Analisis Valuasi Ekonomi Lingkungan Dengan Contingent Valuation Method

44
ANALISIS VALUASI EKONOMI LINGKUNGAN DENGAN CONTINGENT VALUATION METHOD (CVM) SEBAGAI UPAYA MEMINIMALISIR DAMPAK PENAMBANGAN BATUBARA DI KALIMANTAN TIMUR (Studi Kasus PT. Y dengan Masyarakat X di Kabupaten Z, Kalimantan Timur) SKRIPSI Disusun Oleh: Andistya Oktaning Listra 0910210022 Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Derajat Sarjana Ekonomi

Transcript of Analisis Valuasi Ekonomi Lingkungan Dengan Contingent Valuation Method

Page 1: Analisis Valuasi Ekonomi Lingkungan Dengan Contingent Valuation Method

ANALISIS VALUASI EKONOMI LINGKUNGAN DENGAN CONTINGENT

VALUATION METHOD (CVM) SEBAGAI UPAYA MEMINIMALISIR DAMPAK

PENAMBANGAN BATUBARA DI KALIMANTAN TIMUR

(Studi Kasus PT. Y dengan Masyarakat X di Kabupaten Z,

Kalimantan Timur)

SKRIPSI

Disusun Oleh:

Andistya Oktaning Listra

0910210022

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Meraih Derajat Sarjana Ekonomi

JURUSAN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2012

Page 2: Analisis Valuasi Ekonomi Lingkungan Dengan Contingent Valuation Method

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perusahaan swasta PT. Y adalah perusahaan yang didirikan oleh Korea-

Indonesia Resources Development Coorporation pada bulan Mei 1982.

Perjanjian kerja antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Korea

disahkan melalui kontrak karya PKP2B (Perjanjian Kerja Pengusahaan

Pertambangan Batubara) selama 30 tahun (terhitung sampai tahun 2022). Yang

mengesahkannya adalah pemerintah pusat. Pada bulan September 1982

dilakukan penandatanganan perjanjian kerja sama dengan PT Tambang

Batubara Bukit Asam (Persero) dan mendapat izin usaha dari Departemen

Pertambangan dan Energi pada bulan Juni 1987. Kemudian pada bulan

Desember 1989 PT. Y memulai Persiapan Konstruksi dan Rencana Tambang

dan melakukan ekspor percobaan (Trial Cargo) pada April 1992. PT.Y

melakukan produksi perdana pada tahun 1992, dimulai dengan kapasitas

produksi satu juta ton/tahun. Luas total area kuasa pertambangan PT. Y sebesar

50.339 Ha (Tabel 5) yang mencakup empat lokasi, yaitu Roto-Samurangau,

Samu, Susubang dan Pinang Jatus (Sabara, 2006).

Tabel 1.1 : Lokasi dan Luas Area Tambang Batubara PT. Y

Nama Lokasi (KP) Luas (Ha)

Roto – Samurangau 27.434

Samu 7.875

Susubang 9.000

Pinang Jatus 6.090

Total 50.399

Sumber : Sabara, 2006

Page 3: Analisis Valuasi Ekonomi Lingkungan Dengan Contingent Valuation Method

Dipilihnya Kabupaten sebagai tempat beroperasinya penambangan

batubara PT. Y karena secara geografis sebagai salah satu daerah penghasil

batubara, Kabupaten Paser mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap

batubara pada tahun 2005 eksport batubara Kabupaten Paser sebesar

9.552.779 Mton dengan nilai US$226.437.301,79 dan pada tahun 2006

mengalami peningkatan sebesar 19.040.269,72. PDRB Atas Dasar Harga

Konstan (ADHK) pada tahun 2009 diproyeksikan Rp4,83 triliun lebih, Jika

dibandingkan dengan realisasi pada tahun 2008 sebesar Rp4,48 triliun lebih,

PDRB ADHK tahun 2009 diproyeksikan meningkat 7,68% lebih tinggi dari

realisasi tahun 2008. (Paserkab, 2012).

Dalam hal ini meskipun kegiatan penambangan batubara PT. Y cukup

memberikan pengaruh signifikan pada peningkatan PDRB Kabupaten Z namun

kenyataannya berdasarkan penelitian terdahulu yaitu Intip Hutan (2003) terdapat

permasalahan yang harus dihadapi terutama mengenai dampak penambangan

batubara terhadap masyarakat X. Beberapa permasalahannya terkait

perampasan dan eksploitasi tambang di tanah keramat yang memiliki nilai

religius serta Land Clearing (pembersihan lahan) dan perampasan tanah di desa

Samurangau tepatnya di sungai Ruto dan berangsur-angsur merambat ke desa

lain dan menimbulkan banyak kerugian bagi masyarakat. Pencemaran

lingkungan ditandai oleh banyaknya asap, debu, danau bekas galian dan

tumpukan-tumpukan tanah yang mengandung polutan CO2, SO2, NOx dan CxHy

yang dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat Dayak Paser (Wikipedia,

2012).

Berbeda dengan penelitian terdahulu yang hanya mengkaji dampak dari

penambangan batubara di Kalimantan Timur tanpa solusi ekonomi sumberdaya

alam dan lingkungan di Kabupaten Z, maka penelitian ini akan lebih

Page 4: Analisis Valuasi Ekonomi Lingkungan Dengan Contingent Valuation Method

memfokuskan pada sejauh mana peran valuasi ekonomi lingkungan dengan

Contingent Valuation Method (CVM) dalam meminimalisir dampak penambangan

batubara di Kalimantan Timur dengan studi kasus pada PT. Y dengan

masyarakat X di Kabupaten Z, Kalimantan Timur. Oleh karena itu, berdasarkan

latar belakang dan penelitian terdahulu maka penelitian ini mengambil judul

“Analisis Valuasi Ekonomi Lingkungan Dengan Contingent Valuation Method

(CVM) Sebagai Upaya Meminimalisir Dampak Penambangan Batubara di

Kalimantan Timur (Studi Kasus PT. Y dengan Masyarakat X di Kabupaten Z,

Kalimantan Timur)”.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana meminimalisir dampak penambangan batubara yang dilakukan

PT. Y terhadap masyarakat X melalui pendekatan valuasi ekonomi ekonomi

lingkungan dengan Contingent Valuation Method (CVM) ?

1.3 Tujuan

Mengetahui peran valuasi ekonomi lingkungan dengan Contingent

Valuation Method (CVM) dalam meminimalisir dampak penambangan batubara

yang dilakukan PT. Y terhadap masyarakat X.

Page 5: Analisis Valuasi Ekonomi Lingkungan Dengan Contingent Valuation Method

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pentingnya Batubara Dalam Mobilitas Ekonomi Nasional

Batubara merupakan salah satu komoditas pertambangan terbesar di

Indonesia selain minyak bumi dan gas alam. Potensi sumberdaya batu bara di

Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera,

sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batu bara walaupun dalam jumlah

kecil dan belum dapat ditentukan nilai ekonomisnya, seperti di Jawa Barat, Jawa

Tengah, Papua, dan Sulawesi (Wikipedia, 2012). Menurut World Energy Council

(2009) dalam Anonim (2009), Indonesia memiliki cadangan batubara sebesar 4,3

miliar ton atau sekitar 0,5% dari total cadangan batubara.

Terkait ketersediaan cadangan batubara dengan pertumbuhan konsumsi

batubara maka berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Bank BNI diketahui

bahwa konsumsi batubara di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup

signifikan dari 13,2 juta ton pada tahun 1997 mencapai 45,3 juta ton pada tahun

2007. Pertumbuhan tersebut diikuti oleh pertumbuhan perusahaan batubara di

Indonesia yang pada tahun 2003 sudah mencapai angka 251 perusahaan.

Masing-masing perusahan tersebut tersebar di berbagai titik penghasil batubara

di Indonesia dimana terdapat sentra-sentra produksi batubara seperti Kalimantan

dan Sumatera (Anonim, 2009).

Tabel 2.1 : Data Cadangan Batubara di Indonesia

Nama Daerah Sumber Daya (Juta Ton) Cadangan (Juta Ton)

Banten 13,31 -

Jawa Tengah 0,82 -

Page 6: Analisis Valuasi Ekonomi Lingkungan Dengan Contingent Valuation Method

Jawa Timur 0,08 -

Nangroe Aceh Darusalam

443,45 -

Sumatera Utara 26,97 -

Riau 2.085,32 16,54

Sumatera Barat 724,85 36,07

Jambi 1.862,39 18

Bengkulu 198,65 21,12

Sumatera Selatan 23.197,88 2.679

Lampung 106,95 -

Kalimantan Barat 527,52 -

Kalimantan Tengah 1.612,83 48,59

Kalimantan Selatan 9.101,38 1.867,84

Kalimantan Timur 21.076,98 2.071,68

Sulawesi Selatan 231,12 -

Sulawesi Tengah 1,98 -

Papua 151,26 -

Sumber : Tekmira ESDM, 2009 dalam Anonim, 2009

Dari Tabel 2.1 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar cadangan

batubara rata – rata terdapat di Kalimantan. Kalimantan memang menjadi pusat

tambang batubara di tingkat nasional. Hal tersebut dapat tercermin dari besarnya

jumlah kuasa pertambangan (KP) yang dikeluarkan oleh pemerintah Kabupaten

di berbagai provinsi di Kalimantan. Bisa terlihat dari tabel hingga tahun 2009,

empat provinsi di Kalimantan memiliki proporsi terbesar dalam pertambangan

batu bara yaitu kurang lebih 2.047 dimana Kalimantan Timur berada di posisi

pertama dalam hal mengeluarkan kuasa pertambangan, yakni 1.180 kuasa

pertambangan (BKPRN, 2009 dalam Anonim, 2009).

Page 7: Analisis Valuasi Ekonomi Lingkungan Dengan Contingent Valuation Method

Terkait perdagangan internasional, batubara menjadi komoditas

pertambangan non migas yang turut diperhitungkan hal ini dikarenakan

Indonesia merupakan eksportir batubara kedua terbesar di dunia setelah

Australia. Berdasarkan laporan ESDM, Indonesia merasa cukup optimis dengan

posisinya sebagai produsen batubara terbesar Grafik di bawah ini

memperlihatkan bahwa pada tahun 2007, ekspor Indonesia berjumlah sekitar

202 juta ton. Ekspor ini ditujukan untuk negara-negara seperti Jepang (terbesar),

Taiwan, India dan Korea Selatan (Anonim, 2009).

Grafik 2.1 : Eksportir Batubara Terbesar di Dunia, 2007

Sumber : Modifikasi BNI, 2007 dalam Anonim, 2009

Page 8: Analisis Valuasi Ekonomi Lingkungan Dengan Contingent Valuation Method

Grafik 2.2 : Neraca Perdagangan Batubara Indonesia (Ton)

Sumber : Media Rilis, 2007 dalam Anonim, 2009

Produksi batubara di Indonesia selain dijadikan komoditas ekspor dalam

perdagangan internasional juga menjadi salah satu komoditas yang

diperdagangkan di domestik terutama untuk sektor industri. Dipilihnya batubara

sebagai sumber energi karena batubara relatif lebih murah dibanding minyak

bumi. Khususnya di Indonesia yang memiliki sumber batubara yang sangat

melimpah, batubara menjadi sumber energy alternatif yang potensial. Oleh sebab

itu, penggunaan batubara di Indonesia meningkat pesat setiap tahunnya. Data

menunjukkan bahwa penggunaan batubara di Indonesia mencapai 14,1% dari

total penggunaan energi lain pada tahun 2003. Diperkirakan penggunaan energi

batubara ini akan terus meningkat hingga 34,6% pada tahun 2025 (Fatakh, 2008

dalam Anonim, 2008).

Page 9: Analisis Valuasi Ekonomi Lingkungan Dengan Contingent Valuation Method

Tabel 2.2 : Konsumsi Batubara Menurut Jenis Industri di Indonesia Tahun 1998 – 2005

Jenis Industri 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005

PLTU 10.991.341 13.047.717 13.943.613 19.16.256 21.902.161 23.810.054 23.492.328 25.132.174

Semen 1.279.973 2.762.831 3.763.884 5.938.172 5.355.460 5.068.194 6.070.825 6.023.248

Industri Tekstil

- - - - - 274.160 381.440 1.307.610

Industri Kertas

692.737 805.397 766.549 804.202 471.751 1.680.204 1.106.227 2.272.443

Metalurgi 144.907 123.226 134.393 220.666 236.802 225.907 122. 827 160.490

Briket 29.963 38.302 36.799 31.265 24.708 24.976 23.506 28.267

Lain - lain 2.600.550 2.573.355 5.545.609 2.407.667 3.792.481 4.715.840 5.237.639 417.583

Jumlah 15.659.471 19.350.828 24.190.847 28.567.228 31.783.364 35.799.436 36.434.791 35.341.816

Sumber : Hasil Survei Puslitbang TEKMIRA, 2006 ; DPPMB, 2006 dalam Anonim, 2009

Page 10: Analisis Valuasi Ekonomi Lingkungan Dengan Contingent Valuation Method

Dalam hal ini dari Tabel 2.2 batubara di Indonesia lebih banyak digunakan

untuk pembangkit tenaga listrik (PLTU). Namun sejumlah kritik beredar terkait

dengan isu pemadaman bergilir yang dilakukan di sejumlah daerah yang memiliki

persediaan batubara. Kritik yang baru-baru beredar di media adalah ketika terjadi

pemadaman bergilir di Kalimatan Timur, padahal provinsi tersebut merupakan

produsen batubara terbesar di Indonesia. Kritik juga muncul ketika dilakukan

survei pada beberapa kelompok masyarakat sipil di Kalimantan yang

menunjukkan bahwa tidak sedikit daerah yang menjadi produsen batubara justru

belum menikmati pasokan energi (Anonim, 2009).

2.2 Peran Batubara Sebagai Komoditas Strategis di Kalimantan Timur

Kalimantan Timur (Kaltim), merupakan propinsi terkaya ketiga di

Indonesia, yang mempunyai banyak kekayaan alam sumber daya alam yang

berupa: hutan, perkebunan, minyak, tambang, laut, keanekargaman hayati, dan

lain-lainnya (Kotijah, 2011). Namun dalam hal ini sumberdaya alam yang paling

potensial di Kaltim adalah sektor pertambangan baik migas dan non migas.

Dengan latar belakang semacam itu, dapat dimaklumi jika Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) di Kalimantan Timur banyak dipengaruhi oleh kekayaan

sumber dayanya. Secara lebih rinci, PDRB daerah tersebut adalah sebagai

berikut :

Tabel 2.3 : Produk Domestik Regional Bruto Berdasarkan Harga Yang

Berlaku

No Lapangan Usaha(Industrial Sectors)

2001 2002 2003 2004

1 Pertanian 6.101 6.674 7.439 8.455

2 Pertambangan 32.763 32.206 40.364 51.280

3 Industri Pengolahan 37.768 37.574 38.938 49.480

Page 11: Analisis Valuasi Ekonomi Lingkungan Dengan Contingent Valuation Method

4 Listrik, Gas, Air 211 255 345 488

5 Bangunan (Kontruksi) 2.457 2.787 3.128 3.539

6 Perdagangan, Hotel, Restauran

5.866 6.247 6.805 8.124

7 Pengangkutan & Komunikasi

3.097 3.666 4.266 4.801

8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

1.779 1.947 2.186 2.561

9 Jasa - jasa 1.847 2.410 2.981 3.127

PDRB (inc. Migas) 91.890 93.769 106.453 131.857

PDRB (excl. Migas) 35.911 41.265 46.250 52.561

Sumber : BPS Prov. Kalimantan Timur, 2004 dalam Harinowo, 2006

Dari Tabel 2.3 tersebut di atas tampak secara jelas peranan minyak dan

gas dalam perekonomian di Propinsi Kalimantan Timur. Dari kegiatan tersebut,

minyak bumi dan gas alam merupakan hasil tambang yang sangat besar

pengaruhnya dalam perekonomian Kalimantan Timur khususnya dan Indonesia

pada umumnya, karena hingga kini kedua hasil tambang tersebut merupakan

komoditi ekspor utama (BPS Kaltim, 2009). Jika tanpa Migas, maka PDRB

Propinsi Kalimantan Timur di tahun 2001 adalah sebesar Rp. 35.911 milyar, atau

hanya sekitar sepertiga dari PDRB yang memasukkan Migas di dalamnya. Ini

berarti bahwa peranan Migas dalam pembentukan PDRB Kalimantan Timur

adalah sebesar dua pertiganya (Harinowo, 2006).

Peranan yang sedemikian besar tersebut memiliki arti yang besar setelah

Undang-undang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah mulai memberikan

pembagian hasil yang besar bagi penghasil Sumber Daya Alam. Tahun 2005

sendiri, Pemerintah Daerah Propinsi Kalimantan Timur memperoleh alokasi dana

desentralisasi sebesar Rp. 8 trilyun, yang terbagi untuk Pemerintahan Propinsi

Page 12: Analisis Valuasi Ekonomi Lingkungan Dengan Contingent Valuation Method

maupun Kabupaten yang menghasilkan sumber daya tersebut. Jika

dibandingkan dengan jumlah penduduk yang hampir mencapai 3 juta, maka

jumlah dana desentralisasi setiap penduduk hampir mencapai Rp. 3 juta sendiri,

suatu jumlah yang lumayan besar bagi penduduk daerah (Harinowo, 2006).

Selain minyak dan gas yang memilki peranan penting dalam

perekonomian di Kalimantan Timur, Harinowo (2006) menambahkan bahwa dari

perhitungan secara profit akibat investasi dalam negeri dan asing komoditas

batubara merupakan primadona baru yang turut menyokong pertumbuhan

ekonomi Kalimantan Timur dimana banyak berkembang perusahaan batubara

dalam skala yang besar maupun kecil sehingga mampu membuat propinsi

Kalimantan Timur sebagai penghasil batubara terbesar bagi Indonesia.

Tabel 2.4 : Produksi Batubara Beberapa Perusahaan Terpenting

No Nama Perusahaan 2004 2005 20061 Kaltim Prima Coal 21.4 30.0 40.02 Berau Coal Mining 10.0 11.0 12.03 Kideco 16.9 18.0 19.04 Tanito Harum 3.0 6.0 7.05 Indominco Mandiri 7.8 8.3 8.06 Kitadin 1.8 1.6 1.67 Bukit Baiduri 4.0 4.0 4.08 Banpu Indonesia 12.5 15.3 17.8

Total 77.4 94.2 109.4

Dilihat dari Tabel 2.3 tersebut maka ”perekonomian batubara” di daerah

Dari Tabel 2.4 terlihat bahwa produksi batubara di Kalimantan Timur

tampaknya lebih besar dari yang terangkum dalam data statistik PDRB.

Sementara itu, berdasarkan observasi langsung di lapangan, masih banyak lagi

perusahaan tambang batubara yang belum termasuk daftar tersebut namun

sudah berdiri dan bahkan sudah berproduksi dan melakukan ekspor. Paling tidak

dewasa ini ada 2 perusahaan yang secara gabungan memiliki ekspor sekitar 8

juta ton per tahun yang belum terdata disini. Fakta ini pada akhirnya memberikan

Sumber : Laporan Tahunan BEJ dan Data Internal, 2006 dalam Harinowo, 2006

Page 13: Analisis Valuasi Ekonomi Lingkungan Dengan Contingent Valuation Method

indikasi bahwa perekonomian di Kalimantan Timur sebetulnya jauh lebih besar

daripada yang terekam dalam data statistik yang ada saat ini. Ini berarti bahwa

untuk melihat potensi yang ada pada perekonomian Kalimantan Timur, data yang

ada sebetulnya adalah data yang sangat konservatif. (Harinowo, 2006).

Dalam hal ini peran batubara sebagai komoditas strategis dalam

perekonomian di Kalimantan Timur adalah terciptanya kesejahteraan masyarakat

di wilayah pertambangan secara umum terlihat meningkat karena efek domino

dari keberadaan perusahaan telah mampu mendorong dan menggerakkan sendi

– sendi ekonomi masyarakat (Raden et.al, 2010). Berdasarkan penelitian

Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Kalimantan Timur merupakan

produsen batu bara terbesar di Indonesia serta tercatat sebagai daerah nomor

dua terbesar dalam hal cadangan batu bara. Menurut Ketua Badan Promosi dan

Investasi Daerah (BPID) Kaltim, Ichwansyah mengatakan bahwa :

“Potensi batubara di Kaltim sangat besar yakni mencapai 22 milyar metrik ton dan hingga kini yang di produksi rata-rata sekitar 40 juta juta ton/tahun. Perkembangan produksi batu bara sejak tahun 2004 terus meningkat setiap tahunnya dan pada tahun 2009 produksi batubara mencapai 123.256.163 ton” (Anonim, 2009).

2.3 Dampak Penambangan Batubara di Kalimantan Timur Terhadap

Lingkungan dan Sosial Ekonomi Masyarakat

Kegiatan pertambangan merupakan kegiatan usaha yang kompleks

dan sangat rumit, sarat risiko, merupakan kegiatan usaha jangka panjang,

melibatkan teknologi tinggi, padat modal, dan membutuhkan aturan regulasi

yang dikeluarkan oleh beberapa sektor. Selain itu, kegiatan pertambangan

mempunyai daya ubah lingkungan yang besar sehingga memerlukan

perencanaan total yang matang sejak tahap awal sampai pasca tambang.

Seharusnya pada saat membuka tambang, sudah harus dipahami

bagaimana menutup tambang yang menyesuaikan dengan tata guna lahan

Page 14: Analisis Valuasi Ekonomi Lingkungan Dengan Contingent Valuation Method

Pembangunan

Dampak Sosial, Ekonomi, dan Budaya

Dampak Biofisik

Kenaikan Kesejahteraan

Dampak Biofisik

Dampak, Sosial, Ekonomi, dan Budaya

Kegiatan

Tujuan

Dampak Primer

Dampak Sekunder

pasca tambang sehingga proses rehabilitasi/reklamasi tambang bersifat

progresif, sesuai rencana tata guna lahan pasca tambang. Dasar rencana dan

implementasi seperti ini, harus dilakukan di menghentikannya karena sifat

alamiah dari reaksi yang terjadi pada batuan.

Dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dampak lingkungan didefinisikan

sebagai suatu perubahan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu dan

atau kegiatan. Sementara itu, Soemarwoto (2005) dalam Raden et.al (2010)

mendefinisikan dampak sebagai suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat

suatu aktivitas di mana aktivitas tersebut dapat bersifat alamiah, baik kimia,

fisik, dan biologi. Seharusnya pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk

membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), sebagaimana yang termuat

dalam pasal 15-18, dimana KLHS berfungsi untuk memastikan bahwa prinsip

pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam

pembangunan suatu wilayah berupa kebijakan, rencana, dan program (Jaringan

Advokasi Tambang Kaltim, 2011).

Gambar 2.1 : Dampak yang Timbul Akibat Aktivitas Pembangunan

Sumber : Raden et.al, 2010

Page 15: Analisis Valuasi Ekonomi Lingkungan Dengan Contingent Valuation Method

Dalam hal ini posisi Kalimantan Timur sebagai penghasil batubara

terbesar di Indonesia memiliki resiko yang cukup tinggi terhadap pencemaran

lingkungan karena batubara dapat menghasilkan limbah gas seperti CO2, SO2,

NOx dan CxHy dan limbah padat. Limbah padat tersebut berupa abu, yaitu abu

layang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash). Menurut Kementrian Lingkungan

Hidup (2006) dalam Anonim (2008), limbah abu layang yang dihasilkan mencapai

52,2 ton/hari, sedangkan limbah abu dasar mencapai 5,8 ton/hari. Limbah abu ini

bila ditimbun akan menghasilkan gas metana (CH4) yang mudah terbakar atau

meledak dengan sendirinya (self burning dan self exploding). Selain itu, abu ini

berbahaya untuk kesehatan khususnya pada sistem pernafasan dan kulit. Oleh

sebab itu menurut peraturan PP85/1999, limbah abu layang dan abu dasar ini

dikategorikan sebagai limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) (Anonim,

2008).

Ditinjau dari metode yang digunakan dalam produksi batubara methode

open pit mining yang rata – rata digunakan perusahaan pertambangan di

Kalimantan Timur maka berefek pada meningkatnya kerusakan hutan tropis atau

penyumbang meluasnya deforestrasi hutan. Dengan methode open pit mining ini

dilakukan pembabatan hutan yang kemudian dilanjutkan dengan blasting

(peledakan) untuk mendapatkan langsung batubara dengan cara yang lebih

cepat namun dampaknya adalah kerusakan lahan hutan yang bisa bersifat

permanen. Dengan metode ini pembukaan hutan menjadi keharusan apabila

diperkirakan ada deposit batubara di bawah hutan, tak perduli dengan apa yang

ada diatasnya. Padahal untuk menumbuhkan tanaman menjadi sebuah pohon

besar memerlukan waktu bertahun-tahun bahkan berpuluh-puluh tahun (Kaltim

Post, 2011 dalam Trizilo, 2012).

Terkait hal ini, dalam laporan Kementrian Lingkungan Hidup tahun

2005, 56 persen wilayah-wilayah yang ditinggalkan oleh pertambangan di Kaltim

Page 16: Analisis Valuasi Ekonomi Lingkungan Dengan Contingent Valuation Method

belum direstorasi. Bahkan setiap kali saya naik pesawat Dash 7 PKT dari dan

ke Bontang dan Balikpapan, terlihat dengan jelas lubang-lubang hitam yang

besar dan juga ada danau-danau buatan akibat kegiatan tambang-tambang

terbuka. Pemandangan ini tak hanya di areal yang dilintasi Dash 7, areal yang

lain yang lebih besar. Lubang-lubang hitam besar buatan manusia itu

seharusnya direklamasi dengan reforestasi oleh para pemegang konsesi

tambang, namun kenyataannya banyak yang ditinggalkan begitu saja mengingat

tidak mudah dan perlu biaya besar untuk melakukan kegiatan reklamasi tersebut.

Dan pada akhirnya lubang-lubang hitam besar itu terisi air hujan atau anak

sungai sehingga menjadi danau-danau besar yang juga tidak mudah bagi satwa

air untuk bertahan hidup (Trizilo, 2012).

Sebagai contoh, menurut laporan Green Peace (2011) dalam Trizilo

(2012) dahulu sebelum pertambangan batubara, di Desa Makroman, Samarinda

Ilir dikenal sebagai lumbung padi bagi Kota Samarinda. Namun predikat itu

sudah pudar sejak perusahaan pertambangan batubara beroperasi di sekitar

Desa tersebut. Belasan hektar lahan persawahan penduduk mengalami

kerusakan parah karena sumber mata air bagi persawahan tersebut sudah

tercemar limbah pertambangan batubara yang dibuang ke aliran sungai. Hal ini

cukup dilematis mengingat kawasan transmigrasi L2 Tenggarong Seberang

memiliki kejayaan di era tahun 90-an, dimana pada masa itu produksi hasil

pertanian khususnya padi menjadi komoditas pertanian Kalimantan Timur yang

cukup diperhitungkan namun kondisi itu berubah seiring dengan meningkatnya

alih fungsi lahan pertanian untuk kegiatan pertambangan batubara.

Berbagai dampak potensial di sektor sosial dan ekonomi dapat terjadi

akibat adanya penambangan batubara di suatu wilayah, baik dampak positif

maupun dampak negatif. Berbagai dampak positif diantaranya tersedianya

fasilitas sosial dan fasilitas umum, kesempatan kerja karena adanya penerimaan

Page 17: Analisis Valuasi Ekonomi Lingkungan Dengan Contingent Valuation Method

tenaga kerja, meningkatnya tingkat pendapatan masyarakat sekitar tambang,dan

adanya kesempatan berusaha. Disamping itu dapat pula terjadi dampak negatif

diantaranya munculnya berbagai jenis penyakit akibat menurunnya kualitas

udara, meningkatnya kecelakaan lalu lintas, dan terjadinya konflik sosial

saat pembebasan lahan (Raden et.al, 2010)

Kenyataan miris lainnya adalah meningkatnya kegiatan penambangan

batubara di Kalimantan timur ini ternyata tidak sejalan dengan pertumbuhan

ekonomi di provinsi tersebut dimana berdasarkan pernyataan Emil Salim:

“Kaltim makin tahun, makin banyak pengangguran, dan angka kemiskinan makin meningkat, tingkat kesejahteraan menurun. Pertambangan migas dan batubara memberi sumbangan besar kepada PDRB tahun 2010 hingga 47 persen dengan tingkat penyerapan tenaga kerja hanya 6,2 persen. Kaltim tetap menderita dan tidak menikmati batubara untuk konsumsi sendiri secara maksimal, semua batabara diekspor, yang masuk untuk konsumsi untuk Kaltim, hanya memperoleh pemasokan batubara, untuk tahun 2008 hanya 5 persen, dan tahun 2010, naik 6,89 persen. Pengelolaan SDA selama ini, hanya berbasis pada ekspor, bukan pemanfaatan dalam negeri. Hal lain, bahwa pengelolaan SDA, yang ada untuk kepentingan luar negeri, dan mengabaikan nilai-nilai lingkungan, pada akhirnya masyarakat yang merasakan akibatnya” (Kotijah, 2011).

.

Melihat pertumbuhan produksi batu bara dari tahun ke tahun yang

semakin besar, maka diperkirakan dalam jangka waktu 10 sampai 20 tahun

kedepan deposit batubara ini akan habis yang dapat berdampak negatif

terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat sekitar terutama

masyarakat yang menggantungkan kehidupannya pada kegiatan pertambangan,

di mana mereka akan kehilangan mata pencaharian sebagai akibat dari

berhentinya beroperasi kegiatan pertambangan (Raden et.al, 2010).

2.5 Permasalahan PT. Y dengan Masyarakat Z Terkait Dampak

Penambangan Batubara

Page 18: Analisis Valuasi Ekonomi Lingkungan Dengan Contingent Valuation Method

Tujuan jangka panjang PT. Y adalah menambang dan menjual batubara

untuk mendapatkan keuntungan dan menjaga kelangsungan kegiatan tersebut.

Menanggapi dampak limbah batubara yang ditimbulkan oleh PT. Y terhadap DAS

Kendilo, Bapedalda pernah menegur pihak perusahaan (Sabara, 2006). DAS

Kendilo, pendukung utama penghidupan masyarakat, rusak oleh pengerukan

batu bara di hulu. Lima kampung itu terpaksa pindah ke lokasi baru, berjarak 2-

10 km dari kampung lama. Dalam hal ini, masyarakat kampong yang berpindah

lokasi terkadang harus membangun sekolah dan fasilitas publik lain tanpa

bantuan perusahaan karena mereka tak masuk wilayah pertambangan.

Pemerintah Kabupaten Z harus merogoh dana penanganan banjir kabupaten

untuk membantu masyarakat .

Selain itu, permasalahan yang sering muncul dari kegiatan pertambangan,

yaitu ketika masa konsesinya berakhir, banyak lahan bekas galian yang

ditinggalkan begitu saja atau direklamasi secara sembarangan sehingga terlihat

sekali tidak ada usaha bahkan niat baik dari perusahaan pertambangan untuk

menjaga daratan atau perairan di areal konsesinya. Dari pihak pemerintah

sendiri tidak ada tindakan secara tegas untuk menghadapi perilaku pelaku

pertambangan tersebut. Sekali lagi, pemerintah dalam hal ini kurang cerdas

untuk meramu kesepakatan dengan para pelaku pertambangan. karena ternyata

Undang-Undang No. 11 tahun 1967 mengenai Ketentuan Pokok Pertambangan,

dan dokumen Kontrak Karya yang memuat kesepakatan-kesepakatan antara

pemerintah dengan perusahaan pertambangan asing, serta dokumen Kuasa

Pertambangan yang memuat kesepakatan-kesepatan antara pemerintah dengan

perusahaan pertambangan dalam negeri, ketiga dokumen tersebut tidak

mencantumkan secara tegas bahwa perusahaan pertambangan wajib melakukan

reklamasi lahan bekas galian (Intip Hutan, 2003).

Page 19: Analisis Valuasi Ekonomi Lingkungan Dengan Contingent Valuation Method

Proses perubahan lahan tidak terlepas dari resiko terjadinya kerusakan

lahan akibat erosi, pencemaran lingkungan, banjir dan lainnya. Erosi akan

menyebabkan terjadinya pendangkalan waduk, penurunan kapasitas saluran

irigasi, dan dapat mengganggu sistem pembangkit tenaga listrik. Erosi yang

tinggi, banjir pada musim penghujan tidak hanya menimbulkan dampak negatif

pada aspek bio-fisik sumberdaya alam dan lingkungan tetapi juga berdampak

pada aspek sosial ekonomi masyarakat. Erosi dan banjir dapat menurunkan

kualitas dan kuantitas sumberdaya alam. Produksi pertanian, perikanan dan

penggunaan sumberdaya alam yang berkaitan dengan air akan menurun (Sihite,

2001).

Dampak buruk lain dari penambangan batubara yang dilakukan PT. Y

adalah meningkatnya deforestasi akibat teknologi pertambangan yang masih

mengadaptasi methode open pit mining. Selain itu, berdampak pada hak hidup

dan hak atas tanah bagi masyarakat adat yang telah tinggal di sekitar lokasi

pertambangan secara turun-temurun selama puluhan bahkan ratusan tahun

sebelum adanya kegiatan pertambangan batubara. Menurut laporan yang

dilansir oleh Green Peace ; Perusahaan pertambangan yang beroperasi di

Kabupaten Tanah Grogot. Sejak tahun 1982, masyarakat adat X terus-menerus

mengalami penggusuran dan pengusiran paksa dari tanah leluhurnya termasuk

tanah keramatnya yang telah didiami dan ditempati turun-temurun sejak nenek

moyangnya untuk dijadikan areal pertambangan oleh PT.Y anak

perusahaan Indika Energi. Sekitar 27.000 hektar lahan mereka digusur untuk

dijadikan lahan pertambangan batubara. Mereka bahkan dilarang melakukan

aktivitas kegiatan apapun di atas tanah keramat leluhurnya sendiri (Tilzoni,

2012).

Secara perhitungan, sebenarnya nilai dari pendapatan yang diperoleh dari

industri pertambangan memang besar dibandingkan dengan industri sektor lain

Page 20: Analisis Valuasi Ekonomi Lingkungan Dengan Contingent Valuation Method

namun nilai tersebut sebenarnya tidak sebanding dengan dampak negative yang

ditimbulkan, seperti kerusakan hutan sebagai sumber kehidupan baik bagi

masyarakat di sekitar hutan, perkotaan maupun di sekitar pesisir dan laut,

kerusakan keaneragaman hayati yang dimiliki baik di daratan maupun di lautan,

kerusakan budaya luhur dan kearifan tradisional yang dimiliki masyarakat adat,

polusi terhadap sungai, tanah dan udara yang dikarenakan pengelolaan terhadap

pembuangan limbah dari industri pertambangan yang sembarangan, sehingga

masyarakat sekitar industri pertambangan banyak yang tercemari oleh polusi

tersebut dan mempengaruhi kesehatan mereka. Belum lagi muncul konflik antar

masyarakat dan konflik dengan perusahaan pertambangan itu sendiri. Hal-hal

semacam itu yang seringkali diabaikan oleh para pelaku pertambangan (Intip

Hutan, 2003).

Dalam hal ini, UU Minerba yang disahkan pada 15 Desember juga menjadi

salah satu pemicu permasalahan antara PT. Y dengan masyarakat Z yaitu

memperkarakan Pasal 169 tentang Ketentuan Peralihan. Pasal yang

menyebutkan tambang-tambang milik asing yang telah ada sebelum UU Minerba

tetap diberlakukan sampai jangka waktu kontrak berakhir meski di pasal yang

sama menyebutkan kontrak-kontrak itu harus disesuaikan UU baru, selambat-

lambatnya setahun. Inilah hasil kompromi partai-partai penguasa Senayan yang

selama ini banyak mendapat manfaat dari sektor pertambangan. Pasal yang

kontradiktif secara substansi dan dikhawatirkan tidak operasional pada akhirnya

(Kompas, 2011 dalam Maemunah, 2011).

Menurut Kompas (2011) dalam Maemunah (2011), meski UU ini tak

memberlakukan lagi kontrak karya, luas daratan yang memiliki cadangan mineral

dan batu bara paling ekonomis sebagian besar telah dimiliki pemegang izin dan

kontrak lama, tanpa upaya kaji ulang perizinan lama, pengakuan veto rakyat,

penghitungan daya dukung lingkungan, serta pembatasan produksi dan ekspor.

Page 21: Analisis Valuasi Ekonomi Lingkungan Dengan Contingent Valuation Method

Seharusnya, masuknya proyek pembangunan dalam sebuah kawasan

disyaratkan menjamin keselamatan dan produktivitas rakyat serta keberlanjutan

layanan alam. UU Minerba luput memastikan hal itu. Pasal 145 tentang

Perlindungan Masyarakat ternyata tak seindah judul pasalnya. Lebih jauh,

berisiko melegalkan pelanggaran HAM di sektor pertambangan. Pertama,

tentang masyarakat terkena dampak. UU Minerba hanya mengenal masyarakat

terkena dampak negatif langsung kegiatan usaha pertambangan. (Kompas, 2011

dalam Maemunah, 2011). Untuk hak gugat masyarakat, diatur dalam pasal 91

ayat (1), yakni bahwa :

“Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan diri sendiri dan/atau untuk kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian akibat pencemaran dan /atau kerusakan lingkungan hidup. Dalam hal ini masyarakat dapat mengajukan gugatan apabila ada kesamaan fakta atau peristiwa, dasar hukum, serta jenis tuntutan diantaar wakil kelompok dan angggota kelompoknya” (Kotijah, 2012).

BAB III

Page 22: Analisis Valuasi Ekonomi Lingkungan Dengan Contingent Valuation Method

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian ini, maka penelitian ini

menggabungkan pendekatan kuantitatif (positivist) dengan pendekatan deskriptif

kualitatif yang positifis (positivist qualitative) untuk menjawab sejumlah

permasalahan maupun tujuan penelitian ini. Penelitian kualitatif, pada dasarnya

bertujuan untuk mengungkap fenomena secara mendalam dengan metode

pengumpulan data yang naturalistik, dengan kata lain lebih mendasarkan pada

realita lapangan (perspektif emik). Jadi riset kualitatif adalah berbasis pada

konsep “going exploring” yang melibatkan in depth and case-oriented study atas

sejumlah kasus atau kasus tunggal (Finlay 2006 dalam Chariri, 2007). Tujuan

utama penelitian kualitatif adalah membuat fakta mudah dipahami

(understandable) dan kalau memungkinan (sesuai modelnya) dapat

menghasilkan hipotesis baru.

Terkait hal ini menurut Finlay (2006) dalam Chariri (2007) pendekatan

kualitatif berdasarkan proses pembentukan/konstruksi pengetahuan dimana

peneliti merupakan figur utama yang mempengaruhi dan membentuk

pengetahuan. Peran ini dilakukan melalui proses pengumpulan, pemilihan dan

interpretasi data. Jadi, sangatlah tidak mungkin untuk melakukan penelitian, jika

penelitian tidak terjun langsung pada obyek yang diteliti. Penelitian kualitatif

merupakan proses yang melibatkan peserta (yang diteliti), peneliti dan pembaca

serta relationship yang mereka bangun. Jadi, peneliti dipengaruhi oleh

lingkungan sosial, historis dan kultural dimana riset dilakukan. Konsekuensinya,

peneliti harus terlibat secara langsung dalam setiap tahap kegiatan penelitian

dan harus berada langsung dalam setting penelitian yang dipilih dan ketika

melakukan penelitian, peneliti harus mampu membangun hubungan yang baik

Page 23: Analisis Valuasi Ekonomi Lingkungan Dengan Contingent Valuation Method

dengan obyek penelitian dan mampu menyajikan hasil penelitian sehingga

pembaca dapat mengikuti dengan jelas alur pemikiran peneliti dalam

membangun suatu pengetahuan. Dengan peranan peneliti, hubungan yang

dibangun, proses yang dilakukan, peran pendekatan ini ditujukan untuk

mendapatkan gambaran permasalahan lingkungan dan sosial ekonomi

masyarakat X akibat penambangan batubara di Kalimantan Timur mulai yang

dilakukan oleh PT. Y. Selain itu, peran valuasi ekonomi lingkungan dengan CVM

dapat menjadi solusi alternative dalam meminimalisir dampak yang ditimbulkan

dari kegiatan pertambangan tersebut.

Penelitian ini tidak secara murni menggunakan pendekatan yang kualitatif

positifis karena di dalamnya juga terdapat penerapan pendekatan penelitian yang

kuantitatif. Penelitian kuantitatif menggunakan alur pemikiran positivist untuk

mengkaji hal-hal yang ditemui dilapangan, tentunya sebelum melakukan

penelitian maka kasus atau masalah yang akan diteliti sudah terlebih dahulu

digolongkan masuk ke kuantitatif atau kualitatif, sehingga dalam proses

selanjutnya peneliti tingggal melakukan riset dengan mengedepankan alur

pemikiran yang tepat. Dalam hal ini, metode kuantitatif menggunakan dasar

filosofis positivisme maupun neopositivisme (Sarantakos, 1995: 40 dalam

Yuhertiana, 2009). Struktur, proses dan latar belakang teoritis menggunakan

asumsi dasar paradigma positivis, bahwa realita adalah obyektif, human being

diatur oleh fixed law dan bahwa fakta seharusnya terpisah dengan nilai (value).

Baik ilmu alam dan ilmu sosial menggunakan dasar logika dan metodologi yang

sama dimana eksplanasi terbatas hanya untuk menjelaskan bukti-bukti empiris

saja.

3.1.1 Pengaruh Valuasi Ekonomi Dengan Contingent Valuation Method

(CVM) Dalam Meminimalisir Dampak Lingkungan

Page 24: Analisis Valuasi Ekonomi Lingkungan Dengan Contingent Valuation Method

Pengembangan evaluasi ekonomi sumberdaya alam berasal dari politik

dan publik dimulai 60 tahun lalu di Amerika Serikat, ketika Dewan Sumberdaya

Nasional diputuskan dalamnya Pengendalian Banjir tahun 1936 yang berwujud

tindak lanjut atas dampak dari proyek-proyek yang dilaksanakan. Kerangka

konseptual untuk evaluasi pasar non-jasa dikembangkan oleh Ciriacy-Wantrup

(1947) dalam Silva dan Pagiola, 2003). Ide tentang estimasi manfaat sosial

dengan mempertanyakan umum (referendum) (misalnya dalam penilaian

kontingen-metode CVM) pertama kali menempatkan dalam praktek oleh Davis

(1963) dalam Silva dan Pagiola (2003).

Pendekatan valuasi ekonomi lingkungan dengan Contingent Valuation

Method (CVM) adalah pendekatan yg tepat untuk memperkirakan kebersediaan

membayar disebut metode “Contingent Valuation” didasarkan pada ide

sederhana bahwa jika kita ingin mengetahui berapa nilai yg bersedia dikeluarkan

oleh orang untuk mencapai kondisi lingkungan tertentu, kita dapat

menanyakannya kepada mereka. Metode ini disebut “contingent” valuation

karena metode ini mencoba mendorong orang untuk mengungkapkan apa yang

akan mereka lakukan jika ditempatkan pada kondisi contingent tertentu (Diartho,

2012).

Pedoman dari Departemen Dalam Negeri (DOI, 1986) menyarankan

restorasi atau biaya kesempatan sebagai ukuran untuk kompensasi. Sebuah

dimensi baru untuk jenis 40 penelitian adalah pengakuan akan pentingnya nilai-

nilai non-gunakan. Mereka harus dipertimbangkan dalam penilaian kerusakan

menurut putusan dari 1989 (Negara Bagian Ohio). Exxon Valdez tumpahan

minyak pada tahun 1989 adalah kemungkinan pertama untuk litigasi besar.

Untuk penilaian kompensasi proyek penelitian besar dibiayai berurusan dengan

CVM ini, yang dananya disediakan baik oleh pemerintah maupun dari Exxon.

Page 25: Analisis Valuasi Ekonomi Lingkungan Dengan Contingent Valuation Method

Kini telah berkembang berbagai cara valuasi ekonomi dampak lingkungan

ditemukan dalam literatur ekonomi sumberdaya dan lingkungan (Hufschmidt dan

lain-lain, 1983; Braden dan Kolstad, 1991; Hanemann, 1992; Dixon et.al, 1994;

dalam Silva dan Pagiola, 2003). Dalam hal ini terdapat Jenis pendekatan

penilaian ekonomis (Barbier et.al, 1997 dalam Diartho, 2012)

1. Impact analysis : nilai ekonomi dilihat dari dampak akibat adanya aktivitas

tertentu

2. Partial analysis : dengan menetapkan 2 atau lebih alternatif pilihan

pemanfaatan ekosistem

3. Total Valuation : untuk menduga total kontribusi ekonomi dari sebuah

ekosistem tertentu kepada masyarakat.

Nilai Ekonomi atau TEV adalah penjumlahan WTP dari banyak individu

WTP ini merefleksikan preferensi individu. Seperti dalam hal barang pasar

swasta, fitur umum dari semua metode penilaian ekonomi barang dan jasa

lingkungan adalah bahwa mereka yang didirikan pada aksioma-aksioma teori

dan prinsip-prinsip ekonomi kesejahteraan. Ini langkah-langkah perubahan

kesejahteraan yang tercermin dalam rakyat kesediaan membayar (WTP) atau

kesediaan untuk menerima (WTA) kompensasi untuk perubahan tingkat

penggunaan barang tertentu atau jasa (Hanemann, 1991; Shogren dan Hayes,

1997 dalam Silva dan Pagiola, 2003).

Gambar 2.2 : Hubungan Antara Sistem Ekonomi dan Lingkungan

Page 26: Analisis Valuasi Ekonomi Lingkungan Dengan Contingent Valuation Method

Lingkungan

Bahan MentahSektor

Produksi Produk Final Sektor Rumah tangga

Limbah produkLimbah produk

Sistem Ekonomi

Sumber : Mburu et.al, 2012

Langkah Kegiatan Valuasi Ekonomi dampak lingkungan (Barbier et.al,

1997 dalam Dewanthi, 2011) :

1. Pemilihan pendekatan nilai ekonomi yang sesuai dengan tujuan

studi;

2. Mendefinisikan areal dari kegiatan amdal yang akan dianalisis, batas-

batas khusus dari ekosistem dengan areal sekitarnya;

3. Mengidentifikasi segenap komponen, fungsi dan atribut dari ruang

lingkup kegiatan amdal serta menyusunnya dalam tingkatan

berdasarkan derajat kepentingannya;

4. Menyusun klasifikasi segenap fungsi dan manfaat kegiatan amdal ke

dalam berbagai tipe penggunaan ekosistem yang akan dimanfaatkan

(use value and non-use value);

Page 27: Analisis Valuasi Ekonomi Lingkungan Dengan Contingent Valuation Method

5. Mengidentifikasi informasi dan data yang diperlukan sekaligus metode

pengumpulannya;

6. Menganalisis segenap informasi dan data yang sudah dikumpulkan

dalam rangka kuantifikasi nilai ekonomi kegiatan amdal;

7. Mengimplementasikan metode penilaian yang tepat yaitu dengan

menggunakan metode Cost Benefit Analysis.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Provinsi Kalimantan Timur disektor

pertambangan khususnya komoditas batubara. Penentuan lokasi

penelitian didasarkan aktivitas perusahaan pertambangan batubara

terhadap masyarakat sekitar. Berdasarkan valuasi ekonomi lingkungan

dengan contingent value model (CVM) maka diketahui bahwa harus

adanya kesepakatan nilai yang dikeluarkan untuk lingkungan (willingness

to pay) antara PT. Y dan masyarakat X.

3.3 Definisi Operasional

Sesuai dengan judul penelitian maka penjelasan beberapa variabel

yang terkait yaitu, variabel dimana tidak ada menetapkan suatu alasan

untuk suatu barang dan jasa yang terdapat arus pembayaran. Dalam hal

ini variabel yang digunakan untuk memperoleh penawaran adalah

berdasarakan hasil dari responden berdasarkan hasil close ended

question yang terbagi menjadi 3 jenis yaitu: dichotomous choice, double

bounded choice, dan trichotomous choice dimana akan menggunakan

analisis Logit, Probit, dan model kegunaan acak.

Page 28: Analisis Valuasi Ekonomi Lingkungan Dengan Contingent Valuation Method

3.4 Metode Pengumpulan Data

Untuk menguraikan dan menganalisa serta mengolah semua data

yang ada maka jenis datanya adalah data sekunder. Data tersebut

diperoleh melalui pembagian kusioner untuk mengetahui willingness to

pay berdasarkan kesepakatan perusahaan Y dan masyarakat. Dalam hal

ini, metode pengumpulan data yang cocok digunakan untuk penelitian ini

adalah metode dokumentasi. Metode dokumentasi yaitu mencari data

mengenai hal – hal atau variabel yang berupa catatan ,transkrip, surat

kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya

(Moleong, 2000: 236).

3.5 Metode Analisis Data

Pendekatan valuasi ekonomi lingkungan dengan Contingent

Valuation Method (CVM) adalah pendekatan yg tepat untuk

memperkirakan kebersediaan membayar disebut metode “Contingent

Valuation” didasarkan pada ide sederhana bahwa jika kita ingin

mengetahui berapa nilai yg bersedia dikeluarkan oleh orang untuk

mencapai kondisi lingkungan tertentu, kita dapat menanyakannya kepada

mereka. Metode ini disebut “contingent” valuation karena metode ini

mencoba mendorong orang untuk mengungkapkan apa yang akan

mereka lakukan jika ditempatkan pada kondisi contingent tertentu

(Diartho, 2012).

Page 29: Analisis Valuasi Ekonomi Lingkungan Dengan Contingent Valuation Method

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. “Batubara di Indonesia Sebuah Permasalahan”. Diakses 5 Agustus 2012. http://morentalisa.files.wordpress.com

Anonim. “Penentuan Kapasitas Adsorpsi Ion Logam Cu(II) dalam larutan pada Abu Dasar Batubara dengan Menggunakan Metode Kolom”. Diakses 5 Agustus 2012. http://digilib.its.ac.id

BPS Kaltim.“Kalimantan Timur Dalam Angka 2010”. Diakses 5 Agustus 2012. http://kaltim.bps.go.id/web/KDA10/10-7.pdf

Dewanthi, Lakshmi. “Valuasi Ekonomi Dampak Lingkungan”, Diakses 5 Agustus 2012. http://directory.ung.ac.id

Diartho, Herman Cahyo. Valuasi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Materi Kuliah Ekonomi Lingkungan Kelas AA Jurusan Ilmu Ekonomi

Harinowo, Cyrillus. “Kalimantan Timur : The Jewel Of The East”, WinPlus Capital, 2006. Diakses 5 Agustus 2012. http://www.winpluscapital.com

Ince Raden, dkk. “Kajian Dampak Penambangan Batubara Terhadap Pengembangan Sosial Ekonomi dan Lingkungan di Kabupaten Kutai Kartanegara”, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Nomor: 15.21/PI-111112010, Jakarta, November 2010 (Online). Diakses 5 Agustus 2012. http://km.ristek.go.id/assets/files/330.pdf

Intip Hutan. “Menambang di Kawasan Lindung”, Mei – Juli 2012, (Online). http://fwi.or.id

Jaringan Advokasi Tambang Kalimantan Timur. “Rancangan Peraturan Daerah Tentang Pengelolaan Batubara Kota Samarinda”, Draft 2, Naskah Akademik, (Online). Diakses 5 Agustus 2012. http://borneo2020.org

Maemunah, Siti. “UU Minerba dan Masalah HAM”. Diakses 5 Agustus 2012. http://kiara.or.id

Page 30: Analisis Valuasi Ekonomi Lingkungan Dengan Contingent Valuation Method

Mburu, John. “Economic Valuation and Environmental Assesment”, Training Manual oleh German Ministry Of Education and Research, (Online). Diakses 5 Agustus 2012. http://www.zef.de

Trizilo, Joe. “Batubara Kaltim, Penguasa dan Pengusaha Dapat Emas Hitamnya Rakyat Jelata Dapat Debunya”. Diakses 5 Agustus 2012. http://joetrizilo.wordpress.com

Patricia Silva dan Stefano Pagiola. “A Review Of The Valuation Of Environmental Costs and Benefits in World Bank Projects”, The World Bank Environment Department, December 2003, (Online). Diakses 5 Agustus 2012 http://www.winpluscapital.com

Paserkab. “Potensi Ekonomi”. Diakses 5 Agustus 2012. http://www.paserkab.go.id

Sabara, Juanita Edith. Pemetaan Konflik Pengelolaan Sumberdaya di Hutan Lindung Gunung Lumut Kebupaten Pasir Propinsi Kalimantan Timur, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, 2006, (Online). Diakses 5 Agustus 2012. http://repository.ipb.ac.id

Wikipedia. “Batubara”. Diakses 5 Agustus 2012. http://www.id.wikipedia.org