ANALISIS TINGKAT EFISIENSI BANK UMUM SYARIAH...

download ANALISIS TINGKAT EFISIENSI BANK UMUM SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30750/1/AHMAD... · PT Bank Muamalat Indonesia 2. ... PT Bank Permata 15. BPD Jambi

If you can't read please download the document

Transcript of ANALISIS TINGKAT EFISIENSI BANK UMUM SYARIAH...

  • ANALISIS TINGKAT EFISIENSI BANK UMUM SYARIAH

    SEBELUM DAN SESUDAH SPIN OFF

    Skripsi

    Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

    Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

    AHMAD NIZAR

    NIM 109046100201

    JURUSAN PERBANKAN SYARIAH

    PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM (MUAMALAT)

    FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

    UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    2015 M/1436 H

  • iii

    LEMBAR PERNYATAAN

    Dengan ini saya menyatakan bahwa :

    1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk

    memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) di

    Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

    2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

    cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

    Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

    3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

    atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

    menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

    Hidayatullah Jakarta.

    Jakarta, 14 Desember 2015

    Ahmad Nizar

    109046100201

  • iv

    ABSTRAK

    Ahmad Nizar, NIM 109046100201. Analisis Tingkat Efisiensi Bank

    Umum Syariah Sebelum dan Setelah Spin Off. Konsentrasi Perbankan Syariah,

    Program Studi Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negri

    Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2015.

    Skripsi ini membahas tentang pengukuran efisiensi bank umum syariah

    sebelum dan setelah spin off. Sempel dalam penelitian ini adalah BJB Syariah,

    BRI Syariah dan BNI Syariah. Periode waktu pengukuran yang digunakan dalam

    penelitian ini adalah tiga tahun sebelum spin off (masih berbentuk UUS) dan tiga

    tahun setelah spin off (setelah berbentuk BUS).

    Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data

    Envelopment Analysis (DEA), dengan menggunakan asumsi Constant Return to

    Scale (CRS). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah DPK, biaya

    operasional, biaya tenaga kerja sebagai variabel input serta pembiayaan dan

    pendapatan operasional sebagai variabel output.

    Hasil dari penelitian ini adalah tidak ada perbedaan yang signifikan

    tingkat efisiensi bank umum syariah antara sebelum dan setelah spin off.

    Penelitian ini juga memberikan analisis potential improvement, dengan melihat

    nilai to gain sebagai sarana atau alternatif yang dapat digunakan supaya

    perbankan dapat beroperasi dengan efisien.

    Kata Kunci : Spin Off, Efisiensi, DEA, CRS, Potential Improvement

  • v

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan

    hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat serta

    salam penulis sampaikan kepada Nabi besar Muhammad SAW semoga kelak

    kita termasuk kedalam umat yang mendapat syafaat dari beliau di hari akhirat

    kelak.

    Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat

    untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) Program Studi

    Muamalat Konsentrasi Perbankan Syariah Universitas Islam Negeri Syarif

    Hidayatullah Jakarta, penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan

    dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

    Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada :

    1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA selaku dekan Fakultas Syariah

    dan Hukum yang saya hormati.

    2. Bapak A.M. Hasan Ali, MA selaku ketua Program Studi Muamalat

    yang selalu memberikan arahan dan bimbingan kepada seluruh

    mahasiswa prodi muamalat.

    3. Ibu Dr. Nurhasanah, M.Ag selaku dosen pembimbing yang telah

    menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran, yang telah memberikan

    banyak ilmu, serta menjadi figur yang sangat memotivasi dalam

    penyusunan skripi ini.

  • vi

    4. Kedua orang tua alm. Bpk Drs. H. Abdus Syukur dan Hj. Ibu Siti

    Manfaah, S.Ag yang telah sangat memberikan dukungan dan

    motivasi, serta kesabaranya menunggu terselesaikannya skripsi ini.

    Semoga Allah selalu memberikan rahmat dan kasih sayang kepada

    kalian.

    5. Bapak Abdurrauf, MA. Selaku sekertaris prodi, yang selalu berrsedia

    untuk direpotkan, serta ibu Oke di bagian akademik yang tanpa lelah

    mengurus berkas-berrkas mahasiswa.

    6. Anggit Wicaksono dan Farhan Rabbani, yang telah mengarahkan,

    mengajarkan, serta bersedia memabagi ilmunya, sehingga skripsi ini

    dapat berjalan lancar.

    7. Kawan-kawan yang telah menjadi tempat untuk menyegarkan

    pikiran, Ardiansyah, Heri, Mas Ari, Aji, Diki, dan kawan-kawan

    lainnya.

    8. Seluruh pihak yang telah membantu penulis menjalankan perkuliahan

    dan penyusunan skripsi ini namun tidak dapat disebutkan satu

    persatu.

    Akhir kata, penulis mendoakan agar Allah SWT membalas segala

    dukungan dan kebaikan kalian yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.

    Semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya dan

    bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

  • vii

    DAFTAR ISI

    PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................. i

    LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. ii

    LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. iii

    ABSTRAK ........................................................................................................ iv

    KATA PENGANTAR ..................................................................................... v

    DAFTAR ISI .................................................................................................... vii

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1

    B. Identifikasi Masalah ............................................................................... 9

    C. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................................... 9

    D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 11

    E. Review Studi Terdahulu ....................................................................... 12

    F. Sistematika Penulisan ........................................................................... 14

    BAB II PERBANKAN SYARIAH di INDONESIA

    A. Bank Syariah

    1. Pengertian Bank Syariah .................................................................. 16

    2. Regulasi Perbankan Syariah ............................................................ 20

    3. Produk-produk Bank Syariah ........................................................... 29

    B. Pemisahan (Spin Off) ............................................................................ 31

  • viii

    C. Efisiensi ................................................................................................ 36

    D. Kerangka Kinerja Perbankan Syariah ................................................... 41

    BAB III METODE PENELITIAN

    A. Objek Penelitian ................................................................................... 43

    B. Jenis dan Sumber Data .......................................................................... 48

    C. Populasi dan Sampel ............................................................................. 48

    D. Metode Analisis

    1. Metode Data Envelopment Analysis (DEA) ..................................... 50

    2. Input dan Output ............................................................................... 58

    BAB IV HASIL ANALISIS DATA

    A. Kriteria Penilaian Efisiensi ................................................................... 63

    B. Hasil Perhitungan Dengan Metode DEA

    1. Hasil Efisiensi Keseluruhan Perbankan ............................................ 64

    2. Hasil Efisiensi Kelompok Perbankan

    a. Hasil Efisiensi Perbankan Sebelum Spin Off (UUS) ................... 68

    b. Hasil Efisiensi Perbankan Setelah Spin Off (BUS) ...................... 72

    3. Efisiensi Rata-Rata Perbankan Sebelum dan Setelah Spin Off ........ 76

    C. Analisis Potential Improvement Menggunakan Orientasi Input ........... 80

    D. Analisis Potential Improvement Menggunakan Orientasi output ......... 85

    BAB V PENUTUP

    A. Simpulan ............................................................................................... 90

    B. Saran ..................................................................................................... 92

  • ix

    DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 95

    LAMPIRAN ................................................................................................... 98

  • x

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1.1 Daftar BUS dan UUS ................................................................. 4

    Tabel 1.2 Perkembangan BUS dan UUS .................................................... 7

    Tabel 3.1 Daftar Objek Penelitian .............................................................. 43

    Tabel 3.2 Persamaan DEA ......................................................................... 51

    Tabel 3.3 Model DEA CRS ........................................................................ 54

    Tabel 3.4 Model DEA VRS ........................................................................ 55

    Tabel 3.5 Input dan Output ......................................................................... 59

    Tabel 4.1 Kriteria dan Nilai Efisiensi ......................................................... 63

    Tabel 4.2 Hasil Efisiensi Keseluruhan Perbankan ..................................... 64

    Tabel 4.3 Efisiensi Rata-Rata Sebelum dan Setelah Spin Off .................... 75

    Tabel 4.4 Nilai To Gain Pada Bank Setelah Spin Off Orientasi Input ....... 80

    Tabel 4.5 Nilai To Gain Pada Bank Setelah Spin Off Orientasi Output ..... 85

  • xi

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Kerangka Kinerja Perbankan Syariah .......................................... 41

    Gambar 4.1 Grafik Hasil Efisiensi Keseluruhan Perbankan ........................... 66

    Gambar 4.2 Grafik Hasil Efisiensi Sebelum Spin Off ..................................... 69

    Gambar 4.3 Grafik Hasil Efisiensi setelah Spin Off ........................................ 72

    Gambar 4.4 Grafik Efisiensi Rata-Rata Bank Sebelum dan Setelah melakukan

    Spin Off ........................................................................................ 76

    Gambar 4.5 Grafik Nilai To Gain Bank Setelah melakukan Spin Off Orientasi

    Input ............................................................................................. 81

    Gambar 4.6 Diagram Nilai To Gain Bank Setelah melakukan Spin Off

    Orientasi Input ............................................................................. 83

    Gambar 4.7 Grafik Nilai To Gain Bank Setelah melakukan Spin Off Orientasi

    Output .......................................................................................... 86

    Gambar 4.8 Diagram Nilai To Gain Bank Setelah melakukan Spin Off

    Orientasi Output ......................................................................... 88

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latarbelakang Masalah

    Dalam rangka peningkatan akses masyarakat terhadap perbankan syariah

    pada awalnya Bank Indonesia mengeluarkan PBI No. 8/3/PBI/2006 Pasal 38

    ayat 2, dimana isi peraturan ini membolehkan kantor cabang BUK yang telah

    memiliki UUS dapat melayani transaksi syariah (Office Channelling). Tetapi, sejak

    diberlakukannya UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, maka

    persoalan pengembangan perbankan syariah diatur melalui mekanisme baru, yaitu

    dengan mekanisme akuisisi dan konversi bank konvensional menjadi bank umum

    syariah. Dalam penerapannya ada tiga pendekatan, yaitu: Pertama, Bank Umum

    Konvensional (BUK) yang telah memiliki Unit Usaha Syariah (UUS)

    mengakuisisi bank yang relative kecil kemudian mengkonversinya menjadi syariah

    dan melepaskan serta menggabungkan UUS-nya dengan bank yang baru

    dikonversi tersebut. Kedua, BUK yang belum memiliki UUS, mengakuisisi bank

    yang relative kecil dan mengkonversinya menjadi syariah. Ketiga, BUK

  • 2

    melakukan pemisahan (spin-off) UUS dan dijadikan Bank Umum Syariah (BUS)

    tersendiri.1

    Pada perkembangan saat ini UUS merupakan pilihan bagi banyak bank

    konvensional yang ingin menikmati buah perkembangan perbankan syariah.

    Banyak keuntungan yang diperoleh dalam pendirian UUS dari pada harus

    mendirikan BUS baru, diantaranya adalah biaya yang lebih rendah dan proses yang

    relative cepat. UUS juga dapat memanfaatkan berbagai sarana dan prasarana yang

    dimilki oleh bank induk, baik tekhnologi, jaringan maupun SDM. Tetapi

    kelemahan UUS sebagai lembaga keuangan syariah adalah dimana kebijakan bank

    induk masih melekat kuat dalam UUS, sehingga untuk akselerasi pertumbuhan

    dan market share dalam layanan syariah masih sangat minim.

