ANALISIS TINGKAT EFISIENSI BANK UMUM SYARIAH...
-
Upload
nguyenkhuong -
Category
Documents
-
view
230 -
download
9
Transcript of ANALISIS TINGKAT EFISIENSI BANK UMUM SYARIAH...
-
ANALISIS TINGKAT EFISIENSI BANK UMUM SYARIAH
SEBELUM DAN SESUDAH SPIN OFF
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
AHMAD NIZAR
NIM 109046100201
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM (MUAMALAT)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2015 M/1436 H
-
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) di
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 14 Desember 2015
Ahmad Nizar
109046100201
-
iv
ABSTRAK
Ahmad Nizar, NIM 109046100201. Analisis Tingkat Efisiensi Bank
Umum Syariah Sebelum dan Setelah Spin Off. Konsentrasi Perbankan Syariah,
Program Studi Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negri
Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2015.
Skripsi ini membahas tentang pengukuran efisiensi bank umum syariah
sebelum dan setelah spin off. Sempel dalam penelitian ini adalah BJB Syariah,
BRI Syariah dan BNI Syariah. Periode waktu pengukuran yang digunakan dalam
penelitian ini adalah tiga tahun sebelum spin off (masih berbentuk UUS) dan tiga
tahun setelah spin off (setelah berbentuk BUS).
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data
Envelopment Analysis (DEA), dengan menggunakan asumsi Constant Return to
Scale (CRS). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah DPK, biaya
operasional, biaya tenaga kerja sebagai variabel input serta pembiayaan dan
pendapatan operasional sebagai variabel output.
Hasil dari penelitian ini adalah tidak ada perbedaan yang signifikan
tingkat efisiensi bank umum syariah antara sebelum dan setelah spin off.
Penelitian ini juga memberikan analisis potential improvement, dengan melihat
nilai to gain sebagai sarana atau alternatif yang dapat digunakan supaya
perbankan dapat beroperasi dengan efisien.
Kata Kunci : Spin Off, Efisiensi, DEA, CRS, Potential Improvement
-
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat serta
salam penulis sampaikan kepada Nabi besar Muhammad SAW semoga kelak
kita termasuk kedalam umat yang mendapat syafaat dari beliau di hari akhirat
kelak.
Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) Program Studi
Muamalat Konsentrasi Perbankan Syariah Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA selaku dekan Fakultas Syariah
dan Hukum yang saya hormati.
2. Bapak A.M. Hasan Ali, MA selaku ketua Program Studi Muamalat
yang selalu memberikan arahan dan bimbingan kepada seluruh
mahasiswa prodi muamalat.
3. Ibu Dr. Nurhasanah, M.Ag selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran, yang telah memberikan
banyak ilmu, serta menjadi figur yang sangat memotivasi dalam
penyusunan skripi ini.
-
vi
4. Kedua orang tua alm. Bpk Drs. H. Abdus Syukur dan Hj. Ibu Siti
Manfaah, S.Ag yang telah sangat memberikan dukungan dan
motivasi, serta kesabaranya menunggu terselesaikannya skripsi ini.
Semoga Allah selalu memberikan rahmat dan kasih sayang kepada
kalian.
5. Bapak Abdurrauf, MA. Selaku sekertaris prodi, yang selalu berrsedia
untuk direpotkan, serta ibu Oke di bagian akademik yang tanpa lelah
mengurus berkas-berrkas mahasiswa.
6. Anggit Wicaksono dan Farhan Rabbani, yang telah mengarahkan,
mengajarkan, serta bersedia memabagi ilmunya, sehingga skripsi ini
dapat berjalan lancar.
7. Kawan-kawan yang telah menjadi tempat untuk menyegarkan
pikiran, Ardiansyah, Heri, Mas Ari, Aji, Diki, dan kawan-kawan
lainnya.
8. Seluruh pihak yang telah membantu penulis menjalankan perkuliahan
dan penyusunan skripsi ini namun tidak dapat disebutkan satu
persatu.
Akhir kata, penulis mendoakan agar Allah SWT membalas segala
dukungan dan kebaikan kalian yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.
Semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya dan
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
-
vii
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. iii
ABSTRAK ........................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................... 9
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................................... 9
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 11
E. Review Studi Terdahulu ....................................................................... 12
F. Sistematika Penulisan ........................................................................... 14
BAB II PERBANKAN SYARIAH di INDONESIA
A. Bank Syariah
1. Pengertian Bank Syariah .................................................................. 16
2. Regulasi Perbankan Syariah ............................................................ 20
3. Produk-produk Bank Syariah ........................................................... 29
B. Pemisahan (Spin Off) ............................................................................ 31
-
viii
C. Efisiensi ................................................................................................ 36
D. Kerangka Kinerja Perbankan Syariah ................................................... 41
BAB III METODE PENELITIAN
A. Objek Penelitian ................................................................................... 43
B. Jenis dan Sumber Data .......................................................................... 48
C. Populasi dan Sampel ............................................................................. 48
D. Metode Analisis
1. Metode Data Envelopment Analysis (DEA) ..................................... 50
2. Input dan Output ............................................................................... 58
BAB IV HASIL ANALISIS DATA
A. Kriteria Penilaian Efisiensi ................................................................... 63
B. Hasil Perhitungan Dengan Metode DEA
1. Hasil Efisiensi Keseluruhan Perbankan ............................................ 64
2. Hasil Efisiensi Kelompok Perbankan
a. Hasil Efisiensi Perbankan Sebelum Spin Off (UUS) ................... 68
b. Hasil Efisiensi Perbankan Setelah Spin Off (BUS) ...................... 72
3. Efisiensi Rata-Rata Perbankan Sebelum dan Setelah Spin Off ........ 76
C. Analisis Potential Improvement Menggunakan Orientasi Input ........... 80
D. Analisis Potential Improvement Menggunakan Orientasi output ......... 85
BAB V PENUTUP
A. Simpulan ............................................................................................... 90
B. Saran ..................................................................................................... 92
-
ix
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 95
LAMPIRAN ................................................................................................... 98
-
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Daftar BUS dan UUS ................................................................. 4
Tabel 1.2 Perkembangan BUS dan UUS .................................................... 7
Tabel 3.1 Daftar Objek Penelitian .............................................................. 43
Tabel 3.2 Persamaan DEA ......................................................................... 51
Tabel 3.3 Model DEA CRS ........................................................................ 54
Tabel 3.4 Model DEA VRS ........................................................................ 55
Tabel 3.5 Input dan Output ......................................................................... 59
Tabel 4.1 Kriteria dan Nilai Efisiensi ......................................................... 63
Tabel 4.2 Hasil Efisiensi Keseluruhan Perbankan ..................................... 64
Tabel 4.3 Efisiensi Rata-Rata Sebelum dan Setelah Spin Off .................... 75
Tabel 4.4 Nilai To Gain Pada Bank Setelah Spin Off Orientasi Input ....... 80
Tabel 4.5 Nilai To Gain Pada Bank Setelah Spin Off Orientasi Output ..... 85
-
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Kinerja Perbankan Syariah .......................................... 41
Gambar 4.1 Grafik Hasil Efisiensi Keseluruhan Perbankan ........................... 66
Gambar 4.2 Grafik Hasil Efisiensi Sebelum Spin Off ..................................... 69
Gambar 4.3 Grafik Hasil Efisiensi setelah Spin Off ........................................ 72
Gambar 4.4 Grafik Efisiensi Rata-Rata Bank Sebelum dan Setelah melakukan
Spin Off ........................................................................................ 76
Gambar 4.5 Grafik Nilai To Gain Bank Setelah melakukan Spin Off Orientasi
Input ............................................................................................. 81
Gambar 4.6 Diagram Nilai To Gain Bank Setelah melakukan Spin Off
Orientasi Input ............................................................................. 83
Gambar 4.7 Grafik Nilai To Gain Bank Setelah melakukan Spin Off Orientasi
Output .......................................................................................... 86
Gambar 4.8 Diagram Nilai To Gain Bank Setelah melakukan Spin Off
Orientasi Output ......................................................................... 88
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latarbelakang Masalah
Dalam rangka peningkatan akses masyarakat terhadap perbankan syariah
pada awalnya Bank Indonesia mengeluarkan PBI No. 8/3/PBI/2006 Pasal 38
ayat 2, dimana isi peraturan ini membolehkan kantor cabang BUK yang telah
memiliki UUS dapat melayani transaksi syariah (Office Channelling). Tetapi, sejak
diberlakukannya UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, maka
persoalan pengembangan perbankan syariah diatur melalui mekanisme baru, yaitu
dengan mekanisme akuisisi dan konversi bank konvensional menjadi bank umum
syariah. Dalam penerapannya ada tiga pendekatan, yaitu: Pertama, Bank Umum
Konvensional (BUK) yang telah memiliki Unit Usaha Syariah (UUS)
mengakuisisi bank yang relative kecil kemudian mengkonversinya menjadi syariah
dan melepaskan serta menggabungkan UUS-nya dengan bank yang baru
dikonversi tersebut. Kedua, BUK yang belum memiliki UUS, mengakuisisi bank
yang relative kecil dan mengkonversinya menjadi syariah. Ketiga, BUK
-
2
melakukan pemisahan (spin-off) UUS dan dijadikan Bank Umum Syariah (BUS)
tersendiri.1
Pada perkembangan saat ini UUS merupakan pilihan bagi banyak bank
konvensional yang ingin menikmati buah perkembangan perbankan syariah.
Banyak keuntungan yang diperoleh dalam pendirian UUS dari pada harus
mendirikan BUS baru, diantaranya adalah biaya yang lebih rendah dan proses yang
relative cepat. UUS juga dapat memanfaatkan berbagai sarana dan prasarana yang
dimilki oleh bank induk, baik tekhnologi, jaringan maupun SDM. Tetapi
kelemahan UUS sebagai lembaga keuangan syariah adalah dimana kebijakan bank
induk masih melekat kuat dalam UUS, sehingga untuk akselerasi pertumbuhan
dan market share dalam layanan syariah masih sangat minim.
Mencermati fenomena spin-off, ketua umum Asosiasi Bank Syariah
Seluruh Indonesia (Absindo) Achmad Riawan Amin, berpendapat bahwa spin-
off perbankan syariah dari UUS menjadi BUS seakan-akan dipaksakan sehingga
yang terjadi banyak manajemen bank syariah baru sulit mengembangkan diri.
