analisis soal tes
-
Upload
lilis-trianingsih -
Category
Documents
-
view
217 -
download
0
description
Transcript of analisis soal tes
D. Analilis Soal Tes
1. Alasan Perlunya Analisis Butir Soal
Soal tes yang dibuat oleh guru pada umumnya disusun secara tergesa-gesa dan tidak
diujicobakan sebelum digunakan. Akibatnya banyak butir soal yang digunakan dalam ujian tidak
dapat menghasilkan data yang benar atau akurat tentang hasil belajar siswa. Hal ini dapat
berakibat jauh, karena hasil ujian sering kali digunakan untuk mengambil keputusan tentang
masa depan siswa. Bila keputusan yang diambil tidak benar, yang disebabkan oleh instrumen
yang digunakan untuk mengumpulkan data tidak disusun secara baik, maka tentu saja keputusan
demikian merupakan keputusan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Ada beberapa alasan perlunya melakukan analisis butir soal menurut Asmawi Nainul &
Noehi Nasution, (2005) dalam Eko Putro Widoyoko (2014: 130) sebagai berikut:
a. Untuk dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan butir tes, sehingga dapat ditentukan butir
yang baik atau yang harus direvisi.
b. Untuk menyediakan informasi tentang spesifikasi butir soal secara lengkap, sehingga akan
lebih memudahkan bagi guru dalam menyusun perangkat soal yang akan memenuhi
kebutuhan ujian dalam bidang dan tingkat tertentu.
c. Untuk dapat segera diketahui masalah yang terkandung dalam butir soal, seperti: kesalahan
meletakkan kunci jawaban, soal yang terlalu sulit, atau terlalu mudah, atau soal yang tidak
dapat membedakan siswa yang mempersiapkan diri dengan baik atau tidak dalam
menghadapi ujian.
d. Untuk dijadikan alat guna menilai butir soal yang akan disimpan dalam bank soal. Bila
seorang guru telah memiliki sejumlah butir soal (bank soal) yang baik, maka ia akan dengan
mudah dapat menyusun suatu perangkat soal yang baik untuk digunakan sesuai dengan
tujuan.
Analisis soal tes meliputi dua hal, yaitu karakteristik soal dan spesifikasi butir soal.
Karakteristik soal merupakan parameter kuantitatif butir soal. Dalam bidang pengukuran, untuk
tes hasil belajar siswa dipertimbangan tiga karakteristik butir soal mengenai: 1) tingkat kesulitan
(difficulty index); 2) daya beda (discriminating power); dan 3) efektivitas pengecoh (distractor
effectivity ). Sedangkan spesifikasi butir soal merupakan parameter kualitatif butir soal yang
ditentukan atas dasar penilaian ahli (expert judgement). Hal yang dianalisis dalam spesifikasi
butir soal adalah hal-hal yang berkaitan dengan materi soal tes. Konstruksi soal dan kaitannya
dengan bahan serta budaya masyarakat tempat soal tes disusun (Eko Putro Widoyoko, 2014:
131)
2. Tingkat Kesulitan
Tingkat Kesulitan (difficulty index, difficulty level) butir soal adalah proporsi peserta tes
menjawab dengan benar terhadap suatu butir soal. Sedangkan angka yang menunjukkan sulit
atau mudahnya suatu butir soal dinamakan dengan indeks kesulitan yang dilambangkan dengan p
(proportion correct). Makin besar nilai p berarti makin besar proporsi peserta tes yang menjawab
benar terhadap suatu butir soal, makin rendah tingkat kesulitan butir soal itu, berarti butir soal itu
makin mudah dan begitu juga sebaliknya. Tingkat kesulitan butir soal berkisar antara 0,0 sampai
dengan 1,0. Bila butir soal mempunyai tingkat kesulitan 0,0 berarti tidak ada seorang pun peserta
tes yang dapat menjawab dengan benar butir soal tersebut. Tingkat kesulitan 1,0 berarti semua
peserta tes dapat menjawab dengan benar butir soal tersebut. Nilai ideal tingkat kesulitan butir
soal adalah lebih tinggi dari titik tengah peluang (1,0 dibagi dengan jumlah pilihan jawaban)
dengan nilai sempurna (1,0) bagi setiap butir soal. Contohnya untuk soal bentuk pilihan ganda
dengan 4 alternatif pilihan, peluang menjawab secara benar adalah 1,0/4 = 0,25, dengan
demikian tingkat kesulitan optimalnya 0,25 + (1,0 – 0,25)/2 =0,62. Dalam pilihan benar salah,
peluang menjawab benar adalah 1,0/2 = 0,5, sehingga tingkat kesulitan optimal adalah 0,5 + (1,0
– 0,5)/2 = 0,75. (Eko Putro Widoyoko, 2014: 132).