    Mencermati fenomena spin-off, ketua umum Asosiasi Bank Syariah

    Seluruh Indonesia (Absindo) Achmad Riawan Amin, berpendapat bahwa spin-

    off perbankan syariah dari UUS menjadi BUS seakan-akan dipaksakan sehingga

    yang terjadi banyak manajemen bank syariah baru sulit mengembangkan diri.

    Beliau memandang seharusnya spin-off dilakukan ketika nasabah suatu bank

    sudah dengan perbandingan 50:50, dengan demikian dilakukannya spin-off

    merupakan alternatif UUS bisa mandiri. Tetapi yang terjadi di Indonesia tidak

    1 Abdul Ghofur Anshori, Pembentukan Bank Syariah Melalui Akuisisi dan Konversi: Pendekatan

    Hukum Positif dan Hukum Islam (Yogyakarta: UII Press, 2010), hlm. 1.

  • 3

    demikian, spin-off dilakukan hanya berdasarkan informasi dari Bank Indonesia

    bahwa potensi industri perbankan sangat cerah.

    Selain beberapa praktisi perbankan yang kontra dengan gagasan spin-off,

    ada pula praktisi perbankan yang pro dengan gagasan tersebut. Para praktisi yang

    mendukung gagasan spin-off berpendapat bahwa spin-off merupakan salah satu

    upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki dan memaksimalkan kinerja

    perusahaan. Dengan memisahkan UUS yang dimiliki oleh suatu BUK, diharapkan

    BUK yang dimaksud serta BUS baru yang terbentuk dari hasil spin-off tersebut

    dapat semakin fokus beroperasi, lebih cepat dan fleksibel dalam pengambilan

    keputusan-keputusan bisnis, serta kebijakan untuk perbaikan perusahaan dapat

    dilakukan lebih tepat guna. Ada tiga hal yang harus dipertimbangkan dalam

    pelaksanaan spin-off UUS menjadi BUS, yakni timing, sizing, dan pricing.

    Maksudnya adalah jika waktu sudah tepat (timing), aset atau pangsa pasar sudah

    besar (sizing), serta ongkosnya murah dan lebih menguntungkan (pricing), tidak

    ada pilihan kecuali memisahkan UUS dari bank induknya.

    Dari 36 lembaga keuangan syariah berupa bank, baru ada 11 lembaga

    keuangan syariah yang berbentuk BUS dan sisanya masih berupa UUS. 10 BUS

    yang ada merupakan hasil dari proses mekanisme pembentukan BUS diatas.

  • 4

    Tabel 1.1

    Daftar Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah di Indonesia Juni 2014

    Bank Umum Syariah

    1. PT Bank Muamalat Indonesia

    2. PT Bank Syariah Mandiri

    3. PT Bank Syariah Mega

    4. PT Bank BRI Syariah

    5. PT Bank Syariah Bukopin

    6. PT Bank Panin Syariah

    7. PT Bank Victoria Syariah

    8. PT Bank BCA Syariah

    9. PT Bank Jabar dan Banten Syariah

    10. PT Bank BNI Syariah

    11. PT Bank Maybank Indonesia Syariah

    Unit Usaha Syariah

    1. PT Bank Danamon 14. BPD Aceh

    2. PT Bank Permata 15. BPD Jambi

    3. PT Bank International Indonesia 16. BPD Sulawesi Selatan

    4. PT Bank DKI 17. BPD Kalimantan Barat

    5. PT Bank Tabungan Negara 18. BPD Kalimantan Selatan

    6. PT Bank TPN 19. BPD Sumatra Selatan

    7. PT Bank Sinarmas 20. BPD Sumatra utara

    8. PT CIMB Niaga 21. BPD Sumatra Barat

    9. OCBC NISP 22. BPD Riau

    10. The Hongkon & Shanghai Bank 23. BPD NTB

  • 5

    11. IFI 24. BPD Jawa Tengah

    12. BPD Daerah Istimewa Yogya 25. BPD Jawa Timur

    13. BPD Kalimantan Timur

    Semakin banyaknya jumlah bank syariah yang beroperasi khusus dalam

    bentuk Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) di

    Indonesia dengan berbagai bentuk produk dan layanan yang diberikan

    membuat persaingan antar bank syariah yang semakin ketat, secara langsung

    ataupun tidak langsung, akan berpengaruh terhadap pencapaian profitabilitas

    bank syariah. Sebagai lembaga bisnis (Business entity), perbankan (termasuk

    perbankan syariah) dituntut untuk meningkatkan kinerja (performance) usahanya.

    Salah satu cara untuk mengukur kinerja usaha perbankan syariah ialah melalui

    tingkat efisiensi. Dengan kata lain, tingkat efisiensi dapat memberikan

    gambaran mengenai kinerja usaha perbankan syariah. Perbankan yang efisien

    berarti kinerjanya juga baik, demikian pula sebaliknya, perbankan yang tidak

    efisien kinerjanya juga tidak baik. Perbankan yang efisien dapat memberikan

    keyakianan kepada para investor, bahwa dana yang diinvestasikan di perbankan

    tersebut akan memberikan hasil atau keuntungan. Sedangkan bagi para nasabah,

    perbankan yang efisien dapat memberikan keuntungan karena biaya transaksi di

    perbankan tersebut lebih murah dibandingkan perbankan yang lain (yang tidak

    efisien). Bagi pemerintah, bank yang efisien akan memberikan keuntungan

  • 6

    berupa pajak perusahaan. Oleh karena itu, para pemangku kepentingan khususnya

    pemerintah, otoritas moneter serta manajemen bank harus memberikan perhatian

    terhadap masalah efisiensi perbankan tersebut.2

    Efisiensi mengacu pada hubungan antara keluaran (output) dan masukan

    (input), sehingga efisiensi dapat diartikan sebagai rasio antara output dengan input.

    Ada tiga faktor yang menyebabkan efisiensi, yaitu (1) Apabila dengan input yang

    sama dapat menghasilkan output yang lebih besar; (2) Dengan input yang kecil

    dapat menghasilkan output yang sama; dan (3) Dengan input yang lebih besar dapat

    menghasilkan output yang lebih besar lagi.3 Indikator efisiensi dapat dilihat

    dengan memperhatikan besarnya rasio beban operasional terhadap pendapatan

    operasional (BOPO) dan rasio non performing financing (NPF). Selain itu

    efisiensi juga dapat dilihat dengan memperhatikan pertumbuhan tingkat

    indikator kinerja bank seperti jumlah simpanan, pembiayaan, dan total aktiva.

    Secara umum, ada dua pendekatan untuk mengukur tingkat efisiensi

    perbankan yaitu pendekatan nisbah keuangan (financial ratio) dan pendekatan

    operating research (OR). Pendekatan nisbah keuangan biasanya merujuk pada

    kinerja keuangan, antara lain return on aset (ROA), return on equity (ROE),

    capital asset ratio (CAR), operating efficiency ratio (OER) atau cost to

    2 H. Rahmat Hidayat, Efisiensi Perbankan Syariah: Teori dan Praktek (Jawa Barat:Gramata Publishing, 2014), h.

    64 3 Muhammad Ghafur, Potret Perbankan Syariah di Indonesia Terkini: Kajian Kritis Perkembangan

    Perbankan Syariah (Yogyakarta: Biruni Press, 2007)

  • 7

    income ratio (CIR). Sedangkan pendekatan OR, pengukuran efisiensi dihitung

    dengan menggunakan: (1) teknik parametrik seperti Stochastik Frontier

    Approach (SFA), Distribution Free Approach (DFA) dan Recusive Thick

    Frontier Approach (RTFA). (2) teknik non-parametrik seperti Data

    Envelopment Analysis (DEA) dan Free Disposable Hull (DFH) analysis.4

    Tabel 1.2

    Perkembangan Kinerja BUS dan UUS

    Indikator Kinerja Periode

    2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

    Simpanan (triliun) 28,0 36.8 52,2 76,0 115,4 147,5 183,5

    Biaya Operasional (triliun) 1,7 2,6 3,1 4,4 6,6 8,7 14,0

    Biaya Operasional Lain (triliun) 0,31 0,49 1,4 0,96 1,1 1,6 1,9

    Pembiayaan (triliun) 27,9 38,1 46,8 68,1 102,6 147,5 184,1

    Total Aktiva (triliun) 36,5 49,5 66,1 97,5 145,4 195,0 242,2

    NPF (%) 4,05 1,42 4,01 3,02 2,52 2,22 2,62

    BOPO (%) 76,54 81,75 84,39 80,54 78,41 74,97 78,21

    Sumber : Statistik Perbankan Syariah 23 september 2014 (data diolah)

    4 Rahmat Hidayat, Efisiensi Perbankan Syariah: Teori dan Praktek (Jawa Barat:Gramata Publishing,

    2014), h. 69

  • 8

    Dari table 1.2 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada indikator

    kinerja keuangan BUS dan UUS diantaranya adalah simpanan meningkat dari

    28,0 triliun pada periode 2007 menjadi 183,5 triliun pada periode 2013.

    Begitu juga dengan pembiayaan meningkat dari 27,9 triliun pada periode

    2007 menjadi 184,1 triliun pada periode 2013, serta total aktiva meningkat

    dari 36,5 triliun pada periode 2007 menjadi 242,2 triliun pada periode 2013.

    Akan tetapi hal tersebut diikuti dengan rasio NPF dan BOPO yang fluktuatif

    selama periode 2007 sampai 2013. Berfluktuasinya rasio BOPO pada periode

    2007-2013 menunjukkan bahwa BUS dan UUS mengalami inkonsistensi dalam

    hal efisiensi pada kegiatan operasionalnya, maka diperlukkan penelitian kebih

    lanjut.

    Beberapa penelitian tentang efisiensi perbankan syariah telah dilakukan

    sebelumnya antara lain oleh Dwi Fazriyatunnisa (2010), penelitian ini meneliti

    tentang tingkat efisiensi BUS pada periode 2007-2009. Hasil penelitian ini

    mengungkapkan bahwa pada periode 2007-2009 rata-rata tingkat efisiensi BUS

    adalah 100 persen. Namun, hasil penelitian tersebut berbeda dengan yang

    dilakukan oleh Uma Uctavia (2013). Penelitian ini meneliti tentang tingkat efisiensi

    BUS dan UUS pada periode 2007-2011. Hasil penelitian tersebut

    mengungkapkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara tingkat

    efisiensi BUS dan tingkat esisiensi UUS di Indonesia pada periode 2007-2011.

    Dengan rata-rata tingkat efisiensi 93,09 persen untuk BUS dan 97,31 persen

  • 9

    untuk UUS. Oleh karena research gap pada beberapa penelitian terdahulu dan

    belum adanya penelitian yang terfokus pada efisiensi BUS sebelum dan

    sesudah spin-off maka diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai efisiensi

    perbankan syariah.