Beliau memandang seharusnya spin-off dilakukan ketika nasabah suatu bank
sudah dengan perbandingan 50:50, dengan demikian dilakukannya spin-off
merupakan alternatif UUS bisa mandiri. Tetapi yang terjadi di Indonesia tidak
1 Abdul Ghofur Anshori, Pembentukan Bank Syariah Melalui Akuisisi dan Konversi: Pendekatan
Hukum Positif dan Hukum Islam (Yogyakarta: UII Press, 2010), hlm. 1.
-
3
demikian, spin-off dilakukan hanya berdasarkan informasi dari Bank Indonesia
bahwa potensi industri perbankan sangat cerah.
Selain beberapa praktisi perbankan yang kontra dengan gagasan spin-off,
ada pula praktisi perbankan yang pro dengan gagasan tersebut. Para praktisi yang
mendukung gagasan spin-off berpendapat bahwa spin-off merupakan salah satu
upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki dan memaksimalkan kinerja
perusahaan. Dengan memisahkan UUS yang dimiliki oleh suatu BUK, diharapkan
BUK yang dimaksud serta BUS baru yang terbentuk dari hasil spin-off tersebut
dapat semakin fokus beroperasi, lebih cepat dan fleksibel dalam pengambilan
keputusan-keputusan bisnis, serta kebijakan untuk perbaikan perusahaan dapat
dilakukan lebih tepat guna. Ada tiga hal yang harus dipertimbangkan dalam
pelaksanaan spin-off UUS menjadi BUS, yakni timing, sizing, dan pricing.
Maksudnya adalah jika waktu sudah tepat (timing), aset atau pangsa pasar sudah
besar (sizing), serta ongkosnya murah dan lebih menguntungkan (pricing), tidak
ada pilihan kecuali memisahkan UUS dari bank induknya.
Dari 36 lembaga keuangan syariah berupa bank, baru ada 11 lembaga
keuangan syariah yang berbentuk BUS dan sisanya masih berupa UUS. 10 BUS
yang ada merupakan hasil dari proses mekanisme pembentukan BUS diatas.
-
4
Tabel 1.1
Daftar Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah di Indonesia Juni 2014
Bank Umum Syariah
1. PT Bank Muamalat Indonesia
2. PT Bank Syariah Mandiri
3. PT Bank Syariah Mega
4. PT Bank BRI Syariah
5. PT Bank Syariah Bukopin
6. PT Bank Panin Syariah
7. PT Bank Victoria Syariah
8. PT Bank BCA Syariah
9. PT Bank Jabar dan Banten Syariah
10. PT Bank BNI Syariah
11. PT Bank Maybank Indonesia Syariah
Unit Usaha Syariah
1. PT Bank Danamon 14. BPD Aceh
2. PT Bank Permata 15. BPD Jambi
3. PT Bank International Indonesia 16. BPD Sulawesi Selatan
4. PT Bank DKI 17. BPD Kalimantan Barat
5. PT Bank Tabungan Negara 18. BPD Kalimantan Selatan
6. PT Bank TPN 19. BPD Sumatra Selatan
7. PT Bank Sinarmas 20. BPD Sumatra utara
8. PT CIMB Niaga 21. BPD Sumatra Barat
9. OCBC NISP 22. BPD Riau
10. The Hongkon & Shanghai Bank 23. BPD NTB
-
5
11. IFI 24. BPD Jawa Tengah
12. BPD Daerah Istimewa Yogya 25. BPD Jawa Timur
13. BPD Kalimantan Timur
Semakin banyaknya jumlah bank syariah yang beroperasi khusus dalam
bentuk Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) di
Indonesia dengan berbagai bentuk produk dan layanan yang diberikan
membuat persaingan antar bank syariah yang semakin ketat, secara langsung
ataupun tidak langsung, akan berpengaruh terhadap pencapaian profitabilitas
bank syariah. Sebagai lembaga bisnis (Business entity), perbankan (termasuk
perbankan syariah) dituntut untuk meningkatkan kinerja (performance) usahanya.
Salah satu cara untuk mengukur kinerja usaha perbankan syariah ialah melalui
tingkat efisiensi. Dengan kata lain, tingkat efisiensi dapat memberikan
gambaran mengenai kinerja usaha perbankan syariah. Perbankan yang efisien
berarti kinerjanya juga baik, demikian pula sebaliknya, perbankan yang tidak
efisien kinerjanya juga tidak baik. Perbankan yang efisien dapat memberikan
keyakianan kepada para investor, bahwa dana yang diinvestasikan di perbankan
tersebut akan memberikan hasil atau keuntungan. Sedangkan bagi para nasabah,
perbankan yang efisien dapat memberikan keuntungan karena biaya transaksi di
perbankan tersebut lebih murah dibandingkan perbankan yang lain (yang tidak
efisien). Bagi pemerintah, bank yang efisien akan memberikan keuntungan
-
6
berupa pajak perusahaan. Oleh karena itu, para pemangku kepentingan khususnya
pemerintah, otoritas moneter serta manajemen bank harus memberikan perhatian
terhadap masalah efisiensi perbankan tersebut.2
Efisiensi mengacu pada hubungan antara keluaran (output) dan masukan
(input), sehingga efisiensi dapat diartikan sebagai rasio antara output dengan input.
Ada tiga faktor yang menyebabkan efisiensi, yaitu (1) Apabila dengan input yang
sama dapat menghasilkan output yang lebih besar; (2) Dengan input yang kecil
dapat menghasilkan output yang sama; dan (3) Dengan input yang lebih besar dapat
menghasilkan output yang lebih besar lagi.3 Indikator efisiensi dapat dilihat
dengan memperhatikan besarnya rasio beban operasional terhadap pendapatan
operasional (BOPO) dan rasio non performing financing (NPF). Selain itu
efisiensi juga dapat dilihat dengan memperhatikan pertumbuhan tingkat
indikator kinerja bank seperti jumlah simpanan, pembiayaan, dan total aktiva.
Secara umum, ada dua pendekatan untuk mengukur tingkat efisiensi
perbankan yaitu pendekatan nisbah keuangan (financial ratio) dan pendekatan
operating research (OR). Pendekatan nisbah keuangan biasanya merujuk pada
kinerja keuangan, antara lain return on aset (ROA), return on equity (ROE),
capital asset ratio (CAR), operating efficiency ratio (OER) atau cost to
2 H. Rahmat Hidayat, Efisiensi Perbankan Syariah: Teori dan Praktek (Jawa Barat:Gramata Publishing, 2014), h.
64 3 Muhammad Ghafur, Potret Perbankan Syariah di Indonesia Terkini: Kajian Kritis Perkembangan
Perbankan Syariah (Yogyakarta: Biruni Press, 2007)
-
7
income ratio (CIR). Sedangkan pendekatan OR, pengukuran efisiensi dihitung
dengan menggunakan: (1) teknik parametrik seperti Stochastik Frontier
Approach (SFA), Distribution Free Approach (DFA) dan Recusive Thick
Frontier Approach (RTFA). (2) teknik non-parametrik seperti Data
Envelopment Analysis (DEA) dan Free Disposable Hull (DFH) analysis.4
Tabel 1.2
Perkembangan Kinerja BUS dan UUS
Indikator Kinerja Periode
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Simpanan (triliun) 28,0 36.8 52,2 76,0 115,4 147,5 183,5
Biaya Operasional (triliun) 1,7 2,6 3,1 4,4 6,6 8,7 14,0
Biaya Operasional Lain (triliun) 0,31 0,49 1,4 0,96 1,1 1,6 1,9
Pembiayaan (triliun) 27,9 38,1 46,8 68,1 102,6 147,5 184,1
Total Aktiva (triliun) 36,5 49,5 66,1 97,5 145,4 195,0 242,2
NPF (%) 4,05 1,42 4,01 3,02 2,52 2,22 2,62
BOPO (%) 76,54 81,75 84,39 80,54 78,41 74,97 78,21
Sumber : Statistik Perbankan Syariah 23 september 2014 (data diolah)
4 Rahmat Hidayat, Efisiensi Perbankan Syariah: Teori dan Praktek (Jawa Barat:Gramata Publishing,
2014), h. 69
-
8
Dari table 1.2 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada indikator
kinerja keuangan BUS dan UUS diantaranya adalah simpanan meningkat dari
28,0 triliun pada periode 2007 menjadi 183,5 triliun pada periode 2013.
Begitu juga dengan pembiayaan meningkat dari 27,9 triliun pada periode
2007 menjadi 184,1 triliun pada periode 2013, serta total aktiva meningkat
dari 36,5 triliun pada periode 2007 menjadi 242,2 triliun pada periode 2013.
Akan tetapi hal tersebut diikuti dengan rasio NPF dan BOPO yang fluktuatif
selama periode 2007 sampai 2013. Berfluktuasinya rasio BOPO pada periode
2007-2013 menunjukkan bahwa BUS dan UUS mengalami inkonsistensi dalam
hal efisiensi pada kegiatan operasionalnya, maka diperlukkan penelitian kebih
lanjut.
Beberapa penelitian tentang efisiensi perbankan syariah telah dilakukan
sebelumnya antara lain oleh Dwi Fazriyatunnisa (2010), penelitian ini meneliti
tentang tingkat efisiensi BUS pada periode 2007-2009. Hasil penelitian ini
mengungkapkan bahwa pada periode 2007-2009 rata-rata tingkat efisiensi BUS
adalah 100 persen. Namun, hasil penelitian tersebut berbeda dengan yang
dilakukan oleh Uma Uctavia (2013). Penelitian ini meneliti tentang tingkat efisiensi
BUS dan UUS pada periode 2007-2011. Hasil penelitian tersebut
mengungkapkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara tingkat
efisiensi BUS dan tingkat esisiensi UUS di Indonesia pada periode 2007-2011.
Dengan rata-rata tingkat efisiensi 93,09 persen untuk BUS dan 97,31 persen
-
9
untuk UUS. Oleh karena research gap pada beberapa penelitian terdahulu dan
belum adanya penelitian yang terfokus pada efisiensi BUS sebelum dan
sesudah spin-off maka diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai efisiensi
perbankan syariah.
Berdasarkan uraian latarbelakang tersebut maka judul yang diambil dalam
penelitian ini yaitu Analisis Efisiensi Bank Umum Syariah Sebelum dan
Sesudah Spin-Off
B. Identifikasi Masalah
1. Perkembangan perbankan syariah yang inkonsistensi dalam hal efisiensi
pada kegiatan operasionalnya. (kenaikan yang cukup signifikan dilihat dari
sisi simpanan, total aktiva, dan pembiayaan tetapi diikuti oleh rasio NPF dan
rasio BOPO yang berfluktuatif)
2. Permasalahan yang terkait dengan restrukturisasi perbankan syariah, yang
tercantum pada UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
3. Serta research gap yang terjadi pada penelitian sebelumnya tentang efisiensi
perbankan syariah.
C. Pembatasan dan Rumusan Masalah
Agar penelitian ini tidak melebar maka penulis perlu membatasi masalah
pada penelitian.
-
10
1. Penelitian ini terfokus pada BUS yang terbentuk dari proses mekanisme spin
off yang terdaftar pada Bank Indonesia, yaitu BJB Syariah, BRI Syariah, dan
BNI Syariah.
2. Bahasan penelitian hanya seputar tingkat efisiensi BUS sebelum dan sesudah
melakukan spin-of .
3. Untuk mendapatkan hasil yang valid, maka penulis akan menggunakan periode
yang paling dekat saat sebelum melakukan spin off dan setelah melakukan spin off,
yaitu 3 tahun sebelum dan 3 tahun sesudah BUS melakukan spin-off. Untuk
BJB Syariah (periode sebelum spin off yaitu per juni 2006 - maret 2009 dan periode
setelah spin of yaitu per juni 2010 maret 2013), Untuk BRI Syariah ( periode
sebelum spin off yaitu per desember 2005 september 2008 dan periode setelah
spin off yaitu per desember 2008 september 2011), dan untuk BNI Syariah (
periode sebelum spin off yaitu per juni 2006 maret 2009 dan periode setelah spin
off yaitu per juni 2010 maret 2013).
Berdasarkan identifikasi masalah diatas maka pokok masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Apakah ada perbedaan kinerja Bank Syariah dilihat dari sisi efisiensi antara sebelum
dan setelah spin off?
2. Berapakah tingkat efisiensi rata-rata perbankan syariah di Indonesia yang berdiri
dari hasil spin off dengan menggunakan pendekatan non parametrik?
-
11
3. Bagaimana upaya minimalisasi biaya input dan maksimalisasi output yang harus
dilakukan perbankan syariah supaya efisien di awal periode setelah spin off ?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Setelah melihat judul yang diangkat dan latar belakang masalah yang ada
serta perumusan masalah yang ingin didapatkan, maka penelitian ini bertujuan,
antara lain:
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mendapatkan bukti empiris tentang perbandingan tingkat efisiensi bank umum
syariah sebelum dan sesudah melakukan spin-off secara individu.
2. Mendapatkan bukti empiris tentang perbandingan tingkat efisiensi bank umum
syariah sebelum dan sesudah melakukan spin-off secara kelompok.
Hasil penelitian perbandingan tingkat efisiensi bank umum syariah
sebelum dan sesudah melakukan spin-off diharapkan dapat memberikan
manfaat dan kontribusi bagi beberapa pihak yang berkepentingan, antara lain:
Manfaat dari penelitian adalah:
1. Bagi Perbankan Syariah, Bank Indonesia dan Pemerintah, yaitumemberikan
informasi tentang kinerja (tingkat efisiensi) bank syariah di Indonesia.
-
12
2. Bagi akademisi dan pembaca, memberikan pengetahuan tentang masalah perbankan
khususnya efisiensi dan dapat dijadikan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya
yang akan membahas tentang masalah perbankan.
3. Bagi peneliti dan penelitian selanjutnya, dengan penelitian ini diharapkan dapat
menjadi wahana pengetahuan dan pengalaman mengenai perbankan syariah,
serta menjadi bahan masukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
E. Review Studi Terdahulu
Penelitian tentang efisiensi perbankan sudah banyak dilakukan dalam
penelitian ekonomi. Penelitian tentang efisiensi perbankan ini dilakukan dengan
metodologi yang berbeda-beda, baik secara parametrik maupun nonparametrik.
Salah satu metode yang banyak digunakan di berbagai Negara untuk mengukur
tingkat efisiensi adalah metode non parametrik Data Envelopment Analysis (DEA).
DEA merupakan teknik pengukuran efisiensi non parametrik yang baik, yang
digunakan secara ekstensif di lebih dari 400 penelitian tentang efisiensi dalam ilmu
manajemen selama sepuluh tahun terakhir.5 Berikut adalah penelitian terkait dengan
DEA dan Spin Off.
5 Mohd. Azmi Omar, Abdul Rahim Abdul Rahman, Rosylin Mohd. Yusof, M. Shabri Abd.
Majid, dan Mohd. Eskandar Shah Mohd. Rasid, Efficiency Of Commercial Banks In Malaysia
(2006)
-
13
NO JudulPenelitian Metode Hasil Penelitian Perbedaan
1. Efisiensi Teknis
Perbankan
Indonesia Pada
Bank Yang Merger
Akuisis Dan Spin
Off. Oleh Anggit
Wicaksono tahun
2014.
Metode DEA
dengan
pendekatan
intermediasi.
Input: DPK,
beban tenaga
kerja, dan aset
tetap.
Output:
Penyaluran
dana, dan
pendapatan
operasional.
Perbankan yang
terbentuk dari hasil
spin off memiliki
hasil efisiensi yang
lebih tinggi.
Penulis
tidak
membandi
ng
kan
dengan
bank yang
terbentuk
dari hasil
merger-
akuisisi.
2. Perbandingan Kinerja Keuangan
Bank Syariah
Sebelum Dan
Sesudah Spin Off.
Oleh Ima Akmala
Muharamah tahun
2013.
Metode uji dua
sampel
berpasangan
dengan rasio
BOPO, FDR,
dan ROA.
Dilihat dari rasio
FDR membuktikan
adanya perbedaan
kinerja keuangan,
tetapi dilihat dari
rasio BOPO dan
ROA tidak adanya
perbedaan kinerja
keuangan.
Penulis
mengguna
kan
metode
DEA
bukan uji
dua
sampel
berpasang
an.
3. Analisis Perbandingan
Tingkat Kesehatan
Bank BNI Syariah
Sebelum dan
Sesudah Menjadi
Bank Umum
Syariah. Oleh Siti
Muayanah tahun
2012.
Dengan
perhitungan
rasio
Rentabilitas dan
rasio Likuiditas.
Tidak ada
perbedaan tingkat
kesehatan Bank
BNI Syariah antara
sebelum dan
sesudah menjadi
BUS.
Penulis
mengguna
kan
metode
DEA
bukan
rasio
Rentabilit
as dan
rasio
Likuiditas
-
14
4. Tingkat Efisiensi Bank Umum
Syariah (BUS)
menggunakan
Metode DEA. Oleh
Shafitranata tahun
2011.
Metode DEA
dengan
pendekatan
produksi.
Input: biaya
operasional,
biaya tenaga
kerja dan jasa
bank. Output:
total simpanan
dan deposito.
Dua dari tiga bank
yang ada pada
sampel telah
mencapai efisiensi
rata-rata 100%,
tetapi satu bank
syariah hanya
mencapai efisiensi
rata-rata 90,48%.
Penulis
membandi
ngkan
tingkat
efisien
BUS
sebelum
dan
sesudah
spin off.
5. Analisis Efisiensi dan Skala Ekonomi
Pada Industri
Perbankan Syariah
di Indonesia tahun
1999-2004. Oleh
Priyonggo Suseno
tahun 2008.
Metode DEA
dengan cost
efficiency.
Input: biaya
bagi hasil, biaya
lainnya dan
aset. Outpu:
pendapatan
bunga dan
pendapatan
lainnya.
.
Dari 10 bank yang
diteliti tingkat
inefisiensi rata-rata
mencapai hanya
sekitar 7%. Serta
tidak ada
perbadaan yang
signifikan antara
tingkat efisiensi
BUS dengan BUK
yang memiliki unit
usaha syariah.
Penulis
tidak
mengukur
skala
ekonomi
pada
industri
perbankan
syariah.
F. Sistemat
ika Penulisan
Bab I berisi tentang latar belakang kenapa penulis mengangkat judul
penelitian ini , permasalahan apa saja yang diangkat dalam penelitian, tujuan dan
manfaat dari penelitian ini dilakukan, serta melihat bagaimana hasil dari penelitian-
-
15
penelitian terdahulu. Bab II menjelaskan tentang gambaran umum objek penelitian
yang diambil oleh penulis. Bab III menerangkan tentang bagaimana pengolahan
data pada penelitian serta mejelaskan tentang metode analisis yang dipakai dalam
penelitian. Bab IV berisi hasil analisa yang dilakukan penulis dari objek dalam
penelitian. Dan bab V berisi tentang kesimpulan dan saran penulis akan hasil analisa
dalam penelitian.
-
16
BAB II
Perbankan Syariah di Indonesia
A. Bank Syariah
1. Pengertian Bank Syariah
Bank berasal dari kata banco dalam bahasa Italia yang berarti
bangku. Bangku inilah yang dipergunakan oleh banker untuk melayani
kegiatan operasionalnya kepada para nasabah. Istilah bangku secara resmi
dan popular menjadi bank. Bank termasuk perusahaan industri jasa karena
produknya hanya memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat.
Pengertian bank syariah atau yang dalam istilah internasionalnya disebut
dengan Islamic Banking adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah, yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum
Islam antara bank dengan pihak lain untuk penyimpanan dana atau
pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai
dengan syariah. Perbedaan yang mencolok antara bank konvensional dengan
bank syariah adalah pada landasan operasinya, dimana bank syariah tidak
berlandaskan bunga melainkan berlandaskan bagi hasil, ditambah dengan
jual-beli dan sewa. Selain menghindari bunga, bank syariah secara aktif turut
-
17
berpartisipasi dalam mencapai sasaran dan tujuan dari ekonomi Islam yang
berorientasi pada kesejahteraan sosial (Rivai, 2007).1
Dalam undang-undang No.21 Tahun 2008 dijelaskan bahwa Bank
Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan
prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.2 Secara umum, bank syariah adalah
lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan
uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang yang
dilakukan dengan akad yang sesuai syariah Islam.3 Definisi bank syariah
lainnya adalah lembaga keuangan yang sistem operasi dan produk-produk
yang dikeluarkannya berlandaskan al-Quran dan Hadits Nabi Muhammad
SAW.
Antonio dan Perwataatmadja,4 memberikan dua definisi terhadap
bank syariah, yaitu bank yang beroperasi sesuai perinsip-perinsip Islam dan
bank yang tata cara beroperasinya mengacu pada ketentuan-ketentuan al-
Quran dan Hadits. Mereka menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan bank
yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam adalah bank
yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam
1Veitzhal Rivai, dkk, 2007, Bank and Financial Institution Management, Conventional and Sharia
System, Jakarta : PT. Raja GrafindoPersada 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
3 Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisa Fiqih dan Keuanga,. 2004, h. 18.
4 Karnaen Perwataatmadja dan Muhammad SyafiI Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam
(Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf, 1997), h. 1.
-
18
khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam. Sedangkan
yang dimaksud dengan bank yang tata cara beroperasinya mengacu pada
ketentuan-ketentuan al-Quran dan Hadits adalah bank yang tata cara
beroperasinya mengikuti perintah dan larangan yang tercantum dalam al-
Quran an Hadits.
Perbankan syariah merupakan lembaga keuangan yang menerapkan
nilai-nilai syariah, dimana termasuk di dalamnya ialah larangan penerapan
unsur riba, seperti dijelaskan dalam ayat Al Quran sebagai berikut:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan
sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka
ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu
-
19
bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak
menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.. ( Q.S Al Baqarah : 278-279).
Secara umum, tujuan berdirinya bank syariah adalah dapat
memberikan sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui
pembiayaan-pembiayaan yang dikeluarkan oleh bank syariah.
Adapun secara khusus tujuan pengembangan bank syariah,
diantaranya5 :
1. Kebutuhan Jasa Perbankan bagi Masyarakat yang Tidak Dapat Menerima
Konsep Bunga
Dengan diterapkannya system perbankan syariah yang
berdampingan dengan system perbankan konvensional, mobilisasi dana
masyarakat dapat dilakukan secara lebih luas, terutama dari segmen
masyarakat yang selama ini belum dapat tersentuh oleh system
perbankan konvensional.
2. Peluang Pembiayaan bagi Pengembangan Usaha Berdasarkan Prinsip
Kemitraan
Dalam prinsip ini, konsep yang diterapkan adalah hubungan antar
investor yang harmonis (mutual investor relationship). Adapun dalam
5 Muhammad SyafiI Antonio. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2001), h,
226.
-
20
system konvensional, konsep yang diterapkan adalah hubungan debitur
dan kreditur yang antagonis (debitor to creditor relationship).
3. Kebutuhan akan Produk dan Jasa Perbankan Unggulan
Sistem perbankan syariah memiliki beberapa keunggulan
komperatif berupa penghapusan pembebanan bunga yang
berkesinambungan (perpetual interest effect), membatasi kegiatan
spekulasi yang tidak produktif, dan pembiayaan yang ditujukan pada
usaha-usaha yang memperhatikan unsur moral (halal).
2. Regulasi Perbankan Syariah di Indonesia
Gagasan Pendirian bank syariah di Indonesia telah ada sejak
pertengahan tahun 1970an. Hal ini dibahasa pada acara seminar internasional
hubungan Indonesia-Timur Tengah pada tahun 1974 dan pada tahun 1976
dalam seminar internasional yang diselenggarakan oleh lembaga Studi Ilmu-
ilmu Kemasyarakatan (LSIK) dan Yayasan Bhenika Tunggal Ika. Namun
ada beberapa alasan yang menghambat terealisasinya ide ini.6
1. Operasi bank syariah yang menerapkan prinsip bagi hasil belum diatur
oleh perundang-undangan dan karena itu tidak sejalan dengan UU pokok
perbankan yang berlaku yakni UU No.14 Tahun 1967
6 M. Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi, (Jakarta: Lembaga Studi Agama dan
Filsafat, 1999), h. 405.
-
21
2. Konsep bank syariah dari segi politis berkonotasi ideologis karena bagian
dari atau berkaitan dengan konsep negara Islam dan karena itu tidak
dikehendaki pemerintah.
3. Masih dipertanyakan siapa yang bersedia menaruh modal dalam ventura
semacam itu, sementara pendirian bank baru dari Timur Tengah masih
dicegah, antara lain pembatasan bank asing yang ingin membuka
kantornya di Indonesia.
Pembahasan mengenai bank syariah sempat meredam dan muncul
kembali pada tahun 1988, para ulama saat itu berusaha untuk mendirikan
bank bebas bunga, tetapi tidak ada perangkat hukum yang dapat dirujuk,
kecuali bahwa perbankan dapat saja menerapkan bunga sebesar 0%. Setelah
adanya rekomendasi dari lokakarya ulama tentang bunga bank dan
perbankan di Cisarua, Bogor pada tanggal 19-22 Agustus 1990 yang
kemudian dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional (MUNAS)
IV Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya,
Jakarta, 22-25 Agustus 1990 dibentuklah kelompok kerja untuk mendirikan
bank syariah di Indonesia. Pada tahun 1992, berdirilah Bank Muamalat
Indonesia sebagai bank syariah pertama di Indonesia yang merupakan hasil
kerja tim perbankan MUI tersebut.
-
22
Berikut ini adalah regulasi perbankan syariah di Indonesia pasca
berdirinya bank syariah pertama di Indonesia, yaitu Bank Muamalat
Indonesia:
1. Periode Undang-Undang No.7 Tahun 1992
Dalam UU No.7 Tahun 1992 disebutkan, bahwa salah satu usaha
bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat adalah menyediakan
pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil. Hal ini secara
tegas disebutkan dalam PP NO.7 Tahun 1992, yang berbunyi:
a. Bank Umum atau Bank perkreditan Rakyat yang kegiatan usahanya
semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak diperkenankan
melakukan kegiatan usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil.
b. Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat yang kegiatan usahanya
tidak berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak diperkenankan melakukan
kegiatan usaha yang berdasarkan prinsip bagi hasil.
Dalam menjalankan perannya, bank Islam berlandaskan pada
UU No.7 Tahun 1992 tentang perbankan dan PP No.72 Tahun 1992
tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil, yang kemudian lebih lanjut
dijelaskan dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang pada pokoknya
menetapkan hal-hal antara lain:
-
23
a. Bahwa bank berdasarkan prinsip bagi hasil adalah Bank Umum dan
Bank Perkreitan Rakyat yang dilakukan usaha semata-mata
berdasarkan prinsip bagi hasil.
b. Prinsip bagi hasil yang dimaksudkan adalah prinsip bagi hasil yang
berdasarkan syariat Islam.
c. Bank beradasarkan prinsip bagi hasil wajib memiliki Dewan
Pengawas Syariat (DPS).
d. Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat yang kegiatan usahanya
semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil tidak diperkenankan
melakukan kegiatan usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil.
Sebaliknya Bank Umum atau Bank perkreditan Rakyat yang
melakukan usaha tidak dengan prinsip bagi hasil tidak
diperkenankan melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi
hasil.
Akan tetapi, peraturan itu justru menjadi pembatas bagi
perkembangan bank syariah karena jalur pertumbuhan jaringan kantor
bank syariah hanya melalui perluasan kantor bank syariah yang telah ada
atau pembukaan bank baru yang relatif besar investasinya. Situasi
demikian membuat Bank Muamalat Indonesia (BMI) menjadi pemain
tunggal di pasar dengan sejumlah problem terutama berkaitan dengan
-
24
masalah pengelolaan likuiditas dan mitra kerjasama. Sementara itu oleh
karena kebutuhan masyarakat terhadap perbankan syariah telah
dirasakan meningkat pada saat itu, maka untuk mengakomodir
kebutuhan tersebut sejumlah investor telah mendirikan BPR yang
beroperasi dengan prinsip syariah. Hingga tahun 1998 telah berdiri 76
BPRS di berbagai kota di Indonesia.7
Berdasarkan sejumlah masalah yang ada maka UU No. 7 Tahun
1992 tentang perbankan diubah ke dalam UU No. 10 Tahun 1998,
sehingga landasan hukum syariah menjadi lebih jelas dan kuat baik dari
segi kelembagaannya maupun landasan operasional syariahnya. Dengan
demikian pengembangan bank syariah merupakan bagian dari agenda
kerja Bank Indonesia karena UU tersebut mengakui keberadaan bank
konvensional dan bank syariah secara berdampingan atau dikenal dengan
dual banking system. Berdasarkan UU tersebut bank umum maupun BPR
dapat beroperasi berdasarkan prinsip syariah dan bank umum
konvensional melalui suatu mekanisme perizinan tertentu dari Bank
Indonesia dapat melakukan kegiatan usaha perbankan syariah dengan
membuka kantor cabang syariah.
2. Periode Undang-Undang Tahun 1998
7 A. Riawan Amin, Menata Perbankan Syariah di Indonesia, (UIN Pres, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, juli 2009), h. 95
-
25
Dikeluarkannya UU No. 10 Tahun 1998 merupakan perubahan
atas UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan. Pada undang-undang ini
terdapat beberapa perubahan yang memberikan peluang yang lebih besar
bagi pengembangan perbankan syariah di Indonesia. Dalam UU, tersebut
beberapa hal yang berkaitan dengan perbankan syariah dijelaskan dalam
BAB I pasal 1, di antaranya sebagai berikut:8
a. Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya memberikan pelayanan dalam lalu lintas pembiayaan.
b. Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang
atau tagihan yang dipersamaakan dengan itu berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak yang ibiayai untuk mengembalikan uang atua tagihan tersebut
setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan bagi hasil.
c. Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berasarkan hukum Islam
antara bank dan pihak lain untuk menyimpan dana dan atau
pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan
sesuai dengan syariah. Di antara prinsip-prinsip bagi hasil
(mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal
8 Rahmat Hidayat, Efisiensi Perbankan Syariah:Teori dan Praktek, (Jawa Barat: Gramata Publishing,
2014), h. 23.
-
26
(musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh
keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal
berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan
adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa
dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Isi dari undang-undang ini selain berupa penegasan terhadap
eksistensi perbankan Islam di Indonesia adalah menyangkut
kelembagaan dan operasional bank Islam. Sebagai pelaksanaan dari
undang-undang ini, kemudian diikuti dengan dikeluarkannya sejumlah
ketentuan pelaksanaan dalam bentuk surat keputusan atau SK direksi
Bank Indonesia yang memberikan landasan hukum yang lebih kuat dan
kesempatan yang luas bagi pengembangan perbankan syariah di
Indonesia. Yaitu dikeluarkannya PBI No.7/PBI/2005 tanggal 25
september 2005 tentang bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah dan untuk BPRS diatur oleh PBI
No.6/17/PBI/2004 tanggal 1 juli 2004 tentang bank perkreditan rakyat
berdasarkan prinsip syariah.