Rumus untuk menghitung tingkat kesulitan adalah:
p=∑ b
N
Keterangan :
P = Tingkat kesulitan butir
∑ b = Jumlah siswa yang menjawab benar
N = Jumlah peserta tes
Untuk mengetahui tingkat kesulitan butir soal keseluruhan dalam suatu naskah soal
dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
PS=∑ pb
N
Keterangan :
PS = Tingkat kesulitan naskah soal
∑ pb = Jumlah tingkat kesulitan butir soal
N = Jumlah butir soal
Kriteria yang digunakan untuk menentukan indeks tingkat kesulitan dan kualitas butir soal
adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Hubungan antara Tingkat Kesulitan dengan Kualitas Butir Soal.
Tingkat Kesulitan
Kualitas Butir Soal
0,91 – 1,00 Sangat mudah, butir soal tidak baik, tidak digunakan
0,71 – 0,90 Mudah, butir soal kurang baik, direvisi
0,31 – 0,70 Sedang, butir soal cukup baik, digunakan
0,21 – 0,30 Sulit, butir soal kurang baik, direvisi
0,00 – 0,20 Sangat sulit, butir soal tidak baik, tidak digunakan
Sebagai contoh berikut ditampilkan hasil tes siswa SMK kelas X mata pelajaran Gambar
Teknik dalam bentuk tabel berikut.
Tabel 2. Skor Hasil Tes Siswa SMK Kelas X Mata Pelajaran Gambar Teknik
No.Nama Siswa
Nomor Butir Soal Jumlah Skor1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Ana 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 6
2 Arsy 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 7
3 Aisyah 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 6
4 Budi 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 8
5 Cecep 0 0 1 1 1 1 0 1 0 0 5
6 Dava 1 1 0 0 0 0 1 1 0 1 5
7 Ferisa 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 7
8 Fara 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 8
9 Risa 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 9
10 Reno 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 7
Jumlah 7 6 5 7 8 5 8 7 7 7 68
p 0,8 0,6 0,5 0,7 0,8 0,5 0,8 0,7 0,7 0,7
Keterangan: 1 = jawaban benar 0 = jawaban salah
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa:
a. Tingkat kesulitan butir soal adalah:
1) Butir soal 1 adalah 8 : 10 = 0,8 termasuk dalam kategori mudah.
2) Butir soal 2 adalah 6 : 10 = 0,6 termasuk dalam kategori sedang.
3) Butir soal 3 adalah 5 : 10 = 0,5 termasuk dalam kategori sedang.
4) Butir soal 4 adalah 7 : 10 = 0,7 termasuk dalam kategori sedang.
5) Butir soal 5 adalah 8 : 10 = 0,8 termasuk dalam kategori mudah.
6) Dan seterusnya
b. Tingkat kesulitan naskah soal tes adalah:
PS=0,8+0,6+0,5+0,7+0,8+0,5+0,8+0,7+0,7
10=0,68
Termasuk dalam kategori sedang.
Untuk menyusun suatu naskah soal tes sebaikanya digunakan butir soal yang tingkat
kesulitannya berimbang, yaitu sulit = 25%, sedang = 50%, dan mudah = 25. Dengan komposisi
seperti itu maka dapat diterapkan penilaian berdasarkan acuan norma maupun acuan patokan.
Bila komposisi butir soal dalam naskah soal tidak berimbang, maka penggunaan penilaian acuan
norma tidak tepat, karena informasi kemampuan yang dihasilkan tidak akan terdistribusi dalam
suatu kuve normal.
3. Daya Beda
Menurut Asmawi Zainul dan Noehi Nasution (2005) dalam Eko Putro Widoyoko, (2014:
136) daya beda (discriminating power) butir soal adalah indeks yang menunjukkan tingkat
kemampuan butir soal membedakan peserta tes yang pandai (kelompok atas) dengan peserta tes
yang kurang pandai (kelompok bawah) diantara peserta tes. Tujuan mencari daya beda adalah
untuk menentukkan apakah butir soal tersebut memiliki kemampuan membedakan kelompok
dari aspek yang diukur, sesuai perbedaan yang ada pada kelompok tersebut. Adapun rumus
untuk mencari indeks daya beda adalah sebagai berikut:
D=Ba−Bb
12
N
Keterangan :
D = daya beda
Ba = Jumlah jawaban benar kelompok atas
Bb = Jumlah jawaban benar kelompok bawah
N = Jumlah peserta tes dalam kelompok atas dan bawah
Indeks daya beda berkisar antara +1,0 sampai -1,0. Daya beda +1,0 berarti semua anggota
kelompok atas menjawab benar terhadap butir soal tersebut, sedangkan kelompok bawah
menjawab salah terhadap butir soal tersebut. Sebaliknya Daya beda -1,0 berarti semua anggota
kelompok atas menjawab salah terhadap butir soal tersebut, sedangkan kelompok bawah
menjawab benar terhadap butir soal tersebut. Bila daya beda negatif maka butir soal sama sekali
tidak dapat dipakai sebagai lat ukur prestasi belajar siswa. Makin tinggi daya beda suatu butir
soal, maka semakin baik butir soal tersebut, dan sebaliknya makin rendah daya bedanya, maka
butir soal tersebut dianggap makin tidak baik. Kriteria yang digunakan untuk menentukan indeks
daya beda dan kualitas butir soal adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Hubungan antara Daya Beda dengan Kualitas Butir Soal.
Daya Beda Kualitas Butir Soal
0,41 – 1,00 Sangat baik, dapat digunakan
0,31 – 0,40 cukup baik, dapat digunakan dengan revisi
0,21 - 0,30 kurang baik, perlu pembahasan dan revisi
0,00 – 0,20 Tidak baik, dibuang atau diganti
Langkah – langkah menghitung daya beda
a. Susunlah urutan peserta tes berdasarkan skor yang diperolehnya, mulai dari skor yang
tertinggi sampai ke skor terendah.
b. Bagilah peserta tes menjadi dua kelompok yang sama jumlahnya. Bila jumlah peserta tes
ganjil, maka perserta yang ditengah-tengah tidak perlu dimasukkan dalam salah satu
kelompok (tidak hitung) kelompok pertama disebut kelompok prestasi tinggi atau kelompok
atas (Ba) dan kelompok kedua disebut kelompok prestasi rendah atau kelompok bawah (Bb).
Bila jumlah peserta cukup banyak (>50), maka kelompok atas dan bawah masing-masing
diambil 27%.
c. Hitunglah jumlah kelompok atas yang menjawab benar terhadap butir soal yang akan
dihitung indeks daya bedanya. Demikian pula untuk kelompok bawah.
d. Hitunglah dengan menggunakan rumus di atas.
Sebagai contoh bila hasil tes mata pelajaran gambar teknik SMK kelas X di atas bila dibuat
ranking dalam benyuk tabel maka hasilnya adalah sebagai berikut:
Tabel 4. Skor Hasil Tes Siswa SMK Kelas X Mata Pelajaran Gambar Teknik.
No.Nama Siswa
Nomor Butir SoalJml Kelompok1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Risa 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 9
Atas
2 Fara 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 8
3 Budi 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 8
4 Arsy 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 7
5 Reno 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 7
6 Ferisa 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 7
Bawah
7 Ana 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 6
8 Aisyah 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 6
9 Dava 1 1 0 0 0 0 1 1 0 1 5
10 Cecep 0 0 1 1 1 1 0 1 0 0 5
Berdasarkan tabel di atas dapat dihitung daya beda masing-masing butir soal.
a. Butir soal nomor 9. Jawaban benar kelompok atas (Ba ¿=5, jawab benar kelompok bawah
(B¿¿b)=2¿, sehingga indeks daya bedanya adalah:
D= 5−212(10)=
35=0,6
Maka kualitas sangat baik dan dapat digunakan.
b. Butir soal nomor 2. Jawaban benar kelompok atas (Ba ¿=3, jawab benar kelompok bawah
(B¿¿b)=3¿, sehingga indeks daya bedanya adalah:
D= 3−312(10)=
05=0
Maka kualitas tidak baik dan dibuang atau diganti.
Berbeda dengan tingkat kesulitan, daya beda butir soal secara langsung menentukan
kualitas butir soal dalam arti kualitas konstruksi butir soal. Bila suatu butir soal rendah
daya bedanya, maka konstruksi butir soal tersebut dinilai tidak baik. Oleh karena itu
maka bila akan merevisi butir soal, patokan utama yang akan digunakan adalah daya beda
butir soal.