    Berdasarkan uraian latarbelakang tersebut maka judul yang diambil dalam

    penelitian ini yaitu Analisis Efisiensi Bank Umum Syariah Sebelum dan

    Sesudah Spin-Off

    B. Identifikasi Masalah

    1. Perkembangan perbankan syariah yang inkonsistensi dalam hal efisiensi

    pada kegiatan operasionalnya. (kenaikan yang cukup signifikan dilihat dari

    sisi simpanan, total aktiva, dan pembiayaan tetapi diikuti oleh rasio NPF dan

    rasio BOPO yang berfluktuatif)

    2. Permasalahan yang terkait dengan restrukturisasi perbankan syariah, yang

    tercantum pada UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

    3. Serta research gap yang terjadi pada penelitian sebelumnya tentang efisiensi

    perbankan syariah.

    C. Pembatasan dan Rumusan Masalah

    Agar penelitian ini tidak melebar maka penulis perlu membatasi masalah

    pada penelitian.

  • 10

    1. Penelitian ini terfokus pada BUS yang terbentuk dari proses mekanisme spin

    off yang terdaftar pada Bank Indonesia, yaitu BJB Syariah, BRI Syariah, dan

    BNI Syariah.

    2. Bahasan penelitian hanya seputar tingkat efisiensi BUS sebelum dan sesudah

    melakukan spin-of .

    3. Untuk mendapatkan hasil yang valid, maka penulis akan menggunakan periode

    yang paling dekat saat sebelum melakukan spin off dan setelah melakukan spin off,

    yaitu 3 tahun sebelum dan 3 tahun sesudah BUS melakukan spin-off. Untuk

    BJB Syariah (periode sebelum spin off yaitu per juni 2006 - maret 2009 dan periode

    setelah spin of yaitu per juni 2010 maret 2013), Untuk BRI Syariah ( periode

    sebelum spin off yaitu per desember 2005 september 2008 dan periode setelah

    spin off yaitu per desember 2008 september 2011), dan untuk BNI Syariah (

    periode sebelum spin off yaitu per juni 2006 maret 2009 dan periode setelah spin

    off yaitu per juni 2010 maret 2013).

    Berdasarkan identifikasi masalah diatas maka pokok masalah dalam

    penelitian ini adalah:

    1. Apakah ada perbedaan kinerja Bank Syariah dilihat dari sisi efisiensi antara sebelum

    dan setelah spin off?

    2. Berapakah tingkat efisiensi rata-rata perbankan syariah di Indonesia yang berdiri

    dari hasil spin off dengan menggunakan pendekatan non parametrik?

  • 11

    3. Bagaimana upaya minimalisasi biaya input dan maksimalisasi output yang harus

    dilakukan perbankan syariah supaya efisien di awal periode setelah spin off ?

    D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

    Setelah melihat judul yang diangkat dan latar belakang masalah yang ada

    serta perumusan masalah yang ingin didapatkan, maka penelitian ini bertujuan,

    antara lain:

    Tujuan dari penelitian ini adalah:

    1. Mendapatkan bukti empiris tentang perbandingan tingkat efisiensi bank umum

    syariah sebelum dan sesudah melakukan spin-off secara individu.

    2. Mendapatkan bukti empiris tentang perbandingan tingkat efisiensi bank umum

    syariah sebelum dan sesudah melakukan spin-off secara kelompok.

    Hasil penelitian perbandingan tingkat efisiensi bank umum syariah

    sebelum dan sesudah melakukan spin-off diharapkan dapat memberikan

    manfaat dan kontribusi bagi beberapa pihak yang berkepentingan, antara lain:

    Manfaat dari penelitian adalah:

    1. Bagi Perbankan Syariah, Bank Indonesia dan Pemerintah, yaitumemberikan

    informasi tentang kinerja (tingkat efisiensi) bank syariah di Indonesia.

  • 12

    2. Bagi akademisi dan pembaca, memberikan pengetahuan tentang masalah perbankan

    khususnya efisiensi dan dapat dijadikan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya

    yang akan membahas tentang masalah perbankan.

    3. Bagi peneliti dan penelitian selanjutnya, dengan penelitian ini diharapkan dapat

    menjadi wahana pengetahuan dan pengalaman mengenai perbankan syariah,

    serta menjadi bahan masukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

    E. Review Studi Terdahulu

    Penelitian tentang efisiensi perbankan sudah banyak dilakukan dalam

    penelitian ekonomi. Penelitian tentang efisiensi perbankan ini dilakukan dengan

    metodologi yang berbeda-beda, baik secara parametrik maupun nonparametrik.

    Salah satu metode yang banyak digunakan di berbagai Negara untuk mengukur

    tingkat efisiensi adalah metode non parametrik Data Envelopment Analysis (DEA).

    DEA merupakan teknik pengukuran efisiensi non parametrik yang baik, yang

    digunakan secara ekstensif di lebih dari 400 penelitian tentang efisiensi dalam ilmu

    manajemen selama sepuluh tahun terakhir.5 Berikut adalah penelitian terkait dengan

    DEA dan Spin Off.

    5 Mohd. Azmi Omar, Abdul Rahim Abdul Rahman, Rosylin Mohd. Yusof, M. Shabri Abd.

    Majid, dan Mohd. Eskandar Shah Mohd. Rasid, Efficiency Of Commercial Banks In Malaysia

    (2006)

  • 13

    NO JudulPenelitian Metode Hasil Penelitian Perbedaan

    1. Efisiensi Teknis

    Perbankan

    Indonesia Pada

    Bank Yang Merger

    Akuisis Dan Spin

    Off. Oleh Anggit

    Wicaksono tahun

    2014.

    Metode DEA

    dengan

    pendekatan

    intermediasi.

    Input: DPK,

    beban tenaga

    kerja, dan aset

    tetap.

    Output:

    Penyaluran

    dana, dan

    pendapatan

    operasional.

    Perbankan yang

    terbentuk dari hasil

    spin off memiliki

    hasil efisiensi yang

    lebih tinggi.

    Penulis

    tidak

    membandi

    ng

    kan

    dengan

    bank yang

    terbentuk

    dari hasil

    merger-

    akuisisi.

    2. Perbandingan Kinerja Keuangan

    Bank Syariah

    Sebelum Dan

    Sesudah Spin Off.

    Oleh Ima Akmala

    Muharamah tahun

    2013.

    Metode uji dua

    sampel

    berpasangan

    dengan rasio

    BOPO, FDR,

    dan ROA.

    Dilihat dari rasio

    FDR membuktikan

    adanya perbedaan

    kinerja keuangan,

    tetapi dilihat dari

    rasio BOPO dan

    ROA tidak adanya

    perbedaan kinerja

    keuangan.

    Penulis

    mengguna

    kan

    metode

    DEA

    bukan uji

    dua

    sampel

    berpasang

    an.

    3. Analisis Perbandingan

    Tingkat Kesehatan

    Bank BNI Syariah

    Sebelum dan

    Sesudah Menjadi

    Bank Umum

    Syariah. Oleh Siti

    Muayanah tahun

    2012.

    Dengan

    perhitungan

    rasio

    Rentabilitas dan

    rasio Likuiditas.

    Tidak ada

    perbedaan tingkat

    kesehatan Bank

    BNI Syariah antara

    sebelum dan

    sesudah menjadi

    BUS.

    Penulis

    mengguna

    kan

    metode

    DEA

    bukan

    rasio

    Rentabilit

    as dan

    rasio

    Likuiditas

  • 14

    4. Tingkat Efisiensi Bank Umum

    Syariah (BUS)

    menggunakan

    Metode DEA. Oleh

    Shafitranata tahun

    2011.

    Metode DEA

    dengan

    pendekatan

    produksi.

    Input: biaya

    operasional,

    biaya tenaga

    kerja dan jasa

    bank. Output:

    total simpanan

    dan deposito.

    Dua dari tiga bank

    yang ada pada

    sampel telah

    mencapai efisiensi

    rata-rata 100%,

    tetapi satu bank

    syariah hanya

    mencapai efisiensi

    rata-rata 90,48%.

    Penulis

    membandi

    ngkan

    tingkat

    efisien

    BUS

    sebelum

    dan

    sesudah

    spin off.

    5. Analisis Efisiensi dan Skala Ekonomi

    Pada Industri

    Perbankan Syariah

    di Indonesia tahun

    1999-2004. Oleh

    Priyonggo Suseno

    tahun 2008.

    Metode DEA

    dengan cost

    efficiency.

    Input: biaya

    bagi hasil, biaya

    lainnya dan

    aset. Outpu:

    pendapatan

    bunga dan

    pendapatan

    lainnya.

    .

    Dari 10 bank yang

    diteliti tingkat

    inefisiensi rata-rata

    mencapai hanya

    sekitar 7%. Serta

    tidak ada

    perbadaan yang

    signifikan antara

    tingkat efisiensi

    BUS dengan BUK

    yang memiliki unit

    usaha syariah.

    Penulis

    tidak

    mengukur

    skala

    ekonomi

    pada

    industri

    perbankan

    syariah.

    F. Sistemat

    ika Penulisan

    Bab I berisi tentang latar belakang kenapa penulis mengangkat judul

    penelitian ini , permasalahan apa saja yang diangkat dalam penelitian, tujuan dan

    manfaat dari penelitian ini dilakukan, serta melihat bagaimana hasil dari penelitian-

  • 15

    penelitian terdahulu. Bab II menjelaskan tentang gambaran umum objek penelitian

    yang diambil oleh penulis. Bab III menerangkan tentang bagaimana pengolahan

    data pada penelitian serta mejelaskan tentang metode analisis yang dipakai dalam

    penelitian. Bab IV berisi hasil analisa yang dilakukan penulis dari objek dalam

    penelitian. Dan bab V berisi tentang kesimpulan dan saran penulis akan hasil analisa

    dalam penelitian.

  • 16

    BAB II

    Perbankan Syariah di Indonesia

    A. Bank Syariah

    1. Pengertian Bank Syariah

    Bank berasal dari kata banco dalam bahasa Italia yang berarti

    bangku. Bangku inilah yang dipergunakan oleh banker untuk melayani

    kegiatan operasionalnya kepada para nasabah. Istilah bangku secara resmi

    dan popular menjadi bank. Bank termasuk perusahaan industri jasa karena

    produknya hanya memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat.

    Pengertian bank syariah atau yang dalam istilah internasionalnya disebut

    dengan Islamic Banking adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha

    berdasarkan prinsip syariah, yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum

    Islam antara bank dengan pihak lain untuk penyimpanan dana atau

    pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai

    dengan syariah. Perbedaan yang mencolok antara bank konvensional dengan

    bank syariah adalah pada landasan operasinya, dimana bank syariah tidak

    berlandaskan bunga melainkan berlandaskan bagi hasil, ditambah dengan

    jual-beli dan sewa. Selain menghindari bunga, bank syariah secara aktif turut

  • 17

    berpartisipasi dalam mencapai sasaran dan tujuan dari ekonomi Islam yang

    berorientasi pada kesejahteraan sosial (Rivai, 2007).1

    Dalam undang-undang No.21 Tahun 2008 dijelaskan bahwa Bank

    Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan

    prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan

    Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.2 Secara umum, bank syariah adalah

    lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan

    uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang yang

    dilakukan dengan akad yang sesuai syariah Islam.3 Definisi bank syariah

    lainnya adalah lembaga keuangan yang sistem operasi dan produk-produk

    yang dikeluarkannya berlandaskan al-Quran dan Hadits Nabi Muhammad

    SAW.

    Antonio dan Perwataatmadja,4 memberikan dua definisi terhadap

    bank syariah, yaitu bank yang beroperasi sesuai perinsip-perinsip Islam dan

    bank yang tata cara beroperasinya mengacu pada ketentuan-ketentuan al-

    Quran dan Hadits. Mereka menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan bank

    yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam adalah bank

    yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam

    1Veitzhal Rivai, dkk, 2007, Bank and Financial Institution Management, Conventional and Sharia

    System, Jakarta : PT. Raja GrafindoPersada 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah

    3 Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisa Fiqih dan Keuanga,. 2004, h. 18.

    4 Karnaen Perwataatmadja dan Muhammad SyafiI Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam

    (Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf, 1997), h. 1.

  • 18

    khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam. Sedangkan

    yang dimaksud dengan bank yang tata cara beroperasinya mengacu pada

    ketentuan-ketentuan al-Quran dan Hadits adalah bank yang tata cara

    beroperasinya mengikuti perintah dan larangan yang tercantum dalam al-

    Quran an Hadits.

    Perbankan syariah merupakan lembaga keuangan yang menerapkan

    nilai-nilai syariah, dimana termasuk di dalamnya ialah larangan penerapan

    unsur riba, seperti dijelaskan dalam ayat Al Quran sebagai berikut:

    Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan

    sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.

    Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka

    ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu

  • 19

    bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak

    menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.. ( Q.S Al Baqarah : 278-279).

    Secara umum, tujuan berdirinya bank syariah adalah dapat

    memberikan sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui

    pembiayaan-pembiayaan yang dikeluarkan oleh bank syariah.

    Adapun secara khusus tujuan pengembangan bank syariah,

    diantaranya5 :

    1. Kebutuhan Jasa Perbankan bagi Masyarakat yang Tidak Dapat Menerima

    Konsep Bunga

    Dengan diterapkannya system perbankan syariah yang

    berdampingan dengan system perbankan konvensional, mobilisasi dana

    masyarakat dapat dilakukan secara lebih luas, terutama dari segmen

    masyarakat yang selama ini belum dapat tersentuh oleh system

    perbankan konvensional.

    2. Peluang Pembiayaan bagi Pengembangan Usaha Berdasarkan Prinsip

    Kemitraan

    Dalam prinsip ini, konsep yang diterapkan adalah hubungan antar

    investor yang harmonis (mutual investor relationship). Adapun dalam

    5 Muhammad SyafiI Antonio. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2001), h,

    226.

  • 20

    system konvensional, konsep yang diterapkan adalah hubungan debitur

    dan kreditur yang antagonis (debitor to creditor relationship).

    3. Kebutuhan akan Produk dan Jasa Perbankan Unggulan

    Sistem perbankan syariah memiliki beberapa keunggulan

    komperatif berupa penghapusan pembebanan bunga yang

    berkesinambungan (perpetual interest effect), membatasi kegiatan

    spekulasi yang tidak produktif, dan pembiayaan yang ditujukan pada

    usaha-usaha yang memperhatikan unsur moral (halal).

    2. Regulasi Perbankan Syariah di Indonesia

    Gagasan Pendirian bank syariah di Indonesia telah ada sejak

    pertengahan tahun 1970an. Hal ini dibahasa pada acara seminar internasional

    hubungan Indonesia-Timur Tengah pada tahun 1974 dan pada tahun 1976

    dalam seminar internasional yang diselenggarakan oleh lembaga Studi Ilmu-

    ilmu Kemasyarakatan (LSIK) dan Yayasan Bhenika Tunggal Ika. Namun

    ada beberapa alasan yang menghambat terealisasinya ide ini.6

    1. Operasi bank syariah yang menerapkan prinsip bagi hasil belum diatur

    oleh perundang-undangan dan karena itu tidak sejalan dengan UU pokok

    perbankan yang berlaku yakni UU No.14 Tahun 1967

    6 M. Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi, (Jakarta: Lembaga Studi Agama dan

    Filsafat, 1999), h. 405.

  • 21

    2. Konsep bank syariah dari segi politis berkonotasi ideologis karena bagian

    dari atau berkaitan dengan konsep negara Islam dan karena itu tidak

    dikehendaki pemerintah.

    3. Masih dipertanyakan siapa yang bersedia menaruh modal dalam ventura

    semacam itu, sementara pendirian bank baru dari Timur Tengah masih

    dicegah, antara lain pembatasan bank asing yang ingin membuka

    kantornya di Indonesia.

    Pembahasan mengenai bank syariah sempat meredam dan muncul

    kembali pada tahun 1988, para ulama saat itu berusaha untuk mendirikan

    bank bebas bunga, tetapi tidak ada perangkat hukum yang dapat dirujuk,

    kecuali bahwa perbankan dapat saja menerapkan bunga sebesar 0%. Setelah

    adanya rekomendasi dari lokakarya ulama tentang bunga bank dan

    perbankan di Cisarua, Bogor pada tanggal 19-22 Agustus 1990 yang

    kemudian dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional (MUNAS)

    IV Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya,

    Jakarta, 22-25 Agustus 1990 dibentuklah kelompok kerja untuk mendirikan

    bank syariah di Indonesia. Pada tahun 1992, berdirilah Bank Muamalat

    Indonesia sebagai bank syariah pertama di Indonesia yang merupakan hasil

    kerja tim perbankan MUI tersebut.

  • 22

    Berikut ini adalah regulasi perbankan syariah di Indonesia pasca

    berdirinya bank syariah pertama di Indonesia, yaitu Bank Muamalat

    Indonesia:

    1. Periode Undang-Undang No.7 Tahun 1992

    Dalam UU No.7 Tahun 1992 disebutkan, bahwa salah satu usaha

    bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat adalah menyediakan

    pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil. Hal ini secara

    tegas disebutkan dalam PP NO.7 Tahun 1992, yang berbunyi:

    a. Bank Umum atau Bank perkreditan Rakyat yang kegiatan usahanya

    semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak diperkenankan

    melakukan kegiatan usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil.

    b. Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat yang kegiatan usahanya

    tidak berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak diperkenankan melakukan

    kegiatan usaha yang berdasarkan prinsip bagi hasil.

    Dalam menjalankan perannya, bank Islam berlandaskan pada

    UU No.7 Tahun 1992 tentang perbankan dan PP No.72 Tahun 1992

    tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil, yang kemudian lebih lanjut

    dijelaskan dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang pada pokoknya

    menetapkan hal-hal antara lain:

  • 23

    a. Bahwa bank berdasarkan prinsip bagi hasil adalah Bank Umum dan

    Bank Perkreitan Rakyat yang dilakukan usaha semata-mata

    berdasarkan prinsip bagi hasil.

    b. Prinsip bagi hasil yang dimaksudkan adalah prinsip bagi hasil yang

    berdasarkan syariat Islam.

    c. Bank beradasarkan prinsip bagi hasil wajib memiliki Dewan

    Pengawas Syariat (DPS).

    d. Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat yang kegiatan usahanya

    semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil tidak diperkenankan

    melakukan kegiatan usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil.

    Sebaliknya Bank Umum atau Bank perkreditan Rakyat yang

    melakukan usaha tidak dengan prinsip bagi hasil tidak

    diperkenankan melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi

    hasil.

    Akan tetapi, peraturan itu justru menjadi pembatas bagi

    perkembangan bank syariah karena jalur pertumbuhan jaringan kantor

    bank syariah hanya melalui perluasan kantor bank syariah yang telah ada

    atau pembukaan bank baru yang relatif besar investasinya. Situasi

    demikian membuat Bank Muamalat Indonesia (BMI) menjadi pemain

    tunggal di pasar dengan sejumlah problem terutama berkaitan dengan

  • 24

    masalah pengelolaan likuiditas dan mitra kerjasama. Sementara itu oleh

    karena kebutuhan masyarakat terhadap perbankan syariah telah

    dirasakan meningkat pada saat itu, maka untuk mengakomodir

    kebutuhan tersebut sejumlah investor telah mendirikan BPR yang

    beroperasi dengan prinsip syariah. Hingga tahun 1998 telah berdiri 76

    BPRS di berbagai kota di Indonesia.7

    Berdasarkan sejumlah masalah yang ada maka UU No. 7 Tahun

    1992 tentang perbankan diubah ke dalam UU No. 10 Tahun 1998,

    sehingga landasan hukum syariah menjadi lebih jelas dan kuat baik dari

    segi kelembagaannya maupun landasan operasional syariahnya. Dengan

    demikian pengembangan bank syariah merupakan bagian dari agenda

    kerja Bank Indonesia karena UU tersebut mengakui keberadaan bank

    konvensional dan bank syariah secara berdampingan atau dikenal dengan

    dual banking system. Berdasarkan UU tersebut bank umum maupun BPR

    dapat beroperasi berdasarkan prinsip syariah dan bank umum

    konvensional melalui suatu mekanisme perizinan tertentu dari Bank

    Indonesia dapat melakukan kegiatan usaha perbankan syariah dengan

    membuka kantor cabang syariah.

    2. Periode Undang-Undang Tahun 1998

    7 A. Riawan Amin, Menata Perbankan Syariah di Indonesia, (UIN Pres, UIN Syarif Hidayatullah

    Jakarta, juli 2009), h. 95

  • 25

    Dikeluarkannya UU No. 10 Tahun 1998 merupakan perubahan

    atas UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan. Pada undang-undang ini

    terdapat beberapa perubahan yang memberikan peluang yang lebih besar

    bagi pengembangan perbankan syariah di Indonesia. Dalam UU, tersebut

    beberapa hal yang berkaitan dengan perbankan syariah dijelaskan dalam

    BAB I pasal 1, di antaranya sebagai berikut:8

    a. Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara

    konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam

    kegiatannya memberikan pelayanan dalam lalu lintas pembiayaan.

    b. Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang

    atau tagihan yang dipersamaakan dengan itu berdasarkan persetujuan

    atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan

    pihak yang ibiayai untuk mengembalikan uang atua tagihan tersebut

    setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan bagi hasil.

    c. Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berasarkan hukum Islam

    antara bank dan pihak lain untuk menyimpan dana dan atau

    pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan

    sesuai dengan syariah. Di antara prinsip-prinsip bagi hasil

    (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal

    8 Rahmat Hidayat, Efisiensi Perbankan Syariah:Teori dan Praktek, (Jawa Barat: Gramata Publishing,

    2014), h. 23.