Pemberlakuan undang-undang No.10 Tahun 1998 ini dapat
dikatakan momemen pengembangan perbankan di Indonesia, karna
undang-undang tersebut membuka kesempatan untuk pengembangan
jaringan perbankan syariah, antara lain melalui izin pembukaan Kantor
-
27
Cabang Syariah (KCS) oleh bank konvensional. Dengan kata lain bank
konvensional dapat melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah. Pada periode ini juga telah diatur mengenai ketentuan kliring
instrument moneter dan pasar uang antar bank. Demikian pula untuk
mengatur tentang pengelolaan likuiditas bank Islam, Bank Indonesia
telah mengeluarkan peraturan mengenai Sertifikat Wadiah Bank
Indonesia (SWBI) dan ketentuan tentang fasilitas pembiayaan jangka
pendek bagi bank syariah. Selain itu, agar profitabilitas pengelolaan dana
bank-bank Islam dapat ditingkatkan Bank Indonesia telah melakukan
koordinasi dengan instansi pemerintah yang terkait, yaitu Departement
Keuangan Direktorat Jendral Lembaga Keuangan Nonbank, Direktorat
jendral Asuransi, Bapepam dan sebagainya.
3. Periode Undang-Undang No.21 Tahun 2008
Pada tahun 2008 telah lahirnya UU No.21 Tahun 2008 tentang
perbankan syariah. Undang-undang yang disahkan pada tanggal 16 Juli
2008 ini adalah bukti telah meningkatnya perhatian pemerintah terhadap
pertumbuhan dan perkembangan bank syariah di Indonesia. Hal ini dapat
dilihat dari ketentuan-ketentuan yang tertera dalam UU No.21 Tahun
2008. Berikut ini adalah beberapa ketentuan tersebut:
-
28
a. Istilah bank perkreditan rakyat yang diubah menjadi bank pembiayaan
rakyat syariah.
b. Penetapan Dewan Pengawas Syariah (DPS) sebagai pihak terafiliasi
seperti halnya akuntan public, konsultan, dan penilai.
c. Definisi pembiayaan yang berubah secara signifikan dibandingkan
definisi yang ada dalam UU sebelumnya tentang perbankan (UU No.
10 Tahun 1998). Dalam definisi terbaru, pembiayaan dapat berupa
transaksi jual beli, transaksi bagi hasil, transaksi sewa menyewa,
transaksi simpan pinjam, dan transaksi sewa menyewa jasa
(multijasa).9
d. Jika terjadinya penggabungan atau peleburan bank syariah dengan
bank lain, bank hasil penggabungan atau peleburan tersebut wajib
menjadu bank syariah.
e. Pemisahan wajib bagi UUS yang dimiliki bank konvensional ketika
asetnya telah mencapai paling sedikit 50% dari total aset bank
induknya atau 15 tahun sejak berlakunya undang-undang ini.
9 Bank Indonesia, Ikhtisar Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, h. 1
-
29
3. Produk-Produk Bank Syariah
Dalam menjalankan kegiatan usahanya perbankan syariah menerapkan
akad-akad yang sesuai dengan prinsip syariah, antara lain:
1. Produk Penghimpunan Dana
a. Produk Penghimpunan Dana dengan Akad Wadiah
Giro iB, Tabungan iB, dan Tabungan Haji iB. Produk
penghimpunan dana ini disesuaikan dengan prinsip akad wadiah, yaitu
akad penitipan barang atau uang antara pihak yang mempunyai barang
atau uang dan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk
menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang atau uang.
b. Produk Penghimpunan Dana dengan Akad Mudharabah
Tabungan Emas iB, Tabungan iB, Tabungan Umrah iB, dan
Deposito iB. Produk penghimpunan dana ini disesuaikan dengan prinsip
akad mudharabah, yaitu akad kerjasama antara pihak pertama sebagai
pemilik dana dan pihak keddua yang bertindak sebagai pengelola dana
dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang
dituangkan dalam akad.
2. Produk Penyaluran Dana
-
30
a. Produk Penyaluran Dana dengan Akad Ijarah
Pembiayaan iB, Pembiayaan Multijasa iB, Pembiayaan
Menengah dan Korporasi iB, Pembiayaan Mikro dan Kecil iB, dan
Pembiayaan Modal kerja iB. Produk penyaluran dana ini disesuaikan
dengan prinsip akad ijarah, yaitu akad penyediaan dana dalam rangka
memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa
berdasarkan transaksi sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan barang itu sendiri.
b. Produk Pembiayaan Dana dengan Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik
Pembiayaan iB, dan Pembiayaan Channeling iB. Produk
penyaluran dana ini disesuaikan dengan prinsip akad ijarah muntahiya
bittamlik, yaitu akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak
guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa
dengan opsi pemindahan kepemilikan barang.
c. Produk Pembiayaan Dana dengan Akad Murabahah
Pembiyaan iB, Pembiayaan Menengah dan Korporasi iB,
Pembiayaan Mikro dan Kecil iB, Pembiayaan Modal Kerja iB,
Pembiayaan Channeling iB, Pembiayaan Pemilikan Kendaraan iB, dan
Pembiayaan Rumah iB. Produk penyaluran dana ini disesuaikan dengan
-
31
prinsip akad murabahah, yaitu akad pembiayaan suatu barang dengan
menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya
dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati.
3. Produk Jasa
a. Produk Jasa dengan Akad Qard dan Ijarah
Jasa Deposit Box Emas iB, dan Gadai iB. Produk jasa ini telah
disesuaikan dengan prinsip akad Qard dan Ijarah, yaitu akad pinjaman
dana kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib
mengambalikan dana yang diterimanya pada waktu yang telah
disepakati.
b. Produk Jasa dengan Akad Sharf
Jasa Penukaran Uang iB, produk jasa ini telah disesuaikan
dengan prinsip akad sharf.
c. Produk Jasa dengan Akad Qard, Rahn dan Ijarah
Gadai Emas iB, produk jasa ini disesuaikan dengan prinsip akad
qard, rahn, dan ijarah.
B. Pemisahan (Spin Off) Unit Usaha Syariah (UUS)
1. Regulasi Pemisahan (Spin Off) UUS
-
32
Yang dimaksud dengan spin off adalah apabila unit kegiatan tersebut
kemudian dipisahkan dari sebuah perseroan dan berdiri sebagai suatu
perseroan baru yang terpisah. Dengan demikian perseroan tersebut akan
mempunyai direksi sendiri dan independen dalam mengambil keputusan,
serta kepemilikan perseroan baru tersebut berada di tangan para pemegang
saham. Pemisahan ini dimaksudkan agar unit tersebut dapat mengambil
keputusan dengan lebih cepat, lebih efisien dan ada yang secara khusus
bertanggung jawab.
Sebenarnya praktek spin off telah cukup lama dikenal sebagai satu
bagian konstruksi yang banyak digunakan dalam merestrukturisasi hukum,
akan tetapi hal ini baru dilegislasikan setelah diatur dalam UU No. 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas. Sedangkan dalam perbankan syariah
sendiri, peraturan pemisahan (spin off) UUS menjadi Bank Umum Syariah
dituangkan dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun
2008, disebutkan pada Pasal 68 ayat (1) Dalam hal Bank Umum
Konvensional memeliki UUS yang nilai asetnya telah mencapai paling sedikit
50% (lima puluh persen) dari total nilai aser bank induknya atau 15 (lima
belas) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini, maka Bank Umum
Konvensional dimaksud wajib melakukan Pemisahaan UUS tersebut menjadi
Bank Umum Syariah.10
Sedangkan peraturan pelaksanaan mengenai
10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008.
-
33
pemisahaan (spin off) unit usaha syariah (UUS) diatur dalam Peraturan Bank
Indonesia Nomor 11/10/PBI/2009 tentang Unit Usaha Syariah, dalam Surat
Edaran Bank Indonesia No.11/28/DPbS tanggal 5 oktober 2009. Dimana
pemisahaan (spin off) UUS dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu
pemisahan (spin off) UUS dengan cara pendirian BUS baru atau pemisahan
(spin off) UUS dengan cara pengalihan hak dan kewajiban kepada BUS yang
sudah ada.11
2. Tujuan Pemisahan (Spin Off) UUS
Tujuan dikeluarkannya peraturan ini adalah agar perkembangan
perbankan syariah dapat terfokus kepada bank syariah, yakni bank umum
syariah (BUS) dan bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS) sehingga
kedepannya tidak ada lagi unit usaha syariah (UUS). Dengan difokuskannya
perkembangan perbankan syariah kedalam bank syariah baik dari segi
kelembagaan maupun peraturan-peratuan mengenai perbankan syariah,
diharapkan dapat meningkatkan SHARE perbankan syariah itu sendiri, untuk
menjamin terpenuhinya prinsip-prinsip syariah, prinsip kesehatan bank bagi
bank syariah, dan juga diharapkan dapat memobilisasi dana dari negara lain
yang mensyaratkan pengaturan terhadap bank syariah diatur dalam undang-
undang tersendiri.
11
Surat Edaran Bank Indonesia No.11/28/DPbS.
-
34
Apabila hanya melihat tujuannya, terlihat bahwa spin off yang diatur
dalam UU Perbankan Syariah sebenarnya lebih ditujukan untuk
mengakomodasi kepentingan pengembangan syariah, dalam hal ini melalui
pemisahan UUS dari bank konvensional menjadi bank syariah. Namun
apabila kita lihat lagi, sebenarnya pengertian spin off dalam UU Perbankan
Syariah tersebut memberikan fleksibilitas yang lebih luas kepada perbankan
untuk melakukan penguatan restruktur usahanya. Dalam penguatan struktur
usahanya, mekanisme spin off dapat dimanfaatkan oleh bank sebagai sarana
untuk lebih mempertajam segmentasi pasar, khususnya melalui penguatan lini
bisnis yang lebih fokus dan spesialis.
3. Pro dan Kontra Pemisahan (Spin Off)
Mencermati fenomena spin off, ketua umum Asosiasi Bank Syariah
Seluruh Indonesia (Absindo) Achmad Riawan Amin, berpendapat bahwa spin
off perbankan syariah dari UUS menjadi BUS seakan-akan dipaksakan
sehingga yang terjadi banyak manajemen bank syariah baru sulit
mengembangkan diri. Beliau memandang seharusnya spin off dilakukan
ketika nasabah suatu bank sudah dengan perbandingan 50:50, dengan
demikian dilakukannya spin off merupakan alternatif UUS bisa mandiri.
Tetapi yang terjadi tidak demikian, spin off dilakukan hanya karena
berdasarkan informasi dari Bank Indonesia bahwa potensi industri perbankan
sangat cerah.
-
35
Sementara pengamat ekonomi syariah, Aviliani menegaskan sejak
awal tak setuju dengan kebijakan spin off UUS menjadi BUS, ketika modal
yang dimiliki oleh bank syariah tersebut masih kecil. Beliau menyarankan
bahwa spin off dilakukan ketika bank syariah tersebut memiliki modal yang
sangat besar. BUS baru hasil spin off sangat sulit mengembangkan diri karena
modalnya sangat kecil, apalagi mereka dituntu oleh pihak pemegang saham
yang harus profit dan efisien.
Selain beberapa praktisi perbankan yang kontra dengan gagasan spin
off ada pula praktisi perbankan yang pro dengan gagasan tersebut diantaranya
Heriyakto S. Hartomo dan Subarjo Joyosumarto. Para praktisi perbankan
yang mendukung gagasan tersebut berpendapat bahwa dengan adanya spin off
dapat lebih mengembangkan perbankan syaraiah di Indonesia. Selain dapat
mengatur dan mengelola keuangan UUS setelah di spin off secara
independen, spin off juga dimaksudkan menghilangkan keragu-raguan
pengelola dana unit syariah dengan bank induknya yakni bank konvensional.
Pengamat ekonomi syariah, Khotibul Umam berpendapat bahwa demi
menjaga ketaatan bank dalam menjaga prinsip syariah maka pemisahan (spin
off) unit usaha syariah perlu dilakukan, sejatinya alasan melakukan
pemisahan ini adalah untuk lebih memurnikan operasional perbankan syariah.
Selain itu spin off merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
memperbaiki dan memaksimalisasi kinerja perusahaan.
-
36
Anggota DPR dari Komisi XI DPR, Harry Azhar Azis, mengkritik
aturan permodalan dalam PBI tersebut. Menurut dia, modal BUS sebesar Rp
1 triliun terlalu gampang untuk dipenuhi sebuah bank. Menurut dia, modal
BUS hendaknya tidak jauh berbeda dengan BUK. Dia menambahkan,
pengetatan modal Bank Umum Syariah dilakukan guna bankir tidak
sembarangan dalam mendirikan sebuah bank syariah.12
Sementara mengenai jangka waktu 15 tahun penyesuaian Unit Usaha
Syariah menjadi Bank Umum Syariah, menurut Harry sudah tepat. Bisa saja
untuk membuat fundamental perbankan syariah atau Unit Usaha Syariah itu
mapan dulu, paparnya.
Hanya, sambungnya, apabila Bank Indonesia membuat persyaratan
yang ringan, justru prinsip kehati-hatian perbankan menjadi diragukan. Jadi
kalau targetnya untuk mengejar chair perbankan syariah jadi 5 persen
misalnya dengan menurunkan tingkat prudensial perbankan, Saya kira itu
memang jadi pertanyaan. Sisi prudencility-nya musti dijaga. Pertaruhan itu,
apalagi dalam situasi seperti ini, tuturnya.
C. Efisiensi
Efisiensi adalah suatu parameter kinerja dimana suatu perusahaan
dapat mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki atau dalam pandangan
12 www.hukumonline.com, Bank Wajib Pisahkan Unit Usaha Syariah Pada Tahun 2023, diakses tgl
26/06/2015
http://www.hukumonline.com/
-
37
matematika didefinisikan sebagai perhitungan rasio output (keluaran) dan
atau input (masukan) atau jumlah keluaran yang dihasilkan dari satu input
yang digunakan. Suatu perusahaan dikatakan efisien apabila : 13
a. Menggunakan jumlah unit input yang lebih sedikit bila
dibandingkan dengan jurnlah unit input yang digunakan oleh
perusahaan lain dengan menghasilkan jumlah output yang sama
b. Menggunakan jumlah unit input yang sama, dapat menghasilkan
jumlah output yang lebih besar. Sama halnya dengan bentuk
perusahaan, efisiensi dalam perbankan juga merupakan suatu tolak
ukur dalam mengukur kinerja bank dimana efisiensi merupakan
jawaban atas kesulitan-kesulitan dalam menghitung ukuran-ukuran
kinerja seperti tingkat efisiensi alokasi, teknis maupun total
efisiensi. Jadi unit ekonomi untuk beroperasi pada tingkat nilai
produk marginal (marginal value product) sama dengan biaya
marginal (marginal cost).
Ditinjau dari Teori Ekonomi, ada dua pengertian efisiensi yaitu
efisiensi teknis dan efisiensi ekonomi.14
Efisiensi ekonomi mempunyai sudut
13 Haryum Muharam, dan Rizki Pusvitasari, Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Syariah di
Indonesia dengan Metode Data Envelopment Analysis, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, vol.II, no.3 (2005),
hal. 85.
14 Muhammad Ghafur. Potret Perbankan Syariah Indonesia Terkini. Yogyakarta: Biruni Press,
2007, h.120.
-
38
pandang makro yang mempunyai jangkauan lebih luas dibandingkan dengan
teknik yang bersudut pandang mikro. Pengukuran efisiensi teknik cenderung
terbatas pada hubungan teknis dan operasionl proses konversi input menjadi
output. Sehingga usaha untuk meningkatkan efisiensi teknis hanya
memerlukan kebijakan mikro yang bersifat internal, yaitu dengan
pengendalian dan alokasi sumber daya yang optimal.
Konsep pengukuran efisiensi pertama kali diperkenalkan oleh Farrel.
Farrel M.J (1957:259) mengemukakan bahwa konsep pengukuran efisiensi
ada dua, yaitu efisiensi teknis (technical efficiency/TE) dan efisiensi alokatif
(allocative efficiency/AE). Efisiensi teknis menggambarkan kemampuan
untuk memproduksi output semaksimal mungkin dari input yang ada.
Sedangkan efisiensi alokatif menggambarkan kemampuan perusahaan dalam
mengoptimalkan penggunaan input dengan memasukan perhitungan biaya.
Efisiensi perbankan juga dapat dibagi menjadi efisiensi keuntungan
(Profit efficiency), efisiensi biaya (cost efficiency), dan efisiensi
pendapatan/keuntungan (revenue efficiency).15
Efisiensi perbankan biasanya
banyak didasarkan kepada biaya. Hal ini disebabkan karena tingkat
keuntungan (profit) atau pendapatan lebih tidak menentu (vulnearable)
dibandingkan tingkat biaya.
15 H. Rahmat hidayat. Efisiensi Perbankan Syariah: Teori dan Praktek, Bekasi: Gramata Publishing,
2014, h. 67.
-
39
Secara umum, ada dua pendekatan untuk pengukuran tingkat efisiensi
perbankan yaitu pendekatan nisbah keuangan (financial ratio) dan
pendekatan operating reaserch (OR).16
Pendekatan nisbah keuangan
biasanya merujuk pada kinerja keuangan, antara lain return on asset
(ROA), return on equity (ROE), capital asset ratio (CAR), operating
efficiency ratio (OER) atau cost to income ratio (CIR). Sedangkan pada OR,
pengukuran efisiensi dihitung dengan menggunakan analisis frontier.
Untuk analisis frontier ada dua pendekatan yang dapat digunakan, yaitu
pendekatan parametrik dan non-parametrik. Pendekatan parametrik
melakukan pengukuran dengan menggunakan ekonometrik yang stokastik
dan berusaha menghilangkan gangguan dari pengaruh ketidak efisienan.
Metode parametrik meliputi Stochastic Frontier Approach (SFA), Thick
Frontier Approach (TFA), dan Distribution Free Approach (DFA).
Pendekatan non parametrik dengan program linear (Non Parametric Linear
Programing Approach) melakukan pengukuran non parametrik dengan
pendekatan yang tidak stokastik dan cenderung mengkombinasikan gangguan
dan ketidakefisienan. Metode non parametrik meliputi Free Disposal Hull
(FDH), dan Data Envelopment Analysis (DEA).
16 Ibid. h. 69.
-
40
Untuk menentukan variabel-variabel yang digunakan dalam
melakukan pengukuran efisiensi perbankan terdapat tiga pendekatan utama
yang bisa digunakan. Pendekatan tersebut terdiri dari:17
a. Pendekatan Produksi : Pendekatan produksi menjelaskan bahwa
aktivitas perbankan adalah pelayanan terhadap deposan dan
kreditor menggunakan seluruh faktor produksi, seperti pegawai
dan modal tenaga kerja. Untuk mencapai tujuannya, yaitu
memproduksi output yang diinginkan. Pendekatan ini
deperkenalakan oleh bentson (1965) , bell dan Murphy (1968),
bank sebagai pemilik deposit akun dari deposan dan memberikan
dana kepada kreditor.
b. Pendekatan Intermediasi : Pendekatan intermediasi menjelaskan
tentang aktivitas perbankan sebagai agen intermediasi yang
mentransformasikan penyaluran dana dari deposan (pihak yang
kelebihan dana) kepada kreditor (pihak yang kekurangan dana).
Dengan kata lain, dana pihak ketiga yang cenderung likuid,
berjangka pendek, dengan resiko rendah yang ditransformasikan
menjadi pembiayaan yang lebih beresiko, tidak likuid dan
berjangka pamjang. Oleh karena itu pendekatan ini
17
Ascarya, Diana Yumanita, dan Guruh S. Rohimah, Efficiency Analysis of Conventional
and Islamic Banks in Indonesia Using Data Envelopment Analysist (2007), hal. 10
-
41
mendefinisikan input sebagai financial capital dan output sebagai
volume pembiayaan atau investment outstanding.
c. Pendekatan Modern : Pendekatan modern mencoba untuk
mengembangkan dua pendekatan yaitu manajemen resiko kegiatan
usaha, system informasi dan pemecahan masalah kedalam teori
klasik perusahaan. Pendekatan ini memperkenalkan perbedaan
antara manajer bank dan pemilik bank dalam prilakunya
memaksimalkan keuntungan. Pendekatan ini diperkenalkan oleh
hughes dan mester (1994) yang dilakukan pada bank yang ingin
lebih besar dan ingin mengembangkan ukurannya.
D. Kerangka Kinerja Perbankan Syariah
Berdasarkan data dan teori yang dihimpun untuk penelitian Perbankan
Syariah di Indonesia, kerangka pemikiran penelitian dimulai dari pencarian
perbankan syariah yang terbentuk dari hasil spin off unit usaha syariah, serta
pengumpulan data objek penelitian yang diambil dari laporan keuangan
publikasi Bank Indonesia (BI). Penetapan variabel input dan output dengan
pendekatan intermediasi, kemudian data-data tersebut diproses menggunaka
software DEA sehingga dapat diketahui seberapa besar nilai DEA yang
mencerminkan efisiensi. Secara visual dapat disampaikan oleh gambar bagan
kerangka efisiensi sebagai berikut.
-
42
Gambar 2.1
Kerangka Kinerja Perbankan Syariah
Bank Syariah
Pengelompokan Bank Syariah
Ketika Berbentuk UUS Setelah Menjadi BUS
Laporan Keuangan Bank
Syariah
Variabel input Variabel output
DPK
Pembiayaan/
Penyaluran Dana
Analisis Score Efisiensi Berdasarkan
Metode DEA (Pendekatan Intermediasi)
Score Efisiensi
Biaya
Operasional
Biaya Tenaga Kerja
Pendapatan
Operasional
-
43
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Objek Penelitian
Dalam sub-bab pembatasan masalah telah disinggung objek-objek yang
terkait dalam penelitian ini, yaitu Bank Umum Syariah yang berdiri dari hasil
proses spin off. Adapun bank-bank yang dimaksud adalah sebagaimana yang
tercantum dalam table 3.1 dibawah ini :
Tabel 3.1
Nama dan Kode Bank
Kode Bank Nama Bank
1 PT. Bank Jabar dan Banten Syariah
2 PT. Bank BRI Syariah
3 PT. Bank BNI Syariah
Sumber : Bank Indonesia, 2014.
-
44
Profil Singkat Objek Penelitian
1. PT. Bank Jabar dan Banten Syariah
Pendirian bank bjb syariah diawali dengan pembentukan Divisi/Unit
Usaha Syariah oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk.
pada tanggal 20 Mei 2000, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat Jawa Barat yang mulai tumbuh keinginannya untuk menggunakan
jasa perbankan syariah pada saat itu.
Setelah 10 (sepuluh) tahun operasional Divisi/Unit Usaha syariah,
manajemen PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk.
berpandangan bahwa untuk mempercepat pertumbuhan usaha syariah serta
mendukung program Bank Indonesia yang menghendaki peningkatan SHARE
perbankan syariah, maka dengan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham PT
Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. diputuskan untuk
menjadikan Divisi/Unit Usaha Syariah menjadi Bank Umum Syariah.
Sebagai tindak lanjut keputusan Rapat Umum Pemegang Saham PT
Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. maka pada tanggal 15
Januari 2010 didirikan PT Bank BJB Syariah berdasarkan Akta Pendirian
Nomor 4 yang dibuat oleh Notaris Fathiah Helmi dan telah mendapat
pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor
AHU.04317.AH.01.01 Tahun 2010 tanggal 26 Januari 2010.
-
45
Pada saat pendirian PT Bank BJB Syariah memiliki modal disetor
sebesar Rp.500.000.000.000 (lima ratus milyar rupiah), kepemilikan saham PT
Bank BJB Syariah dimiliki oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan
Banten Tbk. dan PT Global Banten DEVELOPMENT, dengan komposisi PT
Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. sebesar
Rp.495.000.000.000 (empat ratus Sembilan puluh lima milyar rupiah) dan PT
Banten Global DEVELOPMENT sebesar Rp.5.000.000.000 (lima milyar
rupiah).
Pada tanggal 6 Mei 2010 PT Bank BJB Syariah memulai usahanya,
setelah diperoleh Surat Ijin Usaha dari Bank Indonesia Nomor 12/629/DPbS
tertanggal 30 April 2010, dengan terlebih dahulu dilaksanakan cut off dari
Divisi/Unit Usaha Syariah PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan
Banten Tbk. yang menjadi cikal bakal PT Bank BJB Syariah.
2. PT Bank BRI Syariah
Berawal dari akuisisi PT Bank Rakyat Indonesia terhadap Bank Jasa
Arta pada 19 Desember 2007 dan setelah mendapatkan izin dari bank Indonesia
pada 16 Oktober 2008 melalui suratnya o.10/67/KEP.GBI/DpG/2008, maka
pada tanggal 17 November 2008 PT Bank BRI Syariah secara resmi beroperasi.
Kemudian PT Bank BRI Syariah merubah kegiatan usaha yang semula
-
46
beroperasi secara konvensional kemudian menjadi kegiatan perbankan
berdasarkan prinsip syariah Islam.
Aktivitas PT Bank BRI Syariah semakin kokoh setelah pada 19
Desember 2008 ditandatangani akta pemisahan Unit Usaha Syariah PT Bank
Rakyat Indonesia, untuk melebur kedalam PT Bank BRI Syariah (proses spin
off) yang berlaku efektif sejak 1 Januari 2009. Penandatangan dilakukan oleh
Bapak Sofyan Basir selaku Dirut PT Bank Rakyat Indonesia dan Bapak Ventje
Rahardjo selaku Dirut PT Bank BRI Syariah.
Lima tahun lebih PT Bank BRI Syariah hadir mempersembahkan sebuah
bank ritel modern terkemuka dengan layanan finansial sesuai kebutuhan nasabah
dengan jangkauan termudah. Melayani nasabah dengan pelayanan prima
(service excellence). Saat ini PT Bank BRI Syariah termasuk salah satu bank
syariah terbesar di Indonesia.
3. PT Bank BNI Syariah
Tempaan krisis moneter tahun 1997 membuktikan ketangguhan sistem
perbankan syariah. Prinsip Syariah dengan 3 (tiga) pilarnya yaitu adil,
transparan dan maslahat mampu menjawab kebutuhan masyarakat terhadap
sistem perbankan yang lebih adil. Dengan berlandaskan pada Undang-undang
No.10 Tahun 1998, pada tanggal tanggal 29 April 2000 didirikan Unit Usaha
Syariah (UUS) BNI dengan 5 kantor cabang di Yogyakarta, Malang,
-
47
Pekalongan, Jepara dan Banjarmasin. Selanjutnya UUS BNI terus berkembang
menjadi 28 Kantor Cabang dan 31 Kantor Cabang Pembantu.
Disamping itu nasabah juga dapat menikmati layanan syariah di Kantor
Cabang BNI Konvensional (office channelling) dengan lebih kurang 1500 outlet
yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Di dalam pelaksanaan operasional
perbankan, BNI Syariah tetap memperhatikan kepatuhan terhadap aspek syariah.
Dengan Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang saat ini diketuai oleh KH.Maruf
Amin, semua produk BNI Syariah telah melalui pengujian dari DPS sehingga
telah memenuhi aturan syariah.
Berdasarkan Keputusan Gubernur Bank Indonesia Nomor
12/41/KEP.GBI/2010 tanggal 21 Mei 2010 mengenai pemberian izin usaha
kepada PT Bank BNI Syariah. Dan di dalam Corporate Plan UUS BNI tahun
2000 ditetapkan bahwa status UUS bersifat temporer dan akan dilakukan spin
off tahun 2009. Rencana tersebut terlaksana pada tanggal 19 Juni 2010 dengan
beroperasinya BNI Syariah sebagai Bank Umum Syariah (BUS). Realisasi
waktu spin off bulan Juni 2010 tidak terlepas dari faktor eksternal berupa aspek
regulasi yang kondusif yaitu dengan diterbitkannya UU No.19 tahun 2008
tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan UU No.21 tahun 2008
tentang Perbankan Syariah. Disamping itu, komitmen Pemerintah terhadap
pengembangan perbankan syariah semakin kuat dan kesadaran terhadap
keunggulan produk perbankan syariah juga semakin meningkat. Juni 2014
-
48
jumlah cabang BNI Syariah mencapai 65 Kantor Cabang, 161 Kantor Cabang
Pembantu, 17 Kantor Kas, 22 Mobil Layanan Gerak dan 20 Payment Point.
B. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan keungan
triwulan bank syariah yang menjadi objek penelitian. Data diperoleh dari
berbagai sumber, yaitu Laporan Keuangan Publikasi Bank Indonesia (BI),
Statistik Perbankan Bank Indonesia (BI), Laporan Keungan Publikasi Otoritas
Jasa Keuangan (OJK), dan Laporan Keuangan Bank Syariah bersangkutan.
C. Populasi dan Sample
Penelitian ini menggunakan populasi seluruh Bank Umum Syariah yang
ada di Indonesia yang masih beroperasi sampai tahun 2014 dan terdaftar di Bank
Indonesia. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode non probabilitas atau
secara tidak acak, elemen-elemen populasi tidak mempunyai kesempatan yang
sama untuk terpilih menjadi sampel. Adapun teknik pengambilan sampel
dilakukan dengan cara pemilihan sampel bertujuan (purposive sampling) dengan
metode pemilihan sampel berdasarkan pertimbangan (judgement sampling)
yakni pengambilan sampel yang didasarkan pada penilaian terhadap beberapa
-
49
karakteristik anggota sampel yang disesuaikan dengan maksud penelitian.
Mudrajad Kuncoro (2003), dalam Ida Kusmargiani1.
Kriteria kriteria yang harus dipenuhi pada sampel bank yang spin off
adalah sebagai berikut :
a. Bank hasil spin off yang masih oprasional sampai tahun 2014.
b. Tersedianya data laporan keuangan pada bank yang melakukan spin off
dengan periode yang paling dekat sebelum dan setelah spin off.
c. Data keuangan yang digunakan pada bank yang spin off menggunakan interval
waktu 3 (tiga) tahun pada saat sebelum spin off dan 3 (tiga) tahun setelah spin
off, secara triwulan.
D. Metode Analisis
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Data
Envelopment Analysis (DEA), yang basisnya pemrograman linier (Linier
Programming). Setelah mendapatkan skor efisiensi dari masing-masing
perbankan syariah, kemudian dilihat perbedaan efisiensi perbankan sebelum dan
setelah melakukan spin off. Secara teknis perhitungan dibantu dengan paket-
paket software, untuk menghitung skor efisiensi DEA.
1 Ida Savitri Kusmargiani, Analisis Efisiensi Operasional Dan Efisiensi Profitabilitas Pada
Bank Yang Merger Dan Akusisi Di Indonesia (2006), hal. 64
-
50
1. Metode Data Envelopment Analysis (DEA)
Data Envelopment Analysis (DEA) adalah suatu teknik pemrograman
matematika (mathematical program-ming) untuk mengukur tingkat efisiensi
dari Unit Pengambil Keputusan (UPK) atau Decision Making Unit (DMU)
relative terhadap UPK yang sejenis ketika semua unit-unit ini berada pada
atau di bawah kurva efisiensi frontiernya.2
Teknik atau metode DEA pertama kali diperkenalkan oleh Charnes,
Cooper, dan Rhodes pada tahun 1978. Data Envelopment Analysis, sesuai
dengan namanya merupakan metode yang mengamplopkan data observasi
untuk membentuk frontier yang nantinya digunakan untuk mengevaluasi
kinerja dari objek penelitian.
Inti dari DEA adalah menentukan bobot (weights) atau timbangan
untuk setiap input dan output DMU. Bobot tersebut memiliki sifat tidak
bernilai negative dan bersifat universal, artinya setiap DMU dalam sampel
harus dapat menggunakan seperangkat bobot yang sama untuk mengevaluasi
rasionya (total weighted output/total weighted input) dan rasio tersebut tidak
boleh lebih dari satu (total weighted output/total weighted input 1).
2 H. Rahmat hidayat. Efisiensi Perbankan Syariah: Teori dan Praktek, Bekasi: Gramata Publishing,
2014, h. 72..
-
51
Cara pengukuran yang digunakan dalam DEA adalah dengan
membandingkan antara output yang dihasilkan dengan input yang ada, yang
digambarkan sebagai berikut :
Dalam kenyataannya, baik input maupun output bisa terdapat lebih
dari satu input dan output dalam suatu decision making unit (DMU). Dalam
membandingkan output dan input, digunakan bobot untuk masing-masing
input dan output yang ada, sehingga dapat digambarkan sebagai berikut : 3
Pada tahun 1957, farell memperkenalkan ide efisiensi menggunakan
unit produksi, dengan menggunakan konsep input oriented. Ini merupakan
model pemrograman linear, yang berasumsi tidak ada kesalahan secara acak,
dan digunakan untuk mengukur efisensi teknis. Efisiensi teknis merupakan
pengukran efektifitas yang memberikan serangkaian input untuk
menghasilkan output. DMU hanya merupakan efisiensi teknis yang
menggunakan level minimum dari input untuk menghasilkan maksimum
3 James T Shanon. Productivity, Cost, and Technical Efficiency Evaluation of Southeastern
U.S. Logging Contractors.(1998).h.13
Technical Efficiency =
-
52
output atau ini dapat digunakan untuk meredam tingkat input ketika diberikan
jumlah output yang sama. Persamaan matematis yang digunakan :
Tabel 3.2 Persamaan DEA
Dari persamaan diatas dapat didefinisikan kedalam beberapa notasi.
Dengan asumsi bahwa sigma i adalah input dan sigma r adalah output untuk
setiap perusahaan, atau seringkali disebut dengan Decision Making Unit
dalam literatur DEA. Untuk DMU ke-I diwakili secara berturut-turut oleh
vektor x1 dan y1. Dalam hal, x adalah matrik input i x n, dan Y adalah matriks
output r x n, maka representasi tersebut merupakan cara merumuskan data
dalam bentuk matriks dari semua n UKE.
Tujuan dari DEA adalah membentuk sebuah frontier non-parametric
envelopment terhadap suatu data dari titik pengamatan yang berada di bawah
frontier. Cara terbaik untuk memperkenalkan DEA adalah melalui bentuk
Maksimal h =
batasan
j = 1,..,n (untuk keseluruhan j)
Ur , vi
Keterangan :
h : efisiensi teknis perbankan
yrj : merupakan jumlah output r yang
diproduksi oleh bank s.
xij : jumlah input i yang digunakan oleh
bank s
ur : merupakan bobot output r yang di
hasilkan oleh bank s
vi : bobot input i yang diberikan oleh
bank s, dan r dihitung dari 1 ke m
serta i dihitung dari 1 ke n.
-
53
rasio. Untuk setiap UKE, kita akan mendapatkan ukuran rasio dari semua
output terhadap inputnya, seperti uryr / vixi, dimana u mrupakan vektor r yl
dari output tertimbang (weight output) dan v adalah vektor i xl dari input
tertimbang (weight input).
Untuk penimbang yang optimal harus dispesifikasikan kedalam
problema matematis (the mathematical programming problem). dalam hal ini,
termasuk juga menemukan nilai untuk u dan v, sebagai sebuah pengukuran
efisiensi h yang maksimal. Dengan tujuan untuk kendala bahwa semua
ukuran efisiensi haruslah kurang atau sama dengan satu, salah satu masalah
dengan formulasi atau rumusan rasio ini adalah bahwa ia memiliki sejumlah
solusi yang tidak terbatas (infinite). Untuk menghindari hal ini, maka kita
dapat menentukan kendala yang akan menspesifikasikan dan memudahkan
dalam proses selanjutnya menggunkan teknik komputasi. dimana
menunjukkan jumlah bank dalam sampel. Pertidaksamaan pertama
menunjukkan adanya efisiensi rasio untuk perusahaan lain tidak lebih dari 1,
sementara pertidaksamaan kedua berbobot positif. Angka rasio akan
bervariasi antara 0 sampai dengan 1. Bank dikatakan efisien apabila memiliki
angka rasio mendekati 1 atau 100 persen, sebaliknya jika mendekati 0
menunjukkan efisiensi bank semakin rendah. Pada DEA, setiap bank dapat
menentukan pembobotnya masing-masing dan menjamin bahwa pembobot
yang dipilih akan menghasilkan ukuran kinerja yang terbaik.
-
54
Dalam model DEA terdapat dua pendekatan optimasi atau asumsi
yang biasa digunakan, yaitu constant return scale (CRS) dan Variable return
to scale (VRS).
a. Constan Return to Scale (CRS)
Model CCR yang merupakan model dasar DEA menggunakan
asumsi constan return to scale yang membawa implikasi pada bentuk
efficient set yang linier. Model constant return to scale dikembangkan
oleh Climes, Cooper dan Rhodes (model CCR), model ini
mengasumsikan bahwa rasio antara penambahan input dan output
adalah sama (constant return to scale). Artinya jika ada tambahan
input sebesar x kali, maka output akan meningkat sebesar x kali juga.
Asumsi lain yang digunakan dalam model ini adalah bahwa setiap
perusahaan atau unit pembuat keputusan (UPK) beroperasi pada skala
yang optimal. Untuk itu fungsi objektif dan fungsi kendala pada DEA
model constant return to scale dapat digambarkan pada persamaan
berikut ini:
-
55
Tabel 3.3 Model DEA CRS
b. Variable Return to Scale
Model ini dikembangkan oleh BCC (Banker, Charnes Cooper)
pada tahun 1984 dan merupakan pengembangan dari model CCR.
Model ini beranggapan bahwa perusahaan tidak atau belum beroperasi
pada skala yang optimal, asumsi dari model ini adalah rasio antara
penambahan input dan output tidak sama (Variable return to scale).
Artinya, penambahan input x kali tidak akan menyebabkan output naik
sebesar x kali, bisa lebih kecil atau lebih besar dari x kali. Untuk itu
fungsi objektif dan fungsi kendala pada DEA model Variable return to
scale dapat digambarkan pada persamaan berikut ini :
Keterangan :
yrj = jumlah output r yang diproduksi
oleh
DMU j
xij = jumlah input i yang digunakan oleh
DMU j
ur = bobot yang diberikan kepada output
r, (r=1,...,t dan t adalah jumlah
output)
vi = bobot yang diberikan kepada input
i,
(i=1,..., m dan m adalah jumlah
input)
n = jumlah DMU,
j0 = DMU yang diberi penilaian
-
56
Tabel 3.4 Model DEA VRS
Rumus pendekatan DEA diatas memiliki fungsi tujuan untuk
memaksimalkan nilai efisiensi dari masing-masing DMU dengan
meminimalisir input dan menggunakan dengan faktor kendalanya
bertujuan untuk memastikan bahwa tidak ada nilai efisien DMU yang
lebih besar dari 100%, penjumlahan setiap output akan sama dengan 1
dan semua variabel keputusan tidak sama dengan 0. DEA menghitung
rasio perbandingan output terhadap input untuk setiap unit, dengan
skor dinyatakan sebagai 0-1 atau 0 sampai 100 persen. Sebuah unit
kesehatan dengan skor kurang dari 100% akan tidak efisien bila
dibandingkan dengan unit lain.
Keterangan :
yrj = jumlah output r yang diproduksi oleh
DMU j,
xij = jumlah input i yang digunakan oleh
DMU j,
ur = bobot yang diberikan kepada output r,
(r = 1 ,..., t dan t adalah jumlah output),
vi = bobot yang diberikan kepada input i, (i
= 1,..., m dan m adalah jumlah input),
n = jumlah DMU,
j0 = DMU yang diberi penilaian
-
57
Pada penelitian ini asumsi yang digunakan adalah constant
return to scale (CRS). Asumsi ini digunakan karena penelitian ini
mencoba untuk melihat apa saja sumber ketidakefisiensian, berapa
besar persentase ketidak efisiensian dan berapa persentase To Gain
yang harus ditingkatkan supaya perbankan dalam penelitian ini dapat
beroperasi dengan efisien. Untuk itu penelitian ini memberikan dua
alternatif orientasi pengukuran yaitu keadaan dimana perbankan harus
memaksimalkan outputnya (output oriented) dan ketika perbankan
harus meminimimalisir penggunaan input (input oriented). Maka kedua
alternatif inilah yang akan digunakan perbankan sebagai gambaran dan
langkah apa yang harus dilakukan perbankan supaya dapat beroperasi
dengan efisien.
Untuk menggunakan kedua orientasi pengukuran ini, maka
asumsi yang digunakan harus constant return to scale (CRS) agar tidak
memberikan hasil yang bias dalam pengukuran efisiensi. Hal ini
dikarenakan ketika melakukan pengukuran menggunakan orientasi
input maupun orientasi output maka akan menghasilkan nilai efisiensi
yang sama ketika menggunakan asumsi constant return to scale. Hal ini