analisis soal tes

15
D. Analilis Soal Tes 1. Alasan Perlunya Analisis Butir Soal Soal tes yang dibuat oleh guru pada umumnya disusun secara tergesa-gesa dan tidak diujicobakan sebelum digunakan. Akibatnya banyak butir soal yang digunakan dalam ujian tidak dapat menghasilkan data yang benar atau akurat tentang hasil belajar siswa. Hal ini dapat berakibat jauh, karena hasil ujian sering kali digunakan untuk mengambil keputusan tentang masa depan siswa. Bila keputusan yang diambil tidak benar, yang disebabkan oleh instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data tidak disusun secara baik, maka tentu saja keputusan demikian merupakan keputusan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Ada beberapa alasan perlunya melakukan analisis butir soal menurut Asmawi Nainul & Noehi Nasution, (2005) dalam Eko Putro Widoyoko (2014: 130) sebagai berikut: a. Untuk dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan butir tes, sehingga dapat ditentukan butir yang baik atau yang harus direvisi. b. Untuk menyediakan informasi tentang spesifikasi butir soal secara lengkap, sehingga akan lebih memudahkan bagi guru dalam menyusun perangkat soal yang akan memenuhi kebutuhan ujian dalam bidang dan tingkat tertentu. c. Untuk dapat segera diketahui masalah yang terkandung dalam butir soal, seperti: kesalahan meletakkan kunci jawaban, soal yang terlalu sulit, atau terlalu mudah, atau soal yang tidak

description

AA

Transcript of analisis soal tes

Page 1: analisis soal tes

D. Analilis Soal Tes

1. Alasan Perlunya Analisis Butir Soal

Soal tes yang dibuat oleh guru pada umumnya disusun secara tergesa-gesa dan tidak

diujicobakan sebelum digunakan. Akibatnya banyak butir soal yang digunakan dalam ujian tidak

dapat menghasilkan data yang benar atau akurat tentang hasil belajar siswa. Hal ini dapat

berakibat jauh, karena hasil ujian sering kali digunakan untuk mengambil keputusan tentang

masa depan siswa. Bila keputusan yang diambil tidak benar, yang disebabkan oleh instrumen

yang digunakan untuk mengumpulkan data tidak disusun secara baik, maka tentu saja keputusan

demikian merupakan keputusan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Ada beberapa alasan perlunya melakukan analisis butir soal menurut Asmawi Nainul &

Noehi Nasution, (2005) dalam Eko Putro Widoyoko (2014: 130) sebagai berikut:

a. Untuk dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan butir tes, sehingga dapat ditentukan butir

yang baik atau yang harus direvisi.

b. Untuk menyediakan informasi tentang spesifikasi butir soal secara lengkap, sehingga akan

lebih memudahkan bagi guru dalam menyusun perangkat soal yang akan memenuhi

kebutuhan ujian dalam bidang dan tingkat tertentu.

c. Untuk dapat segera diketahui masalah yang terkandung dalam butir soal, seperti: kesalahan

meletakkan kunci jawaban, soal yang terlalu sulit, atau terlalu mudah, atau soal yang tidak

dapat membedakan siswa yang mempersiapkan diri dengan baik atau tidak dalam

menghadapi ujian.

d. Untuk dijadikan alat guna menilai butir soal yang akan disimpan dalam bank soal. Bila

seorang guru telah memiliki sejumlah butir soal (bank soal) yang baik, maka ia akan dengan

mudah dapat menyusun suatu perangkat soal yang baik untuk digunakan sesuai dengan

tujuan.

Analisis soal tes meliputi dua hal, yaitu karakteristik soal dan spesifikasi butir soal.

Karakteristik soal merupakan parameter kuantitatif butir soal. Dalam bidang pengukuran, untuk

tes hasil belajar siswa dipertimbangan tiga karakteristik butir soal mengenai: 1) tingkat kesulitan

(difficulty index); 2) daya beda (discriminating power); dan 3) efektivitas pengecoh (distractor

effectivity ). Sedangkan spesifikasi butir soal merupakan parameter kualitatif butir soal yang

ditentukan atas dasar penilaian ahli (expert judgement). Hal yang dianalisis dalam spesifikasi

butir soal adalah hal-hal yang berkaitan dengan materi soal tes. Konstruksi soal dan kaitannya

Page 2: analisis soal tes

dengan bahan serta budaya masyarakat tempat soal tes disusun (Eko Putro Widoyoko, 2014:

131)

2. Tingkat Kesulitan

Tingkat Kesulitan (difficulty index, difficulty level) butir soal adalah proporsi peserta tes

menjawab dengan benar terhadap suatu butir soal. Sedangkan angka yang menunjukkan sulit

atau mudahnya suatu butir soal dinamakan dengan indeks kesulitan yang dilambangkan dengan p

(proportion correct). Makin besar nilai p berarti makin besar proporsi peserta tes yang menjawab

benar terhadap suatu butir soal, makin rendah tingkat kesulitan butir soal itu, berarti butir soal itu

makin mudah dan begitu juga sebaliknya. Tingkat kesulitan butir soal berkisar antara 0,0 sampai

dengan 1,0. Bila butir soal mempunyai tingkat kesulitan 0,0 berarti tidak ada seorang pun peserta

tes yang dapat menjawab dengan benar butir soal tersebut. Tingkat kesulitan 1,0 berarti semua

peserta tes dapat menjawab dengan benar butir soal tersebut. Nilai ideal tingkat kesulitan butir

soal adalah lebih tinggi dari titik tengah peluang (1,0 dibagi dengan jumlah pilihan jawaban)

dengan nilai sempurna (1,0) bagi setiap butir soal. Contohnya untuk soal bentuk pilihan ganda

dengan 4 alternatif pilihan, peluang menjawab secara benar adalah 1,0/4 = 0,25, dengan

demikian tingkat kesulitan optimalnya 0,25 + (1,0 – 0,25)/2 =0,62. Dalam pilihan benar salah,

peluang menjawab benar adalah 1,0/2 = 0,5, sehingga tingkat kesulitan optimal adalah 0,5 + (1,0

– 0,5)/2 = 0,75. (Eko Putro Widoyoko, 2014: 132).

Rumus untuk menghitung tingkat kesulitan adalah:

p=∑ b

N

Keterangan :

P = Tingkat kesulitan butir

∑ b = Jumlah siswa yang menjawab benar

N = Jumlah peserta tes

Untuk mengetahui tingkat kesulitan butir soal keseluruhan dalam suatu naskah soal

dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

PS=∑ pb

N

Keterangan :

Page 3: analisis soal tes

PS = Tingkat kesulitan naskah soal

∑ pb = Jumlah tingkat kesulitan butir soal

N = Jumlah butir soal

Kriteria yang digunakan untuk menentukan indeks tingkat kesulitan dan kualitas butir soal

adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Hubungan antara Tingkat Kesulitan dengan Kualitas Butir Soal.

Tingkat Kesulitan

Kualitas Butir Soal

0,91 – 1,00 Sangat mudah, butir soal tidak baik, tidak digunakan

0,71 – 0,90 Mudah, butir soal kurang baik, direvisi

0,31 – 0,70 Sedang, butir soal cukup baik, digunakan

0,21 – 0,30 Sulit, butir soal kurang baik, direvisi

0,00 – 0,20 Sangat sulit, butir soal tidak baik, tidak digunakan

Sebagai contoh berikut ditampilkan hasil tes siswa SMK kelas X mata pelajaran Gambar

Teknik dalam bentuk tabel berikut.