  • 26

    (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh

    keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal

    berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan

    adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa

    dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).

    Isi dari undang-undang ini selain berupa penegasan terhadap

    eksistensi perbankan Islam di Indonesia adalah menyangkut

    kelembagaan dan operasional bank Islam. Sebagai pelaksanaan dari

    undang-undang ini, kemudian diikuti dengan dikeluarkannya sejumlah

    ketentuan pelaksanaan dalam bentuk surat keputusan atau SK direksi

    Bank Indonesia yang memberikan landasan hukum yang lebih kuat dan

    kesempatan yang luas bagi pengembangan perbankan syariah di

    Indonesia. Yaitu dikeluarkannya PBI No.7/PBI/2005 tanggal 25

    september 2005 tentang bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha

    berdasarkan prinsip syariah dan untuk BPRS diatur oleh PBI

    No.6/17/PBI/2004 tanggal 1 juli 2004 tentang bank perkreditan rakyat

    berdasarkan prinsip syariah.

    Pemberlakuan undang-undang No.10 Tahun 1998 ini dapat

    dikatakan momemen pengembangan perbankan di Indonesia, karna

    undang-undang tersebut membuka kesempatan untuk pengembangan

    jaringan perbankan syariah, antara lain melalui izin pembukaan Kantor

  • 27

    Cabang Syariah (KCS) oleh bank konvensional. Dengan kata lain bank

    konvensional dapat melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip

    syariah. Pada periode ini juga telah diatur mengenai ketentuan kliring

    instrument moneter dan pasar uang antar bank. Demikian pula untuk

    mengatur tentang pengelolaan likuiditas bank Islam, Bank Indonesia

    telah mengeluarkan peraturan mengenai Sertifikat Wadiah Bank

    Indonesia (SWBI) dan ketentuan tentang fasilitas pembiayaan jangka

    pendek bagi bank syariah. Selain itu, agar profitabilitas pengelolaan dana

    bank-bank Islam dapat ditingkatkan Bank Indonesia telah melakukan

    koordinasi dengan instansi pemerintah yang terkait, yaitu Departement

    Keuangan Direktorat Jendral Lembaga Keuangan Nonbank, Direktorat

    jendral Asuransi, Bapepam dan sebagainya.

    3. Periode Undang-Undang No.21 Tahun 2008

    Pada tahun 2008 telah lahirnya UU No.21 Tahun 2008 tentang

    perbankan syariah. Undang-undang yang disahkan pada tanggal 16 Juli

    2008 ini adalah bukti telah meningkatnya perhatian pemerintah terhadap

    pertumbuhan dan perkembangan bank syariah di Indonesia. Hal ini dapat

    dilihat dari ketentuan-ketentuan yang tertera dalam UU No.21 Tahun

    2008. Berikut ini adalah beberapa ketentuan tersebut:

  • 28

    a. Istilah bank perkreditan rakyat yang diubah menjadi bank pembiayaan

    rakyat syariah.

    b. Penetapan Dewan Pengawas Syariah (DPS) sebagai pihak terafiliasi

    seperti halnya akuntan public, konsultan, dan penilai.

    c. Definisi pembiayaan yang berubah secara signifikan dibandingkan

    definisi yang ada dalam UU sebelumnya tentang perbankan (UU No.

    10 Tahun 1998). Dalam definisi terbaru, pembiayaan dapat berupa

    transaksi jual beli, transaksi bagi hasil, transaksi sewa menyewa,

    transaksi simpan pinjam, dan transaksi sewa menyewa jasa

    (multijasa).9

    d. Jika terjadinya penggabungan atau peleburan bank syariah dengan

    bank lain, bank hasil penggabungan atau peleburan tersebut wajib

    menjadu bank syariah.

    e. Pemisahan wajib bagi UUS yang dimiliki bank konvensional ketika

    asetnya telah mencapai paling sedikit 50% dari total aset bank

    induknya atau 15 tahun sejak berlakunya undang-undang ini.

    9 Bank Indonesia, Ikhtisar Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, h. 1

  • 29

    3. Produk-Produk Bank Syariah

    Dalam menjalankan kegiatan usahanya perbankan syariah menerapkan

    akad-akad yang sesuai dengan prinsip syariah, antara lain:

    1. Produk Penghimpunan Dana

    a. Produk Penghimpunan Dana dengan Akad Wadiah

    Giro iB, Tabungan iB, dan Tabungan Haji iB. Produk

    penghimpunan dana ini disesuaikan dengan prinsip akad wadiah, yaitu

    akad penitipan barang atau uang antara pihak yang mempunyai barang

    atau uang dan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk

    menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang atau uang.

    b. Produk Penghimpunan Dana dengan Akad Mudharabah

    Tabungan Emas iB, Tabungan iB, Tabungan Umrah iB, dan

    Deposito iB. Produk penghimpunan dana ini disesuaikan dengan prinsip

    akad mudharabah, yaitu akad kerjasama antara pihak pertama sebagai

    pemilik dana dan pihak keddua yang bertindak sebagai pengelola dana

    dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang

    dituangkan dalam akad.

    2. Produk Penyaluran Dana

  • 30

    a. Produk Penyaluran Dana dengan Akad Ijarah

    Pembiayaan iB, Pembiayaan Multijasa iB, Pembiayaan

    Menengah dan Korporasi iB, Pembiayaan Mikro dan Kecil iB, dan

    Pembiayaan Modal kerja iB. Produk penyaluran dana ini disesuaikan

    dengan prinsip akad ijarah, yaitu akad penyediaan dana dalam rangka

    memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa

    berdasarkan transaksi sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan

    kepemilikan barang itu sendiri.

    b. Produk Pembiayaan Dana dengan Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik

    Pembiayaan iB, dan Pembiayaan Channeling iB. Produk

    penyaluran dana ini disesuaikan dengan prinsip akad ijarah muntahiya

    bittamlik, yaitu akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak

    guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa

    dengan opsi pemindahan kepemilikan barang.

    c. Produk Pembiayaan Dana dengan Akad Murabahah

    Pembiyaan iB, Pembiayaan Menengah dan Korporasi iB,

    Pembiayaan Mikro dan Kecil iB, Pembiayaan Modal Kerja iB,

    Pembiayaan Channeling iB, Pembiayaan Pemilikan Kendaraan iB, dan

    Pembiayaan Rumah iB. Produk penyaluran dana ini disesuaikan dengan

  • 31

    prinsip akad murabahah, yaitu akad pembiayaan suatu barang dengan

    menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya

    dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati.

    3. Produk Jasa

    a. Produk Jasa dengan Akad Qard dan Ijarah

    Jasa Deposit Box Emas iB, dan Gadai iB. Produk jasa ini telah

    disesuaikan dengan prinsip akad Qard dan Ijarah, yaitu akad pinjaman

    dana kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib

    mengambalikan dana yang diterimanya pada waktu yang telah

    disepakati.

    b. Produk Jasa dengan Akad Sharf

    Jasa Penukaran Uang iB, produk jasa ini telah disesuaikan

    dengan prinsip akad sharf.

    c. Produk Jasa dengan Akad Qard, Rahn dan Ijarah

    Gadai Emas iB, produk jasa ini disesuaikan dengan prinsip akad

    qard, rahn, dan ijarah.

    B. Pemisahan (Spin Off) Unit Usaha Syariah (UUS)

    1. Regulasi Pemisahan (Spin Off) UUS

  • 32

    Yang dimaksud dengan spin off adalah apabila unit kegiatan tersebut

    kemudian dipisahkan dari sebuah perseroan dan berdiri sebagai suatu

    perseroan baru yang terpisah. Dengan demikian perseroan tersebut akan

    mempunyai direksi sendiri dan independen dalam mengambil keputusan,

    serta kepemilikan perseroan baru tersebut berada di tangan para pemegang

    saham. Pemisahan ini dimaksudkan agar unit tersebut dapat mengambil

    keputusan dengan lebih cepat, lebih efisien dan ada yang secara khusus

    bertanggung jawab.

    Sebenarnya praktek spin off telah cukup lama dikenal sebagai satu

    bagian konstruksi yang banyak digunakan dalam merestrukturisasi hukum,

    akan tetapi hal ini baru dilegislasikan setelah diatur dalam UU No. 40 Tahun

    2007 tentang Perseroan Terbatas. Sedangkan dalam perbankan syariah

    sendiri, peraturan pemisahan (spin off) UUS menjadi Bank Umum Syariah

    dituangkan dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun

    2008, disebutkan pada Pasal 68 ayat (1) Dalam hal Bank Umum

    Konvensional memeliki UUS yang nilai asetnya telah mencapai paling sedikit

    50% (lima puluh persen) dari total nilai aser bank induknya atau 15 (lima

    belas) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini, maka Bank Umum

    Konvensional dimaksud wajib melakukan Pemisahaan UUS tersebut menjadi

    Bank Umum Syariah.10

    Sedangkan peraturan pelaksanaan mengenai

    10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008.

  • 33

    pemisahaan (spin off) unit usaha syariah (UUS) diatur dalam Peraturan Bank

    Indonesia Nomor 11/10/PBI/2009 tentang Unit Usaha Syariah, dalam Surat

    Edaran Bank Indonesia No.11/28/DPbS tanggal 5 oktober 2009. Dimana

    pemisahaan (spin off) UUS dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu

    pemisahan (spin off) UUS dengan cara pendirian BUS baru atau pemisahan

    (spin off) UUS dengan cara pengalihan hak dan kewajiban kepada BUS yang

    sudah ada.11

    2. Tujuan Pemisahan (Spin Off) UUS

    Tujuan dikeluarkannya peraturan ini adalah agar perkembangan

    perbankan syariah dapat terfokus kepada bank syariah, yakni bank umum

    syariah (BUS) dan bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS) sehingga

    kedepannya tidak ada lagi unit usaha syariah (UUS). Dengan difokuskannya

    perkembangan perbankan syariah kedalam bank syariah baik dari segi

    kelembagaan maupun peraturan-peratuan mengenai perbankan syariah,

    diharapkan dapat meningkatkan SHARE perbankan syariah itu sendiri, untuk

    menjamin terpenuhinya prinsip-prinsip syariah, prinsip kesehatan bank bagi

    bank syariah, dan juga diharapkan dapat memobilisasi dana dari negara lain

    yang mensyaratkan pengaturan terhadap bank syariah diatur dalam undang-

    undang tersendiri.

    11

    Surat Edaran Bank Indonesia No.11/28/DPbS.

  • 34

    Apabila hanya melihat tujuannya, terlihat bahwa spin off yang diatur

    dalam UU Perbankan Syariah sebenarnya lebih ditujukan untuk

    mengakomodasi kepentingan pengembangan syariah, dalam hal ini melalui

    pemisahan UUS dari bank konvensional menjadi bank syariah. Namun

    apabila kita lihat lagi, sebenarnya pengertian spin off dalam UU Perbankan

    Syariah tersebut memberikan fleksibilitas yang lebih luas kepada perbankan

    untuk melakukan penguatan restruktur usahanya. Dalam penguatan struktur

    usahanya, mekanisme spin off dapat dimanfaatkan oleh bank sebagai sarana

    untuk lebih mempertajam segmentasi pasar, khususnya melalui penguatan lini

    bisnis yang lebih fokus dan spesialis.

    3. Pro dan Kontra Pemisahan (Spin Off)

    Mencermati fenomena spin off, ketua umum Asosiasi Bank Syariah

    Seluruh Indonesia (Absindo) Achmad Riawan Amin, berpendapat bahwa spin

    off perbankan syariah dari UUS menjadi BUS seakan-akan dipaksakan

    sehingga yang terjadi banyak manajemen bank syariah baru sulit

    mengembangkan diri. Beliau memandang seharusnya spin off dilakukan

    ketika nasabah suatu bank sudah dengan perbandingan 50:50, dengan

    demikian dilakukannya spin off merupakan alternatif UUS bisa mandiri.

    Tetapi yang terjadi tidak demikian, spin off dilakukan hanya karena

    berdasarkan informasi dari Bank Indonesia bahwa potensi industri perbankan

    sangat cerah.

  • 35

    Sementara pengamat ekonomi syariah, Aviliani menegaskan sejak

    awal tak setuju dengan kebijakan spin off UUS menjadi BUS, ketika modal

    yang dimiliki oleh bank syariah tersebut masih kecil. Beliau menyarankan

    bahwa spin off dilakukan ketika bank syariah tersebut memiliki modal yang

    sangat besar. BUS baru hasil spin off sangat sulit mengembangkan diri karena

    modalnya sangat kecil, apalagi mereka dituntu oleh pihak pemegang saham

    yang harus profit dan efisien.

    Selain beberapa praktisi perbankan yang kontra dengan gagasan spin

    off ada pula praktisi perbankan yang pro dengan gagasan tersebut diantaranya

    Heriyakto S. Hartomo dan Subarjo Joyosumarto. Para praktisi perbankan

    yang mendukung gagasan tersebut berpendapat bahwa dengan adanya spin off

    dapat lebih mengembangkan perbankan syaraiah di Indonesia. Selain dapat

    mengatur dan mengelola keuangan UUS setelah di spin off secara

    independen, spin off juga dimaksudkan menghilangkan keragu-raguan

    pengelola dana unit syariah dengan bank induknya yakni bank konvensional.

    Pengamat ekonomi syariah, Khotibul Umam berpendapat bahwa demi

    menjaga ketaatan bank dalam menjaga prinsip syariah maka pemisahan (spin

    off) unit usaha syariah perlu dilakukan, sejatinya alasan melakukan

    pemisahan ini adalah untuk lebih memurnikan operasional perbankan syariah.

    Selain itu spin off merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk

    memperbaiki dan memaksimalisasi kinerja perusahaan.

  • 36

    Anggota DPR dari Komisi XI DPR, Harry Azhar Azis, mengkritik

    aturan permodalan dalam PBI tersebut. Menurut dia, modal BUS sebesar Rp

    1 triliun terlalu gampang untuk dipenuhi sebuah bank. Menurut dia, modal

    BUS hendaknya tidak jauh berbeda dengan BUK. Dia menambahkan,

    pengetatan modal Bank Umum Syariah dilakukan guna bankir tidak

    sembarangan dalam mendirikan sebuah bank syariah.12

    Sementara mengenai jangka waktu 15 tahun penyesuaian Unit Usaha

    Syariah menjadi Bank Umum Syariah, menurut Harry sudah tepat. Bisa saja

    untuk membuat fundamental perbankan syariah atau Unit Usaha Syariah itu

    mapan dulu, paparnya.

    Hanya, sambungnya, apabila Bank Indonesia membuat persyaratan

    yang ringan, justru prinsip kehati-hatian perbankan menjadi diragukan. Jadi

    kalau targetnya untuk mengejar chair perbankan syariah jadi 5 persen

    misalnya dengan menurunkan tingkat prudensial perbankan, Saya kira itu

    memang jadi pertanyaan. Sisi prudencility-nya musti dijaga. Pertaruhan itu,

    apalagi dalam situasi seperti ini, tuturnya.

    C. Efisiensi

    Efisiensi adalah suatu parameter kinerja dimana suatu perusahaan

    dapat mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki atau dalam pandangan

    12 www.hukumonline.com, Bank Wajib Pisahkan Unit Usaha Syariah Pada Tahun 2023, diakses tgl

    26/06/2015

    http://www.hukumonline.com/

  • 37

    matematika didefinisikan sebagai perhitungan rasio output (keluaran) dan

    atau input (masukan) atau jumlah keluaran yang dihasilkan dari satu input

    yang digunakan. Suatu perusahaan dikatakan efisien apabila : 13

    a. Menggunakan jumlah unit input yang lebih sedikit bila

    dibandingkan dengan jurnlah unit input yang digunakan oleh

    perusahaan lain dengan menghasilkan jumlah output yang sama

    b. Menggunakan jumlah unit input yang sama, dapat menghasilkan

    jumlah output yang lebih besar. Sama halnya dengan bentuk

    perusahaan, efisiensi dalam perbankan juga merupakan suatu tolak

    ukur dalam mengukur kinerja bank dimana efisiensi merupakan

    jawaban atas kesulitan-kesulitan dalam menghitung ukuran-ukuran

    kinerja seperti tingkat efisiensi alokasi, teknis maupun total

    efisiensi. Jadi unit ekonomi untuk beroperasi pada tingkat nilai

    produk marginal (marginal value product) sama dengan biaya

    marginal (marginal cost).

    Ditinjau dari Teori Ekonomi, ada dua pengertian efisiensi yaitu

    efisiensi teknis dan efisiensi ekonomi.14

    Efisiensi ekonomi mempunyai sudut

    13 Haryum Muharam, dan Rizki Pusvitasari, Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Syariah di

    Indonesia dengan Metode Data Envelopment Analysis, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, vol.II, no.3 (2005),

    hal. 85.

    14 Muhammad Ghafur. Potret Perbankan Syariah Indonesia Terkini. Yogyakarta: Biruni Press,

    2007, h.120.

  • 38

    pandang makro yang mempunyai jangkauan lebih luas dibandingkan dengan

    teknik yang bersudut pandang mikro. Pengukuran efisiensi teknik cenderung

    terbatas pada hubungan teknis dan operasionl proses konversi input menjadi

    output. Sehingga usaha untuk meningkatkan efisiensi teknis hanya

    memerlukan kebijakan mikro yang bersifat internal, yaitu dengan

    pengendalian dan alokasi sumber daya yang optimal.

    Konsep pengukuran efisiensi pertama kali diperkenalkan oleh Farrel.

    Farrel M.J (1957:259) mengemukakan bahwa konsep pengukuran efisiensi

    ada dua, yaitu efisiensi teknis (technical efficiency/TE) dan efisiensi alokatif

    (allocative efficiency/AE). Efisiensi teknis menggambarkan kemampuan

    untuk memproduksi output semaksimal mungkin dari input yang ada.

    Sedangkan efisiensi alokatif menggambarkan kemampuan perusahaan dalam

    mengoptimalkan penggunaan input dengan memasukan perhitungan biaya.

    Efisiensi perbankan juga dapat dibagi menjadi efisiensi keuntungan

    (Profit efficiency), efisiensi biaya (cost efficiency), dan efisiensi

    pendapatan/keuntungan (revenue efficiency).15

    Efisiensi perbankan biasanya

    banyak didasarkan kepada biaya. Hal ini disebabkan karena tingkat

    keuntungan (profit) atau pendapatan lebih tidak menentu (vulnearable)

    dibandingkan tingkat biaya.

    15 H. Rahmat hidayat. Efisiensi Perbankan Syariah: Teori dan Praktek, Bekasi: Gramata Publishing,

    2014, h. 67.

  • 39

    Secara umum, ada dua pendekatan untuk pengukuran tingkat efisiensi

    perbankan yaitu pendekatan nisbah keuangan (financial ratio) dan

    pendekatan operating reaserch (OR).16

    Pendekatan nisbah keuangan

    biasanya merujuk pada kinerja keuangan, antara lain return on asset

    (ROA), return on equity (ROE), capital asset ratio (CAR), operating

    efficiency ratio (OER) atau cost to income ratio (CIR). Sedangkan pada OR,

    pengukuran efisiensi dihitung dengan menggunakan analisis frontier.

    Untuk analisis frontier ada dua pendekatan yang dapat digunakan, yaitu

    pendekatan parametrik dan non-parametrik. Pendekatan parametrik

    melakukan pengukuran dengan menggunakan ekonometrik yang stokastik

    dan berusaha menghilangkan gangguan dari pengaruh ketidak efisienan.

    Metode parametrik meliputi Stochastic Frontier Approach (SFA), Thick

    Frontier Approach (TFA), dan Distribution Free Approach (DFA).

    Pendekatan non parametrik dengan program linear (Non Parametric Linear

    Programing Approach) melakukan pengukuran non parametrik dengan

    pendekatan yang tidak stokastik dan cenderung mengkombinasikan gangguan

    dan ketidakefisienan. Metode non parametrik meliputi Free Disposal Hull

    (FDH), dan Data Envelopment Analysis (DEA).

    16 Ibid. h. 69.

  • 40

    Untuk menentukan variabel-variabel yang digunakan dalam

    melakukan pengukuran efisiensi perbankan terdapat tiga pendekatan utama

    yang bisa digunakan. Pendekatan tersebut terdiri dari:17

    a. Pendekatan Produksi : Pendekatan produksi menjelaskan bahwa

    aktivitas perbankan adalah pelayanan terhadap deposan dan

    kreditor menggunakan seluruh faktor produksi, seperti pegawai

    dan modal tenaga kerja. Untuk mencapai tujuannya, yaitu

    memproduksi output yang diinginkan. Pendekatan ini

    deperkenalakan oleh bentson (1965) , bell dan Murphy (1968),

    bank sebagai pemilik deposit akun dari deposan dan memberikan

    dana kepada kreditor.

    b. Pendekatan Intermediasi : Pendekatan intermediasi menjelaskan

    tentang aktivitas perbankan sebagai agen intermediasi yang

    mentransformasikan penyaluran dana dari deposan (pihak yang

    kelebihan dana) kepada kreditor (pihak yang kekurangan dana).

    Dengan kata lain, dana pihak ketiga yang cenderung likuid,

    berjangka pendek, dengan resiko rendah yang ditransformasikan

    menjadi pembiayaan yang lebih beresiko, tidak likuid dan

    berjangka pamjang. Oleh karena itu pendekatan ini

    17

    Ascarya, Diana Yumanita, dan Guruh S. Rohimah, Efficiency Analysis of Conventional

    and Islamic Banks in Indonesia Using Data Envelopment Analysist (2007), hal. 10

  • 41

    mendefinisikan input sebagai financial capital dan output sebagai

    volume pembiayaan atau investment outstanding.

    c. Pendekatan Modern : Pendekatan modern mencoba untuk

    mengembangkan dua pendekatan yaitu manajemen resiko kegiatan

    usaha, system informasi dan pemecahan masalah kedalam teori

    klasik perusahaan. Pendekatan ini memperkenalkan perbedaan

    antara manajer bank dan pemilik bank dalam prilakunya

    memaksimalkan keuntungan. Pendekatan ini diperkenalkan oleh

    hughes dan mester (1994) yang dilakukan pada bank yang ingin

    lebih besar dan ingin mengembangkan ukurannya.

    D. Kerangka Kinerja Perbankan Syariah

    Berdasarkan data dan teori yang dihimpun untuk penelitian Perbankan

    Syariah di Indonesia, kerangka pemikiran penelitian dimulai dari pencarian

    perbankan syariah yang terbentuk dari hasil spin off unit usaha syariah, serta

    pengumpulan data objek penelitian yang diambil dari laporan keuangan

    publikasi Bank Indonesia (BI). Penetapan variabel input dan output dengan

    pendekatan intermediasi, kemudian data-data tersebut diproses menggunaka

    software DEA sehingga dapat diketahui seberapa besar nilai DEA yang

    mencerminkan efisiensi. Secara visual dapat disampaikan oleh gambar bagan

    kerangka efisiensi sebagai berikut.

  • 42

    Gambar 2.1

    Kerangka Kinerja Perbankan Syariah

    Bank Syariah

    Pengelompokan Bank Syariah

    Ketika Berbentuk UUS Setelah Menjadi BUS

    Laporan Keuangan Bank

    Syariah

    Variabel input Variabel output

    DPK

    Pembiayaan/

    Penyaluran Dana

    Analisis Score Efisiensi Berdasarkan

    Metode DEA (Pendekatan Intermediasi)

    Score Efisiensi

    Biaya

    Operasional

    Biaya Tenaga Kerja

    Pendapatan

    Operasional

  • 43

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Objek Penelitian

    Dalam sub-bab pembatasan masalah telah disinggung objek-objek yang

    terkait dalam penelitian ini, yaitu Bank Umum Syariah yang berdiri dari hasil

    proses spin off. Adapun bank-bank yang dimaksud adalah sebagaimana yang

    tercantum dalam table 3.1 dibawah ini :

    Tabel 3.1

    Nama dan Kode Bank

    Kode Bank Nama Bank

    1 PT. Bank Jabar dan Banten Syariah

    2 PT. Bank BRI Syariah

    3 PT. Bank BNI Syariah

    Sumber : Bank Indonesia, 2014.

  • 44

    Profil Singkat Objek Penelitian

    1. PT. Bank Jabar dan Banten Syariah

    Pendirian bank bjb syariah diawali dengan pembentukan Divisi/Unit

    Usaha Syariah oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk.

    pada tanggal 20 Mei 2000, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan

    masyarakat Jawa Barat yang mulai tumbuh keinginannya untuk menggunakan

    jasa perbankan syariah pada saat itu.

    Setelah 10 (sepuluh) tahun operasional Divisi/Unit Usaha syariah,

    manajemen PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk.

    berpandangan bahwa untuk mempercepat pertumbuhan usaha syariah serta

    mendukung program Bank Indonesia yang menghendaki peningkatan SHARE

    perbankan syariah, maka dengan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham PT

    Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. diputuskan untuk

    menjadikan Divisi/Unit Usaha Syariah menjadi Bank Umum Syariah.

    Sebagai tindak lanjut keputusan Rapat Umum Pemegang Saham PT

    Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. maka pada tanggal 15

    Januari 2010 didirikan PT Bank BJB Syariah berdasarkan Akta Pendirian

    Nomor 4 yang dibuat oleh Notaris Fathiah Helmi dan telah mendapat

    pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor

    AHU.04317.AH.01.01 Tahun 2010 tanggal 26 Januari 2010.

  • 45

    Pada saat pendirian PT Bank BJB Syariah memiliki modal disetor

    sebesar Rp.500.000.000.000 (lima ratus milyar rupiah), kepemilikan saham PT

    Bank BJB Syariah dimiliki oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan

    Banten Tbk. dan PT Global Banten DEVELOPMENT, dengan komposisi PT

    Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. sebesar

    Rp.495.000.000.000 (empat ratus Sembilan puluh lima milyar rupiah) dan PT

    Banten Global DEVELOPMENT sebesar Rp.5.000.000.000 (lima milyar

    rupiah).

    Pada tanggal 6 Mei 2010 PT Bank BJB Syariah memulai usahanya,

    setelah diperoleh Surat Ijin Usaha dari Bank Indonesia Nomor 12/629/DPbS

    tertanggal 30 April 2010, dengan terlebih dahulu dilaksanakan cut off dari

    Divisi/Unit Usaha Syariah PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan

    Banten Tbk. yang menjadi cikal bakal PT Bank BJB Syariah.

    2. PT Bank BRI Syariah

    Berawal dari akuisisi PT Bank Rakyat Indonesia terhadap Bank Jasa

    Arta pada 19 Desember 2007 dan setelah mendapatkan izin dari bank Indonesia

    pada 16 Oktober 2008 melalui suratnya o.10/67/KEP.GBI/DpG/2008, maka

    pada tanggal 17 November 2008 PT Bank BRI Syariah secara resmi beroperasi.

    Kemudian PT Bank BRI Syariah merubah kegiatan usaha yang semula

  • 46

    beroperasi secara konvensional kemudian menjadi kegiatan perbankan

    berdasarkan prinsip syariah Islam.

    Aktivitas PT Bank BRI Syariah semakin kokoh setelah pada 19

    Desember 2008 ditandatangani akta pemisahan Unit Usaha Syariah PT Bank

    Rakyat Indonesia, untuk melebur kedalam PT Bank BRI Syariah (proses spin

    off) yang berlaku efektif sejak 1 Januari 2009. Penandatangan dilakukan oleh

    Bapak Sofyan Basir selaku Dirut PT Bank Rakyat Indonesia dan Bapak Ventje

    Rahardjo selaku Dirut PT Bank BRI Syariah.

    Lima tahun lebih PT Bank BRI Syariah hadir mempersembahkan sebuah

    bank ritel modern terkemuka dengan layanan finansial sesuai kebutuhan nasabah

    dengan jangkauan termudah. Melayani nasabah dengan pelayanan prima

    (service excellence). Saat ini PT Bank BRI Syariah termasuk salah satu bank

    syariah terbesar di Indonesia.

    3. PT Bank BNI Syariah

    Tempaan krisis moneter tahun 1997 membuktikan ketangguhan sistem

    perbankan syariah. Prinsip Syariah dengan 3 (tiga) pilarnya yaitu adil,

    transparan dan maslahat mampu menjawab kebutuhan masyarakat terhadap

    sistem perbankan yang lebih adil. Dengan berlandaskan pada Undang-undang

    No.10 Tahun 1998, pada tanggal tanggal 29 April 2000 didirikan Unit Usaha

    Syariah (UUS) BNI dengan 5 kantor cabang di Yogyakarta, Malang,

  • 47

    Pekalongan, Jepara dan Banjarmasin. Selanjutnya UUS BNI terus berkembang

    menjadi 28 Kantor Cabang dan 31 Kantor Cabang Pembantu.

    Disamping itu nasabah juga dapat menikmati layanan syariah di Kantor

    Cabang BNI Konvensional (office channelling) dengan lebih kurang 1500 outlet

    yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Di dalam pelaksanaan operasional

    perbankan, BNI Syariah tetap memperhatikan kepatuhan terhadap aspek syariah.

    Dengan Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang saat ini diketuai oleh KH.Maruf

    Amin, semua produk BNI Syariah telah melalui pengujian dari DPS sehingga

    telah memenuhi aturan syariah.

    Berdasarkan Keputusan Gubernur Bank Indonesia Nomor

    12/41/KEP.GBI/2010 tanggal 21 Mei 2010 mengenai pemberian izin usaha

    kepada PT Bank BNI Syariah. Dan di dalam Corporate Plan UUS BNI tahun

    2000 ditetapkan bahwa status UUS bersifat temporer dan akan dilakukan spin

    off tahun 2009. Rencana tersebut terlaksana pada tanggal 19 Juni 2010 dengan

    beroperasinya BNI Syariah sebagai Bank Umum Syariah (BUS). Realisasi

    waktu spin off bulan Juni 2010 tidak terlepas dari faktor eksternal berupa aspek

    regulasi yang kondusif yaitu dengan diterbitkannya UU No.19 tahun 2008

    tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan UU No.21 tahun 2008

    tentang Perbankan Syariah. Disamping itu, komitmen Pemerintah terhadap

    pengembangan perbankan syariah semakin kuat dan kesadaran terhadap

    keunggulan produk perbankan syariah juga semakin meningkat. Juni 2014

  • 48

    jumlah cabang BNI Syariah mencapai 65 Kantor Cabang, 161 Kantor Cabang

    Pembantu, 17 Kantor Kas, 22 Mobil Layanan Gerak dan 20 Payment Point.

    B. Jenis dan Sumber Data

    Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan keungan

    triwulan bank syariah yang menjadi objek penelitian. Data diperoleh dari

    berbagai sumber, yaitu Laporan Keuangan Publikasi Bank Indonesia (BI),

    Statistik Perbankan Bank Indonesia (BI), Laporan Keungan Publikasi Otoritas

    Jasa Keuangan (OJK), dan Laporan Keuangan Bank Syariah bersangkutan.

    C. Populasi dan Sample

    Penelitian ini menggunakan populasi seluruh Bank Umum Syariah yang

    ada di Indonesia yang masih beroperasi sampai tahun 2014 dan terdaftar di Bank

    Indonesia. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode non probabilitas atau

    secara tidak acak, elemen-elemen populasi tidak mempunyai kesempatan yang

    sama untuk terpilih menjadi sampel. Adapun teknik pengambilan sampel

    dilakukan dengan cara pemilihan sampel bertujuan (purposive sampling) dengan

    metode pemilihan sampel berdasarkan pertimbangan (judgement sampling)

    yakni pengambilan sampel yang didasarkan pada penilaian terhadap beberapa

  • 49

    karakteristik anggota sampel yang disesuaikan dengan maksud penelitian.

    Mudrajad Kuncoro (2003), dalam Ida Kusmargiani1.

    Kriteria kriteria yang harus dipenuhi pada sampel bank yang spin off

    adalah sebagai berikut :

    a. Bank hasil spin off yang masih oprasional sampai tahun 2014.

    b. Tersedianya data laporan keuangan pada bank yang melakukan spin off

    dengan periode yang paling dekat sebelum dan setelah spin off.

    c. Data keuangan yang digunakan pada bank yang spin off menggunakan interval

    waktu 3 (tiga) tahun pada saat sebelum spin off dan 3 (tiga) tahun setelah spin

    off, secara triwulan.

    D. Metode Analisis

    Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Data

    Envelopment Analysis (DEA), yang basisnya pemrograman linier (Linier

    Programming). Setelah mendapatkan skor efisiensi dari masing-masing

    perbankan syariah, kemudian dilihat perbedaan efisiensi perbankan sebelum dan

    setelah melakukan spin off. Secara teknis perhitungan dibantu dengan paket-

    paket software, untuk menghitung skor efisiensi DEA.

    1 Ida Savitri Kusmargiani, Analisis Efisiensi Operasional Dan Efisiensi Profitabilitas Pada

    Bank Yang Merger Dan Akusisi Di Indonesia (2006), hal. 64

  • 50

    1. Metode Data Envelopment Analysis (DEA)

    Data Envelopment Analysis (DEA) adalah suatu teknik pemrograman

    matematika (mathematical program-ming) untuk mengukur tingkat efisiensi

    dari Unit Pengambil Keputusan (UPK) atau Decision Making Unit (DMU)

    relative terhadap UPK yang sejenis ketika semua unit-unit ini berada pada

    atau di bawah kurva efisiensi frontiernya.2

    Teknik atau metode DEA pertama kali diperkenalkan oleh Charnes,

    Cooper, dan Rhodes pada tahun 1978. Data Envelopment Analysis, sesuai

    dengan namanya merupakan metode yang mengamplopkan data observasi

    untuk membentuk frontier yang nantinya digunakan untuk mengevaluasi

    kinerja dari objek penelitian.

    Inti dari DEA adalah menentukan bobot (weights) atau timbangan

    untuk setiap input dan output DMU. Bobot tersebut memiliki sifat tidak

    bernilai negative dan bersifat universal, artinya setiap DMU dalam sampel

    harus dapat menggunakan seperangkat bobot yang sama untuk mengevaluasi

    rasionya (total weighted output/total weighted input) dan rasio tersebut tidak

    boleh lebih dari satu (total weighted output/total weighted input 1).

    2 H. Rahmat hidayat. Efisiensi Perbankan Syariah: Teori dan Praktek, Bekasi: Gramata Publishing,

    2014, h. 72..

  • 51

    Cara pengukuran yang digunakan dalam DEA adalah dengan

    membandingkan antara output yang dihasilkan dengan input yang ada, yang

    digambarkan sebagai berikut :

    Dalam kenyataannya, baik input maupun output bisa terdapat lebih

    dari satu input dan output dalam suatu decision making unit (DMU). Dalam

    membandingkan output dan input, digunakan bobot untuk masing-masing

    input dan output yang ada, sehingga dapat digambarkan sebagai berikut : 3

    Pada tahun 1957, farell memperkenalkan ide efisiensi menggunakan

    unit produksi, dengan menggunakan konsep input oriented. Ini merupakan

    model pemrograman linear, yang berasumsi tidak ada kesalahan secara acak,

    dan digunakan untuk mengukur efisensi teknis. Efisiensi teknis merupakan

    pengukran efektifitas yang memberikan serangkaian input untuk

    menghasilkan output. DMU hanya merupakan efisiensi teknis yang

    menggunakan level minimum dari input untuk menghasilkan maksimum

    3 James T Shanon. Productivity, Cost, and Technical Efficiency Evaluation of Southeastern

    U.S. Logging Contractors.(1998).h.13

    Technical Efficiency =

  • 52

    output atau ini dapat digunakan untuk meredam tingkat input ketika diberikan

    jumlah output yang sama. Persamaan matematis yang digunakan :

    Tabel 3.2 Persamaan DEA

    Dari persamaan diatas dapat didefinisikan kedalam beberapa notasi.

    Dengan asumsi bahwa sigma i adalah input dan sigma r adalah output untuk

    setiap perusahaan, atau seringkali disebut dengan Decision Making Unit

    dalam literatur DEA. Untuk DMU ke-I diwakili secara berturut-turut oleh

    vektor x1 dan y1. Dalam hal, x adalah matrik input i x n, dan Y adalah matriks

    output r x n, maka representasi tersebut merupakan cara merumuskan data

    dalam bentuk matriks dari semua n UKE.

    Tujuan dari DEA adalah membentuk sebuah frontier non-parametric

    envelopment terhadap suatu data dari titik pengamatan yang berada di bawah

    frontier. Cara terbaik untuk memperkenalkan DEA adalah melalui bentuk

    Maksimal h =

    batasan

    j = 1,..,n (untuk keseluruhan j)

    Ur , vi

    Keterangan :

    h : efisiensi teknis perbankan

    yrj : merupakan jumlah output r yang

    diproduksi oleh bank s.

    xij : jumlah input i yang digunakan oleh

    bank s

    ur : merupakan bobot output r yang di

    hasilkan oleh bank s

    vi : bobot input i yang diberikan oleh

    bank s, dan r dihitung dari 1 ke m

    serta i dihitung dari 1 ke n.

  • 53

    rasio. Untuk setiap UKE, kita akan mendapatkan ukuran rasio dari semua

    output terhadap inputnya, seperti uryr / vixi, dimana u mrupakan vektor r yl

    dari output tertimbang (weight output) dan v adalah vektor i xl dari input

    tertimbang (weight input).

    Untuk penimbang yang optimal harus dispesifikasikan kedalam

    problema matematis (the mathematical programming problem). dalam hal ini,

    termasuk juga menemukan nilai untuk u dan v, sebagai sebuah pengukuran

    efisiensi h yang maksimal. Dengan tujuan untuk kendala bahwa semua

    ukuran efisiensi haruslah kurang atau sama dengan satu, salah satu masalah

    dengan formulasi atau rumusan rasio ini adalah bahwa ia memiliki sejumlah

    solusi yang tidak terbatas (infinite). Untuk menghindari hal ini, maka kita

    dapat menentukan kendala yang akan menspesifikasikan dan memudahkan

    dalam proses selanjutnya menggunkan teknik komputasi. dimana

    menunjukkan jumlah bank dalam sampel. Pertidaksamaan pertama

    menunjukkan adanya efisiensi rasio untuk perusahaan lain tidak lebih dari 1,

    sementara pertidaksamaan kedua berbobot positif. Angka rasio akan

    bervariasi antara 0 sampai dengan 1. Bank dikatakan efisien apabila memiliki

    angka rasio mendekati 1 atau 100 persen, sebaliknya jika mendekati 0

    menunjukkan efisiensi bank semakin rendah. Pada DEA, setiap bank dapat

    menentukan pembobotnya masing-masing dan menjamin bahwa pembobot

    yang dipilih akan menghasilkan ukuran kinerja yang terbaik.

  • 54

    Dalam model DEA terdapat dua pendekatan optimasi atau asumsi

    yang biasa digunakan, yaitu constant return scale (CRS) dan Variable return

    to scale (VRS).

    a. Constan Return to Scale (CRS)

    Model CCR yang merupakan model dasar DEA menggunakan

    asumsi constan return to scale yang membawa implikasi pada bentuk

    efficient set yang linier. Model constant return to scale dikembangkan

    oleh Climes, Cooper dan Rhodes (model CCR), model ini

    mengasumsikan bahwa rasio antara penambahan input dan output

    adalah sama (constant return to scale). Artinya jika ada tambahan

    input sebesar x kali, maka output akan meningkat sebesar x kali juga.

    Asumsi lain yang digunakan dalam model ini adalah bahwa setiap

    perusahaan atau unit pembuat keputusan (UPK) beroperasi pada skala

    yang optimal. Untuk itu fungsi objektif dan fungsi kendala pada DEA

    model constant return to scale dapat digambarkan pada persamaan

    berikut ini:

  • 55

    Tabel 3.3 Model DEA CRS

    b. Variable Return to Scale

    Model ini dikembangkan oleh BCC (Banker, Charnes Cooper)

    pada tahun 1984 dan merupakan pengembangan dari model CCR.

    Model ini beranggapan bahwa perusahaan tidak atau belum beroperasi

    pada skala yang optimal, asumsi dari model ini adalah rasio antara

    penambahan input dan output tidak sama (Variable return to scale).

    Artinya, penambahan input x kali tidak akan menyebabkan output naik

    sebesar x kali, bisa lebih kecil atau lebih besar dari x kali. Untuk itu

    fungsi objektif dan fungsi kendala pada DEA model Variable return to

    scale dapat digambarkan pada persamaan berikut ini :

    Keterangan :

    yrj = jumlah output r yang diproduksi

    oleh

    DMU j

    xij = jumlah input i yang digunakan oleh

    DMU j

    ur = bobot yang diberikan kepada output

    r, (r=1,...,t dan t adalah jumlah

    output)

    vi = bobot yang diberikan kepada input

    i,

    (i=1,..., m dan m adalah jumlah

    input)

    n = jumlah DMU,

    j0 = DMU yang diberi penilaian

  • 56

    Tabel 3.4 Model DEA VRS

    Rumus pendekatan DEA diatas memiliki fungsi tujuan untuk

    memaksimalkan nilai efisiensi dari masing-masing DMU dengan

    meminimalisir input dan menggunakan dengan faktor kendalanya

    bertujuan untuk memastikan bahwa tidak ada nilai efisien DMU yang

    lebih besar dari 100%, penjumlahan setiap output akan sama dengan 1

    dan semua variabel keputusan tidak sama dengan 0. DEA menghitung

    rasio perbandingan output terhadap input untuk setiap unit, dengan

    skor dinyatakan sebagai 0-1 atau 0 sampai 100 persen. Sebuah unit

    kesehatan dengan skor kurang dari 100% akan tidak efisien bila

    dibandingkan dengan unit lain.

    Keterangan :

    yrj = jumlah output r yang diproduksi oleh

    DMU j,

    xij = jumlah input i yang digunakan oleh

    DMU j,

    ur = bobot yang diberikan kepada output r,

    (r = 1 ,..., t dan t adalah jumlah output),

    vi = bobot yang diberikan kepada input i, (i

    = 1,..., m dan m adalah jumlah input),

    n = jumlah DMU,

    j0 = DMU yang diberi penilaian

  • 57

    Pada penelitian ini asumsi yang digunakan adalah constant

    return to scale (CRS). Asumsi ini digunakan karena penelitian ini

    mencoba untuk melihat apa saja sumber ketidakefisiensian, berapa

    besar persentase ketidak efisiensian dan berapa persentase To Gain

    yang harus ditingkatkan supaya perbankan dalam penelitian ini dapat

    beroperasi dengan efisien. Untuk itu penelitian ini memberikan dua

    alternatif orientasi pengukuran yaitu keadaan dimana perbankan harus

    memaksimalkan outputnya (output oriented) dan ketika perbankan

    harus meminimimalisir penggunaan input (input oriented). Maka kedua

    alternatif inilah yang akan digunakan perbankan sebagai gambaran dan

    langkah apa yang harus dilakukan perbankan supaya dapat beroperasi

    dengan efisien.

    Untuk menggunakan kedua orientasi pengukuran ini, maka

    asumsi yang digunakan harus constant return to scale (CRS) agar tidak

    memberikan hasil yang bias dalam pengukuran efisiensi. Hal ini

    dikarenakan ketika melakukan pengukuran menggunakan orientasi

    input maupun orientasi output maka akan menghasilkan nilai efisiensi

    yang sama ketika menggunakan asumsi constant return to scale. Hal ini