ANALISIS VARIABEL INFORMATION, PROGRAM DAN SERVICE...
Transcript of ANALISIS VARIABEL INFORMATION, PROGRAM DAN SERVICE...
ANALISIS VARIABEL INFORMATION, PROGRAM DAN
SERVICE QUALITY TERHADAP KEBERHASILAN
PENGAMPUNAN PAJAK (TAX AMNESTY)
DI INDONESIA
Tesis
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Magister Ekonomi (M.E) pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Program Studi Magister Perbankan Syariah
Disusun Oleh:
Muji
21150850100034
MAGISTER PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2019 M
i
ANALISIS VARIABEL INFORMATION, PROGRAM DAN
SERVICE QUALITY TERHADAP KEBERHASILAN
PENGAMPUNAN PAJAK (TAX AMNESTY)
DI INDONESIA
Tesis
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
untuk memenuhi syarat-syarat meraih Gelar Magister Ekonomi
Oleh
Muji
21150850100034
Di Bawah Bimbingan
Dr. Sofyan Rizal, SE. M.Si.
NIP. 197604302011011002
Mengetahui
Ketua Program Studi
Dr. Herni Ali Husin Talib, SE. MM.
NIDN. 0422 1259 02
MAGISTER PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2019 M
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Hari ini, 29 Mei 2019 telah dilakukan ujian Tesis atas nama mahasiswa:
Nama : Muji
NIM : 211510850100034
Jurusan : Magister Perbankan Syariah
Judul Tesis : Analisis Variabel Informarmation, Program dan Service
Quality Terhadap Keberhasilan Pengampunan Pajak (Tax
Amnesty) di Indonesia
Setelah mencermati dan memperhatikan kemampuan yang bersangkutan selama
proses ujina Tesis, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut dinyatakan lulus dan
Tesis ini diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Binis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 29 Mei 2019
1. Dr. Herni Ali HT, SE., MM (___________________)
NIDN. 0422125902 Ketua
2. Ade Suherlan, SE., MM., MBA (___________________)
NIP. 198005252009121001 Sekretaris
3. Dr. Ir. Roikhan Muchamad Aziz, MM (___________________)
NIP. - Penguji Ahli
4. Dr. Sofyan Rizal SE., M.Si (___________________)
NIP. 197604302011011002 Pembimbing
iii
ABSTRACT
The success of implementing tax amnesty program depends on how the program is
carried out by the perpetrators. In implementing the tax amnesty program, it is
necessary to pay attention to the readiness and acceptance of taxpayer, so the tax
amnesty program can provide good service and improve compliance in paying taxes.
This study aims to analyze the factors that influence the success of the tax amnesty
program in Indonesia, so the tax amnesty program can be carried out to the
maximum and increase knowledge in paying taxes. The data used in this study are
primary data in the form of questionnaires. Researches used MS. Office 2013 for
analysis of demographic data and SmartPLS 3.0 for statistical analysis. The results
of this study show that the tax amnesty program is quite high at 67% and 46% of
respondents consider that tax amnesty will have an impact on increasing state
income. Technical factors that influence tax amnesty are data availability (30%),
evaluation of program acceptance (23%), support and commitment of taxpayers
(36%), and 56% of respondents consider that truth and trust factors will affect the
acceptance of the tax amnesty program. The results of the statistical analysis show
the variables that influence the acceptance of the tax amnesty program, i.e.
Information quality, Program quality, Service quality, Taxpayer trust and Taxpayer
satisfaction. The results of this study are expected to be a matter of government
consideration in the plan to develop the tax amnesty program and other tax
programs.
Keywords : Success, Tax Amnesty, Information Quality, Quality Program,
Service Quality, Taxpayer Trust, Taxpayer Satisfaction
iv
ABSTRAK
Keberhasilan penerapan program pengampunan pajak (tax amnesty) bergantung pada
bagaimana program itu dijalankan oleh pelakunya. Dalam menerapakan program
pengampunan pajak (tax amnesty) perlu memperhatikan kesiapan dan penerimaan
dari wajib pajak, agar program pengampunan pajak (tax amnesty) dapat memberikan
pelayanan yang baik dan meningkatkan kepatuhan dalam membayar pajak.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan pelaksanaan program tax amnesty di Indonesia, sehingga program
pengampunan pajak dapat terlaksana dengan maksimal dan meningkatkan
pengetahuan dalam membayar pajak. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah
data primer berupa kuisioner. Peneliti menggunakan Ms. Office Excel 2013 untuk
analisis data demografis dan SmartPLS 3.0 untuk analisis statistik. Hasil penelitian
ini memperlihatkan penerimaan program pengampunan pajak (tax amnesty) cukup
tinggi sebanyak 67% dan 46% responden menganggap bahwa penerimaan
pengampunan pajak (tax amnesty) akan berdampak pada meningkatnya penghasilan
negara. Faktor teknis yang mempengaruhi penerimaan program pengampunan pajak
(tax amnesty) adalah adanya ketersediaan data (30%), adanya evaluasi penerimaan
program (23%), dukungan dan komitmen wajib pajak (36%), dan 56% responden
menganggap bahwa faktor kebenaran dan kepercayaan akan berpengaruh terhadap
penerimaan program pengampunan pajak (tax amnesty). Hasil analisis statistik
menunjukkan variabel yang mempengaruhi penerimaan program pengampunan pajak
(tax amnesty) yaitu Information quality, Program quality, Service quality, Taxpayer
trust dan Taxpayer satisfaction. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi
bahan pertimbangan pemerintah dalam rencana pengembangan program tax amnesty
dan program pajak lainnya dimasa akan datang.
Kata Kunci : Keberhasilan, Pengampunan Pajak, Information Quality, Program
Quality, Service Quality, Taxpayer Trust, taxpayer Satisfaction.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Robbil’Alamin penulis panjatkan atas kehadirat Allah S.W.T yang
telah memberikan rahmat dan limapahan karunia-Nya kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul “Analisis Variable Information,
Program dan Service Quality Terhadap Keberhasilan Pengampunan Pajak (Tax
Amnesty) Di Indonesia” dengan lancar. Shalawat serta salam terlimpahkan kepada
baginda besar Nabi Muhammad SAW, yang telah memberikan ajaran Islam yang
telah terbukti kebenarannya dan terus terbukti kebenarannya.
Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk memenuhi syarat-syarat meraih gelar
Magister Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. Selama proses pembuatan tesis ini, berbagai hambatan
dan kesulitan telah penulis hadapi. Berkat petunjuk dan hidayah dari Allah SWT, doa
kedua orang tua, dukungan dari istri dan anak-anak tercinta, bimbingan serta bantuan
dari berbagai pihak, sehingga pada akhirnya tesis ini dapat terselesaikan dengan
lancar. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan tesis ini terutama kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Muhammad Arief Mufraini, Lc., M.Si selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan sekaligus dosen.
3. Bapak Dr. Herni Ali, HT, SE., MM selaku Ketua Program Studi Magister
Perbankan Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan sekaligus dosen.
vi
4. Bapak Dr. Sofyan Rizal, SE, M.Si selaku pembimbing tesis yang telah banyak
membantu memberikan bimbingan, masukan dan arahan dalam penulisan dan
penyusunan penyelesaian tesis ini.
5. Dr. Roikhan Mochamad Azis, Ir, MM selaku Penguji Ahli dan sekaligus dosen
yang telah memberikan masukan dan arahannya untuk perbaikan tesis. Terima
kasih banyak saya haturkan kepada bapak yang telah meluangkan waktu,
memberikan pengarahan, bimbingan serta masukan yang sangat membantu dan
bermanfaat sekali, semoga Allah SWT membalas kebaikan yang berlimpah
kepada bapak.
6. Bapak Ade Suherlan, MM., MBA selaku Sekretaris Program Studi Magister
Perbankan Syariah UIN Syarif Hidayatullah.
7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Magister Perbankan Syariah
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan ilmu dan pengalamannya serta seluruh Staf dan Karyawan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan
bantuan kepada penulis.
8. Segenap keluarga tercinta, istri dan anak-anak yang telah memberikan semangat
serta doa yang tiada henti-hentinya kepada penulis.
9. Teman-teman satu angkatan, terima kasih banyak atas perjalanan fisik, hati dan
jiwa kita selama ini dan semua pihak yang terlibat yang tidak dapat disebutkan
satu per satu.
Meskipun penulis telah berusaha dengan segenap kemampuan, namun
penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam tesis ini. Oleh
vii
karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari berbagai
pihak. Akhirnya dengan segala keterbatasan penulis ingin mempersembahkan tesis
ini kepada semua pihak yang menaruh perhatian bagi perkembangan dunia
pendidikan khususnya bidang penelitian di Indonesia dengan harapan agar
bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Jakarta, 29 Mei 2019
Muji
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN TESIS .................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN TESIS ................................................................... ii
ABSTRACT .................................................................................................................. iii
ABSTRAK ..................................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................................... v
DAFTAR ISI ............................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
A. Latar Belakang......................................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ................................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 9
A. Pengertian Ekonomi Islam ...................................................................... 9
B. Filosofi Ekonomi Islam ......................................................................... 16
C. Teori H dalam Membangun Konsep Dasar Berpikir Kaffah................. 19
D. Teori H dalam Metodologi IER (Internal Eksternal Religiusitas) ......... 21
E. Dasar Ekonomi Islam ............................................................................ 24
F. Tujuan Ekonomi Islam .......................................................................... 26
G. Metodologi Ekonomi Islam ................................................................... 27
H. Ushul Fiqh Ekonomi Islam .................................................................... 32
I. Karakteristik Ekonomi Islam ................................................................. 39
ix
J. Beberapa Madzhab dalam Ekonomi Islam ............................................ 44
K. Teori dan Konsep Pertumbuhan Ekonomi Islam................................... 47
L. Prinsip Pilar Ekonomi Islam .................................................................. 50
M. Nilai-Nilai Dalam Ekonomi Islam......................................................... 60
N. Ekonomi Islam Sebagai Suatu Ilmu dan Norma ................................... 64
O. Ekonomi Pembangunan Dalam Perspektif Islam .................................. 65
P. Ekonomi Sosial Syariah ........................................................................ 70
Q. Pengertian Pajak .................................................................................... 81
R. Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) ..................................................... 82
S. Sejarah Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) ......................................... 84
T. Tujuan, Manfaat dan Fasilitas Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) ...... 85
U. Sanksi Perpajakan .................................................................................. 86
V. Teori Pengembangan Model .................................................................. 87
W. Penelitian Terdahulu .............................................................................. 90
X. Kerangka Penelitian............................................................................... 97
Y. Pengembangan Hipotesis Penelitian...................................................... 98
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................... 101
A. Jenis Penelitian .................................................................................... 101
B. Teknik Penentuan Sampel ................................................................... 101
C. Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 102
D. Definisi Operasional Variabel ............................................................. 104
E. Teknik Analisis Data ........................................................................... 107
BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN .......................................... 112
A. Gambaran Umum Objek Penelitian..................................................... 112
B. Distribusi Karakteristik Responden ..................................................... 112
C. Hasil Uji Kualitas Data ........................................................................ 126
x
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 141
A. Kesimpulan .......................................................................................... 141
B. Saran .................................................................................................... 142
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 144
LAMPIRAN ................................................................................................................ 151
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Ringkasan Perbedaan antara Zakat, Infak, Sedeqah, Hibah dan Wakaf ... 71
Tabel 2.2. Penelitian Terdahulu ................................................................................. 90
Tabel 3.1. Jumlah Kuisioner Terkumpul.................................................................. 104
Tabel 4.1. Jumlah Responden .................................................................................. 113
Tabel 4. 2. Loading Factor ...................................................................................... 128
Tabel 4. 3. Nilai AVE .............................................................................................. 129
Tabel 4. 4. Nilai Cross Loading antar Indikator ...................................................... 130
Tabel 4. 5. Nilai Cross Loading Fornell-Lacker’s ................................................... 130
Tabel 4. 6. Nilai Internal Consistency Reliability .................................................... 131
Tabel 4. 7. Nilai R2 ................................................................................................... 132
Tabel 4. 8. Nilai f2 .................................................................................................... 133
Tabel 4. 9. Nilai Q2 .................................................................................................. 133
Tabel 4. 10. Nilai q2 ................................................................................................. 134
Tabel 4. 11. Hasil Uji Signifikansi dan Hipotesis .................................................... 135
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Berpikir Kaffah Dalam Islam (Aziz, 2010) ........................................... 20
Gambar 2.2. Diagram 3 Model Dasar Islam Kaffah (Aziz, 2009b) ........................... 20
Gambar 2.3. Metode Sinlammim Dalam Tangan Manusia (Aziz, 2006) .................. 21
Gambar 2. 4 Diagram Kaffah Thinking Dalam Islam (Aziz, 2016b) ........................ 21
Gambar 2.5. Epistimologi Ekonomi Islam ................................................................. 29
Gambar 2.6. Model Delone & McLean diperbarui .................................................... 90
Gambar 2.7. Kerangka Penelitian .............................................................................. 98
Gambar 3.1. Model Penelitian ................................................................................. 107
Gambar 4. 1. Pekerjaan Responden ......................................................................... 114
Gambar 4. 2. Pendidikan Responden ....................................................................... 115
Gambar 4. 3. Golongan Wajib Pajak Responden ..................................................... 116
Gambar 4. 4. Tingkat Keterampilan Pajak Responden ............................................ 117
Gambar 4. 5. Pengetahuan Tax Amnesty Responden ............................................... 118
Gambar 4. 6. Keikutsertaan Program Tax Amnesty ................................................. 119
Gambar 4. 7. Kesiapan dan Kesediaan Penerimaan Tax Amnesty ........................... 119
Gambar 4. 8. Persentase Kesiapan dan Kesediaan Penerimaan Tax Amnesty ......... 120
Gambar 4. 9. Faktor Teknis Penerimaan Tax Amnesty ............................................ 121
Gambar 4. 10. Faktor Manajerial Penerimaan Tax Amnesty .................................... 123
Gambar 4. 11. Faktor Institusional Penerimaan Tax Amnesty ................................. 124
Gambar 4. 12. Kebermanfaatan Tax Amnesty .......................................................... 125
Gambar 4. 13. Pengaruh Faktor Kebenaran Dan Kepercayaan ............................... 126
Gambar 4. 14. Loading Factor ................................................................................. 127
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Formulir Pengajuan Proposal dan Pembimbing Tesis........................ 152
Lampiran 2 : SK Dosen Pembimbing ...................................................................... 153
Lampiran 3 : Data Kuesioner ................................................................................... 154
Lampiran 4 : Data Hasil Pengujian Statistik ............................................................ 162
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan insfrastruktur dan fasilitas publik lainnya yang terus digencarkan
oleh pemerintah, harus diimbangi dengan pendapatan negara yang mencukupi.
Seperti yang sudah diketahui, bahwa pendapatan terbesar bagi Negara Indonesia
adalah dari sektor perpajakan (Ratmono & Cahyonowati, 2013). Pemerintah terus
berupaya untuk terus meningkatkan penerimaan pajak. Dalam hal ini kepatuhan
wajib pajak menjadi aspek penting dalam penerimaan pajak, karena dalam proses
perhitungan, pembayaran, dan pelaporan dilakukan sendiri oleh wajib pajak (selt
assessment) (R. I. Sari & Nuswantara, 2017).
Tahun 2015, kondisi perpajakan yang ada di Indonesia masih berada pada level
cukup kurang memadai bila dibandingkan dengan jumlah penduduknya. Hal ini
terjadi karena tingkat kepatuhan pembayaran pajak masih sedikit. Berdasarkan data
yang telah dirangkum dalam refleksi tingkat kepatuhan wajib pajak, hingga tahun
2015, wajib pajak yang terdaftar dalam sistem administrasi Direktoat Jenderal Pajak
mencapai 30.044.103 wajib pajak. Terdiri dari 2.472.632 perusahaan, 5.239.385
wajib pajak pribadi non pegawai, dan 22.332.086 wajib pajak pribadi (Putra &
Hidayat, 2018).
Namun, pada tahun 2018 tingkat kepatuhan perpajakan masyarakat Indonesia
semakin baik dibuktikan dengan pertumbuhan pada tingkat penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang hingga 31 Maret 2018 telah masuk
2
sebanyak 10,59 juta Surat Pemberitahuan (SPT), atau naik 14% dibandingkan
periode yang sama tahun 2017.
Jumlah Wajib Pajak yang terdaftar saat ini adalah 38.651.881 dengan
17.653.963 diantaranya wajib pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan
(SPT). Dari jumlah tersebut, yang telah menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT)
tahun pajak 2017 hingga saat ini adalah 10.589.648 atau baru 59,98%. Walaupun
demikian, terjadi peningkatan signifikan pada jumlah penyampaian Surat
Pemberitahuan (SPT) Tahunan Non-Karyawan (formulir 1770) yang naik 30,5%
sedangkan jumlah Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Karyawan 1770S dan
1770SS juga naik 12,4%.
Minat masyarakat dalam menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) elektronik
semakin tinggi di tahun ini, ditunjukkan dengan pertumbuhan 21,6% pada jumlah
Surat Pemberitahuan (SPT) yang disampaikan secara elektronik yang mencapai 8,49
juta Surat Pemberitahuan (SPT) atau 80,13% dari seluruh Surat Pemberitahuan (SPT)
yang dilaporkan. Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) manual turun 12%.
(Saksama, 2018).
Pemerintah memberlakukan sanksi dan denda bagi wajib pajak yang tidak
patuh terhadap pajak. Semakin berat sanksi dan denda yang tinggi, akan
meningkatkan kepatuhan wajib pajak (Dewi & Merkusiwati, 2018; Ngadiman &
Huslin, 2015). Namun hal ini dirasa kurang efektif untuk meningkatkakan kepatuhan
wajib pajak. Hasil penelitian menunjukan bahwa denda pajak hanya meningkatkan
kepatuhan pajak yang dipaksakan. Sementara rasio pajak (tax ratio) yang tinggi
hanya dapat dicapai ketika wajib pajak memiliki kepatuhan pajak secara sukarela
(Kogler et al., 2013).
3
Untuk meningkatkan kepatuhan dan kesukarelaan wajib pajak dalam
membayar pajak, maka pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan fiskal dalam
bentuk program pengampunan pajak atau tax amnesty. Program pengampunan pajak
(tax amnesty) ini tidak hanya berlaku untuk dana yang tersimpan di luar negeri, tetapi
berlaku juga untuk wajib pajak yang ada di dalam negeri (Husnurrosyidah & Nuraini,
2016). Dengan program pengampunan pajak (tax amnesty) ini wajib pajak yang tidak
membayar pajak ataupun menghindari pajak tidak perlu membayar sanksi pajak yang
ditanggung dan bebas dari permasalahan hukum yang berkaitan dengan perpajakan.
Dengan berbagai manfaat yang menguntungkan dari program ini, diharapkan dapat
meningkatkan kepatuhan wajib pajak di Indonesia sehingga akan memberikan
dampak positif pada APBN kedepannya. Pengalaman dari beberapa negara telah
membuktikan keberhasilan dari pengampunan pajak (tax amnesty) diantaranya Korea
Selatan, Afrika Selatan, India, Italy (Bagiada & Darmayasa, 2016; Huda & Hernoko,
2017).
Hasil pengampunan pajak (tax amnesty) di Indonesia sudah cukup bagus,
namun belum berhasil mencapai target. Ada beberapa kendala dan tantangan dalam
penerapan pengampunan pajak (tax amnesty) diantaranya adalah (Istighfarin &
Fidiana, 2018):
1. Kurangnya pemahaman wajib pajak akan pengisian surat permohonan
pengampunan pajak (tax amnesty), sistem serta peraturan perpajakan
yang berlaku;
2. Tidak adanya standarisasi informasi pengampunan pajak (tax amnesty)
antar otoritas pajak;
3. Rumitnya birokrasi pajak;
4
4. Sistem antrian dan kurangnya sumber daya manusia yang berada di
Kantor Pelayanan Pajak (KPP);
Dengan meningkatkan kualitas layanan pajak akan meningkatkan kepatuhan
dalam pembayaran pajak (Sun & Pang, 2017; Tanilasari & Gunarso, 2017), hal ini
berlaku juga pada program pengampunan pajak (tax amnesty). Penelitian lain
mengungkapkan bahwa layanan fiskal memiliki efek positif terhadap kepatuhan
wajib pajak. Kualitas layanan yang diberikan pejabat terkait akan meningkatkan
hubungan antara pengampunan pajak (tax amnesty) dan kepatuhan wajib pajak
(Pramushinta & Siregar, 2011). Kualitas layanan ini juga merupakan salah satu
faktor penting yang mempengaruhi kepuasan wajib pajak (Istighfarin & Fidiana,
2018). Kualitas sistem dan informasi yang berhubungan dengan pengampunan pajak
(tax amnesty) pun perlu diperhatikan, guna meningkatkan jumlah keikutsertaan wajib
pajak dalam program ini (Istighfarin & Fidiana, 2018). Selain itu, kepercayaan wajib
pajak terhadap pemerintah dan pejabat terkait penting diperhatikan guna
meningkatkan partisipasi wajib pajak (Okfitasari, Meikhati, & Setyaningsih, 2017;
Pravasanti, 2018; Ratmono & Cahyonowati, 2013).
Dalam keberhasilan penerapan pengampunan pajak (tax amnesty) perlu pula
memperhatikan kesiapan penerimaan dari pihak yang terkait, apabila kesiapan
dianggap kurang maka akan menimbulkan ketidakmaksimalan dalam penerapan
program pengampunan pajak (tax amnesty). Tentu saja kesiapan penerimaan tersebut
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dengan mengetahui faktor-faktor tersebut, maka
dapat digunakan sebagai perbaikan acuan untuk penerapan program-program pajak
selanjutnya. Mempertimbangkan pengampunan pajak (tax amnesty), faktor penentu
dan permasalahannya, peneliti beranggapan bahwa hal ini merupakan topik menarik
5
untuk dikaji lebih lanjut guna terwujudnya pencapaian keberhasilan penerapan
pengampunan pajak (tax amnesty).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan diatas, diketahui bahwa
pendapatan terbesar negara ada pada sektor pajak. Namun, tingkat kepatuhan wajib
pajak masih kecil. Berbagai kebijakan fiskal telah diterapkan oleh pemerintah guna
meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Salah satunya adalah penerapan program
pengampunan pajak (tax amnesty). Dengan berbagai manfaat yang diberikan
pengampunan pajak (tax amnesty), diharapkan tingkat kepatuhan wajib pajak akan
meningkat dan meningkatkan juga pendapatan negara. Penerapan pengampunan
pajak (tax amnesty) oleh pemerintah belum berhasil mencapai target, walaupun
sudah cukup bagus. Hal ini tentu saja dipengaruhi oleh beberapa faktor dan kendala
dalam penerapannya.
Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut, timbul beberapa pertanyaan
penelitian yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu :
Q.1. Bagaimana kesiapan dan kesediaan terhadap penerimaan penerapan
program pengampunan pajak (tax amnesty) ?
Q.2. Apa saja faktor yang dapat mempengaruhi kesiapan dan kesediaan
terhadap penerimaan penerapan program pengampunan pajak (tax
amnesty) ?
Q.2.1 Apakah information quality (INQ) berpengaruh secara signifikan
terhadap taxpayer trust (TPT)?
Q.2.2 Apakah information quality (INQ) berpengaruh secara signifikan
6
terhadap taxpayer satisfaction (TSF)?
Q.2.3 Apakah program quality (PGQ) berpengaruh secara signifikan
terhadap taxpayer trust (TPT)?
Q.2.4 Apakah program quality (PGQ) berpengaruh secara signifikan
terhadap taxpayer satisfaction (TSF)?
Q.2.5 Apakah service quality (SVQ) berpengaruh secara signifikan terhadap
taxpayer trust (TPT)?
Q.2.6 Apakah service quality (SVQ) berpengaruh secara signifikan terhadap
taxpayer satisfaction (TSF)?
Q.2.7 Apakah taxpayer trust (TPT) berpengaruh secara signifikan terhadap
net benefits (NBF)?
Q.2.8 Apakah taxpayer satisfaction (TSF) berpengaruh secara signifikan
terhadap net benefits (NBF)?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah dan pertanyaan penelitian yang telah
diuraikan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana kesiapan dan kesediaan penerimaan penerapan
program pengampunan pajak (tax amnesty);
2. Untuk mengetahui variabel apa saja yang dapat mempengaruhi kesiapan dan
kesediaan penerimaan penerapan program pengampunan pajak (tax amnesty);
3 Untuk mengetahui apakah information quality (INQ) berpengaruh secara
signifikan terhadap taxpayer trust (TPT);
7
4 Untuk mengetahui apakah information quality (INQ) berpengaruh secara
signifikan terhadap taxpayer satisfaction (TSF);
5 Untuk mengetahui apakah program quality (PGQ) berpengaruh secara signifikan
terhadap taxpayer trust (TPT);
6 Untuk mengetahui apakah program quality (PGQ) berpengaruh secara signifikan
terhadap taxpayer satisfaction (TSF);
7 Untuk mengetahui apakah service quality (SVQ) berpengaruh secara signifikan
terhadap taxpayer trust (TPT);
8 Untuk mengetahui apakah service quality (SVQ) berpengaruh secara signifikan
terhadap taxpayer satisfaction (TSF);
9 Untuk mengetahui apakah taxpayer trust (TPT) berpengaruh secara signifikan
terhadap net benefits (NBF);
10 Apakah taxpayer satisfaction (TSF) berpengaruh secara signifikan terhadap net
benefits (NBF);
D. Manfaat Penelitian
Diharapkan manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu serta wujud
kontribusi terhadap perkembangan perekonomian nasoinal terutama yang
berkaitan dengan sektor perpajakan.
2. Bagi Akademisi
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai literatur mengenai perpajakan
terumata program pengampunan pajak (tax amnesty).
8
3. Bagi Pemerintah dan Manajerial
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
pembuatan perencanaan dan evaluasi yang berkaitan dengan program
pengampunan pajak (tax amnesty) serta program-program yang berkaitan
dengan perpajakan dimasa akan datang.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Ekonomi Islam
1. Ekonomi
Kata ekonomi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari 2 kata yaitu
oikos yang berarti keluarga, rumah tangga (house-hold) dan nomos yang berarti
peraturan, hukum. Kemudian bila digabung maknanya menjadi aturan rumah
tangga.
Ilmu yang mempelajari bagaimana setiap rumah tangga atau masyarakat
mengelola sumber daya yang mereka miliki untuk memenuhi kebutuhan mereka
disebut ilmu ekonomi. Ilmu ekonomi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang
khusus mempelajari tingkah laku manusia atau sekelompok masyarakat dalam
usahanya untuk memenuhi kebutuhan yang relatif tidak terbatas dengan alat
pemuas kebutuhan yang terbatas keberadaanya (Fauzia & Riyadi, 2018).
Dalam pandangan Islam, ekonomi atau iqtishad berasal dari kata
“qosdun” yang berarti keseimbangan (equilibrium) dan keadilan (equally
balanced). Kata-kata al-qashdu dalam Al-quran dan Hadist (Fauzia & Riyadi,
2018) sebagai berikut:
a. Dimaknai sebagai “sederhana” dalam ayat: yang
berarti “dan sederhanakanlah dalam perjalanan”. Menurut Tafsir Ibn Katsir
dan Al-Qurtuby (14/17) berarti pertengahan, tidak cepat dan tidak lambat.
b. Dimaknai juga dengan “pertengahan”, dalam ayat
yang berarti “di antara mereka terdapat golongan yang pertengahan”, maka
10
istiqhad adalah pertengahan dalam bekerja, yang berarti tidak bakhir, pelit,
dan berlebih-lebihan. Juga dalam ayat
menurut Tafsir Al-Qurtuby, muqtasid dimaksudkan juga dengan
pertengahan dalam bekerja.
c. Iqtisad juga berarti jalan yang lurus, seperti yang tertera dalam suatu ayat:
yang artinya adalah: “Dan hak bagi Allah (menerangkan) jalan yang lurus,
dan di antara jalan-jalan ada yang bengkok. Dan jikalau Dia menghendaki,
tentulah Dia memimpin kamu semuanya (kepada jalan yang benar)”.
d. Iqtisad dalam Al-Quran juga bisa dimaknai “dekat”, seperti yang tertera
dalam ayat Al-Qur’an:
Yang artinya adalah: “Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu
keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak berapa jauh,
pastilah mereka mengikutimu, tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa
oleh mereka”. Kata “safaran qashidan” diartikan dengan perjalanan dekat
dan mudah yang tidak ada kesulitan didalamnya.
e. Dalam Hadist Rasul, kata-kata “iqtashada” dipahami dengan arti “hemat”,
seperti dalam sebuah Hadist , yang berarti “tidak
11
akan menjadi kafir orang yang berhemat”. Kata kerja qashada adalah
iqtashada yang artinya menuju pada keseimbangan, keadilan, kejujuran, dan
keharmonisan.
2. Islam
Adapun kata Islam berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari 3 akar kata
yaitu sin yang berarti alam, lam yang berarti Allah, dan mim yang berarti ibadah,
bila digabung menjadi sinlammim bermakna alam yang diciptakan Allah untuk
ibadah. Hal ini dilandaskan pada QS Adz-Dzariat [51]: 56
Yang artinya : “Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk
beribadah kepada-Ku”.
Dalam Al-qur’an pengertian Islam terdapat dalam 4 ayat dalam 3 surat
yang berbeda. Pengertian kata Islam dapat ditemukan dalam beberapa surat di
dalam Al-Quran berikut ini:
a. QS. Ali Imran [3]: 19
Yang artinya: “Sesungguhnya Din di sisi Allah adalah Islam”.
b. QS. Ali Imran [3]: 85
Yang artinya: “Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka
sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di
akhirat termasuk orang-orang yang rugi”.
12
c. QS. Al-Shaf [61]: 7
Yang artinya: “Dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang
mengada-adakan kebohongan terhadap Allah padahal dia diajak kepada
(agama) Islam? dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
zalim”.
d. QS. Al-Maidah [5]: 3
Yang artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging
babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang
tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang
buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan
bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi
nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah
kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk
(mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka
dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu
agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-
13
ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena
kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Sistem ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang “asli” bersumber dari nilai-
nilai ajaran Islam dibangun diatas keyakinan dasar bahwa alam dan segala isinya
termasuk manusia adalah ciptaan Allah SWT, dan bahwa sebagai makhluk dan
khalifatullah fil ardh, manusia berkewajiban menjalankan dua tugas utama, yaitu
bertauhid kepada Allah (rububiyah, uluhiyah, maupun mulkiyah) dan memakmurkan
dunia sesuai dengan cara-cara yang diperintahkan-Nya. Dan juga, sistem ekonomi
Islam didasarkan pada keyakinan bahwa Muhammad SAW adalah Rasul dan utusan
Allah, pembawa kabar gembira sekaligus uswatun hasanah bagi seluruh manusia
(Susamto & Cahyadin, 2008).
Keyakinan-keyakinan tersebut membawa efek pada pemahaman bahwa setiap
upaya yang dilakukan untuk menata perekonomian harus sesuai dan didasarkan pada
ketetapan-ketetapan Allah SWT sebagaimana termaktub dalam Al-Quran. Dalam
tatanan rinci, upaya untuk menata perekonomian juga harus disandarkan pada
contoh-contoh yang telah ditunjukkan oleh Nabi Muhammad SAW sebagaimana
dimuat dalam sunnah-sunnahnya (Susamto & Cahyadin, 2008).
Dari sini, para pemikir ekonomi Islam mengambil inti-inti ajaran Islam di
bidang ekonomi, yang meskipun berbeda-beda dalam pengklasifikasiannya, tetapi
secara praktis tidak mencerminkan adanya pertentangan satu sama lain (Choudhury,
1986; Susamto & Cahyadin, 2008; Umer Chapra, 1984). Dua norma yang mewakili
inti dari ajaran Islam di bidang ekonomi yaitu maslahah dan ‘adl. Maslahah terkait
dengan nilai absolut keberadaan barang, jasa, atau action (termasuk kebijakan
14
ekonomi) di mana kesemuanya harus memenuhi kriteria-kriteria yang mengarah pada
perwujudan tujuan syariah (maqashid al-syariah), yaitu perlindungan agama, jiwa,
akal, harta, dan keturunan. Sementara, adil terkait dengan interaksi relatif antara
suatu hal dengan hal lain, individu yang satu dengan yang lain, atau masyarakat
tertentu dengan masyarakat lain.
Adapun definisi ekonomi Islam menurut beberapa ahli (Adinugraha, 2013) sebagai
berikut:
1. S.M. Hasanuzzaman
“Ilmu ekonomi Islam adalah pengetahuan dan aplikasi ajaran-ajaran dan aturan-
aturan syariah yang mencegah ketidakadilan dalam pencarian dan eksplorasi
berbagai macam sumber daya, untuk memberikan kepuasan (satisfaction) lahir
dan batin bagi manusia serta memungkinkan mereka melaksanakan seluruh
kewajiban mereka terhadap Sang Kholiq dan masyarakat (Rahardjo, 1999).”
2. M.A. Mannan
“Ilmu ekonomi Islam adalah suatu ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari
permasalahan ekonomi dari orang-orang yang memiliki nilai-nilai Islam.
(Mannan, 1993)”
3. Khursid Ahmad
“Ilmu ekonomi Islam adalah suatu upaya sistematis untuk mencoba memahami
permasalahan ekonomi dan perilaku manusia dalam hubungannya dengan
permasalahan tersebut dari sudut pandang Islam (Muhammad Umer Chapra,
2001).”
15
4. M.N. Siddiqi
“Ilmu ekonomi Islam merupakan respon para pemikir muslim terhadap
tantangan-tantangan ekonomi pada masa hidup mereka. Yang sumber utamanya
Al-Qur’an dan As-Sunnah maupun akal dan pengalaman (Muhammad Umer
Chapra, 2001).”
5. M. Akram Khan
“Ilmu ekonomi Islam bertujuan mempelajari kesejahteraan manusia (falah)
yang dicapai dengan mengorganisir sumber-sumber daya bumi atas dasar
kerjasama dan partisipasi (Muhammad Umer Chapra, 2001).”
6. Louis Cantori
“Ilmu ekonomi Islam tidak lain merupakan upaya untuk merumuskan ilmu
ekonomi yang berorientasi manusia dan berorientasi masyarakat yang menolak
ekses individualisme dalam ilmu ekonomi klasik (Muhammad Umer Chapra,
2001).”
7. Munawar Iqbal
“Ekonomi Islam adalah sebuah disiplin ilmu yang menjadi cabang dari syariat
Islam. Dalam perspektif Islam, wahyu dipandang sebagai sumber utama IPTEK
(mamba’ul ’ilmi). Kemudian Al-Qur’an dan Al-Hadist dijadikan sebagai
sumber rujukan untuk menilai teori-teori baru berdasarkan doktrin-doktrin
ekonomi Islam (Sudarsono, 2002).”
8. M. Umer Chapra
“Ekonomi Islam adalah suatu pengetahuan yang membantu upaya realisasi
kebahagiaan manusia melalui alokasi dan distribusi sumberdaya yang terbatas
yang berada dalam koridor yang mengacu pada pengajaran Islam, tanpa
16
mengekang kebebasan individu untuk menciptakan keseimbangan makro
ekonomi yang berkesinambungan dan ekologi yang berkesinambungan (Fauzia
& Riyadi, 2018).”
B. Filosofi Ekonomi Islam
Asal kata Islam dari tiga huruf hijaiyah sin-lam-mim menjadi kata jadian
salama bermakna keselamatan, kedamaian, sehingga jika digabungkan maka kata
Ekonomi Islam secara harfiah berarti aturan rumah tangga untuk keselamatan. Dalam
filosofi Ekonomi Islam terkandung tiga hal yaitu Ontologi Ekonomi Islam,
Epistemologi Ekonomi Islam, dan Aksologi Ekonomi Islam (Aziz, 2009a). Latar
belakang keilmuan Ekonomi Islam disebut sebagai Ontologi Ekonomi Islam yaitu
berupa alasan mendasar adanya Ekonomi Islam.
Sesuai dengan sistem kehidupan yang ada pada diri manusia, keluarga,
lingkungan, dan alam semesta maka elemen dasar penciptaan terdiri dari tiga (3)
unsur yaitu manusia, Allah, dan ibadah (Aziz, 2009a). Perpaduan 3 (tiga) hal ini
membentuk alasan besar penciptaan yaitu Islam, sehingga ontology dari Ekonomi
Islam adalah Islam. Sebagaimana dalam QS. Ali-Imran [3]: 19
Yang artinya: “Sesungguhnya Din (sistem) di sisi Allah adalah Islam.”
Sesuai dengan firman Allah tersebut bahwa sistem atau Din yang diciptakan
Allah itu hanya Islam. Sehingga sistem ekonomi yang ada seharusnya juga mengikuti
aturan dalam sistem Islam”.
Islam dalam Ekonomi Islam merupakan konsep besar sebagai suatu sistem
yang menyeluruh. Kemudian Islam yang menyeluruh inilah yang menjadi
17
epistemology dari keilmuan Ekonomi Islam yang sedang berkembang yaitu kaffah.
Ekonomi Islam yang kaffah muncul sebagai konsep dasar ekonomi dengan batasan
Islam sebagai suatu sistem. Tujuan dari Ekonomi Islam dapat dijalankan oleh orang-
orang yang beriman dan dilakukan secara sistematis dan menyeluruh atau kaffah
yang berarti dimulai dari Islam sebagai kerangka dasar kehidupan yang di dalamnya
mengandung makna bahwa manusia diciptakan Allah subhanahu wa Ta’ala untuk
ibadah. Kemudian dikembangkan ke berbagai aspek termasuk ekonomi (Aziz, 2010).
Kaffah Thinking adalah berfikir holistik dengan metode Islam berupa akar kata
dari Islam yaitu sinlammim (Aziz, 2009b). Berfikir kaffah bermakna bahwa sebuah
sistem yang menyeluruh pastilah bernilai Islam, sehingga sebuah system yang kaffah
akan terdiri dari tiga bagian utama, yaitu Tuhan, Alam dan Ibadah. Tiga variabel ini
bermetamorfosis sesuai dengan konteks dari topik yang sedang difokuskan.
Akan tetapi dasar pemikiran atau sub sistem yang utuh haruslah terdiri dari tiga
(3) hal (Aziz, 2016b), yaitu:
1. God (Tuhan)
Tuhan merupakan pencipta alam semesta yang memiliki kekuasaan tertinggi
hanya milik Allah subhanahu wa ta’ala. Semua kekayaan, hak milik dan
sumber-sumber pemasukan merupakan kepunyaanNya. Allah subhanahu wa
ta’ala mengatur semua ini sesuai dengan cara yang dikehendakinya. Allah
subhanahu wa ta’ala menegaskan bahwa diantara kaum muslimin dilarang
saling memakan harta sesesama muslimin dengan jalan yang batil kecuali
dengan jalan perniagaan. Batil yang dimaksud disini adalah yang tidak sesuai
dengan prinsip-prinsip syari’ah seperti maisyir, riba gharar. Dalam
pengembangan muamalah ekonomi disini memasukkan unsur ontology س yaitu
18
Investasi PMDN yang perolehan dan pembagian keuntungannya pada para
pihak, tidak merugikan dan dengan dengan memperhitungkan pertanggung
jawaban dari ketetapanNya.
2. Human (Manusia)
Kehidupan yang lebih baik bagi manusia dan alam, bentuk kehidupan yang
berpandu pada ketentuan-ketentuan pencipta yaitu keberangkatan dari
kepercayaan akan adanya pencipta sebagai sebab keterciptaannya sesuatu yang
ada didunia, Tuhan semesta alam dan menempatkan diri sebagai pelayan Tuhan
maksudnya hidup karena mencari keridhaan Allah dan tidak lagi hidup untuk
kepentingannya sendiri, karena hanya dengan demikian pemeluk Islam dianggap
kaffah dalam beragama.
Sementara itu manusia sebagai khalifah, hak manusia terbatas pada hak
pemanfaatan dan pengurusan sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan
Allah subhanahu wata’alaa. Terkait dengan ekonomi, unsur epistimologi ل
adalah perdagangan ekspor yang merupakan muamalah ekonomi manusia
berbangsa-bangsa di dunia.
3. Pray (Ibadah)
Merupakan umpan balik yakni ibadah yang akan dikembalikan lagi kepada
Allah subhanahu wata’alaa yang telah memberikan kemaslahatan atau manfaat
kepada manusia. Tidak hanya diarahkan untuk dunia dan akhirat saja melainkan
berkaitan dengan kepentingan perorangan dan kepentingan umum serta
keseimbangan hak dan kewajiban. Sebagai investasi kehidupan selanjutnya yaitu
dimasa ukrawiah. Disini yang menjadi dasar aksiology م sebagai penyeimbang
adalah hasil petumbuhan ekonomi yang dicapai.
19
Kerangka dasar Islam dari konsep yang menyeluruh berupa kaffah ini perlu
diterjemahkan ke dalam penerapan berekonomi secara makro dan mikro ekonomi.
Implementasi dari kedua hal tersebut dijabarkan dalam bentuk aksiologi yaitu
keseimbangan sistem ekonomi yang terdiri dari dua (2) hal misalnya antara
penawaran dan permintaan. Secara analogis, gambaran tentang keseimbangan antara
dua (2) hal dalam Al-Quran disebutkan sebagai hubungan antara hal yang baik dan
hal yang buruk (Aziz, 2010). QS. Saba [34]: 28
Yang artinya: “Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat
manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi
peringatan”.
C. Teori H dalam Membangun Konsep Dasar Berpikir Kaffah
1. Definisi Teori H
Teori H dari kata Hahslm diartikan sebagai teori pola dasar tiga dominan
dengan konteks tertentu dalam 5 dimensi susunan invarian. Secara luas untuk
penggunaan paling umum Teori H dapat diartikan sebagai teori konsep dasar
pola penciptaan dengan hubungan tertentu. H berasal dari rumus Hahslm,
Qur’an surat Hijr, juga singkatan dari Huda (Arab) atau Hidup (Aziz, 2016b).
Adapun makna lain dari teori H yaitu sebuah himpunan utuh (sistem)
menyeluruh atau bagian terintegrasi yang terdiri dari 3 unsur utama yaitu primer
(pencipta/intermediari), sekunder (ciptaan/penerima), tersier (ibadah/pemancar)
yang bisa bermuatan positif atau negatif. Selanjutnya, Tiga unsur tersebut akan
20
memenuhi pernyataan bahwa sekunder di bawah primer akan melakukan tertier
(Manusia diciptakan Tuhan untuk ibadah).
2. Berpikir Kaffah
Gambar berpikir kaffah dalam Islam di bawah ini (Gambar 2.1) bermakna
sebuah sistem yang menyeluruh pastilah bernilai Islam, sehingga sebuah sistem
yang kaffah akan terdiri dari 3 bagian utama yaitu Tuhan, Alam, dan Ibadah.
Gambar 2. 1 Berpikir Kaffah Dalam Islam (Aziz, 2010)
Sesuai dengan kaidah Bahasa Arab, kata Islam berasal dari kata dasar 3
huruf konsonan: sin lam mim , kemudian mendapat awalan 1 (atau)
huruf konsonan alif (I), maka terbentuk kata dasar alif sin lam mim (I).
Gambar 2.2. Diagram 3 Model Dasar Islam Kaffah (Aziz, 2009b)
Bentuk kata dasar yang terdiri dari 4 huruf (3 huruf + 1 huruf) tersebut
menjadi kata dasar utama untuk membentuk kata Islam. Kemudian bentukan
Islam Kaffah
AlamTuhan
Ibadah
21
kata dasar ini akan dituliskan dalam persamaan sederhana yaitu: Islam adalah
alif sinlammim sebagaimana pada rumus (1).
Gambar 2.3. Metode Sinlammim Dalam Tangan Manusia (Aziz, 2006)
Dalam Ekonomi ada faktor Makro yang menjadi inflow bagi transmisi
keuangan ke faktor Mikro, lalu melalui faktor Peluang, transmisi keuangan ini
dilakukan untuk keberlanjutan perusahaan yang lebih baik dan terus bertumbuh.
Gambar 2. 4 Diagram Kaffah Thinking Dalam Islam (Aziz, 2016b)
D. Teori H dalam Metodologi IER (Internal Eksternal Religiusitas)
Dalam teori H yang dipersepsikan dengan Metodologi IER (Internal Eksternal
Religiusitas) (Aziz, 2016a), dimana metodologi tersebut:
1. Faktor Internal
Kaffah Thinking
AlamTuhan
Ibadah
Ekonomi
MikroMakro
Peluang
22
Kata Internal menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) merupakan
suatu hal yang menyangkut bagian dalam. Faktor internal merupakan varibel
yang dinilai dari lembaga keuangan syariah itu sendiri, seperti manusia terhadap
Allah sebagai variabel internalnya adalah manusia. Untuk faktor internal atau
faktor yang berasal dari dalam terdiri dari dua poin yaitu kekuatan dan
kelemahan. Keduanya akan berdampak lebih baik dalam sebuah penelitian
ketika kekuatan lebih besar dibandingkan kelemahan.
Pengujian internal perlu dilakukan karena sebelum melihat permasalahan
yang diluar, terlebih dahulu melihat permasalahan yang terjadi di internal
lembaga keuangan itu sendiri. Dalam hal lembaga keuangan syariah juga tidak
jauh berbeda, seperti sebelum Badan Pengawas Keuangan, Otoritas Jasa
Keuangan atau yang lainya mengaudit, maka sudah sepantasnya lembaga
keuangan syariah mengaudit secara internal.
Baik faktor internal maupun faktor eksternal saling terkait satu sama lain.
Kecenderungan antar dua faktor tersebut saling memiliki imbasnya masing-
masing. Untuk aspek ke-syariahannya sudah diterapkan adanya dewan pengawas
syariah agar untuk mengawasi nilai-nilai Islam yang diterapkan tetap berjalan
semestinya. Sehingga adanya pengawas keuangan dalam hal ini lembaga audit,
otoritas jasa keuangan dan lain sebagainya untuk mengawasi laporan-laporan
mengenai kinerja managemen.
2. Faktor Eksternal
Kata eksternal menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) merupakan
suatu hal yang menyangkut bagian luar. Ini merupakan faktor dari luar entitas
23
perusahaan. Faktor eksternal secara tidak langsung mempengaruhi faktor
internalnya.
Faktor internal adalah faktor yang terdapat dalam organisasi atau
perusahaan itu sendiri dan merupakan aspek manajerial yang mempengaruhi
jumlah tingkat pengembalian investasi entitas itu sendiri. Sedangkan faktor
eksternal adalah faktor-faktor yang terdapat di luar organisasi atau lingkungan
perusahaan yang mempengaruhi jumlah tingkat pengembalian investasi sebuah
entitas perusahaan.
3. Faktor Religiusitas
Dikatakan Gazalba (1987) religiusitas berasal dari kata religi dalam bahasa
latin “religio” yang akar katanya adalah religure yang berarti mengikat. Dengan
demikian, mengandung makna bahwa religi atau agama pada umumnya
memiliki aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi dan
dilaksanakan oleh pemeluknya. Kesemuanya itu berfungsi mengikat seseorang
atau sekelompok orang dalam hubungnnya dengan Tuhan, sesama manusia, dan
alam sekitar (Prapanca, 2017).
Selain melihat faktor internal dan eksternal, kebijakan lembaga keuangan
syariah juga perlu memperhatikan faktor religiusitas seperti pelarangan riba,
maisir, gharar dan sebagainya. Selain itu, perlu diingat oleh para praktisi
lembaga keuangan syariah mengenai hak orang lain yang harus ditunaikan.
Karena suatu pekerjaan tanpa dilandasi dengan nilai ibadah menjadi hampa.
Tidak terdapat ketenangan jiwa di dalamnya. Selain itu, tujuan manusia
diciptakan di muka bumi ini tidak lain kecuali untuk beribadah kepada Rabb-
24
nya. Faktor religiusitas muncul untuk menyempurnakan dua faktor pertama yaitu
internal dan eksternal.
Religiusitas adalah semua studi empiris yang dilakukan oleh manusia yang
dilandasi oleh nilai Islam. Pilihannya religiusitas dapat memperluas makna
sehingga religiusitas memaknai instrument variabel penelitian sebagai proxy
atau menemukan kata baru yang lebih sesuai sebagai kata religiusitas yang bisa
bermakna sistem atau variabel dan juga keagamaan.
E. Dasar Ekonomi Islam
Dalam pandangan tauhid, manusia sebagai pelaku ekonomi adalah trustee
(pemegang amanah). Oleh karena itu manusia harus mengikuti ketentuan Allah
dalam segala aktivitasnya, termasuk dalam kegiatan ekonomi (Fauzia & Riyadi,
2018).
Terdapat tiga aspek yang mendasar dalam ajaran Islam, yaitu aspek akidah
(tauhid), hukum (syariah), dan akhlak (Fauzia & Riyadi, 2018).
1. Dalam dimensi akidah, Islam mencakup dua hal, yaitu :
a. Pemahaman ekonomi Islam yang bersifat uluhiyah
Pemahaman ini berpijak pada ajaran tauhid uluhiyyah. Ketika seseorang
mengesakan dan menyembah Allah, dikarenakan kapasitas Allah sebagai
dzat yang wajib dan juga tidak menyekutukannya (Q.S Al-An’am 16:102
dan Adz-dzariyat 51:56)
Dalam kegiatan ekonomi disebut ekonomi ilahiyah, yaitu semua
kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia dalam rangka mengesakan
Allah (beribadah kepada Allah)
25
b. Pemahaman tentang ekonomi yang bersifat rabbaniyah
Pemahaman ini berpijak pada ajaran tauhid rububiyah, yaitu
mengesakan Allah melalui segala hal yang telah diciptakan-Nya, dengan
selalu meyakinkan bahwa Allah merupakan pencipta alam semesta (Q.S Az-
Zumar 39:62), Allah juga sang pemberi rezeki (Q.S Hud 11:6), dan Allah
adalah Tuhan pengatur alam semesta (Q.S Al-Imran 13: 26-27 dan Al-
Fatihah 1:2)
Dalam kegiatan ekonomi disebut ekonomi rabbaniyah, yaitu semua
aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh manusia haruslah bisa membawa
kemaslahatan bagi manusia dengan cara pengelolaan dan pemanfaatan
segala sumber daya alam dengan sebaik-baiknya
c. Tauhid asma
Dalam rangka menghayati tauhid uluhiyah dan tauhid rububiyah, maka
mempercayai segala hal yang datang dari Allah dan Rasulullah mengenai
sifat-sifat Allah merupakan hal yang penting dalam suatu perekonomian.
Segala hal yang tercantum dalam tauhid asma’ inilah yang akan
menyadarkan manusia bahwa mereka hanyalah seseorang yang diberikan
amanah oleh Allah untuk dapat mengelola alam semesta ini agar bisa
menyejahterakan kehidupan mereka.
Dalam kegiatan ekonomi tauhid asma’ yaitu perlunya penghayatan
dalam segala aktivitas ekonomi, semua yang ada di dunia yaitu milik Allah,
manusia memperoleh hak untuk memanfaatkannya demi terciptanya
kemaslahatan individu dan masyarakat.
26
2. Dimensi hukum (syariah)
Dalam menjalankan ekomomi Islam yang bersifat uluhiyah dan rabbaniyah,
seseorang haruslah berjalan sesuai dengan rambu-rambu yang telah ditetapkan
oleh Syar’i (Allah), melalui syariatnya. Kaidah yang berlaku untuk segala
kegiatan ekonomi yaitu “segala sesuatu (dalam hal muamalat) boleh dilakukan,
sampai ada dalil yang mengharamkan”.
Atas dasar kaidah di atas, maka segala aktivitas dalam ekonomi Islam yang
membawa kemaslahatan dan tidak ada larangan didalamnya boleh dilakukan.
3. Dimesi akhlak
Selain aspek akidah dan syariah, satu aspek lain yang menjadi napas tumbuh
kembangnya ekonomi Islam yaitu aspek moral (akhlaq) yang selalu menjadi
spirit dalam setiap aktivitas yang terbangun didalamnya. Segala macam ajaran
yang terkandung dalam Al-Quran dan Hadist yang berkenaan dengan
perekonomian Islam adalah untuk menjunjung tinggi moral. Hal ini diawali
dengan definisi harta dalam Islam, Al-Quran banyak menyebutkan harta dengan
lafaz “khairun” yang berarti kebaikan.
F. Tujuan Ekonomi Islam
Tujuan ekonomi Islam adalah mashlahah (kemaslahatan) bagi umat manusia,
yaitu dengan mengusahakan segala aktivitas demi tercapainya hal-hal berakibat pada
adanya kemaslahatan bagi manusia, atau dengan mengusahakan aktivitas yang secara
langsung dapat merealisasikan kemaslahatan itu sendiri (Fauzia & Riyadi, 2018).
Aktivitas lainnya yang dapat menggapai kemaslahatan adalah dengan
27
menghindarkan diri dari segala hal yang membawa mafsadah (kerusakan) bagi
manusia.
Dalam menjaga kemaslahatan bisa dilakukan dengan dua cara yaitu min haytsu
al-wujud dan min haytsu al-adam (Fauzia & Riyadi, 2018).
1. Menjaga kemaslahatan dengan min haytsu al-wujud yaitu dengan mengusahakan
segala bentuk aktivitas dalam ekonomi yang bisa membawa kemaslahatan.
2. Menjaga kemaslahatan dengan min haytsu al-adam adalah dengan cara
memerangi segala hal yang menghambat jalannya kemaslahatan itu sendiri.
G. Metodologi Ekonomi Islam
Ilmu pengetahuan didasarkan pada aspek tujuan (ontologis), metode penurunan
kebenaran ilmiah (epistimologi), dan nilai-nilai (aksiologi) (Fauzia & Riyadi, 2018).
1. Ontologis
Wacana ontologis dalam ekonomi Islam meliputi pembahasan tentang kondisi
dan persoalan masyarakat, sehingga bisa merumuskan problem solving untuk
mengatasi persoalan yang ada, contoh beberapa tujuan dari zakat, riba dan
lainnya, semua bertujuan untuk memecahkan permasalahan dalam distribusi
kekayaan dalam masyarakat (Fauzia & Riyadi, 2018).
2. Epistimologi
Wacana epistimologi tergabung dalam double movement: pertama, ada yang
bergerak secara deduktif dengan mengkaji epistimologi iqtishad dalam Al-Quran
dan Hadist. Ketika mendekati ekonomi Islam melalui metode deduktif, maka
akan dimulai dengan penarikan beberapa dalil yang ada (Al-Quran dan Hadist)
untuk kemudian memasuki wilayah empiris berupa kasus-kasus yang terdapat
28
dilapangan; kedua, bergerak secara induktif dengan melihat realitas yang ada,
kemudian merujuk pada ajaran-ajaran Al-Quran dan Hadist (Fauzia & Riyadi,
2018).
Secara terminologi, epistimologi adalah cabang ilmu filsafat yang mengecek
tentang keotentikan pengertian, metode struktur, dan validitas pengetahuan
(Adinugraha, 2013). Secara garis besar epistimologi dapat dikatakan sebagai
ilmu yang mempelajari tentang substansi yang bersangkutan dengan
pengetahuan (knowledge), oleh karena itu epistimologi berkaitan dengan
beberapa hal di bawah ini:
a. Filsafat, yaitu sebagai cabang yang mencari keabsahan dan kebenaran
pengetahuan.
b. Metode, memiliki maksud mengantarkan manusia mencapai tujuan (goal).
c. Sistem, bertujuan memperoleh realitas atau hakikat kebenaran pengetahuan
(knowledge).
Suseno dalam Adinugraha (2013) membuat alur epistimologi ekonomi
Islam untuk memahami bagaimana proses menurunkan ilmu ekonomi Islam dan
mengetahui kesetaraan dari kedudukan metode observasi, induksi, dan dedukasi
(Gambar 2.5)
29
Gambar 2.5. Epistimologi Ekonomi Islam
Teori ekonomi Islam dibangun dari realitas empirik dan masalah faktual,
sehingga hubungan teori ekonomi Islam dengan teori lain dan hubungan teori
ekonomi Islam dengan praktek saling berkaitan. Eksistensi ekonomi Islam bukan
berlandaskan perspektif manusia sebagai human of economic semata, tetapi
berdasarkan perspektif manusia sebagai hamba Allah yang dilahirkan di dunia
secara fitrah (suci), dan didasarkan juga kepada 4 (empat) aksioma yaitu;
equilibrium (keseimbangan), free-will (kebebsan berkehendak), unity (kesatuan),
dan responbility (pertanggungjawaban) (Alwi, 2010).
Oleh sebab itu, metodologi ekonomi Islam digunakan untuk mengungkap
dan mengklarifikasi permasalahan ekonomi yang multidimensial. Tindakan ini
digunakan untuk menjaga obyektifitas dalam proses pengungkapan kebenaran
terhadap suatu fenomena. Secara alami unsur manusiawi atau kemanusian akan
menguji bahwa segala fenomena berujung pada keselarasan (equilibrium) yang
30
selalu berkelanjutan. Hal inilah yang kemudian melahirkan sikap dinamis dan
progesif, yaitu rasa syukur yang muncul karena keberhasilan atau kegagalan dari
sebuah proses usaha untuk mencari atau menemukan kebenaran.
Sedangkan kebenaran ilmiah dapat diuji dan ditemukan melalui beberapa
hal berikut ini: Koheren, merupakan suatu pernyataan yang dianggap benar
apabila konsisten dan memiliki koherensi dengan pernyataan yang sebelumnya
yang dianggap benar. Teori koheren ini menggunakan logika deduktif.
a. Koresponden, yaitu pernyataan yang dianggap benar apabila materi
pengetahuan yang terkandung didalamnya berhubungan atau memiliki
korespondensi dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Teori ini
menggunakan logika induktif.
b. Pragmatis, suatu yang dianggap benar apabila memiliki kegunaan atau
manfaat yang bersifat fungsional dalam kehidupan sehari-hari. Oleh
karenanya epistimologi ini berasal dari tiga metode yaitu:
a. Observasi
Observasi merupakan upaya untuk melihat, mengamati dan
mengevaluasi fakta dan realita yang ada, kemudian membuat asumsi,
klasifikasi, abstraksi, hakikat, tipe ideal dengan menggunakan
generalisasi. Observasi merupakan proses yang harus dilakukan untuk
menggali dan mendapatkan informasi mengenai suatu obyek. Observasi
diperlukan untuk menjadi suatu bukti atas realitas fenomena yang
berhubungan dengan aktivitas manusia. Dengan observasi manusia bisa
melakukan efisiensi aktivitas dan bisa melakukan forcasting atas suatu
yang akan terjadi.
31
b. Deduksi
Penalaran deduktif membahas cara-cara atau metode untuk mendapatkan
kesimpulan yang valid dengan terlebih dahulu diajukan pertanyaan-
pertanyaan.
c. Induksi
Induksi membahas tentang pengambilan kesimpulan dari pernyataan-
pernyataan secara spesifik atas fenomena-fenomena yang ada.
Pernyataan tersebut hanya bersifat probabilitas dan hipotesa dari
pernyataan-pernyataan yang telah diajukan.
Menurut Monzer Kahf dalam Fauzia and Riyadi (2018), ekonomi
Islam menggunakan dua metode: pertama, metode deduksi yang
dikembangkan para ahli dan fukaha. Mereka mengaplikasikan ekonomi
Islam modern dengan menampilkan prinsip-prinsip sistem Islam dan
kerangka hukumnya (Al-Quran dan Sunnah); kedua, metode pemikiran
retrospektif, metode ini banyak digunakan oleh para pemikir kontemporer
yang merasakan tekanan kemiskinan dan keterbelakangan di dunia Islam
dan berusaha mencari berbagai pemecahan terhadap persoalan-persoalan
ekonomi umat Islam dengan kembali kepada Al-Quran dan Sunnah, yaitu
untuk mencari dukungan atas pemecahan permaslahatan tersebut dan
mengujinya dengan memerhatikan petunjuk Tuhan (Kahf, 1978).
3. Aksiologi
Wacana tentang aksiologi biasanya terangkum dalam output dan kegunaan
ekonomi Islam yang bersifat ingin selalu menyejahterakan umat manusia,
menyelamatkan umat manusia di dunia dan akhirat dengan memerangi segala
32
bentuk eksploitasi (mafsadah) yang merugikan umat manusia dan merupakan
antitetis dari kemaslahatan itu sendiri (Fauzia & Riyadi, 2018).
Adapun metodologi dari ekonomi Islam menurut Muhammad Anas Zarqa (1992)
dalam Fauzia and Riyadi (2018), menjelaskan bahwa ekonomi Islam terdiri dari tiga
kerangka metodologi, yaitu:
1. Presumtions and ideas, atau yang disebut dengan ide dan prinsip dasar dari
Ekonomi Islam. Ide ini bersumber dari Al-Quran, Sunnah, dan Fiqh Al-
Maqashid. Ide ini nantinya harus dapat diturunkan menjadi pendekatan yang
ilmiah dalam membangun kerangka berpikir dari ekonomi itu sendiri.
2. Nature of value judgement, atau pendekatan nilai dalam Islam terhadap kondisi
ekonomi yang terjadi. Pendekatan ini berkaitan dengan konsep utilitas dalam
Islam.
3. Positive part of economics science. Bagian ini menjelaskan tentang realitas
ekonomi dan bagaimana konsep Islam bisa diturunkan dalam kondisi nyata dan
riil.
H. Ushul Fiqh Ekonomi Islam
Metode pengambilan hukum dalam ekonomi Islam melalui ushul fiqh,
berdasarkan pada Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, Qiyas, Istishan, Mashlahah Mursalah,
Urf, Istishab, Sad Adz-dzariah, dan Fath Adz-dzariah (Fauzia & Riyadi, 2018).
Perincian dari masing-masing sumber hukum dalam Islam yang dijadikan acuan
dalam pengambilan hukum ekonomi Islam antara lain:
33
1. Al-Qur’an
Al-Quran merupakan sumber pertama dalam ajaran Islam, Al-Qur’an adalah
kalam Allah yang diturunkan oleh-Nya melalui perantara Malaikat Jibril ke
Rasulullah SAW, tertulis dalam mushaf dan sampai kepada manusia dengan
mutawatir. Adapun hukum yang terkandung dalam Al-Quran mencakup tiga
macam, yaitu:
a. Hukum akidah;
b. Hukum akhlak;
c. Hukum amaliyah ataupun syariah (fikih), yang terbagi menjadi seperempat
(rub’u) ibadat, munakahat, jinayat, dan muamalat. Adapun hukum-hukum
yang termasuk kategori muamalat, misalnya akad (contract),
pembelanjaan (pengelolaan harta benda), dan lain sebagainya.
Secara keseluruhan ajaran tentang ekonomi Islam dalam Al-Quran terdapat
(kurang lebih) 370 ayat, dan 70 diantaranya berbicara tentang perdagangan dan
perniagaan.
2. Sunnah
Sunnah adalah perkataan, perbuatan, dan ketetapan Rasulullah. Adapun
beberapa Sunnah Rasulullah SAW terbagi menjadi:
a. Al-sunnah al-qawliyyah (ucapan), yaitu Hadist Rasulullah SAW yang
diucapkannya dalam berbagai tujuan dan situasi. Contoh sabda Rasulullah
SAW: “La Dhahar Wala Dhirar (tidak boleh membahayakan diri sendiri
dan tidak boleh membahayakan orang lain).
34
b. Al-sunnah al-fi’liyyah (perbuatan), yaitu perbuatan Rasulullah SAW,
seperti pekerjaan melakukan shalat lima waktu dengan sunnah kayfiyyah-
nya (tata caranya) dan rukun-rukunnya.
c. Al-sunnah al-taqririyyah (ketetapan), yaitu perbuatan sebagian sahabat
Rasulullah SAW yang telah diikrarkan olehnya, baik perbuatan itu
berbentuk perbuatan maupun ucapan. Ikrar bisa dilakukan dengan cara
mendiamkan atau menunjukkan tanda-tanda ikrar atau dengan cara
menyetujuinya, dan/atau melahirkan anggapan baik terhadap perbuatan
tersebut. Sehingga dengan adanya ikrar dan persetujuan ini, perbuatan
tersebut dianggap sebagai perbuatan yang dilakukan Rasulullah SAW
sendiri.
Ajaran tentang ekonomi Islam dalam sunnah qawliyyah (Hadist)
terdapat (kurang lebih) 1350 Hadist yang berkaitan dengan kekayaan,
kepemilikan, pencarian rezeki, tanah, perburuan, modal, konsumerisme,
mekanisme pasar, uang dan keuangan negara pembangunan ekonomi, dan
lainnya.
3. Ijma’
Ijma’ adalah kesepakatan semua mujtahidin di kalangan umat Islam pada suatu
masa, setelah kewafatannya Rasulullah SAW atas suatu hukum syar’i
mengenai suatu kejadian ataupun kasus. Ijma’ hanya ditetapkan setelah
wafatnya Rasulullah SAW, karena ketika Beliau masih hidup, beliau sendirilah
tempat kembalinya hukum syariat Islam. Sehingga tidak ada perselisihan
mengenai hukum syariat pada waktu itu. Adapun beberapa sendi dalam ijma’
antara lain:
35
a. Adanya sekelompok mujtahid pada waktu terjadinya peristiwa, karena
kesepakatan itu tidak dapat dicapai kecuali melalui beberapa pendapat,
yang masing-masing diantaranya sesuai dengan lainnya.
b. Adanya kesepakatan semua mujtahid umat Islam atas suatu hukum syara’
mengenai suatu peristiwa pada waktunya terjadinya, tanpa memadang
negeri mereka, kebangsaan, dan kelompoknya.
c. Adanya kesepakatan mereka dengan menampilkan pendapat masing-
masing secara jelas mengenai suatu kejadian, baik penampilan itu
berbentuk ucapan (qawli), maupun berbentuk perbuatan (fi’li).
d. Dapat direalisasi kesepakatan dari semua mujtahid atas suatu hukum.
Adapun ijma’ ulama yang berkaitan dengan ekonomi Islam, beberapa di
antaranya berkaitan dengan permasalahan keuangan dan beberapa kontrak
dalam perbankan syariah dan lembaga keuangan syariah
4. Qiyas
Qiyas adalah menghubungkan suatu kejadian yang tidak ada nash-nya kepada
kejadian lainnya yang ada nash-nya, dalam hukum yang telah ditetapkan oleh
nash. Dikarenakan adanya kesamaan dua kejadian dalam illat al-hukm.
Contohnya qiyas yaitu hukum meminum arak di dalam Al-Quran adalah
haram, karena termaktub dalam QS. Al-maidah 5:90. Qiyas biasanya
dirumuskan sebagai kiat untuk menetapkan hukum, berdasarkan rumusan ini
maka dalam menggunakan metode qiyas, ada empat unsur yang harus ada.
Keempatnya antara lain asl, far’u, hukmu al-ashl, dan illat. Dari keempat unsur
ini, illat sangat penting dan sangat menentukan. Ada atau tidaknya suatu
hukum tergantung illat pada kasus tertentu. Illat merupakan tujuan terdekat dan
36
dapat dijadikan dasar penetapan hukum, sedangkan hikmah merupakan ‘tujuan
jauh’ yang tidak dapat dijadikan dasar bagi penetapan hukum.
5. Istishan
Istihsan secara umum dapat diartikan sebagai upaya untuk men-tawaqquf-kan
prinsip-prinsip umum dalam satu nash disebabkan adanya nash lain yang
menghendaki demikian. Istihsan menurut bahasa adalah menganggap baik
sesuatu, sedangkan menurut istilah ulama ushul adalah berpindahnya seorang
mujtahid dari tuntutan qiyas jaly (qiyas yang nyata) kepada qiyas khafy (qiyas
yang samar). Contoh istihsan dalam ekonomi Islam di antaranya jual beli
sallam, jual beli istisna’ di perbankan syariah, dan penerapan revenue sharing
pada suatu kerja sama.
6. Mashlahah Mursalah
Mashlahah Mursalah adalah kemashlahatan yang dimutlakkan, yang menurut
ushul adalah kemashlahatan di mana syari’ tidak mengisyaratkan hukum untuk
mewujudkan mashlahah tersebut, akan tetapi juga tidak terdapat dalil yang
menunjukkan atas pengakuannya ataupun pembatalannya. Mashlahah ini
disebut mutlak karena tidak dibatasi oleh dalil pengakuan atau pembatalan.
Adapun contoh mashlahah mursalah dalam ekonomi Islam adalah larangan
dumpling (siyasah al-ighraq) pada penjualan suatu produk, pengadaan
pengadilan niaga syariah, dan lain sebagainya.
7. Urf
Urf adalah sesuatu yang sering dikenal manusia dan menjadi tradisinya, baik
berupa ucapan atau perbuatannya. Menurut istilah ahli syara’, urf yang bersifat
perbuatan adalah seperti pengertian manusia seperti jual beli dengan
37
pelaksanaan tanpa shighah yang diucapkan. Adapun urf yang bersifat ucapan
adalah seperti pengertian manusia tentang kemutlakan lafaz lahm (daging)
yang bermakna daging (sapi, kambing) tanpa mengaitkan daging ikan. Contoh
pelaksanaan urf dalam beberapa praktik ekonomi Islam adalah pelaksanaan
jual beli dengan sistem Multi Level Marketing Syari’ah sebagai sesuatu yang
baru dan belum ada pada zaman dahulu, konsinyasi, franchising, dan lain
sebagainya
8. Istishab
Istishab menurut istilah ushul adalah menetapkan sesuatu menurut keadaan
sebelumnya sehingga terdapat dalil yang menunjukkan perubahan keadaan,
atau menjadikan hukum yang telah ditetapkan pada masa lampau menjadi
kekal menurut keadaan, sampai terdapat dalil yang menunjukkan atas
perubahannya. Apabila seorang mujtahid ditanya tentang kontrak atau
pengelolaan, dan dia tidak menemukan dalil syara’ yang memutuskan
hukumnya, maka dihukumi dengan kebolehan kontrak atau pengelolaan
tersebut atas dasar bahwa “pangkal segala sesuatu (muamalat) itu boleh sampai
ada dalil yang mengharamkannya”. Yaitu keadaan yang mana Allah telah
menciptakan diatasnya segala sesuatu yang ada di Bumi secara keseluruhan.
Maka sesuatu yang tidak terdapat dalil yang menunjukkan atas perbuatannya,
maka sesuatu itu dihukumi atas kebolehannya yang bersifat asal.
9. Sad Adz-dzariah dan Fath Adz-dzariah
Sad Adz-dzariah (atau dalam bentuk jamak Sad Adz-dzara’i) menurut Al-
Qarafi adalah memotong jalan kerusakan (mafsadah) sebagai cara untuk
menghindari kerusakan tersebut. Meski suatu perbuatan bebas dari unsur
38
kerusakan (mafsadah), namun jika perbuatan itu merupakan jalan atau sarana
terjadinya suatu kerusakan (mafsadah), maka harus ada pencegahan terhadap
perbuatan tersebut. Al-syatibi menyatakan, bahwa sad adz-dzariah adalah
menolak sesuatu yang boleh (jaiz) agar tidak mengantarkan kepada sesuatu
yang dilarang (mamnu’).
Secara terminologi, dapat dipahami bahwa fath adz-dzariah adalah menetapkan
suatu hukum yang merupakan sarana bagi penetapan hukum yang lainnya.
Contoh, jika menuntut ilmu adalah kewajiban, maka usaha untuk mencapai
tujuan tersebut menjadi wajib pula. Contoh fath adz-dzariah yang berkaitan
dengan ekonomi Islam adalah penerapan manajemen risiko pada berbagai
macam lembaga keuangan syariah, perbankan, dan juga perusahaan dalam
rangka untuk meminimalisasi risiko di masa depan.
Kaitannya dengan dzariat, para ahli ushul fiqh mencoba membagi dzariat
menjadi empat kategori, diantaranya:
a. Dzariat yang secara pasti akan membawa kepada kerusakan (mafsadat).
Contoh, penggalian sumur di jalan umum yang tidak ada penerangannya,
penggalian tersebut memastikan siapapun yang lewat dijalan tersebut akan
terjatuh kedalam lubang.
b. Dzariat yang jarang membawa kerusakan. Contohnya menggalakkan
pertanian anggur, meskipun terdapat kemungkinan bahwa buah dari
anggur tersebut bisa dijadikan minuman keras, akan tetapi hal tersebut
jarang terjadi karena buah anggur juga bisa dikonsumsi secara langsung.
c. Dzariat yang berdasarkan pada dugaan yang kuat, yang akan membawa
kepada mafsadah atau kerusakan. Seperti halnya penjualan buah anggur
39
untuk perusahaan yang bisa memproduksi minuman keras. Maka dzariat
seperti ini haruslah dilarang.
d. Dzariat yang sering kali membawa kerusakan. Hal ini didasarkan atas
asumsi semata tidak disertai dengan bukti yang kuat. Contohnya jual beli
kredit yang diasumsikan akan membawa kerusakan (mafsadah) bagi
debitur.
I. Karakteristik Ekonomi Islam
Terdapat beberapa karakteristik dalam ekonomi Islam yang menjadi core
ajaran ekonomi Islam itu sendiri. Karakteristik tersebut sesuai dengan beberapa
aspek normatif-idealis-deduktif dan juga hitoris-empiris-induktif (Fauzia & Riyadi,
2018). Karakteristik-karakteristik ekonomi Islam tersebut antara lain:
1. Rabbaniyah mashdar (bersumber dari Tuhan)
Ekonomi Islam (al-iqtishad al-Islami) merupakan ajaran yang bersumber dari
Allah. Pernyataan tersebut bisa ditemukan di beberapa teks Al-quran dan Hadist
yang muncul pada abad ke 6 Masehi. Di Indonesia, kajian tentang ekonomi
Islam muncul pada tahun 1990-an. Tujuan Allah dalam memberikan
“pengajaran” yang berkaitan dengan kegiatan berekonomi umat-Nya adalah
untuk memperkecil kesenjangan di antara masyarakat. Sehingga umat-Nya bisa
hidup dalam kesejahteraan di dunia dan di akhirat.
2. Rabbaniyah al-hadf (bertujuan untuk Tuhan)
Selain bersumber dari Allah, ekonomi Islam juga bertujuan kepada Allah.
Artinya, segala aktivitas ekonomi Islam merupakan ibadah yang diwujudkan
dalam hubungan antarmanusia untuk membina hubungan dengan Allah. Islam
40
mengisyaratkan umatnya agar selalu beraktivitas ekonomi sesuai dengan
ketentuan Allah di segala penjuru di muka bumi ini, tidak menzalimi orang lain,
dan bertujuan memberikan kemaslahatan bagi semua manusia.
3. Al-raqabah al-mazdujah (mixing control/ atau kontrol di dalam dan di luar)
Ekonomi Islam menyertakan pengawasan yang melekat bagi semua manusia
yang terlibat di dalamnya. Pengawasan dalam dimulai dari diri masing-masing
manusia, karena manusia adalah leader bagi dirinya sendiri. Pengawasan
selanjutnya yaitu pengawasan dari luar, yang melibatkan institusi, lembaga,
ataupun seorang pengawas. Adapun kaitannya dengan pengawasan dari luar,
Islam mengenalkan lembaga pengawasan pasar (hisbah) yang bertugas untuk
membenahi kerusakan dan kecurangan di dalam pasar.
4. Al-jam’u bayna al-tsabat wa al-murunah (penggabungan antara yang tetap dan
yang lunak
Hal ini terkait dengan hukum dalam ekonomi Islam. Islam mempersilakan
umatnya untuk beraktivitas ekonomi sebebas-bebasnya, selama tidak
bertentangan dengan larangan yang sebagian besar berakibat pada adanya
kerugian orang lain. Berbagai macam keharaman dalam aktivitas perekonomian
secara Islam merupakan suatu kepastian dan tidak bisa ditawar lagi. Akan tetapi,
banyak sekali hal-hal yang lunak dan boleh dilakukan, terlebih lagi boleh
dieksplorasi dengan sebebas-bebasnya karena bertujuan untuk merealisasikan
kemaslahatan manusia.
5. Al-tawazun bayna al-mashlahah al-fard wa al-jama’ah (keseimbangan antara
kemaslahatan individu dan masyarakat)
41
Ekonomi Islam merupakan ekonomi yang menjunjung tinggi keseimbangan
diantara kemaslahatan individu dan masyarakat. Segala aktivitas yang
diusahakan dalam ekonomi Islam bertujuan untuk membangun harmonisasi
kehidupan. Sehingga kesejahteraan masyarakat bisa tercapai. Akan tetapi
kesejahteraan masyarakat tidak akan bisa terealisasi sebelum tercapai
kesejahteraan masing-masing individu di dalam suatu golongan masyarakat.
6. Al-tawazun bayna al-madiyah wa al-rukhiyah (keseimbangan antara materi dan
spiritual)
Islam memotivasi manusia untuk bekerja dan mencari rezeki yang ada, dan
Islam tidak melarang umatnya dalam memanfaatkan rezeki yang ada. Rasulullah
SAW pernah ditanya oleh sahabatnya, “Apakah bentuk kesombongan itu
seseorang memakai baju bagus dan memakai sandal bagus?”. Rasulullah
membantahnya dan menandaskan bahwa “kesombongan adalah penolakan
terhadap kebenaran”. Dalam Hadist lainnya disebutkan, bahwa ada empat faktor
kebahagiaan manusia di dunia, yaitu: 1) pasangan yang saleh/salehah; 2) rumah
yang luas; 3) kendaraan yang baik; 4) tetangga yang baik. Akan tetapi
pemenuhan terhadap aspek materi haruslah disesuaikan dengan kebutuhan, dan
dalam rangka untuk mendekatkan diri kepada Allah.
7. Al-waqi’iyah (realistis)
Ekonomi Islam bersifat realistis, karena sistem yang ada sesuai dengan kondisi
real masyarakat. Ekonomi Islam mendorong tumbuhnya usaha kecil dalam
masyarakat yang pada akhirnya bisa mendongkrak pendapatan mereka. Ekonomi
Islam juga ekonomi yang sangat realistis karena bisa mengadopsi segala sistem
yang ada, dengan membuang keharaman di dalamnya. Salah satunya alasan
42
kenapa diharamkannya suatu praktik dalam suatu sistem yang ada adalah untuk
menghindari kerusakan di antara manusia. Karena ajaran-ajaran tentang
keharaman dalam ekonomi Islam merupakan sebab yang berakibat pada
kerugian orang lain.
8. Al-alamiyyah (universal)
Ekonomi Islam mempunyai sistem yang sangat universal. Maka dari itu, ajaran-
ajarannya bisa dipraktikan oleh siapapun dan dimanapun ia berada. Karena
tujuan ekonomi Islam hanyalah satu yaitu win win solution yang bisa dideteksi
dengan tersebarnya kemaslahatan di antara manusia dan meniadakan kerusakan
di bumi ini.
Menurut Al-Qardhawi (1997) karakteristik Ekonomi Islam memiliki Konsep
Triangle (segitiga) yaitu elemen dasar yaitu Allah, Manusia dan Alam. Al-Qardhawi
(1997) membagi 3 karakteristik Ekonomi Islam yaitu:
1. Ciri Berketuhanan, yaitu meyakini bahwa manusia diciptakan oleh Allah untuk
menjadi khalifah dengan bekerja dan beraktivitas sesuai dengan aturanNya.
Quran Surah Al-Baqarah ayat 30
Yang artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”.
Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal
kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?”
43
Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui".
2. Ciri kemanusiaan, yaitu pengamalan prinsip-prinsip Ekonomi Syariah dengan
tidak mengabaikan ajaran-ajaran Islam dan memanfaatkan segala sesuatu yang
sudah diberikan. Quran Surah Al-Baqarah ayat 22
Yang artinya: “Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan
langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia
menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu;
karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu
mengetahui”.
3. Ciri Etika, yaitu pencapaian kesejahteraan manusia tanpa melanggar aturan yang
bersumber pada Al-Quran dan Hadist. Quran Surat Al-A’raf ayat 85
Yang artinya: “Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan saudara
mereka, Syu'aib. Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak
44
ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang
nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan
janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan
timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah
Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul
kamu orang-orang yang beriman”.
J. Beberapa Madzhab dalam Ekonomi Islam
Ketika membahas ekonomi Islam, maka akan terdapat beberapa sudut pandang
tentang ekonomi Islam, terlepas dari adanya beberapa perbedaan tersebut, semua
mazhab menyepakati bahwa ekonomi Islam selalu mengedepankan kemaslahatan.
Beberapa mazhab ekonomi Islam menurut Adiwarman A Karim (2012) diantaranya:
1. Mazhab Iqtishaduna
Mazhab ini dipelopori oleh Baqir Al-shadr dengan bukunya yang berjudul
iqtishaduna (ekonomi kita). Mazhab ini berpendapat bahwa ekonomi (economic)
tidak akan bisa sejalan dengan Islam. Ekonomi akan tetap ekonomi, dan Islam
tetap Islam, keduanya tidak bisa disatukan karena berasal dari filosofi yang
saling kontradiktif. Menurut ilmu ekonomi, masalah ekonomi muncul karena
adanya keinginan manusia yang tidak terbatas sementara sumber daya yang
tersedia untuk memuaskan keinginan tersebut terbatas. Baqir Al-shadr menolak
pernyataan ini karena Islam tidak mengenal adanya sumber daya yang terbatas,
dalil yang dipakai QS. Al-Qamar 54:49 “Sungguh telah kami ciptakan segala
sesuatu dalam ukuran yang setepat-tepatnya”. Mazhab ini berpendapat bahwa
masalah ekonomi muncul karena adanya distribusi yang tidak merata dan adil
45
akibat sistem ekonomi yang membolehkan eksploitasi pihak yang kuat terhadap
pihak yang lemah.
Oleh karena itu, menurut mereka istilah ekonomi Islam tidaklah tepat.
Sebagai gantinya ditawarkan istilah baru dari filosofi Islam iqtishad. Menurut
mereka iqtishad bukan sekedar terjemahan dari ekonomi, iqtishad berasal dari
bahasa arab qashad yang secara harfiah berarti “ekuilibrium” atau “keadaan
sama, seimbang dan pertengahan”.
Maka dari itu, semua teori yang dikembangkan oleh ekonomi
konvensional dibuang dan sebagai gantinya mazhab ini berusaha menyusun
teori-teori baru yang digali dan dideduksi dairi Al-quran dan Sunnah.
2. Mazhab Mainstream IDB
Mayoritas tokoh mazhab ini bekerja di Islamic Development Bank (IBD),
yang memiliki dukungan dana dan akses ke berbagai negara sehingga
penyebaran pemikirannya dapat dilakukan dengan cepat dan mudah.
Mazhab mainstream ini berbeda dari mazhab iqtishaduna sebelumya
karena mazhab ini setuju dengan bahwa masalah ekonomi muncul karena
sumber daya yang terbatas dihadapkan pada keinginan manusia yang tidak
terbatas. Memang benar bahwa misalnya total permintaan dan penarawaran
beras di seluruh dunia pada titik ekuilibrium, tetapi jika berbicara pada waktu
dan tempat tertentu sangat memungkinkan terjadi kelangkaan sumber daya.
Dengan demikian hampir tidak berbeda dengan ekonomi konvensial.
Perbedaanya terletak pada cara menyelesaikan masalah tersebut. dilemma
sumber daya yang terbatas versus keinginan yang tidak terbatas memaksakan
manusia membuat skala prioritas pemenuhan keinginan, dari yang paling
46
penting sampai tidak penting. Dalam ekonomi konvensional skala prioritas
ditentukan oleh selera pribadi masing-masing. Tetapi dalam ekonomi Islam
keputusan pilihan tidak dapat dilakukan semuanya saja, perilaku manusia dalam
setiap aspek kehidupannya termasuk ekonomi selalu dipandu oleh Allah lewat
Al-quran dan Sunnah.
Salah satu tokoh mazhab ini Umer Chapra berpendapat bahwa usaha
pengembangan ekonomi Islam bukan berarti memusnahkan semua hasil analisis
yang baik dan sangat berharga yang telah dicapai ekonomi konvensional selama
lebih dari seratus tahun terakhir. Mengambil hal yang baik dan bermanfaat yang
dihasilkan dari bangsa dan budaya non-Islam sama sekali tidak diharamkan.
3. Mazhab Alternatif Krisis
Mazhab ini dipelopori Timur Kuran, Jomo, dan Muhammad Arif. Mazhab
ini mengkritik kedua mazhab sebelumnya. Mazhab Baqir dikritik sebagai
mazhab yang berusaha untuk menentukan sesuatu yang baru yang sebenarnya
sudah ditemukan oleh orang lain. sementara mazhab mainstream dikritik sebagai
jiplakan dari ekonomi neoklasik dengan menghilangkan variabel riba dan
memasukkan variabel zakat serta niat.
Mazhab ini merupakan mazhab yang kritis. Mereka berpendapat bahwa
analitis kritis bukan saja harus dilakukan terhadap sosialisme dan kapitalisme,
tetapi terhadap ekonomi Islam itu sendiri. Mereka yakin bahwa Islam pasti
benar, tetapi ekonomi Islam belum tentu benar karena ekonomi Islam merupakan
hasil tafsiran manusia atas Al-quran dan Sunnah sehingga nilai kebenarannya
tidak mutlak. Proporsi dan teori yang diajukan oleh ekonomi Islam harus selalu
47
diuji kebenarannya sebagaimana yang dilakukan terhadap ekonomi
konvensional.
K. Teori dan Konsep Pertumbuhan Ekonomi Islam
Sebagai agama universal, ajaran Islam berlaku untuk seluruh umat muslim di
muka bumi dan dapat diterapkan dalam setiap tempat dan waktu sampai akhir zaman.
Pemahaman mengutuh pada ajaran Islam, tidak menempatkan Islam sebagaimana
agama ritual semata bahkan ajaran menghambat pembangunan. Perbedaan sistem
Ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya adalah terlatak pada falsafahnya
yang terdiri dari nilai-nilai dan tujuan (Minka, 2013).
Pembangunan ekonomi Islam memiliki dasar-dasar filosofi berikut:
1. Tauhid rububiyah, yaitu konsep ini mengajarkan bahwa Allah subhanahu
wata’alaa adalah sang pencipta atas segala sesuatu. Dia-lah yang menciptakan
dunia dan alam. Untuk manusialah yang selanjutnya mengatur model
pembangunan yang berdasarkan Islam.
2. Keadilan, yaitu pembangunan ekonomi yang merata (growth with equity)
3. Khalifah, yang menyatakan bahwa manusia adalah makhluk Allah subhanahu
wata’alaa di muka bumi untuk memakmurkan dan bertanggung jawab atas
pengelolaan sumber daya yang diamanahkan kepadanya.
4. Tazkiyah, yaitu mensucikan manusia dalam hubungannya dengan Allah
subhanahu wata’alaa, sesamanya dan alam lingkungan, masyarakat dan negara.
Konsep Tauhîd meletakkan peraturan-peraturan tentang hubungan Allah dengan
manusia dan hubungan manusia dengan sesama. Konsep rubûbiyyah berarti
mengakui sifat Allah sebagai penguasa yang membuat peraturan-peraturan bagi
48
menampung dan menjaga serta mengarahkan kehidupan makhluk ke arah
kesempurnaan. Konsep ini merupakan undang-undang asasi dalam alam jagat yang
merupakan pedoman tentang model yang suci bagi pembangunan sumber supaya
berguna, saling tolong-menolong dan saling bersekutu di antara mereka dalam
kebaikan.
Konsep khilâfah menempatkan manusia selaku khalîfah di muka bumi ini yang
bertanggungjawab sebagai pemegang amanah Allah dalam bidang akhlak, ekonomi,
politik, sosial dan juga prinsip organisasi sosial bagi manusia.
Konsep Tazkiyyah berperan dalam penyucian hubungan manusia dengan Allah,
manusia dengan manusia dan manusia dengan alam sekitarnya. Artinya, konsep ini
mengajarkan manusia untuk membangunkan dirinya yang akhirnya dapat
membangunkan semua dimensi kehidupannya termasuk dimensi ekonomi. Hasilnya
adalah falâh, yaitu kesejahteraan kehidupan di dunia dan di akhirat.
Ekonomi dalam sistem Islam memiliki tiga tujuan, yaitu:
1. Pemenuhan kebutuhan dasar semua manusia,
2. Pembangunan ekonomi (dengan maksud untuk mempertahankan tujuan untuk
pemenuhan kebutuhan penduduk yang berkembang dan juga untuk memperoleh
entitas yang kuat agar mampu mempertahankan diri, mempertahankan identitas
budaya dan membantu entitas serupa dalam tugas manusia yang sama).
3. Mencegah ketidaksetaraan dalam distribusi pendapatan dan kekayaan yang
cenderung berkembang dari waktu ke waktu (Muhammad, 1991).
Kebutuhan senilai dengan keinginan, di mana keinginan ditentukan oleh
kepuasan. Teori ekonomi konvensional menjabarkan kepuasan (utility) untuk
memuaskan keinginan manusia, adapun kepuasan (satisfaction) ditentukan secara
49
subjektif. Produksi-konsumsi-distribusi merupakan tiga mata rantai yang terkait satu
dengan lainnya. Kegiatan produksi ada karena ada yang mengkonsumsi, kegiatan
konsumsi ada karena ada yang memproduksi dan kegiatan distribusi muncul karena
ada gap antara konsumsi dan produksi. Dalam ekonomi konvensional, perilaku
konsumsi dituntun oleh dua nilai dasar, yaitu rasionalisme dan utilitarianisme. Dalam
ekonomi Islam konsumsi dituntun oleh maslahah (manfaat dan keberkahan).
Pembangunan ekonomi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan
yang sangat diperhatikan dalam Islam, dengan menempatkan manusia sebagai pusat
dan pelaku dari pembangunan itu. Islam sebagai agama pengatur kehidupan
berperan dalam membimbing dan mengarahkan manusia dalam mengelola sumber
daya ekonomi untuk mencapai kemaslahatan di dunia dan akherat. Adapun prinsip
pembangunan ekonomi perspektif Islam antara lain:
1. Pembangunan ekonomi dalam Islam bersifat komprehensif dan mengandung
unsur spiritual, moral, dan material.
2. Fokus utama pembangunan adalah manusia dengan lingkungan kulturalnya.
3. Pembangunan ekonomi adalah aktivitas multidimensional sehingga semua usaha
harus diserahkan pada keseimbangan berbagai faktor dan tidak menimbulkan
ketimpangan.
4. Penekanan utama dalam pembangunan menurut Islam, terletak pada
pemanfaatan sumber daya yang telah diberikan Allah kepada ummat manusia.
Bangunan Ekonomi Islam didasarkan pada fondasi utama yaitu Tauhid,
kemudian Syariah dan Akhlak. Pengamalan syariah dan akhlak merupakan refleksi
dari tauhid. Dengan tauhid yang kokoh maka implementasi syariah dan akhlak
menjadi baik. Dasar dari syariah membimbing aktivitas ekonomi manusia untuk
50
sesuai dengan kaidah-kaidah syariah, sedangkan akhlak membimbing manusia agar
senantiasa mengedepankan moralitas dan etika untuk mencapai tujuan. Akhlak yang
terpancar dari iman akan dapat membentuk integritas yang memunculkan good
corporate governance dan market disiplin yang baik.
L. Prinsip Pilar Ekonomi Islam
Minka (2013) menyatakan bahwa dari tiga fondasi, dapat diturunkan 10 prinsip
pilar Ekonomi Islam yaitu: Tauhid, Maslahah, Adil, Khilafah, Persaudaraan
(ukhuwah), Kerja dan Produktifitas, Kepemilikan, Kebebasan dan tanggung jawab,
Jaminan Sosial dan Nubuwwah. Penjelasannya sebagai berikut:
1. Tauhid
Landasan ketauhidan ini yang membedakan Ekonomi Islam dengan Ekonomi
Kapitalisme dan Sosialisme yang didasarkan pada filsafat sekularisme dan
materialisme. Konsep tauhid juga memberi makna sebagai berikut:
a. Semua sumber daya yang ada di alam ini merupakan ciptaan dan milik Allah
secara absolute (mutlak dan hakiki). Manusia yang berperan sebagai khalifah
dapat memanfaatkan sumberdaya alam yang banyak tersebut untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Manusia hanyalah pemegang amanah untuk mengelola
sumberdaya itu dalam rangka mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan
kehidupan manusia secara adil. Sumber daya alam yang ada, merupakan nikmat
Allah yang banyaknya tak terhitung (tak terbatas), berdasarkan QS Ibrahim ayat
34:
51
Yang artinya: “Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu
tidak bisa menghitungnya.”
b. Pengelolaan sumberdaya manusia harus mengikuti aturan Allah dalam bentuk
kaidah syariah, sebagaimana diterangkan dalam QS Al-Jatsiyah ayat 8:
Yang artinya: “Dia mendengar ayat-ayat Allah dibacakan kepadanya kemudian
dia tetap menyombongkan diri seakan-akan dia tidak mendengarnya. Maka beri
khabar gembiralah dia dengan azab yang pedih.”
c. Praktek bunga (interest) bertentangan dengan tauhid. Setiap usaha mengandung
tiga kemungkinan yaitu untung, impas atau rugi. Sebagaimana dalam QS Ar-
Rum ayat 41:
Yang artinya “Seseorang tidak bisa memastikan berapa keuntungannya besok.”
d. Aktivitas ekonomi seperti produksi, distribusi, konsumsi, ekspor-impor idealnya
bertitik tolak dari tauhid (keilahian) dan berjalan dalam koridor syariah yang
bertujuan falah dan ridha Allah. Sebagaimana yang tercantum dalam QS Al-
Mulk ayat 15:
52
Yang artinya “Dialah yang menjadikan bumi ini mudah bagi kamu, maka
berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rejekiNya dan
hanya kepadaNya kami dikembalikan.”
Aspek tauhid dalam produksi tercermin dari ouput yang dihasilkannya.
Seseorang yang berproduksi dengan nama Allah, maka barang yang diproduksi
akan terjaga kebaikan dan kehalalannya, sehingga mereka tidak akan
memproduksi barang-barang yang membawa mudharat seperti rokok, miras
apalagi narkoba serta barang haram lainnya.
Aspek tauhid dalam konsumsi tercermin dalam diri seorang muslim yang
hendak membeli, menjual dan meminjam tunduk pada aturan-aturan syariah
maka tidak membeli atau menjual produk dan jasa-jasa haram, memakan uang
haram (riba), memonopoli milik rakyat, korupsi ataupun melakukan suap
menyuap. Sikapnya tidak berlebih-lebihan dan menjauhi israf (mubazir) sebab
terlarang dalam Islam.
e. Seorang muslim yang memiliki harta dan akan menginvestasikannya agar
produktif, tidak akan mengivestasikannya secara ribawi di lembaga keuangan
berbasis bunga, tidak akan menggunakannya untuk spekulasi di pasar modal atau
pasar uang (money changer dan bank devisa) melainkan akan
menginvestasikannya pada lembaga keuangan syariah, berdasarkan prinsip-
prinsip syariah. Seorang muslim yang memiliki harta tidak akan
memanfaatkannya untuk sendiri, melainkan akan mendistribusikan kekayaan
pribadinya itu kepada masyarakat sesuai dengan aturan syariah.
53
f. Kekayaan moral (akhlak) Ekonomi Islam dalam kegiatan ekonomi sebagaimana
yang digambarkan, tidak terdapat dalam sistem Ekonomi Kapitalis yang
berdasarkan mekanisme pasar dan bebas dari nilai-nilai moral dan agama.
2. Maslahah
Maslahah adalah tujuan syariat Islam dan menjadi inti utama syariah Islam,
diartikan sebagai kebaikan (kesejahteraan) dunia dan akhirat. Dalam kaidah Ushul
fiqih adalah segala sesuatu yang menghasilkan manfaat, kegunaan, kebaikan dan
menghindari mudharat, kerusakan dan mafsadah (jalb al-nafy wa daf’ al dharar).
Imam Al-Ghazali menyimpulkan bahwa maslahah adalah upaya mewujudkan dan
memelihara lima kebutuhan dasar yakni agama, jiwa, keturunan dan harta. Al-
Maslahah merupakan salah satu model pendekatan dalam ijtihad pengembangan
Ekonomi Islam dan siyasah Kaidah ulama adalah “Di mana ada maslahah. Maka di
situ ada syariah Allah”
3. Adil
Penegakan keadilan termasuk di dalamnya keadilan ekonomi dan penghapusan
kesenjangan pendapatan dalam setiap sektor baik ekonomi, politik maupun sosial.
Kata keadilan dalam Al-Quran disebutkan sebanyak lebih dari seribu kali, urutan
ketiga setelah kata Allah dan ‘Ilm, hal ini menunjukkan komitmen pada keadilan. Ali
Syariati menyampaikan bahwa dua pertiga ayat-ayat Al-Quran berisi tentang
keharusan menegakkan keadilan dan membenci kezaliman, dengan ungkapan kata
zulm, itsm, dhalal, dan lain-lain (Khadduri, 1984).
Guna memenuhi komitmen persaudaraan dan keadilan, dalam Ekonomi Islam
semua sumberdaya digunakan untuk mewujudkan maqashid syariah, yaitu realisasi
kemaslahatan manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Persaudaraan dan keadilan
54
juga menuntut agar sumberdaya didistribusikan secara adil kepada seluruh
masyarakat melalui kebijakan yang adil dan instrument zakat, infaq, sedekah, pajak,
kharaj, jizyah, cukai ekspor-impor dan sebagainya. Keadilan ini ditegakkan atas rasa
persaudaraan (ukhuwah), saling mencintai (mahabbah), bahu membahu (takaful) dan
saling tolong menolong (ta’awun) baik si kaya dan si miskin maupun antara
penguasa dan rakyat.
4. Khalifah
Ketentuan Allah agar manusia menjadi khalifah di bumi terdapat pada QS Al-
Baqarah ayat 2, QS Al-An’am ayat 165, QS Fatir ayat 39. Manusia dalam memenuhi
tugasnya sebagai khalifah dibebaskan berfikir dan bernalar untuk memilih yang
benar dan salah, fair dan tidak fair serta mengubah kondisi hidupnya ke arah yang
lebih baik (QS Ar-Ra’d ayat 11).
Konsep khilafah memberikan peranan Negara dalam perekonomian, antara lain
dalam pemberian jaminan sosial kepada masyarakat, jaminan pelaksanaan ekonomi
Islam serta kontrol pasar dan memastikan tidak terjadi pelanggaran hak-hak orang
lain dalam kegiatan bisnis melalui lembaga hisbah. Intervensi pasar tidak ada kecuali
ada distorsi pasar, intervensi negara pada harga pasar didasarkan pada prinsip
maslahah, yaitu tujuan-tujuan kebaikan dan keadilan secara menyeluruh. Manusia
sebagai khalifah Allah tidak boleh boros dan serakah dalam menggunakan
sumberdaya alam. Pemanfaatan sumber daya haruslah dilakukan secara efisien dan
memikirkan generasi mendatang serta memperhatikan lingkungan.
5. Persaudaraan (ukhuwah)
Islam mengajarkan persaudaraan sesama manusia, termasuk ukhuwah dalam
perekonomian. Martabat sosial semua umat manusia di dunia sama kriterianya yaitu
55
pada tingkat pengabdian dan ketaqwaannya pada Allah secara vertikal dan
kemanusiaan secara horisontal, bukan pada bangsa, ras, warna kulit. Islam
mengajarkan altruism, yaitu sifat mementingkan orang lain. Konsep persamaan
manusia, diimplikasikan bahwa antara manusia terjalin rasa persaudaraan dalam
kegiatan ekonomi, saling membantu dan bekerjasama dalam ekonomi yaitu syirkah,
qiradh dan mudharabah (profit and lost sharing).
Dalam konteks ekonomi makro, konsep bagi hasil bisa diterapkan dalam
pinjaman luar negeri dalam instrument moneter pemerintah. Islam mengajarkan
persaingan sehat, ‘fastabiwul khairat’ dengan cara meningkatkan efisiensi dan
kompetensi. Larangan dalam bisnis berkonsep ukhuwah adalah larangan
menjelekkan bisnis orang lain untuk memenangkan bisnisnya, dan larangan bai’ ‘ala
bai’ alhihi (membeli apa yang sudah ditawar saudaranya). Pelanggaran atas konsep
ukhuwah, semisal saat tingkat bunga naik-investasi menurun, untuk menjaga laba-
kapitalis menurunkan tingkat upah pekerja.
6. Kerja dan Produktifitas
Dalam Islam, bekerja dinilai sebagai suatu kebaikan dan dipandang sebagai
suatu ibadah, adapin malas adalah suatu keburukan. Rasulullah bersabda sebagimana
diriwayatkan oleh Ahmad, “Siapa bekerja keras untuk mencari nafkah keluarganya,
maka ia adalah mujahid fi sabillah”. Thabrani meriwayatkan, “Sesungguhnya, di
antara perbuatan dosa ada yang tidak bisa terhapus oleh (pahala) shalat, sedeqah
ataupun haji, namun dapat ditebus dengan kesungguhan dalam mencari nafkah
penghidupan”. Dalam hadist lain Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah senang
melihat hambanya yang berusaha bekerja mencari rezeki yang halal.”
56
Umar bin Khattab pernah menegur seseorang yang sering duduk berdoa di
masjid tanpa mau bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan dirinya. Umar berkata,
“Janganlah salah seorang kamu duduk di masjid dan berdoa: ‘Ya Allah berilah aku
rezeki’. Sedangkan ia tahu bahwa langit tidak akan menurunkan hujan emas dan
hujan perak”. Maksud perkataan Umar ini adalah bahwa seseorang itu harus bekerja
dan berusaha, bukan hanya berdoa saja dengan mengharapkan bantuan orang lain.
Rasulullah memuji dan menghargai buruh yang bekerja dengan manual meskipun
telapak tangannya kasar. Suatu ketika Rasulullah pernah mencium tangan orang yang
bekerja mencari kayu, yaitu tangan Sa’ad bin Mua’az tatkala melihat tangannya
kasar akibat bekerja keras, seraya berkata, “Inilah dua telapak tangan yang dicintai
Allah”.
Produktifitas diperintahkan melalui hadist yang memerintahkan bekerja sejak
pagi-pagi. Rasulullah mendoakan secara khusus bagi orang yang bekerja sejak pagi
sekali. Perspektif kerja dan produktifitas dalam Islam adalah untuk mencapai
harmonisasi tiga sasaran, yaitu: mencukupi kebutuhan hidup, meraih laba yang wajar
dan menciptakan kemakmuran lingkungan sosial maupun alamiyah. Apabila terdapat
sengketa antara pekerja dan pemodal maka Islam memiliki cara penyelesaian yang
baik, yaitu ada posisi tawar menawar antara pekerja yang meminta upah cukup untuk
hidup keluarganya dan tingkat laba bagi pemodal untuk melanjutkan produksinya.
7. Kepemilikan
Sistem Ekonomi Islam menempatkan kepemilikan hakiki hanya pada Allah,
sebagai pemilik mutlak (absolute), sedangkan manusia memiliki hak relatif artinya
manusia hanyalah sebagai penerima titipan, trustee (pemegang amanah) yang harus
mempertanggungjawabkannya kepada Allah.
57
Ada tiga jenis kepemilikan dalam Ekonomi Islam yaitu pemilikan individu
(mulk), pemilikan umum dan pemilikan Negara. Pemilikan individu diperoleh dari
bekerja, warisan, pemberian, hibah, hadiah, wasiat, mahar barang temuan dan jual
beli. Islam melarang pendapatan dari aktivitas yang tidak diridhoi Allah dan
merugikan pihak lain, seperti riba, menipu, jasa pelacuran, perdagangan gelap,
produksi dan penjualan alkohol/miras, narkoba, judi, spekulasi valuta asing,
spekulasi di pasar modal, money-game, korupsi, curang dalam takaran dan
timbangan, ikhtikar dan sebagainya.
Kepemilikan umum adalah barang-barang yang mutlak dibutuhkan manusia
dalam kehidupan sehari-hari dan juga yang menyangkut hajat hidup orang banyak,
seperti air, api (bahan bakar, listrik, gas, padang rumput (hasil hutan), minyak,
sumber mas dan perak, barang yang tidak mungkin dimiliki individu seperti sungai,
danau, jalan, lautan, udara dan sinar matahari. Pengelolaan milik umum hanya
dimungkinkan dilakukan oleh Negara untuk seluruh rakyat, dengan cara diberikan
cuma-cuma atau harga relatif murah dan terjangkau agar berdampak pada
kesejahteraan rakyat. Semisalnya tarif jalan tol seharusnya semakin murah, bahkan
gratis setelah biaya investasi dilunasi, juga jalan umum semestinya tidak boleh
dibisniskan karena milik umum.
Hak milik umum yang telah dikelola Negara melalui lembaga atau suatu badan
usaha menjadi hak milik Negara. Air, api, rumput, gas, minyak yang pada mulanya
merupakan hak milik umum, apabila dikelola Negara (dinasionalisasikan) maka
statusnya menjadi milik Negara.
58
8. Kebebasan dan Tanggung Jawab
Kebebasan dalam pengertian Islam adalah kebebasan yang terkendali (al-
hurriyah al muqayyadah). Alokasi dan distribusi sumberdaya yang adil dan efisien
tidak terwujud dengan sendirinya berdasarkan kekuatan pasar, melainkan harus ada
lembaga pengawas dari otoritas pemerintah yang disebut lembaga hisbah. Dalam
Ekonomi Islam, konsep ekonomi pasar bebas tidak sepenuhnya begitu saja diterima.
Pengertian kebebasan dalam sistem Ekonomi Islam adalah tindakan manusia
bertindak dan berperilaku berdasar atas kehendak Tuhan, bukan atas dasar
kebebasannya sendiri.
Kebebasan meliputi penentuan pengelolaan sumberdaya yang baik dan buruk,
manusia telah diberi anugerah akal untuk memikirkan yang maslahah dan mafsadah,
termasuk dalam mengamalkan ekonomi. Dalam perspektif ushul fiqh kebebasan
berarti membuka pintu seluas-luasnya, manusia bebas melakukan apa saja sepanjang
tidak ada nash yang melarangnya dalam muamalah. Kaidah yang berlaku adalah
dalam muamalah segala sesuatu diperbolehkan sepanjang tidak ada dalil yang
melarangnya.
Dalam bisnis, kebebasan berarti manusia bisa melakukan inovasi apa saja
termasuk mengembangkan teknologi dan diversifikasi produk. Pertanggungjawaban
(masuliayah) yang harus dihadapi manusia di akherat nantinya adalah
konsekuensinya menjalani fungsi kekhalifahan manusia sebagai khalifah.
Pertanggungjawaban akuntabiliti atau masuliyah ditekankan dengan perintah Allah
melalui hisab atau perhitungan hari pembalasan. Satu bentuk pertanggungjawaban
dalam proses dunia adalah kemampuan analisis dan sajian ilmiah akuntansi.
59
9. Jaminan Sosial
Terdapat masyarakat yang tidak mampu bekerja juga tidak berpenghasilan. Ada
juga yang mampu, namun tidak mendapatkan lapangan kerja sebagai sumber
penghasilan dan pemerintah tidak mampu mempersiapkan lapangan kerja yang
sesuai. Terdapat masyarakat yang sudah bekerja namun pemasukannya belum
mencukupi standar yang layak, karena sedikitnya pemasukan (income) atau
banyaknya keluarga yang ditanggung atau mahalnya harga barang atau karena sebab-
sebab lainnya.
Islam mengatasi problema tersebut dengan konsep takaful al-ijtima’iy (jaminan
sosial), melalui instrument zakat, infak, sedeqah dan wakaf. Islam tidak membiarkan
masyarakat menjadi miskin dan terlantar, namun berupaya mewujudkan kehidupan
yang lebih layak bagi mereka. Negara secara hukum dan moral berkewajiban
mencukupi kebutuhan pokok masyarakat, sebagai bentuk tanggung jawab
meringankan dan menghapus penderitaan rakyatnya.
10. Nubuwwah
Nubuwwah berarti kenabian. Prinsip nubuwwah dalam Ekonomi Islam
merupakan landasan etis ekonomi mikro, yang mengajarkan fungsi kehadiran
seorang Rasul/nabi untuk menjelaskan syariah Allah kepada ummat manusia.
Rasulullah merupakan personifikasi kehidupan yang baik dan benar. Untuk itu Allah
mengutus Nabi Muhammad salallahu alaihi wassalam sebagai rasul terakhir yang
bertugas untuk memberikan bimbingan dan sekaligus sebagai teladan kehidupan,
Sifat yang bisa diteladani adalah: shiddiq, amanah, tabligh dan fatanah.
60
M. Nilai-Nilai Dalam Ekonomi Islam
Nilai dasar ekonomi Islam adalah seperangkat nilai yang telah diyakini dengan
segenap keimanan, dimana ia akan menjadi landasan paradigma ekonomi Islam.
Nilai-nilai dasar tersebut berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah. Kemudian sebagai
ekonomi yang bersifat Rabbani maka Ekonomi Islam mempunyai sumber “nilai-nilai
normatif-imperatif” (meminjam istilah dari Ismail Al Faruqi), sebagai panduan serta
pedoman yang mengikat. Dengan mengakses kepada aturan Ilahiyah (ketuhanan),
setiap perbuatan manusia mempunyai unsur moral, etika, dan ibadah. Setiap tindakan
manusia tidak boleh lepas dari nilai, yang secara vertikal merefleksikan moralitas
yang baik, dan secara horizontal memberi manfaat bagi manusia dan makhluk
lainnya. Nilai moral samahah (lapang dada, lebar tangan dan murah hati) ditegaskan
sebagai prasyarat bagi pelaku ekonomi untuk mendapatkan rahmat atau kasih dari
Tuhan, baik selaku pedagang/pebisnis, produsen, konsumen, debitor maupun kreditor
(Adinugraha, 2013).
Prinsip atau nilai sebagai landasan dan dasar pengembangan ekonomi Islam
terdiri dari lima nilai universal yang menjadi dasar inspirasi untuk menyusun
proposisi-proposisi dan teori-teori ekonomi Islam. Berikut pemaparan dan penjelasan
terkait nilai-nilai dalam ekonomi Islam (Ahmad Muhammad & Karim, 1999):
1. Tauhid (keesaan Tuhan)
Tauhid merupakan fondasi fundamental ajaran Islam. Bahwa tauhid itu yang
membentuk 3 (tiga) asas pokok filsafat Ekonomi Islam, yaitu:
Pertama, “dunia dengan segala isinya adalah milik Allah Swt dan berjalan menurut
kehendak-Nya” (QS. Al-Ma’idah: 20, QS. Al-Baqarah: 6). Manusia sebagai khalifah-
Nya hanya mempunyai hak kepemimpinan (khilafat) dan pengelolaan yang tidak
61
mutlak/absolut, serta harus tunduk melaksanakan hukum-Nya. Implikasi dari status
kepemilikan menurut Islam adalah hak manusia atas barang atau jasa itu terbatas. Hal
ini jelas berbeda dengan kepemilikan mutlak oleh individu pada sistem kapitalis dan
oleh kaum proletar pada sistem sosialis.
Kedua, “Allah SWT adalah pencipta semua makhluk dan semua makhluk
tunduk kepada-Nya” (QS. Al-An’am: 142-145, QS. An-Nahl: 10-16, QS. Faathir: 27-
29, QS. Az-Zumar: 21). Dalam perspektif Islam, kehidupan di dunia hanya
dipandang sebagai ujian dan sementara (tidak kekal/abadi), dimana akan diberikan
kenikmatan dengan surga yang abadi bagi mereka yang dikasihi-Nya, sebagai
sesuatu yang sifatnya non materil, yang tidak dapat dijadikan patokan dan tidak dapat
diukur dengan sesuatu yang pasti (absolute), dan ini sulit untuk dimasukkan ke
dalam analisis ekonomi konvensional.
Ketiga, secara horizontal iman kepada Hari Akhir (kiamat) akan
mempengaruhi perilaku manusia dalam aktivitas ekonomi. Misalnya seorang muslim
yang ingin melakukan aktivitas ekonomi tertentu, maka ia juga akan
mempertimbangkan akibat setelahnya (akibat jangka panjang). Hal ini bermaksud
agar setiap individu muslim dalam memilih aktivitas ekonomi tidak hanya
memikirkan kenikmatan sesaat kala itu saja (jangka pendek) akan tetapi ia selalu
berfikir akibat baik dan buruknya jauh ke depan. Karena kehidupan di dunia hanya
“numpang lewat” untuk mencari bekal kelak di akhirat.
2. ‘Adl (keadilan)
Allah adalah Sang pencipta seluruh yang ada di muka bumi ini, dan ‘adl
(keadilan) merupakan salah satu sifat-Nya. Allah menganggap semua manusia itu
sama (egalitarianism) di hadapan-Nya dan memiliki potensi yang sama untuk
62
berbuat baik, karena yang menjadi pembeda bagi-Nya hanya tingkat ketaqwaan
setiap individunya. Implikasi prinsip ‘adl (keadilan) dalam ekonomi Islam ialah
pemenuhan kebutuhan pokok bagi setiap masyarakat, sumber pendapatan yg
terhormat, distribusi pendapatan dan kekayaan secara merata, dan pertumbuhan dan
stabilitas ekonomi yang baik (Adhiwarman A Karim, 2001).
3. Nubuwwah (kenabian)
Nabi dan Rasul diutus sebagai delegasi dalam menyampaikan petunjuk Allah
kepada manusia tentang bagaimana hidup yang baik, benar, dan berkah (hayatun
thoyyibah) di dunia, dan mengajarkan jalan/cara untuk kembali kepada Allah jika ia
melakukan kesalahan atau kekhilafan (taubah). Nabi Muhammad merupakan model
yang ideal dalam segala perilaku, termasuk juga di dalamnya perilaku ekonomi dan
bisnis yang seyogyanya dapat diteladani serta diimplementasikan oleh setiap
manusia, khususnya para pelaku ekonomi dan bisnis. Nabi Muhammad yang
memiliki 4 (empat) sifat yang sering dijadikan landasan dalam aktivitas manusia
sehari-hari termasuk juga dalam aktivitas ekonomi dan bisnis karena selain bidang
leadership ia juga sangat perpengalaman dalam bidang perdagangan, berikut
penjelasan implementasi 4 (empat) sifat Nabi dalam aktivitas ekonomi dan bisnis
(Diwany, 2003):
a. Siddiq (benar, jujur, valid), dari sifat siddiq ini akan muncul konsep turunan,
yaitu efektivitas dan efisiensi. Efektivitas dimaksudkan untuk mencapai
tujuan yang tepat (on time) dan benar (all right), sedangkan efisiensi adalah
melakukan aktivitas dengan benar dan hemat, maksudnya menggunakan
teknik dan metode yang tidak menyebabkan kemubadziran;
63
b. Amanah (responsibility, dapat dipercaya, kredibilitas). Sifat amanah
memiliki posisi yang fundamental dalam aktivitas ekonomi dan bisnis,
karena tanpa kredibilitas dan tanggung jawab dalam berperilaku, maka
kehidupan ekonomi dan bisnis akan amburadul (tidak stabil).
c. Fathanah (kecerdasan, kebijaksanaan, profesionalitas, intelektualitas).
Implikasi sifat ini dalam aktivitas ekonomi dan bisnis adalah bahwa segala
aktivitas ekonomi harus dilakukan dengan ilmu atau kecerdasan, dan
optimalisasi semua potensi akal (al-’aqlu) yang ada untuk mencapai tujuan
(goal). Memiliki kredibilitas dan responsibility yang tinggi saja belum
cukup dalam menjalankan kehidupan berekonomi dan berbisnis. Tetapi
apabila dilengkapi dengan akal cerdas dan sikap profesionalitas yang
mumpuni maka hal ini akan lebih mudah dalam menjalankannya konsep
“work hard and smart”.
d. Tabligh (komunikatif, transparansi, marketeble). Sifat tabligh dalam
ekonomi dan bisnis menurunkan prinsip-prinsip ilmu komunikasi (personal,
interpersonal), seperti penjualan, pemasaran, periklanan, pembentukan opini
masa, dan lain sebagainya.
4. Khilafah (pemerintahan)
Khilafah merupakan representasi bahwa manusia adalah pemimpin (khalifah)
di dunia ini dengan dianugerahi seperangkat potensi mental dan spiritual oleh Allah
SWT, serta disediakan kelengkapan sumberdaya alam atau materi yang dapat
dimanfaatkan dalam rangka untuk sustainibilitas atau keberlangsungan hidupnya.
Implikasi dari prinsip khilāfah dalam aktivitas ekonomi dan bisnis adalah:
persaudaraan universal, kepercayaan bahwa sumber daya adalah amanah, kewajiban
64
agar berpola hidup hemat dan sederhana, dan setiap individu memiliki kebebasan
yang dapat dipertanggungjawabkan dan kebebasan tersebut dibatasi dengan
kebebasan antar sesama manusia sebagai wujud dari hablum minannas. Semua itu
dalam rangka untuk mencapai tujuan syariah (maqāshid as-syariah), yang mana
maqāshid as-syariah dalam perspektif Al-Ghazali adalah untuk menciptakan
kemaslahatan dan kesejahteraan manusia. Hal ini dicapai dengan menjaga atau
melindungi agama (hifzu ad-din), jiwa (hifzu an-nafs), akal (hifzu al-’aql), keturunan
(hifzu an-nasl), dan harta manusia (hifzu al-māl).
5. Ma’ad (Hasil)
Ma’ād bermakna balasan, imbalan, ganjaran. Menurut Imam Al-Gazhali
implikasi konsep ma’ād dalam kehidupan ekonomi dan bisnis misalnya,
mendapatkan profit/laba sebagai motivasi para pelaku bisnis. Laba tersebut bisa
didapatkan di dunia dan bisa juga kelak akan diterima di akhirat. Karena itu konsep
profit/laba mendapatkan legitimasi dalam Islam (Adhiwarman A Karim, 2001).
N. Ekonomi Islam Sebagai Suatu Ilmu dan Norma
Ilmu Ekonomi Islam merupakan teori atau hukum-hukum dasar yang
menjelaskan perilaku-perilaku antar variabel ekonomi dengan memasukkan unsur
norma ataupun tata aturan tertentu (unsur Ilāhiyah). Oleh karena itu, Ekonomi Islam
tidak hanya menjelaskan fakta-fakta secara riil, tetapi juga harus menerangkan
idealitas yang seyogyanya dapat dilakukan, dan apa yang seharusnya terjadi dan
dikesampingkan atau dihindari, idealita ini dilandasi atas dasar nilai (value) dan
norma (norm) tertentu, baik secara eksplisit maupun implisit, kemudian inilah yang
disebut dengan ekonomi normatif. Sedangkan ekonomi positif bahasannya lebih
65
terfokus kepada realitas relasi ekonomi atau mengenai fenomena yang nyatanya
terjadi (Pengkajian, 2008).
Dengan demikian, Adhiwarman A Karim (2001) mengatakan dalam ekonom
muslim, perlu pengembangan suatu ilmu ekonomi yang khas, yang dilandasi oleh
nilai-nilai Iman dan Islam yang tidak hanya dihayati tetapi juga diamalkannya, yaitu
ilmu ekonomi Islam. Sebuah sistem ekonomi yang juga menjelaskan segala
fenomena tentang perilaku pilihan dan pengambilan keputusan dalam setiap unit
ekonomi dengan memasukkan tata aturan syari’ah sebagai variabel independent (ikut
mempengaruhi segala pengambilan keputusan ekonomi), yang berasal dari Allah
SWT. Proses integrasi norma dan aturan syariah ke dalam ilmu ekonomi, disebabkan
adanya pandangan bahwa kehidupan di dunia tidak dapat dipisahkan dengan
kehidupan di akhirat. Semuanya harus seimbang karena dunia adalah ladang akhirat.
Keuntungan (return) yang kelak diperoleh seseorang di akhirat, bergantung pada apa
yang ia telah investasikan di dunia (Adhiwarman A Karim, 2001).
O. Ekonomi Pembangunan Dalam Perspektif Islam
Almizan (2016) menyatakan bahwa dalam Islam perspektif pembangunan yang
menyinggung nilai keIslaman adalah berhubungan dengan maqashid syariah.
Ekonomi Islam merealisasikan keseimbangan antara kepentingan Individu dan
Kepentingan Masyarakat. Cita-cita luhur ekonomi Islam adalah melaksanakan misi
sebagai khalifah di bumi dengan tugas memakmurkannya. Keuntungan material yang
dicapai dalam setiap kegiatan ekonomi, bagi seorang muslim adalah menjadi tujuan
perantara untuk meraih cita-cita insani berupa kepatuhan kepada Allah Swt. Kajian
tentang pertumbuhan (growth) dan pembangunan (development) ekonomi dapat
66
ditemukan dalam konsep ekonomi Islam baik dalam Al-Quran, sunnah maupun
pemikiran ulama Islam jaman dahulu. Namun muncul kembali karena kondisi
negara-negara muslim membutuhkan formula khusus dakam strategi dan
perencanaan pembangunannya. Pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan Ekonomi
dalam Islam, adalah pengawasan hati nurani yang terbina atas keyakinan akan
adanya Allah subhanahu wa Ta’ala dan perhitungan hari akhir.
Ekonomi pembangunan sesungguhnya hadir ditujukan khusus untuk mengatasi
masalah-masalah yang dihadapi oleh negara-negara miskin (negara berkembang)
yang merdeka pasca perang dunia kedua. Namun hingga kini penduduk miskin di
negara berkembang tetap saja semakin banyak. Sejarah telah mencatat, ilmuwan dan
ekonom dalam peradaban Islam seperti Ibnu Taimiyah (1262-1328) dan Ibnu
Khaldun (1332-1406) jauh hari telah menulis dalam karyanya masing-masing terkait
masalah-masalah ekonomi seperti masalah buruh, masalah nilai, keuangan negara,
pajak, hubungan pertumbuhan populasi dengan pertumbuhan ekonomi, hingga
hukum permintaan dan penawaran (Aedy, 2011). Bahkan ekonomi pembangunanpun
telah lahir jauh sebelum itu, karena sejak awal instrumen filantropi Islam menjadi
solusi kemiskinan.
Dalam sisi lain, ekonomi Islam memiliki misi yang jauh lebih luas dan
komprehensif yaitu membangun sikap mental, yaitu membangun manusia secara
utuh tidak hanya membangun ekonomi rakyat. Bukan hanya sisi jasmani namun juga
kebutuhan spiritual transendental. Dengan menggunakan pendekatan Ibnu Khaldun,
ia menyimpulkan bahwa pembangunan ekonomi yang ideal adalah yang mampu
memenuhi kebutuhan dasar seluruh umat manusia (basic needs), dan ‘demater
67
ialisasi’. Sebaliknya, fenomena konsumsi berlebihan, korupsi moral dan keserakahan
ekonomi adalah indikator awal kejatuhan sebuah peradaban.
Dalam ekonomi Islam, kewirausahaan (entrepreneurship) sangat didorong.
Begitu pula penggunaan teknologi mutakhir. Pertumbuhan ekonomi dan pemerataan
tidak dibedakan, artinya, tidak ada pertentangan yang inheren antara nilai-nilai Islam
dengan nilai yang ekonomi pembangunan inginkan (Ahmad dalam Ramadani et al.,
2017). Ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu:
1) Sumber daya yang dapat dikelola (invisible resources), 2) Sumber daya manusia
(human resources), dan Wirausaha (entrepreneurship), 3) Teknologi (technology).
Menurut M Umer Chapra (1992) salah satu cara yang paling konstruktif dalam
mempercepat pertumbuhan yang berkeadilan adalah dengan membuat masyarakat
dan individu untuk mampu semaksimal mungkin mengunakan daya kreasi dan
artistiknya secara profesional, produktif dan efisien. Dengan demikian, semangat
entrepreneurship (kewirausahaaan) dan harus ditumbuhkan dan dibangun dalam jiwa
masyarakat. Menumbuh kembangkan semangat jiwa kewirausahawan akan dapat
mendorong pengembangan usaha kecil secara signifikan. Usaha kecil, khususnya di
sektor produksi akan menyerap tenaga kerja yang luas dan jauh lebih besar.
Beberapa studi menunjukkan secara jelas konstribusi yang besar dari industri
kecil dan usaha mikro dalam memberikan lapangan pekerjaan dan pendapatan yang
secara tidak langsung mereka berarti mengembangkan pendapatan dan permintaan
akan barang dan jasa, peralatan, bahan baku, dan ekspor. Mereka adalah industri
padat karya yang kurang memerlukan bantuan dana luar (asing), bahkan kadang
tidak begitu tergantung kepada kredit pemerintah dibanding industri berskala besar
(Hezam).
68
Dalam pembangunan ekonomi, ekonom bukan saja tertarik kepada masalah
perkembangan pendapatan nasional riil, tetapi juga kepada modernisasi kegiatan
ekonomi, misalnya kepada usaha perombakan sektor pertanian yang tradisional,
mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan. Istilah
pembangunan ekonomi yang dimaksudkan dalam Islam adalah: “the process of
allaviating poverty and provision of ease, comfort and decency in life” (proses untuk
mengurangi kemiskinan serta menciptakan ketentraman, kenyamanan dan tata susila
dalam kehidupan). Dalam pengertian ini, maka pembangunan ekonomi menurut
Islam bersifat multi dimensi yang mencakup aspek kuantitatif dan kualitatif.
Tujuannya bukan semata-mata kesejahteraan material di dunia, tetapi juga
kesejahteraan akhirat. Keduanya menurut Islam menyatu secara integral dan saling
mempengaruhi (Mahrusy, 2009 dalam Almizan 2016).
M Umer Chapra (1992) menilai beberapa tujuan penting musti diprioritaskan,
yaitu pertumbuhan yang diiringi tenaga kerja penuh, stabilitas ekonomi, keadilan
distributif dan kepedulian terhadap alam. Kekayaan, kesejahteraan hidup dan
keuntungan hidup bagi seluruh masyarakat sebagai cita-cita Ekonomi Islam
direalisasikan dengan disertai niat melaksanakan hak khalifah dan mematuhi perintah
Allah. Mizan (2016) memprioritaskan pertumbuhan diiringi tenaga kerja yang dapat
diandalkan dan terampil di bidangnya, akan menghasilkan hasil pekerjaan bermutu.
Pembangunan ekonomi merupakan perrtumbuhan kematangan manusia, yaitu
kemajuan materi saat ini yang tidak bisa dihindari dan harus ditunjang dengan
kekuatan kematangan spiritual.
69
Adapun prinsip pembangunan ekonomi perspektif Islam antara lain:
1. Pembangunan ekonomi dalam Islam bersifat komprehensif dan mengandung
unsur spiritual, moral, dan material.
2. Fokus utama pembangunan adalah manusia dengan lingkungan kulturalnya.
3. Pembangunan ekonomi adalah aktivitas multidimensional sehingga semua
usaha harus diserahkan pada keseimbangan berbagai faktor dan tidak
menimbulkan ketimpangan dan
4. Penekanan utama dalam pembangunan menurut Islam, terletak pada
pemanfaatan sumber daya yang telah diberikan Allah kepada ummat manusia.
Rasulullah Muhammad shalallahi ‘alaihi wassalam memerintahkan manusia
untuk memakmurkan dan memelihara bumi dengan cara membuka tanah mati
(ihyatul Mawat) dengan mengolahnya, menanaminya dengan tanaman-tanaman yang
bermanfaat bagi manusia yang semuanya itu dengan tujuan untuk meneruskan
kelangsungan hidup manusia di mula bumi serta bentuk pengabdiannya kepada
Allah. “Barangsiapa yang membuka tanah yang mati, maka tanah itu miliknya dan
hasil apa yang dimakan oleh binatang atau orang dari tanah itu adalah sebagai
sedekahnya” (HR Ahmad, Nasa’i dan Ibnu Hibban).
Muhammad shalallahi ‘alaihi wassalam berkata dari Jabir bin Abdullah r.a.,
“Ada beberapa orang dari kami mempunyai simpanan tanah. Lalu mereka berkata:
Kami akan sewakan tanah itu (untuk mengolahnya) dengan sepertiga hasilnya,
seperempat dan seperdua. Rasulullah bersabda: Barangsiapa ada memiliki tanah,
maka hendaklan ia tanami atau serahkan kepada saudaranya (untuk dimanfaatkan),
maka jika ia enggan hendaklah ia memperhatikan sendiri memelihara tanah itu”
(H.R. Imam Bukhori dalam kitab Al Hibbah).
70
P. Ekonomi Sosial Syariah
Variabel religiusitas dalam penelitian ini dikategorikan sebagai instrumen
Ekonomi Sosial Syariah. Instrumen Islamic funding dalam hal ini adalah sektor
zakat, infak, sedekah, dan wakaf (Ziswaf). Adanya sektor Ziswaf ini sesuai dengan
perintah dalam Alquran yang berperan untuk mewujudkan keadilan ekonomi dan
sosial dalam bermasyarakat. Sementara itu, wakaf memiliki peran besar dalam
mendukung pembangunan infrastruktur dalam masyarakat (Setiawan, 2004). Zakat,
Infak, Sedekah dan Wakaf adalah ekonomi-sosial Islam yang sangat penting.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, faktor adalah hal (keadaan,
peristiwa) yang ikut menyebabkan (mempengaruhi) terjadinya sesuatu, adapun
pengertian religiusitas didefinisikan dalam beberapa istilah yang memiliki
hubungan satu sama lainnya, yaitu: Religi (kata benda), kepercayaan kepada Tuhan;
kepercayaan akan adanya kekuatan adikodrati diatas manusia; kepercayaan
(animisme, dinamisme), agama: Religius (kata sifat), bersifat religi; bersifat
keagamaan; yang bersangkut-paut dengan religi: Religiusitas, pengabdian terhadap
agama; kesalehan.
Menurut kamus Teologi Inggris-Indonesia, istilah religiusitas berasal dari
bahasa Inggris religion yang berarti agama. Kemudian menjadi kata sifat religious
yang berarti agamis atau saleh dan selanjutnya menjadi kata keadaan religiosity yang
berarti keberagaman atau kesalehan. Religiusitas (religiosity) merupakan ekspresi
spiritual seseorang yang berkaitan dengan sistem keyakinan, nilai serta hukum yang
berlaku. Faktor religiusitas dapat disimpulkan sebagai suatu variabel atau unsur yang
mengekspresikan nilai spiritual yang berkaitan dengan seistem keyakinan, nilai serta
hukum yang berlaku.
71
Zakat secara etimologi berasal dari bahasa Arab, terdiri atas huruf za (ز), ka
,Huruf terakhir, adalah huruf mu'tal dan karena ia sulit dilafazkan .(و) dan wa ,(ك)
maka cukup dibaca zakat (زكاة), ia terganti dengan huruf Ta al-Marbuthah. Secara
etimologi kata zakat tersebut berarti bersih, bertambah, dan bertumbuh. Jika
dikatakan tanaman itu zakat artinya ia tumbuh dan kemudian bertambah
pertumbuhannya. Jika tanaman itu tumbuh tanpa cacat, maka kata zakat di sini
berarti dikatakan bahwa tanaman itu zakat artinya ia tumbuh dan kemudian
bertambah pertumbuhannya. Jika tanaman itu tumbuh tanpa cacat, maka kata
zakat di sini berarti bersih. Menurut istilah. zakat ialah kewajiban seorang muslim
untuk mengeluarkan nilai bersih dari kekayaannya yang tidak melebihi satu nisab,
diberikan kepada mustahik dengan beberapa syarat yang telah ditentukan.
Tabel 2. 1 Ringkasan Perbedaan antara Zakat, Infak, Sedeqah, Hibah dan Wakaf
No
Indikator Zakat Ifak Sedekah Hibah Wakaf
1 Sifat hukum Wajib Sukarela Sukarela Sukarela Sukarela
2 Motivasi
melakukan
Menjalankan
kewajiban
pada Allah
Bisa berupa
kewajiban
(misalkan
nafkah) atau
keinginan
pribadi
(misalkan
memberi
hadiah)
Mendekatkan
diri pada
Allah dan
menolong
yang
membutuh-
kan
Kasih
sayang
Mendekatka
n diri pada
Allah dan
memberi
manfaat luas
bagi sesama
3 Jenis harta
yang bisa
dikeluarkan
Tertentu saja
berdasarkan
dalil
Tidak ada
ketentuan
khusus
Tidak ada
ketentuan
khusus,
bahkan
mencakup
sesuatu
bersifat
non-materi
Tidak ada
ketentuan
khusus
Tidak ada
ketentuan
khusus
selama harta
tersebut
bermanfaat
4 Nama
Pengelola
Amil Zakat Tidak ada
nama khusus
Tidak ada
nama khusus
Tidak ada
nama
khusus
Nazhir
5 Syarat khusus
bagi pihak
Ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
72
yang
mengeluarkan
6 Syarat khusus
bagi penerima
manfaat
Hanya
mencakup
delapan
golongan
(ashnaf)
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Sesuai
keinginan
wakif
7 Kepemilikan
hak pasca
dilakukan
Milik
mustahik/
ashnaf
Milik
penerima
Milik
penerima
Milik
penerima
Milik Allah
dan dikelola
untuk
kepentingan
ummat
Sumber: DEKS Bank Indonesia (2016)
Penerima zakat ialah: 1) Orang fakir: orang yang amat sengsara hidupnya,
tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya. 2) Orang
miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan. 3)
Pengurus zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan
zakat. 4) Muallaf orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru
masuk Islam yang imannya masih lemah. 5) Memerdekakan budak: mencakup juga
untuk melepaskan Muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir. 6) Orang berhutang:
orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak
sanggup membayarnya. Adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan
umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya.
7) Orang pada jalan Allah (sabilillah): yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan
kaum muslimin. Di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu
mencakup juga kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-
lain. 8) Orang yang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan
dalam perjalanannya.
Implikasi distribusi Zakat dalam perekonomian negara antara lain adalah
secara analisis mikroekonomi zakat dapat didekati melalui pendekatan fungsi
konsumsi, investasi maupun kesempatan kerja; adapun secara pendekatan makro
73
dapat dilakukan melalui model keseimbangan makro ekonomi (DEKS Bank
Indonesia, 2016). Tabel 2.1 berikut menyajikan perbedaan antara ekonomi sosial
Zakat, Infak, Sedeqah, Hibah dan Wakaf menurut indikator-indikator motivasi yang
melakukan, Jenis harta yang dikeluarkan, nama pengelola, syarat khusus bagi pihak
yang mengeluarkan, tenggat waktu pemberian, kepemilikan hak pasca dilakukan.
Elemen pokok yang harus dipertimbangkan untuk memahami pengaruh zakat
terhadap investasi ada lima hal (DEKS Bank Indonesia, 2016), yakni:
1. Zakat dipungut atas uang atau aset keuangan yang menganggur, misalkan
simpanan emas atau uang yang melebihi jangka waktu setahun dan mencukupi
nishab, sehingga mendorong orang untuk berinvestasi atau berproduksi.
2. Ketentuan dan fatwa terkait dengan tarif zakat, pengecualiannya, obyek zakat,
dan alokasinya telah ditetapkan sehingga bisa mendorong investasi.
3. Efek pengganda akibat naiknya konsumsi agregat juga akan meningkatkan
investasi.
4. Sebagian zakat didistribusikan kepada muzaki dalam bentuk modal kerja.
5. Adanya pergeseran pola konsumsi akibat zakat akan berpengaruh terhadap
komposisi investasi.
6. Stabilitas sosial sebagai akibat adanya peningkatan kualiatas hidup orang miskin
(mustahik) dan kehid upan yang lebih harmoni antara kelompok kaya dan miskin
dapat mendorong iklim investasi yang kondusif.
Wakaf secara etimologi berasal dari perkataan Arab, al-waqf berarti menahan,
mencegah, menghentikan atau berdiam di tempat. Kata al-waqf ini sering disamakan
dengan at-tahbis atau at-tasbil yang bermakna al-habs ‘an tasarruf, yakni mencegah
dari mengelola. Hukum-hukum wakaf masa sekarang banyak didasarkan pada dalil-
74
dalil ijtihadiyah mengingat konsep wakaf tidak secara spesifik diterangkan dalam
Quran dan Hadist, namun tidak ditemukan dalil yang secara tegas membolehkan atau
melarangnya. Sementara wakaf uang memiliki manfaat yang besar untuk
kemaslahatan mawquf ‘alayh, maka atas dasar al-maslahah al-mursalah wakaf
hukumnya boleh.
Masjid Quba di Madinah adalah wakaf pertama dalam sejarah Islam yang
diketahui. Pengelolaannya menyediakan pendapatan untuk dibelanjakan pada
pemeliharaan masjid dan biaya operasionalnya Wakaf mencakup properti yang
digunakan untuk menghasilkan layanan keagamaan serta layanan/pendapatan amal,
seseorang dapat dengan tepat. Tindakan wakaf pertama yang dibuat oleh Nabi
Muhammad salallahu alaihi wassalam adalah pembelian tanah dan pembangunan
masjidnya di Madinah (Al-Masjid al-Nabawi), Masjid Qubā, Masjid Banī Harām,
Masjid Banī Dīnār, Masjid Bani Tufrah, Masjid al-Jum'ah, Masjid al-Rāyah, Masjid
al-Sabaq, dan Masjid al-Sajdah dll. Semasa Nabi Muhammad salallahu alaihi
wassalam tidak ada pembagian atau pengkategorian wakaf, namun dalam
perkembangannya ulama Islam membaginya dalam tiga jenis yaiitu: wakaf religius
(Waqf li-Allah), wakaf filantropis (Waqf al-Khayrī), dan wakaf keluarga (Waqf al-
ahli).
Wakaf religius, di masyarakat mana pun dan untuk agama apa pun, berfungsi
untuk menambah kesejahteraan sosial masyarakat karena membantu memenuhi
kebutuhan religius masyarakat dan mengurangi biaya langsung penyediaan layanan
keagamaan bagi generasi mendatang.
Wakaf filantropis bertujuan untuk mendukung segmen masyarakat miskin dan
semua kegiatan yang menarik bagi masyarakat. Wakaf Filantropis dimulai oleh Nabi
75
Muhammad salallahu alaihi wassalam. Di Madinah, air minum yang digunakan
dijual dengan harga tinggi. Dengan migran yang mengalir masuk terus-menerus
melarikan diri dari tanah dan kota mereka kaibat menghindari penganiayaan berbasis
agama, maka muncul kesulitan orang miskin membayar air. Nabi Muhammad
salallahu alaihi wassalam menyerukan orang membeli sumur dan menjadikan wakaf
gratis untuk siapa pun yang mengambil air; `Utsman ibn` Affan membelinya,
membuatnya menjadi wakaf.
Wakaf filantropis juga terjadi saat seorang bernama Mukhairiq mendermakan
tujuh bidang kebun buah-buahan miliknya yang ada di Madinah setelah dia
meninggal di tahun 626 M. Nabi Muhammad salallahu alaihi wassalam mengambil
alih kepemilikan tujuh bidang kebun tersebut dan menetapkannya sebagai wakaf
derma untuk diambil manfaatnya bagi fakir miskin.
Wakaf keluarga terjadi semasa setelah kematian Nabi Muhammad salallahu
alaihi wassalam, pada masa pemerintahan `Umar ibn Al-Khattab (635-645), penerus
kedua. Ketika Umar memutuskan untuk mendokumentasikan secara tertulis
wakafnya di Khaybar, ia mengundang beberapa sahabat Nabi Muhammad salallahu
alaihi wassalam untuk membuktikan dokumen ini. Jaber, sahabat lain, mengatakan
bahwa ketika berita itu pecah setiap pemilik real estate membuat wakaf tertentu.
Beberapa dari mereka menyatakan bahwa bagian dari buah dan pendapatan wakaf
mereka harus didistribusikan kepada anak-anak dan keturunan mereka sendiri dan
bagian lain harus diberikan kepada orang miskin. Wakaf jenis ini disebut anak cucu
atau wafat keluarga.
Dari hadist yang diriwayatkan Ibn Hisham bahwa tujuh kebun ditinggalkan
kepada Nabi oleh Companion Mukhayriq atas kematian yang terakhir dalam
76
pertempuran Uhud, yang telah Nabi (saw) menetapkan wakaf dan ia digunakan untuk
menghabiskan buah mereka di rumah tangganya dan untuk membeli persenjataan
pertahanan dan peralatan (Kahf, 2007).
Pembangunan ide, kebijakan dan prinsip-prinsip wakaf yang terpenting dan
termasyur adalah kejadian terhadap Umar yang mendapat tanah di Khaybar dan
kemudian pergi kepada Nabi Muhammad salallahu alaihi wassalam, dan berkata:
“Rasulullah! Saya mendapat tanah di Khaibar. Saya tidak pernah mendapat properti
yang lebih berharga bagi saya daripada ini. Apa yang Anda sarankan kepada saya?”
Dia berkata: “Jika Anda mau, Anda dapat membuat mewariskan itu, dan
memberikannya sebagai sedekah (amal); asalkan itu tidak boleh dijual, dibeli,
diberikan sebagai hadiah atau diwariskan”. Ibnu Umar, sang narator dari insiden itu,
berkata, “kemudian Umar memberikannya sebagai amal untuk orang miskin,
saudara, budak, pejalan kaki, dan tamu. Tidak ada salahnya bagi orang yang
bertanggung jawab untuk memberi makan dirinya sendiri atau teman dari itu tetapi
secara gratis, tanpa mencari keuntungan”. (HR Bukhari: 2737).
Dalam catatan sejarah Islam, wakaf tunai sudah dipraktikkan sejak awal abad
kedua hijriyah. Ada dua pendapat yang berkembang di kalangan ahli yurisprudensi
Islam (fuqaha’) tentang siapa yang pertama kali melaksanakan syariat wakaf.
Menurut sebagian pendapat ulama mengatakan bahwa yang pertama kali
melaksanakan wakaf adalah Rasulullah SAW yaitu wakaf tanah milik Nabi SAW
untuk dibangun masjid.Sebagian ulama menyatakan bahwa yang pertama kali
melaksanakan syariat wakaf adalah Umar bin Khatab. Pendapat ini berdasarkan
hadits yang diriwayatkan Ibnu Umar ra, sebagaimana telah dikemukakan di atas
(Ahmed, 2004).
77
Praktek wakaf juga berkembang luas pada masa dinasti Umayah dan dinasti
Abbasiyah dan dinasti sesudahnya, banyak orang berduyun-duyun untuk
melaksanakan wakaf, dan wakaf tidak hanya untuk orang-orang fakir dan miskin
saja, tetapi wakaf menjadi modal untuk membangun lembaga pendidikan,
membangun perpustakaan dan membayar gaji para statnya, gaji para guru dan
beasiswa untuk para siswa dan mahasiswa. Antusiasme masyarakat kepada
pelaksanaan wakaf telah menarik perhatian negara untuk mengatur pengelolaan
wakaf sebagai sektor untuk membangun solidaritas sosial dan ekonomi masyarakat
(Arif, 2010).
Wakaf uang juga dikenal pada masa Dinasti Ayyubiyah di Mesir. Pada masa
itu perkembangan wakaf sangat menggembirakan. Wakaf tidak hanya sebatas pada
benda tidak bergerak semisal wakaf uang. Salahuddin al-Ayyubi juga banyak
mewakafkan lahan milik negara untuk kegiatan pendidikan, seperti mewakafkan
beberapa desa untuk pengembangan madrasah madzab asy-Syafi’i, madrasah
Madzab Maliki dan madzab Hanafi dengan dana melalui model mewakafkan kebun
dan lahan pertanian, seperti pembangunan madrasah madzb Syafi’i dan kuburan
Imam Syafi’i dengan cara mewakafkan kebun pertanian dan pulau al-Fil.
Dinasti Mamluk juga mengembangkan wakaf dengan pesatnya, apa saja boleh
diwakafkan dengan syarat dapat diambil manfaatnya. Pada masa itu, yang banyak
diwakafkan adalah tanah pertanian dan bangunan seperti gedung perkantoran,
penginapan dan tempat belajar. Terdapat juga hamba sahaya (budak) yang
diwakafkan untuk merawat lembaga-lembaga agama, misalnya mewakafkan budak
untuk memelihara masjid dan madrasah.
78
Wakaf Islam juga mempengaruhi perkembangan kepercayaan di Eropa Barat-
terutama pembentukan lembaga pendidikan yang mulia seperti Universitas Oxford
dan Merton College, di mana lembaga kepercayaan muncul hanya di Abad ke-13,
setelah berakar di Islam Timur Tengah selama setengah milenium (Sadeq, 2002).
Universitas Al-Azhar di Mesir, Al-Qarawiyyin dan Zaitouna adalah pusat
pembelajaran Islam terkemuka, juga dari wakaf.
Pada masa Kekaisaran Ottoman di Turki, dalam hal pemerintahan terdapat
contoh baru dari pelaksanaan Wakaf Uang Tunai. Kesultanan Utsmaniyah dengan
bantuan uang tunai yang luas, telah berhasil mengurangi waktu bagi pemerintah
untuk melengkapi upaya pembangunannya dalam penyediaan fasilitas adalah layanan
pendidikan, perawatan kesehatan, ilmiah dan masyarakat Turki.
Di Damaskus, dijumpai Rumah Sakit Noori yang didirikan tahun 1145AD,
rumah sakit yang dibangun pada sektor kedokteran melalui wakaf yang mengadopsi
rekam medis, kemudian menjadi sekolah kedokteran. Banyak dokter terkemuka lulus
di pusat medis, termasuk Ibn Nafis, seorang sarjana yang menemukan teori sistem
pernapasan di paru-paru manusia.
Di Istanbul terdapat salah satu contoh wakaf kesehatan, yaitu Rumah Sakit
Anak Shishli yang didirikan pada tahun 1898. Pengguna dari pendapatan wakaf
termasuk layanan kesehatan yang meliputi pembangunan rumah sakit dan
pengeluaran untuk dokter, peserta magang, pasien dan obat-obatan (Kahf, 2004). Di
Istambul yang merupakan kota terbesar di Eropa pada akhir abad ke-18, diperkirakan
berpenduduk 700.000. Setiap hari hingga 30.000 orang diberi makan oleh
pengumpulan amal yang didirikan di bawah sistem Wakaf (Ahmed, 2007).
79
Pada pertengahan abad ke-19, lahan pertanian wakaf merupakan setengah dari
luas tanah di Aljazair dan sepertiga di Tunisia; dan bahkan pada pertengahan abad
ke-20, seperdelapan di Mesir. Saat ini, lebih dari 8.000 institusi pendidikan dan lebih
dari 123.000 masjid di Bangladesh dari lembaga wakaf. Sebuah Universitas di
Karachi dibiayai oleh wakaf. Kompleks perbelanjaan besar di Dhaka adalah wakaf,
menyediakan lapangan kerja untuk sejumlah besar orang dan bahkan membiayai
rumah publikasi, auditorium besar, dan masjid (Sadeq, 2002).
Jalil (2008) mengungkapkan ada tiga instrumen untuk akumulasi dana dari
wakaf, yaitu; dana tunai dan e-wakaf; sertifikat nilai per-meter persegi dan
penerbitan sukuk. Dana tunai dan e-wakaf dipertimbangkan untuk proyek skala kecil,
nilai sertifikat per-meter persegi dan sukuk akan difokuskan untuk struktur proyek
berskala menengah dan besar. Mutawalli (pengelola dana tunai waqaf)
mengumpulkan dana dari waqaf dan menginvestasikan uang di sektor riil dan dalam
peluang investasi berbasis syariah. Peneliti lainnya menambahkan, bahwa untuk
berinvestasi dalam wakaf tunai, kontrak mudharabah (kemitraan) diperbolehkan
untuk menghasilkan pendanaan (Mohsin, 2007).
Ahmad (2015) menuliskan bahwa menurut Economic Review Bangladesh
tahun 2007, Bangladesh telah mengimplementasikan lima Rencana Lima Tahunan
dan satu Rencana Dua Tahunan dan suatu Rencana Tiga Tahunan PRSP Rolling
guna akselerasi pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan. Dalam upaya
menjaga visi MDGs, pemerintahnya menyetujui Kertas Strategi Pengurangan
Kemiskinan (PRSP) dan Bangladesh sekarang sedang dalam proses untuk
menyelesaikan PRSP kedua untuk menarik dana dari IMF dan Bank Dunia untuk
pengurangan kemiskinan. Tetapi program-program ini gagal mencapai tujuan
80
mereka. Sekarang mereka berpikir tentang sistem jaminan sosial yang lengkap,
memanfaatkan Wakaf dengan benar sebagai salah satu sumber ekonomi yang kuat
untuk memberantas kemiskinan. Jika mengintegrasikan wakaf dalam program
pengentasan kemiskinan dan mencoba mempraktekkan seperti zaman klasik Islam,
wakaf dapat menjadi instrumen pengentasan kemiskinan Islam yang efektif dan
terkuat.
Organization Islamic Conference (OKI) dalam DEKS Bank Indonesia (2016)
menyatakan bahwa sandaran utama menganalisis kondisi sosio ekonomi yakni: (1)
indikator demografi dan pembangunan manusia, (2) indikator makroekonomi, (3)
indikator ekonomi sektor eksternal.
Indikator sosio-ekonomi yang pertama adalah berkaitan dengan analisis
indikator demografi dan pembangunan manusia di dalamnya untuk mencapai
pembangunan manusia dan sosial masyarakat secara keseluruham, seputar indikator
demografi, struktur populasi, statistik vital, kesehatan, pendidikan, kemiskinan dan
pembangunan manusia, teknologi informasi dan komunikasi, dan sebagainya.
Indikator sosio-ekonomi yang kedua adalah makro ekonomi, yang meliputi
perhitungan total output produksi, pertumbuhan ekonomi, pendapatan nasional,
GDP per kapita, struktur output dan permintaan, inflasi, penawaran uang, nilai tukar,
investasi, serta tabungan. Indikator ketiga yaitu indikator ekonomi sektor eksternal,
mengenai indikator perdagangan antarnegara (ekspor-impor), neraca pembayaran
dan international reserve, utang eksternal serta financial flow (net Official
Development Assistence, net other financial flow, dan net private sector flow).
81
Q. Pengertian Pajak
Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 mengenai perubahan ketiga atas
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 menyebutkan bahwa “Pajak adalah kontribusi
wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat”.
Sumber penerimaan dari sektor pajak memiliki usia yang tidak terbatas dan
akan terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk. Oleh karena itu, peran
serta wajib pajak sangat mempengaruhi jumlah penerimaan pajak (Trisnasari, Sujana,
& Herawati, 2017). Sistem pajak yang ideal seharusya memiliki prinsip keadilan dan
kebermanfaatan, dimana diharapakan manfaat yang dihasilkan harus lebih tinggi dari
pajak yang dibayar oleh wajib pajak (Purnamawati, 2014).
Indonesia menerapkan sistem pajak self-assessment, dimana sistem ini
mengharuskan wajib pajak berperan aktif dan sadar dalam melaksanakan kewajiban
pajak. Kriteria wajib pajak dalam sistem self-assessment adalah sebagai berikut
(Herryanto & Toly, 2013):
1. Mendapatkan NPWP, wajib pajak secara aktif mendaftarkan diri ke Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) setempat sesuai domisili dalam Kartu Tanda Penduduk
(KTP);
2. Wajib pajak mengambil formulir Surat Pemberitahuan (SPT) di Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) setempat secara mandiri;
3. Wajib pajak menghitung dan menetapkan jumlah pajak yang terhutang melalui
pengisin Surat Pemberitahuan (SPT) secara mandiri;
82
4. Wajib pajak menyetor dan melaporkan sendiri formulir Surat Pemberitahuan
(SPT) secara aktif tepat waktu, tanpa harus ditagih;
Sistem pajak self-assessment memiliki kelemahan berupa seolah-olah
memberikan kesempatan bagi wajib pajak untuk mengurangi jumlah pajak yang
harus dibayar. Namun di sisi lain memiliki keuntungan yaitu bahwa kantor pajak
tidak perlu disulitkan dalam perhitungan dan mendata jumlah pajak yang seharusnya
dibayar oleh wajib pajak (Jamil, 2017).
R. Pengampunan Pajak (Tax Amnesty)
Pengampunan pajak (tax amnesty) adalah program pengampunan pajak dari
pemerintah kepada wajib pajak berupa penghapusan pajak terhutang, sanksi
administrasi perpajakan, dan sanksi pidana dengan cara mengungkap harta dan
membayar uang tebusan (Adam, Tuli, & Husain, 2017). Hutang pajak yang
dimaksud dalam hal ini adalah meliputi hutang pajak semua harta maupun aset di
luar negeri maupun dalam negeri (Jamil, 2017). Peraturan mengenai pengampunan
pajak (tax amnesty) diatur oleh Undang-undang Nomor 11 Tahun 2016 dan
peraturan-peraturan turunannya yang berkaitan dengan pengampunan pajak (tax
amnesty).
Salah satu upaya yang dilakukan oleh suatu negara guna mendapatkan dana
yang besar dan pertumbuhan ekonomi negara dalam waktu singkat adalah dengan
menerapkan pengampunan pajak (tax amnesty) (Gupta & Lynch, 2016; Hamilton &
Schulze, 2016; Huda & Hernoko, 2017; Luitel & Tosun, 2013). Kebijakan ini
ditujukkan kepada wajib pajak yang sebelumnya tidak jujur serta mewujudkan
peraturan kepatuhan sukarela dalam membayar pajak dengan cara melaporkan pajak
83
secara benar, jelas, dan lengkap (Darmayasa & Aneswari, 2015). Melalui pendekatan
ini, memungkinkan wajib pajak untuk membayar hutang pajak yang belum
dibayarkan tanpa menimbulkan denda maupun biaya keterlambatan lainnya (Nar,
2015).
Wajib pajak yang dapat memanfaatkan kebijakan pengampunan pajak (tax
amnesty) adalah sebagai berikut (Pajak, 2019) :
1. Wajib pajak orang pribadi;
2. Wajib pajak badan;
3. Wajib pajak yang bergerak di bidang Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM);
4. Orang pribadi atau badan yang belum menjadi wajib pajak;
Sedangkan persyaratan yang harus dipenuhi oleh wajib pajak adalah sebagai
berikut (Pajak, 2019):
1. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
2. Membayar uang tebusan;
3. Melunasi seluruh tunggakan pajak;
4. Melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar atau melunasi pajak yang
seharusnya tidak dikembalikan bagi wajib pajak yang sedang dilakukan
pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan;
5. Menyampaikan Surat Pemberitauan (SPT) PPh terakhir bagi wajib pajak yang
telah memiliki kewajiban menyampaikan surat pemberitahuan tahunan pajak
penghasilan;
6. Mencabut permohonan:
a. Pengembalian kelebihan pajak
84
b. Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dalam Surat Ketetapan
Pajak (SKP) dan/atau Surat Tagihan Pajak (STP) yang didalamnya terdapat
pokok pajak yang terhutang
c. Pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar
d. Keberatan
e. Pembetulan atas surat ketetapan pajak dan surat keputusan pajak
f. Banding
g. Gugatan dan/atau
h. Peninjauan kembali dalam hal wajib pajak sedang mengajukan permohonan
dan belum diterbitkan surat keputusan atau putusan.
S. Sejarah Pengampunan Pajak (Tax Amnesty)
Program pengampunan pajak (tax amnesty) diatur dalam Undang-undang
Nomor 11 Tahun 2016 tentang Peraturan Pengampunan Pajak. Sebelumnya,
Indonesia telah dua kali menerapkan pengampunan pajak (tax amnesty yaitu tahun
1964 melalui Penetapan Presiden (PP) Nomor 5 tahun 1964, dan tahun 1984 melalui
Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 26 tahun 1984 tentang Pengampunan Pajak dan
Kepres Nomor 72 tahun 1984 mengenai Perubahan Keputusan Presiden Nomor 26
tahun 1984 mengenai pengampunan pajak. Namun, selama periode tersebut dinilai
belum efektif (Bagiada & Darmayasa, 2016).
Pengampunan pajak (tax amnesty) terbagi menjadi tiga periode, diantaranya
(Jamil, 2017) :
1. Periode pertama dimulai tanggal diundangkan sampai 30 September 2016.
2. Periode kedua dimulai tanggal 1 Oktober 2016 sampai 31 Desember 2016.
85
3. Periode ketiga dimulai tanggal 1 Januari 2017 sampai 31 Maret 2017.
T. Tujuan, Manfaat dan Fasilitas Pengampunan Pajak (Tax Amnesty)
Tujuan pemerintah Indonesia kembali memberlakukan pengampunan pajak
(tax amnesty) adalah (Adam et al., 2017):
1. Guna menarik dana warga negara Indonesia yang ada di luar negeri.
2. Guna meningkatkan perpajakan nasional dan pemasukan negara.
Apabila dilihat dari sudut pandang fiskus, tujuan dari pengampunan pajak (tax
amnesty) adalah untuk memperluas basis data perpajakan serta reformasi sistem
perpajakan (Bimonte & Stabile, 2015; Muhammadi, Ahmed, & Habib, 2016).
Berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2016 Bab II Pasal 2 ayat (2)
menjelaskan bahwa pengampunan pajak (tax amnesty) bertujuan untuk:
1. Mempercepat pertumbuhan restrukturisasi ekonomi melalui pengalihan harta,
yang antara lain akan berdampak terhadap peningkatan likuiditas domestik,
perbaikan nilai tukar rupiah, penurunan suku bunga, dan peningkatan investasi;
2. Mendorong reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan yang lebih
berkeadilan serta perluasan basis data perpajakan yang lebih valid,
komprehensif, dan terintegrasi;
3. Meningkatkan penerimaan pajak, yang antara lain akan digunakan untuk
pembiayaan pembangunan.
Fasililtas yang diperoleh oleh wajib pajak yang mengikuti program amnesti
pajak adalah sebagai berikut (Pajak, 2019):
1. Penghapusan pajak yang terhutang (PPh dan PPN dan/atau PPn BM), sanksi
administrasi, dan sanksi pidana yang belum diterbitkan ketetapan pajaknya;
86
2. Penghapusan sanksi administrasi atas ketetapan pajak yang telah diterbitkan;
3. Tidak dilakukan pemeriksaan pajak, bukti permulaan, dan penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan;
4. Penghentian pemeriksaan pajak, bukti permulaan, dan penyidikan tindak pidana
di bidang perpajakan, dalam hal wajib pajak sedang dilakukan pemeriksaan
pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan tindak pidana di bidang
Perpajakan;
5. Penghapusan PPh Final atas pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan
serta saham;
U. Sanksi Perpajakan
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 disebutkan terdapat dua jenis sanksi,
yaitu:
1. Sanksi administrasi denda
Sanksi ini paling banyak ditemukan dalam Undang-undang perpajakan.
Besarnya denda ditetapkan sebesar jumlah tertentu, presentasi, dan angka dari
jumlah tertentu. Pada beberapa pelanggaran, sanksi denda akan ditambah dengan
sanksi pidana.
2. Sanksi admnistrasi bunga
Sanksi ini bisa dikenakan atas pelanggaran yang menyebabkan hutang pajak
menjadi lebih besar. Perhitungan bunga didasari atas presentasi tertentu.
Sanksi yang berkenaan dengan pengampunan pajak (tax amnesty) untuk wajib
pajak diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2016 Pasal 18. Secara ringkas,
87
sanksi terkait pengampunan pajak (tax amnesty) adalah sebagai berikut (Pajak,
2019):
1. Wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban Holding Period maka harta bersih
tambahan diperlukan sebagai penghasilan pada tahun pajak 2016 dan dikenai
pajak dan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Wajib pajak yang telah mengikuti program pengampunan pajak (tax amnesty)
namun ditemukan adanya data mengenai harta bersih yang kurang diungkapkan,
maka dikenakan denda administrasi kenaikan sebesar 200%.
3. Wajib pajak yang tidak mengikuti pengampunan pajak (tax amnesty) namun
ditemukan memiliki harta bersih yang tidak dilaporkan, maka dikenakan sanksi
administrasi sesuai undang-undang.
V. Teori Pengembangan Model
1. Model Keberhasilan Delone dan McLean
Delone dan McLean mengembangkan model keberhasilan yang terdiri dari
enam faktor atau elemen. Model ini didasarkan pada proses dan hubungan
kausal dari dimensi-dimensi di dalam model. Model ini tidak mengukur ke enam
dimensi secara independen, tetapi mengukurnya secara keseluruhan satu
mempengaruhi yang lainnya. Keenam dimensi tersebut yaitu (DeLone &
McLean, 2003):
a. Kualitas sistem
b. Kualitas informasi
c. Penggunaan
d. Kepuasan pengguna
88
e. Dampak individual
f. Dampak organisasi
Namun, terdapat banyak kritikan mengenai model ini, sehingga 10 tahun
Delone dan McLean melakukan perbaikan terhadap model yang diusulkan. Hal-
hal yang diperbarui diantaranya adalah (DeLone & McLean, 2003):
a. Menambah dimensi kualitas pelayanan sebagai tambahan dari dimensi-
dimensi kualitas yang ada.
b. Menggabungkan dampak individual dan dampak organisasi menjadi satu
variabel yaitu manfaat bersih (net benefits).
c. Menambahkan dimensi minat memakai (intention to use) sebagai alternatif
dari dimensi penggunaan (use).
d. Penggunaan (use) dan kepuasan pengguna memiliki hubungan yang erat.
Hal ini karena peningkatan kepuasan pengguna akan berakibat
meningkatnya minat menggunakan dan kemudian akan menggunakan.
e. Jika net benefits positif, akan meningkatkan minat pengguna, dan
menggunakan serta tingkat kepuasan pengguna. Hal ini juga valid apabila
kondisi net benefits negatif.
f. Memiliki arah panah guna mendemonstrasikan hubungan yang diusulkan
antar dimensi kesuksesan dalam bentuk proses, tetapi tidak menunjukkan
arah hubungan yang positif atau negatif dalam bentuk kausal.
Dari pembaruan yang telah dilakukan, menghasilkan sebuah model baru
yang terdiri dari enam variabel. Model tersebut dapat dilihat pada gambar 2.6.
89
1. Information Quality
Derajat atau karakteristik informasi yang dapat memenuhi permintaan dan
harapan pengguna dalam melakukan pekerjaan mereka (Subiyakto & Ahlan,
2014).
2. System Quality
Derajat yang berhubungan dengan kemudahan dalam penggunaan sistem
(Subiyakto & Ahlan, 2014).
3. Service Quality
Derajat yang berhubungan dengan keunggulan layanan sistem yang
diberikan kepada pengguna (Subiyakto & Ahlan, 2014).
4. Intention to Use atau Use
Derajat yang mengukur segala sesuatu yang berhubungan dengan
pemanfaatan dan penggunaan sistem maupun program.
5. User Satisfaction
Derajat yang berhubungan dengan tingkat kepuasan pengguna terhadap
sistem serta respon dari penggunaan terhadap kebermanfaatan sistem
(Subiyakto & Ahlan, 2014).
6. Net Benefits
Sejauh mana sistem telah memberikan keuntungan bagi pengguna
(Alzahrani, Mahmud, Ramayah, Alfarraj, & Alalwan, 2017; Subiyakto &
Ahlan, 2014).
90
Gambar 2.6. Model Delone & McLean diperbarui
(DeLone & McLean, 2003)
2. Kepercayaan
Kepercayaan adalah keyakinan satu pihak mengenai maksud maupun
perilaku pihak lainnya, dimana pihak tersebut dapat diandalkan dalam
memenuhi janjinya. Kepercayaan sangat penting, karena merupakan kunci
terjadinya sebuah transaksi (Siagian & Cahyono, 2014). Kepercayaan
merupakan hal penting dalam keberhasilan suatu sistem maupun program.
Dalam kepercayaan, terdapat dua hal yang perlu diperhatikan yaitu transparansi
dan validasi (Eddy et al., 2012).
W. Penelitian Terdahulu
Peneliti telah merangkum 11 penelitian terdahulu mengenai pengampunan
pajak/tax amnesty. Penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel 2.2. berikut ini.
Tabel 2.2. Penelitian Terdahulu
No Judul
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
1. The Influence
of Taxpayer
Compliance
Pendekatan
penelitian
kuantitatif
Kepatuhan wajib
pajak dan sanksi
pajak berpengaruh
Menganalisis
faktor yang
mempengaruhi
Penelitian ini
mengguna kan
faktor kepatuhan
91
and Tax
Sanction on
Amnesty Tax
Participation
(Putra &
Hidayat,
2018)
dengan
metode
penyebaran
kuesioner
menggunakan
skala likert.
positif terhadap
partisipasi
pengampunan
pajak.
keberhasilan
dan peningkatan
pasrtisipasi
pengampu nan
pajak serta
hubungan
keterkaitan antar
faktor
wajib pajak dan
sanksi wajib
pajak
2. Tax amnesty
dari Perspektif
Masyarakat
Pajak
(Istighfarin &
Fidiana, 2018)
Pendekatan
kualitatif
dengan
melakukan
wawancara
terhadap
otoritas pajak,
wajib pajak,
dan konsultan
pajak.
Implementasi
pengampunan
pajak belum
berjalan secara
optimal karena
kurangnya
informasi, SDM,
Kualitas sistem,
dan pelayanan
Menganalisis
implementasi
pengampunan
pajak
Penelitian ini
dilakukan di
kota Surabaya
dan dilakukan
dengan
mengguna kan
pendekatan
kualitatif
3. Efektivitas
Penerapan
Tax Amnesty
di Indonesia
(Jamil, 2017)
Pendekatan
deskriptif
melalui
analisis
sumber yang
berhubungan
dengan
penerapan tax
amnesty
Penelitian ini
menunjukkan
bahwa penerapan
tax amnesty belum
efektif
Menganalisis
keberhasilan
penerapan tax
amnesty
Penelitian ini
tidak
menjelaskan
faktor-faktor
yang dapat
meningkatkan
kefektifan
penerapan tax
amnesty
4. The Influence
of tax
amnesty
Benefit
Perception to
Taxpayer
Compliance
(R. I. Sari &
Nuswantara,
2017)
Pendekatan
kuantitatif
dengan teknik
sampling
judgmental
dan rumus
slovin.
Analisis
menggunakan
PLS dengan
path analysis
model
Hasil penelitan ini
menunjukkan
bahwa manfaat
pengampunan
pajak
mempengaruhi
kepatuhan pajak,
namun kualitas
layanan tidak
memoderasi
hubungan antar
keduanya
Menganalisis
kualitas layanan
dan manfaat dari
program
pengampu nan
pajak
Penelitian ini
hanya fokus
pada pengaruh
manfaat
pengampunan
pajak terhadap
kepatuhan wajib
pajak
5. Pengaruh
Kesadaran
Wajib Pajak,
Sanksi
Perpajakan,
E-Filing, dan
Tax Amnesty
Terhadap
Kepatuhan
Pelaporan
Wajib Pajak
(Dewi &
Merkusiwati,
2018)
Pendekatan
kuantitatif
dengan teknik
pengambilan
sampel
purposive
sampling dan
rumus slovin.
Instrument
penelitian
berupa
kuesioner
dengan skala
likert
Kesadaran wajib
pajak, sankis
paerpajakan,
penerapan sistem
e-filing, dan
pengetahuan tax
amnesty
berpengaruh
terhadap
kepatuhan
pelaporan wajib
pajak.
Mengaitkan tax
amnesty dengan
kepatuhan wajib
pajak
Penelitian ini
dilakukan di
KPP Denpasar
Timur, dan tidak
menjabar kan
secara rinci
faktor yang
mempengaruhi
keberhasilan tax
amnesty.
92
6. Tax
Amnesties in
Indonesia and
Other
Coutries:
Opportunities
and
Challenges
(Huda &
Hernoko,
2017)
Pendekatan
penelitian
dengan
eksplorasi,
penyelidikan
dan
interpretasi
dari sumber
hukum
Penelitian ini
menghasilkan
kajian yang
menyebabkan
Indonesia gagal
dalam
menerapkan tax
amnesty tahun
1964 dan 1984
jika dibandingkan
dengan Afrika
Selatan, India dan
Italia. Serta saran
agar tax amnesty
2016 dan berhasil
Membahas
keberhasilan tax
amnesty di
Indonesia
Mengana lisis
dan menjelaskan
tax amnesty
yang ada di
Indonesia
melalui sumber-
sumber hukum
7. Pengaruh Tax
Amnesty dan
Sanksi Pajak
Terhadap
Kepatuhan
Pajak di BMT
Se-
Karisedenan
Pati
(Husnurrosyid
ah & Nuraini,
2016)
Penelitian
lapangan
dengan
pendekatan
kuantitatif
Tax amnesty dan
sanksi pajak
memiliki
pengaruh terhadap
kepatuhan wajib
pajak,
Penelitian ini
membahas dan
menganalisis
penerapan tax
amnesty dan
dampaknya
Pada penelitian
ini tidak
membahas
kualitas layanan
pajak,
kepercayaan dan
kepuasan wajib
pajak.
8. Persepsi
Wajib Pajak
Terhadap tax
amnesty
(Mujiono &
suharyono,
2017)
Penelitian ini
menggunakan
pendekatan
kuantitatif
dengan
variabel
pengalaman
sebagai
variabel
independen,
persepsi
sebagai
variabel
dependen,
serta nama
program,
kualitas, dan
pengorbanan
sebagai
variabel
intervening.
Hasil penelitian
membuktikan
bahwa
pengalaman
berdampak pada
program tax
amnesty, kualitas,
dan pengorbanan
wajib pajak dalam
membayar pajak.
Namun ketiganya
tidak berdampak
pada persepsi
wajib pajak
Menganalisis
penerapan tax
amnesty dari
sudut pandang
wajib pajak
Penelitian ini
hanya dilakukan
di wilayah
Kabupaten
Bengkalis,
Provinsi Riau.
Serta tidak
memperhati-kan
faktor Keperca
yaan dan
kepuasan dari
wajib pajak.
93
9. Pengaruh
Program
Pengampunan
Pajak
Terhadap
Efektivitas
Penerimaan
Pajak
Indonesia
(Adam et al.,
2017)
Menggunakan
analisis
deskriptif dan
analisis
verifikatif.
Hasil penelitian
ini menunjukkan
bahwa program
tax amnesty tidak
memberikan
pengaruh yang
signifikan
terhadap
efektivitas
penerimaan pajak
KPP di Indonesai.
Menganalisis
efektivitas dan
keberhasilan
penerapan tax
amnesty di
Indonesia
Data yang
digunakan dalam
penelitian ini
merupakan data
sekunder berupa
data penerimaan
pajak seluruh
KPP di
Indonesia tahun
2015-2016.
10. Pengaruh
Kesadaran
Wajib Pajak,
Sosialisasi
Perpajakan
dan
Pengetahuan
Perpajakan
Terhadap
Kemauan
Wajib Pajak
dalam
Mengikuti
Program Tax
Amnesty
(Trisnasari et
al., 2017)
Penelitian
menggunakan
pendekatan
kauntitatif
kausal dengan
teknik
penentuan
sampel
menggunakan
proportionate
stratified
sampling
Kesadaran wajib
pajak, sosialisasi
perpajakan dan
pengetahuan
perpajakan
berpengaruh
secara positif
terhadap kemauan
wajib pajak dalam
mengikuti
program tax
amnesty
Menganalisis
pelaksanaan
program
pengampu nan
pajak
Penelitian ini
hanya dilakukan
di wilayah
Kecamatan
Buleleng, serta
hanya
memperhatikan
3 variabel yang
mempengaruhi
pelaksanaan
program tax
amnesty
11. The Effects of
Behavioral
Economics on
Tax Amnesty
(Nar, 2015)
Penelitian ini
menggunakan
metode studi
literature
Penjabaran
dampak positif
dan negative tax
amnesty. Tax
amnesty tidak
terlalu berdampak
bagi wajib pajak
yang patuh,
namun
menguntung-kan
bagi wajib pajak
yang bermasalah.
Pelaksanaan
penerapan
program tax
amnesty
Penelitian ini
mendefinisi-kan
konsep psikologi
ekonomi
terhadap efek
tax amnesty
12. Mengungkap
Faktor-faktor
yang
Mendorong
Wajib Pajak
Buleleng
Mengikuti
Program Tax
Amnesty
(Andriawan,
Edy Sujana, &
Yasa, 2018)
Penelitian ini
menggunakan
metode
kualitatif
dengan
sumber data
yang diperoleh
dari
wawancara,
studi
documenter
dan studi
kepustakaan
Hasil dari
penelitian ini
menunjukkan
bahwa
pelaksanaan
program Tax
Amnesty di
Kabupaten
Buleleng juga
dapat dikatakan
cukup berhasil
melihat
antusiasme yang
cukup tinggi darai
wajib pajak
Menganalisis
faktor-faktor
yang
mendorong
wajib pajak
memiliki
keinginan untuk
mengikuti
program Tax
Amnesty
Penelitian ini
hanya
melibatkan
wajib pajak di
KPP Pratama
Singaraja dan
mengikuti
program tax
amnesty sebagai
narasumber.
Tujuan lain dari
penelitian ini
untuk
memberikan
pengetahuan
94
Buleleng untuk
mengikuti
program Tax
Amnesty. Wajib
pajak juga
memahami
dengan baik
program tersebut.
tentang program
tax amnesty
13. Implikasi dan
Evaluasi
Program
Pengampunan
Pajak (Tax
Amnesty)
pada Tingkat
Kepatuhan
Wajib Pajak
dalam Upaya
Peningkatan
Penerimaan
Pajak pada
Wilayah Kerja
kantor
Pelayanan
Pajak Pratama
Singaraja
(Dewantari,
Sulindawati,
Atmadja, &
SE, 2017)
Penelitian ini
menggunakan
pendekatan
kualitatif,
metode
analisis data
yang
digunakan
adalah teknis
analisis
interaktif
dengan
tahapan
reduksi data,
penyajian
data, dan
menarik
kesimpulan
Hasil penelitian
menunjukkan
bahwa implikasi
positif dari
program tax
amnesty antara
lain meningkatkan
penerimaan pajak
,melahirkan objek
pajak baru,
terjaminnya
rahasia Wajib
Pajak baru,
penghapusan
pajak yang
terutang dan
meningkatkan
kepatuhan Wajib
Pajak
Mengevaluasi
pelaksanaan
program tex
amnesty
Selain
menganalisis
pelaksanaan
program tax
amnesty,
penelitian ini
juga
menganalisis
implikasinya
terhadap
kepatuhan wajib
pajak dan
peningkatan
penerimaan
pajak.
Penelitian ini
hanya dilakukan
di KPP Pratama
Singaraja
14. Amnesti
Pajak: Sejarah
dan
Efektivitas di
Berbagai
Negara (S.
Sari, 2017)
Penelitian ini
menggunakan
metode
kualitatif
deskriptif
(telaah
literatur)
Hasil dari
penelitian ini
menunjukkan
bahwa
keberhasilan dari
program amnesti
pajak di berbagai
Negara bervariasi.
Hasil penelitian
ini juga
menunjukkan
bahwa dampak
program amnesti
pajak terhadap
peningkatan
penerimaan
negara transisi
masih belum
signifikan. Di
Indonesia dampak
program amnesti
pajak belum dapat
disimpulkan
karena baru saja
diberlakukan
Menganalisis
efektivitas dan
keberhasilan
program
amnesti pajak
Membandingkan
sejarah dan
efektivitas
program amnesti
pajak di
berbagai Negara
dengan konteks
di Indonesia
95
15. Persepsi
Wajib Pajak
Tentang Tax
Amnesty
Terhadap
Keinginan
Mengikuti
Tax Amnesty
(Studi Empiris
Wajib Pajak
yang
Terdaftar pada
KPP Madya
Kota
Palembang)
(Violetta &
Khairani,
2017)
Penelitian ini
menggunakan
metode
kualitatif yang
menggunakan
penelitian
deskriptif,
tehnik
pengumpulan
data
menggunakan
metode
wawancara
dan angket
kepada 100
wajib pajak
yang terdaftar
di KPP
Hasil penelitian
ini menunjukkan
bahwa terdapat
hubungan yang
kuat antara
persepsi wajib
pajak tentang tax
amnesty terhadap
keinginan wajib
pajak untuk
mengikuti tax
amnesty
Menganalisis
pelaksanaan
program tax
amnesty dan
keinginan wajib
pajak mengikuti
tax amnesty
Menganalisis
persepsi wajib
pajak tentang tax
amnesty dan
dampaknya
terhadap
keinginan wajib
pajak mengikuti
program tax
amnesty
16. Kepatuhan
Wajib Pajak
Orang
Pribadi:
Pengaruh
Modernisasi
Sistem
Administrasi
dan
Pengampunan
Pajak
(Damayanti &
Amah, 2018)
Penelitian ini
menggunakan
metode
kuantitatif
dengan rumus
slovin untuk
menentukan
sampel, dan
analisis data
yang
digunakan
analisis regresi
linier
berganda
Hasil penelitian
ini menunjukkan
modernisasi
sistem
administrasi
secara parsial
tidak berpengaruh
terhadap
kepatuhan wajib
pajak orang
pribadi yang
terdaftar di KPP
Pratama Madiun,
Pengampunan
pajak secara
parsial
berpengaruh
terhadap
kepatuhan wajib
Pajak orang
pribadi yang
terdaftar di KPP
Pratama Madiun,
Modernisasi
sistem
administrasi dan
pengampunan
pajak secara
simultan
berpengaruh
terhadap
kepatuhan wajib
pajak orang
pribadi yang
terdaftar di KPP
Pratama Madiun.
Menganalisis
penerapan
program tax
amnesty dan
dampak tax
amnesty
terhadap
kepatuhan wajib
pajak
Penelitian ini
fokus pada
pengaruh
modernisasi
sistem
administrasi
terhadap
kepatuhan wajib
pajak orang
pribadi yang
terdaftar di KPP
Pratama Madiun
96
17. Pengaruh
Pengampunan
Pajak dan
Kemudahan
Administrasi
Pajak
Terhadap
Kepatuhan
Wajib Pajak
orang Pribadi
Pada KPP
Pratama
Jakarta
Penjaringan
(Hayat &
Kristanto,
2018)
Metode yang
digunakan
kuantitatif
dengan
variabel tax
amnesty dan
kemudahan
administrasi
pajak sebagai
variabel
independent
dan variabel
kepatuhan
wajib pajak
sebagai
variabel
dependent,
menggunakan
pendekatan
survey dan
menggunakan
kuisioner
sebagai alat
pengumpulan
data, tehnik
sampel yang
digunakan
quota
sampling
Koefisien
determinasi
(adjusted R2)
menunjukkan
variabel
Pengampunan
Pajak (X1) dan
Kemudahan
Administrasi
Pajak (X2) dapat
menjelaskan atau
menjelaskan
Kepatuhan Wajib
Pajak Orang
Pribadi KPP
Pratama Jakarta
Penjaringan (Y)
sebesar 28%.
untuk
mengetahui
implementasi
pengampunan
pajak dan
perubahan
peningkatan
kepatuhan wajib
pajak.
Penelitian
dilakukan di
KPP Pratama
Jakarta
Penjaringan,
selain pengaruh
pengampunan
pajak, juga
menganalisis
pengaruh
kemudahan
administrasi
pajak terhadap
kepatuhan wajib
pajak. Penelitian
ini
menggunakan
tools analisis
SPSS
18. Mengapa
Wajib Pajak
Mengikuti
Tax Amnesty
(Setyaningsih
& Okfitasari,
2018)
Penelitian ini
menggunakan
pendekatan
studi kasus,
metode
pengumpulan
data dengan
kuisioner dan
wawancara
semi
terstruktur
dengan wajib
pajak di Solo
Raya
Hasil dari
penelitian ini
pemahaman tax
amnesty hanya
dipahami oleh tiga
wajib pajak, wajib
pajak
melaksanakan tax
amnesty dengan
bekerjasama
dengan pihak luar
(konsultan pajak),
rumitnya teknis
penyusunan dan
kurangnya
sosialisasi menjadi
hambatan dalam
pelaksanaan tax
amnesty.
Menganalisis
faktor yang
mempengaruhi
wajib pajak
mengikuti
program tax
amnesty
Penelitian
dilakukan pada
wajib pajak di
Solo Raya.
Peneliti
menggunakan
single case study
97
19. Analisis
Kepatuhan
Wajib Pajak
Orang Pribadi
Sebelum dan
Sesudah
Pelaksanaan
Tax Amnesty
di KPP
Pratama
Manado
(Pangkey,
Sondakh, &
Tirayoh,
2017)
Penelitian ini
menggunakan
metode
analisis
deskriptif
untuk
menggambark
an bagaimana
tingkat
kepatuhan
WPOP
Hasil penelitian
ini menunjukkan
bahwa jumlah
WPOP terdaftar
meningkat selama
periode tax
amnesty.
Terhadap
kepatuhan WPOP
setelah pajak
amnesti
menunjukkan,
realisasi SPT
Tahunan menurun
dibandingkan
dengan tahun
sebelumnya, tetapi
jumlah SKP yang
dikeluarkan
berkurang.
Pengampunan
pajak memberikan
kontribusi 12,6%
dari pendapatan
pajak pada tahun
2016 di KPP
Paratama Manado.
Menganalisis
pelaksanaan tex
amnesty dan
pengaruhnya
terhadap
kepatuhan wajib
pajak
Tujuan lain
untuk
mengetahui
jumlah
perubahan
WPOP setelah
tex amnesty, dan
untuk
mengetahui
tingkat
kepatuhan
WPOP dalam
realisasi SPT
dan jumlah SKP
yang diterbitkan
sebelum dan
sesudah tax
amnesty
20. Pengaruh
Pelaksanaan
Kebijakan
Sunset Policy,
Tax Amnesty,
dan Sanksi
Pajak
Terhadap
Kepatuhan
Wajib Pajak
Orang Pribadi
(Alfiyah &
Latifah, 2017)
Metode
analisis
penelitian ini
menggunakan
analisis regresi
logistic, jenis
data yang
digunakan
adalah primer
yang diperoleh
dari distribusi
kuisioner
Hasil penelitian
ini menunjukkan
bahwa sunset
policy, tex
amnesty, dan
sanksi pajak
berpengaruh
signifikan
terhadap
kepatuhan wajib
pajak orang
pribadi di
Kabupaten
Dompu
Menganalisis
pengaruh
penerapan tex
amnesty
terhadap
kepatuhan wajib
pajak
Selain penerapan
tax amnesty,
penelitian ini
juga
menganalisis
pengaruh
penerapan sunset
policy dan
sanksi pajak
terhadap wajib
pajak orang
pribadi yang
menjalankan
bisnis dan
bekerja secara
bebes di KPP
Kabupaten
Dompu
X. Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian ini terdiri dari pengembangan model dan hipotesis
penelitian, pengumpulan data kuesioner, analisis yang dilakukan dengan Ms. Excel
98
2013 dan SmartPLS 3.0, hasil pengujian dan intepretasi, dan yang terakhir adalah
kesimpulan. Kerangka penelitian dapat dilihat pada gambar 2.7. dibawah ini.
Gambar 2.7. Kerangka Penelitian
Y. Pengembangan Hipotesis Penelitian
Beberapa penelitian telah membuktikan kualitas informasi memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap kepuasan pengguna (Istighfarin & Fidiana, 2018; Shaltoni,
Kharim, Abuhamad, & M, 2015; Wisudiawan, 2015). Selain itu, kualitas informasi
ANALISIS VARIABEL INFORMATION, PROGRAM DAN SERVICE
QUALITY TERHADAP KEBERHASILAN PENGAMPUNAN PAJAK
(TAX AMNESTY)
DI INDONESIA
Pengembangan Model dan
Hipotesis Penelitian
Pengumpulan Data Kuisioner
Ms. Office Excel
• Profile Data Demografi
Smart PLS
• Measurement Model
• Sructural Model
Hasil Pengujian dan Intepretasi
Analisis
Simpulan
99
juga memiliki pengaruh terhadap kepercayaan pengguna, dimana kepercayaan ini
penting untuk keberhasilan suatu program (Eddy et al., 2012). Dengan keberhasilan
program ini, maka pengguna akan merasakan dampak dari program tersebut. Oleh
karena itu, peneliti menghipotesis bahwa:
H1: Information Quality (INQ) berpengaruh secara signifikan terhadap
Taxpayer Trust (TPT).
H2: Information Quality (INQ) berpengaruh secara signifikan terhadap
Taxpayer Satisfaction (TSF).
Penelitian terdahulu menjelaskan bahwa kualitas suatu program memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap kepercayaan pengguna (Lee, Lim, Kanagaretnam,
& Lobo, 2014) dan kepuasan pengguna (Subiyakto, Ahlan, Kartiwi, & Sukmana,
2015). Oleh karena itu, peneliti menghipotesis bahwa:
H3: Program Quality (PGQ) berpengaruh secara signifikan terhadap
Taxpayer Trust (TPT).
H4: Program Quality (PGQ) berpengaruh secara signifikan terhadap
Taxpayer Satisfaction (TSF).
Penelitian sebelumnya (Dewi & Merkusiwati, 2018; Fatima & Razzaque, 2014;
Istighfarin & Fidiana, 2018; R. I. Sari & Nuswantara, 2017) menjelaskan bahwa
kualitas layanan berpengaruh terhadap kepuasan dan perlu juga memperhatikan
100
kepercayan pengguna (Eddy et al., 2012). Oleh karena itu, peneliti menghipotesis
bahwa:
H5: Service Quality (SVQ) berpengaruh secara signifikan terhadap
Taxpayer Trust (TPT).
H6: Service Quality (SVQ) berpengaruh secara signifikan terhadap
Taxpayer Satisfaction (TSF).
Kepercayaan sangat penting bagi keberhasilan suatu program. Apabila program
tersebut berhasil, maka pengguna dapat merasakan manfaatnya secara langsung. Hal
ini didukung oleh penelitian yang dilakuka oleh Edyy et al. (2012). Penelitian lain
menjelaskan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat merupakan hal penting untuk
meningkatkan kepatuhan membayar pajak (Lee et al., 2014). Oleh karena itu, peneliti
menghipotesis bahwa:
H7: Taxpayer Trust (TPT) berpengaruh secara signifikan terhadap Net
Benefits (NBF).
Penelitian yang dilakukan oleh Al-Debei et al. (2013) dan Subiyakto et al.
(2015) menjelaskan bahwa kepuasan pengguna berpengaruh terhadap
kebermanfaatan suatu program. Oleh karena itu, peneliti menghipotesis bahwa:
H8: Taxpayer Satisfaction (TSF) berpengaruh secara signifikan terhadap
Net Benefits (NBF)
101
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif guna
menguji hipotesis terkait hubungan antar variabel yang mempengaruhinya.
Berdasarkan pendekatan tersebut, tahapan penelitian ini menggunakan metode,
teknik, dan alat secara kuantitatif. Oleh Karena itu, data yang digunakan berupa
angka dan selanjutnya dianalisis serta diinterpretasikan. Dari analisis dan interpretasi
tersebut, selanjutnya dapat ditarik sebuah kesimpulan.
B. Teknik Penentuan Sampel
1. Populasi Penelitian
Populasi adalah sekumpulan dari keseluruhan elemen yang dijadikan objek
penelitian, sedangkan sampel merupakan bagian dari populasi tersebut yang
dianggap mewakili seluruh populasi (Indrawan & Yaniawati, 2014). Populasi
dalam penelitian ini adalah warga negara Indonesia yang telah memiliki Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang berdomisili di dalam negeri.
2. Sampel Penelitian
Dalam penelitian, penggunaan sampel merupakan konsekuensi logis dari
keterbatasan sumber daya manusia, waktu, serta biaya. Dengan penggunaan
sampel, efisiensi dalam teknis kegiatan statistik di lapangan menjadi tercapai
(Nursiyono, 2015).
102
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
nonprobability, yaitu teknik pengambilan sampel tanpa menggunakan kaidah
peluang. Setiap elemen populasi tidak memiliki peluang yang sama untuk dipilih
menjadi sampel (Nursiyono, 2015). Teknik nonprobability yang digunakan
dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan purposive sampling
(Onwuegbuzie & Collins, 2007). Yaitu teknik yang didasari atas pertimbangan
dan kriteria tertentu. Dimana kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah
warga negara Indonesia yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP) yang berdomisili di dalam negeri serta memiliki pengetahuan mengenai
Tax Amnesty. Dengan purposive sampling, dapat memaksimalkan peluang
dalam mengamati fenomena secara spesifik (Serra, Psarra, & O'Brien, 2018).
Teknik penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini adalah
menggunakan teori yang menjelaskan bahwa Structural Equation Model (SEM)
memerlukan sampel penelitian sekitar 100 sampai 200 sampel (Wong, 2013).
Selain itu, peneliti juga mempertimbangkan teori yang menjelaskan bahwa
ukuran sampel minimum dalam analisis SEM-PLS yaitu 10 kali jumlah
maksimum jalur yang mengenai variabel laten dalam model (Hair, Sarstedt,
Hopkins, & Kuppelwieser, 2014).
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner
untuk mendapatkan data primer. Kueisioner ini disebarkan agar responden dapat
membaca dengan baik, serta dapat mengungkapkan beberapa hal yang bersifat
rahasia. Data primer yang diperoleh peneliti diolah terlebih dahulu hingga
103
menghasilkan angka yang nantinya pada tahap selanjutnya akan dianalisis. Kuesioner
dalam penelitian ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama adalah lembar surat
pengantar dari peneliti guna keperluan permohonan untuk pengisian kuesioner.
Bagian kedua terdiri dari profil responden, profil kesediaan dan penerimaan wajib
pajak terhadap program pengampunan pajak (tax amnesty), dan pertanyaan terkait
pengujian.
Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah lima poin skala likert. Pada
skala likert, digunakan lima alternatif jawaban pada setiap pertanyaannya. Alternatif
pertanyaan tersebut secara berurutan adalah sebagai berikut, “sangat tidak setuju”,
“tidak setuju”, “tidak tahu”, “setuju”, “sangat setuju”. Dengan nilai masing-masing
alternatif secara berurutan adalah 1, 2, 3, 4, dan 5 (Awang, Afthanorhan, & Mamat,
2016; Syofian, Settyaningsih, & Syamsiah, 2015; Willits, Theodori, & Luloff, 2016).
Penyebaran kuesioner ini dilakukan di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
(DKI Jakarta), Kota Madya Pekalongan, Provinsi Bali, dan Provinsi Kepulauan Riau.
Dalam pengumpulan data, dilakukan dengan penyebaran kuesioner secara online
melalui google form dan penyebaran kuesioner melalui kunjungan langsung tatap
muka dengan responden. Jumlah kuesioner yang terkumpul kemudian
diklasifikasikan menggunakan MS. Office Excel 2013, dan selanjutnya dilakukan
perhitungan dengan menggunakan SmartPLS 3.0. Data jumlah kuesioner yang
terkumpul dapat dilihat pada tabel 3.1. dibawah ini.
104
Tabel 3.1. Jumlah Kuisioner Terkumpul
Deskripsi Jumlah
Penyebaran Online 125
Penyebaran Offline 289
Tidak lolos screening 227
Total yang digunakan 187
Guna menjamin validitas dan reliabilitas kuesioner penelitian, peneliti
melakukan pengujian pendahuluan terhadap desain awal kuesioner. Tujuan dari
pengujian ini adalah guna memperoleh masukan dan perbaikan sebelum kuesioner
disebarluaskan (Afthanorhan, 2013). Dalam pengujian pendahuluan ini, dilakukan
dengan menggunakan evaluasi pengukuran model (outer model) dengan pemeriksaan
nilai item reliability, internal consistency, average variance extracted, dan
discriminant validity (Afthanorhan, 2013; Hair et al., 2014; Ringle, Bido, & Silva,
2014; Wong, 2013; Yamin & Kurniawan, 2011).
D. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional dari setiap variabel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Information Quality (INQ)
Kompetensi informasi yang dapat memenuhi permintaan dan harapan wajib
pajak dalam mengikuti program pengampunan pajak (tax amnesty). Hal ini
berkaitan dengan bagaimana keakuratan informasi, kelengkapan informasi,
kesesuaian informasi, ketepatan waktu dalam penerimaan informasi, serta
informasi yang mudah dipahami terkait program pengampunan pajak (tax
amnesty). Adapun indikator yang digunakan adalah (Alzahrani et al., 2017;
105
Petter, DeLone, & McLean, 2008; Subiyakto et al., 2015; Wisudiawan, 2015)
accuracy, timeliness, completeness, relevance, dan understandable.
2. Program Quality (PGQ)
Kompetensi yang berhubungan dengan kemudahan, kesesuaian kebutuhan wajib
pajak, dan ketepatan waktu dalam pelaksanaan program pengampunan pajak (tax
amnesty). Adapun indikator yang digunakan adalah (DeLone & McLean, 2003;
Subiyakto & Ahlan, 2014) ease of follow, flexibility, functionality, reliability,
dan timeliness.
3. Service Quality (SVQ)
Kompetensi yang berhubungan dengan keunggulan layanan program
pengampunan pajak (tax amnesty) yang diberikan kepada wajib pajak. Hal ini
berkaitan dengan ketersediaan data yang cukup, layanan memperhatikan situasi
dan kondisi wajib pajak, layanan diberikan secara responsif, dan layanan
menjamin keamanan data wajib pajak. Adapun indikator yang digunakan adalah
(Al-Debei, Jalal, & Al-Lozi, 2013; DeLone & McLean, 2003; Subiyakto &
Ahlan, 2014) data sufficient, emphaty, responsiviness, dan security.
4. Taxpayer Trust (TPT)
Kompetensi yang berhubungan dengan tingkat kepercayaan wajib pajak
terhadap program pengampunan pajak (tax amnesty). Hal ini berkaitan dengan
kelegalan program, aturan dan prosedur program yang jelas, ketransparansian
program, pengelolaan program secara jujur, dan kesistematisan program.
Adapun indikator yang digunakan adalah (Eddy et al., 2012; Lee et al., 2014)
legality, clarity, openness, integrity, dan systematization.
106
5. Taxpayer Satisfaction (TSF)
Kompetensi yang berhubungan dengan tingkat kepuasan wajib pajak terhadap
program pengampunan pajak (tax amnesty). Hal ini berkaitan dengan
kemampuan program dalam memenuhi kebutuhan pengurusan pajak, keefektifan
dan keefisienan dalam pelaksanaannya, serta kenyamanan yang diberikan
kepada wajib pajak selama mengikuti program (tax amnesty). Adapun indikator
yang digunakan adalah (Al-Debei et al., 2013; Alzahrani et al., 2017; Petter et
al., 2008; Subiyakto & Ahlan, 2014) adequacy, effectiviness, efficiency,
kenyamanan, dan overall satisfaction.
6. Net Benefits (NBF)
Kompetensi mengenai sejauh mana program pengampunan pajak(tax amnesty)
telah memberikan keuntungan bagi wajib pajak. Hal ini berkaitan dengan
peningkatan keefektifitasan pengelolaan perpajakan, peningkatan produktifitas
wajib pajak, manfaat kompetitif bagi wajib pajak, dan mampu menghemat biaya
maupun sumber daya yang dipergunakan dalam mengurus perpajakan. Adapun
indikator yang digunakan adalah (Alzahrani et al., 2017; Subiyakto & Ahlan,
2014) managerial effectiviness, productivity improvement, competitive
advantage, cost savings, dan resources savings.
107
Adapun model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, dapat dilihat
pada gambar 3.1. dibawah ini.
Gambar 3.1. Model Penelitian
E. Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Ms. Office
Excel 2013 untuk analisis data demografis yang terdiri dari profil responden dan
program pengampunan pajak (tax amnesty), serta SmartPLS 3.0 untuk analisis
statistic (Subiyakto et al., 2015). Metode analisis yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode Structural Equation Modeling – Partial Least Square (SEM)-PLS.
Penggunaan metode ini dapat mengkonfirmasi seperti halnya pengujian hipotesis dan
dapat mengeksplorasi. Tujuan utama PLS-SEM yaitu menjelaskan mengenai
hubungan antar konstrak (variable) dan menekankan pada pengertian nilai hubungan
108
tersebut. Hal penting yang perlu diperhatikan adalah, teori mengenai asumsi
gambaran model, pemilihian variabel, pendekatan analisis, serta interpretasi hasil
(Yamin & Kurniawan, 2011).
Ada empat alasan mengapa PLS-SEM sangat populer di kalangan praktisi dan
peneliti, alasan tersebut antara lain (Yamin & Kurniawan, 2011):
1. Meskipun dengan ukuran sampel yang kecil, PLS dapat digunakan untuk
memperkirakan model jalur.
2. Algoritma PLS tidak terbatas pada hubungan antar indikator dengan konstrak
(variable) latennya yang memiliki sifat reflektif, tetapi juga digunakan untuk
hubungan yang bersifat formatif.
3. PLS dapat digunakan untuk model yang kompleks sekalipun, tanpa mengalami
masalah dalam estimasi data.
4. Ketika distribusi data sangat miring (skew), PLS tetap bisa digunakan.
PLS dapat melakukan pengujian measurement model dan structural model.
Pada analisis measurement model dilakukan pengujian untuk menguji reliabilitas dan
validitas menggunakan indicator reliability, internal consistency reliability,
convergent validity, dan discriminant validity. Sedangkan pengujian structural model
dilakukan dengan menguji path coefficient (β), coefficient of determiniation (R2), t-
test dengan menggunakan method bootstrapping, effect size (f2), predictive relevance
(Q2), dan relative impact (q2) dengan menggunakan metode pengujian blindfolding
(Ringle et al., 2014; Wong, 2013; Yamin & Kurniawan, 2011).
1. Pengujian Measurement Model
Convergent Validity dilakukan untuk mengukur besarnya korelasi antar
konstruk dengan variabel laten. Nilai 0,7 pada standardized loading factor dapat
109
dikatakan ideal dan valid sebagai indikator yang mengukur konstrak (Ringle et
al., 2014; Wong, 2013; Yamin & Kurniawan, 2011). Namun, Yamin &
Kurniawan (2011) menjelaskan bahwa nilai di atas 0,5 masih bisa digunakan dan
dipertimbangkan.
Selanjutnya perlu memperhatikan nilai internal consistency reliability
dilihat dari nilai composite reliability. Nilai batas yang digunakan adalah diatas
0,7 yang memiliki arti dapat diterima, sedangkan untuk nilai diatas 0,8 diartikan
sangat memuaskan (Hair et al., 2014; Ringle et al., 2014; Subiyakto et al., 2015).
Nilai pada average variance extracted (AVE) mewakili besaran varian variabel
yang dapat dikandung oleh variabel laten. Nilai minimal yang digunakan adalah
0,5. Hal ini diartikan bahwa variabel laten dapat menjelaskan rata-rata lebih dari
setengah variance dari indikatornya (Yamin & Kurniawan, 2011).
Pengujian yang terakhir adalah discriminant validity dengan dua cara. Cara
pertama melihat nilai cross loading antar indikator dan yang kedua dengan
melihat cross loading Fornell-Lacker’s. Pada Cross loading antar indikator
dilakukan dengan membandingkan korelasi antar indikator dengan konstraknya
dan konstrak blok lainnya. Pemerikasaan nilai cross loading Fornell-Lacker’s
dilakukan dengan melihat akar AVE. Nilai akar AVE harus lebih tinggi dari
korelasi antar konstrak dengan konstrak lainnya.
2. Pengujian Structural Model
a. Path coefficient (β)
Dilakukan untuk mengevaluasi signifikansi hubungan antar konstrak. Nilai
ambang batas di atas 0,1 mengartikan bahwa path yang dimaksud
berpengaruh didalam model.
110
b. R2 (coefficient of determination)
Dilakukan utnuk mengevaluasi nilai R2 (coefficient of determination). Nilai
ini menjelaskan varian dari target endogenous variabel. Standar pengukuran
yang digunakan adalah 0,67 akurat, 0,33 moderat, dan dibawah 0,19
menunjukan varian yang lemah.
c. t-test
Nilai ini dilakukan unyuk menguji hipotesis penelitian dengan
menggunakan metode bootstrapping melalui uji two-tailed. Nilai
signifikansinya adalah 5%. Ini berarti hipotesis yang diterima jika nilai t-test
lebih dari 1,96 (Abdillah & Jogiyanto, 2015).
d. f2 (effect size)
Pengujian ini dilakukan guna memprediksi pengaruh suatu variabel terhadap
variabel lainnya. Adapun nilai ambang batas yang digunakan adalah 0,02
yang memiliki arti berpengaruh kecil, 0,15 berpengaruh menengah, dan 0,35
berpengaruh besar. Rumus perhitungan f2 adalah sebagai berikut (Yamin &
Kurniawan, 2011):
Keterangan:
R2 include = coefficient of determination
R2 exclude =adalah nilai yang ada pada luar R.
e. Q2 (predictive relevance)
Pengujian ini dilakukan dengan metode blindfolding guna memberikan
bukti-bukti jika variabel tertentu yang digunakan memiliki keterkaitan
prediktif dengan variabel lainnya. Nilai ambang batas yang digunakan
adalah diatas nol.
111
f. q2 (relative impact)
Metode untuk pengujian ini sama dengan pengujian Q2, yaitu blindfolding.
Tujuan dari pengujian ini adalah mengukur pengaruh relatif dari keterkaitan
prediktif variabel tertentu dengan variabel lainnya. Untuk nilai ambang
batas yang digunakan adalah sekitar 0,02; 0,15; dan 0,35 yang secara
berurutan memiliki arti kecil, menengah, dan besar. Rumus yang digunakan
untuk menghitung adalah sebagai berikut:
Keterangan:
Q2include= predictive relevance
Q2 exclude= nilai yang ada pada luar Q
Untuk interpretasi hasil, dilakukan dengan cara mendiskusikan hasil analisis
demografi responden dengan kondisi yang sebenarnya, dan menterjemahkan hasil
analisis model secara statistik-kuantitatif dengan membandingkan dan
mempertimbangkan literatur sebelumnya (Subiyakto & Ahlan, 2014).
112
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
Penelitian ini membahas mengenai keberhasilan penerapan pengampunan
pajak (tax amnesty) di Indonesia yang diberlakukan dari akhir tahun 2016 - awal
tahun 2017. Penerapan pengampunan pajak (tax amnesty) di Indonesia merupakan
kebijakan pemerintah guna meningkatkan ketertiban masyarakat dalam membayar
pajak serta meningkatkan pendapatan negara. Indonesia telah tiga kali menerapkan
pengampuna pajak (tax amnesty) yaitu tahun 1964, tahun 1984 dan tahun 2016 -
2017. Pada penerapan yang ketiga ini, dilaksanakan dalam tiga periode yaitu periode
I (dari tanggal diundangkan - 30 September 2016), periode II (1 Oktober 2016 - 31
Desember 2016) dan periode III (1 Januari 2016 - 31 Maret 2017).
B. Distribusi Karakteristik Responden
Penyebaran kuesioner dilakukan dari tanggal 21 Januari 2019 sampai dengan
28 Februari 2019. Dalam penelitian ini terkumpul sampel sebanyak 125 dari
penyebaran kuesioner online dan 289 dari penyebaran offline, sehingga total sampel
yang terkumpul ada 414 sampel. Namun setelah tahapan screening berdasarkan
pengetahuan responden mengenai amnesti pajak, sampel yang dapat digunakan
sejumlah 187 sampel dan sisanya sebanyak 227 sampel tidak lolos screening. Data
jumlah responden dapat dilihat pada tabel 4.2.
Guna mendapatkan gambaran mengenai karakteristik profil responden dan
profil kesiapan dan kesediaan penerimaan program tax amnesty yang akan diteliti
113
maka dilakukan pengolahan data dengan analisis deskriptif. Karakteristik profil
responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis pekerjaan, tingkat
pendidikan, golongan wajib pajak, tingkat keterampilan responden, tingkat
pengetahuan responden, dan keikutsertaan responden terhadap program
pengampunan pajak (tax amnesty).
Tabel 4.1. Jumlah Responden
Keterangan Jumlah
Total penyebaran 414
Penyebaran online 125
Penyebaran offline 289
Jumlah yang tidak diolah 227
Jumlah yang diolah 187
Sedangkan profil kesiapan dan kesediaan penerimaan program pengampunan
pajak (tax amnesty) yang digunakan dalam penelitian ini adalah kesiapan dan
penerimaan program, prosentase kesiapan dan kesediaan penerimaan program, faktor
teknis, faktor manajerial, faktor institusional, kebermanfaatan tax amnesty, dan
keberpengaruhan faktor kebenaran dan kepercayaan terhadap program pengampunan
pajak (tax amnesty).
1. Profil Responden
a. Pekerjaan
Pada gambar 4.1. memperlihatkan bahwa penelitian ini didominasi oleh
responden yang bekerja sebagai karyawan swasta sejumlah 71
responden atau sebesar 38%, selanjutnya diikuti dengan lain-lain
sejumlah 50 responden atau 27%, responden yang bekerja dibidang
114
keuangan dan perbankan sejumlah 34 responden atau sebesar 18%,
pengajar sejumlah 16 responden atau sebesar 8%, PNS dan Pegawai
BUMN sejumlah 11 responden atau 6% serta yang terendah adalah
wiraswasta sejumlah 5 responden atau sebesar 3%.
Gambar 4. 1. Pekerjaan Responden
b. Pendidikan
Pada gambar 4.2. memperlihatkan bahwa penelitian ini didominasi oleh
responden dengan tingkat pendidikan S1 yaitu 59% atau sejumlah 110
responden, kemudian SLTA sebanyak 19% atau 36 responden, diploma
sebanyak 12% atau sejumlah 22 responden, S2 sebanyak 10% atau 19
responden dan 0% untuk pendidikan S3.
3%
8%
38%
6%
18%
27% wiraswasta
penagajar
karyawan swasta
pns dan bumn
perbankan dan keuangan
lain-lain
115
c. Golongan wajib pajak
Pada gambar 4.3. dari total 187 data responden yang diolah, sebanyak
70% responden atau sejumlah 131 responden merupakan wajib pajak
individu, 16% atau sejumlah 29 responden merupakan wajib pajak
individu dan badan usaha, dan sisanya 14% atau sejumlah 27 responden
merupakan wajib pajak badan usaha.
Gambar 4. 2. Pendidikan Responden
19%
12%
59%
10%
0%
SLTA
Diploma
S1
S2
S3
116
Gambar 4. 3. Golongan Wajib Pajak Responden
d. Tingkat keterampilan perpajakan
Berdasarkan gambar 4.4 Dari 187 data responden yang diolah,
didominasi dengan responden yang terampil dalam perhitungan pajak
yaitu sebesar 44% atau sejumlah 82 responden, disusul dengan kurang
terampil sebesar 38% atau sejumlah 72 responden, tidak terampil 9%
atau sejumlah 16 responden, sangat terampil 6% atau sejumlah 12
responden dan yang terendah adalah sangat tidak terampil yaitu 3% atau
sejumlah 5 responden.
70%
16%
14%
Wajib Pajak Individu
Wajib Pajak Individu danBadan Usaha
Wajib Pajak Badan Usaha
117
Gambar 4. 4. Tingkat Keterampilan Pajak Responden
e. Tingkat pengetahuan pengampunan pajak (tax amnesty)
Gambar 4.5. Menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan pada level tahu
mendominasi yaitu sebesar 91% atau 170 responden dan sisanya sangat
tahu yaitu 9% atau sejumlah 17 responden.
f. Keikutsertaan program pengampuna pajak (tax amnesty)
Gambar 4.6. Menampilkan bahwa dari 187 data responden yang diolah,
didominasi dengan ketidak ikut sertaan mereka dalam program
pengmpunan (tax amnesty) yaitu sebanyak 72% atau 134 responden,
kemudian periode satu sebanyak 13% atau 25 responden, periode tiga
sebanyak 11% atau 20 responden dan yang terendah adalah pada
periode dua yaitu 4% atau sejumlah 8 responden.
3%9%
38%44%
6%
Sangat tidak terampil
Tidak terampil
Kurang terampil
Terampil
Sangat terampil
118
Gambar 4. 5. Pengetahuan Tax Amnesty Responden
2. Profil kesiapan dan penerimaan program pengampunan pajak (tax amnest)
a. Kesiapan dan kesediaan penerimaan pengampunan pajak (tax amnesty)
Untuk tingkat kesiapan dan penerimaan program pengampunan pajak
(tax amnesty) dapat dilihat pada gambar 4.7. Kesiapan dan kesediaan
penerimaan pengampunan pajak (tax amnesty) didominasi oleh
responden yang menerima program ini sebanyak 67% atau sejumlah
125 responden, selanjutnya 18% atau 33 responden sangat menerima,
11% atau 21 responden kurang menerima, dan masing-masing 2% atau
sejumlah 4 responden untuk sangat tidak menerima dan tidak
menerima.
9%
91%
Sangat Tahu
Tahu
119
Gambar 4. 6. Keikutsertaan Program Tax Amnesty
Gambar 4. 7. Kesiapan dan Kesediaan Penerimaan Tax Amnesty
72%
13%
4%11%
Tidak mengikuti
1
2
3
18%
67%
11% 2%
2%
sangat menerima
menerima
kurang menerima
tidak menerima
sangat tidak menerima
120
b. Prosentase kesiapan dan kesediaan penerimaan pengampunan pajak (tax
amnesty)
Rentang kesiapan dan kesediaan penerimaan pengampunan pajak (tax
amnesty) didominasi pada kisaran 61%-80% yaitu sebanyak 56
responden, selanjutnya <20% sebanyak 38 responden, masing-masing
8%-100% dan 41%-60% sebanyak 34 responden, serta yang terakhir
adalah kisaran 21%-40% sejumlah 25 responden. Hal tersebut dapat
dilihat pada gambar 4.8.
Gambar 4. 8. Persentase Kesiapan dan Kesediaan Penerimaan Tax
Amnesty
20%
14%
18%
30%
18%
< 20%
21-40%
41-60%
61-80%
81-100%
121
c. Faktor teknis yang mempengaruhi penerimaan pengampunan pajak (tax
amnesty)
Pada gambar 4.9. 30% atau 56 responden menganggap bahwa
ketersediaan data merupakan faktor teknis yang mempengaruhi
penerimaan pengampunan pajak (tax amnesty), 25% atau 46 responden
menganggap ketersediaan biaya merupakan faktor yang mempengaruhi
penerimaan pengampunan pajak (tax amnesty), 19% atau 36 responden
menganggap bawha ketersediaan SDM merupakan faktor yang
mempengaruhi penerimaan pengampunan pajak (tax amnesty), 15%
atau 28 responden menganggap ketersediaan teknologi merupakan
faktor yang mempengaruhi penerimaan pengampunan pajak (tax
amnesty), dan sisanya 11% atau 21 responden menganggap
ketersediaan metode merupakan faktor yang mempengaruhi penerimaan
pengampunan pajak (tax amnesty).
Gambar 4. 9. Faktor Teknis Penerimaan Tax Amnesty
Ketersediaan biaya
Ketersediaan SDM
Ketersediaan teknologi
Ketersediaan data
Ketersediaan metode
11%
%
30%
%
15%
%
19%
%
25%
%
122
d. Faktor manajerial yang mempengaruhi penerimaan pengampunan pajak
(tax amnesty)
Gambar 4.10. menampilkan bahwa 23% atau 42 responden
menganggap bahwa evaluasi penerimaan program merupakan faktor
manajerial yang mempengaruhi penerimaan pengampunan pajak (tax
amnesty), masing-masing 20% atau 38 responden menganggap
perencanaan penerimaan program dan pengarahan penerimaan program
merupakan faktor manajerial yang mempengaruhi penerimaan
pengampunan pajak (tax amnesty), 19% atau 35 responden menganggap
bahwa pengaturan penerimaan program merupakan faktor manajerial
yang mempengaruhi penerimaan pengampunan pajak (tax amnesty),
dan sisanya 18% atau 34 responden menganggap pengendaliaan
penerimaan program merupakan faktor manajerial yang mempengaruhi
penerimaan pengampunan pajak (tax amnesty).
123
Gambar 4. 10. Faktor Manajerial Penerimaan Tax Amnesty
e. Faktor institusional yang mempengaruhi penerimaan pengampunan
pajak (tax amnesty)
Gambar 4.11. menampilkan bahwa mayoritas responden menganggap
bahwa dukungan dan komitmen wajib pajak merupakan faktor
institusional yang mempengaruhi penerimaan pengampunan pajak (tax
amnesty) yaitu sebesar 36% atau sebanyak 67 responden, selanjutnya
27% atau 50 responden menganggap eknomi saat ini merupakan faktor
institusional yang mempengaruhi penerimaan pengampunan pajak (tax
amnesty), 20% atau 38 responden menganggap dukungan dan
komitmen pemerintah merupakan faktor institusional yang
mempengaruhi penerimaan pengampunan pajak (tax amnesty), 10%
atau 19 responden menganggap dukungan dan koordinasi antar unit
20%
19%
20%
18%
23%
Perencanaan penerimaanprogram
Pengaturan penerimaanprogram
Pengarahan penerimaanprogram
Pengendalian penerimaanprogram
Evaluasi penerimaanprogram
124
terkait merpakan faktor institusional yang mempengaruhi penerimaan
pengampunan pajak (tax amnesty), sisanya 7% atau 13 responden
menganggap bahwa budaya dan sistem kerja merupakan faktor
institusional yang mempengaruhi penerimaan pengampunan pajak (tax
amnesty).
Gambar 4. 11. Faktor Institusional Penerimaan Tax Amnesty
f. Manfaat pengampunan pajak (tax amnesty)
Gambar 4.12 Menunjukan bahwa 46% atau 85 responden menganggap
bahwa penerapan pengampunan pajak (tax amnesty) akan berdampak
pada meningkatnya penghasilan negara, 21% atau 40 responden dapat
meringankan pembayaran pajak, 18% atau 34 responden dapat
27%
7%
10%36%
20%
Kondisi ekonomi saat ini
Budaya dan sistem kerja
Dukungan dan koordinasiantar unit terkait
Dukungan dan komitmenwajib pajak
Dukungan dan komitmenpemerintah
125
meningkatkan perkembangan ekonomi, dan sisanya 15% atau 28
responden dapat meningkatkan jumlah pembayaran pajak.
Gambar 4. 12. Kebermanfaatan Tax Amnesty
g. Keberpengaruhan faktor kebenaran dan kepercayaan terhadap
pengampunan pajak (tax amnesty)
Gambar 4.13. 56% atau 104 responden menganggap bahwa faktor
kebenaran dan kepercayaan berpengaruh terhadap pengampunan pajak
(tax amnesty), 23% atau 43 responden menganggap bahwa faktor
kebenaran dan kepercayaan sangat berpengaruh terhadap pengampunan
pajak (tax amnesty), 11% atau 21 responden menganggap faktor
kebenaran dan kepercayaan kurang berpengaruh terhadap pengampunan
pajak (tax amnesty, 6% atau 12 responden menganggap bahwa faktor
21%
15%
46%
18% Keringanan pembayaranpajak
Meningkatkan jumlahpembayaran pajak
Meningkatkan penghasilannegara
Meningkatkanperkembangan ekonomi
126
kebenaran dan kepercayaan sangat tidak berpengaruh terhadap
pengampunan pajak (tax amnesty), dan sisanya sebesar 4% atau 7
responden menganggap bahwa faktor kebenaran dan kepercayaan tidak
berpengaruh terhadap pengampunan pajak (tax amnesty).
Gambar 4. 13. Pengaruh Faktor Kebenaran Dan Kepercayaan
C. Hasil Uji Kualitas Data
1. Evaluasi Model Pengukuran (Outer Model)
Evaluasi pada tahapan model pengukuran (Outer model) adalah dengan
melakukan uji covenrgent validity dan discriminant validity.
a. Uji Validitas
1. Uji Validitas Konvergen
Pengujian ini bertujuan untuk melihat dan mengukur besarnya
korelasi antar konstrak dengan variabel laten. Pada pengujian
6% 4%11%
56%
23%Sangat tidak berpengaruh
Tidak berpengaruh
Kurang berpengaruh
Berpengaruh
Sangat berpengaruh
127
convergent validity, nilai ambang batas loading factor adalah 0,7.
Nilai tersebut dikatakan valid sebagai indikator yang mengukur
konstrak. Selain itu, pada pengujian ini perlu juga memperhatikan
nilai Average Variance Extracted (AVE). Nilai AVE harus lebih
besar dari 0,5.
Pada pebelitian ini, semua nilai loading factor indikator yang
digunakan sudah diatas 0,7, sehingga tidak ada indikator yang
dihapus. Tabel 4.2. dan gambar 4.14. memperlihatkan hasil
perhitungan loading factor dengan menggunakan smartPLS 3.0.
Gambar 4. 14. Loading Factor
128
Tabel 4. 2. Loading Factor
INQ NBF PGQ SVQ TPT TSF
INQ1 0.928
INQ2 0.909
INQ3 0.938
INQ4 0.903
INQ5 0.915
NBF1
0.933
NBF2
0.925
NBF3
0.935
NBF4
0.922
NBF5
0.926
PGQ1
0.898
PGQ2
0.921
PGQ3
0.893
PGQ4
0.913
PGQ5
0.882
SVQ1
0.903
SVQ2
0.900
SVQ3
0.922
SVQ4
0.914
TPT1
0.861
TPT2
0.916
TPT3
0.932
TPT4
0.917
TPT5
0.932
TSF1
0.928
TSF2
0.943
TSF3
0.944
TSF4
0.931
TSF5
0.926
Nilai AVE menggambarkan besaran variance yang terdapat pada
kontsrak laten. Nilai 0,5 pada AVE berarti variabel laten mampu
menjelaskan rata-rata lebih dari setengah variance dari
indikatornya. Hasil perhitungan AVE pada penelitian ini dapat
dilihat pada tabel 4.3. Pada tabel tersebut telah memperlihatkan
129
bahwa semua variabel yang digunakan sudah di atas 0,5 yang
berarti telah memenuhi syarat untuk digunakan.
Tabel 4. 3. Nilai AVE
Average Variance Extracted (AVE)
INQ 0.844
NBF 0.862
PGQ 0.812
SVQ 0.828
TPT 0.832
TSF 0.873
b. Uji Validitas Diskriminan
Uji validitas diskriminan dilakukan dengan menggunakan
pemeriksaan nilai cross loading antar indikator dan cross loading
Fornell-Lacker’s. Pengujian cross loading antar indikator dilakukan
untuk melihat korelasi antar indikator-indikator dalam satu konstrak
dengan indikator dari konstrak lainnya. Konstrak diprediksi memiliki
ukuran yang lebih baik dari konstrak lainnya apabila nilai korelasi
antara indikator dengan konstraknya lebih tinggi dari korelasi dengan
kontrsak lainnya. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 4.4.
Selanjutnya pada pengujian cross loading Fornell-Lacker’s dilakukan
dengan melihat nilai akar AVE. Dimana nilai akar AVE harus lebih
tinggi dari korelasi antar kontsrak dengan konstrak lainnya. Hal ini
dapat dilihat pada tabel 4.5.
130
Tabel 4. 4. Nilai Cross Loading antar Indikator
INQ NBF PGQ SVQ TPT TSF
INQ1 0.928 0.733 0.714 0.743 0.723 0.721
INQ2 0.909 0.716 0.736 0.792 0.690 0.759
INQ3 0.938 0.688 0.719 0.731 0.730 0.747
INQ4 0.903 0.740 0.728 0.759 0.730 0.775
INQ5 0.915 0.684 0.742 0.731 0.682 0.761
NBF1 0.704 0.933 0.698 0.719 0.692 0.738
NBF2 0.721 0.925 0.707 0.723 0.656 0.748
NBF3 0.740 0.935 0.731 0.710 0.684 0.783
NBF4 0.698 0.922 0.699 0.683 0.674 0.726
NBF5 0.737 0.926 0.756 0.727 0.690 0.728
PGQ1 0.689 0.709 0.898 0.816 0.613 0.783
PGQ2 0.733 0.713 0.921 0.818 0.658 0.803
PGQ3 0.742 0.680 0.893 0.780 0.627 0.790
PGQ4 0.700 0.707 0.913 0.740 0.624 0.788
PGQ5 0.707 0.679 0.882 0.759 0.586 0.745
SVQ1 0.724 0.690 0.745 0.903 0.614 0.748
SVQ2 0.754 0.681 0.799 0.900 0.632 0.801
SVQ3 0.738 0.706 0.813 0.922 0.641 0.778
SVQ4 0.760 0.716 0.802 0.914 0.656 0.804
TPT1 0.656 0.650 0.582 0.604 0.861 0.581
TPT2 0.733 0.678 0.642 0.644 0.916 0.660
TPT3 0.715 0.667 0.626 0.654 0.932 0.666
TPT4 0.692 0.650 0.624 0.624 0.917 0.647
TPT5 0.731 0.690 0.669 0.660 0.932 0.691
TSF1 0.791 0.779 0.834 0.844 0.694 0.928
TSF2 0.775 0.737 0.786 0.795 0.659 0.943
TSF3 0.772 0.732 0.818 0.800 0.656 0.944
TSF4 0.762 0.760 0.799 0.801 0.690 0.931
TSF5 0.727 0.738 0.816 0.778 0.628 0.926
Tabel 4. 5. Nilai Cross Loading Fornell-Lacker’s
INQ NBF PGQ SVQ TPT TSF
INQ 0.919
NBF 0.776 0.928
PGQ 0.792 0.774 0.901
SVQ 0.818 0.768 0.869 0.910
TPT 0.774 0.732 0.690 0.699 0.912
TSF 0.820 0.803 0.868 0.861 0.713 0.934
131
c. Uji Reliabilitas
Setelah dilakukan pegujian nilai validitas terhadap data kueisioner
yang diperoleh, langkah selanjutnya adalah melakukan uji reliabilitas
dengan melihat nilai internal consistency reliability dari nilai
cronbach’s alpha dan composite reliability. Nilai ambang batas yang
digunakan adalah diatas 0,7 dapat diterima serta diatas 0,8 dan 0,9
berarti sangat memuaskan. Hasil pengujian reliabilitas pada penelitian
ini dapat dilihat pada tabel 4.6 Pada tabel tersebut memperlihatkan
bahwa nilai cronbach’s alpha dan composite reliability dari tiap
indikator sudah di atas 0,7. Bahkan sudah diatas 0,9.
Tabel 4. 6. Nilai Internal Consistency Reliability
Deskripsi Cronbach's Alpha Composite Reliability
INQ 0.954 0.964
NBF 0.960 0.969
PGQ 0.942 0.956
SVQ 0.931 0.951
TPT 0.949 0.961
TSF 0.964 0.972
2. Evaluasi Model Struktural (Inner Model)
a. Nilai R-Square
Tujuan pengevaluasian nilai R2 adalah guna menjelaskan varian dari
tiap target variabel endogenus. Artinya adalah variabel yang dianggap
dipengaruhi oleh variabel lain. Untuk standar nilai pengukuran yang
digunakan adalah 0,670 yang berarti kuat, 0,333 adalah moderat, dan
0,190 adalah lemah. Pada tabel 4.7 Nilai TPT merupakan nilai yang
132
moderat yaitu 0,618. Hal ini menjelaskan bahwa INQ, PGQ dan SVQ
menjelaskan secara lemah yaitu 61,8% varian dari TPT. Nilai NBF
memiliki nilai yang kuat, yaitu 0,696. Hal ini menjelaskan bahwa TPT
dan TSF menjelaskan secara kuat yaitu 69,6% varian dari NBF. Nilai
R2 terbesar adalah TSF yaitu 0,818. Hal ini menjelaskan bahwa INQ,
PGQ, dan SVQ menjelaskan secara kuat yaitu 81,8% dari TSF. Tabel
nilai R2 dapat dilihat pada tabel 4.7
Tabel 4. 7. Nilai R2
Jalur R Square
INQ->TPT 0.618
INQ->TSF 0.818
PGQ->TPT 0.618
PGQ->TSF 0.818
SVQ->TPT 0.618
SVQ->TSF 0.818
TPT->NBF 0.696
TSF->NBF 0.696
b. Nilai Effect Size (f-Square)
Tujuan dari pengujian nilai f2 adalah untuk memprediksi pengaruh
suatu variabel terhadap variabel lain. Nilai yang digunakan adalah
0,02 artinya berpengaruh kecil, 0,15 berpengaruh menengah serta 0,35
berpengaruh besar. Pada tabel 4.8. memperlihatkan jika TSF
berpengaruh besar terhadap NBF dengan nilai 0,526. INQ->TPT, dan
PQG->TSF memiliki pengaruh yang menengah yaitu dengan nilai
masing-masing 0,264 dan 0,198. Sedanglan INQ->TSF, PGQ->TPT,
SVQ->TPT, SVQ->TSF dan TPT->NBF memiliki pengaruh yang
kecil dengan nilai 0.099, 0.013, 0.005, 0.099 serta -0.484.
133
Tabel 4. 8. Nilai f2
INQ NBF PGQ SVQ TPT TSF
INQ 0.264 0.099
NBF
PGQ 0.013 0.198
SVQ 0.005 0.099
TPT -0.484
TSF 0.526
c. Predictive Relevance (Q2)
Uji predictive relevance dilakukan dengan melihat nilai Q² dengan
metode blindfolding untuk mengetahui jika variabel tertentu memiliki
keterkaitan prediktif dengan variabel lainnya. Adapun nilai ambang
batas yang digunakan adalah diatas nol. Pada tabel 4.9 terlihat bahwa
semua nilai Q² sudah diatas nol.
Tabel 4. 9. Nilai Q2
Jalur Q²
INQ->TPT 0.477
INQ->TSF 0.664
PGQ->TPT 0.477
PGQ->TSF 0.664
SVQ->TPT 0.477
SVQ->TSF 0.664
TPT->NBF 0.551
TSF->NBF 0.551
d. Relative Impact (q2)
Pengujian ini dilakukan guna mengukur pengaruh reatif dari
keterkaitan prediktif variabel tertentu dengan variabel lainnya. Nilai
yang digunakan adalah 0,02 artinya berpengaruh kecil, 0,15
berpengaruh menengah serta 0,35 berpengaruh besar. Pada tabel 4.10
134
Memperlihatkan bahwa TSF->NBF dan INQ->TPT memiliki
pengaruh yang menengah dengan masing-masing nilai 0.278 dan
0.149. serta INQ->TSF, PGQ->TPT, PGQ->TSF, SVQ->TPT, dan
TPT->NBF memiliki bengaruh yang kecil dengan masing-masing
nilai 0.045, 0.011, 0.080, 0.010, 0.033, dan 0.091.
e. Uji Signifikansi dan Pengujian Hipotesis
Uji signifikansi dilakukan dengan melihat nilai path coefficient (β).
Nilai ambang batas yang digunakan adalah 0,1 yang memiliki arto
bahwa jalur (path) tersebut memiliki pengaruh yang signifikan dalam
model. Pada tabel 4.11. memeperlihatkan bahwa semua jalur telah
mencapai nilai diatas 0,1.
Tabel 4. 10. Nilai q2
Jalur q²
INQ->TPT 0.149
INQ->TSF 0.045
PGQ->TPT 0.011
PGQ->TSF 0.080
SVQ->TPT 0.010
SVQ->TSF 0.033
TPT->NBF 0.091
TSF->NBF 0.278
Selanjutnya pengujian hipotesis dilakukan dengan melakukan uji t-test
yang dilakukan dengan metode bootstrapping. Nilai ambang batas
yang digunakan adalah di atas 1,96. Pada tabel 4.8 dapat dilihat
bahwa terdapat dua hipotesis yang memilki nilai t-test dibawah 1,96
135
yaitu PGQ -> TPT dengan nilai 1,397 dan SVQ -> TPT dengan nilai
0,798 yang berarti kedua hipotesis tersebut ditolak.
Tabel 4. 11. Hasil Uji Signifikansi dan Hipotesis
Path
Coefficient
(β)
T-tes P Values
INQ -> TPT 0.576 5.795 0.000
INQ -> TSF 0.250 3.431 0.001
PGQ -> TPT 0.145 1.397 0.163
PGQ -> TSF 0.406 5.660 0.000
SVQ -> TPT 0.102 0.798 0.425
SVQ -> TSF 0.304 3.157 0.002
TPT -> NBF 0.324 3.198 0.001
TSF -> NBF 0.571 5.389 0.000
1. Pengaruh Inforamtion Quality terhadap Taxpayer Trust
H1: Inforamtion Quality berpengaruh secara signifikan terhadap
Taxpayer Ttrust
Berdasarkan tabel 4.11. dapat dilihat bahwa nilai path coefficient
INQ->TPT adalah 0.576 dan hasil nilai t-test 5.795. Karena nilai t-test
lebih dari 1.96 maka H1 diterima. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
Inforamtion Quality berpengaruh secara signifikan terhadap taxpayer
trust. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Edyy et al. (2012). Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa
kualitas informasi program akan berpengaruh terhadap kepercayaan
pengguna atau partisipan. Peneliti beranggapan bahwa hal ini sesuai
dengan pengamatan peneliti bahwa kualitas informasi mengenai
pengampunan pajak (tax amnesty) yang telah disebarluaskan
136
berpengaruh terhadap kepercayaan partisipan dalam hal ini wajib
pajak untuk membayar pajak.
2. Pengaruh Information Quality terhadap Taxpayer Satisfaction
H2: Information Quality berpengaruh secara signifikan terhadap
Taxpayer Satisfaction
Tabel 4.11. menampilkan bahwa nilai path coefficient INQ->TSF
adalah 0.250 dan hasil nilai t-test 3.431. Karena nilai t-test lebih dari
1.96, maka H2 diterima. Dapat disimpulkan bahwa information
quality berpengaruh secara signifikan terhadap taxpayer satisfaction.
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Istighfarin & idiana (2018), Wisudiawan (2015), dan Shaltoni et al
(2015). Dalam penelitian tersebut menjelaskan bahwa kualitas
informasi terhadap program yang dijalankan sangatlah penting, jangan
sampai ada perbedaan informasi maupun informasi yang kurang jelas
mengenai suatu program yang dijalankan, karena akan berdampak
pada kepuasan pengguna atau partisipan. Hal ini sejalan dengan fakta
yang ada mengenai informasi yang diberikan oleh pegawai pajak akan
berpengaruh terhadap kepuasan wajib pajak yang mengikuti program
tax amnesty.
3. Pengaruh Program Quality terhadap Taxpayer Trust
H3: Program Quality berpengaruh secara signifikan terhadap
Taxpayer Trust
137
Berdasarkan tabel 4.11. dapat kita ketahui bahwa nilai path coefficient
PGQ->TPT adalah 0.145 dan hasil nilai t-test 1.397. Dari pengujian
tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa H3 ditolak karena nilai t-test
kurang dari 1.96. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Lee et al. (2014), yang menjelaskan bahwa
kualitas program berpengaruh terhadap kepercayaan pengguna atau
partisipan untuk mengikuti program tersebut atau tidak.
4. Pengaruh Program Quality terhadap Taxpayer Satisfaction
H4: Program Quality berpengaruh secara signifikan terhadap
Taxpayer Satisfaction
Tabel 4.11. menampilkan nilai path coefficient PGQ->TSF adalah
0.406 dan hasil t-test adalah 5.660. Dari pengujian tersebut dapat
ditarik kesimpulan bahwa H4 diterima karena nilai t-test lebih dari
1.96. Hal ini berarti bahwa program quality berpengaruh secara
signifikan terhadap taxpayer satisfaction. Hasil penelitian ini
didukung oleh Subiyakto et al. (2015), yang menjelaskan bahwa
kualitas program akan berdampak pada kepuasan pengguna atau
partisipan. Dengan program yang berkualitas, maka kepuasan
pengguna atau partisipanpun akan meningkat. Selain itu didukung
pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Istighfarin & idiana
(2018) bahwa program kualitas sangat penting bagi kepuasan
pengguna. Program pengampunan pajak (tax amnesty) yang dilakukan
pemerintah sesuai dengan kebutuhan wajib pajak, mudah diikuti, dan
dengan waktu yang fleksibel selama akhir 2016 – awal 2017, dengan
138
kualitas program yang baik serta kejelasan transparansi dan valid akan
berpengaruh terhadap kepercayaan wajib pajak dalam mengikuti
program pengampunan pajak (tax amnesty) ini.
5. Pengaruh Service Quality terhadap Taxpayer Trust
H5: Service Quality berpengaruh secara signifikan terhadap
Taxpayer Trust
Pada tabel 4.11. kita dapat mengetahui bahwa nilai path coefficient
SVQ->TPT adalah 0.102 dan hasil t-test adalah 0.798. Karena nilai t-
test dibawah 1.96 maka dapat ditarik kesimpulan bahwa H5 ditolak.
6. Pengaruh Service Quality terhadap Taxpayer Satisfaction
H6: Service Quality berpengaruh secara signifikan terhadap
Taxpayer Satisfaction
Tabel 4.11. menampilkan nilai path coefficient SVQ->TSF adalah
0.304 dan 3.157. Karena nilai t-test sudah melebihi 1.96 maka H6
diterima. Kesimpulannya adalah bahwa service quality berpengaruh
secara signifikan terhadap taxpayer satisfaction. Penelitian ini
didukung penelitian yang dilakukan oleh Dewi & Merkusiwati (2018),
Fatima & Razzaque (2014), Isigharin & Fidiana (2018) serta Sari &
Nuswantara (2017) yang menjelaskan bahwa pelayanan baik yang
diberikan akan berdampak pada kepuasan pengguna maupun
partisipan dalam mengikuti program. Dengan pelayanan yang baik
dari pegawai perpajakan akan berdampak pada pemenuhan
kebutuhan, kenyamanan, dan kepuasan secara keseluruhan wajib
pajak terhadap program yang dialankan pemerintah ini.
139
7. Pengaruuh Taxpayer Trust terhadap Net Benefits
H7: Taxpayer Trust berpengaruh secara signifikan terhadap Net
Benefits
Pada tabel 4.11. kita dapat mengetahui bahwa hasil nilai path
coefficient dari TPT->NBF adalah 0.324 dan nilai t-test 3.198. Karena
nilai t-test lebih dari 1.96 maka H7 diterima. Dapat disimpulkan
bahwa taxpayer trust berpengaruh secara signifikan terhadap net
benefits. Penelitian ini didukung oleh Lee et al. (2014), dalam
penelitiannya menjelaskan bahwa tigkat kepercayaan partisipan
merupakan hal penting untuk meningkatkan pembayaran pajak,
dengan meningkatnya hal tersebut maka partisipan akan merasakan
dampak dari hasil pembayaran pajak. Dengan kepercayaan wajib
pajak mengikuti program ini, maka wajib pajak dapat merasakan
dampak dari keikutsertaan program tax amnesty ini mulai dari
manafaat untuk diri sendiri dan manfaat bagi negara.
8. Pengaruh Taxpayer Satisfaction terhadap Net Benefots
H8: Taxpayer Satisfaction berpengaruh secara signifikan terhadap
Net Benefits
Tabel 4.11. menunjukkan bahwa nilai path coefficient TSF->NBF
adalah 0.571 dan hasil nilai t-test adalah 5.389. Karena nilai t-test
diatas 1.96 maka H8 diterima. Dapat disimpulkan bahwa taxpayer
satisfaction berpengaruh secara signifikan terhadap net benefits.
Penelitian ini didukung oleh Al-Debei et al. (2013) dan Subiyakto et
al. (2015) dimana kepuasan yang dirasakan pengguna maupun
140
partisipan akan berdampak pada kebermanfaatan program yang
dirasakan oleh pengguna atau partisipan. Kepuasan wajib pajak yang
dirasakan selama mengikuti program tax amnesty ini akan sejalan
dengan dampak positif yang akan didapatkan oleh wajib pajak.
141
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Dari hasil pengolahan data yang diperoleh, menunjukkan bahwa 91% responden
mengetahui mengenai tax amnesty, dan 9% sangat mengetahui program tax
amnesty. Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa ketidak ikut sertaan
responden terhadap program pengampunan pajak (tax amnesty) cukup tinggi,
yaitu 72%. Responden yang mengikuti program pengampunan pajak (tax
amnesty) periode satu sebanyak 13%, periode dua sebanyak 4% dan periode tiga
sebanyak 11%. Responden yang menerima adanya program ini sebanyak 67%,
dan sangat menerima sebanyak 11%. Sebesar 46% responden menganggap
bahwa penerimaan pengampunan pajak (tax amnesty) akan berdampak pada
meningkatnya penghasilan negara.
2. Persentase tertinggi untuk faktor teknis yang mempengaruhi penerimaan
program pengampunan pajak (tax amnesty) adalah ketersediaan data, sebesar
30%. Persentase tertinggi untuk faktor manajerial adalah evaluasi penerimaan
program, sebesar 23%. Sedangkan persentase tertinggi untuk faktor institusional
adalah dukungan dan komitmen wajib pajak sebesar 36%. 56% responden
menganggap bahwa faktor kebenaran dan kepercayaan akan berpengaruh
terhadap penerimaan program pengampunan pajak (tax amnesty).
3. Ditolaknya dua dari delapan hipotesis yaitu, PGQ -> TPT dan SVQ -> TPT.
Karena berdasarkan pengujian t-test, kedua jalur tersebut berada dibawah
142
ambang batas nilai. Namun berdasarkan pengujian path coefficient, semua jalur
memiliki pengaruh yang signifikan dalam model. Enam hipotesis yang diterima
adalah INQ -> TPT, INQ -> TSF, PGQ -> TSF, SVQ -> TSF, TPT -> NBF, TSF
-> NBF. Sehingga secara analisis statistik, variabel-variabel yang mempengaruhi
penerimaan kebermanfaatan pengampunan pajak (tax amnesty) adalah:
a. Information quality berpengaruh terhadap net benefits melalui
taxpayer trust dan taxpayer satisfaction
b. Program quality dan service quality berpengaruh terhadap net benefits
melalui taxpayer satisfaction.
c. Taxpayer trust dan taxpayer satisfaction berpengaruh secara
signifikan terhadap net benefits.
B. Saran
Melalui hasil penelitian ini, peneliti memberikan saran dan masukan ssebagai
berikut:
1. Berdasarkan penelitian diharapkan pemerintah memperhatikan variabel
taxpayer trust sebagai prioritas utama dalam memperbaiki program
pengampunan pajak (tax amnesty) atau program perpajakan lain yang akan
dilaksanakan oleh pemerintah dimasa datang, karena faktor kepercayaan
menjadi perhatian utama wajib pajak. Hal ini dibuktikan dengan hasil analisis
statistik yang menunjukan bahwa hipotesis PGQ -> TPT dan SVQ -> TPT
ditolak.
2. Diharapkan pemerintah memperhatikan beberapa faktor teknis berupa
ketersediaan data informasi mengenai pelaksanaan program pengampunan
143
pajak (tax amnesty). Meskipun persentase responden yang mengetahui adanya
program pengampunan pajak (tax amnesty) tinggi, namun ketidak ikut sertaan
responden dalam program pengampunan pajak (tax amnesty) cukup tinggi. Hal
ini dapat terjadi karena kurangnya data informasi mendalam mengenai program
pengampunan pajak (tax amnesty), sehingga diharapkan pemerintah lebih
gencar dalam mensosialisasikan cara dan tahapan pengurusan pengampunan
pajak (tax amnesty) atau program pajak lainnya yang akan dilaksanakan
pemerintah dimasa datang.
3. Faktor selanjutnya yaitu faktor manajerial berupa evaluasi penerimaan program
pengampunan pajak (tax amnesty) yang telah berlangsung sehingga dapat
memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada.
4. Faktor berikutnya adalah faktor institusional berupa dukungan dan komitmen
wajib pajak, pemerintah perlu membantu meningkatkan kesadaran dan
komitmen wajib pajak sehingga keikutsertaan pengampunan pajak (tax
amnesty) atau program pajak lain yang akan dilaksanakan pemerintah dimasa
datang menjadi meningkat.
144
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, W., & Jogiyanto. (2015). Partial Least Square (PLS) Alternatif Structural
Equation Modeling (SEM) dalam Penelitian Bisnis. Yogyakarta: Andi.
Adam, O., Tuli, H., & Husain, S. P. (2017). Pengaruh Program Pengampunan Pajak
Terhadap Efektivitas Penerimaan Pajak di Indonesia. Akuntabilitas: Jurnal
Ilmu Akuntansi, 10(1), 61-70. doi: 10.15408/akt.v10i1.6115
Adinugraha, H. H. (2013). Norma dan nilai dalam ilmu ekonomi Islam. MEDIA,
21(1).
Aedy, H. (2011). Teori dan aplikasi ekonomi pembangunan perspektif Islam: sebuah
studi komparasi: Graha Ilmu.
Afthanorhan, W. M. A. B. W. (2013). A Compariosn of Partial Least Square
Structural Equation Modeling (PLS-SEM) and Covariance Based Structural
Equation Modeling (CB-SEM) for Confirmatory Factor Analysis.
International Journal of Engineering Science and Innovative Technology,
2(5), 198-205.
Ahmad, M. (2015). Role of waqf in sustainable economic development and poverty
alleviation: Bangladesh perspective. JL Pol'y & Globalization, 42, 118.
Ahmad Muhammad, A. A., & Karim, F. A. A. (1999). Sistem, Prinsip dan Tujuan
Ekonomi Islam, Pustaka Setia: Bandung.
Ahmed, H. (2004). Role of zakah and awqaf in poverty alleviation: Islamic
Development Bank, Islamic Research and Training Institute Jeddah.
Ahmed, H. (2007). Waqf-based microfinance: realizing the social role of Islamic
finance. World Bank.
Al-Debei, M., Jalal, D., & Al-Lozi, E. (2013). Measuring web portals success: a
respecification and validation of the DeLone and McLean information
systems success model Int. J. Business Information Systems.
Al-Qardhawi, Y. (1997). Norma dan Etika Ekonomi Islam: Jakarta: Gema Insani
Press.
Alfiyah, N., & Latifah, S. W. (2017). Pengaruh Pelaksanaan Kebijakan Sunset
Policy, Tax Amnesty, dan Sanksi Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Orang Pribadi. Jurnal Reviu Akuntansi dan Keuangan, 7(2), 1081-1090.
ALMIZAN, A. (2016). Pembangunan Ekonomi dalam Perspektif Ekonomi Islam.
Maqdis: Jurnal Kajian Ekonomi Islam, 1(2), 203-222.
Alzahrani, A. I., Mahmud, I., Ramayah, T., Alfarraj, O., & Alalwan, N. (2017).
Modelling digital library success using the DeLone and McLean information
system success model. Journal of Librarianship and Information Science, 1-
16. doi: 10.1177/0961000617726123
Andriawan, I. G. D., Edy Sujana, S., & Yasa, I. N. P. (2018). Mengungkap Faktor-
Faktor Yang Mendorong Wajib Pajak Buleleng Mengikuti Program Tax
Amnesty. JIMAT (Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi) Undiksha, 8(2).
Arif, S. (2010). Wakaf Tunai sebagai Alternatif Mekanisme Redistribusi Keuangan
Islam. La_Riba, 4(1), 87-117.
145
Awang, Z., Afthanorhan, A., & Mamat, M. (2016). The Likert Scale Analysis using
Parametic Based Structural Equation Modeling (SEM). Computational
methods in social sciences, 4(1), 13-21.
Aziz, R. M. (2006). Jejak Islam Yang Hilang. Sinlammim, Jakarta.
Aziz, R. M. (2009a). Education on Root Of Islam.
Aziz, R. M. (2009b). Kaffah Thinking on Sinlammim Method Through Digital Root.
Paper presented at the Proceeding, ISOIT International Seminar on Islamic
Thought, UKM, Bangi, Malaysia.
Aziz, R. M. (2010). Ekonomi Islam Tiga Dimensi: Modul Kuliah, Fakultas Ekonomi
Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif┬áÔǪ.
Aziz, R. M. (2016a). Factors of Internal, External And Religiosity To Influence
Lecture Performance By Peer Review Teaching on HAHSLM Approach.
Aziz, R. M. (2016b). Teori H Sebagai Ilmu Wahyu Dan Turats Dalam Islam. Jurnal
Ushuluddin, 24(1), 103-112.
Bagiada, I., & Darmayasa, I. (2016). Tax Amnesty Upaya Membangun Kepatuhan
Sukarela. Paper presented at the Makassar: Simposium Nasional Akuntansi
Vokasi V, Makassar.
Bimonte, S., & Stabile, A. (2015). Local Taxation and Urban Development Testing
for the side-effects of the Italian property tax. Ecological Economics, 120,
100-107.
Chapra, M. U. (1992). Islam and the economic challenge: International Institute of
Islamic Thought (IIIT).
Chapra, M. U. (2001). Masa depan ilmu ekonomi: sebuah tinjauan Islam: Gema
Insani.
Choudhury, M. A. (1986). Contributions to Islamic economic theory: A study in
social economics: Springer.
Damayanti, L. D., & Amah, N. (2018). Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi:
Pengaruh Modernisasi Sistem Administrasi dan Pengampunan Pajak. Assets:
Jurnal Akuntansi dan Pendidikan, 7(1), 57-71.
Darmayasa, I., & Aneswari, Y. R. (2015). The ethical practice of tax consultant
based on local culture. Paper presented at the Procedia - Social and
Behavioral Sciences.
DeLone, W. H., & McLean, E. R. (2003). The DeLone and McLean Model
of Information Systems Success:A Ten-Year Update. Journal of Management
Information Systems, 19(4), 9-30.
Dewantari, D. P. A. D., Sulindawati, N. L. G. E., Atmadja, A. T., & SE, A. (2017).
Implikasi dan Evaluasi Program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) pada
Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak dalam Upaya Peningkatan Penerimaan Pajak
pada Wilayah Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Singaraja. JIMAT
(Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi) Undiksha, 7(1).
Dewi, L. P., & Merkusiwati, N. L. (2018). Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Sanksi
Perpajakan, E-Filing, dan Tax Amnesty Terhadap Kepatuhan Pelaporan
Wajib Pajak. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 22(2), 1626-1655.
doi: https://doi.org/10.24843/EJA.2018.v22.i02.p30
146
Diwany, T. a. (2003). Bunga bank dan masalahnya the problem with interest; suatu
tinjauan syarÔÇÖI dan ekonomi keuangan. Jakarta: Akbar Media Eka
Sarana, tt.
Eddy, D. M., Hollingworth, W., Caro, J., Tsevat, J., McDonald, K. M., & Wong, J.
B. (2012). Model Transparency and Validation: A Report of the ISPOR-
SMDM Modeling Good Reseaarch Practices Tas Force-7. Medical Decision
Making. doi: 10.1177/0272989X12454579
Fatima, J. K., & Razzaque, M. A. (2014). Service quality and satisfaction in the
banking sector. International Journal of Quality & Reliability
Management 31(4), 367-379. doi: 10.1108/IJQRM-02-2013-0031
Fauzia, I. Y., & Riyadi, A. K. (2018). Prinsip dasar ekonimi Islam: perspektif
Maqashid al Syariah: PT Prenadamedia Group.
Gazalba, S. (1987). Ilmu, Filsafat dan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Gupta, S., & Lynch, D. P. (2016). The Effects of Changes in State Tax Enforcement
on Corporate Income Tax Collections. The Journal of the American Taxation
Association, 38(1), 125-143. doi: https://doi.org/10.2308/atax-51301
Hair, J. F., Sarstedt, M., Hopkins, L., & Kuppelwieser, V. G. (2014). Partial Least
Squares Strucrtural Equation Modelling (PLS-SEM): An Emerging Tool in
Business Research. European Business Review, 26(2), 106-121.
Hamilton, H. N., & Schulze, G. G. (2016). Taxing Times in Indonesia: The
Challenge of Restoring Competitiveness and the Search for Fiscal Space.
Bulletin of Indonesian Economic Studies, 52(2), 265-295. doi:
10.1080/00074918.2016.1249263
Hayat, M. A. N., & Kristanto, R. (2018). PENGARUH PENGAMPUNAN PAJAK
DAN KEMUDAHAN ADMINISTRASI PAJAK TERHADAP
KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA KPP PRATAMA
JAKARTA PENJARINGAN. Transparansi Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi,
1(2), 218-234.
Herryanto, M., & Toly, A. (2013). Pengaruh kesadaran wajib pajak, kegiatan
sosialisasi perpajakan, dan pemeriksaan pajak terhadap penerimaan pajak
penghasilan di KPP Pratama Surabaya Sawahan. Tax and Accounting Review,
1(1), 125-133.
Hezam, M. Ethics of administration and development in Islam: A comparative
perspective. Journal King Saudi Univ, 14, 49-64.
Huda, M. K., & Hernoko, A., Y. (2017). Tax Amnesties in Indonesia and Other
Countries: Opportunities and Challenges. Asian Social Science, 13(7), 52-61.
Husnurrosyidah, & Nuraini, U. (2016). Pengaruh Tax Amnesty Dan Sanksi Pajak
Terhadap Kepatuhan Pajak Di Bmt Se-Karesidenan Pati. EQUILIBRIUM :
Jurnal Ekonomi Syariah, 4(2), 211-226.
Indonesia, B., & Indonesia, U. I. (2016). Pengelolaan zakat yang efektif: konsep dan
praktik di berbagai negara. Edisi pertama. Jakarta.
Indrawan, R., & Yaniawati, P. (2014). Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif,
dan Campuran untuk Manajemen, Pembangunan, dan Pendidikan. Bandung:
Refika Aditama.
147
Istighfarin, N., & Fidiana. (2018). Tax Amnesty dari Pespektif Masyarakat Pajak.
AKRUAL: Jurnal Akuntansi, 9(2), 142-156.
Jalil, A. (2008). Waqf instruments for construction contract: An analysis of structure.
The Journal of Muamalat and Islamic Finance Research (JMIFR), 5(1), 14.
Jamil, N. A. (2017). Efektivitas Penerapan Tax Amnesty di Indonesia. Journal of
Multidiscipinary Studies, 1(1).
Kahf, M. (1978). The Islamic Economy: Analytical Study of the Functioning of the
Islamic Economic System.
Kahf, M. (2004). Shari'ah and Historical Aspects of Zakah and Awqaf. Background
paper prepared for Islamic Research and Training Institute, Islamic
Development Bank.
Kahf, M. (2007). Islamic Waqf Origin, Evolution and Contribution. Paper presented
at the Singapore International Waqf Conference.
Karim, A. A. (2001). Ekonomi Islam: suatu kajian temporer: Gema Insani.
Karim, A. A. (2012). Ekonomi Makro Islami, Edisi Kedua. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.
Khadduri, M. (1984). The Islamic conception of justice: JHU Press.
Kogler, C., Batrancea, L., Nichita, a., Jozsef, P. D., Alexis, B. E., & Kirchler, E.
(2013). Trust and power as determinants of tax compliance: Testing the
assumptions of the slippery slope framework in Austria, Hungary, Romania
and Russia. Journal of Economic Psychology, 34(C), 169-180.
Lee, J. K. B., Lim, C. Y., Kanagaretnam, K., & Lobo, G. (2014). Societal Trust and
Corporate Tax Avoidance. Journal of International Accounting Research
Conference. Research Collection School Of Accountancy.
Luitel, H. S., & Tosun, M. s. (2013). A reexamination of state fiscal health and
amnesty enactment. Int Tax Public Finance, 21(5), 874-893. doi:
10.1007/s10797-013-9278-8
Minka, A. (2013). Maqashid Syariah Dalam Ekonomi Islam Dan Keuangan Syariah.
Jakarta: Ikatan Ahli Ekonomi Islam.
Mohsin, M. I. A. (2007). The Institution of Waqf: A Non-Profit Institution to
Financing the Needy Sectors.
Muhammad, N. S. (1991). Kegiatan Ekonomi dalam Islam. Alih bahasa Anas Sidiq
Jakarta: Bumi Aksara.
Muhammadi, A. H., Ahmed, Z., & Habib, A. (2016). Multinational transfer pricing
of intangible assets: Indonesian Tax Auditors perspectives. Asian Review of
Accounting, 24(3), 313-337.
Mujiono, & suharyono. (2017). Persepsi wajib Pajak Terhadap Tax Amnesty.
Inovbiz, 5(2), 159-166.
Nar, M. (2015). The Effects of Behavioral Economics on Tax Amnesty.
International Journal of Economics and Financial Issues, 5(2), 580-589.
Ngadiman, & Huslin, D. (2015). Pengaruh Sunset Policy , Tax Amnesty , dan Sanksi
Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Empiris di Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Jakarta Kembangan). Jurnal Akuntansi, 19(2), 225-241.
Nursiyono, J. A. (2015). Kompas Teknik Pengambilan Sampel. Bogor: In Media.
148
Okfitasari, A., Meikhati, E., & Setyaningsih, T. (2017). Ada Apa Setelah Tax
Amnesty? Jurnal Akuntasni Multiparadigma, 8(3), 427-611. doi:
http://dx.doi.org/10.18202/jamal.2017.12.7070
Onwuegbuzie, A. J., & Collins, K. M. T. (2007). A Typology of Mixed Methods
Sampling Designs in Social Science Research. The Qualitative Report, 12(2),
281-316.
Pajak, D. J. (2019). Amnesti Pajak. Retrieved 1 January, 2019, from
www.Pajak.go.id
Pangkey, M. M., Sondakh, J. J., & Tirayoh, V. Z. (2017). ANALISIS KEPATUHAN
WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI SEBELUM DAN SESUDAH
PELAKSANAAN TAX AMNESTY DI KPP PRATAMA MANADO. Jurnal
Riset Akuntansi Going Concern, 12(2).
Pengkajian, P. (2008). Ekonomi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Petter, S., DeLone, W., & McLean, E. (2008). Measuring information systems
success:models, dimensions, measures, and interrelationships. European
Journal of Information Systems, 17, 236-163. doi: 10.1057/ejis.2008.15
Pramushinta, & Siregar, B. (2011). Pengaruh Layanan Fiskus dan Pelaksanaan
Sunset Policy terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam Upaya Peningkatan
Pajak. Jurnal Ekonomi & Bisnis, 5(2), 173-189.
Prapanca, P. (2017). Pengaruh Tingkat Religiusitas terhadap Self Resiliensi Siswa
Kelas X Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Karanganyar. Jurnal Riset
Mahasiswa Bimbingan Dan Konseling, 3(1), 62-70.
Pravasanti, Y. A. (2018). Dampak Kebijakan dan Keberhasilan Tax Amnesty Bagi
Perekonomian Indonesia. Kompartemen: Jurnal Ilmiah Akuntansi, 16(1), 84-
94. doi: doi:http://dx.doi.org/10.30595/kompartemen.v16i1.2415
Purnamawati, I. (2014). P elaksanaan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2011 Dalam
Menunjang Pendapatan Asli Daerah dari Sektor Retribusi Parkir Kendaraan
Roda Dua. Pandecta Journal, 9(1), 142-153. doi:
http://dx.doi.org/10.15294/pandecta.v9i1.3002
Putra, A. M., & Hidayat, N. (2018). The Influence of Taxpayer Compliance and Tax
Sanction on Amnesty Tax Participation. South East Asia Journal of
Contemporary Business, Economics and Law, 16(5).
Rahardjo, M. D. (1999). Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi: Lembaga Studi
Agama dan Filsafat.
Ramadani, V., Dana, L. o.-P., Gërguri-Rashiti, S., & Ratten, V. (2017). An
introduction to entrepreneurship and management in an Islamic context
Entrepreneurship and Management in an Islamic Context (pp. 1-5): Springer.
Ratmono, D., & Cahyonowati, N. (2013). Kepercayaan Terhadap Otoritas Pajak
Sebagai Pemoderasi Pengaruh Deterrence Factors Terhadap Kepatuhan Wajib
Pajak Pribadi. Jurnal Akuntansi Indonesia, 2(1), 1-15.
Ringle, C. M., Bido, D. D. D., & Silva, D. D. (2014). Structural Equation Modeling
With the SmartPLS. REMark – Revista Brasileira De Marketing, 13(2), 56-
73.
Sadeq, A. M. (2002). Waqf, perpetual charity and poverty alleviation. International
Journal of Social Economics, 29(1/2), 135-151.
149
Saksama, H. Y. (2018). kepatuhan Meningkat, Penyampaian SPT Tumbuh Double
Digit. 2019, from http://www.pajak.go.id/kepatuhan-meningkat-
penyampaian-spt-tumbuh-double-digit
Sari, R. I., & Nuswantara, D. (2017). The Influence of Tax Amnesty Benefit
Perception to Taxpayer Compliance. Jurnal Dinamika Akuntansi, 9(2), 176-
183. doi: http://dx.doi.org/10.15294/jda.v9i2.11991
Sari, S. (2017). Amnesti Pajak: Sejarah dan Efektivitas di Berbagai Negara. JABE
(Journal of Applied Business and Economic), 3(3), 139-147.
Serra, M., Psarra, S., & O'Brien, J. (2018). Social and Physical Characterization of
Urban Contexts: Techniques and Methods for Quantification, Classification
and Purposive Sampling. Urban Planning, 3(1), 58-74. doi: DOI:
10.17645/up.v3i1.1269
Setiawan, A. A. (2004). Wakaf Tunai untuk Pemberdayaan dan Kesejateraan Umat.
Majalah Hidayatullah.
Setyaningsih, T., & Okfitasari, A. (2018). Mengapa Wajib Pajak Mengikuti Tax
Amnesty (Studi Kasus di Solo). EKUITAS (Jurnal Ekonomi dan Keuangan),
20(4), 415-433.
Shaltoni, A. M., Kharim, H., Abuhamad, A., & M, A. (2015). Exploring students’
satisfaction with universities’ portals in developing countries A cultural
perspective. the international journal of information adn learning technology,
32(2), 82-93. doi: 10.1108/IJILT-12-2012-0042
Siagian, H., & Cahyono, E. (2014). Analisis Website Quality, Trust dan Loyaliti
Pelanggan Online Shop. Jurnal Manajemen Pemasaran, 8(2), 55-61. doi: doi:
10.9744/pemasaran.8.2.55-61
Subiyakto, A., & Ahlan, A. R. (2014). Implementation of Input-Process-Output
Model for Measuring Information System Project Success. TELKOMNIKA
Indonesian Journal of Electrical Engineering, 12(7), 5603-5612. doi:
10.11591/telkomnika.v12i7.5699
Subiyakto, A., Ahlan, A. R., Kartiwi, M., & Sukmana, H. T. (2015). Measurement of
Information System Project Success Based on Perceptions of the Internal
Stakeholders. International Journal of Electrical and Computer Engineering
(IJECE), 5(2).
Sudarsono, H. (2002). Konsep Ekonomi Islam: Suatu Pengantar: Ekonisia.
Sun, W., & Pang, J. (2017). Service quality and global competitiveness: evidence
from global service firms. Journal of Service Theory and Practice, 27(6),
1058-1080. doi: http://dx.doi.org/10.1108/JSTP-12-2016-0225
Susamto, A. A., & Cahyadin, M. (2008). Praktik Ekonomi Islam di Indonesia dan
Implikasinya terhadap Perekonomian. Jurnal Ekonomi Syariah Muamalah, 5,
75.
Syofian, S., Settyaningsih, T., & Syamsiah, N. (2015). Otomatisasi Metode
Penelitian Skala Likert Berbasis Web. Paper presented at the Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi (Semnastek).
Tanilasari, Y., & Gunarso, P. (2017). Analisis Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak dan
Kualitas Pelayanan Fiskus Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi
pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Malang Selatan. Jurnal Akuntansi dan
Perpajakan, 3(1).
150
Trisnasari, A., Sujana, E., & Herawati, N. (2017). Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak,
Sosialisasi Perpajakan dan Pengetahuan Perpajakan Terhadap Kemauan
Wajib Pajak dalam Mengikuti Program Tax Amnesty. e-journal S1 Ak, 7(1).
Umer Chapra, M. (1984). The Nature of Riba in Islam. Hamdard Islamicus.
Violetta, S., & Khairani, S. (2017). Persepsi Wajib Pajak Tentang Tax Amnesty
Terhadap Keinginan Mengikuti Tax Amnesty (Studi Empiris Wajib Pajak
Yang Terdaftar Pada KPP Madyakota Palembang).
Willits, F. K., Theodori, G. L., & Luloff, A. (2016). Another Look At Likert Scales.
Journal of Rural Social Sciences, 31(3), 126-139.
Wisudiawan, G. A. A. (2015). Analisis Faktor Kesuksesan Sistem Informasi
Menggunakan Model Delone and McLean. jurnal ilmiah teknologi informasi
terapan, 2(1), 55-59.
Wong, K. K. K. (2013). Partial Least Squares Structural Equation Modeling (PLS-
SEM) Techniques Using SmartPLS. Marketing Bulletin, 24(1), 1-32.
Yamin, S., & Kurniawan, H. (2011). Generasi Baru Mengelola Data Penelitian
dengan Partial Least Square Path Modeling: Aplikasi dengan Software
XLSTAT, SmartPLS, dan Visual PLS (Vol. 1). Jakarta: Salemba Infotek.
151
LAMPIRAN
152
Lampiran 1: Formulir Pengajuan Proposal dan Pembimbing Tesis
153
Lampiran 2: SK Dosen Pembimbing
154 Kuesioner Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Tax Amnesty di Indonesi. Peneliti Koresponden: Muji 0813 8000 5540,
Lampiran 3: Data Kuesioner
Kepada Yth,
Bapak/Ibu Wajib Pajak
Di –
Tempat
Assalamualaikum Wr. Wb
Perkenalkan saya Muji, sedang melaksanakan penelitian tesis guna menyelesaikan
Program Magister Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengenai “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Tax Amnesty di
Indonesia”.
Sehubungan dengan pelaksanaan penelitian tersebut, mohon bantuan partisipasi
Bapak/Ibu untuk meluangkan waktu mengisi kuesioner penelitian sekitar 5-10
menit. Data penelitian ini akan dirahasiakan dan hanya akan dipergunakan untuk
tujuan penelitian.
Demikian, besar harapan saya Bapak/Ibu bersedia mengisi kuesioner tersebut,
atas bantuan dan kerjasamanya saya ucapkan terimakasih
Wassalamualaikum Wr. Wb
Jakarta, Januari
2019
Hormat Saya,
Muji
NIM 21150850100034
155 Kuesioner Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Tax Amnesty di Indonesi. Peneliti Koresponden: Muji 0813 8000 5540,
A. PROFIL RESPONDEN Jawablah dengan memberikan tanda ( √ ) pada salah satu jawaban yang tersedia!
1. Nama : …………………………………………………………
2. Email : …………………………………………………………
3. Pekerjaan : …………………………………………………………
4. NPWP : …………………………………………………………
5. Pendidikan terakhir:
O SLTA O Diploma O S1 O S2 O S3
6. Sebutkan golongan wajib pajak Anda saat ini?
O Wajib pajak individu
O Wajib pajak badan usaha
O Wajib pajak individu dan badan usaha
7. Secara umum, bagaimana tingkat keterampilan Anda dalam bidang perpajakan?
O Sangat tidak terampil
O Tidak terampil
O Kurang terampil
O Terampil
O Sangat terampil
8. Secara umum, bagaimana tingkat pengetahuan Anda tentang Program Tax Amnesty?
O Sangat tidak tahu
O Tidak tahu
O Kurang tahu
O Tahu
O Sangat tahu
No: …………….…..
(Diisi oleh surveyor)
156 Kuesioner Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Tax Amnesty di Indonesi. Peneliti Koresponden: Muji 0813 8000 5540,
9. Apakah anda mengikuti program Tax Amnesty? Jika ya, program Tax Amnesty periode berapa yang Anda ikuti?
O 1
O 2
O 3
O Tidak Mengikuti
B. PROFIL KESIAPAN DAN KESEDIAAN DITERIMANYA PROGRAM TAX AMNESTY
10. Secara umum, bagaimana kesiapan dan kesediaan Anda untuk menerima Program Tax Amnesty tersebut?
O Sangat tidak menerima
O Tidak menerima
O Kurang menerima
O Menerima
O Sangat menerima
11. Menurut Anda, berapa persen kesiapan dan kesediaan anda merima Program Tax Amnesty tersebut?
O < 20%
O 21-40%
O 41-60%
O 61-80%
O 81-100%
12. Di antara faktor teknis berikut, faktor apakah yang paling berpengaruh terhadap diterimaanya Program Tax Amnesty?
O Ketersediaan biaya
O Ketersediaan SDM
O Ketersediaan teknologi
O Ketersediaan data
157 Kuesioner Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Tax Amnesty di Indonesi. Peneliti Koresponden: Muji 0813 8000 5540,
O Ketersediaan metode
13. Di antara faktor manajerial berikut, faktor apakah yang paling berpengaruh terhadap diterimannya Program Tax Amnesty?
O Perencanaan penerimaan program
O Pengaturan penerimaan program
O Pengarahan penerimaan program
O Pengendalian penerimaan program
O Evaluasi penerimaan program
14. Di antara faktor institusional berikut, faktor apakah yang paling berpengaruh terhadap diterimannya Program Tax Amnesty?
O Kondisi ekonomi saat ini
O Budaya dan sistem kerja
O Dukungan dan koordinasi antar unit terkait
O Dukungan dan komitmen wajib pajak
O Dukungan dan komitmen pemerintah
15. Menurut Anda, diterimannya Program Tax Amnesty akan membantu para pihak yang berkepentingan dalam hal?
O Keringanan pembayaran pajak
O Meningkatkan jumlah pembayaran pajak
O Meningkatkan penghasilan negara
O Meningkatkan perkembangan ekonomi
16. Secara umum, apakah faktor kebenaran dan kepercayaan yang dirasakan mempengaruhi diterimannya Program Tax Amnesty?
O Sangat tidak berpengaruh
O Tidak berpengaruh
O Kurang berpengaruh
O Berpengaruh
158 Kuesioner Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Tax Amnesty di Indonesi. Peneliti Koresponden: Muji 0813 8000 5540,
O Sangat berpengaruh
159 Kuesioner Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Tax Amnesty di Indonesi. Peneliti Koresponden: Muji 0813 8000 5540,
C. DITERIMANYA PROGRAM TAX AMNESTY
Nyatakan pendapat Anda dengan memberikan tanda ( √ ) pada salah satu jawaban skala 1-5
yang tersedia!
Skala Keterangan Singkatan
1 Sangat Tidak Setuju STS
2 Tidak Setuju TS
3 Tidak Tahu TT
4 Setuju S
5 Sangat Setuju SS
C1. Sebagai wajib pajak, bagaimana Kualitas Informasi dari Program Tax Amnesty?
C2. Menurut Anda, bagaimana Kualitas Program Tax Amnesty dalam pelaksanaannya?
STS TS TT S
SS
1 2 3 4 5
22. Program mudah diikuti O O O O O
23. Program dapat diikuti secara fleksibel O O O O O
24. Program sesuai dengan kebutuhan wajib pajak O O O O O
25. Program dapat diandalkan dalam pelaksanaannya O O O O O
26. Program dilaksanakan pada waktu yang tepat O O O O O
STS TS TT S SS
1 2 3 4 5
17. Program menyediakan informasi yang akurat O O O O O
18.
Program menyediakan informasi yang tepat waktu ketika
saya butuhkan O O O O O
19. Program menyediakan informasi yang lengkap O O O O O
20.
Program menyediakan informasi yang sesuai dengan
kebutuhan saya O O O O O
21. Program memberikan informasi yang mudah dipahami O O O O O
160 Kuesioner Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Tax Amnesty di Indonesi. Peneliti Koresponden: Muji 0813 8000 5540,
C3. Menurut Anda, bagaimana Kualitas Layanan dari Program Tax Amnesty?
STS TS TT S
SS
1 2 3 4 5
27. Layanan didukung dengan ketersediaan data yang cukup O O O O O
28.
Layanan program diberikan dengan memperhatikan
situasi dan kondisi wajib pajak O O O O O
29. Layanan program diberikan secara responsif sesuai
kebutuhan wajib pajak O O O O O
30. Layanan diberikan secara aman kepada wajib pajak O O O O O
C4. Menurut Anda, bagaimana Kepercayaan dalam pelaksanaan Program Tax Amnesty?
STS TS TT S
SS
1 2 3 4 5
31. Program dijalankan secara resmi oleh Pemerintah O O O O O
32.
Program dijalankan dengan aturan dan prosedur yang
jelas O O O O O
33. Program dijalankan secara transparan O O O O O
34. Program dikelola secara jujur O O O O O
35. Program dijalankan secara sistematis O O O O O
C5. Menurut Anda, bagaimana Kepuasan dalam pelaksanaan Program Tax Amnesty?
STS TS TT S
SS
1 2 3 4 5
36. Program memenuhi kebutuhan pengurusan pajak O O O O O
37. Program efektif dalam pelaksanaannya O O O O O
38. Program efisien dalam pelaksanaannya O O O O O
39. Program memberikan kenyamanan dalam
pelaksanannya O O O O O
40. Secara keseluruhan, saya puas dengan pelaksanaan
program ini O O O O O
161 Kuesioner Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Tax Amnesty di Indonesi. Peneliti Koresponden: Muji 0813 8000 5540,
C6. Menurut Anda, bagaimana Manfaat dari pelaksanaan Program Tax Amnesty?
STS TS TT S
SS
1 2 3 4 5
41. Pelaksanaan program meningkatkan efektifitas
pengelolaan perpajakan bagi wajib pajak O O O O O
42. Pelaksanaan program meningkatkan produktifitas bagi
wajib pajak O O O O O
43. Pelaksanaan program memberikan manfaat kompetitif
bagi wajib pajak O O O O O
44. Pelaksanaan program menghemat biaya yang harus
dikeluarkan oleh wajib pajak O O O O O
45. Secara umum, pelaksanaan program menghemat sumber
daya yang harus dikeluarkan oleh wajib pajak. O O O O O
Terima Kasih
Lampiran 4: Data Hasil Pengujian Statistik
Data Penelitian Hasil Analisis Outer Model dengan SmartPLS
Tabel hasil analisis model pengukuran
VAR IND OL CL
AVE CR INQ NBF PGQ SVQ TPT TSF
INQ
INQ1 0.928 0.928 0.733 0.714 0.743 0.723 0.721
0.844 0.964
INQ2 0.909 0.909 0.716 0.736 0.792 0.690 0.759
INQ3 0.938 0.938 0.688 0.719 0.731 0.730 0.747
INQ4 0.903 0.903 0.740 0.728 0.759 0.730 0.775
INQ5 0.915 0.915 0.684 0.742 0.731 0.682 0.761
NBF
NBF1 0.933 0.704 0.933 0.698 0.719 0.692 0.738
0.862 0.969
NBF2 0.925 0.721 0.925 0.707 0.723 0.656 0.748
NBF3 0.935 0.740 0.935 0.731 0.710 0.684 0.783
NBF4 0.922 0.698 0.922 0.699 0.683 0.674 0.726
NBF5 0.926 0.737 0.926 0.756 0.727 0.690 0.728
PGQ
PGQ1 0.898 0.689 0.709 0.898 0.816 0.613 0.783
0.812 0.956
PGQ2 0.921 0.733 0.713 0.921 0.818 0.658 0.803
PGQ3 0.893 0.742 0.680 0.893 0.780 0.627 0.790
PGQ4 0.913 0.700 0.707 0.913 0.740 0.624 0.788
PGQ5 0.882 0.707 0.679 0.882 0.759 0.586 0.745
SVQ
SVQ1 0.903 0.724 0.690 0.745 0.903 0.614 0.748
0.828 0.951 SVQ2 0.900 0.754 0.681 0.799 0.900 0.632 0.801
SVQ3 0.922 0.738 0.706 0.813 0.922 0.641 0.778
SVQ4 0.914 0.760 0.716 0.802 0.914 0.656 0.804
TPT
TPT1 0.861 0.656 0.650 0.582 0.604 0.861 0.581
0.832 0.961
TPT2 0.916 0.733 0.678 0.642 0.644 0.916 0.660
TPT3 0.932 0.715 0.667 0.626 0.654 0.932 0.666
TPT4 0.917 0.692 0.650 0.624 0.624 0.917 0.647
TPT5 0.932 0.731 0.690 0.669 0.660 0.932 0.691
TSF
TSF1 0.928 0.791 0.779 0.834 0.844 0.694 0.928
0.873 0.972
TSF2 0.943 0.775 0.737 0.786 0.795 0.659 0.943
TSF3 0.944 0.772 0.732 0.818 0.800 0.656 0.944
TSF4 0.931 0.762 0.760 0.799 0.801 0.690 0.931
TSF5 0.926 0.727 0.738 0.816 0.778 0.628 0.926
Keterangan :
VAR : Variabel OL : Outer Loading
IND : Indikator CL : Cross Loading
CR : Composite Reliability AVE : Average Variance
Extracted
Diskriminan validity Nilai Cross Loading Fornell-Lacker’s
INQ NBF PGQ SVQ TPT TSF
INQ 0.921
NBF 0.768 0.928
PGQ 0.794 0.774 0.901
SVQ 0.818 0.768 0.869 0.910
TPT 0.769 0.732 0.690 0.699 0.912
TSF 0.826 0.803 0.868 0.861 0.713 0.934
Tabel Analisis Struktur Model
Jalur R Square Q²
INQ->TPT 0.618 0.477
INQ->TSF 0.818 0.664
PGQ->TPT 0.618 0.477
PGQ->TSF 0.818 0.664
SVQ->TPT 0.618 0.477
SVQ->TSF 0.818 0.664
TPT->NBF 0.696 0.551
TSF->NBF 0.696 0.551
Tabel Analisis Struktur Model Secara Lengkap
Hip Hipotesis Β t-test R² f²
Q² q² Analisis
R²-in R²-ex Σf² Q²-in Q²-ex Σq² β t-test R² f² Q² q²
H1 INQ -> TPT 0.576 5.795 0.618 0.618 0.517 0.264 0.477 0.477 0.399 0.149 Sign Diterima M m
Predictive
Relvance m
H2 INQ -> TSF 0.25 3.431 0.818 0.818 0.800 0.099 0.664 0.664 0.649 0.045 Sign Diterima A k
Predictive
Relvance k
H3 PGQ -> TPT 0.145 1.397 0.618 0.618 0.613 0.013 0.477 0.477 0.471 0.011 Sign Ditolak M k
Predictive
Relvance k
H4 PGQ -> TSF 0.406 5.66 0.818 0.818 0.782 0.198 0.664 0.664 0.637 0.080 Sign Diterima A m
Predictive
Relvance k
H5 SVQ -> TPT 0.102 0.798 0.618 0.618 0.616 0.005 0.477 0.477 0.472 0.010 Sign Ditolak M k
Predictive
Relvance k
H6 SVQ -> TSF 0.304 3.157 0.818 0.818 0.800 0.099 0.664 0.664 0.653 0.033 Sign Diterima A k
Predictive
Relvance k
H7 TPT -> NBF 0.324 3.198 0.696 0.696 0.843 -0.484 0.551 0.551 0.510 0.091 Sign Diterima A k
Predictive
Relvance k
H8 TSF -> NBF 0.571 5.389 0.696 0.696 0.536 0.526 0.551 0.551 0.426 0.278 Sign Diterima A b
Predictive
Relvance m
Keterangan:
A : Akurat L : Lemah b : Besar
M : Moderat m : Menengah k : Kecil