Analisis spasial kejadian diare di TTU NTT.pdf
Click here to load reader
-
Upload
karol-octrisdey -
Category
Documents
-
view
164 -
download
60
Transcript of Analisis spasial kejadian diare di TTU NTT.pdf
ANALISIS SPASIAL KEJADIAN DIARE DI KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA
PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Tesis
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-2
Minat Utama Sistem Informasi Manejemen Kesehatan Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Diajukan oleh :
BASILIUS FUNAN HAUMEIN NIM : 08/277822/PKU/10137
Kepada : PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2009
ii
iii
iv
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala kasih-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul
“Analisis Spasial Kejadian Diare di Kabupaten Timor Tengah Utara
Propinsi Nusa Tenggara Timur”.
Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan
studi pada Program Pascasarjana Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Minat Utama
Sistem Informasi Manajemen Kesehatan.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih tersebut terutama disampaikan
kepada :
1. Bapak Prof. dr. Hari Kusnanto, DrPH. selaku dosen pembimbing
pertama yang telah memberikan pengetahuan dan bimbingan yang
sangat membantu dalam penyelesaian penulisan tesis ini;
2. Bapak dr. Lutfan Lazuardi, PhD. selaku dosen pembimbing kedua
yang telah memberikan arahan dan petunjuk yang sangat berguna
bagi penyelesaian penulisan tesis ini;
3. Bapak Prof. dr. Hari Kusnanto, DrPH. selaku Ketua Minat Sistem
Informasi Manajemen Kesehatan UGM beserta seluruh pengelola,
dosen dan staf yang banyak memfasilitasi dan memberikan bimbingan
serta saran selama penulis mengikuti pendidikan dan penulisan tesis
ini;
4. Direktur Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Sekolah
Pascasarjana UGM Yogyakarta beserta jajarannya;
vi
5. Bupati Timor Tengah Utara yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan S2 Ilmu Kesehatan
Masyarkat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta;
6. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Timor Tengah Utara beserta staf
yang telah membantu memfasilitasi penulis dalam penelitian serta
memberikan data yang dibutuhkan penulis;
7. Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Timor Tengah Utara beserta
staf yang telah membantu menyediakan data yang dibutuhkan penulis
dalam penelitian ini;
8. Ayahanda dan ibunda tercinta bapak Barnabas Funan dan mama
Anastasia Bano serta kakak-adik yang dengan sabar dan tulus
mengiringi studi penulis dengan doa.
9. Istri tercinta Regina Boysala dan anak-anak Rio, Izha dan Tio yang
dengan penuh pengertian dan pengorbanan telah memberikan
semangat dan motivasi bagi penulis;
10. Seluruh teman-teman mahasiswa SIMKES 2008 yang telah banyak
memberikan dukungan moril kepada penulis;
11. Semua pihak yang tak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu dan dukungan dalam penulisan tesis ini;
Penulis menyadari bahwa dalam tesis ini masih banyak
kekurangan, karena itu saran dan kritik sangat dutuhkan demi
penyempurnaanya. Akhir kata semoga tesis ini bermanfaat bagi berbagai
pihak.
Yogyakarta Maret 2010
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………….. i
LEMBAR PERSETUJUAN …………………………………………….. ii
HALAMAN PERNYATAAN …………………………………………… iii
KATA PENGATAR ……………………………………………………… iv
DAFTAR ISI ……………………………………………………………… vi
DAFTAR TABEL ………………………………………………………... viii
DAFTAR GAMBAR ………………………….…………………………. ix
DAFTAR LAMPIRAN ………………………….………………………… xi
INTISARI ………………………………………………………………… xii
ABSTRACT ………………………………………………………………. xiii
BAB I PENDAHULUAN …….………………………………………… 1
A. Latar Belakang …….………………………………………. 1
B. Perumusan Masalah …..………………………………….. 5
C. Tujuan Penelitian ………………………………………. 5
D. Manfaat Penelitian …………………………………….. 6
E. Keaslian Penelitian ……………………………………….. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………. 9
A. Diare ……..……………………………………………….... 8
B. Faktor Penyebab Diare ………….………………………. 13
C. Sistem Informasi Geografis …………………………….. 20
D. Landasan Teori …………………………………………… 25
E. Kerangka Konsep ……………………………………… 26
F. Hipotesis Penelitian …………………………………….. 27
BAB III METODE PENELITIAN ……………………….……………… 28
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ……….………………. 28
B. Lokasi, Subjek dan Waktu Penelitian ………..…………. 28
viii
C. Variabel Penelitian ……………………………..…………. 29
D. Definisi Operasional ……………………………………… 29
E. Instrumen Penelitian ……………………………………... 31
F. Cara Pengumpulan Data ………………………………… 31
G. Analisis Data ………………………………………………. 32
H. Etika Penelitian …………………………………………… 32
I. Jalannya Penelitian …………………………………….… 32
J. Kelemahan Penelitian …………………………………… 33
K. Kesulitan Penelitian ……………………………………… 33
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………….……… 34
A. Hasil Penelitian …………………..……….………………. 34
1. Deskripsi lokasi penelitian …………………………… 35
2. Epidemiologi kasus diare ……………………………. 36
3. Faktor sanitasi …………………………………………. 40
4. Faktor demografis ……………………………………. 44
5. Faktor topografis ………………………………………. 48
6. Pengujian hipotesis ……………………………………. 49
7. Significance map dan cluster map ………………….. 54
B. Pembahasan ……………………………..……..…………. 57
1. Epidemiologi kasus diare ……………………………… 57
2. Hubungan akses rumah tangga terhadap air bersih dengan kasus diare …………………….……………… 58
3. Hubungan akses rumah tangga terhadap jamban keluarga dengan kasus diare ………………………… 60
4. Hubungan tingkat kepadatan penduduk dengan kasus diare ……………………………………………… 61
5. Hubungan tingkat pendidikan ibu rumah tangga dengan kasus diare …………………………………… 61
7. Hubungan letak ketinggian desa dengan kasus diare ………………………………….………………… 62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………… 63
ix
A. Kesimpulan ……..….………………………………………. 63
B. Saran …………………...………………………………….. 63
DAFTAR PUSTAKA …………..………………………………………… 65
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Jumlah kasus diare di Kabupaten Timor Tengah
Utara pada tahun 2006 s/d 2008 …………………………. 2
Tabel 2 Distribusi kasus diare (sesuai kategori jumlah kasus)
Berdasarkan tempat di Kabupaten TTU tahun 2006
s/d 2008 ……………………………………………………… 37
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Sistem kerja SIG ………………………………………. 22
Gambar 2 Diagram dan fungsi GIS ……………………………… 24
Gambar 3 Kerangka Teori ………………………………………… 26
Gambar 4 Kerangka Konsep Penelitian …………………………. 26
Gambar 5 Peta Wilayah Kabupaten Timor Tengah Utara …….. 35
Gambar 6 Distribusi kasus diare berdasarkan tempat (desa) di Kabupaten Timor Tengah Utara tahun 2006 s/d 2008 …………………………………………………….. 37
Gamabr 7 Distribusi kasus diare berdasarkan golongan umur di Kabupaten Timor Tengah Utara tahun 2006 s/d 2008 …………………………………………………….. 38
Gambar 8 Distribusi kasus diare berdasarkan waktu di Kabupaten Timor Tengah Utara tahun 2006 s/d 2008 …………………………………………………….. 39
Gambar 9 Akses rumah tangga terhadap air bersih di Kabupaten Timor Tengah Utara tahun 2006 s/d 2008 …………………………………………………….. 41
Gambar 10 Akses rumah tangga terhadap jamban keluarga di Kabupaten Timor Tengah Utara tahun 2006 s/d 2008 …………………………………………………….. 43
Gambar 11 Tingkat kepadatan penduduk di Kabupaten Timor Tengah Utara tahun 2006 s/d 2008 ………………….. 45
Gambar 12 Persentase tingkat pendidikan ibu rumah tangga di Kabupaten Timor Tengah Utara tahun 2006 s/d 2008 …………………………………………………….. 46
Gambar 13 Tingkat pendidikan ibu rumah tangga di Kabupaten Timor Tengah Utara tahun 2006 s/d 2008…………… 47
Gambar 14 Ketinggian desa di Kabupaten Timor Tengah Utara… 48
Gambar 15 Scatter plot hubungan antara variabel-variabel bebas Dengan kesakitan diare di Kabupaten TTU …………. 51
xi
Gambar 16 Peta area yang menunjukkan akses jaga dan pendidikan ibu tinggi – diare rendah di Kabupaten Timor Tengah Utara …………………………………… 52
Gambar 17 Peta area yang menunjukkan akses jaga dan pendidikan ibu rendah – diare tinggi di Kabupaten Timor Tengah Utara …………………………………… 53
Gambar 18 Significance map akses rumah tangga terhadap jamban keluarga vs kesakitan diare di Kabupaten TTU ……………………………………………………… 54
Gambar 19 Significance map tingkat pendidikan ibu rumah tangga vs kesakitan diare di Kabupaten TTU ………. 54
Gambar 20 Cluster map akses rumah tangga terhadap jamban keluarga vs kesakitan diare di Kabupaten TTU ……………………………………………………… 56
Gambar 21 Cluster map tingkat pendidikan ibu rumah tangga vs kesakitan diare di Kabupaten TTU ………. 56
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Analisis spatially weighted regression (spatial error model) …………………………………… 68
Lampiran 2 Incidence rate diare per desa/kelurahan di Kabupaten Timor Tengah Utara tahun 2006-2008 ……………… 73
Lampiran 3 Data sarana sanitasi ( akses rumah tangga terhadap Air bersih dan jamban keluarga) di Kabupaten Timor Tengah Utara tahun 2006-2008 ……………… 79
Lampiran 4 Data demografi (jumlah balita, tingkat pendidikan ibu rumah tangga, kepadatan penduduk di Kabupaten Timor Tengah Utara tahun 2006-2008 ……………… 84
Lampiran 5 Data topografi (luas wilayah dan ketinggian desa Di Kabupaten Timor Tengah Utara ………………….. 89
Lampiran 9 Keterangan Kelaikan Etik (Ethical Clearance) ………. 95
Lampiran 10 Ijin penelitian dari Program Pascasarjana FK UGM Yogyakarta ……………………………………………… 96
Lampiran 8 Ijin penelitian dari Bupati Timor Tengah Utara c.q. Badan Kesbang dan Linmas ………………………… 97
xiii
INTISARI Latar Belakang : Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Di Kabupaten Timor Tengah Utara, penyakit diare masih tinggi dan kerapkali timbul dalam bentuk kejadian luar biasa (KLB). Munculnya kejadian penyakit diare ini juga seringkali menimbulkan kematian terutama pada balita. Faktor penyebab penyakit diare pada umumnya dikaitkan dengan sanitasi lingkungan dan perilaku. Faktor lain seperti faktor demografi dan faktor topografi suatu desa juga merupakan suatu karakteristik yang secara epidemiologi berpengarah terhadap masalah kesehatan seperti diare. Tujuan Penelitian : Mengidentifikasi hubungan antara faktor-faktor lingkungan, demografi dan topografi dengan kejadian diare dengan pendekatan spasial. Metode Penelitian : Jenis penelitian ini adalah analitik dengan rancangan studi cross sectional menggunakan metode kuantitaif. Analisis data dengan spatially weighted regression (spatial error model) dan LISA Multivariate (Significance Map, Cluster Map) menggunakan software GeoDa. Hasil Penelitian : Incidance rate diare di Kabupaten Timor Tengah Utara pada tahun 2006 adalah 20 per 1.000 penduduk, tahun 2007 adalah 24 per 1.000 penduduk dan tahun 2008 adalah 24 per 1.000 penduduk. Dari jumlah kasus diare yang ada 54,67% terjadi pada balita. Akses rumah tangga terhadap air bersih adalah sebesar 68.28% (2008), akses rumah tangga terhadap jamban keluarga adalah sebesar 49,09% (2008).Tingkat kepadatan penduduk adalah 84 jiwa/km2 (2008), prosentase jumlah balita adalah 10.87% (2008) dan tingkat pendidikan ibu rumah tangga adalah 43,09% (2008) yang berpendidikan SLTP s/d PT. Hasil analisis spatially weighted regression dengan menggunakan software GeoDa menunjukkan (1) tidka ada hubungan antara akses rumah tangga terhadap air bersih dengan kesakitan diare (p=0.8070), (2) ada hubungan antara akses rumah tangga terhadap jamban keluarga dengan kesakitan diare (p=0.0205), (3) tidak ada hubungan antara tingkat kepadatan penduduk dengan kesakitan diare (p=0.9850), (4) ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu rumah tangga dengan kesakitan diare (p=0.0003), (5) tidak ada hubungan antara letak ketinggian desa dengan kesakitan diare (p=0.7476). Kesimpulan : Kejadian diare di Kabupaten Timor Tengah Utara ada hubungan dengan akses rumah tangga terhadap jamban keluarga dan tingkat pendidikan ibu rumah tangga. Kata Kunci : Analisis spasial, diare, sanitasi, demografi, topografi.
xiv
ABSTRACT
Background: Diarrhea is a public health problem in Indonesia. At District of Timur Tengah Utara the incidence of diarrhea is still relatively high and often becomes an outbreak. Diarrhea often causes death in underfives. Risk factors of diarrhea are generally related to environmental sanitation and behavior. Other factors such as demography and topography of region are characteristics that epidemiologically affect health problems such as diarrhea. Objective: To identify association between factors of environment, demography and topography and the incidence of diarrhea using spatial approach. Method: The study was analytical with cross sectional design and quantitative method. Data analysis used spatially weighted regression (spatial error model) and LISA multivariate (Significance Map, Cluster Map) with GeoDa software. Result: Incidence rate of diarrhea at District of Timor Tengah Utara in 2006 was 20 per 1,000 people, in 2007 was 24 per 1,000 people and in 2008 was 24 per 1,000 people. As much as 54.67% of cases happened to underfives. Access of the household to clean water was 68.28% (2008), access to family toilet was 49.09% (2008). Population density was 84/km2 (2008), percentage of underfives was 10.87% (2008) and education of the housewives was 43.09 (2008) of junior high school to university level. The result of analysis showed (1) there was no association between access of the household to clean water and diarrhea (p=0.8070), (2) there was association between access to household to family toilet and diarrhea (p=0.0205), (3) there was no association between population density and diarrhea (p=0.9850), (4) there was association between education of the housewives and diarrhea (p=0.0003) (5) there was no association between the location (altitude) of the region and diarrhea (p=0.7476). Conclusion: There was association between the incidence of diarrhea and factor of access of the household to family toilet, education of the housewives and quantity of underwives. Keywords: spatial analysis, diarrhea, sanitation, demography, topography
xv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diare masih merupakan masalah kesehatan bagi masyarakat
dunia. World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa diare
adalah penyebab nomor satu kematian balita di seluruh dunia.
Diperkirakan 1,4 juta anak meninggal setiap tahun akibat kasus diare
tersebut. Sedangkan United Nations Children’s Fund (UNICEF), Badan
Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk urusan anak, memperkirakan bahwa,
setiap 30 detik ada satu anak yang meninggal dunia karena diare (WHO,
2009).
Di Indonesia, kasus diare juga masih merupakan masalah yang
perlu mendapat perhatian. Setiap tahun angka kesakitan diare cenderung
meningkat. Tahun 1996 angka kesakitan diare adalah sebesar 280 per
1000 penduduk dan tahun 2006 menjadi 423 per 1000 penduduk.
Penyakit diare ini juga sering timbul dalam bentuk kejadian luar biasa
(KLB), dan disertai sejumlah kematian. Sejak tahun 2001 hingga tahun
2007 terjadi lonjakan penderita diare, dimana kejadian diare tertinggi pada
tahun 2006 yaitu 10.980 penderita dengan kematian 277 (Case Fatality
Rate / CFR 2,52%). Sedangkan CFR saat KLB yang paling rendah terjadi
pada tahun 2007 yaitu 1,26%. Selain itu diketahui bahwa sepanjang tahun
2007 telah terjadi letusan KLB di 16 provinsi. Provinsi dengan letusan KLB
terbanyak adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Sumatera
Utara (11 letusan), namun penderita KLB Diare terbanyak terdapat di
Provinsi Papua (6.544 penderita) dan CFR tertinggi di Sulawesi Barat
(15,00%). Sedangkan CFR untuk provinsi NTT adalah 3,68% (Depkes RI,
2007)b.
2
Kabupaten Timor Tengah Utara adalah salah satu kabupaten yang
terletak di Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan ibukota kabupaten
adalah Kefamenanu. Di Kabupaten Timor Tengah Utara, kasus diare juga
masih merupakan masalah kesehatan, yang sering kali timbul dalam
bentuk KLB, selain gizi buruk setiap tahunnya. Penyakit diare menempati
urutan sembilan dalam sepuluh pola penyakit terbesar di Kabupaten Timor
Tengah Utara pada tahun 2008. Jumlah kasus diare pada tahun 2006
sebesar 4.266 penderita dengan kematian 19 (CFR 0,44%). Tahun 2007
jumlah kasus diare sebanyak 5.353 orang dengan 12 diantaranya
meninggal (CFR 0,22%). Tahun 2008 jumlah kasus diare sebanyak 5.310
orang, dimana 10 diantaranya meninggal (CFR 0,18%). Selama tahun
2008 juga terjadi letusan KLB di 11 desa, berkurang dibanding dengan
tahun 2007 yang menyebar di 45 desa dan 30 desa pada tahun 2006.
Fluktuasi kasus diare di Kabupaten Timor Tengah Utara, setiap tahun
selalu mengikuti pola yang sama, dengan puncak kejadian pada bulan
Januari-Februari dan Agustus-September (Dinkes Kab. TTU 2008).
Tabel 1. Jumlah kasus diare di Kabupaten Timor Tengah Utara pada tahun 2006 s/d 2008
Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008
No Golongan
Umur (thn) Jml
kasus
Mening-
gal
Jml
kasus
Mening-
gal
Jum
kasus
Mening-
gal
1 0 - < 5 2.358 19 3.156 10 2.647 10
2 ≥ 5 1.908 0 2.196 2 2.663 0
Jumlah 4.266 19 5.352 12 5.310 10
Sumber : Dinkes Kabupaten TTU
Tingginya kasus diare tersebut lagipula disertai dengan adanya
KLB memberikan suatu dampak terhadap keberhasilan program
kesehatan di wilayah tersebut. Karena itu Pemerintah Kabupaten Timor
3
Tengah Utara mencoba melaksanakan suatu upaya terpadu dalam
menanggulangi KLB diare dan gizi buruk. Pada bulan April 2008
Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara mencanangkan suatu
program khusus Penanggulangan KLB Diare dan Gizi Buruk. Program
yang bersifat antisipatif tersebut, bertujuan untuk merespon berbagai
kemungkinan apabila terjadi peningkatan kasus diare dan gizi buruk.
Untuk jangka pendek, cukup efektif dalam mengatasi kasus KLB diare
yang terjadi, namun untuk jangka panjang belum berhasil karena setelah
itu muncul lagi kasus KLB di daerah yang berbeda.
Munculnya kasus-kasus diare tersebut, tidak terlepas dari berbagai
faktor penyebab diare itu seperti faktor lingkungan (sarana air bersih,
pembuangan kotoran/tinja, sampah) dan faktor perilaku masyarakat.
Blum mengatakan bahwa faktor yang paling besar pengaruhnya terhadap
kesehatan masyarakat adalah lingkungan dan perilaku. Kedua faktor ini
dapat berinteraksi bersama, seperti apabila sanitasi lingkungan yang jelek
kemudian didukung dengan perilaku atau hygiene perorangan yang
kurang maka individu atau masyarakat akan mudah tertular penyakit
seperti diare (Azwar, 1988). Sementara itu WHO memperkirakan bahwa
hampir 10% dari beban penyakit global (global disease burden)
disebabkan oleh faktor ketiadaan air bersih, sanitasi dan hygiene yang
buruk serta manajemen sumberdaya air yang tidak berfungsi dengan baik.
Beberapa fakta menunjukkan bahwa kurangnya persediaan fasilitas
sanitasi lingkungan dan hygiene pribadi yang jelek dapat memicu terjadi
kasus diare. Di Kabupaten Timor Tengah Utara, pada umumnya
masyarakat memanfaatkan air bersih untuk kebutuhan rumah tangga dari
sumur gali atau sumur pompa tangan, perpipaan, perlindungan mata air
dan sungai (membuat mata air dipinggir sungai) atau memanfaatkan air
dari cekdam. Menurut Caslake et al (2003) sebagian besar kasus yang
terjadi di daerah pedesaan di negara-negara berkembang berkaitan
dengan suplai air adalah adanya pencemaran dari berbagai jenis
4
mikroorganisme seperti virus, coli tinja, protozoa dan kurangnya
persediaan air bersih itu sendiri. Kurangnya persediaan air bersih,
merupakan suatu permasalahan yang dialami masyarakat, karena akses
terhadap air bersih yang kurang akan berdampak terhadap kesehatannya.
Akses rumah tangga terhadap air bersih yang kurang akan menimbulkan
persoalan personal hygiene dalam keluarga, disamping itu juga
pemanfaatan air bersih dari sarana air bersih secara bersama-sama
sangat rentan terhadap pencemaran yang ditimbulkan (Slamet, 2004).
Selain faktor sanitasi, masalah sosial kemasyarakatan juga
merupakan suatu karakteristik yang secara epidemiologis berpengaruh
terhadap munculnya penyakit di suatu daerah seperti kepadatan
penduduk, tingkat pendidikan suatu kelompok masyarakat dan lingkungan
sekitar masyarakat tersebut. Penyakit diare yang pada umumnya lebih
banyak menyerang balita merupakan suatu persoalan serius yang perlu
mendapat perhatian.
Untuk itu perlu dilakukan pengkajian mengenai berbagai faktor
penyebab diare secara spesifik di wilayah tersebut (local specificity).
Sistem informasi geografis (SIG) merupakan suatu tools yang dapat
digunakan. Sistem informasi geografis adalah seperangkat tatanan dan
prosedur yang meliputi perangkat lunak, perangkat keras untuk mengolah
data/informasi dalam konteks spasial. Pemanfaatan SIG dimaksud adalah
untuk mengolah data atau informasi dalam konteks spasial (keruangan)
serta memberikan gambaran distribusi diare dengan faktor penyebab
secara terintegrasi. Dinas Kesehatan Kabupaten Timor Tengah Utara
memang belum pernah memanfaatkan SIG dalam menganalisis masalah
kesehatan, selain itu juga pengolahan dan penyajian data yang masih
terfragmentasi pada masing-masing bidang merupakan suatu kesulitan
dalam penentuan keputusan. Dengan melakukan analisis spasial kejadian
diare selama tiga tahun terakhir (2006 s/d 2008), database kasus diare
tersebut akan diolah menjadi informasi yang bermanfaat dalam
5
pengambilan keputusan penanggulangan diare di Kabupaten Timor
Tengah Utara.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan masalah yang telah diuraikan diatas, maka rumusan
masalahnya sebagai berikut :
1. Apakah ada hubungan antara akses rumah tangga terhadap sarana air
bersih dengan kejadian diare di Kabupaten Timor Tengah Utara?
2. Apakah ada hubungan kepemilikan jamban keluarga dengan kejadian
diare di Kabupaten Timor Tengah Utara?
3. Apakah ada hubungan antara kepadatan penduduk dengan kejadian
diare di Kabupaten Timor Tengah Utara ?
4. Apakah ada hubungan antara tingkat pendidikan keluarga dengan
kejadian diare di Kabupaten Timor Tengah Utara?
5. Apakah ada hubungan antara ketinggian desa dengan kejadian diare
di Kabupaten Timor Tengah Utara?
C. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Menganalisis distribusi kejadian diare secara spasial serta
mengidentifikasi hubungan antara faktor-faktor sanitasi (air bersih, jamban
keluarga), fakor demografi (kepadatan penduduk, tingkat pendidikan) dan
faktor topografi (ketinggian desa) dengan kejadian diare di Kabupaten
Timor Tengah Utara.
b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui hubungan antara akses rumah tangga terhadap air bersih
dengan kejadian diare di Kabupaten Timor Tengah Utara.
2. Mengetahui hubungan antara akses rumah tangga terhadap jamban
keluarga dengan kejadian diare di Kabupaten Timor Tengah Utara.
6
3. Mengetahui hubungan antara kepadatan penduduk dengan kejadian
diare di Kabupaten Timor Tengah Utara.
4. Mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan keluarga dengan
kejadian diare di Kabupaten Timor Tengah Utara.
5. Mengetahui hubungan antara ketinggian desa dengan kejadian diare
di Kabupaten Timor Tengah Utara.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai informasi tambahan bagi Pemerintah Kabupaten dan Dinas
Kesehatan Kabupaten Timor Tengah Utara dalam penentuan
kebijakan program penanggulangan diare.
2. Sebagai dasar intervensi bagi Dinas Kesehatan dan Puskesmas dalam
melaksanakan penanggulangan diare.
3. Pemanfaatan dan pengembangan SIG untuk menganalisis berbagai
penyakit dengan faktor penyebab secara terintegrasi.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian sejenis :
1. Njemanze et al. (1999), yang melakukan penelitian di Imo State,
Nigeria dengan menggunakan metode risk analysis (RA) dan teknologi
SIG untuk melakukan pemetaan dan analisis spasial diare dengan
sumber air bersih yang mencakup geologi, hidrologi, pencemaran
lingkungan di perkotaan dan pedesaan. Perbedaan dengan penelitian
ini adalah pada metode penelitian, dimana penelitian tersebut
menggunakan metode analisis risiko untuk mengidentifikasi dan
mengevaluasi dampak (bahaya) yang terjadi baik secara absolut
maupun relatif. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel yang
diteliti yaitu sumber air bersih dan pemanfaatan SIG untuk mengetahui
distribusi penyakit secara spasial.
7
2. Elfiatri (2008), yang melakukan penelitian di Kecamatan Sangir,
Kabupaten Solok Selatan untuk menganalisis secara spasial Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat sebagai faktor risiko diare. Peneliti tersebut
merekomendasikan untuk melakukan pengkajian lanjutan dengan
variabel dan lokasi yang berbeda sehingga dapat diketahui local
specificity dimasing-masing wilayah. Perbedaan dengan penelitian ini,
pada variabel independen dan rancangan penelitian yang kasus
kontrol. Persamaan dengan penelitian ini adalah pemanfaatan SIG
untuk mengetahui distribusi diare secara spasial.
3. Kristina (2008) yang melakukan penelitian mengenai aplikasi SIG
untuk pemodelan spasial kejadian tuberkolosis di Kota Denpasar.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada tujuan penelitian dimana
penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui distribusi kejadian
tuberkolosis secara spasial. Persamaan dengan penelitian ini adalah
pada rancangan penelitian yakni cross sectional dan pemanfaatan
sistem informasi geografis.
4. Gurning (2008), yang melakukan penelitian mengenai Perilaku dan
Inspeksi Sanitasi dengan Kejadian Diare di Desa Tablolong,
Kecamatan Kupang Barat. Perbedaan dengan penelitian ini yaitu pada
pemanfaatan SIG dan melakukan analisis mengenai pengaruh
inspeksi sanitasi terhadap kejadian diare. Persamaan dengan
penelitian ini adalah pada variabel kondisi sumber air bersih.
5. Chaikaew et al. (2009) yang melakukan ekplorasi untuk menentukan
hotpots dan pola spasial diare di Chiang Mai, Thailand. Penelitian ini
menggunakan data diare dari tahun 2001 s/d 2006 dengan pendekatan
metode quadrant analysis (QA), nearest neighbour analysis (NNA),
dan spatial autocorrelation analysis (SAA), yang digunakan untuk
mengidentifikasi pola spasial diare di Propinsi Chiang Mai. Perbedaan
dengan penelitian ini pada metode yang digunakan.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Diare
1. Definisi Diare
Menurut Depkes RI (2007)a, diare adalah suatu penyakit
dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari
tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekwensi
berak 3 kali atau lebih dalam 1 hari dari biasanya. Sedangkan WHO
(2005) memberi definisi “Diarrhoea is the passage of unusually loose
or watery stools, usually at least three times in a 24 hour period.”.
Seseorang dikatakan diare apabila buang air besar dengan frekuensi
lebih dari biasanya dan lazimnya tiga kali atau lebih dalam sehari.
Orang yang mengalami diare biasanya buang air besar dalam bentuk
yang lembek atau cair, konsistensinya encer, lebih sering dari
biasanya disertai berlendir, bau amis, berbusa bahkan dapat berupa
air saja, sehingga akan mengalami kehilangan cairan tubuh dan
menyebabkan dehidrasi tubuh. Hal ini membuat tubuh tidak dapat
berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa, khususnya
pada anak dan orang tua.
Umumnya diare dihubungkan dengan suatu gejala buang air
besar secara mendadak (defecation urgency), tidak nyaman (anus
malaise) dan terus menerus (incontinence). Diare ini disebabkan oleh
virus, bakteri, parasit, fungi dan beberapa pathogen yang dapat
menimbulkan gangguan radang usus, pencernaan dan sebagainya.
Sedangkan faktor yang dapat mempengaruhi penyakit diare yakni
lingkungan, gizi, kependudukan, pendidikan, sosial ekonomi, perilaku
masyarakat dan sebagainya. Penyakit yang menyebar hampir di
9
seluruh dunia ini tidak hanya mengancam kesehatan masyarakat tetapi
juga sangat mempengaruhi keadaan sosial dan ekonomi masyarakat
(China CDC, 2005).
2. Klasifikasi dan Etiologi Diare
Badan Kesehatan Sedunia (WHO, 2005) mengklasifikasikan
penyakit diare menjadi tiga kelompok yaitu klasifikasi sesuai dengan
kondisi penyakit, menurut faktor etiologi dan menurut lama penyakit.
a. Klasifikasi sesuai dengan kondisi penyakit
Sesuai dengan kondisi penyakit maka diare dapat dikelompokkan,
yaitu diare ringan (tanpa gejala desiccation dan toxicosis), diare
sedang (dengan gejala desiccation dan toxicosis yang ringan ) dan
diare berat (dengan gejala desiccation dan toxicosis yang parah)
b. Klasifikasi menurut faktor etiologi
1. Infeksius (menular) : seperti kolera, disentri, diare menular lain.
Dalam beberapa tahun terakhir, epidemi penyakit diare telah
berjangkit secara reguler. Dari segi etiologi, penyebab diare
sebagian besar adalah virus (rotavirus, adenovirus, astrovirus),
bakteri (E.coli, salmonella, shigella, compylobacter), dan parasit
(cacing). Dari berbagai hasil penelitian ditemukan bahwa beberapa
jenis bakteri dan virus seperti enterovirulent E. coli, Rotavirus,
Shigella dan Campylobacter telah menyebabkan diare pada anak-
anak di pedesaan, sedangkan di perkotaan ditemukan Rotavirus,
enterovirulent E. coli, Shigella, Salmonella. Kebanyakan diare
adalah bakteri di musim panas dan radang usus Rotavirus di musim
gugur dan musim dingin.
2. Noninfeksius
i. Dietary diarrhea: diare atau gangguan pencernaan yang
disebabkan oleh mal-diet, misalnya diare pada bayi yang minum
10
susu sapi, bukan susu ibu atau disebabkan oleh penambahan
makanan.
ii. Symptomatic diarrhea : diare yang komplikasi dengan penyakit
lain misalnya radang paru-paru (pneumonia) dan tracheitis yang
secara simultan bersamaan dengan diare.
iii. Allergic diarrhea: diare yang akan terjadi akibat alergi obat atau
makanan dan sebagainya, misalnya, seseorang akan diare
ketika minuman susu sapi atau alergi udara dingin.
iv. Other diarrheas : diare yang disebabkan faktor-faktor lain
seperti faktor psikologis, rasa takut, cemas atau stress.
c. Klasifikasi menurut penyakit
1. Diare akut : diare yang berlangsung kurang dari dua minggu
2. Diare persisten : diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu
tetapi kurang dari 2 bulan.
3. Diare kronis: diare yang berlangsung lebih dari 2 bulan.
3. Mekanisme Penularan Diare
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009)b memberikan
gambaran mengenai mekanisme penularan penyakit diare sebagai
berikut:
a. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui faecal oral
antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan
atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku yang
dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan
risiko terjadinya diare antara lain :
1. Tidak memberikan Air Susi Ibu (ASI) secara penuh pada 4-6 bulan
pertama kelahiran bayi. Bayi yang tidak diberi ASI mempunyai
risiko untuk menderita diare yang lebih besar dari pada bayi yang
11
diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga
lebih besar.
2. Menggunakan botol susu, penggunakan botol ini memudahkan
pencemaran oleh kuman, karena botol susah dibersihkan
3. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan
disimpan beberapa jam pada suhu kamar, maka makanan akan
tercemar dan kuman akan berkembang biak.
4. Menggunakan air minum yang tercemar . Air mungkin sudah
tercemar dari sumbernya atau pada saat disimpan di rumah,
Pencemaran di rumah dapat terjadi kalau tempat penyimpanan
tidak tertutup atau apabila tangan tercemar menyentuh air pada
saat mengambil air dari tempat penyimpanan.
5. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah
membuang tinja anak atau sebelum makan dan menyuapi anak,
6. Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar. Sering
beranggapan bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya padahal
sesungguhnya mengandung virus atau bakteri dalam jumlah
besar, sementara itu tinja binatang dapat menyebabkan infeksi
pada manusia.
b. Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare
Beberapa faktor pada penjamu dapat meningkatkan insiden
beberapa penyakit dan lamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah :
1 Tidak memberikan ASI sampai 2 tahun. ASI mengandung antibodi
yang dapat melindungi bayi terhadap berbagai kuman penyebab
diare seperti : Shigella dan vibrio cholerae
2 Kurang gizi. Beratnya penyakit , lama dan risiko kematian karena
diare meningkat pada anak-anak yang menderita gangguan gizi
terutama pada penderita gizi buruk.
12
3 Campak. Diare dan desentri sering terjadi dan berakibat fatal pada
anak-anak yang sedang menderita campak dalam waktu 4 minggu
terakhir. Hal ini sebagai akibat dari penurunan kekebalan tubuh
penderita.
4 Imunodefesiensi atau Imunosupresi. Keadaan ini mungkin hanya
berlangsung sementara, misalnya sesudah infeksi virus (seperti
campak) atau mungkin yang berlangsung lama seperti pada
penderita AIDS pada anak imunosupresi berat, diare dapat terjadi
karena kuman yang tidak parogen dan mungkin juga berlangsung
lama.
c. Faktor lingkungan dan perilaku.
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis
lingkungan dan beberapa faktor yang dominan dalam penyebaran
penyakit tersebut seperti sarana air bersih dan pembuangan tinja.
Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia.
Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare
serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula yaitu
melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian
penyakit diare.
4. Epidemiologi Diare
Penyakit diare masih sering menimbulkan kejadian luar biasa
(KLB), seperti halnya kolera dengan jumlah penderita yang banyak
dalam waktu yang singkat. Namun dengan tatalaksana diare yang
cepat, tepat dan bermutu, kematian dapat ditekan seminimal mungkin.
Pada bulan Oktober 1992 ditemukan strain baru yaitu Vibrio Cholera
0139 yang kemudian digantikan Vibrio cholera strain El Tor di tahun
1993 dan kemudian menghilang dalam tahun 1995-1996, kecuali di
India dan Bangladesh yang masih ditemukan. Sedangkan E. Coli 0157
sebagai penyebab diare berdarah dan HUS (Haemolytic Uremia
13
Syndrome). KLB pernah terjadi di USA, Jepang, Afrika Selatan dan
Australia. Dan untuk Indonesia sendiri kedua strain diatas belum pernah
terdeteksi. Berikut adalah kriteria penetapan KLB diare di suatu daerah,
(Depkes RI, 2009)a.
1. Peningkatan kejadian kesakitan/kematian karena diare secara terus
menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut (jam, hari, minggu).
2. Peningkatan kejadian/kematian kasus diare 2 kali /lebih
dibandingkan jumlah kesakitan/kematian karena diare yang biasa
terjadi pada kurun waktu sebelumnya (jam, hari, minggu).
3. CFR karena diare dalam kurun waktu tertentu menunjukkan
kenaikan 50% atau lebih dibandingkan priode sebelumnya
B. Faktor Penyebab Diare
1. Faktor sanitasi
a. Akses rumah tangga terhadap sarana air bersih
Air mempunyai peranan penting dalam kehidupan, baik untuk
kebutuhan makan minum, mandi maupun kebersihan lainnya. Sebagai
salah satu kebutuhan dasar untuk hidup sehat secara layak dan
produktif, air harus diperoleh dengan mudah dan dalam jumlah yang
cukup. Departemen Kesehatan Republik Indonesia menargetkan
upaya penyediaan air bersih untuk daerah pedesaan yaitu 60% dan 75
% untuk daerah perkotaan. Sumber air bersih yang bisa digunakan
masyarakat diantaranya adalah sumur gali (SGL), sumur pompa
tangan dangkal dan dalam (SPTDK/DL) penampungan air hujan
(PAH), perlindungan mata air (PMA) dan perusahaan daerah air minum
(PDAM). Kondisi air bersih ini baik bila memenuhi persyaratan fisik,
kimia, bakteriologis dan radioaktif (Depkes RI, 1995).
Dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
maka penyedian air bersih juga mengalami kemajuan dengan
berkembangnya air minum isi ulang. Pemanfaatan air minum isi ulang
14
ini juga semakin berkembang dengan pesat sehingga Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, terus melakukan upaya pengawasan
terhadap Depot Air Minum Isi Ulang. Dalam Keputusan Menteri
Kesehatan (Kepmenkes) No 907/2002 dikatakan bahwa pengelola
penyediaan air minum harus menjamin agar air minum yang
diproduksi memenuhi syarat kesehatan, dengan melaksanakan
pemeriksaan secara berkala terhadap kualitas air yang diproduksi
mulai dari pemeriksaan instalasi pengolahan air, pemeriksaan pada
jaringan pipa distribusi, pemeriksaan pada pipa sambungan ke
konsumen, dan pemeriksaan pada proses isi ulang dan kemasan
Selain berfungsi untuk kebutuhan manusia, air juga menjadi media
penularan penyakit (water borne disease). Penyakit diare merupakan
salah satu penyakit yang penularannya bersifat faecal-oral. Karena itu
penyakit diare dapat ditularkan melalui beberapa jalur diantaranya
melalui air. Para ahli kesehatan lingkungan menemukan bahwa ada
dua faktor penting dari keadaan lingkungan yang mempengaruhi
timbulnya diare yaitu keadaan air bersih untuk rumah tangga dan
fasilitas jamban. Penduduk disuatu daerah yang tidak mengunakan air
bersih, akan memiliki kecendrungan menderita penyakit diare yang
lebih besar. Sejalan dengan penelitian Barreto et al. (2007) yang
menyatakan bahwa, pentingnya penyediaan air bersih dan sanitasi
dalam pencegahan penyakit diare dan penyakit infeksi lainnya. Hasil
penelitian mereka menunjukkan bahwa, pelaksanaan program sanitasi
(penyediaan air bersih dan rumah sehat) dapat memberi kontribusi
pengurangan sebesar 22% prevalensi diare pada penduduk kota
secara keseluruhan, dan 43% di daerah yang mempunyai prevalensi
diare tinggi. Sedangkan studi yang dilakukan oleh WHO pada tahun
2007 menunjukkan bahwa kejadian diare menurun 32% dengan
meningkatkan akses masyarakat terhadap sanitasi dasar dan 39%
15
dengan meningkatkan pola pengelolaan air minum yang sehat dan
aman di rumah tangga (Depkes RI, 1998).
Menyadari pentingnya air bagi kesehatan manusia maka perlu
adanya upaya-upaya penyediaan air bersih yang mudah dan
terjangkau. Hal ini sesuai dengan komitmen masyarakat dunia dalam
Millennium Development Goals (MDGs) yang menargetkan
peningkatan proporsi akses masyarakat terhadap air bersih dan
sanitasi yang memadai hingga tahun 2015 (Target 10 of the Millennium
Development Goals (MDGs) is to “halve by 2015 the proportion of
people without sustainable access to safe drinking water and basic
sanitation”) (Hutton & Bartram, 2008).
Untuk melaksanakan pengawasan kualitas fisik sarana air bersih
maka dilakukan kegiatan inspeksi sanitasi sarana air bersih. Inspeksi
sanitasi merupakan salah satu elemen pokok dalam program
pengawasan dan surveilans kualitas air yang efektif. Kegiatan inspeksi
sanitasi merupakan kegiatan lapangan petugas sanitasi dalam
melaksanakan pengawasan dan pengamanan terhadap sarana air
bersih dengan melakukan penilaian serta pencatatan tentang tingkat
risiko pencemaran atau kemungkinan sarana air bersih itu tercemar.
Kegiatan penilaian ini dilakukan sesuai dengan jenis sarana air bersih
oleh karena faktor risiko pencemaran masing-masing jenis sumber air
bersih berbeda-beda. Hasil inspeksi sanitasi, berdasarkan skoring yang
ada dapat diketahui tingkat risiko pencemaran dari sarana air bersih.
Tingkat risiko pencemaran sarana air bersih dikategorikan sebagai
berikut:
1.Tingkat risiko pencemaran amat tinggi (AT).
2.Tingkat risiko pencemaran tinggi (T).
3.Tingkat risiko pencemaran sedang (S)
4.Tingkat risiko pencemaran rendah (R).
16
Selain tingkat risiko pencemaran tersebut, dari hasil inspeksi
sanitasi, diketahui juga kualitas air secara fisik (jernih, rasa, bau,
warna). Hasil inspeksi sanitasi ini kemudian dipakai sebagai dasar
tindak lanjut pengamanan terhadap sarana air bersih seperti
pemeriksaan kualitas air (bakteriologis, fisika, kimia) ataupun upaya
perbaikan fisik sarana air bersih (Depkes, 1998).
Upaya-upaya pengamanan terhadap sarana air bersih tersebut
dengan tujuan menjamin kualitas air yang sehat (safewater) untuk
dikonsumsi masyarkat.
Air permukaan adalah air yang berada dipermukaan bumi yaitu
dapat berupa air sungai, mata air, air danau, air laut atau
penampungan air buatan manusia (cekdam). Air permukaan tidak
boleh diminum, kecuali telah diberi perlakuan, karena air tersebut
selalu terancam polusi. Air permukaan dapat dimanfaatkan untuk
kebutuhan air bersih dalam rumah tangga setelah dilakukan
pengolahan terlebih dahulu sehingga memenuhi persyaratan kualitas
air secara bakteriologis, fisika, kimia dan radioaktif (Depkes, 1995).
b. Jamban keluarga
Jamban atau sarana pembuangan tinja perlu di kelola dengan baik
karena tinja yang dihasilkan dari metabolisme manusia banyak
mengandung kuman penyakit dan dapat menjadi sumber bagi agen
penyakit, terutama penyakit menular seperti diare. Penularan dapat
terjadi dari satu orang ke orang lain melalui sumber air yang
terkontaminasi ataupun melalui vektor penyakit seperti serangga dan
binatang pengganggu. Oleh karena itu jamban yang digunakan harus
sesuai dengan syarat-syarat kesehatan. Jamban dikatakan sehat jika
jamban tertutup, sehingga tinja tidak di hinggapi lalat (vektor penyakit)
dan jarak jamban dengan sumber air bersih lebih dari 10 meter. Hal ini
17
penting agar tinja tidak masuk atau mencemari sumber air tersebut.
Syarat jamban keluarga yang sehat adalah :
a. tidak mencemari lingkungan
b. tidak terjangkau serangga dan binatang penularan penyakit lain
c. tidak menimbulkan bau
d. mempunyai penutup
e. mempunyai jarak yang cukup dengan sumber air.
Hasil studi Indonesia Sanitation Sector Development Program
(ISSDP) tahun 2006, menunjukkan bahwa 47% masyarakat di
Indonesia masih berperilaku buang air besar ke sungai, sawah, kolam,
kebun dan tempat terbuka. Kebiasaan tersebut terjadi karena
dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya kepemilikan jamban
keluarga. Jika tidak tersedia jamban keluarga dalam sebuah rumah,
maka anggota keluarga akan berperilaku demikian. Kondisi tersebut
berkontribusi terhadap tingginya angka kejadian diare di Indonesia. Hal
ini terlihat dari angka kejadian diare nasional pada tahun 2006 sebesar
423 per seribu penduduk pada semua umur dan 16 provinsi mengalami
Kejadian Luar Biasa (KLB) diare dengan Case Fatality Rate (CFR)
sebesar 2,52.
Kondisi seperti ini dapat dikendalikan melalui intervensi terpadu
melalui pendekatan sanitasi total. Pada tahun 2008 Pemerintah
Indonesia melalui Departemen Kesehatan Republik Indonesia
mencanangkan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
sebagai upaya untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap air
bersih dan sanitasi dasar. Upaya tersebut sejalan dengan komitmen
Pemerintah dalam mencapai target Millennium Development Goals
(MDGs) tahun 2015. Hal ini juga dibuktikan melalui hasil studi WHO
tahun 2007, yaitu kejadian diare menurun 32% dengan meningkatkan
akses masyarakat terhadap sanitasi dasar, 45% dengan perilaku
mencuci tangan pakai sabun, dan 39% perilaku pengelolaan air minum
18
yang aman di rumah tangga. Sedangkan dengan mengintegrasikan
ketiga perilaku intervensi tersebut, kejadian diare menurun sebesar
94%, (Depkes RI, 2008).
2. Faktor Demografi dan Topografi
a. Tingkat pendidikan masyarkat
Faktor yang tak kalah penting adalah faktor demografi. Faktor
sosial kemasyarakatan di suatu tempat seperti tingkat pendidikan,
kepadatan pendudukan, perbedaan tempat dapat menimbulkan
perbedaan sumber daya, perilaku, epidemiologi, permasalahan
kesehatan umum yang mendasar, ketersediaan air, makanan yang
aman, dan lain-lain. Beberapa penelitian dilakukan di Indonesia,
menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan sangat berpengaruh
terhadap angka kesakitan diare.
Pendidikan ibu rumah tangga merupakan salah satu faktor
penentu terkuat kelangsungan hidup bayi di negara-negara
berkembang. Namun, pertanyaan tetap mengenai sejauh mana
dampaknya sangat bervariasi. Jika pendidikan ibu tinggi, secara
memadai mengupayakan kebersihan yang mencerminkan perilaku dan
manajemen rumah tangga. Anak-anak tidak menjadi sakit karena ibu
mereka kurang berpendidikan, tetapi ibu dengan pendidikan yang
rendah jarang melaksanakan paktek kebersihan dan upaya
peningkatan gizi dalam keluarga. Perempuan berpendidikan,
memahami dan secara teratur mengupayakan pentingnya kebersihan
dan gizi. Sebagai hasilnya, mereka lebih sadar tentang penyebab
penyakit dan karenanya mereka mengupayakan sanitasi yang baik dan
tindakan pencegahan untuk mengurangi risiko di antara anak-anak
mereka (Gyimah, 2003).
19
b. Kepadatan Penduduk
Diare akut (kurang dari satu minggu) biasanya disebabkan oleh
infeksi dan berkaitan erat dengan kepadatan penduduk, globalisasi
produksi makanan, kontaminasi sumber air, dan pembuangan sampah
yang tidak aman. Daerah yang padat penduduk umumnya mempunyai
persoalan sosial dengan berbagai permasalahan seperti fasilitas
pembuangan kotoran, sumber air bersih yang digunakan untuk
mencuci, mandi, minum, dan buang air besar. Peningkatan populasi
disuatu daerah dapat menimbulkan persoalan dengan sistem sanitasi
yang ada, sehingga menimbulkan masyarakat tersebut pada
peningkatan risiko untuk berbagai penyakit termasuk diare. Suatu studi
yang dilakukan di Bangladesh menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara kemiskinan, tingkat pendidikan, kepadatan
pendudukan dan kedekatan dengan air permukaan dengan diare
(Molina et al , 1994)
c. Keadaan Lingkungan
Anak balita adalah kelompok umur yang sangat rentan terhadap
penyakit diare. Lingkungan domestik, tempat anak-anak bermain dan
bersosialisasi sangat mempengaruhi kondisi kesehatan anak-anak
balita tersebut. Lebih dari 40% global burden disebabkan oleh faktor-
faktor risiko lingkungan yang menimbulkan risiko bagi anak-anak di
bawah usia 5 tahun, yang jumlahnya sekitar 10% dari populasi dunia.
Suatu studi dilakukan di Surat-Mumbai, India dan mendapatkan hasil
bahwa seperlima dari anak perempuan (21,6%) terkena diare di
daerah kumuh perkotaan dalam waktu lima belas hari terakhir
dibandingkan dengan 10,6% di daerah kontrol. Namun anak laki-laki
tidak mengalami hal yang sama (menderita diare) dalam 15 hari
terakhir pada saat survei tetapi dalam proporsi yang lebih sedikit
dibandingkan anak perempuan (Chaudhari et al., 2009). Hal ini
20
menggambarkan bahwa lingkungan domestik suatu daerah sangat
memberikan pengaruh yang berarti bagi terjadinya suatu penyakit
(diare).
C. Sistem Informasi Geografis
1. Pengertian
Terdapat banyak pengertian mengenai sistem informasi geografis
(SIG). Menurut Burrough yang disitasi oleh Lai et al. (2009), SIG
adalah alat yang digunakan untuk pengumpulan, penyimpanan,
pengaktifan kembali, transformasian, serta penyajian data spasial dari
suatu fenomena nyata di permukaan bumi. Sedangkan Ulugtekin et al.
(2006) SIG adalah suatu alat yang digunakan untuk mengumpulkan
dari berbagai sumber dengan berbagai metode yang dapat juga
berfungsi dalam pengorganisasian, penyimpanan, pemanggilan
kembali, analisis dan mempresentasikan data secara spasial.
Prahasta (2005), menyebutkan bahwa sistem informasi geografis
merupakan salah satu bentuk implementasi teknologi (basis data,
sistem aplikasi, atau toolbox) berikut kemampuan-kemampuan
fungsionalnya (orientasi proses, atau fungsi peta, basis data, dan
analisis spasial). Bakosurtanal menjabarkan SIG sebagai kumpulan
yang terorganisir dari perangkat keras computer, perangkat lunak, data
geografi dan personal yang didesain untuk memperoleh, menyimpan,
memperbaiki, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan semua
bentuk informasi yang berrefensi geografi. Dengan demikian basis
analisis dari SIG adalah data spasial dalam bentuk digital yang
diperoleh melalui data satelit atau data lain terdigitasi (Budiyanto,
2002).
SIG memungkinkan transformasi dan manipulasi secara interaksi
antar berbagai data dan informasi sumberdaya lain. Berbagai
perlakukan dapat disimulasikan untuk mengetahui proses yang terjadi
21
beserta dampaknya terhadap perubahan lingkungan. Dengan adanya
SIG yang berbasis komputer akan mudah dalam pembuatan peta
dalam berbagai skala, proyeksi maupun warna. Namun lebih utama
pemanfaatan SIG adalah sebagai alat untuk melakukan analisis, yaitu
melakukan hubungan spasial antara informasi geografis mengenai
feature tertentu pada peta yang disimpan sebagai atribut. Teknologi
SIG dapat juga digunakan untuk investigasi ilmiah, pengelolaan
sumber daya, perencanaan pembangunan, kartografi dan perencanaan
rute perjalanan dan sebagainya.
2. Sumber data dan analisis spasial
Menurut Budiyanto (2002) SIG merupakan sebuah rangkaian
sistem yang memanfaatkan teknologi digital untuk melakukan analisis
spasial. Sistem ini memanfaatkan perangkat keras dan lunak
komputer untuk melakukan pengolahan data. Sumber data dalam
teknologi sistem informasi geografis sebagian besar berasal dari data
penginderaan jauh baik satelit maupun terrestrial terdigitasi. Sehingga
dengan demikian SIG identik dengan teknologi penginderaan jauh.
Namun demikian penginderaan jauh bukan satu-satunya sumber data
dalam sistem tersebut. Sumber data lain yang dapat digunakan dalam
SIG adalah survey terrestrial (uji lapangan) dan data-data sekunder
lain seperti sensus, catatan dan laporan yang terpercaya.
Data yang diperoleh dari suatu hasil survey atau kegiatan lain,
kemudian diamati keterkaitannya dengan realitas fisik yang ada dan
diolah dengan perangkat lunak untuk melakukan analisis spasial.
Untuk lebih jelasnya, berikut diagram pemanfataan teknologi sistem
informasi geografis untuk menganalisis data dari sumber survey
terrestrial.
22
Physical reality
Real world
Data Models
Database
Maps/reports
Surveys
Gambar .1. Sistem kerja SIG (Budiyanto,2002)
Data spasial dari penginderaan jauh dan survey terrestrial
tersimpan dalam basis data yang memanfaatkan teknologi komputer
digital untuk pengelolaan dan pengambilan keputusannya. Secara
teknis, SIG mengorganisasikan dan memanfaatkan data dari peta
digital yang tersimpan dalam basis data. Dalam SIG, dunia nyata
dijabarkan dalam data peta digital yang menggambarkan posisi ruang
(space) dan klasifikasi, atribut data dan hubungan antar item data.
Ketiga hal tersebut yang akan diolah sebagai dasar analisis spasial
dalam SIG.
Untuk melakukan pengolahan data, perangkat lunak yang
digunakan bermacam-macam dengan kelebihan dan kekurangnya
masing-masing. Beberapa software yang dapat digunakan seperti
GeoDa, SatScan dan HealthMapper.
23
3. Pemanfaatan SIG untuk mendukung sistem surveilans
Surveilans kesehatan masyarakat dapat didefinisikan sebagai
upaya rutin dalam pengumpulan, analisis dan diseminasi data yang
relevan yang diperlukan untuk mengatasi masalah-masalah kesehatan
masyarakat. Sedangkan Epidemiologi didefinisikan sebagai studi
sistematis yang dilakukan untuk mempelajari fakta-fakta yang berperan
atau mempengaruhi kejadian dan perjalanan suatu penyakit atau kondisi
tertentu yang menimpa masyarakat. Oleh karena itu untuk memberantas
suatu penyakit menular diperlukan pengetahuan tentang Epidemiologi
penyakit tersebut serta tersedianya data surveilans yang dapat dipercaya
yang berkaitan dengan kejadian penyakit tersebut (Chin, 2000). Untuk
mencapai tujuan tersebut maka sistem surveilans yang tertata rapi dan
dengan berbagai pengembangan sangat diperlukan.
Menurut Maheswaran & Craglia (2004) bahwa sejak John Snow
berhasil melakukan mapping kasus cholera pada tahun 1854,
perkembangan pemanfaatan teknologi sistem informasi geografis untuk
melakukan analisis spasial penyakit semakin meningkat. Pemanfaatan
SIG untuk studi epidemiologi diperlukan untuk memberikan gambaran
dan menganalisis kejadian di suatu populasi, sumber kontaminasi dari
suatu penyakit secara spasial. Inti dari pemanfaatan SIG tersebut antara
lain untuk dapat menentukan peta pola penyebaran penyakit (mapping
disease), pengelompokan kasus (disease clustering) dan melakukan
analisis lingkungan ekologi (ecological analysis).
Sedangkan Nuckols et al. (2004) memberikan gambaran mengenai
model penggunaan SIG untuk menilai paparan dalam suatu studi
epidemiologi yakni menyangkut pengumpulan data, pengembangan SIG
untuk integrasi map dan atribut data, analisis data dan output. Dua tipe
data yang dihasilkan dengan pemanfaatan SIG yakni dalam bentuk
tabular (summary data, statistics dan raports) dan cartographic (maps,
24
Question
Data colletion
GIS database development integrate map and attribute data
RetrievalClassificationOverlayTransformationProximity
Map algebra
Geographic (map) analysis
Maps
Map files
Map overlays
Cartographic output
Link
Data ManagementAnd manipulation
Import/export
ExpandUpdateQuery
Summary data
StatisticsGeneration
Tabular output
Gambar 2 : Diagram dan Fungsi SIG (Nuckols et al., 2004)
Analysis
map files, dan map overlays). Model tersebut dapat dilihat pada gambar
berikut ini.
Output yang dihasilkan dari analisis penyakit tersebut akan
memberikan gambaran yang riil tentang kejadian suatu penyakit. Dalam
hal ini, pemanfaatan SIG untuk melakukan analisis spasial kejadian diare
akan memberikan gambaran yang dapat bermanfaat untuk mendukung
sistem surveilans dalam pengambilan keputusan penanggulangan diare.
25
D. Landasan Teori
Menurut WHO (2009) penyebab diare itu multi-faktor. Timbulnya
penyakit diare dipengaruhi oleh berbagai faktor baik langsung maupun
tidak langsung. Penyebab langsung yaitu mikroorganisme (virus, bakteri,
protozoa dan parasit) sedangkan faktor tidak langsung diantaranya
kesehatan lingkungan dan perilaku. Faktor lingkungan meliputi,
penyediaan air bersih, penggunaan jamban, pembuangan sampah
sedangkan faktor perilaku yang meliputi perilaku penggunaan air di rumah
tangga, perilaku menggunakan jamban, perilaku membuang sampah dan
kebiasaan mencuci tangan dan lain sebagainya. Selain itu juga terdapat
berbagai faktor lain yang berperan dalam penularan diare seperti faktor
demografi (kepadatan penduduk, pendidikan masyarakat dan populasi
balita) dan topografi (ketinggian desa).
Masalah diare harus ditanggulangi secara komprehensif dari
berbagai program terkait dengan menggunakan indikator yang tepat
sehingga upaya penanggulangan dapat berhasil sesuai karakteristik yang
spesifik disuatu lokasi (local specificity). Beberapa faktor yang memiliki
kontribusi terhadap penyakit diare tersebut, diolah menggunakan software
GeoDa yang berfungsi dalam proses pemasukan data, pemrosesan data
dan manipulasi, analisis dan penayangan data secara spasial yang
menggambarkan karakteritik disuatu daerah. Beberapa faktor yang
memiliki kontribusi yang besar terhadap kejadian diare seperti faktor
sanitasi, faktor demografi dan faktor topografi akan dianalisis dengan
geoDa untuk mengetahui pengaruhnya di Kabupaten Timor Tengah Utara,
skemanya dapat digambarkan sebagai berikut:
26
Faktor Sanitasi
Akses rumah tangga terhadap air bersih
Akses Rumah tangga terhadap jamban keluarga
Kejadian
Diare
Faktor Demografi
Kepadatan penduduk
Tingkat Pendidikan ibu rumah tangga
Faktor Geografis
Ketinggian desa
Analisis Spasial dengan geoDa
.
Gambar 3. Kerangka Teori
E. Kerangka Konsep
Berdasarkan landasan teori yang ada dapat disusun suatu kerangka
konsep dalam penelitian ini seperti terlihat pada gambar 5 di bawah ini.
Gambar 4. Kerangka Konsep Penelitian
Faktor Sanitasi
Akses rumah tangga terhadap air bersih
Akses rumah tangga terhadap jamban keluarga.
Kejadian Diare
Faktor Demografi
Kepadatan penduduk
Tingkat Pendidikan ibu rumah tangga
Faktor Geografis
Ketinggian desa
27
F. Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan antara akses rumah tangga terhadap air bersih dengan
kejadian diare.
2. Ada hubungan antara akses rumah tangga terhadap jamban keluarga
dengan kejadian diare.
3. Ada hubungan antara tingkat kepadatan penduduk dengan kejadian
diare
4. Ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu rumah tangga dengan
kejadian diare
5. Ada hubungan antara ketinggian desa dengan kejadian diare.
28
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik dengan rancangan
studi cross sectional menggunakan metode kuantitatif. Data berasal dari
dokumen laporan, kemudian diolah untuk mengetahui hubungan antara
kejadian diare dan faktor-faktor penyebab dengan pendekatan spasial.
B. Lokasi, Subjek dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Timor Tengah Utara,
Provinsi Nusa Tenggara Timur.
2. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah objek wilayah, angka
kejadian diare yang dilaporkan oleh Puskesmas dan tercatat di Dinas
Kesehatan Kabupaten Timor Tengah Utara pada tahun 2006 s/d 2008,
persentase rumah tangga yang menggunakan sarana air bersih,
persentase rumah tangga yang memiliki jamban keluarga, kepadatan
penduduk, tingkat pendidikan ibu rumah tangga dan ketinggian desa.
Analisis data akan dilakukan pada seluruh desa/ kelurahan yang
berjumlah sebanyak 159 (125 desa dan 34 kelurahan ).
3. Waktu Penelitian
Penelitian atau pengumpulan data dilaksanakan selama 3
bulan sejak bulan Agustus s/d Oktober 2009.
29
C. Variabel Penelitian
a. Variabel terikat : Kejadian diare
b. Variabel bebas : terdiri dari akses rumah tangga terhadap air bersih,
akses rumah tangga terhadap jamban keluarga, kepadatan penduduk,
tingkat pendidikan ibu rumah tangga dan ketinggian desa.
D. Definisi operasional
1. Variabel terikat
Kejadian diare adalah jumlah kasus diare yang dialami oleh penduduk
suatu desa di Kabupaten Timor Tengah Utara, berdasarkan hasil
laporan dari sarana pelayanan kesehatan dan pencatatan di Dinas
Kesehatan Kabupaten pada tahun 2006 s/d 2008. Parameter :
kategori.
Skala pengukuran : ordinal.
2. Variabel bebas
1. Akses rumah tangga terhadap air bersih adalah jumlah rumah
tangga yang memanfaatkan air untuk kebutuhan rumah tangga
dari sarana air bersih berdasarkan laporan bulanan puskesmas
dan pencatatan Dinas Kesehatan Kabupaten. Parameter : kategori
yaitu cakupan akses air bersih baik, cukup, kurang dan jelek.
Cakupan akses air bersih baik apabila prosentase akses air bersih
terhadap air bersih ≥ 75%, cukup apabila 60 s/d < 75%, kurang
apabila 40 s/d < 60% dan jelek apabila < 40%.
Skala pengukuran : ordinal.
2. Akses rumah tangga terhadap jamban keluarga yaitu jumlah rumah
tangga yang memiliki jamban keluarga yang memenuhi syarat
kesehatan berdasarkan hasil inspeksi sanitasi perumahan oleh
30
petugas sanitasi dan pencatatan Dinas Kesehatan Kabupaten.
Parameter : kategori yaitu baik, cukup, kurang dan jelek. Cakupan
baik apabila akses rumah tangga terhadap jamban keluraga ≥
75%, cukup apabila 60 s/d < 75%, kurang apabila 40 s/d < 60%
dan jelek apabila < 40%.
Skala pengukuran : ordinal.
3. Kepadatan penduduk adalah jumlah penduduk per luas wilayah
dan yang sudah tercatat di desa/kelurahan setempat. Parameter
kategori yaitu wilayah yang padat dan tidak padat. Wilayah yang
padat apabila lebih besar dari rata-rata tingkat kepadatan
kabupaten.
Skala pengukuran : nominal.
4. Tingkat pendidikan ibu rumah tangga adalah ibu rumah tangga
disuatu desa yang menyelesaikan pendidikan pada level SLTP
atau lebih tinggi dan tercatat di BPS Kabupaten TTU. Parameter
kategori yaitu tingkat pendidikan ibu rumah tangga tinggi, sedang
dan rendah. Tingkat pendidikan ibu rumah tangga tinggi apabila >
50% berpendidikan SLTP atau lebih tinggi, sedang apabila 25 s/d
< 50 % ibu rumah tangga memiliki pendidikan SLTP atau lebih
tinggi dan kurang bila < 25 % ibu rumah tangga memiliki
pendidikan SLTP atau lebih tinggi.
Skala pengukuran nominal.
5. Ketinggian desa adalah letak atau tinggi suatu desa diatas
permukaan laut sesuai hasil pencatatan BPS Kabupaten TTU.
Parameter kategori yaitu < 500 m diatas permukaan laut, 500-700
m diatas permukaan laut dan > 700 m diatas permukaan laut.
Skala pengukuran : nominal.
31
E. Instrumen Penelitian
1. Bahan
1. Peta administrasi Kabupaten Timor Tengah Utara sebagai peta
dasar bagi peta-peta yang lain sesuai dengan penelitian dari
Bappeda Kabupaten Timor Tengah Utara
2. Data kependudukan dan topografi dari BPS Kabupaten Timor
Tengah Utara.
3. Data kejadian diare dari Dinas Kesehatan Kabupaten Timor
Tengah Utara
4. Data sarana air bersih dan jamban keluarga dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Timor Tengah Utara.
2. Alat
a. Seperangkat komputer.
b. Software GeoDa 095i
c. Formulir Pengumpulan Data
F. Cara Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yakni data mengenai kejadian diare dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Timor Tengah Utara Tahun 2006 s/d 2008 data mengenai jumlah rumah
tangga yang menggunakan sarana air bersih, jumlah rumah tangga yang
memiliki jamban keluarga dari Puskesmas dan Dinas Kesehatan, data
mengenai kepadatan penduduk dan tingkat pendidikan serta ketinggian
desa dari Bappeda ataupun BPS Kabupaten Timor Tengah Utara. Data
tersebut kemudian diolah menggunakan software geoDa untuk analisis
spasial.
32
G. Analisis Data
Analisis data dengan software GeoDa. Data yang terkumpul,
dilakukan analisis spatially weighted regression (spatial error model) untuk
mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel bebas (independen
variable) dengan variabel terikat (dependen variable) tersebut.
Selanjutnya akan dilakukan analisis dengan LISA (Local Indicator Spatial
Assocition) untuk mengetahui area lokal (desa) yang memberikan
kontribusi paling kuat, kecenderungan (tren) secara keseluruhan dengan
menggunakan Significance Map dan Cluster Map.
H. Etika Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan Bupati Timor Tengah Utara
melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat
(Kesbanglinmas). Semua data yang dikumpulkan dalam penelitian ini
hanya digunakan untuk keperluan ilmiah.
I. Jalannya Penelitian
1. Tahap persiapan
a. Workshop usulan penelitian
b. Konsultasi dengan Pembimbing Akademik untuk penentuan judul
dan pembimbing penelitian.
c. Konsultasi dengan pembimbing dalam penyusunan proposal
penelitian.
d. Studi pustaka dan pengumpulan data awal.
e. Menyusun proposal penelitian
f. Mengajukan ijin penelitian kepada instansi terkait
33
2. Tahap Pelaksanaan
a. Melaksanakan pengumpulan data sekunder di Dinas Kesehatan
dan Instansi terkait di Tingkat Kabupaten.
b. Pengolahan data dan analisis data
c. Penyusunan hasil penelitian
J. Kelemahan Penelitian
Kelemahan dari penelitian ini yakni bahwa dengan memanfaatkan
data sekunder dan dilakukan secara kuantitatif sehingga sulit untuk
mendapatkan data yang lebih dari apa yang sudah tertulis sehingga tidak
dapat mengeksplorasi lebih jauh berbagai fenomena yang lebih menarik
dilapangan.
K. Kesulitan Penelitian
Data di Dinas Kesehatan Kabupaten Timor Tengah Utara masih
terfragmentasi pada masing-masing bidang sehingga masih terdapat
duplikasi atau perbedaan-perbedaan.
34
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Timor Tengah Utara yaitu
suatu kabupaten yang terletak di Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan
menganalisis data pada tingkat desa. Posisi Kabupaten Timor Tengah
Utara secara geografis terletak antara 9002’49”LS - 9037’36’’LS dan
antara 124004’02”BT – 124046’00”BT dengan batas wilayah administratif
sebagai berikut :
Sebelah Utara : Negara Timor Leste dan Laut Sawu
Sebelah Selatan : Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS)
Sebelah Timur : Kabupaten Belu
Sebelah Barat : Kabupaten Kupang dan Kabupaten TTS
Wilayah Kabupaten Timor Tengah Utara merupakan daerah
daratan dengan luas 2669,7 km2 atau hanya sekitar 5,6 % dari luas
daratan di Propinsi Nusa Tenggara Timur. Sebagian wilayah Kabupaten
Timor Tengah Utara yang berbatasan dengan Laut Sawu atau wilayah
pantai utara (pantura) memiliki luas lautan ± 950 km2 dengan panjang
garis pantai 50 km. Keadaan iklim, sesuai klasifikasi dari Scmit dan
Ferguson, termasuk wilayah tipe D dengan koefesien 2 sebesar 71,4%.
Curah hujan relatif cukup memadai pada bulan Desember - Maret (hanya
4 bulan), sedangkan bulan April – Nopember sangat jarang terjadi hujan
dan kalaupun ada biasanya dibawah 50 mm (BPS Kab.TTU, 2008).
Kabupaten Timor Tengah Utara terdiri dari 9 Kecamatan dan 159
desa/kelurahan, namun sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor : 2
Tahun 2008 tentang pembentukan kecamatan dan desa serta perubahan
status desa menjadi kelurahan, maka terjadi perubahan pembagian
wilayah kecamatan dan desa menjadi 24 kecamatan dan 174
35
#
%
#
#
#
#
#
#
#
Kecamatan Insana
Kecamatan Biboki Anleu
Kecamatan Biboi Utara
Kecamatan Miomafo Barat
Kecamatan Biboki Selatan
Kecamatan Noemuti
Kecamatan Miomafo Timur
Kecamatan Insana Utara
WiniPonu
EbanNoemuti
Nunpene
Manufui
Lurasik
KiupukanKefamenanu
10 0 10 Kilometers
N
EW
S
Skala 1 : 200.000
124020'
90 50'
124060'124020'
9050'
124060'
Batas NegaraBatas KabupatenJalan raya
Ibukota Kabupaten
Batas KecamatanSungai
Kota Kecamatan
desa/kelurahan. Pada penelitian ini, pengamatan dilakukan sesuai
keadaan pada tahun 2006 s/d 2008 yakni dengan mengamati pada 159
desa/kelurahan (125 desa dan 34 kelurahan). Peta wilayah Kabupaten
Timor Tengah Utara dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 5 : Peta wilayah Kabupaten Timor Tengah Utara
Jumlah penduduk di wilayah Kabupaten Timor Tengah Utara
pada tahun 2008 sebanyak 225.094 jiwa, dimana terdiri dari, laki-laki
36
110.235 jiwa, perempuan 114.859 jiwa dengan rasio jenis kelamin 96.
Dari jumlah penduduk tersebut, berdasarkan golongan umur,
prosentase tertinggi terdapat pada umur 15–44 tahun atau pada
usia produktif sebanyak 44,36% dan yang jumlahnya paling sedikit
pada umur >75 tahun sebanyak 1% (BPS Kabupaten TTU, 2008).
2. Epidemiologi kasus diare
a. Distribusi kasus diare berdasarkan tempat.
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan di
kabupaten Timor Tengah Utara. Selama periode tahun 2006 s/d 2008
terdapat 14.928 kasus diare masing-masing tahun 2006 sebanyak
4.266 kasus, tahun 2007 sebanyak 5.352 kasus dan tahun 2008
sebanyak 5.310 kasus dengan korban meninggal sebanyak 41 orang
(tahun 2006 sebanyak 19 orang, tahun 2007 sebanyak 12 orang dan
tahun 2008 sebanyak 10 orang ). Dalam kurun waktu tersebut, 30 desa
dinyatakan KLB diare pada tahun 2006, 45 desa pada tahun 2007 dan
11 desa pada tahun 2008.
Distribusi kasus diare berdasarkan tempat (desa), dapat
dijelaskan bahwa pada tahun 2006 terdapat 4 desa dengan kasus
tertinggi, yaitu desa Tasinifu (132 kasus), Nimasi (125 kasus), Ainiut
(113 kasus) dan Oepuah (105 kasus) sedangkan yang paling rendah
adalah desa Banain A (2 kasus) dan Bijaepasu (2 kasus). Pada tahun
2007 yang paling tinggi adalah desa Nimasi (182 kasus) dan desa
Oepuah (164 kasus), sedangkan paling rendah adalah desa Baas
sebanyak 2 kasus. Pada tahun 2008 yang paling tinggi adalah desa
Kiusili (207 kasus) dan desa Nimasi (145 kasus) sedangkan paling
rendah adalah desa Benus sebanyak 6 kasus. Distribusi kasus diare
per desa secara keseluruhan (159 desa/kelurahan), dapat di
kelompokkan dengan kategori kasus rendah ( 0 s/d 25 kasus ), sedang
(25 s/d 50 kasus) dan tinggi ( >50 kasus), seperti pada tabel 2 berikut.
37
10 0 10 20 Kilometers
Tahun 2006
10 0 10 20 Kilometers
Tahun 2007
0 0 10 20 Kilometers
Tahun 2008N
Rendah (kasus diare 0‐25)
Sedang (kasus diare 26‐50)
Tinggi (kasus diare > 50)
Legenda :
Skala1 : 200.000
Tabel 2 Distibusi kasus diare ( sesuai kategori jumlah kasus ) berdasarkan tempat di Kabupaten TTU tahun 2006 s/d 2008
Jumlah kasus
No Tahun Rendah Sedang Tinggi
1. 2006 95 desa 49 desa 15 desa 2. 2007 77 desa 52 desa 30 desa 3. 2008 73 desa 62 desa 24 desa
Sumber : Data sekunder yang diolah.
Gambaran kasus diare per desa selama tahun 2006 s/d 2008
seperti pada peta dibawah ini, sedangkan rinciannya dapat dilihat pada
lampiran 2.
Gambar 6 : Distribusi kasus diare berdasarkan tempat(desa) di kabupaten Timor Tengah Utara tahun 2006 s/d /2008
38
b. Distribusi penderita diare berdasarkan golongan umur.
Distribusi penderita diare berdasarkan golongan umur selama
tahun 2006 s/d 2008 yaitu 8161 kasus ( 54,67% ) pada golongan umur
0 s/d < 5 tahun dan 6767 kasus (45,33%) pada golongan umur 5 tahun
keatas. Sementara dari 41 kematian akibat diare pada periode waktu
tersebut, 39 kematian (95%) pada golongan umur 0-4 tahun dan 2
kematian (5%) pada golongan umur 5 tahun keatas. Berikut adalah
diagram mengenai distribusi penderita diare menurut golongan umur
pada tahun 2006 s/d 2008.
Gambar 7 : Distribusi kasus diare berdasarkan golongan umur di Kabupaten Timor Tengah Utara Tahun 2006 s/d 2008
c. Distribusi penderita diare berdasarkan waktu.
Fluktuasi penyakit diare di Kabupaten Timor Tengah Utara, selalu
mengikuti pola yang sama setiap tahunnya. Distribusi penderita diare
selalu meningkat pada bulan Juli s/d September dan Desember s/d
Februari. Peningkatan kasus diare pada kurun waktu tersebut,
senantiasa disertai dengan kasus KLB diare di beberapa desa. Pada
tahun 2006 sebanyak 30 desa dinyatakan mengalami KLB diare, tahun
2007 sebanyak 45 desa dan tahun 2008 sebanyak 11 desa.
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
2006 2007 2008
2358
3156
2647
19082196
2663
0‐4 thn
≥ 5 thn
39
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
2006 483 411 321 253 196 254 298 412 379 267 455 537
2007 516 511 373 316 378 410 511 599 459 312 427 540
2008 665 547 315 299 253 277 466 673 329 337 472 677
0
100
200
300
400
500
600
700
800
Gambar 8 : Distibusi penderita diare berasarkan waktu di Kabupaten Timor Tengah Utara tahun 2006 s/d 2008.
d. Incidence Rate (IR) diare tahun 2006 s.d 2008
Incidence rate diare di Kabupaten Timor Tengah Utara dalam
kurun waktu tersebut terjadi peningkatan yaitu 20 per 1000 penduduk
pada tahun 2006 menjadi 24 per 1000 penduduk pada tahun 2007 dan
juga tahun 2008. Incidence rate diare paling tinggi adalah desa Nilulat
(109 per 1000 penduduk) pada tahun 2007, sedangkan tahun 2007
adalah desa Haumeni (129 per 1000 penduduk) dan tahun 2008
adalah desa Kiusili (254 per 1000 penduduk). Sedangkan Incidence
rate diare paling rendah adalah Desa Bijaepasu (2 per 1000 penduduk)
pada tahun 2006, tahun 2007 adalah kelurahan Ponu (2 per 1000
penduduk) dan tahun 2008 yakni kelurahan Kefamenanu Tengah (4
per 1000 penduduk. Rincian mengenai Incidence rate diare per desa
dapat dilihat pada lampiran 2.
40
3. Faktor sanitasi
a. Akses rumah tangga terhadap air bersih
Target Program Penyehatan Lingkungan di Kabupaten Timor
tengah Utara adalah bahwa pada tahun 2010, 85% rumah tangga
memiliki akses terhadap air bersih. Penjabarannya, dalam target
tahunan, yakni bahwa sampai tahun 2008, seharusnya 75 % rumah
tangga memiliki akses terhadap air bersih (Profil Dinkes TTU,2008).
Pencapaian akses rumah tangga terhadap air bersih di Kabupaten
Timor Tengah Utara adalah sebesar 65,89% pada 2006 dan tahun
2007 sebesar 67,17% sedangkan tahun 2008 sebesar 68.28%, masih
selisih 6,72% dari target yang ditetapkan. Wilayah perkotaan atau
kelurahan yang terletak di Kota Kefamenanu, memiliki cakupan yang
telah mencapai target. Hal ini dapat dimaklumi karena wilayah
perkotaan didukung dengan fasilitas PDAM, yang mampu menjangkau
layanan yang luas. Berbeda dengan wilayah pedesaan yang lebih
banyak memanfaatkan sarana air bersih berupa sumur gali (SGL) dan
perlindungan mata air (PMA).
Cakupan akses air bersih paling tinggi adalah Kelurahan Benpasi
(83,62%) pada tahun 2006 sedangkan tahun 2007 dan 2008 adalah
kelurahan Bansone masing-masing 87,24% dan 89,09%. Cakupan
akses air bersih yang paling rendah adalah desa Tuamese (46,79%)
pada tahun 2006, sedangkan tahun 2007 adalah desa Taunbaen
(46,63%) dan tahun 2008 adalah desa Benus (51,34%).
Akses rumah tangga terhadap air bersih di Kabupaten Timor
Tengah Utara per desa pada tahun 2006 s/d 2008 dapat di kategorikan
sebagai berikut, terdapat 23 desa yang memiliki cakupan diatas 75%,
93 desa dengan cakupan antara 60 s/d < 75%, dan 43 desa dengan
cakupan kurang dari 60%. Kategori tersebut tidak mengalami
perubahan dalam kurun waktu tersebut.
41
TEBA
PONU
TASINIFU
NIFUTASI NAKU
AINIUT
OEPUAH
MAKUN
OINBIT
POPNAN
MOTADIK
KAUBELE
SIFANIHA
NAOB
KULUAN
MAURISU
TUAMESE
HUMUSU C
LOERAM
NAEKAKE A
NONATBATAN
OEMANU
HAUTEAS
BIRUNATUN
NOEBAUN
TAINSALA
EBAN
KIUOLA
TUALENE
NOELELO
FATUNISUAN
BILOE
NAIOLA
NUNMAFO
OERINBESI
HAEKTO
JAK
SALLU
PANTAE
OESOKO
TUNBES
BIJELI
BANNAE
NIANLETNEO
LOKOMEA
TAUTPAHHUMUSU A
LANAUS
HAULASI
LEMUN
MAUNAIN A
OELAMI
SUNSEA
SUPUN
TUBU
BUK
TAEKAS
NAPAN
NIMASI
OENAK
TAPENPAH
SUNKAEN
MANAMAS
NOEPESU
AMOL
AINAN
N
Skala 1 : 200.000
Akses rumah tangga terhadap air bersih per desa dapat dilihat
pada lampiran 3, sedangkan gambaran mengenai penyebaran masing-
masing desa seperti pada peta berikut ini.
Gambar 9 Akses rumah tangga terhadap air bersih di Kabupaten Timor Tengah Utara tahun 2006 s/d 2008
TEBA
PONU
TASINIFU
NIFUTASI NAKU
AINIUT
OEPUAH
MAKUN
OINBIT
POPNAN
MOTADIK
KAUBELE
SIFANIHA
NAOB
KULUAN
MAURISU
TUAMESE
HUMUSU C
LOERAM
NAEKAKE A
NONATBATAN
OEMANU
HAUTEAS
BIRUNATUN
NOEBAUN
TAINSALA
EBAN
KIUOLA
TUALENE
NOELELO
FATUNISUAN
BILOE
NAIOLA
NUNMAFO
OERINBESI
HAEKTO
JAK
SALLU
PANTAE
OESOKO
TUNBES
BIJELI
BANNAE
NIANLETNEO
LOKOMEA
TAUTPAHHUMUSU A
LANAUS
HAULASI
LEMUN
MAUNAIN A
OELAMI
SUNSEA
SUPUN
TUBU
BUK
TAEKAS
NAPAN
NIMASI
OENAK
TAPENPAH
SUNKAEN
MANAMAS
NOEPESU
AMOL
AINAN
N
TEBA
PONU
TASINIFU
NIFUTASI NAKU
AINIUT
OEPUAH
MAKUN
OINBIT
POPNAN
MOTADIK
KAUBELE
SIFANIHA
NAOB
KULUAN
MAURISU
TUAMESE
HUMUSU C
LOERAM
NAEKAKE A
NONATBATAN
OEMANU
HAUTEAS
BIRUNATUN
NOEBAUN
TAINSALA
EBAN
KIUOLA
TUALENE
NOELELO
FATUNISUAN
BILOE
NAIOLA
NUNMAFO
OERINBESI
HAEKTO
JAK
SALLU
PANTAE
OESOKO
TUNBES
BIJELI
BANNAE
NIANLETNEO
LOKOMEA
TAUTPAHHUMUSU A
LANAUS
HAULASI
LEMUN
MAUNAIN A
OELAMI
SUNSEA
SUPUN
TUBU
BUK
TAEKAS
NAPAN
NIMASI
OENAK
TAPENPAH
SUNKAEN
MANAMAS
NOEPESU
AMOL
AINAN
N
Skala 1 : 200.000
Baik ( 75‐100%)
Cukup ( 60 ‐ < 75%)
Kurang ( 40 ‐ < 60%)
Legenda :
TEBA
PONU
TASINIFU
NIFUTASI NAKU
AINIUT
OEPUAH
MAKUN
OINBIT
POPNAN
MOTADIK
KAUBELE
SIFANIHA
NAOB
KULUAN
MAURISU
TUAMESE
HUMUSU C
LOERAM
NAEKAKE A
NONATBATAN
OEMANU
HAUTEAS
BIRUNATUN
NOEBAUN
TAINSALA
EBAN
KIUOLA
TUALENE
NOELELO
FATUNISUAN
BILOE
NAIOLA
NUNMAFO
OERINBESI
HAEKTO
JAK
SALLU
PANTAE
OESOKO
TUNBES
BIJELI
BANNAE
NIANLETNEO
LOKOMEA
TAUTPAHHUMUSU A
LANAUS
HAULASI
LEMUN
MAUNAIN A
OELAMI
SUNSEA
SUPUN
TUBU
BUK
TAEKAS
NAPAN
NIMASI
OENAK
TAPENPAH
SUNKAEN
MANAMAS
NOEPESU
AMOL
AINAN
N
Skala 1 : 200.000
42
b. Akses rumah tangga terhadap jamban keluarga
Akses rumah tangga terhadap jamban keluarga di Kabupaten
Timor Tengah Utara pada tahun 2006 s/d 2008 yaitu 45,57% (2006),
47,85% (2007) dan 49,09% (2008). Cakupan akses terhadap jamban
keluarga tersebut, pada umumnya, paling tinggi terdapat di wilayah
perkotaan. Tahun 2006, cakupan paling tinggi adalah Kelurahan
Bensone (82,72%), tahun 2007 adalah Kelurahan Maubeli (87,19%)
dan tahun 2008 adalah Kelurahan Tubuhue (87,78%). Sedangkan
cakupan paling rendah adalah Desa Nimasi (20,44%), tahun 2007
adalah Desa Motadik (29,68%) dan tahun 2008 juga Desa Motadik
(33,65%).
Cakupan akses rumah tangga terhadap jamban keluarga, untuk
seluruh desa/kelurahan selama tahun 2006 s/d 2008 dapat
dikelompokkan yaitu 74 desa/kelurahan memiliki cakupan < 40%, 73
desa/kelurahan memiliki cakupan 40 s/d <60 %, 4 desa/kelurahan
memiliki cakupan 60 s/d <75% dan 8 desa/kelurahan memiliki cakupan
>75%. Kategori tersebut tidak mengalami perubahan dalam kurun
waktu tersebut.
Cakupan akses rumah tangga terhadap jamban keluarga yang
memenuhi syarat kesehatan per desa seperti dalam lampiran 3.
Sedangkan gambaran masing-masing desa, seperti pada peta berikut :
43
TEBA
PONU
TASINIFU
NIFUTASI NAKU
AINIUT
OEPUAH
MAKUN
OINBIT
POPNAN
MOTADIK
KAUBELE
SIFANIHA
NAOB
KULUAN
MAURISU
TUAMESE
HUMUSU C
LOERAM
NAEKAKE A
NONATBATAN
OEMANU
HAUTEAS
BIRUNATUN
NOEBAUN
TAINSALA
EBAN
KIUOLA
TUALENE
NOELELO
FATUNISUAN
BILOE
NAIOLA
NUNMAFO
OERINBESI
HAEKTO
JAK
SALLU
PANTAE
OESOKO
TUNBES
BIJELI
BANNAE
NIANLETNEO
LOKOMEA
TAUTPAHHUMUSU A
LANAUS
HAULASI
LEMUN
MAUNAIN A
OELAMI
SUNSEA
SUPUN
TUBU
BUK
TAEKAS
NAPAN
NIMASI
OENAK
TAPENPAH
SUNKAEN
MANAMAS
NOEPESU
AMOL
AINAN
N
TEBA
PONU
TASINIFU
NIFUTASI NAKU
AINIUT
OEPUAH
MAKUN
OINBIT
POPNAN
MOTADIK
KAUBELE
SIFANIHA
NAOB
KULUAN
MAURISU
TUAMESE
HUMUSU C
LOERAM
NAEKAKE A
NONATBATAN
OEMANU
HAUTEAS
BIRUNATUN
NOEBAUN
TAINSALA
EBAN
KIUOLA
TUALENE
NOELELO
FATUNISUAN
BILOE
NAIOLA
NUNMAFO
OERINBESI
HAEKTO
JAK
SALLU
PANTAE
OESOKO
TUNBES
BIJELI
BANNAE
NIANLETNEO
LOKOMEA
TAUTPAHHUMUSU A
LANAUS
HAULASI
LEMUN
MAUNAIN A
OELAMI
SUNSEA
SUPUN
TUBU
BUK
TAEKAS
NAPAN
NIMASI
OENAK
TAPENPAH
SUNKAEN
MANAMAS
NOEPESU
AMOL
AINAN
N
Skala 1 : 200.000
Gambar 10 Akses rumah tangga terhadap jamban keluarga di kabupaten Timor Tengah Utara tahun 2006 s/d 2008
TEBA
PONU
TASINIFU
NIFUTASI NAKU
AINIUT
OEPUAH
MAKUN
OINBIT
POPNAN
MOTADIK
KAUBELE
SIFANIHA
NAOB
KULUAN
MAURISU
TUAMESE
HUMUSU C
LOERAM
NAEKAKE A
NONATBATAN
OEMANU
HAUTEAS
BIRUNATUN
NOEBAUN
TAINSALA
EBAN
KIUOLA
TUALENE
NOELELO
FATUNISUAN
BILOE
NAIOLA
NUNMAFO
OERINBESI
HAEKTO
JAK
SALLU
PANTAE
OESOKO
TUNBES
BIJELI
BANNAE
NIANLETNEO
LOKOMEA
TAUTPAHHUMUSU A
LANAUS
HAULASI
LEMUN
MAUNAIN A
OELAMI
SUNSEA
SUPUN
TUBU
BUK
TAEKAS
NAPAN
NIMASI
OENAK
TAPENPAH
SUNKAEN
MANAMAS
NOEPESU
AMOL
AINAN
N
Skala 1 : 200.000
Baik ( 75‐100%)
Cukup ( 60 ‐ < 75%)
Kurang ( 40 ‐ < 60%)
Legenda :
Jelek ( < 40 %)
44
4. Faktor demografis
a. Kepadatan penduduk
Kepadatan penduduk di Kabupaten Timor Tengah Utara
mengalami peningkatan setiap tahun. Pada tahun 2006 yaitu
82 jiwa/km2, tahun 2007 adalah 83 jiwa/km2 dan tahun 2008 adalah
84 jiwa/km2. Wilayah-wilayah kelurahan yang terletak di Kecamatan
Kota Kefamenanu adalah yang paling padat penduduknya, demikian
pula beberapa desa/kelurahan di Kecamatan Insana Utara dan
Miomafo Timur yang tingkat kepadatan penduduknya diatas rata-rata
tingkat kepadatan penduduk kabupaten. Kepadatan penduduk di
ketiga wilayah tersebut berkembang pesat sejak tahun 2005, selain
karena perkembangan penduduk secara alami, juga diakibatkan
meningkatnya migrasi penduduk dari luar wilayah Kabupaten Timor
Tengah Utara. Migrasi masuk penduduk berkaitan dengan letak
geografis yang berbatasan dengan Negara Timor Leste, dimana dapat
menjadi daerah transit untuk ekspansi usaha ke Negara baru tersebut
(BPS Kabupaten TTU, 2008).
Desa/kelurahan yang paling padat penduduknya adalah
Kelurahan Kefamenanu Selatan yaitu 990 jiwa/km2(2006), 1056
jiwa/km2 (2007), 1063 jiwa/km2 (2008), sedangkan yang paling jarang
penduduknya adalah Desa Oenaem yaitu 22 jiwa/km2 (2006), 22
jiwa/km2 (2007) dan 23 jiwa/km2 (2008). Kepadatan penduduk di
wilayah Kabupaten Timor Tengah Utara selama tahun 2006 s/d 2008
dapat dikelompokkan yakni 71 desa/kelurahan memiliki tingkat
kepadatan diatas rata-rata tingkat kepadatan kabupaten atau kategori
padat, sedangkan 88 desa/kelurahan dibawah rata-rata atau kategori
tidak padat penduduknya. Rincian lengkap tingkat kepadatan
penduduk seperti dalam lampiran 3, sedangkan gambaran perdesa
seperti gambar berikut ini.
45
Gambar 11 : Tingkat kepadatan penduduk di Kabupaten Timor Tengah Utara tahun 2006 s/d 2008
TEBA
PONU
TASINIFU
NIFUTASI NAKU
AINIUT
OEPUAH
MAKUN
OINBIT
POPNAN
MOTADIK
KAUBELE
SIFANIHA
NAOB
KULUAN
MAURISU
TUAMESE
HUMUSU C
LOERAM
NAEKAKE A
NONATBATAN
OEMANU
HAUTEAS
BIRUNATUN
NOEBAUN
TAINSALA
EBAN
KIUOLA
TUALENE
NOELELO
FATUNISUAN
BILOE
NAIOLA
NUNMAFO
OERINBESI
HAEKTO
JAK
SALLU
PANTAE
OESOKO
TUNBES
BIJELI
BANNAE
NIANLETNEO
LOKOMEA
TAUTPAHHUMUSU A
LANAUS
HAULASI
LEMUN
MAUNAIN A
OELAMI
SUNSEA
SUPUN
TUBU
BUK
TAEKAS
NAPAN
NIMASI
OENAK
TAPENPAH
SUNKAEN
MANAMAS
NOEPESU
AMOL
AINAN
N
Skala 1 : 200.000
Kepadatan penduduk≥ 84 jiwa/km2
Kepadatan penduduk <84 jiwa/km2
Legenda :
46
24.23
35.32
25.01
13.22
2.24
23.54
34.77
25.43
13.92
2.35
23.02
33.90
25.55
14.90
2.64
‐
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
Tdk sklh/tdk tmt SD SD SLTP SLTA Dip/PT
Thn 2006
Thn 2007
Thn 2008
b. Tingkat pendidikan ibu rumah tangga
Berdasarkan hasil Susenas 2007, jumlah penduduk 10 tahun
keatas di Kabupaten Timor Tengah Utara yang melek huruf 83,05%
dengan tingkat melek huruf untuk laki-laki 83,06% sedangkan
perempuan 79,64%. Tingkat pendidikan di dominasi oleh tidak tamat
SD (21,3%) dan tamat SD (42,7%) (BPS Kab.TTU, 2007).
Tingkat pendidikan ibu rumah tangga di Kabupaten Timor Tengah
Utara pada tahun 2006 s/d 2008 seperti gambar berikut.
Gambar 12 : Prosentase tingkat pendidikan ibu rumah tangga di Kabupaten TTU tahun 2006 s/d 2008
Dari gambar diatas terlihat bahwa tingkat pendidikan SD masih
paling tinggi, sedangkan yang paling rendah adalah Diploma/PT. Dari
keadaan tersebut dapat dijelaskan bahwa 40,47% (tahun 2006) ibu
rumah tangga berpendidikan SLTP hingga perguruan tinggi. Tahun
2007 sebanyak 41,70% dan tahun 2008 sebanyak 43,09% ibu rumah
tangga berpendidikan SLTP hingga perguruan tinggi. Rincian
mengenai tingkat pendidikan ibu rumah tangga dapat dilihat pada
lampiran 4, sedangkan gambaran mengenai ibu rumah tangga yang
berpendidikan SLTP keatas di Kabupaten Timor Tengah Utara tahun
2006 s/d 2008 seperti pada gambar berikut.
47
Skala 1 : 200.000
Tahun 2006Tahun 2007
Tahun 2008
Tinggi ( >50% ibu rumah tangga berpendidikan SLTP s/d PT)
Sedang ( 25 ‐ 50% ibu rumah tanggaberpendidikan SLTP s/d PT)
Rendah ( < 25% ibu rumah tanggaberpendidikan SLTP s/d PT)
Legenda :
Gambar 13 Tingkat pendidikan Ibu rumah tangga di Kabupaten Timor tengah Utara tahun 2006 s/d 2008
48
Skala 1 : 200.000
Ketinggan >700m dpl
Ketinggian500‐700 m dpl
Ketinggian < 500m dpl
Legenda :
5. Faktor Topografis
Dari aspek topografis, sebanyak 41 desa terletak pada
ketinggian <500 m diatas permukaan air laut (dpl), dimana 9 desa
diantaranya merupakan daerah pantai yang memiliki ketinggian < 100
m dpl. Sedangkan 53 desa berada pada ketinggian 500 – 700 m dpl
dan 65 desa terletak pada ketinggian > 700 m dpl. Lebih jelas dapat
dilihat pada peta berikut.
Gambar 14 : Ketinggian desa di Kabupaten Timor Tengah Utara
49
6. Pengujian hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis spasial, analisis
yang dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara akses rumah
tangga terhadap air bersih, akses rumah tangga terhadap jamban
keluarga, kepadatan penduduk, tingkat pendidikan ibu rumah tangga,
letak ketinggian desa dengan kesakitan diare di Kabupaten Timor
Tengah Utara tahun 2006 s/d 2008. Analisis spasial dilakukan dengan
analisis spatially weighted regression (spatial error model)
menggunakan GeoDa
a. Hubungan antara akses rumah tangga terhadap air bersih dengan
kesakitan diare.
Hasil yang diperoleh sebagai berikut z value = -0.2442806
p=0.8070136 (p>0,05 ) yang berarti tidak ada hubungan antara
akses rumah tangga terhadap air bersih dengan kesakitan diare di
Kabupaten Timor Tengah Utara. Dapat juga dikatakan bahwa
kesakitan diare tidak berhubungan dengan akses rumah tangga
terhadap air bersih.
b. Hubungan antara akses rumah tangga terhadap jamban keluarga
dengan kesakitan diare.
Hasil analisis diperoleh z value =-2.317033 p=0.0205019
(p<0,05) yang berarti ada hubungan antara akses rumah tangga
terhadap jamban keluarga dengan kesakitan diare.
c. Hubungan antara tingkat kepadatan penduduk dengan kesakitan
diare
Hasil analisis diperoleh z value =-0.01877284
p=0.9850222 (p>0,05) yang berarti tidak ada hubungan antara
kepadatan penduduk dengan kesakitan diare. Kepadatan penduduk
memberikan dampak buruk bagi sanitasi lingkungan. Tingkat
kepadatan penduduk di Kabupaten Timor Tengah Utara, terjadi di
50
daerah perkotaan, namun di daerah perkotaan didukung dengan
sanitasi memadai sehingga tidak berdampak pada terjadinya kasus
diare.
d. Hubungan antara tingkat pendidikan ibu rumah tangga dengan
kesakitan diare.
Hasil analisis diperoleh z value =-3.542181 p=0.0003969
(p<0,05) yang berarti ada hubungan antara pendidikan ibu rumah
tangga dengan kesakitan diare.
e. Hubungan antara letak ketinggian desa dengan kesakitan diare
Hasil analisis yang dilakukan diperoleh z value=-0.3217166
p=0.7476675(p>0,05) yang berarti tidak ada hubungan antara letak
ketinggian desa dengan kesakitan diare. Ketinggian suatu tempat
sangat menentukan dalam kemudahan mendapatkan sumber air
bersih. Ketinggian tempat dan lingkungan domestik di kabupaten
Timor Tengah Utara, masih dapat memungkinkan dalam akses
terhadap air bersih. Yang masih menjadi persoalan adalah
bagaimana situasi tersebut terjadi pada musim kemarau dan musim
hujan.
Dari hasil analisis tersebut terdapat 3 variabel (akses rumah tangga
terhadap jamban keluarga, tingkat pendidikan ibu rumah tangga,
persentase jumlah balita) yang signifikan atau ada hubungan dengan
kesakitan diare sedangkan 3 variabel (akses rumah tangga terhadap air
bersih, kepadatan penduduk, ketinggian desa) tidak signifikan (tidak ada
hubungan dengan kesakitan diare). Mengenai pola hubungan antara
variabel-variabel tersebut dengan kesakitan diare dapat dilihat pada
scatter plot berikut :
51
Slop e = - 4 .52 8 2
A KSES_ JA GA
Slo p e = - 5.52 0 1
PEN D _ IR T
Gambar 15 : Scatter plot hubungan antara variabel-variabel bebas
dengan kesakitan diare di Kabupaten Timor Tengah Utara.
Dari gambar tersebut, terlihat bahwa variabel akses rumah tangga
terhadap air bersih, tingkat kepadatan penduduk dan ketinggian desa,
tidak membentuk suatu pola hubungan yang signifikan (distribusi titik-
52
titiknya menyebar dan tidak mengelompok membentuk pola hubungan
dengan kesakitan diare).
Sedangkan variabel-variabel akses rumah tangga terhadap
jamban keluarga dan tingkat pendidikan ibu rumah tangga, terlihat titik-titik
cluster membentuk suatu korelasi negatif (negative correlation) yang
memberikan gambaran hubungan antara variabel-variabel tersebut
dengan kesakitan diare di Kabupaten Timor Tengah Utara. Korelasi
tersebut memberikan suatu makna berkebalikan (reverse relationship)
dimana kenaikan variabel tertentu (misalnya : akses rumah tangga
terhadap jamban keluarga) akan diikuti dengan penurunan pada variabel
yang dikorelasikan (misalnya : kesakitan diare).
Dari scatter plot yang menggambarkan korelasi antara akses
rumah tangga terhadap jamban keluarga dengan kejadian diare serta
pendidikan ibu rumah tangga dengan kejadian diare terdapat titik – titik
yang menunjukkan area (desa/kelurahan) yang mempunyai akses jamban
yang tinggi dan pendidikan ibu yang tinggi maka kejadian diarenya
rendah. Dengan menggunakan conditional plot (map view) pada geoDa
area-area tersebut dapat diintifikasi seperti pada gambar berikut.
Gambar 16 : Peta area yang menunjukkan akses jaga dan pendidikan ibu tinggi - diare rendah di Kabupaten Timor Tengah Utara.
Akses jaga vs kejadian diare Pendidikan ibu vs kejadian diare
53
Dari gambar tersebut diketahui bahwa area-area tersebut
merupakan wilayah kelurahan di perkotaan (Kefamenanu). Hal ini dapat
dimaklumi karena wilayah perkotaan didukung dengan fasilitas sanitasi
(jamban keluarga) yang memadai dibanding wilayah pedesaan. Tingkat
pendidikan masyarakat (ibu rumah tangga) di perkotaan juga lebih
memadai dari pada di pedesaan.
Selain itu juga, dari scatter plot tersebut, di ketahui bahwa terdapat
titik-titik cluster yang menunjukkan korelasi antara akses rumah tangga
terhadap jamban keluarga, pendidikan ibu rumah tangga dengan kejadian
diare dimana akses jamban keluarga dan tingkat pendidikan ibu yang
rendah maka kasus diarenya tinggi. Area-area (desa/kelurahan) yang
menunjukkan kondisi tersebut seperti pada peta berikut.
Gambar 17 : Peta area yang menunjukkan akses jaga dan pendidikan ibu rendah - diare tinggi di Kabupaten Timor Tengah Utara.
Terdapat 36 desa/kelurahan yang menunjukkan kondisi dimana
akses rumah tangga terhadap jamban keluarga rendah dan diarenya
tinggi dan juga terdapat 31 desa/kelurahan dengan kondisi pendidikan ibu
yang rendah dan diarenya tinggi. Area-area tersebut tersebar seperti pada
gambar diatas dimana umumnya terletak di wilayah perbatasan.
Akses jaga vs kejadian diare Pendidikan ibu vs kejadian diare
54
7. Significance Map dan Cluster Map
Dari hasil analisis spasial tersebut diatas, kemudian dilakukan
analisis dengan LISA multivariate untuk mengetahui area lokal (desa)
yang memberikan kontribusi paling kuat. Hasil uji tersebut seperti dalam
significance map berikut ini.
Gambar 18 Significance Map akses rumah tangga terhadap jamban keluarga vs kesakitan diare di Kabupaten TTU.
Gambar 19 Significance Map tingkat pendidikan ibu rumah tangga vs
kesakitan diare di Kabupaten Timor Tengah Utara.
55
Dari gambar-gambar tersebut diatas terlihat tingkatan-tingkatan
nilai signifikansi secara statistik (0.05, 0.01, 0.001, 0.0001) dengan nilai-
nilai yang lebih kecil (ditampilkan dengan warna hijau gelap) yang
mewakili daerah-daerah yang paling signifikan secara statistik.
Gambar 18 memperlihatkan hubungan antara akses rumah tangga
terhadap jamban keluarga dengan kesakitan diare di Kabupaten Timor
Tengah Utara dimana terdapat 21 desa yang paling kuat kontribusinya
dengan nilai signifikansi 0.05, sedangkan 16 desa dengan nilai
signifikansi 0.001.
Gambar 19 memperlihatkan hubungan antara tingkat pendidikan
ibu rumah tangga dengan kesakitan diare di Kabupaten Timor Tengah
Utara, dimana terdapat 17 desa dengan nilai signifikansi 0.05, dan 16
desa dengan nilai signifikansi 0.001. Dari ketiga gambar tersebut terlihat
bahwa daerah (desa) di bagian utara dan bagian tengah adalah yang
paling kuat kontribusinya.
Dengan menggunakan analisis LISA pada geoDa, juga dapat
mengetahui spatial clustes yaitu lokasi-lokasi dengan autokorelasi spasial
positif ( high-high dan low-low) yang menunjukkan pengelompokan lokasi
dengan nilai-nilai yang serupa (similar values). Sedangkan high-low dan
low-high untuk menunjukkan lokasi-lokasi spasial outliers. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada cluster map berikut ini.
56
Gambar 20 Cluster map akses air bersih terhadap jamban keluarga vs kesakitan diare di Kabupaten TTU.
Gambar 21 Cluster map tingkat pendidikan ibu rumah tangga vs kesakitan diare di Kabupaten TTU.
57
B. Pembahasan
1. Epidemiologi kasus diare
Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh desa di wilayah
Kabupaten Timor Tengah Utara selama tahun 2006 s/d 2008 selalu
terserang penyakit diare dengan jumlah kasus yang bervariasi.
Beberapa desa terserang penyakit diare dalam jumlah yang sedikit
(2-10 kasus diare), namun beberapa desa lainnya terserang penyakit
diare dalam jumlah yang besar (> 100 kasus diare) setiap tahunnya
(lampiran 2). Desa yang paling banyak terserang penyakit diare
adalah di Desa Nimasi dengan total kasus 452 dan menunjukkan
kecenderungan yang berfluktuasi setiap tahunnya. Sedangkan yang
paling sedikit adalah desa Benus dengan total 14 kasus diare, dalam
kurun waktu tersebut. Tingginya kasus diare di beberapa desa
tersebut, menarik perhatian dari Dinas Kesehatan sehingga selalu
ditetapkan sebagai desa dengan rawan KLB diare. Perbedaan kasus
diare berdasarkan tempat, tentunya dipengaruhi oleh berbagai faktor
penyebab dan karakteristik dari lokasi tersebut. Perbedaan tempat
dapat menimbulkan perbedaan sumber daya, perilaku, permasalahan
kesehatan umum yang mendasar dan ketersediaan air. Faktor
lingkungan domestik dari suatu daerah sangat berpengaruh terhadap
masalah kesehatan yang mungkin timbul di daerah tersebut
(Chaudhari et al., 2009).
Distribusi kasus diare berdasarkan golongan umur juga menarik
untuk diperhatikan karera umur merupakan suatu sifat karakteristik
tentang orang yang dalam studi epidemiologi merupakan variabel yang
sangat penting. Hal ini disebabkan karena beberapa penyakit
ditemukan dengan berbagai variasi frekuensi yang disebabkan oleh
umur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kasus diare yang terjadi di
Kabupaten Timor Tengah Utara pada tahun 2006 s/d 2008 didominasi
58
oleh golongan umur 0 s/d < 5 tahun (balita) yaitu 54,67%. Sedangkan
dari total kematian yang diakibatkan oleh diare, 95% pada golongan
umur 0 s/d < 5 thn. Hal ini menunjukkan bahwa balita merupakan
kelompok umur yang kerapkali terkena serangan diare di Kabupaten
Timor Tengah Utara. Anak balita adalah kelompok umur yang sangat
rentan terhadap penyakit diare. Sebagaimana diketahui dari berbagai
penelitian yang dilakukan bahwa kelompok umur ini adalah yang paling
berisiko terserang diare dan tak jarang dapat menimbulkan kematian.
Suatu studi yang dilakukan oleh World Bank pada tahun 2007
menyebutkan bahwa buruknya kondisi sanitasi merupakan salah satu
penyebab kematian anak dibawah umur 3 tahun yaitu sebesar 19%
atau sebanyak 100.000 anak meninggal karena diare setiap tahunnya
dan kerugian ekonomi diperkirakan sebesar 2,3% dari Produk
Domestik Bruto (Depkes RI, 2008 )
Sedangkan dari segi waktu, distribusi kasus diare di Kabupaten
Timor Tengah Utara mengalami peningkatan kasus sebanyak 2 kali
dalam setahun yaitu pada bulan Agustus dan Desember-Januari. Hal
ini dapat dikaitkan dengan musim yaitu kemarau dan musim hujan.
Pada bulan Agustus (musim kemarau) jumlah kasus diare yaitu 412
penderita (2006), 599 penderita (2007) dan 673 penderita (2008)
sedangkan bulan Desember (musim hujan) jumlah kasus diare yakni
537 penderita (2006), 540 penderita (2007) dan 677 penderita. Kondisi
ini sesuai dengan riset yang dilakukan bahwa kebanyakan diare
adalah bakteri di musim panas dan radang usus Rotavirus di musim
gugur dan musim dingin (WHO, 2005)
2. Hubungan akses rumah tangga terhadap air bersih dengan kasus diare
Hasil analisis dengan spatially weighted regression (spatial error
model) menggunakan GeoDa menunjukkan z value = -0.2442806
p=0.8070136 (p>0,05 ) yang berarti tidak ada hubungan yang
59
signifikan antara akses rumah tangga terhadap air bersih dengan
kesakitan diare. Dapat dikatakan juga bahwa kesakitan diare di
Kabupaten Timor Tengah Utara tidak berhubungan dengan akses
rumah tangga terhadap air bersih. Hal ini memberikan gambaran
bahwa cakupan akses rumah tangga terhadap air bersih yang
mencapai 65,89% (2006), 67,17% (2007) dan 68,28% (2008)
merupakan suatu pencapaian yang memberikan kontribusi berarti
dalam penanggulangan diare.
Pentingnya penyediaan air bersih dan sanitasi yang memadai
merupakan suatu upaya yang positif dalam pencegahan penyakit diare
dan penyakit infeksi lainnya. Pelaksanaan program sanitasi berupa
penyediaan air bersih dan upaya rumah sehat dapat memberi
kontribusi pengurangan sebesar 22% prevalensi diare pada penduduk
dan 43% di daerah yang mempunyai prevalensi diare tinggi (Barreto
et al., 2007). Merujuk pada studi yang dilakukan oleh WHO pada tahun
2007 bahwa kejadian diare menurun 32% dengan meningkatkan
akses masyarakat terhadap sanitasi dasar dan 39% dengan
meningkatkan pola pengelolaan air minum yang sehat dan aman di
rumah tangga (Depkes RI, 1998) maka upaya penyediaan air bersih
yang dilakukan di Kabupaten Timor Tengah Utara, dimana rata-rata
cakupannya 68,28% (2008) merupakan suatu hasil positif.
Dari segi akses rumah tangga terhadap air bersih memang rata-
rata cakupannya cukup memadai dan bukan merupakan suatu
persoalan (tidak berhubungan dengan kesakitan diare) namun hal
yang perlu dikaji adalah dari segi perilaku pemanfaatan air bersih untuk
konsumsi, kecukupan air bersih dan kualitas dari air bersih yang
dimanfaatkan oleh rumah tangga. Hal ini menjadi penting karena
pemanfaatan air bersih oleh masyarakat di Kabupaten Timor Tengah
Utara, secara bersama-sama seperti kran umum, sumur gali umum,
perlindungan mata air umum yang digunakan secara bersama-sama.
60
Pemanfaatan air bersih secara bersama-sama sangat rentan terhadap
pencemaran.
3. Hubungan akses rumah tangga terhadap jamban keluarga dengan
kasus diare.
Hasil analisis dengan spatially weighted regression (spatial error
model) menggunakan GeoDa menunjukkan z value =-2.317033
p=0.0205019 (p<0,05) yang berarti ada hubungan antara akses rumah
tangga terhadap jamban keluarga dengan kesakitan diare. Hal ini
menunjukkan bahwa kejadian diare yang ada di Kabupaten Timor
Tengah Utara berhubungan dengan kurangnya cakupan akses rumah
tangga terhadap jamban keluarga. Cakupan akses rumah tangga
terhadap jamban keluarga di Kabupaten Timor Tengah Utara pada
tahun 2006 s/d 2008 yaitu 45,57% (2006), 47,85% (2007) dan
49,09% (2008). Kurangnya cakupan kepemilikan jamban keluarga
tersebut merupakan suatu persoalan yang perlu diperhatikan karena
menjadi faktor pemicu perilaku buruk masyarakat dalam buang air
bersar (defecation) di daerah terbuka yang dapat menimbilkan
kejadian diare.
Studi yang dilakukan oleh Indonesia Sanitation Sector
Development Program (ISSDP) pada tahun 2006, menunjukkan
bahwa 47% masyarakat di Indonesia masih berperilaku buang air
besar ke sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka. Kebiasaan
tersebut terjadi karena dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya
kepemilikan jamban keluarga.
Dari scatter plot terlihat titik-titik cluster membentuk suatu
korelasi negatif (negative correlation) yang memberikan gambaran
hubungan antara kejadian diare dengan akses rumah tangga terhadap
jamban keluarga di Kabupaten Timor Tengah Utara. Korelasi tersebut
memberikan suatu makna bahwa jika akses rumah tangga terhadap
61
jamban keluarga di tingkatkan, maka akan dapat menurunkan kejadian
diare di Kabupaten Timor Tengah Utara.
4. Hubungan tingkat kepadatan penduduk dengan kasus diare
Hasil analisis dengan spatially weighted regression (spatial error
model) menggunakan GeoDa menunjukkan z value =-0.01877284
p=0.9850222 (p>0,05) yang berarti tidak ada hubungan antara
kepadatan penduduk dengan kesakitan diare. Dapat dikatakan bahwa
tingkat kepadatan penduduk di Kabupaten Timor Tengah Utara tidak
ada hubungan dengan kesakitan diare di daerah tersebut.
Kepadatan penduduk di Kabupaten Timor Tengah Utara, yang
rata-ratanya adalah 84 jiwa/km2 pada tahun 2008 dimana desa/
keluarahan yang paling padat dengan tingkat kepadatan 1063 jiwa/km2
(2008), dan yang paling jarang penduduknya dengan tingkat
kepadatan 23 jiwa/km2 (2008) bukan merupakan suatu faktor yang
dapat menyebabkan kejadian diare.
Kepadatan penduduk yang tinggi dapat menimbulkan persoalan
yang serius seperti buruknya sanitasi dan kumuh yang akan
berdampak pada kesehatan masyarakat.
5. Hubungan tingkat pendidikan ibu rumah tangga dengan kasus diare
Hasil analisis dengan spatially weighted regression (spatial error
model) menggunakan GeoDa menunjukkan z value =-3.542181
p=0.0003969 (p<0,05) yang berarti ada hubungan antara pendidikan
ibu rumah tangga dengan kesakitan diare. Dari scatter plot juga
tergambar suatu pola korelasi negatif (negative correlation) antara
tingkat pendidikan ibu rumah tangga dan kejadian diare. Hal ini
memberikan gambaran bahwa ada hubungan antara kejadian diare
dan pendidikan ibu rumah tangga di Kabupaten Timor tengah Utara.
62
Pendidikan ibu rumah tangga di kabupaten Timor Tengah Utara
yang lebih didominasi oleh tidak sekolah/tidak tamat sekolah dasar
ataupun tingkat pendidikan SD merupakan salah satu faktor penentu
terkuat kemungkinan terkena penyakit diare di wilayah tersebut. Dari
jumlah ibu rumah tangga yang ada, 43,09% (2008) yang berpendidikan
SLTP hingga perguruan tinggi. Menurut Gyimah (2003) pendidikan ibu
yang memadai sangat berpengaruh terhadap upaya-upaya kebersihan
yang mencerminkan perilaku dan manajemen rumah tangga. Anak-
anak tidak menjadi sakit karena ibu mereka kurang berpendidikan,
tetapi ibu dengan pendidikan yang rendah jarang melaksanakan paktek
kebersihan dan upaya peningkatan gizi dalam keluarga.
6. Hubungan letak ketinggian desa dengan kasus diare
Hasil analisis dengan spatially weighted regression (spatial error
model) menggunakan GeoDa menunjukkan z value=1.050355
p=0.2935548 (p>0,05) yang berarti tidak ada hubungan antara letak
ketinggian desa dengan kesakitan diare.
Hal ini menunjukkan bahwa letak suatu desa dengan ketinggian
yang berbeda tidak berhubungan dengan kejadian diare di Kabupaten
Timor Tengah Utara. Walaupun ketinggian suatu desa sangat
menentukan terhadap bagaimana ketersediaan air bersih, namun
sesuai hasil analisis ini, tidak menunjukkan suatu hasil yang signifikan.
63
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diuraikan pada Bab IV maka
dapat ditarik kesimpulan mengenai hubungan antara faktor sanitasi, faktor
demografi, faktor topografi dan kejadian diare dengan pendekatan spasial
sebagai berikut :
1. Tidak ada hubungan antara akses rumah tangga terhadap air bersih
dengan kejadian diare di Kabupaten Timor Tengah Utara.
2. Ada hubungan antara akses rumah tangga terhadap jamban keluarga
dengan kejadian diare di Kabupaten Timor Tengah Utara.
3. Tidak ada hubungan antara tingkat kepadatan penduduk dengan
kejadian diare di Kabupaten Timor Tengah Utara.
4. Ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu rumah tangga dengan
kejadian diare di Kabupaten Timor Tengah Utara.
5. Tidak ada hubungan antara ketinggian desa dengan kejadian diare di
Kabupaten Timor Tengah Utara.
B. Saran
1. Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara perlu membuat kebijakan
dan upaya-upaya yang komprehensif untuk perbaikan sanitasi seperti
sanitasi total berbasis masyarakat untuk meningkatkan akses rumah
tangga terhadap jamban keluarga dan upaya peningkatan/perbaikan
pada sektor pendidikan, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan/
pemahaman masyarakat.
2. Dinas Kesehatan Kabupaten perlu melakukan upaya penyuluhan
tentang pentingnya pemanfaatan jamban keluarga dan kebersihan
terutama bagi ibu rumah tangga. Selain itu Dinas Kesehatan
kabupaten perlu melakukan pengolahan data menjadi informasi
64
sebagai dasar pengambilan keputusan karena data yang yang
terkumpul masih terfragmentasi pada masing-masing bidang.
Penyajian data hanya pada upaya untuk memberikan gambaran
kinerja pada masing-masing bidang, tanpa analisis hubungan antara
keberhasilan cakupan suatu kegiatan, yang berkontribusi terhadap
masalah kesehatan (diare) yang timbul. Pemanfaatan sistem informasi
geografis (SIG) merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan.
3. Perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut tentang perilaku pemanfaatan
air bersih untuk konsumsi, kecukupan air bersih untuk sanitasi dalam
rumah tangga dan kualitas air bersih.
65
DAFTAR PUSTAKA
Azwar A (1988): Pengantar Epidemiologi. PT. Bina Rupa Aksara, Jakarta Barreto M L., Genser B., Strina A., Teixeira M G., Assis A M O., Rego R
F., Teles C A., Prado M S., Matos S M A., Santos D N., dos Santos L A., Cairncross S Santosa, Lenaldo A dos Santosa, and Sandy Cairncrossb (2007): Effect of City-wide Sanitation Programme on Reduction in Rate of Childhood Diarrhoea in Northeast Brazil: Assessment by Two cohort studies. PubMed Central,vol. 370(9399),1622-1628.
BPS Kab. TTU (2006): Timor Tengah Utara Dalam Angka Tahun 2006,
Kefamenanu BPS Kab. TTU (2007): Timor Tengah Utara Dalam Angka Tahun 2007,
Kefamenanu BPS Kab. TTU (2008): Timor Tengah Utara Dalam Angka Tahun 2008,
Kefamenanu Budiyanto E (2002): Sistem Informasi Geografis Menggunakan Arc View
GIS. Penerbit Andi, Yogyakarta Caslake L T., Connolly D J., Menon V., Duncanson C M., Rojas R.,
Tavakoli J. (2003): Disinfection of Contaminated Water by Using Solar Irradiation. Applied and Environmental Microbiology,vol. 70, no.2 ,1145 - 1150.
Chaikaew N., Tripathi N K., Souris M., (2009) : Exploring Spatial Patterns
and Hotspots of Diarrhea in Chiang Mai,Thailand. International Journal of Health Geographics , 8:36
Chaudhari V P., Srivastava R K., Moitra M., Desai V K., (2009) : Domestic Environment & Morbidity of Under Five Children. The Internet Journal of Epidemiology. Volume 7 No. 1, 11-19
Chin J (penerjemah Kandun I N) (2000): Manual Pemberantasan Penyakit
Menular. Depkes RI, Jakarta China CDC (2005): Review Research on The Literature of Diarrhea
Disease in China (1990-2004). National Center for Rural Water Supply Technical Guidance, China
66
Depkes RI (1995): Materi Pelatihan Penyehatan Air bagi Petugas Kesehatan Lingkungan Daerah Tk.II, Ditjen PPM & PLP, Jakarta
Depkes RI (1998): Pedoman Teknis Perbaikan Kualitas Air, Pembuatan
Sumur Gali, Ditjen PPM & PLP, Jakarta Depkes RI (2007) a : Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007.
Jakarta,. Depkes RI (2007) b : Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2007, Jakarta Depkes RI (2008): Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat.
Jakarta,. Depkes RI (2009) a : Pedoman Tatalaksana Penderita Diare. Available
from: <http://www.pppl. depkes.go.id/images_data> [ Accessed 25 Mei 2009 ].
Depkes RI (2009) b : Informasi Penyakir Menular Diare. Available from:
<http://www.pppl.depkes.go.id/ diare> [diakses tanggal 12 Mei 2009].
Dinkes Kab. TTU (2006): Profil Dinas Kesehatan Kabupaten TTU Tahun
2006, Kefamenanu Dinkes Kab. TTU (2007): Profil Dinas Kesehatan Kabupaten TTU Tahun
2007, Kefamenanu Dinkes Kab. TTU (2008): Profil Dinas Kesehatan Kabupaten TTU Tahun
2008, Kefamenanu Elfiatri V (2008): Analisis Spasial Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Sebagai faktor Risiko Diare di Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan Tahun 2007. Tesis, UGM Yogyakarta
Gurning P D (2008): Perilaku dan Inspeksi Sanitasi Dengan kejadian Diare
di Desa Tablolong Kecamatan Kupang Barat. Tesis, UGM Yogyakarta
Gyimah S O (2003) : Interaction Effects of Maternal Education and
Household Facilities on Childhood Diarrhea in sub-Saharan Africa: The Case of Ghana. Available from : <http://www.jhpdc.unc.edu> [Accessed 12 Februari 2010]
67
Hutton G & Bartram J (2008): Global Costs of Attaining the Millennium Development Goal for Water Supply and Sanitation. Bulletin of the World Health Organization, vol. 86,13-19.
Kristina N N (2008): Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Pemodelan
Spasial Kejadian Tuberkulosis (TB) di Kota Denpasar tahun 2007. Tesis, UGM Yogyakarta.
Lai P C., So FM., Chan K W (2009): Spatial Epidemiological Approaches
in Disease Mapping and Analysis.. CRC Press, New York Maheswaran R & Craglia M (2004): GIS in Public Health Practice. CRC
Press, New York Njemanze P C., Anozie J., Ihenacho J O., Russell M J., & Uwaeziozi A B
(1999): Application of Risk Analysis and Geographic Information System Technologies to the Prevention of Diarrheal Diseases in Nigeria. The American Society of Tropical Medicine and Hygiene, vol. 61(3),356-360.
Nuckols J R., Ward M H., Jarup L (2004): Using Geographic Information
Systems for Exposure Assessment in Environmental Epidemiology Studies. Environmental Health Perspectives, vol. 112,1007-1015.
Molina D, Patricia, James, Sherman A., Strogatz, David S., Savitz, David A. (1994). Association between maternal education and infant diarrhea in different household and community environments of Cebu, Philippines. Available from :<http://hdl.handle.net/ 2027.42/31922> [Accessed 12 Februari 2010]
Prahasta (2005): Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis.
Informatika, Bandung Slamet J S (2004): Kesehatan Lingkungan. GMU Press , Yogyakarta Ulugtekin N., Alkoy S., Seker D Z., Goksel C (2006): Use of GIS in
Epidemiology : A Case Study in Istanbul. Journal of Environmental Science and Health vol. 41,2013 - 2026.
WHO (2005): The Treatment of Diarrhoea. Department of Child and
Adolescent Health and Development, Geneva WHO (2009): Data and Statistics. Available from : <http://www.who.int/
WHO_Data and Statistics> [Accessed 20 April 2009 ] .
68
Lampiran 1
HASIL ANALISIS SPATIALLY WEIGHTED REGRESSION (SPATIAL ERROR MODEL)
A. Akses air bersih X kasus diare
69
B. Akses jamban keluarga X kasus diare
70
C. Ketinggian desa X kasus diare
71
D. Pendidikan ibu rumah tangga X kasus diare
72
E. Kepadatan penduduk X kasus diare
73
Lampiran : 2
INCIDANCE RATE DIARE PER DESA/KELURAHAN DI KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA
TAHUN 2006‐2008
Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008
No Desa / Kelurahan Kecamatan Jumlah Jiwa
Jml kasus Diare
IR (0/00) Jumlah
Jiwa Jml kasus
Diare IR (0/00)
Jumlah Jiwa
Jml kasus Diare
IR (0/00)
1 Noepesu Miomafo Barat 1,498 22 15 1,531 21 14 1,538 20 13
2 Fatuneno 1,553 24 15 1,913 19 10 1,933 25 13
3 Eban 3,730 43 12 2,411 39 16 2,423 27 11
4 Sallu 2,130 41 19 2,142 29 14 2,154 22 10
5 Suanae 863 26 30 872 19 22 880 21 24
6 Lemun 406 23 57 402 21 52 406 25 62
7 Fatunisuan 1,109 28 25 1,702 22 13 1,709 24 14
8 Haulasi 878 44 50 881 23 26 889 15 17
9 Noetoko 565 26 46 576 19 33 583 24 41
10 Fatutasu 946 44 47 946 38 40 954 27 28
11 Manusasi 1,039 46 44 1,030 39 38 1,038 24 23
12 Saenam 565 27 48 604 39 65 608 22 36
13 Tuabatan 1,302 27 21 1,315 19 14 1,335 24 18
14 Akomi 801 22 27 809 22 27 819 18 22
74
15 Bijaepasu 1,165 2 2 1,215 5 4 1,235 10 8
16 Noenasi 517 4 8 531 6 11 541 7 13
17 Nian 1,673 6 4 1,682 5 3 1,688 8 5
18 Oelneke 697 4 6 705 6 9 718 13 18
19 Oetulu 1,168 6 5 1,076 4 4 1,091 7 6
20 Ainan 356 4 11 361 3 8 374 8 21
21 Oeolo 1,074 14 13 1,084 19 18 1,102 15 14
22 Bisafe 289 4 14 290 9 31 304 8 26
23 Batnes 764 4 5 766 15 20 782 10 13
24 Tasinifu 3,619 132 36 3,653 108 30 3,667 83 23
25 Naekake A 1,470 60 41 1,513 53 35 1,528 65 43
26 Naekake B 789 45 57 709 58 82 718 65 91
27 Noelelo 770 33 43 699 49 70 713 83 116
28 Banfanu Noemuti 1,213 79 65 1,212 70 58 1,226 56 46
29 Kiuola 1,026 10 10 1,026 20 19 1,041 44 42
30 Seo 493 19 39 502 22 44 513 16 31
31 Noebaun 1,487 29 20 1,505 26 17 1,521 47 31
32 Popnam 1,205 55 46 1,212 47 39 1,814 28 15
33 Nibaaf 901 64 71 921 60 65 939 43 46
34 Nifuboke 1,044 14 13 1,046 15 14 1,061 35 33
75
35 Bijeli 692 11 16 662 18 27 675 37 55
36 Oenak 976 20 20 978 30 31 990 35 35
37 Noemuti 1,213 19 16 1,237 21 17 1,248 39 31
38 Fatumuti 762 17 22 776 16 21 790 39 49
39 Naob 1,270 15 12 1,272 15 12 1,287 13 10
40 Haekto 945 28 30 966 28 29 975 45 46
41 Manikin 860 17 20 860 20 23 864 15 17
42 Kuaken 679 14 21 684 19 28 697 35 50
43 Maurisu Miomafo Timur 1,524 7 5 1,885 23 12 1,910 25 13
44 Naiola 1,499 24 16 1,559 23 15 1,567 22 14
45 Oetalus 529 34 64 462 45 97 469 35 75
46 Oelami 1,839 13 7 1,803 27 15 1,811 27 15
47 Kiusili 881 9 10 912 29 32 919 207 225
48 Nimasi 1,531 125 82 1,835 182 99 1,854 145 78
49 Kuanek 602 49 81 606 60 99 613 48 78
50 Oenenu 2,513 30 12 2,537 39 15 2,563 35 14
51 Nuk 1,516 16 11 1,538 21 14 1,543 22 14
52 Oelbonak 623 30 48 620 50 81 627 34 54
53 Nilulat 829 90 109 843 105 125 849 55 65
54 Tubu 726 30 41 731 58 79 739 28 38
76
55 Haumeniana 1,153 15 13 1,114 26 23 1,124 25 22
56 Sunkaen 477 15 31 482 24 50 490 25 51
57 Nainaban 784 53 68 736 58 79 742 39 53
58 Inbate 1,107 36 33 1,083 52 48 1,094 25 23
59 Oesena 2,855 32 11 2,860 36 13 2,874 26 9
60 Taekas 1,253 48 38 1,262 62 49 1,273 38 30
61 Femnasi 686 30 44 698 58 83 708 23 32
62 Jak 719 36 50 720 62 86 731 21 29
63 Tunnoe 827 50 60 850 59 69 861 55 64
64 Tuntun 847 28 33 833 57 68 844 27 32
65 Bokon 457 16 35 464 19 41 477 15 31
66 Kaenbaun 534 18 34 542 19 35 551 21 38
67 Fatusene 533 47 88 530 54 102 540 45 83
68 Amol 1,022 75 73 1,033 54 52 1,042 42 40
69 Bitefa 1,297 10 8 1,327 25 19 1,338 20 15
70 Faenake 895 10 11 911 17 19 920 29 32
71 Baas 367 13 35 371 2 5 380 24 63
72 Haumeni 842 82 97 837 108 129 845 66 78
73 Napan 643 18 28 662 27 41 670 22 33
74 Tes 647 41 63 623 71 114 632 86 136
77
75 Sainoni 699 11 16 688 22 32 698 28 40
76 Banain A 632 15 24 646 22 34 657 24 37
77 Banain B 556 2 4 486 5 10 492 15 30
78 Banain C 531 3 6 550 4 7 559 10 18
79 Sunsea 1,357 5 4 1,418 6 4 1,429 11 8
80 Bakitolas 1,440 6 4 1,482 7 5 1,486 8 5
81 Benus 998 4 4 1,005 4 4 1,010 6 6
82 Manamas 1,518 4 3 1,477 11 7 1,485 8 5
83 Tublopo Kota kefamenanu 1,451 14 10 1,179 18 15 1,187 23 19
84 Maubeli 3,596 12 3 3,526 26 7 3,559 33 9
85 Sasi 2,871 39 14 3,444 33 10 3,481 36 10
86 Tubuhue 3,380 12 4 3,433 26 8 3,453 27 8
87 Kefa Selatan 6,931 30 4 7,391 28 4 7,442 35 5
88 Benpasi 4,501 27 6 4,384 25 6 4,424 28 6
89 Bansone 3,025 23 8 3,038 21 7 3,067 30 10
90 Kefa Tengah 5,575 27 5 5,535 35 6 5,580 22 4
91 Aplasi 2,563 16 6 2,575 20 8 2,591 27 10
92 Kefamenanu Utara 2,298 28 12 2,401 30 12 2,431 27 11
93 Subun Insana 1,414 10 7 1,455 15 10 1,472 18 12
94 Lapeom 1,175 10 9 1,190 14 12 1,201 19 16
78
95 Usapinonot 908 14 15 919 16 17 934 15 16
96 Atmen 2,219 21 9 2,272 34 15 2,306 30 13
97 Letneo 1,538 12 8 1,574 12 8 1,589 14 9
98 Bannae 1,330 11 8 1,362 14 10 1,382 17 12
99 Nansean 1,271 83 65 1,295 90 69 1,312 89 68
100 Susulaku 1,600 63 39 1,634 58 35 1,663 91 55
101 Ainiut 3,973 113 28 4,218 111 26 4,248 138 32
102 Loeram 2,206 61 28 2,248 50 22 2,266 97 43
103 Oinbit 1,856 29 16 1,883 34 18 1,894 56 30
104 Nunmafo 1,973 44 22 2,024 32 16 2,036 55 27
105 Manunain A 1,527 39 26 1,560 38 24 1,578 57 36
106 Manunain B 2,101 50 24 2,174 76 35 2,188 52 24
107 Tapenpah 897 35 39 941 30 32 952 56 59
108 Sekon 888 31 35 920 28 30 929 44 47
109 Lanaus 1,587 35 22 1,621 58 36 1,638 37 23
110 Letmafo 2,328 18 8 2,446 29 12 2,454 15 6
111 Maubesi 2,754 18 7 2,796 33 12 2,801 26 9
112 Tainsala 1,587 22 14 1,513 41 27 1,520 32 21
113 Humusu A Insana Utara 1,087 12 11 1,065 24 23 1,073 18 17
114 Fatumtasa 795 11 14 876 23 26 889 25 28
79
115 Humusu B 1,579 28 18 1,668 36 22 1,673 37 22
116 Oesoko 1,057 29 27 1,068 42 39 1,074 31 29
117 Humusu C 3,333 44 13 3,438 40 12 3,457 40 12
118 Fafinesu A 1,451 22 15 1,861 32 17 1,890 42 22
119 Oenaim 468 15 32 466 22 47 477 18 38
120 Fafinesu B 1,074 14 13 1,081 17 16 1,097 24 22
121 Fafinesu C 1,300 16 12 1,022 20 20 1,032 26 25
122 Banuan 551 10 18 559 24 43 571 35 61
123 Pantae Biboki Selatan 866 16 18 850 17 20 859 30 35
124 Oenaem 516 12 23 530 18 34 544 18 33
125 Upfaon 2,454 21 9 2,494 28 11 2,505 20 8
126 Tautpah 1,083 17 16 1,093 21 19 1,109 19 17
127 Tokbesi 884 22 25 881 17 19 889 25 28
128 Supun 1,336 20 15 1,439 31 22 1,450 45 31
129 Sainiup 792 22 28 799 18 23 819 20 24
130 Tunbaen 982 32 33 990 22 22 1,001 22 22
131 Teba 2,388 33 14 2,370 42 18 2,376 38 16
132 Oerinbesi 921 16 17 941 22 23 959 20 21
133 Oekopa 1,384 17 12 1,399 20 14 1,419 26 18
134 Tunbes 492 18 37 494 40 81 504 16 32
80
135 Luniup 940 19 20 1,009 44 44 1,029 42 41
136 Matabesi 389 23 59 402 32 80 410 12 29
137 Kaubele 920 23 25 927 37 40 946 27 29
138 Oepuah 4,064 105 26 4,119 164 40 3,716 92 25
139 Manumean Biboki Utara 489 19 39 486 21 43 491 29 59
140 Kuluan 844 29 34 830 91 110 834 31 37
141 Naku 1,016 28 28 1,008 28 28 1,017 39 38
142 Makun 897 35 39 912 81 89 916 27 29
143 Birunatun 720 29 40 722 71 98 726 33 45
144 Sapaen 681 17 25 661 30 45 665 51 77
145 Taunbaen 1,412 17 12 1,458 42 29 1,478 37 25
146 Tualene 1,559 15 10 1,618 35 22 1,634 30 18
147 Biloe 1,260 19 15 1,248 31 25 1,265 33 26
148 Hauteas 1,703 19 11 1,716 85 50 1,734 60 35
149 Boronubaen 2,290 19 8 2,397 43 18 2,416 52 22
150 Lokomea 818 18 22 840 48 57 860 34 40
151 Nifutasi Biboki Anleu 1,173 13 11 1,323 5 4 1,333 16 12
152 Ponu 5,257 14 3 5,295 12 2 5,302 36 7
153 Oemanu 661 8 12 781 4 5 786 16 20
154 Tuamese 951 7 7 1,057 4 4 1,069 10 9
81
155 Maukabatan 1,018 14 14 1,408 4 3 1,416 16 11
156 Kotafoun 1,465 11 8 1,485 6 4 1,494 15 10
157 Sifaniha 784 6 8 896 4 4 904 12 13
158 Nonotbatan 1,186 5 4 1,400 5 4 1,414 12 8
159 Motadik 1,174 8 7 1,194 5 4 1,207 13 11
218,577 4,266 20 222,825 5,352 24 225,094 5,310 24
Sumber : Data Sekunder yang diolah
Peneliti,
82
Lampiran : 3
DATA SARANA SANITASI ( AKSES RUMAH TANGGA TERHADAP AIR BERSIH DAN JAMBAN KELUARGA
DI KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA TAHUN 2006 S/D S008
Jumlah Rumah Tangga Akses Rumah Tangga terhadap Air bersih Akses Rumah tangga terhadap jamban keluarga
Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 No Desa/Kelurahan Kecamatan Tahun 2006
Tahun 2007
Tahun 2008 Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
1 Noepesu Miomafo Barat 421 441 455 320 76.01 341 77.32 355 78.02 135 32.07 145 32.88 201 44.18
2 Fatuneno 480 486 491 310 64.58 320 65.84 330 67.21 178 37.08 151 31.07 189 38.49
3 Eban 603 605 608 348 57.71 368 60.83 371 61.02 153 25.37 191 31.57 223 36.68
4 Sallu 515 523 529 312 60.58 348 66.54 351 66.35 154 29.90 182 34.80 192 36.29
5 Suanae 220 225 227 155 70.45 156 69.33 159 70.04 85 38.64 95 42.22 100 44.05
6 Lemun 103 102 103 79 76.70 80 78.43 80 77.67 53 51.46 63 61.76 63 61.17
7 Fatunisuan 419 433 458 326 77.80 330 76.21 356 77.73 146 34.84 149 34.41 186 40.61
8 Haulasi 209 216 218 164 78.47 180 83.33 185 84.86 93 44.50 106 49.07 106 48.62
9 Noetoko 165 166 168 109 66.06 110 66.27 115 68.45 91 55.15 99 59.64 99 58.93
10 Fatutasu 241 248 250 142 58.92 147 59.27 150 60.00 86 35.68 97 39.11 105 42.00
11 Manusasi 238 246 248 149 62.61 150 60.98 155 62.50 100 42.02 101 41.06 101 40.73
12 Saenam 143 148 149 111 77.62 126 85.14 130 87.25 75 52.45 79 53.38 79 53.02
13 Tuabatan 299 307 307 219 73.24 220 71.66 220 71.66 117 39.13 127 41.37 127 41.37
83
14 Akomi 195 208 215 129 66.15 130 62.50 137 63.72 88 45.13 89 42.79 89 41.40
15 Bijaepasu 307 317 321 219 71.34 220 69.40 225 70.09 120 39.09 130 41.01 130 40.50
16 Noenasi 127 131 134 99 77.95 100 76.34 108 80.60 68 53.54 66 50.38 66 49.25
17 Nian 417 427 429 245 58.75 249 58.31 249 58.04 138 33.09 151 35.36 172 40.09
18 Oelneke 194 199 217 141 72.68 150 75.38 164 75.58 90 46.39 91 45.73 91 41.94
19 Oetulu 285 308 343 167 58.60 174 56.49 199 58.02 116 40.70 126 40.91 136 39.65
20 Ainan 97 101 106 80 82.47 83 82.18 90 84.91 46 47.42 46 45.54 46 43.40
21 Oeolo 319 336 373 183 57.37 191 56.85 219 58.71 107 33.54 117 34.82 139 37.27
22 Bisafe 117 128 136 87 74.36 96 75.00 105 77.21 53 45.30 65 50.78 65 47.79
23 Batnes 198 210 235 137 69.19 142 67.62 163 69.36 87 43.94 88 41.90 93 39.57
24 Tasinifu 881 901 939 529 60.05 545 60.49 573 61.02 208 23.61 274 30.41 349 37.17
25 Naekake A 335 351 366 209 62.39 210 59.83 221 60.38 107 31.94 117 33.33 136 37.16
26 Naekake B 199 206 214 132 66.33 136 66.02 146 68.22 93 46.73 97 47.09 97 45.33
27 Noelelo 146 152 158 102 69.86 106 69.74 111 70.25 68 46.58 81 53.29 81 51.27
28 Banfanu Noemuti 305 307 310 183 60.00 192 62.54 199 64.19 132 43.28 139 45.28 149 48.06
29 Kiuola 245 258 263 150 61.22 157 60.85 164 62.36 150 61.22 153 59.30 160 60.84
30 Seo 137 139 141 99 72.26 100 71.94 108 76.60 77 56.20 88 63.31 88 62.41
31 Noebaun 354 359 362 208 58.76 197 54.87 197 54.42 148 41.81 155 43.18 165 45.58
32 Popnam 326 367 426 203 62.27 225 61.31 307 72.07 173 53.07 162 44.14 248 58.22
33 Nibaaf 201 204 207 140 69.65 141 69.12 147 71.01 114 56.72 118 57.84 118 57.00
84
34 Nifuboke 288 295 301 198 68.75 199 67.46 199 66.11 138 47.92 141 47.80 145 48.17
35 Bijeli 156 157 160 122 78.21 123 78.34 129 80.63 88 56.41 92 58.60 92 57.50
36 Oenak 226 227 228 154 68.14 155 68.28 157 68.86 124 54.87 127 55.95 127 55.70
37 Noemuti 175 229 272 122 69.71 190 82.97 226 83.09 106 60.57 115 50.22 140 51.47
38 Fatumuti 289 306 312 226 78.20 247 80.72 251 80.45 142 49.13 145 47.39 145 46.47
39 Naob 298 312 301 182 61.07 195 62.50 195 64.78 151 50.67 164 52.56 164 54.49
40 Haekto 228 248 248 139 60.96 140 56.45 140 56.45 133 58.33 136 54.84 136 54.84
41 Manikin 207 220 216 131 63.29 147 66.82 147 68.06 122 58.94 128 58.18 128 59.26
42 Kuaken 155 154 148 111 71.61 122 79.22 122 82.43 77 49.68 78 50.65 78 52.70
43 Maurisu Miomafo Timur 425 492 508 290 68.24 308 62.60 328 64.57 121 28.47 181 36.79 177 34.84
44 Naiola 587 605 615 378 64.40 389 64.30 394 64.07 189 32.20 200 33.06 225 36.59
45 Oetalus 112 118 128 75 66.96 77 65.25 85 66.41 51 45.54 53 44.92 53 41.41
46 Oelami 501 506 509 287 57.29 288 56.92 293 57.56 189 37.72 190 37.55 190 37.33
47 Kiusili 221 253 257 144 65.16 165 65.22 169 65.76 76 34.39 91 35.97 93 36.19
48 Nimasi 406 486 502 296 72.91 347 71.40 363 72.31 83 20.44 198 40.74 194 38.65
49 Kuanek 163 166 169 113 69.33 113 68.07 119 70.41 68 41.72 70 42.17 69 40.83
50 Oenenu 586 643 685 389 66.38 436 67.81 485 70.80 230 39.25 253 39.35 261 38.10
51 Nuk 354 360 367 187 52.82 188 52.22 196 53.41 123 34.75 124 34.44 133 36.24
52 Oelbonak 175 179 185 103 58.86 114 63.69 121 65.41 69 39.43 70 39.11 70 37.84
53 Nilulat 150 159 165 119 79.33 119 74.84 128 77.58 64 42.67 77 48.43 77 46.67
85
54 Tubu 188 190 192 123 65.43 123 64.74 129 67.19 66 35.11 78 41.05 78 40.63
55 Haumeniana 294 307 319 181 61.56 187 60.91 199 62.38 87 29.59 123 40.07 132 41.38
56 Sunkaen 114 118 123 79 69.30 90 76.27 97 78.86 43 37.72 49 41.53 51 41.46
57 Nainaban 181 188 197 111 61.33 116 61.70 116 58.88 81 44.75 82 43.62 82 41.62
58 Inbate 279 287 295 161 57.71 163 56.79 163 55.25 88 31.54 110 38.33 109 36.95
59 Oesena 773 797 817 498 64.42 488 61.23 495 60.59 359 46.44 304 38.14 308 37.76
60 Taekas 306 313 315 190 62.09 190 60.70 190 60.32 105 34.31 107 34.19 115 36.51
61 Femnasi 184 189 196 116 63.04 116 61.38 126 64.29 71 38.59 72 38.10 72 36.73
62 Jak 162 173 182 101 62.35 106 61.27 116 63.74 49 30.25 65 37.57 69 37.91
63 Tunnoe 245 253 262 133 54.29 138 54.55 141 53.82 89 36.33 94 37.15 94 35.88
64 Tuntun 202 255 265 111 54.95 151 59.22 159 60.00 88 43.56 87 34.12 99 37.36
65 Bokon 123 125 129 67 54.47 108 86.40 113 87.60 48 39.02 49 39.20 49 37.98
66 Kaenbaun 141 145 149 102 72.34 111 76.55 117 78.52 50 35.46 56 38.62 59 39.60
67 Fatusene 121 131 139 96 79.34 104 79.39 114 82.01 43 35.54 48 36.64 57 41.01
68 Amol 278 288 298 172 61.87 178 61.81 188 63.09 76 27.34 99 34.38 108 36.24
69 Bitefa 304 314 323 182 59.87 188 59.87 194 60.06 105 34.54 109 34.71 119 36.84
70 Faenake 224 231 239 129 57.59 159 68.83 165 69.04 79 35.27 80 34.63 92 38.49
71 Baas 93 107 119 70 75.27 81 75.70 90 75.63 34 36.56 39 36.45 49 41.18
72 Haumeni 213 223 235 144 67.61 151 67.71 159 67.66 69 32.39 83 37.22 92 39.15
73 Napan 227 235 243 149 65.64 149 63.40 159 65.43 70 30.84 81 34.47 99 40.74
86
74 Tes 142 149 155 94 66.20 110 73.83 117 75.48 38 26.76 54 36.24 65 41.94
75 Sainoni 174 184 193 120 68.97 126 68.48 133 68.91 63 36.21 67 36.41 73 37.82
76 Banain A 194 198 202 123 63.40 125 63.13 131 64.85 65 33.51 66 33.33 81 40.10
77 Banain B 124 134 146 98 79.03 106 79.10 116 79.45 39 31.45 52 38.81 59 40.41
78 Banain C 147 149 151 106 72.11 107 71.81 112 74.17 41 27.89 62 41.61 61 40.40
79 Sunsea 285 289 293 179 62.81 179 61.94 179 61.09 90 31.58 99 34.26 118 40.27
80 Bakitolas 347 361 371 199 57.35 199 55.12 209 56.33 118 34.01 118 32.69 143 38.54
81 Benus 289 299 298 148 51.21 153 51.17 153 51.34 77 26.64 122 40.80 130 43.62
82 Manamas 298 312 312 186 62.42 186 59.62 197 63.14 95 31.88 105 33.65 109 34.94
83 Tublopo Kota KefA 358 364 367 213 59.50 220 60.44 229 62.40 152 42.46 233 64.01 233 63.49
84 Maubeli 784 804 814 619 78.95 679 84.45 685 84.15 639 81.51 701 87.19 712 87.47
85 Sasi 529 578 639 417 78.83 487 84.26 553 86.54 407 76.94 467 80.80 515 80.59
86 Tubuhue 804 856 908 611 76.00 681 79.56 727 80.07 637 79.23 741 86.57 797 87.78
87 Kefa Selatan 1,372 1,482 1,565 1,054 76.82 1,239 83.60 1,307 83.51 1,079 78.64 1,173 79.15 1,251 79.94
88 Benpasi 879 961 1,008 735 83.62 810 84.29 862 85.52 708 80.55 837 87.10 862 85.52
89 Bansone 602 619 651 496 82.39 540 87.24 580 89.09 498 82.72 519 83.84 553 84.95
90 Kefa Tengah 1,196 1,348 1,575 969 81.02 1,139 84.50 1,369 86.92 484 40.47 1,031 76.48 1,224 77.71
91 Aplasi 506 526 549 399 78.85 455 86.50 485 88.34 409 80.83 426 80.99 453 82.51
92 Kefa Utara 505 532 565 402 79.60 447 84.02 467 82.65 411 81.39 432 81.20 474 83.89
93 Subun Insana 299 339 395 177 59.20 199 58.70 235 59.49 122 40.80 122 35.99 152 38.48
87
94 Lapeom 233 260 295 122 52.36 142 54.62 192 65.08 82 35.19 92 35.38 114 38.64
95 Usapinonot 237 258 293 125 52.74 152 58.91 182 62.12 86 36.29 92 35.66 113 38.57
96 Atmen 543 608 693 303 55.80 365 60.03 465 67.10 276 50.83 229 37.66 273 39.39
97 Letneo 325 388 476 185 56.92 219 56.44 295 61.97 122 37.54 142 36.60 192 40.34
98 Bannae 311 323 368 187 60.13 197 60.99 227 61.68 131 42.12 131 40.56 153 41.58
99 Nansean 302 309 316 169 55.96 169 54.69 174 55.06 121 40.07 121 39.16 133 42.09
100 Susulaku 370 375 386 242 65.41 237 63.20 240 62.18 128 34.59 132 35.20 161 41.71
101 Ainiut 877 893 905 582 66.36 714 79.96 711 78.56 234 26.68 452 50.62 445 49.17
102 Loeram 489 493 491 306 62.58 299 60.65 301 61.30 110 22.49 218 44.22 222 45.21
103 Oinbit 485 502 512 273 56.29 300 59.76 308 60.16 272 56.08 244 48.61 244 47.66
104 Nunmafo 431 447 449 261 60.56 291 65.10 299 66.59 222 51.51 222 49.66 222 49.44
105 Manunain A 358 371 361 233 65.08 241 64.96 241 66.76 248 69.27 192 51.75 192 53.19
106 Manunain B 491 508 538 343 69.86 378 74.41 399 74.16 173 35.23 191 47.60 209 38.85
107 Tapenpah 189 209 211 112 59.26 142 67.94 142 67.30 100 52.91 100 47.85 100 47.39
108 Sekon 191 223 227 125 65.45 145 65.02 151 66.52 103 53.93 103 46.19 103 45.37
109 Lanaus 452 468 478 299 66.15 310 66.24 325 67.99 180 39.82 181 38.68 212 44.35
110 Letmafo 531 554 564 353 66.48 340 61.37 349 61.88 302 56.87 258 46.57 258 45.74
111 Maubesi 725 737 747 469 64.69 466 63.23 474 63.45 376 51.86 321 43.55 321 42.97
112 Tainsala 351 355 360 197 56.13 198 55.77 199 55.28 121 34.47 121 34.08 133 36.94
113 Humusu A Insana Utara 305 316 326 233 76.39 241 76.27 257 78.83 109 35.74 123 38.92 124 38.04
88
114 Fatumtasa 212 243 247 152 71.70 173 71.19 179 72.47 92 43.40 92 37.86 93 37.65
115 Humusu B 414 434 437 244 58.94 255 58.76 255 58.35 188 45.41 188 43.32 189 43.25
116 Oesoko 258 269 278 134 51.94 156 57.99 162 58.27 82 31.78 101 37.55 108 38.85
117 Humusu C 707 717 724 497 70.30 511 71.27 557 76.93 353 49.93 325 45.33 356 49.17
118 Fafinesu A 464 476 479 289 62.28 271 56.93 290 60.54 263 56.68 189 39.71 202 42.17
119 Oenaim 181 187 191 99 54.70 107 57.22 113 59.16 104 57.46 68 36.36 72 37.70
120 Fafinesu B 252 258 261 137 54.37 137 53.10 137 52.49 91 36.11 101 39.15 102 39.08
121 Fafinesu C 295 297 299 167 56.61 167 56.23 197 65.89 112 37.97 112 37.71 113 37.79
122 Banuan 132 136 141 91 68.94 93 68.38 98 69.50 40 30.30 61 44.85 62 43.97
123 Pantae Biboki Selatan 239 245 252 150 62.76 153 62.45 165 65.48 141 59.00 153 62.45 151 59.92
124 Oenaem 109 115 121 79 72.48 90 78.26 98 80.99 64 58.72 67 58.26 67 55.37
125 Upfaon 498 523 546 341 68.47 361 69.02 380 69.60 289 58.03 321 61.38 305 55.86
126 Tautpah 224 232 244 140 62.50 141 60.78 153 62.70 123 54.91 143 61.64 143 58.61
127 Tokbesi 218 225 232 140 64.22 145 64.44 163 70.26 121 55.50 142 63.11 140 60.34
128 Supun 265 284 298 151 56.98 159 55.99 159 53.36 140 52.83 141 49.65 141 47.32
129 Sainiup 210 220 231 131 62.38 138 62.73 147 63.64 117 55.71 131 59.55 131 56.71
130 Tunbaen 241 251 264 149 61.83 160 63.75 169 64.02 131 54.36 137 54.58 137 51.89
131 Teba 588 601 611 381 64.80 389 64.73 398 65.14 323 54.93 317 52.75 323 52.86
132 Oerinbesi 221 229 235 136 61.54 140 61.14 149 63.40 113 51.13 131 57.21 131 55.74
133 Oekopa 359 376 397 224 62.40 235 62.50 251 63.22 194 54.04 208 55.32 208 52.39
89
134 Tunbes 117 119 121 67 57.26 69 57.98 69 57.02 60 51.28 68 57.14 68 56.20
135 Luniup 210 215 219 123 58.57 131 60.93 139 63.47 112 53.33 121 56.28 121 55.25
136 Matabesi 110 111 113 77 70.00 77 69.37 77 68.14 56 50.91 56 50.45 56 49.56
137 Kaubele 205 209 213 141 68.78 161 77.03 165 77.46 112 54.63 112 53.59 112 52.58
138 Oepuah 937 973 1,013 678 72.36 689 70.81 721 71.17 522 55.71 532 54.68 549 54.20
139 Manumean Biboki Utara 99 101 102 63 63.64 67 66.34 69 67.65 48 48.48 58 57.43 59 57.84
140 Kuluan 188 190 188 121 64.36 124 65.26 123 65.43 87 46.28 91 47.89 90 47.87
141 Naku 226 227 229 137 60.62 137 60.35 139 60.70 85 37.61 86 37.89 87 37.99
142 Makun 214 214 215 121 56.54 121 56.54 121 56.28 91 42.52 92 42.99 93 43.26
143 Birunatun 165 165 166 119 72.12 119 72.12 121 72.89 73 44.24 74 44.85 75 45.18
144 Sapaen 158 164 167 114 72.15 120 73.17 131 78.44 62 39.24 66 40.24 68 40.72
145 Taunbaen 345 356 361 201 58.26 166 46.63 221 61.22 135 39.13 136 38.20 137 37.95
146 Tualene 391 403 415 293 74.94 303 75.19 317 76.39 169 43.22 167 41.44 168 40.48
147 Biloe 287 294 298 173 60.28 181 61.56 181 60.74 149 51.92 150 51.02 151 50.67
148 Hauteas 391 396 402 289 73.91 289 72.98 289 71.89 143 36.57 144 36.36 145 36.07
149 Boronubaen 542 548 557 373 68.82 373 68.07 380 68.22 195 35.98 191 34.85 192 34.47
150 Lokomea 203 209 214 121 59.61 131 62.68 135 63.08 93 45.81 97 46.41 98 45.79
151 Nifutasi Biboki Anleu 321 330 334 177 55.14 185 56.06 197 58.98 107 33.33 121 36.67 122 36.53
152 Ponu 1,174 1,216 1,250 701 59.71 761 62.58 823 65.84 333 28.36 395 32.48 459 36.72
153 Oemanu 164 177 177 99 60.37 109 61.58 123 69.49 64 39.02 65 36.72 68 38.42
90
154 Tuamese 218 249 261 102 46.79 142 57.03 155 59.39 81 37.16 89 35.74 97 37.16
155 Maukabatan 256 273 285 137 53.52 149 54.58 161 56.49 89 34.77 99 36.26 106 37.19
156 Kotafoun 329 344 354 157 47.72 178 51.74 203 57.34 101 30.70 132 38.37 136 38.42
157 Sifaniha 169 193 199 112 66.27 129 66.84 132 66.33 71 42.01 83 43.01 85 42.71
158 Nonotbatan 277 282 289 165 59.57 165 58.51 180 62.28 109 39.35 129 45.74 133 46.02
159 Motadik 386 401 419 233 60.36 239 59.60 254 60.62 107 27.72 119 29.68 141 33.65
51,994 54,497 56,621 34,257 65.89 36,608 67.17 38,889 68.68 23,696 45.57 26,079 47.85 27,798 49.09
Sumber : Data Sekunder yang diolah
91
Lampiran : 4
DATA DEMOGRAFI ( JUMLAH BALITA, TINGKAT PENDIDIKAN IBU RUMAH TANGGA, KEPADATAN PENDUDUK )
DI KABUPATEN TIMOR TENGAH UATAR TAHUN 2006 S/D 2008
Jumlah Balita Tingkat pendidikan Ibu Rumah Tangga ( SLTP s/d PT) Kepadatan Penduduk
Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 No Desa/Kelurahan Kecamatan
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Tahun 2006
Tahun 2007
Tahun 2008
1 Noepesu Miomafo Barat 147 9.81 148 9.67 157 10.21 164 34.17 190 39.09 198 40.33 81 83 83
2 Fatuneno 165 10.62 170 8.89 180 9.31 183 30.35 186 30.74 191 31.41 62 77 77
3 Eban 267 7.16 245 10.16 260 10.73 272 52.82 267 51.05 270 51.04 96 62 62
4 Sallu 231 10.85 215 10.04 228 10.58 235 106.82 243 108.00 249 109.69 85 86 86
5 Suanae 75 8.69 76 8.72 81 9.20 86 83.50 91 89.22 93 90.29 123 125 126
6 Lemun 33 8.13 23 5.72 24 5.91 40 9.55 39 9.01 40 8.73 80 79 80
7 Fatunisuan 114 10.28 117 6.87 124 7.26 174 83.25 185 85.65 204 93.58 37 57 57
8 Haulasi 85 9.68 76 8.63 81 9.11 79 47.88 86 51.81 88 52.38 73 73 74
9 Noetoko 51 9.03 42 7.29 45 7.72 64 26.56 65 26.21 67 26.80 63 64 65
10 Fatutasu 89 9.41 83 8.77 88 9.22 85 35.71 86 34.96 88 35.48 95 95 95
11 Manusasi 100 9.62 91 8.83 97 9.34 83 58.04 89 60.14 91 61.07 115 114 115
12 Saenam 51 9.03 46 7.62 49 8.06 46 15.38 51 16.61 52 16.94 51 55 55
13 Tuabatan 113 8.68 118 8.97 125 9.36 117 60.00 125 60.10 125 58.14 72 73 74
92
14 Akomi 78 9.74 68 8.41 72 8.79 77 25.08 89 28.08 96 29.91 80 81 82
15 Bijaepasu 118 10.13 113 9.30 120 9.72 120 94.49 125 95.42 129 96.27 53 55 56
16 Noenasi 38 7.35 46 8.66 49 9.06 44 10.55 48 11.24 51 11.89 43 44 45
17 Nian 149 8.91 154 9.16 163 9.66 167 86.08 167 83.92 169 77.88 73 73 73
18 Oelneke 66 9.47 57 8.09 60 8.36 72 25.26 80 25.97 90 26.24 77 78 80
19 Oetulu 88 7.53 98 9.11 104 9.53 112 115.46 122 120.79 141 133.02 69 63 64
20 Ainan 29 8.15 39 10.80 41 10.96 37 11.60 41 12.20 43 11.53 30 30 31
21 Oeolo 110 10.24 98 9.04 104 9.44 122 104.27 138 107.81 169 124.26 96 97 99
22 Bisafe 37 12.80 42 14.48 45 14.80 44 22.22 52 24.76 57 24.26 26 26 28
23 Batnes 74 9.69 79 10.31 84 10.74 59 6.70 71 7.88 92 9.80 76 77 78
24 Tasinifu 383 10.58 382 10.46 405 11.04 339 101.19 355 101.14 382 104.37 72 73 73
25 Naekake A 155 10.54 153 10.11 162 10.60 126 63.32 132 64.08 143 66.82 74 76 76
26 Naekake B 77 9.76 87 12.27 92 12.81 77 52.74 81 53.29 86 54.43 72 64 65
27 Noelelo 75 9.74 65 9.30 69 9.68 43 0.55 45 0.55 51 0.61 73 67 68
28 Banfanu Noemuti 120 9.89 113 9.32 120 9.79 98 40.00 99 38.37 102 38.78 37 37 37
29 Kiuola 100 9.75 92 8.97 98 9.41 86 62.77 93 66.91 97 68.79 86 86 87
30 Seo 41 8.32 44 8.76 47 9.16 47 13.28 49 13.65 51 14.09 47 48 49
31 Noebaun 151 10.15 145 9.63 154 10.12 134 41.10 139 37.87 141 33.10 286 289 293
32 Popnam 119 9.88 113 9.32 179 9.87 97 48.26 112 54.90 131 63.29 60 60 61
33 Nibaaf 81 8.99 80 8.69 85 9.05 68 23.61 71 24.07 74 24.58 56 58 59
93
34 Nifuboke 102 9.77 94 8.99 100 9.43 106 67.95 109 69.43 115 71.88 63 63 64
35 Bijeli 63 9.10 52 7.85 55 8.15 60 26.55 61 26.87 64 28.07 68 65 67
36 Oenak 94 9.63 87 8.90 92 9.29 99 56.57 100 43.67 101 37.13 89 90 91
37 Noemuti 120 9.89 115 9.30 122 9.78 79 27.34 121 39.54 124 39.74 110 112 113
38 Fatumuti 70 9.19 65 8.38 69 8.73 131 43.96 140 44.87 146 48.50 76 78 79
39 Naob 127 10.00 119 9.36 125 9.71 105 46.05 111 44.76 111 44.76 113 113 114
40 Haekto 91 9.63 85 8.80 90 9.23 89 43.00 103 46.82 103 47.69 30 31 31
41 Manikin 81 9.42 74 8.60 79 9.14 78 50.32 81 52.60 81 54.73 156 156 157
42 Kuaken 61 8.98 54 7.89 57 8.18 54 1.50 53 1.40 51 1.31 159 160 163
43 Maurisu Miomafo Timur 168 11.02 160 8.49 169 8.85 117 19.93 134 22.15 150 24.39 158 79 80
44 Naiola 165 11.01 163 10.46 172 10.98 221 197.32 235 199.15 245 191.41 201 210 211
45 Oetalus 49 9.26 44 9.52 47 10.02 32 6.39 38 7.51 48 9.43 112 98 99
46 Oelami 206 11.20 192 10.65 203 11.21 195 88.24 200 79.05 203 78.99 546 535 537
47 Kiusili 91 10.33 87 9.54 92 10.01 76 18.72 101 20.78 105 20.92 410 424 427
48 Nimasi 169 11.04 175 9.54 185 9.98 159 97.55 154 92.77 170 100.59 461 241 244
49 Kuanek 58 9.63 51 8.42 54 8.81 54 9.22 57 8.86 60 8.76 139 140 142
50 Oenenu 287 11.42 237 9.34 250 9.75 206 58.19 228 63.33 250 68.12 489 491 497
51 Nuk 167 11.02 161 10.47 170 11.02 127 72.57 133 74.30 140 75.68 52 53 53
52 Oelbonak 61 9.79 52 8.39 55 8.77 40 26.67 44 27.67 50 30.30 57 56 57
53 Nilulat 85 10.25 79 9.37 84 9.89 52 27.66 55 28.95 61 31.77 75 77 77
94
54 Tubu 73 10.06 65 8.89 69 9.34 68 23.13 70 22.80 72 22.57 73 73 74
55 Haumeniana 111 9.63 121 10.86 127 11.30 112 98.25 125 105.93 134 108.94 96 93 94
56 Sunkaen 43 9.01 36 7.47 38 7.76 38 20.99 41 21.81 46 23.35 53 54 54
57 Nainaban 80 10.20 66 8.97 70 9.43 63 22.58 68 23.69 74 25.08 31 29 30
58 Inbate 119 10.75 107 9.88 113 10.33 99 12.81 105 13.17 112 13.71 69 68 68
59 Oesena 328 11.49 317 11.08 335 11.66 310 101.31 329 105.11 341 108.25 583 584 587
60 Taekas 136 10.85 128 10.14 125 9.82 116 63.04 123 65.08 125 63.78 70 70 71
61 Femnasi 68 9.91 62 8.88 66 9.32 58 35.80 61 35.26 68 37.36 49 50 51
62 Jak 72 10.01 64 8.89 68 9.30 66 26.94 70 27.67 77 29.39 134 135 137
63 Tunnoe 85 10.28 80 9.41 85 9.87 96 47.52 102 40.00 107 40.38 145 149 151
64 Tuntun 87 10.27 78 9.36 83 9.83 75 60.98 98 78.40 104 80.62 188 185 188
65 Bokon 41 8.97 34 7.33 36 7.55 45 31.91 47 32.41 51 34.23 51 52 53
66 Kaenbaun 50 9.36 43 7.93 46 8.35 51 42.15 55 41.98 59 42.45 53 54 55
67 Fatusene 50 9.38 42 7.92 45 8.33 40 14.39 45 15.63 51 17.11 100 99 101
68 Amol 108 10.57 101 9.78 106 10.17 101 33.22 111 35.35 119 36.84 96 97 98
69 Bitefa 141 10.87 136 10.25 143 10.69 123 54.91 123 53.25 132 55.23 81 83 84
70 Faenake 93 10.39 87 9.55 92 10.00 78 83.87 84 78.50 92 77.31 215 218 221
71 Baas 30 8.17 23 6.20 24 6.32 35 16.43 40 17.94 50 21.28 39 39 40
72 Haumeni 87 10.33 78 9.32 83 9.82 71 31.28 77 32.77 86 35.39 74 74 74
73 Napan 63 9.80 57 8.61 60 8.96 79 55.63 85 57.05 92 59.35 113 117 118
95
74 Tes 63 9.74 53 8.51 56 8.86 57 32.76 58 31.52 60 31.09 102 99 100
75 Sainoni 70 10.01 60 8.72 64 9.17 58 29.90 63 31.82 69 34.16 123 121 122
76 Banain A 62 9.81 55 8.51 58 8.83 74 59.68 78 58.21 82 56.16 57 59 60
77 Banain B 53 9.53 36 7.41 38 7.72 48 32.65 52 34.90 59 39.07 70 61 62
78 Banain C 50 9.42 44 8.00 47 8.41 58 20.35 60 20.76 62 21.16 59 61 62
79 Sunsea 147 10.83 147 10.37 155 10.85 112 32.28 116 32.13 120 32.35 48 51 51
80 Bakitolas 157 10.90 154 10.39 162 10.90 136 47.06 145 48.49 152 51.01 144 148 149
81 Benus 104 10.42 98 9.75 103 10.20 99 33.22 106 33.97 106 33.97 40 40 40
82 Manamas 168 11.07 154 10.43 162 10.91 117 1.13 131 1.20 131 1.16 61 59 59
83 Tublopo Kota Kefa 154 10.61 128 10.86 135 11.37 135 17.22 141 17.54 144 17.69 290 236 237
84 Maubeli 403 11.21 426 12.08 441 12.39 580 109.64 600 103.81 606 94.84 899 882 890
85 Sasi 319 11.11 359 10.42 370 10.63 393 48.88 431 50.35 471 51.87 479 574 580
86 Tubuhue 378 11.18 404 11.77 429 12.42 550 40.09 597 40.28 630 40.26 282 286 288
87 Kefa Selatan 789 11.38 801 10.84 839 11.27 980 111.49 1,084 112.80 1,164 115.48 990 1,056 1,063
88 Benpasi 508 11.29 535 12.20 557 12.59 620 102.99 692 111.79 739 113.52 750 731 737
89 Bansone 337 11.14 364 11.98 385 12.55 421 35.20 438 32.49 470 29.84 336 338 341
90 Kefa Tengah 632 11.34 652 11.78 671 12.03 868 171.54 986 187.45 1,193 217.30 507 503 507
91 Aplasi 283 11.04 306 11.88 324 12.50 356 70.50 376 70.68 399 70.62 366 368 370
92 Kefa Utara 252 10.97 283 11.79 300 12.34 370 4.91 396 4.91 427 4.94 192 200 203
93 Subun Insana 145 10.25 155 10.65 153 10.39 104 44.64 125 48.08 160 54.24 77 79 80
96
94 Lapeom 118 10.04 123 10.34 130 10.82 81 34.18 92 35.66 126 43.00 73 74 75
95 Usapinonot 88 9.69 90 9.79 95 10.17 70 12.89 84 13.82 106 15.30 105 106 108
96 Atmen 310 13.97 234 10.30 248 10.75 200 61.54 247 63.66 304 63.87 69 70 71
97 Letneo 159 10.34 170 10.80 179 11.26 103 33.12 150 46.44 204 55.43 128 131 132
98 Bannae 136 10.23 144 10.57 153 11.07 98 32.45 107 34.63 137 43.35 67 68 69
99 Nansean 129 10.15 136 10.50 143 10.90 94 25.41 101 26.93 107 27.72 47 48 49
100 Susulaku 152 9.50 156 9.55 166 9.98 113 12.88 120 13.44 128 14.14 144 146 149
101 Ainiut 364 9.16 469 11.12 486 11.44 332 67.89 343 69.57 355 72.30 121 92 93
102 Loeram 234 10.61 230 10.23 242 10.68 155 31.96 144 28.69 147 28.71 134 66 67
103 Oinbit 195 10.51 207 10.99 219 11.56 200 46.40 213 47.65 221 49.22 23 23 23
104 Nunmafo 208 10.54 224 11.07 237 11.64 159 44.41 173 46.63 175 48.48 66 67 68
105 Manunain A 158 10.35 168 10.77 177 11.22 189 38.49 157 30.91 157 29.18 95 98 99
106 Manunain B 223 10.61 242 11.13 250 11.43 169 89.42 176 84.21 205 97.16 28 29 29
107 Tapenpah 87 9.70 93 9.88 99 10.40 69 36.13 89 39.91 91 40.09 88 93 94
108 Sekon 86 9.68 91 9.89 97 10.44 71 15.71 100 21.37 103 21.55 90 93 94
109 Lanaus 150 9.45 156 9.62 167 10.20 114 21.47 134 24.19 144 25.53 144 146 147
110 Letmafo 268 11.51 275 11.24 281 11.45 236 32.55 259 35.14 268 35.88 90 94 94
111 Maubesi 312 11.33 318 11.37 326 11.64 310 88.32 321 90.42 331 91.94 56 57 57
112 Tainsala 165 10.40 162 10.71 171 11.25 121 1.48 125 1.45 130 1.43 44 42 42
113 Humusu A Insana Utara 101 9.29 96 9.01 101 9.41 70 33.02 75 30.86 85 34.41 121 118 119
97
114 Fatumtasa 70 8.81 75 8.56 80 9.00 53 12.80 78 17.97 82 18.76 114 125 127
115 Humusu B 153 9.69 162 9.71 171 10.22 118 45.74 136 50.56 139 50.00 120 127 127
116 Oesoko 98 9.27 96 8.99 101 9.40 79 11.17 90 12.55 99 13.67 113 114 115
117 Humusu C 338 10.14 356 10.35 377 10.91 265 57.11 275 57.77 282 58.87 217 224 225
118 Fafinesu A 126 8.68 153 8.22 155 8.20 143 79.01 144 77.01 149 78.01 103 149 151
119 Oenaim 35 7.48 30 6.44 40 8.39 51 20.24 55 21.32 59 22.61 92 91 94
120 Fafinesu B 97 9.03 98 9.07 103 9.39 78 26.44 84 28.28 87 29.10 152 153 155
121 Fafinesu C 93 7.15 91 8.90 97 9.40 88 66.67 90 66.18 92 65.25 92 73 73
122 Banuan 44 7.99 40 7.16 46 8.06 39 1.21 40 1.20 43 1.27 50 51 52
123 Pantae Biboki Selatan 96 11.09 97 11.41 102 11.87 84 77.06 89 77.39 95 78.51 23 22 23
124 Oenaem 54 10.47 52 9.81 55 10.11 38 7.63 41 7.84 47 8.61 22 22 23
125 Upfaon 295 12.02 304 12.19 299 11.94 185 82.59 207 89.22 226 92.62 198 201 202
126 Tautpah 126 11.63 130 11.89 138 12.44 61 27.98 69 30.67 81 34.91 45 46 46
127 Tokbesi 99 11.20 101 11.46 107 12.04 60 22.64 67 23.59 72 24.16 182 181 183
128 Supun 161 12.05 178 12.37 179 12.34 92 43.81 102 46.36 112 48.48 249 268 270
129 Sainiup 87 10.98 90 11.26 95 11.60 62 25.73 70 27.89 77 29.17 34 35 36
130 Tunbaen 112 11.41 116 11.72 123 12.29 61 10.37 68 11.31 78 12.77 30 30 31
131 Teba 297 12.44 307 12.95 467 19.65 203 91.86 216 94.32 226 96.17 62 61 63
132 Oerinbesi 104 11.29 109 11.58 116 12.10 76 21.17 84 22.34 90 22.67 74 75 77
133 Oekopa 158 11.42 164 11.72 174 12.26 121 103.42 132 110.92 139 114.88 35 35 35
98
134 Tunbes 46 9.35 47 9.51 55 10.91 21 10.00 23 10.70 25 11.42 31 31 32
135 Luniup 107 11.38 118 11.69 125 12.15 48 43.64 53 47.75 57 50.44 54 58 59
136 Matabesi 31 7.97 35 8.71 45 10.98 23 11.22 24 11.48 26 12.21 85 88 90
137 Kaubele 98 10.65 107 11.54 114 12.05 56 5.98 60 6.17 64 6.32 112 113 115
138 Oepuah 526 12.94 549 13.33 523 14.07 325 6.84 344 6.98 365 7.14 271 275 108
139 Manumean Biboki Utara 33 6.75 32 6.58 37 7.54 29 15.43 31 16.32 32 17.02 31 30 31
140 Kuluan 79 9.36 69 8.31 79 9.47 65 28.76 67 29.52 67 29.26 28 28 28
141 Naku 98 9.65 89 8.83 100 9.83 56 26.17 57 26.64 59 27.44 54 54 54
142 Makun 85 9.48 78 8.55 89 9.72 64 38.79 64 38.79 65 39.16 23 23 23
143 Birunatun 65 9.03 58 8.03 68 9.37 51 32.28 51 31.10 52 31.14 34 34 35
144 Sapaen 61 8.96 51 7.72 61 9.17 43 12.46 47 13.20 50 13.85 108 105 106
145 Taunbaen 141 9.99 138 9.47 146 9.88 115 29.41 120 29.78 124 29.88 72 74 75
146 Tualene 158 10.13 155 9.58 164 10.04 143 49.83 151 51.36 163 54.70 87 90 91
147 Biloe 124 9.84 115 9.21 122 9.64 72 18.41 76 19.19 79 19.65 76 76 77
148 Hauteas 174 10.22 166 9.67 176 10.15 147 27.12 150 27.37 156 28.01 142 143 145
149 Boronubaen 228 9.96 240 10.01 255 10.55 212 104.43 217 103.83 226 105.61 48 50 50
150 Lokomea 75 9.17 70 8.33 74 8.60 70 2.18 76 2.33 81 2.44 45 47 48
151 Nifutasi Biboki Anleu 137 11.68 157 11.87 167 12.53 99 8.43 102 8.39 105 8.40 56 63 63
152 Ponu 684 13.01 691 13.05 733 13.82 419 255.49 449 253.67 482 272.32 96 96 97
153 Oemanu 73 11.04 84 10.76 89 11.32 34 15.60 46 18.47 46 17.62 35 41 41
99
154 Tuamese 96 10.09 121 11.45 128 11.97 54 21.09 72 26.37 82 28.77 68 76 76
155 Maukabatan 115 11.30 168 11.93 178 12.57 89 27.05 100 29.07 109 30.79 255 352 354
156 Kotafoun 175 11.95 179 12.05 190 12.72 109 64.50 118 61.14 127 63.82 81 83 83
157 Sifaniha 93 11.86 100 11.16 106 11.73 38 13.72 52 18.44 58 20.07 30 34 35
158 Nonotbatan 158 13.32 167 11.93 177 12.52 90 23.32 94 23.44 97 23.15 54 64 64
159 Motadik 245 20.87 140 11.73 149 12.34 120 3.64 128 3.69 136 3.81 72 43 44
23,055 10.55 23,060 10.35 24,467 10.87 21,040 6,992 22,723 7,182 24,397 7,441 82 83 84
Sumber : Data Sekunder yang diolah
Peneliti
100
Lampiran : 5
DATA TOPOGRAFI ( LUAS WILAYAH DAN KETINGGIAN DESA)
DI KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA
Ketinggian Desa (dpl)
No Desa / Kelurahan Kecamatan Luas Wilayah
(Km2) < 500 m 500 s/d 700 m > 700 m Keterangan
1 Noepesu Miomafo Barat 18.50 √
2 Fatuneno 25.00 √
3 Eban 39.00 √
4 Sallu 25.03 √
5 Suanae 7.00 √
6 Lemun 5.10 √
7 Fatunisuan 30.00 √
8 Haulasi 12.00 √
9 Noetoko 9.00 √
10 Fatutasu 10.00 √
11 Manusasi 9.00 √
12 Saenam 11.00 √
13 Tuabatan 18.00 √
101
14 Akomi 10.00 √
15 Bijaepasu 22.00 √
16 Noenasi 12.00 √
17 Nian 23.00 √
18 Oelneke 9.00 √
19 Oetulu 17.00 √
20 Ainan 12.00 √
21 Oeolo 11.17 √
22 Bisafe 11.00 √
23 Batnes 10.00 √
24 Tasinifu 50.00 √
25 Naekake A 20.00 √
26 Naekake B 11.00 √
27 Noelelo 10.50 √
28 Banfanu Noemuti 33.00 √
29 Kiuola 12.00 √
30 Seo 10.50 √
31 Noebaun 5.20 √
32 Popnam 23.95 √
33 Nibaaf 16.00 √
102
34 Nifuboke 16.65 √
35 Bijeli 10.14 √
36 Oenak 10.91 √
37 Noemuti 11.00 √
38 Fatumuti 10.00 √
39 Naob 11.25 √
40 Haekto 31.00 √
41 Manikin 5.50 √
42 Kuaken 4.27 √
43 Maurisu Miomafo Timur 9.63 √
44 Naiola 7.44 √
45 Oetalus 4.72 √
46 Oelami 3.37 √
47 Kiusili 2.15 √
48 Nimasi 6.57 √
49 Kuanek 11.80 √
50 Oenenu 3.32 √
51 Nuk 4.33 √
52 Oelbonak 1.50 √
53 Nilulat 29.00 √
103
54 Tubu 11.00 √
55 Haumeniana 1.50 √
56 Sunkaen 1.50 √
57 Nainaban 4.35 √
58 Inbate 11.00 √
59 Oesena 10.00 √
60 Taekas 12.00 √
61 Femnasi 9.00 √
62 Jak 25.00 √
63 Tunnoe 16.00 √
64 Tuntun 4.90 √
65 Bokon 18.00 √
66 Kaenbaun 14.00 √
67 Fatusene 21.35 √
68 Amol 5.70 √
69 Bitefa 4.50 √
70 Faenake 9.00 √
71 Baas 10.00 √
72 Haumeni 27.00 √
73 Napan 4.17 √
104
74 Tes 21.49 √
75 Sainoni 11.36 √
76 Banain A 5.68 √
77 Banain B 8.00 √
78 Banain C 9.00 √
79 Sunsea 28.00 √
80 Bakitolas 10.00 √
81 Benus 25.00 √
82 Manamas 25.00 √
83 Tublopo Kota Kefamenanu 5.00 √
84 Maubeli 4.00 √
85 Sasi 6.00 √
86 Tubuhue 12.00 √
87 Kefamenanu Selatan 7.00 √
88 Benpasi 6.00 √
89 Bansone 9.00 √
90 Kefamenanu Tengah 11.00 √
91 Aplasi 7.00 √
92 Kefamenanu Utara 12.00 √
93 Subun Insana 18.35 √
105
94 Lapeom 16.00 √
95 Usapinonot 8.65 √
96 Atmen 27.00 √
97 Letneo 12.00 √
98 Bannae 20.00 √
99 Nansean 27.00 √
100 Susulaku 10.12 √
101 Ainiut 56.96 √
102 Loeram 17.00 √
103 Oinbit 81.00 √
104 Nunmafo 30.00 √
105 Manunain A 16.00 √
106 Manunain B 75.00 √
107 Tapenpah 10.14 √
108 Sekon 9.86 √
109 Lanaus 13.00 √
110 Letmafo 26.00 √
111 Maubesi 49.00 √
112 Tainsala 36.00 √
113 Humusu A Insana Utara 9.00 √
106
114 Fatumtasa 7.00 √
115 Humusu B 13.15 √
116 Oesoko 9.35 √
117 Humusu C 15.34 √
118 Fafinesu A 15.60 √
119 Oenaim 5.10 √
120 Fafinesu B 7.07 √
121 Fafinesu C 14.06 √
122 Banuan 11.05 √
123 Pantae Biboki Selatan 38.00 √
124 Oenaem 24.00 √
125 Upfaon 12.42 √
126 Tautpah 24.00 √
127 Tokbesi 4.86 √
128 Supun 5.37 √
129 Sainiup 23.02 √
130 Tunbaen 32.50 √
131 Teba 46.65 √
132 Oerinbesi 12.50 √
133 Oekopa 40.00 √
107
134 Tunbes 15.73 √
135 Luniup 17.50 √
136 Matabesi 4.55 √
137 Kaubele 8.24 √
138 Oepuah 39.76 √
139 Manumean Biboki Utara 16.00 √
140 Kuluan 30.00 √
141 Naku 18.70 √
142 Makun 39.00 √
143 Birunatun 21.00 √
144 Sapaen 6.30 √
145 Taunbaen 19.70 √
146 Tualene 18.00 √
147 Biloe 16.50 √
148 Hauteas 12.00 √
149 Boronubaen 48.20 √
150 Lokomea 18.00 √
151 Nifutasi Biboki Selatan 21.00 √
152 Ponu 54.90 √
153 Oemanu 19.00 √
108
154 Tuamese 14.00 √
155 Maukabatan 4.00 √
156 Kotafoun 18.00 √
157 Sifaniha 26.00 √
158 Nonotbatan 22.00 √
159 Motadik 27.50 √
2,669.70
Sumber : Data Sekunder yang diolah
Peneliti,
109
Lampiran : 6
110
Lampiran : 7
111
Lampiran : 8