4. Butir pengecoh (distractor)
Menurut Burhan Nurgiyantoro (2001: 144) penentuan revisi terhadap suatu butir soal tidak
semata-mata berdasarkan besarnya indeks tingkat kesulitan dan daya beda, melainkan juga
bagaimana sebaran distribusi frekuensi jawaban pada alternatif yang disediakan. Dengan kata
lain, menganalisis efektivitas butir-butir pengecoh (distractors) juga diperlukan. Dasar pemikiran
analisis efektivitas distraktor tidak berbeda halnya dengan analisis daya beda suatu butir soal,
yaitu harus ada perbedaan frekuensi jawaban antara siswa kelompok tinggi dan kelompok
rendah. Untuk setiap alternatif jawaban yang benar, kelompok tinggi harus memilih secara lebih
banyak karena besarnya selisih jawaban benar inilah yang akan menentukan besar kecilnya
indeks daya beda. Sebaliknya, alternatif-alternatif jawaban distraktor, kelompok rendah harus
memilih secara lebih banyak. Disamping itu, semua alternatif jawaban yang disediakan harus ada
siswa yang memilihnya. Namun, jika hanya ada satu yang memilih sebuah distraktor, ia harus
dari kelompok rendah. Jika yang memilih distraktor dari kelompok tinggi dan rendah dengan
jumlah (misalnya sama-sama dua orang), distraktor tersebut kiranya masih dipandang layak. Jika
terjadi penyimpangan terhadap hal-hal tersebut, suatu butir soal disarankan untuk direvisi.
Kegiatan revisi tidak harus mencakup butir soal untuk seluruh alternatif jawabannya, melainkan
cukup pada distraktor yang mengalami penyimpangan saja.
Untuk mengetahui efektivitas tiap alternatif jawaban, atau sebaliknya, adanya
penyimpangan, perlu dilakukan kegiatan analisis distraktor, karena dari kegiatan itulah akan
diketahui distribusi frekuensi jawabannya. Langkah pertama yang dilakukan adalah memisahkan
jawaban untuk siswa kelompok tinggi dan kelompok rendah, kemudian meneliti pilihan terhadap
alternatif-alternatif jawaban semua butir soal untuk siswa.
Dibawah ini akan dicontohkan suatu model perhitungan distribusi frekuensi jawaban siswa
terhadap alternatif-alternatif jawaban yang disediakan.
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Jawaban Siswa terhadap Alternative-Alternatif Jawaban yang Disediakan.
No. Butir Soal
Kelompok Tinggi Kelompok Rendah
A B C D A B C D
1 (15) - 2 3 (10) 4 6 -
2 5 - - (15) 7 2 4 (7)
3 5 (10) 3 2 8 (7) 2 3
4 6 (8) 5 1 7 (8) 3 2
5 5 - (12) 3 6 2 (10) 2
6 3 2 - (15) 3 3 3 (11)
Dsb. … … … … … … … …
Keterangan:
A, B, C, D = Alternatif jawaban yang disediakan
() = alternatif jawaban yang benar
Untuk contoh di atas, jumlah siswa kelompok tinggi dan kelompok rendah masing-masing 20
orang.
Langkah kedua, setelah mendapatkan data-data distribusi frekuensi jawaban siswa baik dari
kelompok tinggi maupun kelompok rendah adalah menganalisis distraktor tiap butir soal
untuk mengetahui efektivitasnya yang disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 6. Analisis Butir Soal, Perhitungan Indeks Tingkat Kesulitan, Indeks Daya Beda, dan Efektivitas Distraktor.
No. Butir Soal dan Option
Kelompok Tinggi
Kelompok Rendah P D Keterangan
1 (a)
b
c
d
15
-
2
3*)
10
4
6
-)
0,63 0,27 Layak
2 a 5 7 0,55 0,41 Layak
No. Butir Soal dan Option
Kelompok Tinggi
Kelompok Rendah P D Keterangan
b
c
(d)
-
2
15
2
4
7
3 a
(b)
c
d
5
10
3*)
2
8
7
2*)
3
0,42 0,16*) Tidak Layak
4 a
(b)
c
d
6
8
4*)
2*)
7
8
3*)
2*)
0,40 0,00*) Tidak Layak
Dan
seterusnya.… … … … …
Keterangan :
P = tingkat kesulitan butir soal
D = daya beda
() = alternative jawaban banar
*) = tidak memenuhi syarat
Butir no 1: indeks tingkat kesulitan dan daya beda memenuhi persyaratan, tetapi
alternatif d perlu direvisi karena kelompok tinggi memilih lebih banyak (3) dari pada
kelompok rendah (0)
Butir no 2: baik indeks tingkat kesulitan, indeks daya beda, maupun distribusi
pemilihan laternatif jawaban baik, maka butir tersebut tidak perlu direvisi
Dsb.
DAFTAR PUSTAKA
Burhan Nurgiyantoro. (2001). Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra.Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta
Eko Putra Widoyoko. (2014).Penilaian Hasil Pembelajaran di Sekolah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar