Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

115
ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT Oleh NORA MERYANI A 14105693 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Transcript of Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

Page 1: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAIDI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR,

JAWA BARAT

OlehNORA MERYANI

A 14105693

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMENAGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIANINSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

Page 2: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

RINGKASAN

NORA MERYANI. Analisis Usahatani dan Tataniaga Kedelai di KecamatanCiranjang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Di bawah bimbingan RAHMATYANUAR.

Peranan sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makananpokok bagi penduduk Indonesia, sehingga peranan ini tidak dapat disubstitusisecara penuh oleh sektor lain kecuali impor pangan. Kedelai adalah salah satukomoditi pangan utama setelah padi dan jagung. Konsumsi kedelai perkapitapertahun mengalami fluktuasi. Pada periode tahun 1996-2005, rata-rata Indonesiamengimpor kedelai sebanyak 2.3 juta ton pertahun.

Kabupaten Cianjur merupakan kabupaten kedua sebagai sentra produksikedelai di Jawa Barat setelah Kabupaten Garut. Kecamatan Ciranjang merupakansalah satu sentra produksi kedelai di Kabupaten Cianjur. Berdasarkan hasilpanennya usahatani kedelai di Kabupaten Cianjur dibagi ke dalam dua bentuk,yaitu hasil panen kedelai dalam bentuk biji tua dan panen dalam bentuk polongmuda. Harga kedelai di pasar dunia berdampak langsung terhadap kenaikan hargakedelai impor di dalam negeri juga meningkat. Kenaikan harga kedelai impormemberikan dampak yang positif terhadap budidaya kedelai di dalam negeri.Ketersediaan sumberdaya lahan yang cukup luas, iklim yang cocok, teknologiyang telah dihasilkan, serta sumberdaya manusia yang cukup terampil dalamagribisnis dapat membantu dalam pengembangan kedelai dalam negeri.

Tujuan penelitian adalah menganalisis tingkat pendapatan usahatanikedelai, mengkaji saluran tataniaga, struktur pasar dan permasalahan yang ada disetiap pelaku pasar dan menganalisis tingkat efisiensi tataniaga kedelai diKecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur. Hasil analisis usahatani dan tataniagakedelai ini diharapkan menjadi bahan informasi untuk pihak-pihak pengambilkebijakan.

Keberhasilan suatu usahatani sangat ditentukan oleh karakteristik petanipelaku usahatani, sebagai pengambil keputusan. Karakteristik petani mencakupumur, tingkat pendidikan, luas dan status penguasaan lahan, dan kepemilikan alatpertanian serta ternak. Umur petani kedelai berkisar antara 37 sampai 69 tahun,mayoritas masih termasuk usia produktif dengan rata-rata berumur 51.57 tahundengan rataan pendidikan 4.3 tahun. Rata-rata luas sawah yang diusahakansebesar 0.778 hektar per petani dan mayoritas berstatus sewa atau sakap (60.00persen). Petani yang memiliki hand sprayer (36.67 persen), biaya sewa handsprayer Rp 5 000 per hektar, sewa pompa air Rp 20 000 per hektar, dan sewa alatperontok kedelai Rp 25 000 per tiga kuintal kedelai. Petani yang memiliki usahasampingan hewan ternak sebesar 10 persen.

Di Kecamatan Ciranjang, rata-rata produksi per hektar sebesar 1 370.97kilogram dengan produktivitas kedelai yang diperoleh sebesar 1.37 ton per hektar,sedangkan harga jual rata-rata Rp 3 095.60 per kilogram. Jenis pembiayaanusahatani kedelai terdiri atas pengadaan bibit, pupuk dan pestisida, upah tenagakerja, sewa alat dan pajak. Biaya usahatani baik biaya tunai maupun biayadiperhitungkan untuk kedelai yang dipanen polong muda (Rp 1 563 010.60 perhektar) lebih rendah dari biaya usahatani kedelai yang dipanen polong tua

Page 3: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

iii

(Rp 3 312 778.73 per hektar). Besarnya biaya tunai yang dikeluarkan oleh petaniyang panen polong muda dan panen polong tua disebabkan petani banyakmenggunakan tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga.

Berdasarkan analisis usahatani kedelai per hektar untuk kedelai yangdipanen polong muda, total penerimaan mencapai Rp 1 871 269.84 dan totalpenerimaan untuk kedelai polong tua mencapai Rp 4 243 974.73. R/C rasio yangdiperoleh petani yang panen polong tua (1.35) dan petani yang panen polongmuda (1.27). Angka ini memberikan arti bahwa dari setiap rupiah biaya yangdikeluarkan oleh petani kedelai akan memberikan penerimaan sebesar Rp 1.35untuk polong tua dan penerimaan sebesar Rp 1.27 untuk polong muda.

Saluran tataniaga kedelai yang ada di Kecamatan Ciranjang, KabupatenCianjur, ada dua saluran tataniaga yaitu saluran tataniaga kedelai polong mudadan saluran tataniaga kedelai polong tua. Saluran tataniaga kedelai polong mudamempunyai tujuan yang sama, yaitu dari petani kedelai dibawa ke pedagangpengumpul, kemudian kedelai tersebut dibawa ke pedagang pasar induk parung.Di pedagang pasar induk, kedelai diserap oleh pedagang pengecer dan konsumenakhir. Di Kecamatan Ciranjang terdapat delapan saluran tataniaga polong tua yangdigunakan petani dalam menyampaikan barangnya ke konsumen.

Struktur yang dihadapi antara petani dan pedagang pengumpul, petani danpedagang kecamatan, serta antara petani dan pedagang besar adalah persaingandan oligopsoni. Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengumpul adalahpersaingan dan struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang kecamatan/kabupatenadalah oligopsoni. Struktur pasar yang dihadapi antara pedagang besar(kecamatan dan kabupaten) dan pedagang propinsi, dan antara pedagang besar danpedagang pengecer mengarah ke pasar oligopoli dan persaingan.

Berdasarkan perhitungan marjin tataniaga kedelai, saluran tataniaga enammerupakan saluran tataniaga yang efisien karena memiliki total marjin tataniagayang paling kecil yaitu sebesar Rp 1 000 per kilogram (22.22 persen) denganvolume kedelai 26.67 persen. Selain itu saluran tataniaga ini juga memilikifarmer s share yang paling tinggi sebesar 77.78 persen. Rasio keuntungan danbiaya yang diperoleh saluran tataniaga enam adalah Rp 6.30 per kilogram.

Alternatif saluran tataniaga yang dianggap juga efisien adalah salurantataniaga satu dan dua dengan volume kedelai 73.33 persen. Rasio keuntungandan biaya pada saluran tataniaga satu dan dua lebih tinggi dibandingkan dengansaluran tataniaga enam yaitu masing-masing sebesar Rp 9.35 dan Rp 8.54 perkilogram. Total marjin tataniaga yang diperoleh sebesar 24.50 persen danfarmer s share sebesar 75.50 persen.

Page 4: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAIDI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN

CIANJUR, JAWA BARAT

Nora MeryaniA 14105693

Skripsi sebagai salah satu syaratuntuk memperoleh gelar Sarjana Pertanianpada Program Studi Manajemen Agribisnis

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNISFAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR2008

Page 5: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

Judul Penelitian : Analisis Usahatani dan Tataniaga Kedelai di Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.Nama Mahasiswa : Nora MeryaniNomor Pokok : A 14105693

MenyetujuiDosen Pembimbing

Rahmat Yanuar, SP. MSiNIP. 132 321 442

MengetahuiDekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr.Ir Didy Sopandie, M.AgrNIP. 131 124 019

Tanggal Kelulusan:

Page 6: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI BERJUDULANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATANCIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT INI BENAR-BENARHASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAIKARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGAMANAPUN.

Bogor, September 2008

Nora Meryani A 14105693

Page 7: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh

pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini:

1. Papa dan Mama atas segala do’a, dukungan dan kasih sayang yang tiada

habisnya yang diberikan kepada penulis selama ini.

2. Rahmat Yanuar, SP. MSi selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan,

dorongan dan masukan-masukan yang diberikan selama penelitian dan

penulisan.

3. Ir Yayah K Wagiono, MEc selaku dosen penguji utama yang telah

memberikan kritik dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

4. Arief Karyadi Uswandi, SP selaku dosen penguji komisi pendidikan yang

telah memberikan kritik dan masukan dalam penulisan skripsi.

5. Tanti Novianty, SP. MSi selaku dosen evaluator yang telah memberikan kritik

dan masukan.

6. Bapak Usep, Bapak Acep, Bapak Rosidi, Bapak Dadi, Bapak Asep, Bapak

Asep Usman dan Teh Rina dan yang lainnya, atas bantuannya dalam

memperoleh data primer dan data sekunder.

7. Y’Ayon, Y’Merry, K’Dayat, dan D’Anda yang sudah memberikan do’a dan

dorongan, sehingga skripsi ini dapat selesai.

8. Ungky, Ria, Mini, Fida, Mirror, RT Siregar, M’Andi R, Are The, Lala, Ewie

dan Ucie yang telah memberikan kritik, saran dan persahabatan yang indah,

love you all.

Page 8: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

viii

9. Aputz, Zibril, Arfan, Sandra, Santi, Ola, Mira, Fajar, Dian, Edy, Indra, Wildan

dan teman seperjuangan lainnya atas persahabatan dan dukungan kepada

penulis selama ini.

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuan

yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis mendo’akan semoga Allah SWT membalas semua kebaikannya

dan senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya, amien.

Bogor, September 2008

Nora Meryani

Page 9: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

ix

DAFTAR TABEL

No Halaman1. Produksi dan Konsumsi Kedelai Nasional Tahun 2004-2007.......... 2

2. Volume dan Nilai Ekspor Impor Kedelai Indonesia Tahun 1996-2006 ..................................................................................... 3

3. Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kedelai di Kabupaten, Propinsi Jawa Barat, Tahun 2006 ................................ 4

4. Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kedelai di Kabupaten Cianjur Tahun 2001-2006............................................. 4

5. Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Rata-Rata Kedelai di Kabupaten Cianjur Tahun 2001-2006 ........................... 5

6. Perbedaan dan Persamaan dengan Penelitian Terdahulu ................. 20

7. Karakteristik Pasar Berdasarkan Sudut Penjual dan Pembeli ......... 26

8. Perhitungan Analisis Pendapatan dan R/C Ratio Usahatani Kedelai .......................................................................................... 36

9. Luas Wilayah Berdasarkan Penggunaan Lahan di Kabupaten Cianjur Tahun 2006...................................................................... 42

10. Persentase Petani Responden Menurut Kelompok Umur ................ 47

11. Persentase Petani Responden Menurut Tingkat Pendidikan ............ 48

12. Persentase Petani Responden Menurut Luas Kepemilikan Sawah... 48

13. Persentase Petani Responden Menurut Status Kepemilikan Sawah . 49

14. Persentase Petani Responden Menurut Kepemilikan Alat Pertanian 49

15. Persentase Petani Responden Menurut Kepemilikan Ternak........... 50

16. Biaya Pupuk, Pestisida, Tenaga Kerja pada Usahatani Kedelai ....... 53

17. Analisis Pendapatan dan R/C Ratio Usahatani Kedelai Polong Muda dan Polong Tua per Hektar ................................................... 55

18. Pelaksanaan Fungsi Tataniaga di Beberapa Lembaga TataniagaKedelai........................................................................................... 61

Page 10: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

x

19. Marjin Tataniaga Kedelai Saluran Satu, Dua, Tiga, Empat danLima di Kecamatan Ciranjang ........................................................ 72

20. Marjin Tataniaga Kedelai Saluran Enam, Tujuh dan Delapan di Kecamatan Ciranjang ................................................................. 76

21. Persentase Pangsa Marjin Setiap Pelaku Tataniaga......................... 78

22. Persentase Net Marjin Setiap Pelaku Tataniaga .............................. 79

23. Total Marjin, Total Biaya, Total Keuntungan dan Share pada Setiap Lembaga tataniaga di Kecamatan Ciranjang, Tahun 2008 .... 80

24. Rasio Keuntungan dan Biaya Lembaga Tataniaga Kedelaidi Kecamatan Ciranjang, Tahun 2008............................................. 82

Page 11: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

xi

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Margin Tataniaga ........................................................................... 27

2. Bagan Kerangka Pemikiran Usahatani dan Tataniaga Kedelai ........................................................................................... 33

3. Saluran Tataniaga Kedelai Polong Muda......................................... 58

4. Saluran Tataniaga Kedelai Polong Tua............................................ 60

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Kuisioner Analisis Usahatani Kedelai ............................................ 89

2. Kuisioner Analisis Tataniaga Kedelai ............................................. 96

Page 12: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

1

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor pertanian memiliki peran yang cukup penting dan strategis dalam

pembangunan nasional dan regional. Peranan tersebut terlihat dalam penyerapan

tenaga kerja sekitar 41.2 persen maupun dalam perekonomian, seperti yang

tercermin pada peranan sektor pertanian dalam pembentukan PDB sekitar 13.8

persen pada tahun 2007. Subsektor tanaman pangan mempunyai peranan sekitar

49.4 persen terhadap pertanian secara keseluruhan.1

Sektor pertanian yang mempunyai peranan yang strategis dan penting

adalah sektor tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil

bahan makanan pokok bagi penduduk Indonesia, sehingga peranan ini tidak dapat

disubstitusi secara penuh oleh sektor lain kecuali impor pangan. Tanaman pangan

merupakan tanaman yang dibudidayakan untuk memenuhi kebutuhan makro

manusia terhadap karbohidrat, lemak, dan protein yang berasal dari bahan pangan

nabati. Tanaman pangan meliputi padi, jagung, serelia, ubi-ubian dan kacang-

kacangan (kedelai, kacang hijau, kacang tanah, kacang tunggak dan kacang

koro).2

Kedelai adalah salah satu komoditi pangan utama setelah padi dan jagung.

Kedelai merupakan bahan pangan yang mengandung protein nabati yang sangat

tinggi nilai gizinya, mengandung zat anti oksidan yang tinggi sehingga sangat

bermanfaat bagi kesehatan dan banyak dikonsumsi oleh penduduk Indonesia.

1 Bank Indonesia. 2008. Produk Domestik Bruto. http://www.bi.go.id. 7 Mei 2008.2 Badan Penelitian dan Pengembangan Jawa Tengan. 2007. Mekanisme Pengadaan Pangan

dan Pupuk di Propinsi Jawa Tengah. http://www.balitbangjateng.go.id. 17 Mei 2008.

Page 13: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

2

Konsumsi penduduk Indonesia terhadap kedelai berupa hasil olahan (seperti

tempe, tahu, kecap, tauco, susu kedelai, oncom, yogurt, mentega, minyak,

keripik), dan bahan baku pakan ternak.3

Konsumsi kedelai per tahun cenderung mengalami peningkatan dari tahun

sebelumnya. Pada tahun 2005 meningkat 9.2 persen, selanjutnya konsumsi

meningkat rata-rata 8.2 persen per tahun, sehingga pada tahun 2007 mencapai 2

000 000 ton. Sementara kondisi produksi kedelai nasional berfluktuasi (Tabel 1).

Pada tahun 2007 penurunan produksi sampai 20.7 persen dari tahun sebelumnya.

Hal ini mengindikasikan peningkatan ketergantungan terhadap kedelai impor.

Tabel 1 Produksi dan Konsumsi Kedelai Nasional Tahun 2004-2007

Tahun Produksi*(ton)

Pertumbuhan(%)

KonsumsiTotal** (Ton)

Pertumbuhan(%)

2004 723 480 2 015 0002005 808 350 11.7 2 122 000 9.22006 746 610 -7.6 2 179 000 8.02007 592 381 -20.7 2 234 000 8.4

Sumber : *BPS, 2008 **Badan Litbang Pertanian, Deptan, 2008

Setiap tahun rata-rata Indonesia mengimpor kedelai sebanyak 2.3 juta ton

pada periode tahun 1996-2005 (Tabel 2). Volume dan nilai impor kedelai masing-

masing tumbuh sebesar 8.4 dan 7.9 persen per tahun, sedangkan volume ekspor

tumbuh rendah yaitu 1.7 persen per tahun. Tetapi nilai ekspor tumbuh tinggi

sebesar delapan persen per tahun. Hal ini menunjukkan kedelai yang diekspor

berupa produk olahan, sehingga mengalami peningkatan nilai tambah tinggi.

Negara yang menjadi tujuan ekspor kedelai terbesar adalah Australia, India,

Jepang, Saudi Arabia, Netherland dan Singapore.

3 Departemen Pertanian. 2002. Kedelai. http://www.litbang.deptan.go.id. 31 Januari 2008.

Page 14: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

3

Tabel 2 Volume dan Nilai Ekspor Impor Kedelai Indonesia Tahun 1996-2006

Impor EksporTahun

Volume (ton) Nilai (000 USD) Volume (ton) Nilai (000 USD)1996 1 705 583 530 5821997 1 532 112 518 8601998 1 033 802 273 7761999 2 227 321 475 158 7 596 3 6062000 2 568 565 558 737 12 013 4 4902001 2 728 358 611 140 21 987 5 8082002 2 716 641 591 121 13 812 6 5692003 2 773 668 706 753 13 474 6 0182004 2 881 735 967 957 17 109 6 2112005 2 982 986 801 779 8 279 6 0802006 3 121 334 838 390 8 789 8 406

Sumber : Deptan, 20074

Program Peningkatan Kedelai Nasional Tahun 2008 untuk mendorong

peningkatan produksi kedelai nasional dilakukan melalui beberapa strategi, yaitu

(a) Peningkatan produktivitas, (b) Perluasan areal tanam, (c) Pengamanan

produksi, dan (d) Penguatan kelembagaan dan dukungan pembiayaan.5

Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi kedelai di Indonesia,

walaupun produksi yang dihasilkan cenderung mengalami penurunan (Tabel 3).

Hal ini disebabkan oleh semakin banyak lahan pertanian yang dialih fungsikan

menjadi non farm atau petani yang beralih menanam komoditas lain yang lebih

menguntungkan, seperti jagung dan sayuran. Daerah yang berpotensi untuk

pengembangan kedelai di Jawa Barat adalah Garut, Cianjur, Ciamis, Sukabumi,

Indramayu, Tasikmalaya, Sumedang, Kuningan dan Majalengka (Dinas Pertanian

Jawa Barat, 2006).

4 Departemen Pertanian. 2008. Ekspor Kedelai Pernegara Tujuan.http://database.deptan.go.id/bdspweb. 1 September 2008.

5 Team TP. 2008. Press Release Mentan Pada Panen Kedelai. http://ditjentan.deptan.go.id.4 Februari 2008.

Page 15: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

4

Tabel 3 Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kedelai diKabupaten, Propinsi Jawa Barat, Tahun 2006

No Kabupaten Luas Tanam(Ha)

Luas Panen(Ha)

Produksi(Ton)

Produktivitas(Kw/Ha)

1 Garut 5 979 5 891 7 925 13.452 Cianjur 4 499 3 034 4 431 14.603 Ciamis 2 750 2 395 3 336 13.934 Sukabumi 1 419 927 1 335 14.405 Indramayu 1 156 1 095 1 682 15.366 Tasikmalaya 1 128 895 1 159 12.957 Sumedang 937 903 1 191 13.198 Kuningan 837 761 863 11.349 Majalengka 657 614 786 12.80

Sumber: Dinas Pertanian Jawa Barat, 2006 (diolah)

Kabupaten Cianjur merupakan kabupaten kedua sebagai sentra produksi

kedelai di Jawa Barat setelah Kabupaten Garut. Selain itu, Kabupaten Cianjur

memiliki prospek pengembangan kedelai, baik sebagai produk primer maupun

sebagai produk sekunder (olahan) yang telah lama dikembangkan di Kabupaten

Cianjur (seperti tauco, tahu dan tempe). Luas tanam, luas panen, produksi dan

produktivitas kedelai di Kabupaten Cianjur periode tahun 2001 – 2006 cenderung

berfluktuatif (Tabel 4). Produksi kedelai di Kabupaten Cianjur cenderung

mengalami peningkatan, tetapi pada tahun 2003 mengalami penurunan. Hal ini

terjadi karena pada tahun 2003, harga gabah dan harga beras di pasar mengalami

peningkatan akibatnya banyak petani yang melakukan pola tanam padi-padi-padi.

Tabel 4 Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kedelai diKabupaten Cianjur Tahun 2001-2006

No Keterangan 2001 2002 2003 2004 2005 2006

1 Luas Tanam (Ha) 6 451 5 844 1 434 6 926 4 591 4 5182 Luas Panen (Ha) 6 672 5 812 1 563 6 617 5 016 4 4603 Produksi (Ton) 7 952 6 788 1 020 10 125 6 710 6 0864 Produktivitas

(Ton/Ha)1.09 1.10 1.14 1.25 1.14 1.25

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, 2007 (diolah)

Page 16: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

5

Luas tanam kedelai pada tahun 2007 adalah 4 429 ha, sehingga terjadi

penurunan luas areal tanam sebesar 1.97 persen dibanding tahun 2006. Demikian

pula luas panen kedelai tahun 2007 adalah 1 506 ha, sehingga ada penurunan luas

panen sebesar 66.23 persen dari tahun 2006. Produksi kedelai tahun 2007 sebesar

1992 ton sehingga terjadi penurunan sebesar 67.27 persen, sedangkan

produktivitas hasil tahun 2007 sebesar 1.32 ton per hektar. Penurunan ini

disebabkan pada periode tanam kedelai tahun 2007 terjadi kekeringan (Dinas

Pertanian Kabupaten Cianjur, 2007).

Sentra produksi kedelai di Kabupaten Cianjur terdapat di beberapa

kecamatan di wilayah utara dan wilayah selatan (Tabel 5). Kecamatan di wilayah

utara, sentra produksi kedelai periode tahun 2001-2006 adalah Kecamatan

Ciranjang, Sukaluyu dan Bojong Picung, namun pada tahun 2007 Kecamatan

Sukaluyu produksi kedelai mengalami penurunan. Sentra produksi di wilayah

selatan adalah Kecamatan Sindang Barang, Cidaun dan Leles, sedangkan

kontribusi dari wilayah tengah terutama Kecamatan Tanggeung dan Kadupandak

tidak terlalu besar (Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, 2007).

Tabel 5 Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Rata-Rata Kedelaidi Kabupaten Cianjur Tahun 2001-2006

No Kecamatan LuasTanam(Ha)

Luas Panen(Ha)

Produksi(Ton)

Produktivitas(Ton/Ha)

1 Ciranjang 1 164.83 1 237.33 1 736.67 1.3722 Sukaluyu 995.17 1 145.60 1 272.83 1.3383 Bojong Picung 881.83 1 072.83 1 482.33 1.3814 Tanggeung 202.67 224.83 261.50 1.1575 Kadupandak 101.33 103.50 119.17 1.1416 Sindang Barang 178.00 184.00 218.17 1.1737 Cidaun 276.00 297.67 349.50 1.1768 Leles 201.50 165.00 194.50 1.180

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, 2007 (diolah)

Page 17: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

6

Budidaya kedelai di Kabupaten Cianjur merupakan tanaman cash crop

yang umumnya diusahakan pada lahan sawah irigasi dan sebagian kecil

diusahakan pada sawah tadah hujan dan lahan kering. Berdasarkan hasil

panennya usahatani kedelai di Kabupaten Cianjur dibagi ke dalam dua bentuk,

yaitu hasil panen kedelai dalam bentuk biji tua dan panen dalam bentuk polong

muda.

1.2 Perumusan Masalah

Harga kedelai di pasar dunia berdampak langsung terhadap harga kedelai

impor di dalam negeri juga meningkat. Awal Januari 2007, di dalam negeri harga

kedelai eceran mencapai Rp 3 450/Kg dan terus naik mencapai Rp 7 500/Kg.

Dampaknya produsen tahu, tempe dan industri makanan dan minuman berbahan

baku kedelai melakukan pengurangan jumlah produksi dan ukuran produknya

karena tingginya biaya produksi. Bagi konsumen akhir dampaknya adalah

semakin mahalnya harga produl-produk olahan berbahan baku kedelai, sedangkan

bagi petani hal ini menjadi pendorong untuk kembali menanam kedelai.

Kedelai impor dapat membanjiri pasar kedelai dalam negeri disebabkan

hal-hal sebagai berikut: (a) adanya pasar yang besar sampai ke tingkat desa,

(b) peraturan yang memperbolehkan hal tersebut, (c) adanya pihak atau institusi

atau organisasi yang menangani dengan baik karena mendapat insentif yang besar,

dan (d) kedelai dari petani sampai ke pasar atau konsumen belum tertangani

dengan baik tetapi berjalan sendiri secara alami, sehingga konsumen sulit

Page 18: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

7

mencarinya dan harganya menjadi tinggi.6 Hal tersebut yang menyebabkan

tataniaga kedelai di tingkat petani di Indonesia belum tertangani dengan baik.

Faktor utama turunnya produksi kedelai nasional adalah tidak adanya

insentif bagi petani untuk menanam kedelai. Harga kedelai impor jauh lebih

murah dari produksi dalam negeri karena tidak ada tarif impor untuk kedelai,

keberlanjutan pasokan kedelai impor lebih terjamin dibanding kedelai nasional,

dan belum diaturnya tataniaga kedelai sehingga petani dalam negeri sulit bersaing

dengan petani luar negeri (Departemen Pertanian, 2004).

Berdasarkan data BPS menunjukkan bahwa harga kedelai lokal dari tahun

ke tahun lebih mahal dari kedelai impor. Tahun 1992, harga kedelai impor sebesar

Rp 544 per kilogram sedangkan harga kedelai dalam negeri lebih mahal dari

kedelai impor yaitu sebesar Rp 847 per kilogram sehingga terdapat selisih sebesar

Rp 303 per kilogram. Perbedaaan harga tersebut terus meningkat, pada tahun 2000

harga kedelai impor naik menjadi Rp 1 827.5 per kilogram dan kedelai dalam

negeri menjadi Rp 2 844 per kilogram sehingga terdapat selisih sebesar

Rp 1 016.5 per kilogram. Pada tahun 2006 harga kedelai dalam negeri mencapai

Rp 4 977.85 per kilogram. Kondisi ini menyebabkan kedelai dalam negeri

menjadi tertekan dan terdesak oleh kedelai impor.7

Prospek pengembangan kedelai di dalam negeri untuk menekan impor

cukup baik. Ketersediaan sumberdaya lahan yang cukup luas, iklim yang cocok,

teknologi yang telah dihasilkan, serta sumberdaya manusia yang cukup terampil

dalam agribisnis dapat membantu dalam pengembangan kedelai dalam negeri.

6 Team TP. 2008. Press Release Mentan Pada Panen Kedelai. http://ditjentan.deptan.go.id.4 Februari 2008.

7 Departemen Pertanian. 2002. Kedelai. http://www.litbang.deptan.go.id. 31 Januari 2008.

Page 19: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

8

Selain itu, pasar komoditas kedelai masih terbuka lebar, dilihat dari banyaknya

konsumsi kedelai di Indonesia.

Perkembangan produksi kedelai dalam negeri sampai tahun 1992 sangat

baik yaitu mencapai 1.8 juta ton. Hal ini terlihat dari perkembangan luas areal

tanam kedelai di sebagian daerah. Selain itu, kondisi pada saat itu juga didukung

oleh analisa usahatani kedelai yang cukup menguntungkan. Namun, sejak tahun

1993 produksi dalam negeri terus mengalami penurunan terlihat dari penurunan

luas areal tanam. Hal ini disebabkan oleh penetapan kebijakan harga sejak tahun

1992 ditiadakan, kebijakan tataniaga kedelai yang bebas dilakukan oleh

pengusaha importir dan penetapan tarif impor tahun 1998 jauh di bawah bound

tariff menyebabkan masuknya kedelai impor dengan harga murah. Akibatnya

petani dalam negeri sulit bersaing dengan kedelai impor.

Di Kabupaten Cianjur terdapat beberapa daerah yang merupakan sentra

produksi kedelai, antara lain Ciranjang, Sukaluyu dan Bojong Picung. Namun

pada tahun 2007, terjadi penurunan luas tanam di beberapa kecamatan seperti

Kecamatan Sukaluyu mengalami penurunan produksi sangat tajam, terlihat dari

penurunan luas tanam menjadi 10 hektar dari 995.17 hektar pada tahun 2006. Hal

ini disebabkan oleh petani yang semula menanam kedelai beralih menanam

komoditas lain yang lebih menguntungkan, seperti padi, jagung dan sayur-

sayuran.

Di Kabupaten Cianjur, petani dalam memasarkan produknya mempunyai

kebebasan untuk memilih saluran tataniaga yang dapat memberikan keuntungan

dari hasil usahataninya, tetapi harga jual yang diterima petani masih rendah. Pada

umumnya petani langsung menjual hasil panen kepada pedagang pengumpul atau

Page 20: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

9

tengkulak secara perorangan, masih sangat terbatas petani menjual secara

berkelompok. Hal ini karena petani membutuhkan uang saat panen sehingga harga

jual sangat ditentukan oleh tengkulak, walaupun terjadi tawar-menawar antara

petani dan pedagang pengumpul keputusan akhirnya tetap ditentukan oleh

pedagang pengumpul.

Lembaga tataniaga cenderung menuntut biaya tataniaga dan keuntungan

besar dari jasa tataniaga yang dilakukan. Lemahnya posisi tawar petani

menyebabkan petani tidak mempunyai kekuatan untuk menentukan harga

berdasarkan biaya produksi yang telah dikeluarkan, akibatnya tingkat pendapatan

petani menjadi rendah.8 Oleh sebab itu, untuk mengetahui tingkat pendapatan

petani dan posisi tawar petani pada tataniaga kedelai di Kabupaten Cianjur maka

perlu dilakukan penelitian mengenai usahatani dan tataniaga kedelai.

Permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana tingkat pendapatan usahatani kedelai di Kecamatan Ciranjang,

Kabupaten Cianjur setelah kebijakan tarif impor ditiadakan?

2. Bagaimana saluran tataniaga dan struktur pasar dan tingkat efisiensi

tataniaga kedelai di Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah yang telah

dikemukakan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Analisis tingkat pendapatan usahatani kedelai di Kecamatan Ciranjang,

Kabupaten Cianjur setelah kebijakan tarif impor ditiadakan.

8 Antara. 2008. Produksi Kedelai Mesti Ditingkatkan. http://www.antara.co.id. 15 Januari2008.

Page 21: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

10

2. Mengkaji saluran tataniaga, struktur pasar dan tingkat efisiensi tataniaga

kedelai di Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian mengenai tataniaga kedelai ini diharapkan menjadi bahan

informasi untuk pihak-pihak pengambil kebijakan, diantaranya Dinas Pertanian,

Dinas Perindustrian dan Perdagangan, penyuluh pertanian dan kelompok tani

dalam upaya peningkatan hasil dan perbaikan kinerja tataniaga kedelai.

Dampaknya dapat meningkatkan pendapatan petani kedelai di lokasi penelitian.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Batasan dari penelitian yang berjudul Usahatani dan Tataniaga Kedelai di

Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat ini dikhususkan membahas

mengenai komoditi kedelai yang dipanen polong tua. Pembahasan tataniaga untuk

analisis kualitatif dilakukan pada semua saluran tataniaga yang terlibat, sedangkan

untuk analisis data kuantitatif hanya menggunakan data dari saluran tataniaga

dengan jalur tataniaga dari Kecamatan Ciranjang ke Kabupaten Cianjur dan

Kabupaten Bandung.

Page 22: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

11

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keragaan Kedelai

Kedelai (Glicine max) adalah tanaman semusim yang termasuk family

Leguminosae diduga berasal dari Cina dan dikembangkan ke berbagai negara

seperti Amerika, Amerika Latin dan Asia. Kedelai dapat dibudidayakan di daerah

subtropis dan tropis dengan teknis budidaya yang sederhana. Di Indonesia kedelai

pertama kali ditanam di pulau Jawa dan Bali pada tahun 1750. Daerah sentra

tanaman kedelai mula-mula terpusat di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat,

Lampung, Nusa Tenggara Barat dan Bali, kemudian meluas hampir di seluruh

propinsi di Indonesia.

Kedelai mempunyai kegunaan yang luas dalam tatanan kehidupan

manusia. Penanaman kedelai dapat meningkatkan kesuburan tanah, karena akar-

akarnya dapat mengikat Nitrogen bebas dari udara dengan bantuan bakteri

Rhizobium sp., sehingga unsur Nitrogen bagi tanaman tersedia dalam tanah.

Kedelai di Indonesia bernilai tinggi karena tiga alasan: (1) produksinya di

dalam negeri dapat ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan nasional,

(2) merupakan bahan pangan berkadar protein yang dapat memperbaiki gizi

masyarakat, dan (3) merupakan tanaman komersil bagi petani lahan kering. Di

Indonesia kedelai dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah

sampai ketinggian 900 meter di atas permukaan laut (dpl). Varietas yang ditanam

awalnya berasal dari luar negeri (introduksi), diantaranya dari Jepang, Taiwan,

Kolumbia, Amerika Serikat dan Filipina. Di sentra pertanaman kedelai umumnya

kondisi iklim yang cocok adalah suhu antara 25–27 0C.

Page 23: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

12

Tanaman kedelai mempunyai daya adaptasi yang luas terhadap berbagai

jenis tanah. Berdasarkan kesesuaian jenis tanah untuk pertanian, maka tanaman

kedelai cocok ditanam pada jenis tanah Aluvial, Regosol, Grumosol, Latosol dan

Andosol. Hal yang penting diperhatikan dalam pemilihan lahan pertanaman

kedelai adalah tataair (drainase) dan tataudara (aerase) tanah yang baik, bebas

dari kandungan atau wabah Nematoda, dan keasaman (pH) tanah (Rukmana dan

Yuyun, 2006).

2.2 Kebijakan Pengembangan Kedelai

Peranan pemerintah sebagai fasilitator, dinamisator dan penciptaan

lingkungan yang kondusif dalam pengembangan suatu komoditas secara teknis,

sosial dan ekonomis adalah sangat penting dan strategis. Cakupan kebijaksanaan

dalam program aksi pengembangan adalah sangat kompleks yang meliputi

pengadaan dan distribusi sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida dan kredit usaha

tani), penyuluhan dan tataniaga hasil melalui sistem kelembagaan dan pembinaan

dari tigkat pusat sampai ke tingkat desa. Kebijakan dalam bidang penelitian,

peningkatan produksi, dan perdagangan (harga) adalah saling berhubungan satu

dengan yang lain.

Proteksi harga akan berdampak positif terhadap peningkatan produksi dan

pendapatan petani bila didukung oleh potensi teknologi dan sistem tataniaga yang

efisien. Kebijakan diversifikasi konsumsi melalui penetapan pola pangan harapan

(PPH) dapat dikatakan sebagai acuan penting dalam penetapan target peningkatan

produksi setiap komoditas pangan termasuk kedelai. Peningkatan produksi akan

berdampak pada peningkatan pendapatan petani (Rachman et al. 1996).

Page 24: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

13

Kebijakan Proteksi dan Harga Dasar. Kebijakan harga yang diterapkan

pemerintah selama ini dengan sasaran utama mendorong adopsi teknologi,

meningkatkan produksi dan pendapatan petani adalah kebijakan proteksi harga

dan penetapan harga dasar. Kebijakan proteksi bertujuan untuk mengendalikan

harga kedelai dalam negeri agar tetap lebih tinggi dan terisolasi dari fluktuasi

harga kedelai di pasar dunia. Hal ini dilakukan melalui pengaturan volume impor

dan penetapan harga kedelai ekspor-impor serta penyalurannya kepada industri

pengolah di dalam negeri. Kebijakan proteksi harga ini cukup berhasil mencapai

sasarannya dan berdampak positif dalam mendorong produksi kedelai domestik.

Pada periode 1985 – 1994 produsen kedelai mendapatkan rata-rata proteksi harga

sebesar 136.56 persen dengan laju peningkatan proteksi 4.80 persen pertahun

(Rachman, et al. 1996).

Di satu sisi penetapan harga dasar secara umum belum mencapai sasaran

yang diharapkan. Pada periode 1984 – 1991 harga kedelai di tingkat petani

sekitar 76.27 persen lebih tinggi dari penetapan harga dasar. Hal ini menjelaskan

bahwa penetapan harga dasar maupun harga pembelian pemerintah untuk kedelai

adalah sangat rendah dibandingkan dengan harga pasar yang berlaku, sehingga

kebijakan harga dasar menjadi tidak efektif. Kemudian sejak tahun 1992,

pemerintah tidak melakukan penetapan harga dasar lagi.

Perkembangan produksi kedelai tahun 1992 merupakan puncak produksi

kedelai yaitu mencapai 1.8 juta ton. Setelah pemerintah tidak melakukan

penetapan harga dasar, maka tahun 1993 produksi kedelai terus menurun sampai

tahun 2003 menjadi 671 600 ton. Hal ini disebabkan semangat petani untuk

membudidayakan kedelai turun sebagai akibat dari masuknya kedelai impor

Page 25: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

14

dengan harga lebih rendah dari kedelai dalam negeri. Tahun 2004 sampai 2006

produksi mengalami peningkatan, namun sangat lambat yaitu 723 483 ton (2004),

808 353 ton (2005) dan 746 611 (2006). Tahun 2007 produksi turun kembali 20

persen dari tahun 2006 menjadi 608 000 ton.9

Kebijakan Tarif dan Impor Kedelai. Upaya pemerintah memenuhi

kebutuhan bahan baku industri merupakan awal munculnya kebijakan impor

kedelai di Indonesia. Pada dasawarsa 1980-an perbandingan antara impor dan

produksi kedelai dalam negeri mencapai rata-rata 45 persen pertahun yang

merupakan angka tertinggi dibanding dengan dasawarsa 1970-an dan 1990-an.

Sesuai aturan WTO dimana setiap negara diperkenankan menerapkan applied

tariff maksimal sama dengan bound tariff dalam schedule yang didaftarkan.

Namun dengan pertimbangan antara lain daya beli masyarakat Indonesia,

maka tahun 1998 Pemerintah Indonesia menerapkan tarif impor jauh di bawah

bound tariff (0 – 5 persen), termasuk kedelai (Rachman, et al. 1996). Namun

dengan kenaikan harga kedelai di pasar dunia akhir tahun 2007 mengakibatkan

harga kedelai impor tinggi, untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri maka

Pemerintah menurunkan tarif impor sampai 0 persen.

2.3 Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu mengenai tanaman kedelai telah dilakukan oleh

Nurmanaf (1987), Rusastra, et al. (1992), Saptana (1993), Puspodewi (2004),

Elizabeth (2007) dan Nuryanti dan Kustiari (2007).

9 Team TP. 2008. Press Release Mentan Pada Panen Kedelai. http://ditjentan.deptan.go.id.4 Februari 2008

Page 26: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

15

Penelitian terhadap jalur tataniaga kedelai di daerah transmigrasi Jambi

yang dilakukan Nurmanaf (1987) bertujuan menganalisis sistem tataniaga kedelai

di daerah transmigrasi Jambi, meliputi jalur tataniaga, rantai tataniaga dan tingkat

harga, biaya angkut, margin tataniaga dan bagian harga yang diterima petani.

Nurmanaf (1987) menyatakan bahwa tataniaga kedelai di satuan

pemukiman transmigrasi Jambi belum efisien. Hal ini terlihat dari tingginya

margin tataniaga di tiga satuan pemukiman transmigrasi, yaitu Singkut III sebesar

Rp 275/kg, Pamenang I sebesar Rp 200/kg dan Kuamang Kuning sebesar Rp

225/kg. Harga yang diterima petani di tiga satuan pemukiman masing-masing

sebesar 60.7, 69.2 dan 62.5 persen. Tingginya margin tataniaga kedelai terutama

disebabkan tingginya biaya angkutan hasil, baik biaya angkutan dari satuan

pemukiman transmigrasi ke pasar, antar pasar maupun biaya angkut antar daerah.

Rusastra, et al. (1992) melakukan penelitian aspek produksi dan tataniaga

kedelai di Jawa Timur. Tujuan penelitian ini mengungkap keragaan dan

permasalahan aspek produksi, usahatani dan tataniaga kedelai di Jawa Timur

sebagai daerah sentra produksi secara nasional. Produksi kedelai di Jawa Timur

setiap tahun mengalami peningkatan, hal ini terlihat dari laju pertumbuhan

produksi, areal panen dan produktivitas kedelai dari tahun 1984-1990 masing-

masing sebesar 2.8; 3.1 dan 5.9 persen per tahun.

Tingkat pendapatan usahatani kedelai dengan mempertimbangkan basis

agroekosistem pengembangan tahun 1990, menunjukkan usahatani kedelai di

lahan sawah lebih menguntungkan dibandingkan di lahan kering (Rp 366 900 vs

Rp 298 400 per hektar). Dilihat dari efisiensi pemanfaatan modal tidak terdapat

Page 27: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

16

perbedaan yang berarti, R/C kedelai di lahan sawah 1.4 dan di lahan kering sedikit

lebih baik yaitu 1.43.

Hasil penelitian yang dilakukan Rusastra, et al menunjukkan bahwa hasil

usahatani kedelai dengan pola kerjasama dengan pihak swasta lebih tinggi yaitu

17.6 persen dibandingkan sebelum kerjasama dan 15.9 persen dibandingkan

dengan non kerjasama. Permasalahan pada sistem kerjasama yang perlu

diperhatikan adalah (1) Penyampaian informasi yang sempurna kepada petani, (2)

Peningkatan sistem pembinaan dikaitkan dengan sistem pengadaan dan

penyaluran saprodi, (3) Masalah birokrasi dan keterlambatan penyediaan dana,

serta (4) Keterbatasan tenaga lapang.

Beberapa indikator makro tataniaga seperti pangsa harga yang diterima

petani dan kestabilan harga bulanan di tingkat produsen dan konsumen

menunjukkan mantapnya sistem tataniaga kedelai di Jawa Timur. Hal ini terlihat

dari pangsa harga petani mencapai 89.4 persen dengan margin tataniaga 10.6

persen. Permasalahan dalam tataniaga adalah rendahnya kualitas kedelai di

tingkat pedagang dan konsumen.

Penelitian aspek produksi dan tataniaga kedelai di Jawa Tengah (studi

kasus di Kabupaten Wonogiri) dilakukan oleh Saptana (1993). Bertujuan untuk

mengungkap seberapa jauh dampak penerapan teknologi baru terhadap

peningkatan produksi dan pendapatan petani, keragaan dan permasalahan aspek

produksi dan tataniaga kedelai di Wonogiri.

Dampak penerapan teknologi baru telah mampu meningkatkan pendapatan

sebesar 76.6 persen (1990) dan 174.43 persen (1991). Selain itu, penerapan

teknologi baru juga bisa diterima dari segi efisiensi pemanfaatan modal dengan

Page 28: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

17

nilai R/C ratio untuk pola rekomendasi 1.85 sedangkan untuk pola petani 1.80

(1990), dan 1.38 untuk pola rekomendasi serta 1.25 untuk pola petani (1991).

Efisiensi tataniaga kedelai di Wonogiri, Jawa Tengah terlihat dari pangsa

harga petani sebesar 89.6 persen dengan margin tataniaga 10.4 persen. Margin

tataniaga yang relatif rendah ini dikarenakan fungsi tataniaga yang dilakukan

sangat sederhana, yaitu pengumpulan, pengangkutan dan biaya penyusutan.

Menurut Saptana, permasalahan utama tataniaga adalah kualitas kedelai, masalah

kualitas ini menjadi lebih serius karena ada faktor kesengajaan dari pedagang

pengumpul dan PB kecamatan yang melakukan pencampuran tanah yang diwarnai

mirip kedelai.

Puspodewi (2004) meneliti analisis keunggulan kompetitif dan komparatif

serta dampak kebijakan pemerintah pada pengusahaan kedelai di Kabupaten

Boyolali, Jawa Tengah (kasus desa Bade) dengan analisisn PAM. Pengusahaan

kedelai di desa Bade menguntungkan dan efisien secara finansial terlihat dari

keuntungan sebesar Rp 361.04 per kilogram dan nilai PCR kurang dari satu.

Selain itu, secara ekonomi juga menguntungkan sebesar Rp 281.66 per kilogram

dan nilai DRC 0.88. Nilai DRC yang lebih besar dari nilai PCR terjadi karena

adanya intervensi pemerintah.

Dilihat dari keuntungan privat dan sosial yang diperoleh maka Desa Bade

Kabupaten Boyolali mempunyai keunggulan kompetitif dan komparatif, sehingga

pengusahaan kedelai layak untuk dikembangkan. Dampak kebijakan input dan

output terhadap petani produsen kedelai sangat intensif, karena nilai tambah

keuntungan yang diperoleh petani lebih tinggi dari seharusnya.

Page 29: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

18

Penelitian Nuryanti dan Kustiari (2007) berjudul Meningkatkan

kesejahteraan petani kedelai dengan kebijakan tarif optimal. Bertujuan untuk

mengetahui tingkat keuntungan usahatani kedelai pada tingkat tarif saat ini,

tingkat tarif optimal dengan tingkat keuntungan usahatani 25 persen, dan dampak

keseimbangan pasar domestik atas kenaikan tarif impor kedelai optimal.

Analisa dalam penelitian ini dilakukan pada tingkat usahatani (mikro) dan

makro. Analisa mikro dengan menggunakan data I-O diturunkan dari data struktur

ongkos rata-rata Indonesia 2006. Analisa tingkat makro menggunakan “partial

welfare analysis” untuk memahami dampak penerapan tarif optimal terhadap

harga komoditas di pasar domestik, produksi, permintaan, penawaran dan impor,

serta dampaknya terhadap kesejahteraaan produsen, konsumen dan penerimaan

pemerintah.

Berdasarkan perhitungan besaran keuntungan usahatani optimal 25 persen,

petani kedelai nasional harus mencapai harga jual Rp 4 479/kg. Kondisi ini sangat

sulit, karena harga kedelai domestik menjadi tidak dapat bersaing dengan kedelai

impor. Satu-satunya solusi untuk memberi insentif produksi kedelai domestik

adalah jaminan harga jual kedelai dengan tingkat keuntungan pasti. Berdasarkan

asumsi harga pokok produksi Rp 3 359/kg, tarif bea masuk kedelai saat ini 5

persen, untuk memperoleh keuntungan usahatani 25 persen tarif bea masuk yang

diterapkan (Most Favoured Nation, MFN) harus dinaikkan menjadi 22.3 persen

(ad valorem) atau Rp 625.5/kg (specific tariff).

Tarif yang diikat untuk kedelai adalah 27 persen. Artinya, masih ada

peluang bagi pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan petani kedelai dengan

menjamin keuntungan usahatani 25 persen dengan menetapkan tarif impor baru

Page 30: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

19

sebesar 22.3 persen. Harga kedelai impor saat ini (Rp 2 806.4/kg) masih lebih

rendah dibandingkan harga pokok produksi kedelai lokal (Rp 3 359/kg).

Fluktuasi harga produk pangan dan sarana produksi usahatani di pasar global akan

ditransmisikan ke semua tingkat harga, termasuk produsen lokal. Namun tidak

semua sistem dan saluran tataniaga komoditas pangan di pasar domestik bersaing

sempurna.

Penelitian tentang Penguatan dan pemberdayaan kelembagaan petani

mendukung pengembangan agribisnis kedelai oleh Elizabeth (2007). Penelitian ini

bertujuan untuk mengemukakan perspektif penguatan dan pemberdayaan

kelembagaan yang terkait dengan petani di perdesaan dalam rangka mendukung

pengembangan agribisnis kedelai.

Pemberdayaan dan pengembangan kelembagaan di perdesaan, meliputi:

(1) Pola pengembangan pertanian berdasarkan luas dan intensifitas lahan,

perluasan kesempatan kerja dan berusaha yang dapat memperluas penghasilan, (2)

Perbaikan dan penyempurnaan keterbatasan pelayanan sosial (pendidikan, gizi

dan kesehatan, dan sebagainya), dan (3) Program memperkuat prasarana

kelembagaan dan ketrampilan mengelola kebutuhan perdesaan. Lemahnya kinerja

ekonomi perdesaan terutama disebabkan rendahnya kapasitas kelembagaannya,

yang tercermin pada masih rendah interaksi antar kelembagaan, kecilnya akses

terhadap kelembagaan modern, dan melemahnya kelembagaan lokal karena

tekanan dari luar.

Elizabeth (2007) menyatakan bahwa beberapa kelembagaan pendukung

keberhasilan agribisnis kedelai, seperti: kelompok tani, lembaga tenaga kerja,

kelembagaan penyedia input, kelembagaan output, dan kelembagaan permodalan.

Page 31: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

20

Pengembangan kelembagaan untuk menghasilkan pencapaian kesinambungan dan

keberlanjutan daya dukung SDA (marginal sustainability yield) dan berbagai

usaha untuk menopang dan menunjang aktivitas kehidupan, merupakan bagian

penting pembangunan pertanian dan perdesaan.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu dapat disimpulkan tingkat

pendapatan usahatani lebih menguntungkan bila diusahakan di lahan sawah, pola

kerjasama dengan pihak swasta, dan adanya penerapan teknologi baru, serta

intervensi dari pemerintah. Pencapaian keberhasilan agribisnis kedelai

diperlukan suatu kelembagaan pendukung dari tingkat desa sampai di luar desa.

Permasalahan di tataniaga kedelai meliputi kualitas kedelai, margin tataniaga

kedelai yang tinggi disebabkan biaya angkut, dengan tarif bea masuk kedelai 5

persen harga kedelai domestik masih lebih tinggi dari harga kedelai impor. Tabel

6 menginformasikan perbedaaan dan persamaan penelitian ini dengan penelitian

sebelumnya.

Tabel 6 Perbedaan dan Persamaan dengan Penelitian Terdahulu

Nama Tahun Judul Penelitian Metode

Nurmanaf 1987 Jalur tataniaga kedelai di daerah transmigrasiJambi

Marjin tataniagaFarmer s Share

Rusastra, et al. 1992 Aspek produksi dan tataniaga kedelai di JawaTimur

Efisiensi usahataniMarjin tataniaga

Saptana 1993 Aspek produksi dan tataniaga kedelai di JawaTengah (studi kasus di Kabupaten Wonogiri)

R/C rasioMarjin tataniaga

Puspodewi 2004 Analisis keunggulan kompetitif dan komparatifserta dampak kebijakan pemerintah padapengusahaan kedelai di Kabupaten Boyolali,Jawa Tengah (kasus desa Bade)

PAM

Elizabeth 2007 Penguatan dan pemberdayaan kelembagaanpetani mendukung pengembangan agribisniskedelai

Nuryanti danKustiari

2007 Meningkatkan kesejahteraan petani kedelaidengan kebijakan tarif optimal

Mikro : I – OMakro : PartialWelfare Analysis

Meryani 2008 Analisis Usahatani dan Tataniaga Kedelai diKecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, JawaBarat

Pendapatan usahataniMarjin tataniaga,farmer s share, B/Crasio

Page 32: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

21

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Usahatani

Rahim dan Diah (2007) menyatakan bahwa usahatani merupakan ilmu

yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi

(tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, benih dan pestisida) dengan efektif,

efisien dan kontinu untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga

pendapatannya meningkat. Dikatakan efektif bila petani dapat mengalokasikan

sumberdaya yang dimiliki sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien bila pemanfaatan

sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output).

3.1.2 Pendapatan Usahatani

Struktur Penerimaan Usahatani. Soekartawi (1995) menyatakan bahwa

penerimaan usahatani adalah ukuran hasil total sumberdaya yang digunakan

dalam usahatani. Istilah lain untuk penerimaan usahatani adalah pendapatan kotor

usahatani yang terbagi menjadi pendapatan kotor tunai dan pendapatan kotor tidak

tunai. Pendapatan kotor tunai didefinisikan sebagai uang yang diterima dari

penjualan produk usahatani kedelai, sedangkan pendapatan kotor tidak tunai

merupakan pendapatan yang bukan dalam bentuk uang, seperti hasil panen kedelai

yang dikonsumsi dan digunakan untuk bibit.

Struktur Biaya Usahatani. Biaya usahatani merupakan pengorbanan

yang dilakukan oleh produsen (petani) dalam mengelola usahanya dalam

mendapatkan hasil yang maksimal. Biaya dalam usahatani dibedakan menjadi dua

yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai merupakan biaya

Page 33: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

22

yang dikeluarkan dalam bentuk uang oleh petani sendiri. Sedangkan biaya yang

diperhitungkan adalah biaya yang dikeluarkan petani bukan dalam bentuk uang

tunai, tetapi diperhitungkan dalah perhitungan usaha tani.

Soekartawi (1995) menyatakan bahwa biaya usahatani diklasifikasikan

menjadi dua yaitu: (a) Biaya tetap (fixed cost) dan (b) Biaya tidak tetap (variable

cost). Biaya tetap umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap

jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau

sedikit. Artinya besarnya biaya tetap tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya

produksi yang diperoleh. Biaya tetap antara lain sewa tanah, pajak, alat pertanian

dan iuran irigasi.

Biaya tidak tetap umumnya didefinisikan sebagai biaya yang besar

kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Contohnya biaya untuk

sarana produksi. Jika menginginkan produksi yang tinggi maka faktor-faktor

produksi (tenaga kerja, pupuk, dan sebagainya) perlu ditambah. Dapat

disimpulkan biaya ini sifatnya berubah-ubah tergantung dari besar kecilnya

produksi yang akan dicapai.

Biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang dibebankan kepada

usahatani untuk penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan alat-alat

petanian dan biaya imbangan sewa lahan. Biaya ini digunakan untuk menghitung

berapa sebenarnya pendapatan kerja petani jika sewa lahan dan nilai tenaga kerja

dalam keluarga diperhitungkan.

Pendapatan Usahatani. Pendapatan usahatani merupakan selisih antara

penerimaan dan semua biaya yang digunakan, untuk mengukur imbalan yang

diperoleh petani akibat penggunaan faktor-faktor produksi. Untuk menilai

Page 34: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

23

penampilan usahatani kecil adalah dengan penghasilan bersih usahatani. Ukuran

ini diperoleh dari hasil pengurangan antara pendapatan bersih dengan bunga yang

dibayarkan kepada modal pinjaman, biaya yang diperhitungkan dan penyusutan.

R/C Ratio. Analisis efisiensi R/C ratio atau rasio penerimaan atas biaya

dihitung dengan cara membandingkan penerimaan total dengan biaya total.

Apabila diperoleh nilai lebih dari satu artinya usahatani kedelai yang dilakukan

efisien, tetapi bila diperoleh nilai kurang dari satu artinya usahatani kedelai yang

dilakukan belum efisien.

3.1.3 Tataniaga

Tataniaga merupakan suatu kegiatan ekonomi yang berfungsi membawa

atau menyampaikan barang dari produsen ke konsumen. Aktivitas pasar dan

tataniaga diklasifikasikan menurut waktu, jarak dan bentuk. Dahl and Hammond

(1977) menyatakan bahwa fungsi dari tataniaga yaitu: (1) pembelian, (2)

penjualan, (3) penyimpanan, (4) transportasi, (5) pengolahan, (6) standarisasi, (7)

keuangan, (8) pengambilan risiko, dan (9) pengetahuan pasar. Secara keseluruhan

tataniaga merupakan rangkaian kegiatan mengalirkan barang dan jasa dari

produsen ke konsumen untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan konsumen, serta

keuntungan bagi produsen.

Boyd, Walker and Larreche (2000), mendefinisikan tataniaga sebagai

suatu proses sosial yang melibatkan kegiatan-kegiatan yang memungkinkan

individu dan organisasi mendapatkan apa yang dibutuhkan melalui pertukaran

dengan pihak lain. Tujuan dari tataniaga adalah mengidentifikasi,

mengkomunikasikan, dan menegosiasikan barang dan jasa untuk memuaskan

kebutuhan konsumen.

Page 35: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

24

Hanafiah dan Saefuddin (1983) menyatakan bahwa tataniaga adalah

kegiatan yang berkaitan dengan penciptaan atau penambahan kegunaan dari

barang dan jasa maka tataniaga termasuk tindakan atau usaha yang produktif.

Kegunaan dalam kegiatan tataniaga adalah kegunaan tempat, waktu dan

pemilikan, sehingga tataniaga dapat didefinisikan sebagai kegiatan yang

berhubungan dengan pergerakan barang dan jasa dari produsen sampai dengan

konsumen.

3.1.4 Saluran Tataniaga

Lembaga tataniaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan

atau fungsi tataniaga sehingga barang bergerak dari produsen sampai ke

konsumen. Saluran tataniaga terdiri dari beberapa pedagang perantara. Panjang

pendeknya saluran tataniaga dipengaruhi beberapa faktor yaitu: (1) Jarak antara

produsen ke konsumen, (2) Ketahanan produk, (3) Skala produksi dan (4)

Keuangan produsen (Hanafinah dan Saefuddin, 1983).

Kotler (2005) menyatakan bahwa saluran tataniaga didefinisikan sebagai

sarana untuk mencapai pasar sasaran. Ada tiga jenis saluran tataniaga yang

digunakan meliputi: (1) saluran komunikasi yang digunakan untuk memberi dan

menerima informasi dari konsumen sasaran. (2) Saluran distribusi digunakan

untuk manyampaikan produk atau jasa dari produsen kepada konsumen. Lembaga

yang terlibat dalam saluran ini diantaranya distributor, grosir, pengecer dan agen.

(3) Saluran jasa untuk melakukan transaksi dengan calon konsumen. Saluran ini

mencakup pergudangan, sarana transportasi, lembaga keuangan dan perusahaan

asuransi yang memberikan kemudahan dalam transaksi.

Page 36: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

25

Saluran tataniaga atau saluran distribusi merupakan lembaga atau

perantara berganda yang berfungsi mendistribusikan barang untuk mendukung

transaksi dengan konsumen potensial. Setiap lembaga berspesialisasi dalam satu

fungsi dan kegiatan penting pendistribusian. Hal ini bertujuan untuk

meningkatkan efisiensi transaksional dan efisiensi fungsional. Saluran tataniaga

terdiri dari empat komponen utama yaitu: produk, pelaku pasar, aktivitas dan

input (Boyd, Walker and Larreche, 2000).

Bentuk distribusi ada dua yaitu distribusi langsung dan distribusi tidak

langsung. Distribusi langsung yaitu produsen melakukan penjualan langsung

produknya kepada konsumen, sedangkan distribusi tidak langsung yaitu produsen

melakukan penjualan barang kepada konsumen melalui perantara seperti

pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang grosir dan pedagang pengecer

(Boyd, Walker and Larreche, 2000).

3.1.5 Struktur Pasar

Dahl and Hammond (1977) menyatakan bahwa ada empat karakteristik

yang menentukan struktur pasar yaitu: (1) jumlah dan ukuran perusahaan, (2) sifat

produk, (3) kemudahan untuk keluar masuk pasar dan (4) tingkat informasi harga,

biaya serta kondisi pasar yang dihadapi pelaku tataniaga. Struktur pasar mengacu

pada semua aspek yang dapat mempengaruhi perilaku dan kinerja perusahaan di

suatu pasar, seperti jumlah perusahaan dan jenis produk (Lipsey, et al. 1997).

Karakteristik struktur pasar dapat dilihat pada Tabel 6.

Kotler (2005) menyatakan bahwa struktur pasar berdasarkan sifat dan

bentuknya dibedakan menjadi dua yaitu pasar bersaing sempurna dan pasar

bersaing tidak sempurna. Pasar termasuk ke dalam pasar bersaing sempurna

Page 37: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

26

dengan ciri-ciri banyaknya jumlah penjual dan pembeli, barang yang ditawarkan

bersifat homogen, penjual dan pembeli berperan sebagai price taker, dan bebas

keluar masuk pasar. Pasar bersaing tidak sempurna dibagi menjadi pasar

monopolistik, pasar ologopolistik dan monopoli.

Tabel 7 Karakteristik Pasar Berdasarkan Sudut Penjual dan Pembeli

Karakteristik Struktur PasarNo

JumlahPenjual

JumlahPembeli

SifatProduk

Sudut Penjual Sudut Pembeli

1 Banyak Banyak Homogen PersainganSempurna

PersainganSempurna

2 Banyak Sedikit Diferensiasi PersainganMonopolistik

Oligopsoni

3 Sedikit Banyak Homogen Oligopoli PersainganMonopolistik

4 Sedikit Sedikit Diferensiasi OligopoliDiferensiasi

OligopsoniDiferensiasi

5 Satu Satu Unik Monopoli MonopsoniSumber: Dahl and Hammond (1977), Lipsey, et al. (1997)

Pasar monopolistik yaitu pasar dimana banyak penjual yang

mendiferensiasikan produk baik secara keseluruhan atau sebagian, sehingga

produk dapat dibedakan berdasarkan kualitas, gaya dan service yang diberikan

penjual. Akibatnya banyak penjual dan pembeli yang melakukan transaksi pada

berbagai tingkat harga bukan pada satu tingkat harga pasar. Penjual melakukan

penawaran yang berbeda untuk segmen pembeli yang berbeda, sehingga pembeli

bersedia membayar lebih untuk produk yang dapat memuaskan kebutuhannya.

Pasar oligopolistik yaitu pasar yang terdiri dari beberapa penjual yang

menghasilkan produk mulai dari produk yang terdiferensiasi hinggga produk

homogen. Penjual sangat peka terhadap strategi tataniaga dan penetapan harga

pesaing lainnya. Jumlah penjual yang sedikit disebabkan hambatan untuk masuk

pasar tinggi, strategi penetapan harga yang tepat dan memusatkan perhatian pada

Page 38: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

27

kepuasan pelanggan untuk menarik pelanggan. Pasar monopoli murni yaitu pasar

yang hanya ada satu penjual yang menguasai pasar suatu produk tertentu. Penjual

berperan sebagai price maker, hambatan masuk dan keluar pasar tinggi karena

alasan teknis atau alasan undang-undang untuk monopoli yang teregulasi.

3.1.6 Efisiensi Tataniaga

Hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan tataniaga adalah tingkat

efisiensi dari tataniaga, karena tataniaga yang efisien dapat memberikan kepuasan

kepada semua pihak yang terlibat dalam tataniaga. Dahl and Hammond (1977)

menyatakan bahwa terdapat dua ukuran yang dapat digunakan dalam mengukur

tingkat efisiensi yaitu efisiensi operasional (teknologi) dan efisiensi harga

(ekonomi). Efisiensi operasional menggambarkan keadaan dimana biaya input

dapat diturunkan tanpa mempengaruhi jumlah output yang dihasilkan. Analisis

yang dapat digunakan untuk menentukan efisiensi operasional pada proses

tataniaga produk yaitu dilihat dari keragaaan pasar (analisis margin tataniaga,

farmer s share dan rasio keuntungan terhadap biaya).

Efisiensi harga tercermin dari tiga kondisi yaitu (1) ada alternatif pilihan

bagi konsumen, (2) perbedaan harga yang mencerminkan adanya biaya-biaya

yang dikeluarkan sebagai akibat perlakuan terhadap komoditi dalam sistem

tataniaga, dan (3) terjadi aktivitas pembelian dan penjualan yang cocok antara

petani, lembaga tataniaga dan konsumen yang berdampak pada kepuasan pada

setiap pelaku tataniaga. Tingkat efisiensi tataniaga dapat dilihat dengan

mengunakan dua pendekatan sekaligus atau salah satu dari pendekatan tersebut.

Marjin tataniaga. Dahl and Hammond (1977) menyatakan bahwa marjin

tataniaga menjelaskan perbedaan harga di tingkat petani (Pf) dengan harga tingkat

Page 39: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

28

pengecer (Pr). Perbedaan nilai ini juga direpresentasikan sebagai jarak vertikal

dan jarak antara kurva permintaan atau antara kurva penawaran (Gambar 1). Sr

menunjukkan supply turunan, Sf menunjukkan supply dasar, Dr merupakan

demand turunan, Df merupakan demand dasar, Pr merupakan harga retail, dan Pf

merupakan harga petani (Gambar 1). Nilai marjin tataniaga adalah perbedaan

harga di kedua tingkat sistim tataniaga dikalikan dengan kuantitas produk yang

dipasarkan. Cara perhitungan ini sama dengan konsep nilai tambah (value added).

Gambar 1 Marjin Tataniaga.Sumber: Dahl and Hammond (1977)

Pengertian ekonomi nilai marjin tataniaga adalah harga dari sekumpulan

jasa tataniaga yang merupakan hasil dari interaksi antara permintaan dan

penawaran produk–produk tersebut. Oleh karena itu nilai marjin tataniaga

dibedakan menjadi dua yaitu marketing costs dan marketing charges. Marjin

tataniaga hanya merepresentasikan perbedaan harga yang dibayarkan konsumen

Marjin Tataniaga(Pr – Pf)

Quantity

Price

Pr

Pf

SrSf

Dr

Df

Qr, f

VMM(Pr – Pf) Qrf

Page 40: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

29

dengan harga yang diterima petani, tetapi tidak menunjukkan jumlah kuantitas

produk yang dipasarkan, sehingga jumlah produk di tingkat petani sama dengan

jumlah produk di tingkat pengecer. Marjin tataniaga merupakan penjumlahan

antara biaya tataniaga dan marjin keuntungan (Dahl and Hammond, 1977).

Marjin tataniaga terjadi karena adanya faktor-faktor biaya tataniaga

(pengumpulan, pengangkutan, penyimpanan, pengolahan, dan lain-lain) dan

keuntungan, yang akhirnya akan mempengaruhi pembentukan harga jual produk

itu sendiri antara petani dan pedagang (Elizabeth, 2007). Keuntungan tataniaga

adalah pengurangan marjin tataniaga dengan biaya-biaya tataniaga.

Farmer s share. Azzaino (1982) menyatakan bagian yang diterima petani

(farmer s share) merupakan harga yang diterima petani sebagai imbalan kegiatan

usahataninya dalam menghasilkan kondisi tertentu. Farmer s share juga

menyatakan perbandingan harga yang diterima oleh petani dengan harga di

tingkat lembaga pemasaran yang dinyatakan dalam persentase.

Rasio B/C. Rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga merupakan

perbandingan antara keuntungan yang diambil lembaga tataniaga terhadap biaya

yang dikeluarkan untuk memasarkan produk tersebut. Secara teknis sistem

tataniaga akan semakin efisien jika rasio keuntungan terhadap biaya merata di

setiap lembaga tataniaga.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Pada awal tahun 2007, di dalam negeri harga kedelai impor meningkat

sangat tajam karena harga kedelai di pasar dunia meningkat. Akibatnya produsen

tahu, tempe dan industri makanan dan minuman berbahan baku kedelai

Page 41: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

30

mengalami penurunan produksi. Sementara konsumsi kedelai semakin meningkat

sebagai akibat dari meningkatnya jumlah penduduk. Di sisi lain produksi kedelai

dalam negeri cenderung mengalami penurunan, karena gairah petani untuk

menanam kedelai cenderung menurun. Harga kedelai impor yang tinggi

memberikan peluang bagi petani dalam negeri untuk meningkatkan produksi

kedelai guna memenuhi kebutuhan kedelai di Indonesia.

Pendapatan usahatani merupakan hasil akhir yang akan diperoleh petani

sebagai bentuk imbalan atas pengelolaan sumberdaya yang dimiliki dalam

usahataninya, sehingga harus efisien dalam menggunakan sumberdaya. Efisiensi

usahatani kedelai dapat dilihat dari hasil analisis R/C ratio yang menunjukkan

berapa penerimaan yang diperoleh petani dari setiap input yang dikeluarkan.

Selain itu R/C ratio digunakan untuk melihat apakah usahatani yang dilakukan

menguntungkan secara ekonomi atau tidak bagi petani. Semakin besar nilai R/C

ratio maka usahatani yang dilakukan akan semakin baik.

Tataniaga komoditi pertanian adalah kegiatan atau proses pengaliran

komoditas pertanian dari produsen sampai ke konsumen atau pedagang perantara

(tengkulak, pengumpul, pedagang besar, dan pengecer). Fungsi-fungsi tataniaga

terdiri dari fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Semua fungsi

tataniaga dilakukan oleh lembaga atau pelaku pasar yang terlibat, sehingga jumlah

pelaku pasar yang terlibat dalam proses tataniaga akan menentukan panjang

pendeknya saluran tataniaga. Fungsi tataniaga dilakukan untuk meningkatkan atau

menciptakan nilai guna waktu, bentuk, tempat dan kepemilikan, sehingga

konsumen akan merasa puas (Hanafiah dan Saefuddin, 1983).

Page 42: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

31

Sementara untuk manganalisis struktur pasar kedelai dilakukan

berdasarkan pada empat karakteristik struktur pasar yaitu: (1) jumlah dan ukuran

perusahaan, (2) keadaan atau kondisi produk, (3) mudah atau sukar untuk keluar-

masuk pasar, dan (4) tingkat informasi yang dimiliki oleh pelaku dalam tataniaga,

seperti biaya, harga dan kondisi pasar diantara pelaku pasar. Perilaku pasar yang

dibentuk tersebut dilihat dari dua sisi yaitu sisi penjual dan sisi pembeli. Analisis

struktur pasar ini dilakukan untuk mengetahui pasar kedelai yang terbentuk sesuai

dengan karakteristiknya.

Analisis kuantitatif untuk mengetahui bagaimana keragaan usahatani dan

tataniaga kedelai di Kecamatan Ciranjang jika dilihat dari analisis pendapatan

usahatani, R/C ratio, margin tataniaga, B/C ratio dan farmer s share, apakah

sudah efisien secara operasional. Efisiensi tataniaga tidak ditentukan oleh

panjang-pendeknya saluran tataniaga, meskipun saluran tataniaga yang pendek

lebih efektif dalam menyampaikan produk hingga diterima oleh konsumen.

Tataniaga akan efisien bila semua pelaku pasar atau lembaga yang terlibat merasa

puas dengan apa yang diperolehnya. Hasil dari analisis tersebut akan dibuat

perumusan langkah-langkah perbaikan yang akan diberikan atau diinformasikan

kepada petani dan para pelaku tataniaga. Alur pemikiran tersebut dapat

digambarkan seperti diagram di bawah ini:

Page 43: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

32

Gambar 2 Bagan Kerangka Pemikiran Usahatani dan Tataniaga Kedelai.

1. Saluran Tataniaga2. Sruktur Pasar3. Margin Tataniaga4. Farmer s Share5. Rasio B/C

Efisiensi Tataniaga

Rekomendasi

Petani Kedelai Lembaga Tataniaga:1. Pedagang Pengumpul2. Pedagang Besar3. Supplier4. Pedagang Pengecer

Analisis Tataniaga

Analisis Usahatani

Analisis Kuantitatif:1. Pendapatan Usahatani2. Rasio R/C

- Harga kedelai impor tinggi- Konsumsi rata-rata 2.7 juta ton per tahun- Produksi kedelai dalam negeri rata-rata 0.7 juta ton per tahun

Supply Respon

Page 44: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

33

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur.

Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), karena

Kabupaten Cianjur merupakan salah satu sentra produksi kedelai di Jawa Barat.

Kecamatan Ciranjang sendiri merupakan salah satu sentra produksi di Kabupaten

Cianjur. Kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan pada bulan

Juni – Agustus 2008.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang dikumpulkan

dari berbagai sumber. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung

menggunakan daftar pertanyaan terstruktur kepada petani kedelai, pedagang

pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer. Data sekunder yang

dikumpulkan dari Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Pertanian Tanaman Pangan,

Lembaga Penelitian dan pihak yang terkait lainnya. Informasi yang dikumpulkan

antara lain perkembangan luas tanam, luas panen dan produksi, ekspor-impor

kedelai, perkembangan harga dan kebijakan pengembangan kedelai.

4.3 Metode Penarikan Contoh

Metode penarikan contoh yang digunakan pada penelitian ini adalah

random sampling yaitu pengambilan contoh dilakukan secara acak. Kecamatan

Ciranjang terbagi menjadi 12 desa dan terdiri dari 80 kelompok tani dengan rata-

Page 45: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

34

rata satu kelompok terdiri dari lima sampai enam orang petani. Penentuan

responden berdasarkan petani yang menanam kedelai di Kecamatan Ciranjang

sebanyak 30 orang petani kedelai dengan cara mengambil nama kelompok tani

dan memilih petani secara acak untuk diwawancara.

Pengambilan contoh untuk pelaku pasar pada tiap tingkat lembaga

pemasaran dilakukan dengan cara mengikuti arus barang dalam proses penyaluran

barang dari produsen sampai ke konsumen. Pedagang pengumpul tiga orang

berdasarkan informasi pedagang pengumpul yang berdomisili di Kecamatan

Ciranjang, pedagang besar dua orang yang berada di Kecamatan Ciranjang,

pedagang propinsi satu orang berdasarkan informasi dari pedagang besar di

Kecamatan Ciranjang, dan pedagang pengecer tiga orang yang berada di

Kabupaten Cianjur dan Bandung.

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data dan informasi yang telah dikumpulkan diolah dengan bantuan

kalkulator, komputer dan disajikan dalam bentuk deskriptif, gambar dan tabulasi

untuk mengelompokkan dan mengklasifikasikan data yang ada dalam melakukan

analisis data.

4.4.1 Analisis Usahatani

Berdasarkan hasil panennya usahatani kedelai di Kecamatan Ciranjang,

Kabupaten Cianjur dibagi ke dalam dua bentuk, yaitu usahatani kedelai polong tua

dan usahatani kedelai polong muda. Analisis usahatani digunakan untuk melihat

seberapa besar pendapatan usahatani dan produksi yang dihasilkan oleh petani.

Lipsey, et al. (1997) menyatakan bahwa pendapatan usahatani dianalisis dengan

analisis biaya dan pendapatan. Penerimaan usaha tani adalah perkalian antara

Page 46: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

35

produksi yang diperoleh dengan harga jual (Soekartawi, 1995). Pernyataan

tersebut dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut:

dimana:TR = Total penerimaan

Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usaha tani Py = Harga Y

Jika komoditas tanaman yang diusahakan lebih dari satu, maka rumus tersebut

dapat berubah menjadi:

Biaya tetap dapat dihitung dengan rumus:

dimana: Xi = jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tetap Pxi = Harga Xi (input)

Rumus tersebut dapat digunakan untuk menghitung biaya total (total cost),

yang merupakan jumlah dari biata tetap (FC) dan biaya tidak tetap (VC). Rumus

yang digunakan yaitu:

Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua

biaya. Rumus yang digunakan yaitu:

dimana: Pd = Pendapatan usahatani TR = Total penerimaan (total revenue) TC = Total biaya (total cost)

TR = Y x Py

TR =∑=

n

iYxPy

1

TC = FC + VC

Pd = TR - TC

FC = ∑=

n

iii PxX

1

Page 47: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

36

Analisis (R/C) ratio merupakan perbandingan antara penerimaan dan

biaya. Pernyataan tersebut dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut:

dimana: a = R/C ratio Py = Harga output Y = Output

Kriteria keputusan yang digunakan untuk melihat hasil analisis R/C ratio

sebagai berikut :

R/C ratio > 1 : usahatani menguntungkan

R/C ratio < 1 : usahatani rugi

R/C ratio = 1 : usahatani impas

Secara sederhana, perhitungan analisis pendapatan dan R/C ratio dapat

disajikan seperti pada Tabel 7.

Tabel 8 Perhitungan Analisis Pendapatan dan R/C Ratio Usahatani Kedelai

A Penerimaan Tunai Harga x Hasil panen yang dijual (Kg)

B Penerimaan yang diperhitungkan Harga x Hasil panen yang dikonsumsi (Kg)C Total Penerimaan A + BD Biaya Tunai a. Biaya sarana produksi:

- Benih- Pupuk- Pestisida- PPC/ZPT

b. Upah tenaga kerja di luar keluargac. Sewa alat bajakd. Sewa lahane. pajak

E Biaya yang diperhitungkan a. Upah tenaga kerja dalam keluargab. Penyusutanc. Benihd. Sewa lahan

F Total Biaya D + EG Pendapatan atas biaya tunai C – DH Pendapatan atas biaya total C – FI Pendapatan Bersih H – bunga pinjaman (jika ada pinjaman)J R/C ratio C / F

Sumber : Rahim dan Diah, 2007

a =VCFCYPy

+.

Page 48: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

37

Biaya penyusutan alat dihitung dengan cara membagi selisih antara nilai

pembelian dengan nilai sisa yang ditafsirkan dibagi usia ekonomi dari alat

tersebut. Secara matematis biaya penyusutan dapat dirumuskan sebagai berikut :

dimana :Nb = Nilai pembelian (Rp)Ns = Nilai sisa (Rp)N = Umur ekonomi alat (tahun)

4.4.2 Analisis Saluran Tataniaga Kedelai

Analisis saluran tataniaga digunakan untuk menelusuri saluran tataniaga

kedelai dari produsen sampai ke konsumen akhir. Analisis ini dapat

menggambarkan secara keseluruhan pola saluran tataniaga kedelai yang terjadi

pada daerah penelitian.

4.4.3 Analisis Struktur Pasar

Struktur pasar dapat dianalisis melalui beberapa indikator, yaitu: (1)

jumlah pedagang di setiap level tataniaga, (2) keadaan atau kondisi produk, (3)

mudah atau sukar untuk keluar-masuk pasar, dan (4) tingkat informasi yang

dimiliki oleh pelaku dalam tataniaga, seperti biaya, harga dan kondisi pasar

diantara pelaku pasar.

4.4.4 Analisis Marjin Tataniaga

Marjin tataniaga merupakan perbedaan harga yang diterima petani

(produsen) dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen. Untuk menganalisis

marjin tataniaga dalam penelitian ini, data harga yang digunakan adalah harga di

tingkat petani dan harga di tingkat lembaga tataniaga, secara matematis rumus

Biaya Penyusutan =n

NsNb −

Page 49: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

38

yang digunakan dalam perhitungan marjin tataniaga (Dahl and Hammond, 1977),

yaitu:

dimana:Mm = Marjin tataniaga di tingkat petaniPr = Harga di tingkat kelembagaan tataniaga dari petani

Pf = Harga di tingkat petani

Berdasarkan rumus di atas, marjin pada setiap tingkat lembaga tataniaga

dapat dihitung dengan menghitung selisih antar harga jual dengan harga beli pada

setiap tingkat lembaga tataniaga, dapat dirumuskan sebagai berikut:

dimana:Mmi = Marjin tataniaga pada setiap tingkat lembaga tataniagaPs = Harga jual pada setiap tingkat lembaga tataniagaPb = Harga beli pada setiap lembaga tataniaga

Marjin tataniaga mengandung komponen biaya dan komponen

keuntungan, maka:

dimana:c = biaya tataniaga

= Keuntungan lembaga tataniaga

Berdasarkan analisis marjin tataniaga di atas, maka untuk setiap saluran

tataniaga dapat dilihat persentase pangsa marjin setiap pelaku pasar dengan

menggunakan rumus:

Pangsa pasar digunakan untuk melihat berapa besar marjin yang diperoleh

pelaku pasar untuk setiap saluran tataniaga yang ada. Saluran tataniaga yang

Mm = Pr – Pf

Mmi = Ps – Pb

Mm = c +

%100xnTotalMarji

saranMarjinPemainPangsaMarj =

Page 50: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

39

efisien ditunjukan oleh perolehan marjin setiap pelaku pasar yang merata.

Besarnya persentase net marjin yang diperoleh setiap pelaku pasar untuk masing-

masing saluran tataniaga digunakan rumus:

Net marjin digunakan untuk mengetahui penyebaran marjin keuntungan pada

setiap pelaku pasar untuk setiap saluran tataniaga.

4.4.5 Analisis Bagian Harga yang Diterima Petani

Farmer s share berhubungan dengan margin tataniaga, artinya semakin

tinggi margin tataniaga maka bagian yang akan diperoleh petani semakin rendah.

Farmer s share dapat dirumuskan sebagai berikut:

dimana:

Fs = Farmer s share

4.4.6 Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya

Distribusi margin tataniaga dapat dilihat dengan persentase keuntungan

terhadap biaya (rasio B/C) yang dikeluarkan pada masing-masing saluran

tataniaga, rumus yang digunakan yaitu:

%100/ xCi

iCRatioB π=

dimana:i = Keuntungan lembaga tataniaga ke-i

ci = Biaya lembaga tataniaga ke-i

%100xunganTotalKeunt

rPelakuPasaKeuntunganNetMarjin =

%100xpp

Fr

fs =

Page 51: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

40

4.5 Definisi Operasional

1. Kedelai polong muda adalah kedelai yang dipanen pada saat tanaman

kedelai berumur 40 hari.

2. Kedelai polong tua adalah kedelai yang dipanen pada saat tanaman kedelai

berumur 90 hari dan dikeringkan.

3. Pupuk adalah zat tambahan yang digunakan petani untuk meningkatkan

kesuburan tanaman kedelai (Urea, SP36, KCl dan pupuk organik).

4. PPC (Pupuk Pelengkap Cair) adalah pupuk yang digunakan untuk

merangsang pertumbuhan polong.

5. Pestisida adalah zat kimia yang digunakan oleh petani untuk

menanggulangi hama dan penyakit yang menyerang tanaman kedelai.

6. Pedagang pengumpul (tengkulak) adalah pedagang yang aktif membeli

dan mengumpulkan kedelai dari produsen (petani) di daerah produksi dan

menjualnya kepada pedagang besar dan pasar lokal.

7. Pedagang besar adalah pedagang yang aktif di pasar-pasar pusat dan

memperoleh barang dari pedagang pengumpul maupun dari petani

langsung dan dijual kembali ke pasar induk (baik satu propinsi atau luar

propinsi), supplier dan pasar lokal.

8. Pedagang pengecer adalah pedagang yang menjual kedelai kepada

konsumen terakhir di pasar lokal ataupun industri makanan dan pedagang

ini membeli kedelai dari supplier, pedagang besar ataupun pedagang

pengumpul.

Page 52: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

41

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1. Letak Geografis, Topografi, Curah Hujan dan Jenis Tanah

Secara geografis, Kabupaten Cianjur terletak antara 6º 21” - 7° 25”

Lintang Selatan (LS) dan 106º 42” - 107º 25” Bujur Timur (BT). Posisi tersebut

menempatkan wilayah Kabupaten Cianjur berada di bagian tengah wilayah

Propinsi Jawa Barat, memanjang dari utara ke selatan dengan batas-batas wilayah

secara administrasi, sebagai berikut:

a. Sebelah Utara : Kabupaten Bogor dan Purwakarta

b. Sebelah Selatan : Samudera Indonesia

c. Sebelah Barat : Kabupaten Sukabumi

d. Sebelah Timur : Kabupaten Bandung dan Garut

Luas wilayah Kabupaten Cianjur adalah 413 127 ha yang terbagi atas 62

879 ha (30.45 persen) lahan sawah dan 287 269 ha (69.55 persen) lahan kering

(Tabel 8). Wilayah Kabupaten cianjur terdiri dari 30 Kecamatan, 6 Kelurahan dan

348 Desa. Topografi wilayah didominasi perbukitan hingga pegunungan dengan

ketinggian 0 – 2 962 meter di atas permukaan air laut (dpl), dan kemiringan lahan

0 – 40 persen. Iklim di wilayah Kabupaten Cianjur termasuk iklim tipe Af (sangat

basah), kecuali sebagian wilayah Kecamatan Cidaun dengan iklim tipe Am dan

wilayah gunung Gede dengan iklim tipe Cf. Jumlah curah hujan tahunan relatif

beragam antar wilayah dengan kisaran 1 716 milimeter di wilayah Penyusuhan

hinga 4 465 milimeter di wilayah Kadupandak/Cimanggu.

Page 53: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

42

Tabel 9 Luas Wilayah Berdasarkan Penggunaan Lahan di Kabupaten CianjurTahun 2006

Pengguanaan Lahan Luas (Ha) Persen (%)

Lahan Sawah1. Irigasi Teknis2. Irigasi Setengah Teknis3. Irigasi Sederhana PU4. Irigasi Sederhana Non PU5. Tadah hujan

15 2076 2369 687

17 58414 165

4.321.751.766.104.03

Jumlah 62 879 30.46Lahan Kering

1. Bangunan/Pekarangan2. Tegal/Kebun3. Ladang/Huma4. Pengembalaan5. Rawa6. Tambak/Kolam/Empang7. Tidak diusahakan8. Hutan Rakyat9. Hutan Negara10. Perkebunan11. Lain-lain

22 29452 05439 092

700136

1 0461 673

29 72361 45356 17022 803

7.7415.4011.950.300.100.560.467.58

16.8415.185.93

Jumlah 287 269 69.54Jumlah Keseluruhan 413 027 100.00

Sumber: Diperta Kabupaten Cianjur (2006)

Jenis tanah di Kabupaten Cianjur terdiri atas 5 jenis yaitu: (1) tanah aluvial

yang tersebar di Kecamatan Pacet, Cugenang, Sukaresmi, Cilaku, Naringgul dan

Cianjur, (2) tanah andosol yang tersebar di Kecamatan Pagelaran dan Tanggeung,

(3) tanah brown forest yang tersebar di Kecamatan Campaka, Takokak,

Sukanagara dan Cugenang, (4) tanah latosol yang tersebar di Kecamatan

Sukanagara, Campakamulya, Cikalongkulon dan Mande, dan (5) tanah podsolik

merah kuning yang tersebar di Kecamatan Cibinong, Agrabinta, Sindangbarang,

Kadupandak, Tanggeung, Naringgul dan Warungkondang.

Berdasarkan kondisi sumberdaya alam (tofografi, jenis tanah, iklim,

penggunaan tanah, dan lain-lain) dan sumberdaya manusia, Kabupaten Cianjur

Page 54: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

43

terbagi atas tiga wilayah pembangunan dengan masing-masing karakteristik

(Diperta Kabupaten Cianjur, 2007), sebagai berikut:

1. Wilayah Pembangunan Utara (WPU)

WPU merupakan dataran tinggi yang terletak di kaki Gunung Gede dengan

topografi didominasi bergunung dan penggunaan lahannya untuk perkebunan,

tanaman hortikultura dan lahan sawah. Kecamatan yang termasuk WPU

mencakup Cianjur, Cilaku, Warungkondang, Cibeber, Ciranjang, Sukaluyu,

Bojongpicung, Karangtengah, Mande, Pacet, Sukaresmi, Cugenang,

Cikalongkulon, Gekbrong dan Cipanas.

2. Wilayah Pembangunan Tengah (WPT)

WPT merupakan daerah dengan topografi berbukit hingga bergunung dengan

struktur tanahnya labil sehingga sangat peka terhadap erosi dan penggunaan

lahannya untuk perkebunan, tanaman hortikultura dan lahan sawah.

Kecamatan yang termasuk WPT mencakup Tanggeung, Pagelaran,

Kadupandak, Takokak, Sukanagara, Campaka dan Campakamulya.

3. Wilayah Pembangunan Selatan (WPS)

WPS merupakan dataran rendah dengan topografi umumnya bergelombang

hingga berbukit yang diselingi oleh pegunungan yang melebar hingga ke

daerah pantai Samudera Indonesia. Tanah di WPS memiliki struktur yang labil

dan peka terhadap erosi. Penggunaan lahannya didominasi lahan kering dan

terdapat perkebunan dan lahan sawah dengan luasan yang kecil. Kecamatan

yang termasuk WPS mencakup Agrabinta, Leles, Sindangbarang, Cidaun,

Naringgul, Cibinong, Cidaku dan Cijati.

Page 55: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

44

5.2 Sosial Ekonomi

Penduduk Kabupaten Cianjur pada tahun 2006 berjumlah 2 098 644 orang

(546 119 Kepala Keluarga/KK) teriri atas 1 069 408 orang laki-laki (50.96 persen)

dan 1 029 236 orang perempuan (49.04 persen). Jumlah penduduk Kabupaten

Cianjur yang tergolong usia produktif sebesar 39.16 persen, sedangkan penduduk

dengan pekerjaan utama adalah pertanian sebesar 61.0 persen dari total pendudk

berusia produktif. Kepala keluarga miskin tergolong tinggi yaitu mencapai 35.9

persen dari seluruh KK.

Lapangan pekerjaan utama penduduk Kabupaten Cianjur adalah sektor

pertanian yaitu sekitar 62.99 persen. Sektor lainnya yang cukup banyak menyerap

tenaga kerja adalah sektor perdagangan yaitu sekitar 14.60 persen. Sektor

pertanian merupakan penyumbang terbesar terhadap PDRB Kabupaten Cianjur

yaitu sekitar 42.80 persen, kemudian diikuti sektor perdagangan sekitar 24.6

persen.

Kelompok tani kedelai yang ada di Kecamatan Ciranjang, Kabupaten

Cianjur ini berjumlah 80 kelompok tani, beranggotakan petani perkelompok lima

sampai enam orang petani dan dipimpin oleh seorang ketua kelompok. Tujuan

dari adanya kelompok ini untuk memberikan kemudahan bagi petani apabila ada

masalah dalam kegiatan usahataninya. Selain itu memberikan kemudahan bagi

Petugas Penyuluh Lapang (PPL) dalam menyampaikan informasi teknologi

kepada petani, serta kemudahan akses pasar bagi petani. Petugas Penyuluh

Lapang akan menyampaikan informasi kepada masing-masing kelompok tani, dan

kemudian ketua kelompok tani akan menyampaikan informasi yang diperoleh dari

PPL kepada masing-masing anggota kelompok taninya.

Page 56: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

45

5.3 Lembaga Tataniaga Kedelai

a. Pedagang Pengumpul

Pedagang pengumpul (tengkulak) adalah pedagang kecil yang membeli

hasil panen kedelai dari petani dan untuk dijual kembali kepada pedagang besar.

Jumlah pedagang pengumpul di Kecamatan Ciranjang tidak pasti karena

umumnya pedagang pengumpul ini berasal dari luar Kecamatan Ciranjang.

Pedagang pengumpul yang diwawancarai dalam penelitian ini adalah pedagang

pengumpul yang berada di Kecamatan Ciranjang dan berjumlah tiga orang.

Pedagang pengumpul ini memperoleh kedelai dari Kecamatan Ciranjang dan luar

Kecamatan, dan menjual kedelai tersebut ke pedagang besar yang ada di

Kecamatan Ciranjang.

b. Pedagang Besar

Pedagang besar adalah pedagang yang menghimpun (mengumpulkan)

kedelai baik dari pedagang-pedagang pengumpul maupun langsung dari petani

yang kemudian dijual kembali ke pedagang pengecer, pedagang besar propinsi

dan pengrajin tahu dan tempe. Jumlah pedagang besar yang ada di Kecamatan

Ciranjang yaitu dua orang. Pedagang besar dalam memasarkan kedelai sudah

memiliki pelanggan tetap. Pedagang besar kabupaten memasarkan kedelai ke

pedagang propinsi di Bandung, pedagang pengecer (Cianjur, Garut, Sumedang,

Majalengka), dan pengrajin tahu/tempe lokal serta di Cianjur. Pedagang besar

kecamatan memasarkan kedelai hanya ke pengrajin tahu lokal dan ke pedagang

propinsi di Bandung.

Page 57: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

46

c. Pedagang Propinsi

Pedagang propinsi merupakan pedagang yang menyalurkan kedelai dari

pedagang besar kecamatan dan kabupaten ke pedagang pengecer di Bandung,

Jakarta, pengrajin tahu/tempe lokal, serta dapat melakukan penjualan secara

langsung kepada konsumen akhir. Pedagang propinsi memperoleh kedelai dari

pedagang besar di Jawa Barat termasuk Kecamatan Ciranjang, Jawa Tengah,

Jawa Timur, Sulawesi dan Nusa Tenggara Timur.

d. Pedagang Pengecer

Pedagang pengecer adalah pedagang yang menjual secara langsung kepada

konsumen akhir. Pengecer merupakan ujung tombak dari suatu proses produksi

yang bersifat komersial, artinya kelanjutan proses produksi yang dilakukan oleh

lembaga tataniaga sangat tergantung dari aktivitas pedagang pengecer dalam

menjual produk kepada konsumen. Pedagang pengecer mendapatkan barang dari

para pedagang besar yang ada di wilayah pedagang pengecer berdomisili.

Page 58: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

47

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1. Karakteristik Petani dan Usahatani Kedelai

6.1.1 Karakteristik Petani

Keberhasilan suatu usahatani sangat ditentukan oleh karakteristik petani

pelaku usahatani, sebagai pengambil keputusan terbaik dari berbagai alternatif

kegiatan usahatani yang harus diambil. Karakteristik petani tersebut mencakup

umur, tingkat pendidikan, luas dan status penguasaan lahan, dan kepemilikan alat

pertanian serta ternak.

Tabel 10 Persentase Petani Responden Menurut Kelompok Umur

Kelompok Umur (Tahun) Jumlah Petani (Orang) Persentase (%)

26 - 3637 - 4748 - 5859 - 69

> 69

37

1271

10.0023.3340.0023.333.33

Total 30 100.00

Tabel 10 menginformasikan bahwa umur petani kedelai berkisar antara 37

sampai 69 tahun, mayoritas masih termasuk usia produktif dengan rata-rata

berumur 51.57 tahun. Petani paling banyak termasuk kelompok umur 48 sampai

58 tahun (40.0 persen), dan paling sedikit berada dikelompok umur lebih dari 69

tahun. Hal ini menunjukkan regenerasi petani sangat rendah. Pendidikan petani

(Tabel 11) berkisar antara sekolah dasar sampai perguruan tinggi dengan rataan

pendidikan 4.3 tahun. Pendidikan petani paling banyak berkisar antara 1 sampai 6

tahun atau Sekolah Dasar (43.33 persen), diikuti antara 7 sampai 9 tahun atau

Page 59: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

48

Sekolah Lanjutan Pertama (36.67 persen), dan sisanya antara 10 sampai 12 tahun

atau Sekolah Menengah Atas (20 persen).

Tabel 11 Persentase Petani Responden Menurut Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan (Tahun) Jumlah Petani (Orang) Persentase (%)

Tidak SekolahSekolah DasarSekolah Menengah PertamaSekolah Menegah AtasPerguruan Tinggi

0131160

0.0043.3336.6720.000.00

Total 30 100.00

Tabel 12 menginformasikan bahwa luas kepemilikan sawah petani kedelai

berkisar antara 0.10 sampai 3.00 hektar dengan rata-rata luas kepemilikan sebesar

0.778 hektar perpetani. Luas kepemilikan sawah petani kedelai paling banyak

berada pada kelompok 0.10 sampai 0.55 hektar (40.00 persen), sedangkan

kepemilikan sawah paling luas yaitu 2.10 sampai 3.00 hektar paling sedikit hanya

3.33 persen.

Tabel 12 Persentase Petani Responden Menurut Luas Kepemilikan Sawah

Luas Sawah (Ha) Jumlah Petani (Orang) Persentase (%)

0.10 - 0.550.56 - 1.001.01 - 2.002.10 - 3.00

121161

40,0036,6720,003,33

Total 30 100,00

Status kepemilikan sawah (Tabel 13) petani kedelai mayoritas berstatus

sewa atau sakap (60.00 persen), diikuti oleh sawah berstatus milik sendiri dan

sewa (26.67 persen), berstatus milik (10 persen), dan sisanya berstatus milik dan

gadai (3.33 persen). Di Kecamatan Ciranjang sewa lahan hanya diambil untuk

Page 60: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

49

tanaman padi sedangkan tanaman palawija sewa sawahnya tidak diambil oleh

petani pemilik sawah.

Tabel 13 Persentase Petani Responden Menurut Status Kepemilikan Sawah

Status Kepemilikan Jumlah Petani (Orang) Persentase (%)

MilikSewa/SakapGadaiMilik dan SewaMilik dan Gadai

318081

10,0060,000,00

26,673,33

Total 30 100,00

Alat-alat yang dibutuhkan petani kedelai dalam melaksanakan kegiatan

usahataninya yaitu cangkul, parang, arit, alat pengendalian Hama Penyakit

Tanaman (HPT), pompa air, lantai jemur dan alat perontok kedelai. Pada

umumnya petani sudah memiliki berbagai peralatan tersebut, tetapi khusus alat

pengendalian HPT kepemilikannya masih beragam. Tabel 14 memberikan

informasi petani yang memiliki hand sprayer (36.67 persen) lebih sedikit bila

dibandingkan dengan petani yang tidak memiliki hand sprayer (46.67 persen).

Tabel 14 Persentase Petani Responden Menurut Kepemilikan Alat Pertanian

Kepemilikan Alat Jumlah Petani (Orang) Persentase (%)

Hand SprayerPompa AirLantai JemurHand Sprayer dan Lantai JemurPerontok KedelaiTidak Memiliki

30580

14

10,000,0016,6726,670,0046,67

Total 30 100,00

Petani yang tidak memiliki alat pengendalian HPT biasanya menyewa dari

petani lain atau menyewa dari kelompok tani, sedangkan pompa air disewa dari

kelompok tani, dan alat perontok kedelai petani menyewa dari luar. Biaya sewa

Page 61: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

50

hand sprayer Rp 5 000 per hektar, sewa pompa air Rp 20 000 per hektar, dan

sewa alat perontok kedelai Rp 25 000, per tiga kuintal kedelai.

Salah satu usaha sampingan petani yaitu memelihara ternak kambing, sapi

dan ayam. Pemeliharaan ternak disamping memberikan tambahan pendapatan

keluarga, petani juga dapat menggunakan kotoran ternak sebagai pupuk kandang.

Selain sebagai penyedia unsur hara mikro, pupuk kandang juga dapat

memperbaiki struktur tanah.

Tabel 15 Persentase Petani Responden Menurut Kepemilikan Ternak

Kepemilikan Ternak Jumlah Petani (Orang) Persentase (%)

KambingSapiKambing dan SapiAyamTidak memiliki

3001

26

10,000,000,003,33

86,67Total 30 100,00

Tabel 15 menginformasikan bahwa beberapa petani sudah memelihara

ternak kambing (10 persen) dengan rataan penguasaan antara 6 sampai 14 ekor,

memelihara ternak ayam (3.33 persen) dengan rataan penguasaan 50 ekor,

sedangkan paling banyak (86.67 persen) petani tidak memelihara ternak.

6.1.2. Usahatani Kedelai

Di Kabupaten Cianjur pola tanam yang diterapkan adalah padi-padi-

palawija/kedelai, kedelai banyak ditanam pada bulan Juni - Juli setelah panen

padi kedua. Kedelai musim utama ditanam mengikuti padi sawah musim hujan

karena musim itulah yang terbaik untuk kedelai. Penanaman di lahan sawah lebih

banyak diminati petani karena lebih tinggi hasilnya dan karena penanaman kedelai

setelah padi, memungkinkan cara kerja yang sederhana sehingga lebih hemat

Page 62: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

51

tenaga dan biaya dibanding penanaman di lahan tegal. Penyiapan lahan untuk

bertanam cukup hanya dengan pembuatan parit dangkal seurut galangan dan tanpa

pengolahan lahan. Pengendalian gulma hanya dilakukan satu kali.

Di Kabupaten Cianjur, penanaman kedelai dilakukan dengan cara

penugalan benih pada lahan sawah yang sudah dibabat jeraminya, kebanyakan

tanpa pengolahan tanah. Pola penugalan kira-kira bujur sangkar, dengan jarak 20

x 20 sentimeter sampai 25 x 25 sentimeter mengikuti jarak tugal jerami.

Penanaman dengan cara tugal lebih baik karena jumlah tanamannya lebih besar

dan tersebar lebih merata.

Pada umumnya petani di Kecamatan Ciranjang bertanam kedelai di lahan

bekas padi sawah tanpa didahului pengolahan tanah. Selain kurang berguna,

pengolahan tanah sebelum tanam itu juga berakibat memundurkan waktu tanam

kedelai sehingga dapat mengurangi hasil. Tanah yang semasa padi sawah

digenangi serta berlumpur tersebut, sewaktu kering ternyata cukup baik

strukturnya untuk mendukung pertumbuhan kedelai tanpa pengolahan tanah

sebelum tanam. Bahkan penyiangan pun dilakukan secara minim. Gulma yang

lain telah cukup dikendalikan dengan membakar jerami yang dihamparkan

menutup lahan yang baru ditugali benih kedelai.

Berdasarkan lamanya periode waktu tumbuh dari sejak tanam sampai

kematangan polong, varietas kedelai dapat digolongkan menjadi tiga kelompok

umur, yaitu (1) umur genjah (kurang dari 80 hari), (2) umur sedang (80 – 85 hari),

dan (3) umur dalam (lebih dari 85 hari). Kekeringan yang terjadi setelah biji

kedelai ditanam dapat menghambat perkecambahan. Hal yang sama terjadi bila

Page 63: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

52

biji yang telah ditanam tergenang air. Tahun 2007, pada periode penanaman

kedelai di Kecamatan Ciranjang terjadi kekeringan sehingga menurunkan hasil.

Kedelai merupakan tanaman semusim sehingga kebutuhan N, P dan K

relatif besar. Kedelai yang ditanam dalam pola bergiliran dapat memanfaatkan

sisa pupuk yang tidak digunakan tanaman sebelumnya. Di Kecamatan Ciranjang,

kegiatan pemupukan antara satu petani dengan petani yang lain cukup bervariasi

(Tabel 16). Penggunaan pupuk per hektar yang dianjurkan oleh Dinas Pertanian

Kabupaten Cianjur yaitu urea 50 kilogram, SP36/TSP 100 kilogram, KCl 50

kilogram, NPK 150 kilogram, zat perangsang biji 2 liter.

Paling banyak petani mengaplikasikan pupuk urea (80 persen) dengan

takaran 53 kilogram per hektar, dan zat perangsang biji (30 persen) dengan

takaran 1 liter per hektar. Selain itu, ada juga petani yang meggunakan pupuk

NPK (20 persen) dengan takaran 20 kilogram per hektar, dan poska (3.33 persen).

Umumnya petani tidak melakukan kegiatan pemupukan sesuai dengan dosis yang

telah dianjurkan. Penggunaan dosis pupuk yang tidak sesuai dengan kebutuhan

hara tanaman akan menyebabkan pertumbuhan tanaman kedelai menjadi

terganggu. Selain itu, dapat menghambat pembentukan polong akibatnya dapat

menurunkan hasil.

Selain kegiatan pemupukan, petani juga melakukan kegiatan pengendalian

HPT. Hama yang sering menyerang tanaman kedelai adalah ulat grayak (pemakan

daun) dan penggerek polong. Di Kecamatan Ciranjang, pengendalian HPT antara

satu petani dengan petani yang lain cukup bervariasi. Umumnya petani melakukan

penyemprotan sesuai dengan intensitas serangan, rata-rata penyemprotan

dilakukan dua sampai tiga kali per tahun menggunakan pestisida kimia (80

Page 64: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

53

persen) dengan takaran 344.62 mililiter per hektar, sedangkan beberapa petani (20

persen) tidak melakukan pengendalian HPT (Tabel 16).

Tabel 16 Biaya Pupuk, Pestisida, Tenaga Kerja pada Usahatani Kedelai

No Jenis Kegiatan Jumlah Petaniyang melakukan

Persentase(%)

Jumlah(sat/Ha)

Harga Rata-rata (Rp/unit)

1 Bibit + Furadan (Kg) 30 100.00 42.52 6 643.622 Takaran Pupuk (Kg) Urea 24 80.00 34.61 1 501.30 SP36/TSP 8 26.67 79.74 2 100.00 KCl 4 13.33 45.96 2 080.42 ZA 0 0.00 NPK 6 20.00 25.85 6 929.94 Zat Perangsang Biji (l) 9 30.00 0.26 35 692.313 Pestisida (ml) 24 80.00 344.62 21 966.674 Tenaga Kerja (HOK) Penanaman 30 100.00 20 15 000-20 000 Penyiangan 11 36.67 2 15 000-20 000 Pemupukan 24 80.00 2 15 000-20 000 Pengendalian HPT 24 80.00 2 15 000-20 000 Pengairan 10 33.33 2 15 000-20 000 Panen/angkut 20 66.67 3.5 15 000-20 000

Pengeringan danPerontokan 20 66.67 3.5 15 000-20 000

Saat panen ditentukan berdasarkan umur tanaman, ciri-ciri penampakan

luar, dan dipengaruhi oleh ketinggian tempat penanaman. Setiap varietas kedelai

memiliki umur yang berbeda, sehingga waktu panennya harus menyesuaikan

dengan umur tanaman. Di Kecamatan Ciranjang varietas yang ditanaman

umumnya adalah varietas Dapros (90 hari). Ciri-ciri umum tanaman kedelai sudah

saatnya dipanen adalah polong secara merata sudah berwarna kuning-kecoklatan,

batang-batangnya sudah kering, dan sebagian daun sudah kering dan rontok.

Cara panen kedelai dilakukan dengan memotong pangkal tanaman dengan

menggunakan sabit atau parang. Pangkal batang dan akar-akar tanaman kedelai

Page 65: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

54

bermanfaat sebagai sumber Nitrogen dan penyubur tanah untuk tanaman musim

berikutnya. Di Kecamatan Ciranjang, selain panen tua untuk dikeringkan (66.67

persen), ada juga petani yang panen polong hijau (33.33 persen) untuk tujuan

konsumsi polong yang direbus.

Setelah panen, kegiatan selanjutnya adalah pengeringan tujuannya untuk

menurunkan kadar air dari biji sampai batas aman untuk disimpan atau

memudahkan penanganan selanjutnya. Pengeringan dilakukan dengan menjemur

brangkasan kedelai di bawah terik matahari dengan cara dihamparkan di atas

lantai jemur atau menggunakan anyaman bambu. Lamanya penjemuran rata-rata

tujuh hari, tapi pada cuaca baik dapat dilakukan sekitar 1 - 3 hari.

Perontokan atau pengupasan polong kedelai harus segera dilakukan setelah

pengeringan. Keterlambatan dapat menyebabkan polong menjadi basah kembali

dan menyulitkan dalam pembijian (pengelupasan biji dari polong). Umumnya

petani di Kecamatan Ciranjang melakukan perontokan dengan cara manual yaitu

dipukul-pukul dengan kayu, tapi ada juga beberapa petani yang menggunakan alat

perontok kedelai. Setelah dirontokan dilakukan pemisahan biji kedelai dari daun,

sisa-sisa polong ataupun kotoran yang lain.

Tujuan utama dari budidaya kedelai adalah memperoleh kedelai yang

memiliki kadar air rendah, sehingga petani akan memperoleh penerimaan yang

tinggi. Di Kecamatan Ciranjang, rata-rata produksi per hektar sebesar 1 370.97

kilogram dengan produktivitas kedelai yang diperoleh sebesar 1.37 ton per hektar,

sedangkan harga jual rata-rata Rp 3 095.60 per kilogram. Jenis pembiayaan

usahatani kedelai terdiri atas pengadaan bibit, pupuk dan pestisida, upah tenaga

kerja, sewa alat dan pajak. Tabel 16 memberikan informasi bahwa biaya

Page 66: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

55

usahatani baik biaya tunai maupun biaya diperhitungkan untuk kedelai yang

dipanen polong muda (Rp 1 563 010.60 per hektar) lebih rendah dari biaya

usahatani kedelai yang dipanen polong tua (Rp 3 312 778.73 per hektar). Besarnya

biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani yang panen polong muda dan panen

polong tua disebabkan petani banyak menggunakan tenaga kerja yang berasal dari

luar keluarga. Sumberdaya yang digunakan dalam usahatani kedelai meliputi

tenaga kerja, benih, sewa alat, pupuk, pestisida dan pajak. Biaya tunai yang paling

besar digunakan untuk upah tenaga kerja luar keluarga, hal ini disebabkan tenaga

kerja dalam keluarga sangat minim.

Tabel 17 Analisis Pendapatan dan R/C Ratio Usahatani Kedelai Polong Muda danPolong Tua per Hektar

Jenis Biaya dan Penerimaan Polong Muda (Rp/ha) Polong Tua (Rp/ha)

A. Penerimaan Tunai 1 871 269.84 4 243 974.73B. Penerimaan Tidak Diperhitungkan

-

C. Total Penerimaan (A+B) 1 871 269.84 4 243 974.73D. Biaya Tunai Benih Pupuk Pestisida PPC/ZPT Tenaga Kerja Luar Keluarga Sewa Alat Handsprayer Sewa Alat Perontok Sewa Pompa Pajak

282 486.7251 959.9937 850.77

-426 393.0010 000.00

-100 00.0074 106.00

282 486.72494 260.9675 701.54

9 280.001 096 367.63

10 000.00114 247.50200 00.00

107 471.33 Total Biaya Tunai 882 796.30 2 201463.68E. Biaya Diperhitungkan Tenaga Kerja Keluarga Sewa Lahan Benih Penyusutan

240 214.30350 000.00

--

581 315.05350 000.00

--

Total Biaya Diperhitungkan 590 214.30 931 315.05F. Total Biaya (D+E) 1 473 010.60 3 132 778.73G. Pendapatan atas biaya tunai 988 473.54 2 042 511.10H. Pendapatan atas biaya total 398 259.24 1 111 196.00I. Pendapatan Bersih 398 256.24 1 111 196.00J. R/C Rasio 1.27 1.35

Page 67: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

56

Suatu usahatani akan dikatakan berhasil atau menguntungkan jika selisih

antara penerimaan dan pengeluaran bernilai positif. Berdasarkan analisis usahatani

(Tabel 17) kedelai per hektar untuk kedelai yang dipanen polong muda, total

penerimaan mencapai Rp 1 871 269.84 dan pendapatan atas total biaya Rp 398

256.24. Total penerimaan untuk kedelai polong tua mencapai Rp 4 243 974.73

dan pendapatan atas total biaya Rp 1 111 196.00.

Besarnya pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh petani polong tua

karena hasil yang diperoleh lebih banyak dan harga jual biji kedelai lebih tinggi

dari pada kedelai hijau (muda). Melihat perbandingan jumlah R/C rasio yang

diperoleh, petani yang panen polong tua (1.35) tidak berbeda jauh dari pada petani

yang panen polong muda (1.27). Angka ini memberikan arti bahwa dari setiap

rupiah biaya yang dikeluarkan oleh petani kedelai akan memberikan penerimaan

sebesar Rp 1.35 untuk polong tua dan penerimaan sebesar Rp 1.27 untuk polong

muda. Walaupun, nilai R/C rasionya tidak berbeda jauh tetapi pendapatan bersih

polong tua lebih tinggi dari pendapatan bersih polong muda. Nilai R/C rasio yang

diperoleh pada usahatani kedelai di Kecamatan Ciranjang tidak berbeda jauh

dengan nilai R/C rasio usahatani kedelai pada penelitian Rusastra et al (1992)

yaitu 1.4.

Petani yang melakukan panen polong muda disebabkan beberapa hal,

seperti jadwal penanaman yang terlambat, waktu pengolahan lama dan

keterbatasan modal. Petani yang memiliki keterbatasan modal telah merencanakan

menanam kedelai untuk dipanen muda, sehingga kegiatan pemeliharaan tidak

dilakukan dengan optimal. Jadwal penanaman yang terlambat juga mengharuskan

petani untuk melakukan panen kedelai polong muda. Selain itu, ada juga petani

Page 68: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

57

memanen polong muda karena keterbatasan waktu yang dimilikinya, sedangkan

untuk membayar tenaga kerja mereka memiliki keterbatasan modal. Pemanenan

kedelai polong muda tidak dapat dilakukan terus menerus karena penyerapan

pasar untuk polong muda sangat terbatas, berbeda dengan polong tua yang bisa

disimpan apabila petani tidak bisa menjual semua hasil panennya. Selain itu,

penyerapan pasar untuk kedelai polong tua masih sangat terbuka luas karena

kedelai polong tua dibutuhkan industri-industri makanan dan minuman berbahan

baku kedelai..

6.2 Saluran dan Lembaga Tataniaga

6.2.1 Saluran Tataniaga

Pemasaran kedelai di lokasi penelitian dari petani sampai konsumen akhir

melibatkan beberapa pelaku pemasaran yaitu pedagang pengumpul (tengkulak),

pedagang besar kecamatan, pedagang besar kabupaten, pedagang besar propinsi,

dan pedagang pengecer. Pada saat panen banyak pedagang pengumpul yang

datang ke tempat petani sehingga petani dapat menjual kedelai di rumah atau di

sawah tanpa harus mengangkut ke tempat pembeli.

Sebagian besar petani di Kecamatan Ciranjang melakukan penjualan

kedelai langsung kepada tengkulak. Hal ini disebabkan oleh lokasi petani yang

jauh dari pedagang besar kecamatan sehingga penjualan ke pasar akan menambah

biaya dan keterbatasan waktu. Tetapi di Desa Ciranjang, selain cara penjualan

yang demikian ada pula petani yang membawa sendiri dan menjualnya pada

pedagang besar kabupaten yang berada di pasar. Saluran tataniaga kedelai yang

ada di Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, ada dua saluran tataniaga yaitu

Page 69: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

58

saluran tataniaga kedelai polong muda (Gambar 3) dan saluran tataniaga kedelai

polong tua (Gambar 4).

100 % 100 %

20 %80 %

Gambar 3. Saluran Tataniaga Kedelai Polong Muda.

Gambar 3 menginformasikan bahwa saluran tataniaga kedelai polong

muda mempunyai dua tujuan, yaitu dari petani kedelai (100 persen) dibawa ke

pedagang pengumpul, kemudian kedelai tersebut (100 persen) dibawa ke

pedagang Pasar Induk Parung. Di pedagang pasar induk, 80 persen kedelai diserap

oleh pedagang pengecer dan 20 persen langsung diserap oleh konsumen akhir.

Gambar 4 menginformasikan bahwa di Kecamatan Ciranjang terdapat

delapan saluran tataniaga yang digunakan petani dalam menyampaikan barangnya

ke konsumen. Pada saluran kesatu sampai kelima petani menjual kedelai (73.33%)

ke pedagang pengumpul. Saluran kesatu dari pedagang pengumpul kedelai dijual

ke pedagang kecamatan (42.77%) lalu diserap langsung oleh pengrajin tahu/tempe

(10.69%). Saluran kedua dan ketiga kedelai dari pedagang pengumpul dijual ke

pedagang kabupaten (30.56%), lalu diserap langsung oleh pengrajin tahu/tempe

(5.72%) melalui saluran kedua. 8.58 persen kedelai dari pedagang kabupaten

PetaniPedagang

PengumpulCiranjang

PedagangPasar Induk

Parung

PedagangPegecer

Konsumen

Page 70: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

59

diserap oleh pedagang pengecer kemudian dijual ke konsumen akhir melalui

saluran ketiga.

Saluran keempat dan kelima sama seperti saluran kesatu, tetapi dari

pedagang kecamatan (42.77%) kedelai dijual langsung ke pedagang propinsi

(32.08%) lalu diserap pengrajin tahu/tempe (6.14%) melalui saluran keempat.

10.23 persen diserap pedagang pengecer untuk dijual ke konsumen akhir melalui

saluran kelima. Saluran keenam sampai kedelapan petani menjual kedelai

langsung ke pedagang kabupaten (26.67%).

Pada saluran keenam kedelai dari pedagang kebupaten dijual ke pedagang

pengecer (8.58%) lalu ke konsumen akhir, sedangkan saluran ketujuh dan

kedelapan, kedelai dari pedagang kebupaten dijual ke pedagang propinsi (4.58%).

Kedelai diserap langsung oleh pengrajin tahu/tempe (6.14%) melalui saluran

ketujuh dan diserap oleh pedagang pengecer (10.23%) melalui saluran kedelapan

untuk dijual ke konsumen akhir.

Pada dasarnya petani memiliki kebebasan untuk menentukan saluran mana

yang akan dipilih. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani responden,

penjualan kedelai ke saluran 1, 2 dan saluran 3 lebih banyak dipilih (73.33 persen)

karena banyaknya jumlah pedagang pengumpul lokal yang mendatangi petani,

lokasi petani yang jauh dari pedagang kabupaten, sehingga tidak ada alternatif lain

bagi petani untuk menjual hasil panennya. Volume kedelai banyak melalui saluran

tiga (57.23 persen) karena petani tidak mau mengambil resiko kerugian biaya

transportasi. Saluran 6-8 hanya dipergunakan oleh petani responden (26.67

persen) yang berdekatan dengan pasar Ciranjang seperti Desa Ciranjang dan Desa

Cibiuk.

Page 71: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

60

73.33 %

30.56 %

32.08 %

10.69 %

42,77 %

5.72 %

10.23 %

8.58 %

8.58 %

8.58 %

6.14 %

10.23 %

24.56%

Ket: tidak dianalisisGambar 4 Saluran Tataniaga Kedelai Polong Tua.

6.2.2 Lembaga Tataniaga

Kegiatan yang dilakukan lembaga tataniaga untuk memperlancar arus

kedelai dari produsen ke konsumen dinamakan fungsi tataniaga. Umumnya

fungsi-fungsi tataniaga kedelai yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga

BandungBandung

KecamatanCiranjang

26.67 %

PedagangPengumpul

PedagangBesar

Kecamatan

PedagangBesar

Kabupaten

PengrajinTahu Tempe

PedagangPengecer

Konsumen

Pedagang BesarPropinsi

PengrajinTahu TempePengecer

Konsumen

Petani

PedagangBesar

Kecamatan

Konsumen

Pedagang BesarPropinsi

PengrajinTahu /TempePengecer

Konsumen

Luar Jawa Barat

GarutMajalengkaSumedangSukabumi

34.34%

Page 72: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

61

tataniaga adalah fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Setiap

lembaga yang terlibat dalam tataniaga kedelai mulai dari produsen sampai ke

konsumen akhir mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Tabel 18

menginformasikan bahwa ada enam lembaga tataniaga yang terlibat yaitu petani,

pedagang pengumpul, pedagang kecamatan, pedagang besar kabupaten, pedagang

besar propinsi, dan pedagang pengecer.

Tabel 18 Pelaksanaan Fungsi Tataniaga di Beberapa Lembaga Tataniaga Kedelai

Lembaga Tataniaga Fungsi Tataniaga Aktivitas

Fungsi pertukaran PenjualanPetaniFungsi fisik PengangkutanFungsi pertukaran Pembelian dan penjualanFungsi fisik Pengumpulan dan pengangkutan

Pedagang Pengumpul

Fungsi fasilitas Penanggungan resiko,pembiayaan, informasi pasar

Fungsi pertukaran Pembelian dan penjualanFungsi fisik Penyimpanan

Pedagang KecamatanPedagang KabupatenPedagang Propinsi Fungsi fasilitas Penanggungan resiko,

pembiayaan, informasi pasarFungsi pertukaran Pembelian dan penjualanFungsi fisik Penyimpanan dan pengangkutan

Pedagang Pengecer

Fungsi fasilitas Penanggungan resiko,pembiayaan, informasi pasar

a. Petani

Seluruh petani responden kedelai di Kecamatan Ciranjang umumnya tidak

menemui kesulitan dalam memasarkan kedelainya karena pedagang pengumpul

selalu ada untuk mengambil produksi kedelai saat musim panen. Petani

memasarkan kedelai dalam dua bentuk yaitu polong muda dan polong tua.

Umumnya petani menjual ke pedagang pengumpul yang mendatangi rumah atau

sawah petani dengan penawaran harga tertinggi, tetapi ada beberapa petani yang

menjual langsung ke pedagang besar di pasar. Pemilihan rantai tataniaga

Page 73: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

62

pedagang pengumpul oleh petani dengan pertimbangan tidak ada biaya

transportasi dan lokasi petani ke pasar tujuan cukup jauh.

Cara petani menjual kedelai ke pedagang pengumpul adalah cara langsung

dari rumah atau sawah, khusus polong muda umumnya secara borongan di sawah

yang didatangi pedagang pengumpul. Sistem ini memberikan kemudahan bagi

petani, tetapi informasi pasar dan harga dikuasai oleh pedagang pengumpul

sehingga harga jual ditentukan oleh pedagang pengumpul. Akibatnya cara tersebut

membuat posisi tawar petani menjadi lemah.

b. Pedagang Pengumpul

Pedagang pengumpul di Kecamatan Ciranjang umumnya pedagang

pengumpul dari luar Kecamatan, tetapi ada beberapa pedagang yang merupakan

penduduk Kecamatan Ciranjang. Cara pembelian yang dilakukan pedagang

pengumpul dari petani untuk polong tua dengan ditimbang di rumah petani,

sedangkan yang polong muda umumnya tebasan langsung di sawah petani. Sistem

pembayaran umumnya secara tunai, tetapi ada juga yang pembayarannya

menunggu hasil penjualan ke pedagang besar atas dasar kepercayaan.

Kedelai yang dijual ke pedagang pengumpul sebanyak 73.33 persen dari

keseluruhan hasil produksi kedelai di Kecamatan Ciranjang. Kedelai ini

selanjutnya dibawa ke pasar tujuan untuk kedelai polong muda, sedangkan kedelai

polong tua dibawa ke pedagang kecamatan dan pedagang besar kabupaten dengan

menggunakan transportasi mobil. Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh

pedagang pengumpul adalah pembelian dan penjualan, fungsi fisik yaitu

pengumpulan dan pengangkutan, serta fungsi fasilitas yaitu penanggungan resiko

Page 74: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

63

penyusutan, pembiayaan (transportasi, tenaga kerja dan pengemasan) dan

informasi pasar (harga).

c. Pedagang Kecamatan

Pedagang kecamatan merupakan pengrajin tahu skala besar di Kecamatan

Haurwangi. Pedagang ini menerima kedelai dari pedagang pengumpul dari desa-

desa yang berdekatan dengan pedagang kecamatan, selain itu menerima kedelai

langsung dari petani. Umumnya pedagang pengumpul yang menjual kedelai ke

pedagang kecamatan merupakan pedagang yang menerima bantuan modal dari

pedagang kecamatan.

Kegiatan yang dilakukan selain pembelian juga penjualan. Kedelai yang

diperoleh selain untuk bahan baku pabrik tahu miliknya, sebagian dijual langsung

ke pedagang besar propinsi di Bandung, Jawa Barat. Cara pembayaran kepada

pedagang pengumpul dengan mengurangi langsung modal yang dipinjam

pedagang pengumpul dari penjualan kedelai, sedangkan pembelian kedelai dari

petani dibayar tunai.

Pedagang kecamatan mempunyai informasi pasar yang akurat tentang

harga yang terjadi karena berhubungan langsung dengan pedagang besar propinsi.

Selain itu banyaknya kedelai yang harus disiapkan oleh pedagang pengumpul,

misalnya tidak pada saat musim tanam kedelai sehingga terjadi kekurangan

pasokan. Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang kecamatan adalah fungsi

pertukaran berupa pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa penyimpanan dan

fungsi fasilitas berupa penanggungan resiko penyusutan, pembiayaan transportasi

dan informasi pasar.

Page 75: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

64

d. Pedagang Besar Kabupaten

Pedagang besar kabupaten yang terlibat dalam saluran tataniaga kedelai di

Kecamatan Ciranjang berjumlah satu orang. Pedagang ini menerima pasokan

kedelai dari pedagang pengumpul dan petani yang berdekatan dengan pasar, selain

itu pedagang ini menerima pasokan dari Jawa Tengah dan Jawa Timur melibatkan

pedagang kebupaten lainnya. Penyerahan kedelai dilakukan di tempat pedagang

besar sehingga pembelian tersebut berlangsung di gudang pedagang besar. Cara

pembayaran yang dilakukan pedagang besar selalu tunai.

Kegiatan yang dilakukan selain pembelian juga penjualan. Kedelai

tersebut dijual baik langsung ke pengrajin tahu/tempe di Kabupaten Cianjur

maupun ke pedagang pengecer di Kabupaten Cianjur dan pedagang pengecer luar

daerah yang telah menjadi langganan sepeti Garut, Majalengka, Sumedang,

Sukabumi dan Bandung. Pedagang besar umumnya mempunyai informasi harga

yang akurat, sehingga posisi tawar-menawar pedagang pengumpul lemah jika

dibandingkan dengan pedagang besar. Fungsi tataniaga yang dilakukan pedagang

besar adalah fungsi pertukaran berupa pembelian dan penjualan, fungsi fisik

berupa penyimpanan, dan fungsi fasilitas berupa penanggungan resiko

penyusutan, pembiayaan dan informasi pasar.

e. Pedagang Besar Propinsi

Pedagang besar propinsi yang terlibat dalam saluran tataniaga kedelai dari

produsen di Kecamatan Ciranjang berjumlah satu orang. Pedagang ini memiliki

skala usaha dagang yang besar di Bandung, Jawa Barat. Pedagang ini menerima

pasokan kedelai dari pedagang besar kabupaten Cianjur (di Kecamatan

Ciranjang), Subang, Karawang, Sukabumi Selatan, Garut, Tasik, Majalengka, dan

Page 76: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

65

Banjar, serta dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi.

Selain itu menerima kedelai langsung dari petani di wilayah Bandung. Cara

pembayaran yang dilakukan pedagang besar adalah nota dan tunai.

Pedagang besar melakukan kegiatan penjualan kedelai baik secara

langsung ke pengrajin tahu/tempe dan pedagang pengecer di daerah Bandung,

maupun pengiriman ke luar propinsi Jawa Barat. Informasi harga yang dimiliki

pedagang besar merupakan informasi terbaru, karena pedagang besar

berhubungan langsung dengan penentu harga pasar yaitu pedagang pengecer.

Fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan pedagang besar propinsi adalah fungsi

pertukaran yaitu pembelian dan penjualan, fungsi fisik yaitu penyimpanan, serta

fungsi fasilitas yaitu penanggungan resiko penyusutan, pembiayaan transportasi

dan informasi pasar.

f. Pedagang Pengecer

Pedagang pengecer merupakan lembaga tataniaga yang menerima pasokan

kedelai dari pedagang besar untuk dijual langsung kepada konsumen akhir.

Banyaknya kedelai yang dibeli disesuaikan dengan skala usaha dagang yang

dimiliki pedagang pengecer. Umumnya pedagang pengecer menjual kedelai untuk

konsumsi, tetapi ada juga pengecer yang menjual kedelai untuk benih.

Pembayaran yang dilakukan oleh pedagang pengecer dengan cara tunai.

Pedagang pengecer melakukan fungsi-fungsi tataniaga adalah fungsi

pertukaran yaitu pembelian dan penjualan, fungsi fisik yaitu penyimpanan dan

pengangkutan dari pedagang besar ke pedagang pengecer, serta fungsi fasilitas

yaitu penanggungan resiko penyusutan, pembiayaan transportasi dan informasi

pasar.

Page 77: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

66

6.3 Struktur dan Perilaku Pasar

6.3.1 Struktur Pasar

Struktur pasar dapat diidentifikasi dengan melihat jumlah lembaga

tataniaga, kebebasan untuk keluar masuk pasar yang dialami oleh para pelaku

pasar, sifat produk yang diperjualbelikan dan informasi pasar yang diperoleh.

Struktur pasar yang dihadapi oleh para pelaku pasar dalam tataniaga kedelai

adalah sebagai berikut:

a. Petani dan Pedagang Pengumpul, Pedagang Kecamatan serta Pedagang

Kabupaten

Petani berperan sebagai penjual dan yang berperan sebagai pembeli adalah

pedagang pengumpul, pedagang kecamatan dan pedagang besar. Kedelai yang

diperjualbelikan umumnya homogen yaitu kedelai varietas Dapros. Dilihat dari

struktur pasar yang dihadapai pedagang pengumpul memiliki posisi tawar yang

lebih baik dari petani, sedangkan pedagang kecamatan/kabupaten posisi tawarnya

lebih baik dari pedagang pengumpul.

Petani dalam memasarkan hasilnya tidak menghadapi hambatan karena

petani dengan mudah menjual kedelai kepada pembeli, sedangkan pedagang

pengumpul menghadapi hambatan pada waktu bukan musim tanam kedelai dan

keterbatasan modal. Hambatan yang dihadapi pedagang kecamatan dan pedagang

kabupaten adalah harus memiliki modal yang kuat dan memiliki relasi yang luas

agar dalam pemasaran kedelai berjalan dengan lancar. Sumber informasi tentang

harga dibawa oleh pedagang sehingga penentu harga dilakukan oleh pihak

pedagang. Akibatnya petani hanya berperan sebagai price taker dan tidak

memiliki posisi tawar yang kuat dalam penentuan harga.

Page 78: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

67

b. Pedagang Pengumpul dan Pedagang Besar

Di lokasi penelitian jumlah pedagang pengumpul lebih sedikit dari jumlah

petani tapi lebih banyak dari pedagang besar di Kecamatan Ciranjang. Jumlah

pedagang pengumpul yang berdomisili di Kecamatan Ciranjang tidak diketahui

dengan pasti, jika tiba musim panen kedelai pedagang pengumpul banyak

berdatangan dari luar Kecamatan. Pedagang pengumpul dalam menentukan harga

sangat lemah, karena umumnya pedagang pengumpul mendapat pinjaman dari

pedagang besar. Hal ini karena pedagang pengumpul memiliki keterbatasan modal

untuk membayar petani. Namun ada juga pedagang pengumpul yang bekerja

sendiri, mereka memasarkan kedelai hanya kepada pedagang besar.

Posis tawar pedagang kecamatan/kabupaten lebih baik dari pedagang

pengumpul karena yang menentukan harga adalah konsumen akhir. Informasi

yang dimiliki pedagang pengumpul mengenai keberadaan kedelai dan harga jual

yang berlaku lebih baik jika dibandingkan petani. Informasi ini diperoleh dari

pedagang pengumpul lainnya dan pedagang besar itu sendiri. Komoditi yang

diperjualbelikan di tingkat pedagang pengumpul, pedagang kecamatan dan

pedagang kabupaten bersifat homogen.

c. Pedagang Besar, Pedagang Besar Propinsi dan Pedagang Pengecer

Pedagang propinsi memiliki level penjualan yang lebih tinggi dari

pedagang kecamatan/kabupaten, sehingga posisi tawarnya lebih baik dari

pedagang kecamatan/kabupaten. Posisi tawar pedagang pengecer lebih baik dari

pedagang propinsi karena berhubungan langsung dengan konsumen akhir. Selain

harus mempunyai modal yang kuat, pedagang besar juga harus memiliki

komunikasi dan kepercayaan yang baik dengan lembaga tataniaga yang lain.

Page 79: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

68

Sistem pembayaran antara pedagang besar dengan pedagang pengumpul secara

tunai, dan komoditi yang diperjualbelikan bersifat homogen.

d. Pedagang Pengecer dengan Konsumen

Pedagang pengecer merupakan lembaga tataniaga yang berhadapan

langsung dengan konsumen akhir. Pedagang pengecer dengan konsumen

menghadapi struktur pasar persaingan, hal ini dicirikan dengan banyak pedagang

pengecer sebagai penjual dengan banyak konsumen akhir sebagai pembeli.

Komoditi yang diperjualbelikan bersifat homogen yaitu kedelai. Sistem

pembayaran yang dilakukan pedagang pengecer terhadap pedagang besar dan

konsumen adalah tunai.

6.3.2 Perilaku Pasar

Perilaku pasar dapat diidentifikasi dengan mengamati kegiatan tataniaga

kedelai dalam proses pembelian dan penjualan, sistem penentuan harga, sistem

pembayaran dan kerjasama yang terjadi antara lembaga tataniaga.

a. Praktik Pembelian dan Penjualan

Setiap lembaga tataniaga dalam saluran tataniaga kedelai melakukan

kegiatan pembelian dan penjualan, kecuali petani yang hanya melakukan kegiatan

penjualan. Pembelian kedelai oleh pedagang pengumpul dilakukan dengan cara

pedagang pengumpul langsung mendatangi petani, sedangkan pedagang besar

melakukan pembelian di tempat penjual. Cara pembayaran untuk setiap lembaga

tataniaga dilakukan secara tunai, kecuali polong muda penundaan pembayaran

bisa terjadi karena keterbatasan modal yang dimiliki pedagang pengumpul.

Page 80: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

69

b. Sistem Penentuan Harga

Posisi petani adalah sebagai penerima harga. Informasi harga dibawa oleh

pedagang pengumpul saat akan membeli kedelai di tempat atau sawah petani.

Penguasaan informasi harga sangat didominasi oleh pedagang pengumpul,

walaupun terjadi tawar-menawar penetapan harga tetap lebih banyak ditentukan

oleh pedagang pengumpul. Proses penentuan harga antara pedagang pengumpul

dengan pedagang besar lebih banyak dipengaruhi oleh harga kedelai di pasar.

c. Kerjasama Antar Lembaga

Kerjasama antar lembaga tataniaga kedelai baru terjadi antara petani dan

pedagang besar kecamatan dan kabupaten di kecamatan Ciranjang. Bentuk

kerjasama yang terjadi adalah pedagang besar menyediakan benih kedelai dengan

harga yang lebih rendah dari harga di pasar dengan mutu benih kedelai yang

sama, sehingga petani dapat menekan biaya usahatani kedelainya.

6.4 Analisis Keragaan Pasar

Struktur pasar dan perilaku pasar akan menentukan keragaan pasar yang

dapat diukur melalui harga, biaya dan jumlah komoditi yang akhirnya

memberikan penilaian baik atau tidaknya suatu sistem tataniaga (Dahl and

Hammond, 1977). Efisiensi tataniaga merupakan suatu kegiatan perubahan yang

dapat meminimalkan biaya input tanpa harus mengurangi kepuasan konsumen

dengan output barang dan jasa. Analisis efisiensi tataniaga mencakup analisis

marjin tataniaga, farmer s share dan analisis rasio keuntungan dan biaya.

6.4.1 Marjin Tataniaga

Marjin tataniaga diartikan melalui selisih harga di tingkat produsen dengan

harga di tingkat pedagang pengecer yang diperoleh dengan satuan rupiah per

Page 81: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

70

kilogram kedelai. Marjin tataniaga dalam penelitian ini dihitung berdasarkan

kedelapan saluran tataniaga yang terbentuk. Marjin tataniaga menjelaskan

perbedaan harga dan tidak memuat pernyataan mengenai jumlah komoditi yang

dipasarkan. Penghitungan marjin meliputi biaya tataniaga dan keuntungan

lembaga yang terlibat dalam saluran tataniaga tersebut.

Biaya tataniaga merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan oleh lembaga

tataniaga dalam memasarkan kedelai dari petani sampai ke konsumen akhir. Biaya

tataniaga tersebut meliputi biaya transportasi, tenaga kerja, pengemasan dan

retribusi. Keuntungan pemasaran merupakan selisih antara harga jual dengan

biaya-biaya yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga yang bersangkutan.

Secara umum petani menyalurkan kedelai melalui dua lembaga saluran

tataniaga, yaitu pedagang pengumpul dan pedagang besar kabupaten. Pembahasan

mengenai sebaran marjin tataniaga dibagi menjadi sebaran marjin melalui

pedagang pengumpul dan sebaran marjin melalui pedagang besar kabupaten.

Saluran tataniaga kedelai yang melalui pedagang pengumpul yaitu saluran satu

sampai saluran lima (Tabel 19) dan saluran tataniaga yang melalui pedagang besar

kabupaten yaitu saluran enam sampai saluran delapan (Tabel 20).

Sistem tataniaga yang terjadi di Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur

terdiri dari delapan saluaran tataniaga, yaitu saluran ke-1 dari petani kedelai dijual

ke pedagang pengumpul lalu ke pedagang kecamatan dan diserap langsung oleh

pengrajin tahu/tempe. Saluran ke-2 dari petani kedelai dijual ke pedagang

pengumpul lalu ke pedagang kabupaten dan diserap langsung oleh pengrajin

tahu/tempe. Saluran ke-3 sama seperti saluran ke-2 hanya tujuannya ke pedagang

pengecer untuk dijual ke konsumen akhir.

Page 82: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

71

Saluran 4 dari petani kedelai dijual ke pedagang pengumpul lalu dibawa ke

pedagang kecamatan lalu ke pedagang propinsi dan diserap pengrajin tahu/tempe

(Bandung). Saluran ke-5 sama seperti saluran ke-4 hanya tujuannya ke pedagang

pengecer lalu ke konsumen akhir. Saluran ke-6 dari petani kedelai dibawa ke

pedagang kabupaten lalu ke pedagang pengecer untuk dijual ke konsumen

(Kabupaten Cianjur). Saluran ke-7 dari petani kedelai dibawa ke pedagang

kabupaten lalu ke pedagang propinsi dan diserap oleh pengrajin tahu/tempe.

Saluran ke-8 sama seperti saluran ke-7 hanya tujuannya ke pedagang pengecer

untuk dijual ke konsumen akhir.

Pada saluran tataniaga 1 dengan tujuan akhir pengrajin tahu/tempe, total

biaya tataniaga yang dikeluarkan sebesar Rp 97, per kilogram (Tabel 18). Total

perolehan marjin Rp 1 004.40, paling banyak berasal dari pedagang kecamatan

yaitu Rp 600 dan pedagang pengumpul Rp 404.40 per kilogram. Total keuntungan

Rp 907.40 per kilogram, paling besar berasal dari pedagang kecamatan sebesar

Rp 551.33 dan pedagang pengumpul Rp 356.07 per kilogram.

Biaya pemasaran yang dikeluarkan pedagang pengecer dan pedagang

kecamatan yaitu masing-masing sebesar Rp 48.33 dan Rp 48.67 per kilogram.

Biaya pemasaran yang dikeluarkan pedagang pengumpul meliputi biaya

transportasi untuk mencari kedelai sebesar Rp 33.33 per kilogram dan biaya

tenaga kerja bongkar muat sebesar Rp 15 per kilogram. Pada tingkat pedagang

kecamatan biaya yang dikeluarkan untuk transportasi sebesar Rp 16.67, tenaga

kerja dan pengemasan Rp 25 dan penyusutan Rp 7 per kilogram.

Page 83: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

72

Tabel 19 Marjin Tataniaga Kedelai Saluran Satu, Dua, Tiga, Empat dan Lima di Kecamatan Ciranjang

Saluaran 1 Saluran 2 Saluran 3 Saluran 4 Saluran 5UraianHarga

(Rp/kg) % Harga(Rp/kg) % Harga

(Rp/kg) % Harga(Rp/kg) % Harga

(Rp/kg) %

1. PetaniBiaya ProduksiKeuntunganHarga jual

2 285.08810.52

3 095.60

55.7319.7775.50

2 285.08810.52

3 095.60

55.7319.7775.50

2 285.08810.52

3 095.60

50.7818.0168.79

2 285.08810.52

3 095.60

35.1612.4747.62

2 285.08810.52

3 095.60

32.6411.5844.22

2. Pedagang PengumpulHarga beliBiaya tataniagaKeuntunganTotal MarjinHarga jual

3 095.6048.33

356.07404.40

3 500.00

75.501.188.689.86

85.37

3 095.6048.33

356.07404.40

3 500.00

75.501.188.689.86

85.37

3 095.6048.33

356.07404.40

3 500.00

66.671.077.918.99

77.78

3 095.6048.33

356.07404.40

3 500.00

46.150.745.486.22

53.85

3 095.6048.33

356.07404.40

3 500.00

42.860.695.095.78

50.00

3. Pedagang KecamatanHarga beliBiaya tataniagaKeuntunganTotal MarjinHarga jual

3 500.0048.67

551.33600.00

4 100.00

80.001.19

13.4514.63

100.00

3 500.00118.67

1 381.331 500.005 000.00

53.851.83

21.2523.0876.92

3 500.00118.67

1 381.331 500.005 000.00

50.001.70

19.7321.4371.43

4. Pedagang KabupatenHarga beliBiaya tataniagaKeuntunganTotal MarjinHarga jual

3 500.0057.00

543.00600.00

4 100.00

92.111.39

13.2414.63

100.00

3500.0072.00

428.00500.00

4 000.00

77.781.609.51

11.1188.89

Page 84: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

73

Tabel 19 Lanjutan

Saluaran 1 Saluran 2 Saluran 3 Saluran 4 Saluran 5UraianHarga

(Rp/kg) % Harga(Rp/kg) % Harga

(Rp/kg) % Harga(Rp/kg) % Harga

(Rp/kg) %

5. Pedagang PropinsiHarga beliBiaya tataniagaKeuntunganTotal MarjinHarga jual

5 000.00112.00

1 388.001 500.006 500.00

76.921.72

21.3523.08

100.00

5 000.00 165.00

1 235.001 400.006 400.00

71.432.36

17.6420.0091.43

6. Pedagang PengecerHarga beliBiaya tataniagaKeuntunganTotal MarjinHarga jual

4 000.0065.00

435.00500.00

4 500.00

88.891.449.67

11.11100.00

6 400.0077.00

523.00600.00

7 000.00

92.861.107.478.57

100.007. Pengrajin Tahu/TempeHarga beli 4 100.00 100.00 4 100.00 100.00 6500.00 100.008. Konsumen akhirHarga beli 4 500.00 100.00 7 000.00 100.00Total Biaya Tataniaga 97.00 2.37 105.33 2.57 185.33 4.12 279.00 4.29 409.00 5.84Total Keuntungan 907.40 22.13 899.07 21.93 1 219.07 27.09 3 125.40 48.08 3 495.40 49.93Total Marjin 1 004.40 24.50 1 004.40 24.50 1 404.40 31.21 3 404.40 52.38 3 904.40 55.78

/C 9.35 8.54 6.58 11.20 8.55Farmer's Share 75.50 75.50 68.79 47.62 44.22

Page 85: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

74

Saluran tataniaga 2 sama dengan saluran tataniaga 1, hanya pada saluran 2

dari pedagang pengumpul kedelai dibawa ke pedagang kabupaten. Total marjin

tataniaga saluran 2 sebesar Rp 1 004 sama dengan saluran 1, paling banyak

berasal dari pedagang kabupaten sebesar Rp 600 dan pedagang pengecer Rp

404.40 per kilogram. Total keuntungan Rp 899.07 paling banyak berasal dari

pedagang kabupaten sebesar Rp 543 dan pedagang pengecer sebesar Rp 365.07

per kilogram. Biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengecer untuk tujuan

pengrajin tahu/tempe yaitu biaya transportasi Rp 30, tenaga kerja bongkar muat

sebesar Rp 10, biaya pengemasan Rp 5 dan penyusutan Rp 7 per kilogram.

Pada saluran tataniaga 3, pemasaran kedelai sampai ke konsumen akhir

melalui pedagang pengecer. Total marjin tataniaga yang diperoleh sebesar

Rp 1 404.40 dengan sebaran marjin di pedagang kabupaten dan pedagang

pengecer yaitu masing-masing Rp 500 per kilogram dan pedagang pengumpul Rp

404.40. Total keuntungan tataniaga sebesar Rp 1 219,07 paling besar berasal dari

pedagang pengumpul Rp 356.07, pedagang pengecer Rp 435 dan pedagang

kabupaten Rp 428 per kilogram.

Pedagang kabupaten memperoleh keuntungan sedikit, hal ini dikarenakan

biaya tataniaga yang dikeluarkan sangat besar yaitu Rp 72 yang terdiri dari biaya

transportasi sebesar Rp 40, penyusutan Rp 7 dan biaya tenaga kerja Rp 25 per

kilogram. Biaya tataniaga paling kecil dikeluarkan oleh pedagang pengumpul

sebesar Rp 48.33 dan pedagang pengecer sebesar Rp 65 per kilogram.

Saluran tataniaga 4 merupakan saluran dengan tujuan pengrajin

tahu/tempe di daerah Bandung melalui pedagang besar propinsi. Total marjin

yang diperoleh sebesar Rp 3 404.40 paling besar berasal dari pedagang

Page 86: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

75

kecamatan dan pedagang propinsi masing-masing Rp 1 500 per kilogram. Biaya

tataniaga yang dikeluarkan berkisar antara Rp 48.33 sampai Rp 118.67 per

kilogram. Biaya tataniaga terbesar dikeluarkan oleh pedagang kecamatan, biaya

tersebut terdiri dari biaya transportasi Rp 86.67, penyusutan Rp 7, tenaga kerja

bongkar muat Rp 20 dan pengemasan Rp 5 per kilogram. Total keuntungan

sebesar Rp 3 125.40 paling besar keuntungan yang diperoleh pedagang propinsi

sebesar Rp 1 388 per kilogram.

Pada saluran tataniaga 5 merupakan saluran yang sama dengan saluran 4

hanya tujuan tataniaga kedelai adalah konsumen akhir di daerah Bandung. Total

marjin tataniaga yang diperoleh dari lembaga tataniaga sebesar Rp 4 904.40 per

kilogram. Marjin terbesar berasal dari pedagang kecamatan dan pedagang propinsi

masing-masing sebesar Rp 1 500 dan Rp 1 400 per kilogram. Biaya tataniaga

terbesar dikeluarkan oleh pedagang propinsi sebesar Rp 165 per kilogram dan

biaya tataniaga terendah pada pedagang pengecer. Keuntungan yang diperoleh

berkisar antara Rp 356.07 sampai Rp 1 381.33 per kilogram.

Saluran tataniaga 6 (Tabel 20) merupakan saluran yang tujuannya sama

dengan saluran tataniaga 3, hanya pada penyaluran dari petani tidak melalui

pedagang pengumpul. Total marjin tataniaga Rp 1 000 dengan pembagian yang

merata pada pedagang kabupaten dan pedagang pengecer sebesar Rp 500

perkilogram (Tabel 19). Total keuntungan saluran tataniaga in sebesar Rp 863

dengan pembagian keuntungan pada pedagang kabupaten sebesar Rp 426 dan

pedagang pengecer sebesar Rp 435 per kilogram. Biaya tataniaga yang

dikeluarkan oleh pedagang kabupaten merupakan biaya terbesar yaitu Rp 72

Page 87: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

76

dengan alokasi terbesar untuk biaya transporatsi Rp 40, tenaga kerja Rp 25 dan

penyusutan sebesar Rp 7 per kilogram.

Tabel 20 Marjin Tataniaga Kedelai Saluran Enam, Tujuh dan Delapan diKecamatan Ciranjang

Saluran 6 Saluran 7 Saluran 8Uraian Harga

(Rp/kg) % Harga(Rp/kg) % Harga

(Rp/kg) %

1. PetaniBiaya ProduksiKeuntunganHarga jual

2 301.751 198.253 500.00

51.1516.6377.78

2 301.751 198.253 500.00

35.4118.4353.85

2 301.751 198.253 500.00

32.8817.1250.00

2. Pedagang KabupatenHarga beliBiaya tataniagaKeuntunganTotal MarjinHarga jual

3 500.0072.00

428.00500.00

4 000.00

75.711.609.51

11.1188.89

3 500.00.4,50

1 405.501 500.005 000.00

53.321.45

21.6223.0876.92

3 500.0094.50

1 405.501 500.005 000.00

50.481.35

20.0821.4371.43

3. Pedagang PropinsiHarga beliBiaya tataniagaKeuntunganTotal MarjinHarga jual

5 000.00104.50

1 395.501 500.006 500.00

70.421.61

21.4723.08

100.00

5 000.00154.50

1 245.501 400.006 400.00

66.672.41

17.7920.0091.43

4. Pedagang PengecerHarga beliBiaya tataniagaKeuntunganTotal MarjinHarga jual

4 000.0065.00

435.00500.00

4 500.00

90.001.449.67

11.11100.00

6 500.0077.00

423.00500.00

7 000.00

93.331.106.047.14

100.005. PengrajinTahu/TempeHarga beli 6 500.00 100.006. Konsumen akhirHarga beli 4 500,00 100.00 7 000.00 100.00Total Biaya Tataniaga 137.00 3.04 199.00 3.06 326.00 4.86Total Keuntungan 863.00 19.18 2 801.00 43.09 3 074.00 43.91Total Marjin 1 000.00 22.22 3 000.00 46.15 3 400.00 48.57

/C 6.30 14.08 9.43Farmer's Share 77.78 53.85 50.00

Saluran tataniaga 7 merupakan saluran yang sama dengan saluran 6 hanya

tujuan penyaluran kedelai adalah pengrajin tahu/tempe di daerah Bandung. Total

marjin tataniaga yang diperoleh sebesar Rp 3 000 dengan pembagian yang merata

Page 88: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

77

pada pedagang propinsi dan pedagang kabupaten masing-masing sebesar

Rp 1 500 per kilogram. Biaya tataniaga berkisar antara Rp 94.5 sampai Rp 104.5

per kilogram dengan alokasi terbesar untuk biaya transportasi dan penyusutan.

Keuntungan terbesar diperoleh oleh pedagang kabupaten sebesar Rp 1 405.5 dan

pedagang propinsi sebesar Rp 1 395.5 per kilogram.

Saluran tataniaga 8 merupakan saluran yang tujuan pemasaran kedelai

sama dengan saluran tataniaga 5, hanya penyaluran dari petani tidak melalui

pedagang pengumpul. Total marjin tataniaga yang diperoleh Rp 3 400 dengan

alokasi terbesar pada pedagang kabupaten sebesar Rp 1 500, pedagang propinsi

sebesar Rp 1 400 dan pedagang pengecer sebesar Rp 500 per kilogram. Total

biaya tataniaga sebesar Rp 326 per kilogram dengan biaya terbesar pada pedagang

propinsi. Keuntungan terbesar sebesar Rp 1 405.5 pada pedagang kabupaten, pada

pedagang propinsi Rp 1 245.5 dan pedagang pengecer sebesar Rp 423 per

kilogram. Secara keseluruhan marjin tataniaga di setiap saluran tataniaga di

kabupaten Cianjur cenderung tinggi.

6.4.2 Pangsa Marjin dan Net Marjin

a. Pangsa Marjin

Berdasarkan sebaran marjin tataniaga kedelapan saluran tataniaga di atas,

maka dapat dilihat persentase pangsa marjin (Tabel 21) dan persentase net marjin

(Tabel 22) yang diperoleh setiap pelaku pasar untuk masing-masing saluran

tataniaga. Pangsa marjin digunakan untuk melihat besarnya marjin yang diperoleh

pelaku pasar untuk setiap saluran tataniaga, pangsa marjin diperoleh dari marjin

tataniaga masing-masing lembaga dibagi total marjin tataniaga dalam bentuk

persen. Net marjin digunakan untuk mengetahui penyebaran marjin keuntungan

Page 89: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

78

pada setiap pelaku pasar, net marjin dihitung dari keuntungan tiap lembaga

tataniaga dibagi total keuntungan tataniaga dalam bentuk persen. Saluran

tataniaga yang efisien ditunjukkan oleh perolehan marjin yang merata di setiap

pelaku pasar.

Tabel 21 menginformasikan pangsa marjin terbesar terdapat pada saluran

tataniaga satu dan saluran tataniaga dua dengan tujuan pengrajin tahu/tempe di

Kabupaten Cianjur yang diperoleh pedagang kecamatan dan pedagang kabupaten

yaitu masing-masing sebesar 59.745 persen. Pada saluran tataniaga satu dan dua

terdapat dua pelaku pasar yaitu pedagang pengumpul dan pedagang

kecamatan/kabupaten. Pada saluran tataniaga ini merupakan pangsa marjin

terbesar dari kedelapan saluran tataniaga yang dibahas dan diperoleh pedagang

kecamatan dan pedagang kabupaten.

Tabel 21 Persentase Pangsa Marjin Setiap Pelaku Tataniaga

Pangsa Marjin (%)Saluran Pedagang

PengumpulPedagang

KecamatanPedagangKabupaten

PedagangPropinsi

PedagangPengecer

TotalPangsaMarjin

1 40.26 59.74 - - - 100,002 40.26 - 59.74 - - 100,003 28.79 - 35.60 - 35.60 100,004 11.88 44.06 - 44.08 - 100,005 10.36 38.42 - 35.86 15.37 100,006 - - 50.00 - 50.00 100,007 - - 50.00 50.00 - 100,008 - - 44.12 41.18 14.71 100,00

Saluran tataniaga lima merupakan saluran terpanjang dari kedelapan

saluran tataniaga yang dibahas yaitu melibatkan empat pelaku pasar. Sebaran

pangsa marjin pada saluran ini cenderung belum merata yaitu pedagang

pengumpul sebesar 10.36 persen, pedagang kecamatan sebesar 38.42 persen,

Page 90: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

79

pedagang propinsi sebesar 35.86 persen dan pedagang pengumpul sebesar 15.37

persen. Saluran tataniaga enam dan tujuh merupakan saluran tataniaga tanpa

melalui pedagang pengumpul, dan melibatkan dua pelaku pasar dengan

penyebaran pangsa marjin yang sudah merata yaitu masing-masing sebesar 50

persen.. Pelaku pasar yang telibat pada saluran tataniaga enam adalah pedagang

kabupaten dan pedagang pengecer dengan tujuan tataniaga kedelai konsumen di

Kabupaten Cianjur. Saluran tataniaga tujuh melibatkan pedagang kabupaten dan

pedagang propinsi dengan tujuan pengrajin tahu/tempe di daerah Bandung. Tinggi

marjin pada setiap pelaku tataniaga karena tingginya biaya tataniaga yang

dikeluarkan.

b. Net Marjin

Tabel 22 menginformasikan sebaran net marjin pada saluran tataniaga satu

dan dua cenderung belum merata, terlihat dari pedagang pengumpul memperoleh

39.24 persen dan pedagang kecamatan 60.76 persen pada saluran satu. Sebaran

net marjin pada saluran tiga, enam dan tujuh cenderung sudah merata. Saluran

tataniaga lima yang merupakan saluran terpanjang, net marjin terendah diperoleh

pedagang pengumpul sebesar 10.19 persen, dan tertinggi pedagang kecamatan dan

pedagang propinsi sebesar 43.29 persen.

Tabel 22 Persentase Net Marjin Setiap Pelaku Tataniaga

Net Marjin (%)Saluran Pedagang

PengumpulPedagang

KecamatanPedagangKabupaten

PedagangPropinsi

PedagangPengecer

TotalPangsaMarjin

1 39.24 60.76 - - - 100,002 39.60 - 60.39 - - 100,003 29.21 - 35.11 - 35.68 100,004 11.39 44.19 - 44.41 - 100,005 10.19 43.29 - 35.33 14.96 100,006 - - 49.59 - 50.41 100,007 - - 50.18 49.82 - 100,008 - - 45.72 40.52 13.76 100,00

Page 91: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

80

Pada setiap saluran tataniaga, pelaku pasar yang memperoleh pangsa

marjin dan net marjin yang nilainya cenderung merata adalah pedagang

kecamatan, pedagang kabupaten dan pedagang propinsi. Hal ini karena tujuan

pemasaran dari ketiga pedagang tersebut sudah ada. Berbeda dengan pedagang

pengumpul dan pengecer, perolehan net marjin berbeda-beda tergantung kepada

siapa mereka menjual kedelainya.

6.4.3 Farmer s Share

Farmer s Share digunakan untuk membandingkan harga yang dibayarkan

konsumen akhir dan dinyatakan dalam persentase. Farmer s Share berhubungan

negatif dengan marjin tataniaga, artinya semakin tinggi marjin tataniaga maka

bagian yang akan diterima petani semakin rendah. Berdasarkan kedelapan saluran

tataniaga yang dibahas, maka dapat diketahui tingkat Farmer s Share yang

diterima petani (Tabel 23).

Tabel 23 Total Marjin, Total Biaya, Total Keuntungan dan Share pada SetiapLembaga tataniaga di Kecamatan Ciranjang, Tahun 2008

SaluranTotalMarjin

TotalBiaya

TotalKeuntungan A B C D E F

Rp 1 004.40 97.00 907.401

% 24.50 2.37 22.3 75.50 85.37 100.00Rp 1 004.40 105.33 899.072

% 24.50 2.57 21.93 75.50 85.37Rp 1 404.40 185.33 1 219.073

% 31.21 4.12 27.09 68.79 77.78 100.00 100.00Rp 3 404.40 279.00 3 125.404

% 52.38 4.29 48.08 47.62 53.85 76.92 88.89 100.00Rp 3 904.40 409.00 3 495.405

% 55.78 5.84 49.93 44.22 50.00 71.43 91.43Rp 1 000.00 137.00 863.006

% 22.22 3.04 19.18 77.78 88.89 100.00Rp 3 000.00 199.00 2 801.007

% 46.15 3.06 43.09 53.85 72.92 100.00Rp 3 400.00 326.00 3 074.008

% 48.57 4.86 43.91 50.00 71.43 91.43 100.00Ket: - Persentase share pelaku pasar berdasarkan harga jual di tingkat pelaku pasar dibandingkan dengan harga yang

dibayarkan konsumen- A = Share Petani, B = Share P. Pengumpul, C = Share P. Kecamatan

Page 92: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

81

- D = Share P. Kabupaten, E = Share P. Propinsi, F = Share P. Pengecer

Nilai Farmer s share dari seluruh tataniaga yang ada berkisar antara 44.22

sampai 77.78 persen. Farmer s share terbesar terjadi pada saluran tataniaga enam

yaitu sebesar 77.78 persen. Bagian terkecil terjadi pada saluran tataniaga lima

yang merupakan saluran tataniaga terpanjang dalam tataniaga kedelai dari

Kecamatan Ciranjang ke konsumen akhir.

Berdasarkan Tabel 23 diketahui nilai farmer s share dari seluruh tataniaga

yang ada terlihat masih rendah dibanding dengan bagian yang diterima pelaku

tataniaga. Hal ini menunjukkan posisi tawar petani masih lemah dibanding dengan

pelaku tataniaga lainnya. Dilihat dari nilai Farmer s share yang diperoleh pada

setiap saluran tataniaga dapat diketahui bahwa saluran tataniaga yang efisien

adalah saluran tataniaga enam karena dilihat dari total marjin tataniaga yang

dikeluarkan rendah.

6.4.4 Rasio Keuntungan dan Biaya

Tingkat efisiensi tataniaga dapat juga diukur melalui besarnya rasio

keuntungan terhadap biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh masing-masing

lembaga tataniaga. Nilai rasio dapat dilihat pada Tabel 24, nilai yang tinggi

artinya keuntungan yang diperoleh semakin tinggi .

Rasio keuntungan dan biaya tataniaga paling tinggi terdapat pada saluran

tataniaga tujuh dan delapan pada lembaga pedagang kabupaten yaitu sebesar

14.87. Nilai rasio ini memberikan arti bahwa setiap satu rupiah perkilogram biaya

tataniaga yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 14.87 per

kilogram. Rasio keuntungan terendah terdapat pada saluran tataniaga tiga pada

tingkat pedagang pengecer yaitu sebesar 5.49.

Page 93: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

82

Tabel 24 Rasio Keuntungan dan Biaya Lembaga Tataniaga Kedelai di KecamatanCiranjang, Tahun 2008

Saluran TataniagaLembagaTataniaga 1 2 3 4 5 6 7 8

Pedagang Pengumpul356.07 356.07 356.07 356.07 356.07Keuntungan

(Rp)(8.68) (8.68) (7.91) (5.48) (5.09)48.33 48.33 48.33 48.33 48.33Biaya (Rp)

(1.18) (1.18) (1.07) (0.74) (0.69)Rasio /C 7.36 7.36 7.36 7.36 7.36Pedagang Kecamatan

551.33 1 381.3 1 381.3Keuntungan(Rp)

(13.45) (21.25) (19.73)48.67 118.67 118.67Biaya (Rp)

(1.19) (1.83) (1.70)Rasio /C 11.33 11.64 11.64Pedagang Kabupaten

543.00 428.00 428.00 1 405.50 1 405.50Keuntungan(Rp)

(13.24) (9.51) (9.51) (21.26) (20.08)57.00 72 72.00 94.50 94.50Biaya (Rp)

(1.39) (1.60) (1.60) (1.45) (1.35)Rasio /C 9.53 5.94 5.94 14.87 14.87Pedagang Propinsi

1 388.00 1 235.00 1 395.50 1 245.50Keuntungan(Rp)

(21.35) (17.64) (21.47) (17.79)112.00 165.00 104.50 154.50Biaya (Rp)

(1.72) (2.36) (1.61) (2.41)Rasio /C 12.393 7.48 13.35 8.06Pedagang Pengecer

435.00 523.00 435.00 423.00Keuntungan(Rp)

(9.67) (7.47) (9.67) (6.04)65.00 77.00 65.00 77.00Biaya (Rp)

(1.44) (1.10) (1.44) (1.10)Rasio /C 6.69 6.79 6.69 5.49

6.4.5 Alternatif Saluran Tataniaga

Berdasarkan perhitungan marjin tataniaga kedelai, saluran tataniaga enam

merupakan saluran tataniaga yang efisien karena memiliki total marjin tataniaga

yang paling kecil yaitu sebesar Rp 1 000 per kilogram (22.22 persen) dengan

volume barang 26.67 persen. Selain itu saluran tataniaga ini juga memiliki

Page 94: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

83

farmer s share yang paling tinggi sebesar 77.78 persen. Rasio keuntungan dan

biaya yang diperoleh saluran tataniaga enam adalah Rp 6.30 per kilogram.

Alternatif saluran tataniaga yang juga dianggap efisien adalah saluran

tataniaga satu dan dua. Rasio keuntungan dan biaya pada saluran tataniaga satu

dan dua lebih tinggi dibandingkan dengan saluran tataniaga enam yaitu masing-

masing sebesar Rp 9.35 dan Rp 8.54 per kilogram dengan volume kedelai 73.33

persen. Total marjin tataniaga yang diperoleh sebesar 24.50 persen dan farmer s

share sebesar 75.50 persen. Saluran tataniaga satu dan dua akan efisien jika petani

berlokasi jauh dari pedagang kecamatan dan pedagang kabupaten karena tidak

mengeluarkan biaya angkut.

Page 95: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

84

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

1. Usahatani kedelai di Kecamatan Ciranjang pada saat kebijakan tarif impor

ditiadakan secara ekonomis masih menunjukkan kelayakan untuk

dikembangkan karena memberikan nilai R/C rasio sebesar 1.28 artinya setiap

masukan untuk usahatani kedelai memberikan penerimaan sebesar Rp 1.28.

Produktivitas kedelai di kecamatan Ciranjang 1.37 ton per hektar. Biaya

usahatani kedelai paling besar dialokasikan untuk benih dan pupuk. Di

Kecamatan Ciranjang kegiatan budidaya kedelai masih belum dilakukan

dengan intensif

2. Proses tataniaga kedelai dari produsen sampai ke konsumen akhir melibatkan

beberapa pelaku pasar yaitu pedagang pengumpul, pedagang kecamatan,

pedagang kabupaten, pedagang propinsi dan pedagang pengecer. Saluran

tataniaga yang terbentuk ada delapan saluran tataniaga kedelai dengan setiap

pelaku pasar melakukan fungsi tataniaga seperti fungsi pertukaran, fungsi fisik

dan fungsi fasilitas. Petani hanya melakukan fungsi pertukaran dan fungsi

fisik.

3. Posisi tawar yang miliki petani masih rendah dibanding pelaku tataniaga,

sehingga keuntungan lebih besar pada level pelaku pasar yang lebih tinggi.

Penentuan harga di tingkat petani dan pedagang pengumpul ditentukan oleh

pedagang besar, sedangkan di tingkat pedagang kecamatan dan pedagang

kabupaten harga ditentukan oleh pedagang besar propinsi. Sistem pembayaran

Page 96: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

85

yang terjadi umumnya nota dan tunai. Kerjasama antara pelaku pasar

umumnya dalam bentuk pinjaman modal.

4. Saluran tataniaga kedelai yang memberikan keuntungan adalah saluran

tataniaga enam dengan volume 26.67 persen. Hal ini terlihat dari perolehan

total marjin yang paling rendah yaitu Rp 1 000, farmer s share paling tinggi

sebesar 77.78 persen dan B/C ratio sebesar 6.30. Selain itu, saluran tataniaga

ini juga memperlihatkan pangsa marjin dan net marjin yang cenderung sudah

merata di setiap tingkat lembaga tataniaga.

7.2 Saran

1. Petani dalam melakukan budidaya kedelai sebaiknya membuat perencanaan

penanaman sehingga musim tanam berikutnya tidak terganggu dan panen

polong muda dapat dihindari. Pengusahaan budidaya kedelai yang belum

dilakukan dengan intensif oleh petani sehingga hasil yang diperoleh masih

rendah memerlukan pembinaan lebih lanjut oleh petugas penyuluh pertanian,

agar pendapatan petani dapat meningkat yang akhirnya dapat meningkatkan

kesejahteraan petani.

2. Petani dalam memasarkan hasilnya sebaiknya berkelompok sehingga dapat

dijual langsung ke pedagang kabupaten dengan harga yang lebih tinggi dan

biaya transportasi dapat ditanggung bersama.

Page 97: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

86

DAFTAR PUSTAKA

Azzaino, Z. 1982. Pengantar Tataniaga Pertanian. Departemen Ilmu-ilmu SosialEkonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Boyd, H W, Walker O C, Larreche J C. 2000. Manajemen Pemasaran. SuatuPendekatan Strategis dengan Orientasi Global. Ed 2. Erlangga. Jakarta.

Dahl C D and Hammond J W. 1977. Market and Price Analysis. The AgriculturalIndustries. McGraw-Hill Book Company, Inc.

Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur. 2007. Laporan Tahunan 2001-2006.Pemerintah Kabupaten Cianjur.

Elizabeth, R. 2007. Penguatan dan Pemberdayaan Kelembagaan PetaniMendukung Pengembangan Agribisnis Kedelai. Pusat Analisis SosialEkonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.

Hanafiah dan Saefuddin, A M. 1983. Tataniaga Hasil Perikanan. UniversitasIndonesia. Jakarta.

Kotler, P. 2005. Manajemen Pemasaran. Ed 11. Prentice Hall, Inc. New Jersey.

Lipsey, et al. 1997. Pengantar Mikroekonomi Jilid 2. Binapura Aksara. JakartaBarat.

Nurmanaf, A R. 1987. Jalur Pemasaran Kedelai di Daerah Transmigrasi, Jambi.FAE Vol 5. Pusat Penelitian Agro Ekonomi. Badan Penelitian danPengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Hal 45-53.

Nuryanti, S dan R Kustiari. 2007. Meningkatkan Kesejahteraan Petani Kedelaidengan Kebijakan Tarif Optimal. Pusat Analisis Sosial Ekonomi danKebijakan Pertanian. Bogor.

Puspodewi, R. 2004. Analisis Keunggulan Kompetitif dan Komparatif sertaDampak Kebijakan Pemerintah Pada Pengusahaan Kedelai di KabupatenBoyolali, Jawa Tengah. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial EkonomiPertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Rachman, et al. 1996. Kedelai dalam Kebijaksanaan Pangan Nasional dalamEkonomi Kedelai. IPB Press. Bogor.

Rohim, A dan Diah R. D. H. 2007. Ekonomi Pertanian ( Pengantar, Teori danKasus). Penebar Swadaya. Jakarta.

Page 98: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

87

Rukmana, R dan Yuyun Y. 2006. Kedelai. Budidaya dan Pascapanen. Kanisius.Yogyakarta.

Rusastra, et al. 1992. Aspek Produksi dan Tataniaga Kedelai di Jawa Timur. PusatAnalisis Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan PengembanganPertanian. Departemen Pertanian. Hal 67-77.

Saptana. 1993. Aspek Produksi dan Pemasaran Kedelai di Jawa Tengah (studikasus di Kabupaten Wonogiri). FAE Vol 10 dan 11. Pusat PenelitianSosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.Departemen Pertanian. Hal 8-18.

Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. UI Press. Jakarta.

Surifanni, D M. 2004. Permintaan Impor Kedelai Indonesia dari Amerika Serikatdan Aliran Impor Kedelai ke Indonesia. Skripsi. Departemen Ilmu-IlmuSosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Page 99: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei
Page 100: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

90

ANALISIS USAHATANI KEDELAI

DI KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT

DAFTAR PERTANYAAN:PETANI KEDELAI

Nama Petani : _______________________________

Desa : _______________________________

Kecamatan : _______________________________

Kabupaten/Kota : CIANJUR - JAWA BARAT

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAGEMEN AGRIBISNISFAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR2008

Page 101: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

91

I. KARAKTERISTIK PETANI

1.1. Identitas Kepala Keluarga

a. Umur : ________ tahunb. Pendidikan : ________ tahunc. Pekerjaan utama : __________________________d. Pekerjaan sampingan : __________________________e. Jumlah anggota keluarga (di luar KK) : _________ Orangf. Anggota keluarga yang membantu usahatani : _________ Orang

1.2. Penguasaan Aset Pertanian

a. Penguasaan alat pertanian, transportasi dan ternak

Jenis asset yang dimiliki Jumlah(unit)

Kapasitaspakai Ket.1)

1. Alat Pertanian - Hand sprayer - Lantai Penjemuran - Pompa Air - Perontok kedelai - _________________2. Sarana Transportasi - Kendaraan roda 4 - Sepeda motor - Sepeda - _________________3. Ternak

- Sapi/kerbau - Kambing/domba - _________________

Ket : 1) Status kepemilikan

b. Penguasaan aset lahan

Luas (ha)Status

Penguasaan Sawah Tegal Kebun Pekarangan Kolam Lainnya Total(ha)

1.MILIK2. SAKAP3. SEWA4. GADAI5.LAINNYATOTAL

Page 102: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

92

II. MASUKAN DAN PENGELUARAN USAHATANI KEDELAI

2.1. Luas persil yang dianalisis : _______ ha Pilih persil yang ditanam kedele

2.2. Pola tanam per tahun : ________________________2.3. Jenis Varietas kedele : ________________________2.4. Jarak tanam kedele: : ________________________

Masukan usahatani kedelai

JenisSarana Produksi

Jumlah(Kg/Lt)

Harga(Rp/sat)

Nilai(Rp)

1. Benih/Bibit 1)

2. Pupuk- UREA- TSP/SP-36- KCL- ZA- NPK- Pupuk Kandang- ___________________

3. Pestisida- ___________________- ___________________

4. Lainnya- _________________- _________________

1) Termasuk insektisida, rodentisida, fungisida, dll.

2.5. Masukan tenaga kerja usahatani kedelaiJenis Keluarga Luar keluarga

KegiatanHOK

Nilai(rp) HOK

Nilai(rp)

Borongan(rp)

1. Pengolahan tanaha. Cara/frekuensib. Jumlah tenaga kerja

-Tenaga Ternak- Manusia - P

- W2. Penanamana. Cara tanamb. Jumlah tenaga kerja

- Manusia - P - W

Page 103: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

93

Lanjutan Tabel 2.5. (Masukan tenaga kerja usahatani kedelai)

Keluarga Luar keluargaJenisKegiatan

HOKNilai(Rp) HOK

Nilai(Rp)

Borongan(Rp)

3. Penyiangan/dangira. Cara/frekuensib. Jumlah tenaga kerja

- Manusia - P - W

3. Pemupukan1)

a. Cara/frekuensib. Jumlah tenaga kerja

- Manusia - P - W

4. Pengendalian HPTa. Cara/frekuensib. Jumlah tenaga kerja

- Manusia - P - W

5. Pengairana. Cara/frekuensib. Jumlah tenaga kerja

- Manusia - P - W

6. Panen/angkuta. Cara/frekuensib. Jumlah tenaga kerja

- Manusia - P - W

7. Pengeringana. Cara/frekuensib. Jumlah tenaga kerja

- Manusia - P - W

8. Perontokana. Cara/frekuensib. Jumlah tenaga kerja

- Manusia - P - W

Ket : 1) Pupuk kandang dan pupuk buatan

2.6. Biaya lain-lain untuk usahatani kedelai (Rp/musim)

Uraian Nilai (Rp)1. Sewa pompa2. Iuran kelompok tani3. Iuran desa4. Pajak lahan yang dianalisis6. Lainnya: _________________

Page 104: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

94

2.7. Total produksi dan nilai produksi

Bentuk produksiVolume

(Kg/Ikat)Harga

(Rp/sat)Nilai(Rp)

a. OCE keringb. Polong basahc. LainnyaTotal

III. INFORMASI USAHATANI KEDELAI

3.1. Sumber dan cara perolehan sarana produksi

Jenis

Sarana produksi

Sumber1) Cara2)

mendapatkan

Harga

(Rp/satuan)

Bunga (%/th)

1. Benih2. Pupuk

- UREA- TSP/SP-36- KCL- ZA- NPK- Pupuk Kandang

3. Pestisida ______________ ______________4. Lainnya: _______________ _______________

Ket : 1) Sumber: 1. Sendiri; 2. Petani lain, 3. Kios saprotan, 4. Pedagang hasil,

5.Lainnya: ________

2) Cara perolehan: 1. Bayar tunai, 2. Kredit/pinjam, 3. Yarnen, 4. Lainnya: _________

3.2. Sebutkan jenis-jenis sarana produksi (Benih, pupuk dan pestisida) yang dibutuhkantetapi sulit diperoleh::

________________________________________________________________________________________________________________________

3.3. Sebutkan permasalahan utama yang dihadapi bapak dalam usahatani kedelai dariaspek:

a. Pengadaan sarana produksi:

___________________________________________________________________

b. Iklim (kekeringan)

Page 105: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

95

___________________________________________________________________

c. Gangguan HPT (Hama Penyakit Tanbaman)

___________________________________________________________________

d. Pemasaran (harga jual)

___________________________________________________________________

e. Lainnya:

___________________________________________________________________

Page 106: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

96

IV. PEMASARAN KEDELAI

4.1. Volume dan nilai penjualan (rataan satu bulan)

Uraian Satuan Jenispembeli 1) Volume Rataan harga

(Rp/sat) Nilai (Rp) Lokasi2)

transaksiCara 3)

transaksiCara4)

Bayar

1. Penjualan:

a. OCE kering Ku

d. Lainnya Ku

Total (a+b+c+d): Ku xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx

2. Biaya angkutan Rp xxx xxx xxx xxx xxx xxx

3. Karung,wadah,dsb. Rp xxx xxx xxx xxx xxx xxx

4. Retribusi Rp xxx xxx xxx xxx xxx xxx

5. TK Bongkar-muat Rp xxx xxx xxx xxx xxx xxx

6. TK.Lainnya Rp xxx xxx xxx xxx xxx xxx

7. _____________ Rp xxx xxx xxx xxx xxx xxx

Total (2 s/d 7): Rp xxx xxx xxx xxx xxx xxxKet : 1) Jenis pembeli: 1=pedagang besar, 2=supplier, 3=pedagang pasar induk/tradisional, 5=Pedagang pengecer, 6.Lainnya: ____________

2) Lokasi : 1 =Di kebun; 2 =Di tempat penjual; 3 =Di tempat pembeli, 4 =Lainnya: __________3) Cara transaksi: 1.Barang diterima di tempat penjual, 2. Di tempat pembeli, 3. Lainnya: _________4) Cara pembayaran: 1. Bayar dimuka, 2.Bayar tunai, 3.Bayar kemudian, 4. Lainya: __________

Page 107: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

97

V. INFORMASI PEMASARAN

5.1. Sebelum melakukan penjualan hasil, apakah Bapak memperoleh informasi harga? 1. Ya 2. Tidak Bila ya, dari mana sumber informasi tersebut:

1. Petani lain2. Pedagang3. Kelompok tani4. Lainnya: ________

5.2. Bagaimana upaya Bapak agar selalu memperoleh harga jual yang menguntungkan?________________________________________________________________________________________________________________________

5.3. Apakah dalam penjualan hasil, petani dapat memilih kemana saja sesuai keinginan:

1.Ya 2.Tidak

Jelaskan:________________________________________________________________________________________________________________________

5.4. Apa kendala petani untuk dapat akses kepada pelaku pemasaran tertentu:a. Menjual ke Pedagang Besar:

______________________________________________________________________________________________________________________

b. Menjual ke Supplier (Supermarket, eksportir)______________________________________________________________________________________________________________________

c. Menjual langsung Supermarket:______________________________________________________________________________________________________________________

d Menjual ke pasar pengecer:______________________________________________________________________________________________________________________

5.5. Apakah ada kerjasama antara petani dengan pihak lain termasuk pedagang dalam hal pemasaran hasil : 1. Ya 2. Tidak

Jika ya, jelaskan cara kerja sama tersebut:________________________________________________________________________________________________________________________

Page 108: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

98

5.6. Apakah bapak melakukan pinjaman untuk kebutuhan modal usahatani: 1. Ya, 2.Tidak Bila ya, isikan:

Sumber modal/Musim Tanam

Jumlah(Rp)

Bunga(%/th)

Lamapinjaman

(bln)

Totalpengembalian

(Rp)1. Kredit Formal - Bank - Pegadaian - Kredit Program -2. Kredit Informal - Kios saprotan - Pelepas uang - Pedagang hasil - Famili -

Page 109: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

99

ANALISIS TATANIAGA KEDELAIDI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT

DAFTAR PERTANYAAN:PEDAGANG KEDELAI

Jenis Pedagang Pilih yang tepat

1. Pedagang Pengumpul Desa

2. Pedagang Pengumpul Luar Desa

3. Pedagang Besar

4. Supplier

5. Pedagang Pengecer

6. Lainnya: ________________________

Nama Pedagang : _______________________

Bentuk Usaha : _______________________

Desa/Lokasi : _______________________

Kecamatan : _______________________

Kabupaten/Kota : CIANJUR – JAWA BARAT

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAGEMEN AGRIBISNISFAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR2008

Page 110: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

100

I. IDENTITAS PEDAGANG

1.1. Umur responden : _________ Tahun

1.2. Pendidikan : _________ Tahun

1.3. Mulai kegiatan dagang : Tahun __________

1.4 Jenis produk lain yang diperdagangkan selain kedelai:

_________________________________________________________________

1.5. Fasilitas yang dimiliki pedagang:

Jenis Fasilitas Jumlah (unit) Total Total Nilai (Rp)1. Gudang simpan2. Alat timbang5. Kendaraan roda dua6. Kendaraan roda empat7. Kendaraan barang8. Sepeda motor________________________________________________________________________

Page 111: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

101

2.3. Untuk bahan baku yang dibeli dari pemasok pedagang (rataan per tahun)

Sumber/pemasok komoditas

Pembelian bahan bakuPengumpul

DesaPengumpulluar desa.

Pdg.Besar

Kab/PropPasarInduk Lainnya

a. OCE kering - Volume (Ku) - Harga (Rp/ku) - Nilai (Rp) b. Lainnya - Volume (Ku) - Harga (Rp/ku) - Nilai (Rp) Total Pembelian (a s/d d): - Volume (Ku) - Harga (Rp/ku) - Nilai (Rp)2. Tempat penerimaan barang 1)

3. Biaya angkut (Rp)2)

4. Karung/wadah, dsb.(Rp)5. TK bongkar-muat (Rp)6. TK lainnya (Rp)7. Pengemasan (Rp)8. Retribusi&lainnya (Rp)9. Biaya lain (Rp)Total biaya (3 s/d9):

Ket : 1) Isikan: 1 = Di temapat penjual, 2.Di tempat pembeli, 3. Lainnya: __________2) Termasuk pungutan/retribusi di jalan/di tempat penjualan

2.4. Bagaimana usaha responden untuk membina kelangsungan hubungan kerja denganpetani pemasok bahan baku:Jenis pembinaan Ya/Tidak Penjelasana. Bantuan modal _______ ____________________b. Hadiah _______ ____________________c. Kelancaran pembayaran _______ ____________________d. Ada kakitangan di lapangan _______ ____________________e. Lainnya: _____________ _______ ____________________

Page 112: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

102

II. ASPEK PENGADAAN/PEMBELIAN BAHAN BAKU KOMODITI KEDELAI

2.1. Volume dan sumber perolehan bahan baku rataan per bulan a.Total perolehan: ________ Ku/tahun b. Sumber perolehan : Sendiri = _______ %, Petani: _______ %, Pedagang = _______ %, Lainnya = _______ %.

2.2. Untuk bahan baku yang dibeli dari pemasok petani (rataan per bulan)

Uraian Satuan Volume Rataan harga(Rp/sat) Nilai (Rp)

Lokasi1)

transaksi

Cara 2)

transaksi

Cara3)

Bayar

1. Pembelian: a. Bentuk OCE Ku b. Lainnya Ku Total (a+b+c+d): Ku xxx xxx xxx 2. Biaya angkutan Rp xxx xxx xxx xxx xxx 3. Karung,wadah,dsb. Rp xxx xxx xxx xxx xxx 4. Retribusi Rp xxx xxx xxx 5. TK Bongkar-muat Rp xxx xxx xxx xxx xxx 5. TK.Lainnya Rp xxx xxx xxx xxx xxx 7. _____________ Rp xxx xxx xxx xxx xxx Total (2 s/d 7): Rp xxx xxx xxx xxx xxx

1) Lokasi : 1 = di kebun; 2 = di rumah petani; 3 = di jalan; 4 = di rumah pedagang2) Cara transaksi: 1.Barang diterima di tempat penjual, 2. Di tempat pembeli, 3. Lainya: _________3) Cara pembayaran: 1. Bayar dimuka, 2.Bayar tunai, 3.Bayar kemudian, 4. Lainya: __________

Page 113: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

103

III. BIAYA PENANGANAN HASIL SAMPAI SIAP JUAL

3.1. Biaya penanganan hasil

Jenis kegiatan Kelas Volume(Ku)

Harga(Rp/sat)

Nilai(Rp)

OCELainnya1. Produk Pembelian 1)

OCELainnya2. Hasil penanganan (siap jual) 2)

3. Jenis penanganan hasil 3) xxx xxx xxx4. Biaya penanganan hasil (Rp): xxx xxx xxx

a. Tenaga Kerja xxx xxx xxxb. Wadah/Paking xxx xxx xxxc. Penyusutan xxx xxx xxx

_________________ xxx xxx xxx_________________ xxx xxx xxx

Total (4): xxx xxx xxxKet : 1) Sesuai volume pembelian (rataan per bulan)

3) Perubahan volume karena kegitanan penanganan hasil (sesuai permintaan pasar)3) Kegiatan pengolahan: 1.Sortasi, 2. Grading, 3. Paking, 4.Labeling,

5. Lainnya: _______

Page 114: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

104

IV. PEMASARAN KEDELAI

4.1. Cara pemasaran hasil

Jenis Pembeli Bentukhasil 1)

Volume(kw)

Tempatpenyerahan 2

Carajual3)

Waktu jual 4)

(HSP)Cara

Bayar5)Biaya pen-

jualan6)

Alasanmemilih

pembeli 7)

1.Pengumpul desa

2. Pengumpul luar desa

3. Pedagang besar

6. Kelompok tani/kemitraan

7. Lainnya: _____________

Keterangan:1) Kualitas: 1.OCE, 2.Basah, 3.Lainnya: _________2) Tempat penyerahan barang: 1.Di sawah; 2.Di rumah petani; 3.Di tempat pembeli, 4.Di pasar, 5.Lainnya_____________3) Cara jual: 1.Tebasan, 2.Ditimbang, 3.Ijon, 4.Lainnya ________________4) Waktu jual _______ HSP = Hari setelah panen5) Cara bayar: 1.Tunai, 2.Panjar, 3.Byar kemudian, 4.Lainnya________________6) Biaya penjualan: mencakup ongkos angkut, retribusi, tenaga kerja, bongkar muat, karung, dsb.7) Alasan memilih pembeli: 1=Hubungan kemitraan, 2= langganan, 3=Ikatan pinjaman kredit, 4=Hubungan kekeluargaan, 5=Harga beli paling mahal, 6.Lainnya____________________

Page 115: Analisis Usahatani Dan Tataniaga Kedelei

105

V. PERMASALAHAN PEDAGANG

5.1. Permasalahan dalam pengadaan/pembelian kedelai:a. Kecukupan jumlah:________________________________________________________________________________________________________________________b. Kontinyuitas suplai:________________________________________________________________________________________________________________________c. Kualitas hasil:________________________________________________________________________________________________________________________d. Angkutan/transportasi:________________________________________________________________________________________________________________________

5.2. Saran Kebijakan responden agar pemasaran kedelai akan lebih baik:_____________________________________________________________________________________________________________________