ANALISIS WACANA

download ANALISIS WACANA

of 22

Transcript of ANALISIS WACANA

A. LATAR BELAKANG Bahasa merupakan sarana komunikasi terpenting yang digunakan dalam interaksi antarindividu. Bahasa akan menjadi bermakna ketika digunakan dalam kehidupan sehari-hari oleh para pemakainya. Dalam pemakaiannya, para pemakai bahasa dapat menafsirkan sesuatu yang disampaikan oleh pemakai bahasa yang lain dengan penafsiran yang berbeda. Dalam hal ini para pemakai bahasa harus mengenali wacana dengan baik, agar pesan dalam wacana dapat diterima dan tidak menimbulkan salah penafsiran. Untuk meminimalisir salah paham, diperlukan istilah kohesi yang mengacu pada hubungan antarbagian dalam sebuah teks yang ditandai oleh penggunaan unsur bahasa sebagai pengikatnya. Kohesi merupakan salah satu unsur pembentuk koherensi. Kohesi dan koherensi sudah seharusnya terjadi pada sebuah wacana agar pembaca (bentuk wacana tulis) atau pendengar (bentuk wacana lisan (tentunya didukung oleh konteks)) memahami maksud dari wacana itu sendiri. Menurut Samsuri (dalam Alex Sobur, 2004: 10) wacana merupakan rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi, biasanya terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian yang satu dengan yang lain. Komunikasi itu dapat menggunakan bahasa lisan dan dapat pula dengan bahasa tulisan. Dalam hal ini wacana merupakan suatu kesatuan gramatikal yang utuh dan berkesinambungan serta mempunyai makna. Untuk dapat memahami sebuah wacana, diperlukan suatu kajian yang membahas tentang wacana baik dari segi leksikal dan gramatikal maupun dari konteksnya. Ilmu yang mengkaji tentang wacana dalam hal ini adalah analisis wacana. Menurut Stubbs (dalam Bambang Yudi Cahyono, 1994: 227) analisis wacana merupakan objek kajian pragmatik yang menekankan telaahnya pada penafsiran wacana dan teks. Di samping itu, analisis wacana juga memanfaatkan hasil kajian pragmatik. Oleh karena itu, analisis wacana juga berupaya menafsirkan suatu wacana yang tidak terjangkau oleh semantik tertentu maupun sintaksis (Bambang Yudi Cahyono, 1994: 228). Dari pengertian tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa analisis wacana berkaitan dengan hal-hal di luar kebahasaan, seperti konteks dan situasi 1

penutur.Wacana dalam hal ini wacana berbentuk tertulis, menjadi bahan yang menarik untuk dikaji. Wacana-wacana yang berasal dari media cetak maupun elektronik, seperti surat kabar, majalah ataupun surat kebar elektronik (harian online) dapat dikaji baik dari segi leksikal dan gramatikal maupun dari segi konteksnya. Wacana-wacana dalam teks media yang menggunakan bahasa jurnalistik mempunyai keunikan tersendiri dan menarik untuk dikaji. Salah satu wacana yang terdapat dalam media cetak adalah opini. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi III opini adalah pendapat, pikiran, dan pendirian. Jadi, opini pada surat kabar merupakan pendapat atau pemikiran seorang ahli pada sebuh permasalahan yang sedang terjadi, yang dipublikasikan melalui media cetak seperti surat kabar.

B. BATASAN MASALAH Agar anlisis ini tidak mengambang, maka pada pembahasan kali ini akan dibatasi masalah yang akan dibahas pada analisi kohesi dan koherensi wacana. Adapun pembatasan masalahnya sebagai berikut: Analisis kohesi gramatikal yang meliputi pengacuan (referensi) dan perangkai (konjungsi). Kemudian, kohesi leksikal yang meliputi repetisi (pengulangan) dan sinonim (padan kata). Dan koherensi yang meliputi hubungan sebab akibat (kausalitas), hubungan penjelasan (amplikatif), dan hubungan penambahan pada rubrik opini Koran kompas.

C. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dipaparkan, maka pada rumusan masalah penulis akan membahasa masalah-masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana penggunaan aspek kohesi gramatikal yang meliputi pengacuan dan perangkai dan kohesi leksikal yang meliputi repitisi dan sinonim dalam wacana pada rubrik opini surat kabar elektronik kompas?

2

2. Bagaimana penggunaan aspek koherensi dalam wacana pada rubrik opini dalam surat kabar elektronik kompas yang meliputi hubungan sebab akibat (kausalitas), hubungan penjelasan (amplikatif), dan hubungan penambahan? 3. Bagaimanakah keterkaitan aspek kohesi dan koherensi dalam wacana?

D. SUMBER DATA Adapun sumber data yang penulis kumpulkan bersumber dari surat kabar media elektronik kompas (kompas.com) dalam kurun waktu 6 hari mulai dari tanggal terbit 8 13 November tahun 2010. Berikut rekapitulasi data yaang telah terkumpul: Tabel 1. rekapitulasi wacana pada rubrik opini dalam kompas.com (8 13 November 2010) No. Judul Wacana Opini 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Kota Hijau oleh Eko Budiharjo Wibisono Perencanaan Cerdas Mewujudkan Kota Hijau oleh 8 November 2010 Nirwono Joga Maskapai Asing Takut Abu Merapi? oleh Chappy 9 November 2010 Hakim Semiotika Bencana oleh Yasfar Amir Piliang MK Minta Tolong pada Refly oleh Moh Mahfud MD Polemik Ipo Pt Krakatau Steel oleh Iman Sugema Warman Adam Tamu Agung yang Merepotkan oleh Ikrar Nusa 11 November 2010 Bhakti Merawat islam Indonesia oleh Abd Ala 11 November 2010 11 November 2010 9 November 2010 10 November 2010 10 November 2010 Tanggal Terbit 8 November 2010

Obama-SBY Versus Globalisasi oleh Christianto 8 November 2010

Pemindahan Tan Malaka ke Kalibata oleh Asvi 10 November 2010

3

Rekayasa IPO Krakatau Steel? oleh Hikmahanto 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. Juwana Relokasi Korban Bencana Mentawai oleh Frans R Siahaan Rekonsolidaso Ekonomi Global oleh Syamsul Hadi Doorstoot Naar Bali oleh Saldi Isra Mencari Kutu di MK oleh Febri Diansyah Merokok: Kebiasaan atau Kebinasaan? oleh Tan Shot Yen Tahab Baru Hubungan RI-Jepang oleh Koijiro Shiojiri Erupsi Saham Krakatau Steel oleh Yanuar Rizky G-20 dan KM-35 oleh Makmur Keliat Inmemoriam Des Alwi oleh Rosihan Anwar Dari data yang tersaji pada tabel.1, tidak semuanya akan dianalisis. Karena keterabatasan waktu maka akan dipilih hanya beberapa judul yang dianggap sudah dapat mewakili seluruh data yang ada untuk dianaliis. Berikut awacana yang akan dianalisis: 1. Tamu Agung yang Merepotkan oleh Ikrar Nusa Bhakti. Terbit tanggal 11 November 2010 2. Maskapai Asing Takut Abu Merapi? oleh Chappy Hakim. Terbit tanggal 9 November 2010 13 November 2010 13 November 2010 13 November 2010 13 November 2010 12 November 2010 12 November 2010 12 November 2010 12 November 2010 11 November 2010

E. METODE PENELITIAN Pada analisis yang akan dikerjakan ini penulis menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Kenapa dipilih metode ini? Karena metode pnelitian deskriptif kualitatif menekankan pada metode penelitian observsi di lapangan dan datanya dianalisa dengan cara non-statistik mealinkan dengan membahasakan apa yang dianalisis, meskipun tidak selalu meniadakan penggunaan angka.

4

Data yang dikumpulkan bersumber dari rubrik opini pada harian kompas dalam kurun waktu enam hari, terhitung dari tanggal 8 13 November 2010. Jumlah wacana selama enam hari tersebut adalah 20 wacana dalam bentuk opini. Tetapi seperti yang telah dikemukakan pada sumber data, penulis hanya menganalisis tiga opini yang dianggap telah mewakili dari keseluruhan data yang ada.

F. TEKNIS ANALISIS DATA Untuk memudahkan penulis dan pembaca melihat data yang akan dianalisis, maka penulis melakukan pengkodean data sebagai berikut: K Kn Misal K1 K4 P Pn P2 P6 : Kalimat ke satu : Kalimat ke empat : Paragraf : Paragraf ke : Paragraf kedua : Paragraf keenam Tentunya akan terjadi kombinasi kode data untuk menunjukkan data. Maka, bentuknya sebagai berikut: Pn-Kn : Paragraf ke baris ke atau Kn-Pn : Baris ke paragraf ke Untuk opini dilambangkan dengan huruf O. O1 = opini satu O2 = opini dua O3 = opini tiga : Kalimat : Kalimat ke

5

Hanya pengkodean data seperti yang telah dijelaskan yang berlaku dan terdapat pada analisis yang akan dilakukan.

G. KAJIAN TEORITIS Kohesi Halliday dan Hasan (1976 : 6) membagi kohesi didalam wacana menjadi dua jenis, yaitu kohesi leksikal dan kohesi gramatikal. Kohesi gramatikal yang akan dikemukakan pada penelitian ini meliputi pengacuan ( referensi ) dan perangkaian ( konjungsi ). 1. Pengacuan ( referensi ) Pengacuan atau referensi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain ( atau suatu acuan ) yang mendahului atau mengikutinya. Berdasarkan tempatnya, maka pengacuan dibedakan menjadi dua jenis : (1) pengacuan endofora apabila acuannya (satuan lingual yang diacu) berada atau terdapat didalam teks wacana itu, dan (2) pengacuan eksofora apabila acuannya berada atau terdapat di luar teks wacana. Pengacuan endofora berdasarkan arah pengacuannya dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pengacuan anaforis dan pengacuan kataforis. Pengacuan anaforis adalah salah satu kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain yang mendahuluinya atau mengacu pada unsur yang telah disebut terlebih dahulu. Pengacuan kataforis merupakan salah satu kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain yang mengikutinya atau mengacu pada unsur yang baru disebutkan kemudian. Jenis kohesi gramatikal pengacuan dapat juga diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu (1) pengacuan persona, (2) pengacuan demonstratif dan (3) pengacuan komparatif. a. Pengacuan Persona

6

Pengacuan persona meliputi persona I tunggal (aku, saya, ku-, -ku), persona I jamak (kami, kami semua, kita), persona II tunggal (kamu, anda, kau-, -mu), persona II jamak (kamu semua, kalian, kalian semua), persona III tunggal (ia, dia, beliau, di-, -nya) dan persona III jamak (mereka, mereka semua). b. Pengacuan Demonstratif Pengacuan demonstratif (kata ganti penunjuk) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pronominal demonstratif waktu (temporal) dan pronominal demonstratif tempat (lokasional). Pronominal demonstratif waktu meliputi pengacuan waktu kini (kini, sekarang, saat ini), lampau (kemarin, dulu, yang lalu), yang akan datang (besok, yang akan datang) dan netral (pagi, siang, sore, pukul 12). Pronominal demonstrative tempat meliputi pengacuan tempat yang dekat dengan penutur (sini, ini), agak dekat dengan penutur (situ, itu), jauh dengan penutur (sana) dan menunjuk tempat secara eksplisit (Solo, Yogya). c. Pengacuan Komparatif (Perbandingan) Pengacuan Komparatif (perbandingan) ialah salah satu jenis kohesi gramatikal yang bersifat membandingkan dua hal atau lebih yang mempunyai kemiripan atau kesamaan dari segi bentuk/wujud, sikap, sifat, watak, perilaku, dan sebagainya. Kata-kata yang digunakan untuk membandingkan misalnya seperti, bagai, bagaikan, laksana, sama dengan, tidak berbeda dengan, persis seperti dan persis sama dengan. 2. Perangkaian (Konjungsi) Konjungsi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang dilakukan dengan cara menghubungkan unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana. Unsur yang dirangkaikan dapat berupa satuan lingual kata, frasa, klausa, kalimat, dan dapat juga berupa unsur yang lebih besar dari itu. Dilihat dari segi makna, perangkaian (konjungsi) dapat berupa : sebab akibat (sebab, karena, maka, makanya), pertentangan (tetapi, namun), kelebihan atau eksesif (malah), perkecualian atau ekseptif (kecuali), konsesif (walaupun, meskipun), tujuan (agar, supaya), penambahan atau aditif (dan, juga, serta), pilihan atau alternatif (atau, apa), harapan atau optatif (moga-moga, semoga), urutan atau sekuensial (lalu, terus, kemudian), perlawanan

7

(sebaliknya), waktu (setelah, sesudah, usai, selesai), syarat (apabila, jika), cara (dengan cara begitu) dan makna makna lainnya. Selain kohesi gramatikal ada satu jenis kohesi lagi, yaitu kohesi leksikal. Adapun kohesi leksikal yang akan dijelaskan pada penelitian ini meliputi repetisi (pengulangan) dan sinonimi (padan kata). 1. Repetisi (Pengulangan) Repetisi adalah pengulangan satuan lingual (bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat) yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Repetisi dapat dibedakan menjadi delapan macam, yaitu : a. Repetisi Epizeuksis Repetisi epizeuksis ialah pengulangan satuan lingual (kata) yang dipentingkan beberapa kali secara berturut-turut. b. Repetisi Tautotes Repetisi tautotes ialah pengulangan satuan lingual (sebuah kata) beberapa kali dalam sebuah konstruksi. c. Repetisi Anafora Repetisi anaphora ialah pengulangan satuan lingual berupa kata atau frasa pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya. d. Repetisi Epistrofa Repetisi epistrofa ialah pengulangan satuan lingual kata/frasa pada akhir baris (dalam puisi) atau akhir kalimat (dalam prosa) secara berturut-turut. e. Repetisi Simploke Repetisi simploke ialah pengulangan satuan lingual pada awal dan akhir beberapa baris/kalimat berturut-turut. f. Repetisi Mesodiplosis Repetisi mesodiplosis ialah pengulangan satuan lingual ditengah-tengah baris atau kalimat secara berturut-turut. g. Repetisi Epanalepsis Repetisi Epanalepsis ialah pengulangan satuan lingual, yang kata/frasa terakhir dari baris/kalimat itu merupakan pengulangan kata/frasa pertama. h. Repetisi Anadiplosis

8

Repetisi anadiplosis ialah pengulangan kata/frasa terakhir dari baris/kalimat itu menjadi kata/frasa pertama pada baris/kalimat berikutnya. 2. Sinonimi (Padan Kata) Sinonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang sama; atau ungkapan yang maknanya kurang lebih sama dengan ungkapan lain (Abdul Chaer, 1990:85). Sinonimi berfungsi menjalin hubungan makna yang sepadan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain dalam wacana. Berdasarkan wujud satuan lingualnya, sinonimi dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu : a. Sinonimi morfem (bebas) dengan morfem (terikat) b. Sinonimi kata dengan kata c. Sinonimi kata dengan frasa atau sebaliknya d. Sinonimi frasa dengan frasa e. Sinonimi klausa/kalimat dengan klausa/kalimat Koherensi Istilah koherensi mengandung makan pertalian. Dalam konsep kewacanaan, berarti pertalian makna atau isi kalimat (HG Tarigan, 1987:32). Koherensi juga berarti hubungan timbal balik yang serasi antarunsur dalam kalimat (Gorys Keraf, 1984:38). Harimurti Kridalaksana (1984:69; 1978:83-40) mengemukakan bahwa hubungan kiherensi wacana sebenarnya adalah hubungan semantis. Artinya hubungan itu terjadi antarproposisi. Secara struktural, hubungan itu direpresentasikan oleh peraturan secara semantis antara kalimat (bagian) yang satu dengan kalimat lainnya. Hubungan maknawi ini kadang-kadang tanpa penanda. Hubungan semantis yang dimaksu antara lain: 1. Hubungan sebab-akibat (kausalitas) Salah satu bagian kalimat menjawab pertanyaan: mengapa sampai terjadi begini?, atau kalimat yang satu bermakna sebab dan klaimat lainnya menjadi akibat. Contoh: 9

Ia tidak mungkin menemukan buku fiksi diperpustakaan itu. Koleksi perpustakaan itu khusus buku nonfiksi ilmiah. 2. Hubungan penjelas (amplikatif) Salah satu bagian kalimat memperkuat atau memperjelas bagian kalimat lainnya. Contoh: Dua burung itu jangan dipisah. Masukkan dalam satu kandang saja. 3. Hubungan penambahan (aditif) Penambahan (aditif), penanda koherensi yang bersifat aditif atau berupa penambahan antara lain: dan, juga, selanjutnya, lagi pula, serta.

Masih ada beberapa hubungan yang lainnya. Tetapi tidak akan diuraikan, karena yang diteliti pada wacana hanya hubunga kausalitas, hubungan penjelas dan hubungan penambahan. Opini Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi III opini adalah pendapat, pikiran, dan pendirian. Jadi, opini pada surat kabar merupakan pendapat atau pemikiran seorang ahli pada sebuh permasalahan yang sedang terjadi, yang dipublikasikan melalui media cetak seperti surat kabar.

10

H. PEMBAHASAN wacana opini Tamu Agung yang Merepotkan oleh Ikrar Nusa Bakti a. Penyajian Data (O1P1K3) Sekarang sebagai Presiden, saya bahkan tidak bisa melihat lalu lintas karena jalan-jalan diblokir, padahal setahu saya lalu lintas Jakarta lumayan padat juga. (O1P2K2) Bisa saja diartikan betapa tuan rumah Indonesia terlalu berlebihan dalam mengatur lalu lintas Jakarta saat tamu agung dari negara adidaya itu berkunjung ke Indonesia, Selasa dan Rabu lalu. (O1P3K1) Bayangkan, semua jalan yang akan dilalui ditutup 15 menit sampai berjam-jam, pengguna jalan berdesak dalam kemacetan menunggu sampai rombongan tamu agung lewat. (O1P5K2) Ini tentunya sentilan keras bagi kita semua sebagai pemilik ideologi Pancasila. (O1P6K1) Tengoklah apakah ideologi negara itu menjadi pegangan bagi para pembuat, pengambil keputusan, dan pelaksana keputusan di negeri ini? (O1P6K2) Apakah dalam pembuatan undang-undang seperti undang-undang penanaman modal, undang-undang mengenai air, juga undang-undang mengenai energi, ideologi negara itu digunakan sebagai pegangan? (O1P7) Di mana pula ideologi Pancasila di mata para elite politik dalam memperlakukan warga negara Indonesia yang berbeda suku, agama, ras, dan golongan? Di mana sikap kegotongroyongan kita? Di mana sikap para wakil rakyat kita dalam memaknai sila keempat Pancasila di dalam pengambilan keputusan di sidang-sidang parlemen? (O1P8-P9) Pelajaran penting lain dari Barack Obama ialah bagaimana sikap dan tindakan politiknya dalam menghadapi pluralisme masyarakat Amerika. Presiden Obama amat memegang teguh keputusannya untuk mendukung pembangunan Islamic Center di tanah dekat reruntuhan gedung kembar World Trade Center di New York walau kritik dan caci maki ditujukan kepadanya dari warga Amerika sendiri.

11

Obama juga berani untuk tetap mengunjungi Mesjid Istiqlal. Ini melambangkan bahwa AS bukanlah musuh Islam dan Islam bukanlah musuh AS. Sikap dan tindakan Obama melawan arus yang berkembang di AS. (O1P10K2) Namun, Obama tetap menunjukkan kenegarawanannya sebagai pemimpin AS dan tidak memedulikan citra politik yang merosot. (O2P10K3) Meletakkan batu sendi kebijakan yang positif terhadap Islam dan negara-negara Islam jauh lebih mulia ketimbang popularitas politik sesaat. (O1P13) Salah satu tujuan kunjungan Presiden Obama ke Jakarta adalah membangun kemitraan komprehensif antara AS-Indonesia (O1P14) Indonesia telah memiliki kerja sama semacam itu (O1P18K2) Apakah ini sekadar beasiswa bagi anak-anak elite politik Indonesia untuk kuliah lanjutan ke universitas-universitas ternama di AS, ataukah beasiswa atas dasar penilaian obyektif kepada semua anak Indonesia?

b. Pembahasan Hasil Analisis Data KOHESI GRAMATIKAL 1. Referensi (pengacuan) Pada wacana (O1P1K3) saya bahkan tidak bisa melihat lalu lintas karena jalan-jalan diblokir, merupakan pengacuan persona 1 tunggal. Hal ini ditunjukkan pada kata saya yang mengacu pada Barack Husain Obama. Jenis pengacuan ini adalah pengacuan eksofora, karena acuannya tidak terdapat di dalam teks atau dengan kata lain berada di luar teks. Pada (O1P2K2) saat tamu agung dari negara adidaya itu berkunjung ke Indonesia, Selasa dan Rabu lalu. adalah pengacuan endofora yang anaforis. Mengapa demikian? Karena tamu agung mengacu pada Presiden AS Barack Hussein Obama yang telah disebutkan di awal paragraf kedua. Artinya pengacuan endofora yang anaforis adalah berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain yang mendahuluinya atau mengacu pada unsur yang telah disebut terlebih dahulu.

12

Pada (O1P3K1) pengguna jalan berdesak dalam kemacetan menunggu sampai rombongan tamu agung lewat. merupakan pengacuan eksoforis. Pengacuan eksoforis adalah pengacuan yang acuannya tidak terdapat di dalam teks. (O1P5K2) Ini tentunya sentilan keras bagi kita semua sebagai pemilik ideologi Pancasila. adalah pengacuan persona 1 jamak, ditunjukkan pada kata kita yang mengacu pada rakyat Indonesia. Jenis pengacuan ini adalah pengacuan eksofora. (O1P6K1) bagi para pembuat, pengambil keputusan, dan pelaksana keputusan di negeri ini? merupakan pengacuan demonstratif tempat. Terlihat dalam penggunaan kata ini yang di dahului kata negara menunjukkan bahwa ini mengacu pada tempat yaitu Indonesia. (O1P6K2) ideologi negara itu digunakan sebagai pegangan? ... merupakan pengacuan demonstratif tempat. Terlihat dalam penggunaan kata ini yang di dahului kata negara menunjukkan bahwa ini mengacu pada tempat yaitu Indonesia. 2. Perangkaian (konjungsi) (O1P10K2) Namun, Obama tetap menunjukkan kenegarawanannya sebagai pemimpin AS dan tidak memedulikan citra politik yang merosot. adalah perangkaian pertentangan yang ditunjukkan kata namun. (O1P18K2) ataukah beasiswa atas dasar penilaian obyektif kepada semua anak Indonesia?... merupakan perangkaian pilihan atau alternatif, ditunjukkan dengan adanya kata atau sebagai penghubung. Karena pada kalimat di atas berupa kata tanya maka ditambah dengan -kah. Tetapi perannya masih sebagai konjungsi. KOHESI LEKSIKAL 1. Repetisi (pengulangan) (O1P7) Di mana pula ideologi Pancasila di mata para elite politik dalam memperlakukan warga negara Indonesia yang berbeda suku, agama, ras, dan golongan? Di mana sikap kegotongroyongan kita? Di mana sikap para wakil 13

rakyat kita dalam memaknai sila keempat Pancasila di dalam pengambilan keputusan di sidang-sidang parlemen? adalah pengulangan anafora. Repetisi anafora adalah pengulangan satuan lingual berupa kata atau frasa pertama pada tiap baris atau kalimatberikutnya. Agar data lebih jelas, maka tampak sebagai berikut: Di mana pula ideologi Pancasila di mata para elite politik dalam memperlakukan warga negara Indonesia yang berbeda suku, agama, ras, dan golongan? Di mana sikap kegotongroyongan kita? Di mana sikap para wakil rakyat kita dalam memaknai sila keempat Pancasila di dalam pengambilan keputusan di sidang-sidang parlemen? Kata di mana tampak digunakan berulang kali pada (O2P7). Dan pengulangan yang digunakan adalah pengulangan anafora. 2. Sinonim (padanan kata) (O1P10K2) Namun, Obama tetap menunjukkan kenegarawanannya sebagai pemimpin AS dan tidak memedulikan citra politik yang merosot. (O1P10K3) Meletakkan batu sendi kebijakan yang positif terhadap Islam dan negara-negara Islam jauh lebih mulia ketimbang popularitas politik sesaat. Maka dapat dikelompokkan pada sinonim frasa dengan frasa. Wacana di atas kepaduannya didukung oleh aspek leksikal sinonim antara frasa citra politik pada kalimat kedua bersinonim dengan popularitas politik pada kalimat ketiga. Kedua ungkapan itu mempunyai makna yang sepadan. KOHERENSI 1. Hubungan Sebab Akibat (kausalitas) Pada data (O1P2) dan (O1P3) terdapat hubungan sebab akibat. Hubungan ini terlihat pada (O1P2) Indonesia terlalu berlebihan dalam mengatur lalu lintas Jakarta saat tamu agung berkunjung yang menjadi sebab dan kemudian akibatnya tampak pada (O1P3) bayangkan, semua jalan yang akan dilalui ditutup itu lah hubungan sebab akibatnya. 14

2. Hubungan Penjelasan (amplikatif) Pada data (O1P13) dan (O1P14) menunjukkan adanya hubungan amplikatif (penjelasan). (O1P13) Salah satu tujuan kunjungan Presiden Obama ke Jakarta adalah membangun kemitraan komprehensif antara AS-Indonesia (O1P14) Indonesia telah memiliki kerja sama semacam itu Data di atas adalah penggalan dari paragraf 13 dan 14 yang keduanya memiliki hubungan amplikatif. Pada (O2P13) telah dijelaskan kunjungan Presiden Obama ke Jakarta adalah membangun kemitraan komprehensif antara AS-Indonesia kemudian diperjelas lagi pada (O1P14) bahwa Indonesia telah memiliki kerja sama semacam itu. 3. Hubungan Penambahan (aditif) (O1P8-P9) Pelajaran penting lain dari Barack Obama ialah bagaimana sikap dan tindakan politiknya dalam menghadapi pluralisme masyarakat Amerika. Presiden Obama amat memegang teguh keputusannya untuk mendukung pembangunan Islamic Center di tanah dekat reruntuhan gedung kembar World Trade Center di New York walau kritik dan caci maki ditujukan kepadanya dari warga Amerika sendiri. Obama juga berani untuk tetap mengunjungi Mesjid Istiqlal. Ini melambangkan bahwa AS bukanlah musuh Islam dan Islam bukanlah musuh AS. Sikap dan tindakan Obama melawan arus yang berkembang di AS. Antara paragraf kedelapan dan kesembilan saling berhubungan, yaitu hubungan penambahan (aditif). Hal ini ditandai dengan adanya kata juga pada awal paragraf kesembilan. Yang berarti memberikan penjelasan tambahan atas peragraf sebelumnya.

15

Wacana Opini Maskapai Asing Takut Abu Vulkanik oleh Chappy Hakim a. Penyajian Data (O2P3K1) Bandara Soekarno-Hatta mencatat, maskapai yang membatalkan penerbangannya kemarin ialah AirAsia, Malaysia Airlines, Singapore Airlines, Emirates Air, Japan Airlines, Turkey Airlines, Lufthansa, KLM, Tiger Airways, Eva Airlines, Etihad, dan China Southern. (O2P4) Mengapa sementara ini hanya maskapai penerbangan asing saja yang khawatir terhadap abu vulkanik yang belum sampai ke Jakarta? Ada beberapa faktor yang kemungkinan menjadi penyebab. Pertama adalah adanya kekhawatiran terhadap abu vulkanik yang dikabarkan sudah sampai di kawasan Jawa Barat akan bergerak ke daerah udara kawasan Jakarta. (O2P5) Dengan demikian, bila mereka sudah telanjur sampai di Jakarta, ada kemungkinan mereka tidak dapat terbang kembali dan ini tentu saja merupakan kerugian yang besar bagi mereka. Berikutnya adalah kekhawatiran tersebut didorong juga dengan kenyataan bahwa pelayanan air traffic control (ATC) di Jakarta yang belum dapat memberikan rasa nyaman yang penuh bagi para pilot yang terbang ke dan dari Jakarta. (O2P6) ATC Jakarta belum cukup canggih untuk dapat memberikan kondisi cuaca yang tepat atau mungkin malah tidak mampu memberikan informasi, misalnya posisi awan cumulus nimbus (CB) yang berbahaya bagi penerbangan. Dengan demikian, dipercaya bahwa ATC Jakarta belum mampu pula untuk memberikan informasi tentang lokasi dari tebaran abu vulkanik bila memang sudah mencapai kawasan udara Jakarta. (O2P9) Di sisi lain, terdengar pula operator yang menangani pada waktu sibuk, bergantian orangnya hanya pada kurun waktu lebih kurang setiap 15 menit. Itu semua memberikan kesan adanya beberapa masalah yang dihadapi oleh pihak ATC kita. Selain peralatan yang tentu saja dapat dipastikan sudah ketinggalan zaman, yang pasti akan memengaruhi tingkat keterampilan dan tingkat stres para operatornya. (O2P10) Tentu saja, semua itu kemudian menggambarkan betapa maskapai penerbangan asing lebih memilih aman-nya pelaksanaan penerbangan dari 16

dan menuju Jakarta. Lebih-lebih dengan mengantisipasi tidak menentunya kondisi cuaca yang dapat saja kemudian mengalirkan debu vulkanik tanpa terdeteksi. (O2P13) Di samping itu, kesibukan lalu lintas udara di Jakarta berada dalam ambang batas toleransi keamanan terbang, terutama pada jam-jam sibuk. Untuk diketahui, saat ini Bandara Soekarno-Hatta dengan hanya memiliki dua buah runway sudah kewalahan melayani take off dan landing demikian banyak pesawat. Sekadar data saja bahwa sekarang ini kapasitas runway pada peak hour harus melayani sebanyak 67 pesawat setiap jam dan 926 pesawat per hari. Sementara itu, kapasitas normal runway hanya 52 pesawat per jam. (O2P14) Jadi, dengan kondisi biasa saja Soekarno-Hatta sudak agak kewalahan menangani traffic, apalagi dengan adanya ancaman debu vulkanik Gunung Merapi yang setiap saat bisa saja mencapai kawasan udara Jakarta. (O2P15K2) kedepan mungkin perlu dipikirkan agar sektor pelayanan penerbangan nasional lebih-lebih internasional seharusnya berada di tangan para profesional yang benar-benar memiliki latar belakang pengetahuan dalam keselamatan penerbangan! b. Pembahasan Hasil Analisis Data KOHESI GRAMATIKAL 1. Referensi (pengacuan) Pada (O2P3K1) Bandara Soekarno-Hatta mencatat, maskapai yang membatalkan penerbangannya kemarin ialah terdapat pengacuan waktu. Kata kemarin mengacu pada saat tanggal pembatalan penerbangan. Pada (O2P5K1) mereka tidak dapat terbang kembali kata mereka mengacu pada maskapai penerbangan asing yang membatalkan penerbangan. Pengacuan ini termasuk dalam kategori pengacuan persona 3 jamak dan jenisnya adalah pengacuan endofora anaforis karena perusahaan maskapai penerbangan mana saja yang membatalkan penerbangannya terdapat dalam teks dan telah terlebih dahulu disebutkan.

17

2. Perangkaian (konjungsi) Dalam (O2P15K2) kedepan mungkin perlu dipikirkan agar sektor pelayanan penerbangan nasional terdapat konjungsi tujuan, yaitu kata agar. Konjungsi agar biasanya digunakan untuk menyampaikan saran yang kemudian lanjutkan dengan kalimat yang menunjukkan manfaat atau dampak dari saran tersebut. KOHESI LEKSIKAL 1. Repetisi (pengulangan) Pada (O2P6) ATC Jakarta belum cukup canggih untuk dapat memberikan kondisi cuaca yang tepat atau mungkin malah tidak mampu memberikan informasi, misalnya posisi awan cumulus nimbus (CB) yang berbahaya bagi penerbangan. Dengan demikian, dipercaya bahwa ATC Jakarta belum mampu pula untuk memberikan informasi tentang lokasi dari tebaran abu vulkanik bila memang sudah mencapai kawasan udara Jakarta. Adapun pengulangan pada data di atas adalah pengulangan tautotes. Pengulangan tautotes adalah pengulangan satuan lingual beberapa kali dalam sebuah konstruksi. 2. Sinonim (padanan kata) Pada (O2P7K3) dengan sendirinya menjadi tidak efisien dan bahkan berbahaya... terdapat sinonim frasa frasa dengan kata. Tidak efisien bersinonim dengan berbahaya. KOHERENSI 1. Hubungan Sebab Akibat (Kausalitas) (O2P4) Mengapa sementara ini hanya maskapai penerbangan asing saja yang khawatir terhadap abu vulkanik yang belum sampai ke Jakarta? Ada beberapa faktor yang kemungkinan menjadi penyebab. Pertama adalah adanya kekhawatiran terhadap abu vulkanik yang dikabarkan sudah sampai di kawasan Jawa Barat akan bergerak ke daerah udara kawasan Jakarta.

18

(O2P5) Dengan demikian, bila mereka sudah telanjur sampai di Jakarta, ada kemungkinan mereka tidak dapat terbang kembali dan ini tentu saja merupakan kerugian yang besar bagi mereka. Berikutnya adalah kekhawatiran tersebut didorong juga dengan kenyataan bahwa pelayanan air traffic control (ATC) di Jakarta yang belum dapat memberikan rasa nyaman (O2P4) dan (O2P5) memiliki hubungan kausalitas. (O2P4) merupakan sebab abu vulkanik yang dikabarkan sudah sampai di kawasan Jawa Barat akan bergerak ke daerah udara kawasan Jakarta. Dan akibatnya adalah bila mereka sudah telanjur sampai di Jakarta, ada kemungkinan mereka tidak dapat terbang kembali 2. Hubungan Penjelas (amplikatif) (O2P13) Di samping itu, kesibukan lalu lintas udara di Jakarta berada dalam ambang batas toleransi keamanan terbang, terutama pada jam-jam sibuk. Untuk diketahui, saat ini Bandara Soekarno-Hatta dengan hanya memiliki dua buah runway sudah kewalahan melayani take off dan landing demikian banyak pesawat. Sekadar data saja bahwa sekarang ini kapasitas runway pada peak hour harus melayani sebanyak 67 pesawat setiap jam dan 926 pesawat per hari. Sementara itu, kapasitas normal runway hanya 52 pesawat per jam. (O2P14) Jadi, dengan kondisi biasa saja Soekarno-Hatta sudak agak kewalahan menangani traffic, apalagi dengan adanya ancaman debu vulkanik Gunung Merapi yang setiap saat bisa saja mencapai kawasan udara Jakarta. (O2P13) dan (O2P14) terdapat hubungan penjelas (amplikatif). Hal ini didukung oleh kata jadi yang memperjelas penjelasan pada (O2P13). 3. Hubungan Penambahan (aditif) (O2P9) Di sisi lain, terdengar pula operator yang menangani pada waktu sibuk, bergantian orangnya hanya pada kurun waktu lebih kurang setiap 15 menit. Itu semua memberikan kesan adanya beberapa masalah yang dihadapi oleh pihak ATC kita. Selain peralatan yang tentu saja dapat dipastikan sudah ketinggalan zaman, yang pasti akan memengaruhi tingkat keterampilan dan tingkat stres para operatornya. 19

(O2P10) Tentu saja, semua itu kemudian menggambarkan betapa maskapai penerbangan asing lebih memilih aman-nya pelaksanaan penerbangan dari dan menuju Jakarta. Lebih-lebih dengan mengantisipasi tidak menentunya kondisi cuaca yang dapat saja kemudian mengalirkan debu vulkanik tanpa terdeteksi. Antara paragraf ke-9 dan ke-10 saling berhubungan, yaitu hubungan penambahan (aditif). Hal ini ditandai dengan adanya kata tentu saja pada awal paragraf ke-10. Yang berarti memberikan penjelasan tambahan atas peragraf sebelumnya.

20

I. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Wacana dapat dikatakan utuh apabila kalimat-kalimat dalam wacana itu mendukung satu topik yang sedang dibicarakan, sedangkan wacana dikatakan padu apabila kalimat-kalimatnya disusun secara teratur dan sistematis, sehingga menunjukkan keruntutan ide yang diungkapkan. Kohesi mengacu pada aspek bentuk atau aspek formal bahasa, dan wacana itu terdiri dari kalimat-kalimat. Sehubungan dengan hal tersebut, Tarigan (1987: 96) mengatakan bahwa kohesi atau kepaduan wacana merupakan aspek formal nahasa dalam wacana. Koherensi merupakan pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta, dan ide menjadi suatu untaian yang logis sehingga mudah dipahami pesan yang dihubungkannya. Dalam makalah ini dianalisis mengenai aspek kohesi dan koherensi dalam wacana opini surat kabar elektronik KOMPAS.COM. setelah dianalisis, dapat dikatakan bahwa wacana opini dalam surat kabar elektronik KOMPAS.COM ini memenuhi kriteria kohesi dan koherensi karena ditemunkannya alat-alat penanda kohesi dan koherensi. 2. Saran Dapat dikatakan bahwa wacana opini yang dianalisis telah memnuhi kriteria kohesi dan koherensi. Namun di sini penulis menyarankan agar wacana-wacana serupa juga lebih meningkatkan kualitas kohesi dan koherensinya agar lebuh memudahkan pambaca dalam memahami maksud dari wacana tersebut.

21

DAFTAR PUSTAKA Hayon, Josep. 2007. Membaca dan Menulis Wacana Petunjuk Praktis Bagi Mahasiswa. Jakarta: Grasindo Kompas.com Mulyana. 2005. Kjian Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana Sumarlam. 2003. Teori dan Praktik Analisis Wacana. Surakarta: ____________

22