Tabel 2. Skor Hasil Tes Siswa SMK Kelas X Mata Pelajaran Gambar Teknik

No.Nama Siswa

Nomor Butir Soal Jumlah Skor1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Ana 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 6

2 Arsy 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 7

3 Aisyah 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 6

4 Budi 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 8

5 Cecep 0 0 1 1 1 1 0 1 0 0 5

6 Dava 1 1 0 0 0 0 1 1 0 1 5

7 Ferisa 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 7

8 Fara 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 8

9 Risa 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 9

10 Reno 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 7

Jumlah 7 6 5 7 8 5 8 7 7 7 68

p 0,8 0,6 0,5 0,7 0,8 0,5 0,8 0,7 0,7 0,7

Page 4: analisis soal tes

Keterangan: 1 = jawaban benar 0 = jawaban salah

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa:

a. Tingkat kesulitan butir soal adalah:

1) Butir soal 1 adalah 8 : 10 = 0,8 termasuk dalam kategori mudah.

2) Butir soal 2 adalah 6 : 10 = 0,6 termasuk dalam kategori sedang.

3) Butir soal 3 adalah 5 : 10 = 0,5 termasuk dalam kategori sedang.

4) Butir soal 4 adalah 7 : 10 = 0,7 termasuk dalam kategori sedang.

5) Butir soal 5 adalah 8 : 10 = 0,8 termasuk dalam kategori mudah.

6) Dan seterusnya

b. Tingkat kesulitan naskah soal tes adalah:

PS=0,8+0,6+0,5+0,7+0,8+0,5+0,8+0,7+0,7

10=0,68

Termasuk dalam kategori sedang.

Untuk menyusun suatu naskah soal tes sebaikanya digunakan butir soal yang tingkat

kesulitannya berimbang, yaitu sulit = 25%, sedang = 50%, dan mudah = 25. Dengan komposisi

seperti itu maka dapat diterapkan penilaian berdasarkan acuan norma maupun acuan patokan.

Bila komposisi butir soal dalam naskah soal tidak berimbang, maka penggunaan penilaian acuan

norma tidak tepat, karena informasi kemampuan yang dihasilkan tidak akan terdistribusi dalam

suatu kuve normal.

3. Daya Beda

Menurut Asmawi Zainul dan Noehi Nasution (2005) dalam Eko Putro Widoyoko, (2014:

136) daya beda (discriminating power) butir soal adalah indeks yang menunjukkan tingkat

kemampuan butir soal membedakan peserta tes yang pandai (kelompok atas) dengan peserta tes

yang kurang pandai (kelompok bawah) diantara peserta tes. Tujuan mencari daya beda adalah

untuk menentukkan apakah butir soal tersebut memiliki kemampuan membedakan kelompok

dari aspek yang diukur, sesuai perbedaan yang ada pada kelompok tersebut. Adapun rumus

untuk mencari indeks daya beda adalah sebagai berikut:

Page 5: analisis soal tes

D=Ba−Bb

12

N

Keterangan :

D = daya beda

Ba = Jumlah jawaban benar kelompok atas

Bb = Jumlah jawaban benar kelompok bawah

N = Jumlah peserta tes dalam kelompok atas dan bawah

Indeks daya beda berkisar antara +1,0 sampai -1,0. Daya beda +1,0 berarti semua anggota

kelompok atas menjawab benar terhadap butir soal tersebut, sedangkan kelompok bawah

menjawab salah terhadap butir soal tersebut. Sebaliknya Daya beda -1,0 berarti semua anggota

kelompok atas menjawab salah terhadap butir soal tersebut, sedangkan kelompok bawah

menjawab benar terhadap butir soal tersebut. Bila daya beda negatif maka butir soal sama sekali

tidak dapat dipakai sebagai lat ukur prestasi belajar siswa. Makin tinggi daya beda suatu butir

soal, maka semakin baik butir soal tersebut, dan sebaliknya makin rendah daya bedanya, maka

butir soal tersebut dianggap makin tidak baik. Kriteria yang digunakan untuk menentukan indeks

daya beda dan kualitas butir soal adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Hubungan antara Daya Beda dengan Kualitas Butir Soal.

Daya Beda Kualitas Butir Soal

0,41 – 1,00 Sangat baik, dapat digunakan

0,31 – 0,40 cukup baik, dapat digunakan dengan revisi

0,21 - 0,30 kurang baik, perlu pembahasan dan revisi

0,00 – 0,20 Tidak baik, dibuang atau diganti

Langkah – langkah menghitung daya beda

a. Susunlah urutan peserta tes berdasarkan skor yang diperolehnya, mulai dari skor yang

tertinggi sampai ke skor terendah.

b. Bagilah peserta tes menjadi dua kelompok yang sama jumlahnya. Bila jumlah peserta tes

ganjil, maka perserta yang ditengah-tengah tidak perlu dimasukkan dalam salah satu

kelompok (tidak hitung) kelompok pertama disebut kelompok prestasi tinggi atau kelompok

atas (Ba) dan kelompok kedua disebut kelompok prestasi rendah atau kelompok bawah (Bb).

Page 6: analisis soal tes

Bila jumlah peserta cukup banyak (>50), maka kelompok atas dan bawah masing-masing

diambil 27%.

c. Hitunglah jumlah kelompok atas yang menjawab benar terhadap butir soal yang akan

dihitung indeks daya bedanya. Demikian pula untuk kelompok bawah.

d. Hitunglah dengan menggunakan rumus di atas.

Sebagai contoh bila hasil tes mata pelajaran gambar teknik SMK kelas X di atas bila dibuat

ranking dalam benyuk tabel maka hasilnya adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Skor Hasil Tes Siswa SMK Kelas X Mata Pelajaran Gambar Teknik.

No.Nama Siswa

Nomor Butir SoalJml Kelompok1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Risa 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 9

Atas

2 Fara 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 8

3 Budi 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 8

4 Arsy 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 7

5 Reno 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 7

6 Ferisa 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 7

Bawah

7 Ana 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 6

8 Aisyah 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 6

9 Dava 1 1 0 0 0 0 1 1 0 1 5

10 Cecep 0 0 1 1 1 1 0 1 0 0 5

Berdasarkan tabel di atas dapat dihitung daya beda masing-masing butir soal.

a. Butir soal nomor 9. Jawaban benar kelompok atas (Ba ¿=5, jawab benar kelompok bawah

(B¿¿b)=2¿, sehingga indeks daya bedanya adalah:

D= 5−212(10)=

35=0,6

Maka kualitas sangat baik dan dapat digunakan.

b. Butir soal nomor 2. Jawaban benar kelompok atas (Ba ¿=3, jawab benar kelompok bawah

(B¿¿b)=3¿, sehingga indeks daya bedanya adalah:

Page 7: analisis soal tes

D= 3−312(10)=

05=0

Maka kualitas tidak baik dan dibuang atau diganti.

Berbeda dengan tingkat kesulitan, daya beda butir soal secara langsung menentukan

kualitas butir soal dalam arti kualitas konstruksi butir soal. Bila suatu butir soal rendah

daya bedanya, maka konstruksi butir soal tersebut dinilai tidak baik. Oleh karena itu

maka bila akan merevisi butir soal, patokan utama yang akan digunakan adalah daya beda

butir soal.

4. Butir pengecoh (distractor)

Menurut Burhan Nurgiyantoro (2001: 144) penentuan revisi terhadap suatu butir soal tidak

semata-mata berdasarkan besarnya indeks tingkat kesulitan dan daya beda, melainkan juga

bagaimana sebaran distribusi frekuensi jawaban pada alternatif yang disediakan. Dengan kata

lain, menganalisis efektivitas butir-butir pengecoh (distractors) juga diperlukan. Dasar pemikiran

analisis efektivitas distraktor tidak berbeda halnya dengan analisis daya beda suatu butir soal,

yaitu harus ada perbedaan frekuensi jawaban antara siswa kelompok tinggi dan kelompok

rendah. Untuk setiap alternatif jawaban yang benar, kelompok tinggi harus memilih secara lebih

banyak karena besarnya selisih jawaban benar inilah yang akan menentukan besar kecilnya

indeks daya beda. Sebaliknya, alternatif-alternatif jawaban distraktor, kelompok rendah harus

memilih secara lebih banyak. Disamping itu, semua alternatif jawaban yang disediakan harus ada

siswa yang memilihnya. Namun, jika hanya ada satu yang memilih sebuah distraktor, ia harus

dari kelompok rendah. Jika yang memilih distraktor dari kelompok tinggi dan rendah dengan

jumlah (misalnya sama-sama dua orang), distraktor tersebut kiranya masih dipandang layak. Jika

terjadi penyimpangan terhadap hal-hal tersebut, suatu butir soal disarankan untuk direvisi.

Kegiatan revisi tidak harus mencakup butir soal untuk seluruh alternatif jawabannya, melainkan

cukup pada distraktor yang mengalami penyimpangan saja.

Untuk mengetahui efektivitas tiap alternatif jawaban, atau sebaliknya, adanya

penyimpangan, perlu dilakukan kegiatan analisis distraktor, karena dari kegiatan itulah akan

diketahui distribusi frekuensi jawabannya. Langkah pertama yang dilakukan adalah memisahkan

jawaban untuk siswa kelompok tinggi dan kelompok rendah, kemudian meneliti pilihan terhadap

alternatif-alternatif jawaban semua butir soal untuk siswa.

Page 8: analisis soal tes

Dibawah ini akan dicontohkan suatu model perhitungan distribusi frekuensi jawaban siswa

terhadap alternatif-alternatif jawaban yang disediakan.

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Jawaban Siswa terhadap Alternative-Alternatif Jawaban yang Disediakan.

No. Butir Soal

Kelompok Tinggi Kelompok Rendah

A B C D A B C D

1 (15) - 2 3 (10) 4 6 -

2 5 - - (15) 7 2 4 (7)

3 5 (10) 3 2 8 (7) 2 3

4 6 (8) 5 1 7 (8) 3 2

5 5 - (12) 3 6 2 (10) 2

6 3 2 - (15) 3 3 3 (11)

Dsb. … … … … … … … …

Keterangan:

A, B, C, D = Alternatif jawaban yang disediakan

() = alternatif jawaban yang benar

Untuk contoh di atas, jumlah siswa kelompok tinggi dan kelompok rendah masing-masing 20

orang.

Langkah kedua, setelah mendapatkan data-data distribusi frekuensi jawaban siswa baik dari

kelompok tinggi maupun kelompok rendah adalah menganalisis distraktor tiap butir soal

untuk mengetahui efektivitasnya yang disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 6. Analisis Butir Soal, Perhitungan Indeks Tingkat Kesulitan, Indeks Daya Beda, dan Efektivitas Distraktor.

No. Butir Soal dan Option

Kelompok Tinggi

Kelompok Rendah P D Keterangan

1 (a)

b

c

d

15

-

2

3*)

10

4

6

-)

0,63 0,27 Layak

2 a 5 7 0,55 0,41 Layak

Page 9: analisis soal tes

No. Butir Soal dan Option

Kelompok Tinggi

Kelompok Rendah P D Keterangan

b

c

(d)

-

2

15

2

4

7

3 a

(b)

c

d

5

10

3*)

2

8

7

2*)

3

0,42 0,16*) Tidak Layak

4 a

(b)

c

d

6

8

4*)

2*)

7

8

3*)

2*)

0,40 0,00*) Tidak Layak

Dan

seterusnya.… … … … …

Keterangan :

P = tingkat kesulitan butir soal

D = daya beda

() = alternative jawaban banar

*) = tidak memenuhi syarat

Butir no 1: indeks tingkat kesulitan dan daya beda memenuhi persyaratan, tetapi

alternatif d perlu direvisi karena kelompok tinggi memilih lebih banyak (3) dari pada

kelompok rendah (0)

Butir no 2: baik indeks tingkat kesulitan, indeks daya beda, maupun distribusi

pemilihan laternatif jawaban baik, maka butir tersebut tidak perlu direvisi

Dsb.

DAFTAR PUSTAKA

Page 10: analisis soal tes

Burhan Nurgiyantoro. (2001). Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra.Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta

Eko Putra Widoyoko. (2014).Penilaian Hasil Pembelajaran di Sekolah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar