan

mengalami

peningkatan

produksi yang

cukup signifikan

(Sumber : Diolah dari peraturan perundang-undangan)

Universitas Sumatera Utara

Page 163: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

149

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Alih teknologi alutsista untuk industri pertahanan dalam negeri berperan

penting untuk mempercepat proses pembangunan yang seharusnya

membutuhkan waktu puluhan tahun. Penanaman modal asing terhadap

BUMN tidak dapat digunakan dalam upaya alih teknologi alutsista asing

karena terdapat larangan dalam Pasal 52 Ayat (1) Undang-Undang Nomor

16 Tahun 2012 tentang Industri pertahanan yaitu “kepemilikan modal atas

industri alat utama seluruhnya di miliki oleh negara”. Sehingga pemerintah

Indonesia menggunakan undang-undang paten dalam melakukan alih

teknologi dengan cara melaksanakan lisensi paten untuk mendapatkan

teknologi yang di inginkan atau dengan metode ofset imbal dagang.

Pemerintah juga sudah memberikan perlindungan hukum bagi pihak asing

pemilik hak kekayaan intelektual yang karyanya di pergunakan dalam

kegiatan alih teknologi. Dasar hukumnya merujuk pada TRIPs dan

perundang-undangan yang berkaitan dengan hak kekayaan intelektual.

2. Pemerintah Indonesia menuntut industri nasional untuk memiliki

kemampuan khusus serta dapat menjamin ketersediaan produk berupa

komponen dan bahan baku yang dibutuhkan bagi industri pertahanan. yang

termuat dalam Bab III Rencana Induk Industri Pertahanan Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian. Kemudian Pemerintah

berusaha melibatkan berbagai unsur pengguna, pemproduksi, perancang,

penguji, peneliti yang kompeten serta dengan perencanaan bisnis yang

matang. Upaya menyinergikan industri pertahanan nasionaL dilakukan

dengan konsep tiga pilar pelaku industri pertahanan terdiri atas pemerintah,

Universitas Sumatera Utara

Page 164: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

150

pengguna, dan produsen, Ketiganya sebagai pilar utama yang saling terkait

untuk itu diintegrasikan didalam sistim revitalisasi industri pertahanan,

yaitu pemerintah (Kementerian), produsen (Industri Strategis) dan

pengguna (TNI dan Polri). Pemerintah juga mengupayakan sinergi antar

produsen industri pertahanan agar mendorong industri senjata terus

berkembang hingga mampu meningkatkan ekspor. Pemerintah juga

menggunakan dua strategi untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensi

ekspor alutsista ke mancanegara berupa strategi keunggulan komperatif,

yakni mengutamakan kapasitas produk-produk yang mampu bersaing

dengan kualitas yang sama dengan harga yang lebih murah dan strategi

keunggulan kompetitif, yakni mengutamakan kapasitas produk-produk

yang memang hanya diproduksi oleh pabrik alutsista di Indonesia.

3. Tolak ukur efektivitas dari regulasi revitalisasi industri pertahanan melalui

alih teknologi adalah tercapainya target dan tujuan dari peraturan terkait.

Dalam hal ini indikator keberhasilannya terdapat dalam Pasal 3 Undang-

Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Pertama,

ndustri pertahanan yang efektif, efesien, terintegrasi dan inovatif,

pemerintah telah melakukan integrasi antar lembaga litbang di Indonesia

untuk mewujudkan industri pertahanan yang efektif dan efesien, kemudian

telah menghasilkan inovasi dalam tujuh program prioritas industri

pertahanan walaupun mengalami penundaan program jet tempur KFX./KFI.

Kedua, kemandirian pemenuhan alat peralatan pertahanan dan keamanan.

Dengan pelaksanaan kebijakan dari regulassi industri pertahanan

pemerintah melalui Komite Kebijakan Industri Pertahanan telah

menghasilkan perusahaan-perusahaan pertahanan nasional yang sudah

mampu memenuhi kebutuhan pertahanan dan keamanan negara dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 165: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

151

banyaknya jenis produk alutsista yang dihasilkan. Akan tetapi dalam

penyediaan komponen dan bahan baku untuk pembuatan produk alutsista,

industri pertahanan masih banyak kekurangan karena industri penghasil

produk alutsista masih mengimpor beberapa komponen dari luar negeri

karena industri komponen pendukung Indonesia belum mampu menyuplai

semua kebutuhan bahan produksi alutsista. Ketiga, peningkatan

kemampuan produksi alat peralatan pertahanan dan keamanan. Pemerintah

telah berperan memberikan kucuran dana berupa penanaman modal negara

pada perusahaan pertahanan dalam perluasan pabrik dan moderinisasi alat

produksi untuk meningkatkan produksi industri pertahanan. Akan tetapi

belum semua alat produksi industri pertahanan dapat diganti. Jadi dapat

disimpulkan efektivitas regulasi industri pertahanan masih belum cukup

efektif.

B. Saran

1. Disarankan kepada pemerintah agar tetap konsisten dalam melaksanakan

ketentuan-ketentuan dari peraturan yang berkaitan dengan alih teknologi

alutsista. Diharapkan adanya peraturan khusus penanaman modal asing

dalam undang-undang industri pertahanan Indonesia dengan cara

memperketat pengaturannya agar tidak terjadi kebocoran teknologi. Hal ini

dikarenakan lisensi paten membutuhkan dana yang sangat besar dalam

penerapannya sedangkan industri pertahanan membutuhkan banyak alih

teknologi dalam proses revitalisasi industri pertahanan. Pemerintah juga

perlu melakukan modernisasi fasilitas-fasilitas riset teknologi agar

pelaksanaan alih teknologi dapat berjalan maksimal.

2. Terkait konsep tiga pilar pelaku industri pertahanan, perlu adanya

komitmen bersama para pengguna untuk secara konsisten mengutamakan

Universitas Sumatera Utara

Page 166: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

152

produk dalam negeri pada rencana strategis jangka menengah dan panjang

dalam pemenuhan alutsista tahun 2020 hingga 2024. Selanjutnya kepada

industri pertahanan perlu ditekankan untuk meningkatkan kualitas dari

produk alutsista serta senantiasa mengikuti perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi untuk memenuhi kebutuhan alutsista yang

sesuai dengan tuntutan dari pengguna. Dan yang terakhir bagi kementerian-

kementerian yang terkait dengan revitalisasi industri pertahanan perlu di

optimalkan pembangunan sinergitas dan sinkronisasi sesuai dengan tugas

pokok dan fungsi masing-masing. Melalui koordinasi yang lebih intensif

dan efektif sehingga diharapkan terjadi akselerasi percepatan program

pembangunan dan pengembangan industri pertahanan.

3. Disarankan bagi pemerintah dalam hal meningkatkan inovasi alutsista,

hendaknya perlu diadakan kompetisi antar lembaga penelitian karena

dengan adanya persaingan tersebut maka akan meningkatkan kemungkinan

menghasilkan inovasi yang lebih tinggi. Untuk kemandirian industri

komponen pendukung dan bahan baku bagi produk alutsista hendaknya

juga dilakukan revitalisasi atau setidaknya diperkuat kemampuan

pemenuhan komponen dan bahan baku pendukung industri pertahanan. Dan

yang terakhir dalam hal penanaman modal negara untuk perluasan pabrik

dan moderenisasi alat produksi. Hendaknya pemerintah membuat peraturan

mengenai batasan berapa persen pendanaan bagi industri pertahanan dalam

APBN sehingga pemodalan industri pertahanan akan stabil.

Universitas Sumatera Utara

Page 167: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

153

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Adolf, Huala, 2011, Perancangan Kontrak Internasional, Bandung: Keni Media.

Ali, Achmad, 2009, Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan Termasuk

Interpretasi Undang-Undang, Jakarta: Kencana.

Amiruddin, Zainal, 2013, PengantarMetode Penelitian Hukum, Jakarta: Rajawali

Pers.

Andi Widjajanto, dkk, 2012, Dinamika Persenjataan dan Revitalisasi Industri

Pertahanan, Jakarta : UI Pers.

Andi Widjajanto, Makmur Keliat, 2006 Research: Indonesia’s Defense Economy

Reform, Jakarta: UI Pers.

Astuty, Dewi, 2001, Perjanjian Lisensi Alih Teknologi Dalam Pengembangan

Teknologi Indonesia, Bandung: Alumni.

Dworkin, Ronald, 1973, Legal Research, Spring : Daedalus.

Effendy, Marwan, 2014, Teori Hukum Dari Perspektif Kebijakan, Perbandingan

dan Harmonisasi Hukum Pidana , Jakarta: Gaung Persada Press Group.

Fajar ND, Mukti, Yulianto, 2010, Dualisme Penelitian Hukum normatif dan

Hukum Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Friedman, Wolfgang, 1986, Peranan Hukum Dan Fungsi Ahli Hukum Di Negara

Berkembang. Dalam : Peranan Hukum Dalam Perekonomian Di Negara

Berkembang, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Fuady, Munir, 2013, Teori-Teori Besar Dalam Hukum, Jakarta: Pranada Media

Group.

Universitas Sumatera Utara

Page 168: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

154

HS, Salim dan Erlies Nurbani, 2013, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian

Tesis dan Disertasi, Jakarta: Raja Grafindo.

Jonathan, Sarwono, 2006, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif,

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Juhaya S, Praja, 2011, Teori Hukum dan Aplikasinya , Bandung: C.V. Pustaka

Setia.

Kadiman, Kusmayanto. et.all., 2006, Buku Putih Penelitian, Pengembangan dan

Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bidang Pertahanan dan Keamanan,

Jakarta : Kementerian Pertahanan.

Karim, Silmy, 2014, Membangun Kemandirian Industri Pertahanan Indonesia,

Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

Kirbiantoro dan rudianto, 2006, Rekontruksi Pertahanan Indonesia, Potensi

Tantangan dan Prospek, Jakarta: PT. Golden Terayon Press.

Kusumaatmadja, Mochtar, 2006, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan,

Bandung: Alumni.

Lubis, Solly, 2011, Serba-Serbi Politik dan Hukum , Jakarta: P.T. Sofmedia.

Makmur, Supriyanto, 2014, Tentang Ilmu Pertahanan, Jakarta : Pustaka Obor.

Maulana, Insan, 1996, Lisensi Paten, Bandung: Citra Aditya Bakti.

Mertokusumo, Sudikno, 2012, Teori Hukum, Cetakan Keenam, Yogyakarta:

Cahaya Atma Pustaka.

M. Friedman, Lawrance, 2009, Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial ( A Legal

System A Social Science Perspective). Terjemahan M. Khozim, Bandung;

Nusa Media.

Universitas Sumatera Utara

Page 169: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

155

Pamuntjak, Amir, 1994, Sistem Paten:Pedoman praktik dan alih teknologi, Jakarta:

Djambatan.

Purwosusilo, 2014, Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa, Jakarta: Kencana.

Ruslan, Rosdy, 2003 Metode Penelitian Publik, Surabaya: PT. Raja Grafindo

Persada.

Ryacucu, Ryamizard, 2015, Buku Putih Pertahanan Indonesia, Jakarta;

Kementrian Pertahanan Republik Indonesia.

Saidin, Ok, 2004, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intelectual Property

Rights), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Samego, Indria, 2001, Sistem Pertahanan–Keamanan Negara: Analisis Potensi

dan Problem, Jakarta: The Habibie Center.

Soekanto Soejono, 2008, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Janus Sidabolak, 2000, Pengantar Hukum Ekonomi, Medan : Bina Media.

Silalahi, Daud, 1997, Rencana Undang-Undang Alih Teknologi Perbandingn

Perspektif, Jakarta: Prisma.

Smith, Adam, 1979,An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealt of Nation,

London: Penguin Book,

Soekanto,Soerjono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum , Jakarta: UI Press.

________________, 2008, Faktor-faktor yang Memengaruhi Penegakan Hukum,

Jakarta: Raja Grafindo.

Universitas Sumatera Utara

Page 170: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

156

_______________ dan Sri Mamudji, 1985, Penelitian Hukum Normatif , Jakarta:

Raja Grafindo Persada.

Soeroso, 2005, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika: Jakarta.

Sumadi, Putu, 2018, Peranan Hukum dalam Pembangunan Ekonomi, Paramita :

Surabaya.

Syarifuddin, 2013, Perjanjian Lisensi dan Pendaftaran Hak Cipta, Bandung: PT.

Alumni.

Hendrik Untung, 2010, Hukum Investasi, Jakarta: Sinar Grafika.

Waluyo, Bambang, 2002, Penelitian Normatif Data Sekunder Sebagai

Sumber/Bahan Informasi Dapat Merupakan Bahan Bukum Primer, Bahan

Hukum Sekunder dan Bahan Hukum Tersier, Jakarta: Sinar Grafika.

Gunawan Widjaja, 2001, Seri Hukum bisnis:Lisensi, Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Zen, Achmad, 2011 Perjanjian TRIPS dan Beberapa Isu Strategis, Jakarta:

PT.Alumni.

B. Tesis

Sylvia, 2014, Ofset Pertahanan dalam Kerangka Pasal 1320 KUH Perdata: Analisa

Implementasi Pasal 43 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012, Tesis pada Program

Magister Hukum, Universitas Gadjah Mada,.

Byt Yundarwin, 2019, Pemberdayaan Industri Pertahanan Nasional Untuk

Mencapai Kemandirian Produksi (Studi Kemampuan Komponen PT.

Dahana), Tesis, pada Program Master Fakultas Hukum Universitas

Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

Page 171: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

157

C. Artikel, Jurnal, Makalah

Achmad Dirwan, 2011, Laporan Akhir Tim Pengkajian Hukum Tentang

Pengembangan dan Pemanfaatan Industri Strategis Untuk Pertahanan,

Kementerian Hukum dan HAM.

Angga Rachmat, 2014, Tantangan dan peluang Perkembangan Teknologi

Pertahanan Global Bagi pembangunan Kekuatan Pertahanan

Indonesia,Transformasi Global, Volume 1, edisi 2, Tahun 2014.

Bismar Nasution, 2003,‘’Metode penelitian hukum normatif dan perbandingan

hukum’’, Makalah, disampaikan pada dialog interaktif tentang penelitian

hukum dan hasil penelitian hukum pada Majelis Akreditasi, Fakultas Hukum

USU.

Bismar Nasution, 2004,“Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan

Ekonomi”, Makalah, disampaikan pada pidato pengukuhan guru besar

Universitas Sumatera Utara.

Erman Rajagukguk, 1997,“Peranan Hukum Dalam Pembangunan Pada Era

Globalisasi dan Implikasinya Bagi Pendidikan Hukum di Indonesia”,

Makalah, disampaikan pada pidato pengukuhan guru besar Universitas

Indonesia, Jakarta.

Etty susilowaty, 2011, Pendayagunaan Hukum Pada Proses Alih Teknologi Melalui

Kontrak Lisensi Paten, Semarang, jurnal undip.

Jerry indrawan dan Bayu Widiyanto, 2016, Kebijakan Ofset Dalam Membangun

Kemandirian Pertahanan negara, Jakarta, Jurnal Pertahanan.

Luhut pandjaitan, 2016, menciptakan stabilitas pertahanan melalui pemerataan

ekonomi”, Makalah seminar di Universitas Indonesia , Jakarta.

Universitas Sumatera Utara

Page 172: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

158

Michael Porter, 1990,” The Competitive Advantage of Nations”, Harvard Business

Review.

Sri Wartini, 2002, Aspek-Aspek Hukum Alih Teknologi dalam Meningkatkan Daya Saing

Produksi Teknologi Pertambangan di Indonesia. Jurnal Hukum, Vol.9, No. 20.

D. Peraturan Perundang-undangan

Agreement on Trade-Related Aspect of Intellectual Property Right.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 Tentang Sistem Nasional, Penelitian,

Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Industri Pertahanan.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Paten

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan

dan Teknologi.

Universitas Sumatera Utara

Page 173: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

159

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan

Intelektual Serta Hasil Penelitian dan Pengembangan Oleh Perguruan Tinggi

dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan.

Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2010 Tentang Komite Kebijakan Industri

Pertahanan

Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2010 tentang Komite Kebijakan Industri

Pertahanan.

Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2013 Tentang Organisasi, Tata Kerja dan

Sekretariat Komite Kebijakan Industri Pertahanan.

Peraturan Pemerintah Nomer 76 Tahun 2014 Tentang Mekanisme Imbal Dagang

Dalam Pengadaan Alat Peralatan Pertahanan Dari Luar Negeri

Peraturan Menteri Pertahanan No 17 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Alat

Utama Sistem Senjata di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara

Indonesia.

Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 30 Tahun 2015 tentang Imbal Dagang,

Kandungan Lokal, Dan Ofset Dalam Pengadaan Alat Peralatan Pertahanan

Dan Keamanan Dari Luar Negeri.

Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 35 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan

Perencanaan Kebutuhan Alat Utama Sistem Senjata Tentara Nasional

Indonesia Di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional

Indonesia.

Peraturan Menteri Pertahanan No 23 Tahun 2016 Tentang Pembinaan Industri

Pertahanan.

Universitas Sumatera Utara

Page 174: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

160

Peraturan Pemerintah No 141 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Industri Pertahanan

Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Nomor 20 Tahun 2018 tentang

Penelitian.

E. Kamus

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Keempat, 2008, Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta.

F. Situs Internet

http://beritasepuluh.com/. Dampak krisis moneter, akankah terulang kembali, di

akses pada10 April 2017.

http://gagasanhukum.wordpress.com. Revitalisasi Industri Strategis dalam

Perspektif Legislatif, di akses pada 10 Januari 2017.

http://theindonesianinstitute.com Pemenuhan Alutsista dan Kemendirian Industri

Pertahanan, diakses pada 2 april 2018

https://ekonomi.bisnis.com/read/20190724/257/1128082/industri-pertahanan-

indonesia-makin-berkembang, Industri Pertahanan Indonesia Semakin

Berkembang, diakses pada 3 Maret 2020.

https://slidepalayer.info/slide/12376712. Diakses pada 15 Maret 2020.

https://en.wikipedia.org/wiki/Military_acquisition. Diakses pada 20 Maret 2020.

https://nasional.kompas.com/read/2010/04/16/21580988/Pemerintah.Bentuk.KKI

P, diakses pada 15 Maret 2020.

https://oto.detik.com/mobil/d-4671560/komponen-lokal-kendaraan-tempur-

pindad-tembus-70. Diakses pada 10 April 2020.

Universitas Sumatera Utara

Page 175: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

161

https://www.unisbank.ac.id. Aturan alih teknologi dari perusahaan Swasta Asing

Kepada Perusahaan Nasional Pada Kegiatan Penanaman Modal Untuk

Percepatan Penguasaan Teknologi Maju di Indonesia. Diakses pada 15 Mei

2020.

http://Repository.Unila.Ac.Id:8180/Dspace/Handle/123456789/2524.Kajian

Terhadap Pengaturan Alih Teknologi Dalam Kegiatan Penanaman Modal. Di

akses pada 15 Mei 2020

https://www.merdeka.com/uang/tekan-impor-bahan-baku-peluru-dahana-bangun-

pabrik-rp-23-t-di-subang.html. Diakses pada 16 mei 2020.

G. Koran dan Majalah

Ansari Bukhari,Tonggak Bangkitnya Industri Pertahanan Lokal, Majalah KINA,

2012.

Tubagus Hassanudin, Pemenuhan Alutsista dan Kemandirian Industri Pertahanan,

Majalah Pertahanan edisi 2, 2018.

Widjajanto, 2005, Kemandirian Industri pertahanan, Kompas, 26 april, 2012.

H. Wawancara

Wawancara dengan Sekretaris Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan,kementerian

Pertahanan, Brigjen TNI Aribowo Teguh Santoso, S.T, M.Sc. Pada hari selasa

tanggal 15 september 2019.

Universitas Sumatera Utara

Page 176: ANALISIS YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PENGADAAN …

1

Universitas Sumatera Utara